• Tidak ada hasil yang ditemukan

Farmers Competency Development to Manage the Seaweed Cultivation in Polyculture at Coastal Area of Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Farmers Competency Development to Manage the Seaweed Cultivation in Polyculture at Coastal Area of Java"

Copied!
305
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEMBUDIDAYA

RUMPUT LAUT SECARA POLIKULTUR DI PANTAI

UTARA JAWA : KASUS DI BEKASI JAWA BARAT DAN

BREBES JAWA TENGAH

TANTI KUSTIARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Secara Polikultur di Pantai Utara Jawa : Kasus Di Bekasi Jawa Barat dan Brebes Jawa Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 20 Nopember 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

TANTI KUSTIARI. Farmers Competency Development to Manage the Seaweed Cultivation in Polyculture at Coastal Area of Java. Supervised by: SUMARDJO, MARGONO SLAMET, PRABOWO TJITROPRANOTO.

Seaweed is easily cultivated in polyculture, it needs less capital, small risk, the market is open but there are many challenges and obstacles for farmers successfully produce seaweed. The competence of farmers in improving productivity and income and the factors influenced them were the questions of study. The objectives of this study are : (1) to explore competence of farmer in increasing productivity and income and to identify faktors influence them, and (2) to formulate an extension strategies. Research locations were carried out in Bekasi (West Java) and Brebes (Central Java). The data were collected from July 2010 to October 2010, 200 farmers involved from 457 population with sensus sampling. Data analyzed by using descriptively and structural equations model (SEM). Saveral methods of collecting data were questionnaire, interview, observation and reviewing secondary data and related documents. The research results show that : (1) the competence of farmers at a medium category and influenced by the effectiveness of extension, individual characteristics, and the learning process, (2) Low competence affected productivity, (3) Low productivity was influenced by the institutional support, competence and effectiveness of extension, and (4) Low productivity affected low income. Strategy implemented for developing farmers competence model can be achieved by (a) increasing the effectiveness of extension, (b) increasing learning process, and (c) increasing the institutional support.

(6)
(7)

RINGKASAN

TANTI KUSTIARI. Pengembangan Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Secara Polikultur di Pantai Utara Jawa : Kasus di Bekasi Jawa Barat dan Brebes Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUMARDJO sebagai Ketua, dan MARGONO SLAMET, serta PRABOWO TJITROPRANOTO sebagai Anggota.

Rumput laut Gracillaria sp mudah tumbuh di tambak. Pembudidaya Kabupaten Bekasi dan Brebes membudidayakan rumput laut secara polikultur dengan ikan bandeng dan udang. Dua Kabupaten merupakan sentra produksi Gracillaria sp terbesar di perairan pulau Jawa (Data Statistik Perikanan Budidaya 2012).

Semakin tinggi minat pembudidaya membudidayakan rumput laut secara polikultur dilatarbelakangi adanya penurunan produktivitas tambak dan penurunan pendapatan. Rumput laut jenis Gracillaria merupakan solusi dan alternative komoditas yang mampu tumbuh dan mampu memperbaiki lingkungan ekosistem tambak sehingga komoditas ini dapat merevitalisasi tambak dan menghidupkan kembali tambak-tambak yang terbengkalai (Ditjend Perikanan Budidaya 2009).

Beberapa manfaat membudidayakan rumput laut adalah : (1) menyediakan bahan baku bagi industri besar, (2) menambah pendapatan, (3) memperbaiki lingkungan ekosistem tambak, dan (4) bahan baku home industry. Manfaat lainnya adalah usaha rumput laut membutuhkan sedikit modal, mudah dibudidayakan, resiko kecil dan dapat dipasarkan.

Sejak Tahun 2002 pengembangan budidaya rumput laut telah dirintis dan dikembangkan oleh pemerintah melalui program INBUDKAN (Intensifikasi Budidaya Perikanan) menyelenggarakan kegiatan seminar, temu usaha, pelatihan teknis dalam rangka meningkatkan jumlah rumah tangga produksi rumput laut.

Kini, rumput laut telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat Bekasi dan Brebes, namun pembudidaya tidak selalu berhasil meningkatkan produktivitas dan meraih keuntungan yang besar disebabkan kendala : (1) internal yaitu belum maksimalnya kuantitas dan kualitas produk, (2) eksternal yaitu sulitnya menghadapi tekanan faktor alam dan (3) kelembagaan yaitu rendahnya akses penyuluhan dan sarana prasarana. Kendala lainnya seperti hama, pencemaran lingkungan yang berpotensi menurunkan mutu dan jumlah produksi bahkan pada kematian.

Budidaya rumput laut diyakini masyarakat sangat mudah dibudidayakan, namun masyarakat masih menghadapi banyak kendala sehingga masih merasakan kesulitan. Lemahnya kompetensi pembudidaya berdampak pada rendahnya mutu produksi, rendahnya nilai jual produk, tidak punya bargaining position, tidak mampu mempertahankan kemampuan produksi, dan tidak kompetitif. Kondisi demikian menunjukkan pembudidaya membutuhkan pembinaan, pendidikan yang berkelanjutan, bantuan konsultasi, akses IPTEKS yang perlu didukung oleh jumlah dan keseriusan tenaga lapangan yang memadai.

(8)

penyuluhan yang efektif untuk meningkatkan kompetensi pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan pembudidaya rumput laut.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis kompetensi pembudidaya beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (2) merumuskan strategi peningkatan produktivitas dan pendapatan rumput laut. Dua kabupaten lokasi penelitian ditetapkan dengan pertimbangan: (1) kabupaten yang menjadi sentra produksi rumput laut di perairan pantai utara Pulau Jawa, dan (2) penghasil produk rumput laut terbesar di Pulau Jawa, (3) memiliki pengalaman berusaha rumput laut secara polikultur dengan rentang waktu diatas enam bulan hingga 10 tahun. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka kedua kabupaten, yaitu Bekasi dan Brebes ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Populasi penelitian adalah pembudidaya rumput laut Gracillaria sp di kedua kabupaten tersebut, yaitu 457 orang dengan kriteria telah memproduksi rumput laut minimal enam bulan. Sampel adalah sensus sampling. Jumlah sampel sebanyak 200 yang masing-masing Kabupaten sebanyak 100 orang. Metode pengumpulan data menggunakan kuesionair, wawancara, observasi, dan pencatatan data yang tersedia dan dokumen. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan descriptive statistic untuk memperoleh gambaran sejumlah variabel yang diamati. Untuk mengetahui hubungan antar peubah penelitian dan menemukan model empiris digunakan analisis SEM (Structural Equation Model) dengan program LISREL.

(9)

Kesimpulan penelitian ini sebagai berikut: (1) Tingkat kompetensi pembudidaya yang meliputi pengetahuan teknis, ketrampilan teknis, motif berusaha dan pemecahan masalah, berada dalam kategori sedang (skor 61). Hal ini disebabkan oleh efektivitas penyuluhan, karakteristik pembudidaya dan proses belajar yang belum maksimal; (2) Tingkat produksi rumput laut tergolong rendah yaitu sebesar 755 kg kering/ha/panen. Rata-rata pendapatan rumput laut sebesar Rp. 1,500,000,00 /hektar/bulan. Rendahnya produktivitas rumput laut disebabkan oleh tidak maksimalnya dukungan kelembagaan budidaya rumput laut, kompetensi pembudidaya dan efektivitas penyuluhan; (3) Tidak maksimalnya tingkat kompetensi pembudidaya menyebabkan rendahnya produktivitas rumput laut. Rendahnya tingkat produktivitas rumput laut menyebabkan rendahnya pendapatan rumput laut; dan (4) Strategi meningkatkan kompetensi pembudidaya dilakukan dengan cara mengefektifkan penyuluhan, penguatan proses belajar, penguatan dukungan kelembagaan yang dilandasi pendekatan partisipatif, penyuluhan yang berorientasi masa depan dan berkelanjutan.

(10)
(11)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(12)
(13)

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEMBUDIDAYA

RUMPUT LAUT SECARA POLIKULTUR DI PANTAI

UTARA JAWA : KASUS DI BEKASI JAWA BARAT DAN

BREBES JAWA TENGAH

TANTI KUSTIARI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Penguji Luar Komisi Penguji Ujian Tertutup :

(1) Prof. Dr. Ign. Djoko Susanto. (2) Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Penguji Ujian Terbuka :

(15)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah telah memberi kekuatan, dan kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah penelitian disertasi dengan judul “Pengembangan Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Secara Polikultur di Pantai Utara Jawa : Kasus di Bekasi Jawa Barat dan Brebes Jawa Tengah” .

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. R. Margono Slamet, M.Sc dan Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah telah tulus ikhlas mencurahkan waktu, pemikirannya, membantu dan membimbing sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM. dan Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku penguji pada ujian tertutup, serta Ibu Dr. Ir. Pamuji Lestari, M.Sc dan Dr. Basita Ginting Sugihen selaku penguji pada ujian terbuka.

Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Direktur Politeknik Negeri Jember yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti tugas belajar ini. Kepada bapak Muhammad, H. Tabrani, H. Buchori, Mardani, Muhamad yang telah sangat membantu dalam proses pengambilan data dilapangan, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada orang tua dan semua keluarga, saudara dan sahabat, terutama teman-teman seperjuangan di PPN. Semoga karya ilmiah ini ada manfaatnya khususnya untuk kemajuan para petambak polikultur.

Bogor, 202Nopember 2012

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 September 1970 sebagai anak ketiga dari pasangan H. Tarmudi Sandikarto (Alm) dan Hj. Siti Watini. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Penyuluhan Pembangunan pada Program Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dan selesai pada akhir tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor dengan beasiswa BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

(18)
(19)

xiii

Budidaya Rumput Laut di Tambak Secara Polikultur .……

Kompetensi .………

Kelembagaan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 50

Produktifitas dan Pendapatan .………

Produktivitas .………

Pendapatan ..………

54

54

57

Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan Pengelolaan Usaha Budidaya Rumput Laut

57

KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ……….

Kerangka berfikir .……… …...

Populasi dan Sampel Penelitian ……….

Analisis Data ………...

Data dan Instrumentasi ………..

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah .……….

(20)

xiv

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………

Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat ………...

Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah ………

Kelembagaan Penyuluhan ………..

Kelembagaan Pembudidaya Rumput Laut ……….

Pengertian Penyuluhan yang Digunakan dalam Penelitian …. Deskripsi Variabel Penelitian ………

Pengembangan Kompetensi Pembudidaya dalam Mengelola

Usaha Budidaya Rumput Laut Polikultur ………

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Pembudidaya

dalam Mengelola Usaha Budidaya Rumput Laut Polikultur… Strategi Pengembangan Kompetensi Pembudidaya ………...

97

98

99

111

115

117

178

182

209

KESIMPULAN DAN SARAN ……….. Kesimpulan ……… Saran ………..

221

221

222

DAFTAR PUSTAKA ……… 223

(21)

xv

Halaman

1 Ekspor Produk Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional Tahun

2008 ……… 17

2 Produksi Ruput Laut Budidaya Tambak dan Potenti Luas Tambak

Menurut Propinsi Tahun 2008 ………

18

3 Teknis Budidaya Rumput Laut System Tebar di Tambak ……….…. 19

4 Pengertian Kompetensi menurut Para Ahli ……….…… 24

5 Macam-Macam Model Penyuluhan ……….…... 32

6 Komponen Belajar berdasarkan Aspek-|Aspeknya ……….…... 48

7 Arah Kebijakan Kelautan dan Perikanan dan Program Pengembangan

Budidaya Rumput Laut ……….…….. 53

8 Perbedaaan Konsep Non Produktivitas dan Produktivitas ……… 53

9 Hasil-Hasil Penelitian Terdaulu yang terkait dan Kebaruan Penelitian 60

10 Paradigma Hipotetik Penyuluhan Partisipatif dan Non Partisipatif

tentang Pengelolaan Usaha Budidaya Rumput Laut ……… 67

11 Paradigma Proses Belajar Pembudidaya secara Partisipatif dan Non

Partisipatif ……… 69

12 Kekuatan dan Kelemahan Dukungan Kelembagaan Budidaya Rumput

Laut ………...……… 70

13 Kompetensi Pembudidaya Mengelola Usaha Rumput laut ……… 72

14 Paradigma tentang Produktivitas ……….. 73

15 Jumlah Populasi dan Sample Berdasarkan Wilayah Penelitian 76

16 Notasi Peubah dan Indikator Penelitian ………...……. 79

17 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian……….. 82 18 Indikator, Parameter dan Pengukuran Karakteristik Pribadi

Pembudi-daya Rumput Laut ………..…… 84

19 Indikator, Parameter dan Pengukuran Peubah Tingkat Efektivitas

Penyuluhan ………..

85

20 Indikator, Parameter, Pengukuran Peubah Proses Belajar Pembudidaya 88

21 Indikator, Parameter dan Pengukuran Peubah Dukungan Kelembagaan

Budidaya Rumput Laut ………..

22 Parameter dan Pengukuran Indikator Pengetahuan Teknik Mengelola

(22)

xvi

Rumput Laut ………..… 91

24 Parameter dan Pengukuran Indikator Ketrampilan Mengelola Usaha

Budidaya Rumput Laut ……….. 92

25 Parameter dan Pengukuran Indikator Ketrampilan Non Teknis

Mengelola Usaha Budidaya Rumput Laut ……… 93

26 Parameter dan Pengukuran Indikator Motif Mengelola Usaha Budidaya Rumput Laut ………...………. 94

27 Parameter dan Pengukuran Indikator Pemecahan Masalah ……...……

94

28 Parameter dan Pengukuran Indikator Adaptasi Lingkungan ……...…... 95

29 Indikator, Parameter dan Pengukuran Peubah Produktivitas Rumput Laut ………..….

95

30 Indikator Peubah dan Parameter Peubah Pendapatan Usaha Rumput

Laut ………..…….. 96

31 Produksi dan Nilai Produksi Rumput Laut Gracilaria ………

96

32 Karakteristik Pembudidaya Rumput Laut Gracillaria Kabupaten Bekasi

dan Brebes ……….

106

33 Status Lahan Tambak Pembudidaya Rumput Laut di Bekasi dan Brebes

117

34 Efektivitas Penyuluhan Budidaya Rumput Laut Gracillaria di Kabupaten

Bekasi dan Brebes ……… 124

35 Proses Belajar Pembudidaya Rumput Laut Gracillaria Kabupaten Bekasi

dan Brebes ……… 127 36 Dukungan Kelembagaan Budidaya Rumput Laut Gracillaria sp di

Kabupaten Bekasi dan Brebes ……… 137

37 Status Penerima Program Bantuan Sarana Produksi Tambak di Bekasi

dan Brebes ………. 144 38 Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Gracillaria sp di Kabupaten

Bekasi dan Brebes ……….. 152

39 Perbedaan Kondisi Mutu Produk Rumput Laut Gracillaria sp di Bekasi

154

(23)

xvii

42 Dekomposisi antar Peubah Pengembangan Kompetensi Pembudidaya

dalam Mengelola Usaha Rumput Laut Polikultur .……… 171

(24)
(25)

xix

Halaman

1 Model Alir Sebab Akibat Kemampuan ……….……… 21

2 Kompetensi Dan Faktor Yang Melingkupi ……….….…... 23

3 Diversifikasi Fungsi Dan Peran Jasa Konsultasi ……….….….. 39

4 Derajat Kontinum Implementasi Fungsi Penyuluhan ……..….. 41

5 Kerangka Berpikir Konseptual Penelitian ……… 64

6 Hubungan antar Variabel yang Terkait dengan Pengembangan

Kompetensi Budidaya Rumput Laut ……….……. 65

7 Diagram Jalur Model Hipotetik Persamaan Struktural Pengembangan Kompetensi Pembudidaya dalam Mengelola

Usaha Rumput Laut ………..……..….. 78

8 Jalur Distribusi Pemasaran Rumput laut di Daerah Penelitian…. 150

9 Diagram Lintasan Model Pengembangan Kompetensi

Pembudidaya dalam Mengelola Usaha Rumput Laut Polikultur... 179

10 Strategi Pengembangan Kompetensi Pembudidaya dalam

(26)
(27)

xxi

Halaman 1 Hasil Uji Beda t-test ………….. ………. 233 2 Output Lisrel Parameter Model Struktural Pengembangan

Kompetensi pembudidaya dalam mengelola usaha Rumput laut

(28)
(29)

Latar Belakang

Indonesia memiliki jumlah pembudidaya tambak yang potensial yaitu 586.495 orang (Kementrian Kelautan dan Perikanan/KKP 2012). Didukung luas lahan tambak sebanyak 749.220 hektar merupakan potensi tambak yang potensial untuk dikembangkan dengan usaha perikanan secara polikultur atau tumpangsari. Provinsi Jawa Barat merupakan daerah produksi rumput laut Gracilaria sp (rumput laut untuk dibudidayakan di tambak) tertinggi kedua (12.627 ton kering) setelah Sulawesi Selatan (186.936 ton kering), dengan luas tambak Jabar mencapai 51.829 hektar. Provinsi Jawa Tengah adalah daerah produksi tertinggi ketiga dengan produksi 5.123 ton kering (Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2009). Data menunjukkan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan daerah potensial di Pulau Jawa tepat untuk dikembangkan menjadi salah satu penyokong produk rumput laut Nasional.

Usaha perikanan polikultur merupakan upaya mengelola tambak secara diversifikatif (beragam) yaitu membudidayakan lebih dari satu macam komoditas dalam satu tambak. Komoditas yang diusahakan seperti ikan, udang, dan rumput laut, mujaer, nila dan lain-lainnya. Komoditas rumput laut jenis Gracilaria sp adalah salah satu jenis rumput laut yang cocok diusahakan secara polikultur di tambak. Manfaat adanya pembudidayaan rumput laut antara lain : (1) penyedia bahan baku bagi industri, (2) secara ekonomis dapat memberikan sumber pendapatan baru yang berguna meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat, (3) memperbaiki lingkungan ekosistem tambak, (4) menjadi alternatif usaha industri rumah tangga. Manfaat lainnya adalah usaha rumput laut membutuhkan sedikit modal, mudah dibudidayakan, resiko kecil dan dapat dipasarkan Manfaat yang besar ini akan terkelola secara baik apabila didukung dengan kualitas dan kompetensi sumberdaya manusia yang baik (Ghufran 2010; Anggadiredja et al. 2010; Yusuf et al. 2006).

(30)

dan Provinsi Jawa Tengah apabila mampu mengelola secara baik seluruh potensi tambak budidaya Jawa Barat seluas 103.362 hektar dan Jawa Tengah seluas 110.383 hektar. Kini kemampuan pembudidaya Jawa Barat memanfaatkan potensi tambak sebesar 52 persen dan Jawa Tengah sebesar 36 persen (Pusat Data Statistik dan Informasi KKP 2011). Hal ini penting diperhatikan oleh pemerintah daerah untuk lebih lanjut membangun dan mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada. Menurut Soesilo dan Budiman, Indonesia memiliki areal budidaya rumput laut yang sangat luas namun nilai produksi ekspor hanya dua persen dari negara Filiphina. Padahal pabrik-pabrik di Filiphina bahan baku rumput laut diimpor dari Indonesia (Soesilo dan Budiman 2002). Selain itu, dunia membutuhkan rumput laut Indonesia sejak tahun 2005 – 2008 dengan kenaikan rata-rata per tahun 18.35 persen, meskipun tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 25 persen (KKP 2011). Dengan demikian produk rumput laut dalam negeri maupun luar negeri memiliki prosfek bisnis yang menguntungkan, namun untuk tetap menguasai pasar di masa yang akan datang maka penting untuk mengembangkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia agar usaha rumput laut tetap eksis dan kompetitif diantara perubahan pasar dalam negeri maupun internasional.

Prospek mengusahakan perikanan polikultur dengan rumput laut sudah tidak diragukan lagi. Berdasarkan hasil Penelitian Mustafa dan Rainawati (2005) terbukti bahwa penerapan polikultur (penebaran nener bandeng dan rumput laut) menghasilkan produksi bandeng jauh lebih tinggi dibandingkan secara monokultur bandeng Hal ini diperkuat hasil penelitian Pantjara et al. (2009) hasil dari penebaran rumput laut 2 ton/ha secara polikultur dengan udang windu 10.000 ekor/ha menunjukkan produksi rumput laut 7.893 kg dan udang 104,6 kg lebih tinggi bila dibandingkan dengan hanya produksi udang windu secara monokultur yang hanya menghasilkan 20,26 kg. Sesuai hasil kajian, budidaya rumput laut terbukti layak untuk dikembangkan masyarakat.

(31)

2010; Dahuri 2011) diperoleh informasi kendala yang dihadapi para pembudidaya, dari sudut internal seperti (1) jumlah produksi belum maksimal, (2) belum mampu menghasilkan kualitas produk yang berstandar karena masih banyak tercampur pasir dan kandungan unsur lainnya, (3) panen tidak tepat waktu, dan (4) banyak yang menjual dengan kondisi masih segar karena belum memiliki orientasi dan kemampuan menambah nilai tambah produk, dan belum mampu menentukan harga produk. Dari segi eksternal kendala yang dihadapi adalah (1) faktor alam seperti ombak yang besar, abrasi, (2) kurangnya tenaga penyuluhan, (3) sulitnya mengakses sarana dan prasarana, dan (4) tidak mampu menjaga keberlanjutan mensuplai produk kepada industri.

Kendala-kendala tersebut telah menyulitkan pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produksi secara kuantitas maupun kualitas. Pembudidaya membutuhkan penguasaan pengetahuan-pengetahuan baru, inovasi baru dan penguasaan ketrampilan-ketrampilan membudidayakan rumput laut yang efektif. Tujuannya adalah meraih produktivitas dan pendapatan yang tinggi. Dengan demikian, dibutuhkan upaya peningkatan kemampuan pembudidaya rumput laut untuk mencapai ketangguhan usaha yaitu berkompeten mengelola usaha budidaya rumput laut secara baik sesuai perkembangan situasi/permintaan pasar.

(32)

manusia yang kompeten mengelola usaha dan mampu meningkatkan penghasilan bagi keluarga, masyarakat sekitar, industri, dan daerah setempat.

Pemerintah telah melakukan program pemberdayaan masyarakat pesisir khususnya pembudidaya rumput laut. Pemerintah melalui lembaga Ditjend Perikanan Budidaya telah merintis pengembangan dan pembinaan sumberdaya manusia melalui kegiatan-kegiatan seminar-seminar nasional usaha rumput laut, temu usaha rumput laut dan pelatihan teknis budidaya rumput laut. Pada tahun 2002 mulai dilaksanakan program INBUDKAN (Intensifikasi Budidaya Perikanan) untuk meningkatkan jumlah rumah tangga produksi rumput laut. (Ditjend Perikanan Budidaya 2005).

Pengembangan potensi dan program pemberdayaan masyarakat telah dilakukan di wilayah perairan Pantai Utara Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2001. Sebagian petambak mengembangkan rumput laut di Kabupaten Bekasi seluas 300 ha, kemudian menyusul di Kabupaten Karawang dan Subang sebesar 90 ha, dan dilanjutkan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon (Kompas 2008). Seiring perkembangan waktu, para petambak ikan, dan udang mulai tertarik melakukan diversifikasi dengan komoditas rumput laut di tambak-tambak mereka. Di sejumlah daerah, jumlah pembudidaya rumput laut polikultur kian bertambah seiring dengan bertambahnya pengetahuan mereka atas keuntungan dan prospek budidaya rumput laut. Pada awal Tahun 2001 di Bekasi dan Tahun 2004 hanya beberapa orang pembudidaya, namun kini baik di desa sentra rumput laut Desa Huripjaya, Samuderajaya, Pantai Sederhana dan Pantai Mekar Kabupaten Bekasi dan desa Randusanga Wetan dan Randusanga Kulon Kabupaten Brebes mayoritas petani tambaknya adalah membudidayakan rumput laut.

Semakin tinggi minat pembudidaya pada rumput laut dilatarbelakangi terjadinya penurunan produktivitas tambak dan pendapatan. Rumput laut Gracillaria dapat tumbuh dan dapat memperbaiki lingkungan ekosistem tambak sehingga komoditas ini mampu merevitalisasi tambak serta menghidupkan kembali tambak-tambak yang terbengkalai (Ditjend Perikanan Budidaya 2009).

(33)

disinergikan dengan komoditas ikan atau udang sehingga hasilnya dapat berlipat ganda dalam waktu dan di tambak yang sama. Namun demikian, masih banyak pembudidaya rumput laut yang belum mampu mengelola secara optimal sehingga hasilnya belum dicapai maksimal. Masih ditemukan pembudidaya yang tidak dapat mengembangbiakan, tidak dapat memanen rumput laut (mati atau terserang hama), produknya membusuk sebelum dijual, dan produktivitasnya rendah. Ada beberapa kemungkinan penyebabnya seperti pembudidaya : (1) belum mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan teknis budidaya rumput laut dari sejak pemilihan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, hingga pengolahan, (2) belum terampil mengelola lokasi tambak sesuai persyaratan tumbuh rumput laut jenis Gracilaria sp, (3) belum cukup pengetahuan dan kemampuan dalam menguasai pasar, dan (4) belum termotivasi mengedepankan usaha polikultur rumput laut.

Dengan demikian kegiatan penyuluhan budidaya rumput laut Gracillaria sp dibutuhkan untuk mengembangkan kompetensi pembudidaya membudidayakan rumput laut polikultur. Penyuluhan dapat menyelenggarakan proses belajar bagi pembudidaya untuk memahami dan menguasai cara-cara baru membudidayakan rumput laut yang tepat. Pembudidaya membutuhkan kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan secara partisipatif dimana pembudidaya rumput laut diberi kesempatan belajar berperan menjadi perencana, pelaksana dan pengevaluasi keberhasilan atas usaha yang dikelolanya.

(34)

Perkembangan sosial ekonomi bangsa sekarang ini maka penyuluh menghadapi tantangan kemiskinan masyarakat baik di wilayah pedesaan maupun di perkotaan (Syafari 2010). Hal ini menambah beban persoalan. Hasil penelitian menunjukkan penyelenggaraan kegiatan penyuluhan belum maksimal. Kinerja penyuluh pada umumnya masih rendah (Utama 2010; Fatchiya 2010; Anwas 2009). Di Negara berkembang pada umumnya, Swanson (2008) melihat adanya keterbatasan sumberdaya manusia penyuluh seperti terbatasnya jumlah penyuluh, penyuluh kurang terlatih, tidak memadainya program dan sumberdaya yang tersedia. Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana yang dihadapi seperti sulitnya menjangkau area penyuluhan, sedikitnya biaya operasional, tidak adanya sarana transportasi yang mendukung. Beban kerja yang berat seperti dituntut memiliki standar kompetensi masing-masing penyuluh baik di bidang keahlian pertanian, perikanan maupun kehutanan. Penyuluh seringkali tidak dapat mengikuti perkembangan kompetensi pembudidaya karena latarbelakang dan penguasaan bidang keahlian yang dimiliki tidak sesuai dengan kebutuhkan dan harapan masyarakat perikanan polikultur. Medan tempuh lokasi wilayah binaan yang luas tidak sebanding dengan insentif biaya operasional yang diperoleh. Penyuluh disibukkan banyak hal berkaitan tugas administratif, tugas pelaporan-pelaporan yang terkadang menyita banyak waktu kerja penyuluh.

Penyuluhan menjadi lebih sulit mengatasi persoalan kemiskinan masyarakat karena adanya beberapa keterbatasan dalam penyuluhan, ketidakpaduan program pemberdayaan antara swasta dan pemerintah, jalannya kegiatan penyuluhan lebih parsial, kurang multidimensional. Pendapat Uma Lele yang diacu Rintuh dan Miar (2005), rendahnya mutu jasa penyuluhan terletak pada persoalan sedikitnya petugas penyuluh dan terpencar-pencar jauh, dibayar rendah, tidak terlatih baik, tidak dilengkapi dengan paket teknis yang baik, seringkali petani jauh lebih mengetahui kekurangan inovasi baru dibandingkan penyuluh, penyuluh seringkali tidak melakukan apa yang dianjurkan sendiri.

(35)

formal maupun informal para tenaga professional dan terlatih. Oleh karena itu peran penyuluh memiliki peran penting dan perlu didukung oleh peran-peran penyuluh dari unsur swadaya dan swasta untuk memperkuat upaya pengembangan kompetensi pembudidaya rumput laut. Hal ini merupakan upaya menuju penguatan kelembagaan penyuluhan perikanan sesuai revitalisasi jasa penyuluhan perikanan yang telah dicanangkan pada Tahun 2005, untuk disusun panduan dan rumusan model penyuluhan yang jelas untuk mengembangkan kemampuan masyarakat pesisir khususnya pembudidaya rumput laut polikultur.

Berdasarkan persoalan di atas, maka akan dilakukan kajian-kajian mendalam untuk ditemukan suatu model penyuluhan mengembangkan kompetensi pembudidaya rumput laut sebagai sumbangan pemikiran alternatif. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan perkembangan globalisasi maka strategi pemberdayaan perlu meninggalkan pendekatan lama penyuluhan non partisipatif menuju pengembangan paradigma baru yaitu penyuluhan partisipatif. Hal ini diperkuat dengan pemikiran Satria (2009), bahwa lembaga perikanan dan kelautan perlu me-reinventing yaitu menemukan jati diri kembali diantaranya adalah penguatan peran masyarakat untuk mengimbangi peran pemerintah. Masyarakat diberi peran sebagai aktor pengelola dan pemanfaat sumberdaya pesisir. Eksistensi masyarakat perlu mendapat pengakuan karena pada dasarnya mereka mampu untuk mengelola potensi sumberdaya perikanan dan kelautan. Pengelolaan sumberdaya pesisir dimasa yang akan datang harus dilandasi dengan prinsip keadilan pengakuan (justice of recognition).

(36)

pluralistic mengupayakan keterlibatan dan kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mengembangkan masyarakat pembudidaya rumput laut. Peluang-peluang munculnya dampak/efek negatif dari program pemberdayaan dimungkinkan mudah diperkecil dan lebih mudah untuk diatasi.

Penyuluhan memiliki beberapa tugas, disamping tugas memperbaiki kekurangan diri, mengatasi keterbatasan, juga bertugas menuju penyuluhan masa depan yang ideal yaitu penyuluhan partisipatif. Penyuluhan partisipatif merupakan pendekatan ideal untuk mempersiapkan sumberdaya manusia memiliki kompetensi sebagai pembudidaya tangguh dan professional dengan cara membantu menyediakan informasi dan memberi kesempatan belajar dengan pengalaman menguasai ketrampilan teknis dan non teknis budidaya rumput laut. Sosok pembudidaya tangguh dan professional adalah sosok yang mandiri dalam memperluas pengetahuan sikap, meningkatkan ketrampilan diri, mempertinggi kemampuan enterpreuner (jiwa kewirausahaan) yang ditunjukkan dengan kemampuan memproduksi rumput laut dalam jumlah dan kualitas yang baik, harga kompetitif, diversifikatif, marketabel.

(37)

petani ke petani ini secara kolaboratif dengan pendekatan kegiatan belajar partisipatif lainnya yang sesuai dengan perubahan dan tuntutan masyarakat pengguna; (2) metode belajar mentoring. Haines (2003) mengatakan kesuksesan belajar bisnis, professional, pendidikan tinggi pada kalangan orang dewasa belajar adalah melalui belajar mentoring. Dorongan, pendidikan, nasehat, pengalaman kesuksesan mentor dapat membantu pembelajar mengenali potensi diri, mampu mengembangkan dirinya sendiri secara mumpuni dan mandiri.

Pendekatan penyuluhan partisipatif memiliki perhatian pada pendayagunaan dan pemanfaatan potensi lingkungan masyarakat untuk sebesar-besarnya keuntungan masyarakat. Penyuluh menginventarisir potensi pasar industri lokal maupun internasional kemudian dikoordinasikan dengan pembudidaya penyedia bahan baku rumput laut. Penyuluh ke depan tidak saja hanya memberikan informasi dan teknologi bagi pembudidaya namun menginformasikan perubahan pasar yang cepat. Penyuluh berperan membantu dalam bidang pemasaran produk, mempertahankan kekontinyuitasan pendistribusian bahan baku, membantu tersedianya kecukupan bahan baku bagi industri lokal, membantu mewujudkan produk sesuai standar kualitas yang dibutuhkan pasar/industri. Dengan kata lain penyuluh mengambil peran sebagai fasilitator bidang pemasaran produk rumput laut baik dalam sekala internasional maupun nasional.

Penyuluhan yang ideal memiliki tanggung jawab atas tersedianya sarana prasarana dan kelembagaan perikanan dan kelautan sesuai kebutuhan dan minat masyarakat. Mewujudkan masyarakat maju dan sejahtera tidaklah mudah dan instan karena untuk memfasilitasinya membutuhkan waktu, anggaran, kebijakan/peraturan untuk mencapai keterpaduan program pemberdayaan yang berkelanjutan.

(38)

agar setiap kegiatan penyuluhan akan mampu mendorong perilaku masyarakat lebih dinamis memperbaiki kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.

Penyuluhan partisipatif yang berhasil tidak hanya mampu menyiapkan pembudidaya meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi namun mampu mewujudkan pembudidaya yang berkompeten, tangguh, kompetitif, mampu mempertahankan kestabilan usaha, mampu menghadapi perubahan lingkungan pasar. Pembudidaya yang tekun mengelola usaha adalah mampu menghadapi kemungkinan gejolak persaingan yang tinggi atas munculnya pembudidaya-pembudidaya baru yang dapat menyaingi. Pembudidaya yang tangguh mampu menempatkan posisi diri di tengah pergerakan pasar sehingga terhindar kerugian apabila terjadinya over produksi. Hal ini akan mempertegas pendapat Sumardjo (1999) dan Swanson (2008) bahwa di masa mendatang penyuluhan masyarakat ditujukan untuk mengembangkan keberhasilan para petani/petambak bukan dengan transfer teknologi akan tetapi dengan mengembangkan kemampuannya dalam mendiversifikasi komoditas usaha sesuai kondisi dan kebutuhan pasar.

(39)

Masalah Penelitian

Penelitian ini mencari jawaban dan strategi penyuluhan untuk mengembangkan kompetensi pembudidaya yang berorientasi pada azas manfaat dan kebutuhan, serta bertujuan meningkatkan kemampuan pembudidaya untuk selalu survive dalam jangka waktu yang relative permanendan mampu mendapatkan pasar untuk produknya. Dengan kata lain bukan menjadi pembudidaya rumput laut sesaat (incidential) dimana mereka mengelola usaha rumput laut hanya saat memperoleh limpahan kegiatan/program dari luar, atau hanya pada saat ramai-ramai menanam rumput laut saja.

Minat pembudidaya mengusahakan rumput laut berfluktuasi, kadang-kadang naik dan kadang-kadang-kadang-kadang menurun. Pada musim sekarang ini (hasil pengamatan penulis pada bulan Januari 2011) khususnya di beberapa wilayah di Bekasi terjadi musim masyarakat ramai-ramai tertarik memperbaiki tambak yang rusak, memanfaatkan tambak yang kosong untuk dibudidayakan rumput laut secara polikultur dengan ikan bandeng. Rumput laut menjadi komoditas utama. Kini, rumput laut diyakini masyarakat dapat tumbuh subur bila dikombinasikan dengan ikan bandeng. Dua komoditas tersebut menjadi ciri baru berbudidaya rumput laut. Keadaan ini merupakan perkembangan baru yang positif dan jauh berbeda dengan keadaan awal baru dikenalnya rumput laut sekitar Tahun 2002. Pada waktu itu, rumput laut berfungsi sebagai komoditas sampingan.

(40)

Pembudidaya rumput laut tidak selamanya memperoleh hasil yang menguntungkan. Pada kasus dan musim tertentu, peminat budidaya rumput laut justru mengalami kegagalan. Pembudidaya tidak mampu meraih keuntungan/hasil yang maksimal dan justru mengakibatkan kemunduran atau bahkan berakhirnya usaha yang dikelola. Kompetensi seorang menguasai aspek teknis belum cukup mengantarkan menjadi pembudidaya yang tangguh, eksis di tengah pergerakan dan perubahan pasar. Penguasaan kompetensi non teknis seperti penguasaan menjalin hubungan bisnis dengan para pedagang/industri, penguasaan informasi harga pasar, informasi daya beli industri/pedagang, informasi potensi supply produksi, informasi peluang pasar baru, informasi teknik baru dalam pengolahan, dan lain-lain penting dimiliki dan kuasai para pembudidaya rumput laut yang professional agar mampu mempertahankan eksistensi keberlangsungan usaha.

Program pengembangan kompetensi budidaya rumput laut di berbagai provinsi tidak selalu berhasil meningkatkan jumlah pembudidaya. Rumput laut tidak selalu sukses diujicobakan oleh pembudidaya. Pada saat berhasil membudidayakan rumput laut dan produksi melimpah, namun pembudidaya rumput laut mengalami kesulitan dalam memasarkan. Selanjutnya pembudidaya kurang berminat memelihara rumput laut. Beberapa waktu kemudian, pada saat pasar rumput laut membaik, rumput laut mulai diminati kembali. Pembudidaya kembali menanam rumput laut. Banyak pembudidaya mencari informasi dan belajar tentang budidaya rumput laut. Kondisi pasar rumput laut dapat berpotensi menaikkan dan menurunkan minat dan semangat menekuni usaha rumput laut.

(41)

dapat menyerap produk mereka. Kemampuan menjalin hubungan bisnis dengan para pedagang, pengusaha rumput laut yang tepat sangat dimungkinkan pembudidaya mampu menjual produk rumput laut sesuai dengan karakteristik kualitas dan kuantitas yang telah dicapai. Hal ini dimungkinkan karena kini banyak bermunculan profesi pedagang-pedagang rumput laut baru yang masing-masing memiliki perbedaan standard dan aturan main dalam perdagangan. Kini, kualitas produk rumput laut yang sangat jelek pun masih dapat diserap pasar. Harga Rp. 1.500/kg rumput laut basah. Produk rumput laut yang rusak dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik, dan pakan ternak.

Besar dan kecil pendapatan yang sanggup diperoleh pembudidaya, tentunya berkait dengan ragamnya kompetensi budidaya dalam rentang perbedaan mencolok. Kondisi tersebut menggambarkan betapa mereka sebenarnya membutuhkan pembinaan dan pendidikan yang berkelanjutan, konsultasi, bantuan/fasilitasi pengadaan ataupun perbaikan sarana dan prasarana yang menunjang. Ini merupakan ladang tugas penyuluhan pembangunan untuk berkontribusi pemikiran dan kontribusi praktis mengembangkan sumberdaya manusia agar dapat mencapai cita-cita bangsa seperti yang dicanangkan Pemerintah pada bulan Juni 2005 tentang RPPK revitalisasi perikanan yaitu pengembangan perikanan melalui pengembangan salah satu komoditas utama yang diunggulkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan yaitu komoditas rumput laut.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu strategi pengembangan kompetensi pembudidaya rumput laut melalui implementasi penyuluhan. Para penyuluh di masa yang akan datang diharapkan mampu mengimplementasikan hasil penelitian dengan penyelenggaraan penyuluhan yang mempertimbangkan berbagai aspek agar mampu mengembangkan kompetensi pembudidaya rumput laut yang berkelanjutan.

Beberapa permasalahan yang menarik untuk diangkat dalam penelitian ini adalah : (1) Sejauhmana tingkat kompetensi pembudidaya rumput laut dalam upaya

meningkatkan produktivitas dan pendapatan.

(42)

(3) Bagaimana strategi mengembangkan kompetensi pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan melalui penyuluhan yang tepat ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis tingkat kompetensi pembudidaya rumput laut dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan.

(2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kompetensi pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan. (3) Merumuskan strategi mengembangkan kompetensi pembudidaya dalam

meningkatkan kompetensi, produktivitas dan pendapatan melalui penyuluhan yang tepat.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan sumbangan teoritik dan praktis. Beberapa manfaat penelitian yang diharapkan adalah :

(1) Memberikan referensi data, informasi dan masukan pada pihak pengambil kebijakan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dalam meningkatkan kompetensi pembudidaya agar memiliki daya saing dan tetap dalam keberlanjutan usaha rumput laut secara polikultur dengan budidaya komoditas perikanan lainya.

(43)

(3) Memberikan referensi bagi para pengambil kebijakan penyuluh dalam merancang peningkatan penyuluhan partisipatif yang kondusif bagi tumbuhnya kompetensi pembudidaya yang tangguh dan berdayasaing tinggi.

(44)

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Rumput Laut di Tambak Secara Polikultur

Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan kultur artinya budaya, dalam konteks pertanian polikultur dapat diartikan sebagai pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan (Bitra Indonesia 2009). Polikultur budidaya rumput laut merupakan upaya mendayagunakan potensi usaha dengan berbagai macam jenis komoditas yang sesuai dengan daya dukung tambak serta berbagai komoditas tersebut satu sama lainnya tidak saling merugikan sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Menurut Supratno, et al. (2007), produk polikultur terdiri dari bandeng, udang dan rumput laut.

Rumput laut adalah jenis ganggang laut (Algae) yang hidup di perairan Indonesia sangat beragam jenis sekitar 782 jenis terdiri dari 196 algae hijau, 134 algae coklat dan 452 algae merah. Ada beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomis, salah satunya adalah jenis Gracilaria (Gracilaria gigas dan Gracilaria verrucosa). sejak 1983 mulai dikenal (Anggadiredja et al. 2010). Gracilaria dimanfaatkan sebagai bahan pembuat agar-agar. Produksi ekstraksi dimanfaatkan sebagai : (1) bahan makanan di rumah tangga, (2) bahan tambahan atau bahan bantu dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain, (3) dapat dimakan utuh, (4) dapat digunakan sebagai pupuk, dan (5) menjadi komponen pakan ternak atau ikan (Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan/BP3 1990).

(45)

Berdasarkan data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa total produksi rumput laut Indonesia tahun 2008 sekitar 2.145.060 ton. Didukung sector Industri pengolahan rumput laut saat ini mencapai 23 perusahaan baik dalam bentuk produk agar maupun karaginan. Volume dan nilai ekspor rumput laut pada tahun 2008 sebesar 102.415,93 ton dengan nilai US$ 124,36 juta secara rinci perkembangan ekspor per produk terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ekspor Produk Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional Tahun 2008

Benua Produk Volume (ton) Nilai (ribu US$) mencapai 207.470 ton kering (Statistik Perikanan Budidaya 2008). Setelah Sulawesi Selatan,maka Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah produksi rumput laut gracilaria (tambak) tertinggi kedua (12.627 ton kering) dan diikuti Provinsi Jawa Tengah tertinggi ketiga (5.123) (Tabel 2).

(46)

Tabel 2. Produksi Rumput Laut Budidaya Tambak dan Potensi Luas Tambak Menurut Provinsi Tahun 2008

Provinsi Rumput Laut Gracilaria

(ton)

Luas Tambak

(ha)

Lampung 301 36.496

Jawa Barat 12.627 51.829

Jawa Tengah 5.123 43.415

Jawa Timur 1.231 57.512

Kalimantan Barat 264 10.210

Kalimantan Timur 3 103.625

Sulawesi Tengah 985 10.384

Sulawesi Selatan 186.936 103.097

Total 207.470 416.568

Total Indonesia 207.470 613.175

Sumber: Data Statistik Perikanan Budidaya 2009

Dewasa ini banyak tambak udang yang tidak digunakan lagi karena merosotnya hasil produksi udang, dengan serangan hama penyakit dan daya dukung lingkungan yang menurun. Tambak-tambak yang tidak produktif tersebut dimanfaatkan oleh pembudidaya untuk membudidayakan bandeng dan rumput laut, dalam hal ini dipilih rumput laut jenis Gracilaria sp karena jenis rumput laut ini mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap lingkungan hidupnya termasuk salinitas, kekeruhan, Gracilaria sp tidak tahan terhadap ombak yang kuat, oleh karena itu hidup di perairan yang relatif tenang. Dengan sifat hidupnya tersebut sangat memungkinkan Gracilaria sp ini untuk dibudidayakan di tambak-tambak (Tarsim 2009).

Rumput laut jenis Gracilaria sp yang dibudidayakan bertujuan untuk menghasilkan produk mono species (satu jenis) dengan maksud agar dapat menghasilkan kandungan agar yang lebih spesifik. Metode budidaya rumput laut dilakukan secara tebar (broadcastmethod).

(47)

ombak 10- 30 cm, (5) Salinitas antara 20 – 30 persen, dan (6) Tumbuh pada suhu 20-28 persen (BP3 1990). Secara rinci disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Teknis Budidaya Rumput Laut Sistem Tebar di Tambak

Teknis budidaya : Kompetensi Budidaya Rumpu Laut :

1. Persiapan tanam - Menyiapkan lokasi dekat dengan sumber air laut dan air tawar

- Menentukan jumlah bibit sesuai dengan luas dan ukuran lahan

- Persiapan lahan sesuai persyaratan konstruksi tambak yaitu persegi panjang, ukuran 1 ha, dibuat pematang, ada saluran pembuangan dan masukan air.

- Persiapan lahan sesuai persyaratan ekologis yaitu kisaran salinitas 15-24 ppt, kandungan unsure hara, kekeruhan, jenis substrat pasir-lumpur, kedalaman air 50-80 cm, kemudahan, terlindung dari gelombang laut dan angin yang kuat, gerakan air yang tenang.

- Pembersihan dari kotoran dan dari hewan predator

- Pengangkatan dasar tambak/lumpur ke pematang dan bila kering dimasukkan kembali dalam tambak

- Pembersihan pada saluran air

- Pemupukan dan unsur hara 450 kg/ha

2. Tanam - Menggunakan bibit yang sehat yaitu memiliki thalli dengan tekstur elasticdan halus, bercabang banyak, thalli bersih, bebas dari kotoran dan epifit

- Penanaman secara hati-hati agar bibit tumbuh dan berkembang baik

- Penanaman disesuaikan dengan keadaan laut dan cuaca yang memungkinkan

- Penanaman disaat bibit masih segar 3. Pemeliharaan - Pergantian air 60 persen/45 hari

- Pupuk 1 kali/15 hari sebanyak 20 kg/ha

- Jenis pupuk urea, TSP dengan perbandingan 1:1 4. Panen - Usia panen 45 hari – 2 bulan

- Panen diwaktu cerah

- Dengan cara diangkat sekaligus

- Disortasi dari cemaran pasir, kulit kerang, pecahan karang 5. Penanganan

hasil

- Setelah panen langsung dijemur di atas para-para atau alas - Mencuci terlebih dahulu dengan air tawar

- Dicuci air tawar berulang-ulang hingga kadar garam menurun

- Dijemur 2-3 hari dengan kadar air 15-20% dengan cirri warna ungu keputihan dilapisi Kristal garam

- Melakukan pengeringan secara fermentasi terlebih dahulu dengan ciri putih transparan

- Penyimpanan di gudang yang tidak lembab 6. Pemasaran - Melakukan sortasi

- Pengeringan dan berat diperhitungkan

- Kemasaran yang cukup untuk mempertahankan mutu produk - Mutu produk disesuaikan dengan permintaan pasar (sortasi

(48)

Tabel 3. Lanjutan

Teknis budidaya : Kompetensi Budidaya Rumpu Laut :

7. Pengolahan pascapanen

- Menciptakan produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari produk mentahan.

- Mengolah menjadi bahan setengah jadi seperti Alkali treated carragenan (ATC), SRC, tepung (RC)

- Memanfaatkan limbah rumput laut untuk pupuk

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP) 1990; Trono 1992; Anggadireja et al. 2010

Penguasaan teknik budidaya, sejak persiapan pembibitan hingga terakhir pada pengolahan dan pemasaran hasil memiliki konsekuensi berbeda-beda diantara pembudidaya rumput laut. Hal ini bergantung pengaruh dari faktor-faktor internal dan eksternal yang melingkupinya. Kriteria yang dapat ditunjukkan adalah berupa pembudidaya unggul, berprestasi rata-rata atau perilaku tidak efektif. Hal ini ditentukan sejumlah kompetensi yang harus dimiliki pembudidaya mencakup penguasaan pengetahuan, dan ketrampilan budidaya juga kemampuan penguasaan pemecahan masalah sesuai standar kinerja seorang pembudidaya rumput laut polikultur di tambak.

Kompetensi

Konsep kompetensi diperkenalkan sejak tahun 1982 oleh Richard Boyatzis untuk meningkatkan bisnis Amerika Serikat dengan kompetensi yang berbeda agar bisnis dan ekonomi Amerika Serikat mampu bersaing dengan Jepang dan Eropa (Wood dan Payne dalam Info (Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2009).

Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari kompetensi yang dimiliki. Kompetensi merupakan suatu kemampuan seseoarang yang ditunjukkan dengan karakteristik pribadi (nilai, motif), penguasaan pengetahuan, bersikap dan menguasai ketrampilan sesuai persyaratan atau dituntut untuk melakukan suatu pekerjaan yang lebih optimal atau ideal.

(49)

dalam suatu situasi kerja tertentu, dimana ia dituntut menampilkan kerjanya sesuai tuntutan kerja.

Suparno (2000) merumuskan kompetensi sebagai kecakapan yang disyaratkan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan (kegiatan) dengan standar tertentu. Setiap cara pengajaran ditujukan untuk mencapai kompetensi yaitu mengembangkan manusia bermutu yang memiliki pengetahuan khusus, sikap, ketrampilan proses dan kecakapan yang disyaratkan. Kompetensi satu berbeda dari kompetensi lain, artinya ada yang lebih tergantung pada pengetahuan dan ada pula yang bergantung pada proses. Semakin kompleks, kreatif atau professional suatu kompetensi maka makin besar kemungkinan seseorang bertindak dengan cara yang berbeda. Ini yang disebut kompetensi professional. Kompetensi professional dituntut seseorang untuk bertindak kreatif serta kecakapan menyesuaikan pada keadaan yang berbeda-beda. Berbeda dengan kompetensi teknis relative seseorang bertindak mekanis dalam setiap kali bertindak dengan cara yang sama.

Pengertian kompetensi menurut Spencer dan Spencer (1993) adalah “an underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion, referenced effective and/or superior performance in a job or situation”. Kompetensi didefinisikan sebagai sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. Kompetensi diunjukkan secara berbeda-beda pada setiap orang berupa tujuan/motif, perangai, konsep diri, sikap/nilai, penguasaan masalah, ketrampilan kognitif maupun ketrampilan perilaku. Digambarkan dalam diagram alir seperti tercantum pada Gambar 1.

Niat Tindakan Hasil akhir

- Motif - Ketrampilan

- Perangai - Konsep diri - Pengetahuan

Gambar 1. Model Alir Sebab Akibat Kemampuan (Sumber : Mitrani dan Murray (1995)

Karakteristik pribadi

(50)

Kompetensi memiliki komponen yang nampak dan yang tersembunyi. kompetensi yang tersebunyi meliputi aspek bakat, motivasi dan karakter. Sedangkan kompetensi yang nampak dapat dilihat dari karya, pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Kompetensi diartikan (Siswanto 2008) sebagai kemampuan manusia (yang dapat ditunjukkan dengan karya, pengetahuan, ketrampilan, perilaku, sikap, motif dan/atau bakatnya) ditemukan secara nyata dapat membedakan antara mereka yang sukses dan yang biasa-biasa saja di tempat kerja.

Komponen kompetensi dapat berkaitan dengan tingkat perubahan. Kompetensi tersembunyi (Mitrani dan Murray 1995) lebih sukar dirubah, dan membutuhkan proses panjang untuk dilakukan perubahan, dan mahal, sedangkan yang lebih mudah diajarkan adalah kompetensi penguasaan masalah dan ketrampilan. Fatchiya (2010) melihat kompetensi pembudidaya ikan hias air tawar mencakup (1) ability terdiri dari pengetahuan, sikap, dan ketrampilan, (2) nilai, (3) traits yaitu karakter, dan (4) standar kerja (tugas). Tingkat kompetensi dapat diukur dari tingkat keberhasilan kinerja yang dapat dicapai pembudidaya ikan hias air tawar.

Menurut Zaman dan Helmi (2008), seseorang dalam bekerja harus memenuhi tuntutan pekerjaan oleh karenanya tidak cukup dengan menguasai kemampuan teknis namun juga perlu menguasai kemampuan non teknis. Beliau membagi kompetensi menjadi tiga macam yaitu (1) kompetensi professional yaitu kemampuan menjalankan profesi tertentu, (2) kompetensi intrapersonal yaitu kemampuan mengenal dan pengendalian diri, dan (3) kompetensi interpersonal yaitu kemampuan bergaul dan berinteraksi dengan orang lain. Kompetensi professional digolongkan ke dalam bidang hard skill dan kompetensi interpersonal dan intrapersonal termasuk kajian psikologik yang bersifat soft skill.

(51)

dalam memutuskan diversifikasi usaha sesuai kebutuhan pasar. Slamet (1999) menunjukkan bahwa faktor mutu penting untuk mencapai daya saing yang tinggi. Dengan demikian factor lingkungan menentukan kompetensi seseorang (Gambar 2)

Gambar 2. Kompetensi dan Faktor yang Melingkup (Sumber : Diadaptasikan dari Spencer dan Spencer 1993)

Beberapa pendapat tentang kompetensi (Tabel 4) bahwa kompetensi pada dasarnya menunjukkan suatu kualitas atau kemampuan seseorang dalam menampilkan suatu pekerjaan. Kompetensi para pembudidaya rumput laut didasari faktor karakteristik internal yang akan menentukan sikap dan ketrampilan dalam kegiatan unjuk kerja yang dinamis mengikuti perkembangan lingkungan sebagai faktor yang akan mewarnai tingkat kompetensi. Seorang yang berkompeten dalam berusaha adalah dinamis mengikuti perkembangan situasi lingkungan dan dalam rangka menyesuaikan dirinya untuk selaras dengan lingkungan yang berbeda-beda.

Lingkungan

Peningkatan Produktivitas Kompetensi :

Pengetahuan, Sikap, Skill,

Standar kerja Karakter

(52)

Tabel. 4. Pengertian Kompetensi menurut Para Ahli

(53)

Penyuluhan

Penyuluhan mengalami perkembangan sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada awal abad 20 penyuluhan pertama kali dikenal di Inggris dengan sebutan Extension of The University. Pada waktu itu, penyuluhan sebagai bentuk pendidikan ditujukan pada warga masyarakat di luar kampus seperti para buruh wanita dan pria. Pada era yang sama, penyuluhan pertanian juga dilaksanakan di Amerika Serikat yang bertujuan memberikan pendidikan pertanian bagi orang dewasa di luar kampus (Sinar Tani 2001). Di Indonesia penyuluhan dikenal sejak zaman penjajahan Belanda untuk meningkatkan hasil pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan penjajah maupun pribumi. Kini di era Pemerintahan Indonesia Bersatu telah memiliki perhatian yang cukup baik terhadap penyelenggaraan penyuluhan. Ditunjukkan dengan dicanangkannya Revitalisasi Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (RPPPK) bulan Juni 2005 yang tujuannya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat petani, nelayan maupun masyarakat sekitar hutan.

(54)

Partisipatif dapat diartikan sebagai tindakan atau keikutsertaan. Mushendra (2002) melihat partisipasi dapat terjadi secara transitif atau intransitif baik yang bermoral ataupun yang tidak bermoral, secara terpaksa ataupun sukarela, berlangsung dengan manipulasi maupun spontan. Partisipasi transitif terjadi karena ingin mencapai tujuan atau sasaran dan sebaliknya intransitive yaitu partisipasi yang tanpa didukung adanya tujuan terlebih dahulu.

Dalam kegiatan penyuluhan tidak terlepas dari faktor eksistensi manusia. Erat kaitannya dengan pelibatan manusia dalam meningkatkan pengetahuan, dan ketrampilannya. Konsep partisipatif sangat penting dalam kegiatan penyuluhan bertujuan pada pencapaian tujuan hidup yang lebih baik oleh karenanya partiispasi perlu dihubungkan dengan moral, positif, bukan dipaksakan namun pada hakekatnya memiliki kebebasan untuk menentukan sikap dan melakukan sesuatu sesuai keinginan dalam keterlibatannya.

Pada hakekatnya penyuluhan adalah partisipatif. Dalam praktiknya partisipatif bergantung motif dan semangat kebijakan suatu bangsa. Sejarah Orde Baru yang sentralistik mempraktikan secara menyimpang penyuluhan partisipatif. Berbeda pada saat otonomi daerah digalakan dengan dikeluarkannya perundang-undangan otonomi daerah maka pemikiran dan praktek partisipatif menempati skala proritas.

(55)

Slamet berpendapat, bahwa partisipasi mutlak untuk mencapai keberhasilan suatu pembangunan (Slamet 2003). Tanpa adanya partisipasi masyarakat pada kegiatan pembangunan serta pemanfaatannya maka pembangunan akan menjadi mubajir atau sia-sia. Oleh karenanya suatu program pembangunan hendaknya dirancang untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat pada keseluruhan proses maupun out put-nya.

Pembangunan yang melaksanakan dan menerapkan partisipatif ke dalam kegiatan atau program/proyek pembangunan masyarakat disebut dengan istilah pembangunan partisipatoris yang tujuannya memperbesar pencapaian hasil-hasil pembangunan yang berkelanjutan (Mikkelsen 1999). Menurut Mikkelson (1999) mengacu pendapat Jamieson bahwa paradigma pembangunan partisipatoris mengindikasikan dua perspektif, yaitu (1) Pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan program atau proyek yang akan mewarnai hidup mereka sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa persepsi setempat, pola sikap dan pola berfikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh; dan (2) Membuat umpan balik yang pada hakekatnya merupakan bagian tak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.

(56)

proses maupun out put, selain itu mampu mewujudkan partisipasimenurut Sumardjo memiliki keselarasan dengan prinsip-prinsip penyuluhan yang partisipatif, dialogis, konvergen, demokratis yang dapat memberdayakan. Yang demikian bertujuan mencapai situasi dan keadaan masyarakat yang sadar penyuluhan partisipatif sebagai alat atau sarana yang membantu memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi menuju pencapaian kesejahteraan petani, keluarga dan masyarakatnya.

Partisipasi masyarakat seringkali bersifat semu dan oleh karenanya partisipasi diperlukan kriteria atau prasyarat yaitu (1) kesadaran dan kesempatan untuk berpartisipasi, (2) kemauan yang tumbuh dari sikap dan minatnya, dan (3) kemampuan berpartisipasi melalui pikiran, sarana, dan tenaga yang dimilikinya Sumardjo dan Saharudin (2004).

Penggunaan partisipatif sesuai prinsip-prinsipnya merupakan bentuk profesionalisme. Karena akan mengefektifkan pencapaian pembangunan. Beberapa manfaat dan nilai tambah menerapkan partisipasi menurut Nurcholis adalah mendatangkan (1) peningkatan efisiensi. Tingginya biaya, waktu dan tenaga dapat dihindari, (2) efektivitas dalam pengelolaan pembangunan karena keterlibatan masyarakat mampu memahami situasi dan kondisi serta permasalahan secara akurat, (3) terjalinya kemitraan berbagai pelaku pembangunan, (4) meningkatkan kapasitas pelaku pembangunan (masyarakat), (5) memperluas ruang lingkup kegiatan pembangunan, (6) sasaran dapat teridentifikasi secara tepat, dan (7) mendorong keberlanjutan (Nurcholis dan Djony 2007).

Penyuluhan Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2006

(57)

kesejahteraanya serta meningkatkan kesadaran dalam fungsi pelestarian lingkungan hidup (Tunggal 2007).

Perkembangan Paradigma Model Penyuluhan

Pendekatan penyuluhan pembangunan mengalami peralihan dari paradigma lama yang bersifat linear menuju pendekatan penyuluhan paradigma baru yang lebih partisipatif. Unsur pokok pendekatan atau paradigma baru penyuluhan partisipatif menurut Slamet (2003) adalah menempatkan masyarakat sebagai subyek atau pelaku pembangunan aktif mengatasi permasalahannya sendiri.

Senada di atas, Blum juga berpendapat pendekatan penyuluhan mengalami perkembangan yang diakibatkan proses koreksi dan penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat. Menurut Blum (2007) bahwa model penyuluhan fasilitasi muncul dari hasil sintesa model linear yang tidak partisipatif, kemudian dengan seiring perkembangan waktu dan tuntutan dan kebutuhan masyarakat maka muncul pendekatan baru atau model advisory. Advisory dipandang sebagai model penyuluhan yang lebih baik dibandingkan model fasilitasi. Dengan demikian, pendekatan penyuluhan partisipatif akan terus mengalami perkembangan dan penyesuaian sesuai kebutuhan atau permasalahan masyarakat.

Dapat dilihat pada sejarah masa lalu tercatat bahwa banyak di negara-negara berkembang telah pernah menggunakan pendekatan penyuluhan model linear untuk menyebarluaskan teknologi. Didukung organisasi penelitian pemerintah menemukan seperangkat teknologi yang diadopsi melalui strategi demonstrasi, kunjungan lapangan, pertemuan petani penggunaan media, dan lain-lain untuk mengintrodusir (Zhou 2010; Blum 2007; Frans 2010). Implementasi pendekatan model linear didukung teori difusi inovasi Rogers (1996) yang dipergunakan oleh para penyuluh untuk membantu petani melalui komunikasi pembangunan inovasi baru dan percepatan proses diffusi.

(58)

Sejarah di Indonesia tercatat bahwa pelaksanaan pendekatan penyuluhan linear pada Tahun 1980-an dengan ciri terpusat (sentralisasi), homogen (penyeragaman), komunikasi satu arah dari pemerintah kepada petani. Pada waktu itu penyuluhan Bimas menunjukkan mampu menggerakkan partisipasi masyarakat petani untuk menggunakan varietas unggul, pengolahan tanah yang baik, pengaturan dan pengairan, pemupukan, dan perlindungan tanaman. Pemerintah menganjurkan panca usaha tani melalui intervensi (paksaan) seorang penyuluh. Pendekatan penyuluhan dilaksanakan secara paksa, top down untuk mendapatkan pengorbanan partisipasi petani untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian yang ditentukan pemerintah. Partisipasi petani yang ditunjukkan pada derajat sangat rendah karena tumbuh dari ketakutan dan pengorbanan pada pemerintah.

Pada tahun 1990, penyuluh pertanian banyak mendapatkan kritik terutama terletak pada implikasi pendekatan Penyuluhan model linier (Paradigma lama). Oleh karena itu, penyuluh ditempatkan pada tempat yang tepat dan didudukan sebagai lembaga yang berperan mengembangkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat bukanlah proses pengerahan masyarakat untuk berkorban akan tetapi partisipasi adalah sebuah kesadaran atau kesukarelaan (Sumardjo 2010). Partisipasi merupakan strategi yang tepat karena berpusat pada rakyat (people centered development) yang memahami pentingnya pemberdayaan kapasitas dan kemandirian masyarakat (Sumardjo dan Saharudin 2004). Hal ini didukung dengan adanya pemberlakuan otonomi daerah yang diperkuat oleh UU Nomor 16 Tahun 2006, maka penyuluhan mutlak mencapai pembangunan partisipatif. Keberhasilan implementasi penyuluhan partisipatif akan berkorelasi dengan kompetensi penyuluh dalam mewujudkan derajad penyuluhan partisipatif dengan derajad tertentu. Hasil penelitian bahwa kompetensi penyuluh menurut Sumardjo (2010) pada kisaran sedang. Memungkinkan penyuluhan partisipatif yang ideal masih memerlukan sumberdaya penyuluh berkompetensi dengan didukung sumberdaya fisik dan non fisik lainnya.

(59)

tersebut memiliki kesamaan makna. Pendekatan ini menjadi bagian penyuluhan pembangunan masyarakat yang menempatkan sasaran sebagai pelaku utama dalam pembangunan, desentralistik, bottom up, konvergen (Sumardjo1999 dan 2010).

Penyuluhan ditujukan untuk pendidikan orang dewasa melalui berbagai kegiatan pendidikan non formal dan kelompok. Perubahan perilaku orang dewasa karena adanya fasilitasi melalui kelompok. Hal ini sejalan dengan pemikiran penyuluhan model fasilitasi Blum (2007) yang mengatakan pendekatan penyuluhan fasilitasi merupakan salah satu model penyuluhan yang digunakan untuk membantu sasaran untuk mampu menolong dirinya memecahkan permasalahannya sendiri. Secara rinci perbedaan paradigmatik beberapa model penyuluhan dapat dilihat pada bahasan dan tabel 5.

Macam-Macam Model Penyuluhan

Menurut Blum (2007) dalam era baru pertanian, penyuluh pertanian terdapat tiga macam model yaitu transfer teknologi (technology transfer), fasilitasi (facilitation) dan konsultasi (advisory work). Blum menilai model konsultasi lebih unggul dibandingkan dengan dua model lainnya. Untuk mencapai penyuluhan yang partisipatif Blum menyatakan perlunya pendekatan sistem penyuluhan yang plural (lebih beragam) yaitu melibatkan peran-peran pemerintah, swasta dan masyarakat setempat bekerja secara bersama-sama.

Selain itu, Departemen Pertanian juga mengembangkan model penyuluhan melalui lembaga Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S). P4S sebagai lembaga pelatihan bidang pertanian dan pedesaan yang dikelola dan dimiliki oleh petani baik perorangan maunpun kelompok. Berdasarkan beberapa pemikiran model penyuluhan yang ada, disarikan ke dalam sintesa yang menghasilkan pemikiran penyuluhan partisipatif yang ideal.

(60)

32

Tabel 5. Macam-Macam Model Penyuluhan

Model Model Linear Model Konsultasi Model Fasilitasi Model P4S Model Partisipatif (Hipotetik)

Peranan penyuluh Penyuluh menggurui Konsultan Fasilitator Fasilitasi dan

konsultasi

Orientasi Teknologi Kelayan Proses Usaha/bisnis Persamaan kesempatan

Sasaran Individu-individu

Sumber : Diadaptasikan dari Blum (2007), Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya/P4S (2010)

3

(61)

Pendekatan Linear

Penyuluhan pendekatan/model linear menurut Zhou (2010) identik pula dengan istilah transfer teknologi. Pendekatan linear mengasumsikan bahwa adanya hubungan terorganisir antara penelitian, penyuluhan dan petani dimana lembaga pemerintahan (peneliti dan penyuluh) sebagai pelaku dan sumber inovasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendekatan linear banyak dilakukan di Negara-negara berkembang pada Tahun 1970-an untuk memperbesar kemampuan produksi pangan nasional. Dengan menggunakan model difusi inovasi Rogers melakukan penyebaran informasi teknik-teknik baru yang dilakukan oleh para penyuluh. Pelayanan untuk petani dilakukan secara top-down melalui berbagai cara seperti kunjungan lapang (LAKU), media massa, pertemuan petani, demonstrasi dan lain-lain.

Zhou (2010) dan Swanson (2008) mengatakan lebih lanjut bahwa penggunaan pendekatan linear di beberapa Negara berkembang mengalami sukses nyata namun hanya untuk jangka waktu tertentu. Letak kekurangannya pada hal supply-driven (penyuluhan berbasis transfer teknologi) dan top-down, pesan-pesan pertanian dibuat dan dirancang serta dikembangkan oleh para peneliti, dan sedikitnya input atau masukan dari para pengguna teknologi.

Hal tersebut menunjukkan pendekatan linear tidak sesuai lagi dengan masa sekarang ini dimana lingkungan masyarakat telah terjadi perubahan cepat yaitu globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya dari pemerintah dan peneliti saja namun petani dapat memperolehnya dari berbagai sumber seperti pengalaman pribadi, pengalaman kelompok, dari swasta, dan dari lingkungan global.

Gambar

Tabel 3.  Teknis Budidaya Rumput Laut Sistem Tebar di Tambak
Tabel. 4. Pengertian Kompetensi menurut Para Ahli
Tabel 5.  Macam-Macam Model Penyuluhan
Tabel 6.  Komponen Belajar Berdasarkan Aspek-Aspeknya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teman-teman jurusan Teknik Industri Universitas Bina Nusantara atas dukungan, semangat dan dorongan yang telah diberikan selama penulis menyusun skripsi.. Berbagai pihak yang

Undergraduate Thesis: A Descriptive Study on the Mastery of Reading of the Eighth Year Students of SMP N 2 Delanggu in Academic Year 2014/2015.. The problem of the study is: How

Abstract — This research was carried out at SMP Ar-Rahman Percut Sei Tuan in the even semester. The time of the study was held for one month or four

Persetujuan kerjasama antara Bank dengan vendor /pihak ketiga wajib diikat dengan kontrak/perjanjian yang mengatur mengenai pengadaan atau penyediaan barang dan atau

Mahasiswa juga diharapkan memiliki pemahaman tentang kekerasan dalam olahraga, olahraga dan wanita (isu gender), kegiatan olahraga di lingkungan pendidikan formal,

Mata  kuliah  ini  merupakan  salah  satu  mata  kuliah  lanjutan  dari  perkuliahan 

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa tekanan dari pihak

Hasil, Seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat.. memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih