• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risk Factors of Anemia among Pregnant Women in the Community Health Centre Working Area of Puskesmas Wajo Bau-Bau City South East Sulawesi Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Risk Factors of Anemia among Pregnant Women in the Community Health Centre Working Area of Puskesmas Wajo Bau-Bau City South East Sulawesi Province"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

ANY FAUZAYANI BASRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber infomasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2011

(4)
(5)

ANY FAUZAYANI BASRI. Risk Factors of Anemia among Pregnant Women in the Community Health Centre Working Area of Puskesmas Wajo Bau-Bau City South East Sulawesi Province. Under direction of DRAJAT MARTIANTO and IKEU TANZIHA.

(6)
(7)

ANY FAUZAYANI BASRI. Faktor yang berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara. Di bawah bimbingan DRAJAT MARTIANTO dan IKEU TANZIHA

.

Ibu hamil merupakan kelompok sasaran yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena ibu hamil merupakan kelompok yang rentan untuk menderita masalah gizi (Depkes RI 2002). Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman 2003). Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa pada tahun 2005 terdapat 52% ibu hamil mengalami anemia di negara berkembang (WHO 2005). Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar hemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 ditemukan sekitar 40.1% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia, sedangkan di Sulawesi Tenggara, prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 67,25%.

Menurut laporan WHO (2005) secara umum penyebab anemia pada ibu hamil dipengaruhi banyak faktor, terdiri dari umur ibu, umur kehamilan, paritas, lingkar lengan bagian atas (LILA), sosial ekonomi (tingkat ekonomi, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan suami), pola konsumsi, dan riwayat selama kehamilan.

Penelitian terdahulu menemukan bahwa faktor risiko anemia pada ibu hamil disebabkan oleh beberapa hal diantaranya faktor biomedis ibu yaitu umur, paritas, dan jarak melahirkan (Depkes RI 2003). Lebih lanjut menurut Beard (2000), penyebab tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil juga diakibatkan oleh kehamilan yang berulang, thalasemia dan sickle cell disease (penyakit sel sabit), kondisi sosial, ekonomi, budaya, pendidikan ibu dan malaria. Sedangkan Gregor (1984) menyatakan bahwa penurunan kadar Hb dalam darah akibat parasitemia, sebagian besar terjadi pada ibu yang baru pertama kali hamil (primigravida) dan berkurang sesuai peningkatan paritas.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara.

(8)

dilakukan dengan menggunakan metode cyanmethemoglobin, status malaria dengan menggunakan metode GIEMSA, sedangkan status kecacingan menggunakan metode Kato-Katz. Pengambilan sampel darah dan feses dilakukan oleh tenaga laboratorium sebanyak 3 orang. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis univariat dengan tabel distribusi frekuensi, analisis biavariat yaitu untuk mengetahui hubungan variabel independen terhadap anemia menggunakan uji chi square pada tingkat kemaknaan α=0.05, sedangkan

untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap anemia, menggunakan regresi berganda.

Prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar sebesar 43,3%. Berdasarkan hasil analisis statistik, faktor yang berhubungan secara signifikan dan merupakan faktor resiko terhadap terjadinya anemia pada ibu hamil adalah usia ibu (OR=5.35; 95%CI=1.95-14.66), umur kehamilan (OR=7.34; 95%CI=3.30-16.33), jarak kelahiran (OR=2.39; 95%CI=1.17-4.88), frekuensi pemeriksaan

antenatal care (OR=4.32; 95%CI=2.39-7.81), kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah (OR= 14.82; 95%CI=5.28-41.65), peran keluarga (p=0.000; OR=5.14; 95%CI=2.71-9.78), kebiasaan makan (OR=2.53; 95%CI=1.96-3.26), status kecacingan (OR=5.54; 95%CI= 2.37-12.98). Sedangkan faktor yang berpengaruh secara signifikan dengan anemia pada ibu hamil adalah kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah, peran keluarga dan kebiasaan makan, dengan nilai R square sebesar 0.507 yang berarti variasi kadar hemoglobin (Hb) 50.7% dipengaruhi oleh kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah, kebiasaan makan dan peran keluarga selebihnya sebesar 49,3% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti.

(9)

Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

ANY FAUZAYANI BASRI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nama Mahasiswa : Any Fauzayani Basri

NRP : I151090041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Drajat Martianto, M.Si Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

drh. M. Rizal M Damanik, MRepSc, PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)

Subhanallah, puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan karunia, kasih sayang serta rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat dan salam yang tak pernah putus untuk Rasulullah SAW, manusia termulia dan kekasih Allah SWT, yang menjadi panutan penulis dalam berakhlak.

Ucapan terima kasih yang tulus kepada bapak Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si dan ibu Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku pembimbing yang dengan segala keterbatasan waktu masih dapat meluangkan diri untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran yang berharga demi perbaikan karya tulis ini. Terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN dan bapak drh. M. Rizal M Damanik, MRepSc, PhD atas sumbang saran demi perbaikan karya tulis ini.

Terima kasih ini juga penulis peruntukkan pada teman-teman di Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara atas kemudahan untuk memperoleh data. Terima kasih untuk tim kerja di Dinas Kesehatan Kota Bau-Bau dan Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau-Bau-Bau, atas bantuan, kerjasama dan kebaikan kalian karya tulis ini dapat terwujud.

Akhirnya terima kasih buat kedua orang tuaku, bapak HM. Basri Lallo dan Ibunda Hj. Zaenab, dalam pelukanmu kudapatkan hidup, ku yakin doa dan semangat dari kalian adalah lentera yang tak pernah padam. Buat ketiga pangeranku; Audrey Dani Alif Perdana Lohy, Faiz Dwi Rezki Lohy dan Fatihatul Ilma Lohy, kalian adalah nafasku dan jiwaku, sukses ini mama persembahkan pada kalian. Untuk yang selalu kukasihi Hujurat Lohy, ST. MT terima kasih atas kesabarannya menjaga ketiga pangeranku.

Bogor, Nopember 2011

(16)
(17)

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 8 Februari 1971 sebagai anak ketiga dari pasangan H.M.Basri Lallo dan Hj. Zaenab Basri. Pendidikan DIII ditempuh di Akademi Gizi Depkes Ujung Pandang dan lulus pada tahun 1992. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar, sebagai tugas belajar, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2009, penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat pada Program Pascasarjana IPB

(18)

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

PENDAHULUAN………...

Latar Belakang………...………...…………... Pertanyaan Penelitian………...

Tujuan Penelitian………...

Manfaat Penelitian……….…...

Hipotesis……….………...

TINJAUAN PUSTAKA………... Anemia pada Ibu Hamil...

Pengertian Anemia... Patofisiologi Anemia... Klasifikasi Anemia... Pengukuran Anemia... Prevalensi Anemia Ibu Hamil... Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil …………... Karakteristik Ibu Hamil... Malaria... Kecacingan... Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan... Kebiasaan Makan... Peran Keluarga... KERANGKA PEMIKIRAN... METODE PENELITIAN... Desain, Waktu dan Tempat Penelitian... Populasi dan Sampel... Cara Pengumpulan dan Jenis Data... Pengolahan dan Analisis Data... Definisi Operasional... HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

Gambaran Umum Kota Bau-Bau... Karakteristik Contoh Ibu Hamil... Usia Ibu ……... Umur Kehamilan... Jarak Kelahiran... Gravida... Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan... Frekuensi Kunjungan Antenatal Care... Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Tambah Darah...

(19)

Kebiasaan Makan... Frekuensi Makan dan Jenis Pangan yang Menghambat Penye-

rapan Zat Besi……….

Frekuensi Makan dan Jenis Pangan yang Mempercepat Penye-

rapan Zat Besi……….

Infeksi dan Parasit... Status Kecacingan... Status Malaria... Prevalensi Anemia Ibu Hamil... Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil... Usia Ibu... Umur Kehamilan... Jarak Kelahiran... Gravida... Frekuensi Kunjungan Antenatal Care... Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Tambah Darah... Peran Keluarga... Status Malaria... Status Kecacingan... Kebiasaan Makan... Faktor yang Berpengaruh Terhadap Anemia Ibu Hamil……... KESIMPULAN DAN SARAN...

Kesimpulan... Saran... DAFTAR PUSTAKA………...

LAMPIRAN………..

(20)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Hasil penelitian hubungan usia dengan anemia pada ibu

hamil………...

Hasil penelitian hubungan jarak kelahiran dengan anemia pada ibu hamil…... Hasil penelitian hubungan malaria dan kecacingan dengan anemia pada ibu hamil... Hasil penelitian hubungan frekuensi kunjungan antenatal care dan kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah dengan anemia pada ibu hamil... Jenis bahan makanan yang mempercepat dan menghambat penyerapan zat besi... Daftar tambahan kebutuhan jumlah setiap zat gizi selama kehamilan... Hasil penelitian hubungan kebiasaan makan dengan anemia pada ibu hamil... Jenis dan cara pengumpulan data primer... Distribusi ibu hamil menurut usia... Distribusi ibu hamil menurut umur kehamilan... Distribusi ibu hamil menurut jarak kelahiran……... Distribusi ibu hamil menurut gravida……... Distribusi ibu hamil menurut fekuensi kunjungan antenatal care… Distribusi ibu hamil menurut kepatuhan mengkonsumsi tablet

tambah darah………... Distribusi ibu hamil menurut peran keluarga……... Distribusi ibu hamil menurut frekuensi makan dan jenis pangan yang menghambat penyerapan zat besi... Distribusi ibu hamil menurut frekuensi makan dan jenis pangan yang mempercepat penyerapan zat besi... Distribusi ibu hamil menurut status kecacingan... Distribusi ibu hamil menurut status malaria…... Distribusi ibu hamil menurut status anemia…... Hubungan usia dengan status anemia ibu hamil…... Hubungan umur kehamilan dengan status anemia ibu hamil…… Hubungan jarak kelahiran dengan status anemia ibu hamil…... Hubungan gravida dengan status anemia ibu hamil……... Hubungan frekuensi kunjungan antenatal care dengan status

anemia ibu hamil………..

(21)

27 28 29 30

dengan status anemia ibu hamil……... Hubungan peran keluarga dengan status anemia ibu hamil... Hubungan status malaria dengan status anemia ibu hamil…... Hubungan status kecacingan dengan status anemia ibu hamil…... Hubungan kebiasaan makan dengan status anemia ibu hamil …..

(22)

Halaman 1

2

3 4 5

Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemerintah Kota Bau-Bau... Penjelasan Singkat Penelitian dan Prosedur Pengambilan Sampel Darah dan Feses... Formulir Persetujuan... Rekapitulasi Data Berdasarkan Kuesioner... Hasil Analisis Statistik...

77

79

(23)

Ibu hamil merupakan kelompok sasaran yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena ibu hamil merupakan kelompok yang rentan untuk menderita masalah gizi (Depkes RI 2002). Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman 2003). Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa pada tahun 2005 terdapat 52% ibu hamil mengalami anemia di negara berkembang (WHO 2005).

Anemia bukan hanya berdampak pada ibu, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita defisiensi zat besi atau anemia kemungkinan besar mempunyai cadangan zat besi yang sedikit atau tidak mempunyai persediaan sama sekali di dalam tubuhnya walaupun tidak menderita anemia. Akibatnya, dapat menderita defisiensi zat besi pada usia remaja dan usia dewasa bila asupan besinya tidak mencukupi (Achadi 2007). School (2005) menyatakan bahwa kekurangan zat besi yang berat pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan cadangan zat besi pada janin dan bayi yang dilahirkan, yang merupakan predisposisi untuk mengalami anemia defisiensi zat besi pada masa bayi.

Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar hemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 ditemukan sekitar 40.1% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia. Adapun data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005, menemukan dari sekitar 4 juta ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya mengalami kekurangan energi kronis (Patimah 2007).

(24)

kunjungan ibu hamil selama kehamilan (K4) yang masih rendah, yaitu 53.9% dari standar SPM sebesar 78% (Depkes 2008).

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, antara lain kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi usus, perdarahan akut dan kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada ibu hamil. Menurut laporan WHO (2005) secara umum penyebab anemia pada ibu hamil dipengaruhi banyak faktor, terdiri dari umur ibu, umur kehamilan, paritas, lingkar lengan bagian atas (LILA), sosial ekonomi (tingkat ekonomi, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan suami), pola konsumsi, dan riwayat selama kehamilan.

Beberapa penelitian menemukan bahwa faktor risiko anemia pada ibu hamil disebabkan oleh beberapa hal diantaranya faktor biomedis ibu yaitu umur, paritas, dan jarak melahirkan (Depkes RI 2003). Lebih lanjut menurut Beard (2000), penyebab tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil juga diakibatkan oleh kehamilan yang berulang, thalasemia dan sickle cell disease (penyakit sel sabit), kondisi sosial, ekonomi, budaya, pendidikan ibu dan malaria.

Gregor (1984) menyatakan bahwa penurunan kadar Hb dalam darah akibat parasitemia, sebagian besar terjadi pada ibu yang baru pertama kali hamil (primigravida) dan berkurang sesuai peningkatan paritas. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Van Dongen (1983) di Zambia yang menyatakan bahwa ibu yang baru pertama kali hamil (primigravida) yang terinfeksi oleh P. falciparum merupakan kelompok yang berisiko tinggi menderita anemia dibandingkan dengan ibu yang pernah hamil lebih dari satu kali (multigravida). Sedangkan menurut Fleming (1984) menyatakan bahwa 40% ibu yang anemia akibat malaria ditemukan pada ibu yang baru pertama kali melahirkan (primigravida).

Laporan program Pemberantasan Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010, menunjukkan bahwa angka total /angka Provinsi AMI (Annual Malaria Insidence) sebesar 11.43 o/oo. Khusus di kota Ba-Bau

menempati urutan kedua setelah Buton Utara dengan AMI (Annual Malaria Insidence) sebesar 24.00 o/oo, dan API (Annual Prevalence Insidence)

menempati posisi teratas sebesar 4.93 o/oo. Data ini menunjukkan bahwa

penyakit malaria di Provinsi Sulawesi Tenggara masih menjadi masalah kesehatan dengan angka total untuk AMI (Annual Malaria Insidence) di atas 10.00 o/oo, Berdasarkan laporan Program Pemberantasan Penyakit Dinas

(25)

antara lain pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria yang masih rendah, kondisi lingkungan atau tempat berkembangnya vector ( Brading Place ) yang masih ada, serta kondisi gografis yang sulit dijangkau sehingga menyulitkan masyarakat serta petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan (Dinkes Prov. Sultra 2011).

Selain malaria, ibu hamil yang menderita kecacingan baik oleh cacing tambang, cacing cambuk maupun cacing gelang dapat menyebabkan perdarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi dalam tubuh dan terjadi anemia. Di Provinsi Sulawesi Tenggara, berdasarkan hasil survei morbiditas kecacingan tahun 2006 dengan menggunakan sampel anak Sekolah Dasar ditemukan prevalensi kecacingan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 35.03 %, dimana Puskesmas Wajo menempati urutan teratas dengan prevalensi 71.29 % (Dinkes Prov. Sultra 2007).

Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa masih tingginya masalah anemia di Provinsi Sulawesi Tenggara, diduga karena kompleksitas permasalahan penyebab anemia di wilayah ini. Hal ini terlihat dari cakupan pelayanan terhadap ibu hamil belum memenuhi target sesuai Standar Pelayanan Minimal seperti rendahnya persentase ibu yang mempunyai balita dan pernah minum tablet tambah darah dan persentase kunjungan ibu hamil selama kehamilan (K4) , serta prevalensi malaria dan kecacingan yang masih sangat tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan studi, khususnya di Wilayah kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau untuk melihat keterkaitan berbagai faktor terjadinya anemia pada ibu hamil, termasuk malaria, kecacingan, dan pelayanan antenatal care.

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut;

1. Bagaimanakah karakteristik, kondisi infeksi dan parasit, pemanfaatan pelayanan kesehatan, kebiasaan makan dan peran keluarga pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Wajo?.

2. Seberapa besar prevalensi anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Wajo?.

(26)

4. Faktor apakah yang berpengaruh terhadap anemia pada ibu hamil?.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Untuk mempelajari faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara.

Tujuan Khusus

1.

Menganalisa seberapa besar prevalensi anemia.

2.

Mengetahui karakteristik, kondisi infeksi dan parasit, pemanfaatan pelayanan kesehatan, kebiasaan makan dan peran keluarga pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Wajo.

3.

Mengetahui hubungan karateristik ibu hamil, infeksi dan parasit, pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh ibu hamil, kebiasaan makan ibu hamil serta peran keluarga dengan anemia.

4.

Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap anemia pada ibu hamil.

Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam menjelaskan hubungan antara karateristik ibu hamil, infeksi dan parasit, pemanfaatan pelayanan kesehatan, kebiasaan makan ibu hamil dan peran keluarga dengan anemia pada ibu hamil.

2. Penelitian ini juga diharapkan menghasilkan informasi/data yang dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pengelola program gizi dan kesehatan ibu dan anak di wilayah kerja Puskesmas Wajo dan atau Dinas Kesehatan Kota Bau-Bau dalam menyusun dan atau penentuan kebijakan program kesehatan selanjutnya.

Hipotesis

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Anemia pada Ibu Hamil Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan darah yang tidak normal yang ditunjukkan oleh berkurangnya ukuran atau jumlah sel darah merah dalam sirkulasi darah merah yang akan berpengaruh terhadap kandungan hemoglobin. Klasifikasi anemia dapat didasarkan baik pada ukuran sel darah merah maupun konsentrasi hemoglobin. Berdasarkan ukuran sel darah merah, anemia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: makrositik (ukuran sel besar), normositik (ukuran sel normal), dan mikrositik (ukuran sel kecil), sedangkan berdasarkan kandungan hemoglobinnya anemia diklasifikasikan menjadi dua yaitu: hipokromik (berwarna pucat), dan normokromik (berwarna normal) (Kasdan 1996).

Ibu hamil yang menderita anemia gizi besi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dirinya dan janinnya di dalam kandungan. Hal ini dapat menyebabkan kematian ibu dan janinnya, serta dapat berakibat pada berat badan lahir rendah (BBLR), atau kelahiran prematur (Lamsihar 2006).

Menurut WHO(2005), kadar hemoglobin pada wanita hamil dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu :

a. Normal : bila kadar Hb 11 gr/dl atau lebih

b. Anemia Ringan : bila kadar Hb antara 8 gr/dl sampai < 11 gr/dl c. Anemia berat : bila kadar Hb kurang dari 8 gr/dl

Patofisiologi Anemia

Anemia lebih sering ditemukan pada masa kehamilan karena selama masa kehamilan keperluan zat-zat gizi bertambah dan adanya perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang (Price, AS; Lorraine M; Wilson 1995).

(28)

jantung akan lebih ringan bila viskositas darah rendah.

Oleh karena itu anemia fisiologis atau pseduanemia hemodilius ini dimulai pada trimester I kehamilan, yaitu pada minggu ke 12 - 20 dan maksimal terjadi pada umur kehamilan 20 – 36 minggu. Akibat dari faktor hemodilius, kadar Hb dalam darah ibu hamil di bawah normal. Kondisi ini disebabkan oleh faktor hemodilius yang disertai dengan faktor lainnya yang menyebabkan turunnya cadangan zat besi.

Kekurangan zat besi dapat dilihat dari perubahan sel darah merah dengan berbagai bentuk (mikrositer anisositosis). Gambaran khusus pada pemeriksaan preparat darah tepi dapat dilihat pada produksi asam lambung yang mungkin kurang (anhydria), permukaan lidah licin dan kurang bintik bintik, kadar zat besi dalam darah rendah dengan kemampuan mengikat zat besi meningkat (fe-binding capacity) disertai dengan kadar zat feritin dalam serum yang rendah. Kondisi zat besi dalam darah juga berkaitan dengan ada tidaknya kelainan dalam darah seperti talasemia, dan leukimia (kanker darah). Adanya kelainan lain dalam darah ini dapat menyebabkan kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi zat besi menjadi terganggu bahkan terjadi ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah secara optimal.

Menurut mekanisme patofisiologi, klasifikasi penyebab anemia pada masa kehamilan dibagi dalam 3 macam yaitu :

1. Menurunnya produksi sel darah merah a. Faktor nutrisi / metabolik

i. Defisiensi besi ii. Defisiensi asam folat iii. Defisiensi B12

b. Gangguan sumsum tulang

2. Meningkatnya destruksi sel darah merah a. Abnormalitas sel darah merah

b. Abnormalitas ekstrinsik 3. Perdarahan akut dan kronik

Klasifikasi Anemia

1. Anemia Defisiensi Besi

(29)

kurangnya unsur besi dalam makanan, gangguan absorbsi, gangguan penggunaaan atau karena terlampau banyaknya besi yang keluar dari tubuh misalnya pada perdarahan (Price, AS; Lorraine M; Wilson 1995). 2. Anemia Megaloblastik

Anemia karena kekurangan asam folat (pteroylglutamic acid) disebut juga anemia megaloblastic (sel darah merah besar dan abnormal) (Price, AS; Lorraine M; Wilson 1995).

Diagnosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megaloblas atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Seringkali anemia sifatnya normositer dan normokrom. Hal ini disebabkan karena defisiensi asam folat sering berdampingan dengan defisiens i besi dalam kehamilan.

3. Anemia Hipoblastik

Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar roentgen, racun atau obat-obatan.

4. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya akan lebih berat.

Pengukuran Anemia

Dalam pengukuran Hemoglobin, metode yang sering digunakan adalah metode cyanmethemoglobin menggunakan system HemoCue sesuai anjuran WHO dan International Committe for Standarduzation in Himatologi (ICSH). Metode ini digunakan untuk melihat kadar Hemoglobin secara kuantitatif dan merupakan metode laboratorium yang terbaik (Stoltzfus and Dreyflus 1998).

(30)

Prevalensi Anemia Ibu Hamil

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang berisiko mengalami anemia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga dari tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia terjadi penurunan dari tahun ke tahun, yaitu sebesar 63,5% pada tahun 1992, 50,9% pada tahun 1995 dan menjadi 40,1% pada tahun 2001. Khusus di Provinsi Sulawesi Tenggara, prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 67,25%.

Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil Karakteristik Ibu Hamil

Usia. Usia dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi wanita untuk hamil guna menghindari risiko kehamilan. Masa reproduksi yang sehat dan kurang berisiko terhadap komplikasi kehamilan adalah usia antara 20 - 35 tahun, sedangkan umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan kehamilan yang berisiko. Hal ini terkait dengan kondisi biologis dan psikologis ibu yang sedang hamil (Depkes 2005).

Pada wanita hamil yang berusia kurang dari 20 tahun, memiliki perkembangan organ reproduksi belum optimal, sehingga secara psikologis kejiwaan masih labil yang menimbulkan komplikasi (Titiek 1994 dalam Irwansyah 2005). Pada usia muda mempunyai masalah kompetitif antara ibu dan janinnya, karena di usia muda kebutuhan zat besi diperlukan oleh seorang wanita untuk kematangan tubuh pada fase akhir. Jika wanita muda tersebut hamil, maka kebutuhan zat besi akan terbagi dengan janin yang dikandungnya. Selain itu pengalaman dan pengetahuan tentang persiapan dan pemeliharan kehamilan masih rendah (Arisman 2005)

(31)

Penelitian yang dilakukan oleh Amiruddin dan Wahyuddin (2004) menyebutkan bahwa ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun mempunyai faktor risiko 2.8 untuk terkena anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 20 sampai 35 tahun. Adapun hasil penelitian yang dilakukan Aminah (2000), menyebutkan bahwa ibu hamil dengan usia kurang dari 19 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki risiko 9.7 kali terkena anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia antara 19 - 35 tahun. Beberapa penelitian tentang variabel usia ibu hamil dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1 Hasil penelitian hubungan usia dengan anemia pada ibu hamil

No Peneliti

/Tahun Judul

Desain

studi Hasil

1. 2. 3. Budi Iswansyah, (2005) Maya Rahmatiah , (2005) I Kadek Sutomo, (2009)

Faktor risiko terjadinya

anemia pada ibu hamil

Faktor yang berhubungan

dengan kejadian anemia gizi

ibu hamil di wilayah kerja

Puskesmas Wongkaditi Kota

Gorontalo

Faktor yang berhubungan

dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di Puskesmas

Amonggedo Baru tahun 2008

Case Control Case Control Cross sectional Usia merupakan

faktor risiko terjadinya

anemia bagi ibu hamil

(OR=4.128)

Pada kelompok usia

risiko tinggi kejadian

anemia pada ibu

hamil sebesar 70.4%

Terdapat hubungan

yang signifikan antara

usia ibu hamil dengan

kejadian anemia

(p=0.000)

[image:31.595.88.508.227.812.2]
(32)

meningkat pada ibu hamil yang mengalami anemia pada trimester pertama kehamilan. Risiko lahir preterm dan BBLR 2 kali lebih besar pada ibu hamil anemia sedang dan lebih dari 3 kali pada ibu hamil anemia berat selama trimester pertama (School 2005). Demikian pula hasil penelitian Breyman (2005) yang berhasil membuktikan dampak anemia ibu hamil terhadap risiko untuk melahirkan preterm sebesar 2 kali, dan berisiko 3 kali untuk melahirkan BBLR, dan juga kematian ibu.

Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Buana (2004) yang membuktikan bahwa ada hubungan antara umur kehamilan terhadap anemia pada ibu hamil di Kecamatan Abung Surakarta Lampung Utara (p value <0.05).

Jarak Kelahiran. Pada trimester III kehamilan, cadangan zat besi pada ibu hamil akan berkurang dan diperlukan waktu sekitar 2 tahun untuk mengembalikan cadangan zat besi ke tingkat normal dengan syarat kondisi kesehatan yang cukup baik dan asupan gizi yang baik pula. Sehingga dianjurkan untuk memperhatikan jarak kelahiran lebih dari 2 tahun, karena dengan tenggang waktu 2 tahun diharapkan ibu dapat mempersiapkan secara dini fisik dan psikis dan memberikan kesempatan pada tubuh untuk memulihkann kembali fungsi faal tubuh maupun anatomis.

Dikaitkan dengan adanya janin di dalam perut, maka kecukupan zat besi akan terbagi antara ibu dan janinnya, sehingga jarak kelahiran yang pendek akan menguras cadangan zat besi dalam tubuh ibu hamil tersebut. Ibu hamil membutuhkan energi dan gizi yang lebih banyak dibandingkan yang tidak hamil, sehingga bila terjadi siklus kehamilan yang pendek pada kondisi dimana asupan gizi yang relatif tetap bahkan cenderung menurun akan menyebabkan status gizi ibu akan menjadi buruk termasuk kejadian anemia selama kehamilan. Bila kondisi anemia tersebut tidak ditanggulangi bisa menyebabkan masalah kesehatan bagi ibu dan janin yang dikandungnya.

(33)

dengan nilai OR = 2.343. Peneiitian tersebut membuktikan bahwa jarak kelahiran merupakan faktor risiko kejadian anemia bagi ibu hamil. Adapun hasil penelitian tentang variabel jarak kelahiran dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Hasil penelitian hubungan jarak kelahiran dengan anemia pada ibu hamil.

N o

Peneliti/

Tahun Judul

Desain

studi Hasil

1. Amiruddin,

Wahyuddin

(2004)

Studi Kasus Kontrol

Faktor Biomedis

Terhadap Kejadian

Anemia Ibu Hamil

Studi kasus Jarak kelahiran kurang

dari dua tahun berisiko

lebih besar untuk

menderita anemia

(OR=2.343)

2. Budi

Iswansyah,

2005

Faktor risiko

terjadinya anemia

pada ibu hamil

Case Control Jarak kelahiran < 24 bulan merupakan faktor

risiko terjadinya anemia

bagi ibu hamil

(OR=8.333) 3. 4. Aminah, 2002 I Kadek Sutomo, (2009) Faktor risiko terjadinya anemia

pada ibu hamil

Di RSIB St. Fatimah

Makasar

Faktor yang

berhubungan dengan

kejadian anemia

pada ibu hamil di

pusk. Amonggedo

Baru thn 2008

Case Control

Cross sectional study

Jarak kelahiran < 24

bulan merupakan faktor

risiko terjadinya anemia

bagi ibu hamil

(OR=21.36)

Terdapat hubungan yang

signifikan antara jarak

kelahiran dengan

kejadian anemia

(p=0.012)

[image:33.595.101.508.196.627.2]
(34)

maternal bagi ibu dan anak terutama jika jarak tersebut kurang dari 2 tahun dapat terjadi komplikasi kehamilan dan persalinan seperti anemia berat, partus dan perdarahan. Oleh karena itu seorang wanita memerlukan waktu 2 – 3 tahun jarak kehamilan agar pulih secara fisiologis dari suatu kehamilan atau persalinan dan dapat mempersiapkan diri untuk persalinan berikutnya.

Seorang ibu yang sering mengalami kehamilan akan lebih mudah mengalami defisiensi zat besi akibat berkurangnya cadangan zat besi dan ini bisa menyebabkan anemia. Ibu dengan jumlah kehamilan >3 merupakan salah satu faktor risiko yang dapat mempengaruhi kehamilan dan persalinan, salah satunya berkaitan dengan kejadian anemia (Manuaba 1998). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Mendrofa (2003) yang dilakukan di Kabupaten Nias yang mengatakan bahwa ada korelasi antara gravida dengan anemia pada ibu hamil.

Malaria

Pengertian Malaria. Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit malaria ini dapat menyerang siapa saja terutama penduduk yang tinggal di daerah di mana tempat tersebut merupakan tempat yang sesuai dengan kebutuhan nyamuk untuk berkembang biak. Malaria sudah diketahui sejak zaman Yunani. Kata malaria tersusun dari dua kata yaitu mal = busuk dan aria = udara. Nama diambil dari kondisi yang terjadi yaitu suatu penyakit yang banyak diderita masyarakat yang tinggal di sekitar rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk.

Di Indonesia ditemukan 4 spesies parasit malaria yang menginfeksi manusia yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Dimana P. falciparum menyebabkan malaria tertiana maligna (malaria tropika), P. vivax menyebabkan tertiana benigna, disebut juga

malaria vivax atau ”tertiana ague”, P. Malariae menyebabkan malaria kuartana spesies ini paling jarang dijumpai, P. Ovale menyebabkan malaria tertiana benigna atau malaria ovale. Spesies yang paling banyak ditemukan ialah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.

(35)

kekebalan dapat menderita malaria klinis berat sampai menyebabkan kematian (Mc. Gregor 1984).

Ibu hamil yang menderita malaria disebabkan karena lisis sel darah merahnya mengandung parasit sehingga mengakibatkan anemia. Pada infeksi P.falcifarum dapat terjadi anemia berat karena semua eritrosit dapat diserang. Baik eritrosit berparasit maupun tidak akan mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik meningkat (Harijanto; Agung Nugroho; Carta 2010).

Di daerah endemisitas tinggi, malaria berat dan kematian ibu hamil jarang dilaporkan. Gejala klinis malaria dan densitas parasitemia dipengaruhi paritas, sehingga akan lebih berat pada primigravida (kehamilan pertama) daripada multigravida (Gregor 1984). Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan ialah demam, anemia, hipoglikemia, edema paru akut.

Gejala Klinis Malaria. Gejala umum penyakit malaria yaitu demam. Di duga terjadinya demam berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon). Gambaran karakteristik dari malaria adalah demam periodik, anemia dan splenomegali. Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi. Malaria P.falciparum demam tiap 24-48 jam, P.vivax demam tiap hari ke-3, P.malariae demam tiap hari ke-4, dan P.ovale memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan.

Sebelum demam, biasanya penderita mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual di hulu hati, atau muntah, semua gejala awal ini disebut gejala prodromal (Harijanto; Agung Nugroho; Carta 2010).

Epidemiologi Malaria. Malaria ditemukan di daerah-daerah yang terletak pada posisi 64° Lintang Utara sampai 32° Lintang Selatan. Penyebaran malaria pada ketinggian 400 meter di bawah permukaan laut dan 2600 meter di atas permukaan laut. Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas yaitu mulai daerah beriklim dingin, subtropik, sampai dengan daerah tropik, kadang-kadang juga dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium falciparum jarang ditemukan di daerah beriklim dingin tetapi paling sering ditemukan di daerah tropis (Harijanto; Agung Nugroho; Carta 2010).

(36)

P.vivax, P.ovale pernah ditemukan di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Kondisi wilayah yang adanya genangan air dan udara yang panas mempengaruhi tingkat endemisitas penyakit malaria di suatu daerah (Harijanto; Agung Nugroho; Carta 2010).

Diagnosis Malaria. Diagnosis malaria secara pasti bisa ditegakkan jika ditemukan parasit malaria dalam darah penderita. Oleh karena itu, cara diagnosis malaria yang paling penting adalah dengan memeriksa darah penderita secara mikroskopis dengan membuat pengecatan GIEMSA tipis/tebal yang merupakan gold standard dalam diagnosis malaria. Mikroskop dapat mendeteksi 20-50 μl parasit per darah (Depkes 2007).

Hubungan Malaria Terhadap Anemia Ibu Hamil. Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar hemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Mc. Gregor; Wilson; Billewicz (1983) mendapatkan data bahwa penurunan kadar Hb dalam darah hubungannya dengan parasitemia, terbesar terjadi pada primigravida dan berkurang sesuai dengan peningkatan paritas. Van Dongen and

Van’t hof MA (1983) melaporkan bahwa di Zambia, primigravida dengan infeksi P. falciparum merupakan kelompok yang berisiko tinggi menderita anemia dibandingkan dengan multigravida. Di Nigeria Fleming; Harriso K.A; Briggs N. D (1984) melaporkan bahwa malaria sebagai penyebab anemia ditemukan pada 40% penderita anemia primigravida.

Anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang mengandung parasit (Harijanto; Agung Nugroho; Carta 2010). Hubungan antara anemia dan splenomegali dilaporkan oleh Brabin B.J, Ginny; M Sapau; Galme K and Paino J (1990) yang melakukan penelitian pada wanita hamil di Papua Neu Geuinea, dan menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa makin rendah nilai Hb-nya. Pada penelitian yang sama Brabin melaporkan hubungan BBLR (berat badan lahir rendah) dan anemia berat pada primigravida. Ternyata anemia yang terjadi pada trimester pertama kehamilan, sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal janin terjadi sebelum minggu ke 20 usia kehamilan.

Kecacingan

(37)

ini lazim terjadi di negara tropis, lembab serta kondisi sanitasi yang buruk (Arisman 2004

).

Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi (Pawlowski, ZS; Ga, Sehad; and GJ, Stott 1991).

Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing. Cacing menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia.

Perdarahan itu terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap, setiap 6 jam perdarahan di tempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali dengan cepat karena turn over sel epithel usus sangat cepat.

Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri, walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini

Metode untuk mengetahui banyaknya cacing di dalam usus dapat dilakukan dengan menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila di dalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/gram tinja, berarti ada kira-kira 80 ekor cacing di dalam perut dan dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada kurang lebih 1000 ekor cacing dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat (Depkes 2007). Diagnosis seseorang terinfeksi cacing secara pasti bisa ditegakkan jika ditemukan salah satu atau lebih jenis telur cacing dalam pemeriksaan feses secara laboratorium. Metode yang biasa digunakan adalah Kato-Katz (Depkes, 2007).

(38)

Tabel 3 Hasil penelitian hubungan malaria dan kecacingan dengan anemia pada ibu hamil

N o

Peneliti/

Tahun Judul Desain studi Hasil

1 2 . 3 . Wijianto (2007) Mangihut Silalahi (2006) Lidia Gomes (2004)

Kontribusi infeksi

malaria, infeksi

kecacingan terhadap

anemia ibu hamil di Kab.

Banggai

Analisis Faktor Yang

Berhubungan Dengan

Anemia Ibu Hamil Di Kab.

Dairi Tahun 2006

Hubungan Malaria

falciparum dan Malaria

vivax pada Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia

di Kab. Purworejo,

Provinsi Jateng

Cross-sectional

Sekat Silang

Kohort retrospektif

- Ada hubungan anemia

dengan infeksi

kecacingan.

- Ibu hamil yang terinfeksi

kecacingan berisiko 5 kali

(95% CI : 1.592-16.809)

menderita anemia

dibanding dengan yang

tidak terinfeksi cacing

-Parasit (cacing) secara

signifikan berpengaruh

terhadap anemi, dengan

p= 0.000 OR= 12.078

- ibu hamil dengan malaria

falciparum mengalami

anemia (OR 8.560, CI

95% = 1.674 - 43.766)

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemeriksaan Kehamilan. Beberapa hal yang penting pada pelayanan kesehatan pada kehamilan yang baik ialah :

1. Semua wanita hamil mendapatkan kesempatan dan menggunakan kesempatan untuk menerima pengawasan serta pertolongan dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.

2. Pelayanan yang diberikan bermutu.

3. Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit, namun ada kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit jika terjadi komplikasi.

[image:38.595.48.483.125.551.2]
(39)

a. Wanita dengan komplikasi obstetrik (panggul sempit, pre-eklampsia dan eklampsia, kelainan letak, kehamilan ganda dan sebagainya); b. Wanita dengan riwayat obstetrik yang jelek (perdarahan postpartum,

kematian janin sebelum lahir, dan lain-lain pada kehamilan sebelumnya);

c. Wanita hamil dengan penyakit umum, seperti penyakit jantung, diabetes dan sebagainya;

d. Wanita dengan kehamilan ke 4 atau lebih; e. Wanita dengan umur 35 tahun keatas; f. Primigravida;

g. Wanita dengan keadaan di rumah yang tidak memungkinkan persalinan dengan aman.

5. Adanya pencatatan yang baik mengenai kelahiran serta kematian maternal menurut umur dan paritas. Adanya pencatatan mengenai kematian perinatal serta penyebab kematian maternal dan perinatal (Wiknjosastro 1999 dalam Herlina 2005).

Menurut Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (Depkes 2005), kunjungan kehamilan atau kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga.

Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7T” yaitu : (Timbang)

berat badan; ukur (Tekanan) darah; ukur (Tinggi) fundus uteri; pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap; konsumsi (Tablet) tambah darah, minimum 90 tablet selama kehamilan, (Tes) terhadap penyakit menular seksual; serta (Temu) wicara dalam rangka persiapan rujukan.

Penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara kunjungan Antenatal Care (ANC) dengan kejadian anemia menunjukkan ada hubungan antara kunjungan ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai p=0.02 < α=0.05 (Rahmatiah 2005).

(40)

Menurut Sudarwati (1998) dalam Rias Wipayani (2008), tingkat kepatuhan adalah pengukuran pelaksanaan kegiatan, yang sesuai dengan langkah-langklah yang telah ditetapkan, tingkat kepatuhan dapat di kontrol bahwa pelaksana program telah melaksanakan kegiatan sesuai standar.

Kepatuhan pasien yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku tersebut dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau dengan tokoh yang menganjurkannya.

Motivasi ini belum dapat dijadikan jaminan bahwa pasien akan mematuhi seterusnya karena jika pasien sudah merasa jenuh atau bosan maka dia tidak perlu lagi melanjutkan perilaku tersebut (Sarwono 1997 dalam Rias Wipayani 2008).

Kadang-kadang tablet tambah darah menimbulkan perasaan tidak enak seperti sakit perut, tidak enak, mual, susah buang air besar, tinja berwarna hitam, ini karena kandungan zat besinya tinggi yaitu 200 mg atau 60 mg besi elemental dan 0.25 mg asam folat. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek tersebut sebaiknya tablet tambah darah di minum setelah makan malam atau menjelang tidur, akan tetapi lebih baik bila setelah minum tablet tambah darah disertai makan buah-buahan yang mengandung vitamin C tinggi (Nuri 2005 dalam Rias Wipayani 2008).

Menurut WHO (1995) manfaat dan kepatuhan ibu hamil meminum tablet tambah darah yaitu :

1. Bisa mencegah anemia defisiensi besi

Karena pada wanita hamil cenderung mengalami defisiensi baik zat besi maupun folat. Oleh karena itu penting sekali bagi ibu hamil untuk meminum tablet tambah darah setiap hari.

2. Bahaya selama kehamilan, persalinan dan nifas dapat dihindari

Sedangkan dampak dari ketidakpatuhan ibu hamil meminum tablet tambah darah yaitu:

1. Bisa terjadi anemia defisiensi besi

2. Meningkatkan bahaya kehamilan, persalinan dan nifas

(41)

kadar Hb <11 gr/dl, konsumsi menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari masa kehamilannya, sampai 42 hari setelah melahirkan (Husaini 2001).

Adapun kemungkinan untuk toksis, misalnya terhadap penderita anemia thalasemia perlu diperimbangkan. Namun toksis hampir tidak pernah terjadi pada wanita hamil yang normal, selama tablet tambah darah diberikan secara oral, kecuali efek samping pada sebagian orang, namun hal tersebut tidak membahayakan. Oleh karena itu, tablet tambah darah diberikan pada semua ibu hamil yang anemia maupun tidak anemia (Husaini 2001).

Beberapa hasil penelitian tentang variabel kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Hasil penelitian hubungan frekuensi kunjungan antenatal care dan kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah dengan anemia pada ibu hamil

N o

Peneliti/

Tahun Judul

Desain

studi Hasil

1. Nina

Herlina,

Fauzia

Djamilus

(2004)

Faktor Risiko Kejadian

Anemia pada Ibu Hamil

cross sectional study Potong Lintang cross sectional study Kohort retrospektif

Ibu hamil yang kurang patuh

mengkonsumsi tablet tambah

darah mempunyai proporsi

kejadian anemia sebesar

58.8%,

2. Sri Prihatini

(2007)

Faktor Determinan Risiko

Anemia WUS di Prop. Bali

dan Banten

Ketidakpatuhan

mengkonsumsi tablet tambah

darah berpeluang menderita

anemia (OR=0.440, CI=

.243-0.830) 3. 4. Maya Rahmatiah, (2005) Lidia Gomes, (2004)

Faktor yang berhubungan

dengan kejadian anemia gizi

ibu hamil di wilayah kerja

Puskesmas Puskesmas

Wongkaditi Kota Gorontalo

Hubungan Malaria falciparum

dan Malaria vivax pada Ibu

Hamil dengan Kejadian

Anemia di Kabupaten

Purworejo, Provinsi Jawa

Tengah

- Pada kelompok bumil

konsumsi tablet tambah

darah kurang mengalami

anemia sebesar 82.4% (ada

hubungan)

- Pada kelompok ANC

kurang kejadian anemia pada

ibu hamil sebesar 85,2% (ada

hubungan)

- Pelayanan kehamilan ANC

dengan standar minimal 5T

(OR 3.823, CI 95% =

[image:41.595.110.512.292.735.2]
(42)

Kebiasaan Makan

Pola konsumsi merupakan gambaran pola menu, frekuensi, dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari dimana merupakan bagian dari gaya hidup atau ciri khusus suatu kelompok (Astawan 1998 dalam Farida 2007).

Pola konsumsi adalah cara individu atau kelompok individu memilih bahan makanan dan mengkonsumsinya sebagai tanggapan dari pengaruh fisiologi, sosial dan budaya diukur dengan frekuensi, jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari (Suhardjo 2002).

Kebutuhan Zat Besi pada Masa Kehamilan. Selama masa kehamilan terjadi pembentukan jaringan-jaringan baru melalui beberapa tahapan tertentu. Jaringan-jaringan yang terbentuk, tumbuh dan berkembang dalam rahim tersebut meliputi janin dan jaringan-jaringan lain yang berfungsi sebagai pendukung yang mampu menjaga kelangsungan hidup janin.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gizi yang kurang selama kehamilan berdampak buruk pada bayi yang dilahirkan maupun bagi sang ibu. Sering kali bayi yang kurang mendapat suplai zat gizi dari ibu, lahir dalam keadaan meninggal dan ibu mengalami perdarahan pada saat melahirkan dan akibat lain yang sering kali membahayakan kesehatan bayi seperti lahir premature dan berat badan lahir rendah.

Jumlah zat besi yang dibutuhkan wanita hamil jauh lebih besar dari pada saat tidak hamil. Pada trimester I kehamilan, kebutuhan zat besi lebih rendah dibanding kebutuhan trimester berikutnya (Husaini 1989).

(43)

10%, maka Estimated Average Requirement (EAR) trimester II adalah 35 mg/hari dan trimester III adalah 39 mg/hari. Demikian maka Recommended Dietary Allowance (RDA) trimester II adalah 42 mg/hari dan trimester III adalah 47 mg/hari. Tingkat penerapan besi selama masa kehamilan sangat efisien (ditetapkan 12%) sehingga RDA yang telah disesuaikan adalah 35 mg/hari untuk trimester II dan 39 mg/hari untuk terimester III (FAO/WHO 2001 dalam Rahmatiah 2007).

Kebutuhan zat gizi selama kehamilan dapat terpenuhi dari makanan normal yang bervariasi, kecuali kebutuhan akan zat besi. Oleh karena itu, pada trimester kedua dan ketiga, ibu hamil harus mendapatkan tambahan zat besi berupa suplementasi zat besi.

Sumber Zat Besi dari Makanan. Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini diperlukan dalam pembentukan darah, yaitu dalam sintesa hemoglobin (Sediaoetama 1999).

Zat besi di dalam tubuh sebagian disimpan di dalam hati dalam bentuk feritin. Apabila konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup maka zat besi dari feritin dimobilisasi untuk memproduksi hemoglobin. Jumlah zat besi yang diserap tubuh setiap harinya hanya 1 mg atau setara dengan 10-20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi dalam pangan nabati berbentuk ikatan feri ini harus dipecah terlebih dahulu dalam bentuk fero oleh getah lambung. Sementara dalam pangan hewani zat besi sudah berada dalam bentuk fero yang lebih mudah diserap. Zat besi dari pangan hewani sering disebut heme-iron, sedangkan yang berasal dari nabati disebut non heme-iron. Sumber zat besi nabati hanya diserap 1-2%, sedangkan penyerapan zat besi asal bahan makanan hewani dapat mencapai 10-20%.

(44)

utamanya vitamin C dan asam folat yang banyak terkandung pada buah dan sayur (Hardinsyah 2002 dalam Patimah 2007). Demikian pula dengan hasil penelitian Herlina (2005) yang melaporkan bahwa semakin kurang baik pola makan, maka semakin tinggi angka kejadian anemia pada ibu hamil, dan hal ini menunjukkan kebermaknaan secara statistik (p < 0.05).

[image:44.595.83.483.330.726.2]

Anemia gizi besi sering juga dihubungkan dengan konsumsi makanan yang rendah kandungan zat besinya, serta faktor yang dapat mempercepat dan menghambat penyerapan zat besi. Khusus pada ibu hamil, kecukupan asupan tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber zat besi (daging, sapi, ayam, ikan, telur, dan lain lain), tetapi dipengaruhi juga oleh variasi penyerapan, yang disebabkan oleh kondisi fisiologis ibu hamil, sehingga meningkatkan kebutuhan zat besi, jenis zat besi yang dikonsumsi, dan faktor yang menghambat dan mempercepat penyerapan zat besi.

Tabel 5 Jenis bahan makanan yang mempercepat dan menghambat penyerapan zat besi

No Bahan Makanan Fe (mg/100g) Protein (gr/100 g) Vit.C (mg/100 g) Serat (gr/100 g) Menghambat penyerapan Fe

1 Beras ketan hitam tumbuk 6.2 8.0 0 1.0

2 Jagung 2.8 6.2 0 2.6

3 Daun kelor 6.0 5.1 22 8.2

4 Daun Singkong 2.0 6.2 103 2.4

5 Daun Pakis 2.3 4.5 2.5 2.0

6 Buncis 0.7 2.4 11 1.9

7 Jambu bool 0.3 2.3 22 3.5

8 Teh 11.8 19.5 0 0

9 Kopi 4.1 17.4 0 0

Mempercepat penyerapan Fe

1 Tempe 4.0 20.8 0 1.4

2 Tahu 3.4 10.9 0 0.1

3 Udang segar 8.0 21 0 0

4 Kerang 15.6 14.4 0 0

5 Ikan segar 1.0 17 0 0

6 Telur ayam ras 3.0 12.8 0 0

7 Daging sapi (sedang) 2.8 18.8 0 0

8 Daging ayam 1.5 18.2 0 0

9 Hati sapi 6.6 19.7 31 0

10 Jeruk 0.4 0 49 0

11 Pepaya 1.7 0.5 78 0

12 Mangga 1.0 0.5 12 1.6

13 Daun katuk 3.5 6.4 164 1.5

14 Kangkung 2.3 3.4 17 2.0

15 Sawi 2.9 2.3 102 0

16 Kacang panjang 0.6 2.3 46 2.7

Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesi (PAGI, 2009)

(45)

dalam membantu mempercepat penyerapan zat besi di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, seng, asam folat, dapat mempercepat penyerapan zat besi dalam tubuh. Namun pada sebagaian menu masyarakat juga mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor menghambat penyerapan besi (Sediaoetama 1999).

Kebiasaan Makan Ibu Hamil. Kebiasaan makan ibu hamil harus mengacu pada RDA (Recommended Dietary Allowance) atau AKG (Angka Kecukupan Gizi), dimana banyak unsur-unsur zat gizi dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan sebelum hamil. Melalui aneka ragam bahan makanan, kekurangan zat gizi pada bahan makanan yang satu dapat dilengkapi oleh jenis bahan makanan lainnya. Bahan pangan yang dikonsumsi hendaknya terdiri atas sumber energi, protein (hewani dan nabati), susu dan olahannya, roti dan biji-bijian, serta buah dan sayur. Jika seluruh bahan makanan ini digunakan, maka seluruh zat gizi yang dibutuhkan akan terpenuhi, kecuali zat besi dan asam folat harus ditambahkan melalui suplementasi (Arisman 2004). Tabel 6 Daftar tambahan kebutuhan jumlah setiap zat gizi selama kehamilan

(46)

secara kualitatif. Tujuan dari food frequency untuk menentukan frekuensi penggunaan bahan makanan selama periode tertentu (setiap hari, minggu, bulan, tahun). Sedangkan metode food frequency semi quantitative di samping melihat bahan makanan yang biasa dikonsumsi sampel, juga mengukur porsi dari bahan makanan yang dikonsumsi. Untuk membantu sampel dalam mengingat jumlah bahan makanan yang dikonsumsi, digunakan food models. Dengan demikian metode food frequency semi quantitative dapat menggambarkan kebiasaan konsumsi sehari-hari di masa lalu. Keuntungan dari metode food frequency semi quantitative adalah cepat, relatif tidak mahal, dapat memperkirakan makanan yang biasa dikonsumsi beserta frekuensi dan porsinya (Gibson 1993 dalam Patimah 2007).

Tabel 7 Hasil penelitian hubungan kebiasaan makan dengan anemia pada ibu hamil

No Peneliti/

Tahun Judul

Desain studi Hasil 1 2. Nina Herlina (2005) St. Patimah (2007)

Faktor Risiko Kejadian

Anemia pada Ibu Hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas

Bogor

Kebiasaan makan Ibu hamil

dan Hubungannya dengan

Kejadian Anemia Gizi Besi

cross sectional study cross sectional study

Semakin kurang baik pola

makan, maka akan

semakin tinggi angka

kejadian anemia. Hasil uji

statistic juga menunjukkan

kebermaknaan (p > 0.05).

Faktor penyebab

terjadinya anemia,

kebiasaan makan

merupakan faktor yang

paling dominan (50%)

Peran Keluarga

[image:46.595.77.485.262.817.2]
(47)

adalah dukungan yang melibatkan peran laki-laki (suami) dan anggota keluarga lainnya. Hal ini karena suami atau keluarga, mempunyai peran kunci selama kehamilan, persalinan dan setelah bayi lahir. Keputusan dan tindakan mereka berpengaruh terhadap kesakitan, kesehatan dan kematian bayi (Thadeus, S and Maine, D 1994).

Dalam perawatan selama kehamilan (antenatal), peran suami dan anggota keluarga lainnya diperlukan untuk mendukung ibu hamil agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik, termasuk ikut serta dalam konsultasi pada saat pemeriksaan antenatal. Dengan keikutsertaan dalam kegiatan konseling, diharapkan suami dan atau anggota keluarga lainnya dapat mempelajari mengenai gejala dan komplikasi-komplikasi selama kehamilan yang mungkin dialami oleh ibu (Widayatun 2001).

Dukungan suami dan anggota keluarga lainnya dalam pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menjaga agar bayi dapat dilahirkan dengan selamat adalah melalui usaha menjamin ibu hamil mendapatkan makana bergizi, terutama makanan yang banyak mengandung zat besi dan vitamin A (Widayatun 2001).

(48)
(49)

KERANGKA PEMIKIRAN

Anemia pada masa kehamilan merupakan masalah kesehatan yang penting untuk ditanggulangi dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Anemia pada ibu hamil adalah salah satu faktor yang menjadi indikator pengukuran keberhasilan pembangunan kesehatan suatu bangsa, yang menggambarkan kemampuan sosial ekonomi dalam memenuhi kebutuhan kuantitas dan kualitas gizi masyarakat (Arisman 2003).

Anemia ibu hamil dapat berpengaruh pada kesehatan ibu dan anak yang dapat mengakibatkan keguguran (abortus), penurunan status imun dan kematian ibu, sedangkan pada anak yang akan dilahirkan dapat mengakibatkan berat badan lahir rendah (BBLR) bahkan kematian.

Jika melihat penyebab defisiensi zat besi yang dikembangkan oleh Iron Deficiency Programme Advisory Service (IDPAS); International Nutrition

Foundation (INF), 1999, maka defisiensi zat besi pada ibu hamil disebabkan oleh multiparitas, jarak melahirkan yang pendek. Faktor lain, adalah peningkatan kebutuhan akibat adanya infeksi, dan intake sumber makanan rendah kandungan zat besi. Sedangkan beberapa penelitian menemukan bahwa faktor biomedis ibu yaitu umur, kunjungan antenatal care, gravida, jarak kehamilan, serta peran atau dukungan keluarga (Depkes RI 2001). Lebih lanjut menurut Beard J.L (2000), penyebab tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil juga diakibatkan oleh kehamilan yang berulang, thalasemia dan sickle cell disease (penyakit sel sabit), kondisi sosial, ekonomi, budaya, pendidikan ibu dan malaria.

Menurut Widiarti (2007), anemia juga diakibatkan oleh rendahnya asupan besi makanan, terutama besi heme yang terjadi secara kronis. Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non-heme (nabati). Pada sebagaian menu masyarakat juga mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor pengahambat penyerapan besi. Hal tersebut seringkali diperburuk oleh kejadian infeksi kronis dan berulang.

(50)

mengenai gejala dan komplikasi-komplikasi dalam kehamilan yang mungkin terjadi pada ibu hamil. Dukungan suami atau keluarga dalam pemeliharaan kesehatan ibu hamil dapat juga dilakukan dengan usaha menjamin ibu hamil memperoleh makanan bergizi (Widayatun 2001).

[image:50.595.92.484.185.757.2]

Berdasarkan, uraian di atas maka kerangka pemikiran faktor yang berhubungan dengan anemia gizi pada ibu hamil digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

Sosial Ekonomi - Pendapatan - Pendidikan - Pengetahuan

Peran Keluarga Kehilangan darah

akibat adanya parasit dan infeksi :

- Malaria - Kecacingan

Menstruasi

Konsumsi inhibitor dan enhacer zat besi

Kebiasan makan

Peningkatan kebutuhan Zat Besi

Rendahnya Pemanfaatan pelayanan

kesehatan dan higene perorangan

Tingkat konsumsi zat besi ANEMIA

Kehamilan : - Usia ibu

(51)

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu suatu rancangan dimana analisis variabel bersumber dari fakta yang telah ada atau sedang berlangsung, dimana variabel dependen dan independen diamati pada waktu bersamaan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni 2011, di wilayah kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Kota Bau-Bau termasuk derah endemis malaria tingkat risiko sedang, dengan AMI (Annual Malaria Insidence) sebesar 24.00 o/oo, dan API (Annual Prevalence Insidence ) menempati posisi teratas sebesar 4.93o/oo.

2. Berdasarkan hasil survei morbiditas kecacingan di Kota Bau-Bau dengan menggunakan sampel anak sekolah, Kecamatan Wajo/Murhum menempati urutan teratas dengan prevalensi 71.29%.

Populasi dan Sampel

Populasi ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas pada saat penelitian berjumlah 143 orang, dengan perincian trimester pertama sebanyak 16 orang, trimester II sebanyak 70 orang dan trimester III sebanyak 57 orang. Adapun kriteria inklusi sampel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Ibu hamil dengan umur kehamilan > 12 minggu (trimester II dan III), yang tinggal dan menetap di lokasi penelitian

2. Ibu hamil yang telah melakukan pemeriksaan kehamilan, baik yang telah maupun belum mendapat tablet tambah darah.

3. Ibu hamil bersedia untuk menjadi sampel penelitian, dengan menandatangani informed consent.

Dengan demikian jumlah sampel yang memenuhi syarat adalah 127 orang ibu hamil

Cara Pengumpulan dan Jenis Data

(52)

metode cyanmethemoglobin, status malaria dengan menggunakan metode GIEMSA, sedangkan status kecacingan menggunakan metode Kato-Katz. Pengambilan sampel darah dan feses dilakukan oleh tenaga laboratorium sebanyak 3 orang. Tenaga laboratorium bekerja sesuai dengan POB (Prosedur Operasional Baku), mereka juga telah mendapat pelatihan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan telah mendapat sertifikat. Adapun data sekunder diperoleh dari Puskesmas Wajo, Dinas Kesehatan Kota Bau-Bau, Dinas Kesehatan Provinsi Provinsi Sulawesi Tenggara.

[image:52.595.76.483.77.805.2]

Jenis data primer dan cara pengumpulannya, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 8 Jenis dan cara pengumpulan data primer

No Variabel/Data Metode Instrumen Jenis Data

Variabel dependen/terikat

1. Status Anemia Cyanmethemo- globin

Pengambilan

sampel darah

Rasio

Variabel independen/bebas

2. Usia ibu Wawancara Kuesioner Rasio

3. Umur kehamilan Wawancara Kuesioner Rasio

4. Jarak kelahiran Wawancara Kuesioner Rasio

5. Gravida Wawancara Kuesioner Rasio

6. Frekuensi kunjungan ANC Wawancara Kuesioner Rasio

7. Kepatuhan mengkonsumsi

tablet tambah darah

Wawancara Kuesioner Rasio

8. Peran keluarga Wawancara Kuesioner Ordinal

9. Kebiasaan Makan Wawancara Kuesioner Ordinal

10. Malaria (parasit) Giemsa Pengambilan sampel darah

Ordinal

11. Kecacingan (infeksi) Kato-Katz Pengambilan sampel feses

Ordinal

Pengolahan dan Analisis Data

Tahap-Tahap pengolahan dan analisis data, adalah sebagai berikut:

(53)

2. Editing, yaitu memeriksa hasil wawancara dan pemeriksaan yang telah dilaksanakan untuk mengetahui kesesuaian jawaban dan pemeriksaan responden.

3. Coding, yaitu pemberian tanda atau kode untuk memudahkan analisa.

4. Tabulating, menyusun dan menghitung data hasil pengkodean untuk disajikan dalam tabel.

5. Variabel kebiasaaan makan dan peran keluarga menggunakan sistem skoring menurut Sudjana (2002) dalam Fauzi (2002), sebagai berikut :

I = R K Dimana :

I = Interval Kelas

R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi-nilai terendah = 100% - 0% = 100%

K = Jumlah kategori adalah 2

I = 100/2

= 50%

Setelah melakukan pemeriksaan/validasi data, pengkodean, rekapitulasi dan tabulasi, dilakukan analisis statistik dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16 for Windows. Analisis statistik yang digunakan adalah :

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel, yang bertujuan untuk memperoleh informasi umum mengenai semua variabel penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis bivariat

(54)

yang dipakai adalah Uji chi-square pada tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan rumus :

X2 = Nilai chi-square hasil perhitungan O = Frekuensi yang diobservasi E = Frekuensi yang diharapkan

Terdapat hubungan yang bermakna jika p value < 0,05. Interpretasi : Ho ditolak bila ( p < 0.05)

Uji Chi-square, juga untuk mengetahui besar risiko (odds ratio/OR) variabel bebas dengan variabel terikat secara sendiri-sendiri, dengan interpretasi nilai OR sebagai berikut :

2.1. Jika OR lebih dari 1 dan batas bawah interval kepercayaan 95% tidak mencapai nilai 1, menunjukkan bahwa variabel yang diteliti bukan faktor risiko. Cth : OR > 1, 95% CI : 0,8 – 4,9.

2.2 Jika OR lebih dari 1 dan batas bawah interval kepercayaan 95% melewati nilai 1, maka variabel yang diteliti merupakan faktor risiko. Cth : OR > 1, 95% CI : 1,2 – 2,5.

2.3 Jika OR kurang dari 1 dan batas bawah interval kepercayaan 95% tidak mencapai nilai 1, menunjukkan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor protektif. Cth : OR < 1, 95% CI : 0,1 – 0,9.

(Sayogo, Savitri 2009)

3. Analisis multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel umur ibu, usia kehamilan, jarak kelahiran, gravida, malaria, kecacingan, frekuensi kunjungan antenatal care, kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah dan kebiasaan makan serta peran keluarga secara bersama-sama terhadap anemia. Variabel bebas yang memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian dengan menggunakan persamaan multiple linear regression adalah variasi kovariat yang mempunyai nilai p lebih kecil 0,005 dalam analisis bivariat, atau variabel bebas yang diduga ada hubungan, dengan persamaan sebagai berikut:

(55)

Keterangan:

Y = kadar hemoglobin (vaiabel depeden)

β = konstanta X1 = Usia ibu

X2 = Status kecacingan

X3 = Jarak kelahiran

X4 = Usia kehamilan

X5 = Frekuensi pemeriksaan kehamilan (ANC)

X6 = Kepatuhan mengkonsumsi tablet tambah darah

X7 = Peran keluarga

X8 = Kebiasaan makan

X9 = Gravida

X10 = Status malaria

Definisi Operasional

Status Anemia pada Ibu Hamil. Status anemia Ibu hamil adalah kondisi ibu hamil karena kekurangan kadar hemoglobin dalam darah. Metode yang digunakan adalah metode cyanmethemoglobin sesuai anjuran WHO dan International Committe for Standarduzation in Himatologi (ICSH). Metode ini digunakan untuk melihat kadar Hemoglobin secara kuantitatif dan merupakan metode laboratorium yang terbaik (Stoltzful 1998), dengan kriteria objektif sebagai berikut:

0 1 Tidak Anemia Anemia = =

bila kadar Hb > 11,0 gr% bila kadar Hb < 11,0 gr % (Sumber : Depkes RI 2003)

Usia Ibu. Usia ibu adalah lamanya ibu hidup dihitung sejak lahir sampai saat wawancar

Gambar

Tabel 1 Hasil penelitian hubungan usia dengan anemia pada ibu hamil
Tabel 2 Hasil penelitian hubungan jarak kelahiran dengan anemia pada ibu hamil.
Tabel 3 Hasil penelitian hubungan malaria dan kecacingan dengan anemia
Tabel 4 Hasil penelitian hubungan frekuensi kunjungan antenatal care dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

SISTEM PENGENALAN UCAPAN HURUF VOKAL MENGGUNAKAN METODE LINEAR PREDICTIVE CODING (LPC) DAN JARINGAN. SARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

Optimalisasi Peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Untuk Memperkuat Fasilitas Kesehatan Publik Guna Mengurangi Aki Pada Puskesmas Mulyorejo, Jurnal Kebijakan dan

Semakin tinggi struktur aktiva (yang berarti semakin besar jumlah aktiva tetap) maka jumlah aktiva tetap yang dapat dijadikan jaminan dalam memperoleh hutang semakin

Proses metalurgi serbuk adalah merupakan proses pembuatan produk dengan menggunakan bahan dasar dalam bentuk serbuk yang kemudian di sinter yaitu proses konsolidasi serbuk

HAWAii Bali yang memiliki slogan One Stop Bali Experience merupakan sebuah usaha yang dimiliki oleh Bapak I Made Suandita atau yang dikenal dengan Made Hawai.. Alasan mengapa

Daripada analisis data yang diperolehi guru boleh merancang aktiviti pengajaran dan pembelajaran yang tersusun dan sistematik bersesuaian dengan tahap keupayaan murid sama ada

Tapi tetap saja ada orang yang &#34;berkhayal&#34; sambil mengatakan pemerintahan si gubernur ini adalah &#34;dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.&#34; [Semoga apa

This study aims to compare coherence in the two undergraduate papers as noted by Eggins, Schleppegrell that coherence constructed by registerial coherence and as