• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUK EKSPOR PROSPEKTIF INDONESIA KE PERU DAN

FAKTOR PENENTU ALIRAN PERDAGANGANNYA

KE AMERIKA SELATAN

DEWI SETYAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Dewi Setyawati NIM H151120031

(5)

RINGKASAN

DEWI SETYAWATI. Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan TANTI NOVIANTI.

Perluasan pangsa pasar ekspor Indonesia ke pasar non tradisional dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya peningkatan kinerja ekspor Indonesia. Peru yang terletak di kawasan Amerika Selatan merupakan salah satu pasar non tradisional yang ditetapkan menjadi pasar potensial untuk produk ekspor Indonesia. Kontribusi ekspor ke Peru masih cukup rendah yaitu 0.098 pada tahun 2013, namun pertumbuhan kontribusi ekspor ke Peru tersebut terus mengalami pertumbuhan sebesar 22.79% per tahun selama periode 2009-2013. Kerjasama perdagangan bilateral antara Indonesia dan Peru saat ini berupa Memorandum of Understanding (MoU) on Trade Promotion Activities yang akan mengarah kepada Preferential Trade Agreement (PTA).

Kesenjangan masih rendahnya kontribusi ekspor dan peluang pasar Peru yang potensial masih perlu ditinjau lebih lanjut. Analisis keragaan dan produk prospektif yang memiliki daya saing ke pasar Peru diperlukan sebagai persiapan bagi Indonesia apabila PTA diterapkan. Wilayah Peru yang strategis dapat menjadi pintu masuk bagi ekspor Indonesia ke kawasan Amerika Selatan, sehingga analisis aliran perdagangan produk ekspor prospektif tersebut pada penelitian ini diperluas ke kawasan Amerika Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis performa perdagangan bilateral antara Indonesia dan Peru, (2) menganalisis produk ekspor yang prospektif dikembangkan oleh Indonesia ke Peru serta integrasi perdagangannya, (3) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan produk ekspor prospektif tersebut ke pasar kawasan Amerika Selatan. Performa perdagangan dianalisis secara diskriptif. Penentuan produk ekspor prospektif Indonesia ke Peru dianalisis dengan metode Revealed Cooperative Advantage (RCA) yang memiliki nilai RCA >1 dan metode Export Product Dynamic (EPD) yang berada selain di kuadran retreat. Adapun metode Intra Industry Trade (IIT) digunakan untuk menganalisis integrasi perdagangan produk ekspor prospektif Indonesia ke Peru. Lima produk ekspor prospektif yang terpilih dianalisis lebih lanjut aliran perdagangannya ke kawasan Amerika Selatan dengan menggunakan model gravity. Analisis (RCA) menggunakan data ekspor tahun 2001-2013, sedangkan analisis (EPD) dan Intra Industry Trade (IIT) menggunakan data tahun 2008-2013. Data time series model gravity menggunakan periode tahun 2000-2013 dan data cross section berupa negara-negara di kawasan Amerika Selatan yang mengekspor lima produk ekspor unggulan terpilih yaitu Peru, Argentina, Brazil, Chili, Colombia, Ecuador, Suriname, Uruguay dan Venezuela. Penyesuaian data time series dan cross section dalam panel data model gravity dilakukan karena adanya ketersediaan data.

(6)

impor pada periode 1990-2013 lebih berfluktuasi dibandingkan nilai ekspornya. Hal ini memengaruhi neraca perdagangan (trade balance) Indonesia dan Peru.

Hasil analisis RCA menunjukkan pada tahun 2001-2012 sebanyak 51.75% produk yang diekspor ke Peru tidak memiliki daya saing dengan nilai RCA kurang dari 1. Sedangkan sebanyak 48.25% produk sudah memiliki daya saing dengan nilai RCA lebih dari 1. Lima produk ekspor prospektif Indonesia ke Peru yang dipilih untuk melihat aliran perdagangan ke kawasan Amerika Selatan yaitu produk HS 4001 (Natural rubber,balata, gutta-percha etc), produk HS 4809 (Carbon,self-copy paper etc,roll of width > 36 cm), produk HS 0801 (Brazil nuts, cashew nuts & coconuts), produk HS 5509 (Yarn of synth staple fibre,not put for retail sale) dan produk HS 4420 (Wood marquetry & inlaid wood; caskets & cases or cutlery of wood). Hasil analisis IIT menunjukkan hanya produk HS 5509 (Yarn of synth staple fibre,not put for retail sale) dan produk HS 0801 (Brazil nuts, cashew nuts & coconuts) yang memiliki integrasi lemah sedangkan produk lain tidak terintegrasi.

Terdapat perbedaan faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan ekspor ke Amerika Selatan untuk masing-masing produk. Perbedaan GDP per kapita dan Trade/GDP merupakan faktor yang berpengaruh bagi produk HS 4001 (Natural rubber, balata, gutta-percha etc). Aliran perdagangan produk HS 4809 (Carbon,self-copy paper etc,roll of width > 36 cm) dipengaruhi oleh perbedaan GDP per kapita, nilai tukar riil dan jarak ekonomi. Faktor-faktor yang memengaruhi untuk produk HS 0801 (Brazil nuts, cashew nuts & coconuts) adalah perbedaan GDP per kapita, tarif dan jarak ekonomi. Perbedaan GDP per kapita, nilai tukar riil, tarif, trade/GDP dan jarak ekonomi merupakan faktor-faktor yang memengaruhi untuk produk HS 5509 (Yarn of synth staple fibre,not put for retail sale). Perbedaan GDP per kapita, tarif, jarak ekonomi dan Trade/GDP merupakan faktor yang berpengaruh untuk produk HS 4420 (Wood marquetry & inlaid wood; caskets & cases or cutlery of wood).

Berdasarkan hasil analisis, masih diperlukan peningkatan daya saing bagi produk ekspor Indonesia ke Peru sehingga persentase jumlah produk yang memiliki daya saing (indikator RCA) dan termasuk kategori rising star dapat ditingkatkan. Peningkatan diferensiasi produk bagi produk ekspor prospektif melalui pengembangan industri manufaktur masih diperlukan.

Pengembangan ekspor komoditas prospektif ke kawasan Amerika Selatan perlu ditingkatkan karena negara-negara di kawasan ini memiliki perbedaan GDP per`kapita yang cukup besar terutama untuk negara Chili, Argentina, Brazil, Uruguay dan Venezuela. Tarif merupakan faktor yang memengaruhi nilai ekspor produk HS 0801 (Brazil nuts, cashew nuts & coconuts), produk HS 5509 (Yarn of synth staple fibre,not put for retail sale), dan produk HS 4420 (Wood marquetry & inlaid wood; caskets & cases or cutlery of wood) sehingga penurunan tariff perlu diperjuangkan dalam negoisasi perdagangan bilateral. Nilai tukar riil memengaruhi produk HS 4809 (Carbon,self-copy paper etc,roll of width > 36 cm) dan produk HS 5509 (Yarn of synth staple fibre,not put for retail sale) sehingga diperlukan peran pemerintah dalam menjaga kestabilan nilai tukar.

(7)

SUMMARY

DEWI SETYAWATI. The Prospect of Indonesian Export Product to Peru and Factors Affecting Its Trade Flow to South America. Supervised by RINA OKTAVIANI and TANTI NOVIANTI.

The expansion of Indonesian export markets by the government to non-traditional markets as an effort to increase Indonesia's export performance. Peru in South America is one of potential non-traditional markets market for Indonesian export products. The contribution of Indonesian export to Peru is still low at 0.098 in 2013, however the growth of export to Peru continues to grow by 22.79% per year over the 2009-2013. Bilateral trade cooperation between Indonesia and Peru in the form of a Memorandum of Understanding (MoU) on Trade Promotion Activities that will lead to the Preferential Trade Agreement (PTA).

The gap between low contribution of Indonesia’s export to Peru and potential market in Peru require further review. Analysis of performance and prospective products which are competitive to the Peruvian market is compulsory as preparation if the PTA is applied. Peruvian territory can be a strategic entry point for Indonesian export to South America, therefore the analysis of prospective export product trade flows in this research to be extended to South America.

The purpose of this study was to (1) analyze the performance of bilateral trade between Indonesia and Peru, (2) analyze the prospective export products developed by Indonesia to Peru, and its trade integration (3) analyze factors affecting Indonesian prospective export products and trade flows to South America market. Trade performances were analyzed descriptively. Determination of prospective export products are based on Revealed Cooperative Advantage (RCA) which have RCA>1 and Export Product Dynamic (EPD) which in except retreat quadran. Intra Industry Trade (IIT) method used to analized its trade integration. Export prospective products selected five products to be analyzed further its trade flows to South America using gravity model. RCA analysis used exports data in 2001-2013, while the EPD and IIT analysis using data of 2008-2013. Time series data of gravity model used period of 2000-2013 and cross section data of countries in South America that export selected five major export products, consist of Peru, Argentina, Brazil, Chile, Colombia, Ecuador, Suriname, Uruguay and Venezuela. Adjustment of time series and cross section panel data in gravity models are due to the availability of data.

In period 1990-2013, Indonesia's total export value in general experienced an increasing trend, from US $ 45.26 thousand to US $ 178.45 million. Commodity export is largely contributed by a non-oil commodity. Growth of imports value in 1990-2013 was more volatile than the value of exports. This affected the trade balance of Indonesia and Peru.

(8)

(Wood marquetry & Inlaid wood; caskets and cases or cutlery of wood). Based on the results of the IIT analysis, it showed that only HS 5509 product (Yarn of synth staple fiber, not put for retail sale) and HS 0801 product (Brazil nuts, cashew nuts and coconuts) had a weak integration, while other products were not integrated.

There are differences in the factors that affect the export trade flow to South America for each products. The difference in GDP per capita and Trade/GDP were influential factors for HS 4001 product (Natural rubber, balata, gutta-percha etc). Trade flow of HS 4809 product (Carbon, self-copy paper etc, roll of width> 36 cm) were influenced by difference in GDP per capita, real exchange rate and economic distance. Factors that affected the export trade flow for HS 0801 product (Brazil nuts, cashew nuts and coconuts) to South America are the difference in GDP per capita, tariff, and economic distance. The difference in GDP per capita, real exchange rate, tariff, trade/GDP and economic distances were factors that affected the export value of HS 5509 product (Yarn of synth staple fiber, not put for retail sale). While the difference in GDP per capita, tariff, economic distance and Trade/GDP were factors that affected the export value of HS 4420 (Wood Marquetry & Inlaid wood; caskets and cases or cutlery of wood).

Based on the results of the analysis is still necessary to increase the competitiveness of Indonesian export product to Peru, in order to increase the percentage of the number of product that are competitive (RCA indicator) and rising star category can be improved. Increased product differentiation for prospective export product through the development of the manufacturing industry is still required.

Development of prospective of Indonesia’s export product to South American region needs to be improved since the each country in this region has large different GDP per capita, especially Chile, Argentina, Brazil, Uruguay and Venezuela. Tariff is factor that affects the export value of HS 0801 product (Brazil nuts, cashew nuts and coconuts), HS 5509 product (Yarn of synth staple fiber, not put for retail sale), and HS 4420 product (Wood Marquetry & Inlaid wood; caskets and cases or cutlery of wood) which in turn, tariff reduction ought to be fought in bilateral trade negotiations. The real exchange rate affected HS 4809 product (Carbon,self-copy paper etc,roll of width > 36 cm) and HS 5509 product (Yarn of synth staple fibre,not put for retail sale) so that government encompasses in maintaining exchange rate stability.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)

PRODUK EKSPOR PROSPEKTIF INDONESIA KE PERU

DAN FAKTOR PENENTU ALIRAN PERDAGANGANNYA

KE AMERIKA SELATAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

DEWI SETYAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(11)
(12)

Judul Tesis : Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan

Nama : Dewi Setyawati

NIM : H151120031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS Ketua

Dr Tanti Novianti, SP MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(13)
(14)

PRAKATA

Alhamdulillahirrobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga thesis ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian dengan tema perdagangan internasional yang dilaksanakan sejak bulan Mei-Desember 2014 ini berjudul “Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada :

1. Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Tanti Novianti, SP, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan selama penelitian ini. 2. Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi, MScAgr sebagai penguji utama dan Dr Ir

Wiwiek Rindayati, MSi sebagai penguji dari Komisi Akademik yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan thesis ini.

3. Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi selaku Ketua Program Studi dan Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi sebagai Sekretaris Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi.

4. Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr sebagai Pimpinan Redaksi Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomomi FEM.

5. Seluruh dosen dan staf yang telah memberikan ilmu dan kelancaran proses. 6. Dr Eka Puspitawati, Heni Hasanah MSi dan Dian V Pandjaitan MSi atas

diskusi serta masukan kepada penulis.

7. Rekan-rekan Ilmu Ekonomi regular 7, Fast track- 1 dan kelas Kementerian Perdagangan atas bantuan serta sharing informasinya.

8. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan Beasiswa Unggulan Tenaga Kependidikan tahun 2012.

9. Pimpinan dan rekan-rekan di Kantor Audit Internal atas izin tugas belajar serta dukungannya.

Karya ini penulis persembahkan untuk keluarga kecil tercinta, suami Irza Ridwan SHut MSi, ananda Faiza Muthia Ridwan dan Fadya Melinda Ridwan. Terima kasih tanpa batas atas segenap keridhoan, do’a, dukungan, kasih sayang dan pengertian selama ini. Kepada orang tua penulis juga seluruh keluarga besar di

Lampung dan Bogor atas do’a tulus serta dukungannya.

Penulis menyadari bahwa thesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Tinjauan Teori dan Konsep 8

Kerangka Pemikiran 16

Hipotesis 17

3 METODE 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Analisis 18

4 PERFORMA PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA-PERU 24

Performa Ekspor Indonesia dan Peru ke Dunia 24

Performa Impor Indonesia dan Peru ke Dunia 25

Ekspor, Impor, Trade Balance Bilateral Indonesia dan Peru 26

5 PRODUK EKSPOR PROSPEKTIF INDONESIA KE PERU 28

Analisis Revealed Cooperative Advantage (RCA) 28

Analisis Product Export Dynamic (EPD) 30

Analisis Intra Industry Trade (IIT) 32

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Produk Ekspor Prospektif Indonesia-Peru ke Kawasan Amerika Selatan 35

6 KESIMPULAN DAN SARAN 45

Kesimpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 49

(16)

DAFTAR TABEL

1. Pangsa Indonesia dalam perdagangan internasional tahun 2005-2013 2 2. Kontribusi Peru dan negara-negara di kawasan Amerika Selatan terhadap

total ekspor Indonesia tahun 2009-2013 (dalam %)

3 3. GDP, populasi, GDP per kapita negara-negara Amerika Selatan tahun

2013 dan pertumbuhannya (%) selama periode tahun 1999-2013

4 4. Pertumbuhan ekspor dan nilai RCA sepuluh komoditas utama Indonesia

tahun 2007-2011

6

5. Jenis dan sumber data 18

6. Matriks posisi daya saing 20

7. Klasifikasi Nilai IIT 22

8. Performa Perdagangan bilateral Indonesia dan Peru tahun 1990-2013 27 9. Neraca Perdagangan Indonesia dan Peru Tahun 2009-2013 (dalam US

$ 000)

28 10. Sepuluh produk prospektif berdasarkan rata-rata nilai RCA ekspor

Indonesia ke Peru tertinggi periode tahun 2001-2013

29

11. Gabungan hasil analisis RCA dan EPD 31

12. Rata-rata kontribusi lima eksportir terbesar dan pertumbuhan impor Peru terhadap lima produk ekspor prospektif Indonesia tahun 2009-2013 (%)

32 13. Nilai IIT Indonesia dan Peru periode tahun 2008-2013 33 14. Nilai IIT berdasarkan nilai RCA sepuluh produk potensi ekspor

Indonesia tahun 2008-2013

34 15. Negara importir lima produk ekspor prospektif Indonesia-Peru di

kawasan Amerika Selatan dan rata-rata kontribusinya terhadap total ekspor Indonesia ke dunia pada periode 2009-2013

35

16. Indikator makro Indonesia dan negara sampel di kawasan Amerika Selatan tahun 2013

36 17. Penyesuaian data time series dan cross section untuk model gravity 41 18. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan

masing-masing produk ekspor prospektif Indonesia ke Amerika Selatan

42

DAFTAR GAMBAR

1. Ekspor Impor (dalam US $ miliar) dan Indeks keterbukaan perdagangan Indonesia (dalam%) tahun 2003-2013

1 2. Negara tujuan ekspor non migas Indonesia tahun 2013 2

3. Kurva Perdagangan Internasional 10

4. Perdagangan pada non differential product sector 11

5. Perdagangan pada persaingan monopolistik 11

6. Kerangka pemikiran 17

7. Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis pada EPD 20 8. Nilai ekspor Indonesia dan Peru ke dunia tahun 2001-2013 24 9. Pertumbuhan ekspor Indonesia dan Peru ke dunia tahun 2001-2013

(dalam %)

(17)

10. Nilai impor Indonesia dan Peru ke dunia tahun 2001-2013 25 11. Pertumbuhan impor Indonesia dan Peru ke dunia tahun 2001-2013 (%) 26 12. Fluktuasi jumlah produk yang diekspor dari Indonesia ke Peru

periode tahun 2001-2013

29 13. Hasil analisis EPD produk prospektif ekspor Indonesia Peru 30 14. Perbedaan GDP per kapita Indonesia dengan negara sampel di

Amerika Selatan

36 15. Nilai tukar riil rupiah terhadap local current unit negara sampel di

kawasan Amerika Selatan

37 16. Tarif pada lima produk ekspor terpilih negara sampel di kawasan

Amerika Selatan

38 17. Trade/GDP negara-negara sampel di kawasan Amerika Selatan 39 18. Jarak ekonomi Indonesia dengan negara-negara sampel di kawasan

Amerika Selatan

40

DAFTAR LAMPIRAN

1. Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Peru per komoditas dengan 2 digit kode HS periode tahun 2008 – November 2013

49 2. Hasil Analisis EPD Indonesia ke Peru pada Kuadran Rising Star

(RS)

51 3. Hasil Analisis EPD Indonesia ke Peru pada Kuadran Falling Star

(FS)

53 4. Hasil Analisis EPD Indonesia ke Peru pada Kuadran Loss

Opportunities (LO)

53 5. Hasil Analisis Export Product Dynamics ekspor Indonesia ke Peru

pada Kuadran Retreat (RT)

54 6. Jenis NTM untuk Produk HS 0801 Brazil nuts cashew nuts &

coconuts)

54 7. Instrument NTM untuk Yarn of synth staple fibre not put for retail

sale (HS 5509)

55

8. Hasil uji Hausman HS 4401 55

9. Hasil uji Hausman HS 4809 55

10. Hasil uji Hausman Produk HS 0801 56

11. Hasil uji Hausman HS 5509 56

12. Hasil uji Hausman HS 4420 56

(18)

45.0 49.0

56.9

50.5 48.8 52.4

39.6 41.4

44.6 43.3 42.5

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

-50 100 150 200 250

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Ekspor (US $ miliar) Impor (US $ miliar) Indeks Keterbukaan Perdagangan (%)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perdagangan internasional tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan perekonomian dunia saat ini. Hubungan perdagangan internasional diantara negara-negara dunia semakin berkembang dan menghasilkan kebijakan yang secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi struktur, komposisi serta arah perdagangan internasional (Oktaviani et al., 2010).

Indonesia sebagai negara berkembang menganut sistem perekonomian terbuka sehingga lalu lintas perekonomian internasional menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembangunan nasional. Indeks keterbukaan Indonesia selama tahun 2003-2013 berkisar antara 39.6-56.9%. Indeks ini merupakan indikator keterbukaan perdagangan yang dapat menunjukkan seberapa besar suatu negara menyikapi kondisi perdagangan bebas. Gambar 1 menunjukkan kondisi ekspor dan impor Indonesia pada tahun 2003-2013 serta indeks keterbukaan perdagangan yang dihitung dari persentase total ekspor dan impor dibagi dengan total Gross Domestic Product GDP).

Gambar 1 Ekspor Impor (dalam US $ miliar) dan Indeks keterbukaan perdagangan Indonesia (dalam%) tahun 2003-2013

Sumber : diolah dari WDI dan IFS 2014

(19)

2

RRT 14%

Jepang 11%

Amerika Serikat 10%

India 9% Singapura

7% Lainnya

49%

Tabel 1 Pangsa Ekspor Indonesia dalam perdagangan internasional tahun 2005-2013

Tahun

Ekspor Dunia (US $ miliar)

Ekspor Indonesia (US $ miliar)

Pangsa Ekspor Indonesia

(%)

2005 10 366 215.62 85 659.95 0.83

2006 11 985 054.14 100 798.62 0.84

2007 13 823 120.82 114 100.87 0.83

2008 15 971 872.93 137 020.42 0.86

2009 12 388 082.10 116 509.99 0.94

2010 15 129 902.94 157 779.10 1.04

2011 18 189 244.79 203 496.62 1.12

2012 18 101 481.78 190 031.84 1.05

2013 17 994 539.05 182 551.75 1.01

Trend (%) 7.14 9.92 2.60

Sumber : diolah dari UN COMTRADE 2014

Ekspor Indonesia didominasi oleh ekspor non migas (minyak bumi dan gas). Pada tahun 2013 ekspor non migas memberikan kontribusi lebih tinggi (82.13%) dibandingkan dengan ekspor migas (17.87%). Pada tahun tersebut Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menjadi negara tujuan ekspor non migas terbesar Indonesia dengan nilai ekspor sebesar US $ 18.92 miliar atau sebesar 13.88% dari total ekspor non migas Indonesia. Negara tujuan ekspor non migas setelah RRT berturut-turut adalah Jepang dengan nilai ekspor sebesar US $ 14.68 miliar (10.77%), Amerika Serikat dengan nilai ekspor sebesar US $ 13.79 miliar (10.12%), India dengan nilai ekspor sebesar US $ 11.87 miliar (8.71%) dan Singapura sebesar US $ 9.37 miliar (6.88%). Negara tujuan ekspor non migas Indonesia tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Negara tujuan ekspor non migas Indonesia tahun 2013

Sumber : Kementerian Perdagangan 2013

(20)

3 dampak krisis global memberikan implikasi menurunnya impor barang sehingga potensi peluang ekspor yang tersedia pun kecil.

Diversifikasi pasar merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia dengan strategi mengubah fokus pasar tujuan ekspor. Negara tujuan utama atau pasar tradisional sebelumnya adalah negara-negara maju. Saat ini fokus juga diarahkan ke pasar prospektif yaitu negara-negara berkembang atau pasar non-tradisional (emerging markets). Penetapan suatu negara menjadi pasar prospektif ini berdasarkan pada nilai pertumbuhan ekspor yang tinggi serta nilai dan pangsa pasar ekspor Indonesia yang terus meningkat dengan trend perdagangan positif dalam lima tahun terakhir. Pasar ekspor prospektif terdiri dari 19 negara yaitu Taiwan, Hongkong, Turki, Myanmar, Kamboja, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Iran, Rusia, Ukraina, Brasil, Mexico, Argentina, Peru, Chili, Australia, Afrika Selatan, Mesir, serta Nigeria (Kementerian Perdagangan 2012).

Peru merupakan salah satu negara di Amerika Selatan yang berpotensi sebagai pasar produk Indonesia sehingga ditetapkan sebagai pasar prospektif. Kontribusi ekspor Indonesia ke Peru ini menunjukkan trend yang semakin meningkat dalam periode tahun 2009-2013. Ekspor Indonesia ke Peru pada tahun 2009 senilai US $ 51.17 juta memberikan kontribusi sebesar 0.044% terhadap total ekspor Indonesia ke dunia. Pada tahun 2013 ekspor Indonesia ke Peru senilai US $ 178.45 juta dan memberikan kontribusi sebesar 0.098% terhadap total ekspor Indonesia ke dunia. Apabila dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Amerika Selatan, peningkatan ekspor Indonesia ke Peru memberikan trend tertinggi sebesar 22.79%. Hal ini menunjukkan Peru merupakan peluang pasar ekspor yang cukup baik bagi Indonesia. Adapun kontribusi Amerika Selatan terhadap total ekspor Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1.39%. Kontribusi ini meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 1.25%. Kontribusi Peru dan negara-negara di kawasan Amerika Selatan terhadap ekspor Indonesia tahun 2009-2013 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kontribusi Peru dan negara-negara di kawasan Amerika Selatan terhadap total ekspor Indonesia tahun 2009-2013 (dalam%)

No Negara 2009 2010 2011 2012 2013 Trend/tahun

1 Peru 0.0439 0.0597 0.0796 0.0841 0.0978 22.786

2 Argentina 0.1365 0.1782 0.1742 0.1645 0.1836 8.580

3 Bolivia 0.0031 0.0023 0.0028 0.0039 0.0025 (0.256)

4 Brazil 0.7625 0.9686 0.8525 0.7821 0.8296 3.213

5 Chili 0.1431 0.1221 0.1051 0.0923 0.0935 (9.853)

6 Ecuador 0.0323 0.0429 0.0443 0.0426 0.0446 9.248

8 Guyana 0.0009 0.0006 0.0008 0.0015 0.0013 18.018

10 Colombia 0.0726 0.0751 0.0685 0.0898 0.0723 1.574

11 Paraguay 0.0118 0.0157 0.0096 0.0096 0.0096 (1.498)

12 Suriname 0.0041 0.0030 0.0023 0.0037 0.0032 (1.063)

13 Uruguay 0.0107 0.0193 0.0219 0.0201 0.0162 16.535

14 Venezuela 0.0329 0.0410 0.0625 0.0505 0.0339 6.281

Amerika Selatan 1.2544 1.5284 1.4243 1.3446 1.3880 3.168

(21)

4

Pertumbuhan GDP maupun GDP per kapita Peru pada periode tahun 1999-2013 juga mengalami peningkatan yang terbesar di kawasan Amerika Selatan yaitu masing-masing sebesar 5.54% dan 4.26%. Pada tahun 2013 GDP Peru sebesar US $ 123.52 miliar, menempati urutan ke-enam di kawasan Amerika Selatan setelah Brazil, Argentina, Colombia, Venezuela dan Chili.

Populasi Peru pada tahun 2013 sebesar 30.38 juta jiwa, termasuk dalam lima besar penduduk terbanyak di kawasan Amerika Selatan. Sebanyak 72% populasi Peru berada di bawah usia 40 tahun atau mayoritas berada di usia produktif dengan daya beli domestik yang kuat. Adapun GDP per kapita Peru menempati urutan ke-delapan setelah Chili, Argentina, Uruguay, Venezuela, Brazil, Suriname dan Colombia. Tingkat GDP per kapita negara-negara tersebut masih berada di atas GDP per kapita Indonesia pada periode yang sama yaitu sebesar US $ 1810. Kondisi GDP, populasi, GDP per kapita negara-negara Amerika Selatan tahun 2013 dan pertumbuhannya pada periode tahun 1999-2013 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 GDP, populasi, GDP per kapita negara-negara Amerika Selatan tahun 2013 dan pertumbuhannya (%) selama periode tahun 1999-2013

No Negara GDP (US $

Catatan : GDP Berdasarkan harga konstan tahun 2005 Sumber : WDI 2014

Peru dalam dekade terakhir merupakan negara yang paling sukses mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di bawah demokrasi politik yang dapat mengurangi setengah dari kemiskinan yang ada dan meningkatkan kelompok ekonomi kelas menengah yang baru1. Peningkatan ekonomi Peru tersebut didukung oleh aktivitas ekspor, kebijakan makro ekonomi dan komitmen yang kuat terhadap perdagangan internasional Sanborn dan Yong (2013). Indikator-indikator di atas menunjukkan bahwa Peru merupakan negara dengan

1

(22)

5 peluang pasar ekspor yang cukup baik bagi Indonesia dan kondisi ini menjadi alasan pemilihan Peru sebagai subjek kajian penelitian ini.

Perumusan Masalah

Indonesia telah meratifikasi keikutsertaan dalam World Trade Organization (WTO)2 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Sebelumnya, Indonesia telah menjadi anggota Agreement on Tarifs and Trade (GATT) sejak tahun 1950 dan berpartisipasi aktif dalam berbagai perundingan internasional terutama dalam kaitan dengan perdagangan internasional hingga putaran Uruguay. Pada saat itu Indonesia telah mengubah struktur kebijakan perdagangan yang sebelumnya

berorientasi “inward looking” menjadi “outward looking”. Sebagai konsekuensinya baik pemerintah maupun dunia usaha didorong menghadapi persaingan liberalisasi perdagangan dalam dunia internasional dan memungkinkan tersedianya produk berkualitas tinggi di pasar global (Ariawan 2012).

Posisi daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional dapat dilihat pada hasil berbagai survey. Indonesia pada tahun 2013 berada pada peringkat ke 39 dari 60 negara dalam World Competitiveness Yearbook. Peringkat ini lebih baik dibandingkan pada tahun 2012 yang berada pada peringkat 42. Sedangkan menurut Nation Branding Index (NBI) yang disusun oleh Simon Anholt dalam mengukur citra suatu negara di dunia internasional, pada tahun 2013 skor dimensi ekspor Indonesia sebesar 45.60%. Skor ini berada dalam peringkat ke-40 dari 50 negara yang disurvei (Kementerian Perdagangan 2013).

Meningkatnya keunggulan komparatif produk ekspor Indonesia di pasar global menunjukkan semakin banyaknya produk-produk dalam negeri yang mampu bersaing di pasar global. Pemerintah menetapkan produk ekspor dalam dua kelompok yaitu produk ekspor utama dan produk ekspor potensial. Produk ekspor utama ditetapkan berdasarkan nilai ekspor tertinggi dibandingkan produk lainnya, sedangkan komoditas ekspor potensial merupakan produk yang nilai ekspornya memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lebih besar dan berkontribusi terhadap ekspor nasional.

Indikator yang dapat digunakan untuk melihat daya saing produk adalah nilai Revealed Comparative Advantage (RCA). Berdasarkan data, sepuluh produk utama ekspor Indonesia secara umum masih memiliki daya saing yang relatif tinggi di pasar global dengan indikator nilai RCA di atas satu. Produk sawit, kakao, udang, karet, hasil hutan dan kopi Indonesia memiliki tingkat daya saing yang relatif tinggi di pasar internasional. Walaupun daya saing produk elektronik dan otomotif Indonesia memiliki nilai RCA kurang dari satu, namun memiliki trend yang semakin meningkat di pasar dunia. Tabel 4 memperlihatkan pertumbuhan ekspor dan nilai RCA sepuluh produk ekspor utama Indonesia tahun 2007-2011.

Ekspor memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional. Kegiatan ekspor dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional serta memanfaatkan sumberdaya domestik dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Krisis keuangan yang melanda negara-negara mitra

2

WTO resmi berdiri pada 1 Januari 1995 yang sebelumnya merupakan penerapan sistem General

Agreement on Tarifs and Trade(GATT) sejak tahun 1948. Pada awalnya GATT ditujukan untuk

(23)

6

dagang utama Indonesia berimplikasi untuk mencari pasar ekspor baru sebagai pasar non-tradisional. Semakin tersebarnya ekspor Indonesia di pasar internasional akan menciptakan tingkat pertumbuhan ekspor yang berkesinambungan (sustainability export). Sejumlah kawasan seperti Amerika Latin (termasuk Amerika Selatan) dan Afrika dijadikan sebagai target pasar tujuan ekspor non-tradisional (Kementerian Perdagangan 2013).

Tabel 4 Pertumbuhan ekspor dan nilai RCA sepuluh komoditas ekspor utama Indonesia tahun 2007-2011

No Uraian 2007 2008 2009 2010 2011

Ekspor (US $ Miliar)

1 TPT 9.8 10.1 9.3 11.2 13.3

2 Elektronik 7.9 8.6 8.7 10.5 10.8

3 Karet dan Produk 6.2 7.6 4.9 9.4 14.4

4 Sawit 7.9 12.4 10.4 13.5 17.3

5 Hasil Hutan 7.8 8.4 6.7 8.7 8.9

6 Alas Kaki 1.6 1.9 1.7 2.5 3.3

7 Otomotif 2 2.7 1.7 2.6 3

8 Udang 1 1.1 0.8 0.9 1.2

9 Kakao 0.9 1.2 1.3 1.5 1.1

10 Kopi 0.6 1 0.8 0.8 1

Nilai RCA

1 TPT 1.91 1.82 1.76 1.68 1.55

2 Elektronik 0.41 0.42 0.46 0.42 0.37

3 Karet dan Produk 5.42 5.69 4.18 5.35 5.72

4 Sawit 49.35 47.76 47.43 43.13 37.44

5 Hasil Hutan 3.33 3.27 2.85 3.73 3.12

6 Alas Kaki 2.41 2.4 2.26 2.49 2.5

7 Otomotif 0.21 0.26 0.22 0.25 0.23

8 Udang 7.95 8.09 5.94 5.16 5.23

9 Kakao 11.07 11.81 9.87 9.31 6.09

10 Kopi 4.36 5.27 4.38 3.2 2.51

Sumber : Kementerian Perdagangan 2013

Diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara non tradisional atau emerging market yang dikembangkan pemerintah sebagai upaya peningkatan kinerja ekspor semakin memberikan kontribusi bagi peningkatan ekspor. Pertumbuhan nilai ekspor ke negara non tradisional pada tahun 2012 sebesar 27.6% dan pada tahun 2013 menurun sebesar 1.79% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh stagnasi harga komoditi dunia dan kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih sehingga memberikan tekanan pada kinerja perdagangan di beberapa negara (Kementerian Perdagangan 2013).

(24)

7 Peru diharapkan juga mampu menjadi salah satu pintu masuk bagi ekspor Indonesia ke kawasan Amerika Selatan yang lain. Menurut Portocarrero (2013), letak Peru yang sangat baik di Amerika secara alami menjadi negara penghubung di kawasan. Peru memiliki bandar udara dan pelabuhan laut terbaik di kawasan Amerika Selatan. Pelabuhan laut Callao yang saat ini sedang dalam perluasan adalah pelabuhan yang paling dinamis di kawasan. Selain itu, pengembangan proyek Inisiatif Integrasi Infrastruktur Regional Amerika Selatan atau IIRSA akan menjadikan Peru sebagai sebuah jembatan yang efisien dalam menghubungkan pasar Amerika Selatan, Asia dan Amerika Serikat.

Lebih dari 90% perdagangan ekspor dan impor Peru dilakukan melalui perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (Portocarrero 2013). Kondisi ini dapat menjadi satu kendala bagi ekspor Indonesia untuk bersaing karena tidak semua produk dikenakan pajak impor sebesar nol (0)% seperti halnya negara yang sudah melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Peru.

Diplomasi perdagangan telah dilakukan Indonesia dengan Peru sebagai salah satu instrumen penting dalam memperjuangkan akses pasar. Pertemuan bilateral Indonesia-Peru untuk penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) on Trade Promotion Activities dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 2012. Tujuan MoU tersebut untuk meningkatkan hubungan perdagangan kedua negara di bidang promosi perdagangan. Kerjasama bilateral Indonesia dan Peru saat ini masih dalam tahapan Preferential Trade Agreement (PTA)3 yang merupakan salah satu bentuk dalam implementasi Free Trade Agreement (FTA).

Kajian yang terkait dengan potensi komoditas yang memiliki keunggulan dan daya saing ke pasar Peru masih diperlukan untuk pengembangan perdagangan ekspor ke Peru sehingga dapat menjadi persiapan bagi Indonesia dalam rangka penerapan PTA. Selain itu perlu dilihat faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan komoditas unggulan tersebut untuk kawasan Amerika Selatan. Rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah performa perdagangan bilateral antara Indonesia dan Peru? 2. Produk ekspor apakah yang prospektif dikembangkan Indonesia ke Peru dan

bagaimanakah integrasi perdagangannya?

3. Bagaimanakah aliran perdagangan produk ekspor prospektif dari Indonesia tersebut ke kawasan Amerika Selatan?

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis performa perdagangan bilateral antara Indonesia dan Peru. 2. Menganalisis produk ekspor yang prospektif dikembangkan Indonesia ke Peru

serta integrasi perdagangannya.

3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan produk ekspor prospektif dari Indonesia ke kawasan Amerika Selatan.

3

(25)

8

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai referensi implikasi kebijakan dalam perencanaan ke depan bagi pemerintah dalam pengembangan kerjasama dengan negara Peru.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi :

1. Penentuan produk ekspor prospektif Indonesia ke Peru dilakukan dengan melihat indikator nilai RCA untuk data time series tahun 2001-2013. Hasil RCA akan diplotkan dengan matriks Export Produk Dynamic (EPD) untuk data tahun 2008-2013.

2. Lima produk ekspor prospektif dari Indonesia dan Peru akan dijadikan acuan untuk melakukan analisis aliran perdagangan ke kawasan Amerika Selatan dengan menggunakan Gravity Model. Penyesuaian data panel berupa time series dan cross section dilakukan untuk masing-masing komoditas ekspor terpilih karena adanya keterbatasan data.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori dan Konsep

Teori Perdagangan Internasional

Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya setiap negara berbeda satu sama lain sehingga setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan perdagangan. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan yang bertujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) dalam produksi (Basri dan Munandar 2010).

(26)

9 nilai emas dan perak tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain (Salvatore 1997).

Periode merkantilisme merupakan transisi menuju pemikiran klasik. Konsep kesejahteraan merkantilisme dikritisi oleh Adam Smith sebagai pencetus pemikiran klasik. Adam Smith memperkenalkan konsep perdagangan bebas untuk pertama kali dengan teori keunggulan absolut (the teory of absolute advantage). Kedua negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut. Konsep ini menekankan pada lebih rendahnya biaya riil.

Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo tahun 1817 dengan model keunggulan komparatif dalam buku Principle of Political Economy and Taxation. Keunggulan komparatif menekankan pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Keuntungan komparatif timbul karena terdapat perbedaan teknologi antar negara sehingga perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan produktivitas antar negara. Berdasar teori Ricardian, perdagangan internasional merupakan fenomena yang dapat membantu meningkatkan kapasitas produksi dan standar hidup semua negara. Hal ini memberikan konsekuensi adanya perdagangan bebas. Teori klasik David Ricardo selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949–1977). Teori Heckser-Ohlin merupakan teori keuntungan komparatif modern yang mendominasi teori perdagangan internasional selama periode setelah perang dunia kedua. Dengan mengabaikan perbedaan teknologi, model H-O menekankan bahwa keuntungan komparatif ditentukan oleh perbedaan relatif kekayaan faktor produksi dan menggunakan faktor tersebut secara relatif intensif dalam kegiatan produksi barang ekspor. Model H-O menyatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) antara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods).

Teori Permintaan dan Penawaran

Faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain (Tambunan 2001).

Proses perdagangan internasional dari sisi keseimbangan parsial sehingga tercipta harga komoditi ekuilibrium dapat dijelaskan pada Gambar 3. Panel A memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1.

Negara 2 akan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Setelah hubungan

perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan berkisar antara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar kekuatan

ekonominya. Apabila harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan memasok atau

(27)

10

pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami

peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada penawaran domestiknya. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X itu dari negara 1 (lihat panel C).

Gambar 3 Kurva Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore 1997

Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel A) karena Px/Py lebih besar dari P1, sehingga kurva penawaran ekspornya atau S mengalami

peningkatan (Panel B). Dilain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P3, maka

negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk komoditi X (Panel C) dan ini mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X atau D, mengalami kenaikan (Panel B). Panel B juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P2

maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1. P2 merupakan Px/Py atau

harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan diantara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P2 maka akan terdapat kelebihan

penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan P2. Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil daripada P2, maka akan tercipta kelebihan

permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga akan sama dengan P2. Titik E adalah titik pertemuan antara jumlah barang yang

diekspor dan jumlah barang yang diimpor, atau jumlah barang yang diperjualbelikan dalam perdagangan internasional.

Teori Perdagangan Intra Industri

Teori perdagangan intra industri termasuk dalam teori ekonomi yang baru. Pada teori perdagangan neoklasik penyebab timbulnya perdagangan karena adanya spesialisasi yang didasarkan perbedaan ketersediaan faktor produksi dan teknologi (keunggulan komparatif). Sedangkan dalam teori perdagangan intra industry, perdagangan tetap terjadi antar negara yang memiliki keunggulan komparatif yang relatif sama. Namun perdagangan intra industri lebih didasarkan

(28)

11 pada diferensiasi produk dan economies of scale serta mencakup perdagangan dua arah dalam industri yang sama

Keterkaitan antara skala ekonomis dan keunggulan komparatif dalam menentukan pola perdagangan dapat dijelaskan pada paparan berikut. Diasumsikan adanya perekonomian dua negara (domestik dan asing) yang memiliki dua faktor produksi (modal dan tenaga kerja) serta dua sektor industri (manufaktur dan makanan). Diasumsikan pula domestik memiliki ratio modal-tenaga kerja keseluruhan yang lebih tinggi daripada asing, sehingga domestik merupakan negara yang berkelimpahan modal.

Industri manufaktur ini merupakan industri monopolistik dengan memproduksi produk-produk yang berbeda. Apabila industri manufaktur ini bukan merupakan sektor yang produknya bisa dibedakan (non differential product sector), maka aliran perdagangan akan terlihat seperti pada Gambar 4. Domestik yang lebih banyak memiliki modal akan mendukung sektor manufaktur sebagai sektor padat modal. Kondisi ini akan menyebabkan domestik memiliki penawaran relatif manufaktur yang lebih besar sehingga akan mengekspor produk manufaktur dan mengimpor makanan.

Gambar 4 Perdagangan pada non differential product sector

Sumber : Krugman dan Obstfeld 2003

Apabila sektor manufaktur merupakan sektor persaingan monopolistik yang memproduksi produk berbeda antar perusahaan, maka domestik akan tetap menjadi net exporter produk manufaktur dan importir makanan. Namun perusahaan asing yang berada dalam sektor manufaktur akan menghasilkan produk yang berbeda dengan domestik. Sejumlah konsumen domestik juga menginginkan produk manufaktur asing, sehingga domestik akan mengimpor produk manufaktur tersebut walaupun memiliki surplus perdagangan menjadi eksportir sektor manufaktur. Pola Aliran perdagangan dengan adanya persaingan monopolitistik ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Perdagangan pada persaingan monopolistik

Sumber : Krugman dan Obstfeld 2003 Domestik (kaya modal)

Asing (kaya tenaga kerja)

Produk manufaktur Bahan Pangan

Perdagangan inter industry

Perdagangan intra industry Domestik (kaya modal)

Asing (kaya tenaga kerja)

(29)

12

Pada Gambar 5 terlihat bahwa dalam persaingan monopolistik terdapat perdagangan dua arah dalam sektor manufaktur. Pertukaran antar produk manufaktur dengan produk manufaktur lain disebut perdagangan intra industri (intraindustry trade). Sedangkan pertukaran antara produk manufaktur dan makanan disebut perdagangan antar industri (interindustry trade).

Perdagangan intra industri menjadi penting ketika hambatan tarif dan non tarif dihapuskan pada arus perdagangan antar negara. Perdagangan intra industri memberikan keuntungan (gain) yang lebih besar, diantaranya adalah konsumen mempunyai lebih banyak pilihan dengan adanya differensiasi produk dan harga yang lebih murah karena meningkatnya economies of scale. Perdagangan intra industri dimungkinkan karena adanya skala ekonomis yang berarti biaya produksi rata-rata menjadi lebih murah. Dengan demikian, output dapat lebih tinggi dibandingkan bila tidak ada perdagangan intra industri. Skala ekonomis dan spesialisasi dalam suatu industri tertentu akan mendorong inovasi dalam perusahaan. Inovasi akan membuat biaya produksi menjadi lebih rendah.

Analisis Daya Saing Produk

Menurut Basri dan Munandar (2010) terdapat banyak faktor yang memengaruhi daya saing suatu produk dari sisi permintaan dan atau penawaran. Data yang tersedia biasanya lebih memungkinkan untuk menelaah pada aspek penawaran sehingga aspek produksi lebih ditekankan sebagai ukuran daya saing. Pada aspek permintaan terdapat permasalahan kurang mampunya produsen menembus pasar internasional karena adanya dinamika pasar seperti perubahan selera, perkembangan teknologi maupun berbagai kebijakan di negara tujuan ekspor yang bersifat protektif. Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas primer akan berbeda dengan barang-barang manufaktur.

Struktur sektor perdagangan dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan, diantaranya yang terkait dengan daya saing produk. Beberapa kajian terhadap daya saing menggunakan analisis RCA, Intra Industry Trade (IIT), Export Product Dynamic (EPD) maupun Trade Performance Indicator (TPI). Firdaus AH (2011) melihat kinerja ekspor Indonesia terhadap ASEAN Plus Three yang mengukur daya saing secara komparatif dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan untuk melihat pertumbuhan pangsa pasar di ASEAN Plus Three menggunakan metode Export Product Dynamics (EPD). Sedangkan Intra Indutry Trade (IIT) digunakan untuk melihat tingkat integrasi perdagangan antara Indonesia dengan ASEAN Plus Three. Jalil NA (2012) mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta tingkat daya saing dan derajat integrasinya dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT). Austria (2004) melakukan kajian bentuk perdagangan barang intra ASEAN dan derajat integrasi dengan menggunakan metode Intra Industry Trade (IIT).

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan

Jarak Ekonomi

(30)

13 dalam teori perdagangan yang baru faktor jarak (physical geography) menjadi salah satu penentu dalam perdagangan internasional. Mitra perdagangan dengan lokasi yang jauh memiliki lebih banyak biaya dalam perdagangan bilateral sehingga akan menimbulkan konsekuensi untuk mengurangi perdagangan.

Model gravity banyak digunakan sebagai estimasi dalam arus informasi, barang dan penduduk di seluruh wilayah sejak adanya karya George Kingsley Zipf setelah Perang Dunia II. Model gravity berdasarkan pada hukum Newton tentang gravitasi secara umum yang menyatakan bahwa gaya gravitasi antara dua benda secara langsung dipengaruhi secara proporsional oleh massa dari kedua benda dan sebaliknya secara proporsional dipengaruhi oleh arah kuadrat antara keduanya (Capello 2007).

Tinbergen pada tahun 1962 menjadi pelopor aplikasi model gravity dalam literatur perdagangan internasional. Model gravity dikembangkan dengan mencakup berbagai keragaman wilayah, periode waktu dan sektor. Model ini dapat menjadi alat untuk mengkaji efek kebijakan perdagangan termasuk variabel tarif dan aturan institusional negara. Model gravity tradisional hanya berdasarkan pada ide intuisi sebagai variabel yang memengaruhi perdagangan. Namun akhir-akhir ini model gravity banyak dikembangkan dengan menggunakan beragam teori yang dibangun oleh teori mikro perdagangan internasional. Ekonometrika memiliki serangkaian alternatif metodologi yang digunakan untuk mengestimasikan model gravity (Shepherd 2013).

Disder dan Head (2006) melakukan estimasi terhadap 1467 efek jarak dengan data yang berasal dari 103 paper. Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam ekonomi internasional secara empiris perdagangan bilateral akan menurun dengan adanya faktor jarak. Penelitian ini menduga bahwa jarak ekonomi juga berpengaruh negatif terhadap aliran perdagangan ekspor.

Gross Domestik Produk

Aliran perdagangan bilateral antar dua negara dapat diasumsikan proporsional dengan tingkat GDP. Hal ini berdasarkan fakta bahwa semakin tinggi pendapatan ekonomi memiliki kecenderungan adanya diferensiasi produk dan spesialisasi sehingga perdagangan lebih banyak dilakukan (Fujimura dan Edmons 2006). Menurut Bergstrand (1989), dalam mengestimasi ekspor perdagangan bilateral untuk produk yang spesifik maka variabel GDP per kapita digunakan dalam model gravity.

Semakin besar GDP suatu negara maka semakin besar jenis barang yang ditawarkan dalam perdagangan sehingga volume dalam perdagangan bilateral diasumsikan akan semakin besar. Dipilihnya GDP per kapita sebagai variabel independen yang terpisah dari GDP digunakan sebagai indikator tingkat perkembangan. Permintaan impor negara berkembang lebih bervariasi dan biasanya terkait dengan barang-barang superior.

(31)

14

negara dengan tingkat pendapatan per kapita yang relatif sama. Hipotesis Heckscher-Ohlin ini akan memberikan dampak positif terhadap perbedaan GDP per kapita dalam perdagangan bilateral. Sebaliknya hipotesis Linder memprediksi bahwa negara-negara dengan tingkat pendapatan per kapita yang sama akan lebih banyak melakukan perdagangan, sehingga negara-negara tersebut akan memiliki persamaan pilihan dalam diferensiasi produk. Hipotesis Linder memberikan dampak negatif terhadap perbedaan GDP per kapita dalam perdagangan bilateral.

Zarzoso dan Lehman (2003) menambahkan variabel perbedaan pendapatan per kapita dalam mengkaji aliran perdagangan dengan beberapa analisis model gravity untuk wilayah Mercosur-European Union. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan model FEM dan REM, variabel perbedaan pendapatan per kapita ini bernilai signifikan positif.

Variabel perbedaan pendapatan per kapita juga digunakan oleh Rahman (2009) dengan menggunakan panel data Australia dan 50 mitra dagang periode 2001-2005 untuk menganalisis potensi perdagangan global Australia. Variabel perbedaan pendapatan per kapita berpengaruh negatif sehingga hipotesis Linder lebih dominan dalam penelitian tersebut.

Berdasarkan hasil studi sebelumnya, maka dalam penelitian ini perbedaan GDP per kapita diduga dapat berpengaruh positif dan dapat pula berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor.

Kebijakan Tarif

Tarif merupakan kebijakan perdagangan yang paling umum yaitu sejenis pajak yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor (Krugman dan Obstfeld 2003). Sedangkan menurut Salvatore (1997) tarif merupakan bentuk hambatan perdagangan yang paling penting secara historis, yaitu berupa pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditas dalam perdagangan. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah.

Instrumen restriksi tarif (tarrif barrier) telah lama dikenal dan diberlakukan oleh berbagai negara, baik negara maju maupun negara sedang berkembang (NSB). Kelebihan instrumen ini adalah pembebanannya masih melalui mekanisme pasar, sehingga setiap agen pelaku ekonomi dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran tarif yang dibebankan. Pada tingkat tarif yang rendah, kemampuan daya saing menjadi kata kunci bagi produk suatu negara terutama produk industri manufaktur untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun di pasar internasional (Oktaviani et al., 2010).

Salvatore (1997) mengelompokkan tarif berdasar aspek asal komoditas dan berdasarkan mekanisme perhitungannya. Ditinjau dari aspek asal produk terdapat dua macam tarif yaitu tarif impor (impor tariff) dan tarif ekspor (ekspor tariff). Tarif impor yaitu pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor yaitu pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.

(32)

15 Serikat mengenakan pajak ad valorem dan atau pajak spesifik dalam frekuensi yang hampir sama. Sedangkan sebagian besar negara Eropa hampir selalu memakai pajak ad valorem.

Ciri khusus dari tarif adalah menciptakan perbedaan antara harga barang yang diperdagangkan di pasar dunia dengan harga di dalam negeri. Dampak langsung dari penerapan tarif adalah harga barang-barang yang diimpor lebih mahal di dalam negeri dibandingkan di luar negeri (Krugman dan Obstfeld 2003). Variabel tarif ini diduga akan berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor perdagangan. Penelitian Institute for International Trade (2012) menyimpulkan tarif memiliki dampak yang negatif terhadap perdagangan bilateral Australia dan Canada.

Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar suatu negara dibedakan atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar riil berkaitan dengan harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain sehingga terkadang disebut terms of trade (Mankiw 2007).

Apabila nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Penduduk domestik akan berkeinginan membeli banyak barang impor dan penduduk luar negeri akan sedikit mengimpor. Sebaliknya apabila nilai tukar riil rendah barang-barang luar negeri akan relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Kondisi ini menyebabkan penduduk domestik mengurangi impor, sedangkan penduduk luar negeri akan banyak mengimpor sehingga jumlah ekspor neto domestik akan meningkat. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat hubungan negatif antara neraca perdagangan dan kurs riil.

Penggunaan nilai tukar dalam model gravity yang pertama kali melakukan adalah Bergstrand (1985). Berbagai penelitian selanjutnya yang mengganalisis aliran perdagangan dengan model gravity banyak memasukkan nilai tukar riil menjadi salah satu variabel sebagai pendekatan dari term of trade. Variabel nilai tukar diduga akan berpengaruh positif terhadap nilai ekspor.

Keterbukaan Perdagangan

Perubahan-perubahan di dalam lingkungan perekonomian dunia, pergeseran pusat-pusat kekuatan ekonomi, pembaharuan di negara-negara sosialis, revolusi teknologi komunikasi dan sebagainya membawa setiap perekonomian nasional ke dalam kancah perekonomian global. Proses yang tidak terhindarkan ini meningkatkan peluang-peluang bagi setiap negara untuk memperluas pasar dan sumber pembiayaan (Basri dan Munandar 2010).

(33)

16

Kerangka Pemikiran Penelitian

Perdagangan internasional menunjukkan perkembangan pesat setelah perang dunia kedua. Berbagai negosiasi terutama diantara negara maju berlangsung melalui kerjasama bilateral maupun multilateral dalam forum WTO. Forum ini dibentuk untuk menghindari terjadinya perang dagang dan sekaligus menginisiasi perdagangan bebas dengan mengupayakan penghapusan hambatan-hambatan perdagangan dalam bentuk tarif maupun non tarif.

Beberapa kebijakan perdagangan dilakukan Indonesia untuk meningkatkan ekspor dan kerjasama internasional. Upaya peningkatan ekspor dilakukan dengan memperluas pasar tujuan ke negara prospektif, salah satunya adalah Peru. Kerjasama perdagangan bilateral Indonesia dan Peru saat ini masih dalam kerangka Preferential Trade Agreement (PTA). Performa perdagangan antara Indonesia Peru yang akan dilihat terkait dengan pertumbuhan perdagangan melalui ekspor, impor dan neraca perdagangan (trade balance) serta produk ekspor utama.

Pemerintah telah menetapkan sepuluh kelompok produk ekspor sebagai produk ekspor utama Indonesia berdasarkan nilai ekspor tertinggi dibandingkan produk-produk lainnya yaitu produk tekstil dan produk tekstil, karet dan produk karet, elektronik, sawit, kakao, udang, otomotif, hasil hutan, kopi dan alas kaki. Penelitian ini akan menentukan produk ekspor prospektif Indonesia ke Peru dengan melihat produk yang memiliki nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) > 1 dari data ekspor Indonesia ke Peru tahun 2001-2013. Dinamika sepuluh produk ekspor prospektif Indonesia ke Peru yang memiliki nilai RCA tertinggi dianalisis menggunakan metode Export Product Dynamic (EPD) dengan memilih produk yang berada pada kuadran selain retreat. Lima produk ekspor prospektif dipilih berdasarkan kedua analisis tersebut yang kemudian dianalisis tingkat integrasi perdagangan dengan metode Intra Industry Trade (IIT).

Aliran perdagangan lima produk prospektif tersebut selanjutnya dianalisis dengan memperluas cakupan ke kawasan Amerika Selatan. Model gravity melihat faktor-faktor penentu yang memengaruhi aliran perdagangan komoditas terpilih dengan nilai ekspor menjadi variabel tak bebas. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh yaitu perbedaan GDP per kapita, nilai tukar riil, tarif, jarak ekonomis dan keterbukaan perdagangan (trade per GDP).

GDP per kapita Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Peru serta sebagian besar negara di kawasan Amerika Selatan. Hal ini dapat memengaruhi nilai ekspor produk prospektif Indonesia. Perbedaan GDP per kapita tersebut diduga dapat memberikan pengaruh positif atau negative terhadap nilai ekspor Indonesia karena perbedaan sumberdaya yang dimiliki mendorong lebih banyak dilakukan perdagangan.

Pada perdagangan internasional perubahan dalam nilai tukar akan berdampak terhadap ekspor dan impor. Depresiasi mata uang atau kenaikan dalam nilai tukar suatu negara diduga meningkatkan jumlah ekspor karena ekspor akan lebih murah. Adapun apresiasi mata uang mitra dagang dapat mengakibatkan kontraksi terhadap negara pengekspor karena impor bagi mitra dagang akan lebih mahal.

(34)

17 merupakan faktor yang penting dalam perdagangan. Kerangka pemikiran penelitian secara rinci dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kerangka pemikiran

Hipotesis

1. Perdagangan bilateral antara Indonesia dan Peru masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut.

2. Produk prospektif ekspor Indonesia dalam perdagangan bilateral ke Peru diduga termasuk dalam kelompok komoditas ekspor utama yaitu tekstil (TPT), elektronik, karet dan produk karet, sawit, hasil hutan, alas kaki, otomotif, udang, kakao dan kopi.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan produk prospektif ekspor terpilih dari Indonesia ke Amerika Selatan dengan nilai ekspor sebagai variabel tak bebas adalah :

a. Variabel nilai tukar riil dan trade per GDP berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan Indonesia ke Amerika Selatan.

b. Variabel tarif dan jarak ekonomis berpengaruh negatif terhadap aliran perdagangan Indonesia ke Amerika Selatan.

c. Variabel perbedaan GDP per kapita berpengaruh positif atau negatif terhadap aliran perdagangan Indonesia ke Amerika Selatan.

Faktor-Faktor yang memengaruhi aliran perdagangan Produk Ekspor Prospektif Indonesia-Peru ke Kawasan Amerika Selatan

Performa Perdagangan Bilateral Indonesia dan Peru

Kebijakan Perdagangan Indonesia untuk meningkatkan ekspor dan kerjasama internasional

Analisis Daya Saing dan Integrasi Produk Ekspor Prospektif Indonesia-Peru

Ekspor Impor Neraca Perdagangan

Lima (5) produk ekspor prospektif terpilih dari Indonesia ke

Peru

Preferential Trade Agreement

Indonesia – Peru

Produk ekspor Utama

Metode RCA Metode EPD Metode IIT

Nilai Ekspor

Perbedaan GDP Per Kapita

Nilai Tukar Riil

Tarif Trade/ GDP

(35)

18

3

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya berupa data sekunder dengan berbagai sumber data seperti terlihat pada Tabel 5. Sumber data terkait dengan ekspor, impor dan neraca perdagangan berasal dari UN COMTRADE yang dikeluarkan oleh United Nations Commodity Trade Statistics Database. Selain itu untuk analisis gravity digunakan pula data dari IFS (International Finance Statistics) yang dikeluarkan oleh InternationalMonetary Fund (IMF) untuk melihat total perdagangan yaitu ekspor dan impor pada negara-negara di kawasan Amerika Selatan. Nilai total perdagangan ini digunakan lebih lanjut untuk variabel trade/GDP. Tabel 5 Jenis dan sumber data

Data Sumber

Data ekspor, impor, neraca perdagangan (US $) UN COMTRADE, IFS, WITS

GDP per kapita (US $) WDI-World Bank

Nilai Tukar Riil (Rp/local current unit) IFS

IHK atau CPI IFS

Applied average tariff (%) WTO

Jarak antar ibukota negara (km) CEPII

Data yang terkait dengan Gross Domestik Product (GDP), populasi, diperoleh dari World Development Indicator (WDI) yang dikeluarkan oleh World Bank. Data nilai tukar nominal serta Indek Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) untuk penghitungan nilai tukar riil berasal dari IFS.

Data tarif berupa nilai applied average tariff berasal dari World Trade Organization (WTO). Sedangkan jarak geografis antara ibukota negara Indonesia dengan negara importir di kawasan Amerika Selatan bersumber dari Centre d'Etudes Prospectives et d'Informations Internationales (CEPII).

Data perdagangan yang digunakan dalam model gravity adalah data Harmonize System (HS) empat digit. Ketersediaan data yang terbatas dalam analisis model gravity diatasi dengan menggunakan data time series dan cross section yang berbeda untuk masing-masing model produk ekspor. Penyesuaian data yang digunakan untuk analisis model gravity tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 13 bagian pembahasan hasil.

Metode Analisis

Analisis Performa Perdagangan Bilateral Indonesia-Peru

Gambar

Gambar 1 Ekspor Impor (dalam US $ miliar) dan Indeks keterbukaan
Tabel 1  Pangsa Ekspor Indonesia dalam perdagangan internasional tahun 2005-2013
Tabel 2  Kontribusi Peru dan negara-negara di kawasan Amerika Selatan terhadap total ekspor Indonesia tahun 2009-2013 (dalam%)
Tabel 3 GDP, populasi, GDP per kapita negara-negara Amerika Selatan tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi penawaran eskpor yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya GDP riil negara importir, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang

Dengan analisis data panel statis diketahui bahwa faktor-faktor yang signifikan memengaruhi nilai ekspor kopi Indonesia pada taraf nyata lima persen ialah populasi negara

Faktor-faktor yang dapat memengaruhi ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Latin dianalisis dengan menggunakan gravity model dengan variabel independen berupa variabel nilai

Berdasarkan hasil estimasi regresi, dari faktor- faktor yang memengaruhi permintaan ekspor terdapat variabel yang tidak dapat dipengaruhi langsung oleh pemerintah

Faktor-faktor yang diduga dapat memengaruhi daya saing lada Indonesia adalah harga ekspor , Gross Domestic Product (GDP) per kapita negara pengimpor lada

Adanya penghapusan kuota pada tahun 2005 membuat Indonesia harus bersaing secara ketat dengan negara pengekspor TPT dunia. Hal tersebut mempengaruhi kinerja ekspor

maka permintaan akan suatu komoditas juga meningkat pada tingkat harga... Jika dalam konteks perdagangan internasional, maka pendapatan

negara berkembang akan menjadi kekuatan utama untuk meningkatkan perdagangan internasional Indonesia, dan bahwa kerja sama pembangunan akan menjadi “instrumen penting