• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH ANTARA KAMBING JANTAN BOERAWA G1 DAN G2 PADA MASA DEWASA TUBUH DI DESA CAMPANG KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH ANTARA KAMBING JANTAN BOERAWA G1 DAN G2 PADA MASA DEWASA TUBUH DI DESA CAMPANG KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STUDI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH ANTARA KAMBING JANTAN BOERAWA G1 DAN G2 PADA MASA DEWASA TUBUH

DI DESA CAMPANG KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh Priyo Nugroho

Provinsi Lampung merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan. Salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan di Provinsi Lampung yaitu kambing. Keberhasilan dari pengembangan usaha peternakan tidak terlepas dari pengaruh faktor genetik ternak dan lingkungan. Peranan faktor genetik ternak sebesar 30% dan lingkungan sebesar 70%. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guna memperbaiki mutu genetik kambing yaitu melalui

persilangan dengan program grading-up.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: perbedaan karakteristik (warna rambut, panjang telinga, dan bentuk muka) dan ukuran tubuh (bobot tubuh, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak) antara kambing jantan Boerawa G1 dan G2, serta ukuran tubuh terbaik antara kambing jantan Boerawa G1 dan G2.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus yang dilaksanakan pada Juni 2012. Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu karakteristik ternak (warna rambut, bentuk muka, dan panjang telinga) dan ukuran tubuh (bobot tubuh, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak). Kambing Boerawa G1 dan G2 sampel masing-masing 60 ekor. Data kualitatif mengenai karakteristik dianalisis dengan analisis deskriptif, sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan uji-t untuk mengetahui perbedaan antara G1 dan G2 masing-masing peubah.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Provinsi Lampung merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan. Menurut data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38 juta Satuan Ternak (ST) dan saat ini populasi ternak baru mencapai 506.352 ST, 36,69% potensi yang dimanfaatkan.

Salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan di Provinsi Lampung yaitu kambing. Kambing memiliki potensi sebagai komponen usaha tani yang penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kemampuan adaptasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa jenis ternak ruminansia lain, seperti sapi dan domba (Ginting, 2009).

(3)

1.081.150 ekor/151.422 ST (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2011).

Keberhasilan dari pengembangan usaha peternakan tidak terlepas dari pengaruh faktor genetik ternak dan lingkungan. Peranan faktor genetik ternak sebesar 30% dan lingkungan sebesar 70%. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guna

memperbaiki mutu genetik kambing yaitu melalui persilangan dengan program grading-up. Grading-up adalah sistem perkawinan silang yang keturunannya

selalu disilangbalikkan (back crossing) dengan bangsa pejantannya untuk peningkatan mutu keturunan yakni mendekati mutu bangsa pejantannya.

Secara teoritis, semakin tinggi grade ternak hasil persilangan grading-up maka komposisi darahnya semakin mendekati tetua pejantan daripada tetua induknya. Komposisi darah tetua pejantan pada grade-1 sebesar 50% dan pada grade-2 sebesar 75%. (Hardjosubroto, 1994).

Performan kambing Boerawa G1 dan G2 memiliki beberapa perbedaan yang meliputi karakteristik, bobot tubuh, dan ukuran tubuh (diantaranya lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bobot sapih kambing Boerawa G2 seberat 24,62 kg, sedangkan rata-rata bobot sapih kambing Boerawa G1 seberat 24,01 kg (Sulastri, 2007).

(4)

Menurut BPTU KDI Pelaihari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung (2010), menyatakan bahwa lingkar dada kambing Boerawa G1 dewasa tubuh adalah 68,33 cm dan G2 64,73 cm; Panjang badan kambing

Boerawa G1 dewasa tubuh 61,08 cm dan G2 57,00 cm; Tinggi pundak kambing Boerawa G1 dewasa tubuh 67,03 cm dan G2 60,93cm; Bobot badan kambing Boerawa G1 dewasa tubuh 31,42 kg danBoerawa G2 43 kg; dan Panjang telinga kambing Boerawa G1dewasa tubuh 20,41 cm dan G2 19,46 cm.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu kiranya untuk ditelaah lebih jauh mengenai karakteristik dan ukuran tubuh kambing jantan Boerawa G1 dan G2 pada masa dewasa tubuh di Provinsi Lampung, khususnya di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1) perbedaan karakteristik (warna rambut, bentuk telinga, dan bentuk muka) antara kambing jantan Boerawa G1 dan G2;

2) perbedaan ukuran tubuh (bobot tubuh, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi

pundak) antara kambingjantan Boerawa G1 dan G2;

3) ukuran tubuh terbaik antara kambingjantan Boerawa G1 dan G2;

C. Kegunaan Penelitian

(5)

D. Kerangka Pemikiran

Kambing merupakan salah satu bangsa ternak yang potensial untuk dikembang-kan di Provinsi Lampung. Hal ini dikarenadikembang-kan kambing merupadikembang-kan jenis ternak ruminansia yang memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga dapat hidup dan berkembangbiak sepanjang tahun.

Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer jantan dan kambing Peranakan Etawah (PE) betina. Ternak hasil persilangan kedua jenis kambing tadi disebut dengan Boerawa yakni singkatan dari kata Boerawa dan PE.

Percobaan pertama persilangan Boer dan PE di Kabupaten Tanggamus pada tahun 2005 melalui inseminasi buatan, ternyata sukses. Kawin suntik itu menghasilkan anakan yang sehat. Sejak saat itu, kelompok ini ditetapkan sebagai sentra

pengembangan Boerawa di Lampung.

Respon positif pengembangan persilangan kambing Kabupaten ini dijadikan sentra Boerawa wilayahnya cocok, iklim yang sejuk, pakan ternak melimpah dari peternaknya (mulai dari daun-daunan dan rumput hingga limbah kulit kakao). Selain itu mudah perawatan, tumbuh cepat, dan harga jualnya tinggi.

(6)

Karakteristik dan ukuran tubuh pada ternak mencerminkan produktivitas ternak tersebut. Perubahan ukuran tubuh ternak dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan ternak. Dari segi ternaknya perbedaan karakteristik yang nampak yaitu warna, bentuk muka, tanduk, dan bentuk telinga. Sedangkan perbedaan ukuran tubuh yang nampak yaitu lebar dada, panjang badan, tinggi pundak, dan bobot tubuh.

BPTU KDI Pelaihari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung (2010) menyatakan bahwa lingkar dada kambing Boerawa G1 dewasa tubuh adalah 68,33 cm dan G2 64,73 cm. Lanjut menurut Candra (2011), rata-rata lingkar dada kambing Boerawa G1 masa pasca sapih adalah 55,95 cm dan G2 56,10 cm.

Penelitian Candra (2011), menunjukkan bahwa rata-rata panjang badan kambing Boerawa G1 masa pascasapih adalah 47,91 cm dan G2 45,45 cm. Lanjut menurut BPTU KDI Pelaihari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi

Lampung (2010) menyatakan bahwa panjang badan kambing Boerawa G1 dewasa tubuh 61,08 cm dan G2 57,00 cm.

Menurut BPTU KDI Pelaihari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

Provinsi Lampung (2010) menyatakan bahwa tinggi pundak kambing Boerawa G1 dewasa tubuh 67,03 cm dan G2 60,93cm. Rata-rata tinggi pundak kambing

Boerawa G1 masa pasca sapih adalah 54,66 cm dan G2 52,45 cm, Candra (2011).

(7)

dewasa tubuh 31,42 kg danBoerawa G2 43 kg. Lanjut menurut Candra (2011), rata-rata bobot badan kambing Boerawa G1 pada masa pascasapih 15,60 cm dan Boerawa G2 16,66 cm.

BPTU KDI Pelaihari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung (2010) menyatakan bahwa panjang telinga kambing Boerawa G1dewasa tubuh 20,41 cm dan G2 19,46 cm.

E. Hipotesis

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kambing 1. Kambing Boer

Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya, yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat dipasarkan 35 - 45 kg pada umur lima hingga enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,02 - 0,04 kg per hari. Keragaman ini tergantung pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Dibandingkan dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh lebih tinggi dan mencapai 40% - 50% dari berat tubuhnya (Shipley, 2005).

Kambing Boer dilaporkan sebagai salah satu ternak ruminansia kecil yang paling tangguh di dunia. Kambing Boer mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan baik dengan semua jenis iklim, dari daerah panas kering di Namibia, Afrika dan Australia sampai daerah bersalju di Eropa (Barry dan Godke, 1991).

(9)

kuat, gerakannya gesit, bentuk tubuhnya simetris dengan perdagingan yang dalam dan merata (American Boer Goat Association, 2001).

Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing tipe pedaging yang

pertumbuhannya sangat cepat yaitu 0,2—0,4 kg per hari dan bobot tubuh pada umur 5—6 bulan dapat mencapai 35—45 kg dan siap untuk dipasarkan. Presentase daging pada karkas kambing Boer mencapai 40%--50% dari berat badannya (Ted dan Shipley, 2005).

Bobot tubuh kambing Boer jantan umur 8 bulan dapat mencapai 64 kg, umur 12 bulan 92 kg, sedangkan pada saat dewasa bobot tubuhnya dapat mencapai sekitar 114—116 kg. Pertumbuhan kambing Boer dapat mencapai 250 g/hari (Barry dan Godke, 1991).

2. Kambing Peranakan Etawah

Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan kambing Etawah (kambing

jenis unggul dari India) dan kambing Kacang (kambing asli Indonesia).

Kambing PE dapat beradaptasi dengan kondisi iklim Indonesia, mudah dipelihara,

dan merupakan ternak jenis unggul penghasil daging juga susu. Bobot badan

Kambing PE jantan dewasa antara 65--90 kg.

Ciri–Ciri Kambing Peranakan Etawah

- Postur tubuh tinggi, untuk ternak jantan dewasa pundak 90--110 cm. Kaki panjang dan bagian paha ditumbuhi bulu/rambut panjang,

(10)

- Warna bulu umumnya putih dengan belang hitam atau cokelat, tetapi ada juga yang polos putih, hitam, atau cokelat (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Wonosobo, 2007).

3. Kambing Boerawa

Kambing Boerawa merupakan jenis kambing pedaging hasil persilangan antara kambing Boer dan PE. Kambing Boerawa saat ini telah berkembang biak dan menjadi salah satu komoditi ternak unggulan Provinsi Lampung. Perkembangan kambing Boerawa yang pesat tersebut berkaitan erat dengan potensi. Provinsi Lampung yang besar dalam penyediaan pakan ternak, baik hijauan maupun limbah pertanian, perkebunan, dan agroindustri (Direktorat Pengembangan Peternakan, 2004).

Kambing Boerawa memiliki beberapa keunggulan antara lain pertumbuhannya yang tinggi yaitu 0,17 kg/hari. Bobot lahir kambing Boerawa mencapai 3,7 kg, lebih tinggi daripada kambing PE yang bobot lahirnya hanya mencapai 2,75 kg dengan pertambahan bobot tubuh sebesar 0,10 kg/hari (Direktorat Pengembangan Peternakan, 2004).

B. Grading-Up

Grading-up adalah sistem perkawinan silang yang keturunannya selalu disilang

(11)

mendekati mutu bangsa pejantannya. Secara teoritis, semakin tinggi grade ternak hasil persilangan grading-up maka komposisi darahnya semakin mendekati tetua pejantan dari tetua induknya.

Manifestasi hasil grading-up dapat dilihat dari mutu kambing hasil persilangan tersebut lebih baik daripada mutu yang dimiliki oleh kambing induk. Komposisi darah tetua pejantan pada grade 1 sebesar 50%, dan pada grade 2 sebesar 75% (Hardjosubroto, 1994).

Persilangan antara pejantan kambing Boer dan betina kambing lokal yaitu untuk memperbaiki mutu genetik kambing PE sehingga performan yang dihasilkan dapat menyerupai kambing Boer. Hasil ternak yang didapatkan dari persilangan ini yaitu Boerawa G1 yang mewarisi 50% dan pada G2 sebesar 75% sifat dari pejantannya (Boer).

Peningkatan produktivitas kambing Boerawa G1 ditempuh melalui program grading up agar dihasilkan kambing Boerawa G2dan kambing Boerawa generasi selanjutnya yang performan lebih tinggi daripada kambing PE. Lebih tingginya performan pertumbuhan kambing Boerawa daripada kambing PE disebabkan oleh kandungan genetik kambing Boer yang terdapat dalam tubuh kambing Boerawa. Performan pertumbuhan yang tinggi tersebut merupakan hasil pewarisan kambing Boer yang unggul dalam sifat pertumbuhan (Candra, 2011).

(12)

sekitar 75%. Oleh karena itu, kambing Boerawa G2 memiliki performan pertumbuhan lebih tinggi daripada kambing Boerawa G1 maupun kambing PE.

C. Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot tubuh antara kambing Boerawa G1 dan G2 Pada Masa Pasca Sapih

1. Lingkar dada

Menurut Candra (2011), rata-rata lingkar dada kambing Boerawa G1 masa pasca sapih adalah 55,95 cm dan G2 56,10 cm. Lanjut menurut BPTU KDI Pelaihari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung (2010),

menyatakan bahwa lingkar dada kambing Boerawa G1 dewasa tubuh adalah 68,33 cm dan G2 64,73 cm. Lingkar dada merupakan salah satu ukuran tubuh yang banyak digunakan untuk menaksir bobot hidup ternak (Gunawan, 1982).

Menurut Harris (1991), hubungan antara lingkar dada dan bobot tubuh lebih erat daripada hubungan antara panjang badan dan bobot tubuh. Penggunaan lingkar dada sebagai kriteria seleksi memberikan hasil yang baik, terutama dalam menentukan sifat-sifat ternak yang berkenaan dengan penggunaan makanan, pertumbuhan, dan lamanya mencapai bobot tertentu.

Lingkar dada dapat diukur dengan menggunakan pita meter melingkari dada kambing tepat di belakang siku. Lingkar dada sangat dipengaruhi oleh bangsa ternak dan lingkungan pemeliharaan. Menurut Devendra dan Burn (1994), faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap bobot dan ukuran-ukuran tubuh

(13)

Jadi suatu bangsa kambing yang tergolong tipe besar pada suatu lokasi akan tergeser ke tipe kecil pada lokasi lainnya, atau suatu bangsa kambing tipe kecil pada suatu lokasi akan tergeser ke tipe kerdil pada lokasi lainnya dan demikian pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan pemeliharaan yang berbeda dapat membuat terjadinya perbedaan pula pada ukuran-ukuran tubuh ternak, bahkan pada bangsa yang sama sekalipun.

2. Panjang badan

Rata-rata panjang badan kambing Boerawa G1 masa pascasapih adalah 47,91 cm dan G2 45,45 cm (Candra, 2011). Lanjut menurut BPTU KDI Pelaihari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung (2010), menyatakan bahwa panjang badan kambing Boerawa G1 dewasa tubuh 61,08 cm dan G2 57,00 cm. Panjang badan juga merupakan salah satu ukuran tubuh yang erat kaitannya dengan performan ternak. Ukuran panjang badan berbeda antara bangsa ternak, baik bangsa ternak itu sendiri maupun dengan yang lainnya.

Bangsa ternak memegang peranan penting dalam penentuan panjang badan pada ternak. Ternak lokal pada umumnya memiliki ukuran panjang badan yang kecil. Panjang badan pada ternak lokal dapat ditingkatkan melalui persilangan dan perbaikan mutu genetik. Panjang badan hasil persilangan lebih besar

(14)

3. Tinggi pundak

Menurut BPTU KDI Pelaihari dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

Provinsi Lampung (2010) menyatakan bahwa tinggi pundak kambing Boerawa G1 dewasa tubuh 67,03 cm dan G2 60,93cm. Lanjut menurut Candra (2011), rata-rata tinggi pundak kambing Boerawa G1 masa pasca sapih adalah 54,66 cm dan G2 52,45 cm.

Tinggi pundak juga merupakan salah satu ukuran tubuh yang dapat digunakan sebagai data pendukung dalam penentuan performan ternak. Tinggi pundak dapat diukur dengan cara diukur lurus dengan tongkat ukur dari titik tertinggi puncak sampai tanah (Santosa, 2002).

4. Bobot tubuh

Rata-rata bobot badan kambing Boerawa G1 dewasa tubuh 31,42 kg dan

G2 43 kg (BPTU KDI Pelaihari, 2007). Lanjut menurut Candra (2011), rata-rata bobot badan kambing Boerawa G1 pada masa pascasapih 15,60 cm dan Boerawa G2 16,66 cm.

Yang mempengaruhi pertambahan bobot tubuh adalah faktor genetik

(15)

Jika ternak dengan potensi genetik rendah berada dalam lingkungan yang memadai maka produktivitas akan meningkat, bila potensi genetik ternak ditingkatkan. Sebaliknya, jika ternak memunyai potensi genetik tinggi berada dalam lingkungan tidak memadai maka produktivitasnya juga tidak dapat mencapai seperti yang diharapkan (Bradford, 1993).

D. Karakteristik Kambing Boerawa G1 dan G2

Kambing Boerawa G1 dan G2 memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik yang nampak yaitu warna, muka, bentuk tanduk, dan telinga. Kambing Boerawa G1 berwarna hitam putih, coklat putih, putih, coklat, hitam sedangkan G2 berwarna coklat putih, hitam putih, putih. Bentuk muka Kambing Boerawa G1 cembung serta rahang atas dan bawah seimbang sedangkan G2 datar serta rahang atas dan bawah seimbang.

Tanduk Boerawa G1 panjang dan kuat sedangkan G2 panjang, kuat, dan

[image:15.595.207.418.580.712.2]

melengkung ke bawah. Bentuk telinga Kambing Boerawa G1 membuka, terkulai lemas ke bawah, dan bentuk teratur, sedangkan G2 membuka, terkulai lemas ke bawah, dan agak pendek (BPTU KDI Pelaihari, 2007).

(16)
[image:16.595.203.423.182.329.2]

Bentuk muka pada kambing Boerawa G1 cembung, sedangkan bentuk telinga membuka, panjang sedang, dan terkulai ke bawah. Bentuk tanduk pada Boerawa G1 tumbuh kuat.

Gambar 2. Tubuh Kambing Jantan Boerawa G1.

Kaki depan pada Boerawa G1 tegap dan kuat, bahu lebar, dada dalam, perut cembung, dan tubuh padat dan kokoh.

[image:16.595.118.490.451.599.2]
(17)
[image:17.595.107.511.127.302.2]

Tabel 1. Penampilan Kualitatif pada Boerawa G2.

P

Paarraammeetteerr DDeesskkrriippssii W

Waarrnnaa CCookkllaattppuuttiihh,,hhiittaammppuuttiihh,,ppuuttiihh M

Muukkaa DDaattaarrddaanntteebbaall,,rraahhaannggaattaassddaannbbaawwaahhsseeiimmbbaanngg T

Taanndduukk HHaarruussttuummbbuuhh,,kkuuaatt,,ppaannjjaanngg T

Teelliinnggaa MMeemmbbuukkaa,,tteerrkkuullaaiilleemmaasskkeebbaawwaahh,,aaggaakkppeennddeekk B

Beennttuukkttuubbuuhh LLeebbiihhppeennddeekkddaarriikkaammbbiinnggPPEE,,bbuullaatt,,ppaaddaattddaannbbeerriissii.. P

Peerruuttcceemmbbuunnggbbeessaarr P

Paannttaatt BBeerriissiiddaanntteebbaall,,bbuulluussuurraaiimmaassiihhaaddaattaappiittiiddaakk ssaammppaaii m

meennuuttuuppppaannttaattddaannvvuullvvaa..BBuulluussuurraaiippaaddaajjaannttaannlleebbiihh t

teebbaall

Sumber : BPTU KDI Pelaihari (2007)

[image:17.595.152.473.372.585.2]
(18)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni 2012 di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu : tali, karung, pita ukur merk Butterfly Brand yang panjangnya 150 cm dengan tingkat ketelitian 0,1 cm, kamera digital, dan timbangan digital merk Prohex kapasitas 50,0 kg dengan tingkat ketelitian 0,1 kg.

2. Bahan Penelitian

(19)

C. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1) menentukan kambing sampel yang akan diamati;

2) melakukan penimbangan dan pencatatan ukuran tubuh (lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak, dan bobot);

3) identifikasi warna rambut, panjang telinga dan muka; 4) melakukan analisis data.

D. Metode Penelitian

1. Metodologi

Berdasarkan uraian yang disusun diatas maka penelitian ini menggunakan metode survei yaitu dengan cara pengamatan dan pengukuran tubuh karakteristik

dilakukan langsung kepada kambing jantan Boerawa G1 dan G2 dewasa tubuh masing-masing sebanyak 60 ekor.

2. Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah karakteristik ternak (warna rambut, bentuk muka, dan panjang telinga) dan ukuran tubuh (bobot tubuh, lingkar dada, panjang badan, serta tinggi pundak). Menurut Santosa (2002), cara pengukurannya yaitu:

1. Karakteristik didapatkan dari pengamatan terhadap kambing sampel berupa warna rambut, panjang telinga, dan bentuk muka.

(20)

timbangan merk Prohex kapasitas 50,0 kg dengan tingkat ketelitian 0,1 kg atau dengan timbangan kapasitas 100,0 kg.

3. Lingkar dada diukur dengan menggunakan pita ukur melingkar dada di belakang siku atau di belakang kaki depan dengan satuan cm.

4. Panjang badan diukur dengan meletakkan pita ukur dari siku sampai benjolan tulang tapis dengan satuan cm.

5. Tinggi pundak diukur dari titik tertinggi pundak sampai dengan tanah atau lantai dengan menggunakan pita ukur dengan satuan cm.

3. Analisis Data

(21)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. karakteristik kambing Boerawa jantan G2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan G1 pada periode dewasa tubuh; rata-rata panjang telinga G1 21,13 cm dan G2 19,65 cm, serta bentuk muka kambing Boerawa G1 cembung, rahang atas dan bawah seimbang, dan bentuk muka kambing Boerawa G2 yang datar dan tebal;

(22)

B. Saran

Pada penelitian ini kambing jantan Boerawa G2 dewasa tubuh merupakan hasil grading up, sehingga perlu dilakukan lebih lanjut upaya grading up untuk

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Barry, D.M. and R.A. Godke. 1991. The Boer Goat. The Potential for Cross. Symp. In: Goat Meat Production and Marketing. Oklahama. USA. 180-189.

Bradford, G.E. 1993. “Small ruminant breeding strategies for Indonesia”. Proceedings of a Workshop Held at the Research Institute for Animal Production. Bogor, August 3-4, 1993

BPTU KDI Pelaihari. 2010. Standar Karakteristik Kambing Boerawa G1 dan G2. Pelaihari. Bandar Lampung

_________. 2007. Standar Karakteristik Kambing Boerawa G1 dan G2. Pelaihari. Kalimantan Selatan

Candra, A. E. 2011. Studi Karakteristik dan Ukuran Tubuh antara Kambing Boerawa G1 dan G2 pada Masa Pascasapih. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Devendra, C. dan Mc. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2009. Peternakan Lampung Produk Unggulan Peluang Investasi. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. Lampung

Direktorat Pengembangan Peternakan. 2004. Laporan Intensifikasi Usaha Tani Ternak Kambing di Provinsi Lampung. http://www.disnakkeswan-lampung.go.id /publikasi/bplm. Diakses pada 15 April 2012

Ginting, S. P. 2009. Pedoman Teknis Pemeliharaan Induk dan Anak Kambing Masa Pra-Sapih. Loka Penelitian Kambing Potong. Sumatra Utara. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT.

(24)

Harris, I.1991. “Performans Anak Kambing PE dan Anak Kambing Kacang dari Berbagai Periode Kelahiran dan Umur Sapih”. Tesis. Program

Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung

Hartono, M. dan I. Harris. 2008. ”Performan Produksi dan Reproduksi Kambing Jantan Hasil Grading up dengan Kambing Boer”. Laporan Penelitian. Universitas lampung.

Kostaman, T dan Sutama, I.K. 2005. “Laju pertumbuhan kambing anak hasil persilangan antara kambing Boer dan Peranakan Ettawa pada

periode pra sapih”. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Departemen Pertanian.

Muhamad, Y. 2011. “Mengapa Harus Memelihara Kambing Boer”. http://kandadvm.blogspot.com. Diakses pada 15 April 2012

Setiadi, B. 2003. ”Alternatif Konsep Pembibitan dan Pengembangan Usaha Ternak Kambing”. Makalah Sarasehan Potensi Ternak Kambing dan Prospek Agribisnis Peternakan. Bengkulu

Santosa, U. 2002. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Steel, C.J. dan J.H. Torrie. 2001. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia. Jakarta

Sulastri. 2007. ”Estimasi Parameter Genetik Sifat-sifat Pertumbuhan Kambing Boerawa di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus”. Pustaka Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung

Gambar

Gambar 1. Bentuk Muka Kambing Jantan Boerawa G1.
Gambar 2. Tubuh Kambing Jantan Boerawa G1.
Tabel 1.  Penampilan Kualitatif pada Boerawa G2.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui besarnya pengaruh leverage terhadap prediksi financial distress pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015...

Dalam dua periode pembungaan famili-famili yang berasal dari Gundih, Jawa Tengah menunjukkan jumlah bunga, buah yang tertinggi, selain itu juga waktu mulai berbunga yang lebih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prosedur operasional standar make up room di Hotel Daima Padang 100% telah dilakukan dari 3 orang roomboy telah

Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara social support dan resilience of efficacy pada remaja atlet bulutangkis di Surabaya

Seminar Nasional Tempe Goes International (tahun 2012) untuk 150 UMKM dan pengrajin Tempe guna mendukung upaya Indonesia memperjuangkan SNI tempe menjadi standar

Radikal bebas yang terdapat dalam asap rokok juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan protease dan antiprotease sehingga terjadi penurunan jaringan paru.3,4 Penelitian

Salah satu metode pembelajaran yang dilatarbelakangi permainan dalam salah satu situs Depdiknas adalah metode Crush Word (tebak kata )(www.dikmegnum.go.id ). Tebak