• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBIAYAAN KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA

AGRIBISNIS ANGGOTANYA

AZZAHRA NURUDDARAJAT

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Azzahra Nuruddarajat

(4)

ABSTRAK

AZZAHRA NURUDDARAJAT. Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya. Dibimbing oleh DWI RACHMINA.

Usaha mikro mendominasi jumlah bisnis di Indonesia dengan presentase 98.85 persen pada tahun 2010. Namun, terbatasnya akses yang dimiliki usaha mikro untuk memperoleh permodalan masih menjadi masalah utama hingga saat ini. Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu lembaga keuangan mikro yang melayani pembiayaan bagi usaha mikro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik anggota, usaha, serta pembiayaan pada anggota KBI dan menganalisis bagaimana pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan usaha agribisnis anggota. Karakteristik anggota KBI yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar berusia antara 31 hingga 40 tahun, berpendidikan hingga tamat SD, memiliki tanggungan dalam rumah tangga sebanyak 2 orang, berstatus sebagai istri, bekerja di sektor pertanian dengan lama usaha kurang dari 11 tahun, memiliki besar pinjaman sebesar Rp500 000 hingga Rp1 000 000 dengan lama keanggotaan di KBI kurang dari satu tahun dan frekuensi pembiayaan satu hingga tiga kali. Pengaruh pembiayaan yang disalurkan KBI mampu meningkatkan omset usaha sebanyak 55 persen responden, meningkatkan keuntungan usaha sebanyak 58 persen responden, meningkatkan aset usaha sebanyak 61 persen responden, dan meningkatkan luas lahan yang diusahakan sebanyak 58 persen responden. Untuk mengukur perbedaan nyata terhadap pengaruh perbedaan pembiayaan terhadap omset, keuntungan, dan aset usaha pada tahun 2012-2013, digunakan uji T untuk data berpasangan. Kesimpulan hasil uji T menggambarkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata antara omset, keuntungan, dan aset usaha pada tahun 2012-2013.

Kata kunci: pembiayaan mikro, usaha mikro, pengaruh pembiayaan, agribisnis, uji T untuk

data berpasangan

ABSTRACT

AZZAHRA NURUDDARAJAT. The Financing Effect of Baytul Ikhtiar

Cooperation to Its Member’s Agribusiness Enterprise Development. Supervised

by DWI RACHMINA.

Micro enterprises are dominating Indonesia’s businesses by 98.85 percent in 2010.

However, the limited access of financing still becomes the main problem in micro enterprises. Baytul Ikhtiar Cooperation is one of microfinance institutions that serves financing for micro enterprises. The purposes of this research are to identify the characteristic of the

cooperation’s members, enterprises, and financing and to analyze the effect of the financing

on to the developing of the member’s enterprises.Most of the respondent’s of KBI are wives

with age around 31 until 40 years old, having education until elementary school, being responsible for two persons in their households. Most of them work in agriculture sector,

have enterprise’s experience less than 11 years, have loan for Rp500 000 until Rp1 000 000

for once until three times, and have become a member of KBI for less than a year. The effect of the financing are increasing the revenue of 55% respondent, increasing the profit of 58% respondent, increasing the working asset of 61% respondent, and increasing the productive land area of 58% respondent. Paired T test is used to measure the significance difference of revenue, profit, and working asset in year 2012-2013. The result of paired T test shows that there are no significant differences of revenue, profit, and working asset in year 2012-2013.

(5)

PENGARUH PEMBIAYAAN KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA

AGRIBISNIS ANGGOTANYA

AZZAHRA NURUDDARAJAT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya

Nama : Azzahra Nuruddarajat

NIM : H34090004

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 hingga bulan Mei 2013 ini ialah pembiayaan mikro, dengan judul Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selama ini selalu mendampingi proses penulisan karya ilmiah ini, Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM yang telah berkenan menjadi dosen penguji utama, Yanti Nuareni Muflikh SP, M.Agribuss yang telah berkenan menjadi dosen penguji komisi pendidikan, dan Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak-pihak dari Koperasi Baytul Ikhtiar, termasuk pengurus di Kantor Pusat Loji, Kantor Cabang Ciampea, Kantor Cabang Tamansari, Kantor Cabang Dramaga, para petugas lapang yang senantiasa direpotkan oleh penulis, serta para anggota koperasi yang menjadi responden bagi penelitian ini. Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis menjadi catatan amal baik di hadapan Allah SWT. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tak pernah henti diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Guntar Ika Budiana, atas kebersamaanya mendampingi dan mendukung penulis dalam setiap waktu yang telah dilalui bersama. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat penulis, teman-teman Agribisnis 46, teman-teman seperjuangan di LSI, teman-teman BEM FEM 2011 Kabinet Sinergi, teman-teman SES-C (Sharia Economics Student Club) periode 2012, teman-teman Gladikarya Desa Sukajadi, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, teman-teman sesama dosen bimbingan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(9)

9

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Sejarah dan Prinsip Grameen Bank 7

Implikasi Grameen Bank di Indonesia 8

Potensi Lembaga Keuangan Mikro 8

Koperasi sebagai Lembaga Keuangan Mikro 9

Dampak Kredit terhadap Perkembangan Usaha 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Pengertian Pembiayaan 11

Teori Keseimbangan Kredit 12

Pengaruh Kredit terhadap Penggunaan Input dan Keuntungan

Usahatani 13

Prinsip Penilaian Pembiayaan 14

Akad Pembiayaan pada Koperasi Simpan Pinjam Berprinsip

Syariah 16

Indikator Perkembangan Usaha Mikro Agribisnis 17

Kerangka Pemikiran Operasional 19

METODE PENELITIAN 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Data dan Instrumentasi 22

Metode Penentuan Sampel 22

Metode Pengumpulan Data 23

Metode Pengolahan Data 24

Analisis Kualitatif 24

Analisis Kuantitatif 24

Analisis Pendapatan Usaha Anggota 24

Uji T untuk Data Berpasangan 25

(10)

Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar 26

Visi dan Misi Koperasi Baytul Ikhtiar 27

Ikrar Anggota dan Petugas Koperasi Baytul Ikhtiar 27 Struktur dan Susunan Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar 28 Produk-Produk Tabungan di Koperasi Baytul Ikhtiar 32 Akad-Akad Pembiayaan di Koperasi Baytul Ikhtiar 33 Peta Sebaran Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar 34 Jumlah Aset dan Pembiayaan pada Koperasi Baytul Ikhtiar 35 KARAKTERISTIK RESPONDEN, KARAKTERISTIK USAHA,

DAN KARAKTERISTIK PEMBIAYAAN RESPONDEN 37

Karekteristik Responden 37

Tingkat Usia Responden 37

Tingkat Pendidikan Responden 37

Jumlah Tanggungan dalam Rumah Tangga Responden 38

Status Responden dalam Rumah Tangga 39

Karakteristik Usaha Responden 40

Jenis Usaha Respnden 40

Lama Usaha Responden 40

Karakteristik Pembiayaan Responden 41

Besar Pembiayaan 41

Lama Keanggotaan 42

Frekuensi Pembiayaan 43

PENGARUH PEMBIAYAAN TERHADAP PERKEMBANGAN

USAHA MIKRO AGRIBISNIS ANGGOTA 43

Pengaruh Pembiayaan terhadap Omset Usaha 46

Pengaruh Pembiayaan terhadap Keuntungan Usaha 49

Pengaruh Pembiayaan terhadap Aset Usaha 53

Pengaruh Pembiayaan terhadap Luas Lahan yang Diusahakan 56

SIMPULAN DAN SARAN 58

Simpulan 58

Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 59

(11)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha

besar tahun 2009-2010 1

2 Perkembangan data koperasi simpan pinjam seluruh Indonesia

tahun 2009-2011 3

3 Peta sebaran anggota Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012 35 4 Tingkat usia responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 37 5 Data statistik deskriptif untuk variabel-variabel yang digunakan

dalam analisis pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan

usaha anggota 44

6 Pemanfaatan pembiayaan oleh anggota pada Koperasi Baytul Ikhtiar

tahun 2011-2012 45

7 Klasifikasi responden berdasarkan presentase pemanfaatan

pembiayaan yang digunakan untuk modal usaha 46 8 Omset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 48 9 Tingkat keuntungan usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar

tahun 2012-2013 50

10 Struktur omset usaha, biaya, dan keuntungan usaha anggota di

Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 52

11 Nilai aset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar berdasarkan

kelompok aset tahun 2012-2013 54

12 Nilai aset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun

2012-2013 55

13 Luas lahan yang diusahakan anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar

berdasarkan status kepemilikan tahun 2012-2013 57

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan jumlah pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar tahun

2008-2011 5

2 Permintaan dan penawaran kredit 13

3 Pengaruh kredit terhadap penggunaan input dan keuntungan 14

4 Kerangka pemikiran operasional 21

5 Struktur organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar 31 6 Perkembangan jumlah aset Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2008-2011 36 7 Tingkat pendidikan responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 38 8 Jumlah tanggungan keluarga dalam rumah tangga responden di

(12)

9 Status responden dalam keluarga di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun

2013 39

10 Jenis usaha responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 40 11 Lama usaha responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 41 12 Besar pembiayaan yang diterima oleh responden di Koperasi Baytul

Ikhtiar tahun 2012 42

13 Lama keanggotaan responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012 42 14 Frekuensi pembiayaan yang dilakukan oleh responden di Koperasi

Baytul Ikhtiar tahun 2012 43

15 Pengaruh pembiayaan terhadap omset usaha anggota di Koperasi

Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 47

16 Pengaruh pembiayaan terhadap tingkat keuntungan usaha anggota di

Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 49

17 Pengaruh pembiayaan terhadap nilai aset usaha anggota di Koperasi

Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 54

18 Pengaruh pembiayaan terhadap luas lahan yang diusahakan anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 56

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji T untuk data berpasangan pada omset usaha anggota tahun

2012-2013 62

2 Uji T untuk data berpasangan pada keuntungan usaha anggota

tahun 2012-2013 62

3 Uji T untuk data berpasangan pada aset usaha anggota tahun

2012-2013 62

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha mikro memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran usaha mikro, terutama sejak krisis moneter 1998, dapat dipandang sebagai pihak penyelamat dalam pemulihan ekono mi nasional. Hingga tahun 2010, tercatat sekitar 98.88 persen usaha di Indonesia adalah usaha mikro, sedangkan 1.12 persen lainnya adalaa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan usaha besar. Tingginya angka tersebut membuat peranan usaha mikro semakin signifikan dalam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Sektor usaha mikro yang sebanyak 53.20 juta unit mampu menyerap tenaga kerja hingga 93.01 juta tenaga kerja Indonesia atau sebesar 90.98 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia. Besarnya jumlah unit usaha mikro yang ada di Indonesia dan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh usaha mikro ini berpangaruh terhadap kontribusi usaha mikro terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu sebesar 32.42 persen.

Tabel 1 Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha besar tahun 2009-2010a

Sumber : Kementrian Koperasi dan UMKM tahun 2012; ADHK : Atas Dasar Harga Konstan

(14)

permodalan. Permodalan usaha mikro yang berasal dari modal pelaku usaha sendiri yang relatif terbatas, sementara akses pelaku usaha terhadap sumber dana lain seperti pinjaman masih sangat terbatas. Akses untuk memperoleh pendanaan dari lembaga keuangan masih terkendala oleh aturan-aturan yang sangat ketat, yang masih sulit dipenuhi oleh pelaku usaha mikro. Keterbatasan kredit perbankan dalam menunjang usaha mikro disebabkan dari berbagai hal, baik di pihak perbankan itu sendiri maupun dari pihak usaha mikro.

Bagi pihak pelaku usaha mikro, kredit perbankan merupakan sumber dana yang memiliki prosedur yang panjang dan memakan waktu, memiliki persyaratan administrasi tertentu yang sulit dipenuhi, dan prosesnya memakan waktu yang lama. Berbagai hal tersebut menyebabkan seringnya para pelaku usaha mikro kehilangan kesempatan memperoleh peluang usaha karena tidak tersedia dana yang memadai untuk menunjang kegiatan tersebut. Di lain pihak, bagi perbankan hambatan yang dimiliki disebabkan oleh lemahnya informasi tentang usaha mikro, kurangnya kolateral atau aset yang layak sebagai jaminan, serta kurangnya tenaga ahli yang memiliki keterampilan dalam menganalisis usaha mikro. Dengan alasan keamanan, lembaga keuangan sebagai pemberi kredit lebih suka menyalurkan dananya untuk sektor konsumsi dan sektor-sektor lain yang dinilai lebih aman seperti properti kredit kepemilikan rumah, kredit kepemilikan kendaraan bermotor, serta menempatkan dananya dalam bentuk SBI (Triwibowo 2009).

Keterbatasan akses usaha mikro terhadap sumber pembiayaan formal, khususnya perbankan, membuat pelaku usaha beralih kepada sumber pembiayaan lainnya, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM). LKM merupakan lembaga keuangan yang mampu memenuhi kebutuhan modal usaha mikro yang cenderung tidak bankable oleh sektor perbankan nasional. Bagi lembaga keuangan formal, penduduk miskin tidak dapat terlayani karena persyaratan formal yang harus dimiliki tidak dapat dipenuhi oleh penduduk miskin. Peluang yang ada pada LKM adalah lembaga keuangan yang lebih dekat dengan masyarakat yang menawarkan sistem administrasi yang lebih sederhana dan sesuai dengan skala serta sifat usaha mikro sehingga kemudahan dan kecepatan layanan dalam menyalurkan pembiayaan dapat diberikan dengan lebih merata.

Selain adanya kendala keterbatasan akses terhadap lembaga keuangan formal, jumlah plafond pembiayaan yang disalurkan pun menjadi faktor pendukung yang menyebabkan usaha berskala mikro sulit untuk berkembang. Hal ini dikarenakan jumlah plafond pembiayaan yang disalurkan terlalu rendah sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan modal usaha secara keseluruhan. Selain jumlah plafond pembiayaan, pemanfaatan pembiayaan yang telah diperoleh pun harus diperhatikan. Dalam beberapa kasus, terdapat pemanfaatan pembiayaan yang seharusnya dialokasikan sebagai modal usaha justru digunakan untuk sektor konsumtif. Hal ini akam mempengaruhi jumlah modal usaha yang akan berkurang, sehingga penggunaan input produksi pun mengalami penurunan, sehingga hasil produksinya pun mengalami penurunan.

(15)

LKM berwujud non bank yang bersifat formal KSP (Koperasi Simpan Pinjam), USP (Unit Simpan Pinjam), dan Pegadaian. LKM berwujud non bank dan bersifat non formal yaitu BMT (Bait al Mal wal Tamwil) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Salah satu LKM yang menyediakan permodalan bagi usaha mikro adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Perkembangan KSP di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan data koperasi simpan pinjam seluruh Indonesia tahun 2009-2011a

Indikator Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Laju

(% per tahun)

Jumlah (unit) 3 624 3 624 3 163 -6.36

Anggota (orang) 500 863 692 659 604 548 12.79

Jumlah Pinjaman

(Rp Milyar) 8 457.49 9 564.47 10 643.47 12.19

a

Sumber : Kementrian Koperasi dan UMKM tahun 2013

Berdasarkan Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa terdapat laju penurunan jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) aktif sebesar 6.36 persen atau sebesar 230 unit per tahun pada periode tahun 2009-2011 di Indonesia. Meskipun terdapat penurunan dalam jumlah unit KSP, namun tidak demikian dengan jumlah anggota KSP maupun jumlah pinjaman yang diberikan KSP kepada anggotanya. Jumlah anggota KSP mengalami peningkatan laju per tahun sebesar 12.79 persen atau sebanyak 52 orang per tahun pada periode tahun 2009-2011. Begitu pula dengan jumlah pinjaman yang diberikan KSP kepada anggotanya yang mengalami laju kenaikan sebesar 12.19 persen atau sebesar 1.09 triliun rupiah per tahun pada periode 2009-2011.

Para pengelola LKM, termasuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), banyak mengacu pada model bank orang miskin, Grameen Bank, yang diterapkan Muhammad Yunus dari Bangladesh. Di beberapa wilayah di tanah air, model

Grameen Bank ini telah di uji coba sebagai pilot project. Model Grameen Bank

ini juga diterapkan di tiga kabupaten di Jawa Barat dan beberapa wilayah di Kabupaten Malang yang dilakukan Prof. Dr. Dzumilah Zain, SE dari Universitas Brawijaya. Model Grameen Bank ini juga menarik perhatian Majelis Utama Indonesia (MUI). MUI bekerja sama dengan ICMI dan Bank Muamalat mendirikan PINBUK yang bertugas untuk melakukan sosialisasi dan pembentukan lembaga keuangan mikro Bait al Mal wal Tamwil (BMT) yang mengarahkan usahanya untuk membantu fakir miskin (Muhammad 2009).

Salah satu Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang menggunakan model

(16)

tahun 2011, anggota koperasi telah mencapai 15 043 orang yang tersebar di wilayah Kotamadya Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur dengan total majelis mencapai 976 majelis. Total pembiayaan yang disalurkan pun terus meningkat. Pada tahun 2010, total pembiayaan adalah sebesar Rp5 866 334 269 meningkat menjadi Rp9 742 300 000 pada tahun 2011(KBI 2012).

Begitu besarnya potensi yang dimiliki KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menjangkau pelaku usaha mikro di wilayah perdesaan. Oleh karena itu, harus pula diperhatikan bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan oleh KBI kepada anggotanya, terutama yang bergerak pada usaha mikro di sektor agribisnis. Hal tersebut menunjukkan adanya ekspektasi bahwa pembiayaan yang diberikan oleh KBI mampu memberikan perkembangan terhadap usaha yang dijalankan oleh anggotanya sehingga terwujud usaha mikro Indonesia yang tangguh dan mampu menggerakan perekonomian bangsa.

Perumusan Masalah

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) non formal yang melayani masyarakat yang bergerak di bidang usaha mikro. Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga dalam jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) terbanyak di Indonesia. Hingga tahun 2012, jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) aktif di Jawa Barat tercatat sebanyak 798 unit. Jumlah KSP di Jawa Barat ini masih berada di bawah jumlah KSP di Jawa Timur, yaitu 3 470 unit serta di Jawa Tengah sebanyak 1 195 unit (Kemenkop dan UMKM 2013).

Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang berprinsip syariah dan menggunakan model Grameen Bank

yang terletak di Kota Bogor, Jawa Barat. Kehadiran lembaga keuangan syariah dalam berbagai ragamnya dalam beberapa tahun terakhir ini menggambarkan satu realitas yang hadir untuk melakukan perbaikan ekonomi, baik pada tatanan teori maupun praktis. Salah satu lembaga keuangan yang berkembang pesat adalah lembaga keuangan mikro syariah. Lembaga ini hadir untuk menjembatani kebutuhan masyarakat yang tidak tersentuh oleh lembaga keuangan bank. LKM syariah hadir memenuhi jasa keuangan pembiayaan bagi pelaku usaha mikro (Muhammad 2009).

(17)

Hingga pertengahan tahun 2012, anggota Koperasi Baytul Ikhtiar telah mencapai 15 043 orang yang tersebar di wilayah Kotamadya Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur dengan total majelis mencapai 976 majelis. Total pembiayaan yang disalurkan pun terus meningkat. Pada tahun 2010, total pembiayaan adalah sebesar Rp5 866 334 269 meningkat menjadi Rp9 742 300 000 pada tahun 2011 (KBI 2012). Perkembangan jumlah pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar pada tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Perkembangan jumlah pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2008-2011

Pembiayaan yang disalurkan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar meliputi sektor industri, sektor jasa, sektor konsumtif, sektor perdagangan, serta sektor pertanian. Dalam kurun waktu tiga tahun sejak 2009 hingga 2011, sektor konsumtif menempati proporsi terbesar dalam jenis sektor usaha yang dibiayai oleh KBI. Proporsi penyaluran terbesar kedua ditempati oleh sektor perdagangan, lalu selanjutnya ditempati oleh sektor pertanian, sektor industri, serta sektor jasa dengan proporsi terkecil. Pada tahun 2011, proporsi pada pembiayaan sektor konsumtif mencapai hingga 53 persen, proporsi sektor perdagangan mancapai 35 persen, proporsi sektor pertanian sebesar 6 persen, proporsi sektor industri sebesar 4 persen, serta proporsi sektor sebesar 2 persen (Rahmi 2012).

Salah satu sektor usaha produktif yang dijalankan oleh anggota KBI adalah pertanian. Pada umumnya, pembiayaan sektor pertanian KBI diperuntukkan bagi kebutuhan modal usaha. Modal usaha tersebut sebagian besar digunakan oleh anggota untuk pembelian input produksi, seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan jasa tenaga kerja. Usaha yang dijalankan anggota pun beragam, mulai dari usahatani pertanian, seperti bayam, kangkung, ubi, jagung, padi, singkong, lengkuas, kunyit, bengkuang, kacang panjang, dan lain-lain, usahatani peternakan, meliputi usaha pembesaran kambing dan peternakan ikan, serta perdagangan, seperti sayuran, daging ayam, dan sembako.

Salah satu peran lembaga keuangan mikro adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menyediakan modal bagi usaha mikro agar mampu

(18)

meningkatkan kemampuan ekonominya. Sejalan dengan peran tersebut, pada Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) yang juga merupakan salah satu lembaga keuangan mikro, perlu dibuktikan apakah pembiayaan yang disalurkan kepada anggota berpengaruh terhadap perkembangan usaha mikro agribisnis anggotanya. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana karakteristik anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang mendapatkan pembiayaan di sektor usaha mikro agribisnis?

b. Bagaimana pengaruh pembiayaan dari Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap perkembangan usaha mikro agribisnis anggota?

Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi karakteristik anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang mendapatkan pembiayaan di sektor usaha mikro agribisnis

b. Menganalisis pengaruh pembiayaan dari Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap perkembangan usaha mikro agribisnis anggota

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Koperasi Baytul Ikhtiar untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembiayaan yang disalurkan terhadap usaha anggota yang bergerak di bidang agribisnis. Dari penelitian ini dapat terlihat bagaimana perkembangan usaha anggota dari tahun ke tahun sehingga pada pembiayaan selanjutnya diharapkan KBI dapat menyesuaikan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian atau referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh di masa perkuliahan.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

menganalisis perkembangan usaha anggota akibat pengaruh pembiayaan yang diperoleh, bukan akibat adanya perbedaan tingkat harga di tahun 2012 dan 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Prinsip Grameen Bank

Grameen Bank, yang berarti Bank Desa, didirikan pada tahun 1976 oleh Prof. Muhammad Yunus di Bangladesh. Pada awalnya, Grameen Bank

merupakan suatu proyek kaji tindak, dengan kerangka kerja untuk membuka akses masyarakat miskin perdesaan ke sumber modal. Proyek kaji tindak yang disebut ‘Proyek Grameen Bank’ dibentuk dengan tujuan-tujuan antara lain: (a) memperluas fasilitas perbankan bagi orang-orang miskin baik pria maupun wanita, (b) mengurangi eksploitasi orang miskin oleh rentenir, (c) menciptakan peluang kerja mandiri guna memanfaatkan sumber daya manusia yang kurang atau belum dimanfaatkan sepenuhnya, (d) menghimpun anggota masyarakat yang kurang beruntung di dalam organisasi yang dapat mereka mengerti dan jalankan, sehingga mereka dapat menemukan kekuatan sosial ekonomi dengan cara bekerja sama (Gibbons 1994) dalam Windarti (2000).

Grameen Bank mendesain skim kredit khusus bagi orang-orang miskin. Kriteria miskin menurut Grameen Bank adalah mereka yang tidak mempunyai tanah atau memiliki tanah yang luasnya kurang dari 0.5 acre atau sekitar 2 036 m2, serta kekayaan lain yang dimiliki nilainya kurang dari nilai jual tanah seluas 1 acre (Gibbons 1994) dalam Windarti (2000). Kredit disalurkan kepada anggota yang tergabung dalam suatu ‘rembug pusat’ secara mingguan.

(20)

Implikasi Grameen Bank di Indonesia

Replikasi skim kredit pola Grameen Bank di Indonesia adalah merupakan salah satu bentuk introduksi skim kredit perdesaan yang dapat menjangkau masyarakat miskin di perdesaan. Program ini pertama kali dilaksanakan tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Proyek rintisan ini diberi nama Proyek Karya Usaha Mandiri (KUM). Dengan demikian, melalui bantuan kredit ini diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan mampu memperluas kesempatan berusaha di perdesaan. Hingga akhir tahun 1998, wilayah kerja KUM meliputi 3 kecamatan di 31 desa, dengan jumlah anggota 1 565 orang (Windarti 2000). Namun, tidak seluruh tatacara yang terdapat dalam Grameen Bank dapat dilakukan pada Proyek KUM karena dianggap kurang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia. Salah satu tahapan yang perlu penyesuaian adalah tahapan melakukan ‘hormat militer’ pada setiap kegiatan ‘rembug pusat’ dan diganti dengan mengucapkan ‘ikrar’ yang diucapkan sebelum ‘rembug pusat’ dimulai.

Berdasarkan hasil penelitian Windarti (2000) mengenai pengaruh jaringan komunikasi dalam penerapan inovasi kredit pola Grameen Bank terhadap peningkatan pendapatan anggota dengan kasus skim kredit Karya Usaha Mandiri di Kabupaten Bogor, dapat dikemukakan bahwa 42.85 persen responden menyatakan adanya manfaat ekonomi dan pengalaman setelah menjadi anggota KUM. Selain itu, lebih dari 19 persen responden menyatakan bahwa keanggotaan KUM dapat meningkatkan status sosial responden. Hal ini bermakna bahwa kehadiran KUM secara umum memberikan dampak yang positif terhadap kehidupan anggota.

Potensi Lembaga Keuangan Mikro

Potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu pertumbuhan ekonomi sangat besar. Ashari (2006) menyebutkan bahwa setidaknya ada lima alasan untuk mendukung argument tersebut. Pertama, LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan kawasan perdesaan sehingga dapat dengan mudah diakses oleh pelaku usaha di desa. Kedua, masyarakat desa lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak prosedur. Ketiga, karakteristik usahatani umumnya membutuhkan plafon kredit yang tidak terlalu besar sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM. Keempat, dekatnya lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usahatani sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah. Kelima, adanya keterkaitan sosio-kultural serta hubungan yang bersifat personal-emosional diharapkan dapat mengurangi sifat moral hazard dalam pengembalian kredit.

(21)

bergantung pada kemampuan pembiayaannya sendiri yang sangat terbatas atau pada kelembagaan keuangan informal seperti rentenir, tengkulak, ataupun pelepas uang. Kondisi ini akan membatasi kemampuan kelompok miskin berpartisispasi dan mendapat manfaat dari peluang pembangunan. Kelompok miskin yang umumnya tinggal di perdesaan dan bekerja di sektor pertanian justru seharusnya lebih diberdayakan agar mereka bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. Secara khusus keuangan mikro juga dapat menjadi jalan yang efektif dalam membantu dan memberdayakan perempuan, yang menjadi bagian terbesar dari masyarakat miskin sekaligus juga memiliki potensi dan peran besar untuk meningkatkan ekonomi keluarga jika mendapat kesempatan.

Koperasi sebagai Lembaga Keuangan Mikro

Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services), serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (Ashari 2006). Menurut Krisnamurthi (2005) dalam Ashari (2006) walaupun terdapat banyak definisi keuangan mikro, terdapat tiga elemen penting dari berbagai definisi tersebut, yaitu (1) menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan, (2) melayani masyarakat miskin, dan (3) menggunakan prosedur dan mekanisme yang konstektual fleksibel.

LKM di Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM formal yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR (Bank Perkreditan Rakyat), dan BKD (Badan Kredit Desa). LKM formal yang berwujud non bank adalah koperasi, termasuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP), Lembaga Dana Kredit Perdesaan (LDKP), dan pegadaian. LKM informal terdiri dari Baitul Mal Wattanwil (BMT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), arisan, dan sejenisnya (Sulaeman 2004). Sebagai lembaga keuangan, LKM dapat melakukan kegiatan operasinya dengan model konvensional maupun syariah.

(22)

Dampak Kredit terhadap Perkembangan Usaha

Berdasarkan penelitian Novitasari (2006) mengenai kinerja dan dampak Kredit Umum Perdesaan (Kupedes) terhadap peningkatan pendapatan usaha kecil di BRI Unit Kreo, Tangerang, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan rata-rata perubahan pendapatan meningkat setelah mendapatkan Kupedes sebesar 31.96 persen. Hal ini terjadi karena mereka telah menggunakan dan memanfaatkan kredit tersebut dengan baik dalam mengembangkan usahanya. Novitasari (2006) juga melakukan penelitian terhadap usaha yang tidak melakukan pinjaman kepada bank dengan hasil secara keseluruhan rata-rata tingkat perubahan pendapatan non Kupedes ini hanya sebesar 8.93 persen dalam satu tahun. Kelebihan dari penelitian Novitasari (2006) adalah terdapat perbandingan peningkatan pendapatan usaha antara nasabah Kupedes dengan nasabah non Kupedes.

Penelitian lain tentang dampak kredit terhadap pendapatan usaha nasabah dilakukan oleh Fitrianingsih (2008). Penelitian tentang kinerja penyaluran Kupedes serta dampaknya terhadap peningkatan pendapatan usaha nasabah di BRI Unit Citeureup, Bogor ini menyatakan bahwa terjadi perubahan pendapatan nasabah setelah menerima kredit rata-rata sebesar 29.14 persen dari pendapatan sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan uji t-hitung yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada tingkat pendapatan responden. Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbandingan peningkatan pendapatan usaha antara nasabah BRI Unit Citeureup dengan yang bukan merupakan nasabah BRI Unit Citeureup.

Berdasarkan penelitian Zuliastri (2012) mengenai dampak perguliran dana simpan pinjam khusus perempuan (SPP) PNPM Mandiri perdesaan terhadap perkembangan UMKM dengan studi kasus Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dapat diketahui bahwa program pinjaman dana bergulir SPP berdampak positif terhadap perkembangan UMKM. Keuntungan usaha mengalami peningkatan sebesar 36.08 persen dari keuntungan usaha rata-rata responden Rp7 910 000 menjadi Rp10 900 000 per tahun. Berdasarkan analisis dengan persamaan simultan, pinjaman dana bergulir SPP berpengaruh positif dan signifikan terhadap omset usaha, keuntungan, dan penyerapan tenaga kerja. Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbandingan peningkatan pendapatan usaha antara nasabah yang tergabung ke dalam program SPP PNPM dengan yang tidak tergabung dalam SPP PNPM.

(23)

Penelitian mengenai dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dengan studi kasus BRI Unit Kramat Jati Induk di Provinsi DKI Jakarta juga dilakukan oleh Osa (2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kredit atau pinjaman yang diberikan oleh BRI Unit Kramat Jati Induk berpengaruh positif dan berbeda nyata terhadap nilai omset usaha dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga dari UMKM yang menerima pinjaman dari BRI Unit Kramat Jati. Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat responden kontrol yang merupakan UMKM yang tidak pernah menerima pinjaman dari BRI Unit Kramat Jati Induk. Responden kontrol ini berfungsi sebagai pembanding antara UMKM yang merupakan nasabah KUR BRI Unit Kramat Jati dengan UMKM yang tidak pernah menerima KUR dari BRI Unit Kramat Jati. Hasil perbadingan ini selanjutnya digunakan untuk menganalisis penyebab UMKM yang terkendala dalam mengakses lembaga keuangan formal, dalam hal ini BRI Unit Kramat Jati Induk.

Berdasarkan penelitian Puspitasari (2012) tentang dampak pembiayaan mikro syariah terhadap perkembangan usaha dengan kasus BMT Tadbiirul Ummah, Kabupaten Bogor dapat diketahui bahwa pembiayaan syariah BMT berdampak positif terhadap perkembangan UMKM. Keuntungan usaha mengalami peningkatan sebesar 6.21 persen dari keuntungan usaha rata-rata nasabah Rp79 120 000 menjadi Rp84 030 000 per tahun. Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat responden kontrol yang merupakan UMKM yang tidak pernah menerima pembiayaan dari BMT Tadbiirul Ummah. Responden kontrol ini berfungsi sebagai pembanding antara UMKM yang merupakan nasabah BMT Tadbiirul Ummah dengan UMKM yang tidak pernah menerima pembiayaan dari BMT Tadbiirul Ummah.

Perbedaan penelitian pada Koperasi Baytul Ikhtiar ini adalah anggota yang dijadikan responden bagi penelitian ini adalah terbatas hanya bagi pelaku usaha agribisnis. Perbedaan lain dari peneletian ini adalah menggunakan lembaga keuangan mikro dengan model pembiayaan Grameen Bank dengan prinsip pembiayaan syariah. Selain itu, penelitian ini tidak membandingkan antara peningkatan pendapatan usaha anggota KBI dengan non KBI, maupun pendapatan usaha anggota KBI sebelum menerima pembiayaan dengan setelah menerima pembiayaan. Pengaruh pembiayaan KBI yang dianalisis pada penelitian ini adalah dengan mengukur omset usaha, keuntungan usaha, aset usaha, serta luas lahan yang diusahakan oleh anggota pada dua priode waktu yang berbeda, yaitu April 2011-Maret 2012 dan April 2012-Maret 2013.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Pengertian Pembiayaan

(24)

tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtima).

Dalam UU yang sama, dijelaskan pula bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Terdapat dua istilah yang berbeda tapi mengandung prinsip yang sama, yaitu kredit dan pembiayaan. Perbedaan antara kredit dan pembiayaan terletak pada bentuk kontrapretasinya yang akan diberikan oleh nasabah sebagai peminjam dana (debitur) pada bank atas pemberian kredit atau pembiayaannya. Pada bank konvensional, kontrapretasinya berupa bunga, sedangkan pada bank syariah kontrapretasinya dapat berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan persetujuan bersama.

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit (Antonio 2001). Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang diajukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.

b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.

Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan : (1)

peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi, dan (2) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

Teori Keseimbangan Kredit

(25)

Mengikuti aturan umum yang berlaku dalam pasar kredit, jika permintaan kredit melebihi persediaannya, maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah pinjaman dan tingkat suku bunga yang dikenakan tetap. Selain itu yang membedakan permintaan barang dengan permintaan kredit adalah risiko (risk), karena dalam permintaan kredit risiko yang dihadapi adalah pengembalian kredit, dimana sering terdapat kendala dalam pengembaliannya sehingga menyebabkan kredit macet. Oleh karena itu, untuk menghindari resiko yang terjadi, maka diperlukan adanya jaminan dalam permintaan kredit yang berguna sebagai alat pengaman apabila usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak dapat melunasi kreditnya.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada saat keseimbangan awal, keseimbangan ada pada titik E0, dimana jumlah kredit yang ditawarkan adalah Q0 dan harga (tingkat bunga) i0. Jika jumlah permintaan terhadap kredit mengalami peningkatan (D0 ke D1) maka jumlah kredit juga akan meningkat menjadi Q1 dan tingkat suku bunga menjadi i1. Dengan demikian, tingkat suku bunga akan naik sehingga pemerintah akan mengeluarkan berbagai kebijakan, hal ini diharapkan dapat menggeser kurva penawaran dari S0 ke S1. Dengan kata lain, tingkat keseimbangan turun ke E2 sehingga terjadi keseimbangan baru dengan tingkat suku bunga lebih rendah, yaitu pada i2.

Gambar 2 Permintaan dan penawaran kredita a

Sumber : Nuryartono tahun 2005 dalam Mulyarto tahun 2009

Pengaruh Kredit terhadap Penggunaan Input dan Keuntungan Usahatani

Dalam Rachmina (2012) menjelaskan bahwa pembiayaan usahatani dari pihak ketiga atau disebut kredit dapat digunakan untuk membiayai pengadaan input produksi, baik input yang bersifat tetap (modal investasi) maupun input yang bersifat variabel (modal kerja). Dengan demikian, pengaruh kredit dapat diamati dari perubahan permintaan input produksi, baik yang bersifat input variabel maupun input tetap. Fungsi permintaan input adalah fungsi dengan kombinasi optimal dari penggunaan input produksi usahatani. Gambar 3 menunjukkan bahwa keuntungan maksimum dapat tercapai bila tingkat

Q2 i1

E2 i2

i0 E0

E1

S0 S1 D0

Tingkat Bunga

D1

Jumlah Kredit

(26)

penggunaan input optimal, yaitu pada saat harga per satuan input sama dengan nilai produk marjinal input tersebut. Nilai produk marjinal (NMP) suatu input menunjukkan tingkat penambahan penerimaan usahatani yang disebabkan oleh setiap penambahan satu satuan input tertentu, cateris paribus.

Pengaruh kredit dapat ditunjukkan pada Gambar 3. Jika pada kondisi tidak ada kredit, maka petani memiliki keterbatasan dana sehingga input yang digunakan lebih sedikit dari jumlah yang dianjurkan, misalnya sebanyak Qo. Pada penggunaan iput Qo dan harga input sebesar v1, maka petani hanya akan mendapatkan keuntungan sebesar ABCv1. Namun dengan adanya kredit, dana yang dimiliki petani bertambah sehingga petani dapat menggunakan input lebih banyak, misalnya meningkat menjadi Q1. Pada tingkat harga input tetap v1 dan jumlah input Q1, maka petani akan mendapatkan keuntungan sebesar ADv1 dimana ADv1 > ABCv1. Hal ini berarti bahwa petani mendapatkan tambahan keuntungan sebesar BDC karena menambah input sebanyak Qo-Q1.

Gambar 3 Pengaruh kredit terhadap penggunaan input dan keuntungana a

Sumber : Rachmina tahun 2012

Prinsip Penilaian Pembiayaan

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembiayaan syariah tidak berbeda jauh dengan prinsip penilaian yang diterapkan pada bank konvensional. Hal ini dikarenakan dalam pemberian kredit setiap lembaga keuangan mempunyai risiko yang kemudian berkorelasi dengan kepercayaan dari masyarakat, khususnya nasabah. Kata kredit sendiri berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan. Jadi oleh karena itu, dalam kredit harus terdapat unsur kepercayaan baik dari si pemberi kredit kepada penerima kredit. Bank mendapatkan dana sebagai sumber pembiayaan dari para nasabah (kreditur) yang mempercayakan sejumlah uangnya kepada lembaga tersebut, kemudian bank menggunakan dana tersebut untuk membiayai pembiayaan kepada nasabah (debitur) yang membutuhkan. Jika aktifitas pembiayaan ini kemudian mengalami masalah, yaitu terjadinya default to clearing (gagal bayar atas kewajiban lancar/ hutang lancar/

v1

Q1 Qo

C D

B

NPM Harga

Jumlah Input A

(27)

simpanan sukarela/ tabungan), maka bank akan mengalami kerugian dan kesulitan mengembalikan sejumlah dana milik kreditur. Apabila ini terjadi, maka hilanglah kepercayaan nasabah atau kepada bank tersebut, dimana kemungkinan akibat selanjutnya adalah terjadinya penarikan besar-besaran secara serempak (rush) atas semua hutang/ kewajiban lancar oleh nasabah. Oleh karena itu, dalam menyalurkan pembiayaannya, lembaga keuangan memiliki prinsip penilaian pembiayaan yang dilakukan terhadap permohonan pembiayaan. Adapun prinsip penilaian pembiayaan yang dikenal dengan 5C ini antara lain :

a. Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian debitur dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa anggota tersebut dapat memenuhi kewajibannya. Hal ini dapat dilihat dari kejujuran, ketulusan, kepatuhan akan janji, kecakapan dalam mengelola usahanya, dan yang terpenting adalah kemauan untuk membayar kembali pembiayaan yang didapatkan. Beberapa petunjuk bagi lembaga keuangan untuk mengetahui karakter nasabah yaitu : (1) mengenal dari dekat, (2) mengumpulkan keterangan mengenai aktifitas calon debitur dalam perbankan, dan (3) mengumpulkan keterangan dari rekan-rekannya dan pegawainya mengenai reputasi, kebiasaan pribadi, pergaulan sosial, dan lain-lain. Character dalam penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan lama keanggotaan dan frekuensi pembiayaan. Kedua faktor tersebut dinilai dapat mewakili karakter atau kepribadian yang dimiliki debitur.

b. Capacity, yaitu penilaian subjektif tentang kemampuan debitur untuk melakukan pembayaran pembiayaan. Hal ini didasarkan pada kemampuan nasabah dalam manajemen maupun keahlian di bidang usahanya. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi debitur di masa lalu yang didukung dengan pengamatan atas sarana usaha yang dijalankan. Dalam hal ini, capacity dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan omset usaha dan pendapatan bersih debitur. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lambaga keuangan adalah : (1) angkas hasil produksi, (2) angka-angka penjualan dan pembelian, (3) perhitungan laba rugi perusahaan saat ini dan proyeksinya, dan (d) data-data finansial di waktu yang lalu dalam laporan keuangan, sehingga dapat diukur kemampuan usaha calon debitur untuk melaksanakan rencana kerjanya di waktu yang akan datang dalam hubungannya dengan penggunaan kredit tersebut.

c. Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh debitur yang diukur dengan posisi usaha secara keseluruhan yang ditunjukkan pada penekanan komposisi modalnya. Capital dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan besarnya aset yang dimiliki debitur. Faktor ini dinilai dapat mewakili kondisi kemampuan modal debitur.

(28)

berkaitan dengan penilaian pembiayaan karena pada prinsipnya Grameen Bank tidak memerlukan jaminan dari anggotanya.

e. Conditions of economy, yaitu kreditur harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh anggota. Hal ini berkaitan pula dengan kondisi sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi kemajuan usaha calon debitur. Hal tersebut dilakukan karena kondisi lingkungan eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha debitur.

Akad Pembiayaan pada Koperasi Simpan Pinjam Berprinsip Syariah

Sesuai dengan sifat dan fungsi koperasi simpan pinjam, dana yang diperoleh harus terus digulirkan dalam bentuk pembiayaan kepada anggota koperasi. Adapun akad-akad pembiayaan pada koperasi simpan pinjam yang lazim digunakan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) adalah sebagai berikut :

a. Al-Wadi’ah yad Dhamanah

Al-Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Pengertian yad adh-dhamanah adalah tangan penanggung, atau pihak yang bertanggung jawab atas segala kehilangan/kerusakan yang terjadi pada barang tersebut. Dengan konsep al-wadi’ah yad dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan (Antonio 2001). Tentunya, pihak koperasi dalam hal ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Koperasi dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.

b. Qardhul Hasan (prinsip pinjaman lunak)

Akad ini tergolong sebagai pinjaman lunak karena pembiayaan yang diberikan harus dikembalikan oleh anggota sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tambahan. Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasih, qardh dikategorikan dalam akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam penerapannya di lembaga keuangan syariah, akad qardh ini dijadikan sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini, telah dikenal suatu produk khusus, yaitu al-qardh al-hasan. Sumber dana yang diperlukan untuk produk khusus al-qardh al-hasan

ini dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah (Antonio 2001). c. Murabahah (prinsip jual beli dengan marjin)

Ba’i al-murabahah adalah akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang dipakati. Dalam ba’i al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Istilah murabahah umumnya dilakukan dengan cara membayar cicilan dan barang akan diserahkan segera setelah akad (Antonio 2001). Pembayaran yang dilakukan pihak pembeli, dalam hal ini anggota KBI, dilakukan secara mengangsur kepada pihak KBI sebagai penjual, misalnya pembiayaan untuk pembelian alat-alat pertanian.

d. Ijarah (prinsip sewa)

(29)

al-muntahia bit-tamlik. Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa (Antonio 2001). Selain itu, dengan penggunaan akad ijarah al-muntahia bit-tamlik ini, pihak KBI pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat masih berstatus sewa ataupun sesudahnya. e. Hawalah (transfer services)

Al-Hawalah adalah pengalihan hutang dari seseorang yang berhutang kepada orang lain yang sanggup menanggungnya (Antonio 2001). Aplikasinya pada KBI yaitu pengalihan hutang dari anggota kepada pihak koperasi, dimana anggota memiliki hutang dan belum sanggup membayarnya. Pihak koperasi akan membayarkan terlebih dahulu hutang anggota kepada pihak ketiga sebagai pemberi hutang, dan anggota akan membayar hutang tersebut dengan mengangsur kepada pihak KBI.

Indikator Perkembangan Usaha Mikro Agribisnis

Indikator perkembangan usaha mikro dapat dilihat melalui kinerja usahanya. Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu. Kinerja usaha adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Dalam melihat perkembangan usaha mikro di bidang agribisnis, maka kinerja usaha yang bisa dijadikan sebagai indikator perkembangan usaha adalah sebagai berikut :

1. Omset Usaha

Definisi omset penjualan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jumlah hasil penjualan (dagangan), total jumlah penjualan barang/jasa dari laporan laba-rugi perusahaan (laporan operasi) selama periode penjualan tertentu. Omset usaha merupakan jumlah total hasil produksi usaha mikro yang dapat dijual dalam satu periode tertentu. Nilai omset usaha dihitung dari jumlah produk yang terjual dikali harga satuannya. Adapun pengukuran perkembangan usaha mikro pada kinerja omset usaha adalah sebagai berikut :

a. Omset usaha dikatakan stabil apabila jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 sama dengan jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2012.

b. Omset usaha dikatakan berkembang apabila jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih besar dari jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2012.

c. Omset usaha dikatakan menurun apabila jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih kecil dari jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2012.

2. Keuntungan Usaha

(30)

merugi. Nilai keuntungan usaha dihitung dari nilai omset usaha dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut. Adapun pengukuran perkembangan usaha mikro pada kinerja keuntungan usaha adalah sebagai berikut :

a. Keuntungan usaha dikatakan stabil apabila jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2013 sama dengan jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2012.

b. Keuntungan usaha dikatakan berkembang apabila jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih besar dari jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2012. c. Keuntungan usaha dikatakan menurun apabila jumlah rata-rata keuntungan

usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih kecil dari jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2012.

3. Aset Usaha

Aset merepresentasikan potensi jasa fisik dan non fisik yang memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Aset atau aktiva adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari. Nilai aset usaha dalam penelitian ini dihitung dari jumlah total aset usaha utama maupun aset usaha sampingan yang bergerak di bidang agribisnis dan dinyatakan dalam satuan mata uang rupiah. Adapun pengukuran perkembangan usaha mikro pada kinerja aset usaha adalah sebagai berikut :

a. Aset usaha dikatakan stabil apabila jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 sama dengan jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2012.

b. Aset usaha dikatakan berkembang apabila jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih besar dari jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2012.

c. Aset usaha dikatakan menurun apabila jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih kecil dari jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2012.

4. Luas Lahan yang Diusahakan

Luas lahan yang diusahakan tidak hanya dilihat berdasarkan luas lahan milik responden, namun juga berupa lahan sewa maupun lahan gadai, selama responden mengusahakan lahan tersebut dan mendapat pengahasilan dari lahan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam kinerja usaha berdasarkan luas lahan yang diusahakan dibandingkan dengan kinerja usaha berdasarkan omset usaha, keuntungan usaha, dan aset usaha adalah perbedaan jumlah responden yang diteliti. Pada perhitungan omset, keuntungan, dan aset usaha, seluruh responden dari semua sektor usaha akan diteliti, sementara perhitungan luas lahan yang diusahakan hanya akan menggunakan responden yang bergerak di sektor pertanian onfarm. Adapun pengukuran perkembangan usaha mikro berdasarkan luas lahan yang diusahakan adalah sebagai berikut:

a. Luas lahan yang diusahakan dikatakan stabil apabila jumlah rata-rata luas lahan yang diusahakan responden yang diperoleh tahun 2013 sama dengan jumlah rata-rata luas lahan yang diusahakan responden yang diperoleh tahun 2012.

(31)

besar dari jumlah rata-rata luas lahan yang diusahakan responden yang diperoleh tahun 2012.

c. Luas lahan yang diusahakan dikatakan menurun apabila jumlah rata-rata luas lahan yang diusahakan responden yang diperoleh tahun 2013 lebih kecil dari jumlah rata-rata luas lahan yang diusahakan responden yang diperoleh tahun 2012.

Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha mikro memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hingga tahun 2010, tercatat sekitar 98.88 persen usaha di Indonesia adalah usaha mikro, Sektor usaha mikro yang sebanyak 53.20 juta unit mampu menyerap tenaga kerja hingga 93.01 juta tenaga kerja Indonesia atau sebesar 90.98 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia. Namun dalam menjalankan usaha mikro, pelaku usaha dihadapkan pada beberapa kendala, salah satunya adalah kendala permodalan. Keterbatasan kredit perbankan dalam menunjang usaha mikro disebabkan dari berbagai hal, baik di pihak perbankan itu sendiri maupun dari pihak usaha mikro.

Keterbatasan akses usaha mikro terhadap sumber pembiayaan formal, khususnya perbankan, membuat pelaku usaha beralih kepada sumber pembiayaan lainnya, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) di Kotamadya Bogor merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berbentuk koperasi yang menyediakan modal bagi usaha mikro agribisnis di wilayah Kotamadya Bogor dan Kabupaten Bogor. Sasaran anggota koperasi ini adalah masyarakat perdesaan yang mengalami kesulitan dalam mengakses lembaga keuangan karena lokasinya yang jauh dari perkotaan. Pada tahun 2010, total pembiayaan adalah sebesar Rp6 164 350 000 dan pada tahun 2011meningkat menjadi Rp9 742 300 000 (KBI 2012).

Begitu besarnya potensi yang dimiliki KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menjangkau pelaku usaha mikro di wilayah perdesaan. Oleh karena itu, harus pula diperhatikan bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan oleh KBI kepada anggotanya, terutama yang bergerak pada usaha mikro di sektor agribisnis. Pengaruh pembiayaan KBI terhadap usaha anggotanya dapat dilihat melalui empat indikator perkembangan usaha mikro yang dilihat berdasarkan kinerja usahanya, yaitu omset usaha, keuntungan usaha, aset usaha, serta luas lahan yang diusahakan. Indikator keuntungan usaha akan dikaji dengan menggunakan analisis pendapatan usaha anggota. Untuk menganalisis perbedaan omset usaha, keuntungan usaha, serta aset usaha anggota KBI yang menerima pembiayaan tahun 2012 dan tahun 2013, digunakan uji T untuk data berpasangan serta analisis kualitatif untuk menjabarkan bagaimana perkembangan usaha dilihat dari dua periode waktu yang berbeda. Untuk indikator luas lahan yang diusahakan, hanya akan digunakan analisis kualitatif untuk menjabarkan bagaimana perkembangan usaha dilihat berdasarkan lahan yang diusahakan pada tahun 2012 dan tahun 2013.

(32)
(33)

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional Usaha mikro memiliki peran penting dalam

pembangunan perekonomian di Indonesia

Keterbatasan akses usaha mikro terhadap sumber pembiayaan formal, khususnya perbankan, membuat pelaku usaha beralih kepada LKM

Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu LKM

Anggota sebagai penerima pembiayaan perlu untuk diidentifikasi dalam hal

karakteristik anggota, karakteristik usaha, serta karakteristik pembiayaan

Bahan evaluasi dan pertimbangan untuk penyusunan strategi dan kebijakan bagi KBI

Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) memilki visi menjadi organisasi keuangan mikro syariah yang memberdayakan masyarakat miskin melalui pelayanan simpan

pinjam, pendidikan, dan pengorganisasian perempuan dari keluarga miskin

Pembiayaan yang disalurkan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar

1. Tingkat usia

2. Tingkat pendidikan 3. Jumlah tanggungan dalam rumah tangga 4. Status dalam keluarga 5. Jenis usaha

6. Lama usaha 7. Besar pembiayaan 8. Lama keanggotaan 9. Frekuensi pembiayaan

Perkembangan usaha anggota tahun 2012-2013 terhadap kinerja usaha :

1. Omset usaha 2. Keuntungan usaha 3. Aset usaha

(34)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) di tiga kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Rumpin, Kecamatan Dramaga, dan Kecamatan Taman Sari. Kantor pusat KBI sendiri terletak di Komplek Pertanian Jalan Siaga No. 25 RT 02 RW 10, Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa anggota KBI di tiga kecamatan tersebut memiliki jumlah usaha mikro di bidang agribisnis yang cukup banyak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2013, sedangkan upaya persiapan dilakukan pada bulan November 2012.

Data dan Instrumentasi

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan staf KBI serta pengisian kuesioner bagi anggota KBI yang memperoleh pembiayaan usaha berskala mikro di bidang agribisnis. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa sejarah dan perkembangan KBI, susunan dan struktur organisasi KBI, produk-produk tabungan di KBI, serta akad-akad pembiayaan di KBI. Data primer mengenai anggota KBI meliputi data karakteristik anggota, kegiatan usaha, karakteristik pembiayaan, omset usaha, biaya produksi, keuntungan usaha, serta pemanfaatan pembiayaan.

Data sekunder yang digunakan berupa data peta sebaran anggota KBI tahun 2012, serta jumlah aset dan pembiayaan di KBI tahun 2008-2011. Data sekunder lainnya berasal dari instansi terkait, seperti Kementrian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia, jurnal, penelitian terdahulu, dan penelusuran internet. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder hasil penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Rahmi (2012) yang berjudul ‘Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor’. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, daftar pertanyaan, dan alat perekam dokumentasi.

Metode Penentuan Sampel

(35)

(2012) dengan menggunakan metode revisited. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota KBI yang memperoleh pembiayaan di sektor agribisnis. Berdasarkan data tahun 2011, total anggota KBI yang memperoleh pembiayaan sektor agribisnis di tiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian berjumlah 74 orang. Pada penelitian Rahmi (2012), sampel yang digunakan berjumlah 40 orang, yaitu sebesar 52.6 persen dari total populasi. Namun, pada penelitian tahun 2013, sampel yang digunakan berjumlah 33 orang. Hal ini dikarenakan beberapa kendala yang menyebabkan pendapatan usaha tahun 2012 dengan pendapatan usaha tahun 2013 tidak memungkinkan untuk dilihat perkembangannya. Dari 40 orang sampel, terdapat satu orang sampel yang tidak tersedia data tahun 2012, satu orang sampel yang sedang sakit keras sehingga tidak memungkinkan untuk diwawancarai sehingga tidak tersedia data tahun 2013, dua orang sampel yang saat ini sudah tidak lagi berusaha di bidang agribisnis, serta tiga orang sampel yang saat ini sudah tidak menjadi anggota KBI sehingga kelima orang tersebut bukan lagi merupakan populasi dalam penelitian ini. Meskipun terdapat penurunan jumlah sampel, tetapi jumlah sampel pada penelitian ini telah memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh Bailey (1999) dalam Hasan (2002) bahwa ukuran minimum sampel yang diterima dalam suatu penelitian dengan analisis data statistik adalah 30 sampel.

Metode Pengumpulan Data

(36)

Metode Pengolahan Data

Terdapat beberapa proses analisis yang harus dilakukan dalam pengolahan data. Proses tersebut dapat dikategorikan menjadi analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Dengan adanya analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Asumsi yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini adalah penggunaan tingkat harga yang sama antara tahun 2012 dan 2013, yaitu tingkat harga di tahun 2012. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidakakuratan hasil penelitian karena penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perkembangan usaha anggota akibat pengaruh pembiayaan yang diperoleh, bukan akibat adanya perbedaan tingkat harga di tahun 2012 dan 2013.

Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif merupakan metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, pemikiran, ataupun peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang di selidiki (Nazir 2009). Metode analisis kualitatif pada penelitian ini akan digunakan untuk menjelaskan gambaran umum KBI, karakteristik responden, karakteristik usaha, dan karakteristik pembiayaan, serta pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan usaha anggota di sektor mikro agribisnis.

Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis pendapatan usaha anggota. Analisis pendapatan usaha anggota digunakan untuk mengetahui pendapatan usaha anggota pada tahun 2012 dan 2013. Penelitian ini juga menggunakan alat bantu software Microsoft Excel 2003 serta Minitab 14 untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data.

Analisis Pendapatan Usaha Anggota

Dalam menganalisis pengaruh pembiayaan KBI terhadap pendapatan anggota akan menggunakan analisis pendapatan rata-rata yang dilakukan dengan membandingkan pendapatan anggota KBI yang memperoleh pembiayaan pada tahun 2012 dengan tahun 2013. Analisis pendapatan diakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Nicholson 1995) :

Keterangan :

TR = Total Revenue TC = Total Cost

(37)

Uji T untuk Data Berpasangan

Untuk menganalisis perbedaan omset usaha, keuntungan usaha, serta aset usaha anggota KBI yang menerima pembiayaan untuk periode tahun 2012 dan tahun 2013, digunakan uji statistik t-hitung untuk data berpasangan. Uji ini digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan nyata antara omset usaha, keuntungan usaha, serta aset usaha pada periode 2012-2013.

1. Omset Usaha

Untuk menganalisis perbedaan omset usaha anggota pada periode 2012-2013, digunakan uji statistik t-hitung untuk data berpasangan. Rumus yang digunakan adalah (Walpole 1995) :

√ ⁄

Keterangan :

d = rata-rata omset usaha tahun 2013- rata-rata omset usaha tahun 2012 Sd = standar deviasi

n = jumlah observasi v = derajat bebas

Hipotesis awal (Ho) menunjukkan tidak ada perbedaan omset usaha anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Untuk hipotesis akhir (H1), terdapat perbedaan omset usaha anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Kedua hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

Untuk menganalisis perbedaan tingkat keuntungan usaha anggota pada periode 2012-2013, digunakan uji statistik t-hitung untuk data berpasangan. Rumus yang digunakan adalah (Walpole 1995) :

√ ⁄

Keterangan :

d = rata-rata keuntungan tahun 2013- rata-rata keuntungan tahun 2012 Sd = standar deviasi

n = jumlah observasi v = derajat bebas

Hipotesis awal (Ho) menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat keuntungan anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Untuk hipotesis akhir (H1), terdapat perbedaan tingkat keuntungan usaha anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Kedua hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

Gambar

Tabel 1 Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha besar tahun
Gambar 1.
Gambar 3  Pengaruh kredit terhadap penggunaan input dan keuntungana
Gambar 4  Kerangka pemikiran operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada usia 23 tahun dengan memiliki tingkat kecenderungan alexithymia yang paling tinggi, hal ini dapat diartikan bahwa individu mengalami suatu kegagalan dalam menjalin

Tujuan dalam penelitian ini yaitu: Untuk mengetahui manajemen pengolahan bahan pustaka di perpustakaan umum daerah Kabupaten Bantaeng, mengetahui prosedur

direktur utama yang nama penerima kuasanya tercantum dalam akta pendirian atau perubahannya atau kepala cabang perusahaan yang diangkat oleh kantor pusat yang

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, (Bogor: Fakultas Pertanian,IPB, 2006) hal 35... strategi khusus untuk bertahan hidup. Anak jalanan itu mobilitasnya tinggi,

27.Unit audit telah melakukan pengungkapan atas semua hal yang material dalam laporan keuangan kepada pihak yang berkepentingan secara teratur. 28.Proses pemilihan dan

Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan

Kepadatan Kandang adalah banyaknya ternak burung puyuh yang secara nyaman dapat dimasukkan dalam kandang per satuan luas lantainya (floor space). Kawasan Usaha adalah suatu

Sistem Regulasi Sistem Saraf Sistem saraf pusat Sistem saraf tepi Otak Sumsum tulang belakang Sistem saraf tubuh (somatik) Sistem saraf otonom 31 pasang di sumsum tulang belakang