• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK IMAGO JANTAN ULAT

SUTERA LIAR

Attacus atlas

(Lepidoptera : Saturniidae)

RIDHO WALIDAINI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIDHO WALIDAINI. Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae). Dibimbing oleh R. IIS ARIFIANTINI dan

DAMIANA R. EKASTUTI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai parameter morfometri imago ulat sutera liar A. atlas, menemukan korelasi antara parameter morfometri dengan bobot badan, dan menguraikan sistem reproduksi ngengat A. atlas jantan. Cara termudah untuk membedakan ngengat jantan dan betina adalah dari antenanya. Antena ngengat jantan lebih lebar. Terdapat korelasi yang sangat kuat antara panjang badan total dengan bobot badan dalam model persamaan linear Y=0,875X-1,639, dimana Y adalah bobot badan dalam gram dan X adalah panjang badan total dalam cm. Sistem reproduksi A. atlas jantan memiliki kesamaan dengan sistem reproduksi B. mori. Sistem reproduksi A. atlas terdiri atas sepasang testis, sepasang ductus deferent dilengkapindengan ampula ductus deferent, satu glandula spermatophore, satu glandula alba, satu glandula prostatica dan satu penis.

Kata kunci: morfometri, Attacus atlas, sistem reproduksi

ABSTRACT

RIDHO WALIDAINI. Characteristics of Male Wild Silk Worm Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae). Supervised by R. IIS ARIFIANTINI and DAMIANA R. EKASTUTI

This study aims to describe various morphometric parameters of male A. atlas moth, to found a correlation between the morphometric parameters and body weight on male moths, and to describe the reproductive system of male A. atlas moth. Male can distinguish from the female by comparing the antennae. The antennae of male is wider. There is a very strong correlation between the total body length and the body weight in linear equation Y = 0.875 X-1, 639 when Y is the weight in grams and X is the total body length in cm. Reproductive system of male A. atlas mothgenerally similer to B. mori reproductive system. Male A. atlas moth has reproductive system consists of a pair of testes, a pair of deferent duct with ampula ductus deferent, one spermatophore gland, one alba gland, one prostatica gland and one penis.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

KARAKTERISTIK IMAGO JANTAN ULAT SUTERA

LIAR

Attacus atlas

(Lepidoptera : Saturniidae)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi :Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae)

Nama : Ridho Walidaini NIM : B04080069

Disetujui oleh

Prof Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi Dr drh Damiana R Ekastuti, MS

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga tersampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.

Skripsi ini tidak dapat penulis selesaikan tanpa adanya dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi dan Dr drh Damiana R Ekastuti, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, ilmu, bimbingan, dan motivasi kepada penulis.

2. Dr drh Hera Maheshwari MSc selaku dosen pembimbing akademik atas motivasi, nasihat dan bimbingannya.

3. Teman-teman sepenelitian Eko Prasetyo Nugroho, Muttaqinullah, Muhammad Allex, Ridho Septiadi atas kebersamaan dan semangat diberikan kepada penulis. 4. Seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan berbagai pihak

yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ayah, Ibu, adik-adikku tercinta Ires, Anas, dan Ana beserta segenap keluarga besar penulis atas doa, kasih sayang dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 2

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Taksonomi A. atlas 3

Penyebaran A. atlas 3

Siklus Hidup A. atlas 4

Morfologi Imago A. atlas 4

MATERI DAN METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Materi Penelitian 5

Langkah Kerja 5

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Ciri Khas Imago Jantan 7

Ukuran Morfometri 7

Korelasi antara Bobot Badan Ngengat Jantan dengan Morfometri 9 Sistem Reproduksi Imago A. atlas Jantan 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(11)

DAFTAR TABEL

1 Ukuran morfometri ngengat jantan A. atlas 8

2 Korelasi antara bobot badan ngengat jantan dengan morfometri 9 3 Penggolongan korelasi parameter morfometri dengan bobot badan 10

DAFTAR GAMBAR

1 Penyebaran A. atlas 3

2 Siklus hidup A. Atlas dengan pakan daun jarak pagar 4

3 Skema pengukuran morfometri ngengat 6

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ngengat dalam sistematika klasifikasi animalia tergolong kelas serangga (insekta). Kelas serangga memiliki ciri umum sebagai berikut: tubuh terbagi menjadi kepala, toraks dan abdomen; memiliki tiga pasang kaki yang muncul di bagian toraks serta mengalami perubahan bentuk tubuh (metamorfosis). Siklus hidupnya bermula dari telur yang dihasilkan ngengat dewasa (imago) menetas menjadi larva, larva terus berganti instar sampai menjadi pupa (kepompong), kemudian keluarlah imago dari pupa (Guntoro 1940).

Sutera tidak hanya dihasilkan oleh ulat sutra murbei Bombyx mori yang sejak dulu telah dibudidayakan di China, Jepang, India, dan Eropa. Banyak spesies dari famili Saturniidae juga menghasilkan sutra contohnya Antherea myllita, Attacus atlas dan Cricula trifenerstrata. Mereka dikenal sebagai sutra non murbei atau sutra liar (wild silk). Pengembangan dan produktivitas ulat sutera liar Indonesia produktivitasnya masih rendah sebab masih mengandalkan pengambilan kokon dari alam (Moerdoko 2002).

Ulat sutera liar A. atlas merupakan salah satu jenis ulat sutra liar yang banyak ditemukan di Indonesia dan mulai diupayakan pembudidayaannya. Spesies ini dapat ditemukan di hutan tropis dan subtropis sepanjang tahun dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil sutera. Menurut Peigler (1989) A. atlas bersifat polivoltin (memiliki beberapa generasi dalam satu tahun) dan bersif at polifagus (dapat memakan berbagai jenis tanaman atau tumbuhan). Spesies ini tersebar dari Sabang sampai Merauke secara alami. Petani seringkali menganggapnya sebagai hama karena larvanya memakan tanaman (Solihin et al. 2010).

Sekitar 90 genus tanaman dari 48 famili dapat menjadi inang larva (Sweetnia mahagoni) dan pada tanaman cengkeh (Zingeber purpereum).

Prospek bisnis budidaya ulat sutera liar A. atlas cukup menjanjikan. Permintaan benang sutera A. atlas dari Jepang sangat tinggi sedangkan produksi di Indonesia masih terbatas dan masih mengandalkan tangkapan dari alam sehingga hanya mampu mengeksport 25 kg/bulan. Dari segi ekonomi harga jual kokon A.atlas lebih tinggi dibandingkan dengan kokon B. mori. Harga kokon A. atlas Rp 60.000/kg sedangkan harga kokon B. mori hanya Rp 25.000/kg. Jika sudah dalam bentuk benang sutra harga dari A. atlas Rp 1.500.000/kg lebih tinggi, sementara benang sutra B. mori hanya Rp 300.000/kg (Solihin et al. 2010).

(13)

2

ngengat betina, umur ngengat jantan lebih pendek dari ngengat betina dan seringkali tidak terjadi perkawinan meskipun indukan telah dicampur dalam satu kandang (Awan 2007; Mulyani 2008).

Permasalahan di atas dapat diatasi bila teknologi inseminasi buatan (IB) dapat diterapkan pada spesies A. atlas seperti yang telah dilakukan pada ulat sutera B. mori (Tazima 1978). Namun untuk dapat menerapkan teknik IB tersebut pada A. atlas diperlukan berbagai informasi tentang karakteristik indukan A. atlas jantan danbetina termasuk organ reproduksinya. Penelitian ini menyajikan data dasar yang memberikan informasi mengenai morfometri imago jantan dan memberikan gambaran sistem reproduksinya. Diharapkan penelitian ini berguna untuk penelitian selanjutnya dalam upaya penerapan inseminasi buatan (IB) pada A. atlas.

Perumusan Masalah

Upaya penyediaan bibit mengalami kesulitan karena kemunculan ngengat jantan mendahului ngengat betina dan umur ngengat jantan yang lebih pendek dari ngengat betina serta seringkali tidak terjadi perkawinan meski indukan jantan dan betina telah dicampur dalam satu kandang. Perlu diupayakan penerapan IB. Untuk mendukung upaya penerapan IB perlu diketahui perbedaan karakteristik ulat sutera liar A. atlas jantan dan betina. Serta diperlukan pemahaman tentang sistem reproduksinya.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan morfometri A. atlas jantan dan organ reproduksinya.

Manfaat Penelitian

(14)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi A. atlas

A. atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna atau holometabola. Menurut Triplehorn dan Johnson (2005), kedudukan taksonomi A. atlas adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Atelocerata Kelas : Insect Subklas : Pterygota Ordo : Lepidoptera Subordo : Ditrysia Superfamili: Bombycoidea Famili : Saturniidae Subfamilia : Saturninae

Genus : Attacus (Linnaeus) Spesies : Attacus atlas (Linnaeus)

Penyebaran A. atlas

A. atlas dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan kupu si rama-rama atau kupu-kupu gajah. Serangga ini tersebar dari Sabang hingga Merauke. Di luar Indonesia serangga ini dapat ditemukan di daerah Simla (India), di ujung daerah timur laut Okinawa (Jepang), seluruh dataran kawasan Asia Tenggara, Taiwan, dan Papua Nugini (Peigler 1989) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

(15)

4

Siklus Hidup A. atlas

Siklus hidup A. atlas yang termasuk serangga holometabola dimulai dari telur. Telur menetas menjadi larva, Larva menjadi pupa, pupa menjadi imago dan imago kembali bertelur (Gullan dan Cranstoon 2000). Mulyani (2008) melaporkan siklus hidup A. atlas pada tanaman sirsak adalah sebagai berikut: fase larva membutuhkan 30-42 hari (rata-rata 36 + 3.83), fase pupa membutuhkan 24-51 hari (rata-rata 29.25 + 7.07) dan fase imago memerlukan 3-8 hari (rata-rata 5.00 + 1.27). Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali siklus 60-89 hari (rata-rata 70.85+7.457). Fase larva A.atlas terdiri dari 6 tahap instar (Gambar 2).

Gambar 2 Siklus hidup A. atlas dengan pakan daun jarak pagar (Desiana 2011)

Morfologi Imago A. atlas

A. atlas merupakan serangga nokturnal berukuran besar. Masyarakat sering menyebut ngengat A. atlas sebagai kupu-kupu gajah. Tubuh imago ditutupi sisik dengan warna dasar cokelat kemerahan hingga orange (Kalshoven 1981). Tubuh ngengat terbagi tiga yaitu kepala, toraks dan abdomen. Kepala bagian frons kepala sangat cekung dan diselimuti sisik. Bagian atas kepala disebut vertex dan bagian belakang kepala disebut occiput. Pada kepala terdapat mata majemuk yang besar dengan diameter 3-4 mm. Jarak antara mata kira-kira 1/2 hingga 2/3 diameter mata dengan bagian mulutnya kurang berkembang (Peigler 1989).

(16)

5 disebut pedicel. Ruas yang memiliki ramus disebut flagellum. Setiap segmen flagellum memiliki empat rami dan rami terpanjang terdapat pada flagellum tengah dan terpendek pada kedua ujungnya (Peigler 1989).

Toraks terbagi menjadi protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Bagian abdomen terdiri dari 10 segmen. Segmen pertama hingga ke delapan dilengkapi oleh spirakel. (Peigler 1989).

MATERI DAN METODE

W aktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2013 di Laboratorium Metabolisme Bagian Anatomi Fisiologi dan Farmakologi dan Unit Rehabilitasi Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan adalah kokon sehat A. atlas yang diambil dari perkebunan teh di Purwakarta. Alat yang digunakan adalah: kandang kasa ukuran 50x50x50 cm3, neraca digital AND GR-200, seperangkat alat bedah minor, jarum pentul, kaca pembesar, penggaris, jangka sorong, styrofoam, kertas millimeter block, dissection mikroskop.

Langkah Kerja

1. Kokon A.atlas diperoleh dari perkebunan teh Purwakarta. 2. Persiapan hewan coba

Kokon dari perkebunan teh dimasukkan ke kandang kasa berukuran 50x50x50 cm3 sampai imago jantan keluar.

3. Prosedur mematikan ngengat

Ngengat dimatikan dengan cara dimasukkan ke lemari pendingin (freezer) selama setengah jam.

4. Pengambilan data

a. Ngengat yang telah mati ditimbang, dan didokumentasi.

Ngengat yang telah mati diletakkan di atas styrofoam yang telah dialasi kertas millimeter block untuk mengukur bentang dan panjang sayap.

(17)

6

Gambar 3 Skema pengukuran morfometri ngengat: a) bentangan sayap; b) panjang sayap; c) lebar kepala; d) panjang kepala; e) lebar kepala; f) panjang torax; g) lebar abdomen; h) panjang abdomen; dan i) panjang badan total.

5. Pengamatan organ reproduksi

a. Ngengat difiksir dengan jarum pentul di atas styrofoam.

b. Penyayatan dilakukan di bagian abdomen menggunakan alat bedah minor yaitu scalpel dan gunting dimulai dari anterior ke posterior, bagian abdomen dibuka, kemudian dikuakkan dan difiksir dengan jarum pentul.

c. Bagian abdomen dipreparir dan sistem reproduksi diangkat dari abdomen.

d. Organ-organ reproduksi diidentifikasi dengan panduan skema sistem reproduksi B. mori (Omura 1938).

Analisis Data

(18)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Khas Imago Jantan

Untuk membedakan ngengat jantan dan ngengat betina adalah dari ukuran antenanya. Antena ngengat jantan terlihat lebih lebar dari pada betina (Gambar 5). Ini merupakan adaptasi morfologi karena ngengat jantan menggunakan antenanya lebih dominan dibandingkan dengan ngengat betina. Ngengat jantan menggunakan antenanya untuk mendeteksi feromon yang dihasilkan oleh ngengat betina. Menurut Passoa (1999) ngengat jantan mampu mendeteksi feromon betina dari jarak sejauh 1 mil (1.6km).

Dari sebelas sampel diperoleh informasi bahwa panjang antena jantan berkisar antara 1.80 sampai 2.03 cm dengan rataan 1.94 + 0.07 cm. Sementara itu, lebar antena pada ngengat jantan berkisar antara 0.92 hingga 1.06 cm dengan rataan 0.99 + 0.04 cm. Antena betina memiliki panjang 1.7 - 2.1 cm dan lebar 0.3 cm. Jadi dapat disimpulkan bahwa antena jantan lebih lebar daripada antena betina. Selain itu antena ngengat jantan juga memiliki ramus yang lebih rapat dibandingkan dengan ngengat betina (Gambar 4).

Ukuran Morfometri

Morfometri yang diteliti dalam penelitian ini adalah sayap ( bentangan dan panjangnya), kepala, toraks dan abdomen (panjang dan lebar) serta panjang badan total. Bentangan sayap adalah jarak antara ujung kanan dan ujung kiri sayap ketika sayap terbentang maksimum. Bentangan sayap A. atlas jantan berkisar antara 17.50-20.00 cm. Nilai ini serupa dengan laporan Mulyani (2008) yang memperoleh angka kisaran angka yang persis sama (17.50-20.00 cm). Dalam penelitiannya Mulyani (2008) menggunakan ngengat A. atlas yang dipelihara dalam ruangan dengan pakan daun kaliki (Ricini communis L.) dan daun jarak pagar (Jatropa curcas L.).

Kesamaan nilai bentangan sayap ini menunjukkan bahwa hal tersebut tidak dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi semasa larva maupun tempat pemeliharaannya. Ngengat A atlas merupakan ngengat terbesar dalam ordo Lepidoptera sehingga dapat dipahami jika bentangan sayap A. atlas lebih besar daripada ulat sutera lainnya. Ngengat jantan dari Antheraea yamamai (ulat sutera liar jepang) memiliki bentangan sayap hanya 12-15 cm sedangkan ngengat jantan sutera murbei (B. mori) memiliki bentangan

Gambar 4 Antena imago A. atlas: jantan (A) dan betina (B) A

(19)

8

sayap 4-5 cm (Kuribayashi 1981). Jadi bentangan sayap ngengat sangat ditentukan oleh faktor genetik.

Tabel 1 Ukuran morfometri ngengat jantan A. atlas

Panjang sayap adalah jarak antara ujung anterior sayap depan dengan posterior sayap belakang. Panjang sayap ngengat A. atlas jantan berkisar antara 7.00-8.20 cm. Nilai rata-rata panjang sayap A. atlas jantan adalah 7.55+0.34 cm.

Panjang dan lebar kepala ngengat A. atlas rata-rata 0.45 + 0.03 (0.41 - 0.53 cm) dan 0.52+0.03 cm (0.50-0.58 cm). Panjang dan lebar toraks diduga dipengaruhi oleh faktor pakan dan lingkungan. Mulyani melakukan pengukuran ngengat yang dipelihara secara intensif di dalam ruangan dengan pakan daun kaliki (Ricini communis L.) dan daun jarak pagar (Jatropa curcas L.), sedangkan peneliti melakukan pengukuran dari imago yang larvanya berasal dari perkebunan teh. Hal ini dapat diartikan bahwa pakan dan tempat hidup memengaruhi ukuran abdomen. Ukuran abdomen menjadi penting diperhatikan karena merupakan tempat penimbunan cadangan makanan bagi imago.

Ulat sutera yang dipelihara intensif dalam ruangan dengan pakan yang cukup serta stasus lingkungan terjaga diduga akan menghasilkan imago yang memiliki cadangan makanan lebih banyak. Semakin lebar abdomen maka cadangan makanan semakin banyak, sehingga umur imago jantan menjadi lebih panjang (Nugroho 2013). Semakin lebar abdomen besar kemungkinan sperma yang terkandung di dalamnya juga semakin besar. Berdasarkan hal tersebut peneliti menduga bahwa lingkungan pemeliharaan yang terkendali suhu dan kelembabannya serta pemberian

(20)

9 pakan yang intensif semasa larva akan menghasilkan imago jantan yang menghasilkaan semen yang lebih banyak dan berumur lebih panjang.

Panjang badan merupakan jarak antara margin anterior kepala (tidak termasuk antena) dengan titik paling posterior abdomen. Panjang badan ngengat A. atlas jantan berkisar antara 3.32-4.42 cm dengan rata-rata 3.69 cm. Nilai ini sama dengan panjang badan Antheraea yamamai (3.7 cm) tetapi lebih besar dibandingkan dengan panjang badan B. mori hanya 1.6 cm (Kuribayashi 1981).

Berdasarkam proporsi perbandingan panjang tubuh, panjang kepala panjang toraks, dan panjang abdomen A. atlas masing-masing merupakan 13.27 %, 34.51 % dan 52.21% dari panjang badan total. Sehingga perbandingan antara panjang kepala : panjang toraks : panjang abdomen adalah 13.27: 34.51: 52.21. Jadi abdomen merupakan bagian terpanjang dari badan ngengat. Panjang abdomen tersebut masih lebih besar dari gabungan panjang kepala dan toraks.

Korelasi antara Bobot Badan Ngengat Jantan dengan Morfometri

Bobot badan ngengat jantan A. atlas berkisar antara 1.11- 2.19 g dengan rataan 1.59+ 0.33 g. Bobot badan bervariasi bergantung pada asupan pakan selama masa larva. Bobot badan berkorelasi dengan morfometri organ lainnya. Data korelasi antara bobot badan (Y) dengan parameter morfometri (X) disajikan pada Tabel 2.

Morfometri panjang badan total berkorelasi sangat kuat (R=0.875) dengan bobot badan dengan persamaan Y= 0.875X-1.639 (Tabel 2). Karena korelasinya yang sangat kuat maka persamaan tersebut dapat digunakan untuk menduga nilai bobot badan bila diketahui data panjang badan total ngengat jantan ataupun sebaliknya secara tepat. Misalnya diketahui panjang badan ngengat jantan adalah 3.5 cm maka kita dapat menduga nilai bobot badan dengan mensubsitusikan angka tersebut ke dalam persamaan menjadi Y=0.87(3.5)-1.64 sehingga diperoleh nilai bobot badan (Y) sebesar 1.42 g.

Koefisien korelasi (R) merupakan seberapa besar hubungan antara kedua variabel. Nilai R berkisar antara 0 sampai 1. Bila nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai

Tabel 2 Korelasi antara bobot badan ngengat jantan dengan morfometri

Parameter Persamaan

Linear

R r2 SEE

Signi-fikansi

(21)

10

yang semakin mendekati 0 berarti menunjukkan hubungan yang terjadi semakin lemah.

Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

Berikut penggolongan korelasi parameter morfometri dengan bobot badan berdasarkan klasifikasi Sugiyono (2007).

Koefisien determinasi (r2) merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar variabel morfometri mampu memengaruhi variable bobot badan. Nilai r2 terbaik dimiliki oleh parameter panjang badan total yakni sebesar 0.73. Hal ini dapat diartikan bahwa sebesar 73.3 % nilai bobot badan dipengaruhi oleh panjang badan, sedangkan sisanya sebesar 26.7 % dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Standard Error of the Estimate (SEE) adalah suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai Y (bobot badan). Dari hasil regresi didapatkan nilai SEE dari panjang tubuh merupakan yang terkecil yakni sebesar 0.18. Ini berarti banyaknya kesalahan dalam prediksi bobot badan adalah sebesar 0.18 g (satuan bobot badan). Nilai SEE ini kurang dari standar deviasi bobot badan (0.33) sehingga disimpulkan model regresi ini cukup baik untuk memprediksi nilai bobot badan.

Model regresi dikatakan layak bila nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05. Dari Tabel 2 terlihat bahwa hanya ada dua model regresi yang tergolong layak yaitu model regresi yang menggunakan panjang badan total dan panjang abdomen sebagai variabel bebasnya.

Tabel 3 Penggolongan korelasi parameter morfometri dengan bobot badan

(22)

11

Sistem Reproduksi Imago A. atlas Jantan

Pada penelitian ini peneliti juga melakukan pembedahan eksploratif pada imago A. atlas jantan untuk menemukan sistem reproduksinya yang kemudian dibandingkan dengan gambar sistem reproduksi B. mori (Omura 1938) (Gambar 5).

Gambar 5 Sistem reproduksi; (A) imago A. atlas jantan dan (B) skema sistem reproduksi pupa B. mori (Omura 1938) terdiri dari ampula ductus deferent (add), ductus deferent (dd), glandula alba (ga), glandula lacteola (gl), glandula prostatica (gp), glandula pelusida (gpl), glandula spermatophore (gs), penis (p), testis (t).

Dari hasil pembedahan peneliti menemukan bahwa secara umum banyak kemiripan antara sistem reproduksi A. atlas dengan B. mori. Sistem reproduksi A. atlas jantan memiliki sepasang testis, sepasang ductus deferent, satu glandula spermatophore, satu glandula alba, satu glandula prostatica dan satu penis. Peneliti tidak dapat menemukan glandula pelusida dan glandula lacteola pada sistem reproduksi A. atlas jantan. Tidak ditemukannya glandula pelusida dan glandula lacteola diduga karena metode yang digunakan peneliti tidak mampu untuk menemukan organ tersebut. Selain itu mungkin saja memang tidak terdapat kedua organ tersebut pada fase imago tapi pada fase pupa, dengan kata lain telah mengalami rudimenter dalam perkembangannya. Untuk itu diperlukan

t

dd

add

p

gs

gp

ga

t

dd

(23)

12

penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih mutakhir pada fase imago maupun pupa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Imago A. atlas jantan memiliki antena yang lebih berkembang dibandingkan betina.

2. Panjang badan total ngengat jantan memiliki korelasi sangat kuat dengan bobot dalam model persamaan Y=0,875X-1,639, dimana Y adalah bobot badan dalam gram dan X adalah panjang badan dalam cm.

3. Sistem reproduksi A. atlas jantan memiliki sepasang testis, sepasang ductus deferent dengan ampulanya, satu glandula spermatophore, satu glandula alba, satu glandula prostatica dan satu penis.

Saran

Dilakukan penelitian lebih lanjut pada pengamatan sistem jaringan histologi pada organ reproduksi jantan baik pada tahap pupa maupun pada tahap imago.

DAFTAR PUSTAKA

Awan A. 2007. Domestikasi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dalam Usaha Meningkatkan Persuteraan Nasional [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Desiana R. 2011. Domestikasi Ulat Sutera Liar (Attacus atlas L.) dengan Pakan Daun Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) dan Sirsak (Annona Muricata L.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gullan PJ, Cranston PS. 2000. The Insects an Outline of Entomology. Second Edition. London (GB): Blackwell Science.

Guntoro S. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- Van Hoeve.

Kuribayashi S. 1981. Indoor rearing of the Japanese Oak Silkworm, Antheraea yamamai. JARQ. 15 (2): 122-132.

(24)

13 Nugroho EP. 2013. Preservasi Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) pada Suhu 50C dalam Rangka Preservasi Semen. Di dalam: Peran Reproduksi Dalam Penyelamatan dan Pengembangan Plasma nutfah Hewan di Indonesia. Seminar Nasional Asosiasi Reproduksi Hewan Hewan Indonesia; 2013 November 18-19; Bogor. Bogor (ID): [ARHI Cabang Bogor]. hlm 70.

Omura S. 1938. Studies On The Reproductive System of The Male of Bombyx mori: Post Testicular Organs and Post-Testicular Behaviour of The Spermatozoa. J Faculty of Agricul Hokkaido University. 40 (3): 129-170.

Passoa VA. 1999. Magnificent wild silk moths. Carolina Biological Supply Company. 62(4):15-18.

Peigler RS. 1989. A Revision of The Indo-Australian Genus Attacus. California (US): The Lepidoptera Research Foundation.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif dan RND. Bandung (ID): Alfabeta.

Solihin DD, Fuah AM, Ekastuti DR, Siregar HCH, Wiryawan KG, Setyono DJ, Mansjoer SS, Polii BNN. 2010. Budi Daya Ulat Sutera Alam Attacus atlas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Tazima Y. 1978. The Silkworm: an Important Laboratory Tool. National Institute of Genetics. Mishima (JP): Kodasha Tokyo Scientific Books. Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the

(25)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Desember 1989 di Sungai Betung Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suparman dan Ibu Nuraini A.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 11 Pasar Sungai Betung pada tahun 1996 hingga 2002. Pada tahun 2002 hingga 2005 Penulis menjalani pendidikan ke jenjang berikutnya di SMP Negeri 17 Sawahlunto Sijunjung. Pendidikan menengah atas telah Penulis lalui di SMA Negeri 1 Sijunjung pada tahun tahun 2005 hinggga 2008.

Tahun 2008 Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Penyebaran  A. atlas (Peigler 1989)
Gambar 2 Siklus hidup A. atlas dengan pakan daun jarak pagar (Desiana
Gambar 3 Skema pengukuran morfometri ngengat: a) bentangan sayap; b)
Gambar 4 Antena imago A. atlas: jantan (A) dan betina (B)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2007: 132) Sistem pembelajaran menggunakan modul memiliki perbedaan dengan system pembelajaran pada umumnya yaitu sistem

Dapat dilihat dari pengertian LKM dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Syariah Pasal 1 Ayat (1), 51 tersebut dapat digaris bawahi bahwasanya

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendiskripsikan penerapan metode SQ3R dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran Konsep Dasar IPA tentang Tata Surya pada Mahasiswa

kemampuan penalaran dan kretivitas belajar matematika melalui upaya. penerapan teknik pembelajaran Brainstorming siswa kelas

Setelah diadakan observasi awal dan diskusi dengan guru kolaborator, maka di pilih cara pemecahan masalah dengan menerapkan metode student teams achievement division

terhadap fogging insektisida malathion 5% yang digunakan untuk pemberantasan vektor nyamuk di wilayah Kota Denpasar sebagai daerah endemis DBD tahun 2016 ”.. 1.3

Untuk memperjelas penelitian, maka dibatasi hanya mengkaji pengaruh dua variabel saja yaitu strategi dengan ilustrasi model pizza dan kemampuan penalaran