• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas antagonistik kultur starter yogurt dan kefir terhadap bakteri Staphylococcus aureus selama proses penyimpanan dingin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas antagonistik kultur starter yogurt dan kefir terhadap bakteri Staphylococcus aureus selama proses penyimpanan dingin"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTAGONISTIK KULTUR STARTER YOGURT

DAN KEFIR TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus

SELAMA PROSES PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

ANNISA PARAMITA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

ANNISA PARAMITA. D14204059. 2008. Aktivitas Antagonistik Kultur Starter Yogurt dan Kefir terhadap Bakteri Staphylococcus aureus selama Penyimpanan Dingin. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA. Pembimbing Anggota : Epi Taufik, S.Pt., MVPH

Fermentasi telah lama digunakan sebagai mekanisme utama dalam proses pengawetan dan peningkatan keamanan produk susu. Oleh karena itu kualitas kultur starter yang digunakan dalam produk susu fermentasi memiliki peranan yang sangat penting. Disatu sisi produk susu fermentasi umumnya dianggap sebagai produk yang aman untuk dikonsumsi, disisi lain kontaminasi bakteri patogen ke dalam susu dapat terjadi pada saat pemerahan, selama penanganan atau pada proses produksi. Dengan demikian kajian tentang ketahanan hidup agen kontaminasi atau kontaminan terhadap aktivitas kultur starter yang digunakan pada proses pembuatan susu fermentasi menjadi menarik untuk dipelajari.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aktivitas antagonistik kultur starter yogurt dan kefir terhadap ketahanan hidup Staphylococcus aureus selama penyimpanan dingin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2007 hingga Januari 2008 di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Ilmu produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB serta Laboratorium Diagnostik Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian ini dilakukan dengan menambahkan isolat bakteri patogen Staphylococcus aureus (SA) asal susu kambing perah dan kultur starter yogurt (Yogurt (YT+SA) = Streptococcus thermophilus (ST) + Lactobacillus bulgaricus (LB); Yogurt Probiotik (YP+SA) =

Streptococcus thermophilus (ST) + Lactobacillus bulgaricus (LB) +

Bifidobacterium longum (BL)) dan kefir (Kefir (KF+SA) = kultur starter biji kefir) ke dalam susu yang steril dan diinkubasi pada suhu 37°C untuk yogurt dan 28°C±1 untuk kefir selama 24 jam. Setelah inkubasi, produk disimpan dalam refrigerator (5±2°C) selama 11 hari.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai pH, Total Asam Tertitrasi (TAT), jumlah populasi bakteri asam laktat (BAL) dan jumlah populasi bakteri patogen SA. Peubah-peubah tersebut diukur setiap hari selama 11 hari penyimpanan dingin. Jumlah SA pada YP+SA dan KF+SA berbeda nyata (P<0,05) pada akhir penyimpanan sedangkan pada YP+SA dan YT+SA serta YT+SA dan KF+SA tidak berbeda nyata (P>0,05). Kultur starter YT+SA dan YP+SA lebih mampu dalam menghambat pertumbuhan SA dibandingkan KF+SA, tetapi jumlah populasi SA masih di atas 107 cfu/ml pada akhir penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa susu fermentasi (YT+SA, YP+SA, dan KF+SA) yang selama ini dianggap aman dapat menjadi resiko bagi kesehatan konsumen jika terjadi rekontaminasi Staphylococcus aureus dalam jumlah tinggi setelah proses pasteurisasi (bahan baku, peralatan, pekerja, dan saat proses produksi) karena SA dapat menghasilkan toksin ketika populasinya mencapai lebih dari 106 cfu/ml.

(3)

ABSTRACT

The Antagonistic Activity of Yoghurt and Kefir Starter Culture toward Staphylococcus aureus during Cold Storage

Paramita, A., R.R.A. Maheswari, dan E. Taufik

Fermentation has been used as primary mechanism in preserving and increasing safety of milk products. Consequently, fermented milk products are generally considered as safe product. The contamination of pathogenic bacteria into the milk may occur in the farm or during handling and processing of the milk products. The contamination source might be originated from the environment, mammary gland, utensils, and workers. Thus, the quality of starter culture which is used in the production of fermented milk play an important role. Therefore the objective of this experiment is to study the antagonistic activity of yoghurt and kefir starter culture on the survival of Staphylococcus aureus (S. aureus) during cold storage. This experiment was done by addition of Staphylococcus aureus

isolated from goat milk and starter culture of yoghurt (Yoghurt (YT+SA) =

Streptococcus thermophilus (ST) + Lactobacillus bulgaricus (LB); Probiotic Yoghurt (YP+SA) = Streptococcus thermophilus (ST) + Lactobacillus bulgaricus

(LB) + Bifidobacterium longum (BL)) and kefir (Kefir (KF+SA) = kefir grain)) into sterile milk and incubated it at 37ºC for yoghurt and 28±1ºC for kefir within 24 hours. The product was then stored in the refrigerator (5±2ºC) for 11 days. The enumeration of total lactic acid bacteria and total Staphylococcus as well as pH and titratable acidity values were carried out every two days during cold storage. The results showed that yoghurt starter culture can inhibit the growth of SA 5,82% respectively at the end of cold storage, however the population of SA still above 107 cfu/ml. The result of this experiment was also proved that high level post fermentation contamination of SA in fermented milk posses high risk of foodborne disease to the consumer.

(4)

AKTIVITAS ANTAGONISTIK KULTUR STARTER YOGURT

DAN KEFIR TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus

SELAMA PROSES PENYIMPANAN DINGIN

ANNISA PARAMITA D14204059

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

AKTIVITAS ANTAGONISTIK KULTUR STARTER YOGURT

DAN KEFIR TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus

SELAMA PROSES PENYIMPANAN DINGIN

Oleh

ANNISA PARAMITA D14204059

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 Juli 2008

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595

Pembimbing Anggota

Epi Taufik S.Pt., MVPH NIP. 132 258 289

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis

merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir.

Mochammad Yusuf dan Ibu Dra. Hermini Setyowati M.M.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Tugu Ibu

Depok pada tahun 1992 dan pendidikan dasar di SD Tugu Ibu Depok pada tahun

1998. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 3

Depok dan dilanjutkan ke pendidikan menengah atas di SMAN 2 Depok yang

diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Ujian Seleksi Mahasiswa Baru (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan penulis aktif mengikuti stadium general dan

menjadi anggota panitia pada berbagai acara kegiatan kemahasiswaan. Sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Peternakan,

penulis menyelesaikan skripsinya dengan judul Aktivitas Antagonistik Kultur

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul ”Aktivitas Antagonistik Kultur Starter Yogurt dan Kefir terhadap Ketahanan Hidup Bakteri Staphylococcus aureus selama Proses Penyimpanan Dingin” ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas antagonisme kultur

starter yang digunakan untuk membuat yoghurt dan kefir terhadap ketahanan hidup bakteri patogen, yaitu Staphylococcus aureus selama proses penyimpanan dingin. Meningkatnya minat konsumen terhadap produk olahan susu seperti susu

pasteurisasi atau susu fermentasi mendorong unit-unit rumah tangga untuk

memproduksi dan memasarkan produk olahan susu tersebut langsung kepada

masyarakat. Selama ini produk susu fermentasi dianggap aman tetapi karena

bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan susu fermentasi tersebut

kurang sanitasinya maka produk susu fermentasi tersebut diragukan keamanannya

untuk dikonsumsi. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang sering kali mengkontaminasi susu dikarenakan kurangnya aplikasi sanitasi

dan higiene pekerja pada industri pengolahan susu. Fermentasi diharapkan mampu

menjadi salah satu cara untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen yang

terkandung pada susu dan produk olahannya sehingga dapat meningkatkan

keamanan mikrobiologis serta dapat meningkatkan masa simpan produk.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun guna

memperbaiki skripsi ini sangat diperlukan bagi penulis. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian

sktipsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Bogor, Juni 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN ... 1

Aplikasi Bakteri Asam Laktat dalam Susu Fermentasi... 9

Sifat Antagonistik Bakteri Asam Laktat dan Metabolitnya ... 9

Prevalensi Bakteri Staphylococcus aureus dalam Susu ... 11

Pemanfaatan Sifat Antagonisme Bakteri Asam Laktat dan Metabolitnya dalam Peningkatan Masa Simpan dan Keamanan Mikrobiologis Bahan Pangan ...12

Ketahanan Hidup Bakteri Staphylococcus aureus dalam Interaksinya dengan Bakteri Asam Laktat dalam Susu atau Produk Olahannya... 12

Persiapan Bakteri Uji ... 16

Pembuatan Susu Fermentasi ... 17

Pembuatan Yogurt... 17

Pembuatan Kefir ... 17

Cara Pengambilan Contoh... 17

(9)

Pengukuran pH... 18

Pengukuran Total Asam Tertitrasi (TAT)... 18

Analisis Mikrobiologis... 20

a. Jumlah Populasi BAL... 20

b. Jumlah Populasi SA ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN... 22

Nilai pH... 22

Nilai Total Asam Tertitrasi (TAT)... 24

Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 25

Populasi BAL pada Perlakuan dan Kontrol Kultur Starter ... 27

Populasi Staphylococcus aureus (SA)...29

KESIMPULAN DAN SARAN... 32

Kesimpulan ... 32

Saran... 32

UCAPAN TERIMA KASIH... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jalur Katabolis dalam BAL (Hofvendahl dan Haegerdal, 2000) ... 5

...

2. Biji Kefir (Farnworth, 2005) ... 8

3. Elektron Mikrograf dari Biji Kefir (Farnworth, 2005)... 8

4. Gambaran Umum Pembuatan Produk Susu Fermentasi dan Analisis Sampel... 19

5. Bagan Alir Perhitungan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 20

6. Bagan Alir Perhitungan Populasi Staphylococcus aureus (SA) ... 21 7. Grafik Rataan Nilai pH pada Perlakuan dan Kontrol selama Proses

Penyimpanan Dingin... 22

8. Grafik Rataan Nilai Total Asam Tertitrasi (TAT) pada Perlakuan dan Kontrol selama Proses Penyimpanan Dingin ... 24

9. Grafik Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Perlakuan selama Proses Penyimpanan Dingin ... 26

10. Grafik Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Perlakuan dan KYT selama Proses Penyimpanan Dingin ... 27

11. Grafik Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Perlakuan dan KYP selama Proses Penyimpanan Dingin... 28

12. Grafik Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Perlakuan dan KKF selama Proses Penyimpanan Dingin... 28

(11)

AKTIVITAS ANTAGONISTIK KULTUR STARTER YOGURT

DAN KEFIR TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus

SELAMA PROSES PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

ANNISA PARAMITA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

ANNISA PARAMITA. D14204059. 2008. Aktivitas Antagonistik Kultur Starter Yogurt dan Kefir terhadap Bakteri Staphylococcus aureus selama Penyimpanan Dingin. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA. Pembimbing Anggota : Epi Taufik, S.Pt., MVPH

Fermentasi telah lama digunakan sebagai mekanisme utama dalam proses pengawetan dan peningkatan keamanan produk susu. Oleh karena itu kualitas kultur starter yang digunakan dalam produk susu fermentasi memiliki peranan yang sangat penting. Disatu sisi produk susu fermentasi umumnya dianggap sebagai produk yang aman untuk dikonsumsi, disisi lain kontaminasi bakteri patogen ke dalam susu dapat terjadi pada saat pemerahan, selama penanganan atau pada proses produksi. Dengan demikian kajian tentang ketahanan hidup agen kontaminasi atau kontaminan terhadap aktivitas kultur starter yang digunakan pada proses pembuatan susu fermentasi menjadi menarik untuk dipelajari.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aktivitas antagonistik kultur starter yogurt dan kefir terhadap ketahanan hidup Staphylococcus aureus selama penyimpanan dingin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2007 hingga Januari 2008 di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Ilmu produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB serta Laboratorium Diagnostik Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian ini dilakukan dengan menambahkan isolat bakteri patogen Staphylococcus aureus (SA) asal susu kambing perah dan kultur starter yogurt (Yogurt (YT+SA) = Streptococcus thermophilus (ST) + Lactobacillus bulgaricus (LB); Yogurt Probiotik (YP+SA) =

Streptococcus thermophilus (ST) + Lactobacillus bulgaricus (LB) +

Bifidobacterium longum (BL)) dan kefir (Kefir (KF+SA) = kultur starter biji kefir) ke dalam susu yang steril dan diinkubasi pada suhu 37°C untuk yogurt dan 28°C±1 untuk kefir selama 24 jam. Setelah inkubasi, produk disimpan dalam refrigerator (5±2°C) selama 11 hari.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai pH, Total Asam Tertitrasi (TAT), jumlah populasi bakteri asam laktat (BAL) dan jumlah populasi bakteri patogen SA. Peubah-peubah tersebut diukur setiap hari selama 11 hari penyimpanan dingin. Jumlah SA pada YP+SA dan KF+SA berbeda nyata (P<0,05) pada akhir penyimpanan sedangkan pada YP+SA dan YT+SA serta YT+SA dan KF+SA tidak berbeda nyata (P>0,05). Kultur starter YT+SA dan YP+SA lebih mampu dalam menghambat pertumbuhan SA dibandingkan KF+SA, tetapi jumlah populasi SA masih di atas 107 cfu/ml pada akhir penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa susu fermentasi (YT+SA, YP+SA, dan KF+SA) yang selama ini dianggap aman dapat menjadi resiko bagi kesehatan konsumen jika terjadi rekontaminasi Staphylococcus aureus dalam jumlah tinggi setelah proses pasteurisasi (bahan baku, peralatan, pekerja, dan saat proses produksi) karena SA dapat menghasilkan toksin ketika populasinya mencapai lebih dari 106 cfu/ml.

(13)

ABSTRACT

The Antagonistic Activity of Yoghurt and Kefir Starter Culture toward Staphylococcus aureus during Cold Storage

Paramita, A., R.R.A. Maheswari, dan E. Taufik

Fermentation has been used as primary mechanism in preserving and increasing safety of milk products. Consequently, fermented milk products are generally considered as safe product. The contamination of pathogenic bacteria into the milk may occur in the farm or during handling and processing of the milk products. The contamination source might be originated from the environment, mammary gland, utensils, and workers. Thus, the quality of starter culture which is used in the production of fermented milk play an important role. Therefore the objective of this experiment is to study the antagonistic activity of yoghurt and kefir starter culture on the survival of Staphylococcus aureus (S. aureus) during cold storage. This experiment was done by addition of Staphylococcus aureus

isolated from goat milk and starter culture of yoghurt (Yoghurt (YT+SA) =

Streptococcus thermophilus (ST) + Lactobacillus bulgaricus (LB); Probiotic Yoghurt (YP+SA) = Streptococcus thermophilus (ST) + Lactobacillus bulgaricus

(LB) + Bifidobacterium longum (BL)) and kefir (Kefir (KF+SA) = kefir grain)) into sterile milk and incubated it at 37ºC for yoghurt and 28±1ºC for kefir within 24 hours. The product was then stored in the refrigerator (5±2ºC) for 11 days. The enumeration of total lactic acid bacteria and total Staphylococcus as well as pH and titratable acidity values were carried out every two days during cold storage. The results showed that yoghurt starter culture can inhibit the growth of SA 5,82% respectively at the end of cold storage, however the population of SA still above 107 cfu/ml. The result of this experiment was also proved that high level post fermentation contamination of SA in fermented milk posses high risk of foodborne disease to the consumer.

(14)

AKTIVITAS ANTAGONISTIK KULTUR STARTER YOGURT

DAN KEFIR TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus

SELAMA PROSES PENYIMPANAN DINGIN

ANNISA PARAMITA D14204059

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

AKTIVITAS ANTAGONISTIK KULTUR STARTER YOGURT

DAN KEFIR TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus

SELAMA PROSES PENYIMPANAN DINGIN

Oleh

ANNISA PARAMITA D14204059

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 Juli 2008

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595

Pembimbing Anggota

Epi Taufik S.Pt., MVPH NIP. 132 258 289

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis

merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir.

Mochammad Yusuf dan Ibu Dra. Hermini Setyowati M.M.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Tugu Ibu

Depok pada tahun 1992 dan pendidikan dasar di SD Tugu Ibu Depok pada tahun

1998. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 3

Depok dan dilanjutkan ke pendidikan menengah atas di SMAN 2 Depok yang

diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Ujian Seleksi Mahasiswa Baru (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan penulis aktif mengikuti stadium general dan

menjadi anggota panitia pada berbagai acara kegiatan kemahasiswaan. Sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Peternakan,

penulis menyelesaikan skripsinya dengan judul Aktivitas Antagonistik Kultur

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul ”Aktivitas Antagonistik Kultur Starter Yogurt dan Kefir terhadap Ketahanan Hidup Bakteri Staphylococcus aureus selama Proses Penyimpanan Dingin” ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas antagonisme kultur

starter yang digunakan untuk membuat yoghurt dan kefir terhadap ketahanan hidup bakteri patogen, yaitu Staphylococcus aureus selama proses penyimpanan dingin. Meningkatnya minat konsumen terhadap produk olahan susu seperti susu

pasteurisasi atau susu fermentasi mendorong unit-unit rumah tangga untuk

memproduksi dan memasarkan produk olahan susu tersebut langsung kepada

masyarakat. Selama ini produk susu fermentasi dianggap aman tetapi karena

bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan susu fermentasi tersebut

kurang sanitasinya maka produk susu fermentasi tersebut diragukan keamanannya

untuk dikonsumsi. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang sering kali mengkontaminasi susu dikarenakan kurangnya aplikasi sanitasi

dan higiene pekerja pada industri pengolahan susu. Fermentasi diharapkan mampu

menjadi salah satu cara untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen yang

terkandung pada susu dan produk olahannya sehingga dapat meningkatkan

keamanan mikrobiologis serta dapat meningkatkan masa simpan produk.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun guna

memperbaiki skripsi ini sangat diperlukan bagi penulis. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian

sktipsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Bogor, Juni 2008

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN ... 1

Aplikasi Bakteri Asam Laktat dalam Susu Fermentasi... 9

Sifat Antagonistik Bakteri Asam Laktat dan Metabolitnya ... 9

Prevalensi Bakteri Staphylococcus aureus dalam Susu ... 11

Pemanfaatan Sifat Antagonisme Bakteri Asam Laktat dan Metabolitnya dalam Peningkatan Masa Simpan dan Keamanan Mikrobiologis Bahan Pangan ...12

Ketahanan Hidup Bakteri Staphylococcus aureus dalam Interaksinya dengan Bakteri Asam Laktat dalam Susu atau Produk Olahannya... 12

Persiapan Bakteri Uji ... 16

Pembuatan Susu Fermentasi ... 17

Pembuatan Yogurt... 17

Pembuatan Kefir ... 17

Cara Pengambilan Contoh... 17

(19)

Pengukuran pH... 18

Pengukuran Total Asam Tertitrasi (TAT)... 18

Analisis Mikrobiologis... 20

a. Jumlah Populasi BAL... 20

b. Jumlah Populasi SA ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN... 22

Nilai pH... 22

Nilai Total Asam Tertitrasi (TAT)... 24

Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 25

Populasi BAL pada Perlakuan dan Kontrol Kultur Starter ... 27

Populasi Staphylococcus aureus (SA)...29

KESIMPULAN DAN SARAN... 32

Kesimpulan ... 32

Saran... 32

UCAPAN TERIMA KASIH... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jalur Katabolis dalam BAL (Hofvendahl dan Haegerdal, 2000) ... 5

...

2. Biji Kefir (Farnworth, 2005) ... 8

3. Elektron Mikrograf dari Biji Kefir (Farnworth, 2005)... 8

4. Gambaran Umum Pembuatan Produk Susu Fermentasi dan Analisis Sampel... 19

5. Bagan Alir Perhitungan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 20

6. Bagan Alir Perhitungan Populasi Staphylococcus aureus (SA) ... 21 7. Grafik Rataan Nilai pH pada Perlakuan dan Kontrol selama Proses

Penyimpanan Dingin... 22

8. Grafik Rataan Nilai Total Asam Tertitrasi (TAT) pada Perlakuan dan Kontrol selama Proses Penyimpanan Dingin ... 24

9. Grafik Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Perlakuan selama Proses Penyimpanan Dingin ... 26

10. Grafik Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Perlakuan dan KYT selama Proses Penyimpanan Dingin ... 27

11. Grafik Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Perlakuan dan KYP selama Proses Penyimpanan Dingin... 28

12. Grafik Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Perlakuan dan KKF selama Proses Penyimpanan Dingin... 28

(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Konsumsi susu di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan Malaysia

dan Vietnam. Konsumsi susu di Indonesia pada tahun 2007 hanya sebesar 9 liter

per kapita pertahun. Jumlah ini berarti tidak sampai separo dari angka konsumsi

susu di Malaysia yang mencapai 25,4 liter per tahun. Angka konsumsi tersebut

juga masih di bawah negara tetangga lainnya, yakni Vietnam yang mencapai 10,7

liter per kapita per tahun. Pemerintah mengadakan program mengimpor sapi agar

produksi dan konsumsi susu di Indonesia meningkat. Pada perkembangannya,

minat masyarakat saat ini terhadap susu olahan baik berupa susu pasteurisasi

maupun fermentasi semakin meningkat. Hal ini ditujukan dengan semakin

beragamnya produk susu olahan yang beredar di masyarakat. Kendala kondisi

laktos intoleran menyebabkan konsumsi susu dalam bentuk cair kurang diminati,

sehingga bagi yang tetap ingin mengkonsumsi susu mengalihkan pilihannya pada

susu fermentasi.

Minat masyarakat yang cukup tinggi terhadap susu fermentasi

menyebabkan banyak industri atau usaha skala kecil atau rumah tangga

memproduksi susu fermentasi seperti yogurt. Kesadaran produsen

mengaplikasikan praktik higiene dan sanitasi yang masih rendah menyebabkan

kekhawatiran terhadap produk yang dihasilkan tidak terjamin kemanannya untuk

dikonsumsi. Pada proses fermentasi, produsen hanya mengandalkan asam-asam

organik yang diproduksi selama fermentasi untuk mampu menghambat

pertumbuhan bakteri patogen melalui penurunan pH.

Proses pembuatan susu fermentasi seperti yoghurt dan kefir meliputi

persiapan kultur starter, pemanasan susu, inkubasi, proses pendinginan dan

pengemasan. Tahapan proses tersebut memungkinan terjadinya kontaminasi

dengan bakteri patogen bila tidak dilakukan aplikasi sanitasi dan higiene yang

baik dan benar. Pekerja dapat merupakan salah satu sumber kontaminasi pada

proses produksi susu fermentasi. Salah satu bakteri patogen yang dapat

(22)

Tingkat ketahanan hidup bakteri patogen selama proses penyimpanan pada

berbagai susu fermentasi yang berbeda (yogurt dan kefir), menunjukkan pada

tingkat keamanan mikrobiologis produk tersebut. Produk-produk susu fermentasi

selama ini dianggap secara intrinsik telah aman untuk dikonsumsi karena secara

alami telah mengandung asam-asam organik.

Kotaminasi pada proses fermentasi dapat terjadi sebelum (pra), selama,

atau setelah proses fermentasi. Kondisi bahan baku yang diterima merupakan

salah satu titik kritis keamanan pangan produk susu fermentasi. Kontaminasi pra

fermentasi menarik untuk diteliti karena pada saat yang bersamaan kualitas starter

harus mampu menghasilkan produk dan menghambat bakteri patogen.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas antagonisme kultur

starter yang digunakan untuk pembuatan yogurt, yogurt probiotik dan kefir

terhadap ketahanan hidup bakteri patogen pencemar, yaitu Staphylococcus aureus

(23)

TINJAUAN PUSTAKA Susu Fermentasi

Pada standar CODEX No. 243 (CODEX, 2003) susu fermentasi

didefinisikan sebagai produk susu yang dihasilkan dengan cara memfermentasi

susu (susu yang digunakan dimungkinkan berasal dari bahan-bahan asal susu

dengan atau tanpa modifikasi komposisi) oleh aktivitas mikroorganisme yang

cocok dan menghasilkan penurunan pH dengan atau tanpa koagulasi (presipitasi

isoelektrik). Secara umum, jenis susu fermentasi dibedakan berdasarkan metode

fermentasi atau prosesnya, yang terkait dengan mikroba yang terlibat didalamnya.

Tiap jenis susu fermentasi melibatkan mikroba spesifik, namun demikian terdapat

kesamaan yang kuat dalam teknologi produksi yang digunakannya. Fermentasi

susu secara umum melibatkan metabolisme laktosa, disakarida dalam susu

menjadi asam laktat, oleh bakteri asam laktat terutama Lactococci dan

Lactobacilli (Surono, 2004).

Surono (2004) menjelaskan dalam memproduksi susu fermentasi yang

baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: susu segar bermutu tinggi, rendah

kandungan cemaran bakterinya, dipasteurisasi dengan tepat, menggunakan kultur

bibit (starter) yang aktif dan tepat, pendinginan yang cepat dan sanitasi yang baik.

Seleksi kultur starter dan kondisi fermentasi memegang peranan penting dalam

proses susu fermentasi. Kavas et al., (2003) menyatakan bahwa yogurt memiliki komposisi yang lebih kaya daripada susu disebabkan oleh kondisi produksi dan

zat-zat yang terkandung dengan kombinasinya yang ada di dalam yogurt

dibandingkan dalam susu sebagai akibat dari proses fermentasi. Proses fermentasi

menyebabkan kandungan nutrisi dalam yogurt meningkat dan lebih mudah

dicerna. Selain itu, yogurt mengandung bakteri yang menguntungkan bagi

kesehatan konsumennya.

Susu segar yang diolah dengan teknik fermentasi atau pemberian kultur

mikroba maka syarat-syarat berikut harus dipenuhi agar dapat disebut susu

fermentasi: (1) penggunaan mikroorganisme yang terpilih, non patogenik dan non

toksigenik; (2) derajat keasaman minimum yang harus dipenuhi adalah 0,6% total

asam yang dinyatakan dalam asam laktat diakhir proses fermentasi (setara dengan

(24)

terkandung dalam produk susu fermentasi setelah proses fermentasi selesai

setidaknya harus mengandung 108-109 koloni/ml produk. Mikroba yang hidup

tersebut harus merupakan spesies mikroba yang digunakan sebagai kultur starter

dan disebutkan dalam label kemasan. Pada saat produk dikonsumsi jumlah sel

hidup yang terkandung setidaknya harus berjumlah 107 koloni/ml (Kurmann et al.,1992).

Proses Fermentasi

Fermentasi susu didefinisikan sebagai modifikasi yang terjadi pada sifat

fisik, kimia atau fisiko kimia susu yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme

atau enzim yang dihasilkan. Proses fermentasi pada susu tidak hanya berperan

dalam menghasilkan flavor yang disukai dan tekstur produk, tetapi juga dapat

menyebabkan kerusakan dan degradasi produk. Fermentasi yang diinginkan dapat

dapat dipastikan berlangsung bila digunakan kultur mikroba dengan sifat-sifat

yang diketahui, ditambahkan ke dalam substrat susu atau produk susu (Frank dan

Marth, 1988). Secara biokimia, fermentasi adalah sebuah proses metabolis

dengannya karbohidrat dan senyawa lainnya yang berkaitan dioksidasi secara

parsial dengan melepaskan energi tanpa keberadaan akseptor elektron eksternal.

Akseptor elektron final adalah senyawa-senyawa organik yang diproduksi secara

langsung dari pemecahan karbohidrat (Jay et al., 2005). Fermentasi ini bertujuan agar susu tidak cepat membusuk dan menghasilkan produk susu dengan

karakteristik rasa, aroma, tekstur dan lain-lain yang dinginkan, disamping itu

untuk menghindari atau mencegah hal-hal yang tidak menguntungkan bagi

kesehatan (Hanlin dan Evancho, 1992).

Di alam terdapat banyak mikroorganisme yang dapat memetabolisme

berbagai jenis karbohidrat. Bakteri asam laktat (BAL) telah digunakan oleh

manusia untuk memfermentasi produk-produk pangan dan pakan sejak lama pada

masa-masa awal peradaban manusia. Sampai saat ini aplikasi utamanya masih

dalam industri pakan dan pangan misalnya dalam produksi produk olahan susu,

daging dan anggur (wine). BAL memfermentasi gula melalui jalur yang berbeda

sehingga menghasilkan fermentasi homo-, hetero-, atau campuran (Gambar 3)

(25)

Gambar 1. Jalur Katabolis dalam BAL (A) Homofermentasi, (B) Heterofermentasi dan (C) Fermentasi campuran (asam) [mixed acid]. P = phosphate, BP = bisphosphate, LDH = lactate dehydrogenase, PFL = pyruvate formate lyase, dan PDH = pyruvate dehydrogenase (Hofvendahl dan Haegerdal, 2000).

Homofermentasi hanya menghasilkan asam laktat (AL) sebagai produk

akhir metabolisme glukosa dalam proses ini digunakan jalur Embden–Meyerhof–

Parnas (Gambar 1A). Proses heterofermentasi AL, karbondioksida dan etanol

diproduksi dalam jumlah molar yang seimbang melalui jalur fosfoketolase. Rasio

etanol dan asetat yang terbentuk tergantung dari potensi oksidasi dan reduksi dari

sistem yang ada, jalur ini digunakan oleh heterofermentor fakultatif Lb. casei

(Gambar 1B) (Hofvendahl dam Haegerdal, 2000).

Fermentasi asam campuran dibentuk oleh homofermentor seperti

laktokokus pada saat ketersediaan glukosa kurang/sedikit, dan pada saat

pertumbuhan dalam gula-gula lain misalnya Lc. lactis pada maltosa, laktosa dan galaktosa atau pada saat peningkatan pH dan penurunan temperatur. Etanol, asam

asetat dan format dibentuk sebagai tambahan terhadap AL. Jalur yang digunakan

adalah homofermentatif, namun perbedaannya adalah dalam metabolisme piruvat,

dalam hal ini selain menghasilkan AL, juga dibentuk asam format dan acetyl-CoA

(26)

menjadi inaktif dan sebagai alternative jalur metabolisme piruvat menjadi aktif

melalui pyruvate dehydrogenase (PDH), yang menghasilkan produksi karbondioksida, acetyl-CoA dan NADH. BAL juga mampu membentuk produk-produk lain seperti flavor mis. diacetyl dan acetoin juga bakteriosin (Hofvendahl dan Haegerdal, 2000). Efisiensi fermentasi asam laktat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu mikroorganisme yang digunakan, sumber karbon, sumber nitrogen,

teknik/modus fermentasi, imobilisasi dan resirkulasi sel, pH dan suhu

(Hofvendahl dan Haegerdal, 2000).

Produk-produk Susu Fermentasi

Menurut standar CODEX No. 243 (CODEX, 2003), yogurtdidefinisikan

sebagai produk susu fermentasi yang merupakan hasil kultur simbiotik antara

Streptococcus thermophilus and Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus.

Standar yang sama mendefinisikan kefir sebagai produk susu fermentasi yang

menggunakan kultur starter berupa kefir grains (biji kefir), biji kefir ini mengandung Lactobacillus kefiri, spesies dari genus Leuconostoc, Lactococcus

dan Acetobacter yang tumbuh dengan hubungan yang spesifik dan kuat, biji kefir juga mengandung khamir yang dapat memfermentasi laktosa (Kluyveromyces marxianus) maupun yang tidak dapat memfermentasi laktosa (Saccharomyces unisporus, Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces exiguus).

Yogurt

Yogurt merupakan susu asam yang dihasilkan dari fermentasi susu oleh

campuran bakteri asam laktat termophilik yaitu Streptococcus thermophilus dan

Lactobacillus bulgaricus (Botazzi, 1983). Yogurt adalah koagulum susu yang dihasilkan oleh fermentasi asam laktat yang merupakan aktivitas dari

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus yang juga disebut starter yoghurt dengan perbandingan 1:1 (Orihara et al., 1992; Jay et al., 2005).

Bakteri yogurt Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus (Lb) dan

Streptococcus thermophilus (St) secara alami terdapat dalam susu atau sengaja ditambahkan sebagai kultur starter sebanyak 2 - 5% dengan perbandingan 1:1. Suhu fermentasi optimum adalah 42-450C selama 3 – 6 jam hingga dicapai pH 4,4

(27)

Yogurt berdasarkan flavornya dibedakan menjadi plain yoghurt, flavor yoghurt, dan fruit yoghurt. Plain yoghurt yaitu yogurt yang tidak ditambahkan flavor lain, flavor yoghurt yaitu yogurt dengan penambahan flavor sintetik dan zat pewarna, sedangkan fruit yoghurt yaitu yogurt yang ditambahkan buah-buahan atau bahan pemanis. Selain itu yogurt juga dapat dibedakan menjadi tiga tipe,

yaitu set yoghurt, stirred yoghurt dan fluid yoghurt (Robinson dan Tamime, 1981).

Kefir

Kefir merupakan produk fermentasi susu yang mengandung 0,5 – 1,0

persen alkohol dan 0,9 – 1,1 persen asam laktat. Produk ini sangat populer di Uni

Soviet, rata-rata data konsumsi kefir sebanyak 4,5 kg per kapita per tahun

(Rahman et al., 1992). Kefir adalah minuman susu fermentasi yang kental, sedikit berkarbonasi dan mengandung alkohol dalam jumlah yang kecil, produk ini

diyakini berasal dari pegunungan Kaukasia di wilayah bekas Uni Soviet. Kefir

juga diproduksi dengan berbagai variasi nama seperti kephir, kiaphur, kefer,

knapon, kepi dan kippi. Sampai saat ini belum dapat dipastikan apakah semua

kefir berasal dari kultur starter yang sama pada awalnya, hal ini disebabkan oleh berbedanya hasil analisis mikroba terhadap kefir yang diambil dari berbagai

tempat (Farnworth, 2005).

Produk susu fermentasi ini diproduksi dengan menggunakan kultur starter

yang sering disebut sebagai ”biji kefir” (kefir grain) yang mengandung antara lain

L. lactis, L. bulgaricus dan khamir/ragi yang dapat memfermentasi laktosa. Produksi asam dikontrol oleh bakteri, sedangkan khamir memproduksi alkohol.

Konsentrasi akhir dari asam laktat dan alkohol diperkirakan maksimum 1% (Jay et al., 2005).

Biji kefir berwarna putih kekuningan dan tidak dapat larut dalam air

maupun beberapa pelarut lainnya. Bila biji kefir dimasukkan dalam susu maka biji

kefir tersebut akan mengembang karena menyerap air dan warnanya berubah

menjadi putih. Biji kefir mengandung 24 persen polisakarida yang bersifat lengket

(antara lain mengandung amilopektin). Pada biji kefir terdapat simbiotik

mikroflora yaitu khamir (Saccharomyces kefir dan Torula kefir), Lactobacili

(28)

1992). Farnworth (2005) juga menyatakan bahwa “biji kefir” berbentuk seperti

sekumpulan kembang kol kecil, ukurannya panjangnya sekitar 1-3 cm, berbentuk

bulat-bulat (lobus) tidak beraturan dengan warna putih atau putih kekuningan dan

memiliki tekstur yang berlendir tapi kenyal. Biji kefir ini harus dipelihara agar

tetap hidup dan tumbuh dengan cara mentransfernya kedalam susu segar setiap

hari dan membiarkan mereka tumbuh sekitar 20 jam, selama waktu tersebut massa

biji kefir akan berkembang 25% lebih banyak.

Gambar 2. Biji Kefir (Farnworth, 2005)

Gambar 3. Elektron Mikrograf dari Biji Kefir (Farnworth, 2005)

Rasa, kekentalan (viscosity) dan komposisi mikrobial serta kimia dari

produk akhir kefir dapat dipengaruhi oleh ukuran inokulum yang ditambahkan

kedalam susu, terjadinya agitasi selama proses fermentasi, laju, temperatur dan

lama pendinginan dan pematangan setelah fermentasi. Kefir alami memiliki cita

rasa khamir dan menyegarkan serta terdapat kondisi yang segar tatkala dirasakan

(29)

produk akhir sekitar 0,01–0,1%, jumlah etanol dan CO2 yang dihasilkan selama

fermentasi kefir tergantung kepada kondisi produksi yang digunakan (Farnworth,

2005).

Aplikasi Bakteri Asam Laktat dalam Susu Fermentasi

Bakteri asam laktat (BAL) terdiri atas beberapa genus bakteri dalam

phylum Firmicutes. Genus Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Lactosphaera, Leuconostoc, Melissococcus, Oenococcus,

Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella dikenal sebagai BAL. Bakteri Gram positif penghasil asam laktat yang termasuk filum

Actinobacteria adalah genus seperti Aerococcus, Microbacterium, dan

Propionibacterium serta Bifidobacterium. Anggota BAL berbagai karakteristik sebagai bakteri Gram positif yang memfermentasi karbohidrat menjadi energi dan

asam laktat. BAL juga memproduksi senyawa-senyawa organik kecil yang dapat

memberikan aroma dan flavor dari produk fermentasi (Beasley, 2004). Bakteri

asam laktat umumnya ada pada lingkungan yang kaya akan nutrisi seperti produk

susu, tumbuh-tumbuhan, dan beberapa jenis BAL hidup pada bagian mulut,

saluran pencernaan, dan alat kelamin mamalia (Priest dan Campbell, 1996).

Berbagai spesies bakteri asam laktat kini telah diaplikasikan dalam produk

susu fermentasi (Tabel 1). Spesies bakteri asam laktat bersama bifidobakteria

merupakan mikroorganisme yang paling banyak dikembangkan sebagai kultur

probiotik terutama yang berupa bahan pangan.

Sifat Antagonistik Bakteri Asam Laktat dan Metabolitnya

Pengaruh antimikrobial dari bakteri asam laktat telah digunakan oleh

manusia selama lebih dari 10.000 tahun, dengannya manusia dapat

memperpanjang masa simpan bahan pangan melalui proses fermentasi. Bakteri

asam laktat mengeluarkan aktivitas antagonistik yang kuat terhadap berbagai

mikroorganisme termasuk bakteri pembusuk dan patogen pada makanan

(30)

Tabel 1. Beberapa Bakteri Asam Laktat yang Sering Digunakan dalam Produk Susu Fermentasi

Bakteri Produk Manfaat

Lactobacillus thermofil homofermentatif

L. delbruekii ssp. bulgaricus

L. delbruekii ssp. lactis L. delbruekii ssp. delbruekii L. acidophilus

L. helveticus

L. helveticus ssp. juguri L. fermentum

Yogurt, keju Swiss dan Italia, mentega susu

Susu acidophilus, minuman yogurt,

miru-Lactobacillus mesofil heterofermentatif

L. casei ssp. casei

L. casei ssp. pseudoplantarum L. casei ssp. rhamnosus L. casei ssp. tolerans

Str. lactis. ssp. lactis

Str. lactis biofar diacetylactis

Susu fermentasi

Leu. mesenteroides ssp.

mesenteroides

Leu. mesenteroides ssp.

dextranicum

Leu. mesenteroides ssp.

cremoris

Leu. citrororum

Kefir

Kefir

Keju cottage dan krim, mentega fermentasi Mentega fermentasi

(31)

Banyak BAL yang memiliki kemampuan untuk memproduksi zat-zat yang

menjadi penghambat pada suhu refrigerator terhadap pertumbuhan bakteri lain

(termasuk organisme patogen dan pembusuk). Faktor terpenting dari organisme

ini dalam sistem pangan adalah kemampuannya memproduksi zat-zat penghambat

pada suhu refrigerasi saat organisme tersebut tidak sedang tumbuh (Neugebauer

dan Gilliland 2005).

Alakomi et al., (2000) menjelaskan bahwa diantara asam-asam organik, asam laktat dikenal sebagai biopreservatif dalam produk-produk fermentasi alami.

Asam laktat mempunyai aktivitas antibakteri yang sebagian besar diakibatkan

oleh kemampuannya dalam kondisi tidak terdisosiasi untuk melakukan penetrasi

terhadap membran sitoplasma yang menghasilkan penurunan pH intraselular dan

perusakan dari gaya transmembran proton. Asam laktat ini juga berfungsi sebagai

antimikroba alami yang statusnya Generally Recognized As Safe (GRAS) atau

secara umum telah dikenal aman. Cotter dan Hill (2003) menjelaskan bahwa asam

laktat mampu menghambat pertumbuhan berbagai tipe bakteri pembusuk dan

patogen termasuk spesies Gram negatif dalam famili Enterobacteriaceae dan

Pseudomonadacea yang termasuk kedalam kelompok bakteri Gram positif seperti

L. monocytogenes, Mycobacterium spp, S. aureus, C. perfringens, B. cereus.

Prevalensi Bakteri Staphylococcus aureus dalam Susu

Survei terhadap prevalensi bakteri patogen dalam susu telah banyak

dilakukan, hasil dari setiap studi menghasilkan angka yang bervariasi. Berbagai

faktor diperkirakan memberikan kontribusi terhadap bervariasinya hasil survei

yang telah dilakukan seperti: lokasi geografis, musim, ukuran peternakan, jumlah

ternak di peternakan, higiene, praktik manajemen peternakan, variasi dalam

pengambilan sampel, variasi dalam tipe sampel yang dievaluasi dan perbedaan

metode deteksi yang digunakan (Oliver et al., 2005).

Chye et al. (2004) telah melakukan survei terhadap kualitas dan keamanan mikrobiologis susu di Malaysia. Sampel susu dari 360 peternakan sapi

perah di seluruh Malaysia dianalisis total bakterinya, Staphylococcus aureus, coliform, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, E. coli 015:H7 dan

(32)

Survei terhadap prevalensi S. aureus dalam susu telah dilakukan oleh Jørgensen et al. (2005) di Norwegia, dari 220 sampel susu sapi dan 213 sampel susu kambing serta 82 sampel produk asal susu mentah, S. aureus dapat dideteksi pada masing-masing sampel sejumlah 75%, 96,2% dan 37,8%. Jayarao dan

Henning (2001) melaporkan bahwa hasil surveinya terhadap susu yang berasal

dari 131 peternakan di Dakota Selatan dan Minnesota Barat AS, menunjukkan

angka prevalensi bakteri Campylobacter jejuni, shiga-toxin producing Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Salmonella spp., dan Yersinia enterocolitica dalam sampel susu masing-masing sebagai berikut 9,2; 3,8; 4,6; 6,1 dan 6,1%. Sebanyak

35 dari 131 (26,7%) sampel susu kandang mengandung satu atau lebih spesies

bakteri patogen.

Pemanfaatan Sifat Antagonisme Bakteri Asam Laktat dan

Metabolitnya dalam Peningkatan Masa Simpan dan Keamanan Mikrobiologis Bahan Pangan

Beberapa penelitian yang memanfaatkan sifat antagonisme BAL dan

metabolitnya dalam rangka memperpanjang umur simpan atau meningkatkan

keamanan mikrobiologis bahan pangan telah dilakukan oleh Djenane et al., (2005). Penambahan BAL yaitu Lactobacillus sakei CTC 372 dan Lactobacillus

CTC 711, pada steak daging sapi yang disimpan dalam lingkungan yang mengandung CO2 tinggi, untuk melihat umur simpan dan pengaruhnya terhadap

pertumbuhan L. monocytogenes. Bakteri patogen dengan jumlah awal 5,6 log cfu/ml, setelah 7 hari pada suhu 3ºC L. monocytogenes bertahan hidup pada rataan log 2,8 log cfu/ml pada produk tanpa galur yang protektif. Bila disimpan pada

suhu 8ºC, Lb. sakei CTC 372 atau Lb. CTC 711 dapat menurunkan jumlah L. monocytogenes masing-masing sekitar 2,5 atau 1,5 log/ml.

Ketahanan Hidup Bakteri Staphylococcus aureus dalam Interaksinya dengan Bakteri Asam Laktat dalam Susu atau Produk Olahannya

Fang et al. (1996) melakukan kajian terhadap pengaruh antagonistik BAL (Lactobacillus acidophilus, L. bulgaricus, L. casei dan Streptococcus thermophilus) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada kedua jenis susu yaitu susu normal (tanpa mastitis) dan susu mastitis. Teknik yang

(33)

agar serta teknik penghitungan cawan dengan menggunakan susu. Semua BAL

menekan pertumbuhan S. aureus dalam mendium agar, akan tetapi aktivitas penghambatannya menurun secara signifikan saat medium agar diset ke pH 7,2.

Sementara dalam susu normal, L. acidophilus galur A dan B, S. thermophilus dan kombinasinya dengan L. acidophilus A dan L. bulgaricus 6032 menghambat S. aureus, adapun dalam susu mastitis hanya S. thermophilus dan kombinasinya yang menunjukkan penghambatan.

Zuniga et al. (1999) melakukan penelitian terhadap kemampuan kultur starter yogurt (Streptococcus salivarius subsp. thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp bulgaricus) untuk menghambat pertumbuhan empat galur

Staphylococcus aureus produsen entertoksin tipe A dan B (ATCC 6538, S6, FRI-100 dan asal susu) selama fermentasi susu dan penyimpanan. Susu skim steril

yang digunakan sebagai bahan dasar diinokulasi oleh kultur starter dan

Staphylococcus aureus yang masing-masing mempunyai populasi sekitar 106cfu/ml, kemudian diinkubasi pada suhu 42oC selama 8 jam diikuti oleh

penyimpanan dalam lemari es pada suhu 4oC. Populasi BAL, S. aureus, pH, keasaman, thermostable deoxyribonuclease (TNase) dan produksi staphylococcal enterotoxin A (SEA) dihitung pada setiap pengambilan sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku empat galur S. aureus bertahan selama 8 jam fermentasi dan populasinya mulai menurun pada umur sehari penyimpanan.

Penghambatan sempurna dijumpai pada hari ke-9-10. Produksi TNase dan SEA

positif pada semua sampel yang menunjukkan bahwa yogurt dapat menjadi agen

(34)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilakukan dari bulan November 2007 sampai dengan

Januari 2008 di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah dan Bagian Teknologi Hasil

Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Peternakan dan Laboratorium Diagnostik Bagian Mikrobiologi Medik,

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Kedokteran Hewan IPB.

Materi Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan

pembuatan susu fermentasi dan bahan untuk analisis. Bahan untuk pembuatan

susu fermentasi meliputi susu segar, starter bakteri asam laktat yaitu

Streptococcus salivarius subsp. thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp.

bulgaricus, starter kerja biji kefir serta Bifidobacterium longum koleksi Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas

Peternakan IPB, dan isolat bakteri patogen Staphylococcus aureus asal susu kambing perah hasil isolasi Taufik (2007). Bahan yang digunakan untuk analisis

meliputi MRSA (de Mann Rogosa Sharpe Agar), BPA (Baird Parker Agar) yang

ditambah egg yolk tellurite, Nutrient Broth, Buffer Peptone Water (BPW), standar larutan 0,5 McFarland, NaCl fisiologis, alkohol, aquadestilata dan kapas steril.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat untuk

pembuatan susu fermentasi dan alat untuk analisis. Alat untuk pembuatan susu

fermentasi meliputi panci, kompor, pipet, tabung reaksi, autoklaf, inkubator,

pembakar Bunsen, botol kaca, gelas ukur dan tabung Erlenmeyer. Alat untuk

analisis meliputi cawan Petri, pipet, mikropipet, tabung reaksi, autoklaf, pembakar

Bunsen, jarum Ose, inkubator, refrigerator, pengaduk gelas, hockey stick, vortex,

(35)

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga kali ulangan. Perlakuan

berupa perbedaan kultur starter susu fermentasi yang terdiri atas:

YT+SA = susu steril + bakteri SA dengan starter yogurt

YP+SA = susu steril + bakteri SA dengan starter yogurt probiotik

KF+SA = susu steril + bakteri SA dengan starter kefir

KSA = susu steril + bakteri SA tanpa starter (kontrol patogen)

Untu melihat pertumbuhan starter tanpa kompetisi dengan bakteri uji dilihat juga

kontrol pertumbuhan BAL sebagai berikut :

KYT = susu steril + starter yogurt (kontrol starter Y)

KYP = susu steril + starter yogurt probiotik (kontrol starter YP)

KKF = susu steril + starter kefir (kontrol starter K)

Peubah yang dimati adalah pengukuran pH, pengukuran Total Asam

Tertitrasi (TAT), serta analisis mikrobiologi yang meliputi jumlah populasi BAL

dan jumlah populasi SA. Pengujian dilakukan secara triplo.

Rumus rancangan tersebut adalah

Yij = μ+ αi+εij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan (parameter) pada perlakuan taraf ke-i dan

ulangan taraf ke-j

μ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan taraf ke-i

εij = galat percobaan pada perlakuan taraf ke-i dan ulangan taraf ke-j

i = 1, 2, 3, 4

j = 1, 2, 3, 4

Uji asumsi dilakukan terhadap data. Bila memenuhi asumsi maka data

dianalisis dengan uji parametrik (ANOVA), jika data tidak memenuhi uji asumsi

maka data dianalisis dengan uji non parametrik (KRUSKAL WALLIS). Jika

(36)

Tukey (parametrik) dan uji beda rataan ranking (non parametrik) (Steel dan

Torrie, 1995).

Prosedur Proses Persiapan Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan sebagai bakteri pencemar dalam produk susu

fermentasi adalah bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus (SA) asal susu kambing hasil isolasi Taufik (2007). Masing-masing bakteri uji yang akan

ditambahkan kedalam produk susu fermentasi harus berada dalam kondisi segar

(kultur baru berumur ± 24 jam). Kultur segar disiapkan dengan cara memindahkan

isolat yang disimpan dalam tabung effendorf dengan menggunakan ose untuk

digoreskan ke atas media selektif untuk masing-masing bakteri dalam cawan,

yaitu BPA + egg yolk tellurite untuk SA. Cawan tersebut kemudian diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC, jika dalam waktu 24 jam tidak

ada koloni yang tumbuh waktu inkubasi diperpanjang sampai 48 jam.

Setelah dilakukan proses inkubasi, dilakukan transfer koloni dari cawan

petri ke media cair yaitu Nutrient Broth (NB) steril dengan cara menyentuhkan ujung ose ke empat atau lima koloni terpisah dalam cawan Petri dari

masing-masing bakteri uji. Setelah itu ose tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi

yang berisi 5 ml larutan NB. Tabung tersebut kemudian diinkubasi selama 24 jam

dengan suhu 37oC. Kultur segar didapatkan setelah proses inkubasi selesai, kultur

segar bakteri SA dalam media NB kemudian disentrifus dengan kecepatan 5000

rpm selama 15 menit sampai sel-sel bakteri SA mengendap kemudian supernatan

larutan NB dipisahkan dari endapan sel-sel bakteri. Kultur segar distandardisasi

terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke dalam susu fermenatsi. Standarisasi ini

bertujuan untuk mendapatkan kandungan bakteri uji sekitar 108 koloni/ml dengan

cara menyesuaikan kekeruhan kultur dengan larutan standar 0,5 McFarland

(Perilla et al. 2003). Jika larutan kultur terlalu jenuh maka akan diencerkan dengan larutan BPW, sedangkan jika larutan kurang jenuh maka akan

ditambahkan larutan kultur dari tabung lain. Apabila telah sesuai dengan larutan

standar 0,5 McFarland, maka larutan kultur siap untuk ditambahkan ke dalam

(37)

Pembuatan Produk Susu Fermentasi

Pembuatan Yogurt yang Dikontaminasi SA. Metode pembuatan yogurt mengacu pada Tamime dan Robinson (1999). Susu dipanaskan pada suhu 85 -

90oC sampai volumenya menjadi dua pertiga dari volume awal, kemudian susu

didinginkan sampai suhu sekitar 42oC. Setelah mencapai suhu tersebut, dalam

kondisi aseptik, bibit (starter) dengan konsentrasi 5% diinokulasikan secara

merata ke dalam susu dengan perbandingan yang sama antar bibit, pada saat yang

sama bakteri patogen yang menjadi bakteri uji juga ditambahkan kedalam susu.

Yogurt tipe I (YT+SA) menggunakan bibit LB dan ST, adapun yogurt tipe II menggunakan bibit LB dan ST ditambah dengan BL (YP+SA). Susu yang telah

diinokulasi bibit kemudian diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37oC

selama 24 jam.

Pembuatan Kefir yang Dikontaminasi SA. Metode pembuatan kefir (KF+SA) merupakan modifikasi metode yang dijelaskan oleh Gulmez dan Guven (2003b).

Susu dipanaskan pada suhu 85oC selama sekitar 30 menit, kemudian susu

didinginkan sampai suhu sekitar 30oC. Setelah mencapai suhu tersebut, dalam

kondisi aseptik, biji kefir diinokulasikan secara merata kedalam susu dengan

konsentrasi 5%, pada saat yang sama bakteri patogen yang menjadi bakteri uji

juga ditambahkan kedalam susu. Susu diinkubasi dalam ruang yang kedap cahaya

(28oC) selama 24 jam.

Cara Pengambilan Contoh. Untuk setiap bakteri uji yaitu SA, masing-masing susu fermentasi yaitu YT+SA, YP+SA dan K+SA akan dibuat didalam tiga botol

steril dengan volume masing-masing sebanyak 300 ml susu steril, 5% starter yang

sesuai dan 1% bakteri uji SA sesuai hasil Zuniga et al. (2005). Volume kultur segar bakteri uji yang ditambahkan kedalam setiap botol adalah sebesar 3,15 ml

bakteri patogen uji ada di dalam susu. Setelah itu YT+SA, YP+SA, dan KF+SA

didistribusikan secara aseptik ke dalam enam botol steril sesuai dengan waktu

pengambilan contoh (H0, H3, H5, H7, H9, H11).

Lima botol steril lainnya diisi dengan susu steril + starter untuk yogurt

(38)

(kontrol kultur starter), susu steril + bakteri patogen SA (KSA) (kontrol SA) dan

terakhir hanya berisi susu steril (kontrol negatif) (KN).

Starter yang telah selesai ditambahkan pada masing-masing sampel susu

kemudian dilakukan inkubasi selama 24 jam. Proses fermentasi selesai, semua

botol perlakuan disimpan didalam lemari es dengan suhu sekitar 5oC±2. Semua

botol disimpan dalam lemari pendingin selama 11 hari, pengambilan sampel

untuk analisis masing-masing peubah dilakukan pada hari ke-0 (akhir fermentasi=

jam ke-24), 3, 5, 7, 9 dan 11). Secara umum gambaran pembuatan produk susu

fermentasi dan analisi sampel dapat diamati pada Gambar 4.

Peubah yang Diamati

Pengukuran pH (Nielsen, 2003). Alat pH meter yang telah dinyalakan dan distabilkan selama 15-30 menit distandarisasi dengan larutan buffer pada pH 4

dan pH 7. Suhu sampel diukur dan pengatur suhu diset pada suhu tersebut.

Elektroda dibilas dan dikeringkan dengan kertas tissu kemudian dicelupkan ke

dalam 5 ml sampel. Nilai pH meter dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka

yang stabil, angka ini dicatat sebagai nilai pH terukur.

Pengukuran TAT (Total Asam Tertitrasi) (Nielsen, 2003). Pengukuran Total Asam Tertitrasi (TAT) pada sampel bertujuan untuk mengukur jumlah asam

organik yang terdapat pada sampel tersebut. Sebanyak 10 ml sampel susu

fermentasi ditambahkan tiga tetes PP (Fenolftalien) sebagai indikator kemudian

campuran tersebut dititrasi menggunakan larutan NaOH (0,1N) hingga terbentuk

warna merah muda yang tidak lenyap lagi sewaktu dihomogenkan. Nilai derajat

keasaman dapat dihitung dengan mengkonversikan nilai keasaman menjadi

(39)

Starter dimasukkan

Susu steril yang telah dipanaskan dan

memiliki suhu sesuai starter; diaduk

merata dengan pengaduk gelas steril

Bakteri uji dimasukkan

Proses fermentasi selama 24 jam di suhu ruang.

Produk disimpan kedalam lemari es untuk dilakukan analisis lanjutan setiap dua hari (hari ke-0, 3, 5, 7, 9, 11)

Masa akhir penyimpanan (hari ke-11) sekaligus hari terakhir pengambilan sampel untuk analisis

(40)

Persentase asam laktat dihitung dengan rumus:

% Asam Laktat = V2 × 10

N× V1 × Eq. wt.

Keterangan: N = Normalitas Titran (NaOH) Eq. wt = Berat equivalen asam

(Asam Laktat = 90,08)

V1 = Volume Titran

V2 = Volume Sampel

Analisis Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi untuk penghitungan jumlah populasi bakteri akan

dilakukan dengan metode Standard Plate Count (SPC) atau metode hitungan cawan. Adapun larutan yang digunakan sebagai pengencer adalah larutan Buffer Peptone Water.

Jumlah Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL). Populasi BAL dihitung dengan mengikuti teknik yang dilakukan Djenane et al. (2005) yang diuraikan dalam bagan alir pada Gambar 4.

Pengenceran sampel pada tingkat pengenceran yang sesuai

1 ml inokulum pada tiap pengenceran dimasukkan kedalam cawan petri steril

medium MRS Agar yang telah disiapkan dan disimpan dalam suhu 45oC dituangkan

sebanyak ± 20 ml kedalam cawan

Setelah agar mengeras, sejumlah medium ini dituangkan kembali diatas agar yang telah

mengeras untuk membuat overlayer

Cawan yang telah dinokulasi dan diberi medium kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

selama 48 jam/2 hari dengan posisi dibalik

Penghitungan Koloni

(41)

Jumlah Populasi Staphylococcus aureus (SA). Metode inokulasi permukaan (surface inoculation method) akan digunakan untuk menghitung populasi SA,

metode ini mengacu kepada standar ISO 6888-1 (ISO, 1999). Uraian lebih lanjut

tentang penghitungan populasi SA dalam sampel disajikan pada Gambar 6.

Pengenceran sampel pada tingkat pengenceran yang sesuai

Medium BPA+egg yolk tellurite (BPAet) yang telah mengeras dalam cawan disiapkan, lalu

sebanyak 0,1 ml inokulum pada tiap pengenceran dimasukkan kedalam cawan petri

steril yang telah berisi BPAet

inokulum tersebut disebar di permukaan medium dengan menggunakan hockey stick

steril yang terbuat dari kaca/baja secara merata

Setelah dianggap mengering, semua cawan yang berisi SA disimpan kedalam inkubator secara terbalik untuk diinkubasi selama 2 hari

pada suhu 37oC

Penghitungan Koloni

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian terhadap aktivitas antagonisme kultur starter yang digunakan untuk

membuat yogurt (YT+SA), yogurt probiotik (YP+SA), dan kefir (KF+SA)

terhadap ketahanan hidup bakteri patogen pencemar, yaitu Staphylococcus aureus

selama proses penyimpanan dingin dipelajari melalui perubahan nilai pH, TAT,

populasi BAL, dan populasi SA. Pembahasan masing-masing peubah diuraikan

dalam sub-sub bab berikut.

Nilai pH

Perubahan nilai pH yang terjadi selama 11 hari penyimpanan dingin pada

masing-masing susu fermentasi (YT+SA, YP+SA, KF+SA) dan kontrol SA

(KSA) dapat dilihat pada Gambar 7.

3,00 3,50 4,00 4,50 5,00 5,50 6,00

YT+SA 3,79 3,92 3,92 4,00 3,83 4,08

YP+SA 3,73 3,92 3,81 3,90 3,77 3,83

KF+SA 5,70 5,74 5,18 4,75 4,24 4,86

KSA 4,29 4,32 4,30 4,14 4,19 4,11

0 3 5 7 9 11

Waktu Penyimpanan (Hari) Keterangan:

Nilai pH

Gambar 7. Rataan Nilai pH pada Perlakuan (Yogurt (YT+SA); Yogurt Probiotik (YP+SA); Kefir (KF+SA) dan Kontrol Selama Penyimpanan Dingin

Nilai pH pada semua perlakuan dan kontrol mengalami kenaikan dari awal

penyimpanan dingin hingga hari ke-3, kemudian mulai menurun pada hari ke-5.

Pola perubahan nilai pH yang terjadi pada hari ke-7 dan 9 berbeda pada semua

(43)

perlakuan dan kontrol pada penyimpanan hari ke-7 dan 9 tidak berbeda nyata

(P>0,05). Nilai pH di akhir proses penyimpanan dingin (hari ke-11) pada semua

perlakuan mengalami kenaikan, sedangkan pada kontrol mengalami penurunan.

Walaupun dalam nilainya pH YP+SA selalu lebih rendah dari YT+SA

selama 11 hari penyimpanan dingin, namun secara statistik nilai pH tidak berbeda

nyata (P>0,05). Hal ini menunjukan bahwa keberadaan BL pada YP+SA tidak

nyata dalam mempengaruhi produksi asam laktat. Hal ini diduga terkait dengan

kondisi lingkungan yang tidak optimum bagi pertumbuhan BL yang bersifat

anaerob. Nilai pH KF+SA pada setiap waktu analisis selama 11 hari

penyimpanan dingin selalu lebih dari nilai pH yogurt (YT+SA dan YP+SA),

walaupun perbedaan nilainya tidak selalu berbeda nyata secara statistik. pH pada

KF+SA berkisar antara 4,2-5,8 nilai pH tersebut dibawah nilai pH yang terdapat

pada Otes dan Cagindi (2003) yaitu berkisar antara 4,2-4,6. Perbedaan nilai

tersebut diduga terkait dengan perbedaan kultur starter yang digunakan pada

yogurt (YT+SA dan YP+SA) dan KF+SA. KF+SA menggunakan kultur starter

yang biasa disebut dengan biji kefir yang tidak hanya mengandung BAL, akan

tetapi juga mengandung satu atau lebih spesies bakteri dari genus Acetobacter,

Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, dan satu atau lebih khamir dari genus candida (Farnworth, 2005).

Proses pembuatan kefir menghasilkan asam laktat, etanol sekitar

0,01-0,1%, dan CO2. Jumlah CO2 dan etanol yang dihasilkan selama fermentasi kefir

tergantung kepada kondisi produksi yang digunakan. Produksi asam laktat

dihasilkan oleh BAL, sedangkan etanol dan CO2 diproduksi oleh khamir yang

terdapat pada biji kefir (Farnworth, 2005). Selain itu peningkatan nilai pH pada

KF+SA dikarenakan adanya reaksi dari asam laktat yang dihasilkan oleh BAL

dengan alkohol sehingga ion H+ dari asam laktat bergabung dengan ion-ion

hidroksil dari alkohol dan menghasilkan air, hal ini menyebabkan selain memiliki

nilai pH yang lebih tinggi kefir juga memiliki tekstur yang tidak sekental yogurt

(Gaman dan Sherington., 1992).

Nilai pH antara YT+SA dan KF+SA tidak berbeda sedangkan nilai pH

YP+SA berbeda nyata lebih rendah (P<0,05) dari KF+SA pada akhir

(44)

hanya memproduksi asam tetapi juga alkohol dan CO2 seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya. Selain itu adanya penambahan BL pada YP+SA

menyebabkan produksi asam tidak hanya berasal dari ST dan LB tetapi juga

berasal dari BL sehingga produksi asam lebih dari produsi asam pada KF+SA.

Nilai pH pada KSA kurang dari KF+SA selama penyimpanan dingin 11

hari. Hal ini karena SA dapat menghasilkan asam laktat, asam asetat, asam format,

dan acetoin seperti yang telah dijelaskan oleh Zhu et al., (2007) sehingga asam yang dihasilkan juga besar dan menyebabkan nilai pH KSA kurang dari KF+SA.

Selain itu pada KSA tidak ada bakteri kompetitor lain seperti adanya BAL pada

KF+SA sehingga pertumbuhan SA untuk memproduksi asam tidak terhambat.

Nilai Total Asam Tertitrasi (TAT)

Data nilai TAT semua perlakuan dan kontrol selama penyimpanan 11 hari

penyimpanan dingin disajikan pada Gambar 8.

0,00 1,00 2,00 3,00

YT+SA 1,37 1,35 1,32 1,43 1,71 1,22

YP+SA 1,63 1,53 1,48 1,78 2,05 1,39

KF+SA 0,42 0,45 0,61 0,89 1,40 0,96

KSA 1,45 1,29 1,34 1,67 1,65 1,57

0 3 5 7 9 11

Waktu Penyimpanan (Hari) Keterangan :

% Asam Laktat

Gambar 8. Rataan Nilai Total Asam Tertitrasi pada Perlakuan dan Kontrol (% asam laktat) Selama Penyimpanan Dingin

Perubahan nilai TAT pada YT+SA, YP+SA dan KF+SA mengalami penurunan

dari awal penyimpanan dingin hingga hari ke-5, kemudian meningkat pada hari

(45)

umum nilai TAT pada yogurt (YT+SA dan YP+SA) lebih dari KF selama 11 hari

penyimpanan dingin. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan jumlah

BAL dan nilai pH antara yogurt (YT+SA dan YP+SA) dan KF+SA. Populasi

BAL pada yogurt lebih dari KF+SA sehingga produksi asam pada yogurt lebih

banyak dibandingkan pada KF+SA, serta menyebabkan pH pada yogurt juga

menurun.

Diakhir masa penyimpanan dingin (hari ke-11), nilai TAT tertinggi

dimiliki oleh kontrol (KSA). Diantara ketiga perlakuan, YP+SA memiliki nilai

TAT tertinggi sedangkan KF+SA memiliki nilai TAT terendah. Walaupun nilai

TAT di KF+SA paling rendah diantara perlakuan dan kontrol, akan tetapi nilainya

tidak berbeda nyata (P>0,05) secara statistik. Perbedaan nilai TAT diantara

perlakuan dan kontrol tidak berbeda nyata secara statistik. KSA memiliki nilai

TAT tertinggi karena bakteri SA juga dapat memfermentasi gula dan

menghasilkan asam laktat dan acetoin sebagai produk utamanya (Baird-Parker

(2000)), dan asam format (Zhu et al., (2007)) dan tidak adanya bakteri kompetitor pada KSA.

Nilai TAT yogurt hingga akhir penyimpanan dingin 11 hari masih sesuai

dengan standar yogurt menurut SNI 01-2981-1992 yaitu berkisar antara 0,5-2,0%

(Pusat Standarisasi Industri, 1992). Nilai TAT kefir sesuai dengan hasil nilai TAT

kefir yang telah dijelaskan pada Farnworth (2005) yaitu sebesar 0,6% akhir

fermentasi.

Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat (BAL) merupakan kelompok bakteri yang

menguntungkan karena dapat memfermentasi gula sebagai sumber energi untuk

memproduksi asam laktat dalam jumlah yang besar. Meskipun BAL dapat

menguraikan protein, namun BAL tidak menyebabkan pembusukan produk

(Nakazawa dan Hosono, 1992). Populasi BAL pada setiap perlakuan (YT+SA,

YP+SA, dan KF+SA) selama 11 hari penyimpanan dingin dapat dilihat pada

Gambar

Gambar 1. Jalur Katabolis dalam BAL (A) Homofermentasi, (B) Heterofermentasi dan (C) Fermentasi campuran (asam) [mixed acid]
Gambar 3.  Elektron Mikrograf dari Biji Kefir (Farnworth, 2005)
Tabel 1.  Beberapa Bakteri Asam Laktat yang Sering Digunakan dalam Produk Susu Fermentasi
Gambar 4. Gambaran Umum Pembuatan Produk Susu Fermentasi dan Analisis Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jawa pos sendiri memiliki beberapa divisi di dalamnya seperti yang akan di bahas nantinya ialah divisi pemasaran dimana fungsinya bertugas memasarkan koran baik ke

Jangka waktu untuk mengkonversi piutang usaha yang pendek atau singkat dapat mengindikasikan pengelolaan komponen modal kerja yang berbentuk piutang usaha telah

Proses pembelajaran dengan paradigma lama harus diubah dengan paradigma baru yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir, arah pembelajaran yang

d. Pameran yang dilakukan dalam kontes yang sama dengan kecenderungan ruang pamerannya. Pameran ini dibuat dalam satu institusi dengan skala yang sama dengan

dengan menggunakan Schoology un- tuk membelajarkan materi elastisitas dan hukum hooke efektif digunakan sebagai suplemen pembelajaran di- lihat dari hasil uji efektivitas

Setelah program selesai dibuat maka dilakukan pengujian perangkat lunak oleh tester dan user sehingga user dapat mengetahui cara penggunaan dari sistem atau

Hal ini berarti dari data yang digunakan sebagai sampel penelitian dapat dikatakan bahwa tingkat pengungkapan modal intelektual pada perusahaan yang melakukan penawaran umum

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) terdapat hubungan positif antara academic self management dengan pola pembelajaran e-learning individual self paced