PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI
UMUM, JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI TERHADAP BELANJA DAERAH
PADA PEMDA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
MHD. ALI AKBAR
097017076/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
S E K
O LA H
P A
S C
A S A R JA N
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI
UMUM, JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI TERHADAP BELANJA DAERAH
PADA PEMDA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MHD. ALI AKBAR
097017076/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
BELANJA DAERAH PADA PEMDA
DI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Mhd. Ali Akbar
Nomor Pokok : 097017076
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) (Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr. Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,CPA,Ak) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal: 8 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak
Anggota : 1. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
“PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM,
JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
BELANJA DAERAH PADA PEMDA DI SUMATERA UTARA”.
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Juni 2011
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
BELANJA DAERAH PADA PEMDA DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel Independen pada penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi sedangkan variabel dependennya adalah Belanja Daerah. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 Pemerintah
Kabupaten/Kota dan dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 17
Kabupaten/Kota sebagai sampel dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 74,10%, yang berarti bahwa 74,10% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi, sisanya sebesar 25,90% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk pelaksanaan kegiatan perencanaan pembangunan daerah.
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
BELANJA DAERAH PADA PEMDA DI SUMATERA UTARA
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out and to analyze wheteher Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Population and Economic Growth influence the Regional Expenditure of Regencies/Cities in Propinsi Sumatera Utara.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linier regression with bring about classical assumption test before finding out the best linier model. The independent variable used in this research are Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Population and Economic Growth, and dependent variable is Regional Expenditure. The population of this research are 33 regencies/cities, and by using purposive sampling technique, 17 regencies/cities in year 2006 up to year 2009 are chosen as samples.
The result proof that Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Population and Economic Growth influence significanly and simultaneously the Regional Expenditure of Regencies and Cities in Propinsi Sumatera Utara. Adjusted R2 expressed that 74,10% influence given by independent variable. The rest 25,90% influence given by other variables is not mentioned in this research model. Partially Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Population variable influence the Regional Expenditure. Economic Growth have no significant influence to the Regional Expenditure. Consequently, this research will be useful for Local Government to arrange their effective and efficient strategy and policy especially for implementation of local development planning activities.
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia
dan ridhonya kepada penulis sehingga dapat memberikan kekuatan bagi penulis untuk
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Belanja Daerah pada Pemda di Sumatera Utara. Sholawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah ke haribaan Baginda Rasulallah SAW., keluarga dan para
sahabatnya. Adapun penulisan tesis ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan
derajat Strata Dua (S2) pada Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini penulis banyak mengalami kesulitan dan kendala,
namun semuanya dapat terselesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, baik moril maupun materil, untuk itu pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Ak, selaku Ketua Program
yang juga bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan saran
dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini;
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi, Ak, selaku Sekretaris Program Studi
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang juga
bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan yang
konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini;
5. Ibu Prof. Erlina, SE, MSi, Ph.D, Ak, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktunya bagi penulis untuk membantu, membimbing
dan memotivasi hingga selesainya tesis ini;
6. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM., Ak., selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian tesis
ini;
7. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak., selaku Dosen Pembanding yang telah
memberikan saran dan masukan yang konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini;
8. Dosen Pengajar, Pengelola dan Staf Sekretariat Magister Akuntansi yang telah
banyak membantu penulis selama mengikuti perkuliahan;
9. Bapak Sekretaris Utama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dan Bapak Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara yang
telah memberikan Ijin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Strata Dua
10. Ayahanda Syahril Tanjung dan Ibunda Umi Salamah, yang tidak pernah berhenti
dan senantiasa memberikan dorongan, motivasi dan do’anya selama ini kepada
penulis;
11. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Akuntansi, yang penuh
dengan rasa persahabatan dan kekeluargaan dalam memberikan masukan dan
sumbangan pikiran selama perkuliahan hingga menjadi kenangan yang tak
terlupakan;
12. Terakhir, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Istri Tercinta
Dewina Januarita Harahap dan Anak-anakku tersayang; Athaya Anisah Akbar
Tanjung, Alwi Aulia Akbar Tanjung dan Ahmad Abiyyu Akbar Tanjung, yang
telah sabar dan terus memberikan dukungan dan do’anya kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari dengan kemampuan dan pengetahuan yang
sangat terbatas, penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan masukan yang konstruktif demi kesempurnaan tesis
ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis serta berbagai pihak yang
membutuhkannya.
Medan, Juni 2011 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Mhd. Ali Akbar
Tempat/Tgl Lahir : Kisaran, 9 Mei 1976
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Komplek Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) No. 135 – Jalan Sunggal
Medan
Nama Ayah : Syahril Tanjung
Nama Ibu : Umi Salamah
Istri : Dewina Januarita Harahap
Anak : - Athaya Anisah Akbar Tanjung
- Alwi Aulia Akbar Tanjung
- Ahmad Abiyu Akbar Tanjung
Pekerjaan : PNS pada Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara
Pendidikan :
- S-2 Program Studi Magister Akuntansi, Sekolah Pascasarjana – Universitas
Sumatera Utara, Lulus Tahun 2011
- S-1 Fakultas Ekonomi – Universitas Sumatera Utara, Lulus Tahun 2004
- DIII – Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta, Lulus Tahun 1998
- SMEA PGRI – 4 Medan, Lulus Tahun 1994
- SMP Daerah – Medan, Lulus Tahun 1991
DAFTAR ISI
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
5.1. Hasil Penelitian ... 44
5.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 53
5.2.1. Uji Normalitas ... 53
5.2.2. Uji Heteroskedastisitas ... 56
5.2.3. Uji Autokorelasi ... 58
5.2.4. Uji Multikolinieritas ... 59
5.3. Uji Hipotesis ... 61
5.3.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik – F) ... 61
5.3.2. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik – t) ... 62
5.4. Koefisien Determinasi ... 65
5.5. Pembahasan ... 66
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
6.1. Kesimpulan ... 71
6.2. Keterbatasan Penelitian ... 72
6.4. Saran ... 72
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Daftar Belanja Daerah Kabupaten/Kota ... 4
1.2. Daftar Surplus/Defisit APBD Kabupaten/Kota ... 5
1.3. Pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja ... 7
2.1. Penelitian Terdahulu ... 27
4.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
4.2. Definisi Operasional Variabel ... 36
5.1. Deskriptif Statistik – PAD ... 45
5.2. Deskriptif Statistik – DAU ... 48
5.3. Deskriptif Statistik – Jumlah Penduduk ... 49
5.4. Deskriptif Statistik – Pertumbuhan Ekonomi ... 50
5.5. Deskriptif Statistik – Belanja Daerah ... 51
5.6. Kolmogorov –Smirnov Test ... 56
5.7. Uji Glesjer... 58
5.8. Uji Autokorelasi ... 59
5.9. Collinearity Statistics ... 59
5.10. Covariance Matrix ... 60
5.11. Uji Statistik – F ... 62
5.12. Uji Statistik – t ... 63
5.13. Koefisien Determinasi ... 65
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1. Alur Perencanaan dan Penganggaran ... 2
1.2. Perkembangan Defisit Anggaran (dalam Juta Rupiah) ... 6
3.1. Kerangka Konseptual ... 28
5.1. Realisasi PAD 2006 – 2008 ... 47
5.2. Realisasi DAU 2006 – 2008 ... 49
5.3. Anggaran Belanja Daerah 2007 – 2009 ... 52
5.4. Normal P-Plot of Regression Standardized Residual... 54
5.5. Histogram ... 55
5.6. Scatterplot ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Variabel Penelitian ... 78
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
BELANJA DAERAH PADA PEMDA DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel Independen pada penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi sedangkan variabel dependennya adalah Belanja Daerah. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 Pemerintah
Kabupaten/Kota dan dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 17
Kabupaten/Kota sebagai sampel dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 74,10%, yang berarti bahwa 74,10% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi, sisanya sebesar 25,90% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk pelaksanaan kegiatan perencanaan pembangunan daerah.
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, JUMLAH PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
BELANJA DAERAH PADA PEMDA DI SUMATERA UTARA
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out and to analyze wheteher Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Population and Economic Growth influence the Regional Expenditure of Regencies/Cities in Propinsi Sumatera Utara.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linier regression with bring about classical assumption test before finding out the best linier model. The independent variable used in this research are Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Population and Economic Growth, and dependent variable is Regional Expenditure. The population of this research are 33 regencies/cities, and by using purposive sampling technique, 17 regencies/cities in year 2006 up to year 2009 are chosen as samples.
The result proof that Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Population and Economic Growth influence significanly and simultaneously the Regional Expenditure of Regencies and Cities in Propinsi Sumatera Utara. Adjusted R2 expressed that 74,10% influence given by independent variable. The rest 25,90% influence given by other variables is not mentioned in this research model. Partially Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Population variable influence the Regional Expenditure. Economic Growth have no significant influence to the Regional Expenditure. Consequently, this research will be useful for Local Government to arrange their effective and efficient strategy and policy especially for implementation of local development planning activities.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan alat dalam menentukan
pendapatan dan pengeluaran, implementasi dari perencanaan pembangunan yang
telah ditetapkan sebelumnya, otorisasi pengeluaran, sumber pengembangan
ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memobilisasi pegawai dan alat
koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Perencanaan APBD sebagai
perwujudan keseluruhan aktivitas dan kegiatan pemerintah menuntut adanya
partisipasi aktif yang menampung berbagai aspirasi masyarakat sehingga akan
mencerminkan kebutuhan riil masyarakat, seperti yang telah tercantum dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah disusun.
Jika melihat dari proses perencanaan yang dihubungkan dengan proses
penganggaran maka dapat diketahui bahwa untuk memulai proses penyusunan
anggaran (APBD) maka pemerintah daerah mempedomani dokumen perencanaan
yang telah dibuatnya yaitu RKPD, seperti yang terlihat dalam Gambar 1.1. Dengan
mempedomani dokumen perencanaan (RKPD) dalam menyusun APBD maka akan
memudahkan bagi pemerintah daerah untuk mengalokasikan pendapatan daerah,
belanja daerah dan pembiayaan daerah yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan riil daerah. Selain itu jika mempedomani RKPD yang telah ditetapkan
anggaran belanja da
daerah yang lebih besar jika dibandingka
nya, karena salah satu pertimbangan pemerin
naan pembangunan (pengeluaran) daerah ad
agian dari isi RKPD yaitu bagian yang m
a ekonomi daerah beserta kerangka pendanaa
menjelaskan hal-hal mengenai perkemba
omi, kependudukan dan sumber-sumber penda
embangunan yang telah ditetapkan dalam RKPD
mbar 1.1. Alur Perencanaan dan Penganggar
ama ini penentuan besarnya alokasi dana un
sanakan oleh unit-unit kerja daerah ditentukan
l yang didasarkan atas pendekatan incremental
incremental menurut Mardiasmo (2002: 76) adalah alokasi anggaran dengan
menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar dalam menyesuaikan besarnya
penambahan atau pengurangan dengan jumlah atau persentase tertentu tanpa
dilakukan kajian yang mendalam. Suatu unit kerja dalam mengajukan usulan
program/proyek kurang memperhatikan pada kenyataan yang sesungguhnya, yaitu
kenyataan yang dapat memprediksi kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya
diperlukan, melainkan berlomba-lomba mengajukan usulan program/proyek
sebanyak-banyaknya dan menganggarkannya melebihi kebutuhan riil (overestimate).
Akibatnya jumlah belanja daerah di wilayah Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya
semakin besar, seperti yang terlihat pada Tabel 1.1.
Besarnya alokasi anggaran belanja daerah tersebut ternyata tidak didukung
dengan alokasi pendapatan daerah sebagai sumber pendanaan bagi belanja daerah,
sehingga alokasi anggaran belanja lebih besar dibanding dengan alokasi pendapatan
daerah yang mengakibatkan terjadinya defisit anggaran bagi pemerintah daerah itu
sendiri. Fenomena terjadi pada hampir di seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami defisit anggaran (belanja daerah lebih
Tabel 1.1. Daftar Belanja Daerah Kabupaten/Kota
Pemerintah Daerah 2007 2008 2009
Kab. Asahan 772.635.947.305,47 654.116.000.000,00 648.828.000.000,00
Kab. Dairi 431.024.940.000,00 527.963.000.000,00 439.818.000.000,00
Kab. Deli Serdang 1.044.195.088.107,00 1.179.033.000.000,00 1.318.989.000.000,00
Kab. Tanah Karo 489.497.999.826,00 527.259.000.000,00 655.106.000.000,00
Kab. Labuhan Batu 738.317.105.892,00 950.381.000.000,00 572.873.000.000,00
Kab. Langkat 815.410.984.597,00 840.144.000.000,00 938.838.000.000,00
Kab. Madina 470.812.657.329,00 483.401.000.000,00 574.656.000.000,00
Kab. Nias 559.324.810.695,00 606.886.000.000,00 630.251.000.000,00
Kab. Simalungun 798.418.785.994,00 880.994.000.000,00 937.193.000.000,00
Kab. Tapsel 756.764.308.648,00 921.650.000.000,00 529.958.000.000,00
Kab. Tapteng 372.313.772.874,29 366.656.000.000,00 467.120.000.000,00
Kab. Tapanuli Utara 472.661.575.538,16 498.939.000.000,00 547.347.000.000,00
Kab. Toba Samosir 413.846.785.062,00 396.567.000.000,00 490.243.000.000,00
Kota Binjai 338.622.621.823,00 385.023.000.000,00 407.488.000.000,00
Kota Medan 1.727.143.563.600,00 1.870.914.000.000,00 2.138.439.000.000,00
Kota P. Siantar 374.993.944.175,00 502.653.000.000,00 487.196.000.000,00
Kota Sibolga 265.168.544.847,00 327.106.000.000,00 324.942.000.000,00
Kota Tanjung Balai 260.708.347.204,00 389.010.000.000,00 380.370.000.000,00
Kota Tebing Tinggi 292.630.519.274,00 358.807.000.000,00 362.546.000.000,00
Kota P. Sidempuan 320.662.520.310,00 420.839.000.000,00 351.044.000.000,00
Kab. Pakpak Barat 241.048.833.115,00 257.670.000.000,00 296.942.000.000,00
Kab. Nias Selatan 412.409.101.281,00 418.920.000.000,00 590.514.000.000,00
Kab.Humbahas 328.008.178.020,18 345.806.000.000,00 388.606.000.000,00
Kab. Sergai 462.874.000.000,00 450.551.000.000,00 621.646.000.000,00
Kab. Samosir 343.473.808.840,00 420.694.000.000,00 419.421.000.000,00
Kab. Batu Bara - 242.884.000.000,00 441.614.000.000,00
Kab. Padang Lawas - - 212.867.000.000,00
Tabel 1.2. Daftar Surplus/Defisit APBD Kabupaten/Kota
Daerah Surplus/Defisit APBD
2007 2008 2009
Kab. Asahan (72.635.947.305,47) (66.984.000.000,00) (21.280.000.000,00)
Kab. Dairi (46.235.877.000,00) (79.071.000.000,00) (20.727.000.000,00)
Kab. Deli Serdang (44.697.937.496,00) (37.786.000.000,00) (27.443.000.000,00)
Kab. Tanah Karo 28.926.808.026,00 (13.279.000.000,00) (135.069.000.000,00)
Kab. Labuhan Batu (25.829.718.702,00) (128.408.000.000,00) (94.811.000.000,00)
Kab. Langkat 136.303.524,00 (20.695.000.000,00) (51.327.000.000,00)
Kab. Mandailing Natal (19.013.608.547,00) 51.085.000.000,00 (23.085.000.000,00)
Kab. Nias (100.548.573.878,00) (71.747.000.000,00) (69.450.000.000,00)
Kab. Simalungun (26.807.405.324,00) (27.861.000.000,00) (18.903.000.000,00)
Kab. Tapanuli Selatan (52.596.395.510,00) (194.625.000.000,00) (31.065.000.000,00)
Kab. Tapanuli Tengah (22.693.523.424,29) 34.154.000.000,00 (30.036.000.000,00)
Kab. Tapanuli Utara (37.257.878.828,16) (10.234.000.000,00) (15.953.000.000,00)
Kab. Toba Samosir (58.253.000.000,00) (4.912.000.000,00) (55.948.000.000,00)
Kota Binjai 14.300.000.000,00 5.300.000.000,00 0,00
Kota Medan (4.915.710.000,00) (122.998.000.000,00) (287.775.000.000,00)
Kota Pematang Siantar (5.924.550.694,00) (55.084.000.000,00) (16.067.000.000,00)
Kota Sibolga (25.587.405.820,00) (38.321.000.000,00) (25.847.000.000,00)
Kota Tanjung Balai (3.208.820.000,00) (59.802.000.000,00) (48.070.000.000,00)
Kota Tebing Tinggi (21.984.673.274,00) (61.883.000.000,00) (13.226.000.000,00)
Kota Padang Sidempuan 12.479.690,00 (47.902.000.000,00) (8.365.000.000,00)
Kab. Pakpak Barat (35.087.608.115,00) (28.089.000.000,00) (46.937.000.000,00)
Kab. Nias Selatan (111.807.783.209,00) (73.490.000.000,00) (229.000.000.000,00)
Kab. Humbahas (13.753.869.812,18) 19.373.000.000,00 1.513.000.000,00
Kab. Serdang Bedagai (9.000.000.000,00) 71.999.000.000,00 (24.771.000.000,00)
Kab. Samosir (61.500.000.000,00) (108.040.000.000,00) (61.243.000.000,00)
Kab. Batu Bara - (826.000.000,00) (9.322.000.000,00)
Kab. Padang Lawas - - (2.736.000.000,00)
Dari data tersebut diketahui bahwa hampir seluruh kabupaten/kota yang ada
di Provinsi Sumatera Utara mengalami defisit anggaran yang besarannya bervariasi
antara (Rp. 826.000.000,00) sampai dengan (Rp. 287.775.000.000,00). Hal ini terjadi
karena pertumbuhan anggaran belanja daerah tidak diimbangi dengan pertumbuhan
anggaran pendapatan daerah sehingga perbedaan tersebut mengakibatkan terjadinya
defisit anggaran. Hal ini dapat diketahui pada Tabel 1.3 di mana rata-rata besaran
pertumbuhan anggaran pendapatan dan belanja dari 2007 ke 2008 sebesar 11,67%
dan 12,76%. Demikian juga rata-rata besaran pertumbuhan anggaran pendapatan dan
belanja dari 2008 ke 2009 sebesar 5,82% dan 8,64%.
Adapun gambaran defisit anggaran secara totalnya dapat dilihat dalam
Gambar 1.2 berikut ini.
Gambar 1.2. Perkembangan Defisit Anggaran (dalam Juta Rupiah)
Tabel 1.3. Pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah 2007 ke 2008 2008 ke 2009
Pendapatan Belanja Pendapatan Belanja
Kab. Asahan -16.12% -15.34% 6.88% -0.81%
Defisit anggaran yang dialami oleh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara jika dilihat dari jumlah defisit anggarannya mengalami kecenderungan
peningkatan, hal ini dapat dilihat dalam Gambar 1.2 di mana pada tahun 2007 defisit
anggaran sebesar Rp. 755.964.695.699,10, mengalami peningkatan pada tahun 2008
menjadi sebesar Rp.1.070.126.000.000,00 dan tahun 2009 defisit anggaran juga
mengalami peningkatan menjadi Rp. 1.370.075.000.000,00. Jika dilihat dari
kecenderungan semakin besarnya defisit anggaran tersebut maka hal tersebut akan
berdampak buruk bagi suatu wilayah.
Defisit anggaran itu ibaratnya seperti penyakit hipertensi yang dampaknya
bisa mempengaruhi kerja jantung, ginjal, mata, otak yang berakibat kelumpuhan.
Demikian pula defisit anggaran juga berdampak pada beberapa variabel ekonomi
makro, antara lain: (1) Tingkat bunga; (2) Neraca pembayaran; (3) Tingkat inflasi;
(4) Konsumsi dan tabungan; (5) Tingkat pengangguran; dan (6) Tingkat pertumbuhan
(Kunarjo, 2001).
Berdasarkan fenomena di atas, penelitian ini akan mencoba menganalisis
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Jumlah
Penduduk, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Daerah”, dengan melihat
besaran koefisien determinasi sehingga dapat diukur seberapa besar variabel
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Jumlah
Penduduk (JP), dan Pertumbuhan Ekonomi (PE) berpengaruh terhadap Belanja
Daerah (BD) pada Pemda di Provinsi Sumatera Utara?”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui adanya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi
Umum (DAU), Jumlah Penduduk (JP), dan Pertumbuhan Ekonomi (PE) terhadap
Belanja Daerah (BD) pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pelatihan intelektual,
mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi konsep ilmiah
khususnya ilmu akuntansi sektor publik.
2. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah
Daerah dan dapat digunakan sebagai masukan untuk mendukung
pembuatan keputusan atau kebijakan mengenai penganggaran.
3. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan terhadap ilmu
pengetahuan untuk dijadikan bahan pembelajaran. Serta bermanfaat untuk
menambah wacana dalam perkembangan ilmu akuntansi sektor publik.
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dan konstruksi pemikiran yang terdapat
pada penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Prakosa (2004).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada:
1. Variabel penelitian, seperti penambahan pada variabel jumlah penduduk dan
pertumbuhan ekonomi.
2. Daerah penelitian yang dilakukan pada wilayah Provinsi Sumatera Utara.
3. Waktu penelitian yang dilakukan adalah untuk periode 2006 - 2009 dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Di era otonomi daerah seperti saat ini kemandirian suatu daerah adalah
tuntutan utama yang tidak dapat dielakkan lagi. Kesiapan sumber daya pun harus
dapat diatasi, mengingat kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah dalam hal mengatur pemerintahan daerahnya masing-
masing. Kemandirian yang dituntut tersebut adalah di mana daerah harus mampu
mengatur dan mengelola segala bentuk penerimaan dan pembiayaan tanpa harus
tergantung kembali dengan pemerintah pusat seperti yang terjadi di era sebelum
otonomi daerah direalisasikan.
Untuk menjalankan kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat
tersebut, daerah memerlukan suatu instrumen kebijakan. Instrumen kebijakan yang
paling utama bagi daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
APBD mempunyai peranan penting dalam perencanaan, implementasi, dan
pengendalian kinerja pemerintah daerah dalam satu periode. APBD memuat segala
bentuk penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan daerah dalam bentuk moneter atau
rupiah. APBD seharusnya dapat mengakomodir seluruh kebutuhan suatu daerah
namun di sisi lain juga tidak membebani secara berlebihan daerah yang bersangkutan.
Untuk itu APBD harus disusun dengan memperhatikan aspek ekonomi, efisiensi, dan
APBD adalah rencana operasional keuangan pemerintah daerah, di mana pada
satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna
membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran
tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan
daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
APBD sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 1 angka 9
menyebutkan bahwa APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
2.1.1. Belanja Daerah
Pendapatan daerah yang diperoleh baik dari pendapatan asli daerah maupun
dari dana perimbangan tentunya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai
belanja daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Halim (2007: 322) menyatakan bahwa Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah
yang mengurangi nilai kekayaan bersih. Lebih lanjut Yuwono dkk, (2005: 108)
menyatakan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau
kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu
Di dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pada Pasal
1 ayat (16) disebutkan bahwa belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah
yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Selanjutnya dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 20 ayat (3) menyebutkan bahwa Belanja
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) meliputi semua pengeluaran
dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang
merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah.
Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal
31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai
pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/
kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya
dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara
pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Belanja daerah dikelompokkan ke dalam
belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan
belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program
dan kegiatan. Sementara belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan yang
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah
Dengan adanya otonomi daerah maka daerah mempunyai kewenangan sendiri
dalam mengatur urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat sebagaimana
yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Dengan kewenangan tersebut maka
daerah juga berwenang juga berwenang membuat kebijakan daerah guna menciptakan
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka
pendapatan asli daerah juga harus mampu menopang kebutuhan-kebutuhan daerah
(belanja daerah) bahkan diharapkan tiap tahunnya akan selalu meningkat. Dan tiap
daerah diberi keleluasaan dalam menggali potensi pendapatan asli daerahnya sebagai
wujud asas desentralisasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pendapatan daerah adalah
hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Yuwono
dkk (2005: 107) menyatakan bahwa pendapatan daeah adalah semua penerimaan kas
yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam
satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Lebih lanjut
Halim (2007: 96) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-
sumber pendapatan daerah dan dikelola sendri oleh pemerintah daerah. Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
a. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan
sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan
kata lain pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada
pemerintah daerah.
Pajak daerah merupakan salah satu bentuk pendapatan asli daerah. Secara
umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah yang
mana bersifat memaksa. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
menyebutkan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilaksanakan oleh orang
pribadi/badan kepada daerah tanpa adanya imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah.
Halim (2007: 96) menyatakan Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah
yang berasal dari pajak. Lebih lanjut Simanjuntak (2003: 32) menyatakan bahwa
pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti provinsi,
kabupaten maupun kota berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil
pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-
masing. Kesit (2003: 2) menyatakan bahwa pajak daeah merupakan iuran wajib yang
yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang hasilnya
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah.
b. Retribusi Daerah
Sumber pendapatan lain yang dapat dikategorikan dalam pendapatan asli
daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan
(Prakosa, 2003).
Retribusi daerah dapat dibagi dalam beberapa kelompok yakni retribusi jasa
umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan (Prakosa, 2003). Yang mana dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Retribusi jasa usaha adalah retribusi atau jasa yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
c. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintahan daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan pengaturan, pengendalian dan
barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjada kelestarian lingkungan.
Retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena
mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang
diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan
prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi
daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat
berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberkan pemerintah kepada yang
membutuhkan.
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah tingginya
campur tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan roda pemerintah daerah.
Termasuk di dalamnya adalah pengelolaan kekayaan daerah berupa sumber daya
alam, sumber daya manusia dan sektor industri. Dengan adanya otonomi daerah maka
inilah saatnya bagi daerah untuk mengelola kekayaan daerahnya seoptimal mungkin
guna meningkatkan pendapatan asli daerah.
Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan perlu
mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah. Undang-undang mengizinkan
ini bersama sektor swasta atau Asosiasi Pengusaha Daerah diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi daerah sehingga dapat menunjang kemandirian daerah
dalam pembangunan perekonomian daerah.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari:
- Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.
- Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN.
- Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula
sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Kelompok lain-lain pendapatan asli daerah yang sah mencakup berbagai penerimaan
kecil-kecil, seperti hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa
giro, penerimaan bunga deposito, tuntutan ganti kerugian daerah (TGR), komisi,
potongan dan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan denda keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil
eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas
umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari
angsuran/cicilan penjualan dan penerimaan lain-lain.
2.1.3. Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
pembiayaan pemerintah dalam rangka negara kesatuan yang mencakup pembagian
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerataan antar
daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan
potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian
kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, temasuk
pengelolaan dan pengawasan keuangan. Dana perimbangan yang diperoleh
pemerintah daerah terdiri dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi
hasil. Dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat ini sungguhnya berasal
dari dana yang dikumpulkan dari bagi hasil penerimaan PBB dan bea perolehan hak
atas bumi dan bangunan (Sri Nawatmi, 2006).
Dana alokasi umum merupakan jenis transfer dana antar tingkat pemerintahan
yang tidak terkait dengan program pengeluaran tertentu. Dana alokasi umum ini
dimaksudkan untuk menggantikan transfer berupa subsidi daerah otonom dan inpres.
Adapun tujuan dari transfer ini adalah untuk menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap)
dan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dan pusat dan antar daerah. Sehingga
dana alokasi umum tiap daerah tidak akan sama besarnya. Daerah yang mempunyai
pendapatan asli daerah rendah akan mendapatkan dana alokasi umum yang tinggi,
dan begitu juga sebaliknya daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah tinggi
akan mendapatkan dana alokasi umum yang rendah.
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai
Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat
berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum yang merupakan penyanggah utama
pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja
untuk proyek-proyek pembangunan menjadi sangat berkurang.
Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Proporsi PAD yang rendah di lain pihak juga menyebabkan
Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan
daerah. Sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari dana perimbangan,
terutama dana alokasi umum. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan
adalah sebagai berikut:
a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi
umum sebagaimana ditetapkan di atas.
c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk darah
kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota
d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan
proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia (Prakosa, 2004).
2.1.4. Kependudukan
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas,
bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan
organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap
pelbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat dikelola
dan ditingkatkan guna memberi jalan bagi era baru pembangunan ekonomi.
Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud
mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan
tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang
dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan
teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara konsisten dengan
kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam pembangunan
berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi
penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di suatu wilayah tertentu.
Beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa kependudukan merupakan
faktor yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional, antara lain
adalah (Tjiptoherijanto, 2002).
Pertama, kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan
pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Dalam
pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka penduduk harus dibina dan
dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya,
pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan
demikian jelas bahwa pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan
kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam
dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan
berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.
Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi
dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang
besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan
pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika
diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai
beban bagi pembangunan.
Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam
jangka yang panjang. Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang
panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan.
Sebagai contoh, beberapa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi
dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan seseorang selama 25
tahun ke depan atau satu generasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana
kondisi sumber daya manusia Indonesia pada generasi mendatang, 25 tahun setelah
Dengan demikian, tidak diindahkannya dimensi kependudukan dalam rangka
pembangunan nasional sama artinya dengan “menyengsarakan” generasi berikutnya.
Perhatian pemerintah terhadap kependudukan dimulai sejak pemerintah Orde
Baru memegang kendali. Konsep “pembangunan manusia seutuhnya” yang tidak lain
adalah konsep “pembangunan kependudukan” mulai diterapkan dalam perencanaan
pembangunan Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita 1 pada tahun
1986. Namun sedemikian jauh, walaupun dalam tatanan kebijaksanaan telah secara
sungguh-sungguh mengembangkan konsep pembangunan yang berwawasan
kependudukan, pemerintah nampaknya belum dapat secara optimal
mengimplementasikan dan mengintegrasikan kebijaksanaan tersebut.
Jargon pembangunan berwawasan kependudukan sudah lama didengar dalam
bentuk dan format lain, namun masih mengalami banyak hambatan dalam
pelaksanaannya. Sudah lama didengung-dengungkan mengenai penduduk sebagai
subyek dan obyek pembangunan. Atau jargon mengenai pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya. Atau pembangunan bagi segenap rakyat. Sudah saatnya jargon
tersebut diimplementasikan dengan sungguh-sungguh jika tidak ingin mengalami
krisis ekonomi yang lebih hebat lagi di masa mendatang.
2.1.5. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi;
pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya
Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi
kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan
oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional
(kelembagaan) dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro,
2000).
Selanjutnya dijelaskan bahwa kenaikan output yang secara berkesinambungan
yang terkandung dalam definisi tersebut adalah perwujudan dari apa yang disebut
sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis
barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity)
di suatu negara yang bersangkutan.
Menurut pendapat lain pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses
kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pengertian ini terdapat tiga aspek
yang ditekankan yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dan bukan
suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa ada
aspek dinamis dari suatu perekonomian, yang artinya suatu perekonomian
berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.
Sedangkan aspek yang kedua yaitu pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan
kenaikan output perkapita, di sini jelas ada dua sisi yang perlu diperhatikan yaitu sisi
output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Kemudian aspek ketiga adalah
output perkapita. Oleh karena itu proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat
self-generation yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu menelurkan kekuatan bagi
timbulnya kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya
(Boediono, 1999).
Oleh karena itu angka total pendapatan perkapita merupakan konsep yang
paling sering dipakai sebagai tolak ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk
di suatu negara (Todaro, 2000).
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Prakosa (2004) meneliti pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli
Daerah terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Provinsi Jawa
Tengah dan DIY). Penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya belanja daerah
dipengaruhi jumlah dana alokasi umum yang diterima dari pemerintah pusat. Dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa dana alokasi umum dan pendapatan asli
daerah berpengaruh secara signifikan terhadap belanja daerah.
Halim (2004) meneliti pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Daerah
terhadap Belanja Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara terpisah, dana alokasi umum dan
pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja pemerintah daerah.
Maulida (2007) meneliti pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli
Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara terpisah dan serentak
berpengaruh terhadap prediksi Belanja daerah.
Bawono (2008) yang meneliti tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum dan
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja pemerintah daerah (Studi pada Kabupaten/
Kota di Jawa Barat dan Banten). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa PAD
dan DAU baik secara serentak dan baik dengan lag ataupun tanpa lag mempunyai
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan landasarn teori dapat dibuat kerangka
konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 3.1. Dari gambar
tersebut dapat dilihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi secara parsial terhadap Belanja Daerah.
Dan pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan
Pertumbuhan Ekonomi secara simultan terhadap Belanja Daerah.
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
Pendapatan daerah yang diperoleh baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
maupun dari dana perimbangan seperti Dana Alokasi Umum (DAU) tentunya
PENDAPATAN ASLI DAERAH (X1)
JUMLAH PENDUDUK (X3)
DANA ALOKASI UMUM (X2)
BELANJA DAERAH (Y)
digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai belanja daerah. Sehingga setiap
kenaikan atas PAD maupun DAU maka akan mempengaruhi juga terhadap belanja
daerah suatu pemerintahan, hal ini dapat dilihat dari beberapa penelitian sebelumnya
yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD dan DAU
terhadap Belanja Daerah.
Dalam pembangunan berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus
disesuaikan dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang
ada di suatu wilayah. Penduduk merupakan faktor yang sangat strategis dalam
kerangka pembangunan nasional antara lain adalah (Tjiptoherijanto, 2002)
kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh
kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dengan
jelas dikemukakan bahwa penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai
subyek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga
mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus
dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa
pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk
agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan
tersebut. Sehingga dengan semakin besarnya jumlah penduduk suatu daerah, maka
akan semakin meningkatkan pengalokasian anggaran belanja suatu pemerintahan
daerah.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi;
pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari
negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya.
Pertumbuhan ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan
perkembangan suatu perekonomian dari tahun ke tahun, peningkatan terhadap
pertumbuhan eknomi suatu daerah akan mengakibatkan pengalokasian anggaran
belanja daerah yang semakin dinamis.
3.2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka
hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan ilmiah dengan menggunakan
struktur teori untuk membangun satu atau lebih hipotesis yang membutuhkan
pengujian secara kualitatif dan statistik. Penelitian ini melihat pengaruh Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi
terhadap Belanja Daerah dan melakukan penafsiran di masa mendatang. Jenis
penelitian ini adalah penelitian uji hipotesis yang mengambil sampel dari populasi
dan menetapkan kriteria sesuai dengan tujuan penelitian.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Provinsi Sumatera Utara dan waktu
penelitian dilakukan secara bertahap yang dimulai pada bulan Februari 2011 sampai
dengan bulan Mei 2011.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota yang
terdapat di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 Kabupaten/Kota. Data sampel yang
1. Kabupaten/Kota yang mempublikasikan Anggaran dan Realisasi APBD nya
secara konsisten dari tahun 2006 - 2009.
2. Data jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota yang
dipublikasikan secara konsisten dari tahun 2006 - 2008.
Dari 33 Pemerintah Daerah yang dijadikan populasi, pemerintah daerah yang
memenuhi kriteria sampel penelitian sebanyak 17 kabupaten/kota, yang terdiri dari 13
kabupaten dan 4 kota seperti yang terlihat dalam Tabel 4.1.
Penelitian ini menggunakan pooling data yaitu data runtun waktu (time series)
selama 3 tahun yaitu 2006 - 2009 dan crossection untuk 17 kabupaten/kota. Objek
yang diteliti adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), jumlah
4.4. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian adalah data
sekunder yaitu pooling data berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berupa realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD), realisasi Dana Alokasi Umum (DAU), jumlah penduduk,
pertumbuhan ekonomi dan anggaran Belanja Daerah (BD) dari masing-masing
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara untuk periode tahun 2006 -
2008 untuk variabel independen dan periode tahun 2007 - 2009 untuk variabel
Dependen, yang diperoleh dari situs Sistem Informasi Keuangan Daerah –
Departemen Keuangan Republik Indonesia yaitu www.depkeu.djpk.go.id dan sistus
Badan Pusat Statistik yaitu www.bps.go.id/sumut, melalui internet.
4.5. Variabel Penelitian
Variabel independen (X) dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Jumlah Penduduk (JP) dan Pertumbuhan
Ekonomi (PE) Adapun variabel dependen (Y) adalah Belanja Daerah (BD).
4.6. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
4.6.1. Variabel Independen
Pendapatan Asli Daerah
daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah tahun 2006 - 2008. Sekala pengukuran yang
digunakan adalah skala rasio.
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum adalah jumlah realisasi penerimaan yang diperoleh
daerah sebagai salah satu bentuk pendapatan dari Dana Perimbangan yang diberikan
oleh Pemerintah Pusat selain dari Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak dan Dana
Alokasi Khusus tahun 2006 - 2008. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala
rasio.
Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk adalah jumlah penduduk yang dipublikasikan oleh Badan
Pusat Statistik menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 -
2008. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang
dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2006 - 2008. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala
rasio.
4.6.2. Variabel Dependen
Belanja daerah merupakan jumlah seluruh anggaran belanja daerah baik
belanja tidak langsung maupun belanja langsung tahun 2007 - 2009. Skala
Tabel 4.2. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Skala Ukur
Belanja Daerah (Y)
Jumlah seluruh anggaran belanja baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung tahun 2007 - 2009
Rasio
Pendapatan Asli Daerah (X1)
Jumlah realisasi penerimaan yang diperoleh daerah yang bersumber dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-
Dana Alokasi Umum adalah jumlah realisasi penerimaan yang diperoleh daerah sebagai salah satu bentuk pendapatan dari Dana Perimbangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat tahun 2006 - 2008
Rasio
Jumlah Penduduk (X3)
Jumlah penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 - 2008
Rasio
Pertumbuhan Ekonomi (X4)
Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 - 2008
Rasio
4.7. Model dan Teknik Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan metode analisa regresi linier berganda,
yang merupakan metode statistik deskriptif dan infrensial yang digunakan untuk
menganalisa data lebih dari dua variabel penelitian
4.7.1. Perumusan Model
Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan metode Regresi Linier
Berganda. Dengan analisis ini pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependent yang diteliti bisa diketahui. Model persamaan regresi yang digunakan
Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Belanja
Daerah di Provinsi Sumatera Utara, adalah sebagai berikut:
BDt = d0 + d1PADt-1 + d2DAU t-1 + d3JP t-1 + d4PE t-1 + e
Di mana:
BD t = Anggaran Belanja Daerah t
d0 = Konstanta
d1d2,d3,d4 = Koefisien estimasi
PAD t-1 = Realisasi Pendapatan Asli Daerah t-1
DAU t-1 = Realisasi Dana Alokasi Umum t-1
JP t-1 = Jumlah Penduduk t-1
PE t-1 = Pertumbuhan Ekonomi t-1
4.7.2. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi
regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas,
gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan
alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (best linear
unbiased estimator) yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat
multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi. Jika terdapat heteroskedastisitas,
maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika
terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh
individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi
masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi
klasik perlu dilakukan.
Uji Normalitas Data
Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Erlina, 2008). Data
yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi
normal. Untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui
normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi
normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis
yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali,
2005).
Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya
pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya
dapat dilihat:
a) Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar