• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik radiasi matahari pertanaman kelapa SAWIT (implikasinya terhadap iklim mikro dan potensi tanaman sela)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik radiasi matahari pertanaman kelapa SAWIT (implikasinya terhadap iklim mikro dan potensi tanaman sela)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI

PERTANAMAN KELAPA SAWIT

(Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela)

ARISAL BAGUS AFANDI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Radiasi Matahari Pertanaman Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)
(5)

i

ABSTRAK

ARISAL BAGUS AFANDI. Karakteristik Radiasi Matahari Pertanaman Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela). Dibimbing oleh TANIA JUNE.

Radiasi matahari merupakan komponen utama yang berperan dalam pembentukan iklim mikro terhadap pertumbuhan tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini bertujnuan untuk menganalisis karakteristik radiasi matahari dan menentukan kesesuaian tanaman sela. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit wilayah Bogor dan Jambi yang meliputi pengukuran radiasi, suhu (meliputi suhu udara dan suhu permukaan), kelembaban udara dan nitrogen daun. Pengukuran radiasi dilakukan dengan metode triangular. Berdasarkan distribusi radiasi pada kanopi kelapa sawit 10 tahun, radiasi yang ditransmisikan cenderung menurun secara logaritmik. Profil nitrogen menunjukkan komposisi yang sama di setiap kanopinya. Kelapa sawit yang semakin tua menyebabkan LAI dan NDVI meningkat, begitu juga dengan intersepsi radiasi. Suhu udara dan suhu permukaan dibawah kanopi kelapa sawit 10 tahun lebih rendah dibandingkan dengan kelapa sawit 2 dan 4 tahun. Beberapa tanaman sela yang direkomendasikan pada perkebunan kelapa sawit muda adalah jagung, padi gogo, kacang tanah, kedelai, kapas, jahe, ubi jalar, sorgum, nanas, dan bawang merah sedangkan tanaman sela yang dapat diterapkan pada perkebunan kelapa sawit 10 tahun adalah rumput-rumputan dan leguminosa. Kata kunci: LAI, intersepsi radiasi, kanopi, NDVI, nitrogen

ABSTRACT

ARISAL BAGUS AFANDI. Characteristic of Short Wave Radiation within Oil Palm Canopy (Its implication to Micro-climateand Intercrop Potency). Supervised by TANIA JUNE.

Solar radiation is the main components that used in micro-climate to support a plant growth. This research aims to analyze the characteristic of solar radiation and to determine the compability of plants that can be applied in intercropping system. The research conducted at oil palm plantations in Bogor and Jambi included the measurements of radiation, air and surface temperatures, relative humidity and leaf nitrogen. Triangular method used for radiation measurement. Based on radiation distribution inside 10 years old oil palm canopy, transmitted radiation tend to decline logarithmically. Nitrogen profile shows a same trend composition in every layer of canopy. As oil palm getting older, LAI and NDVI increased, so as radiation interception. Air and surface Temperatures under 10 years old oil palm canopy are much lower compared to the young oil palm. There are many plants recommended for intercropping system in young oil palm plantations such as corn, gogo paddy, peanut, soybean, cotton plant, ginger, sweet potato, sorghum, pineapple, and red onion, nevertheless plants can be applied in 10 years old oil palm plantations are grasses and legumes.

(6)
(7)

i

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI

PERTANAMAN KELAPA SAWIT

(Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela)

ARISAL BAGUS AFANDI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

i

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela)

Nama : Arisal Bagus Afandi NIM : G24100030

Disetujui oleh Pembimbing

Dr. Ir. Tania June M.Sc.

NIP. 19630628 198803 2 001

Diketahui oleh Ketua Departemen

Dr. Ir. Tania June M.Sc.

NIP. 19630628 198803 2 001

(10)

ii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah agrometeorologi bidang iklim mikro, dengan judul Karakteristik Radiasi Matahari Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela).

Ucapan terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Dr. Tania June M.Sc sebagai dosen pembimbing yang bersedia memberi arahan dan koreksi dalam penulisan ini. Terima kasih kepada PTPN VIII yang telah bekerjasama dalam penyediaan tempat penelitian. Kepada BOPTN 2013 dan CRC 990 atas kerjasamanya. Kepada Bapak Nandar selaku teknisi BALITKLIMAT dan Bapak Nandang selaku staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB dalam penyediaan dan pemasangan alat instrumentasi meteorologi. Teman – teman departemen GFM angkatan 47 dan angkatan 48, dan Bojester 47 yang selalu memberikan motivasi dan inspirasinya selama kuliah bersama di IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat digunakan dan bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(11)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODOLOGI 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan dan Alat Penelitian 2

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Radiasi Matahari Kelapa Sawit 9

Efek Radiasi Terhadap Iklim Mikro 14

NDVI dan LAI 17

Jenis Tanaman Sela pada Perkebunan Kelapa Sawit 19

KESIMPULAN DAN SARAN 21

Kesimpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

(12)

ii

DAFTAR TABEL

1. Hasil kalibrasi sensor fotodioda ... 5 2. Kemampuan intersepsi radiasi oleh kanopi kelapa sawit umur 2, 4, 8,

dan 10 tahun... 9 3. Perbandingan suhu (udara dan permukaan) pada dua perlakuan (bawah

kanopi dan luar kanopi) kelapa sawit pada umur 2, 4, dan 10 tahun... 14 4. Perbedaan suhu permukaan tanah kelapa sawit muda di luar kanopi

pada dua perlakuan. ... 15 5. Perbandingan nilai NDVI terhadap LAI tanaman kelapa sawit. ... 18 6. Perbandingan kondisi iklim mikro (kelapa sawit 4 dan 10 tahun) bagi

pertumbuhan tanaman sela. ... 19

(13)

iii

DAFTAR GAMBAR

1. Sensor fotodioda (kiri) dan Li-Cor Pyranometer Sensor (kanan) untuk pengukuran radiasi. Sumber: www.licor.com ... 3 2. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu minitower [a]; humidity

meter [b]; infrared thermometer [c]; dan pengukur nitrogen daun [d]. ... 3 3. Kalibrasi sensor fotodioda (sumbu y) terhadap sensor Licor

Pyranometer (sumbu x) ... 4 4. Pengukuran radiasi dibawah kanopi dengan menggunakan triangular

method pada tanaman kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun (Gambar kiri) dan pengukuran radiasi pada kelapa sawit muda ( 4 tahun) (Gambar kanan). ... 6 5. Pemasangan sensor radiasi matahari, kelembaban udara , suhu dengan

menggunakan mini tower pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun (tinggi kanopi 10.5 meter). Pengukuran nitrogen dilakukan pada kanopi atas, tengah dan bawah. ... 6 6. Intersepsi radiasi tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun ... 10 7. Profil PAR diberbagai kondisi tutupan kanopi tanaman kelapa sawit

umur 10 tahun pada tanggal 22 Agustus 2013 – 30 Agustus 2013. ... 11 8. Persentase intersepsi PAR dari seluruh lapisan kanopi tanaman kelapa

sawit umur 10 tahun. ... 12 9. Distribusi vertikal radiasi matahari dan komposisi nitrogen tanaman

kelapa sawit ... 12 10.Komposisi nitrogen daun kelapa sawit di wilayah Jambi pada berbagai

umur (pengukuran dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Emal, Sarolangun, Jambi, CRC990). ... 13 11.Penampang atas dan pertumbuhan daun pada kanopi kelapa sawit ... 13 12.Profil suhu udara (atas dan bawah kanopi) dan suhu permukaan tanah

kelapa sawit umur 10 tahun. ... 16 13.Profil kelembaban relatif (RH) kelapa sawit umur 10 tahun. ... 17 14.Suhu optimum jenis tanaman sela yang direkomendasikan pada

(14)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Diagram alir penelitian ... 25

2. Pengukuran radiasi di berbagai ketinggian pada kelapa sawit umur 10 tahun ... 26

3. Data pengukuran suhu dan kelembaban (RH) kelapa sawit 10 tahun ... 29

4. Uji beda nyata beberapa data pada tingkat kepercayaan 95% ... 33

5. Peta sebaran NDVI daerah pengamatan pada beberapa tahun ... 34

6. Perhitungan radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit umur 4 tahun ... 35

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang saat ini menjadi perhatian utama dan unggulan pemerintah dalam meningkatkan devisanya. Luas area total dan produksi CPO terus meningkat sejak tahun 2000, khususnya di wilayah Sumatera Utara dengan luas sebesar 1017774 Ha (BPS dalam Tarigan dan Sipayung 2011). Perannya yang cenderung meningkat di sektor pertanian dari tahun ke tahun membuat para pelaku industri perkebunan kelapa sawit semakin berkembang hingga tahun 2009 (Tarigan dan Sipayung 2011). Kondisi demikian menyebabkan kemajuan budidaya kelapa sawit dalam bentuk perkebunan besar swasta maupun pemerintah.

Peningkatan produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit mulai banyak diterapkan, salah satunya dengan budidaya tanaman sela. Penerapan tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit ini berperan sebagai upaya efisiensi lahan dalam menjaga kualitas dan kesuburan lahan perkebunan. Beberapa contoh jenis tanaman sela yang pernah dibudidayakan adalah tanaman setahun (Purba et al 1998 dan Mahmud 1998). Namun, tidak semua jenis tanaman sela dapat dikembangkan diantara pertanaman kelapa sawit. Pada masa tanaman menghasilkan budidaya tanaman sela harus memperhatikan faktor-faktor internal yang sangat mempengaruhi fase pertumbuhan tanaman. Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penerapan sistem penanaman tanaman sela yaitu kondisi iklim mikro di antara tanaman kelapa sawit (Erhabor dan Filson 1999).

Karakteristik radiasi matahari memiliki keterkaitan dengan berbagai komponen suatu tanaman. Penyerapan radiasi matahari oleh kanopi kelapa sawit menentukan komposisi nitrogen daun. Komposisi nitrogen daun ditentukan oleh posisi kanopi. Selain itu, proporsi penyerapan radiasi dalam bentuk PAR saling berkaitan terhadap struktur kanopi yang ditunjukkan oleh nilai indeks luas daun (LAI). Bentuk tajuk tanaman menjadi tolak ukur besarnya intersepsi radiasi pada suatu tanaman. Intersepsi PAR juga menunjukkan adanya vegetasi di tempat tersebut, sehingga analisis keadaan vegetasi akan menjadi salah satu parameter ekologi yang penting. Suwarsono et al (2011) membuktikan bahwa pengukuran LAI mempunyai korelasi yang baik terhadap NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Pernyataan ini juga didukung oleh Wang et al (2005) yang mengkaji tentang hubungan antara NDVI dan LAI pada kawasan hutan dengan vegetasi yang menggugurkan daunnya saat musim tertentu (deciduous forest). Law dan Waring (1994) membuktikan bahwa terdapat kaitan secara linear antara besarnya indeks vegetasi dengan nilai indeks luas daun pada suatu tanaman. Besarnya radiasi yang ditransmisikan memiliki korelasi lebih dari 0.89 terhadap indeks luas daun dengan proyeksi kanopi secara horizontal (Campbell dan Norman 1989 dalam Lunagaria dan Syekh 2006). Hubungan antara indeks vegetasi (NDVI) dengan indeks luas daun (LAI) juga pernah dilakukan oleh Zein (2009) untuk mengetahui besarnya penyerapan radiasi oleh kanopi kelapa sawit.

(16)

2

Radiasi matahari yang dimanfaatkan oleh tanaman memiliki panjang gelombang (400 sampai 700 nm) dikenal dengan sinar PAR (Photosynthetically Active Radiation). Pancaran energi radiasi matahari yang diserap dan ditransmisikan oleh kanopi menjadi faktor utama dalam mengendalikan kondisi iklim mikro. Jumlah radiasi yang dilewatkan oleh kanopi akan menentukan kesesuaian tanaman sela yang mungkin dapat ditanam.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya :

1. Memperoleh pola intersepsi radiasi dan distribusi vertikal radiasi matahari pada tanaman kelapa sawit serta implikasinya terhadap jumlah radiasi yang sampai di bawah kanopi, iklim mikro dan komposisi nitrogen.

2. Meduga indeks luas daun berdasarkan koefisien pemadaman dan intersepsi radiasi menggunakan hukum Beer Lambert.

3. Membuktikan keterkaitan antara indeks luas daun dengan nilai indeks vegetasi yang dihasilkan melalui citra satelit.

4. Menerangkan hubungan antara intersepsi dan distribusi radiasi dengan suhu terhadap kesesuaian tanaman sela.

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2013 hingga bulan September 2013 meliputi pemasangan alat dan pengukuran. Lokasi penelitian dilakukan di PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII provinsi Jawa Barat unit bisnis I wilayah Cimulang untuk tanaman kelapa sawit 8 tahun dan 10 tahun, wilayah Cipatat untuk tanaman kelapa sawit umur 4 tahun dan Desa Pompa Air, Jambi pada tanaman berumur 2 tahun.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam analisis data satelit adalah citra satelit Landsat TM 5+ band 4 dan band 3 tahun 2006, 2009 dan 2013, data pengukuran suhu tanah, suhu udara dan komposisi nitrogen di wilayah Jambi. Data pengamatan unsur iklim di wilayah Cimulang dan Cipatat diperoleh dengan mengukur secara langsung menggunakan beberapa alat instrumentasi (Gambar 1 dan Gambar 2).

(17)

3

sensor suhu dan sensor kelembaban. Sedangkan alat instrument yang digunakan untuk mengukur unsur ikllim di bawah kanopi (mobile) meliputi sensor fotodiodauntuk pengukuran radiasi, infrared thermometer KW06-559 untuk suhu permukaan dan humidity meter Krisbow KW06-561 sebagai pengukur kelembaban udara dibawah kanopi. Data yang diperoleh diolah dengan perangkat komputer dengan software ER MAPPER, ArcMap 10 dan Microsoft office.

Gambar 2 Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu minitower [a]; humidity meter [b]; infrared thermometer [c]; dan pengukur nitrogen daun [d].

Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pengukuran secara langsung yang meliputi pengukuran radiasi, suhu (meliputi suhu udara dan suhu permukaan), kelembaban udara dan nitrogen daun. Data hasil pengamatan langsung kemudian dianalisis oleh data pendukung berupa data citra satelit untuk mengetahui hubungan dari kedua komponen tersebut. Analisis juga dilakukan dengan menggunakan hasil pengamatan yang pernah dilakukan sebelumnya (nitrogen daun) di wilayah PT. Emal, Sarolangun, Jambi sebagai data tambahan agar hasil analisis lebih akurat.

[a] [d]

[c] [b]

(18)

4

Kalibrasi alat dan konversi radiasi

Kalibrasi alat instrumentasi dilakukan pada solarimeter dengan sensor fotodioda yang berguna untuk mengukur besarnya radiasi matahari. Kalibrasi solarimeter ini mengacu pada nilai radiasi yang dihasilkan oleh Li-Cor Pyranometer Sensor yang sudah terstandarisasi oleh BALITKLIMAT. Kedua alat instrumentasi tersebut memiliki sensor yang sama dengan prinsip kerja menangkap energi berupa cahaya. Proses kalibrasi dilakukan selama 4 hari mulai 13 Agustus 2013 sampai 16 Agustus 2013 di rumah kaca BALITKLIMAT. Data pengukuran radiasi dari seluruh sensor diukur secara bersama – sama setiap 10 menit dengan menggunakan Logger sebagai media penyimpanan data.

Setelah didapatkan hasil pengukuran, diketahui hubungan antara Li-Cor Pyranometer Sensor (BALITKLIMAT) dengan seluruh sensor fotodioda dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi secara logaritmik. Bentuk umum model persamaan regresi logaritmik adalah :

y = a ln (x) + b.………..(1) dengan :y : Nilai radiasi solarimeter dengan sensor fotodioda

x : Nilai radiasi Li-Cor Pyranometer Sensor (BALITKLIMAT) a, b : Konstanta

Beberapa bentuk persamaan yang diperoleh untuk setiap sensor ditunjukkan pada Gambar 3 dengan persamaan pada Tabel 1.

(19)

5

Tabel 1 Hasil kalibrasi sensor fotodioda

Sensor Letak pada

Setelah mendapatkan nilai radiasi, nilai PAR (Photosynthetically Active Radiation) dapat diduga dengan melakukan konversi dari nilai radiasi menggunakan persamaan sebagai berikut (June 2002) :

PAR =

/0.235……...………..(2)

dengan : Radiasi (watt/m2)

PAR (Photosynthetically Active Radiation) (µmol/m2.s1)

Nilai PAR digunakan untk mengetahui besarnya radiasi yang dimanfaatkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis.

Sampling dan pengambilan data

Data pengukuran lapang merupakan data yang diperoleh berdasarkan titik sampling yang telah ditentukan. Titik sampling ini dijadikan sebagai acuan nilai sebaran untuk wilayah pengamatan dengan asumsi bahwa seluruh wilayah pengamatan memiliki kondisi tutupan kanopi yang sama di setiap umurnya. Syarat dalam penentuan titik pengamatan merupakan kanopi dengan persentase tutupan diatas 80%. Penentuan persentase ini dilakukan secara subyektif dengan cara visual yaitu menggunakan kamera digital yang dibidikkan tegak lurus ke atas sehingga terlihat kondisi tutupan kanopinya.

Penelitian dilakukan pada tanaman kelapa sawit di berbagai umur. Perbedaan umur digunakan untuk mengetahui peningkatan intersepsi radiasi hingga fase pertumbuhan maksimal tanaman kelapa sawit pada umur 10 tahun dengan jarak tanam yang sama (9x9 meter). Pengukuran radiasi dibawah kanopi dilakukan dengan menggunakan triangular method yang umum digunakan pada tanaman kelapa sawit (Awal et al 2005).

(20)

6

tempat dan waktu yang sama. Seluruh pengukuran dilakukan mulai jam 8 pagi hingga jam 6 sore setiap satu jam sekali.

Gambar 5 Pemasangan sensor radiasi matahari, kelembaban udara , suhu dengan menggunakan mini tower pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun (tinggi kanopi 10.5 meter). Pengukuran nitrogen dilakukan pada kanopi atas, tengah, dan bawah.

Hasil pengukuran dianalisis dengan melihat hubungan antara komponen radiasi matahari (intersepsi radiasi) dengan waktu selama satu hari. Pengukuran dengan menggunakan mini tower (Gambar 5) dimanfaatkan untuk melihat distribusi vertikal radiasi matahari sehingga dapat ditentukan seberapa besar kontribusi radiasi terhadap kondisi iklim mikro di bawah kanopi. Peranan radiasi juga digunakan untuk melihat kesesuaian tanaman sela yang direkomendasikan berdasarkan karakter iklim mikronya.

(21)

7

diletakkan di antara sensor dengan cara dijepitkan ke alat pengukur. Hasil pengukuran kemudian dikalibrasi dengan komposisi nitrogen yang telah diuji di laboratorium SEAMEO BIOTROP dengan persamaan:

Y = 0.50705 X …..………(3) Dengan : Y : Nitrogen (mmol/gram)

X : Nitrogen hasil observasi

Persamaan diatas memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.80 dan tingkat kesalahan (error) 0.01307.

Pendugaan LAI

Dari hasil pengukuran didapatkan instersepsi radiasi (bawah kanopi) dan radiasi global (atas kanopi) pada tanaman kelapa sawit umur 4, 8, dan 10 tahun. Dengan menggunakan nilai koefisien pemadaman yang telah diketahui pada ketiga umur tersebut, nilai LAI dapat diduga menggunakan persamaan hukum Beer-Lambert (Larcher 1983 dalam Law dan Waring 1994):

k = - ln (I/Io)/ LAI .………...(4)

LAI = [ ( ⁄ )⁄ ]……..………..(5)

dengan :

I : Radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi Io : Radiasi di permukaan kanopi

k : Koefisien pemadaman

LAI : Leaf Area Index (Indeks Luas Daun)

Nilai Io merupakan radiasi yang sampai diatas kanopi atau dikatakan sebagai radiasi global. Sedangkan I adalah radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi tanaman, nilai ini diperoleh berdasarkan pengukuran radiasi di bawah seluruh lapisan kanopi kelapa sawit. Nilai koefisien pemadaman merupakan parameter yang menunjukkan efisiensi distribusi radiasi di dalam kanopi tanaman. Nilai koefisien pemadaman pada kelapa sawit umur 4 adalah 0.3 sedangkan koefisien pemadaman kelapa sawit 8 dan 10 tahun adalah 0.47 (Gerritsma 1998).

Pengolahan awal citra satelit

a. Penggabungan citra

(22)

8

band dengan informasi spektral yang lebih tinggi pada dataset lain (spectral enhancement). Citra satelit dapat digunakan sebagai citra komposit (citra gabungan) dengan menggabungkan beberapa band citra sehingga diperoleh resolusi yang baik dan mempermudah proses analisis lebih lanjut.

b. Koreksi geometrik

Sebelum data citra dapat diolah, sistem proyeksi atau koordinat peta harus disesuaikan terlebih dahulu. Langkah ini sebagai upaya memperbaiki citra dari pengaruh kelengkungan bumi dan gerakan muka bumi dengan cara menyesuaikannya dengan koordinat bumi (memposisikan letak lintang dan bujur), sehingga dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat peta dunia. Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan titik control atau dikenal dengan Ground Control Point (GCP) sebagai acuan dalam menentukan koordinat. Titik kontrol yang digunakan merupakan sebuah objek yang bersifat permanen seperti percabangan sungai, persilangan jalan atau objek yang lain.

c. Cropping

Cropping atau pemotongan citra dilakukan pada lokasi-lokasi yang dijadikan tempat penelitian. Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan daerah yang representative sebagai daerah penelitian agar lebih efisien dalam proses analisis. Selain itu, pemotongan citra juga bertujuan untuk menghemat ukuran penyimpanan pada perangkat komputer. Proses cropping dilakukan dengan menggunakan software ArcMap 10.

Perhitungan NDVI

Penentuan kerapatan vegetasi dihitung melalui NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Nilai NIDVI diidentifikasi di wilayah perkebunan kelapa sawit Cimulang dengan menggunakan citra satelit tahun 2006, 2009, dan 2013. Nilai NDVI diperoleh dengan persamaan berikut (Jensen 1998) :

………...………..(6)

(23)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Radiasi Matahari Kelapa Sawit

Intersepsi Radiasi

Hasil pengamatan radiasi matahari yang sampai di atas dan di bawah kanopi terlihat pada Tabel 2. Ketika proses fotosintesis berlangsung pada pagi hari, intensitas radiasi dibawah kanopi baik pada umur 2, 4, 8, dan 10 tahun berada diatas 50 watt/m2. Hasil tersebut menunjukkan persentase radiasi yang ditransmisikan oleh tajuk kanopi tertinggi dialami oleh kelapa sawit muda umur 2 tahun dan 4 tahun berturut – turut sekitar 30% dan 42%, sedangkan radiasi yang ditransmisikan pada kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun sebesar 14% dari radiasi yang datang. Penelitian oleh Gerritsma (1988) menunjukkan bahwa radiasi yang ditransmisikan oleh tajuk kelapa sawit hanya sebesar 11% hingga 17% ketika berumur 9 sampai 11 tahun. Kelapa sawit memiliki tingkat penyerapan radiasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis palma lainnya mengingat bentuk daun kelapa sawit lebih lebat. Adanya energi di bawah kanopi ini dimanfaatkan untuk proses evaporasi serta pemanasan permukaan maupun diatas permukaan sehingga berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro.

Tabel 2 Kemampuan intersepsi radiasi oleh kanopi kelapa sawit umur 2, 4,8 dan 10 tahun

Radiasi matahari yang tertahan oleh kanopi akanmemberikan masukan energi utama bagi tanaman dalam mendukung proses transpirasi maupun pertukaran panas dengan lingkungannya. Besarnya radiasi yang diintersepsi suatu tanaman ditentukan oleh karakteristik tajuk atau kanopinya. Persentase intersepsi radiasi pada tanaman kelapa sawit yang berumur 4, 8, dan 10 tahun dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai ini diperoleh dengan melihat hubungan antara radiasi global dengan radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi. Persentase intersepsi dapat dihitung melalui persamaan (Monteith 1970 dalam Irianto 2002):

Ir = ( ⁄ ) ……….(7) Dengan : Ir = Intersepsi radiasi (dalam %)

Perhitungan intersepsi pada tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun dilakukan untuk mengetahui perbandingan intersepsi radiasi pada kelapa sawit. Berdasarkan pada Gambar 6 diperoleh suatu hubungan antara besarnya intersepsi

(24)

10

dengan umur tanaman kelapa sawit. Kemampuan intersepsi kanopi kelapa sawit akan meningkat seiring bertambahnya umur secara eksponensial (Gerritsma 1998). Namun, hal ini hanya berlaku untuk tanaman kelapa sawit muda hingga mencapai pertumbuhan maksimal. Intersepsi kelapa sawit pada tanaman setelah umur 8 tahun akan cenderung stabil ketika berada di usia produktif. Kondisi tersebut menunjukkan persentase intersepsi kelapa sawit mencapai maksimal ketika kanopi yang terbentuk tertutup rapat.

Gambar 6 Intersepsi radiasi tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun.

Kesamaan hasil intersepsi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun juga dibuktikan dengan uji beda nyata. Hasil diperoleh dengan nilai P-Value sebesar 0.58 jauh lebih besar dari taraf nyata (α) 0.05. Jika P-Value lebih besar dibandingkan taraf nyata (α), disimpulkan bahwa data tidak mendukung untuk menolak hipotesis nol (Mattjik 2006). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kedua data intersepsi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun tidak berbeda nyata. Artinya, tanaman kelapa sawit 8 tahun dan 10 tahun memiliki tingkat intersepsi yang sama.

Profil PAR (Photosynthetically Active Radiation)

Radiasi matahari merupakan komponen energi utama dalam menjalankan proses fotosintesis pada tanaman. Namun, tanaman tidak dapat memanfaatkan semua pancaran radiasi matahari yang masuk ke bumi. Radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman memiliki panjang gelombang 400 – 700 nm. Bagian radiasi inilah yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis dan dikenal dengan istilah PAR (Photosynthetically Active Radiation). Nilai PAR yang didapatkan merupakan asumsi bahwa sebesar 50% pancaran radiasi matahari merupakan bagian dari PAR. Sebaran nilai PAR memiliki fluktuasi yang sama dengan besarnya radiasi yang diterima.

Perbandingan nilai PAR tanaman kelapa sawit umur 10 tahun di setiap jenis tutupan kanopi dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai PAR yang diterima di atas kanopi mencapai nilai maksimal ketika siang hari pukul 12.00 dengan rata – rata di atas 1000 µmol/m2.s1. Setelah mencapai nilai maksimal, nilai PAR di atas kanopi menurun hingga 150 µmol/m2.s1 pada pukul 17.00. PAR di atas kanopi mengalami penurunan lebih drastis dibandingkan peningkatannya pada pagi hari, sehingga PAR pada sore hari lebih rendah dari pada PAR saat pagi hari. Hal ini

86.03% 86.56%

68.55%

(25)

11

ditunjukkan oleh grafik scatter plot (Gambar 7) warna biru dengan variasi nilai PAR tertinggi dibandingkan yang lain.

Gambar 7 Profil PAR diberbagai kondisi tutupan kanopi tanaman kelapa sawit umur 10 tahun pada tanggal 22 Agustus 2013 – 30 Agustus 2013.

Profil PAR pada tutupan kanopi terbuka memiliki pola yang hampir sama dengan PAR di atas kanopi, namun memiliki nilai yang lebih kecil. PAR pada tutupan kanopi terbuka ditunjukkan oleh grafik scatter plot warna kuning. Nilai PAR tutupan kanopi terbuka mencapai nilai maksimal sebesar 945 µmol/m2.s1 kanopi kelapa sawit yang tidak memberikan pengaruh terhadap sinar matahari yang datang pada pukul 9.00, sehingga sensor selalu menerima cahaya secara

Total PAR yang diintersepsi oleh seluruh lapisan kanopi ditunjukkan pada Gambar 8. PAR yang diintersepsi oleh kanopi kelapa sawit pada fase tanaman menghasilkan ini tergolong tinggi dengan nilai rata – rata 86.16%. Intersepsi PAR pada pagi hari hingga siang hari pukul 12.00 cenderung stabil. Intersepsi PAR mengalami sedikit penurunan mulai pukul 13.00 hingga pukul 17.00. Meskipun demikian, variasi intersepsi PAR mulai pagi hari hingga sore hari sangat kecil. Persentase intersepsi PAR tertinggi terjadi pada saat pukul 15.00 sebesar 90%. Sedangkan persentase PAR terendah terjadi pada pukul 17.00 sebesar 74%.

0

Atas kanopi (13 m) Bawah kanopi (2 m)

(26)

12

Gambar 8 Persentase intersepsi PAR dari seluruh lapisan kanopi tanaman kelapa sawit umur 10 tahun.

Struktur kanopi kelapa sawit memiliki pengaruh terhadap besarnya PAR yang diintersepsi. Hal ini dilihat dari posisi kedudukan kanopi kelapa sawit yang tersebar secara horizontal dan vertikal. Posisi kanopi kelapa sawit secara horizontal menyebabkan terjadi intersepsi dari pagi hingga sore hari sedangkan posisi kedudukan kanopi secara vertikal membantu meningkatkan intersepsi pada pagi dan sore hari ketika radiasi datang tidak sebesar pada siang hari (June 2000). Kondisi demikian menyebabkan intersepsi PAR tanaman kelapa sawit tidak jauh berbeda sepanjang hari.

Distribusi Vertikal Radiasi Matahari

Pengukuran distribusi vertikal radiasi matahari dilakukan pada kelapa sawit yang berumur 10 tahun. Kelapa sawit pada umur 10 tahun merupakan masa mendekati pertumbuhan maksimal (Luskin dan Potts 2011). Pengukuran radiasi dibagi menjadi beberapa ketinggian, yaitu radiasi global diukur pada ketinggian 13 meter, intersepsi radiasi oleh kanopi diukur diketinggian 9 meter, 8 meter, 7.6 meter dan 6 meter. Radiasi yang diterima dibawah kanopi diukur pada ketinggian 2 meter. Pola sebaran radiasi matahari diukur pada saat siang hari dimana nilai radiasi global yang diterima mencapai maksimal.

60

(27)

13

Distribusivertikal radiasi matahari pada tanaman kelapa sawit menunjukkan besarnya kontribusi tajuk tanaman dalam menahan energi radiasi matahari (Gambar 9). Setiap lapisan kanopi kelapa sawit memiliki peran terhadap intersepsi radiasi matahari. Kanopi lapisan atas (kanopi diatas 9 meter) mampu menahan radiasi yang datang sebesar 197 Watt/m2. Kanopi dibagian tengah dengan tinggi kanopi 7.6 hingga 8 meter menahan radiasi sebesar 138 Watt/m2. Nilai radiasi yang diterima oleh kanopi bagian bawah di ketinggian 6 hingga 7.6 meter dapat menyerap radiasi sebesar 31 Watt/m2. Kondisi tersebut menyebabkan proporsi radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi sebesar 14% dari radiasi yang diterima di atas tajuk.

Gambar 10 Komposisi nitrogen daun kelapa sawit di wilayah Jambi pada berbagai umur (pengukuran dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Emal, Sarolangun, Jambi, CRC990).

Gambar 11 Penampang atas dan pertumbuhan daun pada kanopi kelapa sawit (Fairhust dan Rankine 2001).

Setiap tumbuhan memiliki perbedaan bentuk kanopi sehingga akan berpengaruh terhadap energi dari radiasi yang dimanfaatkan ketika proses fotosintesis berlangsung. Besarnya radiasi yang ditahan oleh kanopi menjadi faktor utama dalam mengendalikan tingkah laku sistem tanaman salah satunya ditunjukkan oleh komposisi nitrogen pada daun. Nitrogen adalah salah satu unsur

0.40

(28)

14

yang dibutuhkan oleh tanaman sebagai nutrien. Komposisi nitrogen ini juga ditentukan oleh besarnya luas area daun disetiap lapisan kanopi (June 2002). Pada Gambar 9 diketahui sebaran komposisi nitrogen tanaman kelapa sawit disetiap lapisan kanopinya. Komposisi nitrogen daun di ketiga lapisan kanopi (atas, tengah dan bawah kanopi) memiliki nilai yang hampir sama. Hasil pengamatan distribusi komposisi nitrogen daun di PT EMAL Jambi juga memiliki pola yang sama (Gambar 10). Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan lapisan daun dalam memanfaatkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis.

Kanopi kelapa sawit tersusun dengan bentuk spiral (Gambar 11) sehingga kanopi di bagian tengah maupun bawah dapat menerima cahaya secara langsung. Proporsi komposisi nitrogen disebabkan oleh kandungan nitrogen dalam fotosintesis berhubungan dengan enzim yang berperan mereduksi CO2 menjadi

karbohidrat (ribulose 1.5-bisphosphate carboxylase) (Sinclair 1991 dalam Sitompul 2002), selain itu nitrogen juga berperan dalam pembentukan klorofil (June 2002). Penelitian Gerritsma (1998) menunjukkan unsur penyusun dalam proses fotosintesis (termasuk nitrogen) memiliki komposisi yang cenderung sama ketika kanopi menyerap PAR diatas 400 µmol/m2.s1. Hasil ini menunjukkan hubungan antara kandungan nitrogen terhadap radiasi matahari dapat dilihat dari seberapa besar unsur nitrogen yang dimanfaatkan dalam proses fotosintesis kelapa sawit.

Efek Radiasi Terhadap Iklim Mikro

Suhu Udara dan Suhu Permukaan

Suhu yang terukur merupakan data hasil pengukuran pada mini tower di kebun Cimulang untuk kelapa sawit umur 10 tahun dan di kebun Cipatat untuk kelapa sawit umur 4 tahun serta pengukuran di wilayah Jambi pada kelapa sawit umur 2 tahun. Hasil pengukuran meliputi suhu udara dan suhu permukaan (tanah) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan suhu (udara dan permukaan) pada dua perlakuan (bawah kanopi dan luar kanopi) kelapa sawit pada umur 2, 4, dan 10 tahun

*Pengukuran di wilayah Jambi

Suhu merupakan salah satu unsur penting yang dipengaruhi oleh radiasi dalam pembentukan iklim mikro. Besarnya persentase radiasi yang ditahan oleh tajuk kanopi mempengaruhi pembentukan suhu udara dan suhu permukaan di bawah kanopi. Tabel 3 menunjukan bahwa suhu udara di bawah kanopi lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu udara di atas kanopi, namun pengaruh tutupan kanopi kelapa sawit muda (4 tahun) tidak sebaik pengaruh tutupan kanopi

Umur

Suhu udara (oC) Suhu permukaan (tanah) (oC)

Bawah kanopi Luar kanopi Selisih Bawah kanopi Luar kanopi Selisih

2 tahun 25.03* 26.62* 1.59

4 tahun 29.75 30.79 1.04 28.89 38.16 9.27

(29)

15

kelapa sawit umur 10 tahun. Suhu udara di bawah kanopi kelapa sawit umur 4 tahun mengalami penurunan suhu sebesar 3.4% dari suhu di atas kanopi, sedangkan kelapa sawit umur 10 tahun memberikan penurunan suhu sebesar 4.4% dari suhu udara di atas kanopi. Dengan kata lain, kanopi kelapa sawit umur 10 tahun mampu memberikan perubahan suhu 0.3oC lebih besar terhadap perubahan suhu pada kelapa sawit muda.

Perbedaan suhu juga dialami pada suhu permukaan kelapa sawit yang mendapat naungan maupun tidak. Suhu permukaan di bawah kanopi tidak menerima radiasi secara langsung akibat adanya kanopi kelapa sawit. Sehingga energi radiasi lebih banyak diterima pada permukaan tanpa kanopi. Suhu permukaan di bawah kanopi lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu permukaan di luar kanopi. Namun, tutupan kanopi kelapa sawit pada umur 10 tahun lebih lebat sehingga membuat radiasi yang diterimadi bawah kanopi lebih kecil dari pada kelapa sawit umur 2 dan 4 tahun. Kondisi demikian menyebabkan suhu permukaan tanah di bawah kanopi dan di luar kanopi pada kelapa sawit umur 10 tahun memiliki perbedaan yang lebih besar bila dibandingkandengan kelapa sawit umur 2 dan 4 tahun.

Tabel 4 Perbedaan suhu permukaan tanah kelapa sawit muda di luar kanopi pada dua perlakuan

Ulangan Suhu permukaan tanah ( o

C)

Tanpa tanaman tutupan Dengan tanaman tutupan

1 27.3 25.5 apabila terdapat vegetasi yang berfungsi sebagai tanaman tutupan (cover crop). Vegetasi ini dapat berupa tanaman hortikultura maupun tanaman rumput - rumputan. Keberadaan tanaman tutupan ini dapat meminimalisir panas suatu permukaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Kondisi suhu permukaan diluar kanopi lebih rendah apabila terdapat vegetasi.

Profil Suhu

Sebaran suhu udara dan suhu permukaan tanah dari pagi hari hingga sore hari ditunjukkan oleh Gambar 12. Suhu udara maksimum terjadi di lapisan kanopi bagian tengah pada pukul 14.00 sebesar 31.8oC dan suhu minimum terjadi di tempat yang sama pada pukul 18.00 sebesar 25.1oC. Suhu udara di bawah kanopi mencapai nilai maksimum pada siang hari sebesar 30.6oC. Suhu udara terendah di bawah kanopi terjadi pada pukul 8.00 sebesar 25.3oC.

(30)

16

akibat adanya energi yang menumpuk di dalam kanopi. Penumpukan energi ini terjadi dari pagi hingga siang hari. Selain itu, sebaran panas di udara melalui proses adveksi juga mempengaruhi perubahan suhu udara. Dalam hal ini, proses adveksi dari luar kanopi tidak berpengaruh langsung terhadap energi panas yang diterima dari radiasi matahari pada kanopi tengah. Namun, proses adveksi memiliki pengaruh terhadap perubahan suhu di bawah kanopi.

Gambar 12 Profil suhu udara (atas dan bawah kanopi) dan suhu permukaan tanah kelapa sawit umur 10 tahun.

Profil suhu permukaan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan profil suhu yang lain. Peningkatan suhu permukaan tanah pada pukul 11.00 dipengaruhi oleh paparan sinar matahari yang mengenai area pengukuran, sehingga nilainya meningkat. Pada keadaan normal (tanpa pengaruh paparan radiasi secara langsung), suhu permukaan di bawah naungan memiliki fluktuasi yang rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi suhu permukaan tanah adalah kemampuan menerima dan melepaskan panas yang membutuhkan waktu lebih lama dibanding dengan udara yang dinamis karena adanya pergerakan parsel udara di atmosfer. Tanah memiliki kapasitas panas sebesar 0.57 Kal/cm3, sedangkan kapasitas panas udara sebesar 3 x 10-4 Kal/cm3 (Saryono 1989 dalam Adiningsih et al 2001). Artinya, permukaan tanah membutuhkan energi yang lebih besar untuk meningkatkan maupun menurunkan suhunya, sedangkan radiasi yang diterima di bawah kanopi rendah sehingga tidak mampu memberikan perubahan signifikan terhadap suhu permukaan tanah.

Profil suhu udara mengikuti pergerakan radiasi matahari. Ketika radiasi meningkat maka suhu udara relatif lebih tinggi dan mengalami peningkatan dari keadaan sebelumnya. Begitu juga saat terjadi penurunan intensitas radiasi ketika memasuki sore hari, suhu udara cenderung akan menurun. Hal ini disebabkan oleh besarnya radiasi yang diterima oleh permukaan bumi digunakan untuk memanaskan udara, sehingga akan mempengaruhi suhu udara di tempat tersebut.

Kelembaban Udara

Profil kelembaban udara (RH) dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil menunjukkan terjadinya perbedaan kelembaban beberapa lapisan kanopi.

23

8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00

S

atas kanopi (13 meter) bawah kanopi (2 meter)

(31)

17

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa kelembaban tertinggi berada di bawah kanopi sebesar 80% terjadi ketika pukul l8.00 dimana kandungan air di udara masih tinggi akibat pengembunan di pagi hari. Kelembaban udara di tengah kanopi (8 meter) dan di atas kanopi mencapai nilai tertinggi pada sore hari berturut – turut sebesar 75% dan 72%. Mulai dari pagi hingga siang hari kelembaban udara diketiga kondisi tersebut terus menurun hingga pukul 13.00. Setelah itu, kelembaban udara meningkat kembali hingga sore hari. Hasil pengukuran menunjukkan kelembaban udara di bawah kanopi lebih tinggi dibandingkan kelembaban udara di tengah dan di atas kanopi.

Profil kelembaban udara cenderung berlawanan dengan profil suhu dan profil radiasi. Ketika radiasi meningkat, kelembaban akan menurun. Penurunan ini disebabkan oleh hilangnya kandungan uap air di udara akibat meningkatnya pemanasan di seluruh lapisan kanopi akibat energi radiasi yang diterima. Setelah radiasi mencapai nilai tertinggi pada siang hari, energi radiasi matahari mulai menurun hingga sore hari. Penerimaan radiasi yang mulai menurun ketika memasuki sore hari menyebabkan efek pemanasan berkurang, sehingga kelembaban udara kembali meningkat.

Gambar 13 Profil kelembaban relatif (RH) kelapa sawit umur 10 tahun.

Profil kelembaban udara menunjukkan terdapat perbedaan yang konstan dari ketiga kondisi kanopi. Kelembaban udara di bawah kanopi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban udara di dalam maupun di atas kanopi. Kelembaban udara yang tinggi di bawah kanopi disebabkan oleh rendahnya efek pemanasan mengingat energi radiasi yang diterima tidak sebesar di atas kanopi. Sedangkan kelembaban udara di dalam kanopi kelapa sawit dipengaruhi oleh proses penguapan air yang berasal dari daun. Proses transpirasi tidak berpengaruh besar pada kelembaban di atas kanopi mengingat radiasi matahari di atas kanopi memberikan energi yang lebih besar untuk memanaskan udara di sekitarnya.

NDVI dan LAI

Karakteristik radiasi pada suatu vegetasi dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan sifat fisiologi vegetasi tersebut. Intersepsi radiasi suatu tanaman ditentukan oleh struktur kanopi berupa bentuk, ketebalan, kerapatan maupun luas kanopi dalam bentuk indeks luas daun atau LAI. Tanaman yang memiliki bentuk

40

8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00

K

(32)

18

kanopi yang tebal dan rapat mampu menahan radiasi matahari lebih tinggi, sehingga radiasi yang diteruskan (ditransmisikan ke bawah kanopi) semakin kecil. Dengan kata lain, intersepsi radiasi semakin tinggi jika tanaman juga memiliki LAI yang tinggi. Persentase intersepsi radiasi yang tinggi mengGambarkan bahwa wilayah tersebut memiliki tutupan lahan vegetasi yang tinggi. Tutupan lahan vegetasi ditunjukkan oleh tingkat kehijauan wilayah tersebut dengan menggunakan nilai NDVI. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya (LAI dan NDVI) memiliki korelasi terhadap intersepsi radiasi.

Tabel 5 Perbandingan nilai NDVI terhadap LAI tanaman kelapa sawit

*Dugaan LAI berdasarkan hukum Beer Lambert

Pendugaan indeks luas daun pada umur kelapa sawit yang berbeda menunjukkan bahwa luasan daun pada tajuk kelapa sawit cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya umur (Tabel 5). Ketika memasuki umur 7 tahun, pertumbuhan daun kelapa sawit akan digantikan oleh daun yang muda (Mahmud 1998). Ketika umur 9 hingga 11 tahun, koefisien pemadaman kelapa sawit mencapai nilai tertinggi, yaitu 0.47 (Gerritsma 1988). Pada umur selanjutnya (selama umur kelapa sawit masih produktif) nilai LAI tidak akan jauh berbeda karena naungan yang disebabkan oleh kanopi hampir sama, begitu juga dengan proses fotosintesis kelapa sawit yang optimal terjadi sekitar umur 10 hingga 13 tahun (Lubis 1992). Pernyataan ini juga didukung oleh pengamatan Luskin dan Potts (2011) yang menyebutkan bahwa kelapa sawit pada umur 10 tahun merupakan masa dimana fase pertumbuhan hampir mencapai maksimal. Dengan mengacu hasil tersebut, diduga bahwa kerapatan kanopi kelapa sawit akan stabil setelah umur 10 tahun dan akan menurun ketika kelapa sawit mulai menua (tidak menghasilkan tandan sawit).

Peningkatan LAI juga diikuti oleh nilai NDVI yang semakin meningkat. Nilai NDVI yang semakin tinggi menunjukkan banyaknya vegetasi di wilayah tersebut. Kondisi demikian juga dapat dikatakan bahwa pertambahan umur kelapa sawit mempengaruhi persentase pemantulan radiasi matahari oleh permukaan daun yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis.

(33)

19

Jenis Tanaman Sela pada Perkebunan Kelapa Sawit

Hasil pengamatan iklim mikro di bawah kelapa sawit digunakan sebagai langkah awal dalam menentukan jenis tanaman sela yang dapat tumbuh secara optimal di perkebunan kelapa sawit. Rosenberg et al (1983) menyatakan bahwa keberadaan vegetasi di bawah kanopi akan membantu meminimalisir pemanasaan. Dengan demikian kehilangan air di udara dapat berkurang. Beberapa unsur iklim mikro dari hasil pengamatan dijadikan acuan seperti nilai radiasi matahari, suhu udaramaksimum dan kelembaban udara (RH). Tabel 6 menunjukkan kondisi iklim mikro di wilayah perkebunan kelapa sawit mudapada umur 4 dan kelapa sawit tua dengan umur 10 tahun. jelas terlihat pada nilai radiasi yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman sela. Radiasi yang dapat dimanfaatkan di areal perkebunan kelapa sawit umur 10 tahun terlihat sangat kecil karena kanopi kelapa sawit telah menutupi seluruh areal perkebunan. Berbeda dengan radiasi yang tersedia bagi tanaman sela di antara kelapa sawit umur 4 tahun. Pelepah sawit yang masih pendek membuat tanaman sela dapat menerima radiasi secara langsung.

Tabel 7 Kebutuhan radiasi masing-masing tanaman sela. (Sumber: Mahmud 1998)

Tanaman

(34)

20

Berdasarkan kondisi iklim mikro di lokasi penelitian, pemanfaatan tanaman sela kedua umur kelapa sawit dibedakan dengan melihat potensi pertumbuhan tanaman sela. Rendahnya radiasi yang dapat dimanfaatkan di bawah kanopi perkebunan kelapa sawit 10 tahun membuat areal perkebunan ini kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman sela, khususnya tanaman semusim. Berdasarkan kebutuhan radiasi, beberapa tanaman sela dapat tumbuh pada perkebunan kelapa sawit 10 tahun seperti tomat, kakao, pinang, lada, kopi dan panili. Disisi lain, budidaya tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit yang sudah berproduksi (10 tahun) akan mengganggu tanaman itu sendiri akibat mobilisasi pemanenan tandan kelapa sawit dan banyaknya pelepah yang jatuh dibawah naungan, sehingga penerapan tanaman sela menjadi kurang efisien. Peran tanaman sela sebagai tanaman tutupan (cover crop) pada perkebunan kelapa sawit 10 tahun dapat digantikan dengan vegetasi rumput-rumputan yang tidak terlalu membutuhkan energi radiasi terlalu besar. Pada areal perkebunan sawit milik PTPN VIII, vegetasi rumput – rumputan telah banyak tumbuh di bawah perkebunan kelapa sawit. Rumput – rumput ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak disamping peranannya dalam menjaga kondisi iklim mikro di bawah naungan sebagai tanaman tutupan atau cover crop. Selain itu, Duke (1983) dan Jalaludin (1998) dalam Wardiana dan Mahmud (2003) juga menyebutkan bahwa tanaman leguminosa seperti Calopogonium sp, Centrosema pubescens, Pueraria phaseoloides, dan Desmodium audifoliumsering dimanfaatkan pada kebun kelapa sawit sebagai tanaman tutupan. Pada tanaman kelapa sawit umur 4 tahun, kondisi iklim mikro khususnya radiasi masih dapat menunjang proses fotosintesis pada tanaman sela. Mahmud (1998) menyatakan bahwa beberapa jenis tanaman hortikultura atau tanaman setahun dapat tumbuh dengan baik apabila suatu lahan memiliki kelembaban di atas 60% dengan penerimaan radiasi sebesar 48-143 Watt/m2 dan suhu udara 23-30oC.

Gambar 14 Suhu optimum jenis tanaman sela yang direkomendasikan pada perkebunan kelapa sawit muda umur 4 tahun (Sumber: Mahmud 1998).

(35)

21

tahunan. Tanaman setahun lebih direkomendasikan bila dibandingkan dengan tanaman tahunan mengingat kelapa sawit umur 4 tahun mulai tumbuh tinggi dan berbuah. Selain itu, tanaman setahun yang merupakan tanaman pangan dan tanaman hortikultura dapat berperan sebagai tanaman penutup (cover crop) sehingga mampu mengurangi pemanasan di areal perkebunan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmud (1998), jenis tanaman setahun yang berpotensi tumbuh dengan baik sesuai dengan kebutuhan radiasi pada perkebunan sawit umur 4 tahun adalah jagung, padi gogo, kacang tanah, kedelai, kapas, jahe, ubi jalar, sorgum, nanas, dan bawang merah.

Sebagian besar jenis tanaman sela yang tergolong tanaman setahun ini memiliki kisaran nilai suhu optimum yang sesuai dengan kondisi iklim mikro perkebunan sawit umur 4 tahun (Gambar 14). Namun, jenis tanaman seperti kacang tanah, dan bawang merah memiliki suhu optimum di bawah suhu udara maksimum areal perkebunan. Hal ini akan memberikan dampak terhadap produksi maupun umur tanaman. Suhu udara merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Apabila frekuensi suhu udara setiap harinya berada di atas suhu optimum, hal ini akan mempengaruhi laju fotosintesis tanaman. Selain itu, laju transpirasi meningkat sehingga produktifitas dan kualitas hasil akan menurun karena buah atau biji mengalami percepatan pematangan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan distribusi vertikal radiasi matahari pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun, radiasi yang ditransmisikan cenderung menurun secara logaritmik. Kondisi demikian berpengaruh terhadap komposisi nitrogen dan kondisi iklim mikro. Profil nitrogen menunjukkan komposisi yang sama di setiap lapisan kanopi. Suhu dibawah kanopi kelapa sawit 10 tahun lebih rendah dibandingkan kelapa sawit 2 dan 4 tahun. Ketika umur kelapa sawit semakin tua (sampai fase pertumbuhan maksimum), nilai LAI dan NDVI meningkat seiring meningkatnya intersepsi radiasi.

(36)

22

Saran

1. Analisis lebih lanjut dapat dilakukan dalam penentuan kesesuaian tanaman sela seperti sifat kimia tanah, kebutuhan air tanaman dan analisis keuntungan ekonomi.

2. Nilai PAR yang digunakan merupakan nilai estimasi dari radiasi global. Oleh karena itu, disarankan untuk menggunakan alat yang dapat mengukur radiasi PAR secara langsung untuk mengetahui nilai PAR transmisi yang dapat dimanfaatkan tanaman dalam proses fotosintesis dengan nilai yang lebih akurat.

3. Data yang diperoleh dapat dikembangkan atau dimanfaatkan kedalam sebuah model berupa model simulasi tanaman sela untuk mengetahui kesesuaian tanaman sela.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih ES, SH Soenarmo, S Mujiasih. 2001. Kajian perubahan distribusi spasial suhu udara akibat perubahan penutup lahan. Warta LAPAN 3(1): 29 – 44.

Awal MA, Ishak W, Harun MH, Endan J. 2005. Methodology and measurement of radiationinterception by quantum sensor of the oil palm plantation. J. Sci. Technol27(5): 1083 – 1093.

Erhabor JO, Filson GC. 1999. Soil fertility changes under an oil palm-based intercropping system. J.of Sustain. Agric. (14):45 – 62.

Fairhust dan Rankine. 2001. Buku Lapangan. Seri Tanaman Kelapa Sawit. Tanaman Menghasilkan. Sutarta ES dan Darmosarkoro W, penerjemah. Yogyakarta (ID): PT Agrisoft Systems Indonesia. Terjemahan dari: Field Handbook. Oil Palm Series. Mature. Volume 3.

Gerritsma W. 1988. Light interception, leaf photosynthesis and sink-source relations in oil palm [disertasi]. Wageningen (NL): Agricultural University Wageningen.

Irianto MG. 2002.Karakteristik intersepsi radiasi surya pada kelapa dalam dan kelapa genjah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jensen JR. 1998. Introductory Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspective. New Jersey: Prentice Hall. 316p

(37)

23

June T. 2002. Environmental effects on photosynthesis of c3 plants: scaling up from electron transport to the canopy (study case: Glycine max L. merr) [disertasi]. Canberra (AU): Australian National University.

Law E Berverly, Waring H. Richard. 1994. Remote sensing of leaf area index and radiation intercepted by understory vegetation. Ecological Applications. 4(2):272 – 279.

Lubis AU. 1992. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Pematang Siantar: Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala.

Lunagaria MM dan Syekh AM. 2006. Radiation interception, light extinction coefficient and leaf area of wheat (Triticum aestivum L.) crop as influenced by row orientation and row spacing. The Journal of Agricultural Sciences. 2(2):43 – 54.

Luskin MS, Potts MD. 2011. Microclimate and habitat heterogeneity through the oil palm lifecycle. Basic and Applied Ecology 12 (2011) 540–551.

MahmudZ. 1998. Tanaman sela di bawah kelapa.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian XVII(2): 61 – 67.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.

Purba A, GirsangP, Dharmosarkoro W, Poeloengan Z. 1998. Corn as an intercropping in immatureoil palm plantation.Journal of Indonesia Oil Palm Research Institute 6 (1): 29-36.

Rosenberg NJ, Blad BL,Verma SB. 1983.Microclimate the biological environment 2oded. New York: John Wiley & sons.

Sitompul SM. 2002. Radiasi Dalam Sistem Agroforestri. Dalam Wanulcas. Model Simulasi Untuk Sistem Agroforestri. ICRAF. 79 – 102.

Suhartati, Wahyudi A. 2011. Pola agroforestry tanaman penghasil gaharu dan kelapa sawit [Agroforestry pattern of agarwood species and oil palm].J Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 8(4):363 – 371.

Suwarsono, Muchlisin A, Hidayat, Sayidah S, Nanik SH, Heri S, Kuncoro TS. 2011. Pengembangan metode penentuan indeks luas daun pada penutup lahan hutan dari data satelit penginderaan jauh spot-2. J Penginderaan Jauh. 8:50 – 59.

Swain PH dan Davis SM.1978 .Remote Sensing the Quantitative Approach.New York: British Library Cataloguing in Publication Data, Mcgraw-Hill.395h. Tarigan B, Sipayung T. 2011. Kontribusi perkebunan kelapa sawit dalam

(38)

24

Wang Q, Adiku, S Tenhunen J, Granier A. 2005. On the relationship of NDVI with leaf area index in a deciduous forest site.Remote Sensing of Environment.94:244 – 255.

(39)

25

LAMPIRAN

Keterangan :

Hubungan antar faktor Analisis citra satelit

Citra LANDSAT TM 5+

Penggabungan citra (band 3 dan band 4)

Pemotongan citra

Peta NDVI

Hubungan NDVI dan LAI Koreksi geometrik Pengukuran Lapang

Komposisi Nitrogen Unsur Iklim

Suhu udara

Suhu permukaan

PAR Radiasi matahari Kelembaban udara

LAI

Intersepsi Radiasi

(40)

26

(41)
(42)

28

30/08/2013 11:00 528.55 275.55 251.35 173.82 161.67 78.45

30/08/2013 12:00 473.67 216.61 162.03 141.84 115.69 65.83

30/08/2013 13:00 141.81 77.46 77.35 64.33 63.35 27.99

30/08/2013 14:00 356.19 335.52 165.82 145.08 123.70 67.29

30/08/2013 15:00 188.59 241.65 141.06 129.59 108.20 37.22

30/08/2013 16:00 121.63 130.95 114.57 103.38 88.52 24.54

30/08/2013 17:00 44.36 28.94 36.93 31.94 13.00 9.56

31/08/2013 8:00 380.40 275.55 324.08 181.85 180.74 60.30

31/08/2013 9:00 406.27 221.40 339.41 227.94 377.36 65.83

31/08/2013 10:00 473.67 275.55 372.28 169.94 161.67 73.46

31/08/2013 11:00 494.90 252.46 245.60 162.43 172.86 76.75

31/08/2013 12:00 564.49 342.94 229.16 177.79 197.61 85.64

31/08/2013 13:00 433.89 382.59 239.99 155.25 144.61 67.29

31/08/2013 14:00 364.08 84.54 218.81 162.43 138.30 57.71

31/08/2013 15:00 81.97 77.46 86.83 75.35 74.05 23.49

31/08/2013 16:00 71.86 96.40 68.91 58.77 53.00 15.15

(43)

29

Lampiran 3 Data pengukuran suhu dan kelembaban (RH) kelapa sawit 10 tahun

(44)
(45)
(46)

32

8/26/2013 12:00 60.56 51.5 48.5 8/31/2013 12:00 75.02 61.5 58

8/26/2013 13:00 53.06 49.5 45.5 8/31/2013 13:00 70.88 64 64.5

8/26/2013 14:00 42.74 47 42.5 8/31/2013 14:00 69 64 62

8/26/2013 15:00 49.55 62.5 60.5 8/31/2013 15:00 73.83 72.5 72

8/26/2013 16:00 58.66 62 60 8/31/2013 16:00 80.5 87.5 85.5

8/26/2013 17:00 66.28 65.5 63 8/31/2013 17:00 82.55 94 91

8/26/2013 18:00 64.59 70.5 68 8/31/2013 18:00 88.47 95.5 91.5

8/27/2013 8:00 80.08 65 60.5 9/6/2013 8:00 - 79.5 68

8/27/2013 9:00 73.02 56 50 9/6/2013 9:00 83.84 68.5 65.5

8/27/2013 10:00 60.59 50 49 9/6/2013 10:00 80.24 68.5 64

8/27/2013 11:00 60.69 51.5 45 9/6/2013 11:00 74.33 67.5 66.5

8/27/2013 12:00 60.94 42 40 9/6/2013 12:00 72.28 64 59

8/27/2013 13:00 58.94 40 35 9/6/2013 13:00 69.28 65 59

8/27/2013 14:00 55.03 36.5 36.5 9/6/2013 14:00 72.84 72 67

8/27/2013 15:00 67.54 54.5 52 9/6/2013 15:00 80.5 77.5 73.5

8/27/2013 16:00 72.36 62 59.5 9/6/2013 16:00 82.05 78.5 75

8/27/2013 17:00 72.3 61 59 9/6/2013 17:00 - 84 78.5

8/27/2013 18:00 75.63 65.5 62 9/6/2013 18:00 - 83 77.5

8/28/2013 8:00 73.42 68 60

8/28/2013 9:00 74.58 54 53

8/28/2013 10:00 74.44 53 54

8/28/2013 11:00 64.06 50.5 43.5

8/28/2013 12:00 64.25 39 35

8/28/2013 13:00 62.68 45 40.5

8/28/2013 14:00 67.8 45 42

8/28/2013 15:00 67.88 50 45

8/28/2013 16:00 - 66 64.5

8/28/2013 17:00 - 67 64.5

(47)

33

Lampiran 4 Uji beda nyata beberapa data pada tingkat kepercayaan 95%

Uji beda nyata data radiasi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun

(48)

34

(49)

35

(50)

36

Lampiran 6Perhitungan radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit umur 4 tahun

Radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela:

Radiasi = Radiasi global + (2 x Radiasi transmisi) 3

= 494.89 + (2 x 155.63) 3

(51)

37

Pengukuran di bawah kanopi yang meliputi radiasi di bawah kanopi, suhu udara, suhu permukaan, kelembaban udara dan nitrogen daun

Lampiran 7 Dokumentasi penelitian

Pemasangan sensor pada minitower Minitower dan Tutupan kanopi wilayah

(52)
(53)

1

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 2 Juli 1991 dari ayah Ahmad Baidowi dan ibu Tutik Ustari.Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri Kalisat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) dan mendapatkan beasiswa BIDIKMISI melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen Geofisika dan Meterologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Metode Klimatologi pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis ikut berperan aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan serta organisasi kemahasiswaan. Beberapa diantaranya adalah menjadi anggota Divisi Hubungan Luar LDK Al-Hurriyyah, tim pengajar Indonesian Climate Students Forum (ICSF), Ketua Divisi PSDM Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO), Ketua Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor (IMJB) dan mengikuti kepanitiaan dalam berbagai kegiatan. Bulan Januari hingga Februari 2013, penulis mengikuti kegiatan magang di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember. Penulis juga mengikuti program IPB Goes To Field (IGTF) di wilayah Nganjuk dengan judul Pemetaan Irigasi dan Kesuburan Tanah.

Gambar

Gambar 1 Sensor fotodioda (kiri) dan Li-Cor Pyranometer Sensor
Gambar 3 Kalibrasi sensor fotodioda (sumbu y) terhadap sensor Licor Pyranometer (sumbu x)
Tabel 1 Hasil kalibrasi sensor fotodioda
Gambar 4 Pengukuran radiasi dibawah kanopi dengan menggunakan   triangular methodpada tanaman kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun (kiri) dan pengukuran radiasi pada kelapa sawit muda ( 4 tahun) (kanan) (Awal et al 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari seluruh ayat-ayat Al Qur-an, tidak ada satupun yang bicara secara lugas, eksplisit dan "nash", bahwa hanya laki-laki yang boleh menjadi pemimpin besar itu.. Al

(1) Mengumpulkan data (Data collection), yaitu mencari data yang sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan kebutuhkan penelitian; (2) Memilih dan Memilah data (Data

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis seperti yang telah diuraikan, dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut. Pertama , terdapat perbedaan pemahaman konsep

Penelitian dari Basri et,al (2013) menemukan bahwa seekor sapi dapat menghasilkan kotoran (feses) sebanyak 8-10 kg setiap hari. Kotoran sapi sebanyak itu dapat dihasilkan

Alhamdulillah hirobil’alamin sampai saat ini saya telah menyelesaikan karya tulis ini dengan judul “PENGEMBANGAN AGROWISATA BERWAWASAN LINGKUNGAN (Studi Kasus

Berdasarkan jumlah skor hasil uji persyaratan trainer dan hasil uji validasi media disimpulkan bahwa Trainer Mikrokontroler Berbasis Arduino Nano sangat layak

Pembuatan konfigurasi keamanan yang baik pada firewall dalam suatu jaringan menunjang tingkat proteksi yang tinggi terhadap suatu server dan database di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan tutupan turf algae pada karang Genus Acropora dan laju pertumbuhan karang hidup Genus Acropora