Peranan Relawan Demokrasi Terhadap Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Deli Serdang
Oleh:
ARIMBI SINULINGGA 100906098
DosenPembimbing : Drs. Tonny P Situmorang, M.Si
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
ARIMBI SINULINGGA (100906098)
PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG
Rincian isi skripsi, 86 halaman, 3 tabel, 2 gambar, 18 buku, 3 situs internet, 1 Jurnal(Kisaran buku dari tahun 1987 - 2013)
ABSTRAK
Penelitian ini menguraikan program relawan demokrasi yang dibentuk oleh KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilu legislatif 2014. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas memilih, sebagian pemilih tidak semua datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena yang terjadi pada pemilih ini sebagian dikarenakan oleh tingkat pemahaman politik yang relatif rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda pencerdasan demokrasi.
Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah Teori Kebijakan Publik untuk melihat bagaimana dasar hukum dan bagaimana implementasi dalam pembentukan relawan demokrasi, teori partisipasi politik untuk melihat bagaimana relawan demokrasi sebagai warga sipil ikut berperan dalam meningkatkan partisipasi politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan jenis penilitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan metode wawancara dan observasi.
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh:
Nama : Arimbi Sinulingga
Nim : 100906098
Judul :PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI
PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG
Dilaksanakan pada:
Hari :
Tanggal : Pukul :
Tempat :
Tim Penguji:
Ketua :
Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si
NIP. 196210131987031004 ( )
Penguji Utama :
( )
Penguji Tamu :
( )
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh
Nama :Arimbi Sinulingga
Nim :100906098
Judul :PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI
PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG
Menyetujui:
Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing
Dra. T. Irmayani, M.Si
(NIP. 19680630199403200) (NIP. 196210131987031004)
Drs. Tonny P.Situmorang, M.Si
Mengetahui, Dekan FISIP USU
Karya ini dipersembahkan untuk
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik dari Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik dan Kepada Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Poitik. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Bapak Drs. Tonny Situmorang, MSi sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis yang selama ini telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, masukan dan kritik yang membangun kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si serta seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah meluangkan waktu untuk mendidik penulis selama menjalani masa perkuliahan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Kak Ema, Pak Burhan dan Kak Siti yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus.
Secara khusus penulis mengucapkan kepada kedua orang tua, Bapak alm. Asrin Sinulingga dan Ibu Agustina Sebayang atas cinta, kasih sayang, doa dan kesabaran dalam membesarkan dan mendidik penulis kearah yang lebih baik.
skripsi ini. Juga penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman Ilmu Politik stambuk 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Terakhir penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh narasumber yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, baik dari pihak Komisi Pemilihan Umum Kab. Deli Serdang dan Anggota Relawan Demokrasi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dari semua pihak dalam penyelesaian skripsi ini dan berharap skripsi ini memberikan manfaat bagi kita.
Medan, Juli 2014
Arimbai Sinulingg
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul
Abstrak ... i
Abstract ... iii
Halaman Pengesahan ... v
Halaman Persetujuan ... vi
Lembar Persembahan ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Gambar ... xiv
BAB I Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 5
1.3.Pembatasan Masalah ... 6
1.4.Tujuan Penelitian ... 6
1.5.Manfaat Penelitian ... 7
1.6.Kerangka Teori ... 7
1.6.1. Teori Kebijakan Publik ... 8
1.6.2. Partisipasi Politik... 22
1.6.3. Sosialisasi Politik ... 30
1.7. Metode Penelitian ... 33
1.7.1. Data Yang Diperlukan ... 33
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data ... 34
1.7.3. Sistematika Penulisan ... 35
BAB II Deskripsi Obyek Penelitian dan Relawan Demokrasi 2.1.Profil Kabupaten Deli Serdang ... 7
2.2.Demografi Kabupaten Deli Serdang ... 40
2.4.Relawan Demokrasi ... 44
BAB III Peranan Relawan Demokrasi dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih
3.1.Proses Pembentukan Relawan Demokrasi ... 58 3.2.Peranan Relawan Demokrasi ... 65 3.3.Evaluasi Pembentukan Relawan Demokrasi ... 74
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 84
Daftar Pustaka ... 86
Daftar Lampiran:
Lampiran 1. Pedoman Wawancara dengan Pihak KPUD Kabupaten Deli Serdang Lampiran 2. Pedoman Wawancara dengan Anggota Relawan Demokrasi
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
ARIMBI SINULINGGA (100906098)
PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG
Rincian isi skripsi, 86 halaman, 3 tabel, 2 gambar, 18 buku, 3 situs internet, 1 Jurnal(Kisaran buku dari tahun 1987 - 2013)
ABSTRAK
Penelitian ini menguraikan program relawan demokrasi yang dibentuk oleh KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilu legislatif 2014. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas memilih, sebagian pemilih tidak semua datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena yang terjadi pada pemilih ini sebagian dikarenakan oleh tingkat pemahaman politik yang relatif rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda pencerdasan demokrasi.
Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah Teori Kebijakan Publik untuk melihat bagaimana dasar hukum dan bagaimana implementasi dalam pembentukan relawan demokrasi, teori partisipasi politik untuk melihat bagaimana relawan demokrasi sebagai warga sipil ikut berperan dalam meningkatkan partisipasi politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan jenis penilitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan metode wawancara dan observasi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara
demokratis, sekaligus merupakan ciri khas adanya modrenisasi politik.1 Secara
umum partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan
pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan
suara dalam pemilihan umum dan lain sebagainya.2
Pemilihan umum merupakan suatu kegiatan yang sering diidentikkan sebagai
suatu ajang pesta demokrasi, yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota ataupun memilih
Bupati dan Wakil Bupati berdasarkan per Undang-Undangan yang berlaku. Melalui
pemilihan umum, maka hak asasi rakyat dapat disalurkan, demikian juga halnya
dengan hak untuk sama didepan hukum dan pemerintahan.3
Indonesia telah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum (Pemilu),
yaitu Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk
pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden
1
Drs.sudijono sastroatmodjo, perilaku politik, hal. 67 2
Miriam budiardjo, dasar – dasar ilmu politik, hal.367 3
(Pilpres). Namun jika dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pesta
demokrasi di Indonesia, pemilu tahun 1999 merupakan awal dari penurunan tingkat
partisipasi politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan putih (golput),
dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dengan tingkat partisipasi politik pemilih
tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971.
Ada hal yang menarik dalam beberapa pelaksanaan PEMILU di Indonesia,
selain berbicara sebagai sebuah bentuk partisipasi langsung masyarakat, hal yang
menjadi fenomena lain adalah lahirnya sikap apatis masyarakat dengan
meningkatnya pilihan untuk tidak berpartisipasi ataupun tidak menggunakan hak
pillihnya, yang menjadi pertanyaan adalah jika begitu pentingnya suatu pemilu,
mengapa begitu banyak masyarakat yang tidak berpartisipasi setiap berlangsungnya
pemilu?
Secara prediktif jika kondisi politik dan ekonomi kurang kondusif, maka
penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2014 nampaknya juga akan menghadapi realitas
kondisional, yaitu di satu sisi penurunan partisipasi politik pemilih, dan di sisi lain
meningkatnya jumlah Golput, sehingga akan timbul apatisme politik, seperti
dikemukakan oleh McClosky bahwa:4
4
H. Soebagio, implikasi golput dalam perspektif pembangunan demokrasi di indonesia. Hal 84 “Ada yang tidak ikut pemilihan karena sikap
acuh tak acuh dan tidak tertarik oleh, atau kurang paham mengenai, masalah politik.
Ada juga karena tidak yakin bahwa usaha untuk mempengaruhi kebijakan
Pemerintah akan berhasil dan ada juga yang sengaja tidak memanfaatkan
ketidaksertaan merupakan hal yang terpuji”. Padahal tinggi rendahnya tingkat
partisipasi politik masyarakat dapat dijadikan sebagai parameter keberhasilan suatu
negara ataupun daerah dalam proses penerapan demokrasi.
Oleh sebab itu, Pemilu 2014 menjadi kekhawatiran tersendiri bagi
penyelenggara Pemilu. Kekhawatiran itu cukup beralasan karena munculnya sikap
apatis di tengah - tengah masyarakat terhadap pelaksananaan pemilu. Sikap
masyarakat ini muncul berdasarkan pengalaman yang lalu melihat hasil
pemilu-pemilu sebelumya yang cukup mengecewakan.
Sikap apatis masyarakat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya,
pemilu ternyata menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin yang jauh dari
harapan atau ekpektasi rakyat, banyak pemimpin dan politisi seringkali melupakan
kewajibannya untuk memimpin negara dengan baik dan memakmurkan rakyatnya,
mereka lebih mementingkan dirinya sendiri akan kekuasaan dan keserakahan yang
akhirnya membuat mereka menjadi seorang koruptor akibatnya banyak nasib rakyat
yang harus di korbankan dari rakyat miskin menjadi semakin miskin dan pejabat
yang kaya semakin berlimpah ruah hartanya. Mereka dianggap lebih mementingkan
kepentingan pribadi atau golongan ketimbang kepentingan rakyat banyak, ini juga
terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat para anggota dewan. Belum
lagi pemilu yang diselenggarakan dengan biaya yang mahal ini ternyata dirasakan
tidak mengubah secara signifikan keadaan bangsa dan negara menjadi lebih baik,
Di tengah-tengah menurunnya partisipasi masyarakat terhadap Pemilu
tersebut untuk mengembalikan sikap kepedulian masyarakat dalam Pemilu 2014
berbagai cara dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat pusat maupun
daerah, salah satunya adalah dengan membentuk Relawan Demokrasi di
Kabupaten/Kota. Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang
dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam
menggunakan hak pilih. Selain itu dibentuk dengan tujuan membantu peran ormas
(organisasi massa) dan partai politik yang dinilai sudah tidak aktif lagi
mensosialisasikan pemilu.5
Relawan Demokrasi merupakan bentuk sosialisasi KPU dalam mengajak
masyarakat untuk menggunakan hak pilih dengan cerdas dan juga menekan angka
GOLPUT. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas memilih, sebagian
pemilih tidak semua datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang
didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan
uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena yang terjadi pada
pemilih ini sebagian dikarenakan oleh tingkat pemahaman politik yang relatif
rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda
pencerdasan demokrasi.
Program Relawan Demokrasi yang dibentuk KPU melibatkan kelompok
masyarakat yang berasal dari 5 (lima) segmen pemilih yaitu pemilih pemula,
kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok
5
marjinal. Pelopor-pelopor demokrasi ini dibentuk ke dalam setiap segmen yang
kemudian menjadi penyuluh pada setiap segmennya. Pengelompokan itu dilakukan
dengan kesadaran bahwa tidak semua komunitas mampu dijangkau oleh Relawan
demokrasi. Program ini mempunyai landasan hukum ataupun undang – undang
Pemilihan Umum, berdasarkan Surat Keputusan dari KPU
NO.14/Kpts/Seskab-655895/I/2014 Tentang Pembentukan Relawan Demokrasi.
Masalah – masalah di atas merupakan tantangan yang berat bagi Relawan
Demokrasi untuk membangun kembali kesadaran masyarakat di tingkat bawah untuk
dapat menggunakan hak politik dan mendongkrak partisipasi politik rakyat dalam
pelaksanaan Pemilu kali ini. Maka dari itu, orang-orang yang tergabung dalam
Relawan Demokrasi adalah orang yang benar-benar netral dan paham terhadap
proses-proses demokratisasi di masyarakat, tidak ada mengaitkan dirinya untuk
kepentingan pribadi dan mampu mengawal perilaku masyarakat di dalam
komunitasnya untuk dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas dan berangkat dari latar belakang masalah,
peneliti mencoba merumuskan permasalahan yaitu “bagaimana peranan relawan
demokrasi dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilihan legislatif tahun
1.3. Pembatasan Masalah
Agar data yang akan dianalisis dalam penelitian ini sesuai dengan perumusan
masalah dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini terdapat pembatasan
masalah yang ditujukan untuk membatasi ruang lingkup penelitian dan akurasi data
dari hasil penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah dalam
penelitian ini memfokuskan dan membatasi penelitian di wilayah kabupaten Deli
Serdang. Adapun Deli Serdang yang menjadi batasan masalah dalam penelitian
karena penulis melihat luas wilayah deli serdang yang sangat besar serta persebaran
penduduk yang tidak merata sehingga di asumsikan informasi mengenai PEMILU
lebih sulit tersampaikan dibandingkan dengan wilayah kota,hal ini yang menjadi
landasan penulis untuk mengkaji atau meneliti efektivitas relawan demokrasi di
kabupaten Deli Serdang terkait dengan usaha untuk meningkatkan partisipasi politik
masyarakat kabupaten Deli Serdang.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi pemilih masyarakat deli
serdang pada pemilu legislatif 9 April 2014 dengan adanya relawan
2. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas kinerja relawan demokrasi dalam
melakukan sosialisasi terhadap masyarakat yang dituju dan bagaimana respon
masyarakat dengan adanya relawan demokrasi.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis adalah :
1. Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi partisipasi politik
khususnya di Medan dan umumnya di Indonesia.
2. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis
melalui karya ilmiah melalui penelitian ini.
3. Secara akademis, dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi bagi para
mahasiswa ilmu politik di Indonesia.
4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat, yang dalam hal ini lebih
diprioritaskan kepada partisipasi politik masyarakat secara umum.
1.6. Kerangka Teori
Dalam teori ini penulis akan memaparkan teori – teori yang merupakan
1.6.1. Teori Kebijakan Publik
Studi kebijakan publik sudah ada sejak abad ke-18 sebelum masehi. Dimana
pada masa itu sudah terbit sebuah peraturan pemerintah Babilonia yang disebut
dengan kode Hammurabi yang ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad 18
sebelum masehi. Dalam kode Hammurabi tersebut adalah produk kebijakan publik
pada masa itu yang mencantumkan sebuah persyaratan-persyaratan ekonomi dan
sosial untuk sebuah permukiman urban yang stabil. Dan tanda-tanda keberadaan
kebijakan publik ditemukan pada arkeologi masyarakat abad pertengahan. Pada masa
itu, struktur masyarakat sudah menjadi demikian beragam.6
Istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang
aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga
pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu, keterlibatan
aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian inilah menjadi ciri khusus dari
kebijakan publik dalam suatu sistem politik. Namun demikian, satu hal yang harus
diingat dalam mendefenisikan kebijakan adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap
harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa
yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu, dan mencakup
pula arah atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan
tindakan, hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup
pula tahap implementasi dan evaluasi.7
6
Fadillah putra, Paradigma kritis dalam studi kebijakan publik 7
Kebijakan di pergunakan dalam pengertian yang berbeda – beda. E. Hugh
Heclo mengatakan bahwa kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk
menyelesaikan beberapa permasalahan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurutnya
kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analysis daripada sebagai suatu
rumusan kata-kata.8
Kebijakan merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan
yang secara langsung mengacu pengelolaan, pendistribusian sumber daya alam,
finansial dan manusia demi kepentingan publik, yaitu rakyat banyak, penduduk,
masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi,
kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi dan
kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.9
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan (policy)
adalah sebuah keputusan yang diambil oleh seorang pelaku politik, dalam usaha
memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada dasarnya para pelaku
politik tersebut mempunyai kewenangan atau kekuasaan dalam membuat suatu
kebijakan tersebut.
Istilah publik dalam rangkaian kata kebijakan publik mengandung tiga makna
yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh
badan pemerintah bukan organisasi swasta. Dalam lingkup subjek, kebijakan publik
adalah kebijakan dari pemerintah. Jadi salah satu ciri kebijakan adalah kebijakan dari
pemerintahlah yang dapat dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian
8
Said Abidin Zainal, Kebijakan Publik, hal.21 9
mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhi nya.
Dalam lingkup objek adalah lingkungan yang dikenai kebijakan, pengertian publik
disini adalah masyarakat. Pengertian umum dari istilah publik dalam kebijakan
terdapat dalam strata kebijakan. Suatu kebijakan publik biasanya tidak bersifat
spesifik dan sempit tetapi lebih luas dan berada pada strata strategis. Sebab itu
kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan
keputusan-keputusan khusus dibawahnya.10
Kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik
sosial yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang
bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat maka kebiakan tersebut
akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya kebijakan publik
harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktik- praktik yang hidup dan
berkembang dalam mayarakat. Lingkup kebijakan publik sangat luas karena
mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan publik
dibidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya.
Secara tradisional pakar ilmu politik mengkategorikan kebijakan publik
kedalam kategori:11
a. Kebijakan substantif
Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang akan
dilakukan oleh pemerintah, seperti kebijakan subsidi Bahan Bakar
Minyak(BBM), Kebijakan Raskin (Beras Untuk Orang Miskin).
10
Ibid hal 22 11
Sedangkan bagaimana kebijakan substantif dijalankan disebut
kebijakan prosedural. Misalnya kebijakan yang berisi kriteria orang
yang disebut miskin dan bagaimana prosedur untuk memperoleh raskin.
b. Kebijakan Distributif
Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau
kemanfaatan pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu atau
individu. Sebagai contoh : kebijakan subsidi BBM dan Obat Generik
c. Kebijakan Material dan Kebijakan Simbolis
Kebijakan ini merupakan kebijakan yang memberikan keuntungan
sumberdaya konkrit pada kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan
simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada
kelompok sasaran, misalnya kebijakan libur hari natal dan idul fitri.
d. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan privat
Kebijakan barang umum (public goods) adalah kebijakan yang
bertujuan mengatur pemberian barang atau pelayanan publik, misalnya
kebijakan membangun jalan raya, kebijakan pertahanan dan keamanan.
Sedangkan kebijakan yang berhubungan dengan barang privat (privat
goods) adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau
pelayanan untuk pasar bebas, misalnya pelayanan pos, parkir umum,
1.6.1.1. Proses Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,
beberapa ahli kebijakan publik membagi proses-proses kebijakan publik ke dalam
beberapa tahap. Tujuan ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji
kebijakan publik.12 Adapun tahap-tahap atau proses dalam kebijakan publik adalah
sebagai berikut:13
a. Tahap Penyusunan Agenda
Para pejabat yang diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk
dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Dan pada akhirnya, beberapa
maslah masuk ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada
tahap ini suatu maslah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa
yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang
lama.
b. Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh
para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefenisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut
berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan
12 ibid 13
suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih
sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini,
masing-masing aktor akan bermain mengusulkan pemecahan masalah
terbaik.
c. Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antar direktur
lembaga atau keputusan peradilan.
d. Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakn hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program
kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecahan masalah harus
diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan birokrasi maupun
agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil
dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya
financial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan
e. Tahap Penilaian Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat mampu
memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih
dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi
masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran atau kriteria yang menjadi
dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang
diinginkan.
Proses kebijakan publik adalah proses penetapan kebijakan oleh para
pengambil kebijakan yang menyangkut tentang kepentingan rakyat banyak. Dalam
penetapan kebijakan tersebut biasanya melibatkan banyak unsur diluar para
pengambil kebijakan, hal ini dikarenakan banyak isu agenda yang dibahas berasal
dari masyarakat yang disampaikan melalui konsep gerakan sosial. Sehingga dalam
perspektif pluralisme proses kebijakan publik adalah sebuah arena dimana rakyat
secara bebas dapat mengajukan kepentingannya karena semakin banyaknya jenis
kebutuhan rakyat yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini misalnya terdapat
dalam proses penetapan kebijakan KPU itu sendiri yang menetapkan kebijakan
pembentukan relawan demokrasi yang pada kebijakan ini pihak yang terkait bukan
1.6.1.2. Aktor – Aktor dalam Penetapan Kebijakan
Aktor-aktor atau pemeran serta dalam penetapan kebijakan dapat dibagi kedalam dua
kelompok, yakni Aktor resmi dan aktor tidak resmi : 14
a. Aktor / Pemeran Serta Resmi
i) Badan-badan administrasi ( agen-agen pemerintah )
Badan-badan administrasi dalam hal ini dapat membuat dan melanggar
undang-undang, dan sering membuat keputusan-keputusan yang
mempunyai konsekuensi-konsekuensi politik dankebijakan yang luas.
ii) Lembaga Legislatif
Dalam hal ini yaitu dalam penetapan kebijakan, maka lembaga legislatif
adalah yang lebih mempunayi kapasitas karena sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Legislatif dapat membahas dan megeluarkan sebuah
kebijakan yang menyangkut tentang kepentingan masyarakat dalam
bentuk Undang-undang.
b. Aktor / Pemeran Tidak Resmi
i) Kelompok Kepentingan
Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan
peran serta tidak resmi dalam pembuatan kebijakan di hampir semua
Negara. Pengaruh kelompok kepentingan terhadap keputusan kebijakan
tergantung pada banyak faktor yang menyangkut ukuran-ukuran
14
keanggotaan kelompok, keuangan dan sumber lain. Seperti misalnya
Serikat Buruh, Organisasi guru. Kamar dagang dan lain sebagainya.
ii) Partai Politik
Dalam konteks masyarakat modern, partai politik seringkali melakukan
agregasi kepentingan dan berusaha untuk mengubah tuntutan-tuntutan
dari masyarakat menjadi alternatif kebijakan. Karena dalam perspektif
negara demokrasi, kebijakan yang dijalankan oleh birokrasi adalah
merupakan agenda kebijakan dari Partai Politik. Eksistensi partai politik
ditunjukkan melalui kompetensi mereka dalam hal kebijakan publik,
yaitu sejauh manakah parati politik yang ada respon terhadap
tuntutan-tuntutan masyarakat.
1.6.1.3. Kerangka Kerja Kebijakan Publik
Kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan beberapa variabel sebagai
berikut :15
a. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin sederhana, maka semakin mudah untuk mencapainya.
b. Preferensi nilai seperti yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan publik. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.
15
c. Sumber daya yang mendukung suatu kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan oleh sumberdaya finansial, material dan infrastruktur lainnya.
d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut akan ditentukan dari tingkat pendidikan, kompetensi dibidangnya, pengalaman kerja dan integritas moralnya.
e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan
untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja dari suatu kebijakan. Strategi yang digunakan bisa bersifat top-down approach atau buttom-up approach, otoriter atau demokratis.
1.6.1.4. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas,
merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan
teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih
dampak atau tujuan yang diinginkan.16
Kebijakan pemerintah selalu mengandung paling tidak tiga komponen dasar
yaitu: tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut
(implementasi kebijakan).
16
Dikutip oleh Budi Winarno dari James P.Lester dan Joseph Stewart. Public Policy:an Evolutionary
Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah
keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu
maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai
perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.
Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah aturan hukum ditetapkan
dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.17
Menurut Grindle, implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan
konteks implementasinya. Isi kebijakan meliputi: kepentingan yang dipengaruhi tipe
manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, letak pengambilan keputusan,
pelaksana program dan sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan konteks
implementasi terdiri dari: (1) kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang
terlibat; (2) karakteristik lembaga dan penguasa; (3) kepatuhan dan daya tanggap.
Menurut Sabatier dan Mazmanian; implementasi kebijakan merupakan fungsi dari
tiga variabel yaitu; (1) karakteristik masalah; (2) struktur manajemen program yang
tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasikan kebijakan, dan (3)
faktor-faktor di luar peraturan.
Jika suatu
kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran
dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun
kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu,suatu kebijakan
yang baik mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang
diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.
17
Hood dalam buku Limits to Administration (1976) menerangkan dalam
tataran hasil, kondisi dan syarat yang harus dijalankan untuk mendapatkan
implementasi kebijakan yang sempurna, harus memiliki lima karakteristik kondisi
dan syarat seperti; pertama, bahwa implementasi ideal itu adalah produk dari
organisasi yang padu seperti militer, dengan garis otoritas yang tegas; kedua, bahwa
norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan; ketiga, bahwa orang akan
melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan; keempat, bahwa harus ada
komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi; kelima, bahwa tidak
ada tekanan waktu.18
1.6.1.5. Analisis Kebijakan Publik
Analisis kebijakan publik merupakan sebuah disiplin ilmu sosial terapan
yang menggunakan berbagai metode kebijakan publik dan argumen untuk
menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga
dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah
kebijakan.
Menurut William Dunn, proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian
aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut
diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai
serangkaian tahap yang saling bergantung yaitu:19
a. Penyusunan agenda
b. Formulasi kebijakan
18
Wayne Parsons, Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan hal 467
19
c. Adopsi kebijakan
d. Implementasi kebijakan
e. Penilaian kebijakan
Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang
dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut
nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi
[image:32.595.134.512.329.593.2]kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.
Tabel 1. Tahap Analisis Kebijakan
Tahap Karakterisitik
Perumusan Masalah Memberikan informasi mengenai kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah
Forecasting (Peramalan)
Memberikan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk apabila tidak membuat kebijakan
Rekomendasi Kebijakan
Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternatif, dan merekomendasikan alternatifkebijakan yang memberikan manfaat paling tinggi.
Monitoring Kebijakan Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijaikan termasuk kendala – kendalanya.
Evaluasi Kebijakan Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan.
Sumber AG. Subarsono 2009:10
Thomas Dye menyarankan beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai
landasan peneliti dalam menganalisis kebijakan publik. Pertama, model harus dapat
mengkalasifikasikan variabel-variabel yang ada sehingga lebih sederhana untuk
dalam kebijakan publik. Ketiga, model harus kongruen dengan realitas yang diteliti.
Keempat, model harus dapat mengkomunikasikan sesuatu yang bermakna menurut
cara yang kita mengerti. Kelima, model harus mampu mengarahkan menyelidikan
dan penelitian kebijakan publik. Keenam¸ model harus dapat menyarankan
penjelasan bagi kebijakan publik.
Berdasarkan bagan/kerangka pemikiran dihubungkan dengan permasalahan
yang diteliti adalah:
1. Public Policy
Merupakan rangkaian pilihan yang harus saling berhubungan (termasuk
keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan atau pejabat
pemerintahan, diformulasikan dalam bidang-bidang isu seperti pertahanan,energi,
kesehatan dan pendidikan.
2. Policy Stakeholder
Para individu atau kelompok individu yang mempunyai andil dalam
kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan
pemerintah. Pelaku kebijakan misalnya kelompok warga negara, perserikatan
birokrasi, partai politik, agen-agen pemerintah, pimpinan terpilih dan para analis
kebijakan.
3. Policy Enviroment
Konteks khusus dimana kejadian-kejadian disekeliling isu kebijakan terjadi
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik oleh
dimensi objektif dan subjektif dari pembuat kebijakan tidak dapat terpisahkan di
dalam prakteknya. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subjektif yang
diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Sistem
kebijakan adalah realitas objektif yang dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan
yang teramati berikut konsekuensinya.20
1.6.2. Parsitipasi Politik
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin
negara secara langsung atau tidak langsung ataupun mempengaruhi kebijakan
pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan
suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai
atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan (contacting)
dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya.21
Menurut Herbert McClosky, Dalam International Encylopaedia of the Social
Sciences, memberikan batasan partisipasi politik sebagai “kegiatan – kegiatan
sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam
proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses
pembentukan kebijakan umum”.22
Miriam Budiarjo mendefinisikan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik
20
Thomas R Dye. 1981. Understanding Public Policy 21
Miriam budiardjo,op.cit 184 22
yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak
langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan
seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi
anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan
pejabat pemerintah atau anggota parlemen. Ramlan Surbakti mendefenisikan
partisipasi politik itu sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi
proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan
pemimpin pemerintahan.23
Partisipasi politik meurut Keith Fauls sebagaimana dikutip oleh Damsar
adalah keterlibatan secara aktif (the active engagement) dari individu atau kelompok
ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses
pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah.24
Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson25
1. Patisipasi Politik mencakup kegiatan-kegiatan akan tetapi tidak
sikap-sikap. Dimana kegiatan politik adalah yang objektif dan sikap-sikap
politik yang subjektif.
yang dimaksud partisipasi
politik antara lain,
2. Yang diperhatikan dari partisipasi politik adalah kegiatan politik warga
negara preman, atau lebih tepat lagi perorangan-perorangan dalam
peranan mereka sebagai warga negara preman. Dengan demikian ada
23
Miriam Budhiardjo, Partisipasi dan Partai Politik hal 12 24
Damsar, Pengantar Sosiologi Politik hal 180 25
hubungan antara partisipasi-partisipasi politik dan orang – orang
profesional di bidang politik.
3. Yang menjadi pokok perhatian dalam partisipasi politik adalah kegiatan
yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengembilan keputusan
pemerintah. Usaha– usaha untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah dapat melibatkan usaha membujuk atau menekan
pejabat-pejabat untuk bertindak (atau tidak bertindak) dengan cara-cara
tertentu.
4. Menurutnya bahwa partisipasi politik mencakup semua kegiatan yang
dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah,tak peduli apakah
kegiatan itu benar – benar mempunyai efek. Seorang partisipan politik
dapat berhasil atau tidak akan dapat berkuasa atau tidak. Dalam
pengertian ini, maka kebanyakan partisipan politik mempunyai
kekuasaan yang kecil saja, dan hanya beberapa partisipan saja yang
mencapai sukses yang cukup besar dalam politik.
Bagi pemerintah partisipasi politik dapat dikemukakan dalam berbagai
fungsi. Pertama, partisipasi politik masyarakat untuk mendukung program-program
pemerintah. Hal ini berarti bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk
mendukung program politik dan program pembangunan. Kedua, partisipasi
masyarakat berfungsi sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat
untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan
terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Oranisasi-organisasi social kemasyarakatan (ormas) dan Oranisasi-organisasi social politik (orsospol)
merupakan contoh dari fungsi politik lain.26
1.6.2.1. Partisipasi Politik Masyarakat
Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi
merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik
baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang bersifat
tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Wahyudi Kumorotomo mengatakan Partisipasi adalah berbagai corak
tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal
balik antara pemerintah dan warganya.27Partisipasi masyarakat dalam kegiatan –
kegiatan lain dari pada pemilihan umum di atur sedemikian rupa sehingga
mendukung usaha perubahan masyarakat ke arah terciptanya masyarakat. Partisipasi
politik tidak hanya dibina melalui partai politik, Tetapi juga melalui organisasi –
organisasi yang mencakup golongan muda, golongan buru serta organisasi–
organisasi kebudayaan.28
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan – kegiatan lain dari pada pemilihan
umum di atur sedemikian rupa sehingga mendukung usaha perubahan masyarakat ke
arah terciptanya masyarakat. Partisipasi politik tidak hanya dibina melalui partai
26
Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, hal 86 27
Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara,hal 112 28
politik, Tetapi juga melalui organisasi – organisasi yang mencakup golongan muda,
golongan buru serta organisasi–organisasi kebudayaan.29
Anggota yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya melalui
pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui
kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang – kurangnya
diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari
mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata
lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek politik. Dari
penjelasan tersebut, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam
penyelenggara pemerintah. Perasaan kesadaran seperti ini dimulai dari orang yang
berpendidikan, yang kehidupannya lebih baik, dan orang – orang terkemuka.
Berikut ini dikemukakan sejumlah “rambu-rambu” partisipasi politik
menurut Ramlan Surbakti : 30
a. Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara
biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan
orientasi. Karena sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam
perilakunya,
b. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat
dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternatif kebijakan
umum, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang
dibuat pemerintah. 29
Miriam Budiharjo, Partisipasi dan partai politik, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1998. hal 13. 30
c. Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi
pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.
d. Kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu
mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat
meyakinkan pemerintah.
e. Mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan
seperti ikut memilih dalam pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan
penulis surat atau dengan prosedur yang tidak wajar seperti kekerasan,
demonstrasi, mogok, kudeta, revolusi, dan lain-lain.
Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi
masyarakat akan lebih baik. Dalam pikiran ini, tinggi rendahnya tingkat partisipasi
menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat partisipasi juga
menunjukkan bahwa rezim yang sedang berkuasa memiliki keabsahan yang tinggi.
Dan sebaliknya, rendahnya partisipasi politik juga menunjukkan lemahnya legitimasi
dari rezim yang sedang berkuasa. Secara umum Terdapat empat tipe partisipasi
politik yaitu : 31
1. Partisipasi politik aktif, jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik
yang tinggi.
2. Partisipasi politik apatis, jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik
yang rendah.
31
3. Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik rendah, sedangkan
kepercayaan politiknya tinggi.
4. Partisipasi politik militant radikal jika memiliki kesadaran politik tinggi,
sedangkan kepercayaan politiknya rendah.
Bentuk yang paling sederhana dari partisipasi aktif adalah ikut memberikan
suara dalam pemilu, turut serta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan
keuangan dengan jalan memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi pasif
adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar, misalnya bentuk diskusi politik
informal oleh individu-individu dalam keluarga masing-masing, ditempat kerja atau
diantara sahabat-sahabat. Orang yang melakukan kewajibannya adalah warga negara
yang baik. Partisipasi semacam itu mengekspresikan kepercayaan akan legitimasi
struktur kekuasaan dan otoritas masyarakat.32
Kemudian terdapat masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini,
yaitu masyarakat yang menganggap telah terjadinya penyimpangan sistem politik
dari apa yang telah mereka cita-citakan. Kelompok tersebut disebut kelompok apatis
(golput). Adapun kategori partisipasi politik menurut Milbrath adalah sebagai
berikut:33
1. Kegiatan Gladiator meliputi :
a. Memegang jabatan publik atau partai
b. Menjadi calon pejabat
32
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik hal 118
33
c. Menghimpun dana politik
d. Menjadi anggota aktif suatu partai
e. Menyisihkan waktu untuk kampanye politik
2. Kegiatan transisi meliputi :
a. Mengikuti rapat atau pawai politik
b. Memberi dukungan dana partai atau calon
c. Jumpa pejabat publik atau pemimpin politik
3. Kegiatan monoton meliput i :
a. Memakai simbol/identitas partai/organisasi politik
b. Menjajak orang untuk memilih
c. Menyelenggarakan diskusi politik
d. Memberi suara
4. Kegiatan apatis/masa bodoh
Artinya orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik.
Partisipasi politik, sebagai suatu aktivitas, tentu banyak dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Banyak pendapat yang menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi politik. Ada yang menyoroti faktor-faktor dari dalam diri seseorang, ada
1.6.3. Sosialisasi Politik
Sosialisasi Politik adalah cara-cara belajar sesorang terhadap pola-pola
sosial yang berkaitan dengan posisi – posisi kemasyarakatan seperti yang di
ketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat.
Menurut Gabriel Almond, sosialisasi politik adalah proses dimana sikap –
sikap politik dan pola – pola tingkah laku diperoleh atau dibentuk yang merupakan
sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan – patokan dan keyakinan
politik kepada generasi berikutnya.
Ramlan surbakti mengemukakan sosialisasi politik merupakan proses
pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat. Menurut Ramlan
Surbakti, Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi
politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan
penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan
mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari
berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.
1.6.3.1. Mekanisme Sosialisasi Politik
Rush & Althoff menjelaskan tentang “bagaimana para agen mentransmisikan
elemen-elemen dari sosialisasi politik sangat bervariasi; dan model tersebut telah
a. Imitasi
Imitasi merupakan peniruan (copy) terhadap tingkah laku individu-individu
lain, dan merupakan hal yang sangat penting dalam sosialisasi pada masa anak-anak
–seperti apa yang diasumsikan oleh Robert Le Vine bahwa imitasi dan kedua
mekanisme yang lainnya merupakan mekanisme sosialisasi politik pada masa
kanak-kanak– walaupun sebenarnya tidak dibatasi pada tingkah-laku kanak-kanak saja.
Namun demikian imitasi murni lebih banyak terdapat di kalangan kanak-kanak; pada
masa remaja dan pada orang dewasa, imitasi lebih banyak bercampur dengan kedua
mekanisme lainnya, sehingga derajat peniruannya terdapat pula baik pada instruksi
maupun pada motivasi.
b. Instruksi
Instruksi menurut Rush & Althoff kurang lebih merupakan peristiwa
pencerahan diri, kendatipun harus ditekankan pada proses belajar formal saja.
Seseorang dengan sengaja dapat ditempatkan dalam situasi yang sifatnya instruktif.
Menurut Rush & Althoff mekanisme sosialisasi tipe imitasi dan instruksi ini
merupakan tipe-tipe pengalaman yang khusus.
c. Motivasi
Berbeda dengan dua mekanisme sebelumnya. Menurut Rush & Althoff,
mekanisme ketiga yaitu motivasi, lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman
pada umumnya. Motivasi seperti yang disebutkan oleh Le Vine adalah bentuk
(trial & error): individu yang bersangkutan secara langsung belajar dari pengalaman
mengenai tindakan-tindakan sama-cocok dengan sikap-sikap dan pendapat-pendapat
sendiri.
1.6.3.2. Agen – agen Sosialisasi Politik
Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang
melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff
menggariskan terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu:
1. Keluarga
Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang
membentuk karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang
paling dekat. Peran ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap
pandangan politik satu individu.
2. Peer Group
Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk kategori
agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang
mengelilingi seorang individu. Sering sekali pengaruh teman sebaya atau lingkungan
pergaulan dapat mempengaruhi pola pikir seseorang.
3. Media Massa.
Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu
disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita yang
radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak
mempengaruhi kita. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa
mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik
atau cenderung ‘berlebihan.’
4. Pemerintah
Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah
merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik.
Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya
melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan
untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu
kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan
sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah,
orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.
1.7. Metodologi Penelitian
Merujuk permasalahan yang akan di teliti, penulis menggunakan jenis
penelitian deskriptif dengan pendekatan metode kualitatif, penelitian ini berdasarkan
pada sebuah permasalahan yang kemudian dicari sumber-sumbernya untuk
menemukan kaitan yang dapat diubah menjadi hipotesis. Deskriptif kualitatif
menurut Bognan dan Taylor: ”metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan
individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, dan memandangnya sebagai
bahan dari suatu jenis penelitian sebagai usaha prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari suatu
keutuhan”.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi kasus dalam melaksanakan
proses penelitian. Studi kasus mengarah kepada pendeskripsian secara rinci dan
mendalam mengenai potret kondisi pada suatu konteks, tentang apa yang sebenarnya
terjadi menurut apa adanya di lapangan tersebut . Oleh sebab itu, penelitian ini hanya
pada usaha mengungkapkan suatu keadaan yang tampak serta hubungan antar
fenomena-fenomena yang terjadi.
Penulis berupaya untuk menggambarkan berbagai permasalahan yang terjadi
di lapangan yang berhubungan dengan Peranan Relawan Demokrasi di Kabupaten
Deli Serdang.
1.7.1. Data Yang Diperlukan
Untuk menyelesaikan penelitian ini, data yang dibutuhkan berupa data
primer, yang diperoleh secara langsung dari responden berupa jawaban atau tindakan
selama wawancara. Kemudian, data sekunder, yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya berupa dokumen-dokumen. Studi kepustakaan dilakukan dengan
mengumpulkan, membaca, dan mempelajari berbagai literatur yang berhubungan
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara langsung dan pencatatan yang
dilakukan secara sistematik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penelitian..
2. Wawancara, Dilakukan terhadap responden dengan memberikan
pertanyaan-pertannyaan atas permasalahan yang ingin diketahui dan berkaitan dengan tujuan
penelitian penulis.
3. Dokumentasi, Dilakukan dengan cara mengumpulkan serta memanfaatkan
dokumen-dokumen yang ada untuk diteliti, tulisan ilmiah, literatur-literatur,
jurnal serta hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian.
1.7.3. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang akan dilakukan dalam pembuatan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, masalah penelitian, kerangka teori, dan
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab ini akan membahas akan membahas objek yang diteliti seperti
Kabupaten Deli Serdang , pengertian tentang relawan demokrasi
bagaimana tata cara pelaksanaan Relawan demokrasi di Deli Serdang.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini akan menyajikan hasil analisa dari wawancara mengenai
bagaimana partisipasi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang
BAB IV : PENUTUP DAN KESIMPULAN
Dalam bab terkhir ini akan berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian yang dilakukan dan juga terdapat saran – saran dari hasil
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN RELAWAN DEMOKRASI
2.1.Profil Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki
keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang
memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten
Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam
sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua
pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat
di Kota Medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.
Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan
yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing Tinggi
disamping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan
Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 KM2 terdiri dari 33 Kecamatan dan 902
Kampung.
Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh
puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan,
Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu
yang lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang
` Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya,
karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah
Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an,
pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di
pinggir jalan lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kota Medan yang telah
ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Deli Serdang.
Tahun 2004 Kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik secara
Geografi maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah
dengan lahirnya Kabupaten baru Serdang Bedagai sesuai dengan U.U. No. 36 Tahun
2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh.
Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka Luas wilayahnya sekarang
menjadi 2.497,72 KM2 terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang
terhampar mencapai 3.34 persen dari luas Sumatera Utara.
Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku
bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan
pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dengan total
jumlah penduduk berjumlah 1.686.366 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduknya
(LPP) sebesar 2,74 persen dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa perkilometer persegi.
Dalam gerak pembangunannya, motto Kabupaten Deli Serdang yang
tercantum dalam Lambang Daerahnya adalah “Bhinneka Perkasa Jaya” yang
memberi pengertian; dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, agama, ras
membangun semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber
daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan
untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan dan kejayaan sepanjang masa.
Dengan pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua wilayah, secara
administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terbagi atas 22 Kecamatan
yang didalamnya terdapat 14 Kelurahan dan 389 Desa.
Tabel 1. Nama dan Ibukota Kecamatan, Luas wilayah, jumlah desa /
kelurahan di Kabupaten Deli Serdang
No. Kecamatan Ibukota
Kecamatan
Luas Wilayah
(km2)
Jumlah Desa/Keluarahan
1. Gunung Meriah Gunung Meriah 76,65 12
2. STM Hulu Tiga Juhar 223,38 20
3. Sibolangit Sibolangit 179,96 30
4. Kutalimbaru Kutalimbaru 174,92 14
5. Pancur Batu Pancur Batu 122,53 25
6. Namorambe Namorambe 62,30 36
7. Biru – Biru Biru – Biru 89.69 17
8. STM Hilir Talunkenas 190.50 15
9. Bangun Purba Bangun Purba 129.95 33
10. Galang Galang 150,29 29
12. Patumbak Patumbak 46.79 8
13. Deli Tua Deli Tua 9,36 6
14. Sunggal Sunggal 92.52 17
15. Hamparan Perak Hamparan Perak 230.15 20
16. Labuhan Deli Labuhan Deli 127.23 5
17. Percut Sei Tuan Percut Sei Tuan 190.79 29
18. Batang Kuis Batang Kuis 40.34 11
19. Pantai Labu Pantai Labu 81.85 19
20. Beringin Karang Anyer 52.69 11
21. Lupuk Pakam Lubuk Pakam 31.19 13
22. Pagar Marbau Pagar Marbau 62.89 16
2.479.72 403
Sumber : KPU Deli Serdang
2.2.Demografi Kabupaten Deli Serdang
2.2.1. Geografis
Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’
Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari
wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah
2.497,72 Km2 Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.- Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Karo. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang
Topografi
Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan Pantai
Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kountur dan iklim yang bervariasi.
Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis
pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai sementara kawasan pantai
berhawa tropis pegunungan. Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten
Deli Serdang dibedakan atas:
a. Dataran Pantai : ± 63.002 Ha ( 26,30 %) terdiri dari 4 kecamatan (Hamparan
Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu). Jumlah Desa
sebanyak 64 Desa/Kelurahan dengan panjang pantai 65 km.Potensi Utama
adalah ; Pertanian Pangan, Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar, Perikanan
Laut, Pertambakan, Peternakan Unggas, dan Pariwisata.
b. Dataran Rendah : ± 68,965 Ha ( 28.80 % ) terdiri dari 11 kecamatan (
Sunggal, Pancur Batu, Namorambe, Deli Tua, Batang Kuis, Tanjung
Morawa, Patumbak, Lubuk Pakam, Beringin, Pagar Merbau, dan Galang)
dengan jumlah desa sebanyak 197 desa/kelurahan.Potensi Utama adalah :
Pertanian Pangan, Perkebunan Besar, Perkebunan Rakyat, Peternakan,
Industri, Perdagangan, dan Perikanan Darat.
c. Dataran tinggi : ± 111.970 Ha ( 44.90 %) terdiri dari 7 kecamatan
(Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru, STMHilir, STM Hulu, Gunung Meriah,
Bangun Purba) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa. Potensi Utama
2.2.2. Ragam Penduduk dan Budaya Kabupaten Deli Serdang
Penduduk Kabupaten Deli Serdang terdiri dari berbagai suku bangsa antara
lain : Melayu, Karo, Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Minangkabau dan
lain-lain yang pada umumnya memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
Akibat pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua wilayah
pemerintahan, sudah tentu mengalami perubahan kepada pengurangan jumlah
penduduk. Jumlah Penduduk yang bermukim di daerah ini sampai dengan tahun
2007 diperkirakan sebanyak 1.686.366 Jiwa.dengan kepadatan rata-rata 675
jiwa/km2 dengan penduduk terpadat di kec. Deli Tua yaitu 6.057 jiwa/km2 dan
penduduk terendah/ jarang di kec. Gunung Meriah 33 jiwa/km2.
Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas merupakan modal pelaksanaan
pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun
jumlah penduduk yang besar apabila tidak diupayakan pengembangan kualitasnya
dapat merupakan beban bagi pembangunan dan justru dapat mengurangi hasil-hasil
pembangunan yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Dampak pembangunan terhadap dinamika kependudukan antara lain dapat
dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas penduduk yang diindikasikan dari
pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, angka
ketergantungan umur, median umur, rata-rata anak lahir hidup/rata-rata masih hidup
2.3.Visi dan Misi Kabupaten Deli Serdang
Dalam upaya lebih memberikan arah pembangunan yang dicita-citakan di
Kabupaten Deli Serdang, Visi Pembangunan yang ditetapkan pada periode
2009-2014 adalah :
“Deli Serdang yang maju dengan masyarakatnya yang religius, sejahtera, bersatu
dalam kebhinnekaan melalui pemerataan pembangunan, pemanfaatan sumber daya
yang adil, dan penegakan hukum yang ditopang oleh tata pemerintahan yang baik“
Untuk mencapai Visi Pembangunan Deli Serdang tersebut, disusun 4 (empat)
Misi Pembangunan yang harus di emban yaitu :
1. Mendorong pembangunan yang menjamin pemerataan yang seluas-luasnya
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang maju,
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan yang berwawasan
lingkungan, serta didukung oleh kondisi yang kondusif.
2. Mendorong pembangunan akhlaq mulia generasi muda, saling menghormati,
rukun dan damai, tidak diskriminatif, mengabdi pada kepentingan masyarakat
luas, dan menghormati hak azasi manusia.
3. Mendorong pembangunan yang merata, pemanfaatan sumber daya yang adil guna
mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat, rasa aman dan damai, mampu
menampung aspirasi masyarakat yang dinamis, menegakkan persatuan dan
kesatuan dalam kebhinnekaan dengan ditopang oleh tata pemerintahan yang baik.
4. Mendorong tercapainya supremasi hukum dan masyarakat yang taat hukum,
yang akuntabel, transparan, profesional, dan mampu menjalankan fungsinya
sebagai fasilitator bagi semua stakeholdernya.
2.4.Relawan Demokrasi
Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan untuk
meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih.
Program ini melibatkan peran serta masyarakat yang seluas-luasnya dimana mereka
ditempatkan sebagai pelopor (pioneer) demokrasi bagi komunitasnya. Relawan
demokrasi menjadi mitra KPU dalam menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan
pemilih berbasis kabupaten/kota. Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan
mampu mendorong tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab penuh
masyarakat untuk menggunakan haknya dalam pemilu secara optimal.
Sesuai dengan Peraturan Perundang undangan yaitu UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM. Dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat 5
yaitu “Penyelenggara Pemilihan umum adalah lembaga yang menyelenggarakan
Pemilu untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat , dewan perwakilan daerah ,
dewan perwakilan rakyat daerah dan Presiden dan wakil presiden , serta kepala
daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Dan ayat 6 “ Komisi
Pemilihan Umum selanjutnya disebut KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu
Didalam undang undang ini diatur mengenai KPU, KPU Provinsi dan KPU
kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen.
KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan
perundang undangan serta dalam