ABSTRACT
THE EFFECT OF PHOTOPERIOD ON THE GROWTH OF AFRICAN CATFISH (Clarias gariepinus) JUVENILE
By
BELLY MAISHELA
African catfish is a nocturnal fish (C. gariepinus). Active period of foraging
might effect the growth rate of catfish. The aim of the study was to determine the effect of photoperiod on the growth of African catfish. Complete Randomized Designed (CRD) was assigned on the research which consist of 5 different photoperiod treatments namely A (6 hours light and 18 hours dark), B (12 hours light and 12 hours dark), C (18 hours light and 6 hours dark), D (24 hour dark and light 0 hours), and E (0 hours of light and 24 hours dark) and 3 replications for each treatment. ANOVA test results showed that photoperiod significantly effect the weight and length growth, but not significantly effect on Survival Rate (SR). The results showed that the longer dark period the higher the growth. Weight and length growth was highest in treatment E (24 hours dark end 0 hours light) with average weight of 1.989 gram, and with average growth of 7.044 cm long.
ABSTRAK
PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
Oleh
BELLY MAISHELA
Lele dumbo (C. gariepinus) merupakan ikan yang bersifat nokturnal. Cahaya mempengaruhi periode aktif ikan lele dalam mencari makan, periode aktif ikan lele dalam mencari makan akan mempengaruhi laju pertumbuhan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh fotoperiode terhadap pertumbuhan ikan lele dumbo. Penelitian mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
perlakuan 5 fotoperiode yang berbeda dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah A (6 jam terang dan 18 jam gelap), Perlakuan B (12 jam terang dan 12 jam gelap), perlakuan C (18 jam terang dan 6 jam gelap), D (24 jam gelap dan 0 jam terang) dan E (0 jam terang dan 24 jam gelap). Hasil uji ANOVA menunjukan bahwa fotoperiode berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat dan panjang, namun tidak berpengaruh nyata terhadap Survival Rate (SR). Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin lama waktu gelap maka pertumbuhan semakin tinggi. Pertumbuhan berat dan panjang tertinggi terjadi pada perlakuan E (24G;0T)
dengan rata-rata mencapai 1,989 gram, dan rata-rata pertumbuhan panjang mencapai 7,044 cm.
PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN
BENIH LELE DUMBO (
Clarias gariepinus
)
(Skripsi)
Oleh
Belly Maishela
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Kerangka pemikiran ... 4
2. Ikan lele dumbo ... 7
3. Pertumbuhan berat mutlak ... 20
4. Pertumbuhan berat harian ikan ... 22
5. Pertumbuhan panjang mutlak ... 24
6. Pertumbuhan panjang harian ... 25
7. Kandungan amoniak selama masa pemeliharaan ikan ... 26
8. Populasi ikan ... 27
9. Survival Rate (SR) ... 28
DAFTAR ISI
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 13
3.4.1 Tahap Persiapan ... 13
3.4.3.1 Pengukuran pertumbuhan berat mutlak ... 15
3.4.3.3 Pengukuran pertumbuhan panjang mutlak ... 16
3.4.3.4 Pengukuran pertumbuhan panjang harian ... 17
3.4.3.5 Survival Rate (SR) ... 17
4.1.1 Pertumbuhan Berat Mutlak ... 19
4.1.2 Pertumbuhan Berat Harian ... 21
4.2 Pertumbuhan Panjang ... 22
4.2.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak ... 22
4.2.2 Pertumbuhan Panjang Harian ... 24
i
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 13
3.4.1 Tahap Persiapan ... 13
3.4.3.1 Pengukuran pertumbuhan berat mutlak ... 15
ii
3.4.3.3 Pengukuran pertumbuhan panjang mutlak ... 16
3.4.3.4 Pengukuran pertumbuhan panjang harian ... 17
3.4.3.5 Survival Rate (SR) ... 17
4.1.1 Pertumbuhan Berat Mutlak ... 19
4.1.2 Pertumbuhan Berat Harian ... 21
4.2 Pertumbuhan Panjang ... 22
4.2.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak ... 22
4.2.2 Pertumbuhan Panjang Harian ... 24
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Kerangka pemikiran ... 4
2. Ikan lele dumbo ... 7
3. Pertumbuhan berat mutlak ... 20
4. Pertumbuhan berat harian ikan ... 22
5. Pertumbuhan panjang mutlak ... 24
6. Pertumbuhan panjang harian ... 25
7. Kandungan amoniak selama masa pemeliharaan ikan ... 26
8. Populasi ikan ... 27
9. Survival Rate (SR) ... 28
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Hasil analisis statistik ... 35
2. Kurva Suhu, pH, dan DO ... 46
3. Foto persiapan dan proses penelitian ... 48
4. Desain penelitian ... 50
1
Daftar Pustaka
Al Jerian, A.A dan E.M. Younis.1998. Effect of Three Photoperiods on the Growth of Tilapian Fish Oreochromus aureus Reared in Glass Tanks.
Saudi. J. Bio. Sci. 5(2): 93-98
Anonim. 2009. Pedoman Budidaya Lele Dumbo. Bandung. Nuansa Aulia
Ariandana, R. 2010. Pertumbuhan Benih Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Pada Intensitas Cahaya dan Lama Penyinaran Yang Berbeda.
Budidaya Perairan. Unila.
Arifin, M.Z. 2009. Budidaya Lele. Semarang. Dohara Prize.
Boef, G., dan Bail, P.L. 1999. Does Light Have an Influence on Fish Growth. Aquaculture, Abstract.
Darmawan dan Sutikno, E. 2010. Aplikasi Frekuensi Pemberian Pakan Buatan Secara Optimal Pada Budidaya Udang Windu Intensif
Berkelanjutan. www.udang-bbbap.com. Tanggal 3 Juli 2012
Ditjen Perikanan Budidaya. 2010. Data Produksi Ikan Air Tawar. Departemen Kelautan Perikanan.
Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Dewi Sri. Bogor. Effendie, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Dewi Sri. Bogor.
Intan, E. 2006. The use of hematology method and Blood Endoparasite Observation for Determining Catfish (Clarias gariepinus) Health in Fishery. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Khairuman, SP. 2010. Budidaya Ikan Lele Dumbo di Kolam Terpal. Agromedia.
Jakarta
2
Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agrobisnis Lele. Jakarta. Penebar Swadaya
McFarland, W.N. 1999. Light in the Sea-Correlations With Behaviur of Fishes and Invertebrates. Am Zool: Abstract
Nugroho, E. 2007. Kiat Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta
Najiyati, S. 2003. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Jakarta. Penerbit
Penebar Swadaya
Piaia, R ., Townsend C.R dan Bardisserotto. 1999. Growth and Survival of Fingerlings of Silver Catfish Exposed to Different Photoperiods. Aquaculture International. 7:201-205
Puvanendra, V. dan Brown J. A. 1998. Effect of Light Intensity on the Foraging and Growth of Atlantic Cod Larvae: Interpopulation differrence. Mar Ecol
Prog Ser. 167: 207-714
Rakhmawati. 2011. Pengaruh Taurin Dalam Pakan Dengan kadar Protein Rendah Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus). Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung
Randi. 2011. Budidaya Lele Padat Tebar Pada Sistem Akuaponik. Sinar Baru.
Bandung
Ridwan. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Riau
Saanin H. 1989. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. Binacipta. Jakarta.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisiun. Yogyakarta.
Starr, C. 2005. Biology. Concepts and Application. Thomson Brooks/Cole. ISBN 053446226X
Subyakto, S dan Cahyaningsih. 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka. Jakarta
Sudirman, H. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta. PT Rineka Cipta
Türker, A. dan Yıldırım, Ö. 2011. Interlationship of Photoperiod With Growth
Performance and Feeding of Seawater Farmed Rainbow Trouth
(Oncorhynchus mykiss). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences
11: 393-397
3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pertumbuhan Berat
4.1.1 Pertumbuhan Berat Mutlak
Hasil penelitian menunjukan pertumbuhan berat pada perlakuan A (18G;6T) mencapai rata-rata 0,893 gram/ekor, perlakuan B (12G;12T) mencapai rata-rata 0,648 gram/ekor, perlakuan C (6G;18T) mencapai rata-rata 0,471 gram/ekor, perlakuan D (0G;24T) mencapai rata-rata 0,404 gram/ekor, dan perlakuan E (24G;0T) mencapai rata-rata 1,371 gram/ekor.
Hasil uji ANOVA terhadap pertumbuhan berat ikan menunjukan bahwa
fotoperiode berpengaruh terhadap pertumbuhan berat benih lele dumbo. Semakin lama periode gelap maka pertumbuhan semakin tinggi. Ikan nokturnal seperti ikan lele akan bergerak cendrung menjauhi sumber cahaya dan aktif bergerak mencari makan pada saat kondisi lingkungan gelap (Sudirman, 2004). Pada saat kondisi gelap tingkat keaktifan ikan dalam mencari makan menjadi lebih tinggi, dan asupan pakan meningkat. Meningkatnya asupan pakan memicu peningkatan pertumbuhan berat, semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka pertumbuhan semakin tinggi. Diketahui pertumbuhan berat tertinggi dengan masa
pertumbuhan rata-rata berat ikan 0,404 gram/ekor. Berdasarkan hasil uji BNT, perlakuan A (18G;6T) tidak berbeda nyata dengan berlakuan B (12G;12T), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan C (6G;18T), D (0G;24T) dan E (24G;0T). Perlakuan C (6G;18T) tidak berbeda nyata terhadap perlakaun D (0G;24T), tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan A (18G;6T), B (12G;12T) dan E (24G;0T). Perlakuan E (24G;0T) berbeda nyata terhadap perlakuan A (18G;6T), B
(12G;12T) , C (6G;18T), dan D (0G;24T). Kurva pertumbuhan berat dapat dilihat pada Gambar 3 dan hasil uji BNT dapat dilihat pada Lampiran 1.
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada histogram menunjukkan beda nyata
Gambar 3. Pertumbuhan berat mutlak
a
18G;6T 12G;12T 6G;18T 0G;24T 24G;0T
4.1.2 Pertumbuhan Berat Harian
Berat benih lele dumbo mengalami peningkatan setiap harinya, pertumbuhan berat harian pada perlakuan A(18G;6T) mencapai rata-rata 0,030 gram/hari, perlakuan B (12G;12T) mencapai rata-rata 0,022 gram/hari, perlakuan C (6G;18T), D
(0G;24T) mencapai rata-rata 0,014 gram/hari dan perlakuan E (24G;0T) mencapai rata-rata 0,46 gram/hari.
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada histogram menunjukkan beda nyata
Gambar 4. Pertumbuhan berat harian ikan
4.2 Pertumbuhan Panjang
4.2.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak
Hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang pada perlakuan A (18G;6T) mencapai rata-rata 3,195 cm/ekor, perlakuan B (12G;12T) mencapai rata-rata 2,407 cm/ekor, perlakuan C (6G;18T) mencapai rata-rata 0,940 cm/ekor, perlakuan D (0G;24T) mencapai rata-rata 0,829 cm/ekor, dan perlakuan E (24G;0T) mencapai rata-rata 4,518 cm/ekor. Hasil uji ANOVA menunjukan bahwa fotoperiode berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang benih lele dumbo. Semakin lama waktu gelap maka pertumbuhan panjang semakin tinggi. Pada saat kondisi lingkungan gelap, ikan lebih aktif bergerak dan mencari makan. Hal tersebut dikarenakan ikan lele memiliki sifat nokturnal (Khairuman, 2010). Semakin lama waktu gelap maka semakin lama ikan aktif mencari makan,
a
18G;6T 12G;12T 6G;18T 0G;24T 24G;0T
sehingga asupan pakan menjadi lebih banyak. Peningkatan asupan pakan akan memicu meningkatnya pertumbuhan panjang ikan. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan panjang mutlak tertinggi terjadi pada perlakuan E (24G;0T)
mencapai rata-rata 4,518 cm pada masa pemeliharaan 30 hari. Sedangkan pertumbuhan panjang terendah terjadi pada perlakuan D (0G;24T) dengan nilai rata-rata pertumbuhan panjang mencapai 0,829 cm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Piaia dkk. (1999), bahwa fotoperiode yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan Patin (Pangasius sp). Hasil uji BNT menunjukan bahwa perlakun A (18G;6T) berbeda nyata terhadap perlakuan B (12G;12T), C (6G;18T), D (0G;24T), dan E (24G;0T). Perlakuan B (12G;12T) berbeda nyata terhadap perlakuan A (18G;6T), C (6G;18T), D
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada histogram menunjukkan beda nyata Gambar 5. Pertumbuhan panjang mutlak
4.2.2 Pertumbuhan Panjang Harian
Hasil pengukuran menunjukan bahwa pertumbuhan panjang harian pada
perlakuan A(18G;6T) mencapai 0,106 cm/hari, perlakuan B (12G;12T) mencapai rata-rata 0,083 cm/hari, perlakuan C (6G;18T) mencapai rata-rata 0,032 cm/ekor, D (0G;24T) mencapai rata-rata 0,028 cm/hari, dan perlakuan E (24G;0T)
mencapai rata-rata 0,140 cm/hari.
Pertumbuhan panjang harian tertinggi terjadi pada perlakuan E (24G;0T) dengan rata-rata pertumbuhan panjang harian mencapai 0,140 cm/hari dan pertumbuhan panjang harian terendah terjadi pada perlakuan D (0G;24T) dengan rata-rata pertumbuhan panjang harian mencapai 0,028 cm/hari. Hasil uji BNT menunjukan bahwa perlakuan A (18G;6T) dan B (12G;12T) tidak berbeda nyata, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan C (6G;18T), D (0G;24T), dan E (24G;0T). Perlakaun C (6G;18T) dan D (0G;24T) tidak berbeda nyata,
a
18G;6T 12G;12T 6G;18T 0G;24T 24G;0T
tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan A (18G;6T), B (12G;12T) dan E (24G;0T). Sedangkan perlakuan E (24G;0T) berbeda nyata terhadap perlakuan A (18G;6T), B (12G;12T), C (6G;18T), dan D (0G;24T). Kurva pertumbuhan panjang harian dapat dilihat pada Gambar 6 dan hasil uji BNT dapat dilihat pada Lampiran 1.
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada histogram menunjukkan beda nyata
Gambar 6. Pertumbuhan panjang harian
4.3 Kandungan Amoniak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan amoniak tertinggi terjadi pada perlakuan E, mencapai 20,600 ppm. Sedangkan kandungan amoniak yang paling rendah pada perlakuan C hanya 6,100 ppm. Pada perlakuan E, waktu gelap lebih lama (24 jam gelap), sehingga periode aktif ikan lebih lama. Hal tersebut
mempengaruhi tingkat keaktifan ikan dalam mencari makan. Dengan demikian
a
18G;6T 12G;12T 6G;18T 0G;24T 24G;0T
jumlah pakan yang dikonsumsi juga lebih banyak. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Sudirman (2004) bahwa ikan yang memiliki sifat fototaxis negative (ikan-ikan nokturnal) seperti seperti halnya ikan lele dumbo akan aktif bergerak mencari makan pada saat kondisi lingkungan gelap. Semakin lama ikan mencari maka semakin banyak pakan yang dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi sebagian dicerna oleh tubuh dan yang tidak tercerna akan diekskresi lewat feses dan urin (Ridwan, 2002). Semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka jumlah feses dan urin yang dihasilkan semakin banyak. Diduga hal inilah yang
menyebabkan kandungan amoniak yang menjadi tinggi pada perlakuan E (24G;0T). Kurva kandungan amoniak dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Kandungan amoniak selama masa pemeliharaan ikan
4.4 Suhu, pH dan DO
Suhu berkisar 25-28 °C, pH berkisar 5-8, dan DO berkisar 3-6 ppm. Kondisi suhu,
minimum untuk lele dumbo adalah 20 °C dan suhu maksimum adalah 30 °C. Kandungan oksigen minimum 3 ppm. Tingkat keasaman (pH) 4,5-8. Kurva suhu, pH, dan DO dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.5 Populasi ikan
Populasi ikan semakin menurun dari hari ke hari. Hal tesebut dikarenakan terjadinya kematian. Faktor penyebab kematian antara lain proses kanibalisme, ataupun diakibatkan keracunan NH4 yang diakibatkan kandungan amoniak yang
cukup tinggi. Kandungan nitrit yang tinggi didalam perairan sangat berbahaya bagi ikan, karena nitrit dalam darah mengoksidasi haemoglobin menjadi meta-haemoglobin yang tidak mampu mengedarkan oksigen, batas ambang aman nitrit adalah < 2 ppm (Darmawan dan Sutikno, 2010). Kurva populasi ikan ditunjukkan pada Gambar 8.
4.6 Survival Rate (SR)
Hasil penelitian menunjukan SR paling rendah terjadi pada perlakuan E (24G;0T).
Hal tersebut dikarenakan terjadi kematian yang cukup tinggi yang diakibatkan oleh tingginya kandungan amoniak pada perlakuan E (24G;0T) yang mencapai 20,600 ppm. Kurva SR dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Survival Rate (SR)
4.7 Food Conversion Ratio (FCR)
Hasil penelitian menunjukan bahwa FCR terendah adalah perlakuan E (24G;0T) dengan nilai 1,539. Sedangkan FCR tertinggi adalah perlakuan D dengan nilai FCR 3,137. Semakin rendah nilai FCR maka semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan (Effendie, 1979). Keadaan lingkungan, kualitas, kuantitas, dan kondisi ikan mempengaruhi pertumbuhan
0
A(18G;6T) B(12G;12T) C(6G;18T) D(0G;24T) E(24G;0T)
ikan, dan memiliki kaitan dengan tinggi rendahnya konversi pakan yang
dihasilkan (Madinawati, 2011). Semakin kecil nilai FCR berarti efisiensi pakan
semakin baik. Pada perlakuan E (24G;0T) ikan lebih lama aktif dalam mencari makan. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Al Jerian dan Younis (1998) bahwa cahaya tidak berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan, melainkan bertindak sebagai rangsangan endogen nafsu makan yang dampaknya akan
mempengaruhi pertumbuhan. Ikan lele dumbo memiliki sifat nokturnal, ikan akan cenderung lebih aktif mencari makan pada saat kondisi minim cahaya (gelap). Semakin lama waktu gelap, semakin semakin lama juga ikan aktif dalam mencari makan. Periode aktif ikan yang lebih lama mengakibatkan jumlah pakan yang dimakan lebih banyak, sehingga pakan yang tersisa lebih sedikit. Hasil uji BNT menunjukan bahwa perlakuan A (18G;6T) berbeda nyata terhadap perlakuan B (12G;12T), C (6G;18T), D (0G;24T) dan E (24G;0T). Perlakuan B (12G;12T) berbeda nyata terhadap perlakuan A (18G;6T),C (6G;18T), D (0G;24T), dan E (24G;0T). Perlakuan C (6G;18T) dan D (0G;24T) tidak berbeda nyata, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan A (18G;6T),B (12G;12T), dan E (24G;0T). Perlakuan E (24G;0T) berbeda nyata terhadap perlakuan A (18G;6T), B (12G;12T), C (6G;18T), dan D (0G;24T). Kurva FCR
Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada histogram menunjukkan beda nyata
Gambar 10. Food Conversion Ratio (FCR)
a
b
c
c
d
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
A(18G;6T) B(12G;12T) C(6G;18T) D(0G;24T) E(24G;0T)
FCR
V.KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian yang telah dilakuan antara lain :
(1) Fotoperiode berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang dan berat benih lele dumbo (C. griepinus), semakin lama waktu gelap maka
pertumbuhan lele dumbo semakin meningkat.
(2) Fotoperiode tidak berpengaruh nyata terhadap Survival Rate (SR).
5.1 Saran
Judul : Pengaruh Fotoperiode Terhadap Pertumbuhan Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Nama Mahasiswa : Belly Maishela Nomor Pokok Mahasiswa : 0614111024
Jurusan : Budidaya Perairan
Menyetujui 1. Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Suparmono, M.T.A. Rara Diantari, S.Pi., M.Sc.
NIP. 1959032011985031004 NIP. 197908212003122001
2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Suparmono, M.T.A. ...
Sekretaris : Rara Diantari, S.Pi., M.Sc. ...
Penguji Utama : Moh. Muhaemin, S.Pi., M.Si. ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang dalam penelitian yaitu : alat ukur (kertas millimeter blok, DO meter, Lux meter, pH meter, timbangan digital, termometer), 15 buah akuarium berukuran 50x50x50 cm3, 12 buah lampu TL 10 watt dengan intensitas 339,6 lux,
scoopnet, kabel listrik, dan 12 saklar lampu.
3.2.2 Bahan
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan fotoperiode ; perlakuan A (6 jam terang 18 jam gelap), perlakuan B (12 jam terang dan 12 jam gelap), perlakuan C (18 jam terang 6 jam gelap), perlakuan D (24 jam terang 0 jam gelap), dan perlakuan E (0 jam terang 24 jam gelap). Masing-masing perlakuan dilakukan dengan tiga ulangan. Model liniear yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL):
Yij = µ + τi+ ∑ij (Sastrosupadi, 2000)
Dengan
i = perlakuan ke-i, i=A, B, C, D dan E. j = ulangan ke-j, j=1, 2 dan 3
Yij = data pengamatan perlakuan fotoperiode ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i
∑ij = galat percobaan akibat pengaruh perlakuan fotoperiode ke-i dan ulangan ke-j
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Tahap Persiapan
3.4.1.1 Penyediaan media
untuk membersihkan kotoran, bakteri dan jamur yang menempel pada dinding akuarium (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003). Kemudian akuarium dibilas dengan air tawar dan dikeringkan selama 24 jam agar bau kaporit hilang. Akuarium diisi air dengan ketinggian 45 cm. Kemudian memasang instalasi listrik untuk penyinaran. Tata letak akuarium dapat dilihat seperti pada Lampiran 4.
3.4.1.2 Persiapan air
Air yang digunakan berasal dari air sumur yang bersih. Sebelum air dimasukan ke akuarium, air diendapkan terlebih dahulu di bak tandon dan diairasi.
3.4.2 Tahap Pelaksanaan
3.4.2.1 Penebaran benih
3.4.2.2 Pemberian pakan
Pakan yang digunakan adalah pakan buatan pabrik (pelet), frekuensi pemberian pakan sebanyak dua kali sehari, dengan selang waktu 12 jam pada pukul 06.00 WIB, dan 18.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan tiap hari sebanyak 5% dari berat ikan (Mahyudin, 2008).
3.4.3 Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah:
(1) Pertumbuhan yang meliputi dari panjang dan berat ikan. Pengamatan panjang ikan diukur dengan kertas milimeter blok dengan skala 1 mm dan untuk pengukuran berat ikan dilakukan dengan menimbang ikan. Pengukuran dilakukan pada awal penebaran, hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30.
(2) Kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH, dissolved oxygen (DO) dan
kandungan amoniak. Pengukuran suhu, pH dan DO diukur dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, sedangkan untuk amonia dilakukan dengan uji laboratorium. Sampling uji amoniak dilakukan pada hari ke-10, ke-20 dan ke-30.
3.4.3.1 Pengukuran pertumbuhan berat mutlak
Menurut Effendie (1997), pertumbuhan berat mutlak adalah selisih berat pada awal peneltitian dengan akhir penelitian. Rumus untuk mencari pertumbuhan berat mutlak adalah:
Keterangan :
Wm : Growth/Pertumbuhan berat mutlak (gram) Wt : Weight at time-t/Berat rata-rata akhir ikan (gram) Wo : Initial weight/Berat rata-rata awal benih ikan (gram)
3.4.3.2 Laju pertumbuhan berat harian
Laju pertumbuhan berat ikan dalam kurun waktu tertentu dapat diketahui dengan rumus:
(Effendie, 1997)
Keterangan :
GR : Growth rate/Pertumbuhan berat harian (gram/hari)
Wt : Weight at time-t/Berat rata-rata akhir ikan (gram)
Wo : Initial weight/Berat rata-rata awal benih ikan (gram)
t : Maintenance time/Lama pemeliharaan (hari)
3.4.3.3 Pengukuran pertumbuhan panjang mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak adalah selisih panjang tubuh pada awal penelitian dengan akhir penelitian. Rumus untuk mencari pertumbuhan panjang mutlak adalah:
(Effendie, 1997) Keterangan :
3.4.3.4 Pengukuran pertumbuhan panjang harian
Laju pertumbuhan berat ikan dalam kurun waktu tertentu dapat diketahui dengan rumus:
(Effendie, 1997)
Keterangan :
LR : Pertumbuhan panjang harian (cm/hari) Lt : Panjang pada akhir penelitian (cm) Lo : Panjang pada awal penelitian (cm)
t : Lama waltu pemeliharaan (hari)
3.4.3.5 Survival Rate (SR)
Tingkat kelangsungan hidup ikan dapat dihitung setelah proses pemanenan. Tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung dengan rumus:
(Effendie, 1997)
Keterangan :
SR : Survival Rate/Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt : Number at time-t/Jumlah pada saat pemanenan (ekor) No : Number at time-o/Jumlah benih saat awal penebaran (ekor)
3.4.3.6 Food Conversion Ratio (FCR)
Food Conversion Ratio adalah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 kg daging. FCR dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
FCR : Food Conversion Ratio
F : Total pakan yang digunakan (kg) Wo : Berat total ikan awal pemeliharaan (kg)
Wt : Berat total ikan akhir pemeliharaan (kg) D : Berat total ikan mati (kg)
3.5 Sampling Data
Sampling data panjang dan berat tubuh ikan dilakukan 10 hari sekali, jumlah ikan yang diukur tiap sampling adalah 3 ekor/akuarium (10% dari jumlah populasi awal). Pengukuran panjang ikan dilakukan dengan meletakkan ikan di atas kertas milimeter. Sedangkan untuk pengukuran berat dilakukan dengan meletakkan ikan di atas timbangan yang telah dikalibrasi. Pengukuran suhu, Dissolved Oxygen
(DO) dan pH dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Kandungan amoniak diamati sebanyak tiga kali selama penelitian dan dilakukan pada hari 10, ke-20, dan ke-30.
3.6 Analisis Data
Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Anova pada selang kepercayaan
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan ikan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan tersebut perlu ditopang dengan ketersediaan ikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satunya adalah ikan lele dumbo (C. gariepinus) yang perkembangan produksinya secara nasional
sangat baik. Hal tersebut didukung dengan ketersediaan ikan lele dumbo yang selama lima tahun terakhir produksinya terus meningkat. Pada tahun 2005 produksi nasional semua jenis ikan lele sebesar 69.386 ton, tahun 2006 sebesar 77.332 ton, tahun 2007 sebesar 91.735 ton lalu tahun 2008 meningkat menjadi 114.371 ton dan pada tahun 2009 terus meningkat menjadi 144.755 ton. Tahun 2010, angka sementara yang dipublikasikan produksi ikan lele dari hasil budidaya sebesar 273.554 ton (Ditjen Perikanan Budidaya, 2010). Hal tersebut menunjukan bahwa ikan lele dumbo memiliki prospek untuk dibudidayakan lebih intensif lagi.
yang diharapkan mampu mempercepat laju pertumbuhan tanpa menambah biaya pakan. Sehingga hal tersebut dapat mempersingkat masa pemeliharaan dan mengurangi penggunaan pakan. Dengan demikian maka biaya produksi dapat diminimalisir dan waktu pemeliharaan dapat lebih singkat.
Menurut Boef dan Bail (1999), salah satu faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan ikan adalah cahaya yang meliputi spektrum warna, intensitas dan fotoperiode. Cahaya memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan kelulushidupan larva ikan (Puvanendra dan Brown, 1998). Pengaruh cahaya terhadap larva ikan tergantung pada jenis spesiesnya.
Ikan lele merupakan ikan nokturnal, yang aktif bergerak dan mencari makan di malam hari. Menurut Ariandhana (2010), Cahaya dapat mempengaruhi pola makan, melalui variasi intensitas, panjang gelombang dan polarisasi, dan variasi diurnal serta musiman. Semakin tinggi periode aktif ikan lele dalam mencari makan maka semakin banyak makanan yang dikonsumsi dan laju pertumbuhan pun semakin tinggi. Namun, semakin lama ikan beraktivitas maka energi yang digunakan untuk metabolisme juga meningkat, pada saat kondisi makanan yang kurang mencukupi hal tersebut akan mengurangi jumlah energi yang mestinya dimanfaatkan untuk pertumbuhan, dan berdampak pada penurunan laju
1.2 Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh fotoperiode terhadap pertumbuhan ikan lele dumbo.
1.3 Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh fotoperiode terhadap pertumbuhan ikan lele dumbo.
1.4 Kerangka Pemikiran
Ikan lele merupakan ikan nokturnal, cenderung aktif mencari makan pada malam hari atau pada saat kondisi gelap. Sehingga cahaya mempengaruhi tingkat
keaktifan ikan dalam bergerak maupun dalam mencari makan (Khairuman, 2010). Salah satu kerabat dekat dari ikan lele dumbo (ikan patin) tumbuh lebih cepat pada fotoperiode 0 jam terang 24 jam gelap (Piaia dkk, 1999). Adanya pengaruh cahaya terhadap tingkat keaktifan ikan dalam mencari makan, sehingga peneliti menduga pencahayaan akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan. Dengan anggapan bahwa semakin lama ikan aktif dalam mencari makan, maka
Gambar 1. Kerangka pemikiran
1.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
(1) H0 : µi = 0 ; i = 1,2,3,4,5. Fotoperiode tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan benih lele dumbo.
(2) H1 : µi ≠ µj untuk i ≠ j ; i,j = 1,2,3,4,5. Fotoperiode berpengaruh terhadap
pertumbuhan benih lele dumbo.
Aktifitas mencari makan Lama penyinaran
Periode aktif ikan
Pertumbuhan Lele dumbo Total pakan yang
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gadingrejo-Peringsewu pada 10 Mei 1988, Anak pertama dari tiga bersaudari dari pasangan Bapak Darmain, S.Pd. dan Ibu Suswati, S.Pd.
Pendidikan SDN 1 Gadingrejo pada tahun 2000, Sekolah Lanjut Tingkat Pertama di SLTPN 1 Gadingrejo pada tahun 2003, dan sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Gadingrejo pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SPMB.
Selama kuliah penulis aktif dalam organisas kemahasiswaan tingkat Universitas di UKM Fotografi ZOOM Unila dan Tingkat Provinsi di Forum Komunikasi
Fotografi Mahasiswa Lampung (Frame Lampung).
Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut Lampung (BBPBL) yang terletak di desa Hanura Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.
Pada tahun 2013, peneliti menyelesaikan tugas akhirnya dengan menulis skripsi
yang berjudul “Pengaruh Fotoperiode Terhadap Pertumbuhan Benih Lele Dumbo
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan HidayahNya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi berjudul : “Pengaruh Fotoperide Terhadap Pertumbuhan Benih Lele Dumbo (C. gariepinus)”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian.
2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc., Selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan. 3. Bapak Ir. Suparmono, M.T.A., selaku pembimbing utama atas bimbingan,
saran, dan kritik selama proses penyusunan skripsi.
4. Ibu Rara Diantari, S.Pi.,M.Sc., selaku pembimbing kedua atas bimbingan, saran, dan kritik selama proses penyusunan sekripsi.
5. Bapak Moh. Muhaemin, S.Pi., M.Si.. selaku penguji utama atas bimbingan, kritik dan saran selama proses penyusunan skripsi.
6. Bapak Limin Santoso, S.Pi., M.Si., selaku pembimbing akademik.
7. Semua Dosen Pengajar Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. 8. Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga tercinta yang senantiasa memberi
9. Teman-teman Budiday Perairan Unila angkatan 2006, kakak senior angkatan 2004 dan 2005, serta adik-adikku angkatan 2007 dan seterusnya.
10. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan studi.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan bapak, ibu, kakak, adik, dan teman-teman. Semoga skripsi bermanfaat bagi semua pihak.
Bandar Lampung, 6 Januari 2013 Penulis
I. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
2.1.1 Klasifikasi
Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus
dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1985. Klasifikasi ikan lele dumbo (C. gariepinis) menurut
Saanin (1989) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysoidei Subordo : Silaroidae Family : Claridae Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Sirip
dada(patil)
Lele dumbo memiliki kulit yang licin, berlendir, dan sama sekali tidak memiliki sisik. Warnanya hitam keunguan atau kemerahan dengan bintik-bintik yang tidak beraturan. Warna kulit tersebut akan berubah menjadi mozaik hitam putih jika lele sedang dalam kondisi stres, dan akan menjadi pucat jika terkena sinar matahari langsung (Arifin, 2009).
Lele dumbo memiliki kepala yang panjang hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Tanda yang khas dari lele dumbo adalah tumbuhnya empat pasang sungut seperti kumis di dekat mulutnya. Sungut tersebut berfungsi sebagai alat penciuman serta alat peraba saat mencari makan (Najiyati, 2003).
Lele dumbo memiliki 3 buah sirip tunggal, yaitu sirip punggung yang berfungsi sebagai alat berenang, serta sirip dubur dan sirip ekor yang berfungsi sebagai alat bantu untuk mempercepat dan memperlambat gerakan. Lele dumbo juga
memiliki dua sirip yang berpasangan yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada mempunyai jari-jari yang keras dan runcing yang biasa disebut patil. Patil berfungsi sebagai senjata sekaligus alat bantu gerak ke kanan dan ke kiri (Najiyati, 2003). Morfologi ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 2.
Sirip dorsal Kepala
Antena
Gambar 2. Ikan lele dumbo (Intan, 2006)
2.1.3 Habitat dan Kebisaan Hidup
Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang paling baik untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air tanah dan mata air. Namun lele dumbo jaga dapat hidup dalam kondisi air yang rendah O2 seperti
dalam lumpur atau air yang memiliki kadar oksigen yang rendah. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena lele dombo memiliki alat pernapasan tambahan yaitu
arborescent. Alat tersebut memungkinkan lele mengambil O2 langsung dari udara
sehingga dapat hidup di tempat beroksigen rendah. Alat tersebut juga
memungkinkan lele dumbo hidup di darat asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembapan yang cukup (Nugroho, 2007).
Salah satu sifat dari lele dumbo adalah suka meloncat ke darat, terutama pada saat malam hari. Hal tersebut karena lele dumbo termasuk ikan nokturnal, yaitu hewan yang lebih aktif beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Sifat tersebut juga yang menyebabkan lele dumbo lebih menyenangi tempat yang terlindung dari cahaya (Khairuman, 2010).
Dilihat dari makanannya, lele dumbo termasuk hewan karnivora atau pemakan daging. Pakan alami lele dumbo adalah cacing, kutu air, dan bangkai binatang. Lele dumbo sangat agresif dalam memangsa makanan, karena apapun yang diberikan pasti dilahapnya. Hal tersebut yang menyebabkan lele dumbo sangat cepat pertumbuhannya (Anonim, 2009).
Sirip anal Sirip kaudal
Di alam bebas, lele dumbo melakukan perkawinan pada bulan Oktober sampai April, yakni saat musim hujan berlangsung. Pada musim hujan, air hujan menggenang. Kondisi tersebut merangsang lele dumbo untuk melakukan pemijahan (Anonim, 2009).
2.2 Cahaya
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik. Cahaya yang dapat dilihat oleh manusia adalah cahaya yang memiliki panjang gelombang kisaran 390-750nm (Starr, 2005).
Menurut Sudirman (2004), pada dasarnya respon ikan terhadap cahaya dimulai dari penglihatan (cahaya ditangkap oleh mata ikan) lalu kemudian timbul rangsangan dari otak. Respon ikan terhadap cahaya disebut juga dengan istilah
phototaxis. Ikan diurnal akan memberikan respon mendekati sumber cahaya
(phototaxis positive), dan yang memiliki sifat nokturnal akan menjauhi sumber cahaya (phototaxis negative).
Ariandhana (2010) membuktikan bahwa periode penyinaran selama 24 jam terang dengan lampu TL 10 watt yang menghasilkan intensitas cahaya sebesar 339,6 lux memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ikan black ghost
(Apteronotus albafrans).
Worrall (2011) membuktikan bahwa fotoperiode yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ikan kakap putih (Lates calcariver). Worrall memberikan perlakuan dengan dua fotoperiode yang berbeda (12 jam terang 12 jam gelap dan 24 jam terang) dengan intensitas cahaya 1000 lux. Ditemukan bahwa ikan kakap putih tumbuh lebih cepat pada periode penyinaran 24 jam terang. Zolfaghari dkk. (2011) menyatakan bahwa Persian sturgeon
(Acipenser persicus) dengan fotoperiode 18 jam terang dan 6 jam gelap tumbuh lebih cepat dari kontrol (fotoperiode 12 jam terang 12 jam gelap).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Piaia dkk (1999), didapati bahwa
silver catfish tumbuh lebih cepat pada fotoperiode 0 jam terang 24 jam gelap. Pada kondisi gelap 24 jam silver catfish makan lebih banyak dibandingkan
dengan yang dipelihara pada kondisi 24 jam terang 0 jam gelap dan 10 jam terang 14 jam gelap.
Dari penelitian Türker dan Yıldırım (2011) diperoleh kesimpulan bahwa ikan
Rainbow trouth (Oncorhynchus mykiss) tumbuh sangat baik pada perlakuan 24
Al Jerian dan Younis (1998) mengemukakan bahwa fotoperiode bertindak sebagai rangsangan endogen nafsu makan dan pertumbuhan. Pertumbuhan meningkat dengan meningkatnya nafsu makan dan konversi pakan.
2.3 Pertumbuhan Ikan
Pertumbuhan ikan adalah perubahan panjang atau berat pada suatu individu atau populasi yang merupakan respon terhadap perubahan makanan yang tersedia. Laju pertumbuhan organisme perairan tergantung dari kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan tempat organisme itu berada. Menurut Effendie (1979) pertumbuhan secara umum adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, dan ukuran) per satuan waktu baik individu, stok, maupun komunitas.
Menurut Ridwan (2002), setiap makanan yang masuk dalam tubuh ikan mengalami proses pencernaan, lalu diserap oleh usus, serta pengangkutan oleh darah, lalu metabolisme dalam sel. Karena kompleksnya zat makanan tersebut ditambah keterbatasan kemampuan organ pencernaan, sehingga tidak semua makanan dapat diserap oleh tubuh ikan. Bagian yang tidak diserap tersebut akan dibuang lewat anus sebagai feses, zat makanan yang diserap kemudian diangkut menuju organ target, sebagian akan mengalami proses katabolisme sehingga dapat dihasilkan energi bebas dan sebagian lagi akan dijadikan bahan untuk menyusun sel-sel baru. Energi bebas yang dihasilkan dari proses katabolisme, selanjutnya dapat digunakan untuk proses penyusunan jaringan baru (pertumbuhan).
Ec = Ef + Eu + Em + Eg
Dengan Ec = Energy consumtion/Energi yang dikonsumsi, Ef = Energy
feses/Energi yang terbuang lewat feses, Eu = Energy urine/Energi yang terbuang lewat ekskresi nitrogen, Em = Energy metabolism/Energi yang digunakan untuk
metabolisme, Eg = Energy growth/Energi yang digunakan untuk pertumbuhan.
Menurut Effendie (1979), pertumbuhan ikan terdiri dari beberapa macam:
(1) pertumbuhan mutlak, yaitu ukuran rata-rata ikan pada umur tertentu, dan (2) pertumbuhan nisbi, yaitu berat atau panjang yang dicapai ikan dalam suatu