Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa
Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo
SKRIPSI
Oleh
Ernawati Sitorus 111101082
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa
Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo
SKRIPSI
Oleh
Ernawati Sitorus 111101082
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo
Nama : Ernawati Sitorus NIM : 111101082
Program : Sarjana Keperawatan Tahun : 2015
ABSTRAK
Erupsi gunung merupakan salah satu bentuk bencana yang sering menimbulkan beban psikologis dan sosial pada masyarakat sekitarnya. Kondisi ini merupakan masalah psikososial yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis maupun sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar populasi pada penelitian sebanyak 3.000 orang dewasa dan yang menjadi sampel sebanyak 97 orang dewasa yang dibagi kedalam dua kategori yaitu usia dewasa awal (48 orang) dan usia dewasa menengah (49 orang). Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah teknik purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon psikososial pada usia dewasa awal mengalami respon positif yakni sebanyak 47 responden (97,9%) dan hal yang sama terjadi pada usia dewasa menengah yaitu sebanyak 48 responden (98,0%) mengalami respon positif pasca erupsi. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung positif. Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini supaya menggunakan instrumen penelitian yang lebih sesuai..
Title of the Thesis : Adults’ Psychosocial Response in the Post-Mount Sinabung Eruption at Batu Karang Village, Payung Subdistrict, Karo District
Name of Student : Ernawati Sitorus Std. ID Number : 111101082
Program : S1 (Undergraduate) Nursing
Academic Year : 2015
ABSTRACT
Mount eruption is one of disasters which cause psychosocial burden for the people around it. This condition is a psychosocial problem which changes individual life
psychologically and socially. The objective of the research was to describe adults’
psychosocial response in the post-Mount Sinabung eruption at Batu Karang village, Payung Sibdistrict, Karo District. The research used descriptive method. The population was 3,000 adults, and 97 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. They were divided based on their age: 48 young adults and 49 middle adults. The result of the research showed that 47 respondents (97.9%) of young adults had positive psychosocial response and 48 respondents (98%) of middle adults also had positive response in the post-eruption. The
conclusion of the research was that adult’s psychosocial response in the post-Mount Sinabung eruption was positive. It is recommended that the next researches, related to the title of the thesis, should use more appropriate research instruments.
PRAKATA
Segala hormat, puji, dan kemuliaan bagi Allah yang telah memberikan
anugrahNya kepada penulis hingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan
pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah “Respon Psikososial Usia
Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten
Karo”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Didalam penyusunan sripsi ini peneliti
banyak mendapat bantuan, bimbingan, keterangan dan data-data baik secara tulis
maupun secara lisan, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit,
S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II, Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap,
S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Sumatera
Utara.
3. Ibu Wardiyah Daulay, S.kep, Ns, M.kep selaku dosen pembimbing skripsi
yang selalu menyediakan waktu untuk membimbing penulis, selalu
memberikan arahan dan masukan serta motivasi kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Ismayadi, Skep, Ns, Mkes, CWCCA, CHt.N selaku dosen penguji I
yang telah menyediakan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dalam
5. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, Mkep selaku dosen penguji II
yang telah menyediakan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dalam
perbaikan skripsi ini.
6. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.kep, selaku dosen pembimbing
akademik, seluruh dosen dan pegawai Fakultas Keperawatan USU yang telah
memberikan bimbingannya selama masa perkuliahan.
7. Bapak Walter, S.kep, Ns, M.Kep, Sp.KepJ yang telah bersedia memberikan
waktu dan bimbingan dalam perbaikan instrumen penelitian ini.
8. Teristimewa kepada orang tua tercinta Alm. Bapak B. Sitorus dan Ibu P.
Butar-Butar yang telah memberikan motivasi, doa, kasih sayang bimbingan,
dan dukungan dana bagi penulis. Terima kasih untuk saudara/i terkasih:
Railon Tua Sitorus, Redis Sitorus, Candro Sitorus, Alponso. F Sitorus, dan
Luxber Sitorus serta seluruh keluarga besar.
9. Teman-teman dalam pelayanan UKM KMK USU (Kelompok Kecil,
Kelompok Tumbuh Bersama dan Koordinasi).
10.Seluruh mahasiswa/i S-1 Keperawatan stambuk 2011.
11.Seluruh responden di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo
yang telah memberikan partisipasinya dalam penyelesaikan penelitian.
Semoga Allah yang penuh dengan kasih melimpahkan berkat dan
karunia-Nya kepada semua pihak yang telah mendukung penulis. Harapan
penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, terkhususnya di bidang keperawatan.
Medan, Juli 2015
Penulis
Ernawati Sitorus
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Pernyataan Orisinalitas ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Abstrak ... iv
Prakata ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... xi
Daftar Skema ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1. 1 Latar Belakang ... 1
1. 2 Tujuan Penelitian ... 5
1. 3 Pertanyaan Penelitian ... 6
1. 4 Manfaat Penelitian ... 6
1. 4. 1 Bagi Pedidikan Keperawatan ... 6
1. 4. 2 Bagi Pelayanan Keperawatan ... 6
1. 4. 3 Bagi Penelitian Keperawatan ... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2. 1 Konsep Usia Dewasa ... 8
2.1.1 Pengertian Usia Dewasa ... 8
2.1.2 Pembagian Usia Dewasa ... 8
2.1.3 Ciri-ciri Usia Dewasa ... 9
2.3 Perubahan Pada Usia Dewasa Awal ... 13
2.3.1 Perubahan Fisik ... 13
2.3.2 Perubahan Kognitif ... 13
2.3.3 Perubahan Psikososial ... 14
2.3.4 Kesehatan Psikososial ... 16
2.4 Perubahan Pada Dewasa Menengah ... 18
2.4.1 Perubahan Fisik ... 18
2.4.2 Perubahan Kognitif ... 19
2.4.3 Perubahan Psikososial ... 19
2.4.4 Kesehatan Psikososial ... 22
2.5 Bencana Alam ... 23
2.5.1 Pengertian Bencana Alam ... 23
2.5.2 Jenis-jenis Bencana Alam ... 23
2.5.3 Dampak Bencana Alam ... 25
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 30
3.1 Kerangka Penelitian ... 30
3.2 Definisi Operasional ... 31
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 33
4.1 Desain Penelitian ... 33
4.2 Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling ... 33
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
4.4 Pertimbangan Etik ... 35
4.5 Instrumen Penelitian ... 37
4.6 Validitas dan Reliabilitas ... 39
4.8 Analisa Data ... 41
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
5.1 Hasil Penelitian ... 43
5.1.1 Karakteristik Responden Usia Dewasa Awal dan Usia Dewasa Menengah Berdasarkan Data Demografi ... 43
5.1.2 Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung ... 45
5.1.2.1 Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Pasca Erupsi Sinabung ... 45
5.1.2.2 Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah Pasca Erupsi Sinabung ... 46
5.2 Pembahasan ... 47
5.2.1 Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Pasca Erupsi Sinabung ... 47
5.2.2 Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah Pasca Erupsi Sinabung ... 49
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
6.1 Kesimpulan ... 54
6.2 Saran ... 54
6.3 Keterbatasan Penelitian ... 55
LAMPIRAN
1. Inform consent ... 60
2. Instrumen Penelitian ... 62
3. Rincian Dana ... 66
4. Hasil Uji Reliabilitas Usia Dewasa Awal ... 67
5. Hasil Uji Reliabilitas Usia Dewasa Menengah ... 70
6. Master Data ... 73
7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pernyataan Per Item Usia Dewasa Awal ... 80
8. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pernyataan Per Item Usia Dewasa Menengah ... 82
9. Distribusi Frekuensi Data Demografi Usia Dewasa Awal ... 84
10. Distribusi Frekuensi Data Demografi Usia Dewasa Menengah ... 87
11. Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Berdasarkan Per Pernyataan ... 90
12. Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah Berdasarkan Per Pernyataan ... 96
13. Surat Validitas ... 103
14. Surat Etik ... 104
15. Surat Pengantar Pengambilan Data ... 105
16. Surat Uji Reliabilitas ... 106
17. Surat Balasan pengambilan Data ... 107
18. Surat Pengantar Uji Reliabilitas ... 108
19. Validitas Instrumen ... 109
20 . Riwayat Hidup ... 114
21. Abstrak ... 115
22 . Bukti Bimbingan ... 116
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Definisi Operasional ... 31
Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden usia dewasa awal dan usia dewasa menengah di desa Batu Karang Kecamatan
Payung Kabupaten Karo ... 44
Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi respon psikososial usia dewasa awal pasca erupsi
Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo ... 46
Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi dan persentase pernyataan per item usia dewasa awal
... 46
Tabel 5.1.4 Distribusi frekuensi respon psikososial usia dewasa menengah pasca erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten
Karo ... 48
Tabel 5.1.5 Distribusi frekuensi dan persentase pernyataan per item usia dewasa
DAFTAR SKEMA
Judul : Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo
Nama : Ernawati Sitorus NIM : 111101082
Program : Sarjana Keperawatan Tahun : 2015
ABSTRAK
Erupsi gunung merupakan salah satu bentuk bencana yang sering menimbulkan beban psikologis dan sosial pada masyarakat sekitarnya. Kondisi ini merupakan masalah psikososial yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis maupun sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar populasi pada penelitian sebanyak 3.000 orang dewasa dan yang menjadi sampel sebanyak 97 orang dewasa yang dibagi kedalam dua kategori yaitu usia dewasa awal (48 orang) dan usia dewasa menengah (49 orang). Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah teknik purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon psikososial pada usia dewasa awal mengalami respon positif yakni sebanyak 47 responden (97,9%) dan hal yang sama terjadi pada usia dewasa menengah yaitu sebanyak 48 responden (98,0%) mengalami respon positif pasca erupsi. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung positif. Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini supaya menggunakan instrumen penelitian yang lebih sesuai..
Title of the Thesis : Adults’ Psychosocial Response in the Post-Mount Sinabung Eruption at Batu Karang Village, Payung Subdistrict, Karo District
Name of Student : Ernawati Sitorus Std. ID Number : 111101082
Program : S1 (Undergraduate) Nursing
Academic Year : 2015
ABSTRACT
Mount eruption is one of disasters which cause psychosocial burden for the people around it. This condition is a psychosocial problem which changes individual life
psychologically and socially. The objective of the research was to describe adults’
psychosocial response in the post-Mount Sinabung eruption at Batu Karang village, Payung Sibdistrict, Karo District. The research used descriptive method. The population was 3,000 adults, and 97 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. They were divided based on their age: 48 young adults and 49 middle adults. The result of the research showed that 47 respondents (97.9%) of young adults had positive psychosocial response and 48 respondents (98%) of middle adults also had positive response in the post-eruption. The
conclusion of the research was that adult’s psychosocial response in the post-Mount Sinabung eruption was positive. It is recommended that the next researches, related to the title of the thesis, should use more appropriate research instruments.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa adalah salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa
remaja dan waktu yang paling lama dalam rentang kehidupan. Seseorang dikatakan
dewasa apabila mampu menyelesaikan pertumbuhan dan menerima kedudukan yang
sama dalam masyarakat dan mampu berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Masa
dewasa merupakan awal seseorang menyesuaikan diri terhadap kehidupan baru dan
sekaligus masa yang sulit karena seorang dewasa dituntut untuk melepaskan
ketergantungannya dari orang tua dan berusaha untuk dapat mandiri (Jahja, 2011).
Seseorang dikatakan mencapai maturitas ketika sudah mencapai keseimbangan
pertumbuhan fisikologis, psikososial, dan kognitif. Perkembangan kedewasaan
mencakup perubahan yang teratur dalam karakter dan sikap. Perubahan-perubahan
perkembangan berdasarkan karakter awal yang membentuk perilaku dan karakteristik
selanjutnya (Potter & Perry, 1997).
Masa dewasa dilihat dari segi biologis dapat diartikan individu mencapai
kematangan tubuh dan mampu bereproduksi. Sementara dari segi psikologis berbagai
ciri yang dapat dilihat yang menandakan individu sebagai seorang sudah dewasa
seperti kematangan, baik kematangan kognitif, afektif, maupun psikomotornya, yang
Dewasa secara psikologis dapat dicirikan dengan kematangan, baik kematangan
kognitif, afektif, maupun psikomotornya yang mengacu kepada sikap bertanggung
jawab. Ciri-ciri seseorang yang matang yaitu, berorientasi pada tugas, bukan pada diri
atau ego, mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang
efesien, dapat mengendalikan perasaan pribadinya, mempunyai sikap yang objektif,
menerima kritik dan saran, bertanggung jawab, dan dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan-keadaan yang realistis dan baru (Anderson dalam Mubin & Cahyadi, 2006).
Usia dewasa awal banyak menemui bahaya-bahaya dalam usaha untuk
menyesuaikan diri dengan kelompok sosial, misalnya kesulitan untuk bergabung
dengan satu kelompok sosial yang cocok, rasa tidak puas dengan peran yang harus
dimainkan untuk memenuhi harapan kelompok serta faktor mobilitas sosial. Orang
yang bermobilitas sosial tinggi menghadapi jauh lebih banyak dilema dibandingkan
dengan mobilitas yang relatif rendah, karena harus menyesuaikan diri dengan
berbagai kelompok sosial yang baru memiliki nilai-nilai dan standar perilaku baru.
Sedangkan usia dewasa menengah merupakan masa stres, dimana pada fase ialah
penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya
bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostatis
fisik dan psikologis (Hurlock, 1980).
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu, keturunan,
lingkungan, kematangan, lingkungan, status sosial dan ekonomi, adat, dan ras.
sebagai tempat dan kondisi sosial dimana individu tumbuh dan berkembang (Papalia
et al, 2007).
Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa luar biasa yang disebabkan
oleh faktor alam maupun ulah manusia dan menimbulkan korban jiwa, kerugian
material, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis (Community Based Disaster
Risk Manajemen Nahdlatul Ulama, 2007). Berbagai bencana telah terjadi di
Indonesia seperti tsunami, letusan gunung berapi, banjir dan longsor. Bencana alam
tersebut menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil, dan banyak orang yang
berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariaanya. Di Indonesia
terdapat 129 gunung berapi aktif, 70 diantaranya digolongkan sangat berbahaya.
Keberadaan gunung berapi membawa dampak kesuburan bagi tanah di sekitar,
sehingga banyak bermukim. Namun dibalik itu terdapat bahaya yang mengancam
keselamatan jiwa, kerusakan alam dan kehancuran lingkungan apabila terjadi bencana
gunung meletus (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008).
Bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah terjadinya
letusan gunung berapi atau sering disebut “erupsi”. Gunung berapi tersebar dari ujung
Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi Utara (Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan Sumarno (2013), erupsi Merapi di Magelang
sosial masyarakat penduduk lereng Merapi secara khusus dan kehidupan masyarakat
Yogyakarta yaitu berdampak pada aspek mental, spiritual, pendidikan, kesehatan,
mata pencaharian, sumber daya alam dan perekonomian. Menurut Badan Nasional
Penanggulagan Bencana (2011) dampak erupsi merapi tidak hanya bersifat materi
atau korban nyawa. Akan tetapi bersifat kompleks, merambah pada hancurnya sistem
sosial yang sudah dibangun, seperti ketetanggaan dan kekerabatan yang lumpuh.
Gunung api yang terdapat di Sumatera Utara dengan status aktif yaitu Sinabung.
Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mngalami erupsi pada tanggal 29
Agustus 2010. Sejak itu status Gunung Sinabung berubah dari status tipe B menjadi
tipe A. Gunung Sinabung menunjukkan aktifitas yang signifikan pada pertengahan
September 2013.
Meletusnya Gunung Sinabung memberikan dampak pada berbagai aspek
kehidupan pada masyarakat sekitar. Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung
Sinabung kehilangan tempat tinggal, gagal panen, tanah terkontaminasi
belerang,terjadinya penyakit akibat abu vulkanik serta lahar dingin yang merusak
tanaman dan sumber-sumber air. Kondisi ini tentu memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap sistem mata pencaharian masyarakat yang adalah bertani.
Rusaknya permukiman masyarakat di sekitar Gunung Sinabung membuat mereka
sangat memprihatinkan dan tidak membuat nyaman para pengungsi,
berhimpit-himpitan, banyaknya sampah sehingga udara menjadi tidak sehat.
Desa Batukarang adalah salah satu desa yang berada pada radius 7,5 km yang
mengalami dampak buruk akibat meletusnya Gunung Sinabung. Pada Februari 2014
warga desa Batukarang telah diperbolehkan kembali ke desanya. Namun pada
kenyataannya banyak kendala yang dihadapi para korban letusan Sinabung. Kendala
yang mereka hadapi yaitu belum adanya mata pencaharian para korban karena lahan
pertanian mengalami kerusakan sehingga melumpuhkan perekonomian warga desa
Batukarang serta kondisi tempat tinggal yang tidak kondusif seperti rusaknya
rumah-rumah masyarakat karena debu erupsi yang tebal yang menimbulkan atap rumah-rumah
mereka banyak yang bocor dan sampai rubuh.
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti di Desa Batukarang bahwa masyarakat
yang dominasi lapangan pekerjaannya ialah bertani sangat mengkuatirkan. Setelah
terjadinya letusan Sinabung pada pertengahan September 2013 lahan pertanian
masyarakat mengalami kerusakan, tanaman yang membusuk dikarenakan paparan
abu erupsi Sinabung. Selain kondisi lahan pertanian yang rusak, abu erupsi Sinabung
juga sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat Batukarang. Mereka banyak
mengalami batuk, flu, mata merah sampai merasa sesak akibat paparan abu hasil
erupsi. Akibat kondisi ini masyarakat memilih lebih sering untuk tetap tinggal
Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang diatas maka peneliti
tertarik untuk melihat bagaimana “Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi
Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo”.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Respon Psikososial Usia Dewasa
Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kabupaten Karo
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a.Untuk mengetahui respon psikososial usia dewasa awal pasca erupsi sinabung di
Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.
b.Untuk mengetahui respon psikososial usia dewasa menengah pasca erupsi sinabung
di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa
Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dalam penelitian ini antara lain adalah:
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mahasiswa mengenai nursing disaster dan memberikan informasi tentang bagaimana
Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang
Kecamatan Payung Kabupaten Karo.
1.4.2 Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi bagi perawat
atau petugas kesehatan lainnya mengenai masalah psikososial yang dihadapi oleh
korban pasca bencana alam.
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Penelitian ini sebagai sumber pengetahuan bagi peneliti dan data dasar bagi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Usia Dewasa
2.1.1 Pengertian Usia Dewasa
Istilah dewasa berasal dari bahasa Latin, yaitu adultus yang berarti tumbuh
menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
Seseorang dikatakan dewasa adalah apabila dia mampu menyelesaikan
pertumbuhan dan menerima kedudukan yang sama dalam masyarakat atau orang
dewasa lainnya (Pieter & Lubis, 2010). Seseorang dikatakan dewasa apabila telah
sempurna pertumbuhan fisiknya dan mencapai kematngan psikologis sehingga
mampu hidup dan berperan bersama-sama orang dewasa lainnya (Mubin &
Cahyadi, 2006).
2.1.2 Pembagian Usia Dewasa
Menurut Erikson dalam Upton (2012), usia dewasa dibagi menjadi tiga
tahap antara lain: 1) Masa dewasa awal (19 hingga 40 tahun), 2) Masa dewasa
2.1.3 Ciri-ciri Usia Dewasa
Menurut Anderson dalam Mubin & Cahyadi (2006), seseorang yang sudah
dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego
2. Mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang
efisien
3. Dapat mengendalikan perasaan pribadinya
4. Mempunyai sikap yang objektif
5. Menerima kritik dan saran
6. Bertanggung jawab
7. Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang realistis dan yang
baru
2.2 Perkembangan Psikososial Erikson
Ada tiga tahapan perkembangan psikososial pada usia dewasa antara lain:
1. Keintiman vs isolasi (intimacy versus isolation) adalah tantangan pada usia dewasa
muda, hal terpenting pada tahap ini adalah adanya suatu hubungan (Erikson
1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Masa dewasa awal (young adulthood) ditandai
adanya kecenderungan intimacy dan isolation. Pada tahap ini individu sudah mulai
selektif membina hubungan yang intim, hanya dengan orang-orang tertentu yang
intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan orang
lainnya.
Pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya
kerjasama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki
pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan
tumbuh sifat merasa terisolasi. Adanya kecenderungan maladaptif yang muncul
dalam periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang sudah merasa terlalu bebas,
sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memedulikan dan merasa
tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat,
tetangga, bahkan dengan orang kekasih kita. Sementara dari segi lain (malignansi)
akan terjadi keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi atau menutup
diri sendiri dari cinta, persahabatan, dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa
benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Orang dewasa muda perlu membentuk hubungan dekat dan cinta dengan orang
lain. Cinta yang dimakdsud tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun
juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi yang
terjadi pada tahap ini yaitu adanya afilisiasi dan elitism. Afilisiasi menunjukkan suatu
sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang
dibangun dengan sahabat, dan kekasih. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang
memunculkan hubungan kuat, sedangkan kegagalan menghasilkan kesepian dan
kesendirian (Erikson dalam Sumanto, 2014).
2. Generativitas vs stagnasi (generativity versus stagnation) adalah tantangan pada
masa paruh baya. Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan (Erikson
1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Pada tahap ini salah satu tugas untuk dicapai
ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu
(generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnansi).
Orang dewasa perlu menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan menjadi
penerus hidup mereka, kerap dengan memiliki anak atau menciptakan suatu
perubahan positif yang memberi manfaat bagi orang lain. Melalui generativitas akan
dapat dicerminkan sikap memerdulikan orang lain, sedangkan stagnasi yaitu
pemujaan terhadap diri sendiri atau digambarkan dengan tidak perduli dengan siapa
pun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu perduli, sehingga
mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang
ada adalah penolakan, dimana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam
lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya di tengah-tengah area
kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara
meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan
yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada
usia dewasa dan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa
merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami
serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa,
sehingga hubungan di antara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung
dengan baik dan menyenangkan (Erikson dalam Sumanto, 2014). Keberhasilan
mendorong perasaan kebergunaan dan pencapaian, sedangkan kegagalan
menghasilkan keterlibatan yang rendah di dunia (Upton, 2012).
3. Integritas ego vs keputusasaan (ego integrity versus despair) adalah tantangan
akhir dari masa lanjut usia (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Hal
terpenting pada masa ini ialah adanya refleksi atas kehidupan. Saat beranjak tua,
orang berusaha mencapai tujuan akhir yaitu kebijaksanaan, ketenangan spiritual, dan
penerimaan dalam hidup. Orang dewasa akhir perlu melihat ke belakang dalam
kehidupan mereka dan merasakan suatu rasa pemenuhan. Keberhasilan tahap ini
mendorong perasaan arif, sedangkan kegagalan menghasilkan penyesalan, kepahitan,
2.3 Perubahan Pada Usia Dewasa Awal
2.3.1 Perubahan fisik
Pada fase dewasa awal kesehatan fisik mencapai puncaknya terutama pada
usia 23-27 tahun. Kesehatan fisik berada dalam keadaan baik serta kekuatan tenaga
dan motorik mencapai masa puncak (Mubin & Cahyadi, 2006). Menurut potter &
Perry (2009), orang dewasa awal biasanya sangat aktif, jarang mengalami penyakit
parah (jika dibandingkan kelompok usia tua), cenderung mengabaikan gejala fisik,
dan sering menunda pencarian pelayanan.
2.3.2 Perubahan Kognitif
Kemampuan berpikir kritis meningkat secara teratur selama usia dewasa awal
dan pertengahan. Pengalaman pendidikan formal dan informal, pengalaman hidup,
dan kesempatan untuk bekerja dapat meningkatkan konsep diri, kemampuan
menyelesaikan masalah, dan keterampilan motorik individu. Mengenali bidang
pekerjaan yang sesuai merupakan tugas utama individu dewasa awal. Saat individu
mengetahui keterampilan, bakat, dan karakteristik personal mereka, maka pilihan
pendidikan dan pekerjaan akan menjadi mudah dan lebih memuaskan. Proses
pengambilan keputusan dalam masa dewasa awal harus bersifat fleksibel. Hal ini
disebabkan karena masa dewasa awal terus berkembang dan harus terlibat dalam
perubahan dalam perubahan rumah, tempat kerja. Dan tempat tinggal pribadi. Orang
perubahan. Individu yang merasa tidak aman cenderung mengalami kesulitan dalam
membuat keputusan (Potter & Perry, 2009 ).
2.3.3 Perubahan Psikososial
Kesehatan emosi pada masa dewasa awal berhubungan dengan kemampuan
individu untuk menempatkan dan memisahkan antara tugas pribadi dan tugas sosial.
Dewasa awal biasanya terperangkap antara keinginan untuk memperpanjang rasa
tidak tanggung jawabnya sewaktu remaja, tetapi juga ingin dianggap sebagai orang
dewasa. Di antara usia 23-28 tahun, individu mulai memperbaiki persepsi diri dan
kemampuannya untuk akrab dengan orang lain. Di usia 29-34 tahun, individu
mengarahkan banyak energi pada pencapaian dan penguasaan dunia sekitar.
Sedangkan usia 35-43 tahun merupakan waktu ujian terkuat dalam mencapai tujuan
dan hubungan hidup. Individu membuat perubahan dalam diri sosial, dan tempat
kerjanya. Biasanya stres akibat ujian yang berulang bisa menyebabkan krisis paruh
baya atau midlife crisis, dimana terjadi perubahan pada pasangan pernikahan, gaya
hidup, dan pekerjaan. Perubahan psikososial yang terjadi pada usia dewasa awal
dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:
1. Karier
Keberhasilan dalam pekerjaan merupakan hal penting bagi kehidupan pria dan
wanita. Keberhasilan kerja tidak hanya berupa keamanan segi ekonomi, tapi juga
Jumlah keluarga dengan dua karir (two-career families) saat ini mengalami
peningkatan. Jenis keluarga seperti ini memiliki keuntungan sekaligus tanggung
jawab. Selain adanya peningkatan keuangan keluarga, individu yang bekerja di luar
rumah juga dapat mengembangkan hubungan pertemanan, kegiatan, dan keinginan.
Namun, kondisi tersebut juga dapat menimbulkan stress yang disebabkan oleh
perpindahan ke kota yang baru, peningkatan biaya, mental, atau emosional,
kebutuhan perawatan anak atau kebutuhan rumah tangga. Untuk menghindari stres ini
pasangan harus berbagi tanggung jawab. Bagi beberapa keluarga, penyelesaiaannya
adalah membatasi biaya rekreasi dan menggantinya dengan membayar seorang
pembantu untuk melakukan pekerjaan rumah.
2. Seksualitas
Perkembangan karakteristik seksual sekunder terjadi selama usia remaja.
Perkembangan fisik biasanya disertai dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas
seksual. Pada individu dewasa awal, kemampuan fisik biasanya juga dilengkapi
dengan kematangan emosional, sehingga lebih dapat membangun keakraban dan
kematangan hubungan seksual. Individu dewasa awal yang gagal mencapai tugas
perkembangan integrasi personal biasanya hanya dapat membangun hubungan yang
tidak mendalam dan sementara (Fortinash dan Holoday Worrer, 2004 dalam Potter &
Perry, 2009).
Tekanan sosial untuk menikah tidak sebesar zaman dulu. Banyak individu
dewasa awal yang tidak menikah sampai akhir usia 20-an, awal usia 30-an, bahkan
ada yang tidak sama sekali. Bagi individu yang memutuskan untuk hidup melajang,
maka yang menjadi bagian penting dalam hidupnya adalah orang tua dan saudara
kandungnya. Beberapa individu menjadikan teman dekat dan kerabatnya sebagai
keluarga. Salah satu penyebab meningkatnya populasi individu yang hidup melajang
adalah karena semakin luasnya kesempatan berkarier bagi wanita. Sebagian besar
individu lajang memilih untuk hidup bersama di luar pernikahan, menjadi orang tua
biologis, atau melakukan adopsi.
4. Masa Menjadi Orang Tua
Ketersediaan alat kontrasepsi saat ini memudahkan pasangan untuk
memutuskan kapan akan memulai membentuk sebuah keluarga. Salah satu faktor
yang mempengaruhi keputusan ini adalah alasan untuk memiliki anak. Tekanan sosial
dapat mendorong pasangan untuk membatasi jumlah anak yang mereka miliki.
Pertimbangan ekonomi seringkali mempengaruhi proses pengambilan keputusan
karena memiliki dan membesarkan anak-anak membutuhkan biaya mahal. Status
kesehatan umum dan lansia juga mempengaruhi keputusan untuk menjadi orang tua,
2.3.4 Kesehatan Psikososial
Masalah kesehatan psikososial pada individu dewasa awal biasanya
berhubungan dengan pekerjaan dan stressor dari keluarga. Stres dapat berguna karena
dapat memotivasi klien untuk berubah. Namun, jika stres berkepanjangan dan klien
tidak mampu beradaptasi dengan stresor, maka akan menimbulkan masalah
kesehatan.
Stres Pekerjaan. Stres pekerjaan dapat terjadi tiap hari atau dari waktu ke
waktu. Sebagian besar individu dewasa awal dapat mengatasi krisis tersebut. Stres
pekerjaan dapat terjadi saat datangnya seorang bos baru, batas waktu (deadline)
sudah dekat, mendapatkan tanggung jawab menjadi lebih besar. Stres individu juga
dapat terjadi saat individu merasa tidak puas dengan pekerjaan atau tanggung jawab
yang diberikan. Karena individu menerima pekerjaan yang berbeda, maka tipe stresor
pekerjaan yang dihadapi tiap klien juga berbeda.
Stres Keluarga. Karena perubahan hubungan dan struktur dalam keluarga
individu muda yang beragam, maka frekuensi terjadinya stres juga meningkat. Stresor
situasional terjadi pada peristiwa seperti kelahiran, kematian, sakit, pernikahan, dan
kehilangan pekerjaan. Stres biasanya terkait dengan beberapa variabel, termasuk
pilihan karier suami/ istri dan penyebab disfungsi dalam keluarga individu dewasa
Setiap keluarga memiliki peran atau tugas tertentu bagi anggotanya. Peran
tersebut membuat keluarga dapat berfungsi dan menjadi bagian yang efektif dalam
masyarakat. Saat peran tersebut berubah akibat penyakit, maka krisis situasional
dapat terjadi (Potter & Perry, 2009).
2.4 Perubahan Pada Dewasa Menengah
2.4.1 Perubahan fisik
Banyak dari para dewasa madya mengalami kecemasan pada penampilan
fisik yang pada akhirnya akan mengganggu relasi dengan pasangannya (Pieter &
Lubis, 2010). Perubahan yang paling terlihat adalah rambut memutih, kulit keriput,
dan penebalan pinggang. Sering sekali perubahan fisiologis selama masa dewasa
menengah berdampak pada konsep diri dan bentuk tubuh (Potter & Perry, 2009).
Badan yang kurang sehat dan cacat yang tidak dapat disembuhkan atau ditutup-tutupi
sama berbahayanya bagi penyesuaian diri pribadi dan sosial pada masa dewasa dini
seperti masa kanak-kanak dan remaja.
Orang dewasa yang mempunyai hambatan fisik karena kesehatannya buruk
tidak dapat mencapai keberhasilan maksimum mereka dalam pekerjaan atau
pergaulan sosial. Sebagai akibatnya mereka selalu frustasi, semakin sering mereka
melihat orang yang sebenarnya berpotensi kurang dari mereka berhasil, semakin
besar rasa frustasi mereka (Hurlock, 1980). Beberapa perubahan lainnya dapat terjadi
kekuatan fisik, fungsi motorik dan sensoris, terjadinya perubahan-perubahan seksual.
Kaum laki-laki mengalami climacterium dan wanita mengalami menopause (Mubin
& Cahyadi, 2006).
2.4.2 Perubahan Kognitif
Perubahan fungsi kognitif pada individu dewasa menengah jarang terjadi, kecuali jika
ada penyakit atau trauma (Potter & Perry, 2009).
2.4.3 Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial pada individu dewasa menengah melibatkan peristiwa
yang diharapkan, seperti anak-anak yang keluar dari rumah, sampai peristiwa yang
tidak diharapkan, seperti perceraian atau kematian seorang teman dekat. Perubahan
psikososial yang terjadi pada usia dewasa menengah dapat dilihat dari beberapa aspek
antara lain:
1. Transisi Karier
Perubahan kaier terjadi karena pilihan atau perubahan di tempat kerja atau
masyarakat. Pada dekade terakhir, individu dewasa menengah cenderung berganti
pekerjaan karena berbagai alasan, antara lain keterbatasan pergerakan, penurunan
peluang kerja, atau mencari pekerjaan yang lebih menantang. Pada beberapa kasus
pengurangan tenaga kerja, kemajuan teknologi atau perubahan lainnya mendorong
perubahan tersebut dapat menyebabkan stres yang mempengaruhi kesehatan,
hubungan dengan keluarga, konsep diri, dan dimensi lainnya.
2. Seksualitas
Setelah kepergian anak terakhir dari rumah, pasangan akan membangun kembali
hubungan mereka, mencari cara untuk meningkatkan kehidupan pernikahan dan
kepuasan seksual selama usia pertengahan.
3. Psikososial Keluarga
Beberapa faktor psikososial keluarga yang terkait pada dewasa menengah
antara lain:
3.1 Masa lajang
Beberapa individu dewasa menengah memilih untuktetap lajang, tetapi ada juga
yang memilih untuk menjadi orang tua baik secara biologis ataupun adopsi. Banyak
individu dewasa menengah lajang yang memiliki sanak keluarga tapi untuk
membentuk sebuah keluarga dengan teman dekat atau teman sekerja.
3.2 Perubahan Status Pernikahan
Terjadinya perubahan status pernikahan selama usia pertengahan adalah karena
kematian istri/suami, perpisahan, perceraian, dan pilihan untuk menikah atau tidak
menikah lagi. Klien yang berstatus janda, akibat perpisahan atau perceraian,
terhadap perubahan status pernikahan. Kesedihan yang normal berlansung melalui
serangkaian fase, dan resolusi kesedihan bisanya menghabiskan waktu hingga
setahun atau lebih.
3.3 Transisi Keluarga
Kepergian anak terakhir dari rumah merupakan suatu stresor. Beberapa orang
tua merasa senang karena bebas dari tanggung jawab mengasuh anak, sedangkan
sebagian lain merasa kesepian atau kehilangan arah karena perubahan ini.
3.4 Merawat Orang Tua yang Berusia Lanjut
Banyak individu dewasa menengah terjepit antara tanggung jawab merawat
anak-anak dan merawat orang tua yang berusia lanjut dan sakit-sakitan. Selanjutnya
individu dewasa menengah menemukan diri mereka berada dalam generasi
campuran, di mana tantangan untuk memberikan perawatan menjadi penuh tekanan.
Kebutuhan keluarga akan pemberi layanan kini terus meningkat. Individu dewasa
menengah dan orang tua berusia lanjut sering mengalami konflik prioritas berkaitan
dengan hubungan mereka, sedangkan individu lanjut usia berusaha untuk tetap tidak
bergantung.
Sebagian besar orang dewasa paruh baya dan orang tua mereka memiliki hubungan
yang dekat dan saling mengasihi didasarkan kepada kontak yang sering terjadi dan
bantuan yang bersifat mutual (Antonucci & Akiyama, 1997; Bengtson, 2001 dalam
2.4.4 Kesehatan Psikososial
Ansietas. Ansietas adalah fenomena krisis kematangan yang berhubungan dengan perubahan, konflik, dan kontrol terhadap lingkungan. Individu dewasa sering
mengalami ansietas dalam merespon perubahan fisiologis dan psikososial yang
terjadi pada usia pertengahan. Ansietas memotivasi individu dewasa untuk meninjau
ulang tujuan hidup dalam menstimulasi produktivitas. Namun, bagi beberapa individu
dewasa, ansietas dapat memicu penyakit psikosomatik dan kematian. Pada kasus ini,
individu dewasa menengah memandang kehidupan sebagai waktu hidup yang tersisa.
Secara jelas, penyakit yang mengancam kehidupan, transisi pernikahan, atau stresor
pekerjaan dapat meningkatkan ansietas klien dan keluarganya.
Depresi. Depresi adalah gangguan suasana hati yang dimanifestasikan dalam berbagai cara. Meskipun lebih sering ditemukan pada usia antara 22-44 tahun, tetapi
dapat ditemukan juga pada individu dewasa pada usia pertengahan dan ditimbulkan
oleh banyak faktor. Faktor resiko depresi adalah menjadi wanita, kegagalan atau
kehilangan di pekerjaan, sekolah, atau dalam hubungan keluarga, kepergian anak
terakhir dari rumah, dan riwayat keluarga.
Individu yang mengalami depresi ringan menunjukkannya dengan perasaan
sedih, murung, putus asa, jatuh dalam kesedihan, dan penuh dengan air mata. Gejala
lainnya adalah gangguan pola tidur seperti sulit tidur (insomnia) atau tidur yang
kewaspadaan. Perubahan fisik seperti penurunan atau penambahan berat badan, sakit
kepala, atau selalu merasa lelah walaupun telah beristirahat juga merupakan gejala
depresi. Individu yang mengalami depresi pada usia pertengahan biasanya mengalami
ansietas dengan intensitas sedang sampai berat dan mengalami keluhan fisik.
Perubahan suasana hati dan depresi biasanya terjadi saat menopause. Penyalagunaan
alkohol atau obat dapat membuat depresi semakin berat.
2.6 Bencana Alam
2.6.1 Pengertian Bencana Alam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu
yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, keugian, atau penderitaan.
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu khidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. 6. 2. Jenis-Jenis Bencana Alam
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekerinngan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemik, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007).
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010), jenis-jenis bencana
antara lain:
1. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energy yang menyebabkan dislokasi
(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme perusakan terjadi
karena energy getaran gempa dirambat ke seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi,
getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga
dapat menimbulkan korban jiwa.
2. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang
ditimbulkan oleh gangguan impulsive dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut
tsunami yang naik ke daratan (run-up) berkurang menjadi sekitar 25- 100 Km/jam
dan ketinggian air.
3. Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah “erupsi”. Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan
zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng.
4. Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun campuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
2.6.3 Dampak Bencana Alam
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi,
sosial, lingkungan. Kerusakan infrastruktur yang mengganggu aktivitas social,
dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat
tinggal dan kekacauan komunitas sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup
hancurnya hutan yang melindungi daratan (Karo, 2014).
Peristiwa bencana membawa dampak bagi warga masyarakat khususnya yang
menjadi korban. Beberapa permasalahan yang dihadapi korban bencana meletusnya
a. Kehilangan tempat tinggal untuk sementara waktu atau bisa terjadi untuk
seterusnya, karena merupakan kawasan rawan bencana (termasuk dalam zona
merah).
b. Kehilangan mata pencaharian karena kerusakan lahan pertanian dan
hancurnya tempat usaha
c. Berpisah dengan kepala keluarga karena ayah atau suami banyak yang
memilih untuk tetap tinggal di rumah dengan alas an menjaga rumah, harta
benda dan tetap bekerja sebagai petani, berkebun atau peternak.
d. Pemenuhan kebutuhan dasar berupa makan, minum, tempat tinggal sementara
atau penampungan, pendidikan, kesehatan dan sarana air bersih yang tidak
memadai.
e. Terganggunya pendidikan anak-anak yang tidak bisa sekolah karena
kerusakan sarana dan prasarana sekolah.
f. Risiko timbulnya penyakit ringan (batuk, flu) ataupun penyakit menular
(misalnya diare) karena kondisi lingkungan dan tempat penampungan yang
kurang bersih dan tidak kondusif serta sarana pelayanan kesehatan yang
kurang memadai.
g. Terganggunya fungsi dan peran keluarga karena dalam tempat penampungan
tinggal beberapa keluarga sekaligus.
h. Hilangnya harga diri dan kemampuan baik sebagai individu maupun sebagai
keluarga karena di tempat pengungsian mereka meneerima belas kasihan dari
i. Terhambatnya pelaksanaan dan fungsi peran social dalam kekerabatan serta
pelaksanaan tugas-tugas kehidupan dalam kemasyarakatan, misalnya:
kegiatan arisan, kegiatan adat atau budaya yang tidak dapat dilaksanakan di
lokasi pengungsian.
j. Kejenuhan akibat ketidakpastian berapa lama harus mengungsi, perasaan tidak
berdaya, ketakutan dan bahkan perasaan putus asa menghadapi kemungkinan
bencana yang tidak mungkin dihindari (tidak dapat melawan kehendak
Tuhan). Akibatnya timbul perasaan marah, stress dan frustasi dengan situasi
dan kondisi yang serba tidak menentu, trauma, putus asa, merasa tidak
berdaya dan ketidakpastian masa depannya.
k. Berpikir tidak realistis dan mencari kekuatan supra natural untuk mencegah
terjadinya bencana. Kekecewaan spiritual yaitu kecewa pada Tuhan karena
diberi ujian atau hukuman bahkan cobaan kepada orang-orang yang merasa
dirinya sudah melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama (Marjono, 2010
dalam Rusmiyati, 2012).
Menurut Sumarno (2013), beberapa gejala psikologis yang dapat terjadi karena
adanya bencana letusan gunung berapi, yaitu:
a. Stress
Stres secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
ataupun dari dalam diri yang memunculkan gangguan, dan menuntu individu
berespon secara sesuai. Stres merupakan suatu yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia, bahkan seperti bagian dari kehidupan itu sendiri. Masyarakat atau warga
yang mengalami akibat dari erupsi merapi, mengalami stres diantaranya: gelisah,
tegang, cemas, mengalami kelelahan, ketegangan otot dan sulit tidur. Ada pula yang
tekanan darah dan detak jantungnya meningkat, sakit kepala, perut mulas, gatal-gatal
dan diare. Stres juga dapat merubah perilaku seseorang, misalnya masyarakat menjadi
lebih mudah marah, lebih suka menyendiri, nafsu makan berkurang, merasa tidak
berdaya, tidak bersemangat, frustasi, atau merasa tidak percaya diri.
b. Depresi
Depresi adalah suatu gangguan mental yang paling sering terjadi pada para
korban bencana alam. Setelah mengalami depresi, selanjutnya korban akan
mengalami pasca trauma. Depresi berupa perasaan sedih yang berat berkepanjangan,
putus asa, merasa tidak tertolong lagi. Biasanya karena kehilangan sesuatu yang
dicintai, kehilangan anggota keluarga, rumah, sawah lading, ternak dan harta benda
lainnya. Kehilangan kebersamaan hidup sekeluarga dengan tetangga, dan kehilangan
kecantikan atau kegagahan karena luka bakar.
c.Trauma
Trauma adalah perasaan menghadapi sebuah kejadian atau serangkaian
membuatnya tidak lagi merasa aman, menjadikannya merasa tidak berdaya dan peka
dalam menghadapi bahaya. Pengalaman traumatis bisa menyebabkan berbagai
dampak ringan, seperti korban menjadi peragu dalam berbuat sesuatu. Keragu-raguan
ini disebabkan rasa takut mengalami peristiwa yang sama, dan pada tahap awal bisa
dikatakan wajar jika rasa takutnya tidak digeneralisir. Pada kenyataannya ketakutan
karena trauma sering menjalar ke berbagai hal. Sebagai contoh seseorang yang
pernah mengalami musibah banjir akan merasakan takut jika melihat sungai, hal
tersebut mengakibatkan dirinya takut ketika melewati jembatan. Begitu pula yang
dialami oleh korban bencana gunung meletus, dirinya akan merasa takut dengan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3. 1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon Psikososial Usia
Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung. Berdasarkan
tujuan penelitian serta tinjauan kepustakaan maka kerangka penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut :
Keterangan
Keterangan
: Variabel yang diteliti
3. 2. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang
akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Definisi operasional
adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang
diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Defenisi operasional
ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian (Setiadi,
2007).
Tabel 3. 1 Definisi Operasional
adalah segala perubahan yang dialami individu usia 40-65 tahun baik secara
psikologis maupun sosial terkait transisi karier, psikososial, dan kesehatan
psikososial setelah adanya erupsi Sinabung
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4. 1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena pada sekumpulan objek
(Notoadmodjo, 2010).
4. 2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoadmodjo, 2010). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh orang dewasa
usia 19-65 tahun di Desa Batukarang Kecamatan Payung yang berjumlah 3.000
orang.
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik Purpossive
Sampling, yaitu adanya suatu pertimbangan berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).
Maka penentuan sampel pada penelitian ini akan menggunakan rumus Slovin:
Dimana: n = jumlah elemen/anggota/anggota sampel
N = Jumlah elemen/anggota populasi
e = Error level (tingkat kesalahan) (umumnya digunakan 1% atau 0,01, 5% atau
0,05, dan 10% atau 0,1).
maka: � = N + � � �2
n = . + . , 2
n = 96.774
n = 97 orang
Maka sampel untuk usia dewasa dalam penelitian ini adalah sebanyak 97 orang.
Kemudian peneliti membagi sampel ke dalam dua bagian yaitu dengan cara
menetapkan sejumlah sampel secara quotum atau jatah. Maka dari jumlah sampel,
untuk dewasa awal sebanyak 48 orang dan sampel untuk dewasa menengah sebanyak
49 orang. Kriteria masing-masing sampel antara lain:
a. Dewasa awal:
1. Usia 19-40 tahun
2. Bertempat tinggal di Batukarang dan terkena dampak erupsi gunung
Sinabung
3. Dapat berbahasa Indonesia
4. Bersedia untuk diwawancarai melalui kuesioner, dan
b. Dewasa menengah:
2. Bertempat tinggal di Batukarang dan terkena dampak erupsi gunung
Sinabung
3. Dapat berbahasa Indonesia
4. Bersedia untuk diwawancarai melalui kuesioner
Dengan demikian usia dewasa yang memiliki kriteria sampel diatas menjadi
partisipan pada penelitian ini.
4. 3. Lokasi dan Waktu penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah di Desa
Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo, dengan pertimbangan :
a. Desa Batukarang adalah salah satu desa yang yang terkena dampak becana
erupsi Sinabung
b. Populasi yang memadai yaitu sekitar 3.000 orang usia dewasa
c. Di Desa Batukarang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya terkait
judul peneliti.
Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak tanggal bulan 29 April sampai dengan 16
Mei 2015.
4. 4. Pertimbangan Etik
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin
mengajukan permohonan izin kepada Kepala Desa di Desa Batukarang dimana
penelitian dilakukan. Setelah mendapatkan persetujuan tersebut, maka peneliti
melakukan penelitian dengan menekankan pertimbangan etik yang meliputi :
a. Otonomi, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan
apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian.
b. Informed Consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah
peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian.
Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian maka responden diminta
menandatangani lembar persetujuan.
c. Anonimity, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar
persetujuan tersebut.
d. Confidentiality, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan
kelompok data tertentu yang dilaorkan sebagai hasil penelitian.
e. Beneficience, selalu berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada
responden mengandung prinsip kebaikan bagi responden guna mendapatkan
suatu metode atau konsep baru untuk kebaikan responden.
f. Nonmaleficience, penelitian yang digunakan tidak mengandung unsur bahaya
g. Veracity, penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang
manfaat, efek dan apa yang didapat jika responden terlibat di dalam penelitian
tersebut.
h. Justice, peneliti harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap
melaksanakan prinsip justice (keadilan) pada saat melakukan penelitian
(Hidayat, 2007).
4. 5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang dimodifikasi oleh peneliti dari kuesioner Unicef tentang Psychosocial
Intervention Evaluation Of Unicef Supported Project (1999-2001) dengan
berpedoman pada tinjauan pustaka untuk menggambarkan respon psikososial usia
dewasa di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Instrumen ini
terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner data respon
psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung.
Kuesioner data demografi yang terdiri dari kode responden (inisial), umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku, dan jumlah anak. Kuesioner data
demografi ini tidak diteliti, tetapi hanya sebagai data pelengkap untuk mengetahui
Sedangkan bagian kedua berisi pernyataan yang menggambarkan respon
psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan
Payung Kabupaten Karo.
1. Kuesioner dewasa awal terdiri dari 20 pernyataan, mengenai karier meliputi
pernyataan nomor 6, 8, 9, dan 13, pernyataan seksualitas nomor 18, pernyataan masa
lajang nomor 1, 2, 3, 5, 10,11 dan 16, pernyataan masa menjadi orang tua nomor 19,
20, dan pernyataan kesehatan psikososial nomor 4, 7, 12, 14, 15, dan 17. Pernyataan
menggunakan skala Likert dengan cara menetapkan skor jawaban terhadap
pernyataan pada pilihan Selalu (SL) =4, Sering (SR) = 3, Kadang-kadang (KD) = 2,
Tidak Pernah (TP) =1.
Berdasarkan rumus statistika menurut ketentuan Sudjana (2005), interval
kelas adalah range (R) dibagi banyak kelas. Range merupakan nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah. Maka R adalah 60. Banyak kelas dibagi menjadi 2 kategori
kelas sehingga di dapat interval kelas yaitu 30, sehingga respon psikososial usia
dewasa awal di Desa Batukarang Kecamatan Payung dikategorikan atas kelas sebagai
berikut:
Respon positif = 51-80
Respon Negatif = 20-50
2. Kuesioner dewasa menengah terdiri dari 25 pernyataan, mengenai transisi karier
pernyataan psikososial keluarga nomor 18, 19, 20 dan 21, dan pernyataan kesehatan
psikososial nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,14,15, 16 dan 17. Pernyataan
menggunakan skala Likert dengan cara menetapkan skor jawaban terhadap
pernyataan pada pilihan Selalu (SL) =4, Sering (SR) = 3, Kadang-kadang (KD) = 2,
Tidak Pernah (TP) =1.
Berdasarkan rumus statistika menurut ketentuan Sudjana (2005), interval
kelas adalah range (R) dibagi banyak kelas. Range merupakan nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah. Maka R adalah 75. Banyak kelas dibagi menjadi 2 kategori
kelas sehingga di dapat interval kelas yaitu 38, sehingga respon psikososial usia
dewasa menengah di Desa Batukarang Kecamatan Payung dikategorikan atas kelas
sebagai berikut:
Respon positif = 64-100
Respon Negatif = 25-63
4. 6. Validitas dan Reliabilitas
4.6.1 Validitas
Uji validitas dilakukan oleh peneliti menggunakan metode validitas isi yaitu
dengan menguji instrumen yang mengacu pada isi dan meminta orang yang ahli,
Departemen Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu
Walter, S. Kep. Ns,M.Kep., Sp.KepJ.
4.6.2 Reliabilitas
Setelah dilakukan uji validitas kemudian dilanjutkan dengan uji reliabilitas
yang dilakukan pada 30 orang responden yang memenuhi kriteria inklusi yang sama
dengan sampel penelitian. Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg)
bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas dilakukan di
Desa Payung Kecamatan Payung Kabupaten Karo dengan menggunakan Internal
Consistency atau dengan menguji sekali saja. Jumlah responden dibagi dalam dua
karegori usia yaitu pada usia dewasa awal 15 orang responden dan usia dewasa
menengah 15 orang responden.
Kemudian instrumen di analisis dengan tehnik Cronbach Alpha dengan nilai
reliabilitas instrumen usia dewasa awal sebesar 0,767 dan pada usia dewasa
menengah sebesar 0,809. Hal ini reliable karena nilai reliabilitasnya >0,70 (Polit,
4. 7. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner.
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin pelaksanaan
penelitian dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
dan Surat izin dari lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mendatangi sampel yang akan dijadikan responden dengan cara door to door. Pada
saat pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur
pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi
diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden/informed
consent. Kemudian responden yang bersedia langsung diwawancarai oleh peneliti
dengan mengajukan pernyataan-pernyataan langsung kepada responden sesuai
dengan isi kuesioner. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti
memeriksa kelengkapan data responden untuk memastikan kelengkapannya.
Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa oleh peneliti.
4. 8. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisa data melalui beberapa
tahapan. Tahapan pertama editing, yaitu mengecek nomor responden, kelengkapan
(semua pertanyaan sudah terisi) sesuai petunjuk. Tahap kedua coding, yaitu
melakukan peng”kodean” yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner
processing, yaitu memasukkan jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
sudah diberi kode ke dalam program atau software komputer. Tahap keempat adalah
cleaning, yaitu mengecek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2010).
Hasil analisa data demografi dan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi
Sinabung di Desa Batukarang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
untuk melihat gambaran respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di
Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Variabel yang disajikan yaitu
karakteristik demografi responden (umur, jenis kelamin, agama, suku, tingkat
pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, status pernikahan, dan penghasilan per bulan),
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai respon
psikososial usia dewasa awal dan respon psikososial usia dewasa menengah di Desa
Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo pada tanggal 25 April sampai 16
Mei 2015 dengan jumlah responden 97 orang. Responden untuk dewasa awal 48
orang dan responden untuk dewasa menengah 49 orang.
5. 1. Hasil Penelitian
5. 1. 1 Karakteristik Responden Usia Dewasa Awal dan Usia Dewasa Menengah Berdasarkan Data Demografi
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa responden usia dewasa awal
berada pada usia 31-40 tahun yaitu 33 orang (68,8%). Mayoritas berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 46 orang (95,8 %). Berdasarkan agama responden
beragama Khatolik yaitu sebanyak 21 orang (43,8%). Berdasarkan suku responden
seluruhya adalah suku Batak yaitu 48 orang (100%).
Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden berada dalam tingkat SMU
yaitu sebanyak 38 orang (79,2%). Mayoritas dari responden bekerja sebagai petani
sebanyak 38 orang (79,2 %). Berdasarkan jumlah anak responden memiliki 4 orang
anak paling banyak yaitu sekitar 3 orang responden (6,3%). Mayoritas responden
memiliki 2 orang anak yaitu 19 orang responden (39,6%). Berdasarkan penghasilan
perbulan 29 orang responden penghasilannya > Rp. 1.000.000 (60,4 %) dan untuk