• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Produksi Crude Palm Oil dengan Menggunakan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengendalian Produksi Crude Palm Oil dengan Menggunakan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Medan)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 3

(2)
(3)

Lampiran 4

Jumlah Produksi CPO pada Periode 2015 - 2016

No Bulan Jumlah Produksi Tahun

2015 (kg) 2016 (kg)

1 Januari 35.417.043 32.804.719

2 Februari 37.616.201 42.203.177

3 Maret 46.051.723 42.615.024

4 April 49.395.895 42.343.065

5 Mei 47.037.920 36.564.912

6 Juni 49.422.140 42.135806

7 Juli 53.474.279 44.723.458

8 Agustus 60.165.978 54.103.904

9 September 58.715.042 55.455.602

10 Oktober 58.792.374 55.754.675

11 November 48.421.786 51.255.136

12 Desember 52.157.035 52.635.929

Jumlah 596.667.416 552.595.407

(4)

Lampiran 5

3.3 Biaya Pengadaan CPO pada Periode 2015 - 2016

No Bulan Biaya Pengadaan CPO (Rp)

2015 2016

1 Januari 23.816.841.978 23.903.783.587

2 Februari 27.890.533.234 27.159.017.857

3 Maret 29.185.971.393 27.727.627.907

4 April 29.791.415.058 28.769.961.882

5 Mei 28.876.146.268 27.839.990.608

6 Juni 31.697.979.968 30.516.310.534

7 Juli 30.338.124.139 26.452.915.939

8 Agustus 29.273.350.543 25.988.431.451

9 September 30.305.315.621 28.681.970.514

10 Oktober 28.089.396.820 28.366.624.318

11 November 27.256.227.185 26.194.064.037

12 Desember 28.564.824.561 32.719.160.205

Jumlah 345.086.126.768 334.319.858.839

(5)

Lampiran 6

Biaya Pengadaan CPO pada Periode 2015 dan 2016

Tahun Biaya Pengadaan CPO (Rp)

2015 28.757.177.231

2016 27.859.988.237

Jumlah 56.617.165.468

(6)

Lampiran 7

Harga CPO pada Periode 2015 dan 2016

Tahun Harga CPO/kg (Rp)

2015 7.173,33

2016 7.802,53

Jumlah 14.975,86

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S .2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Baroto, T. 2002. Perencanaan Dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Gahlia Indonesia.

Handoko, T. Hani. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.

Nasution, A. H. dan Prasetyawan, Y. 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nugroho, H. 2013. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tebu Dalam Pembuatan Gula Pasir di Pabrik Gula Tasikmadu Kabupaten Karanganya, Jawa Tengah. Diponegoro Journal Of Social And Politic.1-8.

Rangkuti, F. 1996. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasada.

Rimawan, E. 2007. Analisa Perhitungan Perencanaan Pengendalian Produksi Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) Pada PT. XYZ. 4: 69-82.

Ristono, A. 2009. Manajemen Persediaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sayuni, N.P., Zukhri,A., and Meitriana, M.A. 2014. Analisis Jumlah Produksi Optimal Dengan Metode Economic (EPQ) Pada UD. Sinar Abadi Singaraja. 4: 1-11.

Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta: UI Press.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

(8)

BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Profil Perusahaan

PT Perkebunan Nusantara III Medan disingkat PTPN 3 Medan beralamat di Jl. Sei

Batang hari No.2 Medan, Sumatera Utara, merupakan salah satu dari 14 Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha

perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha

Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan

karet. Produk utama Perseroan ini adalah Minyak Sawit atau Crude Palm Oil

(CPO) dan Inti Sawit Palm Kernel Oil (PKO) dan produk hilir karet. Sejarah

Perseroan diawali dengan proses pengambil alihan perusahaan-perusahaan

perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958 yang dikenal

sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi Perseroan

Perkebunan Negara (PPN).

Tahun 1968, PPN direstrukturisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan

Negara Perkebunan (PNP) yang selajutnya pada tahun 1974 bentuk badan

hukumnya diubah menjadi PT Perkebunan (Persero). Guna meningkatkan

efisiensi dan efektifitas kegiatan usaha perusahaan BUMN, Pemerintah

merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan melakukan penggabungan

usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur organisasi.

Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga)

BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT Perkebunan III (Persero), PT Perkebunan

IV (Persero) dan PT Perkebunan V (Persero) disatukan pengelolaannya ke dalam

manajemen PT Perkebunan Nusantara III (Persero). Selanjutnya melalui Peratutan

Pemerintah No.8 tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, ketiga perseroan tersebut

(9)

3.1.1 Visi dan Misi Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara 3 Medan memiliki visi dan misi dalam mencapai

tujuan yang telah ditargetkan manajemen perusahaan. Visi dan misi tersebut

antara lain:

Visi PT. Perkebunan Nusantara III Medan:

Menjadi perusahaan agribisnis kelas dunia dengan kinerja prima dan

melaksanakan tata kelola bisnis terbaik.

Misi PT. Perkebunan Nusantara III Medan:

1. Mengembangkan industri hilir berbasis perkebunan secara

berkesinambungan.

2. Menghasilkan produk berkualitas untuk pelanggan.

3. Memperlakukan karyawan sebagai aset yang strategis dan

mengembangkan secara optimal.

4. Berupaya menjadi perusahaan terpilih yang memberi imbal hasil terbaik

bagi investor.

5. Menjadi perusahaan yang paling menarik untuk menjadi mitra bisnis.

6. Memotivasi karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam mengembangkan

komunitas.

7. Melaksanakan seluruh aktifitas perusahaan yang berwawasan lingkungan.

3.1.2 Pengolahan Crude Palm Oil (CPO)

Crude Palm Oil (CPO)/Minyak Sawit Kasar merupakan hasil olahan daging buah

kelapa sawit melalui proses perebusan Tandan Buah Segar (TBS), perontokan,

dan pengepresan. CPO ini diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang

telah mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi.

Minyak ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai tambah

sekitar 30% dari nilai tandan buah segar.

(10)

TBS Dalam Lori

Gambar 3.1. Diagram Alur Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Dari gambar diatas terdapat alur proses pengolahan buah kelapa sawit

menjadi CPO dan Kernel (Inti). Setelah buah tandan segar kelapa sawit

dikumpulkan di Loading Ramp lalu dikirim dengan lori ke Sterilizer untuk

melepaskan jepitan buah kelapa sawit dari tandan buah kelapa sawit dengan cara

rebusan dengan uap bersuhu 175 , kemudian masuk ke Thresher memisahkan

buah dengan tandan buah kelapa sawit. Setelah itu brondolan buah diproses ke

(11)

Sludge Pit Sand Cylone

CPO dan proses B yaitu proses pengolahan Kernel. Adapun tandan buah yang

telah dipisahkan dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan pupuk tanaman.

Pasir

(12)

Terlihat pada gambar alur proses A yang merupakan terusan dari gambar

alur proses pengolahan kelapa sawit sebelumnya, yamg mana pada proses ini

bertujuan untuk menghasilkan CPO.

Setelah serat buah dipisah dari kernel, serat tersebut telah berbentuk

minyak dari proses pemanasan 95 pada tahap Screw Press. Sehingga setelah

dipisah dari kernel, minyak tersebut dikumpulkan pada Sand Trap kemudian

dikirim ke Vibrating Screen untuk proses pemisahkan air, lumpur dan minyak.

Setelah itu minyak tersebut dikirim ke Crude Oil Tank untuk seterusnya diproses

agar menghasilkan CPO murni. Setelah pemisahan tersebut minyak dikirim ke Oil

Tank untuk diproses pembersihan dari kadar air dan kotoran melalui proses Oil

Purifier kemudian Vaccum Oil Dryer sehingga menghasilkan CPO yang telah

memenuhi standart internasional. CPO ini kemudian dikumpulkan di CPO

Storage Tank.

Adapun air dan lumpur hasil dari pemisahan di Vibrating Screen tadi

masih mengandung minyak, sehingga masih perlu dilakukan proses pembersihan

agar minyak yang masih ada pada air dan lumpur masih dapat diambil. Air dan

lumpur yang berada diatas permukaan minyak tadi di kumpulkan di Sludge Tank

dan kemudian dikirim ke Sand Cyclone untuk dipisah air dan lumpur. Air yang

bercampur minyak ini kemudian dikirim ke Sludge Separator untuk diproses

pemisahan lebih lanjut antara air dan minyak dan dilakukan lagi penyaringan

kedua di Sludge Pit. Minyak yang telah dipisahkan pada air tersebut kemudian

dikirim ke Oil Tank untuk diproses menjadi CPO, sedangkan air hasil pemisahan

tadi telah menjadi air limbah yang kemudian akan dikir ke Effluent Pond dan

disaring lagi zat kimianya kemudian dikirim ke pembuangan limbah pabrik kelapa

sawit.

Adapun lumpur pasir yang telah dipisah dengan air di Sludge Tank juga

masih mengandung minyak, sehingga masih diproses untuk pengambilan minyak

dengan cara lumpur pasir tersebut dicuci di Oil Trap untuk diambil minyaknya.

Lalu minyak tersebut dikirim ke Sludge Pit, setelah itu dikumpulkan ke Oil Tank

(13)

3.2 Pengumpulan Data

Data yang diperoleh adalah berupa data sekunder yang diperoleh dari PT.

Perkebunan Nusantara III Medan dengan melalui pencatatan, wawancara, dan

arsip-arsip perusahaan yang sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam

pemecahan masalah. Adapun data-data yang diperoleh yaitu:

1. Data jumlah produksi CPO periode Januari 2015 sampai dengan Desember

2016.

2. Data jumlah penyaluran CPO periode Januari 2015 sampai dengan

Desember 2016.

3. Data biaya pengadaan produksi (Set-up Costs) CPO tahun 2015 dan 2016.

Biaya-biaya yang meliputi biaya pengadaan adalah:

a. Biaya gaji karyawan

b. Biaya alat-alat pengolahan

c. Biaya bahan kimia dan pelengkap, bahan bakar dan pelumas

d. Biaya transportasi

e. dll

4. Data biaya penyimpanan (Carrying Costs) CPO tahun 2015 dan 2016.

Biaya penyimpanan ini dihitung sebesar 20% dari harga CPO per

kilogram.

Hasil pengumpulan data yang diperoleh dari PT. Perkebunan Nusantara III

Medan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jumlah Produksi CPO pada Periode 2015 - 2016

Bulan Jumlah Produksi Tahun

2015 (kg) 2016 (kg)

Januari 35.417.043 32.804.719

Februari 37.616.201 42.203.177

Maret 46.051.723 42.615.024

April 49.395.895 42.343.065

Mei 47.037.920 36.564.912

(14)

Bulan Jumlah Produksi Tahun 2015 (kg) 2016 (kg)

Juli 53.474.279 44.723.458

Agustus 60.165.978 54.103.904

September 58.715.042 55.455.602

Oktober 58.792.374 55.754.675

November 48.421.786 51.255.136

Desember 52.157.035 52.635.929

Jumlah 596.667.416 552.595.407

Sumber : PT. Perkebunan Nusantara III Medan

Tabel 3.2 Jumlah Penyaluran CPO pada Periode 2015 - 2016

Bulan

Jumlah penyaluran Tahun

2015 (kg) 2016 (kg)

Januari 34.130.870 33.869.050

Februari 36.051.040 39.722.820

Maret 44.557.970 42.439.620

April 48.599.100 41.914.640

Mei 46.134.020 36.733.580

Juni 48.087.520 42.539.970

Juli 51.471.980 40.523.881

Agustus 55.142.240 55.110.380

September 58.365.350 46.397.629

Oktober 57.856.840 64.061.202

November 47.297.190 51.446.219

Desember 50.506.180 52.518.310

Jumlah 578.200.300 547.277.301

(15)

Tabel 3.3 Biaya Pengadaan CPO pada Periode 2015 dan 2016

Tahun Biaya Pengadaan CPO (Rp)

2015 28.757.177.231

2016 27.859.988.237

Jumlah 56.617.165.468

Sumber : PT. Perkebunan Nusantara III Medan

Tabel 3.4 Harga CPO pada Periode 2015 dan 2016

Tahun Harga CPO/kg (Rp)

2015 7.173,33

2016 7.802,53

Jumlah 14.975,86

Sumber : PT. Perkebunan Nusantara III Medan

3.3 Pengolahan Data

3.3.1 Uji Kenormalan Data dengan Uji Lilliefors

Data penyaluran CPO pada tahun 2015 dan 2016 diuji kenormalannya dengan

menggunakan Uji Normalitas Lilliefors.

 Langkah-langkah pengujian data penyaluran CPO pada tahun 2015 sebagai berikut:

(16)

b. Standard deviasi penyaluran CPO:

7.536.951

(17)

d. Tentukan nilai dimana dengan menggunakan daftar luas

dibawah kurva normal

(18)
(19)

Tabel 3.5 Uji Normalitas Data Penyaluran CPO Tahun 2015

Dari Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa:

diperoleh dari tabel Uji Kenormalan Lilliefors dengan taraf

nyata dan n 12.

0,242.

Maka, , berarti data penyaluran CPO pada PT.

Perkebunan Nusantara III Medan pada periode Januari-Desember tahun 2015

mengikuti pola penyebaran distribusi normal. Dengan demikian, perhitungan

dengan pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan model Economic

Production Quantity.

 Langkah-langkah pengujian data penyaluran CPO pada tahun 2016 sebagai berikut:

(20)

45.606.441,75

b. Standard deviasi penyaluran CPO:

8.651.908,854

(21)

d. Tentukan nilai dimana dengan menggunakan daftar luas

dibawah kurva normal

(22)
(23)

Tabel 3.6 Uji Normalitas Data Penyaluran CPO Tahun 2016

Dari Tabel 3.6 dapat dilihat bahwa:

0,1443

diperoleh dari tabel Uji Kenormalan Lilliefors dengan taraf

nyata dan n = 12.

= 0,242.

Maka, , berarti data penyaluran CPO pada PT.

Perkebunan Nusantara III Medan pada periode Januari-Desember tahun 2015

mengikuti pola penyebaran distribusi normal. Dengan demikian, perhitungan

dengan pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan model Economic

(24)

3.3.2 Perhitungan Berdasarkan Kondisi Produksi Perusahaan

Dari hasil uji kenormalan data dengan menggunakan uji Lilliefors, diperoleh

bahwa data penyaluran produksi CPO adalah berdistribusi normal. Maka model

persediaan yang digunakan adalah model persediaan dengan stok. Berdasarkan

hasil penelitian data perusahaan dapat diketahui bahwa:

Laju produksi CPO per bulan adalah:

Jadi rata-rata jumlah produksi CPO per bulan adalah .

Laju penyaluran CPO per bulan adalah:

Jadi rata-rata jumlah penyaluran setiap bulan adalah

Lamanya mesin beroperasi selama satu periode adalah:

(25)

Biaya penyimpanan CPO per kilogram

Perhitungan biaya penyimpanan didasarkan pada harga pokok CPO

pada tahun 2015 dan 2016, dimana biaya penyimpanan per kilogram

CPO adalah sebesar 20% dari harga CPO, yaitu sebesar:

Dari perhitungan di atas diperoleh biaya penyimpanan CPO per

kilogram adalah sebesar Rp 1.497,586.

Rata-rata biaya pengadaan CPO per bulan adalah:

Rp

Jadi rata-rata biaya pengadaan produksi setiap bulan adalah

Rp

Dengan demikian, perhitungan untuk menentukan total biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan untuk persediaan CPO dengan menggunakan rumus

(26)

Maka biaya untuk pengadaan persediaan CPO dalam dua periode sekaligus

adalah biaya total pengadaan persediaan dikalikan dengan interval waktu yang

telah diperoleh di atas, yaitu :

Dan biaya pengadaan persediaan produksi CPO dalam satu periode adalah:

Jadi biaya pengadaan persediaan produksi CPO dalam satu periode adalah Rp

35.864.730.859,5

3.4 Perhitungan dengan Model Economic Production Quantity (EPQ)

Adapun perhitungan yang dilakukan dengan pengendalian persediaan produksi ini

adalah:

1. Tingkat optimal produksi CPO dalam setiap putaran produksi

2. Interval waktu optimal untuk setiap putaran produksi

3. Total biaya pengadaan persediaan produksi

3.4.1 Tingkat Optimal Produksi

(27)

b. Rata-rata jumlah penyaluran CPO per bulan

c. Rata-rata biaya pengadaan produksi (Set-up Costs) CPO per bulan

Rp

d. Biaya penyimpanan produksi CPO per kilogram

Untuk selanjutnya, dilakukan perhitungan tingkat produksi optimal (Q0) setiap

putaran produksi dengan menggunakan rumus:

Jadi diperoleh tingkat produksi optimal dalam setiap putaran produksi

adalah kg.

3.4.2 Interval waktu optimal setiap putaran produksi (t0)

(28)

Maka, interval waktu optimal setiap putaran produksi adalah 1,8017 bulan.

3.4.3 Biaya Persediaan Minimum Produksi ( )

Menghitung biaya persediaan minimum produksi CPO menggunakan rumus:

Biaya persediaan yang diperoleh sebesar Rp per bulan,

sehingga biaya minimum dalam setiap putaran produksinya adalah:

Berdasarkan hasil perhitungan, sehingga diperoleh jumlah produksi

optimal dengan biaya minimum untuk pengadaan persediaannya dalam satu

putaran produksi.

Selanjutnya dapat dihitung jumlah putaran produksi CPO, interval waktu

putaran produksi, lamanya mesin berproduksi tiap putaran produksi dan lama

produksi berhenti tiap putaran produksi yang dihitung dalam dua periode selama

(29)

a. Jumlah putaran produksi dalam dua periode adalah:

Maka jumlah putaran produksi tiap periodenya adalah 6,6604 bulan

b. Biaya minimum dalam dua periode sebesar:

Sehingga biaya minimum untuk setiap periodenya adalah:

c. Waktu yang dibutuhkan tiap putaran produksi adalah:

bulan

Sehingga dapat dihitung lama produksi berhenti tiap putaran produksi

adalah:

Maka produksi akan berhenti selama 0,0373 bulan atau tiap putaran

(30)

3.5 Rangkuman Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada subbab sebelumnya dan

hasilnya dirangkum sebagai berikut:

a. Perhitungan yang dilakukan berdasarkan denngan kondisi perusahaan,

diperoleh:

1. Laju produksi CPO setiap bulannya adalah kg

2. Biaya pengadaan produksi CPO sebesar Rp

b. Perhitungan yang dilakukan berdasarkan metode Economic Production

Quantity (EPQ), diperoleh:

1. Tingkat optimal dari produksi CPO adalah sebesar

2. Interval waktu optimal produksi adalah bulan setiap putaran

produksinya dengan jumlah putaran produksi 6,6604 setiap periode.

3. Biaya minimum dalam pengadaan persediaan produksi CPO setiap

periodenya sebesar

Dari hasil rangkuman tersebut, maka selisih biaya pengadaan produksi

CPO dalam satu periode adalah sebesar Rp .

Maka dengan menerapkan metode Economic Production Quantity,

perusahaan dapat memperkecil biaya pengadaan persediaan tiap putaran

produksinya sebesar:

Dengan ketentuan bahwa interval waktu optimal setiap putaran produksi

adalah 1,8017 bulan dan tingkat produksi optimal CPO sebanyak kg

per putaran produksi, maka perusahaan seharusnya dapat menghemat biaya

(31)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada bab

sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Data penyaluran Crude Palm Oil (CPO) pada Januari 2015 Desember

2016 mengikuti pola distribusi normal.

2. Dari perhitungan data dengan menggunakan metode Economic Production

Quantity (EPQ), diperoleh tingkat produksi optimal CPO sebesar

84.490.220kg setiap putaran produksi dengan interval waktu optimal

adalah 1,8017 bulan dan biaya minimum pengadaan persediaan setiap satu

putaran produksinya adalah sebesar Rp 31.424.534.102,2.

3. Perusahaan dapat menghemat biaya sebesar Rp 666.658.541.465 dalam

satu putaran produksi atau sebesar Rp 370.016.396,44 per bulan dengan

menerapkan metode Economic Production Quantity (EPQ).

4.2 Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan kepada perusahaan

untuk melakukan kebijakan dalam produksi dengan mempertimbangkan metode

Economic Production Quantity (EPQ) untuk memperoleh jumlah CPO optimal

dan interval waktu optimal yang dapat menghemat biaya total pengadaan

(32)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Persediaan

Persediaan dapat diartikan sebagai aktiva yang meliputi barang-barang milik

perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode tertentu, atau

persediaan bahan-bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses

produksi.

Dari pengertian di atas, maka didapat jenis-jenis persediaan yaitu

persediaan bahan baku, persediaan bagian produk, persediaan bahan-bahan

pembantu, persediaan barang-barang setengah jadi, dan persediaan barang-barang

jadi (Rangkuti, 1996).

Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk

menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku

maupun barang jadi dalam suatu aktivitas perusahaan. Ciri khas dari model

persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan

dengan biaya yang serendah rendahnya.

Inventory atau persediaan adalah suatu tenik untuk manajemen material

yang berkaitan dengan persediaan. Secara teknis, inventory adalah suatu teknik

yang berkaitan dengan penetapan terhadap besarnya persediaan bahan yang harus

diadakan untuk menjamin kelancaran dalam kegiatan operasi produksi, serta

menetapkan jadwal pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang seharusnya

dilakukan oleh perusahaan. Penetapan jadwal dan jumlah pemesanan yang harus

dipesan merupakan pernyataan dasar yang harus terjawab dalam pengendallian

(33)

2.2 Teori Pengendalian Persediaan

Persediaan merupakan sumber daya yang disimpan dan dipergunakan untuk

memenuhi kebutuhan sekarang maupun kebutuhan yang akan datang. Persediaan

terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan

barang jadi.

Pada dasarnya persediaan akan mempermudah atau memperlancar

jalannya operasi perusahaan pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut

untuk memproduksi barang-barang, selanjutnya menyampaikan kepada langganan

atau konsumen.

Persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi,

antara lain berguna untuk:

1. Menghilangkan resiko barang yang rusak

2. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan

3. Mencapai penggunaan mesin yang optimal

4. Memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen

Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat

dan komposisi persediaan rakitan, bahan baku dan barang hasil/produk sehingga

perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan (Assauri, 2008).

Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian

persediaan terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu (Nasution, A. H. dan

Prasetyawan, Y, 2008) :

a. Permasalahan kwantitatif merupakan hal-hal yang berkaitan dalam

penentuan jumlah barang yang akan dibuat, waktu pembuatan maupun

jumlah persediaan pengamannya (buffer stock). Permasalahan ini dikenal

dengan penentuan kebijakan persediaan (inventory policy).

b. Pemasalahan kwalitatif merupakan semua hal yang berhubungan dengan

(34)

Maka dari itu, pengendalian persediaan merupakan segala tindakan yang

dilakukan untuk mengusahakan tersedianya persediaan dalam jumlah tertentu.

Kelebihan maupun kekurangan persediaan akan mengakibatkan kerugian, karena

kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh

perusahaan.

Kelebihan persediaan mengakibatkan timbulnya resiko kerusakan,

kenaikan biaya-biaya penyimpanan, asuransi, dan biaya-biaya lainnya yang

berhubungan dengan persediaan akan meningkat. Kekurangan persediaan

mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pelanggan,maka akan menimbulkan

kekecewaan dan akhirnya akan merugikan perusahaan itu sendiri.

Salah satu persoalan manajemen yang potensial adalah persediaan.

Manajemen yang tidak baik terhadap persediaan bisa berakibat serius terhadap

organisasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan

adalah meminimumkan biaya total persediaan.

2.3 Jenis-Jenis Persediaan

Persediaan yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan berdasarkan

beberapa cara. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas (Handoko,

2000):

1. Persediaan bahan mentah (Raw materials), yaitu persediaan barang-barang

yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari

sumber-sumber alam atau diperoleh dari supplier dan atau dibuat sendiri

oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

2. Persediaan komponen, yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari

komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, untuk

(35)

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (Supplies), yaitu persediaan

barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak

merupakan bagian atau komponen barang jadi. Yang termasuk bahan

pembantu ini adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lain-lain.

4. Persediaan barang setengah jadi (Work in Process) yaitu persediaan

barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam

proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih

perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (Finished Goods), yaitu persediaan barang-barang

yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual

atau dikirim kepada langganan.

Selain perbedaan menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan

berdasarkan fungsinya, yaitu (Assauri, 2008):

1. Batch Stock atau Lot Size Inventory

Persediaan yang diadakan karena adanya pembelian atau pembuatan bahan bahan

dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu. Jadi dalam

hal ini pembelian atau pembuatan yang dilakukan dalam jumlah besar, sedangkan

penggunaan atau pengeluarannya dalam jumlah kecil.

2. Fluctuation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen

yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini, perusahaan mengadakan persediaan

untuk dapat memenuhi permintaan konsumen.

3. Anticipation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat

diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk

(36)

Selain itu, anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan

sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi.

2.4 Klasifikasi Biaya Persediaan

Biaya persediaan adalah biaya-biaya yang ditimbulkan akibat adanya

persediaan.Menurut Handoko (2000), komponen biaya-biaya persediaan tersebut

terdiri dari:

Gambar 2.1 Biaya-Biaya Persediaan

2.4.1 Biaya Pemesanan ( Ordering Costs)

Setiap kali suatu bahan dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan.

Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi:

1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi

2. Upah

3. Biaya telepon

4. Pengeluaran surat-menyurat

5. Biaya pengepakan dan penimbangan

(37)

2.4.2 Biaya Penyimpanan (Holding Costs atau Carrying Costs)

Holding Costs terdiri dari semua ongkos yang berhubungan dengan biaya

penyimpanan barang dalam stok. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya

penyimpanan adalah :

1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas,

atau pendingin)

2. Bunga modal yang tertanam

3. Biaya keusangan

4. Biaya Asuransi persediaan

5. Biaya pajak persediaan

6. Ongkos bongkar-muat

7. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan

8. Biaya penanganan persediaan, dan sebagaainya.

Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12% sampai 40%

dari biaya atau harga pokok. Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah

persediaan di dalam stok.

2.4.3 Biaya Pengadaan Produksi (Set-up Costs)

Bila bahan-bahan tidak dibeli tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan,

perusahaan menghadapi biaya pengadaan (set-up costs) untuk memproduksi

komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari :

1. Biaya mesin-mesin menganggur

2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung

3. Biaya scheduling

4. Biaya ekspedisi, dan sebagainya.

Pada umumnya, jumlah set-up costs menurun atau naik sesuai dengan

jumlah putaran produksi. Hal ini berarti bahwa, dalam banyak hal, berlaku

(38)

banyak pada setiap putaran, karena ini akan memperkecil jumlah putaran

produksi. Akan tetapi, hal ini akan menimbulkan kasus baru yakni bertambahnya

biaya penyimpanan.

2.4.4 Biaya Kekurangan atau Kehabisan Bahan (Shortage Costs)

Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya

kekurangan bahan adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini timbul

bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya

yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :

1. Kehilangan penjualan

2. Kehilangan langganan

3. Biaya ekspedisi

4. Terganggunya proses produksi

5. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya.

Hubungan antara tingkat persediaan dan jumlah biaya dapat diilustrasikian

pada gambar berikut:

Biaya

Holding Costs Total Costs

Set-up Costs

(39)

2.5 Economic Production Quantity (EPQ)

Economic Production Quantity (EPQ) adalah pengembangan model persediaan

dimana pengadaan bahan baku berupa komponen tertentu diproduksi secara

massal dan dipakai sendiri sebagai sub-komponen suatu produk jadi oleh

perusahaan. Menurut Yamit (2002), Economic Production Quantity (EPQ) atau

tingkat produksi optimal adalah sejumlah produksi tertentu yang dihasilkan

dengan meminimumkan total biaya persediaan yang terdiri atas biaya set-up

produksi dan biaya penyimpanan.

Persediaan produk dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume

produksi dan besarnya permintaan pasar. Perusahaan harus mempunyai kebijakan

untuk menentukan volume produksi dengan disesuaikan besarnya permintaan

pasar agar jumlah persediaan pada tingkat biaya minimal. Permasalahan itu dapat

diselesaikan dengan menggunakan metode Economic Production Quantity (EPQ).

Model EPQ merupakan persediaan bertahap, karena jika item diproduksi

sendiri, umumnya produk yang diproduksi akan ditambahkan untuk mengisi

persediaan secara berangsur-angsur dan bukannya terjadi secara tiba-tiba karena

mesin produksi yang dimiliki terbatas dan berproses secara berangsur pula

dengan tidak secara serentak. Maka suatu pabrik akan berputar secara

terus-menerus dan pada saat yang sama harus memenuhi permintaan hingga terdapat

suatu arus kontinu dari persediaan barang di dalam stok.

Model EPQ menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Produksi berjalan secara kontinu dengan laju produksi P satuan per satuan

waktu.

2. Selama produksi dilakukan (tp), tingkat pemenuhan persediaan adalah

sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan (P-D).

3. Ketika produksi berhenti pada satu waktu, maka persediaan akan

berkurang dengan kecepatan D per satuan waktu.

4. Tingkat persediaan adalah sama untuk tiap putaran produksi.

(40)

6. Permintaan deterministik dengan laju permintaan diketahui.

7. Tidak terjadi stock-out.

Model matematis persamaan EPQ dapat dikembangkan melalui gambar berikut:

Gambar 2.3 Grafik Economic Production Quantity

Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa sepanjang produksi terjadi, tingkat persediaan

akan terus meningkat dengan kecepatan P-D, tetapi pada saat tp sampai dengan

berikutnya, maka proses produksi sudah berhenti sedangkan permintaan dengan

laju tetap sebesar D menjadikan grafik berubah menurun sampai posisi level

persediaan mencapai titik nol kembali. Tingkat persediaan akan ada di suatu titik

maksimum di mana produksi berhenti. Tingkat persediaan maksimum tersebut

adalah ( P-D)tp.

Persediaan rata-rata akan sama dengan:

Waktu Q

tp

t D

0 B Persediaan

P

(41)

Untuk memenuhi persediaan sebesar Q diperlukan waktu selama tp dengan

tingkat pertambahan persediaan sebesar P maka:

(2)

Jika persediaan telah mencapai tingkat B, maka harus diadakan set-up (persiapan)

produksi yang lamanya tergantung lead time (L). Jadi, L dalam model ini

menyatakan waktu tunggu yang diperlukan untuk set-up (persiapan) produksi.

Subsitusikan persamaan (2) ke dalam persamaan (1), maka persediaan rata-rata

akan menjadi:

(3)

Sehingga diperoleh Carrying costs rata-rata= (4)

Karena jumlah putaran produksi

=

, maka:

Set-up costs rata-rata

=

(5)

Dari persamaan (4) dan (5), maka Total Inventory Costs(TIC) adalah:

(6)

Dengan mendiferensialkan persamaan TIC terhadap Q, maka:

Sehingga diperoleh tingkat produksi optimal dalam satu putaran produksi yaitu:

(42)

Interval waktu optimal pada setiap putaran produksi yaitu:

(8)

Menentukan total biaya minimum, Q0 disubstitusikan ke persamaan (6), sehingga

menjadi :

(9)

Dimana:

= Tingkat produksi optimal tiap putaran produksi

= Laju produksi per satuan waktu

= Laju penyaluran produksi per satuan waktu

= Set Up Cost atau biaya pengadaan untuktiap putaran produksi

=Carrying costs atau biaya penyimpanan per unit per satuan waktu

= Total Inventory Costs atau total biaya persediaan

2.7 Uji Kenormalan Lilliefors

Perumusan ilmu statistik juga berguna dalam pengendalian persediaan untuk

menentukan pola distribusi. Pola distribusi tersebut dapat diketahui dengan

melakukan uji kenormalan Lilliefors. Pada pengujian ini terdapat 2 jenis hipotesa

yaitu:

1. Hipotesa untuk hipotesa yang berdistribusi normal

2. Hipotesa untuk hipotesa yang tidak berdistribusi normal

Untuk pengujian hipotesa maka prosedur yang harus dilakukan antara lain:

a. Nilai data , ..., , dijadikan angka baku , , ...,

(43)

dengan = rata-rata sampel

= simpangan baku sampel

= 1, 2, 3, ...,

Menghitung rata-rata sampel digunakan rumus:

;

Menghitung simpangan baku digunakan rumus:

b. Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku,

hitung peluang : .

c. Menghitung proporsi . Jika proporsi ini dinyatakan

oleh S( , maka .

d. Hitung selisih – dan tentukan harga mutlaknya.

e. Cari nilai yang terbesar dari selisih jadikan atau .

f. Kriteria pengambilan keputusan adalah:

Jika

dengan adalah nilai kritis uji kenormalan lilliefors dengan taraf

(44)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan

untuk mengantisipasi permintaan. Persediaan adalah sejumlah bahan-bahan,

bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat

dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk

yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan

setiap waktu (Freddy Rangkuti, 1996).

Dengan adanya persediaan, maka proses produksi akan berjalan dengan

lancar. Namun, kekurangan atau kelebihan persediaan dapat menjadi faktor yang

memicu peningkatan biaya. Jumlah persediaan yang terlalu banyak akan berakibat

menambahnya biaya penyimpanan, tetapi apabila persediaan sedikit, maka akan

mengakibatkan hilangnya kesempatan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan

jika permintaan nyatanya lebih besar dari pada persediaan yang diperkirakan.

Setiap perusahaan selalu mempunyai persediaan bahan baku dalam keadaan dan

jumlah yang berbeda-beda untuk mendukung kelancaran proses produksinya.

Permasalahan yang biasa dihadapi adalah perusahaan belum dapat merealisasikan

rencana produksi yang paling optimal dengan persediaan sumber daya yang ada.

Produksi yang dilakukan harus dapat memenuhi permintaan dari marketing

tersebut. Namun, perusahaan hanya berproduksi berdasarkan permintaan

sebelumnya. Untuk itu, diperlukan perencanaan persediaan dan pengoptimalan

produksi untuk memperoleh pendapatan maksimum dan meminimumkan biaya

produksi. Penyediaan Crude Palm Oil (CPO) pada PT. Perkebunan Nusantara III

Medan hanya berdasarkan pada perkiraan kebutuhan yang telah direncanakan

setiap tahunnya. Dalam hal ini perencanaan penyediaan produksi Crude Palm Oil

(45)

Berdasarkan permasalahan tersebut penulis menggunakan salah satu

metode dalam pengendalian persediaan yaitu metode Economic Production

Quantity (EPQ).

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan

dibahas pada penelitian ini adalah berapa banyak jumlah CPO yang harus di

produksi dalam suatu siklus produksi untuk mengoptimumkan jumlah produksi

CPO pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan.

1.3 Batasan Masalah

Permasalahan pada tulisan ini dibatasi dengan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Penulis hanya menguraikan masalah tingkat persediaan optimal dari

produksi CPO PT. Perkebunan Nusantara III Medan.

2. Selama produksi dilakukan, tingkat pemenuhan persediaan adalah

sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan.

3. Data yang digunakan berupa data sekunder mulai dari Januari 2015 –

Desember 2016 yang diambil dari PT. Perkebunan Nusantara III

Medan.

4. Biaya yang timbul akibat kekurangan produksi (Shortage Cost)

dianggap tidak ada.

5. Proses pengolahan dan kebijakan perusahaan tidak berubah selama

jangka waktu pemecahan masalah.

6. Harga CPO dianggap stabil selama masa penelitian.

7. Diasumsikan besarnya permintaan sama dengan penyaluran.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah produksi CPO yang optimum

(46)

diperoleh keseimbangan produksi yang optimal dengan biaya yang minimum

untuk memperoleh keuntungan yang maksimum.

Dari informasi dan data yang telah diperoleh dari pihak perusahaan, maka

dilakukan analisis dan pengolahan data tersebut dengan tujuan :

a. Menghitung tingkat pengadaan produksi optimal CPO tiap putaran

produksi.

b. Menghitung interval waktu optimal yang dibutuhkan dalam pengadaan

produksi optimal.

c. Menentukan total biaya persediaan minimum setiap putaran produksi.

d. Membandingkan perhitungan antara metode pengendalian persediaan

dengan kondisi produksi perusahaan yang sudah ada.

1.5 Kontribusi Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan

informasi bagi PT. Perkebunan Nusantara III Medan dalam menentukan jumlah

produksi CPO yang optimal.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan menggunakan data sekunder

yang disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Studi Pendahuluan

Pada tahap ini, penulis mengumpulkan dan mempelajari berbagai bahan

referensi berupa buku-buku dan jurnal mengenai aplikasi dari metode

Economic Production Quantity dalam optimasi perencanaan produksi.

2. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data dan memperoleh

data sekunder yang dibutuhkan dari PT. Perkebunan Nusantara III Medan.

(47)

b. Data jumlah penyaluran Crude Palm Oil (CPO) periode Januari 2015

sampai dengan Desember 2016.

c. Data biaya pengadaan produksi Crude Palm Oil (CPO) periode Januari

2015 sampai dengan Desember 2016.

d. Data biaya penyimpanan Crude Palm Oil (CPO) periode Januari 2015

sampai dengan Desember 2016.

3. Pengolahan Data

Tahapan yang dilakukan pada pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Menguji kenormalan data, dengan uji “Lilliefors”.

b. Data yang telah diuji kemudian ditentukan tingkat persediaan CPO

yang optimal, interval waktu optimal tiap putaran produksi, dan biaya

minimum dalam pengadaan produksi CPO.

c. Dari pengolahan data, maka dapat ditentukan solusi yang optimal yang

menjadi beberapa kesimpulan.

d. Menyusun laporan dalam bentuk skripsi.

1.7 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini penulis memaparkan tiga penelitian terdahulu yang relevan

dengan permasalahan yang akan diteliti tentang “Perencanaan Pengendalian

Produksi Crude Palm Oil Dengan Menggunakan Metode Economic Production

Quantity (EPQ) (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Medan)”.

Ni Putu Sayuni, Anjuman Zukhri, dan Made Ary Meitriana (2014) dalam

jurnalnya yang berjudul “Analisis Jumlah Produksi Optimal Dengan Metode

Economic Production Quantity (EPQ) Pada UD. Sinar Abadi Singaraja”

memaparkan bahwa ada beberapa faktor yang membatasi proses produksi yang

optimal, yaitu bahan baku, kapasitas mesin, tenaga kerja, dan modal perusahaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan produksi optimal pada UD.

Sinar Abadi Singaraja, perhitungan jumlah produksi optimal dengan metode

Economic Production Quantity (EPQ) pada UD. Sinar Abadi Singaraja, dan

(48)

dalam penelitian ini, yaitu jumlah produksi, jumlah permintaan, biaya

penyimpanan dan biaya produksi.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa

perhitungan jumlah produksi optimal pada UD. Sinar Abadi Singaraja masih

berpedoman pada jumlah pesanan konsumen ditambah 30% dari pesanan untuk

persediaan, jumlah produksi optimal UD.Sinar Abadi tahun 2013 sebanyak

795.016 bungkus dengan total biaya persediaan Rp.82.429.650,00, jumlah

produksi optimal dengan metode Ekonomic Production Quantity (EPQ) pada

UD.Sinar Abadi sebanyak 737.556 bungkus dengan rata-rata persediaan 84.820

bungkus dan total biaya persediaan sebesar Rp. 76.685.655,00, dan dampak dari

penerapan metode Economic Production Quantity (EPQ) terhadap laba yang

diperoleh UD. Sinar Abadi Singaraja adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan

mengalami peningkatan sebesar Rp.5.743.345,00. Hal ini disebabkan oleh

penurunan total biaya persediaan setelah diterapkannya perhitungan jumlah

produksi optimal dengan metode Economic Production Quantity (EPQ).

Erry Rimawan (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisa Perhitungan

Perencanaan Pengendalian Produksi Dengan Metode Economic Production

Quantity (EPQ) Pada PT. XYZ” memaparkan bahwa produksi merupakan bagian

yang sangat penting dari suatu perusahaan yang apabila mengalami gangguan atau

kurang lancar maka akan sangat berpengaruh bagi keseimbangan perusahaan.

Adapun data yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain: Data volume

penjualan, data biaya produksi,data biaya bahan produksi, data biaya bahan baku,

data biaya tenaga kerja, dan data overhead.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Economic

Production Quantity (EPQ) diperoleh bahwa jumlah siklus yang ekonomis

sebanyak 16 kali dalam setahun dengan jumlah volume produksi sebesar 188.563

Pcs untuk produk Kemeja dan 222.500 Pcs untuk produk Celana Panjang dan

dalam jangka waktu 17 hari tiap produk perusahaan harus memproduksi kembali.

(49)

meminimumkan total biaya sebesar Rp. 12.077.852.000 atau 5% sehingga metode

perusahaan tidak optimal dalam produksinya dan dapat PT. XYZ dapat

menerapkan metode EPQ ini dalam perencanaan produksi perusahaannya.

Hastanto Nugroho (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis

Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tebu Dalam Pembuatan Gula Pasir di

Pabrik Gula Tasikmadu Kabupaten Karanganyar” diketahui bahwa

kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan baku tebu di pabrik gula

Tasikmadu belum mencapai efisiensi apabila dibandingkan dengan kebijaksanaan

pengendalian persediaan dengan menggunakan metode EPQ. Hal ini dapat

diketahui bahwa kuantitas produksi (ton) perhari menurut perhitungan EPQ

selama tahun 2002–2006 lebih besar dari kebijakan produksi perhari di pabrik

gula tasikmadu. jumlah produksi harian menurut kebijaksanaan perusahaan pada

tahun 2002-2006 (ton) secara berturut-turut adalah sebagai berikut; 2240, 2100,

2310, 2495, dan 2310, sedangkan dengan metode EPQ, kuantitas produksi (ton)

perhari yang dapat dihasilkan pada tahun 2002 sampai tahun 2006 secara

berturut–turut adalah sebagai berikut; 2.822,13; 2.732,52; 2.868,48; 3.228,35; dan

3.204,14. Apabila dibandingkan dengan kuantitas produksi perhari menurut

kebijaksanaan perusahaan di pg tasikmadu mempunyai selisih yang cukup besar.

hal ini berarti dengan menerapkan metode EPQ, maka total biaya produksi gula

pasir yang ekonomis perharinya selama tahun 2002–2006 lebih kecil daripada

biaya yang harus dikeluarkan menurut kebijakan pabrik gula tasikmadu. Selain

penerapan dengan menggunakan metode EPQ, juga mempertimbangkan

penjadwalan masa tanamnya yaitu dengan melihat data curah hujan karena dapat

diketahui keadaan iklim pada tiap-tiap wilayah binaan, sehingga dapat diketahui

(50)

PENGENDALIAN PRODUKSI CRUDE PALM OIL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC

PRODUCTION QUANTITY (EPQ)

(STUDI KASUS: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN)

ABSTRAK

Persediaan merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kegiatan proses produksi, biaya, serta distribusi barang-barang, baik itu bahan baku, barang-barang dalam proses atau barang setengah jadi, ataupun barang jadi. Kelebihan maupun kekurangan persediaan yang terlalu besar akan mengakibatkan kerugian, karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh perusahaan. Oleh karena itu, pengendalian persediaan merupakan segala tindakan yang dilakukan untuk mengusahakan tersedianya persediaan dalam jumlah tertentu. Penelitian ini merupakan penggunaan model EPQ dalam menentukan tingkat produksi optimal CPO dengan total biaya persediaan yang minimum. Dari perhitungan yang dihasilkan dengan menggunakan teori pengendalian persediaan dalam penelitian ini diperoleh tingkat optimal produksi CPO setiap putaran produksi adalah 84.490.220kg dengan interval waktu optimal yaitu 1,8017 bulan. Selisih biaya pengadaan persediaan produksi CPO yang dihasilkan dengan menggunakan model EPQ berdasarkan kondisi produksi perusahaan adalah sebesar Rp 370.016.396,44 .

(51)

PRODUCTION CONTROL OF CRUDE PALM OIL WITH USING ECONOMIC PRODUCTION

QUANTITY (EPQ)

(CASE STUDY: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN)

ABSTRACT

Inventory is one of the issues that need to be considered in relation to the activities of the production process, cost, and distribution of goods, whether raw materials, goods in process or semi-finished goods, or finished goods. Excess or shortage of inventory that is too large will result in a loss, the loss of opportunity to earn profits that have accrued to the company. Therefore, inventory control is action taken to cultivate a certain amount of inventory availability.This research is using of inventory control models to determine the optimal level of CPO production with minimum total cost inventory. Resulting from the calculation using the theory of inventory control in this research were obtained optimal level of production of each round CPO production is 84.490.220kg with optimal time interval is 1,8017 months. Difference in cost of inventory procurement of CPO production generated using inventory control models and calculations based on the pattern of production of the company is Rp 370.016.396,44 .

(52)

PRODUCTION QUANTITY (EPQ)

(STUDI KASUS: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN)

SKRIPSI

DEFEN PUTRA PRATAMA SIANIPAR

130803038

DEPARTEMEN MATEMATIKA

(53)

PENGENDALIAN PRODUKSI CRUDE PALM OIL DENGAN

MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC

PRODUCTION QUANTITY (EPQ)

(STUDI KASUS: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DEFEN PUTRA PRATAMA SIANIPAR

130803038

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(54)

PERSETUJUAN

Judul : Pengendalian Produksi Crude Palm Oil Dengan Menggunakan Metode Economic Production

Quantity (EPQ) (Studi Kasus: PT. Perkebunan

Nusantara III Medan)

Kategori : Skripsi

Nama : Defen Putra Pratama Sianipar Nomorindukmahasiswa : 130803038

Program Studi : Sarjana (S1) Matematika Departemen : Matematika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Maret 2017

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Marihat Situmorang, M.Kom Dra. Normalina Napitupulu, M.Sc

NIP. 19631214 198903 1 001 NIP. 19631106 198902 2 001

Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

(55)

PERNYATAAN

PENGENDALIAN PRODUKSI CRUDE PALM OIL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC

PRODUCTION QUANTITY (EPQ)

(STUDI KASUS: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2017

(56)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya

sehingga skripsi dengan judul “Pengendalian Produksi Crude Palm Oil Dengan Menggunakan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Medan)” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang turut mendukung dalam penulisan skripsi ini:

1. Ibu Dra. Normalina Napitupulu, M.Sc dan Bapak Drs. Marihat Situmorang, M.Kom, sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, nasehat, dan motivasi yang diberikan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Suyanto, M.Kom dan Dr. Syahriol Sitorus, M.IT sebagai Dosen Pembanding yang banyak memberikan saran dan masukkan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si. sebagai Ketua Departemen Matematika dan Ibu Drs. Mardiningsih, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU.

4. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Semua Dosen di Departemen Matematika FMIPA USU atas segala ilmu dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan, serta seluruh Staf Administrasi yang ada di Departemen Matematika FMIPA USU.

6. Bapak Pimpinan PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang telah membantu penulis memberikan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis Bapak Effendi Halomoan Sianipar, Ibu Desi Natalia br Sihahaan, Saudara penulis Chandra Leonardo Sianipar, Tri Agustinus Devalo Sianipar, dan Yessica Oktavia br Sianipar, serta keluarga penulis atas doa, nasehat, bimbingan, dan dukungan moril dan materil, yang menjadi sumber motivasi bagi penulis untuk tetap semangat dalam perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman mahasiswa matematika stambuk 2013, senior-senior, dan adik-adik stambuk 2014, 2015 dan 2016 yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan Tuhan senantiasa menyertai kita.

Medan, Maret 2017

(57)

PENGENDALIAN PRODUKSI CRUDE PALM OIL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC

PRODUCTION QUANTITY (EPQ)

(STUDI KASUS: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN)

ABSTRAK

Persediaan merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kegiatan proses produksi, biaya, serta distribusi barang-barang, baik itu bahan baku, barang-barang dalam proses atau barang setengah jadi, ataupun barang jadi. Kelebihan maupun kekurangan persediaan yang terlalu besar akan mengakibatkan kerugian, karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh perusahaan. Oleh karena itu, pengendalian persediaan merupakan segala tindakan yang dilakukan untuk mengusahakan tersedianya persediaan dalam jumlah tertentu. Penelitian ini merupakan penggunaan model EPQ dalam menentukan tingkat produksi optimal CPO dengan total biaya persediaan yang minimum. Dari perhitungan yang dihasilkan dengan menggunakan teori pengendalian persediaan dalam penelitian ini diperoleh tingkat optimal produksi CPO setiap putaran produksi adalah 84.490.220kg dengan interval waktu optimal yaitu 1,8017 bulan. Selisih biaya pengadaan persediaan produksi CPO yang dihasilkan dengan menggunakan model EPQ berdasarkan kondisi produksi perusahaan adalah sebesar Rp 370.016.396,44 .

(58)

PRODUCTION CONTROL OF CRUDE PALM OIL WITH USING ECONOMIC PRODUCTION

QUANTITY (EPQ)

(CASE STUDY: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN)

ABSTRACT

Inventory is one of the issues that need to be considered in relation to the activities of the production process, cost, and distribution of goods, whether raw materials, goods in process or semi-finished goods, or finished goods. Excess or shortage of inventory that is too large will result in a loss, the loss of opportunity to earn profits that have accrued to the company. Therefore, inventory control is action taken to cultivate a certain amount of inventory availability.This research is using of inventory control models to determine the optimal level of CPO production with minimum total cost inventory. Resulting from the calculation using the theory of inventory control in this research were obtained optimal level of production of each round CPO production is 84.490.220kg with optimal time interval is 1,8017 months. Difference in cost of inventory procurement of CPO production generated using inventory control models and calculations based on the pattern of production of the company is Rp 370.016.396,44 .

(59)

DAFTAR ISI

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Batasan Masalah 2

1.4. Tujuan Penelitian 2

1.5. Kontribusi Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

1.7. Tinjauan Pustaka 4

BAB 2. Landasan Teori

2.1. Pengertian persediaan 7

2.2. Teori Pengendalian Persediaan 8

2.3. Jenis-Jenis Persediaan 9

2.4. Klasifikasi Biaya Persediaan 11

2.4.1. Biaya Pemesanan 11

2.4.2. Biaya Penyimpanan 12

2.4.3. Biaya Pengadaan Produksi 12

2.4.4. Biaya Kekurangan atau kehabisan Bahan 13

2.5. Economic Production Quantity (EPQ) 14

2.6. Uji Kenormalan Lilliefors 17

BAB 3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Profil Perusahaan 19

3.1.1. Visi dan Misi Perusahaan 20

(60)

3.2. Pengumpulan Data 24

3.3. Pengolahan Data 26

3.3.1. Uji Kenormalan Data dengan Uji Lilliefors 26 3.3.2. Perhitungan Berdasarkan Kondisi Produksi 35 Perusahaan

3.4. Perhitungan dengan Model Economic Production 37 Quantity (EPQ)

3.4.1. Tingkat Optimal Produksi 37

3.4.2. Interval Waktu Optimal untuk Setiap Putaran 38 Produksi

3.4.3. Biaya Persediaan Minimum Produksi 39

3.5. Rangkuman Pembahasan 41

BAB 4. Kesimpulan dan Saran

4.1. Kesimpulan 42

4.2. Saran 42

Daftar Pustaka 43

(61)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel

Judul Halaman

3.1. Jumlah Produksi CPO pada Periode 2015-2016 24

3.2. Jumlah Penyaluran CPO pada Periode 2015-2016 25

3.3. Biaya Pengadaan CPO pada Periode 2015 dan 2016 26

3.4. Harga CPO pada Periode 2015 dan 2016 26

3.5. Uji Normalitas Data Penyaluran CPO Tahun 2015 30

(62)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar

Judul Halaman

2.1. Biaya-biaya Persediaan 11

2.2. Biaya Total Minimum 13

2.3. Grafik Economic Production Quantity (EPQ) 15

3.1. Diagram Alur Proses Pengolahan Kelapa Sawit 21

(63)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lamp

Judul Halaman

1. Tabel Nilai Luas Kurva Normal untuk Nilai z 44

2. Jumlah Produksi CPO pada Periode 2015-2016 45

3. Jumlah Penyaluran CPO pada Periode 2015-2016 46

4. Biaya Pengadaan CPO pada Periode 2015 dan 2016 47

Gambar

Tabel Nilai Luas Kurva Normal Untuk Nilai z
Gambar 3.1. Diagram Alur Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Gambar 3.2. Diagram Alur Proses “A” Pengolahan Kelapa Sawit
Tabel 3.1 Jumlah Produksi CPO pada Periode 2015 - 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil acara pemberian penjelasan pekerjaan (Aanwijzing) yang telah berlangsung sebagai berikut : Dari pukul 08.00 WIB tanggal empat bulan Agustus tahun dua ribu dua

bahan dasar dari jambu biji merah dapat mempengaruhi daya terima yang meliputi. warna, aroma, tekstur, dan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada kelas V SD 1 Bulung Kulon dapat sisimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two

kesukaan panelis terhadap rasa selai lembaran jambu biji merah dengan gula pasir. 55% dari jambu biji merah (A1) berbeda dengan selai lembaran jambu

CONTOUR digunakan jika kita ingin membuat objek beranak pinak dengan dimensi atau ukuran yang lebih kecil atau lebih besar dari aslinya namun masih dengan bentuk yang sama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas III SD 3 Karangbener dengan menerapkan model RME berbantu

Agar anak dapat mengelompokkan benda menurut bentuk dalam kotak pintas.. Agar anak dapat membedakan benda-benda ciptaan Tuhan dan

urethra Cooper, 1979. Proper placement of the catheter tip is aided by palpation per rectum. After the cuff is inflated, each vesicular gland is identified, and the contents are