• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Volume Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Volume Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VOLUME IRIGASI TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

CABAI (Capsicum annuum L.)

ABE EIKO JULIANA

A24080077

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ABE EIKO JULIANA. Pengaruh Volume Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum annum L.). (Dibimbing oleh Eko Sulistyono).

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh irigasi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai pada sistem sandponic serta menemukan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi (EPAI) terbaik yang dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan pada bulan Maret 2012-Agustus 2012.

Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, satu faktor dan tiga ulangan. Terdapat 12 satuan percobaan dengan total 60 tanaman cabai. Perlakuan terdiri dari satu faktor berupa perlakuan irigasi yang mencakup empat koefisien tanaman-panci (0.5 Eo, 1 Eo, 1.5 Eo, 2 Eo). Varietas tanaman cabai yang digunakan adalah cabai hibrida Serambi.

(3)

PENGARUH VOLUME IRIGASI TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

CABAI (Capsicum annuum L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ABE EIKO JULIANA A24080077

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul

:

PENGARUH VOLUME IRIGASI TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.)

Nama

:

ABE EIKO JULIANA

NIM

: A24080077

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Eko Sulistyono, M. Si NIP. 19620225 198703 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Abe Eiko Juliana. Lahir pada tanggal 26 Juli 1990 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari Abe Mitsuo dan Indrawati.

Pendidikan TK hingga SMP dijalani di sekolah Regina Pacis Jakarta pada tahun 1994-2005. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Santa Ursula Jakarta pada tahun 2008. Penulis memulai pendidikan di IPB pada tahun 2008 di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) pada tahun 2009-2010. Penulis juga pernah mendapat dana PKM-K pada tahun 2010 dengan judul Pemanfaatan Tanaman Lidah Mertua Si Tanaman Sejuta Manfaat sebagai Kertas Hias Unik.

Pada tahun 2010, penulis mendapat kesempatan untuk mengikut program pertukaran pelajar “Environmental Leader Training Program Featuring Field Science” di Kochi University, Jepang pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011. Pada tahun 2012, penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti “The First Summer Camp: Learning and Sharing Experiences in Thailand through Creative

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah kebutuhan air tanaman, dengan judul Pengaruh Volume Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.).

Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan penghargaan penulis tujukan kepada:

1. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Anas D. Susila, MS. selaku dosen pembimbing akademik. 3. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. dan Dr. M. Syukur, SP MSi selaku

dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis.

4. Bapak Mamat, pegawai Kebun Percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu selama kegiatan penelitian di rumah kaca.

5. Bayu Anggara, Naili Lutfi Nugrahani, Dwi Fitria Astari Lubis, dan teman-teman lainnya yang telah membantu kegiatan penelitian hingga selesai.

6. Orang tua, bapak dan ibu, yang telah membantu dan memberikan dukungan selama penelitian ini berlangsung.

(8)

DAFTAR ISI

Efisiensi Pemakaian Air Irigasi berdasarkan Bobot Kering Tanaman .... 18

Efisiensi Pemakaian Air Irigasi berdasarkan Bobot Buah ... 19

Hubungan Total Volume Air Irigasi dengan Produksi Buah ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

Kesimpulan ... 23

Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil penelitian Gercek et al. (2009) ... 6 2. Rekap Analisis Ragam Pengaruh Berbagai Volume Irigasi

terhadap Tinggi Tanaman ... 11 3. Rekap Analisis Ragam Pengaruh Berbagai Volume Irigasi

terhadap Jumlah Cabang ... 13 4. Rekap Analisis Ragam Pengaruh Berbagai Volume Irigasi

terhadap Jumlah Daun ... 14 5. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Bobot Kering

Tanaman pada Bulan I ... 16 6. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Bobot Kering

Tanaman pada Bulan II ... 16 7. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Bobot Kering

Tanaman pada Bulan III ... 17 8. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Efisiensi Pemakaian

Air Irigasi Berdasarkan Bobot Kering Tanaman ... 18 9. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Efisiensi Pemakaian

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tinggi Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi ... 12

2. Keragaaan Tanaman pada 6 MST ... 12

3. Jumlah Cabang Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi ... 14

4. Jumlah Daun Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi ... 15

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Volume Irigasi yang Diberikan Pada Setiap Perlakuan ... 28

2. Evaporasi Harian Panci Penguapan Pada Bulan Maret Hingga Juli 29

3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman ... 30

4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun ... 32

5. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Jumlah Cabang ... 34

6. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Bobot Kering ... 36

7. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Akar/Tajuk, Bobot Buah, BK Total/Vol. Irig, Bobot Buah Total/ Vol Irigasi ... 38

8. Kandungan Hara Makro dan Mikro pada Pupuk ... 39

9. Keragaan Tanaman pada 12 MST ... 40

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merupakan komoditi pertanian penting di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Produksi cabai Indonesia pada tahun 2009 ialah 1.37 juta ton dan pada tahun 2010 sebesar 1.33 juta ton (BPS, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa produksi cabai di Indonesia cukup besar. Namun, pada musim tertentu terdapat penurunan produksi. Penurunan produksi cabai ini bisa disebabkan oleh kelebihan air maupun kekurangan air pada saat tanam.

Pertanaman cabai di Brebes mengalami gagal panen pada tahun 2011 karena kekeringan. Akibat dari kekeringan ini ialah hasil panen yang diperoleh sangat sedikit (Nurbiajanti, 2011). Menurut Maulana (2011), cuaca ekstrim menjadi penyebab gagal panen cabai di Bintan. Petani belum dapat memprediksi perubahan cuaca yang ekstrim yang menyebabkan pertanaman cabai kelebihan air dan juga kekurangan air pada sebagian masa tanamnya. Menurut laporan bulanan data sosial ekonomi (BPS, 2011), anomali iklim merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pelonjakan harga cabai. Cuaca ekstrim pada tahun 2010 (musim hujan yang berkepanjangan) menyebabkan produksi cabai di beberapa daerah menurun drastis.

Setiap tanaman membutuhkan air untuk berfotosintesis. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk mengkompensasikan hilangnya air melalui proses evapotranspirasi. Walaupun pengertian kebutuhan air tanaman dan evapotranspirasi tanaman identik sama, kebutuhan air tanaman mengarah kepada jumlah air yang harus diberikan ke tanaman. Evapotranspirasi mengarah kepada jumlah air yang hilang pada saat proses evaporasi dan transpirasi (FAO, 1998). Evaporasi ialah proses hilangnya air dari permukaan bebas yang mengalir sebagai uap ke udara sepanjang hari. Transpirasi ialah proses hilangnya air dari bagian-bagian tanaman seperti daun dan batang.

(13)

pada sistem irigasi. Oleh karena itu penggunaan air dengan efisiensi yang tinggi dalam irigasi sangat diperlukan. Faktor penting dalam menentukan efisiensi irigasi ialah pengetahuan tentang evapotranspirasi tanaman.

Evapotranspirasi tanaman dapat ditentukan dengan mendapatkan besarnya evaporasi berdasarkan penguapan panci Kelas A (FAO, 1986). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang erat antara kebutuhan air tanaman dengan panci penguapan, sehingga panci penguapan dapat digunakan dalam penjadwalan irigasi oleh petani (Ertek et al., 2006). Efisiensi penggunaan air ditentukan setelah mendapatkan besarnya evapotranspirasi tanaman. Efisiensi penggunaan air yang baik juga dicerminkan dalam bentuk morfologi tanaman, bobot kering tanaman, dan bobot buah cabai segar.

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengatasi gangguan proses produksi cabai yang berhubungan dengan kebutuhan air. Pemberian air dalam bentuk irigasi sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut akan memperlancar proses produksi tanaman dan juga memiliki efisiensi yang tinggi.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh irigasi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai serta menemukan efisiensi penggunaan air irigasi terbaik.

Hipotesa

Ada nilai volume irigasi yang berpengaruh optimum terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot kering tanaman, bobot buah cabai segar, dan efisiensi penggunaan air irigasi.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat dan Ciri Tanaman Cabai

Tanaman cabai termasuk suku terung-terungan (Solanaceae), berbentuk perdu, dan tergolong tanaman semusim. Tanaman cabai hibrida varietas Serambi dapat ditanam di dataran rendah sampai tinggi. Tanaman rimbun dan buah keriting memanjang. Buah berwarna merah menyala dengan panjang 15-17 cm dan diameter 0.6-0.8 cm. Berat buah per tanaman berkisar antara 0.9-1.2 kg dengan potensi hasil 18-20 ton/ha. Buah cabai dapat dipanen mulai umur 82-87 hari setelah semai. Buah cabai tahan penyimpanan dan pengangkutan jarak jauh.

Produksi cabai Indonesia pada tahun 2009 ialah sebesar 1.37 juta ton dengan produktivitas sebesar 5.89 ton/ha. Produksi cabai Indonesia menurun pada tahun 2010 menjadi 1.33 juta ton dengan produktivitas sebesar 5.6 ton/ha. Produksi cabai meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi sebesar 1.48 juta ton dengan produktivitas sebesar 6.19 ton/ha (BPS, 2013).

Tanaman cabai termasuk famili Solanaceae, genus Capsicum. Terdiri atas 25 spesies liar serta 5 spesies yang sudah didomestifikasi. Kelima spesies hasil domestifikasi adalah Capsicum annuum, Capsicum baccatum, Capsicum chinense, Capsicum frutescens, dan Capsicum pubescens. Berdasarkan karekater buahnya, spesies Capsicum annuum digolongkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, cabai keriting, cabai rawit, dan paprika. Tinggi tanaman cabai keriting berkisar antara 70-110 cm. Panjang buah cabai keriting berkisar antara 9-15 cm. Diameter buah berkisar antara 1-1.75 cm. Warna buah cabai keriting ialah hijau saat masih muda dan merah jika sudah masak. Permukaan buah cabai keriting berlekuk-lekuk seperti mengeriting. Rasa buah cabai keriting cukup pedas (Tim Penulis Agriflo, 2012).

(15)

maka kelembaban udara dikatakan tinggi. Pada budidaya cabai, kelembaban lingkungan menjadi hal yang penting diperhatikan karena berkaitan erat dengan kesehatan tanaman (Nawangsih et al.,1999). Selain itu, menurut Prihmantoro dan Indriani (2003), bila pada saat berbunga kelembaban rendah, sementara suhu dan intensitas cahaya tinggi, maka keseimbangan air yang masuk dan transpirasi lewat daun terganggu. Hal ini mengakibatkan bunga dan buah akan gugur, serta tanaman menjadi layu.

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai besarnya jumlah air yang hilang melalui proses evapotranspirasi. Dengan kata lain, kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air optimum yang dibutuhkan untuk berbagai tanaman tumbuh optimal (FAO, 1986).

Evapotranspirasi terdiri dari dua komponen yang terpisah yaitu transpirasi dan evaporasi. Transpirasi ialah jumlah air yang hilang ke atmosfer dari lubang kecil pada permukaan daun yaitu stomata. Evaporasi ialah jumlah air yang hilang dari tanah dan permukaan bebas sebagai uap ke atmosfer (CSU, 2009).

Evapotranspirasi tanaman (ETc) merupakan besarnya evapotranspirasi referen (ETo) dikalikan dengan koefisien tanaman (Kc). Definisi ETo ialah laju evapotranspirasi dari area yang luas serta ditutupi oleh rumput hijau dengan tinggi 8-15cm. Rumput ini tumbuh aktif dan menutupi permukaan secara menyeluruh serta tidak kekurangan air. ETo dan ETc dinyatakan dalam mm/hari atau mm/bulan. Nilai koefisien tanaman (Kc) bervariasi sesuai dengan jenis tanaman, tahap pertumbuhan, dan iklim (FAO, 1986). Menurut FAO (2002), Kc untuk

(16)

memiliki ukuran diameter 120.7 cm dan kedalaman 25 cm. Ketinggian air di dalam panci ialah 20 cm. Menurut FAO (1986), panci diletakkan di atas papan kayu dengan ketinggian 5 cm saat pemasangan di lapang, sedangkan British Columbia (2006) menyatakan bahwa panci diletakkan di atas permukaan tanah dengan ketinggian 15 cm.

Pada metode ini, penguapan pada panci diukur secara berkala berdasarkan perubahan ketinggian air pada panci. Penguapan pada panci kelas A ini disebut sebagai evaporasi panci/ E pan (Nzewi, 2001).

Nilai evaporasi panci berbeda dengan nilai evapotranspirasi dari vegetasi referen berupa rumput. Panci evaporasi sangat berkorelasi dekat dengan evapotranspirasi dari vegetasi yang ada di sekitarnya dengan kondisi permukaan tanah tertutup sempurna dan tidak kekurangan air. Korelasi ini disebut sebagai koefisien panci (Kpan). K pan didefinisikan sebagai rasio dari evapotranspirasi rumput dengan evaporasi panci sebesar 0.8 (Brutsaert, 1982), sedangkan Thompson (1999) dan British Columbia (2006) menyatakan besarnya K pan ialah 0.7. Selain itu FAO (1986) menyatakan bahwa besarnya K pan bervariasi dari pertumbuhan tanaman (Basak, 1999). Aplikasi irigasi merupakan sebuah usaha untuk mencegah tanaman kekurangan air akibat kekeringan maupun kekurangan air hujan. Penggunaan air yang beraneka ragam untuk keperluan manusia menjadikan air sebagai sumberdaya yang terbatas pada usaha pertanian. Air yang masuk ke dalam lahan pertanian tidak semuanya digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Kehilangan air ini dapat berupa transpirasi oleh tanaman, aliran permukaan tanah, maupun aliran air bawah tanah. Hal ini menyebabkan efisiensi penggunaan air menjadi penting.

(17)

hasil tanaman per unit luasan lahan dibandingkan dengan air yang digunakan untuk memproduksi hasil tersebut. Howell et al. (1990) menyatakan bahwa terdapat efisiensi penggunaan air irigasi dan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air irigasi merupakan jumlah hasil tanaman dibandingkan dengan jumlah air irigasi yang diberikan. Efisiensi penggunaan air ialah jumlah hasil tanaman dibandingkan dengan jumlah air yang diambil oleh tanaman.

Menurut penelitian Gercek et al. (2009) pada tahun 2004, efisiensi penggunaan air irigasi terbaik tidak menunjukkan hasil panen buah cabai yang terbanyak. Jumlah air yang diberikan ke tanaman paling banyak ialah sebesar 1897 mm dengan efisiensi penggunaan air irigasi (EPAI) sebesar 18.5 kg ha-1 mm -1

. Hasil panen buah pada perlakuan irigasi sebesar 1897 mm ialah sebesar 35.2 ton ha-1. Jumlah air yang diberikan ke tanaman paling sedikit ialah sebesar 725 mm dengan EPAI sebesar 39.3 kg ha-1 mm-1. Hasil panen buah pada perlakuan irigasi sebesar 725 ialah sebesar 28.5 ton ha-1. Efisiensi penggunaan air irigasi terbaik pada tahun 2005 ditunjukkan pada jumlah air paling sedikit dengan efisiensi sebesar 39.3 kg ha-1 mm-1 namun efisiensi yang terbaik tidak menunjukkan hasil panen terbanyak. Hasil panen buah terbanyak sebesar 41.6 ton ha-1 didapatkan pada perlakuan irigasi sebesar 1232 mm dengan EPAI 33.7 kg ha-1 mm-1 pada tahun 2004. Hasil penelitian Gercek et al. (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil penelitian Gercek et al. (2009)

Tahun Perlakuan Volume Irigasi

(mm)

Keterangan: FI = Furrow Irrigation, WP = Water Pillow Irrigation.

(18)

penggunaan air irigasi pada perlakuan irigasi 581 mm ialah sebesar 3.64 kg m-3. Efisiensi penggunaan air irigasi terbaik sebesar 3.70 kg m-3 menghasilkan panen sebesar 17.52 ton ha-1 dengan irigasi sebesar 474 mm.

Nisbah Akar Tajuk

Akar tumbuhan berfungsi untuk memperkuat berdirinya tubuh tumbuhan, menyerap air dan unsur hara tumbuhan dari dalam tanah, mengangkut air dan unsur hara ke bagian tumbuhan yang memerlukan, dan terkadang sebagai tempat penimbunan zat makanan cadangan (Nugroho et al.,2006).

Alokasi karbon ke akar lebih banyak daripada ke tajuk saat terjadi cekaman kekeringan ringan. Kondisi cekaman kekeringan berat akan mengurangi pertumbuhan akar. Waktu terjadinya cekaman kekeringan juga sangat berpengaruh pada partisi karbohidrat dan nitrogen. Apabila cekaman kekeringan terjadi pada saat awal pertumbuhan, alokasi karbohidrat akan lebih banyak ke akar daripada tajuk dan meningkatkan nisbah akar tajuk (Ahuja, 2008). Hal ini terjadi karena penurunan pertumbuhan tajuk tanpa perubahan dalam pertumbuhan akar. Peningkatan nisbah akar tajuk juga bisa terjadi karena pertumbuhan akar lebih baik daripada tajuk pada saat terjadi cekaman kekeringan. Pertumbuhan akar yang lebih baik pada saat terjadi kekeringan merupakan mekanisme akar untuk mendapatkan air lebih banyak dari lapisan tanah yang lebih dalam (Aroca, 2012).

(19)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Percobaan ini dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, yang terletak pada ketinggian 240 m di atas permukaan laut. Kisaran suhu harian di daerah ini adalah 29º-38ºC. Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Juli 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit tanaman cabai (Capsicum annuum L.) varietas hibrida Serambi dengan umur enam minggu sesudah semai. Penelitian ini menggunakan ember plastik dengan diameter 28 cm. Media tanam yang digunakan saat penyemaian ialah pasir dan kompos dengan komposisi 1:1. Media tanam yang digunakan sesudah pindah tanam ke dalam rumah kaca ialah pasir. Komposisi hara pupuk yang digunakan selama masa vegetatif adalah sebagai berikut nitrogen 32%, fosfat 10%, dan kalium oksida 10%. Sedangkan untuk masa generatif digunakan pupuk dengan komposisi haranya ialah nitrogen 10%, fosfat 55%, dan kalium oksida 10%. Kandungan hara mikro yang ada pada pupuk majemuk dapat dilihat pada lampiran 8. Peralatan yang dibutuhkan adalah rumah kaca yang, ember plastik, panci penguapan, gelas ukur, penggaris, timbangan, dan oven.

Metode Percobaan

Studi ini dilaksanakan untuk menentukan pengaruh irigasi yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Capsicum annuum L.). Perlakuan yang diberikan berupa empat volume irigasi berdasarkan besarnya evaporasi dari permukaan air bebas yang diukur dengan panci penguapan (Eo) yaitu 0.5 Eo, 1 Eo, 1.5 Eo, dan 2 Eo. Nilai Eo didapatkan dengan mengukur selisih tinggi air yang berkurang di dalam panci pada jam 7-8 pagi setiap hari. Nilai selisih tinggi air ini akan dikalikan dengan luas permukaan pot sandponic

(20)

Eo yang akan dikalikan dengan empat konstanta yang berbeda. Empat konstanta ini ialah 0.5; 1; 1.5; dan 2.

Pada percobaan ini terdiri atas tiga ulangan untuk setiap perlakuan sehingga penelitian ini memiliki 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas lima tanaman cabai sehingga terdapat 60 tanaman cabai. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan perlakuan berupa volume irigasi. Analisis statistik yang digunakan ialah uji F dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ)/ Tukey. Model untuk rancangan percobaannya ialah sebagai berikut;

Yij=µ+ Ii+ Kj+Ɛij

Yi = nilai pengamatan dari perlakuan volume irigasi µ= nilai tengah umum

Ii = pengaruh perlakuan volume irigasi ke-i Kj= pengaruh kelompok ke-j

Ɛij= pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j

Rencana pelaksanaannya ialah benih disemai dalam tray plastik. Penyemaian dilakukan selama 6 minggu. Selama pemeliharaan bibit disemprot dengan pupuk daun setiap satu minggu sekali dengan konsentrasi 1 g/l. Penanaman dilakukan dengan memindahkan bibit dari tray ke ember plastik berdiameter 28 cm. Media tanam yang digunakan ialah pasir. Ember plastik diberi lubang pada sisi-sisinya dengan ketinggian sebesar 1/3 tinggi ember diukur dari dasar.

Selanjutnya ember plastik diletakkan di dalam rumah kaca untuk diberi perlakuan. Pupuk daun diberikan ke tanaman dengan konsentrasi 2 g/l. Pemberian pupuk dilakukan setiap seminggu dua kali atau disesuaikan dengan kebutuhan. Pupuk dilarutkan dalam air irigasi dan diberikan ke tanaman secara manual menggunakan gelas ukur.

(21)

ini ialah persamaan yang digunakan untuk menghitung EPAI (Howell et al., 1990);

EPAI merupakan efisiensi penggunaan air irigasi (kg ha-1 mm-1), I1 ialah total jumlah air irigasi yang digunakan (mm), dan Y1 ialah hasil panen segar (kg ha-1) yang didapatkan dengan persamaan;

Selain itu, EPAI dapat dihitung berdasarkan bobot buah dan bobot kering tanaman. EPAI berdasarkan bobot buah disebut juga sebagai nisbah bobot buah total / volume irigasi. Nisbah bobot buah total / volume irigasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan;

Nilai nisbah Bobot Buah Total / Volume Irigasi menunjukkan banyaknya buah yang dapat dihasilkan per satu liter air irigasi (gram tanaman-1 liter-1), Y2 ialah hasil panen segar (gram tanaman-1), dan I2 ialah total jumlah air irigasi yang digunakan (liter).

EPAI berdasarkan bobot kering tanaman disebut juga sebagai nisbah Bobot Kering (BK) Total / volume irigasi dihitung dengan menggunakan persamaan;

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan sejak 1 minggu sesudah tanam (MST) hingga 12 MST. Perlakuan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 1-2 MST (Tabel 1). Perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3 -12 MST. Pada minggu pertama dan minggu kedua belum menunjukkan pengaruh nyata karena tanaman belum terkena cekaman kekeringan. Hal ini disebabkan karena pada minggu pertama tanam, penyiraman dilakukan hingga kapasitas lapang sehingga media tanam masih cukup mengikat air hingga minggu kedua. Pada minggu tanam kedua, tanaman diberikan penyiraman sesuai dengan perlakuan.

Tabel 2. Rekap Analisis Ragam Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Tinggi Tanaman

Keterangan: (**) : Berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan

(tn) : Tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan

(23)

Gambar 1. Tinggi Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi

Menurut Ertek et al. (2006), secara umum semakin banyak jumlah air yang diberikan ke tanaman maka tanaman akan semakin tinggi. Penelitian Gadisa dan Chemeda (2009) juga menunjukkan bahwa tinggi tanaman bertambah secara signifikan seiring bertambahnya level irigasi. Tinggi tanaman yang terbentuk pada setiap minggu pengamatan berbeda antar perlakuan menunjukkan bahwa kebutuhan air tanaman setiap minggu berbeda-beda sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman tersebut. Perlakuan irigasi berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3-12 MST. Tinggi tanaman pada saat 6 MST berbeda antar setiap perlakuan (Gambar 2).

Gambar 2. Keragaaan Tanaman pada 6 MST

(24)

Jumlah Cabang

Perlakuan volume irigasi belum berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang saat 1 MST, 2 MST, 3 MST, dan 4 MST. Tanaman cabai belum mengeluarkan cabang pada saat 1 MST dan 2 MST. Jumlah cabang merupakan faktor penting yang harus diamati pada tanaman cabai karena bunga akan keluar dari setiap percabangan. Proses berikutnya bunga akan berkembang menjadi buah. Buah merupakan bagian yang bernilai komersil pada tanaman cabai. Perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dimulai dari 5 MST hingga 12 MST.

Tabel 3. Rekap Analisis Ragam Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Jumlah Cabang

Keterangan: (**) : Berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan

(tn) : Tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan

KK (3 MST dan 4 MST) : hasil transformasi

Tidak ada cabang yang terbentuk pada 1 MST dan 2 MST. Jumlah cabang pada perlakuan 0.5 Eo, 1.0 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo tidak berbeda nyata pada pengamatan 3 MST dan 4 MST (Gambar 3). Jumlah cabang pada 5 MST-12 MST berbeda antar perlakuan. Pada pengamatan 6 MST, jumlah cabang pada perlakuan 0.5 Eo berbeda nyata dengan perlakuan lainnya namun perlakuan 1.5 Eo tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2.0 Eo. Pada akhir pengamatan, 12 MST, jumlah cabang pada perlakuan 0.5 Eo, 1.0 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo saling berbeda nyata. Jumlah cabang berbeda antar perlakuan pada 5 MST - 12 MST sehingga kebutuhan air pohon cabai harus terpenuhi pada rentang waktu tersebut.

(25)

Gambar 3. Jumlah Cabang Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi

Jumlah cabang juga semakin bertambah seiring dengan pertambahan jumlah air yang diberikan ke tanaman. Menurut Gadissa dan Chemeda (2009), penelitiannya juga menunjukkan bahwa dengan meningkatnya level irigasi maka terjadi peningkatan jumlah cabang cabai. Hasil penelitian Ertek et al. (2006) juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah cabang seiring bertambahnya volume air irigasi yang diberikan.

Jumlah Daun

Keterangan: (**) : Berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan

(*) : Berpengaruh nyata terhadap perlakuan

(tn) : Tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan

(26)

Perlakuan volume irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap pembentukan daun pada 1 MST dan 2 MST (Tabel 5). Pengamatan 1 MST dan 2 MST menunjukkan belum ada perbedaan pada pertumbuhannya karena nilai Eo yang digunakan dianggap masih cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman Perlakuan volume irigasi berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 3 MST hingga 12 MST. Perlakuan berpengaruh terhadap jumlah daun pada saat 3 MST hingga 12 MST dikarenakan tanaman terkena cekaman kekeringan yang mempengaruhi pembentukan daun.

Jumlah daun pada perlakuan 0.5 Eo, 1 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo pada umur tidak berbeda nyata pada 1 MST dan 2 MST (Gambar 4). Pada saat 6 MST, jumlah daun pada perlakuan 0.5 Eo, 1.0 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo saling berbeda nyata hingga 12 MST. Perlakuan 2.0 Eo memiliki jumlah daun yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada saat 6 – 12 MST.

Gambar 4. Jumlah Daun Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi

(27)

Bobot Kering Tanaman

Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada bulan pertama, kedua, dan ketiga. Pengamatan bobot kering dilakukan pada beberapa bagian yaitu akar, batang, daun, dan buah.

Tabel 5. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Bobot Kering Tanaman pada Bulan I menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5 %.

Perlakuan 1.5 Eo menghasilkan bobot kering batang, daun, dan bobot kering total terbesar di antara perlakuan lainnya (Tabel 5). Ini menunjukkan bahwa koefisien panci-tanaman untuk fase awal adalah 1.5. Alokasi bobot kering terbesar terjadi pada bagian daun untuk semua perlakuan. Nisbah akar/tajuk pada bulan I belum menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan 0.5 Eo, 1.0 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo.

Tabel 6. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Bobot Kering Tanaman pada Bulan II menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5 %.

(28)

perlakuan saling berbeda nyata. Perlakuan 0.5 Eo memiliki nilai nisbah akar/tajuk nyata lebih tinggi dibandingan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan 0.5 Eo pada nisbah akar/tajuk berbeda nyata dengan perlakuan 1.0 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo.

Tabel 7. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Bobot Kering Tanaman pada

Bulan III menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5 %.

Perlakuan 2.0 Eo memiliki bobot kering terbesar untuk akar, batang, daun, dan total pada bulan II (Tabel 7). Ini menunjukkan bahwa koefisien panci-tanaman untuk fase akhir adalah 2. Bobot kering akar pada perlakuan 2.0 Eo berbeda nyata dengan bobot kering akar pada perlakuan 0.5 Eo dan 1.0 Eo, tetapi tidak berbeda nyata terhadap bobot kering akar pada perlakuan 1.5 Eo pada bulan III. Bobot kering batang, daun, dan bobot tanaman pada perlakuan 0.5 Eo, 1.0 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo saling berbeda nyata. Nisbah akar/tajuk pada perlakuan 2.0 Eo berbeda nyata terhadap perlakuan 0.5 Eo, tetapi tidak berbeda nyata dengan nisbah akar/tajuk pada perlakuan 1.0 Eo dan 1.5 Eo.

Pada saat terjadi cekaman kekeringan, alokasi karbon ke akar lebih banyak dan menyebabkan perkembangan akar yang lebih baik (Ehlers dan Goss, 2003). Nilai nisbah akar/tajuk pada bulan kedua dan ketiga menunjukkan bahwa perlakuan 0.5 Eo memiliki nisbah yang terbesar. Air irigasi yang diberikan kepada tanaman dengan perlakuan 0.5 Eo lebih sedikit daripada perlakuan lainnya sehingga cekaman kekeringan pada perlakuan 0.5 Eo lebih besar. Hal ini menyebabkan perkembangan akar pada perlakuan 0.5 Eo lebih besar dari pada perlakuan lainnya. Nisbah akar/tajuk belum berbeda nyata pada bulan I karena pada bulan ini belum terjadi cekaman kekeringan.

(29)

bahwa bobot kering akar cabai pada kondisi cekaman kekeringan lebih rendah daripada bobot kering akar cabai pada kondisi tanpa cekaman kekeringan. Bobot kering akar cabai pada kondisi cekaman kekeringan lebih rendah menyebabkan nisbah akar/tajuk pada perlakuan dengan cekaman kekeringan lebih besar dibandingkan dengan nisbah akar/tajuk pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan.

Efisiensi Pemakaian Air Irigasi berdasarkan Bobot Kering Tanaman

Bobot biomassa tanaman dan jumlah air irigasi yang diberikan dapat digunakan untuk mengukur efisiensi dari penggunaan air irigasi di dalam sebuah ekosistem (Ehlers dan Goss, 2003). Pengamatan efisiensi pemakaian air irigasi berdasarkan bobot kering tanaman dapat dilihat pada kolom nisbah bahan kering (BK) Total/ Vol Irig. Nisbah BK Total/ Vol Irig menunjukkan banyaknya air irigasi yang digunakan untuk menghasilkan bobot kering tanaman tersebut. Nisbah yang baik ialah nisbah yang semakin besar. Nisbah yang besar menunjukkan penggunaan air yang lebih efisien dalam pembentukan bobot kering tanaman.

Perlakuan tidak berpengaruh terhadap nisbah BK Total/Vol Irig (Tabel 8). Pertambahan volume air irigasi sebanding dengan pertambahan jumlah BK Total yang terbentuk sehingga menyebabkan nisbah BK Total/Vol. Irig tidak berbeda nyata antara perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diberikan ke tanaman tidak menyebabkan perbedaan dalam efisiensi pembentukan bahan kering tanaman. Perlakuan 2.0 Eo menghasilkan nilai nisbah terbesar dan perlakuan 1.0 Eo menghasilkan nilai nisbah terkecil.

Tabel 8. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Efisiensi Pemakaian Air

Irigasi Berdasarkan Bobot Kering Tanaman Volume Irigasi Vol Irigasi hingga

(30)

Nilai EPAI akan meningkat sesuai dengan pertambahan source seperti jumlah daun, lebar daun, dan jumlah anakan pada padi (Sulistyono et al., 2005). Pada penelitian ini perlakuan dengan jumlah daun terbesar menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih besar dan juga meningkatkan nilai EPAI yang sesuai dengan penelitian Sulistyono et al. (2005) namun tidak berbeda nyata antar setiap perlakuan.

Efisiensi Pemakaian Air Irigasi berdasarkan Bobot Buah

Bobot buah pada perlakuan 2.0 Eo nyata lebih berat daripada dengan perlakuan 1.5 Eo, 1.0 Eo, dan 0.5 Eo (Tabel 9). Hasil penelitian Ertek et al. (2006) menunjukkan bahwa perlakuan irigasi berpengaruh nyata terhadap hasil panen terung (Solanum melongena L.). Peningkatan volume air irigasi yang diberikan menyebabkan peningkatan hasil panen dan kemudian hasil panen akan menurun saat terjadi kelebihan air irigasi. Pada penelitian ini, tanaman cabai masih menunjukkan peningkatan bobot buah seiring dengan peningkatan volume air irigasi. Penelitian pada tanaman cabai ini belum menunjukkan terjadinya penurunan hasil panen akibat volume air irigasi yang berlebihan.

Menurut penelitian El-Wahed dan Ali (2012), hasil panen jagung maksimum didapatkan pada level irigasi terbesar. Air yang tersedia di dalam tanah pada level irigasi tersebut cukup sehingga terjadi peningkatan absorbsi air dan nutrisi dan tentunya meningkatkan metabolisme tanaman dalam peningkatan bobot panen. Pada penelitian ini perlakuan dengan volume irigasi terbesar juga menunjukkan hasil panen terbesar yang juga sesuai dengan penelitian El-Wahed dan Ali (2012).

(31)

Menurut Ertek et al. (2006) Efisiensi Penggunaan Air Irigasi (EPAI) merupakan jumlah hasil panen tanaman dibandingkan dengan jumlah air irigasi yang diberikan sehingga EPAI dapat dilihat pada nilai nisbah bobot buah total/vol irigasi. Nilai Bobot Buah Total/ Vol Irigasi pada perlakuan 1.5 Eo tidak berbeda nyata dengan nilai Bobot Buah Total/ Vol Irigasi pada perlakuan 2.0 Eo dan 1.0 Eo pada namun berbeda dengan nilai Bobot Buah Total/ Vol Irigasi pada perlakuan 0.5 Eo (Tabel 9).

Tabel 9. Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Efisiensi Pemakaian Air Irigasi Berdasarkan Bobot Buah menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5 %.

Nilai nisbah bobot buah total / volume irigasi menunjukkan banyaknya buah yang dapat dihasilkan per satu liter air irigasi. Nilai nisbah terbesar menunjukkan bahwa tanaman tersebut lebih efisien dalam menggunakan air. Nilai nisbah terbesar didapatkan pada perlakuan 2.0 Eo yaitu sebesar 2.39 g tanaman-1 liter-1.

(32)

terbaik apabila dilihat dari segi produksi karena menghasilkan bobot buah yang terbanyak.

Pada penelitian ini perlakuan 2.0 Eo dengan volume irigasi terbesar yaitu sebesar 614 mm memberikan hasil EPAI sebesar 4.71 kg ha-1 mm-1. Penelitian Gercek et al. (2009) menunjukkan bahwa EPAI dengan jumlah volume irigasi yang diberikan sebesar 725 mm menghasilkan EPAI sebesar 39.3 kg ha-1 mm-1. Perbedaan dalam kedua penelitian ini ialah metode penyiraman tanaman, varietas cabai, lokasi penanaman, dan beberapa perbedaan lainnya. Namun penelitian Gercek et al. (2009) dapat dijadikan petunjuk karena penelitian EPAI pada tanaman cabai masih sedikit. Pada penelitian Gercek et al. (2009), EPAI yang dihasilkan berkisar antara 18.5 - 42.8 kg ha-1 mm-1. Volume irigasi sebesar 725 mm adalah volume irigasi terkecil yang digunakan pada penelitian Gercek et al.

(2009) dan paling mendekati dengan perlakuan 2.0 Eo yang menggunakan air sebanyak 614 mm. Nilai EPAI pada penelitian Pengaruh Berbagai Volume Irigasi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai pada sistem Sandponic

lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Gercek et al. (2009).

Hubungan Total Volume Air Irigasi dengan Produksi Buah

Gambar 5. Grafik Hubungan Total Volume Irigasi dengan Bobot Buah Hubungan volume air irigasi dengan produksi buah menunjukkan grafik linier (Gambar 5). Hal ini berarti semakin banyak jumlah volume air irigasi yang diberikan maka semakin banyak buah yang dihasilkan oleh tanaman.

(33)

Evapotranspirasi menunjukkan banyaknya air yang dibutuhkan oleh tanaman pada setiap fase pertumbuhannya. Perlakuan 0.5 Eo tidak menyediakan air yang cukup untuk diambil oleh tanaman sehingga tanaman tidak dapat berproduksi dengan maksimal. Perlakuan 2 Eo, perlakuan dengan jumlah volume air irigasi terbanyak, menghasilkan bobot panen terbesar pada penelitian ini.

Pada penelitian ini belum ditemukan titik optimum pada grafik. Selang 0.5-2 Eo tidak cukup panjang untuk menemukan nilai Eo yang tepat untuk menghasilkan bobot buah yang maksimum sebelum bobot buah akan menurun akibat kelebihan irigasi.

(34)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah daun bertambah seiring dengan bertambahnya irigasi yang diberikan. Perlakuan 2.0 Eo memiliki tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah daun yang terbesar pada akhir pengamatan. Nisbah bobot kering tanaman/ volume irigasi tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Bobot buah dan nilai nisbah bobot buah total/ volume irigasi terbesar didapat pada perlakuan 2.0 Eo. Terdapat hubungan positif linier antara jumlah buah dengan volume irigasi.

Saran

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, L.R. 2008. Response of Crops to Limited Water: Understanding and Modeling Water Stress Effects on Plant Growth Processes. ASA-CSSA-SSSA. America. 436p.

Aroca, R. 2012. Plant Responses to Drought Stress: From Morphological to Molecular Features. Springer. London. 466p.

Bari, A. 2005. Assesment of Plant Genetic Resources for Water-Use-Efficiency (WUE): Managing Water Scarcity. Proceedings of the Bioversity International/INRA/ IDRC/ AARINENA. Bioversity International. Rome. Page 43.

Basak, N.N. 1999. Irrigation Engineering. Tata McGraw-Hill Education. New Delhi. 329p.

British Columbia. 2006. Determining Evapotranspiration with Evaporation Pans. Ministry of Agriculture and Lands, British Columbia. Canada. 2p.

Brutsaert, W. 1982. Evaporation Into the Atmosphere: Theory, History, and Applications. Springer. 299p.

BPS. 2010. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai, 2009-2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=-55&notab=19. [7 Februari 2012].

BPS. 2011. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 109 hal. profit. http://dx.doi.org/10.1016/j.agwat.2012.06.017. [14 November 2012]. Ertek, A., S. Sensoy, C. Kucukyumuk, and I. Gedik. 2006. Determination of

(36)

using class A pan evaporation values. Agricultural Water Management 85: 58-66.

FAO. 1986. Irrigation Water Management, Training Manuals. http://www.fao.org/docrep/S2022E/s2022e07.htm. [2 Februari 2012].

FAO. 1998. Crop evapotranspiraton: guidelines for computing crop water requirements. http://www.fao.org/docrep/X0490E/x0490e04.htm. [4 Februari 2012]

FAO. 2002. Pepper. http://www.fao.org/WAICENT/faoINFO/AGRICULT/agl/-aglw/cropwater/pepper.stm#descrip. [6 Februari 2012]

Gadissa, T. and D. Chemeda. 2009. Effects of drip irrigation levels and planting methods on yield and yield component of green pepper (Capsicum annuum

L.) in Bako, Ethiopia. Agricultural Water Management 96: 1673-1678. Gercek, S., N. Comlekcioglu, and M. Dikilitas. 2009. Effectiveness of water

pillow irrigation method on yield and water use efficiency on hot pepper (Capsicum annuum L.). Scientia Horticulturae 120: 325-329.

Howell, T.A., R.H. Cuence, and K.H. Solomon. 1990. Crop yield response, p.93-122. In G.J. Hoffman (Eds). Management of Farm Irrigation Systems. St.Joseph

Kulkarni, M. and S. Phalke. 2009. Evaluating variability of root size system and its constitutive traits in hot pepper (Capsicum annum L.) under water stress. Scientia Horticulturae 120: 159-166.

Lambers, A. F.S Chapin, F.S. Chapin III, and T.L. Pons. 2008. Plant Phisiological Ecology. Springer. New York. 604p.

Maulana, H. 2011. Cuaca ekstrim penyebab gagal panen cabai di Bintan. http://batam.tribunnews.com/2011/01/06/cuaca-ektrim-penyebab-gagal-panen-cabai-di-bintan. [4 Februari 2012]

Nawangsih A. A., H. P. Imdad, dan A. Wahyudi. 1999. Cabai Hot Beauty. Cet. 8. Penebar Swadaya. Jakarta. 114 hal.

Nugroho, H., Purnomo, dan I. Sumardi. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Cet. 1. Penebar Swadaya. Jakarta. 180 hal.

Nurbiajanti, S. 2011. Kekeringan, petani cabai gagal panen. http://regional.kompas.com/read/2011/09/19/11432927/Kekeringan.Petani. Cabai.Gagal.Panen . [6 Februari 2012]

(37)

Orgaz, F., M.D. Fernandes, S. Bonachela, M. Gallardo, and E. Ferenes. 2005. Evapotranspiration of horticultural crops on an unheated plastic greenhouse. Agricultural Water Management 75:81-96.

Prihmantoro, H., dan Y.H. Indriani. 2003. Paprika Hidroponik dan Nonhidroponik. Cet. 5. Penebar Swadaya. Jakarta. 118 hal.

Sulistyono, E., Suwarto, dan Y. Ramdiani. 2005. Defisit evapotranspirasi sebagai indikator kekurangan air pada padi gogo (Oryza sativa L.). Bul.Agron. (33) (1):6-11.

Thompson, S.A. 1999. Water Use, Management, and Planning in the United States. Academic Press. 371p.

Tim Penulis Agriflo, 2012. Cabai: Prospek Bisnis dan Teknologi Mancanegara. Cet. 1. Agriflo. Jakarta. 200 hal.

(38)
(39)

Lampiran 1. Volume Irigasi yang Diberikan Pada Setiap Perlakuan

Tabel volume irigasi (cc atau ml/ember)

Eo (mm) 0.5 Eo Eo 1.5 Eo 2 Eo Total Stock

1 31 62 92 123 6616 529

1.5 46 92 138 185 8924 714

2 62 123 185 246 11232 899

2.5 77 154 231 308 13540 1083

3 92 185 277 369 15847 1268

3.5 108 215 323 431 18155 1452

4 123 246 369 492 20463 1637

4.5 138 277 415 554 22771 1822

5 154 308 462 615 25079 2006

5.5 169 338 508 677 27387 2191

6 185 369 554 739 29695 2376

6.5 200 400 600 800 32003 2560

7 215 431 646 862 34311 2745

7.5 231 462 692 923 36619 2929

8 246 492 739 985 38926 3114

8.5 262 523 785 1046 41234 3299

9 277 554 831 1108 43542 3483

9.5 292 585 877 1169 45850 3668

(40)
(41)
(42)

8 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 211.27 105.63 5.04 0.052

Perlakuan 3 5040.53 1680.18 80.14 <.0001

Galat Perlakuan 6 125.82 20.97

9 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 99.44 49.72 1.28 0.345

Perlakuan 3 5989.96 1996.65 51.31 0.0001

Galat Perlakuan 6 233.52 38.92

10 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 108.3 54.15 1.24 0.3549

Perlakuan 3 5936.23 1978.74 45.2 0.0002

Galat Perlakuan 6 262.62 43.77

11 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 89.01 44.51 1.06 0.4041

Perlakuan 3 5407.57 1802.52 42.83 0.0002

Galat Perlakuan 6 252.48 42.08

12 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 117.99 58.99 2.06 0.2089

Perlakuan 3 4944.19 1648.06 57.43 <.0001

(43)
(44)

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 1866.7 933.35 4.14 0.07

Perlakuan 3 83255.75 27751.92 123.14 <.0001

Galat Perlakuan 6 1352.22 225.37

9 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 213.54 106.77 1.68 0.26

Perlakuan 3 116184.8 38728.28 609.23 <.0001

Galat Perlakuan 6 381.42 63.57

10 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 81.06 40.53 0.21 0.82

Perlakuan 3 179104.3 59701.42 305.85 <.0001

Galat Perlakuan 6 1171.2 195.2

11 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 362.71 181.36 0.54 0.61

Perlakuan 3 202742 67580.68 202.58 <.0001

Galat Perlakuan 6 2001.66 333.61

12 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 2076.17 1038.09 1.39 0.32

Perlakuan 3 304298.8 101432.9 135.94 <.0001

(45)
(46)

10 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 9643.83 4821.91 2.82 0.14

Perlakuan 3 194096.31 64698.77 37.83 0.0003

Galat Perlakuan 6 10261.236 1710.206

11 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 1585.23 792.62 4.22 0.07

Perlakuan 3 332201.15 110733.72 589.13 <.0001

Galat Perlakuan 6 1127.76 187.96

12 MST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 768.22 384.11 0.53 0.61

Perlakuan 3 365293.85 121764.62 168.95 <.0001

(47)
(48)

Bobot Kering Daun 2 BST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 1.351 0.68 0.58 0.59

Perlakuan 3 78.89 26.3 22.64 0.0011

Galat Perlakuan 6 6.96 1.16

Bobot Kering Daun 3 BST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 0.21 0.11 0.28 0.76

Perlakuan 3 135.86 45.29 119.3 <.0001

Galat Perlakuan 6 2.28 0.38

Bobot Kering Tanaman 1 BST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 0.1 0.05 0.06 0.95

Perlakuan 3 18.83 6.28 7.17 0.02

Galat Perlakuan 6 5.28 0.88

Bobot Kering Tanaman 2 BST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 5.36 2.68 1.06 0.4

Perlakuan 3 647.88 215.96 85.57 <.0001

Galat Perlakuan 6 15.12 2.52

Bobot Kering Tanaman 3 BST

Sumber Keragaman db JK KT F hit Pr > F

Kelompok 2 8.14 4.07 1.62 0.27

Perlakuan 3 2070.22 690.07 274.7 <.0001

(49)

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Akar/Tajuk, Bobot Buah, BK Total/Vol. Irig, Bobot Buah Total/ Vol Irigasi

(50)

Lampiran 8. Kandungan Hara Makro dan Mikro pada Pupuk

Unsur Pupuk A (%) Pupuk B (%)

Ammoniacal Nitrogen 32 10

Nitrate Nitrogen 2 8.5

Urea Nitrogen 3 0.5

Available Phosphoric Acid

(P2O5) 10 55

Soluble Potasch (K2O) 10 10

Calcium 0.05 0.05

Magnesium 0.1 0.1

Chelated Magnesium 0.1 0.1

Sulfur (B) 0.2 0.2

Boron (B) 0.02 0.02

Copper (Cu) 0.05 0.05

Chelated Copper 0.05 0.05

Iron (Fe) 0.1 0.1

Chelated Iron 0.1 0.1

Manganese (Mn) 0.05 0.05

Chelated Manganese 0.05 0.05

Molybdenum (Mo) 0.00 0.00

Zinc (Zn) 0.05 0.05

(51)

Lampiran 9. Keragaan Tanaman pada 12 MST

Ulangan I

Ulangan II

Ulangan III

0.5 Eo 1.0 Eo 1.5 Eo 2.0 Eo

0.5 Eo 1.0 Eo 1.5 Eo 2.0 Eo

(52)

Lampiran 10. Penghitungan Evaporasi dan Volume Irigasi

h1 h2

Diameter ember = 30 cm Tinggi ember = 38 cm

Keterangan:

h1 = tinggi air sebesar 25 cm

h2 = tinggi air sesudah satu hari setelah penguapan Evaporasi (Eo) = h1 - h2

Panci Penguapan

Ember Tanaman

Tinggi lubang = 1/3 tinggi ember Diameter ember = 28 cm

r = 0.5 x diameter = 14 cm

Luas permukaan ember (L) = πr2

= 615.44 cm2 Volume irigasi = c x Eo x L

(53)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merupakan komoditi pertanian penting di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Produksi cabai Indonesia pada tahun 2009 ialah 1.37 juta ton dan pada tahun 2010 sebesar 1.33 juta ton (BPS, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa produksi cabai di Indonesia cukup besar. Namun, pada musim tertentu terdapat penurunan produksi. Penurunan produksi cabai ini bisa disebabkan oleh kelebihan air maupun kekurangan air pada saat tanam.

Pertanaman cabai di Brebes mengalami gagal panen pada tahun 2011 karena kekeringan. Akibat dari kekeringan ini ialah hasil panen yang diperoleh sangat sedikit (Nurbiajanti, 2011). Menurut Maulana (2011), cuaca ekstrim menjadi penyebab gagal panen cabai di Bintan. Petani belum dapat memprediksi perubahan cuaca yang ekstrim yang menyebabkan pertanaman cabai kelebihan air dan juga kekurangan air pada sebagian masa tanamnya. Menurut laporan bulanan data sosial ekonomi (BPS, 2011), anomali iklim merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pelonjakan harga cabai. Cuaca ekstrim pada tahun 2010 (musim hujan yang berkepanjangan) menyebabkan produksi cabai di beberapa daerah menurun drastis.

Setiap tanaman membutuhkan air untuk berfotosintesis. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk mengkompensasikan hilangnya air melalui proses evapotranspirasi. Walaupun pengertian kebutuhan air tanaman dan evapotranspirasi tanaman identik sama, kebutuhan air tanaman mengarah kepada jumlah air yang harus diberikan ke tanaman. Evapotranspirasi mengarah kepada jumlah air yang hilang pada saat proses evaporasi dan transpirasi (FAO, 1998). Evaporasi ialah proses hilangnya air dari permukaan bebas yang mengalir sebagai uap ke udara sepanjang hari. Transpirasi ialah proses hilangnya air dari bagian-bagian tanaman seperti daun dan batang.

(54)

pada sistem irigasi. Oleh karena itu penggunaan air dengan efisiensi yang tinggi dalam irigasi sangat diperlukan. Faktor penting dalam menentukan efisiensi irigasi ialah pengetahuan tentang evapotranspirasi tanaman.

Evapotranspirasi tanaman dapat ditentukan dengan mendapatkan besarnya evaporasi berdasarkan penguapan panci Kelas A (FAO, 1986). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang erat antara kebutuhan air tanaman dengan panci penguapan, sehingga panci penguapan dapat digunakan dalam penjadwalan irigasi oleh petani (Ertek et al., 2006). Efisiensi penggunaan air ditentukan setelah mendapatkan besarnya evapotranspirasi tanaman. Efisiensi penggunaan air yang baik juga dicerminkan dalam bentuk morfologi tanaman, bobot kering tanaman, dan bobot buah cabai segar.

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengatasi gangguan proses produksi cabai yang berhubungan dengan kebutuhan air. Pemberian air dalam bentuk irigasi sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut akan memperlancar proses produksi tanaman dan juga memiliki efisiensi yang tinggi.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh irigasi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai serta menemukan efisiensi penggunaan air irigasi terbaik.

Hipotesa

Ada nilai volume irigasi yang berpengaruh optimum terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot kering tanaman, bobot buah cabai segar, dan efisiensi penggunaan air irigasi.

(55)

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat dan Ciri Tanaman Cabai

Tanaman cabai termasuk suku terung-terungan (Solanaceae), berbentuk perdu, dan tergolong tanaman semusim. Tanaman cabai hibrida varietas Serambi dapat ditanam di dataran rendah sampai tinggi. Tanaman rimbun dan buah keriting memanjang. Buah berwarna merah menyala dengan panjang 15-17 cm dan diameter 0.6-0.8 cm. Berat buah per tanaman berkisar antara 0.9-1.2 kg dengan potensi hasil 18-20 ton/ha. Buah cabai dapat dipanen mulai umur 82-87 hari setelah semai. Buah cabai tahan penyimpanan dan pengangkutan jarak jauh.

Produksi cabai Indonesia pada tahun 2009 ialah sebesar 1.37 juta ton dengan produktivitas sebesar 5.89 ton/ha. Produksi cabai Indonesia menurun pada tahun 2010 menjadi 1.33 juta ton dengan produktivitas sebesar 5.6 ton/ha. Produksi cabai meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi sebesar 1.48 juta ton dengan produktivitas sebesar 6.19 ton/ha (BPS, 2013).

Tanaman cabai termasuk famili Solanaceae, genus Capsicum. Terdiri atas 25 spesies liar serta 5 spesies yang sudah didomestifikasi. Kelima spesies hasil domestifikasi adalah Capsicum annuum, Capsicum baccatum, Capsicum chinense, Capsicum frutescens, dan Capsicum pubescens. Berdasarkan karekater buahnya, spesies Capsicum annuum digolongkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, cabai keriting, cabai rawit, dan paprika. Tinggi tanaman cabai keriting berkisar antara 70-110 cm. Panjang buah cabai keriting berkisar antara 9-15 cm. Diameter buah berkisar antara 1-1.75 cm. Warna buah cabai keriting ialah hijau saat masih muda dan merah jika sudah masak. Permukaan buah cabai keriting berlekuk-lekuk seperti mengeriting. Rasa buah cabai keriting cukup pedas (Tim Penulis Agriflo, 2012).

(56)

maka kelembaban udara dikatakan tinggi. Pada budidaya cabai, kelembaban lingkungan menjadi hal yang penting diperhatikan karena berkaitan erat dengan kesehatan tanaman (Nawangsih et al.,1999). Selain itu, menurut Prihmantoro dan Indriani (2003), bila pada saat berbunga kelembaban rendah, sementara suhu dan intensitas cahaya tinggi, maka keseimbangan air yang masuk dan transpirasi lewat daun terganggu. Hal ini mengakibatkan bunga dan buah akan gugur, serta tanaman menjadi layu.

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai besarnya jumlah air yang hilang melalui proses evapotranspirasi. Dengan kata lain, kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air optimum yang dibutuhkan untuk berbagai tanaman tumbuh optimal (FAO, 1986).

Evapotranspirasi terdiri dari dua komponen yang terpisah yaitu transpirasi dan evaporasi. Transpirasi ialah jumlah air yang hilang ke atmosfer dari lubang kecil pada permukaan daun yaitu stomata. Evaporasi ialah jumlah air yang hilang dari tanah dan permukaan bebas sebagai uap ke atmosfer (CSU, 2009).

Evapotranspirasi tanaman (ETc) merupakan besarnya evapotranspirasi referen (ETo) dikalikan dengan koefisien tanaman (Kc). Definisi ETo ialah laju evapotranspirasi dari area yang luas serta ditutupi oleh rumput hijau dengan tinggi 8-15cm. Rumput ini tumbuh aktif dan menutupi permukaan secara menyeluruh serta tidak kekurangan air. ETo dan ETc dinyatakan dalam mm/hari atau mm/bulan. Nilai koefisien tanaman (Kc) bervariasi sesuai dengan jenis tanaman, tahap pertumbuhan, dan iklim (FAO, 1986). Menurut FAO (2002), Kc untuk

(57)

memiliki ukuran diameter 120.7 cm dan kedalaman 25 cm. Ketinggian air di dalam panci ialah 20 cm. Menurut FAO (1986), panci diletakkan di atas papan kayu dengan ketinggian 5 cm saat pemasangan di lapang, sedangkan British Columbia (2006) menyatakan bahwa panci diletakkan di atas permukaan tanah dengan ketinggian 15 cm.

Pada metode ini, penguapan pada panci diukur secara berkala berdasarkan perubahan ketinggian air pada panci. Penguapan pada panci kelas A ini disebut sebagai evaporasi panci/ E pan (Nzewi, 2001).

Nilai evaporasi panci berbeda dengan nilai evapotranspirasi dari vegetasi referen berupa rumput. Panci evaporasi sangat berkorelasi dekat dengan evapotranspirasi dari vegetasi yang ada di sekitarnya dengan kondisi permukaan tanah tertutup sempurna dan tidak kekurangan air. Korelasi ini disebut sebagai koefisien panci (Kpan). K pan didefinisikan sebagai rasio dari evapotranspirasi rumput dengan evaporasi panci sebesar 0.8 (Brutsaert, 1982), sedangkan Thompson (1999) dan British Columbia (2006) menyatakan besarnya K pan ialah 0.7. Selain itu FAO (1986) menyatakan bahwa besarnya K pan bervariasi dari pertumbuhan tanaman (Basak, 1999). Aplikasi irigasi merupakan sebuah usaha untuk mencegah tanaman kekurangan air akibat kekeringan maupun kekurangan air hujan. Penggunaan air yang beraneka ragam untuk keperluan manusia menjadikan air sebagai sumberdaya yang terbatas pada usaha pertanian. Air yang masuk ke dalam lahan pertanian tidak semuanya digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Kehilangan air ini dapat berupa transpirasi oleh tanaman, aliran permukaan tanah, maupun aliran air bawah tanah. Hal ini menyebabkan efisiensi penggunaan air menjadi penting.

(58)

hasil tanaman per unit luasan lahan dibandingkan dengan air yang digunakan untuk memproduksi hasil tersebut. Howell et al. (1990) menyatakan bahwa terdapat efisiensi penggunaan air irigasi dan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air irigasi merupakan jumlah hasil tanaman dibandingkan dengan jumlah air irigasi yang diberikan. Efisiensi penggunaan air ialah jumlah hasil tanaman dibandingkan dengan jumlah air yang diambil oleh tanaman.

Menurut penelitian Gercek et al. (2009) pada tahun 2004, efisiensi penggunaan air irigasi terbaik tidak menunjukkan hasil panen buah cabai yang terbanyak. Jumlah air yang diberikan ke tanaman paling banyak ialah sebesar 1897 mm dengan efisiensi penggunaan air irigasi (EPAI) sebesar 18.5 kg ha-1 mm -1

. Hasil panen buah pada perlakuan irigasi sebesar 1897 mm ialah sebesar 35.2 ton ha-1. Jumlah air yang diberikan ke tanaman paling sedikit ialah sebesar 725 mm dengan EPAI sebesar 39.3 kg ha-1 mm-1. Hasil panen buah pada perlakuan irigasi sebesar 725 ialah sebesar 28.5 ton ha-1. Efisiensi penggunaan air irigasi terbaik pada tahun 2005 ditunjukkan pada jumlah air paling sedikit dengan efisiensi sebesar 39.3 kg ha-1 mm-1 namun efisiensi yang terbaik tidak menunjukkan hasil panen terbanyak. Hasil panen buah terbanyak sebesar 41.6 ton ha-1 didapatkan pada perlakuan irigasi sebesar 1232 mm dengan EPAI 33.7 kg ha-1 mm-1 pada tahun 2004. Hasil penelitian Gercek et al. (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil penelitian Gercek et al. (2009)

Tahun Perlakuan Volume Irigasi

(mm)

Keterangan: FI = Furrow Irrigation, WP = Water Pillow Irrigation.

(59)

penggunaan air irigasi pada perlakuan irigasi 581 mm ialah sebesar 3.64 kg m-3. Efisiensi penggunaan air irigasi terbaik sebesar 3.70 kg m-3 menghasilkan panen sebesar 17.52 ton ha-1 dengan irigasi sebesar 474 mm.

Nisbah Akar Tajuk

Akar tumbuhan berfungsi untuk memperkuat berdirinya tubuh tumbuhan, menyerap air dan unsur hara tumbuhan dari dalam tanah, mengangkut air dan unsur hara ke bagian tumbuhan yang memerlukan, dan terkadang sebagai tempat penimbunan zat makanan cadangan (Nugroho et al.,2006).

Alokasi karbon ke akar lebih banyak daripada ke tajuk saat terjadi cekaman kekeringan ringan. Kondisi cekaman kekeringan berat akan mengurangi pertumbuhan akar. Waktu terjadinya cekaman kekeringan juga sangat berpengaruh pada partisi karbohidrat dan nitrogen. Apabila cekaman kekeringan terjadi pada saat awal pertumbuhan, alokasi karbohidrat akan lebih banyak ke akar daripada tajuk dan meningkatkan nisbah akar tajuk (Ahuja, 2008). Hal ini terjadi karena penurunan pertumbuhan tajuk tanpa perubahan dalam pertumbuhan akar. Peningkatan nisbah akar tajuk juga bisa terjadi karena pertumbuhan akar lebih baik daripada tajuk pada saat terjadi cekaman kekeringan. Pertumbuhan akar yang lebih baik pada saat terjadi kekeringan merupakan mekanisme akar untuk mendapatkan air lebih banyak dari lapisan tanah yang lebih dalam (Aroca, 2012).

(60)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Percobaan ini dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, yang terletak pada ketinggian 240 m di atas permukaan laut. Kisaran suhu harian di daerah ini adalah 29º-38ºC. Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Juli 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit tanaman cabai (Capsicum annuum L.) varietas hibrida Serambi dengan umur enam minggu sesudah semai. Penelitian ini menggunakan ember plastik dengan diameter 28 cm. Media tanam yang digunakan saat penyemaian ialah pasir dan kompos dengan komposisi 1:1. Media tanam yang digunakan sesudah pindah tanam ke dalam rumah kaca ialah pasir. Komposisi hara pupuk yang digunakan selama masa vegetatif adalah sebagai berikut nitrogen 32%, fosfat 10%, dan kalium oksida 10%. Sedangkan untuk masa generatif digunakan pupuk dengan komposisi haranya ialah nitrogen 10%, fosfat 55%, dan kalium oksida 10%. Kandungan hara mikro yang ada pada pupuk majemuk dapat dilihat pada lampiran 8. Peralatan yang dibutuhkan adalah rumah kaca yang, ember plastik, panci penguapan, gelas ukur, penggaris, timbangan, dan oven.

Metode Percobaan

Studi ini dilaksanakan untuk menentukan pengaruh irigasi yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Capsicum annuum L.). Perlakuan yang diberikan berupa empat volume irigasi berdasarkan besarnya evaporasi dari permukaan air bebas yang diukur dengan panci penguapan (Eo) yaitu 0.5 Eo, 1 Eo, 1.5 Eo, dan 2 Eo. Nilai Eo didapatkan dengan mengukur selisih tinggi air yang berkurang di dalam panci pada jam 7-8 pagi setiap hari. Nilai selisih tinggi air ini akan dikalikan dengan luas permukaan pot sandponic

(61)

Eo yang akan dikalikan dengan empat konstanta yang berbeda. Empat konstanta ini ialah 0.5; 1; 1.5; dan 2.

Pada percobaan ini terdiri atas tiga ulangan untuk setiap perlakuan sehingga penelitian ini memiliki 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas lima tanaman cabai sehingga terdapat 60 tanaman cabai. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan perlakuan berupa volume irigasi. Analisis statistik yang digunakan ialah uji F dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ)/ Tukey. Model untuk rancangan percobaannya ialah sebagai berikut;

Yij=µ+ Ii+ Kj+Ɛij

Yi = nilai pengamatan dari perlakuan volume irigasi µ= nilai tengah umum

Ii = pengaruh perlakuan volume irigasi ke-i Kj= pengaruh kelompok ke-j

Ɛij= pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j

Rencana pelaksanaannya ialah benih disemai dalam tray plastik. Penyemaian dilakukan selama 6 minggu. Selama pemeliharaan bibit disemprot dengan pupuk daun setiap satu minggu sekali dengan konsentrasi 1 g/l. Penanaman dilakukan dengan memindahkan bibit dari tray ke ember plastik berdiameter 28 cm. Media tanam yang digunakan ialah pasir. Ember plastik diberi lubang pada sisi-sisinya dengan ketinggian sebesar 1/3 tinggi ember diukur dari dasar.

Selanjutnya ember plastik diletakkan di dalam rumah kaca untuk diberi perlakuan. Pupuk daun diberikan ke tanaman dengan konsentrasi 2 g/l. Pemberian pupuk dilakukan setiap seminggu dua kali atau disesuaikan dengan kebutuhan. Pupuk dilarutkan dalam air irigasi dan diberikan ke tanaman secara manual menggunakan gelas ukur.

(62)

ini ialah persamaan yang digunakan untuk menghitung EPAI (Howell et al., 1990);

EPAI merupakan efisiensi penggunaan air irigasi (kg ha-1 mm-1), I1 ialah total jumlah air irigasi yang digunakan (mm), dan Y1 ialah hasil panen segar (kg ha-1) yang didapatkan dengan persamaan;

Selain itu, EPAI dapat dihitung berdasarkan bobot buah dan bobot kering tanaman. EPAI berdasarkan bobot buah disebut juga sebagai nisbah bobot buah total / volume irigasi. Nisbah bobot buah total / volume irigasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan;

Nilai nisbah Bobot Buah Total / Volume Irigasi menunjukkan banyaknya buah yang dapat dihasilkan per satu liter air irigasi (gram tanaman-1 liter-1), Y2 ialah hasil panen segar (gram tanaman-1), dan I2 ialah total jumlah air irigasi yang digunakan (liter).

EPAI berdasarkan bobot kering tanaman disebut juga sebagai nisbah Bobot Kering (BK) Total / volume irigasi dihitung dengan menggunakan persamaan;

(63)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan sejak 1 minggu sesudah tanam (MST) hingga 12 MST. Perlakuan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 1-2 MST (Tabel 1). Perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3 -12 MST. Pada minggu pertama dan minggu kedua belum menunjukkan pengaruh nyata karena tanaman belum terkena cekaman kekeringan. Hal ini disebabkan karena pada minggu pertama tanam, penyiraman dilakukan hingga kapasitas lapang sehingga media tanam masih cukup mengikat air hingga minggu kedua. Pada minggu tanam kedua, tanaman diberikan penyiraman sesuai dengan perlakuan.

Tabel 2. Rekap Analisis Ragam Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Tinggi Tanaman

Keterangan: (**) : Berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan

(tn) : Tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan

(64)

Gambar 1. Tinggi Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi

Menurut Ertek et al. (2006), secara umum semakin banyak jumlah air yang diberikan ke tanaman maka tanaman akan semakin tinggi. Penelitian Gadisa dan Chemeda (2009) juga menunjukkan bahwa tinggi tanaman bertambah secara signifikan seiring bertambahnya level irigasi. Tinggi tanaman yang terbentuk pada setiap minggu pengamatan berbeda antar perlakuan menunjukkan bahwa kebutuhan air tanaman setiap minggu berbeda-beda sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman tersebut. Perlakuan irigasi berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3-12 MST. Tinggi tanaman pada saat 6 MST berbeda antar setiap perlakuan (Gambar 2).

Gambar 2. Keragaaan Tanaman pada 6 MST

(65)

Jumlah Cabang

Perlakuan volume irigasi belum berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang saat 1 MST, 2 MST, 3 MST, dan 4 MST. Tanaman cabai belum mengeluarkan cabang pada saat 1 MST dan 2 MST. Jumlah cabang merupakan faktor penting yang harus diamati pada tanaman cabai karena bunga akan keluar dari setiap percabangan. Proses berikutnya bunga akan berkembang menjadi buah. Buah merupakan bagian yang bernilai komersil pada tanaman cabai. Perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dimulai dari 5 MST hingga 12 MST.

Tabel 3. Rekap Analisis Ragam Pengaruh Berbagai Volume Irigasi terhadap Jumlah Cabang

Keterangan: (**) : Berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan

(tn) : Tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan

KK (3 MST dan 4 MST) : hasil transformasi

Tidak ada cabang yang terbentuk pada 1 MST dan 2 MST. Jumlah cabang pada perlakuan 0.5 Eo, 1.0 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo tidak berbeda nyata pada pengamatan 3 MST dan 4 MST (Gambar 3). Jumlah cabang pada 5 MST-12 MST berbeda antar perlakuan. Pada pengamatan 6 MST, jumlah cabang pada perlakuan 0.5 Eo berbeda nyata dengan perlakuan lainnya namun perlakuan 1.5 Eo tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2.0 Eo. Pada akhir pengamatan, 12 MST, jumlah cabang pada perlakuan 0.5 Eo, 1.0 Eo, 1.5 Eo, dan 2.0 Eo saling berbeda nyata. Jumlah cabang berbeda antar perlakuan pada 5 MST - 12 MST sehingga kebutuhan air pohon cabai harus terpenuhi pada rentang waktu tersebut.

Gambar

Gambar 1. Tinggi Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi
Gambar 3. Jumlah Cabang Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi
Tabel volume irigasi (cc atau ml/ember)
Gambar 1. Tinggi Tanaman Cabai pada Berbagai Volume Irigasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha pemanfaatan limbah pertanian atau industri pertanian untuk mencari alternatif baru dalam pengadaan

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi kondisi yang sebenarnya dari subjek atau perilaku yang diteliti, wawancara langsung kepada pihak-pihak yang

LSD dengan α = 0,05 dan kemaknaan p &lt; 0,05 pada masing -masing penurunan kadar kolesterol total serum tikus tiap perlakuan didapatkan bahwa kontrol positif, kelompok minyak

$ada percobaan protein sebelum melakukan uji, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mengambil serum darah dengan cara darah disentri!uge selama  menit dengan

[r]

Rachmadi Usman, 2002, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Suyatno Thomas, 1993, Kelembagaan Perbankan, Gramedia

Apabila hanya satu UMKM perlu dilengkapi alasan khusus; Uraian profil UMKM berisikan data tentang jumlah produksi, sudah berapa lama melakukan produksi tersebut, seberapa luas