• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia (Periode Tahun 2001-2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia (Periode Tahun 2001-2010)"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor yang paling dasar dalam perekonomian dan merupakan penopang kehidupan produksi sektor-sektor lainnya (Putong, 2002). Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Pertanian bagi bangsa ini, memiliki peran penting karena merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya.

Tabel 1.1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen.

(2)

42,43 persen. Tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja Indonesia yang bekerja di sektor ini walaupun persentasenya mengalami penurunan menjadi 41,60 persen. Sejak Tahun 2009 hingga 2011, terjadi penurunan angkatan kerja yang bekerja di sektor ini, hingga Tahun 2011 menjadi 37,02 persen. Namun hingga saat ini, sektor pertanian menyerap sebagian besar angkatan kerja Indonesia jika dibandingkan dengan sektor lainnya.

Tabel 1.2 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 ( triliun rupiah) Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010* 2011**

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen * Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

(3)

Pada Tahun 2008, kontribusi sektor ini mengalami peningkatan menjadi 284,6 triliun rupiah atau sebesar 13,6 persen dari total PDB Indonesia. Peningkatan kontribusi pertanian terhadap PDB Indonesia terus terjadi hingga Tahun 2011 sektor pertanian menyumbang kontribusi sebesar 313,7 triliun rupiah atau sebesar 12,7 persen terhadap PDB Indonesia.

Tabel 1.3 Perkembangan PDB Hortikultura Indonesia berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (persen) Tanaman Biofarmaka 2,806 3,762

(34,06) Rata-rata Peningkatan PDB Hortikultura (%)

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010.

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen

Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian tanamana bahan makanan, mempunyai komoditas yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias juga berperan penting terhadap pembentukan PDB Indonesia. Tabel 1.3 menunjukkan perkembangan PDB Hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2005 hingga 2009. Berdasarkan data tersebut diketahui, sejak Tahun 2005 hingga 2009 komoditas buah-buahan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB, sedangkan sayuran berada pada urutan kedua. Tren pertumbuhan nilai PDB sayuran berdasarkan harga berlaku periode 2005 sampai 2009 terus meningkat dari Tahun ke Tahun. Pada Tahun 2006, nilai PDB sayuran Indonesia meningkat sebesar 9,12 persen dibandingkan Tahun sebelumnya. Pada Tahun 2007, nilai PDB sayuran Indonesia juga meningkat sebesar 3,61 persen. Hingga Tahun 2009, peningkatan nilai PDB sayuran Indonesia menjadi 8,16 persen.

(4)

adalah, kubis, kentang, bawang merah, tomat, dan cabe besar. Kelima jenis sayuran ini dikatakan potensial karena produksi dan luas arealnya yang cukup besar jika dibandingkan dengan sayuran lainnya. Selain itu, kelima jenis sayuran ini juga diperdagangkan Indonesia ke negara lain. Namun, sejak Tahun 2006 terjadi peningkatan impor yang sangat signifikan pada dua jenis sayuran potensial Indonesia yaitu bawang merah dan kentang. Hal ini mengakibatkan volume neraca impor kedua komoditas ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Tabel 1.4 menunjukkan volume neraca perdagangan sayuran potensial Indonesia sejak Tahun 2006 hingga 2010. Tabel tersebut menunjukkan neraca perdagangan komoditas bawang merah dan kentang Indonesia terus berfluktuasi dengan kecenderungan impor yang semakin tinggi. Tabel 1.4 Volume Neraca Perdagangan Sayuran Potensial Indonesia Tahun

2006-2010 (ton)

Komoditas 2006 2007* 2008 2009 2010**

Kubis 29.875 42.657 35.881 40.147 28.549

Kentang 81.711 4.093 2.613 -5.407 -17.433 Bawang Merah -62.671 -98.292 -115.701 -54.508 -70.036

Tomat -48 1.643 732 549 561

Cabe 1.038 1.052 717 -161 346

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011. (diolah)

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat. Selain sebagai bumbu penyedap masakan, tanaman bawang merah juga dijadikan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Bawang merah termasuk kedalam kelompok rempah tidak bersubstitusi. Di Indonesia tanaman ini banyak dihasilkan di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.

(5)

berikutnya terjadi peningkatan produksi bawang merah Indonesia hingga Tahun 2010 menjadi 1.048.934 ton.

Total impor bawang merah Indonesia juga berfluktuasi namun cenderung meningkat. Pada Tahun 2006, impor bawang merah Indonesia sebesar 78.462 ton. Pada Tahun 2007 dan 2008, impor bawang merah Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan menjadi 107.649 ton pada Tahun 2007 dan 128.015 ton pada Tahun 2008. Total impor bawang merah Indonesia mengalami penurunan pada Tahun 2009 karena adanya krisis ekonomi global walaupun pada tahun 2010 kembali mengalami kenaikan.

Tabel 1.5 Total Produksi dan Impor Bawang Merah Indonesia Tahun 2006-2010 (ton)

Tahun Total Produksi

Nasional (Ton)

Total Impor (Ton)

2006 794.929 78.462

2007* 802.810 107.649

2008 853.615 128.015

2009 965.164 67.330

2010** 1.048.934 73.270

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Berbeda dengan bawang merah yang tidak memiliki substitusi terdekat, fungsi kentang bagi masyarakat Indonesia masih terbatas sebagai bahan sayuran dan penganan (snack food) dan belum menjadi pangan pokok yang dapat menyubstitusi beras secara nyata. Di Indonesia sentra produksi kentang terdapat di provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat. Tabel 1.6 menunjukkan produksi dan impor kentang Indonesia sejak Tahun 2006 hingga 2010. Pada Tahun 2006 produksi kentang nasional sebesar 1.011.911 ton. Pada Tahun 2007, produksi kentang Indonesia mengalami penurunan menjadi 1.003.732 ton. Pada Tahun 2008 dan 2009, produksi kentang Indonesia mengalami kenaikan hingga Tahun 2010 produksi kentang Indonesia menjadi 1.060.805 ton.

(6)

berikutnya. Pada Tahun 2008, terjadi penurunan impor kentang Indonesia menjadi 5.345 ton. Pada Tahun 2009, total impor kentang Indonesia meningkat tajam menjadi 11.727 ton hingga pada Tahun 2010, total impor kentang Indonesia menjadi 24.204 ton.

Tabel 1.6 Total Produksi dan Impor Kentang Indonesia Tahun 2006-2010 (ton)

Tahun Total Produksi

Nasional (Ton)

Total Impor (Ton)

2006 1.011.911 4.211

2007* 1.003.732 5.559

2008 1.071.543 5.345

2009 1.176.304 11.727

2010** 1.060.805 24.204

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Volume impor bawang merah dan kentang Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kondisi ini tentunya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang menganut sistem perekenomian terbuka, dimana untuk menghitung PDB dari sisi pengeluaran juga ditentukan oleh komopenen net ekspor. Jika impor kedua komoditas ini semakin meningkat berarti net ekspornya akan mengalami penurunan dan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun ini akan secara langsung memengaruhi posisi Indonesia di mata dunia.

(7)

nilai neraca perdagangan bawang merah dan kentang Indonesia Tahun 2006 hingga 2010.

Tabel 1.7 Perubahan Nilai Neraca Perdagangan Bawang Merah dan Kentang Indonesia Tahun 2006-2010 (US$)

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Peningkatan impor komoditi bawang merah dan kentang ini akan berdampak pada penurunan neraca perdagangan komoditas sayuran Indonesia. Hal ini kemudian berdampak pada neraca perdagangan hortikultura dan neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan. Tabel 1.8 menunjukkan perubahan volume dan nilai impor komoditas hortikultura Indonesia periode 2006-2010. Tabel ini menunjukkan kecenderungan peningkatan baik volume maupun nilai impor hortikultura Indonesia dari Tahun ke Tahun.

Tabel 1.8 Volume dan Nilai Eskpor Impor Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2006-2010

Hortikultura 2006 2007* 2008 2009 2010**

Volume(Ton)

-Ekspor 456.890 393.895 524.485 447.609 364.139 -Impor 923.867 1.300.345 1.429.967 1.524.666 1.560.808 -Neraca -466.977 -906.450 -905.482 -1.077.057 -1.196.669 Impor (US$

000)

-Ekspor 238.063 254.537 433.921 379.739 390.740 -Impor 527.415 810.130 926.045 1.077.463 1.292.988 -Neraca -289.352 -555.593 -492.124 -697.724 -902.248

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

(8)

yang bekerja di sektor ini. Tingginya volume impor bawang merah dan kentang Indonesia akan menyebabkan peningkatan supply kedua komoditas ini di pasar domestik. Hal ini kemudian akan menyebabkan penurunan harga, (ceteris paribus), terutama saat panen raya. Penurunan harga ini akan secara langsung memengaruhi petani Indonesia karena harga merupakan salah satu insentif bagi petani untuk terus berproduksi. Penurunan harga pada barang kebutuhan pokok yang cenderung bersifat inelastis dengan permintaan yang cenderung tetap akan berdampak pada pengurangan keuntungan yang diterima oleh petani secara umum. Hal inilah yang dapat mengurangi tingkat kesejahteraan petani, jika dibiarkan terus menerus.

1.2. Perumusan Masalah

Tingginya impor bawang merah dan kentang akan memengaruhi posisi petani Indonesia bahkan dalam skala domestiknya. Jika dilihat secara empiris tingkat harga produk impor kedua komoditas ini masih lebih murah dibandingkan dengan produk domestiknya. Hal ini menyebabkan minat masyarakat Indonesia yang umumnya berada pada tingkat pendapatan menengah ke bawah memilih membeli produk impor dibandingkan produk domestik, walaupun kualitas produksi domestik masih lebih baik. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka petani domestik akan kehilangan insentif untuk terus berproduksi. Selain itu, predikat negara Indonesia yang dikenal sebagai negara pertanian juga akan terpengaruh dengan peningkatan volume dan nilai impor produk pertaniannya.

Untuk dapat mengantisipasi permintaan impor kedua komoditas ini yang cenderung meningkat setiap tahunnya, maka diperlukan adanya suatu analisis dan kajian mengenai aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang oleh Indonesia dari negara-negara asal impor.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perumusan masalah yang dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia ?

(9)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pemerintah Indonesia dan instansi yang terkait dalam melakukan impor suatu komoditas khususnya komoditas yang dijelaskan dalam penelitian ini. Manfaat yang diharapkan antara lain:

1. Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan kegiatan impor terutama impor komoditas yang diteliti.

2. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat pengaplikasian ilmu pengetahuan.

3. Dapat dijadikan sebagai informasi bagi penelitian-penelitian serupa dimasa yang akan datang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(10)

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Bawang Merah

Bawang merah dikenal dengan nama ilmiah Allium ascalonicum L. Bawang Merah berasal dari wilayah yang sama dengan bawang putih yaitu kawasan Asia Tengah yaitu di sekitar India, Pakistan sampai Palestina. Jika dibandingkan dengan jenis bawang lainnya, bawang merah di Indonesia lebih populer dan banyak dibudidayakan.

Pada umumnya, bawang merah dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa masakan. Bawang merah mengandung minyak atsiri yang dapat menciptakan aroma yang khas dan memberikan cita rasa pada masakan. Selain itu, minyak asiri ini juga berfungsi sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida untuk bakteri dan cendawan tertentu (Rahayu dan Berlian, 1994).

2.1.2 Kentang

Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Suku Inka telah memanfaatkan kentang sekurang-kurangnya sejak 2000 tahun sebelum kedatangan penjajah Spanyol. Pendugaan umur dengan menggunakan C14 terhadap butiran pati yang ditemukan dalam penggalian

arkaelogi menunjukkan bahwa kentang telah dimanfaatkan sekurang-kurangnya sejak 8000 tahun yang lalu (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

(11)

2.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan manusia karena dapat menyalurkan barang hasil produksi dari produsen ke konsumen. Perdagangan antarnegara atau yang lebih dikenal dengan perdangan internasional sudah terjadi sejak zaman dulu namun dalam skala yang masih relatif kecil.

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor utama untuk meningkatkan PDB suatu negara (Oktaviani dan Novianti, 2009).

Dalam perdagangan internasional terdapat beberapa teori, dimulai dari merkantilisme. Teori merkantilisme adalah suatu teori yang berpendapat bahwa perdagangan internasional akan terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan (current account). Oleh karena itu, kegiatan ekspor-impor diletakkan sebagai lokomotif utama yang dipacu melalui peningkatan industri dalam negeri. Teori ini pada akhirnya mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan ekspor harus lebih besar dibandingkan impor (Halwani, 2002).

(12)

David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith dengan teori keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage). Teori ini berpendapat bahwa walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung, selama rasio harga antarnegara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.

Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labour value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Oleh karena itu, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien (Hady, 2001).

Teori Heckscher-Ohlin menyatakan perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factor) masing-masing negara. Oleh karena itu, menurut teori ini sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif terbatas dan mahal di negara tersebut.

Pada gambar 2.1, secara teoritis dapat dilihat dimana negara 1 adalah negara pengekspor dan negara 2 adalah negara pengimpor. Negara 1 (eksportir) akan mengekspor suatu komoditi ke negara 2. Saat sebelum terjadi perdagangan, harga di negara 1 terletak pada P1 karena itu terjadi kelebihan penawaran (excess

supply) sebesar garis BE. Adanya kelebihan penawaran dengan harga yang tergolong rendah memberikan kesempatan kepada negara 1 untuk menjual kelebihan produksinya ke negara 2.

(13)

terbentuk menjadi lebih tinggi yaitu sebesar P3. Hal ini menyebabkan terjadinya

perdagangan antarnegara. Kedua negara melakukan perdagangan melalui pasar internasional sehingga terjadi keseimbangan pada e*, dan harga yang terbentuk di pasar internasional berada pada P2.

Sumber: Salvatore, 1997

Gambar 2.1 Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional

keterangan:

BE = Besarnya excess supply di negara 1 atau jumlah yang diekspor

B’E’ = Besarnya excess demand di negara 2 atau jumlah yang diimpor

2.1.4 Teori Permintaan

(14)

rumah tangga disebut jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut (Lipsey, 2005). Banyaknya komoditas yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting berikut ini yaitu: harga komoditas itu sendiri, rata-rata penghasilan rumah tangga, harga komoditas yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya populasi.

P P1 a

P2 b P3 c

D

Q = f(P) Q1 Q2 Q3

Sumber: Lipsey, 1995

Gambar 2.2. Kurva Permintaan

keterangan:

P = harga komoditas

Q = jumlah komoditas yang diminta

Gambar 1, menunjukkan bagaimana hubungan antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta. Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditas akan berhubungan negatif dengan kuantitas yang akan diminta, dengan faktor lain tetap sama (ceteris paribus). Hal ini berarti, semakin rendah harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin besar, dan semakin tinggi harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin kecil. Gambar 1, menunjukkan gambaran umum kurva permintaan yaitu jumlah yang diminta pada Q dengan tingkat harga pada P. Titik – titik a, b, dan c merupakan titik-titik kombinasi antara harga komoditas dan jumlah yang diminta. Kemiringan yang semakin menurun pada kurva menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta.

(15)

permintaan untuk kebanyakan komoditas ke arah kanan. Ini menunjukkan akan lebih banyak komoditas itu yang akan diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin.

Faktor lain yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas adalah harga barang lain yang memiliki keterkaitan dengan komoditas tersebut. Keterkaitan antara dua jenis komoditas dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (pelengkap). Jika harga komoditas substitusi suatu barang meningkat, maka harga barang tersebut menjadi relatif lebih murah. Hal ini kemudian meningkatkan permintaan akan barang tersebut. Namun, jika harga komoditas pelengkap suatu barang meningkat yang mengakibatkan penurunan permintaan, akan berdampak pada penurunan permintaan barang tersebut. Selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli. Perubahan selera memang bisa lama sekali. Namun cepat atau lambat, perubahan selera terhadap suatu komoditas akan menggeser kurva permintaan ke arah kanan. Artinya, lebih banyak komoditas yang akan dibeli pada tiap tingkat harga.

Perubahan distribusi pendapatan akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditas yang dibeli. Jika masyarakat memperoleh tambahan pendapatan maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika masyarakat mengalami penurunan pendapatan maka kurva permintaannya akan bergeser ke kiri. Distribusi pendapatan yang dimaksud adalah jika suatu pendapatan total yang konstan didistribusikan kembali kepada sejumlah penduduk yang mengakibatkan perubahan permintaan.

Kenaikan jumlah penduduk juga memengaruhi permintaan suatu komoditi. Kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditas ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditas yang dibeli pada setiap tingkat harga.

2.1.5 Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan

(16)

jumlah penduduk, pendapatan, selera, distribusi pendapatan, dan harga komoditas lain yang terkait.

Perubahan pada harga barang itu sendiri akan langsung memengaruhi jumlah barang yang diminta. Perubahan yang terjadi akan menyebabkan pergerakan pada kurva permintaan. Perubahan ini hanya terjadi dalam satu kurva. Jumlah barang yang diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga barang itu sendiri. Kenaikan harga dari P2 ke P1 akan menyebabkan jumlah

barang yang diminta berkurang dari Q2 ke Q1. Keseimbangan permintaan berubah

yaitu pergerakan dari titik B ke titik A. P

P1 A C

P2 B D

D1

D0

Q Q1 Q2 Q3 Q4

Sumber: Lipsey, 1995

Gambar 2.3. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan

keterangan:

P = harga komoditas

Q = jumlah komoditas yang diminta

(17)

karena kondisi sebaliknya. Pergeseran kurva permintaan ke kanan ditunjukkan oleh pergeseran kurva permintaan dari D0 ke D1.

2.1.6 Konsep Gravity Model

Model gravitasi (gravity model) digunakan untuk menerka perdagangan berdasarkan jarak antarnegara dan interaksi antarnegara. Model ini terbentuk berdasarkan kinerja hukum Gravitasi Newton. Model ini pertama kali diterapkan oleh Jan Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) untuk menganalisis aliran perdagangan antarnegara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) dalam Napitupulu (2007) menerapkan persamaan gravitasi dari keseimbangan model perdagangan dunia. Tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat, gravity model juga diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas.

Napitupulu (2007) menjelaskan bahwa pemikiran mendasar yang menjadi argumen pemakaian gravity model adalah negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan internasional dibandingkan dengan negara yang kecil dan miskin. Perumusan Teori Gravitasi Newton dalam fisika yaitu:

Fij = G X

“interaksi antar dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”

Jika persamaan tersebut diaplikasikan dalam perdagangan internasional maka, F = Volume aliran perdagangan

M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara D = Jarak ekonomi kedua negara

G = konstanta

Dengan menggunakan persamaan logaritma, persamaan diatas kemudian diubah kedalam bentuk linear dan menjadi bentuk umum dari Gravity Model untuk analisis ekonometrika, dimana konstanta G menjadi bagian dari 0, dan GDP

menggambarkan ukuran ekonomi untuk kedua negara.

Log (Aliran Perdagangan Bilateral) = 0 + 1 log (GDP negara 1) + 2 log (GDP

negara 2) + 3 log (Jarak) +

(18)

keterangan:

Xij = Volume komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j

Yj = GDP negara j

Pj = Jumlah populasi negara j

Dij = Jarak antarnegara i dengan negara j

Pada penerapannya dalam perdagangan antarnegara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model untuk aliran perdagangan bilateral yaitu:

1. Variabel yang mewakili total total permintaan potensial negara pengimpor 2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor 3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan

Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengaruh variabel-variabel yang terdapat pada model gravitasi atau gravity model, diantaranya: 2.1.6.1 Gross Domestik Product (GDP)

Gross Domestik Product adalah jumlah barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode ekonomi tertentu. GDP dapat juga digunakan untuk mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian. Dalam model gravitasi, semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara mengindikasikan semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Sehingga, GDP baik yang dimiliki negara pengekspor maupun pengimpor akan memengaruhi voleme perdagangan antar kedua negara.

2.1.6.2 Populasi

Jumlah penduduk atau populasi suatu negara akan memengaruhi besarnya kebutuhan negara tersebut terhadap komoditas perdagangan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peningkatan permintaan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk disuatu negara, ceteris paribus. Peningkatan jumlah penduduk akan memengaruhi dari dua sisi yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran.

(19)

tujuan ekspor yang menyebabkan terjadinya pergeseran kurva permintaan kearah kanan dan terjadinya ekses demand di pasar internasional. Hal tersebut kemudian berdampak pada peningkatan harga komoditi tersebut dan akan mendorong negara pengekspor untuk melakukan perdagangan atau ekspor.

Sementara itu, dari sisi penawaran peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan komoditas tersebut di pasar domestik. Hal ini akan menyebabkan pengurangan jumlah ekspor komoditas yang berakibat terjadinya excess demand (jika permintaan awal tetap) di pasar internasional. Setelah itu, akan terjadi peningkatan harga, ceteris paribus. Namun, dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat kenaikan jumlah penduduk dari sisi penawaran yaitu peningkatan faktor produksi karena penambahan sumberdaya tenaga kerja.

2.1.6.3 Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2003), nilai tukar adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kebijakan perdagangan internasional suatu negara akan dipengaruhi oleh peningkatan maupun penurunan nilai tukar. Nilai tukar dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara sedangkan nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang diantara dua negara.

Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Begitupun sebaliknya, jika nilai tukar riil rendah, maka barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah.

Nilai tukar riil = Nilai Tukar Nominal X Rasio Tingkat Harga

Adapun hubungan antara nilai tukar riil dengan ekspor neto dapat dirumuskan sebagai berikut (Mankiw, 2003):

NX = NX ( )

(20)

Gambar dibawah menunjukkan hubungan antara kurs riil dengan ekspor neto: semakin rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri, hal ini akan menyebabkan ekspor domestik semakin besar.

Kurs Riil (€)

e1

e2 NX (e)

Ekspor Neto (NX) NX1 NX2

Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 2.4 Hubungan Kurs Riil dengan Ekspor Neto

keterangan: e = kurs riil

NX = Ekspor bersih (net ekspor)

2.1.6.4 Jarak Antara Pengekspor dengan Pengimpor

Jarak merupakan faktor geografi yang menjadi variabel utama gravity model untuk aliran perdagangan. Jarak, dalam kaitannya dengan perdagangan akan memberikan pengaruh dalam masalah biaya angkut (transportasi) komoditas yang diperdagangkan antarnegara. Hal ini kemudian berdampak pada biaya transaksi dari perdagangan suatu komoditas. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak ekonomi. Jarak ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jarak geografis antar ibukota negara yaitu antar ibukota negara Indonesia dengan negara asal impor yang dikalikan dengan total GDP negara asal impor yang telah dibagi dengan GDP masing-masing negara asal. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Jarak Ekonomi = Jarak Geografis X

(21)

Penggunaan jarak ekonomi ini disebabkan jarak geografis antar ibukota negara Indonesia dengan negara asal impor tidak berubah atau konstan. Oleh karena itu, kondisi tersebut tidak dapat digunakan dalam melihat faktor jarak terhadap aliran ekspor jika hanya menggunakan jarak geografis saja, akan tetapi dapat dilihat dari share GDP-nya yang menunjukkan kecenderungan perdagangan diantara kedua negara.

Analisis untuk menjelaskan biaya transportasi dalam memengaruhi perdagangan dapat dilakukan dengan metode analisis keseimbangan parsial. Metode analisis keseimbangan parsial menganalisis biaya dengan satuan absolut (nominal uang), dengan asumsi kurs mata uang dua negara yang melakukan perdagangan selalu konstan, demikian juga indikator ekonomi lainnya kecuali tingkat konsumsi yang ditolerir dapat berubah.

Pada Gambar 2.5 sumbu vertikal mengukur harga komoditas Z dalam satuan dolar yang berlaku dikedua negara. Setiap pergerakan ke sebelah kiri dari pusat sumbu mengukur peningkatan kuantitas komoditi Z untuk negara 1. Sebelum adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan berproduksi sebanyak 50Z dan dengan harga sebesar $5. Sedangkan Negara 2 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dengan harga sebesar $11.

Pz ($)

Sz Negara 2 13

Sz 11

Negara 1 9 Impor . Ekspor 7

D . 5

3 D

Z Z 100 70 50 30 0 30 50 70 100

Sumber : Salvatore, 1997

(22)

Setelah perdagangan internasional berlangsung diantara kedua negara tersebut maka akan menyebabkan ekspor dan impor diantara negara yang bersangkutan. Negara 1 akan mengekspor komoditi Z ke negara 2 ketika harga mulai mengalami kenaikan di negara 1. Kenaikan harga ini mendorong Negara 1 untuk memproduksi komoditi Z dan kemudian kelebihan produksinya akan diekspor ke Negara 2. Di Negara 2 harga dari komoditas Z mulai menurun. Tanpa adanya biaya transportasi maka harga yang berlaku di kedua negara adalah sama yaitu $8 dengan jumlah komoditas Z yang diperdagangkan antarnegara sebanyak 60 unit.

Lain halnya ketika terjadi perdagangan internasional dengan adanya biaya transportasi, misalkan $1 per unit, maka harga di Negara 2 akan melampaui harga di Negara 1 sebesar $1. Pada Gambar 2.5, hal tersebut terjadi apabila harga sebesar $7 di Negara 1 dan harga $9 di Negara 2. Pada harga $7 maka Negara 1 akan meningkatkan produksi domestik pada komoditi Z hingga 70 unit, diantaranya konsumsi domestik 30 unit dan 40 unit sisanya diekspor ke Negara 2. Sedangkan pada saat harga $9 di Negara 2, produksi komoditi Z turun menjadi 30 unit dan tingkat konsumsi domestiknya naik menjadi 70 unit, sisa 40 unit kekurangan diimpor dari negara 1. Oleh karena itu, dengan adanya biaya transportasi maka akan menyebabkan penurunan dalam produksi dan berdampak pada penurunan volume perdagangan.

2.1.7 Panel Data

Data empiris dalam suatu kasus ekonomi terdiri dari berbagai macam tipe, yaitu data berkala (time series), data tampang lintang (cross section), dan data penel yang merupakan gabungan antara data berkala dan data tampang lintang (Setiawan dan Kusrini, 2010). Juanda (2009) menjelaskan ada beberapa keuntungan menggunakan data panel dalam model regresi dibandingkan hanya dengan time series atau hanya data cross section, yaitu:

1. Data panel akan memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. 2. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis

(23)

3. Membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi.

4. Dapat meminimumkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.

Menurut Syahrial dalam Yuliastuti (2010), dikenal tiga macam pendekatan dalam analisis model panel data yang terdiri dari:

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool . Misalkan terdapat persamaan berikut ini:

Yit = + jit j + it untuk i = 1,2, ...,N dan t = 1,2,...T

Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, maka proses estimasi secara terpisah dapat dilakukan untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut:

Yi1 = + jit j + i1 untuk i = 1,2,...N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama dan begitu pun sebaliknya akan diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun untuk mendapatkan parameter dan yang konstan dan efisien, akan data diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. 1) Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terecil biasa adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generelasi secara umum yang sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun time series.

(24)

Yit = i + jit j + ∑ t + eit

keterangan:

Yit = variabel terikat diwaktu t untuk unit cross section i i = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit j

it = variabel bebas j di waktu t untuk unit i j = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error diwaktu t untuk unit cross section i

2) Pendekatan Efek Acak (Random Effect)

Memasukkan variabel dummy dalam efek tetap dapat menimbulkan konsekuensi (trade off) yaitu akan dapat mengurangi derajat kebebasan (degree of freedom) yang akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model efek acak (random effect). Dalam model ini, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan kedalam error.

Model efek acak ini dijelaskan dengan persamaan berikut: Yit = + jit j + it

it = ui + vt + wit

dimana:

ui ~ N(0, u2) = komponen cross section error

vt ~ N(0, v2) = komponen time series error

wit ~ N(0, w2) = komponen error kombinasi

Dalam model ini, diasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak ini, dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang akan dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausmann. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan chi square statistic sehingga keputusan pemilihan model akan dilakukan secara statistik.

(25)

2.1.8 Penelitian Terdahulu

2.1.8.1 Penelitian Mengenai Model Gravitasi dan Data Panel

Berbagai penelitian terdahulu yang terkait aliran perdagangan dengan menggunakan model gravitasi dan data panel telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan dengan berbagai jenis data dan jenis komoditas yang berbeda.

Soelaksono (2010) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditas perkebunan Indonesia. Terdapat lima jenis komoditas yang diteliti yaitu karet, kelapa sawit, kopi, teh, dan biji kakao. Dari kelima jenis komoditas yang diteliti tersebut, secara umum menunjukkan pola kecenderungan volume ekspor yang berfluktuatif.

Dalam penelitian tersebut, faktor-faktor aliran perdagangan untuk kelima komoditas perkebunan Indonesia diestimasi dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect). Dari semua variabel independen yang digunakan, terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh untuk seluruh model persamaaan komoditas yaitu jarak dan dummy (adanya krisis global), sehingga secara umum pengaruh besarnya jarak antara pengekspor dengan negara tujuan impor serta adanya krisis global tidak menyebabkan turunnya permintaan ekspor komoditas perkebunan Indonesia karena komoditas tersebut merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi.

Selain itu variabel-variabel lainnya yang digunakan dalam model memiliki pengaruh yang beragam pada masing-masing komoditas. Komoditas karet dipengaruhi oleh variabel PDB, jarak, nilai tukar, dan adanya krisis global. Komoditas kelapa sawit dipengaruhi oleh variabel populasi, jarak, dan adanya krisis. Komoditas kopi dipengaruhi oleh variabel harga komoditas, populasi, jarak, dan adanya krisis global. Komoditas teh dipengaruhi oleh variabel Produk Domestik Bruto, jarak, nilai tukar, dan adanya krisis global. Komoditas biji kakao dipengaruhi oleh harga komoditas, jarak dan adanya krisis global.

(26)

negara-negara mitra dagang terbesar: Cina, Singapura, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Malaysia.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh impor terhadap produksi Bangladesh sangat kecil, hal ini disebabkan kebanyakan impor negara ini adalah impor barang konsumsi dan bukan barang modal. Selain itu, populasi Bangladesh memiliki dampak yang signifikan terhadap impor yang artinya Bangladesh tidak mampu memenuhi peningkatan permintaan domestik akan barang konsumsi. Selain itu, hal ini juga menunjukkan PDB negara-negara mitra dagang yang lebih besar bila dibandingkan dengan Bangladesh.

Yuliastuti (2010) melakukan penelitian yang berjudul analisis aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia periode 1999-2008. Penelitian ini menggunakan data panel, yaitu kombinasi antara data time series selama periode 1999-2008 dan data cross section sepuluh negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia yang kemudian dianalisis dengan menggunakan model gravitasi.

Hasil pengolahan regresi data panel menunjukkan bahwa metode yang terbaik dalam estimasi model adalah metode fixed effect. Selain itu, berdasarkan uji t-statistik pada taraf nyata lima persen, diketahui bahwa harga komoditi rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, populasi penduduk negara importir, GDP riil negara pengimpor berpengaruh signifikan terhadap aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia. Faktor yang paling mempengaruhi positif adalah populasi penduduk negara tujuan ekspor dan yang negatif adalah jarak ekonomi Indonesia dan negara tujuan ekspor.

2.1.8.2 Penelitian Mengenai Impor

(27)

nilai impor kentang di Indonesia pada taraf satu persen yaitu nilai tukar rupiah, harga impor, Produk Domestik Bruto, dan lag nilai impor bulan sebelumnya.

Jumini (2008) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan, dari delapan variabel yang di uji, ada empat variabel yang berpengaruh terhadap permintaan bawang putih impor. Keempat variabel tersebut yaitu harga bawang putih lokal (pada taraf nyata lima persen), konsumsi bawang putih lokal (taraf nyata 10 persen), produksi bawang putih dalam negeri (taraf nyata lima persen) dan harga bawang putih impor (taraf nyata 15 persen).

2.1.9 Relevansi dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya membahas tren dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kentang di Indonesia dengan menggunakan analisis tren dan analisis regresi data panel. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor bawang merah dan kentang Indonesia dengan menggunakan model gravitasi. Tahun pengamatan dalam penelitian sebelumnya sejak tahun 2001 hingga 2003. Penelitian ini menggunakan sepuluh tahun pengamatan sejak tahun 2001 hingga 2010.

2.2 Kerangka Pemikiran

Peningkatan permintaan impor bawang merah dan kentang Indonesia cenderung mengalami kenaikan sejak tahun 2006 hingga 2010. Peningkatan impor ini akan berdampak pada pengurangan neraca perdagangan Indonesia secara umum. Selain itu, peningkatan impor ini akan memengaruhi produksi dalam negeri karena dampaknya terhadap harga produk domestik.

(28)

Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Operasional

keterangan: = bagian yang dianalisis = bagian yang tidak dianalisis

Tingginya Permintaan Impor Bawang Merah dan Kentang

Penurunan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Penurunan Kesejahteraan Petani

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran

Perdagangan Impor Komoditas Sayuran Indonesia:

1. Harga Komoditas di negara asal

2. GDP riil Indonesia dan negara asal impor

3. Populasi Indonesia dan negara asal impor

4. Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar 5. Jarak Ekonomi Indonesia dengan negara

asal impor

Analisis Regresi Data Panel (Gravity Model)

Rekomendasi Kebijakan dalam Hal Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia

Kecenderungan Volume Impor

Analisis Deskriptif

Tingginya Permintaan Impor

Bawang Merah dan Kentang

(29)

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Harga komoditas bawang merah dan kentang impor Indonesia di negara-negara asal impor mempunyai pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 2. GDP riil negara asal impor mempunyai pengaruh positif terhadap aliran

perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 3. GDP riil negara Indonesia mempunyai pengaruh positif terhadap aliran

perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 4. Populasi negara Indonesia mempunyai pengaruh positif terhadap aliran

perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 5. Populasi negara asal impor mempunyai pengaruh positif terhadap aliran

perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia 6. Nilai tukar riil mata uang rupiah terhadap dolar Amerika mempunyai

pengaruh positif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.

(30)

3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak sepuluh tahun, mulai dari tahun 2001 hingga 2010. Adapun pemilihan komoditas yang diteliti yaitu bawang merah dan kentang karena kedua komoditas ini memiliki neraca impor tertinggi pada tahun 2010.

Jumlah negara yang menjadi asal impor yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan keberlanjutan impor yang terjadi selama periode pengamatan. Adapun negara-negara yang menjadi asal impor berdasarkan masing-masing komoditas yang menjadi objek penelitian ini, tertera pada tabel dibawah ini: Tabel 3.1 Negara – negara Asal Impor Komoditas Bawang Merah dan

Kentang Indonesia Tahun 2001-2010

No Komoditas Negara Asal Impor Jumlah

1 Bawang Merah (HS 070310)

Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China,

Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang

(HS 070190)

Australia, China, USA , dan Singapore 4

Sumber: UNComtrade, 2012.

(31)

Tabel 3.2 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian

No Data yang Digunakan Sumber

1 Nilai dan volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia tahun 2001-2010

UN Comtrade (comtrade.un.org) 2 Populasi Indonesia dan negara asal impor

komoditas bawang merah dan kentang tahun 2001-2010

World Development Indicator (www.worldbank.org) 3 GDP riil Indonesia dan negara asal impor

komoditas bawang merah dan kentang tahun 2001-2010

negara asal impor komoditas bawang merah dan kentang

www.timeanddate.com

3.2 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil analisis dan kecenderungan volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. Analisis kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang. Analisis kuantitatif menggunakan analisis regresi data panel model gravitasi (gravity model). Data sekunder diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya diinterpretasikan.

3.3 Perumusan Model

Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis aliran perdagangan komoditas bawang merah dan kentang Indonesia antara lain: Produk Domestik Bruto Riil Indonesia, Produk Domestik Bruto Riil negara asal impor, populasi Indonesia, harga komoditas sayuran di negara asal impor dan nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika.

(32)

ln Yjt = 0 + 1 ln GDPjt + 2 ln GDPit + 3 ln Popit + 4 ln Popjt + 5 lnPM

+ 6 lnJEijt + 7 lnERijt + it

Tanda dugaan parameter pada variabel bebas bebas yang diharapkan adalah:

1>0; 2>0; 3>0; 4>0; 5<0; 6<0; dan 7>0

keterangan:

j = unit cross section (negara) t = time series (waktu)

Yjt = Volume impor komoditas dari negara asal j pada tahun t (kilogram) GDPjt = GDPriil negara asal impor pada tahun t (US$)

GDPit = GDP riil negara Indonesia pada tahun t (US$)

Popit = Populasi penduduk Indonesia pada tahun t (orang)

Popjt = Populasi penduduk negara J pada tahun t (orang)

Pj = Harga komoditas di negara asal impor (US$/kg)

JEijt = Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara asal impor (kilometer)

ERijt = Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (Rp/US$) it = Random error

3.4 Defenisi Operasional

Untuk memahami secara jelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan di atas, maka defenisi operasional variabel-variabel tersebut adalah: 1. Negara j adalah negara pengekspor atau negara asal impor komoditas bawang

merah dan kentang Indonesia.

2. Volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia adalah total impor dari negara asal selama jangka waktu satu tahun terhitung sejak tahun 2001 hingga tahun 2010, dinyatakan dalam satuan kilogram.

3. Nilai GDP riil Indonesia adalah Produk Domestik Bruto riil yang dihasilkan oleh Indonesia dalam satu tahun terhitung sejak tahun terhitung 2001 hingga 2010, dinyatakan dalam dolar Amerika Serikat

(33)

5. Populasi penduduk negara Indonesia adalah total jumlah penduduk di Indonesia dalam satu tahun terhitung sejak tahun 2001 hingga 2010, dinyatakan dalam satuan orang.

6. Populasi penduduk negara pengekspor adalah total jumlah penduduk di Indonesia dalam satu tahun terhitung sejak tahun2001 hingga 2010, dinyatakan dalam satuan orang.

7. Harga impor merupakan harga yang digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Harga impor dinyatakan dalam satuan dolar Amerika perkilogram.

Pjt =

8. Jarak antara negara Indonesia dengan negara asal impor dihitung berdasarkan jarak antar ibukota Indonesia dengan negara asal impor dan dinyatakan dalam kilometer. Jarak ekonomi kemudian diperoleh berdasarkan rumus:

JEindjt =

9.Nilai tukar mata uang negara Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat, dinyatakan Rp/US$. Hal ini dikarenakan nilai impor yang diperoleh dari UN Comtrade dalam satuan US$. Rumus yang digunakan untuk mendapatan nilai tukar Rupiah terhadap US$ Amerika adalah:

(

Riil)t =

X(Indeks harga konsumen USA)t

3.5 Pengujian Kesesuaian Model

Pada analisis model dengan menggunakan data panel, dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Squared), Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model), dan Pendekatan Efek Acak (Random Effect). Pemilihan model terbaik yang digunakan untuk pengolahan data panel menggunakan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan antara lain:

3.5.1 Uji Chow (Chow Test)

(34)

perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkannya setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda menjadi dasar uji chow ini.

Adapun hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Squared

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan Fstatistik seperti berikut:

CHOW :

keterangan:

RRSS : Restricted Residual Sum square (Sum Squared Residual PLS) URSS : Unrestricted Residual Sum Square (Sum Squared Residual Fixed) N : Jumlah Data Cross Section

T : Jumlah data Times Series K : Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti sebaran Fstatistik yaitu FN-1,NT-N-K. Jika nilai

CHOW Statistic (Fstat) hasil pengujian lebih besar dari Ftabel, maka cukup bukti

untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang digunakan adalah model efek tetap (Fixed Effect Model), begitu juga sebaliknya jika nilai CHOW Statistic (Fstat) lebih kecil dari Ftabel maka model yang digunakan

adalah model Pooled Least Squared. 3.5.2 Uji Hausmann (Hausman Test)

Uji Hausmann adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih untuk menggunakan model Fixed Effect atau model Random Effect. Alasan dilakukannya uji Hausmann didasarkan pada model Fixed Effect yang mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya unsur derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy dan model Random Effect yang harus memperlihatkan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Dalam pengujian ini dilakukan Hipotesis sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect

(35)

Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut: m = ( )’(M0-M1 )-1( ) ~ 2 (K)

keterangan:

= vektor untuk statistik variabel fixed effect B = vektor untuk statistik variabel random effect M0 = matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model

M1 = matriks kovarians untuk dugaan random effect model

Statistik Hausman menyebar Chi-Squared, jika nilai hasil pengujian lebih besar dari 2tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap

hipotesis nol, sehingga pendekatan yang digunakan adalah fixed effect, demikian pula sebaliknya.

3.6 Pengujian Statistik

Pengujian statistik berfungsi untuk mengetahui apakah model yang digunakan dalam penelitian sudah cukup baik ataupun belum dalam menjelaskan keragaman yang terdapat pada suatu permasalahan. Terdapat beberapa kriteria yang digunakan yaitu uji F, uji t, dan koefisien determinasi yang disesuaikan (R-squared adjusted) (Juanda, 2009).

3.6.1 Uji F

Dalam menganalisis model, sebaiknya yang pertama kali dilakukan pengujian model secara keseluruhan dengan menggunakan statistik uji F. Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan.

Adapun langkah-langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Perumusan Hipotesis

H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = k = 0

H1 : paling sedikit ada i 0

2. Penentuan nilai kritis atau taraf nyata ( ), misalnya dengan taraf nyata = 5%. Pada uji ini digunakan uji F.

3. Nilai Fhitung dari hasil perhitungan komputer dalam ANOVA atau dengan

menggunakan rumus : Fhitung =

(36)

keterangan:

e2 : Jumlah kuadrat regresi (1-e2) : Jumlah kuadrat sisa n : Jumlah sampel k : Jumlah parameter 4. Penentuan kriteria uji:

- Terima H0,jika Fhitung < Ftabel,artinya secara statistik belum dapat dibuktikan

bahwa model tersebut bisa menjelaskan atau memprediksi keragaman volume impor bawang merah dan kentang Indonesia. Hal ini juga berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas.

- Terima H1 (tolak H0), Jika Fhitung > Ftabel, artinya secara statistik telah

dibuktikan bahwa model tersebut dapat menjelaskan atau memprediksi keragaman volume impor bawang merah dan kentang Indonesia. Hal ini juga berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas.

Kriteria keputusan dapat dilakukan dengan menggunakan angka probabilitas (Pvalue atau sign) yang diperoleh dengan perhitungan komputer

kemudian diperbandingkan dengan taraf nyata pengujian yang digunakan. Jika probabilitas lebih kecil dari taraf nyata, maka keputusannya adalah menolak H0

atau menerima hipotesis alternatif (H1). 3.6.2 Uji t

Uji t pada dasarnya merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak pada taraf tertentu (taraf yang digunakan peneliti). Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi masing-masing variabel independen secara individu memiliki pengaruh nyata (signifikan) atau tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel tak bebas yang terdapat pada suatu model.

Adapun langkah-langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Perumusan Hipotesis:

H0 : i = 0, artinya faktor ke – i tidak berpengaruh nyata

(37)

2. Penentuan nilai kritis atau taraf nyata ( ) yang digunakan sebesar = 1%,5%,10%.

3. Menentukan nilai thitung masing-masing i koefisien regresi yang dapar

dirumuskan sebagai: thitung =

ttabel = t (n-k)

keterangan:

Sd ( i) = Standard deviasi paremeter untuk bi

= Koefisien ke-i yang diduga n = Jumlah pengamatan

k = Jumlah parameter 4. Penentuan kriteria uji:

- Terima H0, jika |thitung|< ttabel,artinya secara statistik belum dapat dibuktikan

bahwa faktor ke – i tidak berpengaruh nyata.

- Terima H1 (tolak H0), jika |thitung| > ttabel, artinya secara statistik telah

dibuktikan bahwa faktor ke – i tersebut berpengaruh nyata.

Kriteria keputusan dapat dilakukan dengan menggunakan angka probabilitas (Pvalue atau sign) yang diperoleh dari perhitungan komputer kemudian

diperbandingkan dengan taraf nyata pengujian yang digunakan. Jika probabilitas (sign) lebih kecil dari taraf nyata maka keputusannya adalah menolak H0.

5. Mengambil kesimpulan.

3.6.3 Koefisien Determinasi (R-squared)

(38)

pula sebaliknya jika nilai koefisien determinasi rendah atau mendekati nol, maka model tersebut kurang dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak bebasnya. Adapun rumus untuk koefisien determinasi (R-squared) yaitu:

R2 =

keterangan:

RSS : Jumlah Kuadrat Regresi (Residual Sum Square) TSS : Jumlah kuadrat total (Total Sum Square)

Selain itu ada pengukuran R-squared yang lain yaitu R-squared adjusted yang merupakan nilai R-squared yang telah disesuaikan terhadap banyaknya variabel bebas dan banyaknya observasi. Rumus R-squared adjusted adalah:

R-squared adjusted = 1- ( )

keterangan:

R-squared adjusted = koefisien determinasi yang telah disesuaikan k = Jumlah variabel bebas

n = Jumlah observasi 3.6.4 Asumsi Kenormalan

Pengujian kenormalan dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : = 0, error term terdistribusi normal

H1 : 0, error term tidak terdistribusi normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.

3.7 Pengujian Asumsi Klasik

(39)

3.7.1 Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi model regresi linear klasik adalah bahwa tidak terdapat multikolinearitas di antara variabel yang menjelaskan yang termasuk dalam model (Gujarati, 1978). Istilah multikolinearitas (kolinearitas ganda) pertama kali ditemukan oleh Ragnar Frisch, yang berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel penjelas (bebas) dari model regresi ganda. Selanjutnya, istilah multikolinearitas digunakan dalam arti yang lebih luas, yaitu untuk terjadinya koreasi linear yang tinggi diantara variabel-variabel penjelas (X1,X2,...Xp) (Setiawan dan Kusrini, 2010). Cara mendeteksi

adanya multikolinearitas yaitu jika R-squared tinggi, tetapi variabel yang signifikan hanya sedikit.

Adapun konsekuensi dari adanya multikolinearitas ini yaitu:

1. Apabila terjadi multikolinearitas yang sempurna, maka koefisien regresi yang unik tidak dapat diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. 2. Jika terjadi masalah multikolinearitas yang mendekati sempurna, maka hasil

perkiraan dengen metode kuadrat terkecil masih tetap tak bias, tetapi tidak efisien (variansinya tidak minimum).

3. Terjadinya kontradiksi antara hasil pengujian hipotesis parameter regresi secara serentak melalui uji F dangan hasil pengujian parameter regresi secara individu melalui uji t.

Untuk mengatasi masalah multikolinearitas dalam model maka dapat digunakan beberapa cara berikut ini: adanya informasi apriori; penggabungan data cross section dengan time series; mengeluarkan suatu variabel atau lebih dan kesalahan spesifikasi; transformasi variabel-variabel, dan penambahan data baru. 3.7.2 Uji Heteroskedastisitas

(40)

Squared (Cross Section Weight), caranya adalah dengan membandingkan nilai sum squared resid pada weighted statistic dengan sum squared resid pada unweighted statistic. Jika sum squared resid pada weighted statistic lebih kecil daripada sum squared resid pada unweighted statistic maka terdapat heteroskedastisitas. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah heterosedastisitas adalah dengan mengestimasi General Least Squared (GLS) dengan white heterocedasticity. Selain itu dapat juga dilakukan dengan pembobotan Cross Section SUR.

3.7.3 Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya suatu korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data deret waktu) atau ruang (data cross section). Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin – Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Tabel 3.2 merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi.

Tabel 3.3 Selang Nilai Statistik Durbin Watson serta Keputusannya

Nilai Durbin – Watson Keterangan

DW < 1,10 Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54 Tanpa Kesimpulan 1,55 < DW < 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 < DW < 2,90 Tanpa Kesimpulan

DW > 2,91 Ada autokorelasi

(41)

4.1 Pertumbuhan Total Nilai Impor Indonesia Tahun 2001-2010 di Pasar Internasional

Impor adalah salah satu bentuk perdagangan internasional yang bertujuan untuk memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor biasanya dilakukan jika suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri terhadap suatu komoditas. Selain itu, impor juga bisa dilakukan, jika biaya yang dibutuhkan untuk mengimpor relatif lebih kecil dibandingkan memproduksi komoditas tersebut di dalam negeri.

Sumber: UNComtrade, 2012.

Gambar 4.1 Pertumbuhan Total Nilai Impor Indonesia Tahun 2001 – 2010 (US$)

Gambar 4.1 menunjukkan tren pertumbuhan total nilai impor Indonesia di pasar internasional sejak Tahun 2001 hingga 2010. Nilai impor Indonesia cenderung mengalami peningkatan sejak Tahun 2001 hingga 2008. Hal ini kemudian berbeda pada Tahun 2009 karena pada tahun ini nilai impor Indonesia mengalami penurunan. Hal ini disebabkan adanya krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun sebelumnya. Namun pada Tahun 2010, nilai impor Indonesia kembali mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan angkanya lebih besar jika dibandingkan dengan nilai impor Indonesia pada tahun-tahun sebelum krisis termasuk Tahun 2008.

0 20000000000 40000000000 60000000000 80000000000 100000000000 120000000000 140000000000 160000000000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

To

tal Im

p

o

r

(US

$)

(42)

4.2 Pertumbuhan Volume Produksi dan Volume Impor Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010

Produksi sayuran di Indonesia masih banyak dihasilkan oleh petani-petani kecil dengan pola produksi yang sebagian besar bersifat musiman. Jika iklim sedang baik, maka produksi sayuran akan melimpah (panen raya) yang kemudian akan meningkatkan suplainya di pasar. Peningkatan suplai ini akan menyebabkan fluktuasi harga, sehingga keuntungan yang diperoleh petani tidak maksimal. Kondisi petani Indonesia yang tergantung pada iklim ini kemudian juga memengaruhi kondisi pasar sayuran itu sendiri. Gambar 4.2 menunjukkan volume produksi sayuran Indonesia sejak Tahun 2001 hingga 2010.

Sumber: BPS, 2012. (diolah)

Gambar 4.2 Petumbuhan Total Produksi Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010 (kilogram)

Produksi sayuran Indonesia terus berfluktuasi sejak Tahun 2001 hingga 2010, dengan produksi yang cenderung meningkat. Tahun 2001 hingga 2004, produksi sayuran Indonesia mengalami peningkatan, namun pada Tahun 2005, produksi sayuran Indonesia menurun walaupun angkanya tidak terlalu besar. Tahun 2006, produksi sayuran Indonesia kembali meningkat dan mengalami penurunan di tahun berikutnya. Tahun 2008 dan 2009 produksi sayuran Indonesia juga meningkat walaupun Tahun 2010 mengalami penurunan. Produksi tertinggi sayuran Indonesia pada Tahun 2009.

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(43)

Volume impor komoditas sayuran Indonesia cenderung mengalami peningkatan sejak Tahun 2001 hingga 2010. Gambar 4.3 menunjukkan volume impor sayuran Indonesia sejak Tahun 2001 hingga 2010. Pada Tahun 2001, volume impor sayuran Indonesia mencapai 323.947.306 kilogram. Tahun 2002, volume impor sayuran Indonesia mengalami peningkatan menjadi 341.407.030 kilogram. Penurunan volume impor sayuran Indonesia terjadi pada Tahun 2003, dimana volume impor sayuran Indonesia menjadi 339.590.031 kilogram.

Setelah itu, Tahun 2004 hingga 2008 volume impor sayuran Indonesia terus menerus mengalami peningkatan. Volume impor tertinggi pada Tahun 2008 yaitu sebesar 699.795.700 kilogram. Tahun 2009, setelah adanya krisis ekonomi global, volume impor sayuran Indonesia kembali mengalami penurunan menjadi 652.416.791 kilogram. Hal yang sama juga terjadi pada tahun berikutnya dimana volume impor sayuran Indonesia menjadi 627.768.710 kilogram.

Sumber: UNComtrade, 2012.

Gambar 4.3 Total Volume Impor Sayuran Indonesia Tahun 2001 – 2010 (kilogram)

4.3 Pertumbuhan Nilai Impor Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010

Nilai impor sayuran Indonesia dapat ditentukan oleh besarnya volume impor dan nilai tukar yang berlaku antara rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Selain itu, besarnya nilai impor ini juga dipengaruhi oleh harga sayuran yang

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(44)

impor sayuran Indonesia terus berfluktuasi. Namun sejak Tahun 2004 hingga 2010 nilai impor Indonesia terus menerus meningkat. Gambar 4.4 menunjukkan tren nilai impor sayuran Indonesia sejak Tahun 2001 hingga 2010.

Sumber: UNComtrade, 2012.

Gambar 4.4 Tren Nilai Impor Sayuran Indonesia Tahun 2001 – 2010 (US$)

Berdasarkan data yang diperoleh dari UN Comtrade, pada Tahun 2001, nilai impor Indonesia mencapai US$ 92.379.525. Tahun 2002, nilai impor sayuran Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,45 persen menjadi US$ 94.643.942. Tahun 2003, nilai impor Indonesia mengalami penurunan menjadi US$ 92.433.574. Setelah itu Tahun 2004, nilai impor sayuran Indonesia kembali mengalami peningkatan menjadi US$ 109.250.425. Hingga tahun-tahun berikutnya nilai impor sayuran Indonesia terus menerus mengalami peningkatan, dengan nilai impor terbesar pada Tahun 2010 yaitu sebesar US$ 431.904.226.

4.3.1 Kecenderungan Impor Komoditas Bawang Merah dan Kentang Indonesia Tahun 2001-2010

Berdasarkan informasi dari statistik pertanian 2011 diketahui bahwa impor bawang merah dan kentang sejak Tahun 2006 hingga 2010 terus mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dengan volume yang cenderung meningkat. Volume impor bawang merah terus mengalami peningkatan sejak Tahun 2006 hingga Tahun 2008. Pada Tahun 2009, volume impor bawang merah mengalami penurunan namun di tahun berikutnya meningkat kembali. Berbeda dengan

0

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(45)

bawang merah, sebelum Tahun 2009 kentang mengalami surplus neraca perdagangan yang artinya ekspor lebih besar dibandingkan dengan impor. Namun, sejak Tahun 2009 sampai 2010, volume impor kentang meningkat signifikan. Hal ini kemudian berdampak pada neraca perdagangan komoditas ini, dimana impor lebih besar daripada ekspor yang menyebabkan defisit neraca perdagangannya.

4.3.1.1 Bawang Merah

Bawang merah termasuk salah satu sayuran yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Luas panen dan produksi bawang merah mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat. Pada Tahun 2001, luas areal bawang merah sebesar 82. 147 ha dengan produksi 861.150 ton. Tahun berikutnya terjadi peningkatan luas penen bawang merah menjadi 88.396 ha namun produksinya menurun menjadi 766.572 ton. Tahun 2003 dan 2005, baik luas panen maupun produksi bawang merah mengalami penurunan. Tahun 2004, terjadi peningkatan luas panen bawang merah menjadi 89.000 ha walaupun produksinya semakin menurun. Luas panen dan produksi bawang merah mengalami peningkatan pada Tahun 2006 dan 2007. Tahun 2008, luas panen bawang merah kembali menurun namun produksinya meningkat menjadi 853.815 ton. Luas panen dan produksi bawang merah kembali mengalami peningkatan pada Tahun 2009 dan 2010. Baik luas panen maupun produksi tertinggi dicapai pada Tahun 2010, dengan luas penennya mencapai 109.634 ton dan produksi sebesar 1.048.934. Tabel 5.1 di bawah ini menunjukkan luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah sejak Tahun 2001 hingga 2010.

Gambar

Gambar 2.1 Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional
Gambar 2.3.  Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan
Gambar 2.5 Analisis Keseimbagan Parsial Atas Biaya Transportasi
Gambar 2.6  Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Status Pekerja Outsourcing dalam Hal Terjadinya Pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan5. Ida

Adapun gratification obtained adalah sejumlah kepuasan nyata yang diperoleh individu atas terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu setelah individu tersebut

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dengan yang diajar menggunakan

Tempat tinggal : ……… Demikianlah surat keterangan ini dibuat dengan mengingat sumpah jabatan dan untuk dipergunakan seperlunya... Lampiran

Pembinaan Teknis (Bimtek) ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dalam penguasaan materi pokok

(2) Dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang berjuang, tasawuf merupakan upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan

Formulasi pengukuran: Jumlah SKPD yang menerapkan SPIP secara memadai tahun n dibagi jumlah seluruh SKPD yang dievaluasi kali seratus persen Tipe penghitungan:e. Non Kumulatif

Dengan berlakunya Peraturan ini ketentuan pada diktum Pertama angka 1,2,3,4,8, dan 10 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 324/U/1997 tentang Pemberian