PERBANDINGAN PERILAKU TORSI PADA TAMPANG TEBAL DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM ANSYS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
REZA KURNIAWAN
11 0404 034
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Selama ini torsi sangat jarang dibahas dan diperhatikan pada bidang teknik
sipil baik itu pada masa perkuliahan maupun pada saat perencanaan bangunan.
Efek torsi pada struktur akan berbeda bila bentuk penampang berbeda. Untuk
mengantisipasi supaya struktur maka beban torsi perlu diperhitungkan efeknya.
Namun, dengan berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain bangunan yang
tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat penting untuk
diperhatikan dan diperhitungkan. Dengan berkembangnya teknologi, perhitungan
mekanika khususnya torsi dapat dihitung dengan bantuan program ANSYS.
Kesemuanya teori torsi tersebut akan mengacu kepada soap film analogi.
Pada tugas akhir ini, penampang yang dianalisis adalah penampang lingkaran,
persegi, dan persegi panjang. Untuk persegi panjang perbandingan antara tinggi
dan lebarnya adalah 1,5; 2; 3; 4; dan 5. Semua penampang memiliki luas yang
sama. Perilaku torsi yang dianalisis adalah tegangan geser total dan sudut puntir.
Pada kesimpulan tugas akhir ini akan diperoleh bahwa penampang yang terbaik
dalam menahan torsi adalah penampang lingkaran. Di sini juga ditemukan bahwa
semakin besar perbandingan antara tinggi dan lebar penampang pada persegi
panjang, maka semakin buruk penampang tersebut menahan torsi. Perbandingan
antara cara analitis dan ANSYS tidak begitu jauh. Ketelitiannya berada di kisaran
0,9-1.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan
Tugas Akhir yang berjudul “PERBANDINGAN PERILAKU TORSI PADA
TAMPANG TEBAL DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM
ANSYS” ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana di bidang studi Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala.
Tetapi, karena bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, penulisan
Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada pihak yang berperan yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen
Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, dukungan, masukan,
serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Besman Surbakti, M.T dan Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna,M.T.
sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Sanci Barus, M.T. sebagai koordinator Bidang Studi Struktur
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan
memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
7. Kedua orang tua saya Ayahanda Ir. Gunawan Putra dan Ibunda Badrul
Aini yang tak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, motivasi, kasih
saying dan segalanya selama ini. Adik saya, Ade Rizki Fitra, Muhammad
Naufal Ariiq, dan Muhammad Sulthan Nabil, Kakak saya Aulia Fitri serta
seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung dan membantu dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Seluruh keluarga saya sipil 2011 yang telah sangat banyak membantu saya
mulai dari awal proses pengerjaan Tugas Akhir : Nurul, Adri, Rachmat,
Reno, Fahmi, Elvan, Shinta, Tere, Dwi, Yandi, Arief, dan semua yang
tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan
bantuannya selama ini.
9. Buat teman-teman saya Rico, Febri, Fadil, Zezen, Begi, Indra, Cut,
Frengki, Putra, Cita, Tika, Dani, Vina, Nisa terima kasih atas dukungannya
selama ini.
10.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya
dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saya menerima kritik dan saran yang membangun
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR NOTASI ... xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan ... 3
1.4.Pembatasan Masalah ... 4
1.5.Metodologi Penelitian ... 4
1.6.Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Torsi ... 6
2.2. Elastisitas ... 7
2.3. Tegangan ... 8
2.4. Regangan ... 13
2.6. Analogi Membran Elastis oleh Prandtl (Soap Film Analogy) ... 19
2.7. Analisis Torsi Pada Tampang Sembarang (Metode Semi-Invers Saint-Venant) ... 22
2.8. Hubungan Momen Torsi dengan Fungsi Torsi ... 28
2.9. Torsi pada Tampang Lingkaran ... 29
2.10. Torsi pada Tampang Segi Empat ... 32
2.11. Tulangan Torsi pada Beton Bertulang... 33
2.12. Momen Torsi yang Harus Ditinjau dalam Desain Beton Bertulang ... 34
2.13. Tegangan Torsi pada Beton Bertulang ... 34
2.14. Tulangan Torsi yang Disyaratkan Peraturan SNI-03-2847-2002 ... 36
2.15. Kekuatan Momen Torsi pada Beton Bertulang ... 37
2.16. Perencanaan Tulangan Torsi ... 38
2.17. Retak pada Balok Bertulang ... 38
2.18. Metode Elemen Hingga ... 40
2.19. Peranan ANSYS dalam Bidang Engineering ... 41
BAB III PERILAKU TORSI PADA TAMPANG TEBAL 3.1. Analisa Struktur ... 43
3.1.1. Momen Lentur ... 43
3.1.2. Gaya Geser ... 44
3.1.3. Momen Torsi ... 45
3.2. Perilaku Torsi pada Tampang Lingkaran ... 45
3.2.1. Properties Penampang... 45
3.2.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 46
3.2.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 48
3.2.5. Crack ... 51
3.3. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi ... 52
3.3.1. Properties Penampang... 52
3.3.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 53
3.3.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 54
3.3.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 56
3.3.5. Crack ... 58
3.4. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 1,5 ... 59
3.4.1. Properties Penampang... 59
3.4.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 60
3.4.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 61
3.4.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 63
3.4.5. Crack ... 65
3.5. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 2 ... 66
3.5.1. Properties Penampang... 66
3.5.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 67
3.5.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 68
3.5.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 70
3.5.5. Crack ... 72
3.6. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 3 ... 73
3.6.1. Properties Penampang... 73
3.6.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 74
3.6.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 75
3.6.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 77
3.7. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 4 ... 80
3.7.1. Properties Penampang... 80
3.7.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 81
3.7.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 82
3.7.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 84
3.7.5. Crack ... 87
3.8. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 5 ... 88
3.8.1. Properties Penampang... 88
3.8.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 89
3.8.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 90
3.8.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 92
3.8.5. Crack ... 95
BAB IV PENGGUNAAN ANSYS DALAM ANALISIS TORSI 4.1. Pendahuluan ... 96
4.1.1. Jenis Elemen yang Digunakan... 96
4.1.2. Permodelan Material ... 96
4.1.3. Permodelan Struktur ... 96
4.2. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Lingkaran ... 97
4.2.1. Permodelan Penampang ... 97
4.2.2. Sudut Puntir ... 98
4.2.3. Tegangan Geser Total... 99
4.2.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 101
4.3. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi ... 103
4.3.2. Sudut Puntir ... 104
4.3.3. Tegangan Geser Total... 105
4.3.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 107
4.4. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 1,5 ... 109
4.4.1. Permodelan Penampang ... 109
4.4.2. Sudut Puntir ... 110
4.4.3. Tegangan Geser Total... 111
4.4.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 113
4.5. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 2 ... 115
4.5.1. Permodelan Penampang ... 115
4.5.2. Sudut Puntir ... 116
4.5.3. Tegangan Geser Total... 117
4.5.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 119
4.6. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 3 ... 121
4.6.1. Permodelan Penampang ... 121
4.6.2. Sudut Puntir ... 122
4.6.3. Tegangan Geser Total... 123
4.6.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 125
4.7. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 4 ... 127
4.7.2. Sudut Puntir ... 128
4.7.3. Tegangan Geser Total... 129
4.7.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 131
4.8. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 5 ... 133
4.8.1. Permodelan Penampang ... 133
4.8.2. Sudut Puntir ... 134
4.8.3. Tegangan Geser Total... 135
4.8.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 137
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 139
5.2. Saran ... 141
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Koefisien α, β, X berdasarkan perbandingan a/b ... 33
Tabel 3.1 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan
sudut puntir pada tampang lingkaran ... 46
Tabel 3.2 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan
sudut puntir pada tampang persegi ... 53
Tabel 3.3 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan
sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 1,5 ... 60
Tabel 3.4 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan
sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 2 ... 67
Tabel 3.5 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan
sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 3 ... 74
Tabel 3.6 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan
sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 4 ... 81
Tabel 3.7 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan
sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 5 ... 89
Tabel 4.1 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang lingkaran dengan
bantuan program ANSYS ... 98
Tabel 4.2 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang
lingkaran dengan metode analitis dan ANSYS ... 101
Tabel 4.3 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi dengan
bantuan program ANSYS ... 104
Tabel 4.4 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang
persegi dengan metode analitis dan ANSYS ... 107
Tabel 4.5 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang
a/b = 1,5 dengan bantuan program ANSYS ... 110
Tabel 4.6 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang
persegi panjang (a/b = 1,5) dengan metode analitis dan ANSYS ... 113
Tabel 4.7 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang
Tabel 4.8 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang
persegi panjang (a/b = 2) dengan metode analitis dan ANSYS ... 119
Tabel 4.9 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang
a/b = 3 dengan bantuan program ANSYS ... 122
Tabel 4.10 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang
persegi panjang (a/b = 3) dengan metode analitis dan ANSYS ... 125
Tabel 4.11 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang
a/b = 4 dengan bantuan program ANSYS ... 128
Tabel 4.12 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang
persegi panjang (a/b = 4) dengan metode analitis dan ANSYS ... 131
Tabel 4.13 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang
a/b = 5 dengan bantuan program ANSYS ... 134
Tabel 4.14 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Arah kerja torsi sesuai kaidah tangan kanan dan panah
Lengkung ... 6
Gambar 2.2 Benda Tampang Sembarang yang Dibebani Oleh Gaya-gaya Luar ... 8
Gambar 2.3 Komponen-komponen Tegangan yang Bekerja pada Kubus Kecil ... 10
Gambar 2.4 Potongan Melintang Kubus yang Melalui Titik P ... 10
Gambar 2.5 Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus Kecil dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja ... 12
Gambar 2.6 Elemen Kecil Berdimensi dx dy dz ... 14
Gambar 2.7 Perpindahan Titik P, A, dan B ... 14
Gambar 2.8 Perubahan Bentuk Segi Empat Parallelogram ... 17
Gambar 2.9 Analogi Selaput Sabun (Soap Film Analogy) ... 20
Gambar 2.10 Elemen Torsi dengan Tampang Sembarang ... 22
Gambar 2.11 Potongan Melintang Suatu Elemen Torsi ... 23
Gambar 2.12 Potongan Melintang Elemen Torsi ... 27
Gambar 2.13 Tampang Lingkaran Selama Diberi Puntir Tetap ... 29
Gambar 2.14 Diagram Tegangan Torsi pada Tampang Segi Empat ... 33
Gambar 2.16 Tegangan Torsi dan Geser dalam Balok Pejal ... 35
Gambar 2.17 Rangka Batang Ruang Fiktif ... 37
Gambar 2.18 Pola Retak Akibat Torsi Murni... 39
Gambar 2.19 Teori Skew Bending ... 40
Gambar 3.1 Sistem struktur ... 43
Gambar 3.2 Bidang Momen Lentur pada balok ... 44
Gambar 3.3 Bidang Geser pada balok ... 44
Gambar 3.4 Bidang Momen Torsi pada balok ... 45
Gambar 3.5 Grafik Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada Tampang Lingkaran ... 47
Gambar 3.6 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang lingkaran ... 48
Gambar 3.7 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada Tampang Persegi ... 54
Gambar 3.8 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang persegi ... 55
Gambar 3.9 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 1,5 ... 61
Gambar 3.11 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada
Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 2 ... 68
Gambar 3.12 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang
persegi panjang dengan a/b = 2 ... 69
Gambar 3.13 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir
pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 3 ... 75
Gambar 3.14 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang persegi
panjang dengan a/b = 3 ... 76
Gambar 3.15 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir
pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 4 ... 82
Gambar 3.16 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang
persegi panjang dengan a/b = 4 ... 84
Gambar 3.17 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir
pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 5 ... 90
Gambar 3.18 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang
persegi panjang dengan a/b = 5 ... 92
Gambar 4.1 Permodelan Penampang Lingkaran ... 97
Gambar 4.2 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang lingkaran ... 99
Gambar 4.3 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara panjang bentang dan sudut puntir
pada tampang lingkaran dengan cara analitis dan ANSYS ... 102
Gambar 4.5 Permodelan Penampang Persegi ... 103
Gambar 4.6 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang persegi ... 105
Gambar 4.7 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok
berpenampang persegi dalam satuan MPa ... 106
Gambar 4.8 Grafik hubungan antara panjang bentang dan sudut
puntir pada tampang persegi dengan cara analitis dan
ANSYS ... 108
Gambar 4.9 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 1,5 ... 109
Gambar 4.10 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang
persegi panjang dengan a/b = 1,5 ... 111
Gambar 4.11 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok
berpenampang persegi panjang dengan a/b = 1,5 dalam
satuan MPa ... 112
Gambar 4.12 Grafik hubungan antara panjang bentang dan sudut
puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 1,5) dengan
cara analitis dan ANSYS ... 114
Gambar 4.13 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 2 ... 115
Gambar 4.14 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang
Gambar 4.15 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok
berpenampang persegi panjang dengan a/b = 2 dalam
satuan MPa ... 118
Gambar 4.16 Grafik hubungan antara panjang bentang dan sudut
puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 2) dengan
cara analitis dan ANSYS ... 120
Gambar 4.17 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 3 ... 121
Gambar 4.18 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang
persegi panjang dengan a/b = 3 ... 113
Gambar 4.19 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok
berpenampang persegi panjang dengan a/b = 3 dalam
satuan MPa ... 124
Gambar 4.20 Grafik hubungan antara panjang bentang dan
sudut puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 3)
dengan cara analitis dan ANSYS ... 126
Gambar 4.21 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 4 ... 127
Gambar 4.22 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang
persegi panjang dengan a/b = 4 ... 129
Gambar 4.23 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok
berpenampang persegi panjang dengan a/b = 4 dalam
Gambar 4.24 Grafik hubungan antara panjang bentang dan
sudut puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 4)
dengan cara analitis dan ANSYS ... 132
Gambar 4.25 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 5 ... 133
Gambar 4.26 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang
persegi panjang dengan a/b = 5 ... 135
Gambar 4.27 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok
berpenampang persegi panjang dengan a/b = 5
dalam satuan MPa ... 136
Gambar 4.28 Grafik hubungan antara panjang bentang dan
sudut puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 5)
DAFTAR NOTASI
a = tinggi penampang
b = lebar penampang D = diameter penampang
E = modulus elastisitas
G = modulus geser
J = inersia torsi
MA,B,C = momen lentur di titik A, B, atau C
MT = momen torsi P = beban terpusat
q = berat isi material
r = jari-jari penampang
τzx,zy = tegangan geser
ABSTRAK
Selama ini torsi sangat jarang dibahas dan diperhatikan pada bidang teknik
sipil baik itu pada masa perkuliahan maupun pada saat perencanaan bangunan.
Efek torsi pada struktur akan berbeda bila bentuk penampang berbeda. Untuk
mengantisipasi supaya struktur maka beban torsi perlu diperhitungkan efeknya.
Namun, dengan berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain bangunan yang
tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat penting untuk
diperhatikan dan diperhitungkan. Dengan berkembangnya teknologi, perhitungan
mekanika khususnya torsi dapat dihitung dengan bantuan program ANSYS.
Kesemuanya teori torsi tersebut akan mengacu kepada soap film analogi.
Pada tugas akhir ini, penampang yang dianalisis adalah penampang lingkaran,
persegi, dan persegi panjang. Untuk persegi panjang perbandingan antara tinggi
dan lebarnya adalah 1,5; 2; 3; 4; dan 5. Semua penampang memiliki luas yang
sama. Perilaku torsi yang dianalisis adalah tegangan geser total dan sudut puntir.
Pada kesimpulan tugas akhir ini akan diperoleh bahwa penampang yang terbaik
dalam menahan torsi adalah penampang lingkaran. Di sini juga ditemukan bahwa
semakin besar perbandingan antara tinggi dan lebar penampang pada persegi
panjang, maka semakin buruk penampang tersebut menahan torsi. Perbandingan
antara cara analitis dan ANSYS tidak begitu jauh. Ketelitiannya berada di kisaran
0,9-1.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Selama ini torsi sangat jarang dibahas dan diperhatikan pada bidang teknik
sipil baik itu pada masa perkuliahan maupun pada saat perencanaan bangunan.
Terlebih lagi, pada saat tidak ada gempa dan bentuk bangunannya simetris maka
torsi tidak akan terjadi. Untuk bangunan yang bentuknya beraturan, torsi sangat
kecil dan dapat diasumsikan tidak berpengaruh pada bangunan, maka seringkali
diabaikan. Umumnya, beban yang diperhitungkan untuk perencanaan adalah gaya
aksial dan beban vertikal. (Sitepu B, 2014)
Dalam torsi ada 3 jenis analisa antara lain:
a. Torsi pada tampang tebal seperti bujur sangkar, bulat dan persegi panjang.
b. Torsi pada tampang tipis terbuka seperti profil I, profil canal, profil z.
c. Torsi pada tampang tipis tertutup seperti tampang hollow dan pipa.
Kesemuanya teori torsi tersebut akan mengacu kepada soap film analogi.
(Timoshenko, 1986), (Tarigan J, 2014).
Torsi yang tidak dikehendaki, misalnya beban dari angin pada rangka atap,
kondisi tikungan jalan menyebabkan torsi pada body kendaraan yang berjalan,
sulit untuk diprediksi. Efek torsi pada struktur akan berbeda bila bentuk
penampang berbeda. Untuk mengantisipasi supaya struktur maka beban torsi perlu
berbeda, misalnya penampang berbentuk sirkular perhitungan cukup dengan
matematis biasa (Suparmin, 2005).
Namun, dengan berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain
bangunan yang tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat
penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan. Torsi disebabkan karena
eksentrisitas antara pusat kekakuan massa dan pusat massa bangunan yang besar.
Dengan kata lain, perbandingan antara sisi terpanjang bangunan dan sisi
terpendek bangunan besar. Maka, jika ada gaya gempa, gaya angin, ataupun
gelombang air, akan terjadi torsi yang cukup berpengaruh untuk bangunan
tersebut.
Torsi tidak hanya terjadi pada kolom, torsi juga dapat terjadi pada balok.
Ini disebabkan oleh beban yang bekerja dari pelat lantai dan balok anak (Erwin,
2008).
Dalam perencanaan struktur, hampir semua balok hanya dirancang
memikul momen lentur dan geser pada sumbu mayor saja, sedangkan dalam arah
minor balok dianggap menyatu dengan lantai sehingga tidak diperhitungkan. Jika
dalam kenyataannya perlu perencanaan lentur dalam arah minor maka perencana
harus menghitung tersendiri, termasuk jika timbul torsi. Sebagian besar beban
torsi terabaikan karena dianggap jarang sekali terjadi dan tidak penting. Sulitnya
memprediksi pengaruh torsi yang terjadi sehingga efek dari torsi sering diabaikan
oleh perencana dalam merencanakan struktur padahal torsi harus direncanakan
dengan analisa tiga dimensi telah mengingatkan perencana untuk merencanakan
struktur bangunan yang dapat menerima torsi (Trahair dan Pi, 1997).
Dengan berkembangnya teknologi, perhitungan mekanika khususnya torsi
dapat dihitung dengan bantuan program ANSYS. Program ini dapat
menguntungkan karena dapat menghitung yang detail dan rumit serta mengurangi
kesalahan perhitungan.
Maka dari itu, melalui tugas akhir ini penulis akan melakukan penelitian
dengan judul “Perbandingan Perilaku Torsi pada Tampang Tebal dengan Cara
Analitis dan Program ANSYS”.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini, penulis akan melakukan studi parameter, yaitu
membandingkan perilaku torsi dengan tampang tebal yaitu dengan perhitungan
manual dan dengan bantuan program ANSYS. Jadi permasalahannya adalah
bagaimana perilaku torsi jika memakai program ANSYS.
1.3. Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini yaitu :
Mengetahui perilaku torsi pada tampang tebal
1.4. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian
adalah:
Perilaku torsi di sini adalah tegangan geser total akibat adanya torsi dan sudut
puntir
Tampang tebal yang dimaksud adalah tampang persegi, tampang persegi
panjang, dan tampang lingkaran
Material terdiri dari beton
Penulangan dan berat sendiri material diabaikan
Perbandingan tinggi dan lebar pada penampang persegi panjang adalah 1,5; 2;
3; 4; dan 5
Program ANSYS yang digunakan adalah ANSYS APDL
Elemen yang digunakan pada ANSYS adalah BEAM188
1.5. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah dengan
kajian literatur, yaitu mengumpulkan teori-teori dan rumus-rumus yang
dibutuhkan untuk merencanakan dan menganalisa melalui beberapa sumber antara
lain: buku-buku, jurnal-jurnal, standar-standar yang berkaitan dengan tugas akhir
ini yang dapat diakses melalui internet , masukan-masukan dari dosen
pembimbing dan sebagainya. Kemudian, analisa dilakukan dengan cara analitis
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan ini disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan memuat tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan,
pembatasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan tentang pokok-pokok kajian, yaitu teori-teori dan
rumus-rumus yang digunakan untuk perhitungan torsi.
Bab III Perilaku Torsi pada Tampang Tebal
Bab ini memuat tentang perhitungan perilaku torsi pada tampang tebal dengan
cara analitis
Bab IV Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi
Bab ini memuat tentang perhitungan perilaku torsi pada tampang tebal dengan
menggunakan program ANSYS.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi penutup dari laporan tugas akhir, meliputi kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Torsi
Erwin (2009) berpendapat bahwa torsi adalah puntir yang terjadi pada
batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung
menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang. Sebagai contoh dalam
kehidupan sehari-hari yaitu jika seseorang memutar obeng, maka tangannya
memberikan torsi ke obeng.
Gambar 2.1 Arah kerja torsi sesuai kaidah tangan kanan dan panah lengkung
Demikian pula halnya dengan komponen struktur suatu bangunan. Jika
diperhatikan lebih seksama, sebenarnya balok-balok pada bangunan mengalami
torsi akibat beban-beban pada pelat. Demikian pula halnya dengan kolom. Namun
torsi pada kolom kebanyakan diakibatkan oleh gaya-gaya yang arahnya horizontal
seperti gaya angin ataupun gempa. Berikut ini beberapa ilustrasi yang
memperlihatkan adanya torsi yang terjadi pada balok dan kolom.
Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk kopel yang
dari statika, momen kopel merupakan hasil kali dari gaya dan jarak tegak lurus
antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah ft) dan
(lb-in), sedangkan untuk satuan SI adalah (N.m).
Untuk mudahnya, momen kopel sering dinyatakan dengan vektor dalam
bentuk panah berkepala ganda. Panah ini berarah tegak lurus bidang yang
mengandung kopel, sehingga dalam hal ini kedua panah sejajar dengan sumbu
batang. Arah momen ditunjukkan dengan kaidah tangan kanan untuk vektor
momen yaitu dengan menggunakan tangan kanan, empat jari selain jempol dilipat
untuk menunjukkan momen sehingga jempol akan menunjuk arah vektor.
Representasi momen yang lain adalah dengan menggunakan panah lengkung yang
mempunyai arah torsi.
Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen
puntir atau momen torsi. Batang yang menyalurkan daya melalui rotasi disebut
poris atau as (shaft). Dalam tugas akhir ini, shaft yang akan dibahas secara khusus
adalah shaft yang dalam bidang teknik struktur bangunan banyak dijumpai yaitu
pada balok dan kolom struktur beton bertulang.
2.2. Elastisitas
Elastisitas ialah sifat suatu bahan apabila gaya luar mengakibatkan
perubahan bentuk (deformation) tidak melebihi batas tertentu, maka perubahan
bentuk akan hilang setelah gaya dilepas. Hampir semua bahan teknik memiliki
sifat elastisitas ini (Erwin,2009).
Dalam pembahasan torsi dalam tugas akhir ini, bahan-bahan akan
dianggap bersifat elastis sempurna yaitu benda akan kembali seperti semula secara
2.3. Tegangan
Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap
satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang
dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada Gambar 2.2. Akibat kerja gaya luar
, dan , maka akan terjadi gaya dalam di antara benda. Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi
menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O
(Erwin,2009).
Gambar 2.2. Benda Tampang Sembarang yang Dibebani Oleh Gaya-gaya Luar
Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat
bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diperoleh dengan
membagi gaya tarik total P dengan luas potongan penampang A.
Untuk memperoleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil δA,
misalnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya yang bekerja pada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan bagian B terhadap
bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante δP. Apabila tekanan
diberikan pada luas elemen δA, harga batas δP/ δA akan menghasilkan besar
tegangan yang bekerja pada potongan penampang mm pada titik O dan arah batas resultante δP adalah arah tegangan.
Umumnya arah tegangan ini miring terhadap luas δA tempat gaya bekerja
sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu tegangan normal
yang tegak lurus terhadap luas dan tegangan geser yang bekerja pada bidang luas
δA.
Tegangan normal dinotasikan dengan huruf dan tegangan geser dengan
huruf . Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja,
digunakan subscript terhadap huruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subscript yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar terhadap sumbu koordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subscript
dimana huruf pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjau
dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar 2.3
menunjukkan arah komponen-komponen tegangan yang bekerja pada suatu
Gambar 2.3. Komponen-komponen Tegangan yang Bekerja pada Kubus Kecil
Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini
diperlukan tiga simbol untuk tegangan normal dan simbol
untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan
elemen secara sederhana, maka jumlah simbol tegangan geser dapat dikurangi
menjadi tiga
.
Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang
melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada Gambar 2.4. yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat
elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda
yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan
gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linear kuadrat. Oleh karena itu, untuk
elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan
gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen.
Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusi
gaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan
menjadi nol dalam limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau
sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada Gambar
2.4. adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah :
(2.1)
Dua persamaan lain dapat diperoleh dengan cara yang sama sehingga
didapatkan :
(2.2)
Dengan demikian enam besaran
cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang
Jika kubus pada Gambar 2.3. diberikan suatu komponen gaya per satuan
volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, dan z maka gambar komponen tegangan dalam Gambar 2.3. akan menjadi seperti pada Gambar 2.5. di
bawah ini.
Gambar 2.5. Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus kecil dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja
Sesudah dibagi dengan , maka akan didapatkan persamaan
kesetimbangan yaitu:
Persamaan (2.3) ini harus dipenuhi di semua titik di seluruh volume benda.
Tegangan berubah di seluruh volume benda, dan apabila sampai pada permukaan,
tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya
luar yang bekerja pada permukaan benda (Timoshenko, S., 1958).
2.4. Regangan
Erwin (2009) menyatakan bahwa regangan didefinisikan sebagai suatu
perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya.
Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan
besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan
demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung
pada sistem satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil
karena batang yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan
panjang yang kecil apabila dibebani.
Dalam membahas perubahan bentuk benda elastis, selalu dianggap bahwa
benda terkekang sepenuhnya sehingga tidak bisa bergerak sebagai benda kaku
sehingga tidak mungkin ada perpindahan partikel benda tanpa perubahan bentuk
benda tersebut.
Pada pembahasan ini yang ditinjau hanya perubahan bentuk yang kecil
yang biasa terjadi pada struktur teknik. Perpindahan kecil partikel yang berubah
bentuk ini diuraikan ke dalam komponen u, v, w berturut-turut sejajar dengan sumbu koordinat. Besar komponen ini dianggap sangat kecil dan bervariasi di
Gambar 2.6. Elemen Kecil Berdimensi dx dy dz
Tinjau elemen kecil dx dy dz dari sebuah benda elastis seperti terlihat pada Gambar 2.6. Apabila benda mengalami perubahan bentuk dan u, v, w merupakan komponen perpindahan titik P, perpindahan titik di dekatnya, A, dalam arah x
pada sumbu x adalah orde pertama dalam dx, yaitu u + (δu/δx) dx akibat pertambahan fungsi u sebesar (δu/δx) dx sesuai dengan pertambahan panjang elemen PA akibat perubahan bentuk adalah (δu/δx) dx. Sedangkan satuan perpanjangan (unit elongation) pada titik P dalam arah x adalah (δu/δx). Dengan cara yang sama, maka diperoleh satuan perpanjangan dalam arah y dan z adalah
(δv/δy) dan (δw/δz).
Sekarang tinjaulah pelentingan sudut antara elemen PA dan PB dalam
Gambar 2.7. Apabila u dan v adalah perpindahan titik P dalam arah x dan y,
perpindahan titik A dalam arah y dan titik B dalam arah x berturut-turut adalah v + (δv/δx) dx dan u + (δu/δy) dy. Akibat perpindahan ini, maka P’A’ merupakan arah
baru elemen PA yang letaknya miring terhadap arah awal dengan sudut kecil yang
ditunjukkan pada gambar, yaitu sama dengan (δv/δx). Dengan cara yang sama
arah P’B’ miring terhadap PB dengan sudut kecil (δu/δy). Dari sini dapat dilihat
bahwa sudut awal APB yaitu sudut antara kedua elemen PA dan PB berkurang
sebesar (δv/δx) + (δu/δy). Sudut ini adalah regangan geser (shearing strain)
antara bidang xz dan yz. Regangan geser antara bidang xy dan xz dan yx dan yz
dapat diperoleh dengan cara yang sama.
Selanjutnya kita menggunakan huruf untuk satuan perpanjangan dan
huruf y untuk regangan geser. Untuk menunjukkan arah regangan digunakan
subscript yang sama terhadap huruf ini sama seperti untuk komponen tegangan. Kemudian diperoleh dari pembahasan di atas beberapa besaran berikut:
Keenam besaran ini disebut sebagai komponen regangan geser
2.5. Hukum Hooke
Hubungan linear antara komponen tegangan dan komponen regangan
umumnya dikenal sebagai hukum Hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberikan oleh:
(2.5)
dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik (modulus of elasticity in tension).
Bahan yang digunakan di dalam struktur biasanya memiliki modulus yang
sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besar perpanjangannya
sangat kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikuti dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu
(2.6)
dimana adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio Poisson (Poisson’s
Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan 0,25. Untuk struktur baja biasanya diambil sama dengan 0,3.
Apabila elemen di atas mengalami kerja tegangan normal secara
serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapat
diperoleh dari persamaan (2.5) dan (2.6) yaitu:
[ ( )]
[ ] (2.7)
[ ( )]
Pada persamaan (2.7), hubungan antara perpanjangan dan tegangan
dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan
tegangan geser (Timoshenko, S., 1958).
Gambar 2.8. Perubahan Bentuk Segi Empat Parallelogram
Tinjaulah kasus khusus yaitu perubahan bentuk segi empat paralellogram
dimana , , dan . Potonglah sebuah elemen abcd dengan bidang yang sejajar dengan sumbu x dan terletak 45° terhadap sumbu y dan z
(Gambar 2.8). Dengan menjumlah gaya sepanjang dan tegak lurus bc, bahwa tegangan normal pada sisi elemen ini nol dan tegangan geser pada sisi ini adalah:
⁄ ( ) (2.8)
Kondisi tegangan seperti itu disebut geser murni (pure shear).
Pertambahan panjang elemen tegak Ob sama dengan berkurangnya panjang b
a
d
c o
b
o
kedua, kita bisa menyimpulkan bahwa panjang elemen ab dan bc tidak berubah selama terjadinya perubahan bentuk. Sudut antara sisi ab dan bc berubah dan besar regangan geser yang bersangkutan bisa diperoleh dari segitiga Obc. Sesudah perubahan bentuk akan didapatkan:
persamaan (2.7) maka akan diperoleh :
[ ]
[ ]
Maka diperoleh hubungan antara regangan dengan regangan geser :
(2.9)
Hubungan antara regangan dan tegangan geser didefinisikan oleh konstanta E dan
v yaitu:
Jika digunakan notasi :
(2.11)
Maka persamaan (2.10) akan menjadi :
(2.12)
dimana konstanta G didefinisikan oleh persamaan (2.11), dan disebut modulus elastisitas dalam geser (modulus of elasticity in shear) atau modulus kekakuan
(modulus of rigidity).
Apabila tegangan geser bekerja ke semua sisi elemen, seperti terlihat pada
Gambar 2.4, pelentingan sudut antara dua sisi yang berpotongan hanya tergantung
kepada komponen tegangan geser yang bersangkutan dan diperoleh (Timoshenko,
S., 1958). :
2.6. Analogi Membran Elastis oleh Prandtl (Soap Film Analogy)
Untuk pembahasan analogi membran ini, potonglah suatu bukaan pada
potongan melintang dari elemen yang mengalami torsi untuk diselidiki.
Anggaplah bukaan ini ditutupi oleh sejenis membran elastis yang homogen,
Gambar 2.9. Analogi Selaput Sabun (Soap Film Analogy)
Kemudian tinjaulah suatu elemen membran elastis ABCD dengan dimensi
dx dy seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9. Dengan menggunakan z sebagai besaran perpindahan lateral dari membran elastis, p adalah tekanan lateral dalam
gaya per satuan luas, dan S sebagai tegangan inisial dalam gaya per satuan panjang, maka gaya vertical murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AD dan BC dari membran (dengan mengasumsikan perpindahan
yang terjadi adalah sangat kecil sehingga nilai sin α ≈ tan α ) berturut-turut adalah
Dengan cara yang sama akan diperoleh gaya vertikal murni yang
diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AB dan DC berturut-turut adalah
( )
Jika keempat gaya vertikal di atas dijumlahkan maka akan diperoleh
persamaan membran untuk elemen dx dy adalah sebagai berikut
( ) ( )
( ) ( )
(2.13)
2.7. Analisis Torsi Pada Tampang Sembarang (Metode Semi-Invers Saint-Venant)
Gambar 2.10. Elemen Torsi dengan Tampang Sembarang
Anggap suatu bahan yang mengalami torsi dengan suatu potongan
melintang seragam dari tampang sembarang seperti terlihat pada Gambar 2.10
Tegangan yang didistribusikan pada ujung-ujung yaitu dan akan
menghasilkan torsi sebesar T. Pada umumnya, semua distribusi tegangan pada
ujung potongan akan menghasilkan torsi.
Menurut Saint-Venant, distribusi tegangan pada potongan yang cukup jauh
dari ujung bergantung hanya pada besar momen torsi dan tidak tergantung pada
distribusi tegangan pada ujungnya. Oleh karena itu, untuk suatu elemen torsi
panjang, distribusi tegangan pada ujung tidak akan mempengaruhi distribusi pada
bagian makro dari elemen torsi.
Metode Saint-Venant dimulai dengan suatu perkiraan komponen
perpindahan akibat torsi. Perkiraan ini didasarkan pada perubahan geometri yang
terjadi pada elemen torsi yang terdeformasi. Saint-Venant mengasumsikan tiap
elemen torsi lurus dengan tampang tetap selalu memiliki suatu sumbu putar yang
tegak lurus terhadap potongan melintangnya yang bertindak sebagai poros kaku
Tinjau suatu titik P dengan koordinat (x, y, z) dari pusat O sebelum mengalami deformasi. Setelah mengalami deformasi akibat torsi, P bergerak ke
P’, P akan berpindah sejauh w sejajar sumbu z karena warping (distorsi ke arah
luar bidang) dari potongan melintang dan berpindah sejauh u dan v sejajar sumbu
x dan sumbu y karena rotasi dasar potongan melintang di mana P berada dengan sudut puntir sebesar β terhadap poros. Sedangkan sudut puntir β ini bervariasi
menurut jarak z dari poros. Dapat dituliskan bahwa dβ/dz sebagai suatu laju puntiran . Maka pada jarak z dari pusat O, sudut puntir adalah sebesar β = .
Gambar 2.11. Potongan Melintang Suatu Elemen Torsi
Dengan mengacu pada Gambar 2.11., diperoleh :
[ ] [ ]
[ ] [ ]
Untuk perpindahan yang sangat kecil, akan diperoleh nilai-nilai sin β = β dan cos
β = 1, maka :
Sedangkan untuk komponen w diambil :
Dimana adalah fungsi warping.
Setelah komponen perpindahan ini diperoleh, maka kita akan
mensubstitusikan nilai-nilai u, v, dan w ke dalam persamaan (2.4) dan diperoleh:
Tinjau kembali persamaan (2.3). Untuk komponen yang mengalami torsi
murni, , , , , , , sehingga dari
tergantung pada z dam komponen tegangan harus memenuhi persamaan (2.15.c). Oleh karena itu, diambil persamaan tegangan geser ini menjadi :
Kemudian kedua persamaan diatas disubstitusikan ke persamaan (2.15.c)
menjadi :
menunjukkan bahwa persamaan (2.16) yang diambil memenuhi persamaan
(2.15.c).
Tinjau kembali persamaan (2.14). jika masing-masing dan
Jika persamaan (2.17.a) dengan (2.17.b), maka akan diperoleh :
(2.18)
Substitusikan hubungan antara regangan geser dengan tegangan geser pada
persamaan (2.4) ke dalam persamaan (2.18), maka akan diperoleh:
Maka didapatkan suatu persamaan yang kemudian akan kita kenal sebagai
persamaan torsi :
Persamaan (2.20) akan digunakan untuk menurunkan fungsi torsi dengan bantuan
persamaan analogi membran Prandtl yang telah diturunkan sebelumnya.
Karena permukaan elemen torsi ini bebas dari gaya lateral, maka resultan
dari gaya geser τ pada potongan melintang dari elemen torsi pada keliling
potongan ini harus berarah tegak lurus terhadap garis normalnya. Kedua
komponen tegangan geser dan yang bekerja pada potongan melintang
dengan sisi-sisi dx, dy, dan dx dapat dinyatakan dengan :
Gambar 2.12 Potongan Melintang Elemen Torsi
Dengan mengacu pada Gambar 2.12
(2.21)
Maka didapat :
Dari penyelesaian ini menunjukkan bahwa nilai konstan di sepanjang keliling S.
Karena tegangan merupakan turunan partial dari , maka nilai kontan ini dapat
dianggap nol.
Distribusi dan pada potongan melintang yang dibahas harus
memenuhi ketiga persamaan berikut (Erwin, 2009).:
∑ ∫ ∫ (2.23.a) ∑ ∫ ∫ (2.23.b) ∑ ∫( ) ∫ (2.23.c)
2.8. Hubungan Momen Torsi dengan Fungsi Torsi
Dengan menyelesaikan persamaan 2.23.c, maka akan diperoleh hubungan
antara momen torsi dengan fungsi torsi. Ambillah salah satu komponen integral
dari persamaan (2.23.c). Karena fungsi tegangan tidak bervariasi dalam arah y
untuk sebuah garis setebal dy seperti tampak pada Gambar 2.12. Turunan parsial dapat digantikan dengan suatu turunan total sehingga diperoleh :
∫ ∫ ∫ ∫
| ∫
Mengingat nilai pada tepi-tepi elemen , maka diperoleh :
Langkah yang sama dilakukan untuk komponen lain dari integral pada persamaan
(2.23.c) sehingga diperoleh :
∫ ∫ ∫ ∫
Dengan menjumlahkan kedua komponen ini, maka diperoleh hubungan antara
momen torsi dengan fungsi torsi yaitu (Erwin, 2009). :
∫ ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ (2.24)
2.9. Torsi pada Tampang Lingkaran
Gambar 2.13 Tampang Lingkaran Selama Diberi Puntir Tetap
Pada gambar 2.13 ukuran dari permukaan tampang lingkaran selama diberi puntir
tetap. Diameter dan panjangnya juga tidak berubah dengan catatan bahwa sudut
puntirnya kecil.
Cakram seperti Gambar 2.13.b akan mengikuti arah regangan. Ada putaran
pada bagian bawah tampang terhadap bagian atas tampang membentuk sudut ,
dimana adalah besar putaran dari potongan mn terhadap ujung. Elemen persegi
disebut dalam keadaan geser murni dan besar dari regangan gesernya didapat
dari segitiga kecil cac’ :
Karena c’c membentuk lengkungan kecil dengan jari-jari d/2 sesuai dengan perbedaan dalam sudut putaran dari dua tampang yang berdekatan, maka c’c
= (d/2) dan diperoleh
Untuk balok yang berputar karena torsi pada ujungnya, sudut puntirnya sebanding
dengan panjang bentang dan besar tetap. Besarnya sudut puntir persatuan
panjang balok dinotasikan sebagai θ. Lalu, dari persamaan (2.25) didapatkan :
Tegangan geser yang bekerja pada sisi-sisi elemen dan menghasilkan geser pada
arah tersebut. Besar tegangan gesernya didapat dari persamaan (2.12) yaitu :
Karena d/2 = r, maka dihasilkan :
Timoshenko (1958) menyatakan bahwa kesetimbangan bagian dari balok
berlawanan dengan momen torsi . Untuk tiap elemen pada luasan dA pada Gambar 2.13.c gaya gesernya yaitu . Momen terhadap gaya tersebut adalah
. Maka momen torsinya yaitu
∫ ∫
Dimana Momen inersia polar dari tampang lingkaran dengan
⁄ , maka:
Jika v merupakan sudut puntir maka :
Substitusikan persamaan (2.30) ke persamaan (2.28), sehingga :
Johannes, T. (2014) mengatakan bahwa secara umum, khusus tampang
segi empat, persamaan inersia torsinya yaitu :
α
Dimana, α = koefisien untuk mencari J a = tinggi penampang
b = lebar penampang
Untuk mencari tegangan geser akibat torsi pada tampang segi empat, dapat
dihitung dengan rumus :
τ
τ τ
Dimana,
β
Keterangan, , β, X = koefisien untuk mencari tegangan geser a = tinggi penampang
b = lebar penampang
τ = tegangan geser maksimum akibat torsi
Gambar 2.14. Diagram Tegangan Torsi pada Tampang Segi Empat
Tabel 2.1. koefisien α, β, X berdasarkan perbandingan a/b
a/b α β X
1 0,141 4.81 1.000 1.5 0,196 4.33 0.853 2 0,229 4.06 0.796 2.5 0,249 3.88 0.768 3 0,263 3.74 0.753 4 0,281 3.55 0.745 5 0,291 3.43 0.744 6 0,299 3.35 0.743 8 0,307 3.26 0.743 10 0,312 3.20 0.743 - 0,333 3.00 0.743
2.11. Tulangan Torsi pada Beton Bertulang
Batang beton bertulang yang menerima gaya torsi besar akan runtuh secara
mendadak jika tidak diberikan tulangan torsi. Penambahan tulangan torsi tidak
mengubah besar torsi yang akan menyebabkan retak tarik diagonal, melainkan
mencegah batang tersebut terpisah. Oleh karena itu, tulangan torsi ini akan
menunjukkan bahwa tulangan longitudinal dan sengkang tertutup (atau spiral)
perlu dipasang untuk menahan sejumlah retak tarik diagonal yang terjadi pada
seluruh permukaan dari batang yang menerima gaya torsi cukup besar (Jack C.
McCormac, 2004).
2.12. Momen Torsi yang Harus Ditinjau dalam Desain Beton Bertulang
Jack C. McCormac (2004) menyatakana bahwa momen torsi dikenal
sebagai torsi keseimbangan dan torsi kompatibilitas. Berikut penjelasannya :
Torsi keseimbangan. Untuk struktur statis tertentu, hanya ada satu alur di
mana momen torsi dapat dipindahkan ke tumpuan. Jenis momen torsi ini
disebut torsi keseimbangan atau torsi statis tertentu dan tidak dapat
direduksi oleh redistribusi gaya dalam atau oleh rotasi batang.
Torsi kompatibilitas. Momen torsi pada bagian tertentu dari struktur statis
tak tentu dapat direduksi cukup besar jika bagian struktur tersebut retak
akibat torsi dan berotasi. Hasilnya adalah redistribusi gaya dalam struktur.
Dalam beberapa bagian dari struktur yang ditinjau memuntir untuk
mempertahankan deformasi dari kompatibilitas struktur.
2.13. Tegangan Torsi pada Beton Bertulang
Tegangan torsi ditambahkan pada tegangan geser pada satu sisi dari balok
dan dikurangkan dari tegangan geser pada sisi lainnya seperti terlihat pada
Gambar 2.15. Tegangan Torsi dan Geser dalam Balok Berongga
Tegangan torsi mendekati pusat balok pejal sangat rendah. Oleh
karenanya, balok berongga diasumsikan mempunyai kekuatan torsi yang hampir
sama seperti balok pejal dengan dimensi luar yang sama (Jack C. McCormac,
2004).
Dalam penampang pejal, tegangan geser akibat torsi terkonsentrasi
pada “tube” luar dari batang, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.16(a),
sedangkan tegangan geser akibat tersebar sepanjang lebar penampang solid,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.16(b). Akibatnya, kedua jenis tegangan
geser akibat geser dan torsi dikombinasikan dengan rumus akar pangkat dua yang
Setelah retak, ketahanan beton terhadap torsi diasumsikan untuk
diabaikan. Retak torsi cenderung membentuk spiral di sekeliling batang
membentuk sudut sekitar 45 dengan sumbu longitudinal batang. Torsi
diasumsikan ditahan oleh rangka batang ruang efektif yang terletak di luar ”tube”
dari batang beton. Rangka ini diperlihatkan pada Gambar 2.17. Tulangan
longitudinal di sudut batang dan sengkang transversal tertutup bekerja sebagai
batang tarik dalam “rangka” tersebut, sedangkan beton diagonal di antara
sengkang yang bekerja sebagai batang tekan. Beton yang retak masih mampu
memikul tegangan tekan (Jack C. McCormac, 2004).
Gambar 2.17. Rangka Batang Ruang Fiktif
2.14. Tulangan Torsi yang Disyaratkan Peraturan SNI-03-2847-2002
Perencanaan tulangan beton bertulang terhadap torsi didasarkan pada
analogi tube dinding tipis dengan rangka batang ruang di mana beton bagian dalam atau inti diabaikan. Setelah torsi menyebabkan batang retak, ketahanannya
terhadap torsi hampir seluruhnya diberikan oleh sengkang tertutup dan tulangan
longitudinal yang terletak dekat permukaan batang. Setelah terjadi retak, beton
diasumsikan mempunyai kekuatan torsi yang dapat diabaikan (Jack C.
Dalam SNI-03-2847-2002 subbab 13.6.1.a dinyatakan bahwa pengaruh
torsi dapat diabaikan untuk batang non-pratekan jika :
√
Dimana
= luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton
= keliling luar penampang beton
2.15. Kekuatan Momen Torsi pada Beton Bertulang
Dimensi elemen yang menerima geser dan torsi dibatasi oleh aturan SNI
sehingga retak yang tak terlihat tereduksi dan untuk mencegah kehancuran pada
permukaan beton yang disebabkan tegangan tekan miring. Hal ini dicapai dengan
persamaan berikut, di mana bagian kiri menggambarkan tegangan geser karena
geser dan torsi. Jumlah kedua tegangan ini dalam elemen tertentu tidak boleh
= gaya geser terfaktor pada penampang
= lebar badan balok
= jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal,
= momen puntir terfaktor pada penampang
= keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar
= luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar
= kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
Kuat leleh rencana untuk tulangan puntir non-prategang tidak boleh melebihi 400 Mpa.
2.16. Perencanaan Tulangan Torsi
Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan bahwa luas sengkang yang
digunakan untuk menahan torsi dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Dimana
= luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser =
Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan bahwa luas tulangan longitudinal
yang digunakan untuk menahan torsi dapat dihitung dengan persamaan berikut:
( )
Dimana
= kuat leleh tulangan torsi longitudinal
2.17. Retak pada Balok Beton Bertulang
Dua teori yang sangat berbeda digunakan untuk menjelaskan kekuatan dari
beton bertulang dalam menahan torsi. Teori yang pertama berdasarkan pada teori
skew bending oleh Lessig yang dikembangkan kembali oleh Hsu yang mana merupakan dasar bagi peraturan perencanaan torsi pada ACI 1971 -1989. Teori ini
lagi ditahan oleh tulangan. Pola keruntuhannya diasumsikan menghasilkan
pembengkokan pada permukaan yang miring dari retakan yang menyebar ke tiga
dari empat sisi balok seperti pada Gambar 2.18 dan 2.19 (James G. Macgregor,
1997).
Gambar 2.18. Pola Retak Akibat Torsi Murni
Menurut ACI tentang peraturan distribusi penulangan pada balok dan pelat
satu arah yang berdasarkan persamaan Gergely- Lutz yaitu :
√
Dimana
w = lebar retak dengan satuan 0,001 in
= faktor kedalaman; harga rata-rata = 1,20
= ketebalan penutup ke lapis tulangan yang pertama(in)
= tegangan maksimum (ksi) dalam baja pada saat tingkat beban layan dengan 0,6 untuk dipergunakan jika tidak ada perhitungan yang
tersedia
Gambar 2.19. Teori Skew Bending
2.18. Metode Elemen Hingga
Yerri Susatio (2004) menyatakan bahwa metode elemen hingga adalah
metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan teknik dan
problem matematis dari suatu gejala fisis. Tipe masalah teknis dan matematis fisis
yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga terbagi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok analisa struktur dan kelompok masalah-masalah non
struktur. Tipe-tipe permasalahan struktur seperti :
1. Analisa tegangan, meliputi analisa truss dan frame serta masalah-masalah
yang berhubungan dengan tegangan-tegangan yang terkonsentrasi
2. Buckling
3. Analisa getaran
Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan
metode elemen hingga dirumuskan sebagai berikut:
1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi
3. Mencari hubungan strain/displacement dan stress/strain
4. Dapatkan matrik kekakuan dari elemen yang dibuat
5. Gunakan persamaan kesetimbangan {F}=[k]{d}
6. Selesaikan persamaan pada langkah 5, dengan menghitung harga yang
belum diketahui
7. Hitung strain dan stress dari tiap elemen
8. Interpretasikan kembali hasil-hasil perhitungan yang diperoleh
2.19. Peranan ANSYS dalam Bidang Engineering
Muhammad Daud Pinem (2013) menyatakan bahwa ANSYS adalah
salah satu perangkat lunak berbasiskan metode elemen hingga yang dipakai untuk
menganalisa masalah-masalah rekayasa (engineering). ANSYS dapat berjalan di platform Windows dan Linux. Elemen-elemen yang bisa dieksekusi dengan
ANSYS dalam bidang struktural yaitu :
a)Link
Elemen link secara umum dapat dipakai di beberapa jenis permasalahan struktur yang dimodelkan seperti garis. Salah satunya yaitu batang dan pegas.
b)Beam
Elemen beam dapat menyelesaikan permasalahan struktur yang dimodelkan seperti balok. Elemen ini dapat menerima tarik, tekan, dan tekuk.
c) Solid
d)Pipe
Elemen pipe ini memiliki karakter tekuk, tekan, torsi, dan tekuk.
e) Shell
BAB III
PERILAKU TORSI PADA TAMPANG TEBAL
3.1. Analisa Struktur
Gambar 3.1. Sistem Struktur
Sistem struktur seperti gambar di atas memiliki perletakan jepit dan tampang
balok lingkaran dimana P = 1000 N, = 2000 mm, dan = 6000 mm
3.1.1.Momen Lentur
Untuk Batang AB
Untuk Batang BC
Gambar 3.2. Bidang Momen Lentur pada balok
3.1.2.Gaya Geser
Beban yang bekerja yaitu beban P maka gaya geser maksimum di sepanjang balok adalah 1000 N
3.1.3.Momen Torsi
Akibat momen lentur pada batang AB, maka terjadi momen torsi pada batang AC
sebesar momen lentur pada batang AB yaitu sebesar .
Gambar 3.4. Bidang Momen Torsi pada balok
3.2. Perilaku Torsi pada Tampang Lingkaran 3.2.1.Properties Penampang
Berikut ini adalah properties dari penampang lingkaran yang akan dianalisis.
Diameter penampang, D : 200 mm
Mutu beton, f’c : 25 MPa
Poisson’s Ratio, v : 0,2
Dari data di atas dapat dihitung Modulus Elastisitas (E), Modulus Geser (G), dan
Inersia Torsi (J).
√ √
3.2.2.Perhitungan Sudut Puntir
Sudut puntir maksimum adalah sebagai berikut.
Gambar 3.5. Grafik Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada Tampang Lingkaran
3.2.3.Perhitungan Tegangan Geser Total
Untuk menghitung tegangan geser akibat torsi, dipakai persamaan
Dimana = momen torsi
r = jari-jari penampang
J = inersia torsi
Untuk menghitung tegangan geser akibat gaya lintang, dipakai persamaan
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Tegangan geser akibat torsi yaitu :
Tegangan geser akibat gaya lintang yaitu :
Maka tegangan geser maksimum yaitu 1,273 MPa + 0,042 MPa = 1,315 MPa
Gambar 3.6. Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang lingkaran
3.2.4. Perencanaan Tulangan Torsi
Momen torsi yang digunakan dari perencanaan diambil 2.000.000 Nmm.
Dengan kombinasi 1,4 DL didapat momen torsi yang digunakan yaitu
Gaya lintang yang ikut bekerja bersama momen torsi yaitu 1000 N. Dengan
kombinasi 1,4 DL didapat gaya lintang yang digunakan yaitu 1.400 N
Koefisien reduksi untuk geser dan torsi yaitu 0,75
Momen torsi rencana yaitu ⁄
Momen torsi rencana yaitu ⁄
Torsi minimum yang dapat diabaikan yaitu :
√
Dimensi balok harus memenuhi :
Maka diperoleh
Merencanakan sengkang untuk puntir :
Jarak spasi yang dibutuhkan yaitu
Maka diperoleh jarak spasi yang dibutuhkan yaitu ⁄ jarak
Untuk sengkang digunakan besi ulir dengan diameter 12 mm
⁄
Maka akan diperoleh jarak spasi yang dibutuhkan, .
Syarat jarak tulangan maksimum yaitu :
⁄ ⁄
Maka, jarak spasi yang digunakan adalah 50 mm. Dapat disimpulkan bahwa
tulangan sengkang yang digunakan adalah D12-50 mm
Tulangan longitudinal yang diperlukan untuk menahan puntir yaitu :
Dimana :
⁄ jarak
Maka diperoleh luas tulangan longitudinal,
Maka dipakai tulangan 4D12 ( ).
3.2.5. Crack
Crack pada tampang lingkaran beton bertulang yang menerima torsi dapat
dianalisis dengan persamaan :
√
Dimana :
jarak