SARI WIRYANINGTYAS
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SARI WIRYANINGTYAS. Emisi Metan (CH4) pada Lahan Gambut yang Disawahkan dengan
Penambahan Amelioran. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan PRIHASTO SETYANTO.
Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Kabupaten Pati dari bulan Maret-Juli 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan amelioran yang dapat meningkatkan produktivitas padi di lahan gambut dengan emisi CH4 rendah. Percobaan disusun
secara acak kelompok dengan 3 ulangan, sebagai perlakuan yaitu tanpa amelioran, dolomit, zeolit, dan terak baja. Emisi CH4 diukur langsung dari lahan sawah dengan sistem automated closed
chambers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi CH4 sangat beragam antara 496.9-764.4
kg/ha/musim. Emisi CH4 tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa amelioran (764.4 kg/ha) diikuti
oleh zeolit (698.7 kg/ha), terak baja (543.0 kg/ha), dan dolomit (496.9 kg/ha). Hasil pengamatan menunjukkan hubungan yang nyata antara fluks CH4 dengan pH pada perlakuan tanpa amelioran,
zeolit, terak baja, dan jumlah anakan pada perlakuan zeolit. Sedangkan hasil gabah antar amelioran tersebut tidak berbeda nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dolomit merupakan amelioran yang potensial dalam menekan emisi CH4 di sawah lahan gambut.
ABSTRACT
SARI WIRYANINGTYAS. Methane (CH4) Emission from Paddy Peat Soil Amended with
Ameliorants. Supervised by IBNUL QAYIM and PRIHASTO SETYANTO.
This study was conducted in Indonesian Agricultural Environment Research Institute in District of Pati started from March to July 2007. The objectives of this research was to obtain ameliorant that increased rice paddy peat soil production with lower CH4 emission. This
experiment was arranged in a completely randomized block design with three replications and 4 treatments are: without ameliorant, dolomite, zeolite, and slag. Methane emission was measured using automated closed chamber technique. The result of experiment showed that total CH4
emission varied between 496.9 kg/ha/season to 764.4 kg/ha/season. The highest CH4 emission
occur in without ameliorant treatment (764.4 kg/ha) followed by zeolite (698.7 kg/ha), slag (543.0 kg/ha), and dolomite (496.9 kg/ha). There were some significant relationships between CH4 fluxes
SARI WIRYANINGTYAS
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Departemen Biologi
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Sari Wiryaningtyas
NIM : G34103004
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Ibnul Qayim
Dr. Ir. Prihasto Setyanto, Msc.
NIP 131878948
NIP 080119823
Mengetahui :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA.
NIP 131578806
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Emisi Metan (CH4) pada Lahan
Gambut yang Disawahkan dengan Penambahan Amelioran” tepat pada waktunya. Penelitian ini dibiayai oleh Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati, Jawa Tengah.
Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 9 Mei 1985, putri sulung dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Iriyanto dengan Ibu Nina Nurkania.
Penulis lulus dari SMUN 1 Kendal pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR GAMBAR ... ii
DAFTAR LAMPIRAN ... ii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 1
Tempat dan Waktu Penelitian ... 1
Bahan dan Metode Bahan dan Alat ... 1
Metode Penelitian ... 2
HASIL Fluks CH4 selama satu musim tanam ... 4
Derajat keasaman (pH) dan potensial redoks (Eh) ... 5
Parameter pertumbuhan tanaman………... 6
Hasil dan komponen hasil ... 7
Hubungan fluks CH4 dengan pH dan parameter tanaman... 9
PEMBAHASAN ... 9
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 12
Saran ... 12
DAFTAR PUSTAKA ... 12
Halaman
1 Analisis contoh tanah gambut ... 2
2 Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan fluks CH4 dari 4 perlakuan amelioran ... 7
3 Total emisi CH4 sebelum tanam pindah, per 2 minggu, dan setelah panen... 7
4 Gabah kering giling (GKG), potensi hasil, dan total emisi CH4 selama satu musim tanam di Kebun Percobaan Balingtan (n=3±SD) ... 8
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Susunan perlakuan di lapangan ... 22 Mikroplot untuk penanaman padi ... 2
3 Letak tanaman padi dalam mikroplot yang diamati ... 3
4 Fluks CH4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut ... 4
5 Fluks CH4 kumulatif selama satu musim tanam dari beberapa perlakuan amelioran pada sawah lahan gambut ... 4
6 Fluktuasi pH dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ... 5
7 Kumulatif pH dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ... 5
8 Potensial redoks (Eh) dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ... 6
9 Potensial redoks kumulatif dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ... 6
10 Hubungan antara pH (x) dan fluks CH4 (y) dari beberapa perlakuan (a)tanpa amelioran, (b) zeolit, (c) terak baja ... 8
11 Hubungan antara jumlah anakan (x) dan fluks CH4 (y) dari perlakuan zeolit ... 9
12 Skema alur produksi CH4 di lahan gambut ... 10
13 Skema alur produksi CH4 di lahan sawah ... 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Jadwal kegiatan penelitian emisi metan pada lahan gambut yang disawahkan dengan penambahan amelioran... 152 Fluks CH4 (mg/m2/hari) selama satu musim tanam (Maret-Juni) ... 16
3 Pengukuran pH selama satu musim tanam ... 17
4 Pengukuran potensial redoks tanah (mV) selama satu musim tanam ... 18
5 Data parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan ... 19
6 Hubungan regresi antara fluks CH4 dengan pH dan jumlah anakan... 21
Isu pemanasan global semakin meningkat dari tahun ke tahun. Fenomena yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca (GRK) semakin menjadi perhatian dunia saat ini. Metan (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca yang mampu menyerap panas radiasi gelombang panjang matahari selain uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan N2O (Agus&Irawan 2004). Pada skala global konsentrasi gas CH4 meningkat sekitar 1 % setiap tahun. Konsentrasi CH4 di udara saat ini sebesar 1.72 ppm atau 2 kali lebih besar dari konsentrasi saat pra industri yaitu 0.8 ppm (Segers&Kenger 1997). Menurut Setyanto (2004), CH4 dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik pada lahan rawa dan sawah. Lahan tersebut merupakan salah satu sumber penyumbang gas CH4 yang cukup signifikan, karena dengan kondisi tanah tergenang sangat sesuai bagi bakteri metanogen (Wihardjaka&Makarim 2001).
Pemanfaatan lahan potensial pertanian di Jawa semakin terdesak akibat laju pembangunan dan kepadatan penduduk. Akhir-akhir ini tumpuan harapan untuk memasok pangan nasional mulai banyak diarahkan pada pemanfaatan lahan pasang surut. Lahan pasang surut terdiri atas lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut, dan lahan salin (Sawiyo et al. 2000). Lahan pasang surut umumnya didominasi oleh tanah gambut dan tanah sulfat masam yang termasuk dalam ekosistem marginal (Najiyati
et al. 2005). Luas lahan pasang surut di Indonesia sekitar 20.1 juta ha, 2 juta ha diantaranya tergolong lahan potensial, 6.7 juta ha lahan sulfat masam, 11 juta ha lahan gambut, dan 0.4 juta ha lahan salin (Hartatik
et al. 2004). Lahan gambut yang berpotensi untuk dikembangkan diperkirakan seluas 5.6 juta ha, sedangkan untuk lahan pertanian masih terbatas, kurang dari 1 juta ha. Pengolahan lahan gambut harus memperhatikan peraturan yang berlaku agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem di dalamnya. Keppres No 32 tahun 1990 menyatakan bahwa gambut dengan kedalaman 3 m atau lebih termasuk kategori kawasan lindung yang tidak boleh diganggu.
Lahan gambut menyimpan cadangan karbon yang sangat besar berupa bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Pengelolaan tanah gambut yang tidak bijak akan berdampak terhadap meningkatnya
karena banyak mengandung karbon tanah dan nitrogen. Bahan organik di tanah gambut secara alami terdekomposisi secara lambat dan berlangsung terus-menerus (Inubushi et al. 2003). Lahan gambut umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah, miskin unsur hara, dan pH tanah yang sangat rendah (kisaran 3-5), sehingga memerlukan bahan amelioran sebelum dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Amelioran merupakan bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia.
Murnita (2001) melaporkan bahwa pemberian amelioran zeolit dapat meningkatkan erapan maksimum K+. Barchia (2002) membuktikan bahwa pemberian amelioran berupa terak baja pada lahan gambut transisi dapat meningkatkan stabilitas dan produktivitas gambut. Sedangkan Mario (2002) menunjukkan bahwa pemakaian terak baja sebagai amelioran dapat menurunkan emisi CH4 dan CO2.
Penelitian emisi CH4 pada lahan gambut yang disawahkan perlu dilaksanakan secara komperhensif dan terukur. Apabila tidak dilakukan, tuduhan sebagai kontributor emisi gas CH4 akan dilontarkan oleh negara maju apabila memanfaatkan lahan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mencari teknologi yang tepat selain dapat meningkatkan produksi padi juga menekan emisi gas CH4 dari lahan gambut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan amelioran yang dapat meningkatkan produktivitas padi di lahan gambut dengan emisi CH4 rendah.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2007 di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Batanghari, bahan amelioran berupa dolomit, zeolit, dan terak baja, pupuk N, P, dan K, Bento, Pastac
Alat yang digunakan antara lain sistem
kromatografi gas, komputer, dan alat-alat bercocok tanam.
Metode
a. Pengambilan sampel tanah
Tanah gambut diambil dari Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan, dengan tipe gambut dangkal sebanyak 8 ton. Tanah tersebut ditempatkan dalam petak mikroplot berukuran 1.5 m x 1.5 m dengan tinggi 0.5 m. Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur kandungan haranya (Tabel 1).
b. Rancangan percobaan
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balingtan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 jenis perlakuan dan 3 ulangan.
c. Perlakuan
Perlakuan yang diberikan adalah tanpa amelioran, dolomit 2 ton/ha, zeolit 2 ton/ha, dan terak baja 5 ton/ha. Susunan perlakuan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan :
Perlakuan amelioran : 1. Tanpa amelioran 2. Dolomit
3. Zeolit 4. Terak baja
Gambar 1 Susunan perlakuan di lapangan
d. Penanaman dan perawatan tanaman padi
Sebelum gambut ditempatkan, petak mikroplot dilapisi plastik untuk menghindari pencampuran antara tanah gambut dengan tanah di sekitarnya. Terbentuknya pirit dapat dicegah dengan cara penggenangan air pada tanah gambut (Gambar 2). Bibit berumur 21 hari setelah semai dari varietas padi Batanghari ditanam pada jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan 3 bibit/rumpun. Pupuk dasar yang diberikan berupa 90 kg N + 60 kg P2O5 + 60 kg K2O/ ha. Pupuk N dan K diberikan
3 kali selama pertumbuhan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif.
Tabel 1 Analisis contoh tanah gambut
Sifat Fisika dan Kimia Tanah Hasil Analisa
pH
H2O 3.7
KCl 2.7
Tekstur Tanah (%)
Pasir
Debu
Liat
-Bahan Organik C (%)
(Walkey & Black) 50.42 Bahan Organik N (%)
(Kjeldhal) 0.58
Nisbah C/N 87
Nilai Tukar Kation (cmol/kg) NH4-Acetat 1N, pH7
Ca 3.76
Mg 5.54
K 0.95
Na 0.49
KTK (cmol/kg) 117.67
Total (%)
Fe 0.28
S 0.24
Pirit (%) 0.45
P2O5 (ppm)
(Bray 1) 51.5
K2O (ppm)
(Morgan) 478
Asam humat (%) 21.67
Asam fulvat (%) 4.79
1
4
2
3
3
2
4
1
4
1
3
2
III
II
I
U
Sumber:Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah 0.5 m plastik 1.5 m 0.3 m permukaan tanah
Gambar 2 Mikroplot untuk penanaman padi
e. Pengamatan parameter pertumbuhan tanaman
Parameter pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, dan klorofil diukur setiap 2 minggu sekali selama pertumbuhan tanaman dan mulai diukur pada saat tanaman berumur 14 HST. Tata letak tanaman padi dalam mikroplot yang akan diamati parameter pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 3.
1) Tinggi tanaman
2) Jumlah anakan
Jumlah anakan dihitung dari banyaknya anakan aktif dari tanaman padi yang memiliki minimal tiga helai daun.
3) Klorofil daun
Pengukuran klorofil daun dilakukan menggunakan alat klorofimeter. Daun yang diambil untuk pengukuran yaitu daun ketiga dari ujung tanaman padi.
4) Komponen hasil
Komponen hasil terdiri dari: (i) biomassa basah dan kering, (ii) jumlah malai, (iii) gabah kering panen dan kering giling, (iv) berat 1000 butir gabah isi yang diambil dari tanaman padi yang berasal dari areal boks penangkap gas. Dari luar boks diambil sampel per 2 rumpun, yaitu jumlah malai/rumpun dan jumlah gabah hampa dan isi.
µ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
Keterangan :α
:
tinggitanaman dan jumlah anakanβ
:
boks penangkap gas ukuran 1 m x 1 m µ : mikroplot ukuran 1.5 m x 1.5 mγ : tanaman padi
Gambar 3 Letak tanaman padi dalam mikroplot yang diamati
f. Pengamatan emisi CH4
1) Cara pengambilan sampel gas
Setiap mikroplot dipasang boks berukuran 1 m x 1 m x 1m. Boks terbuat dari flexiglass
yang dilengkapi dengan pompa hidrolik yang berfungsi untuk membuka dan menutupnya tutup boks secara otomatis. Di dalam boks dilengkapi 2 buah kipas elektrik untuk mencampur gas supaya homogen. Sampel gas dari dalam boks dihisap secara otomatis menuju alat kromatografi gas (GC).
2) Jadwal pengambilan sampel gas
Sampel gas diambil setiap 4 hari sekali selama pertumbuhan tanaman dan tiap 2 jam sekali. Pengambilan sampel gas dilakukan pada pukul 6 pagi hingga 4 sore. Jadwal kegiatan terlampir pada Lampiran 1.
3) Cara mengukur dan menghitung konsentrasi gas CH4
Perangkat GC terdiri dari data logger ,
sampling valve, GC, dan integrator. Untuk mengatur membuka dan menutupnya boks dan mengukur suhu secara otomatis digunakan data logger. Sampling valve digunakan untuk mengatur masuknya sampel gas ke GC. Sebelumnya, sampel gas disaring terlebih dahulu dengan filter yang berisi gas N2 dan H2. Sampel gas CH4 dianalisis menggunakan GC yang dilengkapi dengan FID (Flame Ionization Detector). Peak yang dihasilkan dari analisis GC akan diinterpretasikan dalam bentuk area oleh integrator.
γ
γ
γ
γ
α
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
γ
α
γ
γ
Untuk menghitung emisi gas CH4 digunakan rumus sebagai berikut (IAEA 1993) : E=
)
2
.
273
(
2
.
273
T
x
mV
mW
x
Ach
Vch
x
dt
dc
+
E :Emisi gas CH4 (mg/m2/hari) dc/dt :Perbedaan konsentrasi CH4 perwaktu (ppm/menit) Vch :Volume boks (m3) Ach :Luas boks (m2) mW :Berat molekul CH4 (g) mV :Tetapan volume molekul CH4 (22.41 l)
T :Suhu rata-rata selama pengambilan sampel (0C) Nilai 273.2 : Tetapan suhu Kelvin
g. Pengamatan Eh dan pH tanah gambut Potensial redoks tanah dan pH tanah diukur setiap 4 hari sekali, bersamaan saat mengambil sampel gas otomatis.
1) Eh tanah
Potensial redoks tanah (Eh) diukur menggunakan alat Eh-meter dan elektroda yang ditancapkan ke dalam tanah sekitar 10 cm sebagai konduktornya.
2) pH tanah
Derajat keasaman (pH) diukur menggunakan alat pH-meter.
h. Analisis dan Interpretasi data
Data emisi CH4 dianalisis menggunakan program SAS untuk melihat perbedaan antar perlakuan dalam tampilan ANOVA. Sedangkan untuk melihat sejauh mana
β
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
-13 -9 -5 -1 3 7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 86 90 94 98
Hari setelah tanam (HST)
F
luks
CH
4
(m
g/
m
2 /h
ar
i)
T anpa amelioran Dolomit
Zeolit
T erak baja
Fase vegetatif
Fase generatif
Pengeringan menjelang panen
Panen
Tapin
Gambar 4 Fluks CH4 dari beberapa perla uan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut
k perbedaan antar perlakuan digunakan uji
Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH4.
HASIL
a. Fluks CH4 selama satu musim tanam
Pola fluktuasi CH4 sangat beragam selama fase pertumbuhan tanaman padi. Hasil fluks CH4 menunjukkan bahwa pada fase awal vegetatif cenderung rendah dan cenderung naik selama pertumbuhan hingga mencapai anakan maksimum (56 HST).
Fluks CH4 cenderung turun pada fase generatif dan pengeringan menjelang panen. Gambar 4 menyajikan pola fluks CH4 antar perlakuan yaitu tanpa amelioran, dolomit, zeolit, dan terak baja pada sawah lahan gambut. Pola fluktuasi CH4 juga lebih terlihat jelas pada grafik kumulatif CH4 (Gambar 5). Pada fluks kumulatif CH4 menunjukkan laju fluktuasi dolomit cenderung lebih rendah, kemudian diikuti oleh terak baja, zeolit, dan paling tinggi adalah tanpa amelioran. Nilai fluks yang beragam dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 5 Fluks CH4 kumulatif selama satu musim tanam dari beberapa perlakuan amelioran pada sawah lahan gambut
0 5000 10000 15000 20000 25000
-13 -9 -5 -1 3 7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 86 90 94 98
F
lu
ks ku
m
u
lat
if
C
H4
(m
g
/m
2)
Hari setelah nam (HST)
Tanpa amelioran Dolomit
Zeolit Terak baja
b. Derajat keasaman (pH) dan potensial redoks (Eh)
Derajat keasaman (pH) dari tanah gambut cenderung rendah sebelum dilakukan penggenangan sekitar 4-5. Setelah penggenangan, pH perlahan-lahan naik dan cenderung naik setelah penambahan amelioran berupa dolomit, zeolit, dan terak baja (Gambar 6). Pada saat pengeringan menjelang panen nilai pH cenderung turun dari 6.4 - 5.5.Selama satu musim tanam nilai pH dari terak baja sekitar 5.6-6.6, dolomit mencapai pH 5.2-7.3, zeolit mencapai pH sekitar 4.8-6.4, dan tanpa amelioran mencapai pH 4.7-6.2 (Lampiran 3). Grafik pH kumulatif memperlihatkan terak baja mampu meningkatkan pH tanah gambut mendekati netral jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Gambar 7).
Gambar 6 Fluktuasi pH dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0 180.0 200.0
-17 -9 -1 7 15 23 31 38 46 54 62 70 78 86 94
Hari setelah tanam (HST)
pH
kum
ul
a
ti
f
Tanpa amelioran
Dolomit
Zeolit
Terak baja
Gambar 7 Kumulatif pH dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam
Gambar 8 Potensial redoks (Eh) dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam -200
-150 -100 -50 0 50 100 150 200
3 7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 86 90 94 98
Hari setelah tanam (HST)
P
o
te
n
sia
l r
e
d
o
k
s
(m
V
)
Tanpa amelioran Dolomit
Zeolit Terak baja
Pengeringan menjelang panen Penggenangan
-2000 -1800 -1600 -1400 -1200 -1000 -800 -600 -400 -200 0 200 400 600
3 7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 86 90 94 98
Hari setelah tanam (HST)
P
ot
ens
ia
l re
doks
kum
ul
at
if
(m
V
)
Tanpa amelioran Dolomit
Zeolit Terak baja
Gambar 9 Potensial redoks kumulatif dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam
c. Parameter pertumbuhan tanaman Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada beberapa parameter pertumbuhan tanaman dilakukan untuk melihat sejauh mana perbedaan antar perlakuan. Tabel 2 menyajikan perbedaan tinggi tanaman dan jumlah anakan dari beberapa perlakuan amelioran. Parameter pertumbuhan tanaman diukur setiap dua minggu sekali (Lampiran 5). Tinggi tanaman dan jumlah anakan dari 4 macam perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada 14, 28, 42, 56, 70, dan 84 HST. Terak baja memiliki tinggi tanaman sebesar 109.2 cm, kemudian diikuti
559.4 b 367.3 b 592.7 b 547 a
Zeolit 731.6 a 791.2 a 1090 a 577.8 a 785.7 a 725.3 a
Terak baja 581.9 a 701.7 a 668
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada 0.05
Tanpa amelioran 34.5 a 48.2 a 62.2 a 87.3 a 105.0 a 105.0 a
Dolomit 29.3 a 45.7 a 62.0 a 83.2 a 104.8 a 104.0 a
Zeolit 28.7 a 46.7 a 62.5 a 86.7 a 105.4 a 103.3 a
Terak baja 32.3 a 49.2 a 64.3 a 87.2 a 105.0 a 109.2 a
Tanpa amelioran 4 a 11 a 16 a 18 a 17 a 14 a
Dolomit 4 a 12 a 16 a 18 a 18 a 18 a
Zeolit 5 a 12 a 16 a 21 a 19 a 18 a
Terak baja 4 a 13 a 17 a 29 a 19 a 18 a
14 28 42 54 70 84
Tanpa amelioran 868.4 a 972.6 a 1074 a 573.3 a 893.4 a 769.6 a
Dolomit 569.8 a 782.5 a
b 374.9 b 659.8 ab 768.9 a
Fluks CH4
70 84
Tinggi tanaman
Jumlah anakan
14 28 42 56
Tabel 2 Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan flu s CH4 dari 4 perlakuan amelioran
Tabel 3 Total emisi CH4 sebelum tanam pindah, per 2 minggu, dan setelah panen
Average SD Average SD Average SD Average SD sebelum tapin 55.86 17.55 31.39 3.40 35.70 6.25 36.77 5.56 2 minggu ke-1 91.21 6.67 78.39 7.90 76.22 14.80 70.23 15.98 2 minggu ke-2 139.17 13.09 93.89 16.86 118.67 37.41 95.77 3.89 2 minggu ke-3 125.97 28.81 72.96 6.62 127.19 30.08 83.50 9.30 2 minggu ke-4 141.74 22.94 71.30 8.28 117.90 26.56 85.05 6.47 2 minggu ke-5 125.97 27.95 84.72 12.52 120.17 29.92 82.55 5.44 2 minggu ke-6 115.67 16.87 78.43 14.55 114.29 16.18 101.03 10.19 setelah panen 71.84 15.86 54.16 6.10 67.56 34.82 53.21 25.74
Tanpa amelioran Dolomit
Total emisi CH4 (kg/ha/musim) Zeolit Terak baja k
Pada umur 70 HST, zeolit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa amelioran tetapi berbeda nyata dengan dolomit, sedangkan terak baja tidak berbeda nyata dengan tiga perlakuan yang lain. Dolomit memiliki nilai fluks CH4 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain pada 54 HST sebesar 367.3 (mg/m2/hari).
Tabel 3 menyajikan perbedaan total emisi CH4 pada saat sebelum tanam pindah, per 2 minggu setelah tanam pindah, dan setelah panen. Total emisi CH4 sebelum tanam pindah lebih rendah dibandingkan setelah tanam pindah, sedangkan total emisi CH4 lebih tinggi pada saat padi telah ditanam pindah ke lahan
sawah dan turun kembali setelah panen. Hal ini menunjukkan tanaman padi mempunyai peranan dalam mengemisikan CH4 ke atmosfer.
d. Hasil dan komponen hasil
Terak baja memiliki biomassa panen paling tinggi sebesar 7.1 ± 1.39 t/ha jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Total emisi CH4 selama satu musim tanam menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuannya. Zeolit berbeda nyata dengan dolomit, tetapi tidak jauh berbeda dengan tanpa amelioran.
1
Potensi hasil dihitung berdasarkan rumus ∑ malai/m2 x ∑ gabah/malai x % gabah isi/anakan x berat 1000 butir x 10 -7
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada p = 0.05
Tabel 4 Gabah kering giling (GKG), potensi hasil, dan total emisi CH4 selama satu musim tanam di Kebun Percobaan Balingtan (n=3 ± SD)
Tanpa amelioran 5.2 + 1.15 a 5.5 + 0.50 a 5.5 + 0.81 b 764.4 + 41.12 a Dolomit 5.2 + 1.34 a 5.6 + 0.97 a 5.2 + 0.83 b 496.9 + 41.09 c Zeolit 5.0 + 0.76 a 5.7 + 2.08 a 5.2 + 0.82 b 698.7 + 155.03 ab Terak baja 6.0 + 0.89 a 5.7 + 0.38 a 7.1 + 1.39 a 543.0 + 16.88 bc Total Emisi CH4
(kg/ha) Perlakuan
--- t/ha---GKG Potensi hasil1 Biomassa panen
Terak baja berbeda nyata dengan tanpa amelioran. Total emisi CH4 terendah terdapat pada perlakuan dolomit yaitu sebesar 496.9 ± 41.09 kg/ha dan tertinggi pada perlakuan tanpa amelioran sebesar 764.4 ± 41.12 kg/ha.
. y = 14.973x2 - 154.01x + 415.69
r = 0.40*, n = 28
0 10 20 30 40 50
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5
pH Fl u k s C H 4 (m g /m 2/h a r i) (a)
y = -20.825x2 + 239.58x - 660.31 r = 0.69**, n = 26
0 10 20 30 40
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5
pH Fl u k s C H 4 (m g /m 2/ha r i) (b)
y = 97.696x3 - 1781.3x2 + 10822x - 21886 r = 0.52**, n = 27
0 10 20 30 40 50
5.5 6.0 6.5 7.0
pH F luks C H 4 (m g /m 2/ha r i) (c)
e. Hubungan fluks CH4 dengan pH dan
parameter tanaman
Hubungan antara pH dan fluks CH4 disajikan pada Gambar 10. Fluks CH4 diambil dari pengambilan sampel pada jam 06.00 WIB, demikian juga dengan pH. Pada Gambar 10 terlihat adanya hubungan yang nyata antara fluks CH4 dan pH pada perlakuan tanpa amelioran, zeolit, dan terak baja, sedangkan pada dolomit tidak menunjukkan hubungan yang nyata (Lampiran 6). Tanpa amelioran memiliki kofisien korelasi (r) nyata pada taraf uji 0.05 dengan nilai 0.40. Sedangkan zeolit dan terak baja nilai koefisien korelasinya masing-masing 0.69 dan 0.52 nyata pada taraf uji 0.05 dan 0.01.
Fluks CH4 juga dipengaruhi oleh parameter pertumbuhan tanaman seperti jumlah anakan. Pada Gambar 11 menunjukkan hubungan yang nyata antara jumlah anakan dan fluks CH4 dari perlakuan zeolit pada taraf uji 0.05 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.68, sedangkan pada ketiga perlakuan lainnya tidak menunjukkan hubungan yang nyata (Lampiran 6). Hasil panen dan biomassa panen tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan fluks CH4 ( Lampiran 7 ).
PEMBAHASAN
Fluks CH4 yang diemisikan selama satu musim tanaman padi sangat beragam pola fluktuasinya. Tanaman padi memiliki tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif, generatif, dan fase pemasakan (Ismunadji et al. 1988).
* nyata pada taraf uji p = 0.05
** nyata pada taraf uji p = 0.05 dan 0.01
Gambar 11 Hubungan antara jumlah anakan (x) dan fluks CH4 (y) dari perlakuan zeolit
y = -5.5377x2+ 127.02x + 394.09 r = 0.68*,n = 12
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
0 5 10 15 20 25
F luks C H4 (m g /m 2/h a ri ) Jumlah anakan
14 HST 28 HST
42 HST 56 HST
70 HST 84 HST
Fase vegetatif dimulai pada saat perkecambahan biji sampai primordia. Pada awal fase ini CH4 yang dihasilkan cenderung lebih rendah karena hasil fotosintat banyak dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan awal sehingga eksudat yang dihasilkan lebih sedikit. Eksudat akar merupakan senyawa organik yang mengandung gula, asam amino, dan asam organik lain sebagai penyusun bahan yang segera tersedia bagi metanogen (Kimura et
al.1991). Tanaman padi memiliki kemampuan
berbeda dalam melepaskan eksudat akar dalam tanah. Hal ini semakin tergantung dari efisiensi penguraian fotosintat oleh tanaman. Semakin efisien dalam mengurai fotosintat (dalam membentuk biji padi), semakin kecil eksudat akar yang dilepaskan dan akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan CH4
(Aulakh et al 2001). Fase generatif dimulai
pada saat primordia sampai tahap pembungaan. Pada fase ini fluks CH4 cenderung turun karena fotosintat banyak digunakan untuk pembentukan bakal bunga. Fase pemasakan dimulai dari tahap pembungaan hingga pengisian malai.
Bedrock
photosynthesis 2
Plant biomass
Aerobic
respiration H2O Methane oxidation
Peat biomass polymers hydrolysis sugars fermentation advection CO2 Recalcitrant carbon
H2, CO2, acetate tty acids, alcohols
methanogenesis H2
H2O
CO CH4
Anaerobic oxidation Microbial biomass acrotelm catotelm CO fa 2
Kondisi ini menyebabkan pengelolaan padi sawah dapat mengakibatkan populasi bakteri metanogen meningkat. Pengeringan menyebabkan kondisi tanah bersifat aerob sehingga mengakibatkan populasi bakteri metanogen menurun. Bakteri metanogen hidup pada kondisi anaerob (Neue & Roger
1994). Kondisi aerob pada tanah juga
mengakibatkan populasi bakteri metanotrof meningkat Bakteri metanotrof akan memanfaatkan CH4 sebagai sumber energinya, sehingga CH4 yang diemisikan ke atmosfer menurun.
Dekomposisi tanah gambut dalam kondisi reduktif maupun oksidatif menyebabkan kehilangan C-organik dalam bentuk gas CH4 dan CO2 yang diemisikan ke atmosfer (Mario 2003). Tanah gambut yang digunakan termasuk ke dalam golongan gambut fibrik. Hal itu berdasarkan analisis tanah yang dilakukan menunjukkan kandungan C organik dan nilai C/N sangat tinggi sebesar 50.42% dan 87%. Fibrik adalah bahan organik yang masih sedikit mengalami proses dekomposisi (Andriesse 1988). Menurut Sabiham dan Sulistyono (2000), gambut dengan tingkat dekomposisi fibrik menghasilkan CO2 dan CH4 lebih tinggi. Bahan organik di gambut secara alami terdekomposisi secara lambat tetapi terus-menerus. Dekomposisi bahan organik merupakan degradasi senyawa organik kompleks menjadi senyawa sederhana (Inubushi et al. 2003). Menurut Sabiham et al. (2003), pada lingkungan gambut yang reduktif laju dekomposisi gambut sangat lambat dan banyak dihasilkan asam organik beracun dan CH4, sedangkan pada keadaan oksidasi pelepasan C menjadi lebih meningkat terutama dalam bentuk CO2.
atmosphere
Gambar 12 Skema alur produksi CHB4 Bdi lahan gambut (Brown 1997)
Skema alur produksi CH4 di lahan gambut disajikan seperti pada Gambar 12.
Pemberian amelioran cenderung meningkatkan stabilitas tanah gambut melalui penurunan emisi CH4 dan CO2. Hal ini berkaitan erat dengan terbentuknya senyawa kompleks/khelat antara asam-asam organik dari gambut dengan kation logam Fe3+ dari amelioran (Mario 2002).
Berdasarkan penelitian terbukti bahwa pemberian amelioran dapat menekan emisi CH4 untuk dolomit sebesar 35%, zeolit 8.6%, dan terak baja sebesar 29% dibandingkan tanpa amelioran. Kisaran penurunan emisi CH4 dengan pemberian terak baja hampir sama dengan penelitian Mario (2002) yaitu sebesar 25.11% dengan pemberian bahan tanah mineral yang berkadar besi tinggi. CH4 dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri metanogen pada lahan yang tergenang. Bakteri metanogen hidup pada pH 6-8, dengan pH optimumnya sekitar 6-7 dan suhu optimumnya dalam menghasilkan CH4 adalah 30-40°C (Conrad 1996). Lahan gambut memiliki pH sangat asam antara 3-5. Kondisi keasaman yang tinggi ini menyebabkan tidak aktifnya mikroorganisme terutama bakteri tanah (Najiyati et al. 2005). Dekomposisi bahan organik dalam suasana anaerob pada tanah gambut menghasilkan senyawa-senyawa organik seperti protein, asam-asam organik, dan senyawa pembentuk humus. Asam-asam tersebut berwarna hitam dan membuat suasana tanah menjadi masam dan beracun bagi tanaman (Najiyati et al. 2005). Pengapuran tanah asam dengan bahan yang mengandung Ca atau Mg akan menggeser kedudukan H+ di permukaan koloid sehingga menetralisir keasaman tanah. Ca dan Mg dapat bergabung dengan asam terlarut yang mungkin ada sehingga sifat keasamannya rusak (Kuswandi 1993). Dolomit, zeolit, dan terak baja mengandung Ca dan Mg sehingga dapat meningkatkan pH yang asam pada tanah gambut.
Gambar 13 Skema alur produksi CH4 di lahan sawah
Terak baja sebagai amelioran mampu menekan laju penurunan pH tanah gambut dibandingkan dengan dolomit dan zeolit. pH tanah gambut pada perlakuan tanpa amelioran, zeolit, dan terak baja memiliki hubungan yang nyata dengan fluks CH4. Semakin tinggi pH maka semakin tinggi pula fluks CH4. Hal itu disebabkan aktivitas bakteri metanogen yang tinggi pada pH optimumnya, yaitu sekitar 6-7 akibat penambahan amelioran dan penggenangan.
Kemampuan tanah melakukan pertukaran elektron dikenal dengan potensial redoks (Eh) tanah, proses redoks ini terjadi pada hampir semua jenis tanah. Kondisi oksidasi maupun reduksi dapat terjadi secara bersamaan (Setyanto 2004). Saat lapisan permukaan tanah berada pada kondisi oksidasi, lapisan bawah dapat berada pada kondisi reduksi akibat fluktuasi permukaan air tanah (Wang et al. 1994). Produksi CH4 terjadi pada potensial redoks kurang dari -200 mV terutama setelah 2 minggu penggenangan (IRRI 1998). Tahapan proses potensial redoks yang terjadi di lahan tergenang adalah berkurangnya kandungan O2 tanah, reduksi NO3, Mn4+, Fe3+, SO4, dan reduksi CO2 membentuk CH4 (Neue
et al. 1994). Terak baja memiliki nilai potensial redoks yang relatif rendah tetapi tidak meningkatkan nilai emisi CH4 karena adanya senyawa khelat antara asam-asam organik dari gambut dengan Fe3+ dari terak baja yang sangat tinggi sehingga lebih stabil. Total emisi CH4 setelah tanam pindah (tapin) lebih tinggi dibandingkan sebelum tapin dan setelah panen.
Hal ini disebabkan adanya peranan tanaman padi dalam mengemisikan CH4 ke atmosfer melalui struktur aerenkima padi. Pelepasan gas CH4 melalui aerenkima tanaman padi dapat mencapai 90% (Holzapfel-Pschorn et
al.1986). Tanaman padi juga menghasilkan
eksudat akar yang merupakan substrat tersedia bagi bakteri metanogen, sehingga total emisi CH4 semakin meningkat pada padi yang disawahkan. Total emisi pada sawah tanah inceptisol sekitar 57.87-282.93 kg/ha (Hartini 2008), sedangkan sawah lahan gambut sekitar 496.9-764.4 kg/ha. Hal ini menunjukkan emisi CH4 pada sawah lahan gambut lebih besar.
Jumlah anakan memiliki hubungan yang nyata dengan fluks CH4 pada perlakuan zeolit (Gambar 11). Semakin banyak jumlah anakan maka CH4 yang diemisikan semakin tinggi. Hal itu disebabkan banyaknya jumlah aerenkima yang berperan sebagai cerobong keluarnya CH4 ke atmosfer. Hubungan yang nyata hanya ditemukan pada perlakuan zeolit. Hal itu diduga pada perlakuan lain CH4 yang diemisikan lebih banyak melalui proses ebulisi dan difusi. CH4 keluar dari lahan sawah ke atmosfer melalui tiga proses yaitu : ebulisi (gelembung udara), difusi, dan transpor vaskular melalui aerenkima (Wang et al. 1994). Skema alur produksi CH4 di lahan sawah disajikan seperti pada Gambar 13.
Aerenkima terletak pada akar, batang, dan daun tanaman padi yang berfungsi sebagai cerobong pertukaran gas dari dalam tanah ke atmosfer. Perbedaan gradien konsentrasi air di sekitar akar dengan ruang antar sel pada akar menyebabkan CH4 terlarut terdifusi. Pada dinding korteks, CH4 terlarut berubah menjadi gas dan disalurkan ke batang melalui pembuluh aerenkima (IRRI 1998).
Analisis statistik menunjukkan hasil padi gabah kering giling (GKG) antara tanpa pemberian dan pemberian amelioran tidak berbeda nyata. Terkait dengan teknologi mitigasi CH4 pada tanah gambut, pemberian dolomit adalah yang terbaik karena secara signifikan mampu menekan CH4 dari lahan sawah dan tidak mengurangi produktivitas tanaman.
SIMPULAN
Hasil penelitian selama selama satu musim menunjukkan bahwa dolomit sebagai amelioran mengemisi CH4 paling rendah yaitu 496.9 kg/ha, diikuti oleh terak baja, zeolit, dan tanpa amelioran berturut-turut 543.0 kg/ha, 698.7 kg/ha, dan 764.4 kg/ha.
Hasil gabah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuannya dan berkisar 5.2 – 6.0 ton/ha. Dolomit adalah amelioran terbaik dari empat perlakuan amelioran yang diuji pada lahan gambut yang disawahkan karena emisi CH4 yang dihasilkan rendah dengan hasil gabah yang tidak berbeda dibandingkan perlakuan lainnya. CH4 yang diemisikan pada perlakuan tanpa amelioran, zeolit, dan terak baja memiliki hubungan yang nyata dengan pH, sedangkan pada perlakuan zeolit memiliki hubungan yang nyata dengan jumlah anakan.
SARAN
Analisis terhadap bahan amelioran perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur hara dan unsur berbahaya lainnya yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat dibandingkan antar perlakuannya. Penelitian sebaiknya dilakukan selama dua musim sebagai pembanding.
DAFTAR PUSTAKA
Agus F, Irawan. 2004. Alih guna dana lingkungan lahan sawah. Di dalam: Agus F, Adimihardja A, Hardjowigeno S, Fagi AM, Hartatik W, editor. Tanah Sawah
dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat .
Andriesse JP. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. Roma : FAO Soils Bulletin.
Aulakh MS, Wassmann R, Bueno C Kreuwieser J & H Rennenberg. 2001. Characterization of root exudates at different growth stages of ten rice (Oryza sativa L.) cultivars. Plant Biology 3: 139-148.
Barchia MF. 2002. Emisi karbon dan produktivitas tanah pada lahan gambut yang diperkaya bahan mineral berkadar besi tinggi pada sistem olah tanah yang berbeda. [disertasi]. Bogor: Program Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Brown DA. 1997. Microbiology of Methane Production in Peatlands. Di dalam: Parkyn LS, Ingram HAP, editor. Conserving of
Peatlands. Wallingford: CAB
International.
(H2, CO, CH4, OCS, N2O, and NO).
Microbial Reviews 60: 609-640.
Hartatik, Idris K, Sabiham dkk. Penggunaan fosfat alam pada tanah gambut yang diberi bahan amelioran terhadap asam-asam fenolat dan pertumbuhan tanaman padi.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Daya tanah dan Iklim; Bogor 14-15 September 2004.
Hartini. 2008. Identifikasi emisi metan (CH4) pada berbagai sistem pengelolaan tanaman padi di lahan pertanian. [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Holzapfel-Pschorn A, Conrad R, W
Seiler.1986. Effects of vegetation on the emission of methane from submerged paddy soil. Plant and Soil 92:223-233. [IAEA]InternationalAtomicEnergyAgency. 1993. Manual on Measurement of Methane and Nitrous Oxide Emission from Agricultural. Vienna: IAEA.
[IRRI] International Rice Research Institute. 1998. Methane Emission from Ricefields. Manila: IRRI.
Inubushi K, Furukawa Y, Hadi A, Purnomo E, Tsuruta H. 2003. Seasonal change of CO2, CH4, dan N2O fluxes in relation to land use change in tropical peatlands located in coastal area of South Kalimantan. J Chemosphere 52 : 603-608.
Ismunadji M, Partohardjono S, Syam S, Widjono A. 1988. Padi Buku 1. Bogor: Pertanian-Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.
Kuswandi. 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
Kimura MD, H Murakami, H Wada. 1991. CO2, H2, and CH4 production in rice rhizosphere.Soil Sci.Plant Nutr 37:55-60. Mario MD. 2002. Peningkatan produktivitas
dan stabilitas tanah gambut dengan pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan bahan berkadar besi tinggi. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mario MD. 2003. Use of ameliorant to reduce methane and carbon dioxide emissions from rice paddy at peat solis of Central Kalimantan. Indonesian Soil and Climate Journal 21: 1-6.
Murnita. 2001. Peranan bahan amelioran besi dan zeolit terhadap perilaku kalium dan produksi padi pada tanah gambut pantai dan peralihan Jambi. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Najiyati S, Muslihat L, Suryadiputra INN. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan
Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.
Neue HU, Wassmann R, Lantin RS. 1994. Mitigation option for methane emission from rice fields. Di dalam: Peng S,
Ingram KT, Neue HU, Ziska LH, editor.
Climate Change and Rice. Manila: IRRI. hlm 136-144.
Sabiham S, Mario MD, Barchia MF. 2003. Emisi-C dan produktivitas tanah pada lahan gambut yang diusahakan untuk pertanian. Di dalam: Sebaran Gambut di Indonesia. Seri Prosiding 02. Bogor: WetlandsInternational-Indonesia Programme.
Sabiham S, Sulistyono N. 2000. Kajian beberapa sifat inheren dan perilaku gambut: kehilangan CO2 dan CH4 melalui proses reduksi-oksidasi. J Tanah Trop
(10).
Sawiyo, Subardja D, Djaenudin D. 2000. Potensi lahan rawa di daerah Kapuas Murung dan Kapuas Barat untuk pengembangan pertanian. J Litbang Pertanian 19(1): 9-15.
Segers & Kenger SWM. 1997. Methane production as a function of anaerobic carbon mineralization. Soil Biology & Biochemistry 30 : 1107-1117.
Setyanto P. 2004. Mitigasi gas metana dari lahan sawah. Di dalam Agus F,
Adimihardja A, Hardjowigeno S, Fagi AM, Hartatik W, editor. Tanah Sawah
dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat . hlm 287-303. Wang Z, Kludze K, Crozier CR, Patrick WH.
1994. Soil characteristics affecting methane production and emission in flooded rice. Di dalam: Peng S, Ingram KT, Neue HU, Ziska LH, editor. Climate Change and Rice. Manila: IRRI. hlm 80-90.
Wihardjaka A. Makarim AK. 2001. Emisi gas metan melalui beberapa varietas padi tanah inceptisol yang disawahkan.
J Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
20: 10-15.
Yogiyahtadi S, Ciptodi B, Sugianto R. Pemanfaatan zeolit sebagai campuran pupuk anorganik dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman tebu.
1 2 3 2 63 9 3
2 3 CH4 3 3 64 9 4 CH4
3 4 3 4 CH4 65 9 5
4 5 3 5 66 CH4 , sem p ro t Ben t o & Sco r 9 6
5 6 3 6 67 9 7
6 Ren dam benih 7 CH4 3 7 68 9 8 CH4
7 8 3 8 CH4 & pengairan 69
8 9 3 9 70 C H4, P T V & pengukuran klorofil
9 Sem ai/sebar 1 0 4 0 71
1 0 Am bil co nt oh t anah 1 1 CH4 & sem p ro t P ast ac 4 1 72
1 1 1 2 4 2 C H4 & PT III & p en g u k u ran k lo ro fil 73
1 2 1 3 4 3 P up uk III 74 CH4
1 3 CH4 1 4 P T I & p enguk uran klo ro fil 4 4 75
1 4 1 5 CH4 4 5 76
1 5 1 6 4 6 CH4 & sem pro t Furadan 77
1 6 P en am bahan am elio ran 1 7 4 7 Sem pro t Ben t o 78 CH4
1 7 CH4 1 8 4 8 79
1 8 1 9 CH4 & sem p ro t P ast ac 4 9 Sem pro t Ben t o 80
1 9 2 0 5 0 CH4 81
2 0 2 1 P upuk II (N & K) 5 1 82 CH4
2 1 CH4 2 2 5 2 83
2 2 2 3 CH4 5 3 84 P T VI & p enguk uran kloro fil
2 3 OT , & p en gairan 2 4 5 4 CH4 85
2 4 2 5 5 5 86 CH4
2 5 P ra-survey CH4 2 6 5 6 P T IV & p en g u k u ran k lo ro fil 87
2 6 2 7 CH4 5 7 88
2 7 2 8 P T II & pen guk uran k lo ro fil 5 8 CH4 89 P anen
2 8 2 9 5 9 90 CH4
2 9 CH4 3 0 6 0 Sem pro t Ben t o 91
3 0 Ta na m pinda h, ppk. D sr.& P upuk I (N & K) 3 1 CH4 6 1 92
3 1 1 6 2 CH4
Ket : setiap pengambilan sampel CH4 dilakukan pengukuran Eh, pH, dan suhu PT : parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan
I II III Mean SD I II III Mean SD I II III Mean SD I II III Mean SD
17/03/2007 -13 102.6 95.0 154.9 117.5 32.61 87.6 51.2 59.0 66.0 19.18 79.5 158.1 132.4 123.4 40.09 74.0 110.5 108.1 97.5 20.42
21/03/2007 -9 513.6 315.1 429.3 419.4 99.62 141.9 193.3 175.0 170.1 26.05 302.0 293.2 181.1 258.8 67.43 197.0 268.3 187.1 217.5 44.33
25/03/2007 -5 745.9 310.0 814.0 623.3 273.48 393.8 363.6 308.4 355.3 43.30 302.1 364.6 347.3 338.0 32.27 368.6 496.9 422.0 429.1 64.43
29/03/2007 -1 597.3 304.0 406.4 435.9 148.83 380.4 264.8 271.7 305.6 64.84 294.6 399.7 205.2 299.8 97.36 476.7 290.3 152.2 306.4 162.86
02/04/2007 3 524.7 479.9 701.1 568.6 116.91 616.4 549.6 570.7 578.9 34.17 355.1 668.2 319.1 447.4 191.98 485.7 330.1 535.5 450.4 107.11
06/04/2007 7 591.9 638.0 516.4 582.1 61.38 523.3 681.8 784.3 663.1 131.53 632.2 590.4 639.0 620.5 26.28 625.8 525.3 455.3 535.5 85.69
10/04/2007 11 966.6 682.7 762.3 803.9 146.47 348.5 510.2 454.3 437.7 82.11 515.0 736.6 444.7 565.4 152.33 732.2 303.4 521.2 519.0 214.40
14/04/2007 15 1222.8 591.6 791.0 868.4 322.63 745.6 398.4 565.4 569.8 173.64 561.4 975.9 657.4 731.6 217.01 550.8 640.7 554.1 581.9 50.98
18/04/2007 19 1112.1 1017.6 1004.0 1044.6 58.90 747.7 688.6 662.1 699.5 43.82 567.5 950.9 1104.3 874.2 276.45 626.5 536.1 586.6 583.0 45.33
22/04/2007 23 932.4 1064.0 1276.0 1090.8 173.32 730.4 587.6 574.8 630.9 86.36 587.4 1236.4 1156.7 993.5 353.95 919.7 868.8 820.7 869.7 49.49
26/04/2007 27 853.5 878.4 1185.8 972.6 185.07 917.1 506.0 924.4 782.5 239.51 513.3 1170.5 689.7 791.2 340.12 554.7 816.7 733.8 701.7 133.91
30/04/2007 31 743.6 899.0 1060.8 901.1 158.57 607.5 313.5 625.5 515.5 175.20 720.1 1206.4 877.6 934.7 248.14 440.9 554.9 670.0 555.3 114.56
03/05/2007 34 527.3 885.7 897.2 770.1 210.37 474.0 621.2 465.1 520.1 87.66 591.5 899.5 787.5 759.5 155.93 355.5 600.0 562.8 506.1 131.76
07/05/2007 38 660.2 1012.6 889.2 854.0 178.81 498.3 421.0 549.8 489.7 64.86 617.6 1022.5 909.4 849.8 208.88 671.9 617.3 679.5 656.2 33.95
11/05/2007 42 718.9 1323.4 1179.3 1073.8 315.75 460.2 566.2 651.7 559.4 95.91 760.8 1242.7 1266.0 1089.8 285.23 618.5 703.0 682.6 668.0 44.12
15/05/2007 46 2415.1 1049.4 1102.9 1522.4 773.49 606.5 569.7 598.2 591.5 19.33 781.3 1161.0 1162.6 1035.0 219.72 662.9 790.2 744.0 732.3 64.44
19/05/2007 50 701.5 1059.8 1063.2 941.5 207.89 453.7 666.9 586.8 569.1 107.67 623.4 1084.3 1033.1 913.6 252.60 643.3 754.3 748.5 715.3 62.49
23/05/2007 54 485.5 695.4 539.1 573.3 109.03 380.0 495.5 226.4 367.3 135.02 465.0 629.7 638.7 577.8 97.81 359.3 382.9 382.6 374.9 13.56
27/05/2007 58 509.0 1228.0 1473.6 1070.2 501.31 668.9 666.9 478.3 604.7 109.49 494.9 1355.9 1250.8 1033.9 469.70 648.9 351.8 533.6 511.4 149.74
31/05/2007 62 802.1 1129.3 624.6 852.0 256.01 681.4 469.8 558.8 570.0 106.26 604.9 1012.4 944.9 854.1 218.43 756.3 645.4 780.7 727.4 72.10
04/06/2007 66 709.8 1055.6 585.3 783.6 243.66 783.7 506.5 669.6 653.3 139.34 663.1 742.4 874.1 759.9 106.59 393.5 497.9 488.7 460.0 57.83
08/06/2007 70 849.6 1040.0 790.7 893.4 130.31 671.6 455.1 651.4 592.7 119.59 685.1 861.8 810.3 785.7 90.90 475.8 768.4 735.1 659.8 160.20
12/06/2007 74 1112.4 1647.1 1209.5 1323.0 284.86 1276.1 752.7 982.1 1003.6 262.36 1399.0 1607.0 1546.8 1517.6 107.06 1134.2 1046.0 1029.6 1069.9 56.28
16/06/2007 78 674.5 491.7 309.8 492.0 182.35 191.3 269.4 384.3 281.6 97.10 327.7 453.7 336.7 372.7 70.28 437.7 624.5 526.3 529.5 93.45
20/06/2007 82 714.1 689.7 587.3 663.7 67.25 428.1 301.0 456.9 395.3 82.92 429.8 771.3 475.5 558.9 185.34 393.7 727.8 574.7 565.4 167.23
24/06/2007 86 575.0 885.2 848.5 769.6 169.47 696.9 440.5 503.5 547.0 133.58 657.7 1049.1 469.1 725.3 295.84 875.3 648.7 782.6 768.9 113.95
28/06/2007 90 102.6 161.6 98.4 120.9 35.30 62.9 94.6 67.0 74.8 17.25 87.0 74.5 31.5 64.3 29.13 43.7 231.2 127.0 134.0 93.96
02/07/2007 94 545.2 366.6 303.0 404.9 125.54 338.9 426.8 566.0 443.9 114.47 242.1 402.1 149.6 264.6 127.72 84.5 459.1 273.2 272.2 187.30
06/07/2007 98 614.5 398.1 851.3 621.3 226.67 336.2 378.3 274.7 329.7 52.12 505.7 1132.2 463.7 700.5 374.44 307.4 668.2 487.9 487.9 180.39
15 Maret 2007 -17 4.3 4.8 4.8 4.7 4.5 4.8 4.4 4.5 4.9 4.7 4.6 4.7 4.6 4.4 4.3 4.4
17 Maret 2007 -13 4.5 5.3 5.0 4.9 5.5 5.6 6.0 5.7 4.7 4.9 4.4 4.7 5.3 5.4 5.9 5.6
21 Maret 2007 -9 4.8 4.4 4.8 4.7 6.1 5.9 5.5 5.9 4.7 5.1 4.5 4.8 5.8 5.7 5.4 5.6
25 Maret 2007 -5 4.9 4.9 5.0 4.9 6.9 6.4 6.3 6.5 5.1 4.7 4.6 4.8 5.6 5.7 7.2 6.2
29 Maret 2007 -1 4.9 5.1 5.0 5.0 5.5 6.2 5.8 5.8 5.2 4.9 4.9 5.0 5.6 6.7 6.7 6.3
02 April 2007 3 5.3 5.6 5.2 5.4 5.9 6.4 6.1 6.1 5.4 5.1 5.0 5.1 6.2 6.7 6.3 6.4
06 April 2007 7 5.1 5.2 5.3 5.2 6.2 5.5 5.0 5.5 5.2 4.9 4.9 5.0 6.6 4.9 6.8 6.1
10 April 2007 11 4.4 4.9 4.9 4.7 5.6 5.7 6.1 5.8 5.1 4.6 5.1 4.9 5.7 6.3 6.2 6.1
14 April 2007 15 4.8 4.9 5.0 4.9 5.0 5.3 5.3 5.2 5.3 5.1 5.2 5.2 5.8 6.0 5.9 5.9
18 April 2007 19 4.7 5.1 4.9 4.9 5.7 5.6 4.7 5.3 5.3 4.8 4.8 5.0 5.7 6.1 6.0 5.9
22 April 2007 23 5.8 6.1 5.4 5.8 6.1 6.3 5.7 6.0 5.8 5.4 6.0 5.7 6.5 6.0 6.9 6.5
26 April 2007 27 5.1 5.1 5.2 5.1 5.9 5.9 6.0 5.9 5.6 5.3 5.1 5.3 6.5 6.1 6.3 6.3
30 April 2007 31 5.3 5.5 5.2 5.4 6.0 5.7 5.4 5.7 6.0 5.2 5.4 5.5 6.1 5.4 5.7 5.7
03 Mei 2007 34 5.4 5.4 5.9 5.6 6.1 5.2 5.4 5.6 5.9 5.7 6.1 5.9 6.1 5.7 6.3 6.0
07 Mei 2007 38 5.5 5.4 5.7 5.5 6.2 6.0 6.3 6.2 6.0 5.7 5.9 5.9 5.9 5.5 6.4 5.9
11 Mei 2007 42 5.8 5.9 6.2 6.0 6.3 9.3 6.5 7.3 6.2 6.0 6.2 6.1 6.4 6.1 6.5 6.3
15 Mei 2007 46 5.9 5.9 6.8 6.2 6.6 6.3 6.5 6.5 6.2 6.5 6.1 6.3 6.2 6.0 6.6 6.3
19 Mei 2007 50 5.9 5.8 6.3 6.0 5.6 6.1 6.4 6.0 6.0 5.9 6.0 6.0 6.9 6.4 6.6 6.6
23 Mei 2007 54 5.9 5.5 6.0 5.8 5.8 6.2 5.9 6.0 6.1 5.9 6.2 6.1 6.5 6.3 6.7 6.5
27 Mei 2007 58 6.0 5.5 6.5 6.0 6.5 5.8 6.1 6.1 6.4 5.9 5.9 6.1 6.2 6.5 6.8 6.5
31 Mei 2007 62 5.8 6.5 5.9 6.0 6.2 6.2 6.5 6.3 6.3 6.4 6.5 6.4 6.4 6.3 6.6 6.5
04 Juni 2007 66 6.1 6.2 6.2 6.2 6.3 6.3 6.3 6.3 6.0 5.9 5.3 5.8 6.1 6.0 6.7 6.3
08 Juni 2007 70 5.8 5.5 5.9 5.7 5.8 6.0 6.1 6.0 6.0 5.7 5.5 5.7 6.3 6.0 6.4 6.2
12 Juni 2007 74 6.2 6.2 6.1 6.2 6.9 6.2 6.3 6.4 6.2 6.3 6.2 6.2 6.2 6.3 6.5 6.3
16 Juni 2007 78 5.4 5.7 6.0 5.7 6.3 6.0 6.1 6.1 6.2 6.2 6.1 6.1 6.6 6.1 6.9 6.5
20 Juni 2007 82 5.8 5.7 5.7 5.7 6.0 5.6 5.5 5.7 5.9 5.8 5.6 5.8 5.7 5.6 5.6 5.6
24 Juni 2007 86 5.8 5.4 6.0 5.7 6.3 6.8 6.0 6.4 6.2 6.5 6.3 6.3 6.0 5.9 6.0 6.0
28 Juni 2007 90 5.6 6.0 5.3 5.6 6.8 6.4 5.9 6.4 6.2 6.1 6.2 6.2 5.9 6.2 6.6 6.2
02 Juli 2007 94 5.8 5.6 6.4 5.9 6.9 6.2 6.1 6.4 6.3 6.1 6.3 6.2 6.5 6.2 6.4 6.4
I II III M ean I II III M ean I II III M ean I II III M ean 0 2 Ap ril 20 0 7 3 4 4 2.3 -8 1.9 -60 .9 99 .8 22 6 .9 5 8 .2 2 2 0 .4 1 6 8 .5 -6 9 .2 3 0 .2 2 1 6 .2 5 9 .1 23 0 .6 -3 9 .8 -7 2 .1 3 9.6 0 6 Ap ril 20 0 7 7 -5 1.7 -1 0 1.9 -63 .9 -72 .5 18 8 .9 -4 8 .8 1 8 8 .4 1 0 9 .5 -7 4 .9 -4 1 .8 -4 8 .8 -5 5 .2 -5 2 .4 -7 1 .8 -9 4 .1 -7 2.8 1 0 Ap ril 20 0 7 1 1 -5 0.7 -1 0 0.9 -64 .9 -72 .2 19 1 .5 -6 9 .8 4 9 .4 5 7 .0 -6 9 .4 -5 1 .8 -0 .8 -4 0 .7 -6 4 .7 -8 1 .8 -9 2 .1 -7 9.5 1 4 Ap ril 20 0 7 1 5 -6 4.7 -9 6.9 -58 .9 -73 .5 16 6 .2 -7 1 .8 -5 5 .6 1 2 .9 -1 8 .2 -5 5 .8 5 8 .2 -5 .3 -6 9 .4 -8 5 .8 -9 2 .1 -8 2.4 1 8 Ap ril 20 0 7 1 9 -5 8.7 -9 3.9 -68 .9 -73 .8 15 6 .2 -7 8 .8 -6 7 .6 3 .3 -7 9 .2 -6 0 .8 3 1 8 .2 5 9 .4 -7 7 .4 -7 5 .8 -2 5 7 .1 -1 3 6.8 2 2 Ap ril 20 0 7 2 3 -5 7.7 -1 1 5.9 -25 .9 -66 .5 12 9 .2 -6 6 .8 -6 6 .6 -1 .4 -4 8 .2 -5 4 .8 9 5 .2 -2 .6 -7 4 .4 -8 5 .8 -9 7 .1 -8 5.8 2 6 Ap ril 20 0 7 2 7 -6 3.7 -1 1 2.9 -67 .9 -81 .5 7 3 .2 -9 .8 -7 1 .6 -2 .7 7 1 .8 -6 7 .8 9 2 .2 3 2 .1 -8 3 .4 -8 6 .8 -1 0 8 .1 -9 2.8 3 0 Ap ril 20 0 7 3 1 -6 7.7 -1 1 7.9 -87 .9 -91 .2 1 8 .2 -3 0 .8 -1 1 .6 -8 .1 -3 1 .2 1 1 .2 8 2 .2 2 0 .7 -4 0 .4 -1 0 4 .8 -1 1 2 .1 -8 5.8 0 M ei 2 0 07 3 4 -7 0.7 -1 1 3.9 -75 .9 -86 .8 2 3 .2 -6 8 .8 -7 6 .6 -4 0 .7 -7 5 .2 -5 5 .8 8 1 .2 -1 6 .6 -7 8 .4 -9 8 .8 -1 1 1 .1 -9 6.1
0 M ei 2 0 07 3 8 -7 5.7 -1 0 0.9 -68 .9 -81 .8 1 6 .2 -6 6 .8 -7 2 .6 -4 1 .1 -6 0 .2 -5 0 .8 8 3 .2 -9 .3 -7 1 .4 -9 3 .8 9 5 .9 -2 3.1
1 M ei 2 0 07 4 2 -5 2.7 -1 0 6.9 -59 .9 -73 .2 -3 9 .8 -6 3 .8 -7 4 .6 -5 9 .4 -9 6 .2 -4 7 .8 8 6 .2 -1 9 .3 -7 6 .4 -8 8 .8 -2 4 .1 -6 3.1
1 M ei 2 0 07 4 6 -5 0.7 -1 2 3.9 -74 .9 -83 .2 -3 4 .8 5 1 .2 -6 8 .6 -1 7 .4 -1 1 .2 -1 .8 4 5 .2 1 0 .7 -8 2 .4 -8 9 .8 -1 5 .1 -6 2.4
1 M ei 2 0 07 5 0 -9 0.7 -8 1.9 -85 .9 -86 .2 -3 .8 -4 5 .8 -7 9 .6 -4 3 .1 -6 1 .2 -2 3 .8 8 4 .2 -0 .3 -10 9 .4 -9 6 .8 -2 6 .1 -7 7.4
2 M ei 2 0 07 5 4 -8 6.7 -1 4 8.9 -1 00 .9 -1 12 .2 -3 0 .8 -1 0 2 .8 -9 5 .6 -7 6 .4 -1 0 6 .2 -9 2 .8 5 3 .2 -4 8 .6 -14 0 .4 -1 1 7 .8 -9 8 .1 -1 1 8.8 2 M ei 2 0 07 5 8 -4 1.7 -1 1 8.9 -56 .9 -72 .5 -8 .8 -6 6 .8 -5 4 .6 -4 3 .4 -5 2 .2 -3 4 .8 7 7 .2 -3 .3 -11 1 .4 -5 5 .8 -2 1 .1 -6 2.8 3 M ei 2 0 07 6 2 -5 6.7 -1 3 5.9 -67 .9 -86 .8 -2 6 .8 -6 8 .8 -6 9 .6 -5 5 .1 2 5 .8 -5 9 .8 5 1 .2 5 .7 -11 3 .4 -8 1 .8 -1 1 0 .1 -1 0 1.8 0 Juni 2 0 07 6 6 -7 1.7 -1 4 0.9 -1 86 .9 -1 33 .2 -3 .8 -7 2 .8 -6 8 .6 -4 8 .4 -1 2 0 .2 -7 7 .8 6 4 .2 -4 4 .6 -20 5 .4 -1 4 .8 -2 1 6 .1 -1 4 5.4 0 Juni 2 0 07 7 0 -8 4.7 -1 3 2.9 -35 .9 -84 .5 -14 4 .8 -5 4 .8 -7 1 .6 -9 0 .4 -3 8 .2 -7 6 .8 5 5 .2 -1 9 .9 -2 9 .4 -2 6 .8 -5 5 .1 -3 7.1 1 Juni 2 0 07 7 4 -7 0.7 -1 2 4.9 -36 .9 -77 .5 -3 9 .8 -7 9 .8 -5 0 .6 -5 6 .7 -4 5 .2 -6 6 .8 5 7 .2 -1 8 .3 -9 7 .4 -1 9 .8 -1 5 .1 -4 4.1 1 Juni 2 0 07 7 8 -5 5.7 -1 2 3.9 -53 .9 -77 .8 16 4 .2 -7 4 .8 -7 5 .6 4 .6 -7 7 .2 -7 6 .8 7 3 .2 -2 6 .9 -7 2 .4 -5 8 .8 -6 7 .1 -6 6.1
20 Juni 2 0 07 8 2 1 1.3 -1 1 1.9 -54 .9 -51 .8 5 0 .2 -2 9 .8 -6 6 .6 -1 5 .4 1 6 .8 2 8 .2 5 3 .2 3 2 .7 -8 7 .4 -3 .8 2 9 .9 -2 0.4
24 Juni 2 0 07 8 6 -1 3.7 -1 1 6.9 -9 .9 -46 .8 2 4 .2 -5 6 .8 -7 3 .6 -3 5 .4 0 .8 -5 4 .8 -1 9 .8 -2 4 .6 -11 5 .4 -2 7 .8 -9 1 .1 -7 8.1 28 Juni 2 0 07 9 0 1 0.3 1 1 4.1 1 27 .1 83 .8 17 3 .2 -3 8 .8 2 1 4 .3 1 1 6 .2 8 2 .8 7 0 .2 9 5 .2 8 2 .7 -6 6 .4 -4 9 .8 -1 8 1 .1 -9 9.1
0 2 Juli 2 0 07 9 4 1 3 9.3 2.1 -19 .9 40 .5 4 4 .2 -3 7 .8 -5 9 .6 -1 7 .7 -9 5 .2 -1 4 .8 -7 7 .8 -6 2 .6 6 .6 -5 0 .8 -3 0 .1 -2 4.8
0 6 Juli 2 0 07 9 8 2 0.3 -9 4.9 -94 .9 -56 .5 2 9 .2 -8 0 .8 -6 4 .6 -3 8 .7 -8 8 .2 -1 0 9 .8 7 0 .2 -4 2 .6 -7 8 .4 -2 7 .8 -1 1 3 .1 -7 3.1 3
7
5 9 3
1 4 8 1
7
Lampiran 5 Data parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan
Tinggi Anakan Tinggi Anakan Tinggi Anakan Tinggi Anakan Tinggi Anakan Tinggi Anakan Tinggi Anakan Tinggi Anakan Tinggi Anakan
13 April 2007 14 39.0 1 38.0 2 38.5 2 40.0 5 25.0 4 32.5 5 31.0 2 34.0 5 32.5 4
27 April 2007 28 49.0 9 43.0 10 46.0 10 57.0 13 43.0 12 50.0 13 48.0 7 49.0 14 48.5 11
11 Mei 2007 42 65.0 16 59.0 14 62.0 15 52.0 16 68.0 12 60.0 14 71.0 21 58.0 19 64.5 20
25 Mei 2007 56 81.0 14 83.0 15 82.0 15 87.0 17 97.0 19 92.0 18 93.0 13 83.0 15 88.0 14
08 Juni 2007 70 106.0 14 101.0 11 103.5 13 109.0 17 100.0 16 104.5 17 104.0 12 110.0 29 107.0 21
2 Juni 2007 84 105.0 15 102.0 11 103.5 13 113.0 17 101.0 14 107.0 16 105.0 13 104.0 16 104.5 15 Rumpun 1 Rumpun 2
Rumpun 1
III
Rata-rata Tanggal HST Rumpun 1 Rumpun 2 Rata-rata
I II
Rata-rata Rumpun 2
2
Tanpa amelioran
Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan
1 A pril 2007 14 29.0 4 27.0 3 28.0 4 36.0 4 26.0 2 31.0 3 31.0 4 27.0 4 29.0 4
2 A pril 2007 28 49.0 11 47.0 16 48.0 14 44.0 10 50.0 15 47.0 13 44.0 11 40.0 7 42.0 9
1 Mei 2007 42 65.0 11 58.0 12 61.5 12 67.0 20 60.0 14 63.5 17 61.0 20 61.0 16 61.0 18 2 Mei 2007 56 83.0 20 85.0 21 84.0 21 95.0 21 88.0 17 91.5 19 75.0 16 73.0 13 74.0 15
0 Juni 2007 70 98.0 18 109.0 14 103.5 16 116.0 21 102.0 17 109.0 19 98.0 20 100.0 17 99.0 19
2 Juni 2007 84 100.0 18 108.0 12 104.0 15 116.0 21 100.0 16 108.0 19 100.0 21 100.0 17 100.0 19 III
Rata-rata Rumpun 1 Rumpun 2 Rumpun 1 Rumpun 2
I
Rumpun 1 Rumpun 2 Rata-rata
II
Tanggal HST Rata-rata
3
7
1 5
8
Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan
13 A pril 2007 14 27.0 6 26.0 8 26.5 7 33.0 5 33.0 4 33.0 5 26.0 3 27.0 3 26.5 3
27 A pril 2007 28 55.0 12 52.0 18 53.5 15 43.0 11 51.0 12 47.0 12 39.0 7 40.0 8 39.5 8
11 M ei 2007 42 64.0 23 77.0 14 70.5 19 61.0 18 64.0 19 62.5 19 57.0 11 52.0 9 54.5 10
25 M ei 2007 56 91.0 24 95.0 19 93.0 22 82.0 20 83.0 21 82.5 21 84.0 21 85.0 21 84.5 21
08 Juni 2007 70 99.0 23 115.0 15 107.0 19 103.0 22 106.0 20 104.5 21 97.0 16 97.0 15 97.0 16
22 Juni 2007 84 100.0 22 115.0 15 107.5 19 101.0 22 106.0 20 103.5 21 97.0 16 101.0 15 99.0 16 Tanggal HST Rumpun 1 Rumpun 2 Rata-rata Rumpun 1 Rumpun 2 Rata-rata Rumpun 1 Rumpun 2
I II III
Rata-rata
Zeolit
Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan Tinggi A nakan
13 A pril 2007 14 33.0 4 31.0 2 32.0 3 26.0 4 39.0 3 32.5 4 32.0 3 33.0 4 32.5 4
27 A pril 2007 28 43.0 8 57.0 17 50.0 13 57.0 15 39.0 10 48.0 13 49.0 9 50.0 16 49.5 13
11 M ei 2007 42 64.0 11 63.0 16 63.5 14 67.0 20 57.0 12 62.0 16 65.0 25 70.0 14 67.5 20
25 M ei 2007 56 82.0 76 84.0 15 83.0 46 84.0 21 89.0 22 86.5 22 98.0 26 86.0 14 92.0 20
08 Juni 2007 70 110.0 24 105.0 15 107.5 20 102.0 20 104.0 17 103.0 19 109.0 12 114.0 22 111.5 17 22 Juni 2007 84 110.0 26 106.0 15 108.0 21 104.0 20 104.0 17 104.0 19 116.0 11 115.0 21 115.5 16
Rumpun 2
Rata-rata Rata-rata
Tanggal HST Rata-rata
I II III
Rumpun 1 Rumpun 2 Rumpun 1 Rumpun 2 Rumpun 1
y = 3.5421x2 - 45.905x + 164.58 r = 0.26 ,n = 26 0 5 10 15 20 25 30
0 0.8 1.6 2.4 3.2 4 4.8 5.6 6.4 7.2
pH Fl u k s C H
4 (m
g
/m
2 /h
ar
[image:30.595.95.539.244.703.2]i)
Grafik hubungan antara pH (x) dengan fluks CH4 (y) pada
perlakuan dolomit
(a) (b)
(c) y = 2.2605x2 - 49.713x + 1075.7
r = 0.249, n = 12 0 200 400 600 800 1000 1200 1400
0 5 10 15 20 25
Jumlah anakan
y = -1.9009x2 + 38.049x + 756.58 r = 0.222, n = 12 0 200 400 600 800 1000 1200 1400
0 5 10 15 20 25
Jumlah anakan
F
luks
C
H
4 (m
g /m 2 /h a r i) r i) m 2 /ha (m g / Fl u k s C H 4
y = -0.4032x2 + 9.4583x + 870.33
r = 0.445, n = 12 0 200 400 600 800 1000 1200 1400
0 10 20 30 40 50
Jumlah anakan Fl u k s C H4 (m g /m 2/h a ri)
Grafik hubungan jumlah anakan (x) dan fluks CH4 (y) dari perlakuan
y = 0.00001x2 - 0.21723x + 1385.48044 r = 0.453, n = 12
0 200 400 600 800 1000
0 2000 4000 6000 8000
Hasil panen (kg/ha)
To
ta
l emis
i C
H
4 (kg
/h
a
)
y = -0.000001x2 - 0.014261x + 749.386609
r = 0.208, n = 12
0 200 400 600 800 1000
0 2000 4000 6000 8000 10000
Biomas panen (kg/ha)
T
o
ta
l e
m
is
i C
H
4 (k
g
/h
a
SARI WIRYANINGTYAS
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SARI WIRYANINGTYAS. Emisi Metan (CH4) pada Lahan Gambut yang Disawahkan dengan
Penambahan Amelioran. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan PRIHASTO SETYANTO.
Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Kabupaten Pati dari bulan Maret-Juli 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan amelioran yang dapat meningkatkan produktivitas padi di lahan gambut dengan emisi CH4 rendah. Percobaan disusun
secara acak kelompok dengan 3 ulangan, sebagai perlakuan yaitu tanpa amelioran, dolomit, zeolit, dan terak baja. Emisi CH4diukur langsung dari lahan sawah dengan sistem automated closed
chambers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi CH4 sangat beragam antara 496.9-764.4
kg/ha/musim. Emisi CH4 tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa amelioran (764.4 kg/ha) diikuti
oleh zeolit (698.7 kg/ha), terak baja (543.0 kg/ha), dan dolomit (496.9 kg/ha). Hasil pengamatan menunjukkan hubungan yang nyata antara fluks CH4 dengan pH pada perlakuan tanpa amelioran,
zeolit, terak baja, dan jumlah anakan pada perlakuan zeolit. Sedangkan hasil gabah antar amelioran tersebut tidak berbeda nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dolomit merupakan amelioran yang potensial dalam menekan emisi CH4di sawah lahan gambut.
ABSTRACT
SARI WIRYANINGTYAS. Methane (CH4) Emission from Paddy Peat Soil Amended with
Ameliorants. Supervised by IBNUL QAYIM and PRIHASTO SETYANTO.
This study was conducted in Indonesian Agricultural Environment Research Institute in District of Pati started from March to July 2007. The objectives of this research was to obtain ameliorant that increased rice paddy peat soil production with lower CH4 emission. This
experiment was arranged in a completely randomized block design with three replications and 4 treatments are: without ameliorant, dolomite, zeolite, and slag. Methane emission was measured using automated closed chamber technique. The result of experiment showed that total CH4
emission varied between 496.9 kg/ha/season to 764.4 kg/ha/season. The highest CH4emission
occur in without ameliorant treatment (764.4 kg/ha) followed by zeolite (698.7 kg/ha), slag (543.0 kg/ha), and dolomite (496.9 kg/ha). There were some significant relationships between CH4fluxes
Isu pemanasan global semakin meningkat dari tahun ke tahun. Fenomena yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca (GRK) semakin menjadi perhatian dunia saat ini. Metan (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca yang mampu menyerap panas radiasi gelombang panjang matahari selain uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan N2O (Agus&Irawan 2004). Pada skala global konsentrasi gas CH4 meningkat sekitar 1 % setiap tahun. Konsentrasi CH4 di udara saat ini sebesar 1.72 ppm atau 2 kali lebih besar dari konsentrasi saat pra industri yaitu 0.8 ppm (Segers&Kenger 1997). Menurut Setyanto (2004), CH4 dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik pada lahan rawa dan sawah. Lahan tersebut merupakan salah satu sumber penyumbang gas CH4 yang cukup signifikan, karena dengan kondisi tanah tergenang sangat sesuai bagi bakteri metanogen (Wihardjaka&Makarim 2001).
Pemanfaatan lahan potensial pertanian di Jawa semakin terdesak akibat laju pembangunan dan kepadatan penduduk. Akhir-akhir ini tumpuan harapan untuk memasok pangan nasional mulai banyak diarahkan pada pemanfaatan lahan pasang surut. Lahan pasang surut terdiri atas lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut, dan lahan salin (Sawiyo et al. 2000). Lahan pasang surut umumnya didominasi oleh tanah gambut dan tanah sulfat masam yang termasuk dalam ekosistem marginal (Najiyati
et al. 2005). Luas lahan pasang surut di Indonesia sekitar 20.1 juta ha, 2 juta ha diantaranya tergolong lahan potensial, 6.7 juta ha lahan sulfat masam, 11 juta ha lahan gambut, dan 0.4 juta ha lahan salin (Hartatik
et al. 2004). Lahan gambut yang berpotensi untuk dikembangkan diperkirakan seluas 5.6 juta ha, sedangkan untuk lahan pertanian masih terbatas, kurang dari 1 juta ha. Pengolahan lahan gambut harus memperhatikan peraturan yang berlaku agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem di dalamnya. Keppres No 32 tahun 1990 menyatakan bahwa gambut dengan kedalaman 3 m atau lebih termasuk kategori kawasan lindung yang tidak boleh diganggu.
Lahan gambut menyimpan cadangan karbon yang sangat besar berupa bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Pengelolaan tanah gambut yang tidak bijak akan berdampak terhadap meningkatnya
karena banyak mengandung karbon tanah dan nitrogen. Bahan organik di tanah gambut secara alami terdekomposisi secara lambat dan berlangsung terus-menerus (Inubushi et al. 2003). Lahan gambut umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah, miskin unsur hara, dan pH tanah yang sangat rendah (kisaran 3-5), sehingga memerlukan bahan amelioran sebelum dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Amelioran merupakan bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia.
Murnita (2001) melaporkan bahwa pemberian amelioran zeolit dapat meningkatkan erapan maksimum K+. Barchia (2002) membuktikan bahwa pemberian amelioran berupa terak baja pada lahan gambut transisi dapat meningkatkan stabilitas dan produktivitas gambut. Sedangkan Mario (2002) menunjukkan bahwa pemakaian terak baja sebagai amelioran dapat menurunkan emisi CH4 dan CO2.
Penelitian emisi CH4 pada lahan gambut yang disawahkan perlu dilaksanakan secara komperhensif dan terukur. Apabila tidak dilakukan, tuduhan sebagai kontributor emisi gas CH4 akan dilontarkan oleh negara maju apabila memanfaatkan lahan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mencari teknologi yang tepat selain dapat meningkatkan produksi padi juga menekan emisi gas CH4 dari lahan gambut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan amelioran yang dapat meningkatkan produktivitas padi di lahan gambut dengan emisi CH4 rendah.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2007 di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Batanghari, bahan amelioran berupa dolomit, zeolit, dan terak baja, pupuk N, P, dan K, Bento, Pastac
Alat yang digunakan antara lain sistem
Latar Belakang
Isu pemanasan global semakin meningkat dari tahun ke tahun. Fenomena yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca (GRK) semakin menjadi perhatian dunia saat ini. Metan (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca yang mampu menyerap panas radiasi gelombang panjang matahari selain uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan N2O (Agus&Irawan 2004). Pada skala global konsentrasi gas CH4 meningkat sekitar 1 % setiap tahun. Konsentrasi CH4 di udara saat ini sebesar 1.72 ppm atau 2 kali lebih besar dari konsentrasi saat pra industri yaitu 0.8 ppm (Segers&Kenger 1997). Menurut Setyanto (2004), CH4 dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik pada lahan rawa dan sawah. Lahan tersebut merupakan salah satu sumber penyumbang gas CH4 yang cukup signifikan, karena dengan kondisi tanah tergenang sangat sesuai bagi bakteri metanogen (Wihardjaka&Makarim 2001).
Pemanfaatan lahan potensial pertanian di Jawa semakin terdesak akibat laju pembangunan dan kepadatan penduduk. Akhir-akhir ini tumpuan harapan untuk memasok pangan nasional mulai banyak diarahkan pada pemanfaatan lahan pasang surut. Lahan pasang surut terdiri atas lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut, dan lahan salin (Sawiyo et al. 2000). Lahan pasang surut umumnya didominasi oleh tanah gambut dan tanah sulfat masam yang termasuk dalam ekosistem marginal (Najiyati
et al. 2005). Luas lahan pasang surut di Indonesia sekitar 20.1 juta ha, 2 juta ha diantaranya tergolong lahan potensial, 6.7 juta ha lahan sulfat masam, 11 juta ha lahan gambut, dan 0.4 juta ha lahan salin (Hartatik
et al. 2004). Lahan gambut yang berpotensi untuk dikembangkan diperkirakan seluas 5.6 juta ha, sedangkan untuk lahan pertanian masih terbatas, kurang dari 1 juta ha. Pengolahan lahan gambut harus memperhatikan peraturan yang berlaku agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem di dalamnya. Keppres No 32 tahun 1990 menyatakan bahwa gambut dengan kedalaman 3 m atau lebih termasuk kategori kawasan lindung yang tidak boleh diganggu.
Lahan gambut menyimpan cadangan karbon yang sangat besar berupa bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Pengelolaan tanah gambut yang tidak bijak akan berdampak terhadap meningkatnya
karena banyak mengandung karbon tanah dan nitrogen. Bahan organik di tanah gambut secara alami terdekomposisi secara lambat dan berlangsung terus-menerus (Inubushi et al. 2003). Lahan gambut umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah, miskin unsur hara, dan pH tanah yang sangat rendah (kisaran 3-5), sehingga memerlukan bahan amelioran sebelum dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Amelioran merupakan bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia.
Murnita (2001) melaporkan bahwa pemberian amelioran zeolit dapat meningkatkan erapan maksimum K+. Barchia (2002) membuktikan bahwa pemberian amelioran berupa terak baja pada lahan gambut transisi dapat meningkatkan stabilitas dan produktivitas gambut. Sedangkan Mario (2002) menunjukkan bahwa pemakaian terak baja sebagai amelioran dapat menurunkan emisi CH4 dan CO2.
Penelitian emisi CH4 pada lahan gambut yang disawahkan perlu dilaksanakan secara komperhensif dan terukur. Apabila tidak dilakukan, tuduhan sebagai kontributor emisi gas CH4 akan dilontarkan oleh negara maju apabila memanfaatkan lahan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mencari teknologi yang tepat selain dapat meningkatkan produksi padi juga menekan emisi gas CH4 dari lahan gambut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan amelioran yang dapat meningkatkan produktivitas padi di lahan gambut dengan emisi CH4 rendah.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2007 di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Batanghari, bahan amelioran berupa dolomit, zeolit, dan terak baja, pupuk N, P, dan K, Bento, Pastac
Alat yang digunakan antara lain sistem
kromatografi gas, komputer, dan alat-alat bercocok tanam.
Metode
a. Pengambilan sampel tanah
Tanah gambut diambil dari Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan, denga