• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Relawan Demokrasi Terhadap Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014 Di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Relawan Demokrasi Terhadap Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014 Di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Peranan Relawan Demokrasi Terhadap Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Deli Serdang

Oleh:

ARIMBI SINULINGGA 100906098

DosenPembimbing : Drs. Tonny P Situmorang, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ARIMBI SINULINGGA (100906098)

PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG

Rincian isi skripsi, 86 halaman, 3 tabel, 2 gambar, 18 buku, 3 situs internet, 1 Jurnal(Kisaran buku dari tahun 1987 - 2013)

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan program relawan demokrasi yang dibentuk oleh KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilu legislatif 2014. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas memilih, sebagian pemilih tidak semua datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena yang terjadi pada pemilih ini sebagian dikarenakan oleh tingkat pemahaman politik yang relatif rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda pencerdasan demokrasi.

Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah Teori Kebijakan Publik untuk melihat bagaimana dasar hukum dan bagaimana implementasi dalam pembentukan relawan demokrasi, teori partisipasi politik untuk melihat bagaimana relawan demokrasi sebagai warga sipil ikut berperan dalam meningkatkan partisipasi politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan jenis penilitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan metode wawancara dan observasi.

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh:

Nama : Arimbi Sinulingga

Nim : 100906098

Judul :PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI

PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG

Dilaksanakan pada:

Hari :

Tanggal : Pukul :

Tempat :

Tim Penguji:

Ketua :

Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si

NIP. 196210131987031004 ( )

Penguji Utama :

( )

Penguji Tamu :

( )

(4)

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh

Nama :Arimbi Sinulingga

Nim :100906098

Judul :PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI

PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

Dra. T. Irmayani, M.Si

(NIP. 19680630199403200) (NIP. 196210131987031004)

Drs. Tonny P.Situmorang, M.Si

Mengetahui, Dekan FISIP USU

(5)

Karya ini dipersembahkan untuk

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik dari Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik dan Kepada Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Poitik. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Bapak Drs. Tonny Situmorang, MSi sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis yang selama ini telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, masukan dan kritik yang membangun kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si serta seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah meluangkan waktu untuk mendidik penulis selama menjalani masa perkuliahan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Kak Ema, Pak Burhan dan Kak Siti yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus.

Secara khusus penulis mengucapkan kepada kedua orang tua, Bapak alm. Asrin Sinulingga dan Ibu Agustina Sebayang atas cinta, kasih sayang, doa dan kesabaran dalam membesarkan dan mendidik penulis kearah yang lebih baik.

(7)

skripsi ini. Juga penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman Ilmu Politik stambuk 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Terakhir penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh narasumber yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, baik dari pihak Komisi Pemilihan Umum Kab. Deli Serdang dan Anggota Relawan Demokrasi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dari semua pihak dalam penyelesaian skripsi ini dan berharap skripsi ini memberikan manfaat bagi kita.

Medan, Juli 2014

Arimbai Sinulingg

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul

Abstrak ... i

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... v

Halaman Persetujuan ... vi

Lembar Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

BAB I Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Pembatasan Masalah ... 6

1.4.Tujuan Penelitian ... 6

1.5.Manfaat Penelitian ... 7

1.6.Kerangka Teori ... 7

1.6.1. Teori Kebijakan Publik ... 8

1.6.2. Partisipasi Politik... 22

1.6.3. Sosialisasi Politik ... 30

1.7. Metode Penelitian ... 33

1.7.1. Data Yang Diperlukan ... 33

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data ... 34

1.7.3. Sistematika Penulisan ... 35

BAB II Deskripsi Obyek Penelitian dan Relawan Demokrasi 2.1.Profil Kabupaten Deli Serdang ... 7

2.2.Demografi Kabupaten Deli Serdang ... 40

(9)

2.4.Relawan Demokrasi ... 44

BAB III Peranan Relawan Demokrasi dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih

3.1.Proses Pembentukan Relawan Demokrasi ... 58 3.2.Peranan Relawan Demokrasi ... 65 3.3.Evaluasi Pembentukan Relawan Demokrasi ... 74

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 84

Daftar Pustaka ... 86

Daftar Lampiran:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dengan Pihak KPUD Kabupaten Deli Serdang Lampiran 2. Pedoman Wawancara dengan Anggota Relawan Demokrasi

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ARIMBI SINULINGGA (100906098)

PERANAN RELAWAN DEMOKRASI TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN DELI SERDANG

Rincian isi skripsi, 86 halaman, 3 tabel, 2 gambar, 18 buku, 3 situs internet, 1 Jurnal(Kisaran buku dari tahun 1987 - 2013)

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan program relawan demokrasi yang dibentuk oleh KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilu legislatif 2014. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas memilih, sebagian pemilih tidak semua datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena yang terjadi pada pemilih ini sebagian dikarenakan oleh tingkat pemahaman politik yang relatif rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda pencerdasan demokrasi.

Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah Teori Kebijakan Publik untuk melihat bagaimana dasar hukum dan bagaimana implementasi dalam pembentukan relawan demokrasi, teori partisipasi politik untuk melihat bagaimana relawan demokrasi sebagai warga sipil ikut berperan dalam meningkatkan partisipasi politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan jenis penilitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan metode wawancara dan observasi.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara

demokratis, sekaligus merupakan ciri khas adanya modrenisasi politik.1 Secara

umum partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut

serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih

pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan

pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan

suara dalam pemilihan umum dan lain sebagainya.2

Pemilihan umum merupakan suatu kegiatan yang sering diidentikkan sebagai

suatu ajang pesta demokrasi, yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat

untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota ataupun memilih

Bupati dan Wakil Bupati berdasarkan per Undang-Undangan yang berlaku. Melalui

pemilihan umum, maka hak asasi rakyat dapat disalurkan, demikian juga halnya

dengan hak untuk sama didepan hukum dan pemerintahan.3

Indonesia telah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum (Pemilu),

yaitu Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk

pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden

1

Drs.sudijono sastroatmodjo, perilaku politik, hal. 67 2

Miriam budiardjo, dasar – dasar ilmu politik, hal.367 3

(14)

(Pilpres). Namun jika dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pesta

demokrasi di Indonesia, pemilu tahun 1999 merupakan awal dari penurunan tingkat

partisipasi politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan putih (golput),

dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dengan tingkat partisipasi politik pemilih

tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971.

Ada hal yang menarik dalam beberapa pelaksanaan PEMILU di Indonesia,

selain berbicara sebagai sebuah bentuk partisipasi langsung masyarakat, hal yang

menjadi fenomena lain adalah lahirnya sikap apatis masyarakat dengan

meningkatnya pilihan untuk tidak berpartisipasi ataupun tidak menggunakan hak

pillihnya, yang menjadi pertanyaan adalah jika begitu pentingnya suatu pemilu,

mengapa begitu banyak masyarakat yang tidak berpartisipasi setiap berlangsungnya

pemilu?

Secara prediktif jika kondisi politik dan ekonomi kurang kondusif, maka

penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2014 nampaknya juga akan menghadapi realitas

kondisional, yaitu di satu sisi penurunan partisipasi politik pemilih, dan di sisi lain

meningkatnya jumlah Golput, sehingga akan timbul apatisme politik, seperti

dikemukakan oleh McClosky bahwa:4

4

H. Soebagio, implikasi golput dalam perspektif pembangunan demokrasi di indonesia. Hal 84 “Ada yang tidak ikut pemilihan karena sikap

acuh tak acuh dan tidak tertarik oleh, atau kurang paham mengenai, masalah politik.

Ada juga karena tidak yakin bahwa usaha untuk mempengaruhi kebijakan

Pemerintah akan berhasil dan ada juga yang sengaja tidak memanfaatkan

(15)

ketidaksertaan merupakan hal yang terpuji”. Padahal tinggi rendahnya tingkat

partisipasi politik masyarakat dapat dijadikan sebagai parameter keberhasilan suatu

negara ataupun daerah dalam proses penerapan demokrasi.

Oleh sebab itu, Pemilu 2014 menjadi kekhawatiran tersendiri bagi

penyelenggara Pemilu. Kekhawatiran itu cukup beralasan karena munculnya sikap

apatis di tengah - tengah masyarakat terhadap pelaksananaan pemilu. Sikap

masyarakat ini muncul berdasarkan pengalaman yang lalu melihat hasil

pemilu-pemilu sebelumya yang cukup mengecewakan.

Sikap apatis masyarakat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya,

pemilu ternyata menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin yang jauh dari

harapan atau ekpektasi rakyat, banyak pemimpin dan politisi seringkali melupakan

kewajibannya untuk memimpin negara dengan baik dan memakmurkan rakyatnya,

mereka lebih mementingkan dirinya sendiri akan kekuasaan dan keserakahan yang

akhirnya membuat mereka menjadi seorang koruptor akibatnya banyak nasib rakyat

yang harus di korbankan dari rakyat miskin menjadi semakin miskin dan pejabat

yang kaya semakin berlimpah ruah hartanya. Mereka dianggap lebih mementingkan

kepentingan pribadi atau golongan ketimbang kepentingan rakyat banyak, ini juga

terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat para anggota dewan. Belum

lagi pemilu yang diselenggarakan dengan biaya yang mahal ini ternyata dirasakan

tidak mengubah secara signifikan keadaan bangsa dan negara menjadi lebih baik,

(16)

Di tengah-tengah menurunnya partisipasi masyarakat terhadap Pemilu

tersebut untuk mengembalikan sikap kepedulian masyarakat dalam Pemilu 2014

berbagai cara dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat pusat maupun

daerah, salah satunya adalah dengan membentuk Relawan Demokrasi di

Kabupaten/Kota. Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang

dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam

menggunakan hak pilih. Selain itu dibentuk dengan tujuan membantu peran ormas

(organisasi massa) dan partai politik yang dinilai sudah tidak aktif lagi

mensosialisasikan pemilu.5

Relawan Demokrasi merupakan bentuk sosialisasi KPU dalam mengajak

masyarakat untuk menggunakan hak pilih dengan cerdas dan juga menekan angka

GOLPUT. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas memilih, sebagian

pemilih tidak semua datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang

didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan

uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena yang terjadi pada

pemilih ini sebagian dikarenakan oleh tingkat pemahaman politik yang relatif

rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda

pencerdasan demokrasi.

Program Relawan Demokrasi yang dibentuk KPU melibatkan kelompok

masyarakat yang berasal dari 5 (lima) segmen pemilih yaitu pemilih pemula,

kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok

5

(17)

marjinal. Pelopor-pelopor demokrasi ini dibentuk ke dalam setiap segmen yang

kemudian menjadi penyuluh pada setiap segmennya. Pengelompokan itu dilakukan

dengan kesadaran bahwa tidak semua komunitas mampu dijangkau oleh Relawan

demokrasi. Program ini mempunyai landasan hukum ataupun undang – undang

Pemilihan Umum, berdasarkan Surat Keputusan dari KPU

NO.14/Kpts/Seskab-655895/I/2014 Tentang Pembentukan Relawan Demokrasi.

Masalah – masalah di atas merupakan tantangan yang berat bagi Relawan

Demokrasi untuk membangun kembali kesadaran masyarakat di tingkat bawah untuk

dapat menggunakan hak politik dan mendongkrak partisipasi politik rakyat dalam

pelaksanaan Pemilu kali ini. Maka dari itu, orang-orang yang tergabung dalam

Relawan Demokrasi adalah orang yang benar-benar netral dan paham terhadap

proses-proses demokratisasi di masyarakat, tidak ada mengaitkan dirinya untuk

kepentingan pribadi dan mampu mengawal perilaku masyarakat di dalam

komunitasnya untuk dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas dan berangkat dari latar belakang masalah,

peneliti mencoba merumuskan permasalahan yaitu “bagaimana peranan relawan

demokrasi dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilihan legislatif tahun

(18)

1.3. Pembatasan Masalah

Agar data yang akan dianalisis dalam penelitian ini sesuai dengan perumusan

masalah dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini terdapat pembatasan

masalah yang ditujukan untuk membatasi ruang lingkup penelitian dan akurasi data

dari hasil penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah dalam

penelitian ini memfokuskan dan membatasi penelitian di wilayah kabupaten Deli

Serdang. Adapun Deli Serdang yang menjadi batasan masalah dalam penelitian

karena penulis melihat luas wilayah deli serdang yang sangat besar serta persebaran

penduduk yang tidak merata sehingga di asumsikan informasi mengenai PEMILU

lebih sulit tersampaikan dibandingkan dengan wilayah kota,hal ini yang menjadi

landasan penulis untuk mengkaji atau meneliti efektivitas relawan demokrasi di

kabupaten Deli Serdang terkait dengan usaha untuk meningkatkan partisipasi politik

masyarakat kabupaten Deli Serdang.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi pemilih masyarakat deli

serdang pada pemilu legislatif 9 April 2014 dengan adanya relawan

(19)

2. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas kinerja relawan demokrasi dalam

melakukan sosialisasi terhadap masyarakat yang dituju dan bagaimana respon

masyarakat dengan adanya relawan demokrasi.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis adalah :

1. Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi partisipasi politik

khususnya di Medan dan umumnya di Indonesia.

2. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis

melalui karya ilmiah melalui penelitian ini.

3. Secara akademis, dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi bagi para

mahasiswa ilmu politik di Indonesia.

4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat, yang dalam hal ini lebih

diprioritaskan kepada partisipasi politik masyarakat secara umum.

1.6. Kerangka Teori

Dalam teori ini penulis akan memaparkan teori – teori yang merupakan

(20)

1.6.1. Teori Kebijakan Publik

Studi kebijakan publik sudah ada sejak abad ke-18 sebelum masehi. Dimana

pada masa itu sudah terbit sebuah peraturan pemerintah Babilonia yang disebut

dengan kode Hammurabi yang ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad 18

sebelum masehi. Dalam kode Hammurabi tersebut adalah produk kebijakan publik

pada masa itu yang mencantumkan sebuah persyaratan-persyaratan ekonomi dan

sosial untuk sebuah permukiman urban yang stabil. Dan tanda-tanda keberadaan

kebijakan publik ditemukan pada arkeologi masyarakat abad pertengahan. Pada masa

itu, struktur masyarakat sudah menjadi demikian beragam.6

Istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang

aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga

pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu, keterlibatan

aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian inilah menjadi ciri khusus dari

kebijakan publik dalam suatu sistem politik. Namun demikian, satu hal yang harus

diingat dalam mendefenisikan kebijakan adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap

harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa

yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu, dan mencakup

pula arah atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan

tindakan, hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup

pula tahap implementasi dan evaluasi.7

6

Fadillah putra, Paradigma kritis dalam studi kebijakan publik 7

(21)

Kebijakan di pergunakan dalam pengertian yang berbeda – beda. E. Hugh

Heclo mengatakan bahwa kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk

menyelesaikan beberapa permasalahan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurutnya

kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analysis daripada sebagai suatu

rumusan kata-kata.8

Kebijakan merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan

yang secara langsung mengacu pengelolaan, pendistribusian sumber daya alam,

finansial dan manusia demi kepentingan publik, yaitu rakyat banyak, penduduk,

masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi,

kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi dan

kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.9

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan (policy)

adalah sebuah keputusan yang diambil oleh seorang pelaku politik, dalam usaha

memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada dasarnya para pelaku

politik tersebut mempunyai kewenangan atau kekuasaan dalam membuat suatu

kebijakan tersebut.

Istilah publik dalam rangkaian kata kebijakan publik mengandung tiga makna

yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh

badan pemerintah bukan organisasi swasta. Dalam lingkup subjek, kebijakan publik

adalah kebijakan dari pemerintah. Jadi salah satu ciri kebijakan adalah kebijakan dari

pemerintahlah yang dapat dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian

8

Said Abidin Zainal, Kebijakan Publik, hal.21 9

(22)

mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhi nya.

Dalam lingkup objek adalah lingkungan yang dikenai kebijakan, pengertian publik

disini adalah masyarakat. Pengertian umum dari istilah publik dalam kebijakan

terdapat dalam strata kebijakan. Suatu kebijakan publik biasanya tidak bersifat

spesifik dan sempit tetapi lebih luas dan berada pada strata strategis. Sebab itu

kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan

keputusan-keputusan khusus dibawahnya.10

Kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik

sosial yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang

bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat maka kebiakan tersebut

akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya kebijakan publik

harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktik- praktik yang hidup dan

berkembang dalam mayarakat. Lingkup kebijakan publik sangat luas karena

mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan publik

dibidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya.

Secara tradisional pakar ilmu politik mengkategorikan kebijakan publik

kedalam kategori:11

a. Kebijakan substantif

Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang akan

dilakukan oleh pemerintah, seperti kebijakan subsidi Bahan Bakar

Minyak(BBM), Kebijakan Raskin (Beras Untuk Orang Miskin).

10

Ibid hal 22 11

(23)

Sedangkan bagaimana kebijakan substantif dijalankan disebut

kebijakan prosedural. Misalnya kebijakan yang berisi kriteria orang

yang disebut miskin dan bagaimana prosedur untuk memperoleh raskin.

b. Kebijakan Distributif

Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau

kemanfaatan pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu atau

individu. Sebagai contoh : kebijakan subsidi BBM dan Obat Generik

c. Kebijakan Material dan Kebijakan Simbolis

Kebijakan ini merupakan kebijakan yang memberikan keuntungan

sumberdaya konkrit pada kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan

simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada

kelompok sasaran, misalnya kebijakan libur hari natal dan idul fitri.

d. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan privat

Kebijakan barang umum (public goods) adalah kebijakan yang

bertujuan mengatur pemberian barang atau pelayanan publik, misalnya

kebijakan membangun jalan raya, kebijakan pertahanan dan keamanan.

Sedangkan kebijakan yang berhubungan dengan barang privat (privat

goods) adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau

pelayanan untuk pasar bebas, misalnya pelayanan pos, parkir umum,

(24)

1.6.1.1. Proses Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena

melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,

beberapa ahli kebijakan publik membagi proses-proses kebijakan publik ke dalam

beberapa tahap. Tujuan ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji

kebijakan publik.12 Adapun tahap-tahap atau proses dalam kebijakan publik adalah

sebagai berikut:13

a. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk

dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Dan pada akhirnya, beberapa

maslah masuk ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada

tahap ini suatu maslah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa

yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang

lama.

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefenisikan untuk

kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut

berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan

12 ibid 13

(25)

suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap

perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih

sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini,

masing-masing aktor akan bermain mengusulkan pemecahan masalah

terbaik.

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para

perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut

diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antar direktur

lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakn hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program

kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecahan masalah harus

diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan birokrasi maupun

agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil

dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya

financial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan

(26)

e. Tahap Penilaian Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat mampu

memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih

dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi

masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran atau kriteria yang menjadi

dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang

diinginkan.

Proses kebijakan publik adalah proses penetapan kebijakan oleh para

pengambil kebijakan yang menyangkut tentang kepentingan rakyat banyak. Dalam

penetapan kebijakan tersebut biasanya melibatkan banyak unsur diluar para

pengambil kebijakan, hal ini dikarenakan banyak isu agenda yang dibahas berasal

dari masyarakat yang disampaikan melalui konsep gerakan sosial. Sehingga dalam

perspektif pluralisme proses kebijakan publik adalah sebuah arena dimana rakyat

secara bebas dapat mengajukan kepentingannya karena semakin banyaknya jenis

kebutuhan rakyat yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini misalnya terdapat

dalam proses penetapan kebijakan KPU itu sendiri yang menetapkan kebijakan

pembentukan relawan demokrasi yang pada kebijakan ini pihak yang terkait bukan

(27)

1.6.1.2. Aktor – Aktor dalam Penetapan Kebijakan

Aktor-aktor atau pemeran serta dalam penetapan kebijakan dapat dibagi kedalam dua

kelompok, yakni Aktor resmi dan aktor tidak resmi : 14

a. Aktor / Pemeran Serta Resmi

i) Badan-badan administrasi ( agen-agen pemerintah )

Badan-badan administrasi dalam hal ini dapat membuat dan melanggar

undang-undang, dan sering membuat keputusan-keputusan yang

mempunyai konsekuensi-konsekuensi politik dankebijakan yang luas.

ii) Lembaga Legislatif

Dalam hal ini yaitu dalam penetapan kebijakan, maka lembaga legislatif

adalah yang lebih mempunayi kapasitas karena sesuai dengan tugas dan

fungsinya. Legislatif dapat membahas dan megeluarkan sebuah

kebijakan yang menyangkut tentang kepentingan masyarakat dalam

bentuk Undang-undang.

b. Aktor / Pemeran Tidak Resmi

i) Kelompok Kepentingan

Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan

peran serta tidak resmi dalam pembuatan kebijakan di hampir semua

Negara. Pengaruh kelompok kepentingan terhadap keputusan kebijakan

tergantung pada banyak faktor yang menyangkut ukuran-ukuran

14

(28)

keanggotaan kelompok, keuangan dan sumber lain. Seperti misalnya

Serikat Buruh, Organisasi guru. Kamar dagang dan lain sebagainya.

ii) Partai Politik

Dalam konteks masyarakat modern, partai politik seringkali melakukan

agregasi kepentingan dan berusaha untuk mengubah tuntutan-tuntutan

dari masyarakat menjadi alternatif kebijakan. Karena dalam perspektif

negara demokrasi, kebijakan yang dijalankan oleh birokrasi adalah

merupakan agenda kebijakan dari Partai Politik. Eksistensi partai politik

ditunjukkan melalui kompetensi mereka dalam hal kebijakan publik,

yaitu sejauh manakah parati politik yang ada respon terhadap

tuntutan-tuntutan masyarakat.

1.6.1.3. Kerangka Kerja Kebijakan Publik

Kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan beberapa variabel sebagai

berikut :15

a. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin sederhana, maka semakin mudah untuk mencapainya.

b. Preferensi nilai seperti yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan publik. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.

15

(29)

c. Sumber daya yang mendukung suatu kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan oleh sumberdaya finansial, material dan infrastruktur lainnya.

d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut akan ditentukan dari tingkat pendidikan, kompetensi dibidangnya, pengalaman kerja dan integritas moralnya.

e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan

untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja dari suatu kebijakan. Strategi yang digunakan bisa bersifat top-down approach atau buttom-up approach, otoriter atau demokratis.

1.6.1.4. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas,

merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan

teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih

dampak atau tujuan yang diinginkan.16

Kebijakan pemerintah selalu mengandung paling tidak tiga komponen dasar

yaitu: tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut

(implementasi kebijakan).

16

Dikutip oleh Budi Winarno dari James P.Lester dan Joseph Stewart. Public Policy:an Evolutionary

(30)

Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah

keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu

maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai

perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah aturan hukum ditetapkan

dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.17

Menurut Grindle, implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan

konteks implementasinya. Isi kebijakan meliputi: kepentingan yang dipengaruhi tipe

manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, letak pengambilan keputusan,

pelaksana program dan sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan konteks

implementasi terdiri dari: (1) kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang

terlibat; (2) karakteristik lembaga dan penguasa; (3) kepatuhan dan daya tanggap.

Menurut Sabatier dan Mazmanian; implementasi kebijakan merupakan fungsi dari

tiga variabel yaitu; (1) karakteristik masalah; (2) struktur manajemen program yang

tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasikan kebijakan, dan (3)

faktor-faktor di luar peraturan.

Jika suatu

kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran

dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun

kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu,suatu kebijakan

yang baik mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang

diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

17

(31)

Hood dalam buku Limits to Administration (1976) menerangkan dalam

tataran hasil, kondisi dan syarat yang harus dijalankan untuk mendapatkan

implementasi kebijakan yang sempurna, harus memiliki lima karakteristik kondisi

dan syarat seperti; pertama, bahwa implementasi ideal itu adalah produk dari

organisasi yang padu seperti militer, dengan garis otoritas yang tegas; kedua, bahwa

norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan; ketiga, bahwa orang akan

melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan; keempat, bahwa harus ada

komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi; kelima, bahwa tidak

ada tekanan waktu.18

1.6.1.5. Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan publik merupakan sebuah disiplin ilmu sosial terapan

yang menggunakan berbagai metode kebijakan publik dan argumen untuk

menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga

dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah

kebijakan.

Menurut William Dunn, proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian

aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut

diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai

serangkaian tahap yang saling bergantung yaitu:19

a. Penyusunan agenda

b. Formulasi kebijakan

18

Wayne Parsons, Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan hal 467

19

(32)

c. Adopsi kebijakan

d. Implementasi kebijakan

e. Penilaian kebijakan

Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang

dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut

nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi

[image:32.595.134.512.329.593.2]

kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

Tabel 1. Tahap Analisis Kebijakan

Tahap Karakterisitik

Perumusan Masalah Memberikan informasi mengenai kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah

Forecasting (Peramalan)

Memberikan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk apabila tidak membuat kebijakan

Rekomendasi Kebijakan

Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternatif, dan merekomendasikan alternatifkebijakan yang memberikan manfaat paling tinggi.

Monitoring Kebijakan Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijaikan termasuk kendala – kendalanya.

Evaluasi Kebijakan Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan.

Sumber AG. Subarsono 2009:10

Thomas Dye menyarankan beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai

landasan peneliti dalam menganalisis kebijakan publik. Pertama, model harus dapat

mengkalasifikasikan variabel-variabel yang ada sehingga lebih sederhana untuk

(33)

dalam kebijakan publik. Ketiga, model harus kongruen dengan realitas yang diteliti.

Keempat, model harus dapat mengkomunikasikan sesuatu yang bermakna menurut

cara yang kita mengerti. Kelima, model harus mampu mengarahkan menyelidikan

dan penelitian kebijakan publik. Keenam¸ model harus dapat menyarankan

penjelasan bagi kebijakan publik.

Berdasarkan bagan/kerangka pemikiran dihubungkan dengan permasalahan

yang diteliti adalah:

1. Public Policy

Merupakan rangkaian pilihan yang harus saling berhubungan (termasuk

keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan atau pejabat

pemerintahan, diformulasikan dalam bidang-bidang isu seperti pertahanan,energi,

kesehatan dan pendidikan.

2. Policy Stakeholder

Para individu atau kelompok individu yang mempunyai andil dalam

kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan

pemerintah. Pelaku kebijakan misalnya kelompok warga negara, perserikatan

birokrasi, partai politik, agen-agen pemerintah, pimpinan terpilih dan para analis

kebijakan.

3. Policy Enviroment

Konteks khusus dimana kejadian-kejadian disekeliling isu kebijakan terjadi

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik oleh

(34)

dimensi objektif dan subjektif dari pembuat kebijakan tidak dapat terpisahkan di

dalam prakteknya. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subjektif yang

diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Sistem

kebijakan adalah realitas objektif yang dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan

yang teramati berikut konsekuensinya.20

1.6.2. Parsitipasi Politik

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk

ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin

negara secara langsung atau tidak langsung ataupun mempengaruhi kebijakan

pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan

suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai

atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan (contacting)

dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya.21

Menurut Herbert McClosky, Dalam International Encylopaedia of the Social

Sciences, memberikan batasan partisipasi politik sebagai “kegiatan – kegiatan

sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam

proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses

pembentukan kebijakan umum”.22

Miriam Budiarjo mendefinisikan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan

seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik

20

Thomas R Dye. 1981. Understanding Public Policy 21

Miriam budiardjo,op.cit 184 22

(35)

yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak

langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan

seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi

anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan

pejabat pemerintah atau anggota parlemen. Ramlan Surbakti mendefenisikan

partisipasi politik itu sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi

proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan

pemimpin pemerintahan.23

Partisipasi politik meurut Keith Fauls sebagaimana dikutip oleh Damsar

adalah keterlibatan secara aktif (the active engagement) dari individu atau kelompok

ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses

pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah.24

Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson25

1. Patisipasi Politik mencakup kegiatan-kegiatan akan tetapi tidak

sikap-sikap. Dimana kegiatan politik adalah yang objektif dan sikap-sikap

politik yang subjektif.

yang dimaksud partisipasi

politik antara lain,

2. Yang diperhatikan dari partisipasi politik adalah kegiatan politik warga

negara preman, atau lebih tepat lagi perorangan-perorangan dalam

peranan mereka sebagai warga negara preman. Dengan demikian ada

23

Miriam Budhiardjo, Partisipasi dan Partai Politik hal 12 24

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik hal 180 25

(36)

hubungan antara partisipasi-partisipasi politik dan orang – orang

profesional di bidang politik.

3. Yang menjadi pokok perhatian dalam partisipasi politik adalah kegiatan

yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengembilan keputusan

pemerintah. Usaha– usaha untuk mempengaruhi pengambilan

keputusan pemerintah dapat melibatkan usaha membujuk atau menekan

pejabat-pejabat untuk bertindak (atau tidak bertindak) dengan cara-cara

tertentu.

4. Menurutnya bahwa partisipasi politik mencakup semua kegiatan yang

dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah,tak peduli apakah

kegiatan itu benar – benar mempunyai efek. Seorang partisipan politik

dapat berhasil atau tidak akan dapat berkuasa atau tidak. Dalam

pengertian ini, maka kebanyakan partisipan politik mempunyai

kekuasaan yang kecil saja, dan hanya beberapa partisipan saja yang

mencapai sukses yang cukup besar dalam politik.

Bagi pemerintah partisipasi politik dapat dikemukakan dalam berbagai

fungsi. Pertama, partisipasi politik masyarakat untuk mendukung program-program

pemerintah. Hal ini berarti bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk

mendukung program politik dan program pembangunan. Kedua, partisipasi

masyarakat berfungsi sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat

untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan

(37)

terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Oranisasi-organisasi social kemasyarakatan (ormas) dan Oranisasi-organisasi social politik (orsospol)

merupakan contoh dari fungsi politik lain.26

1.6.2.1. Partisipasi Politik Masyarakat

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi

merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik

baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang bersifat

tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Wahyudi Kumorotomo mengatakan Partisipasi adalah berbagai corak

tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal

balik antara pemerintah dan warganya.27Partisipasi masyarakat dalam kegiatan –

kegiatan lain dari pada pemilihan umum di atur sedemikian rupa sehingga

mendukung usaha perubahan masyarakat ke arah terciptanya masyarakat. Partisipasi

politik tidak hanya dibina melalui partai politik, Tetapi juga melalui organisasi –

organisasi yang mencakup golongan muda, golongan buru serta organisasi–

organisasi kebudayaan.28

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan – kegiatan lain dari pada pemilihan

umum di atur sedemikian rupa sehingga mendukung usaha perubahan masyarakat ke

arah terciptanya masyarakat. Partisipasi politik tidak hanya dibina melalui partai

26

Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, hal 86 27

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara,hal 112 28

(38)

politik, Tetapi juga melalui organisasi – organisasi yang mencakup golongan muda,

golongan buru serta organisasi–organisasi kebudayaan.29

Anggota yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya melalui

pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui

kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang – kurangnya

diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari

mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata

lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek politik. Dari

penjelasan tersebut, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam

penyelenggara pemerintah. Perasaan kesadaran seperti ini dimulai dari orang yang

berpendidikan, yang kehidupannya lebih baik, dan orang – orang terkemuka.

Berikut ini dikemukakan sejumlah “rambu-rambu” partisipasi politik

menurut Ramlan Surbakti : 30

a. Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara

biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan

orientasi. Karena sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam

perilakunya,

b. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat

dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternatif kebijakan

umum, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang

dibuat pemerintah. 29

Miriam Budiharjo, Partisipasi dan partai politik, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1998. hal 13. 30

(39)

c. Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi

pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.

d. Kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu

mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat

meyakinkan pemerintah.

e. Mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan

seperti ikut memilih dalam pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan

penulis surat atau dengan prosedur yang tidak wajar seperti kekerasan,

demonstrasi, mogok, kudeta, revolusi, dan lain-lain.

Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi

masyarakat akan lebih baik. Dalam pikiran ini, tinggi rendahnya tingkat partisipasi

menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin

melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat partisipasi juga

menunjukkan bahwa rezim yang sedang berkuasa memiliki keabsahan yang tinggi.

Dan sebaliknya, rendahnya partisipasi politik juga menunjukkan lemahnya legitimasi

dari rezim yang sedang berkuasa. Secara umum Terdapat empat tipe partisipasi

politik yaitu : 31

1. Partisipasi politik aktif, jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik

yang tinggi.

2. Partisipasi politik apatis, jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik

yang rendah.

31

(40)

3. Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik rendah, sedangkan

kepercayaan politiknya tinggi.

4. Partisipasi politik militant radikal jika memiliki kesadaran politik tinggi,

sedangkan kepercayaan politiknya rendah.

Bentuk yang paling sederhana dari partisipasi aktif adalah ikut memberikan

suara dalam pemilu, turut serta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan

keuangan dengan jalan memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi pasif

adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar, misalnya bentuk diskusi politik

informal oleh individu-individu dalam keluarga masing-masing, ditempat kerja atau

diantara sahabat-sahabat. Orang yang melakukan kewajibannya adalah warga negara

yang baik. Partisipasi semacam itu mengekspresikan kepercayaan akan legitimasi

struktur kekuasaan dan otoritas masyarakat.32

Kemudian terdapat masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini,

yaitu masyarakat yang menganggap telah terjadinya penyimpangan sistem politik

dari apa yang telah mereka cita-citakan. Kelompok tersebut disebut kelompok apatis

(golput). Adapun kategori partisipasi politik menurut Milbrath adalah sebagai

berikut:33

1. Kegiatan Gladiator meliputi :

a. Memegang jabatan publik atau partai

b. Menjadi calon pejabat

32

Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik hal 118

33

(41)

c. Menghimpun dana politik

d. Menjadi anggota aktif suatu partai

e. Menyisihkan waktu untuk kampanye politik

2. Kegiatan transisi meliputi :

a. Mengikuti rapat atau pawai politik

b. Memberi dukungan dana partai atau calon

c. Jumpa pejabat publik atau pemimpin politik

3. Kegiatan monoton meliput i :

a. Memakai simbol/identitas partai/organisasi politik

b. Menjajak orang untuk memilih

c. Menyelenggarakan diskusi politik

d. Memberi suara

4. Kegiatan apatis/masa bodoh

Artinya orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik.

Partisipasi politik, sebagai suatu aktivitas, tentu banyak dipengaruhi oleh berbagai

faktor. Banyak pendapat yang menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi

partisipasi politik. Ada yang menyoroti faktor-faktor dari dalam diri seseorang, ada

(42)

1.6.3. Sosialisasi Politik

Sosialisasi Politik adalah cara-cara belajar sesorang terhadap pola-pola

sosial yang berkaitan dengan posisi – posisi kemasyarakatan seperti yang di

ketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat.

Menurut Gabriel Almond, sosialisasi politik adalah proses dimana sikap –

sikap politik dan pola – pola tingkah laku diperoleh atau dibentuk yang merupakan

sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan – patokan dan keyakinan

politik kepada generasi berikutnya.

Ramlan surbakti mengemukakan sosialisasi politik merupakan proses

pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat. Menurut Ramlan

Surbakti, Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi

politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan

penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan

mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari

berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

1.6.3.1. Mekanisme Sosialisasi Politik

Rush & Althoff menjelaskan tentang “bagaimana para agen mentransmisikan

elemen-elemen dari sosialisasi politik sangat bervariasi; dan model tersebut telah

(43)

a. Imitasi

Imitasi merupakan peniruan (copy) terhadap tingkah laku individu-individu

lain, dan merupakan hal yang sangat penting dalam sosialisasi pada masa anak-anak

–seperti apa yang diasumsikan oleh Robert Le Vine bahwa imitasi dan kedua

mekanisme yang lainnya merupakan mekanisme sosialisasi politik pada masa

kanak-kanak– walaupun sebenarnya tidak dibatasi pada tingkah-laku kanak-kanak saja.

Namun demikian imitasi murni lebih banyak terdapat di kalangan kanak-kanak; pada

masa remaja dan pada orang dewasa, imitasi lebih banyak bercampur dengan kedua

mekanisme lainnya, sehingga derajat peniruannya terdapat pula baik pada instruksi

maupun pada motivasi.

b. Instruksi

Instruksi menurut Rush & Althoff kurang lebih merupakan peristiwa

pencerahan diri, kendatipun harus ditekankan pada proses belajar formal saja.

Seseorang dengan sengaja dapat ditempatkan dalam situasi yang sifatnya instruktif.

Menurut Rush & Althoff mekanisme sosialisasi tipe imitasi dan instruksi ini

merupakan tipe-tipe pengalaman yang khusus.

c. Motivasi

Berbeda dengan dua mekanisme sebelumnya. Menurut Rush & Althoff,

mekanisme ketiga yaitu motivasi, lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman

pada umumnya. Motivasi seperti yang disebutkan oleh Le Vine adalah bentuk

(44)

(trial & error): individu yang bersangkutan secara langsung belajar dari pengalaman

mengenai tindakan-tindakan sama-cocok dengan sikap-sikap dan pendapat-pendapat

sendiri.

1.6.3.2. Agen – agen Sosialisasi Politik

Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang

melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff

menggariskan terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu:

1. Keluarga

Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang

membentuk karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang

paling dekat. Peran ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap

pandangan politik satu individu.

2. Peer Group

Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk kategori

agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang

mengelilingi seorang individu. Sering sekali pengaruh teman sebaya atau lingkungan

pergaulan dapat mempengaruhi pola pikir seseorang.

3. Media Massa.

Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu

disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita yang

(45)

radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak

mempengaruhi kita. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa

mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik

atau cenderung ‘berlebihan.’

4. Pemerintah

Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah

merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik.

Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya

melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan

untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu

kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan

sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah,

orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.

1.7. Metodologi Penelitian

Merujuk permasalahan yang akan di teliti, penulis menggunakan jenis

penelitian deskriptif dengan pendekatan metode kualitatif, penelitian ini berdasarkan

pada sebuah permasalahan yang kemudian dicari sumber-sumbernya untuk

menemukan kaitan yang dapat diubah menjadi hipotesis. Deskriptif kualitatif

menurut Bognan dan Taylor: ”metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

(46)

tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan

individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, dan memandangnya sebagai

bahan dari suatu jenis penelitian sebagai usaha prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari suatu

keutuhan”.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi kasus dalam melaksanakan

proses penelitian. Studi kasus mengarah kepada pendeskripsian secara rinci dan

mendalam mengenai potret kondisi pada suatu konteks, tentang apa yang sebenarnya

terjadi menurut apa adanya di lapangan tersebut . Oleh sebab itu, penelitian ini hanya

pada usaha mengungkapkan suatu keadaan yang tampak serta hubungan antar

fenomena-fenomena yang terjadi.

Penulis berupaya untuk menggambarkan berbagai permasalahan yang terjadi

di lapangan yang berhubungan dengan Peranan Relawan Demokrasi di Kabupaten

Deli Serdang.

1.7.1. Data Yang Diperlukan

Untuk menyelesaikan penelitian ini, data yang dibutuhkan berupa data

primer, yang diperoleh secara langsung dari responden berupa jawaban atau tindakan

selama wawancara. Kemudian, data sekunder, yang diperoleh secara langsung dari

sumbernya berupa dokumen-dokumen. Studi kepustakaan dilakukan dengan

mengumpulkan, membaca, dan mempelajari berbagai literatur yang berhubungan

(47)

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara langsung dan pencatatan yang

dilakukan secara sistematik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penelitian..

2. Wawancara, Dilakukan terhadap responden dengan memberikan

pertanyaan-pertannyaan atas permasalahan yang ingin diketahui dan berkaitan dengan tujuan

penelitian penulis.

3. Dokumentasi, Dilakukan dengan cara mengumpulkan serta memanfaatkan

dokumen-dokumen yang ada untuk diteliti, tulisan ilmiah, literatur-literatur,

jurnal serta hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian.

1.7.3. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan dilakukan dalam pembuatan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, masalah penelitian, kerangka teori, dan

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

(48)

Bab ini akan membahas akan membahas objek yang diteliti seperti

Kabupaten Deli Serdang , pengertian tentang relawan demokrasi

bagaimana tata cara pelaksanaan Relawan demokrasi di Deli Serdang.

BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini akan menyajikan hasil analisa dari wawancara mengenai

bagaimana partisipasi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang

BAB IV : PENUTUP DAN KESIMPULAN

Dalam bab terkhir ini akan berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari

hasil penelitian yang dilakukan dan juga terdapat saran – saran dari hasil

(49)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN RELAWAN DEMOKRASI

2.1.Profil Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki

keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang

memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten

Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam

sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua

pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat

di Kota Medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan

yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing Tinggi

disamping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan

Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 KM2 terdiri dari 33 Kecamatan dan 902

Kampung.

Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh

puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan,

Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu

yang lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang

(50)

` Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya,

karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah

Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an,

pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di

pinggir jalan lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kota Medan yang telah

ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Deli Serdang.

Tahun 2004 Kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik secara

Geografi maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah

dengan lahirnya Kabupaten baru Serdang Bedagai sesuai dengan U.U. No. 36 Tahun

2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh.

Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka Luas wilayahnya sekarang

menjadi 2.497,72 KM2 terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang

terhampar mencapai 3.34 persen dari luas Sumatera Utara.

Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku

bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan

pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dengan total

jumlah penduduk berjumlah 1.686.366 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduknya

(LPP) sebesar 2,74 persen dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa perkilometer persegi.

Dalam gerak pembangunannya, motto Kabupaten Deli Serdang yang

tercantum dalam Lambang Daerahnya adalah “Bhinneka Perkasa Jaya” yang

memberi pengertian; dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, agama, ras

(51)

membangun semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber

daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan

untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan dan kejayaan sepanjang masa.

Dengan pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua wilayah, secara

administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terbagi atas 22 Kecamatan

yang didalamnya terdapat 14 Kelurahan dan 389 Desa.

Tabel 1. Nama dan Ibukota Kecamatan, Luas wilayah, jumlah desa /

kelurahan di Kabupaten Deli Serdang

No. Kecamatan Ibukota

Kecamatan

Luas Wilayah

(km2)

Jumlah Desa/Keluarahan

1. Gunung Meriah Gunung Meriah 76,65 12

2. STM Hulu Tiga Juhar 223,38 20

3. Sibolangit Sibolangit 179,96 30

4. Kutalimbaru Kutalimbaru 174,92 14

5. Pancur Batu Pancur Batu 122,53 25

6. Namorambe Namorambe 62,30 36

7. Biru – Biru Biru – Biru 89.69 17

8. STM Hilir Talunkenas 190.50 15

9. Bangun Purba Bangun Purba 129.95 33

10. Galang Galang 150,29 29

(52)

12. Patumbak Patumbak 46.79 8

13. Deli Tua Deli Tua 9,36 6

14. Sunggal Sunggal 92.52 17

15. Hamparan Perak Hamparan Perak 230.15 20

16. Labuhan Deli Labuhan Deli 127.23 5

17. Percut Sei Tuan Percut Sei Tuan 190.79 29

18. Batang Kuis Batang Kuis 40.34 11

19. Pantai Labu Pantai Labu 81.85 19

20. Beringin Karang Anyer 52.69 11

21. Lupuk Pakam Lubuk Pakam 31.19 13

22. Pagar Marbau Pagar Marbau 62.89 16

2.479.72 403

Sumber : KPU Deli Serdang

2.2.Demografi Kabupaten Deli Serdang

2.2.1. Geografis

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’

Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari

wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah

2.497,72 Km2 Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut : -

Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.- Sebelah Selatan berbatasan

dengan Kabupaten Karo. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang

(53)

Topografi

Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan Pantai

Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kountur dan iklim yang bervariasi.

Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis

pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai sementara kawasan pantai

berhawa tropis pegunungan. Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten

Deli Serdang dibedakan atas:

a. Dataran Pantai : ± 63.002 Ha ( 26,30 %) terdiri dari 4 kecamatan (Hamparan

Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu). Jumlah Desa

sebanyak 64 Desa/Kelurahan dengan panjang pantai 65 km.Potensi Utama

adalah ; Pertanian Pangan, Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar, Perikanan

Laut, Pertambakan, Peternakan Unggas, dan Pariwisata.

b. Dataran Rendah : ± 68,965 Ha ( 28.80 % ) terdiri dari 11 kecamatan (

Sunggal, Pancur Batu, Namorambe, Deli Tua, Batang Kuis, Tanjung

Morawa, Patumbak, Lubuk Pakam, Beringin, Pagar Merbau, dan Galang)

dengan jumlah desa sebanyak 197 desa/kelurahan.Potensi Utama adalah :

Pertanian Pangan, Perkebunan Besar, Perkebunan Rakyat, Peternakan,

Industri, Perdagangan, dan Perikanan Darat.

c. Dataran tinggi : ± 111.970 Ha ( 44.90 %) terdiri dari 7 kecamatan

(Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru, STMHilir, STM Hulu, Gunung Meriah,

Bangun Purba) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa. Potensi Utama

(54)

2.2.2. Ragam Penduduk dan Budaya Kabupaten Deli Serdang

Penduduk Kabupaten Deli Serdang terdiri dari berbagai suku bangsa antara

lain : Melayu, Karo, Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Minangkabau dan

lain-lain yang pada umumnya memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

Akibat pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua wilayah

pemerintahan, sudah tentu mengalami perubahan kepada pengurangan jumlah

penduduk. Jumlah Penduduk yang bermukim di daerah ini sampai dengan tahun

2007 diperkirakan sebanyak 1.686.366 Jiwa.dengan kepadatan rata-rata 675

jiwa/km2 dengan penduduk terpadat di kec. Deli Tua yaitu 6.057 jiwa/km2 dan

penduduk terendah/ jarang di kec. Gunung Meriah 33 jiwa/km2.

Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas merupakan modal pelaksanaan

pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun

jumlah penduduk yang besar apabila tidak diupayakan pengembangan kualitasnya

dapat merupakan beban bagi pembangunan dan justru dapat mengurangi hasil-hasil

pembangunan yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

Dampak pembangunan terhadap dinamika kependudukan antara lain dapat

dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas penduduk yang diindikasikan dari

pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, angka

ketergantungan umur, median umur, rata-rata anak lahir hidup/rata-rata masih hidup

(55)

2.3.Visi dan Misi Kabupaten Deli Serdang

Dalam upaya lebih memberikan arah pembangunan yang dicita-citakan di

Kabupaten Deli Serdang, Visi Pembangunan yang ditetapkan pada periode

2009-2014 adalah :

“Deli Serdang yang maju dengan masyarakatnya yang religius, sejahtera, bersatu

dalam kebhinnekaan melalui pemerataan pembangunan, pemanfaatan sumber daya

yang adil, dan penegakan hukum yang ditopang oleh tata pemerintahan yang baik“

Untuk mencapai Visi Pembangunan Deli Serdang tersebut, disusun 4 (empat)

Misi Pembangunan yang harus di emban yaitu :

1. Mendorong pembangunan yang menjamin pemerataan yang seluas-luasnya

didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang maju,

penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan yang berwawasan

lingkungan, serta didukung oleh kondisi yang kondusif.

2. Mendorong pembangunan akhlaq mulia generasi muda, saling menghormati,

rukun dan damai, tidak diskriminatif, mengabdi pada kepentingan masyarakat

luas, dan menghormati hak azasi manusia.

3. Mendorong pembangunan yang merata, pemanfaatan sumber daya yang adil guna

mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat, rasa aman dan damai, mampu

menampung aspirasi masyarakat yang dinamis, menegakkan persatuan dan

kesatuan dalam kebhinnekaan dengan ditopang oleh tata pemerintahan yang baik.

4. Mendorong tercapainya supremasi hukum dan masyarakat yang taat hukum,

(56)

yang akuntabel, transparan, profesional, dan mampu menjalankan fungsinya

sebagai fasilitator bagi semua stakeholdernya.

2.4.Relawan Demokrasi

Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan untuk

meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih.

Program ini melibatkan peran serta masyarakat yang seluas-luasnya dimana mereka

ditempatkan sebagai pelopor (pioneer) demokrasi bagi komunitasnya. Relawan

demokrasi menjadi mitra KPU dalam menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan

pemilih berbasis kabupaten/kota. Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan

mampu mendorong tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab penuh

masyarakat untuk menggunakan haknya dalam pemilu secara optimal.

Sesuai dengan Peraturan Perundang undangan yaitu UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG

PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM. Dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat 5

yaitu “Penyelenggara Pemilihan umum adalah lembaga yang menyelenggarakan

Pemilu untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat , dewan perwakilan daerah ,

dewan perwakilan rakyat daerah dan Presiden dan wakil presiden , serta kepala

daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Dan ayat 6 “ Komisi

Pemilihan Umum selanjutnya disebut KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu

(57)

Didalam undang undang ini diatur mengenai KPU, KPU Provinsi dan KPU

kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen.

KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan

perundang undangan serta dalam

Gambar

Tabel 1. Tahap Analisis Kebijakan
Tabel 2. Daftar Nama – nama Relawan Demokrasi PEMILU 2014

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara etika dan moral dalam meningkatkan efektivitas kerja pegawai pada Kantor Distrik Sentani Kabupaten Jayapura ini

Tujuan asuhan komprehensif yang diberikan yaitu untuk memberikan asuhan kebidanan komprehensif secara intestif kepada ibu selama masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi,

Pembangunan transportasi diarahkan pada terwujudnya transportasi yang handal, berkemampuan tinggi serta tertib, lancar, aman, nyaman dan efisisen

bagi yang pertama kali berurusan dengan Bea dan Cukai mungkin sering mengalami kebingungan terhadap barang impor, barang kiriman paket atau barang bawaan penumpang yang kita bawa

Nilai pencapaian setiap KPI yang telah didapat sebelumnya diolah dengan bobot dari masing-masing proses inti, atribut kinerja, dan KPI untuk mendapatkan indeks

Penelitian ini dilaksanakan di kelas III B yang berjumlah 30 siswa. Dengan menerapkan metode demonstrasi pada mata pelajaran IPA pokok bahasan sumber energi dan

(1) Apabila salah satu atau para pihak tidak dapat menyetujui besarnya kompensasi yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 maka

The approach consists of three major steps as follows: (1) single moving traces extraction based on video tracking; (2) derivation a 3D network based on 3D indoor model; (3)