• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) Dan Limbah Cair Surimi Terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair Dari Sargassum Sp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) Dan Limbah Cair Surimi Terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair Dari Sargassum Sp"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN BIOAKTIVATOR LAUT (

REUSE

)

DAN LIMBAH CAIR SURIMI TERHADAP KARAKTERISTIK

PUPUK ORGANIK CAIR DARI

Sargassum

sp

PUTRI WENING RATRINIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul “Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) dan Limbah Cair Surimi terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair dari Sargassum sp” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Putri Wening Ratrinia

(3)

RINGKASAN

PUTRI WENING RATRINIA. Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) dan Limbah Cair Surimi terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair dari

Sargassum sp. Dibimbing oleh UJU dan PIPIH SUPTIJAH.

Pupuk organik sangat dianjurkan untuk tanah dan tanaman karena dapat meningkatkan produktivitas dan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Sargassum sp dan limbah cair surimi mengandung bahan organik dan nutrisi seperti C-organik, nitrogen, fosfor, dan kalium yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Penambahan bioaktivator laut yang mengandung bakteri isolat dari serasah mangrove berfungsi untuk mempercepat waktu pengomposan dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam proses dekomposisi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh penambahan bioaktivator laut dan limbah cair surimi terhadap laju dekomposisi C-organik, N-total, rasio C/N, P2O5, K2O, nilai pH dan konsentrasi unsur hara mikro yaitu Fe, Mn, Zn serta kandungan bakteri penambat N dan pelarut P. Selain itu untuk menentukan konsentrasi optimum penambahan limbah cair surimi dan waktu optimum pengomposan.

Bahan baku yang digunakan adalah Sargassum sp dari Pameungpeuk, Garut, bioaktivator laut (Reuse) dan limbah cair surimi ikan lele (Clarias sp). Terdapat enam perlakuan yaitu, kontrol, Sargassum sp + bioaktivator laut, limbah cair surimi, Sargassum sp + bioaktivator laut + limbah cair surimi dengan tiga konsentrasi yang berbeda, 80%,90% dan 100% difermentasi selama 9 hari kemudian diuji C-organik, N total, rasio C/N, P2O5, K2O, pH pada hari 0,3,6 dan 9 serta diuji Fe, Mn, Zn, bakteri penambat N dan bakteri pelarut P.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimal pengomposan dengan menggunakan bioaktivator laut adalah 6 hari, sedangkan perlakuan tanpa menggunakan bioaktivator laut, pengomposan masih tetap berjalan hingga melewati hari ke-9. Penambahan bioaktivator laut dan limbah cair surimi meningkatkan unsur hara makro dan mikro, serta meningkatkan jumlah mikroba fungsional pada pupuk organik. Konsentrasi penambahan limbah cair surimi terbaik adalah pada 90 %, yaitu dengan hasil C-organik 8033.3±0,0115 ppm; N total 740,063±0,0862 ppm; rasio C/N 10,855±0,1562; P2O5 425,603±0,2329 ppm;

K2O 2738,627±0,2836 ppm; pH 7,34; unsur hara mikro Fe 0,98±0,0173 ppm; Mn

0,1833±0,0153 ppm, Zn 0,2067±0,0115 ppm; MPN 6,23x103±80 cfu/mL; MPP 5,98x103±189,29 cfu/mL.

(4)

SUMMARY

PUTRI WENING RATRINIA. The Effectivity of Marine Bio-activator (Reuse) and Surimi Liquid Waste Addition of Characteristics Liquid Organic Fertilizer from Sargassum sp. Supervised by UJU and PIPIH SUPTIJAH.

Organic fertilizer is highly recommended for soil and plant because it can improve the productivity and repair physical, chemical, and biological of soil.

Sargassum sp and surimi liquid wastes contain organic matter and nutrient (C, N, P, K) needed by plants and soils. The addition of marine bio-activator containing bacterial isolates from litter mangrove served to accelerate the composting time and increased the activity of microorganisms in the decomposition process. The aim of this study was to determine the effect of marine bio-activator and surimi liquid waste addition to decomposition rate C-organic, total N, C/N ratio, P2O5, K2O, pH, Fe, Mn, Zn, and functional microorganism.

Raw materials used were waste of seaweed Sargassum sp, marine bio-activator (Reuse) and surimi liquid waste from catfish (Clarias sp). There were six treatments namely control, Sargassum sp + marine bio-activator, surimi liquid waste , Sargassum sp + marine bio-activator + surimi liquid waste 80%, 90%, 100% which were fermented for 9 days and tested for C-organic, total N, C/N ratio, P2O5, K2O, pH on days 0,3,6 and 9, also tested for Fe, Mn, Zn, and functional microorganism.

The results showed that the optimum fermentation period was on 6 days, while the treatment without marine bio-activator was still running until passing day 9. The addition of marine bio-activator and surimi liquid wastes improved macro and micronutrients, as well as increasing the number of functional microorganism of organic fertilizer. The most optimum concentration of surimi liquid waste added was 90%, C-organic 8033.3±0.0115 ppm, total N 740.063± 0.0862 ppm, C/N ratio 10.855±0.1562, P2O5 425.603±0,2329 ppm, K2O 2738.627

±0.2836 ppm, pH 7.34, Fe 0.98±0.0173 ppm, Mn 0.1833±0.0153 ppm, Zn 0.2067±0.0115 ppm, MPN 6.23x103±80 cfu/mL, MPF 5.98x103±189.29 cfu/mL.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Teknologi Hasil Perairan

PUTRI WENING RATRINIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN BIOAKTIVATOR LAUT (

REUSE

)

(7)
(8)
(9)

Judul Tesis : Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) dan Limbah Cair Surimi terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair dari

Sargassum sp

Nama : Putri Wening Ratrinia NIM : C351140201

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Eng Uju, SPi MSi Ketua

Dr Dra Pipih Suptijah, MBA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Efektivitas Penambahan Bioaktivator Laut (Reuse) dan Limbah Cair Surimi terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair dari Sargassum sp” dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 hingga Januari 2016 di Institut Pertanian Bogor.

Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr Eng Uju, SPi MSi sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu dalam membimbing penulis dan banyak memberikan nasihat untuk lebih bijak dalam kehidupan.

2. Dr Dra Pipih Suptijah, MBA sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, dan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Ibu Dr Desniar, SPi MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan kritikan serta saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan tesis ini.

4. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku komisi GKM dan ketua program studi S2 THP yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan tesis. 5. Kedua orangtua Jamari SPd dan Slamet Urip Rahayu SPd serta kakak,

adik yang selama ini telah memberikan doa, perhatian, nasihat, motivasi dan kasih sayang yang tulus kepada penulis selama ini.

6. Teman-teman Pascasarjana THP 2014 yang telah membantu serta memberikan semangat dalam proses penelitian sampai selesainya tesis ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan motivasi kepada Penulis. Amin.

Bogor, November 2016

(11)

DAFTAR ISI

Prosedur Analisis dan Pengukuran Parameter 8

Analisis Data 14

2 Konsentrasi makromineral pada Sargassum sp dan limbah cair surimi

(Clarias sp) 15

3 Konsentrasi mikromineral (Fe, Mn, dan Zn) pada berbagai perlakuan pupuk organik cair setelah pengomposan 6 hari 24 4 Resume hasil penelitian perlakuan terpilih dibandingkan dengan

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 7

2 Konsentrasi C-organik pada perlakuan yang berbeda selama

pengomosan 9 hari 16

3 Konsentrasi N-total pada perlakuan yang berbeda selama pengomosan 9

hari 18

4 Rasio C/N pada perlakuan yang berbeda selama pengomosan 9 hari 19 5 Konsentrasi P2O5 pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9

hari 20

6 Konsentrasi K2O pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9

hari 22

7 Nilai pH pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari 23 8 Kandungan bakteri fungsional a)penambat N b) pelarut P pada

pengomposan hari ke-6 dan ke-9 27

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi rumput laut yang melimpah. Menurut data FAO (2014), produksi rumput laut di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan yaitu dari 2,697 juta ton pada tahun 2010, menjadi 7,641 juta ton pada tahun 2012. Salah satu jenis rumput laut yang sangat berpotensi dalam bidang industri adalah Sargassum sp. Basmal (2010) melaporkan bahwa produksi rumput laut jenis Sargassum sp mencapai 482.400 ton per tahun, namun pemanfaatan rumput laut ini masih belum optimal. Rumput laut jenis ini merupakan bahan baku pembuatan alginat, namun tidak semua hasil panen

Sargassum sp memenuhi kriteria kelayakan sebagai bahan baku alginat, sehingga rumput laut yang tidak memenuhi kriteria dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk meningkatkan nilai komersial.

Pupuk organik adalah pupuk yang mengandung senyawa organik yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman serta tidak meninggalkan residu kimia yang berbahaya seperti pada pupuk kimia. Iswandi et al. (2014) melaporkan bahwa pupuk organik cair berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik cair dapat memperbaiki tanah yang tadinya keras dan sukar untuk diolah, kemampuan tanah dalam menahan air kurang, kapasitas tukar kation rendah, buffer capacity rendah, serta aktivitas dan keragaman biota tanah. Pupuk organik cair tidak bersifat merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin karena tidak meninggalkan residu kimia yang berbahaya. Selama ini telah banyak penelitian yang mengkaji potensi rumput laut sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik. Thirumaran (2009) dan Sundari (2014) melaporkan bahwa rumput laut sangat potensial digunakan sebagai pupuk organik karena substansinya mengandung unsur makromineral (nitrogen, fosfor, kalium) dan mikro mineral seperti besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Hasil penelitian Basmal (2010) menunjukkan bahwa kombinasi hidrolisat rumput laut Sargassum sp dan limbah ikan dapat dibuat sebagai pupuk organik yang mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap. Unsur hara makro dalam pupuk organik lebih kecil dari pupuk kimia tetapi pupuk organik yang dibuat dari kombinasi antara hidrolisat rumput laut dan limbah perikanan memiliki senyawa-senyawa organik yang tidak dimiliki oleh pupuk kimia. Ratrinia (2014) melaporkan bahwa pupuk organik dari rumput laut memiliki kandungan unsur hara makro yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pupuk organik lainnya seperti pada pupuk kompos dari kotoran ayam hasil dari penelitian Darwati (2013). Vives et al. (2015) melaporkan bahwa pupuk rumput laut yang ditambahkan dengan limbah ikan efektif digunakan pada tanaman hortikultur tanaman tomat dan selada.

(14)

pada bioaktivator laut memiliki sifat spesifik yang dapat meningkatkan unsur hara, dimana bakteri tersebut merupakan jenis bakteri penambat N dan pelarut P. Jenis bakteri yang terdapat pada bioaktivator tersebut adalah Bacillus,

Pseudomonas, Acinetobacter dan Flavobacterium.

Unsur hara N merupakan faktor pembatas pada pupuk organik yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Rumput laut memiliki kandungan unsur hara N yang rendah, sehingga perlu ditambahkan bahan lain untuk meningkatkan konsentrasi N-total pada pupuk organik cair Sargassum sp. Limbah cair surimi mengandung protein terlarut yang tinggi sehingga unsur hara N yang terkandung di dalam limbah cair tersebut cukup tinggi. Uju et al. (2009) dan Nurhayati et al. (2015) melaporkan bahwa hasil analisis kimia air cucian surimi menunjukkan adanya protein pada air cucian surimi, yaitu sebesar 0,41 % dan 0.88% dengan jenis ikan yang berbeda. Penambahan limbah cair surimi diharapkan dapat meningkatkan konsentrasi N-total pada pupuk organik cair.

Sargassum sp dan serasah mangrove memiliki kandungan senyawa yang sama yaitu selulosa, sehingga diharapkan isolat bakteri serasah mangrove yang terdapat dalam bioaktivator laut dapat berperan efektif dalam penguraian bahan organik seperti C-organik pada Sargassum sp. Penelitian terkait penggunaan bioaktivator laut sebagai aktivator dekomposer dan penambahan limbah cair surimi pada ekstrak Sargassum sp belum pernah dilakukan.

Rumusan Masalah

Penggunaan pupuk anorganik dapat meninggalkan residu kimia yang berbahaya sehingga pupuk organik merupakan alternatif yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pupuk organik memiliki kelemahan, yaitu rendahnya unsur hara (N, P,dan K) jika dibandingkan dengan pupuk kimia, selain itu proses pembuatan membutuhkan waktu yang lama. Penambahan bahan baku lainnya yang mengandung unsur hara yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi makro dan mikromineral, mempercepat proses pengomposan, serta meningkatkan kualitas pupuk organik.

Unsur hara N di dalam pembuatan pupuk organik dipersyaratkan harus ada, oleh sebab itu dalam pembuatan pupuk organik cair rumput laut dengan limbah surimi, unsur hara N harus diperhitungkan. Rumput laut mempunyai kandungan unsur hara N yang rendah sedangkan limbah surimi mempunyai unsur hara N yang tinggi yang diperoleh dari protein. Limbah cair industri surimi yang biasanya langsung dibuang ke lingkungan mengandung banyak protein dan mengakibatkan nilai nitrat dan amonia yang cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik lengkap.

Bioaktivator berfungsi untuk mempercepat proses fermentasi. Bioaktivator laut berasal dari bakteri simbion tanaman mangrove, yaitu jenis bakteri Bacillus,

Pseudomonas, Flavobacterium, Acinetobacter. Selain mempercepat proses fermentasi, bakteri ini berfungsi mengikat nitrogen dan menguraikan fosfat. Sehingga penggunaan bioaktivator laut dapat meningkatkan kualitas pupuk baik unsur hara maupun mikrobiologi.

(15)

Pengalaman empiris perlu dibuktikan sehingga diperlukan penelitian yang lebih lengkap untuk menentukan kandungan unsur hara makro (C-organik, N, P, dan K), unsur hara mikro (Mn, Zn, dan Fe) serta kandungan bakteri penambat N dan pelarut P.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh penambahan bioaktivator laut dan limbah cair surimi terhadap laju dekomposisi C-organik, N-total, P2O5, K2O, nilai pH selama proses pengomposan dan konsentrasi unsur hara mikro yaitu Fe,Mn, Zn serta kandungan bakteri penambat N dan pelarut P. Selain itu untuk menentukan konsentrasi optimum penambahan limbah cair surimi dan waktu optimum pengomposan.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik unsur hara makro yang meliputi nilai C-organik, N, P, dan K, unsur hara mikro (Fe,Mn,Zn) serta kandungan bakteri penambat N dan pelarut P pada pupuk rumput laut Sargassum sp, dan memberikan informasi ilmiah dalam bidang perikanan dan pertanian sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut, dan mengangkat potensi sumber daya laut Indonesia.

Hipotesis

(16)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 – Januari 2016.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut

Sargassum sp dengan kualitas rendah yang berasal dari perairan Pamengpeuk, Garut. Bahan yang digunakan meliputi bioaktivator laut (Reuse), limbah cair surimi ikan Lele (Clarias sp), gula merah, dan aquades. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah H2SO4 (Merck, pekat), K2Cr2O7 (Merck, pekat), Indikator PDA (Merck), dan FeSO4 (Merck, 0,5). Campuran garam K2SO4 : CuSO4 (Merck, 20:4), NaOH (Merck, 45%), H3BO3 (Merck, 4%), Indikator Campuran (MR dan BCG), HCl 0,1 N (Merck), Butir Zn (Merck), HNO3 (Merck, pekat), HClO (Merck, pekat), Amonium Heptamolibdat Venadat (Merck), HNO3 2 N (Merck), larutan standar KH2PO4 25 ppm, aquades. Alat-alat yang digunakan antara lain kjeldahl sistem, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Shimadzu tipe AA 6300, dan spektrofotometer UV-Vis berkas ganda 1700 PC (Shimadzu).

Prosedur Penelitian

Prosedur pengolahan pupuk organik pada penelitian ini mengikuti prosedur Sunarpi et al. (2010) dengan sedikit modifikasi yaitu menggunakan

Penanganan bahan baku dilakukan dengan sortasi dan pencucian. Rumput laut jenis Sargassum sp dibersihkan dari kotoran dan dicuci dengan air selama kira-kira 5 menit. Rumput laut dicuci dengan air untuk menghilangkan kandungan garam yang menempel. Pengecilan ukuran bahan baku dilakukan dengan mencacah rumput laut menjadi potongan kecil untuk memudahkan proses dekomposisi bahan organik dari bahan baku (Lampiran 1a).

(17)

dengan cara disaring menggunakan kain blacu. Air cucian yang telah dipisahkan kemudian disimpan untuk tahap penelitian selanjutnya (Lampiran 1b).

Pengomposan (Sunarpi et al., 2010)

Pengomposan dilakukan dengan cara mencampur semua bahan sesuai dengan komposisi masing-masing yang telah ditentukan ke dalam wadah tertutup. Pengomposan dilakukan selama 9 hari, dan setiap hari dilakukan pengadukan pada kompos agar terjadi pergantian oksigen. Perlakuan yang diberikan pada percobaan ini adalah perlakuan pertama yaitu Sargassum sp tanpa bioaktivator laut (Lampiran 1c) dan limbah cair surimi sebagai kontrol, perlakuan kedua adalah Sargassum sp dengan bioaktivator laut tanpa limbah cair surimi (RL+BL), perlakuan ketiga adalah limbah cair surimi tanpa Sargassum sp dan bioaktivator laut (LCS), perlakuan keempat adalah Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi konsentrasi 80% (RL+BL+LCS 80%), perlakuan kelima adalah

Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi konsentrasi 90% (RL+BL+LCS 90%), dan perlakuan yang keenam adalah Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi konsentrasi 100% (RL+BL+LCS 100%). Tabel rancangan penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rancangan penelitian

3 Limbah cair surimi tanpa Sargassum sp dan bioaktivator laut

Deskripsi setiap perlakuan diuraikan sebagai berikut :

1. Sargassum sp tanpa bioaktivator laut dan limbah cair surimi (Kontrol)

Sargassum sp sebanyak 300 g ditambahkan dengan 15 gram, 600 mL aquades. Kemudian dilakukan fermentasi atau pengomposan selama 9 hari dan dilakukan pengukuran C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH selama proses fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.

(18)

3. Limbah cair surimi tanpa Sargassum sp dan bioaktivator laut (LCS)

Perlakuan ketiga yaitu sebanyak 600 mL limbah cair surimi kemudian ditambahkan larutan gula 15 gram. Fermentasi atau pengomposan dilakukan selama 9 hari dan dilakukan pengukuran C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH selama proses fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.

4. Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi 80% (RL+BL+LCS 80%)

Perlakuan keempat yaitu sebanyak 300 gram Sargassum sp ditambahkan dengan larutan bioaktivator laut 30 mL, kemudian ditambahkan larutan gula 15 gram, selanjutnya ditambahkan limbah cair surimi sebanyak 480 mL dan aquades sebanyak 120 mL. Fermentasi atau pengomposan dilakukan selama 9 hari diukur kandungan C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH selama proses fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.

5. Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi 90% (RL+BL+LCS 90%)

Perlakuan keempat yaitu sebanyak 300 gram Sargassum sp ditambahkan dengan larutan bioaktivator laut 30 mL, kemudian ditambahkan gula 15 gram, selanjutnya ditambahkan limbah cair surimi sebanyak 540 mL dan aquades sebanyak 60 mL. Fermentasi atau pengomposan dilakukan selama 9 hari diukur kandungan C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH selama proses fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.

6. Sargassum sp dengan bioaktivator laut dan limbah cair surimi 100% (RL+BL+LCS 100%)

Perlakuan keempat yaitu sebanyak 300 gram Sargassum sp ditambahkan dengan larutan bioaktivator laut 30 mL, kemudian ditambahkan gula 15 gram, selanjutnya ditambahkan limbah cair surimi sebanyak 600 mL. Fermentasi atau pengomposan dilakukan selama 9 hari diukur kandungan C-organik, N-total, P2O5, dan K2O, serta pH selama proses fermentasi berlangsung yaitu pada hari ke 0, 3, 6 dan 9.

(19)
(20)

Prosedur Analisis dan Pengukuran Parameter

Parameter pengamatan dalam penelitian ini antara lain konsentrasi C-organik, konsentrasi N-total, konsentrasi P2O5, konsentrasi K2O, nilai pH, kara mikromineral Fe, Mn, Zn, serta kandungan bakteri penambat N dan pelarut P.

a. Analisis Bahan Organik (C-organik)

Pengujian konsentrasi bahan organik berdasarkan metode Walkey and Black (Horwitz, 2000). Sampel pupuk organik dimasukkan ke dalam labu takar, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat dan larutan K2Cr2O7 1 N. Larutan didiamkan selama 30 menit dan ditambahkan larutan H3PO4 pekat serta diencerkan dengan aquades hingga homogen, kemudian diendapkan. Larutan disaring dan bagian yang bening diambil, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan aquades. Larutan ditambahkan dengan 2 tetes indikator DPA. Campuran dititrasi dengan FeSO4 0,5 N hingga terjadi perubahan warna menjadi kehijauan sampai biru, dengan blanko sebagai pembanding. Perhitungan konsentrasi C-organik adalah sebagai berikut:

Pengujian konsentrasi N-total berdasarkan metoda Kjeldahl (Page, 1982). Pengujian N-total dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

Destruksi

Sampel pupuk organik ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl, kemudian ditambahkan campuran garam dan larutan H2SO4 pekat, selanjutnya dipanaskan hingga larutan berwarna kehijauan, didinginkan kemudian di tambahkan aquades sebanyak 30 mL.

Destilasi

Larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian ditambahkan larutan NaOH 45% dan 2 butir Zn, selanjutnya dipanaskan. Destilat ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi larutan H3BO3 4% dan indikator campuran (MR dan BCG).

(21)

Titrasi dilakukan dengan larutan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari biru, kehijauan sampai kuning. Penentuan konsentrasi N-total dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

Pengujian konsentrasi fosfor dilakukan berdasarkan metode Spectrophotometry (Horwitz, 2000). Sampel pupuk organik cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan HNO3 pekat dan larutan HClO pekat, kemudian didiamkan selama 30 menit dan dipanaskan, selanjutnya didinginkan dan disaring (ekstrak pekat). Ekstrak jernih diambil dan dimasukkan ke dalam beaker glass, di tambahkan aquades, HNO3 2 N dan larutan Amonium Heptamolibdat Vanadat, dan didiamkan selama 30 menit. Sampel kemudian diamati dengan Spectrophotometer pada panjang gelombang 650 nm dan dibandingkan dengan larutan standar yang telah dibuat. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi (0; 2,5; 5,0; 7,5; 10; 12,5; 15 ppm). Penentuan konsentrasi P2O5 dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

P = (a+bx) x pengenceran

(22)

Keterangan:

Ppm kurva = konsentrasi contoh yang didapat dari kurva regresi hubungan antara konsentrasi deret standart dengan pembacaannya dikurangi blanko.

fp = faktor pengenceran

fk = faktor koreksi konsentrasi air =

100 = faktor konversi ke %

e. Analisis nilai pH

Pengujian nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sampel pupuk organik ditambahkan aquadest dengan perbandingan sampel : aquadest (1:2). Sampel diujikan dengan menggunakan pH meter dan dicatat nilai yang tertera pada monitor.

f. Analisis Konsentrasi Fe

Pengujian konsentrasi Fe dilakukan dengan metode SSA (06-6989.4-2004). Pengujian konsentrasi Fe dilakukan dengan cara memasukkan 100 mL pupuk organik yang sudah homogen ke dalam gelas piala. Sampel ditambahkan 5 mL asam nitrat dan dipanaskan di pemanas listrik hingga hampir kering. Larutan yang telah dipanaskan ditambahkan dengan 50 mL aquadest, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL melalui kertas saring dan ditepatkan dengan aquadest hingga tepat 100 mL.

Pembuatan larutan baku logam Fe 100 mg/L

Pembuatan larutan baku dilakukan dengan cara memasukkan 10 mL larutan induk Fe 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer hingga tanda tera. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Pembuatan larutan baku logam Fe 10 mg/L

Pembuatan larutan baku 10 mg/L dilakukan dengan cara memasukkan sebanyak 50 mL larutan induk Fe 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Pembuatan larutan kerja logam Fe

(23)

Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara mengoptimalkan alat SSA sesuai petunjuk penggunaan alat. Larutan kerja yang telah dibuat kemudian diukur dengan panjang gelombang 279,5 nm. Kurva kalibrasi dibuat untuk mendapatkan persamaan garis regresi yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan konsentrasi Fe. Sampel diukur dengan metode yang sama seperti pengukuran larutan kerja, yaitu dengan panjang gelombang 279,5 nm.

Perhitungan Konsentrasi logam Fe Fe (mg/L) = C x fp

Keterangan :

C = konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L); Fp = faktor pengenceran.

g. Analisis Konsentrasi Mn

Pengujian konsentrasi Mn dilakukan dengan metode SSA (SNI 06-6989.5-2004). Pengujian konsentrasi Zn dilakukan dengan cara memasukkan 100 mL pupuk yang sudah homogen ke dalam gelas piala. Sampel ditambahkan 5 mL asam nitrat dan dipanaskan di pemanas listrik hingga hampir kering. Larutan yang telah dipanaskan ditambahkan dengan 50 mL aquadest, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL melalui kertas saring dan ditepatkan dengan aquadest hingga tepat 100 mL.

Pembuatan larutan baku logam mangan, Mn 100 mg/L

Pembuatan larutan baku dilakukan dengan cara memasukkan 10 mL larutan induk Mn 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer hingga tanda tera. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Pembuatan larutan baku logam mangan, Mn 10 mg/L

Pembuatan larutan baku 10 mg/L dilakukan dengan cara memasukkan sebanyak 50 mL larutan induk Mn 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Pembuatan larutan kerja logam mangan, Mn

Pembuatan larutan kerja logam Mn dilakukan dengan cara memasukkan sebanyak 0 mL; 1 mL; 5 mL; 10 mL; 20 mL; 30 mL; dan 40 mL larutan baku Mn 10 mg/L masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian ditambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh konsentrasi logam Mn 0,0 mg/L; 0,1 mg/L; 0,5 mg/L; 1 mg/L; 2 mg/L; 3 mg/L dan 4 mg/L. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi

(24)

mendapatkan persamaan garis regresi yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan konsentrasi Mn. Sampel diukur dengan metode yang sama seperti pengukuran larutan kerja, yaitu dengan panjang gelombang 279,5 nm.

Perhitungan Konsentrasi logam mangan, Mn Mn (mg/L) = C x fp

Keterangan :

C = konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L); Fp = faktor pengenceran.

h. Analisis Konsentrasi Zn

Pengujian konsentrasi Zn dilakukan dengan metode SSA (06-6989.7-2004) Pengujian konsentrasi Zn dilakukan dengan cara memasukkan 100 mL pupuk organik yang sudah homogen ke dalam gelas piala. Sampel ditambahkan 5 mL asam nitrat dan dipanaskan di pemanas listrik hingga hampir kering. Larutan yang telah dipanaskan ditambahkan dengan 50 mL aquadest, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL melalui kertas saring dan ditepatkan dengan aquadest hingga tepat 100 mL.

Pembuatan larutan baku logam Zn 100 mg/L

Pembuatan larutan baku dilakukan dengan cara memasukkan 10 mL larutan induk Zn 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer hingga tanda tera. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Pembuatan larutan baku logam Zn 10 mg/L

Pembuatan larutan baku 10 mg/L dilakukan dengan cara memasukkan sebanyak 50 mL larutan induk Zn 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut ditambahkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Pembuatan larutan kerja logam Zn

Pembuatan larutan kerja logam Zn dilakukan dengan cara memasukkan sebanyak 0 mL; 1 mL; 5 mL; 10 mL; 20 mL; 30 mL; dan 40 mL larutan baku Zn 10 mg/L masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian ditambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh konsentrasi logam Zn 0,0 mg/L; 0,1 mg/L; 0,5 mg/L; 1 mg/L; 2 mg/L; 3 mg/L dan 4 mg/L. Larutan digunakan untuk uji selanjutnya.

Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi

(25)

Perhitungan Konsentrasi logam Zn Zn (mg/L) = C x fp

Keterangan:

C = konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L); Fp = faktor pengenceran.

i. Analisis Bakteri Penambat N (Krieg & Dobereiner, 1984) Pembuatan media NFB (Nitrogen Free Bromthymol Blue)

Pembuatan media seleksi Azotobacter dilakukan dengan cara menimbang sukrosa 20 g; K2HPO4 0,05 g; KH2PO4 0,15 g; CaCL2 0,01 g; MgSO4.7H2O 0,20 g; Na2MoO4.2H2O 2 mg; FeCl2 0,01 g; bromtimol biru (0,5% larutan dalam etanol) 2 mL; CaCO3 1 g; agar 15 g dan akuades 1000 mL.

Penghitungan jumlah bakteri

Penghitungan jumlah bakteri dilakukan dengan cara memasukkan 10 g pupuk organik cair ke dalam 90 mL larutan garam fisiologis steril, kemudian dilakukan pengenceran dengan seri pengenceran dari 10-1 hingga 10-7. Media seleksi Azotobacter diinokulasi dengan sampel yang telah diencerkan pada seri pengenceran 10-1 hingga 10-7, kemudian larutan tersebut diinkubasi pada suhu 30° C. Koloni Azotobacter chroococcum tampak setelah diinkubasi 24 jam dengan ciri-ciri berwarna putih basah, kemudian setelah diinkubasi selama 3-5 hari koloni tersebut berubah menjadi berwarna coklat gelap. Ciri morfologi koloni

Azotobacter vinelandii dan Azomonas sama seperti ciri koloni Azotobacter chroococcum akan tetapi tidak berubah menjadi cokelat gelap. Koloni

Azotobacter paspali memiliki ciri – ciri morfologi yaitu pusat koloni berwarna kuning yang disebabkan asimilasi bromtimol biru dan pengasaman medium.

j. Analisis Bakteri Pelarut P (Subba-Rao, 1981) Pembuatan media agar Pikovskaya

Pembuatan media agar Pikovskaya dilakukan dengan cara menimbang bahan kimia berikut ini masing-masing seberat: 10 g glukosa; 5 g Ca3(PO4)2 (Ca3(PO4)2; 0,5 g (NH4)2SO4; 0,1 g MgSO4. 2H2O; sedikit MnSO4; sedikit FeSO4; 0,5 g ekstrak ragi; dan 15 g agar. Larutkan dalam akuades hinggavolume 1 L.

Penghitungan jumlah bakteri

(26)

Analisa Data

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku yang dianalisis adalah Sargassum sp dan limbah cair surimi dari ikan lele (Clarias sp). Analisis kimia yang dilakukan terhadap bahan baku adalah analisis konsentrasi C-organik, N-total, P2O5, dan K2O. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kandungan makromineral awal sebelum dilakukan pengomposan. Konsentrasi makromineral Sargassum sp dan limbah cair surimi disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Konsentrasi makromineral pada Sargassum sp dan limbah cair surimi (Clarias sp)

Proses pengomposan merupakan proses dekomposisi senyawa organik oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesuburan tanah dan tanaman. Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan rasio C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan rasio C/N pada tanah. Rasio C/N tanah berkisar antara 10-20. Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar mempunyai rasio C/N tinggi. Hamastuti et al. (2012) melaporkan bahwa pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.

Konsentrasi C-organik

(28)

Gambar 2. Konsentrasi C-organik pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari

Hasil konsentrasi C-organik pada perlakuan kontrol dan perlakuan LCS mengalami penurunan hingga hari ke-9, sedangkan pada perlakuan RL+BL mengalami penurunan dari hari ke-0 hingga hari ke-6 kemudian naik setelah hari ke-6 hingga hari ke-9 (Gambar 2). Hal tersebut diduga karena pada perlakuan kontrol dan LCS proses dekomposisi bahan organik masih berjalan hingga hari ke-6, sedangkan pada perlakuan RL+BL sudah selesai pada hari tersebut. Lebih cepatnya waktu pengomposan pada perlakuan RL+BL disebabkan karena pengaruh penambahan bioaktivator laut yang mengandung isolat bakteri serasah mangrove. Menurut Paturau (1982), proses penguraian C-organik oleh mikroorganisme mengubah senyawa glukosa menjadi etanol dan karbon dioksida dengan enzim invertase dengan persamaan reaksinya adalah:

bakteri

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

enzim invertase

(29)

1970-30-2004 yaitu 9800 - 32000 ppm. Hasil analisis konsentrasi C-organik menunjukkan bahwa perlakuan yang telah memenuhi standar SNI 1970-30-2004 adalah perlakuan RL+BL+LCS100% yaitu dengan konsentrasi C-organik 11800 ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS100% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan dari konsentrasi C-organik.

Konsentrasi N-total

Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga bila kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Nitrogen merupakan faktor pembatas utama produksi. Nitrogen sangat penting karena merupakan penyusun utama protein dan beberapa molekul biologi lainnya pada tanaman serta berperan penting dalam proses sintesis protein pada tanaman (Patti et al., 2013). Penyerapan unsur hara nitrogen pada tanaman yaitu sekitar 10.000-50.000 ppm. Tanaman yang kekurangan nitrogen akan mengalami klorosis, pertumbuhan kerdil, perkembangan buah yang tidak sempurna, serta daun mudah mengering. Hasil konsentrasi N-total yang didapat pada semua perlakuan cenderung mengalami peningkatan selama proses pengomposan (Gambar 3). Adiyana (2004) melaporkan bahwa kenaikan kadar nitrogen disebabkan adanya N sebagai produk penguraian protein dari proses dekomposisi. Peningkatan kadar N di akhir proses juga disebabkan adanya proses amonifikasi, yaitu proses pembentukan amonium dari bentuk teroksidasinya yaitu nitrit. Berikut adalah reaksi pembentukan amonium oleh bakteri perombak nitrogen :

Sargassum sp. NH3

NH3 + H2O NH4OH

NH4OH + 3O2 NO2- + 2H2O + 4H- + Energi

2NO2- + O2 2NO3- + Energi

Hasil konsentrasi N-total pada perlakuan kontrol dan LCS mengalami peningkatan selama proses pengomposan hingga hari ke-9, sedangkan pada RL+BL mengalami peningkatan hingga hari ke-6 kemudian menurun setelahnya. Hasil yang diperoleh pada perlakuan kontrol dan LCS diduga belum mencapai waktu optimum dekomposisi, sedangkan pada RL+BL telah mencapai waktu optimum yaitu pada hari ke-6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi N-total pada kontrol lebih rendah apabila dibandingkan dengan hasil pada RL+BL. Hasil penelitian Pringgenies et al. (2015) menunjukkan bahwa kandungan bakteri yang terdapat pada bioaktivator laut adalah Bacillus,

Pseudomonas, Acinetobacter dan Flavobacterium. Bakteri tersebut memiliki sifat spesifik dalam meningkatkan unsur hara nitrogen. Konsentrasi N-total pada perlakuan LCS lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan RL+BL. Hal tersebut terjadi karena jumlah nitrogen pada limbah cair surimi lebih besar dari pada

(30)

N-total pada Sargassum sp yaitu sebesar 30 ppm sedangkan pada limbah cair surimi mencapai 380 ppm.

Gambar 3. Konsentrasi N-total pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari

Konsentrasi N-total pada RL+BL+LCS 80%, RL+BL+LCS 90%, dan RL+BL+LCS 100% cenderung mengalami peningkatan hingga hari ke-6 kemudian menurun setelahnya (Gambar 3). Konsentrasi N-total tertinggi yaitu pada RL+BL+LCS 90%, sedangkan konsentrasi N-total pada RL+BL+LCS 80% dan RL+BL+LCS 100% lebih kecil. Hal tersebut diduga karena konsentrasi penambahan limbah cair surimi yang paling optimum adalah 90%. Konsentrasi N-total pada RL+BL+LCS80%, RL+BL+LCS 90%, dan RL+BL+LCS 100% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan RL+BL. Limbah cair surimi memiliki konsentrasi nitrogen yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap proses penguraian nitrogen pada pengomposan pupuk organik cair. Nurhayati et al. (2015) melaporkan bahwa hasil analisis kimia air cucian surimi menunjukkan adanya protein pada air cucian surimi, yaitu sebesar 0.88%. Standar konsentrasi N-total pada pupuk organik cair menurut SNI 1970-30-2004 yaitu 4000 ppm. Hasil analisis konsentrasi N-total menunjukkan bahwa perlakuan yang mendekati standar SNI 1970-30-2004 adalah perlakuan RL+BL+LCS90% yaitu dengan konsentrasi N-total sebesar 740 ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS90% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan dari konsentrasi N-total.

Rasio C/N

(31)

Gambar 4. Rasio C/N pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rasio C/N pada perlakuan kontrol dan perlakuan LCS mengalami penurunan terus menerus hingga hari ke-9, sedangkan rasio C/N pada perlakuan RL+BL hanya mengalami penurunan hingga hari ke-6 kemudian meningkat setelahnya (Gambar 4). Nilai rasio C/N pada perlakuan kontrol awalnya sangat tinggi dan masih tetap tinggi hingga hari ke-9, hal tersebut membuktikan bahwa proses pengomposan belum matang sempurna karena tingginya rasio C/N pada bahan baku. Semakin tingginya C/N rasio bahan, maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Sedangkan hasil rata-rata rasio C/N pada RL+BL lebih rendah dibandingkan dengan rasio C/N pada perlakuan kontrol. Hal tersebut disebabkan tingginya konsentrasi nitrogen pada bakteri yang terkandung dalam bioaktivator laut. Stanbury et al. (2003) melaporkan bahwa nitrogen merupakan komponen utama dalam asam amino yang digunakan bagi makhluk hidup sebagai dasar pembentuk asam nukleat, seperti DNA dan RNA yang nantinya membawa sifat keturunan. Selain itu Azmi (2015) menyebutkan bahwa rata-rata kandungan nitrogen pada produk bioaktivator laut adalah 8000 ppm. Sedangkan nilai rasio C/N pada perlakuan LCS lebih rendah apabila dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan RL+BL. Hal tersebut dikarenakan limbah cair surimi memiliki kandungan N-total yang cukup tinggi sehingga rasio C/N pada perlakuan LCS rendah.

(32)

(Gambar 4). Penambahan limbah cair surimi diduga dapat menurunkan rasio C/N karena limbah cair surimi memiliki kandungan nitrogen yang cukup tinggi. Standar rasio C/N pada pupuk organik cair menurut SNI 1970-30-2004 yaitu 10-20. Hasil analisis rasio C/N menunjukkan bahwa perlakuan yang telah memenuhi standar SNI 1970-30-2004 adalah perlakuan RL+BL+LCS80% dan RL+BL+LCS90% yaitu dengan rasio C/N sebesar 12 dan 11, sehingga perlakuan RL+BL+LCS80% dan RL+BL+LCS90% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan dari parameter rasio C/N.

Konsentrasi P2O5

Bahan organik membantu menyediakan unsur fosfor atau P. Unsur P merupakan zat yang penting, akan tetapi selalu berada dalam keadaan kurang di dalam tanah. Unsur P sangat penting sebagai sumber energi. Oleh karena itu, kekurangan P dapat menghambat pertumbuhan dan reaksi-reaksi metabolisme tanaman. Kandungan fosfor pada tanaman membantu dalam pertumbuahan bunga, buah, dan biji, serta mempercepat pematangan buah. Jika tanaman kekurangan unsur ini dapat menyebabkan daun dan batang kecil, daun berwarna hijau keabu-abuan, mengilap, dan terlihat pigmen merah pada daun bagian bawah dan selanjutnya mati. Selain itu, pembentukan bunga terhambat dan produksi buah atau bijinya kecil (Iswandi, 2014). Penyerapan unsur hara fosfor pada tanaman yaitu sekitar 1000-5000 ppm. Hasil konsentrasi P2O5 pada semua perlakuan mengalami kenaikan selama proses pengomposan (Gambar 5).

Gambar 5. Konsentrasi P2O5 pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari

(33)

RL+BL hari ke-6 kompos telah mengalami kematangan, sedangkan pada kontrol belum. Menurut Azmi et al. (2015) bahwa bioaktivator dari laut terdapat bakteri

Flavobacterium, Psudomonas, dan Bacillus yang berperan dalam melarutkan Fosfor. Akan tetapi hasil konsentrasi P2O5 pada perlakuan LCS lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perlakuan RL+BL. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan kandungan P2O5 pada bahan baku, dimana konsentrasi P2O5Sargassum sp lebih rendah dibandingkan pada limbah cair surimi, yaitu 100 ppm dan 200 ppm.

Konsentrasi P2O5 pada perlakuan RL+BL+LCS 80%, RL+BL+LCS 90%, dan RL+BL+LCS 100% mengalami peningkatan dari hari ke-0 hingga hari ke-6 kemudian mengalami penurunan setelahnya (Gambar 5). Konsentrasi P2O5 tertinggi yaitu pada RL+BL+LCS90% dimana 90% merupakan konsentrasi penambahan limbah cair surimi yang paling optimum. Hal tersebut diduga karena proses penguraian oleh mikroorganisme kurang berjalan optimal.

Konsentrasi P2O5 pada perlakuan kontrol dan RL+BL lebih rendah dibandingkan dengan RL+BL+LCS 80%, RL+BL+LCS 90%, dan RL+BL+LCS 100% (gambar 5. Hal tersebut membuktikan bahwa penambahan limbah cair surimi memberikan pengaruh pada konsentrasi P2O5. Hidayati et al. (2010) melaporkan bahwa semakin besar nitrogen yang dikandung maka multiplikasi mikroorganisme yang merombak fosfor akan meningkat, sehingga kandungan fosfor dalam bahan organik juga meningkat, demikian juga kandungan fosfor dalam pupuk seiring dengan kandungan fosfor dalam bahan. Standar konsentrasi P2O5 pada pupuk organik cair menurut SNI 1970-30-2004 yaitu 1000 ppm. Hasil analisis P2O5 menunjukkan bahwa perlakuan yang telah mendekati standar SNI 1970-30-2004 adalah perlakuan RL+BL+LCS90% yaitu dengan konsentrasi P2O5 sebesar 425 ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS90% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan dari konsentrasi P2O5.

Konsentrasi K2O

(34)

Gambar 6. Konsentrasi K2O pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari

Hasil analisis konsentrasi K2O pada perlakuan kontrol, RL+BL, dan LCS mengalami peningkatan. Akan tetapi konsentrasi K2O pada perlakuan kontrol dan LCS terus meningkat dari hari ke-0 hingga hari ke-9, sedangkan pada perlakuan RL+BL terjadi peningkatan hingga hari ke-6 kemudian mengalami penurunan setelahnya (Gambar 6). Selain itu peningkatan konsentrasi K2O pada perlakuan bioaktivator laut lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Peningkatan konsentrasi K2O pada RL+BL karena adanya aktivitas mikroorganisme yang menggunakan kalium sebagai katalisator dalam proses fermentasi. Hal ini diperkuat oleh Hidayati et al. (2010) yang menyatakan bahwa kalium (K2O) digunakan oleh mikroorganisme dalam bahan substrat sebagai katalisator, dengan kehadiran bakteri dan segala aktivitasnya akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kandungan kalium. Kalium diikat dan disimpan dalam sel oleh bakteri dan jamur, jika didegradasi kembali maka kalium akan menjadi tersedia kembali.

(35)

produksi perikanan dapat meningkatkan kandungan unsur hara kalium pada pupuk organik. Standar konsentrasi K2O pada pupuk organik cair menurut SNI 1970-30-2004 yaitu 2000 ppm. Hasil analisis K2O menunjukkan bahwa perlakuan yang telah memenuhi standar SNI 1970-30-2004 adalah semua perlakuan kecuali kontrol, akan tetapi konsentrasi K2O tertinggi yaitu pada perlakuan RL+BL+LCS90% sebesar 2738 ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS90% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan dari konsentrasi K2O.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting bagi pupuk organik cair selain unsur hara. Pengukuran pH pada pupuk organik cair merupakan hal yang penting dilakukan karena untuk mengetahui pH pada pupuk tersebut sehingga bisa diaplikasikan ke tanah yang sesuai. Apabila nilai pH rendah (asam) maka untuk aplikasi ditambahkan kapur agar nilai pH meningkat, demikian sebaliknya. Hasil nilai pH disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Nilai pH pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari

Hasil nilai pH pada perlakuan kontrol mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai hari ke-3 kemudian meningkat hingga hari ke-9. Sedangkan pada perlakuan RL+BL terjadi peningkatan nilai pH dari hari ke-0 hingga hari ke-3 kemudian menurun hingga hari ke-6 dan selanjutnya stabil (Gambar 7). Selain itu nilai pH pada perlakuan LCS mengalami kenaikan pada hari 0 hingga hari ke-3, kemudian menurun tajam hingga mencapai pH 5,02 pada hari ke-6, dan meningkat lagi hingga 7,1 pada hari ke-9. Peningkatan dan penurunan nilai pH ini merupakan pengaruh dari aktivitas mikroorganisme. Prahesti & Dwipayanti (2011) melaporkan bahwa tingginya pH disebabkan oleh aktivitas kelompok bakteri lainnya, misalkan bakteri metanogen yang mengonversikan asam-asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti metana, amoniak dan karbondioksida.

(36)

kemudian menurun hingga hari ke-6 dan selanjutnya stabil (Gambar 7). Jacob (1992) melaporkan bahwa terdapat adanya reaksi dari kation-kation basa, terutama kalium dan natrium yang merupakan logam alkali pembentuk basa kuat; disamping kalsium dan magnesium yang dibebaskan selama proses dekomposisi. Kation-kation basa ini dapat menetralizir asam-asam organik yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik berlangsung. Meskipun kosentrasi asam-asam organik yang dibebaskan tinggi, tetapi asam asam organik merupakan asam lemah dengan derajat ionisasi yang kecil (alphanya mendekati nol), sehingga ion hidrogen yang dibebaskan oleh asam-asam organik tersebut tak mampu menigkatkan pH kompos. Reaksi yang alkalis dari kompos ini memungkinkan penggunaannya untuk menaikkan pH tanah mineral masam. Nilai pH setelah hari ke-6 dalam kondisi netral yang stabil, karena bahan organik telah selesai terdekomposisi serta adanya penurunan aktivitas mikroorganisme. Menurut Darwati (2013), pH menunjukkan kondisi yang netral dan stabil berarti bahwa dekomposisi bahan organik dalam suatu pengomposan bahan organik sudah optimum. Rata-rata nilai pH pada hari ke-6 adalah 5,8 sampai 7,6 telah memenuhi standar SNI 1970-30-2004 yaitu 4-8.

Unsur Hara Mikromineral

Unsur hara mikro merupakan unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit. Apabila unsur hara mikro terlalu banyak, dapat berakibat toksik bagi tanaman tersebut. Unsur hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit. Meskipun dalam jumlah sedikit, namun tumbuhan tetap memerlukan unsur hara mikro dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Bennett (1993), unsur hara Fe dan Mn berperan penting dalam sintesis klorofil, transfer energi, dan merupakan bagian dari enzim serta terlibat dalam proses fiksasi nitrogen dan respirasi. Sedangkan unsur hara Zn memiliki peran dalam metabolisme pada tanaman. Hasil konsentrasi unsur hara mikromineral disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsentrasi mikromineral (Fe, Mn, dan Zn) pada berbagai perlakuan pupuk organik cair setelah pengomposan 6 hari

Sampel Parameter Uji

Fe (ppm) Mn (ppm) Zn (ppm)

Kontrol 0,2600±0,0100 0,0000±0,0000 0,0333±0,0058 RL+BL 0,4800±0,0265 0,0733±0,0058 0,0867±0,0058 LCS 0,3433±0,0208 0,0333±0,0208 0,1233±0,0153 RL+BL+LCS 90% 0,9800±0,0173 0,1833±0,0153 0,2067±0,0115

Konsentrasi Fe

(37)

klorosis hingga menyebabkan kematian. Hasil analisis konsentrasi unsur hara Fe pada perlakuan kontrol dan LCS lebih rendah dibandingkan pada perlakuan RL+BL dan RL+BL+LCS 90% (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena di dalam biaktivator laut terkandung bakteri penambat N yang berperan penting dalam proses dekomposisi dan penguraian N pada kompos. Selama proses penambatan N terdapat peran enzim nitrogenase pada reaksi tersebut. Enzim nitrogenase membutuhkan unsur hara Fe untuk dapat berfungsi dengan baik. Shilov (1992) melaporkan bahwa nitrogenase yang diisolasi dari berbagai bakteri penambat nitrogen terdiri dari dua protein yaitu protein Fe dan protein MoFe.

Hasil konsentrasi unsur hara Fe pada perlakuan RL+BL+LCS 90% lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi Fe pada perlakuan RL+BL (Tabel 3). Hal tersebut diduga karena pada saat proses pencucian surimi, kandungan Fe yang terdapat pada daging ikan lele (Clarias sp) larut pada air cucian tersebut. Menurut Apriyana (2014), kandungan zat besi pada daging ikan lele sebesar 0,3 mg. Berdasarkan hasil pengukuran Fe diperoleh semua perlakuan telah memenuhi standar kualitas SNI 1970-30-2004 yaitu kurang dari 20.000 ppm, akan tetapi perlakuan RL+BL+LCS90% memiliki konsentrasi Fe yang paling tinggi yaitu sebesar 0,98 ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS90% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan konsentrasi Fe.

Konsentrasi Mn

Unsur Mn berperan penting dalam proses fotosintesis dan pembentukan klorofil pada tanaman. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit, apabila kekurangan unsur ini dapat mengakibatkan pertumbuhan kerdil pada tanaman (Sudarmi, 2013).Keberadaan unsur Mn biasanya bersamaan dengan unsur Fe. Hasil analisis konsentrasi Mn menunjukkan bahwa kandungan unsur hara Mn pada perlakuan kontrol dan LCS lebih rendah dibandingkan pada perlakuan RL+BL dan RL+BL+LCS 90% (Tabel 3). Semakin tinggi bahan organik maka akan semakin tinggi pembentukan unsur hara Mn. Lankinen (2004) melaporkan bahwa enzim Mangan Peroksidase (MnP) merupakan salah satu enzim yang berperan dalam bahan organik yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Menurut Peraturan Berdasarkan hasil pengukuran Mn diperoleh semua perlakuan telah memenuhi standar kualitas SNI 1970-30-2004 yaitu kurang dari 1000 ppm, akan tetapi perlakuan RL+BL+LCS90% memiliki konsentrasi Mn yang paling tinggi yaitu sebesar 0,183 ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS90% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan konsentrasi Mn.

Konsentrasi Zn

(38)

lainnya sehingga berbanding lurus dengan keberadaan unsur hara Zn. Menurut Havlin et al. (2005) Zn2+ membentuk kompleks stabil dengan senyawa organik berberat molekul tinggi (seperti: lignin, asam humik dan asam fulfik) senyawa kompleks tersebut tidak dapat larut atau dapat larut. Konsentrasi bahan organik rendah sering menunjukkan ketersediaan Zn rendah. Ratmini (2014) melaporkan bahwa peran kunci bahan organik adalah meningkatkan ketersediaan dan mengurangi keracunan unsur mikro. Peran tersebut disebabkan oleh bahan organik mengandung sejumlah senyawa organik (asam humat dan asam fulfat) yang berfungsi untuk mengkompleks (mengkelat) ion-ion logam. Berdasarkan hasil pengukuran Mn diperoleh semua perlakuan telah memenuhi standar kualitas SNI 1970-30-2004 yaitu kurang dari 500 ppm, akan tetapi perlakuan RL+BL+LCS90% memiliki konsentrasi Zn yang paling tinggi yaitu sebesar 0,2067 ppm, sehingga perlakuan RL+BL+LCS90% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan konsentrasi Zn.

Mikroorganisme Fungsional

Penggunaan pupuk dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Penyerapan unsur hara ditingkatkan dengan menggunakan mikroorganisme tanah yang bermanfaat (beneficial microbe) dalam bentuk pupuk. Lumbantobing et al. (2008) melaporkan bahwa mikroorganisme fungsional pada tanah dapat memperpanjang daur energi dan hara dari bahan organik dan secara bertahap dilepaskan kembali ke dalam tanah untuk dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroorganisme fungsional terdiri dari mikroba penambat N dan pelarut P. Ristiati et al. (2008) melaporkan bahwa mikroba penambat N atau yang sering disebut diazotrof mampu menggunakan N udara sebagai sumber N untuk pertumbuhannya serta dapat memfiksasi nitrogen pada udara sehingga dapat meningkatkan kandungan nitrogen pada tanah. Puspitawati et al. (2013) melaporkan bahwa kandungan fosfat pada tanah di Indonesia sangat rendah karena umumnya pH tanah di Indonesia bersifat masam. Batuan fosfat alam yang terdapat di Indonesia mempunyai kandungan P yang rendah dan daya larut yang rendah. Bakteri pelarut fosfat meningkatkan efesiensi ketersediaan fosfat bagi tanaman. Hasil penghitungan mikroba fungsional disajikan pada Gambar 8.

(39)

b)

Gambar 8. Jumlah bakteri fungsional a) penambat N dan b) pelarut P pada pengomposan hari ke-6( )dan ke-9 ( )

Kandungan mikroorganisme fungsional erat kaitannya dengan konsentrasi N-total dan P2O5 pada kompos. Semakin tinggi kandungan bahan organik, nitrogen dan fosfat maka semakin tinggi pula aktivitas mikroorganisme fungsional. Dominati et al. (2010) melaporkan bahwa mikroorganisme fungsional berkontribusi dalam perombakan bahan organik dan proses mineralisasi. Proses penguraian dibatasi oleh ketersediaan unsur hara seperti unsur N dan P, sehingga apabila unsur hara rendah maka proses penguraian dan aktivitas bakteri juga rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan bakteri penambat N dan pelarut P tertinggi yaitu pada perlakuan RL+BL+LCS 90% pengomposan hari ke-6 (Gambar 8). Rata-rata kandungan bakteri penambat N dan pelarut P menurun pada hari ke-9. Hal ini terjadi diduga karena pada fase awal, mikroba menyesuaikan diri dan melakukan metabolisme sehingga aktivitasnya meningkatkan ukuran sel. Selanjutnya mikroba menggunakan bahan organik dari

Sargassum sp dan limbah cair surimi sebagai makanan dan sumber energi untuk berkembang biak. Penguraian semakin baik dengan ditunjukkannya peningkatan konsentrasi N-total dan P2O5 hingga hari ke-6. Selanjutnya mikroba mencapai kesetimbangan yakni jumlah mikroba yang dihasilkan sama dengan jumlah mikroba yang mati. Pada saat ini aktivitas mikroba akan mulai menurun dan ditunjukkan oleh menurunnya N-total dan P2O5 pada pengomposan hari ke-9 (Gambar 8). Standar jumlah bakteri fungsional pada pupuk organik cair menurut SNI 1970-30-2004 yaitu 103 CFU/mL. Hasil penghitungan mikroba fungsional menunjukkan bahwa perlakuan yang telah memenuhi standar SNI 1970-30-2004 adalah semua perlakuan kecuali kontrol, akan tetapi jumlah mikroba tertinggi yaitu pada perlakuan RL+BL+LCS90% sebesar 6,23 x 103 dan 5,98 x 103 CFU/mL, sehingga perlakuan RL+BL+LCS90% merupakan perlakuan terpilih berdasarkan dari jumlah mikroba fungsional.

(40)

dibandingkan dengan hasil penelitian Sedayu et al.(2014) yaitu pembuatan pupuk organik cair dari Sargassum sp dengan metode fermentasi teraerasi dan standar pupuk organik cair SNI 19-7030-2004 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Resume hasil penelitian perlakuan terpilih dibandingkan dengan penelitian Sedayu et al. (2014) dan SNI 19-7030-2004

Parameter RL+BL+LCS 90% Sedayu et al. (2014) SNI 19-7030-2004

C-organik 8030 ppm - 9800-32000 ppm

Fe 0,98 ppm 3 ppm Maks 20.000 ppm

Mn 0,1 ppm 0,3 ppm Maks 1000 ppm

Penggunaan bioaktivator laut dan limbah cair surimi dapat meningkatkan efektivitas proses dekomposisi dan menurunkan konsentrasi C-organik selama pengomposan, meningkatkan konsentrasi N-total, P2O5, dan K2O, serta menurunkan rasio C/N sehingga dapat mendekati rasio C/N pada tanah, berpengaruh terhadap perubahan nilai pH selama pengomposan, meningkatkan konsentrasi Fe, Mn, Zn dan jumlah mikroorganisme fungsional.

SARAN

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adyana I M. 2004. Evaluasi status N dan P tanah sawah di kabupaten Tabanan Bali serta rekomendasi pemupukan N dan P spesifik lokasi [disertasi]. Bandung (ID):Universitas Padjajaran.

Apriyana I. 2014. Pengaruh penambahan tepung kepala ikan lele (Clarias sp) dalam pembuatan cilok terhadap kadar protein dan sifat organoleptiknya.

Unnes Journal of Public Health. 3(2):1-9

Azmi I, Delianis P, Ali R. 2015. Perbedaan produk bioaktivator dari laut (Reuse) dan/atau EM4 terhadap kandungan unsur hara dalam pupuk organik cair rumput laut Sargassum sp. Journal of Marine Research. 2(4):78-86

Basmal J. 2010. Teknologi pembuatan pupuk organik kombinasi hidrolisat rumput laut Sargassum sp dan limbah ikan. Squalen.5(2):59-66

Bennett W. 1993. Nutrient deficiencies and toxicities in crop plants. St.Paul (MN).The American Phytopathological Society

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004. 06-6989.5-2004. Tahapan pengujian Mn dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA)-nyala. Jakarta (ID) : Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 06-6989.7-2004. Tahapan pengujian Zn dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA)-nyala. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 06-6989.9-2004. Tahapan pengujian Fe dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA)-nyala. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 19-7030-2004. Standar Pupuk Organik Cair. Jakarta (ID) : Badan Standardisasi Nasional.

Dominati E, Patterson M, MacKay A. 2010. A framework for classifying and quantifying natural capital and ecosystem services of soils. Ecological Soil Microbial Biodiversity Economics. 69(9) : 1858–1868

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2014. Fisheries and Aquaculture Statistics. Roma (IT) : FAO Yearbook.

Hamastuti HO, Dewi E, Juliastuti SR, Hendrianie N. 2012. Peran mikroorganisme

A. chroococcum, P.fluorescens, dan Aspergillus niger pada pembuatan kompos limbah sludge industri pengolahan susu. Jurnal Teknik POMTS.1(1):1-5

Havlin LJ, Tisdale SL, Beaton JG, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizer.

An intriduction to nutrient management, seventh edt. New Jersey (US) : Pearson Prentice Hall

Hidayati Y, Eulis TM, Benito EH. 2010. Pengaruh campuran feses sapi potong dan feses kuda pada proses pengomposan terhadap kualitas kompos.

Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan. 13(6):299-303

Horwitz W. 2000. Official Methods Of Analysis Of AOAC International 17thed. Gaithersburg (US) : AOAC International

(42)

Iswandi A, Sodiq AH, Santosa DA, Sutandi A. 2014. Kombinasi pupuk organik hayati dan pupuk fosfat untuk peningkatan keragaman bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jurnal Tanah dan Lingkungan. 16 (1): 38-44 Jacob, A. 1992. Pengaruh aktivator terhadap laju dekomposisi dan kualitas

kompos dari limbah organik taman safari indonesia [tesis]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor

Krieg NR, Dobereiner J. 1984. Genus Azospirillum. Bergey’s Mannual of Systematic Bacteriology, Vol 1. Baltimore (US): Williams and Wilkins Lankinen P. 2004. Ligninolytic enzymes of the basidiomycetous fungi Agaricus

bisporus and Phlebia radiata on lignocellulose-containing media

[dissertation]. Finland (FI): University of Helsinky

Lumbantobing ALN, F Hazra, A Iswandi. 2008. Uji efektivitas bio-organic fertilizer (pupuk organik hayati) dalam mensubstitusi kebutuhan pupuk anorganik pada tanaman sweet sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench).

Jurnal Tanah dan Lingkungan. 10 (2): 72-76

Mosquera MEL, Emilio FL, Ruben V, Rafael C, Begona A, Concepcion B. 2011. Composting fish waste and seaweed to produce a fertilizer for use in organic agriculture. Procedia Environmental Sciences. 9:113-117

Nainggolan PFH. 2008. Kajian pemanfaatan lumpur limbah water treatment pt. pupuk kujang sebagai media tanam Arachis hypogaea dengan penambahan

Mikoriza, Rhizobium, dan pupuk bokashi [tesis]. Surabaya(ID): Institut Teknologi Surabaya

Nurhayati T, Hani N, Agoes MJ. 2015. Recovery enzim katepsin dari limbah surimi. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. 4(1):31-42

Page AL. 1982. Methods of Soil Analysis Part 2. Madison (WI): American Society of Agronomy and Soil Science of America

Patti PS, Kaya E, Silahooy CH. 2013. Analisis status nitrogen tanah dalam kaitannya dengan serapan N oleh tanaman padi sawah di desa Waimital, kecamatan Kairatu, kabupaten Seram bagian barat. Agrologia Jurnal Ilmu Budidaya Tanaman. 2(1): 51-58.

Paturau J M. 1982. By product of cane sugar industry. New York (US): Elsevier Scientific Publishing Company

Prahesti RY, Dwipayanti NU. 2011. Pengaruh penambahan nasi basi dan gula merah terhadap kualitas kompos dengan proses anaerobik; studi kasus pada sampah domestik lingkungan Banjar Sari, Kelurahan Ubung, Denpasar Utara. Di dalam : Prijana S, I Wayan A, Nieke K, editor. Penelitian Masalah Indonesia; 2011 June 22; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): Lingkungan Tropis, Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Lingkungan Indonesia. hlm 497-508

Pringgenies D, Riyanda I, dan Izzuddin A. 2015. Eksplorasi bakteri simbion mangrove sebagai aktivator untuk kompos. Laporan Penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Journal of Marine Research. 2(4):69-77

(43)

Ratmini SNP. 2014. Peluang peningkatan kadar seng (Zn) terhadap tanaman serelaia. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014 [Internet].[Palembang 26-27 September 2014]. Palembang (ID). Hl. 1-11;[diunduh 5 April 2016]

Ratrinia PW, Widodo FM, Eko NCD. 2014. Pengaruh penggunaan bioaktivator em4 dan penambahan daun lamtoro (Leucaena leucocephala) terhadap spesifikasi pupuk organik cair rumput laut E. spinosum sp. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(3):82-87

Ristiati NP, S Muliadihardja, F Nurlita. 2008. Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen non simbiosis dari dalam tanah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora. 2:68-80.

Sedayu BB, I Made SE, Luthfi A. 2014. Pupuk cair dari rumput laut Eucheuma cottonii, Sargassum sp, dan Gracilaria sp menggunakan proses pengomposan. Jurnal Buletin Pengolahan Perikanan. 9(1):61-68

Shilov AE. 1992. Intermediate complexes in chemical and biological nitrogen fixation. Pure & Appl. Chem. 54(10): 1409 – 1420

Stanbury PF, Whitaker A, Hall SJ. 2003. Principles of fermentation technology.

New York (US): Butterworth Heinemann.

Subba-Rao NS.1981. Biofertilizers in agriculture. New Delhi (IN): Oxford & IBH Publishing Co.

Sudarmi. 2013. Pentingnya unsur hara mikro bagi pertumbuhan tanaman.

Widyatama. 2(2):178-183

Sunarpi, Jupri A, Kurnianingsih R, Julisaniah NI, Nikmatullah A. 2010. Effect of seaweed extracts on growth and yield of rice plants. Journal of Biological Science. 2 (2): 73-77.

Sundari I, Widodo FM, Eko NCD. 2014. Pengaruh penggunaan bioaktivator em4 dan penambahan tepung ikan terhadap spesifikasi pupuk organik cair rumput laut Gracilaria sp. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(3):88-94

Suzuki T. 1981. Fish dan Krill Protein in Processing Technology. London (UK): Applied Science Publishing Ltd.

Thirumaran M, Arumugam, Anantharaman. 2009. Effect of seaweed liquid fertilizer on growth and pigment concentration of Abelmoschus esculentus (l) medikus. American-Eurasian Journal of Argonomy. (2)2:57-66.

Uju, Nurhayati T, Ibrahim B, Trilaksani W, Siburian M. 2009. Karakterisasi dan recovery protein dari air cucian minced fish dengan membran reverse osmosis. Jurnal Pengolahan Hasil Penelitian Indonesia.12(2):115-127 Vives M I, Seoane L, Brito, Lopez F. 2015. Evaluation of compost from seaweed

and fish waste as a fertilizer for horticultural use. Scientia Horticulturae

(44)
(45)

Lampiran 1 Bahan baku penelitian

a) Sargassum sp b) Limbah cair

surimi

(46)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1. Diagram alir penelitian
Gambar  2. Konsentrasi C-organik pada perlakuan yang berbeda selama
Gambar  3. Konsentrasi N-total pada perlakuan yang berbeda selama
Gambar  4. Rasio C/N pada perlakuan yang berbeda selama pengomposan 9 hari   dalam asam amino yang digunakan bagi makhluk hidup sebagai dasar pembentuk asam nukleat, seperti DNA dan RNA yang nantinya membawa sifat keturunan
+5

Referensi

Dokumen terkait

memberikan sosialisasi pajak lebih giat dengan cara membagikan brosur yang berisi tata cara perhitungan pajak terutang untuk orang pribadi kepada wajib pajak agar

menyerahkan modal mu da rabah kepada pihak ketiga secara mutlak, kerana pensyariatan mu da rabah merupakan pengecualian daripada kaedah syariah ( khil a f al- qiy a

masa depannya tanpa terlepas dari perkataan- perkataan orang-orang masa lalu yang kita jadikan sebagai standar, pertimbangan dan referensi utama. Seyogyanya, kita sebagai umat Muslim

Ishak (2012), menjelaskan bahwa jika persepsi yang tercipta baik, maka lembaga keuangan mikro agribisnis akan dapat lebih berperan dalam kemajuan usahatani yang

Bab ini memaparkan hal-hal yang meliputi: latar belakang penelitian yang diawali dengan fenomena perubahan dari Telkom Learning Center menjadi Telkom Corporate

Mereka menilai pembelajaran anak dirumah ditengah pandemi dapat menimbulkan akibat yang positif dan negatif, akibat positifnya adalah waktu bersama dalam keluarga

Dari definisi tersebut apabila kita analogikan sekolah sebagai sistem maka ketiga komponen diatas harus berinteraksi secara optimal untuk saling mendukung agar

Next, the local community from Bandar Penggaram, Batu Pahat had exposed me to a wide spectrum of opinion and advice on topics like public market scenario, user preference,