• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 (COX-2) PADA

PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh:

Dr. AGUS MULTAZAR

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 (COX-2) PADA

PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala Leher

Oleh:

Dr. AGUS MULTAZAR

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Medan, 18 Juli 2012

Tesis dengan judul

EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 (COX-2) PADA

PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing Ketua

NIP: 19651030 199903 2 004 dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL

Anggota

dr. Andrina YM. Rambe, Sp.THT-KL

NIP: 19710622 199703 2 001 NIP: 19520603 197912 2 001 dr. Ida Sjailandrawati Hrp, Sp.THT-KL

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ketua Program Studi

Prof. Dr. dr. Abdul Rachman S, Sp.THT-KL (K)

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Bismillahirrahmannirrahim, saya panjatkan puji syukur kehadirat Illahi Rabbi karena dengan rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan tulisan karya ilmiah dalam bentuk tesis yang saya beri judul

EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 (COX-2) PADA PENDERITA

RINOSINUSITIS KRONIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN.

Tulisan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Saya sangat menyadari bahwa tulisan ini mungkin masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasannya, dengan semua keterbatasan tersebut, saya berharap mendapat masukan yang bermanfaat demi kebaikan kita semua.

Dengan berakhirnya masa pendidikan Spesialis saya, maka pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Spesialis Kedokteran Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

(5)

Pendidikan Spesialis Kedokteran Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran.

Yang terhormat Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja dilingkungan Rumah Sakit ini.

Yang terhormat Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp THT-KL (K), Sebagai Kepala Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik yang telah banyak memberi petunjuk, pengarahan serta nasehat baik sebagai Kepala Departemen dan sebagai guru selama saya mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Yang terhormat, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, atas bimbingan dan dorongan semangat yang diberikan sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya.

(6)

Yang terhormat Guru Saya dijajaran THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Ramsi Lutan Sp. THT-KL (K), dr. Yuritna Haryono, Sp. THT-KL (K), Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp. THT-KL, Prof. Dr. dr. Abdul Rachman S, Sp. THT-KL (K), dr. Muzakkir Zamzam, Sp. THT-KL (K), dr T. Sofia Hanum, Sp. THT-KL (K), dr. Linda I Adenin, Sp. THT-KL, dr. Ida Sjailandrawati Harahap, Sp. THT-KL, dr. Mangain Hasibuan Sp. THT-KL, Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp. THT-KL (K), Almh. dr. Hafni, Sp. THT-KL (K), dr. Adlin Adnan, Sp. THT-KL, dr. Rizalina A. Asnir, Sp. THT-KL (K), dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL, dr. Andrina Y.M. Rambe, Sp. THT-KL, dr. Harry A. Asroel, Sp. THT-KL, dr. Farhat, Sp. THT-KL (K), dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL, dr. Aliandri, Sp. THT-KL, dr. Ashri Yudhistira, Sp. THT-KL, dr. Devira Zahara, Sp. THT-KL, dr. M. Pahala Hanafi, Sp. THT-KL, dr. H. R. Yusa Herwanto, Sp. THT-KL, dr. Ferryan Sofyan, M. Kes, Sp. THT-KL yang telah banyak memberikan bimbingan dalam ilmu dan pengetahuan dibidang THT-KL, baik secara teori maupun keterampilan yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya dikemudian hari.

(7)

Yang Mulia Ayahanda H. Mulyono, BE dan Ibunda Hj. Zainab, SPD dengan segala daya upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak kecil sehingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada kedua Orang tua, Agama, Bangsa dan Negara. Dengan memanjatkan do’a kehadirat Allah SWT, ampunilah dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Terimakasih juga saya tujukan kepada adik-adik saya, Agus Munandar, ST, dan Riza Mahyar, Amd, yang telah memberikan dorongan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.

Yang terhormat kedua mertua saya Drs. H. Said Nasrun dan Hj. Syarifah Salmiati serta adik ipar saya dr. Syarifah Merisa Dewi yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya sehingga pendidikan ini dapat selesai.

Kepada istriku tercinta dr. Syarifah Netti Eka Puteri serta anak-anak kami tersayang Raihan Syahputra dan Muhammad Fikri, tiada kata yang lebih indah yang dapat diucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya saya sampai pada saat yang berbahagia ini.

(8)

Akhirnya izinkan saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang, Amiin, Amiin Ya Robbal’alamin.

Medan, 18 Juli 2012 Penulis

(9)

ABSTRAK

Pendahuluan: Rinosinusitis kronis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang erat hubungannya dengan keterlibatan kompleks ostiomeatal atau celah sempit di etmoid anterior yang merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal. Bila terdapat gangguan didaerah kompleks ostiomeatal seperti inflamasi atau edema maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi rinosinusitis. Peningkatan regulasi ekspresi COX-2 diperkirakan memegang peran penting sebagai mediator dalam terjadinya rinosinusitis kronis dan peningkatan inflamasi saluran napas di mukosa hidung dan sinus paranasal

Tujuan Penelitian: Mengetahui Ekspresi Cyclooxygenase-2 pada penderita Rinosinusitis Kronis di RSUP H. Adam malik, Medan.

.

Metode: Penelitian ini bersifat deskiptif dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik, Medan dan Departemen Patologi Anatomi FK USU. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan Desember 2011 pada seluruh penderita yang didiagnosis rinosinusitis kronis, yang menjalani operasi sinus di divisi Rinologi Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik, Medan sejak bulan Juli 2011 sampai dengan Desember 2011.

Hasil Penelitian: Proporsi penderita rinosinusitis kronis tertinggi pada kelompok umur dewasa muda 19-29 tahun 35,7%, dengan proporsi laki-laki 64,3% dan perempuan 35,7%, keluhan terbanyak adalah hidung tersumbat 57,1%, proporsi rasa nyeri terbanyak pada penderita rinosinusitis kronis adalah nyeri/ tekan wajah, sakit kepala dengan hidung tersumbat 78,6%, multi sinusitis pada pemeriksaan CT Scan SPN 88,0%, proporsi ekspresi COX-2 terbanyak adalah ekpresi COX-2 positif sebanyak 84,0%. Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jumlah sinus yang terlibat dengan ekspresi COX-2 (p = 0,002). Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin dengan ekspresi COX-2 (p = 0,604). Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara kelompok umur ekspresi COX-2 (p = 0,857). Ada perbedaan yang bermakna antara proporsi rasa nyeri dengan ekspresi COX-2 (p=0,033).

Kesimpulan: COX-2 merupakan kunci proses patofisiologi inflamasi rasa nyeri, peningkatan regulasi ekspresi COX-2 diperkirakan berperan sebagai mediator dalam terjadinya rinosinusitis kronis.

(10)

ABSTRACT

Introduction: Chronic rhinosinusitis is an inflammation of the nasal mucosa and paranasal sinuses which are closely related to the involvement of ostiomeatal complex or the narrow space of the etmoid in front of the anterior part of maxillary and frontal sinuses. If there is an interference with areas such as inflammation or edema to the ostiomeatal complex then it would cause drainage problems leading to rhinosinusitis. Increased expression of COX-2 regulation estimated to play an important role as a mediator in the development of chronic rhinosinusitis and increased airway inflammation in the nasal mucosa and paranasal sinuses.

Aim: Acknowledging the expression of Cyclooxygenase-2 in patients with chronic rhinosinusitis in H. Adam Malik General Hospital, Medan.

Methods: This descriptive research was conducted at the Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Department and Pathology Anatomy Department of Medical Faculty of Sumatera Utara University/H. Adam Malik General Hospital, Medan. The research was conducted from July 2011 to December 2011 on all patients diagnosed with chronic rhinosinusitis, who underwent sinus surgery from July 2011 to December 2011

Results: The highest proportion of patients with chronic rhinosinusitis were in the adolescent age group of 19-29 years 35.7%, with the proportion of men 64.3% and women 35.7%. The most complaints are nasal congestion by 57.1%. The highest proportion of pain in patients with chronic rhinosinusitis is facial pain/pressure and headache with nasal congestion by 78.6%. Multi sinusitis on CT scan SPN by 88.0%. The proportion of COX-2 expression is the highest expression of COX-2 positive by 84.0%. There is a significant difference in proportion between the number of sinuses involved with the expression of COX-2 (p = 0.002). There was no significant difference in proportions between the sexes and in the expression of COX-2 (p = 0.604). There were no significant difference in proportions between age groups with the expression of COX-2 (p = 0.857). There were significant differences between the proportion of pain with the expression of COX-2 (p = 0.033).

Conclusion: COX-2 is the key to the pathophysiological processes of inflammation and the upregulation of COX-2 expression is thought to play a role as a mediator in the development of chronic rhinosinusitis

(11)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

BAB 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1 Rinosinusitis Kronis ... 7

2.2 Cyclooxygenase (COX) ... 8

2.2.1 Metabolisme Asam Arakhidonat 2.2.2 Jalur Cyclooxygenase (COX) ... 11

... 10

2.2.3 Jalur Lipooksigenase (LO) 2.2.4 COX: Ketidak Seimbangan Leukotrin/Prostaglandin .. 14

... 13

2.2.5 Peran Prostanoid pada Proses Inflamasi ... 15

2.2.6 Peran Cyclooxygenase -2 (COX-2) pada Proses Inflamasi ... 16

2.2.7 Peran Cyclooxygenase (COX) pada Rinosinusitis Kronis 2.2.8 Ekspresi COX-2 pada Rinosinusitis Kronis ... 23

... 18

(12)

2.2.10 Ekspresi COX-2 pada Penderita Rinosinusitis Kronis

Dikaitkan dengan Proses Inflamasi dan Rasa Nyeri ... 24

2.3 Penilaian Immunohistokimia COX-2 ... 25

2.4 Kerangka Konsep ... 28

BAB 3 Metode Penelitian ... 29

3.1 Rancangan Penelitian ... 29

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 29

3.3.1 Populasi ... 29

3.3.2 Sampel Penelitian ... 29

3.3.3 Tekhnik Pengambilan Sampel ... 29

3.4 Variabel Penelitian ... 30

3.5 Definisi Operasional ... 30

3.6 Bahan dan Alat Penelitiaan ... 33

3.6.1 Bahan Penelitian ... 33

3.6.2 Alat Penelitian ... 34

3.7 Prosedur Pengambilan Spesimen Mukosa Sinonasal dengan Teknik Bedan Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) ... 34

3.8 Prosedur Pulasan Immunoperoksidase COX-2 ... 35

3.9 Skor Penilaian ... 36

3.10 Kerangka Kerja ... 37

3.11 Cara Pengumpulan Data ... 38

3.12 Cara Analisis Data ... 38

3.13 Keterbatasan Penelitian ... 38

BAB 4 Hasil Penelitian ... 39

4.1 Analisis Univariat ... 39

4.1.1 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut Kelompok umur yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 39 4.1.2 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut jenis

(13)

Adam Malik Medan ... 40 4.1.3 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut keluhan

utama, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 40 4.1.4 Proporsi rasa nyeri pada penderita rinosinusitis kronis,

Yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 41 4.1.5 Proporsi sinus yang terlibat berdasarkan CT Scan Sinus

Paranasal, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 41 4.1.6 Proporsi ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis

Kronis yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 41 4.2 Analisis Bivariat ... 42

4.2.1 Proporsi jumlah sinus yang terlibat pada penderita rinosinusitis kronis berdasarkan ekspresi

Cyclooxygenase-2 (COX-2) ... 42 4.2.2 Proporsi jenis kelamin pada penderita rinosinusitis

kronis berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2

(COX-2) ... 43 4.2.3 Proporsi kelompok umur pada penderita rinosinusitis

Kronis berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2

(COX-2) ... 43 4.2.4 Proporsi rasa nyeri pada penderita rinosinusitis kronis

berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) ... 44 BAB 5 Pembahasan ... 45 5.1 Analisis Univariat ... 45

5.1.1 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut Kelompok umur yang dilakukan tindakan operasi

(14)

kelamin yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H.

Adam Malik Medan ... 48

5.1.3 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut keluhan utama, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 50

5.1.4 Proporsi rasa nyeri pada penderita rinosinusitis kronis, Yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 52

5.1.5 Proporsi sinus yang terlibat berdasarkan CT Scan Sinus Paranasal, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 54

5.1.6 Proporsi ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis kronis yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan. ... 56

5.2 Analisis Bivariat ... 58

5.2.1 Proporsi ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) Berdasarkan jumlah sinus yang terlibat pada penderita rinosinusitis kronis ... 58

5.2.2 Proporsi ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) Berdasarkan jenis kelamin pada penderita rinosinusitis kronis ... 60

5.2.3 Proporsi ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) Berdasarkan kelompok umur pada penderita rinosinusitis kronis ... 61

5.2.4 Proporsi rasa nyeri pada penderita rinosinusitis kronis berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) ... 63

BAB 6 Kesimpulan dan Saran ... 66

6.1 Kesimpulan ... 66

6.2 Saran ... 67

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.2.2 Ikatan Prostaglandin dengan Reseptor

Tabel 4.1.1 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut kelompok umur ... 13

yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik

Medan ... 39 Tabel 4.1.2 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut jenis kelamin

Yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik

Medan ... 40 Tabel 4.1.3 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut keluhan utama,

Yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik

Medan ... 40 Tabel 4.1.4 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut rasa nyeri, yang

dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan .... 41 Tabel 4.1.5 Proporsi sinus yang terlibat berdasarkan CT Scan Sinus

Paranasal, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 41 Tabel 4.1.6 Proporsi ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis kronis,

yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik

Medan ... 41 Tabel 4.2.1 Proporsi jumlah sinus yang terlibat berdasarkan ekspresi

Cyclooxygenase-2 (COX-2) pada penderita rinosinusitis kronis 42 Tabel 4.2.2 Proporsi jenis kelamin berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2

(COX-2) pada penderita rinosinusitis kronis ... 43 Tabel 4.2.3 Proporsi kelompok umur pada penderita rinosinusitis kronis

berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) pada

penderita rinosinusitis kronis ... 43 Tabel 4.2.4 Proporsi rasa nyeri berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2.5 Proses metabolisme phospolipid ... 16 Gambar 2.3.1

lapisan apikal epitel (dengan 20x pembesaran) ... 26 Cyclooxygenase-1 ditemukan 2+ pada pewarnaan sitoplasma

Gambar 2.3.2

lapisan apikal epitel (dengan 20x pembesaran) ... 27 Cyclooxygenase-2 ditemukan 3+ pada pewarnaan Sitoplasma

Gambar 2.4 Kerangka Konsep ... 28 Gambar 3.10 Kerangka Kerja ... 37 Gambar 5.1.1

umur ... 45 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut kelompok

Gambar 5.1.2 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut jenis

kelamin ... 48 Gambar 5.1.3 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut keluhan

utama ... 50 Gambar 5.1.4 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut rasa nyeri .... 52 Gambar 5.1.5 Proporsi sinus yang terlibat berdasarkan CT Scan Sinus

Paranasal ... 54 Gambar 5.1.6 Proporsi ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis ... 56 Gambar 5.2.1 Proporsi jumlah sinus yang terlibat berdasarkan ekspresi

Cyclooxygenase-2 (COX-2) pada penderita rinosinusitis

kronis ... 58 Gambar 5.2.2 Proporsi jenis kelamin berdasarkan ekspresi

Cyclooxygenase-2 (COX-2) pada penderita penderita

rinosinusitis kronis ... 60 Gambar 5.2.3 Proporsi kelompok umur berdasarkan ekspresi

Cyclooxygenase-2 (COX-2) pada penderita rinosinusitis

kronis ... 61 Gambar 5.2.4 Proporsi rasa nyeri berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2

(17)

ABSTRAK

Pendahuluan: Rinosinusitis kronis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang erat hubungannya dengan keterlibatan kompleks ostiomeatal atau celah sempit di etmoid anterior yang merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal. Bila terdapat gangguan didaerah kompleks ostiomeatal seperti inflamasi atau edema maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi rinosinusitis. Peningkatan regulasi ekspresi COX-2 diperkirakan memegang peran penting sebagai mediator dalam terjadinya rinosinusitis kronis dan peningkatan inflamasi saluran napas di mukosa hidung dan sinus paranasal

Tujuan Penelitian: Mengetahui Ekspresi Cyclooxygenase-2 pada penderita Rinosinusitis Kronis di RSUP H. Adam malik, Medan.

.

Metode: Penelitian ini bersifat deskiptif dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik, Medan dan Departemen Patologi Anatomi FK USU. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan Desember 2011 pada seluruh penderita yang didiagnosis rinosinusitis kronis, yang menjalani operasi sinus di divisi Rinologi Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik, Medan sejak bulan Juli 2011 sampai dengan Desember 2011.

Hasil Penelitian: Proporsi penderita rinosinusitis kronis tertinggi pada kelompok umur dewasa muda 19-29 tahun 35,7%, dengan proporsi laki-laki 64,3% dan perempuan 35,7%, keluhan terbanyak adalah hidung tersumbat 57,1%, proporsi rasa nyeri terbanyak pada penderita rinosinusitis kronis adalah nyeri/ tekan wajah, sakit kepala dengan hidung tersumbat 78,6%, multi sinusitis pada pemeriksaan CT Scan SPN 88,0%, proporsi ekspresi COX-2 terbanyak adalah ekpresi COX-2 positif sebanyak 84,0%. Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jumlah sinus yang terlibat dengan ekspresi COX-2 (p = 0,002). Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin dengan ekspresi COX-2 (p = 0,604). Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara kelompok umur ekspresi COX-2 (p = 0,857). Ada perbedaan yang bermakna antara proporsi rasa nyeri dengan ekspresi COX-2 (p=0,033).

Kesimpulan: COX-2 merupakan kunci proses patofisiologi inflamasi rasa nyeri, peningkatan regulasi ekspresi COX-2 diperkirakan berperan sebagai mediator dalam terjadinya rinosinusitis kronis.

(18)

ABSTRACT

Introduction: Chronic rhinosinusitis is an inflammation of the nasal mucosa and paranasal sinuses which are closely related to the involvement of ostiomeatal complex or the narrow space of the etmoid in front of the anterior part of maxillary and frontal sinuses. If there is an interference with areas such as inflammation or edema to the ostiomeatal complex then it would cause drainage problems leading to rhinosinusitis. Increased expression of COX-2 regulation estimated to play an important role as a mediator in the development of chronic rhinosinusitis and increased airway inflammation in the nasal mucosa and paranasal sinuses.

Aim: Acknowledging the expression of Cyclooxygenase-2 in patients with chronic rhinosinusitis in H. Adam Malik General Hospital, Medan.

Methods: This descriptive research was conducted at the Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Department and Pathology Anatomy Department of Medical Faculty of Sumatera Utara University/H. Adam Malik General Hospital, Medan. The research was conducted from July 2011 to December 2011 on all patients diagnosed with chronic rhinosinusitis, who underwent sinus surgery from July 2011 to December 2011

Results: The highest proportion of patients with chronic rhinosinusitis were in the adolescent age group of 19-29 years 35.7%, with the proportion of men 64.3% and women 35.7%. The most complaints are nasal congestion by 57.1%. The highest proportion of pain in patients with chronic rhinosinusitis is facial pain/pressure and headache with nasal congestion by 78.6%. Multi sinusitis on CT scan SPN by 88.0%. The proportion of COX-2 expression is the highest expression of COX-2 positive by 84.0%. There is a significant difference in proportion between the number of sinuses involved with the expression of COX-2 (p = 0.002). There was no significant difference in proportions between the sexes and in the expression of COX-2 (p = 0.604). There were no significant difference in proportions between age groups with the expression of COX-2 (p = 0.857). There were significant differences between the proportion of pain with the expression of COX-2 (p = 0.033).

Conclusion: COX-2 is the key to the pathophysiological processes of inflammation and the upregulation of COX-2 expression is thought to play a role as a mediator in the development of chronic rhinosinusitis

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rinosinusitis merupakan penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis kronis menyebabkan beban ekonomi yang tinggi dan penurunan kualitas hidup yang cukup besar, produktifitas menurun demikian juga daya konsentrasi bekerja (Stankiewicz, 2001; Soetjipto, 2006; Eloy et al, 2011).

Prevalensi rinosinusitis kronis di Indonesia juga cukup tinggi, terbukti data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit tersebut berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama (Soetjipto, 2006).

Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim pada jalur biosintetik dari prostaglandin (PG), tromboksan dan prostasiklin dari asam arakhidonat (AA).

Dibagian THT-KL Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H. Adam Malik tahun 2008 didapatkan 296 penderita rinosinusitis kronis dari 783 pasien yang datang ke bagian rinologi RSUP H. Adam Malik Medan (Multazar, 2008).

Enzim ini pertama kali ditemukan pada tahun 1988 oleh Dr. Daniel Simmons, seorang peneliti dari Harvard University (Kujubu et al,1991; Xie et al, 1991; Wang et al, 2009; Claria, 2003)

Terdapat dua bentuk COX yaitu Cyclooxygenase-1 (COX-1) dan Cyclooxygenase-2 (COX-2) (Borges et al, 2010), COX-1 berfungsi sebagai housekeeping gen pada hampir semua jaringan normal.

.

(20)

(COX-2) bertanggung jawab terhadap proses inflamasi dan rasa nyeri (Murono et al, 2001; Andrianto, 2008; Levita et al, 2009). COX-2 membentuk PGE2 dan PGI2 yang menyebabkan beberapa proses biologis seperti peningkatan permeabilitas kapiler, agen piretik dan hiperalgesia (

Prostaglandin (PGs) yang dihasilkan terminal perifer dari neuron sensori yang akan menyebabkan hiperalgesia. Hal ini disertai oleh produksi sitokin pro-inflamasi (IL-1, IL-8, and TNF-α) dan kemungkinan besar di induksi cyclooxygenase-2 (COX-2) dari sel-sel yang mengalami inflamasi atau diterminal saraf itu sendiri (Vane et al, 1998).

Fowler et al, 2005; Stables dan Gilroy, 2010).

Sakit kepala yang ditimbulkan oleh penyakit yang berasal dari hidung dan sinus paranasal umumnya berhubungan dengan gejala (kongesti hidung, rasa penuh, pus, dan sumbatan hidung), adakalanya gejala penyakit di hidung dan sinus hanya sakit kepala saja (Amanpreet, 2008).

Obat-obatan yang selektif inhibitor cyclooxygenase-2 yang menghambat aktifitas enzim COX-2 dalam mensintesis prostaglandin yang merespon rasa nyeri dan proses inflamasi, pemberian obat-obatan selektif inhinitor COX-2 diduga mempunyai peran penting dalam penatalaksanaan rinosinusitis kronis (

Ekspresi COX-2 di mukosa sinonasal lebih signifikan pada penderita rinosinusitis kronis.

Sousa et al, 1997).

(21)

berperan sebagai mediator dalam terjadinya rinosinusitis kronis (Judith, 1996; Filho et al, 2009; Wang et al, 2009; Cohen et al, 2010).

Pada penelitian di Department of Otorhinolaryngology, Ghent University Hospital, Belgia, menemukan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) lebih tinggi pada mukosa sinonasal penderita rinosinusitis kronis tanpa polip hidung dibandingkan rinosinusitis kronis dengan polip hidung (

Pada penderita rinosinusitis kronis terbukti bahwa akumulasi ketidak seimbangan metabolisme asam arakhidonat dapat memainkan peran penting dalam rinosinusitis kronis. Metabolisme asam arakhidonat dan prostaglandin (PG) berperan sebagai mediator inflamasi pada suatu penyakit (Fitzpatrick 2004; Ding et al, 2006; Wang et al, 2009).

Liu et al, 2002; Novo et al, 2005).

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior, daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila, bila terdapat gangguan didaerah KOM seperti peradangan atau edema maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi rinosinusitis (Mangunkusumo, 2000).

(22)

inflamasi seperti sitokin dan lipopolisaskarida (LPS) dalam sel in vitro dan in vivo (Monneret et al, 2001; Wang et al, 2009; Rozsasi dan Keck, 2010).

Dalam beberapa jenis sel, termasuk sel epitel saluran napas, stimulasi LPS telah terbukti meningkatkan ekspresi COX-2 dan akumulasi PGE2. Penelitian terbaru menduga bahwa peningkatan regulasi COX-2 memegang peran penting dalam peningkatan inflamasi saluran napas (Wang et al, 2009)

Mekanisme peningkatan ekspresi COX-2 selama inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal belum sepenuhnya diidentifikasi (Wang et al, 2009). Mengingat pentingnya peran COX-2 dan sampai saat ini di RSUP H. Adam Malik Medan belum ada data mengenai ekspresi COX-2 pada rinosinusitis kronis, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimana ekspresi Cyclooxygenase-2 pada mukosa sinonasal penderita rinosinusitis kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut kelompok umur, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Mengetahui proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut jenis kelamin, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

c. Mengetahui proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut keluhan utama, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

d. Mengetahui proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut rasa nyeri, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan. e. Mengetahui proporsi jumlah sinus yang terlibat berdasarkan CT Scan

Sinus Paranasal, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

f. Mengetahui proporsi ekspresi COX-2 pada penderita yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

g. Mengetahui proporsi jumlah sinus yang terlibat pada penderita rinosinusitis kronis berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2). h. Mengetahui proporsi jenis kelamin pada penderita rinosinusitis kronis

berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2).

(24)

j. Mengetahui proporsi rasa nyeri pada penderita rinosinusitis kronis berdasarkan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat antara lain:

a. Memberikan wawasan yang lebih dalam tentang peranan Cyclooxygenase-2 (COX-2) pada rinosinusitis kronis.

b. Sebagai rujukan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) pada rinosinusitis kronis.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rinosinusitis Kronis

Rinosinusitis kronis adalah peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal dengan karakteristik dua atau lebih gejala yaitu satu diantaranya dijumpai sumbatan hidung/ obstruksi/ kongesti atau sekret dihidung (anterior/ posterior nasal drip), ± Nyeri wajah/ tekanan, ± kurang atau hilangnya penciuman dimana gejala lebih dari 12 minggu (Soetjipto, 2006; Fokkens et al, 2007; Setiadi, 2009).

Pada pemeriksaan nasoendoskopi dijumpai sekret mukopurulen dari meatus media atau udema/ obstruksi mukosa pada meatus media. Pada pemeriksaan CT scan sinus paranasal dijumpai perubahan pada mukosa kompleks ostio-meatal atau sinus (Soetjipto, 2006; Fokkens et al, 2007; Setiadi, 2009).

Walaupun gejala klinis yang dominan merupakan manifestasi gejala infeksi dari sinus frontal dan maksila, tetapi kelainan dasarnya tidak pada sinus-sinus itu sendiri melainkan pada dinding lateral rongga hidung (Mangunkusumo, 2000).

(26)

Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya (Mangunkusumo, 2000).

Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine, proteases, arachidonic acid metabolit, imune complex, lipopolisaccharide dan lain-lain. Mediator tersebut menyebabkan perembesan plasma dari pembuluh darah sehingga menyebabkan edema dan oklusi pada hidung (Mark et al, 2010).

2.2 Cyclooxygenase (COX)

COX merupakan enzim bifungsional yang melaksanakan kompleks reaksi radikal bebas dengan bertindak sebagai bis-dioksigenase dan peroksidase. Dimulai dengan mengkatalisir bisoksigenasi dan siklisasi AA untuk membentuk metabolit hydroperoxy arachidonate PGG2, setelah itu elemen peroksidase dari enzim COX mereduksi karbon posisi 15 hidroperoksida untuk membentuk PGH2 (Hamberg dan Samuelsson, 1973; Pagels et al, 1983; Stables dan Gilroy, 2010).

Ada dua isoform utama yang terlibat dalam konversi AA, COX-1 dan COX-2. Sementara COX-1 hampir seluruhnya diekspresikan dalam kebanyakan sel dan jaringan,

COX-Secara umum, telah diketahui bahwa COX

2 biasanya tidak terdeteksi, tetapi cepat diinduksi apabila sel menerima stimulus inflamasi (Dubois, 1998; Stables dan Gilroy, 2010; Park et al, 2011).

(27)

COX-Pembentukan prostanoid dari PGH2 terjadi melalui tindakan beberapa sintase yang diekspresikan pada jaringan dan sel-sel selektif. Sintase ini termasuk prostaglandin D sintase (PGDS), prostaglandin E sintase (PGES) (Tanaka et al,1987; Stables dan Gilroy, 2010), prostaglandin F sintase (PGFS), prostaglandin I sintase (PGIS), dan tromboksan A sintase (TXAS) yang masing-masing membentuk PGD2, PGE2, PGF2α, PGI2 (juga dikenal sebagai prostasiklin) TXA2 (Stables dan Gilroy, 2010).

2 bertindak terutama di tempat yang mengalami inflamasi (Shimizu et al, 1982; Chillinggworth et al, 2006; Stables dan Gilroy, 2010).

Ekspresi berbeda dari enzim ini dalam sel yang menentukan profil produksi prostanoid. Sebagai contoh, sel mast terutama menghasilkan PGD2 sedangkan makrofag memproduksi PGE2 dan TXA2. Selain itu, perubahan dari profil sintesis prostanoid dapat terjadi pada saat aktivasi sel sehingga makrofag yang tidak teraktivasi menghasilkan TXA2 lebih dari PGE2, tetapi pada saat aktivasi rasio ini berubah untuk menghasilan PGE2 lebih dari TXA2 (Bezugla et al, 2006; Stables dan Gilroy, 2010).

(28)

dari isoform glutathione-dependent, PGE-sintase ditingkatkan oleh IL-1β (Jakobsson et al,1999; Stables dan Gilroy, 2010).

Akhirnya, telah dikemukan bahwa perbedaan pada afinitas substrat dan kinetik PGE-sintase dan TXA-sintase bertanggungjawab untuk profil produksi yang berbeda dari monosit yang teraktivasi dengan yang tidak teraktivasi (Penglis et al, 2000; Stables dan Gilroy, 2010).

Ada juga bukti bahwa dua isoform COX dapat berkontribusi dalam sintesis prostanoid yang berbeda. Sebagai contoh, kajian yang dilakukan pada makrofag peritoneal, yang mengekspresikan semua sintase terminal, mencadangkan bahwa COX-1 menghasilkan jumlah prostanoid yang seimbang (PGE2 PGD2, PGI2, dan TXA2) sedangkan COX-2 lebih banyak menghasilkan PGE2 dan PGI2 (Brock et al, 1999; Stables dan Gilroy, 2010).

Prostanoids menghasilkan efek biologis dengan berikatan pada reseptor spesifik di permukaan sel. Setidaknya ada sembilan reseptor prostanoid yang diketahui pada tikus dan manusia: reseptor PGD DP1 dan DP2, reseptor PGE2, EP1, EP2, EP3 dan EP4; reseptor PGF, FP; reseptor PGI, IP, dan reseptor TXA, TP. Selain itu, ada pecahan varian dari reseptor EP3, FP dan TP yang berbeda hanya pada C-terminal (Stables dan Gilroy, 2010).

2.2.1 Metabolisme Asam Arakhidonat (AA)

(29)

oksigenase: Cyclooxygenase dengan lipooksigenase dan epoksigenase atau sitokrom P450 (Guilemany et al, 2008).

2.2.2 Jalur Cyclooxygenase (COX)

AA dimetabolisme melalui COX dalam prostaglandin G2 dan setelah proses peroksidasi dalam PGH2 diubah menjadi prostaglandin (PGD2, PGE2, PGF2a), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2) (Chandrasekharan dan Simmons, 2004; Guilemany et al, 2008).

Adanya isoform berbeda dari enzim COX, dua di antaranya adalah COX-1 dan COX-2. COX-1 merupakan enzim "konstitutif" yang ditemukan pada semua sel dengan kemampuan untuk mengendalikan beberapa proses fungsi fisiologis untuk menghasilkan prostanoids dalam kondisi basal.

COX-Sebuah isoform baru yang ditemukan, COX (COX

2 merupakan enzim induktif yang diekspresikan apabila di stimulasi oleh sitokin dan growth factor (Turini dan Dubois, 2002; Chandrasekharan dan Simmons, 2004; Guilemany et al, 2008).

-3), telah dilaporkan untuk menginhibisi phenacetin, acitaminofen dan difiron. Namun, COX-3 merupakan pecahan dari 1 dan diubah namanya

(30)

pembentukan prostaglandin yang dimediasi deman dan rasa nyeri (Nossaman et al, 2007; Guilemany et al, 2008).

COX-3 mRNA telah diisolasi dibanyak jaringan termasuk korteks otak anjing dan manusia, aorta manusia, endotelium otak pengerat, jantung, ginjal dan jaringan saraf. Pada sel serangga dan anjing, protein COX-3 diekspresikan dan dihambat selektif oleh asetaminofen, namun pada manusia dan hewan pengerat yang sensitif dengan asetaminofen COX-3 protein tidak dinyatakan karena retensi intron-1 menambah 94 dan 98 nukleotida pada struktur COX-3 mRNA dan produksi protein yang terpotong dengan urutan asam amino yang sama sekali berbeda dari COX-1 dan COX-2 yang kurang sensitif asetaminofen (Nossaman et al, 2007; Guilemany et al, 2008).

(31)

Tipe Reseptor Fungsi

PGI2 IP • Vasodilatasi

• Inhibit Agregasi Platelet

• Bronkodilatasi

PGE2 EP1 • Bronkokontriksi

• Kontraksi Otot Polos GI Tract EP2 • Bronkodilatasi

• Relaksasi Otot Polos GI Tract • Vasodilatasi

EP3 • ↓ Sekresi Asam Lambung

• ↑ Sekresi Mukus Lambung

• Kontraksi Uterus (Ketika Hamil)

• Kontraksi Otot Polos GI Tract Tidak Spesifik • Hiperalgesia

[image:31.595.112.514.126.395.2]

• Pirogenik

Tabel 2.2.2 Ikatan Prostaglandin dengan Reseptor (Owens et al, 2006).

2.2.3 Jalur Lipooksigenase (LO)

(32)

Cys-LTs merupakan mediator proinflamasi yang kuat yang dihasilkan dari AA melalui jalur 5-LO. Cys-LTs mengerahkan efek farmakologis dengan interaksi pada dua jenis reseptor: Cys-LT1 dan Cys-LT2. Leukotrien terdiri dari LTA4, LTB4 LTC4, LTD4, dan LTE4 (Ulualp et al, 1999; Guilemany et al, 2008).

2.2.4 COX: Ketidak Seimbangan Leukotrin/ Prostaglandin

Dua puluh lima tahun yang lalu, Szczeklik dan Szczeklik et al, menemukan teori COX, dimana inhibisi dari COX mengakibatkan reaksi biokimia yang menyebabkan asma (Guilemany et al, 2008)

Pada beberapa pasien dengan asma, obat anti inflamasi non steroid menyebabkan bronkospasme, rinorea dan obstruksi hidung. Reaksi yang di induksi NSAID timbul dari inhibisi COX-1, yang kemudian mengaktifkan jalur LO sehingga akhirnya meningkatkan pelepasan Cys-LTs, menyebabkan bronkospasme dan obstruksi hidung (Martins et al, 2007; Guilemany et al, 2008).

.

Berkenaan dengan metabolisme AA pada pasien dengan asma akibat intoleransi NSAID telah dilaporkan : 1) Penurunan produksi prostaglandin E2, akibat defisiensi regulasi COX-2; 2) Peningkatkan ekspresi LTC4 sintase; dan 3) Penurunan produksi metabolit (lipoxins) yang dilepaskan dari metabolisme AA (Guilemany et al, 2008).

(33)

menghubungkan semua temuan ini, meskipun anomali regulasi COX- 2 dapat dipertanggung jawabkan (Guilemany et al, 2008).

Sebelumnya dikenal sebagai zat bereaksi lambat dalam proses anafilaksis, LTs merupakan mediator inflamasi yang diproduksi oleh beberapa jenis sel, termasuk sel mast, eosinofil, basofil, makrofag, dan monosit. Sintesis dari mediator ini mengakibatkan pembelahan dari AA di membran sel. Mediator ini memberi efek biologis dengan berikatan dan mengaktifkan adapter spesifik. Hal ini menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas, kemotaksis sel dan meningkat permeabilitas vaskular (Parnes, 2003; Guilemany et al, 2008).

2.2.5 Peran Prostanoid pada Proses Inflamasi

Prostanoid dihasilkan di kebanyakan jaringan dan sel yang fungsinya untuk meregulasi proses-proses biologis seperti tonus otos polos, permeabilitas kapiler, hiperalgesia, demam dan agregasi platelet (Stables dan Gilroy, 2010).

PGE2 dan PGI2 merupakan prostanoid yang paling dominan ditemukan pada proses inflamasi yang kedua-duanya menyebabkan vasodilatasi, pembentukan edema dan peningkatan permeabilitas kapiler, PGE2 merupakan agen piretik yang paling kuat (Stables dan Gilroy, 2010; Dannhardt dan Laufer 2000).

(34)
[image:34.595.113.511.230.520.2]

TXA2 dibentuk dari COX 1 menyebabkan agregasi platelet dan kontraksi otot polos vaskuler, produksi yang berlebihan dari TXA menyebabkan penyakit kardiovaskular seperti angina pektoris, infark miokard dan strok. (Stables dan Gilroy, 2010).

Gambar 2.2.5 Proses metabolisme phospolipid (Owens et al, 2006).

2.2.6 Peran Cyclooxygenase-2 (COX-2) pada Proses Inflamasi

Enzim Cyclooxygenase (COX) mengkatalisis sintesis prostaglandin. Prostaglandin mempunyai peran yang penting dalam beberapa proses fisiologis seperti pemeliharaan integritas gastrointestinal dan proses patologis seperti inflamasi dan neoplasia (Zang et al, 2002; Guilemany et al, 2008; Pane et al, 2008).

Phospholipids

Arachidonat

LOX

COX-2 COX-1

5-HPETE Cyclic Endoperoxides LTA4 LTB4 Chemotaxis TXA2 Stimulates platelet Aggregation, Vasoconstriction PGI2 inhibits platelet aggregation hyperalgesia, vasodilator LTC4 Brochoconstriction Increase Vascular Permeability LTD4 PGF2alfa Bronchoconstriction Myometrial contr. Hyperalgesia PGE2 Vasodilator, Hyperalgesia PGD2 Inhibits platelet Aggregation,

Vasodilator LTE4

(35)

Beberapa mekanisme telah dikemukakan tentang perkembangan rinosinusitis kronis, tetapi pada akhirnya proses ini melibatkan epitel mukosa, matriks dan inflamasi sel dan mediator, sedangkan sumber selular untuk aktivitas COX pada inflamasi akut dan kronis, seperti pada rinosinusitis kronis tidak sepenuhnya dipahami (Guilemany et al, 2008).

Rinosinusitis adalah penyakit multifaktorial dimana elemen pentingnya adalah patensi ostium. Masih kurang dipahami walaupun telah banyak hipotesis yang mengemukakan tentang penyebabnya. Rinosinusitis kronis telah menjadi salah satu penyakit kronis yang paling umum, dengan penelitian melaporkan bahwa sampai dengan 6% dari populasi mengeluhkan nasal discharge dan 40% memiliki tanda-tanda pembengkakan mukosa lebih dari 3 mm pada pemeriksaan MRI (Gordts et al, 1996; Kaliner et al, 1997; Guilemany et al, 2008).

Konsensus EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and nasal Polyps 2007) mendefenisikan rinosinusiris kronis dengan nasal poliposis sebagai dua atau lebih gejala sinonasal. Salah satunya hidung tersumbat atau sekret di hidung dan nyeri wajah atau hilangnya penciuman dengan gejala yang menetap lebih dari 12 minggu (Fokkens et al, 2007; Guilemany et al, 2008).

(36)

2.2.7 Peran Cyclooxygenase (COX) pada Rinosinusitis Kronis

Penyakit saluran nafas atas terutama sindrom hipersensitifitas aspirin telah dihubungkan dengan perubahan pada kaskade AA; Namun, kekhasan dari perubahan dan hubungannya dari reaksi inflamasi masih kontroversial. Penelitian sebelumnya menunjukkan peningkatan tingkat

peptido-Sebuah penelitian awal menganalisis reaktifitas imun dari COX

leukotrin basal dan penurunan kadar PGE2 basal, pada pasien yang sensitif aspirin (Sousa et al, 1997; Guilemany et al, 2008).

-1 dan

COX-Kedua

2 pada polip hidung, sinus maksilaris dan biopsi konka yang diperoleh dari delapan pasien dengan rinitis alergi kronis dan rinosinusitis dan tanpa polip hidung, 15 pasien dengan rinitis non alergik kronis dan rinosinusinusitis dan tanpa polip hidung, dan lima kontrol (Demoly et al, 1998; Guilemany et al, 2008).

-COX 1 dan 2 paling banyak diekspresikan di epitel;

COX-Dengan menggunakan analisis High Performance Liquid Kromatografi, Jung et al, menunjukkan bahwa metabolik yang dominan pada polip hidung

(37)

adalah asam 15-hydroxyeicosatetraenoic (15-HETE), terutama pada pasien dengan asma sensitif aspirin. Kadar 15-HETE dan PGE2 lebih tinggi pada polip pasien yang mempunyai riwayat alergi dibandingkan dengan pasien yang non alergik. Metabolik COX (TXB2, PGE2, dan 6-keto PGF1) dan metabolit LO (LTB4 dan LTC4) yang diteliti pada polip hidung, konka hipertropi, dan mukosa hidung dari 14 pasien dengan rinitis non alergik, rinitis alergi, dan asma sensitif aspirin yang menjalani polipektomi (Guilemany et al, 2008).

Dalam polip hidung dengan pasien alergi, kadar LTB4 yang lebih tinggi dijumpai bersamaan dengan kecenderungan untuk menghasilkan produk COX yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang non alergi, sedangkan pada konka pasien yang non alergik kadar LT lebih tinggi dibandingkan dengan pasien rinitis alergi. Pasien dengan asma sensitif aspirin mempunyai rasio COX/ LO yang rendah, mendukung hipotesis ketidakseimbangan metabolisme AA dalam sindrom ini (Guilemany et al, 2008).

Schmid et al, meneliti produksi PGE2 dan peptido-leukotrin (Cys-LT = LTC4/D4/E4) pada mukosa sinonasal dan menemukan bahwa Cys-LT pada penderita polip hidung dengan asma intoleran-aspirin lebih tinggi daripada mukosa normal dari pasien dengan asma intoleran-aspirin dan kontrol yang sehat (Schmid et al, 1999; Guilemany et al, 2008).

(38)

rinosinusitis menghasilkan lebih sedikit PGE2 dibandingkan dengan pasien yang toleran aspirin dengan rinosinusitis (0,8 ± 0,3 vs 2,4 ± 0,5 ng / mg double stranded DNA) (Kowalski et al, 2000; Guilemany et al, 2008).

Selain itu, sel diinkubasi dengan 200 Mikro M aspirin selama 60 menit dan menghasilkan peningkatan pada 15-HETE (rata-rata + 359%) hanya pada pasien asma sensitif aspirin dengan rinosinusitis, sedangkan tidak ditemukan 15-HETE

Picado et al, (2003), meneliti ekspresi COX-2 mRNA dengan polymerase chain reaction reverse transkripsion (RT-PCR) di mukosa hidung yang normal dan di polip hidung pasien dengan asma intoleran aspirin dan tidak menemukan perbedaan pada ekspresi COX-1 mRNA di mukosa hidung dan polip hidung dari kedua kelompok pasien. Namun, ekspresi COX-2 mRNA pada polip dari pasien dengan asma intoleran aspirin jauh lebih rendah dibandingkan dengan polip dari pasien asma toleran aspirin dan mukosa nasal yang normal (Picado et al, 1999; Vries, 2006).

pada pasien yang toleran aspirin dengan rinosinusitis. Hasil ini menunjukkan bahwa sel epitel pada polip hidung pasien sensitif aspirin memiliki abnormalitas dalam produksi eikosanoid yang mungkin disebabkan oleh mekanisme sensitivitas aspirin (Kowalski et al, 2000; Guilemany et al, 2008).

(39)

Picado et al, (1999), meneliti penurunan aktivitas nuklir faktor (NF) - kβ, suatu regulator untuk transkripsi COX-2. Polip hidung diambil dari 17 pasien dengan asma intoleran aspirin dengan rinitis dan 23 pasien dengan asma toleran aspirin dengan rinitis. Ekspresi COX-2 mRNA ekspresi diukur dengan RT-PCR. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ekspresi COX-2 mRNA yang rendah berhubungan dengan penurunan regulasi aktifitas NF-kβ (Picado et al, 2003; Guilemany et al, 2008).

Pujols et al, Mengukur ekspresi regulasi COX-1 dan COX-2 mRNA pada polip hidung dan mukosa hidung dengan real-time PCR. Polip hidung diambil dari 16 pasien dengan asma toleran aspirin dengan rinitis dan 18 pasien asma intoleran aspirin dengan rinitis. Mukosa hidung diambil dari 12 subyek yang menjalani pembedahan koreksi hidung. Kadar basal COX-2 mRNA lebih rendah pada polip hidung kedua kelompok daripada mukosa hidung. Ekspresi COX 2 mRNA tidak berubah pada mukosa hidung tapi meningkat (p<0,05) pada polip hidung pasien yg aspirin toleran setelah 60 menit (Pujols et al, 2004; Guilemany et al, 2008).

COX-1 mRNA lebih tinggi di polip hidung daripada di mukosa hidung dan ekspresinya tidak berubah dari waktu kewaktu pada setiap kelompok pasien. Hasil ini menunjukkan perbedaan secara kinetika COX-2 mRNA antara mukosa hidung dan polip hidung. Polip pada aspirin intoleran memiliki kelainan yang lebih besar dari jalur-2 COX daripada polip aspirin toleran (Pujols et al, 2004).

(40)

dari subjek yang sehat (n = 8). Mereka menunjukkan bahwa konsentrasi COX-2 mRNA dan PGE2 sama pada rinosinusitis kronis dan jaringan mukosa normal, namun menurun pada jaringan polip hidung, terutama pada kelompok dengan sensitivitas-aspirin (Novo et al, 2005; Guilemany et al, 2008).

Konsentarsi LTC4 sintase, 5-LO mRNA, LTC4, LTD4 dan LTE4 meningkat dengan keparahan penyakit di antara kelompok pasien. Konsentrasi 15-LO dan lipoxin A4 meningkat pada kelompok rinosinusitis kronis apabila dibandingkan dengan kelompok mukosa normal, tetapi menurun pada kelompok yang sensitif aspirin apabila dibandingkan dengan polip hidung. IL-5 dan protein kationik eosinofil meningkat pada kedua kelompok jaringan polip hidung dibandingkan dengan kelompok mukosa normal dan kelompok rinosinusitis kronis dan berkorelasi langsung dengan konsentrasi LTC4, LTD4, LTE4 dan sebalikannya dengan PGE2 (Novo et al, 2005; Guilemany et al, 2008).

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa penurunan regulasi COX-2 mungkin terlibat dalam terjadinya rinosinusiris kronis, bertentangan hasil yang didapat Okano et al, yang menemukan peningkatan regulasi COX-2 dalam terjadinya rinosinusiris kronis (Okano et al, 2006).

(41)

2.2.8 Ekspresi COX-2 pada Rinosinusitis Kronis

Pada pasien rinosinusitis kronis tanpa polip hidung,

COX-2.2.9 Ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis kronis dikaitkan dengan

umur dan jenis kelamin

2 mRNA dan PGE2 yang ditemukan lebih tinggi dibandingkan rinosinusitis kronis dengan polip hidung sedangkan 15-Lipoxygenase dan lipoxin A meningkat pada rinosinusitis kronis jika dibandingkan dengan mukosa sinonasal yang normal (Fokkens et al, 2007).

Belum ada penelitian yang menggambarkan hubungan secara langsung keterkaitan antara peningkatan nilai ekspresi COX-2 dengan umur dan jenis kelamin, beberapa penelitian hanya menggambarkan peningkatan ekspresi COX-2 yang terjadi pada rinosinusitis kronis, seperti pada penelitian Wang et al, dimana ekspresi COX-2 di mukosa sinonasal lebih signifikan yang merupakan kunci proses patofisiologi inflamasi yang berperan sebagai mediator dalam terjadinya rinosinusitis kronis (Wang et al, 2009).

(42)

2.2.10 Ekspresi COX-2 pada Penderita Rinosinusitis Kronis Dikaitkan

dengan Proses Inflamasi dan Rasa Nyeri.

Peningkatan ekspresi Cyclooksigenase-2 berkaitan erat dengan proses inflamasi dan rasa nyeri yang terjadi pada penderita rinosinusitis. COX-2 membentuk PGE2 dan PGI2 yang menyebabkan beberapa proses biologis seperti peningkatan permeabilitas kapiler, agen piretik dan hiperalgesia (Fowler et al, 2005; Stables dan Gilroy, 2010).

PGE2 dan PGI2 telah dibuktikan menyebabkan hiperalgesia dari saraf perifer dan sentral apabila berikatan dengan reseptor EP1, EP3 dan EP3 (Stables dan Gilroy, 2010).

Sakit yang berasal dari hidung dan sinus paranasal dapat timbul pada beberapa daerah di wajah dan menjalar jauh ke daerah kepala dan leher. International Classification of Headache Disorder II mengklasifikasikan sakit kepala menjadi sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Sakit kepala yang berhubungan sinus termasuk sakit kepala sekunder (Olesen et al, 2004).

Sakit kepala yang ditimbulkan oleh penyakit yang berasal dari hidung dan sinus paranasal umumnya berhubungan dengan gejala (kongesti hidung, rasa penuh, pus, dan sumbatan hidung). Adakalanya gejala penyakit di hidung dan sinus hanya sakit kepala saja (Amanpreet, 2008).

(43)

meluas ke daerah parietal dan temporal dan dapat sampai ke servikal atas. Sinusitis sfenoid biasanya menyebabkan sakit kepala di daerah retroorbital dan merata ke daerah bahu dan gigi kaninus (Howard, 2005).

Keterlibatan beberapa sinus membuat sakit dan gejala yang lebih rumit karena dapat menimbulkan sakit ke beberapa daerah. Pada pasien dengan penyebab lain rasa sakit di wajah etiologinya masih membingungkan, oleh karena itu sebaiknya dipahami tentang gejala dalam memastikan diagnosa, khususnya hal yang berhubungan dengan gejala sakit dan nyeri tekanan di wajah (Howard, 2005).

Anamnesa sakit kepala sangat penting untuk mempersempit etiologi sakit dan nyeri tekan di wajah. Penting untuk mengetahui lokasi sakit, sifat sakitnya (menetap, berdenyut, menekan, seperti dijepit, menusuk, tajam, tumpul, ringan, berat, dll), durasi dan frekuensi sakit kepala. Beberapa pasien menderita lebih dari satu jenis sakit kepala. Penting juga untuk mengetahui berapa banyak jenis sakit kepala yang ada dan apa yang membuat sakit kepala tersebut menjadi lebih ringan atau memberat dan apakah ada hubungan gejalanya dengan aura, nausea, muntah, fotofobia, dan fonofobia. Penting untuk mengetahui hubungan antara sumbatan hidung dan drainase sinus dan perubahan rasa dan penciuman (Howard, 2005).

2.3 Penilaian Immunohistokimia COX-2

(44)
[image:44.595.114.510.193.460.2]

dikalikan untuk memberikan skor COX-2 pada setiap kasus, sel-sel tersebut dianggap sebagai COX-2 positif (skor ≥ 4) dan negatif (skor ≤ 3) (Soo et al, 2005).

(45)
[image:45.595.112.512.113.359.2]

Gambar 2.3.2 Cyclooxygenase-2 ditemukan 3+ pada pewarnaan sitoplasma

(46)

2.4 Kerangka Konsep

Tromboksan Prostasiklin

Phospolipid

Asam Arakhidonat

Prostaglandin

Inflamasi

(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan Departemen Patologi Anatomi FK USU. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan Desember 2011.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh penderita yang didiagnosis rinosinusitis kronis yang menjalani operasi sinus di divisi Rinologi Departemen KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Juli 2011 sampai dengan Desember 2011.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah total populasi penelitian.

3.3.3 Tekhnik Pengambilan Sampel

(48)

3.4 Variabel Penelitian

Jenis kelamin, umur, keluhan utama, rasa nyeri, ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) dan jumlah sinus yang terlibat berdasarkan pemeriksaan CT scan sinus paranasal dan rasa nyeri pada penderita rinosinusitis kronis.

3.5 Definisi Operasional

1. Rinosinusitis Kronis adalah peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal dengan karakteristik dua atau lebih gejala yaitu satu diantaranya dijumpai sumbatan hidung/ obstruksi/ kongesti atau sekret dihidung (anterior/ posterior nasal drip), ± Nyeri wajah/ tekanan, ± kurang atau hilangnya penciuman, dan dijumpai tanda-tanda dengan pemeriksaan endoskopi atau CT scan sinus paranasal dimana gejala lebih dari 12 minggu.

2. Jenis Kelamin yaitu jenis kelamin penderita rinosinusitis kronis yang tercatat di status rekam medik pasien yang dikatagorikan atas:

1. Laki-laki. 2. Perempuan.

3. Umur adalah usia yang dihitung dalam tahun dan perhitungannya berdasarkan kalender masehi. Umur penderita rinosinusitis sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis.

(49)

• ≤ 18 Tahun = dikarenakan pertumbuhan sinus paranasal belum

terbentuk sempurna.

• ≥ 18 Tahun = diperkirakan pertumbuhan sinus paranasal sudah

terbentuk sempurna.

4. Ekspresi Cyclooxygenase-2 adalah bentuk mitogen-inducible cyclooxygenase (prostaglandin-endoperoxide sintase) yang terekspresi dalam berbagai rangsangan inflamasi. Untuk skor akhir digunakan skor imunoreaktif dengan mengkalikan antara skor intensitas dengan skor luas pewarnaan sehingga didapatkan nilai negatif atau positif/ overekspresi COX-2.

 Skor luas adalah menggambarkan suatu skala indikasi pewarnaan (staining) dari sel, dimana:

• 0 = Negatif

• 1 = Pewarnaan positif < 10% jumlah sel

• 2 = Pewarnaan positif 10-50% jumlah sel

• 3 = Pewarnaan positif > 50% jumlah sel.

 Skor intensitas adalah menggambarkan suatu skala intensitas dari sel, dimana:

• 0 = Negatif

• 1 = Lemah

• 2 = Moderat

(50)

 Ekspresi COX-2 positif dimana hasil perkalian antara skor

intensitas dengan skor luas pewarnaan (Skor ≥ 4) atau dengan kata lain dijumpai reaksi antigen antibodi pada sedian jaringan yang diperiksa.

 Ekspresi COX-2 negatif adalah hasil perkalian antara skor intensitas dengan skor luas pewarnaan (Skor ≤ 3) atau dengan kata lain tidak dijumpai reaksi antigen antibodi pada sedian jaringan yang diperiksa.

5. Jumlah sinus yang terlibat adalah jumlah sinus paranasal yang mengalami inflamasi sesuai anatomi sinus yang terkena berdasarkan pemeriksaaan CT scan sinus paranasal, yang dikatagorikan atas:

1. Single sinusitis jika ditemukan keterlibatan satu sinus paranasal, dimana data yang diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan radiologi pasien yang terlampir pada rekam medik pasien.

2. Multi sinusitis jika ditemukan keterlibatan dua atau lebih sinus paranasal, dimana data yang diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan radiologi pasien yang terlampir pada rekam medik pasien.

(51)

7. Bilateral adalah apabila tindakan pengambilan spesimen jaringan mukosa sinonasal untuk pemeriksaan imunohistokimia dilakukan pada kedua sisi kavum nasi.

8. Rasa nyeri adalah perasaan spesifik seseorang yang diinformasikan oleh mekanisme pertahanan organisasi tubuh terhadap suatu lesi

3.6 Bahan dan Alat Penelitiaan

(kerusakan jaringan).

3.6.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan mukosa sinonasal. Bahan jaringan diperiksa secara immunohistokimia dengan menilai immunoreaktivitas antibodi COX-2.

Bahan untuk pemeriksaan immunohistokimia

a. Xylol

b. Alkohol absolute c. Alkohol 96% d. Alkohol 80% e. Alkohol 70%

f. Endogen Peroxide 0,5% (methanol 100 ml + H2O2 1,6 ml) g. Phosphat Buffer Saline (PBS)

h. Normal Horse Serum 3% i. Monoclonal Antibodi COX-2 j. Substrat Buffer (Dako)

(52)

l. Mayer’s Hematoxylin m.Mikroskop Olympus BH-2 n. Aquadestillata.

3.6.2 Alat Penelitian

a. Alat untuk biopsi

Teleskop kaku, 4 mm, 00 dan 30 Nasal Forcep lurus/bengkok

0

b. Alat untuk pemeriksaan immunohistokimia

Sistem visualisasi immunohistokimia (Envision kit) c. Mesin pemotong jaringan (microtome)

d. Silanized slide

3.7 Prosedur Pengambilan Spesimen Mukosa Sinonasal dengan Teknik

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)

Dilakukan prosedur operasi dengan teknik BSEF, setelah tampak mukosa sinus, kemudian dilakukan pengambilan pada jaringan mukosa sinus yang mengalami infeksi dengan menggunakan forcep yang dikontrol dengan teleskop. Jika terjadi rinosinusitis duplex, maka jaringan mukosa diambil dari kedua sisi sinus.

(53)

3.8 Prosedur Pulasan Immunoperoksidase COX-2

1. Defarafinisasi (Xylol I, Xylol II, Xylol III) @ 5 menit 2. Rehidrasi (Alkohol Abs, Alkohol 96%,

Alkohol 80%, Alkohol 70% @ 4 menit

3. Cuci dengan air mengalir @ 5 menit

4. Blocking Endogen Peroxide 0,5%

(Methanol 100 ml + H2O2 1,6 ml 30 menit

5. Cuci dengan air mengalir 5 menit

6. Microwave : (Antigen retrieval dengan Target Retrieval solution) Dako

Cook 1 → Power Level 8 5 menit

Cook 2 → Power level 1 5 menit

7. Dinginkan ± 30 menit

8. Cuci dalam PBS pH 7,4 5 menit

9. Blocking dengan Normal Horse serum 3% 15 menit

10. Antibody Primer 60 menit

11. Cuci dalam PBS pH 7,4 5 menit

12. Dako REAL En Vision 30 menit

13. Cuci dalam PBS pH 7,4 + Tween 20 5-10 menit 14. DAB + Substrat Buffer (Dako) 2-5 menit

15. Curi dengan air mengalir 10 menit

16. Counterstain dengan Hematoxylin 1-2 menit

(54)

18. Lithium Carbonat Jenuh (5% dalam aquadest) 2 menit

19. Cuci dengan air mengalir 5 menit

20. Dehidrasi (Alkohol 80%, Alkohol 96%, Alkohol

Absolute, Alkohol Absolute) @ 5 menit

21. Clearing (Xylol I, Xylol II, Xylol III) @ 5 menit 22. Mounting + Cover glass

3.9 Skor Penilaian

0 : berarti negatif Skor luas dinilai :

1 : pewarnaan positif < 10% jumlah sel 2 : pewarnaan positif 10-50% jumlah sel 3 : pewarnaan positif > 50% jumlah sel

0 : berarti negatif

Skor intensitas dihitung :

1 : lemah 2 : moderat 3 : kuat

Skor imunoreaktif :

Diperoleh dengan mengalikan skor luas dengan skor intensitas. Skor imunoreaktif dinilai negatif atau positif / overekspresi COX-2.

Ekspresi COX-2 negatif : 0 – 3

(55)

3.10 Kerangka Kerja

Penderita

Rinosinusitis Kronis

Immunohistokimia

Cyclooxygenase-2 (COX-2)

POSITIF/OVEREKSPRESI

Skor: 4 - 9 NEGATIF

Skor: 0 - 3

Operasi BSEF

Mukosa Sinonasal CT Scan Sinus Paranasal

(Sinus/Jumlah Sinus yang terlibat)

Keluhan Utama Umur

(56)

3.11 Cara Pengumpulan Data

Data diambil dari hasil pemeriksaan di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Malik Medan dan pemeriksaan immunohistokimia dilakukan di Departemen Patologi Anatomi FK USU.

3.12 Cara Analisis Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif melalui analisa univariat dengan penyajian dalam bentuk tabel frekuensi dari penderita rinosinusitis kronis berdasarkan umur dan jenis kelamin, keluhan utama, rasa nyeri, jumlah sinus yang terlibat berdasarkan pemeriksaan CT scan sinus paranasal dan ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis kronis, kemudian dilakukan analisa bivariat untuk menilai adanya perbedaan penderita rinosinusitis kronis berdasarkan variabel yang diteliti melalui uji statistik dengan Fisher’s exact test dan t-test.

3.13 Keterbatasan Penelitian

(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan cara non probability consecutive sampling/ accidental sampling dimana sampel diambil dari seluruh penderita yang didiagnosis rinosinusitis kronis, yang menjalani operasi sinus di divisi Rinologi Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Juli sampai dengan Desember 2011 terdapat 14 kasus penderita rinosinusitis kronis, dimana dijumpai sebanyak 3 orang penderita unilateral dan sebanyak 11 orang penderita bilateral, sehingga dijumpai jumlah sampel yang dilakukan pemeriksaan imunohistokimia sebanyak 25 sampel.

4.1 Analisis Univariat

4.1.1 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut kelompok umur, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Kelompok Umur (Tahun) f (%)

≤ 18 1 (7,1)

19 – 29 5 (35,7)

30 – 40 3 (21,5)

41 – 51 1 (7,1)

52 – 62 4 (28,6)

Jumlah 14 (100,0)

(58)

dimana didapati 13 penderita (92,9%) dan umur < 18 tahun sebanyak 1 penderita (7,1%).

4.1.2 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut jenis kelamin, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Jenis Kelamin f (%)

Laki-laki 9 (64,3)

Perempuan 5 (35,7)

Jumlah 14 (100,0)

Proporsi laki-laki merupakan jenis kelamin terbanyak yang dilakukan tindakan operasi pada penderita rinosinusitis kronis sebanyak 9 penderita (64,3%) dan perempuan sebanyak 5 penderita (35,7%).

4.1.3 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut keluhan utama, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Keluhan Utama f (%)

Hidung Tersumbat 8 (57,1)

Sakit Kepala 5 (35,7)

Nyeri Wajah 1 (7,1)

Jumlah 14 (100.0)

(59)

4.1.4 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut rasa nyeri, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Rasa Nyeri f (%)

Nyeri/ tekan wajah, sakit kepala + Hidung tersumbat 11 (78,6) Hidung tersumbat tanpa rasa nyeri 3 (21,4)

Jumlah 14 (100,0)

Proporsi rasa nyeri pada penderita rinosinusitis kronis terbanyak adalah nyeri/ tekan wajah, sakit kepala dengan hidung tersumbat sebanyak 11 penderita (78,6%) dan hidung tersumbat tanpa rasa nyeri sebanyak 3 penderita (21,4%).

4.1.5 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut jumlah sinus yang terlibat berdasarkan CT Scan Sinus Paranasal, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

CT Scan Sinus Paranasal f (%)

Multi Sinusitis 22 (88,0)

Single Sinusitis 3 (12,0)

Jumlah 25 (100,0)

Pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasal dijumpai jumlah sinus yang paling banyak terlibat adalah multi sinusitis sebesar 22 sampel penderita (88,0%) dan paling rendah adalah single sinusitis sebesar 3 sampel penderita (12,0%).

4.1.6 Proporsi ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis kronis, yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Ekspresi COX-2 f (%)

Positif 21 (84,0)

Negatif 4 (16,0)

(60)

Proporsi ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis kronis terbanyak adalah dengan ekpresi COX-2 positif, sebanyak 21 sampel penderita (84,0%) dan negatif sebanyak 4 sampel penderita (16,0%).

4.2 Analisis Bivariat

4.2.1 Proporsi jumlah sinus yang terlibat pada penderita rinosinusitis kronis berdasarkan ekspresi COX-2.

CT Scan Sinus Paranasal

Ekspresi COX-2

Positif Negatif

f (%) f (%)

Single Sinusitis 0 (0,0) 3 (75,0)

Multi sinusitis 21 (100,0) 1 (25,0)

Total 21 (100,0) 4 (100,0)

df = 1 p = 0,002

Proporsi ekspresi COX-2 positif lebih tinggi pada multi sinusitis yaitu 21 sampel penderita (100%), dan ekspresi COX-2 negatif lebih tinggi pada single sinusitis dengan 3 sampel penderita (75,0%).

(61)

4.2.2 Proporsi jenis kelamin pada penderita rinosinusitis kronis berdasarkan ekspresi COX-2.

Jenis Kelamin

Ekspresi COX-2

Positif Negatif

f (%) f (%)

Laki-laki 8 (66,7) 1 (50,0)

Perempuan 4 (33,3) 1 (50,0)

Total 12 (100,0) 2 (100,0)

df = 1 p = 0,604

Proporsi ekspresi COX-2 positif lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki, yaitu 8 penderita (66,7%), dan ekspresi COX-2 negatif sama banyak pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan masing-masing 1 penderita (50%).

Dari uji Fisher exact test diperoleh nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin dengan ekspresi COX-2.

4.2.3 Proporsi kelompok umur pada penderita rinosinusitis kronis berdasarkan ekspresi COX-2.

Kelompok Umur

Ekspresi COX-2

Positif Negatif

f (%) f (%)

≤ 18 Tahun 1 (8,3) 0 (0,0)

> 18 Tahun 11 (91,7) 2 (100,0)

Jumlah 12 (100,0) 2 (100,0)

df = 1 p = 0,857

(62)

Dari uji Fisher exact test diperoleh nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara kelompok umur ekspresi COX-2.

4.2.4 Proporsi rasa nyeri pada penderita rinosinusitis kronis berdasarkan ekspresi COX-2.

Rasa Nyeri

Ekspresi COX-2 Positif Negatif

f (%) f (%) Nyeri/ tekan wajah, sakit kepala + Hidung tersumbat 11 (91,7) 0 (0.0)

Hidung tersumbat tanpa rasa nyeri 1 (8,3) 2 (100,0)

Jumlah 12 (100,0) 2 (100,0)

df = 1 p = 0,033

Proporsi ekspresi COX-2 positif lebih tinggi pada nyeri/ tekan wajah, sakit kepala dengan hidung tersumbat, yaitu 11 penderita (91,7%) dan ekspresi COX-2 negatif lebih tinggi pada hidung tersumbat tanpa rasa nyeri, yaitu 2 penderita (100%).

(63)

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan di Divisi Rinologi Departemen THT-KL FK USU RSUP H. Adam Malik didapatkan penderita rinosinusitis kronis yang dilakukan operasi sebanyak 14 kasus penderita rinosinusitis kronis, dimana dijumpai sebanyak 3 orang penderita unilateral dan sebanyak 11 orang penderita bilateral, sehingga dijumpai jumlah sampel yang dilakukan pemeriksaan imunohistokimia sebanyak 25 sampel.

5.1 Analisis Univariat

[image:63.595.223.454.492.624.2]

5.1.1 Proporsi penderita rinosinusitis kronis menurut kelompok umur yang dilakukan tindakan operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

(64)

Hal ini sesuai dengan penelitian case series Iriani dkk (1996) pada penelitiannya terhadap 118 penderita rinosinusitis kronis di Departemen THT-KL. FK UNHAS Ujung Pandang menjumpai rinosinusitis kronis terbanyak pada kelompok umur 16-30 tahun sebesar 55,1%.

Penelitian cross sectional Muyassaroh dan Supriharti (1999) terhadap 52 pasien rinosinusitis kronis yang berobat ke SMF THT-KL RSUD Dr. Kariadi Semarang mendapatkan kelompok terbanyak pada umur (20-29 tahun) sebesar 26,9%.

Penelitian prospective study Gosepath et al, (2001) pada penelitiannya terhadap 30 penderita rinosinusitis kronis terbanyak pada rata-rata umur 47 tahun.

Penelitian

Gambar

Tabel 2.2.2 Ikatan Prostaglandin dengan Reseptor  (Owens et al, 2006).
Gambar 2.2.5 Proses metabolisme phospolipid (Owens et al, 2006).
Gambar 2.3.1 Cyclooxygenase-1 ditemukan 2+ pada pewarnaan sitoplasma
Gambar 2.3.2 Cyclooxygenase-2 ditemukan 3+ pada pewarnaan sitoplasma
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian: Didapatkan 111 penderita, dimana distribusi frekuensi penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional terbanyak

Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan terutama dalam menilai gejala-gejala yang ada pada kriteria di atas, mengingat patofisiologi rinosinusitis kronis yang

Hasil Penelitian: Didapatkan 111 penderita, dimana distribusi frekuensi penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional terbanyak

Hasil Penelitian: Didapatkan 111 penderita, dimana distribusi frekuensi penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional terbanyak

Adam Malik Medan periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 tentang penderita rinosinusitis kronik, didapatkan perempuan lebih banyak daripada laki-laki masing-masing

• Mengetahui distribusi penderita rinosinusitis tipe dentogen berdasarkan jenis gigi yang terkena di RSUP H.Adam Malik Medan tahun 2009-2012. • Mengetahui distribusi

2012 majoriti usia penderita melebihi 40 tahun, proporsi terbanyak ditemukan pada laki-laki berbanding perempuan, jumlah penderita yang merokok yang tinggi

Pada penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip, hasil kultur didapati penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip kuman aerob paling banyak adalah