• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Perilaku Torsi pada Tampang Tebal dengan Cara Analitis dan Program Ansys

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Perilaku Torsi pada Tampang Tebal dengan Cara Analitis dan Program Ansys"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PERILAKU TORSI PADA TAMPANG TEBAL DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM ANSYS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

REZA KURNIAWAN

11 0404 034

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Selama ini torsi sangat jarang dibahas dan diperhatikan pada bidang teknik

sipil baik itu pada masa perkuliahan maupun pada saat perencanaan bangunan.

Efek torsi pada struktur akan berbeda bila bentuk penampang berbeda. Untuk

mengantisipasi supaya struktur maka beban torsi perlu diperhitungkan efeknya.

Namun, dengan berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain bangunan yang

tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat penting untuk

diperhatikan dan diperhitungkan. Dengan berkembangnya teknologi, perhitungan

mekanika khususnya torsi dapat dihitung dengan bantuan program ANSYS.

Kesemuanya teori torsi tersebut akan mengacu kepada soap film analogi.

Pada tugas akhir ini, penampang yang dianalisis adalah penampang lingkaran,

persegi, dan persegi panjang. Untuk persegi panjang perbandingan antara tinggi

dan lebarnya adalah 1,5; 2; 3; 4; dan 5. Semua penampang memiliki luas yang

sama. Perilaku torsi yang dianalisis adalah tegangan geser total dan sudut puntir.

Pada kesimpulan tugas akhir ini akan diperoleh bahwa penampang yang terbaik

dalam menahan torsi adalah penampang lingkaran. Di sini juga ditemukan bahwa

semakin besar perbandingan antara tinggi dan lebar penampang pada persegi

panjang, maka semakin buruk penampang tersebut menahan torsi. Perbandingan

antara cara analitis dan ANSYS tidak begitu jauh. Ketelitiannya berada di kisaran

0,9-1.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan

Tugas Akhir yang berjudul “PERBANDINGAN PERILAKU TORSI PADA

TAMPANG TEBAL DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM

ANSYS” ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana di bidang studi Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala.

Tetapi, karena bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, penulisan

Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada pihak yang berperan yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, dukungan, masukan,

serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Besman Surbakti, M.T dan Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna,M.T.

sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Sanci Barus, M.T. sebagai koordinator Bidang Studi Struktur

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan

memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

(4)

7. Kedua orang tua saya Ayahanda Ir. Gunawan Putra dan Ibunda Badrul

Aini yang tak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, motivasi, kasih

saying dan segalanya selama ini. Adik saya, Ade Rizki Fitra, Muhammad

Naufal Ariiq, dan Muhammad Sulthan Nabil, Kakak saya Aulia Fitri serta

seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung dan membantu dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Seluruh keluarga saya sipil 2011 yang telah sangat banyak membantu saya

mulai dari awal proses pengerjaan Tugas Akhir : Nurul, Adri, Rachmat,

Reno, Fahmi, Elvan, Shinta, Tere, Dwi, Yandi, Arief, dan semua yang

tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan

bantuannya selama ini.

9. Buat teman-teman saya Rico, Febri, Fadil, Zezen, Begi, Indra, Cut,

Frengki, Putra, Cita, Tika, Dani, Vina, Nisa terima kasih atas dukungannya

selama ini.

10.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya

dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga

Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, saya menerima kritik dan saran yang membangun

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR NOTASI ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan ... 3

1.4.Pembatasan Masalah ... 4

1.5.Metodologi Penelitian ... 4

1.6.Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Torsi ... 6

2.2. Elastisitas ... 7

2.3. Tegangan ... 8

2.4. Regangan ... 13

(6)

2.6. Analogi Membran Elastis oleh Prandtl (Soap Film Analogy) ... 19

2.7. Analisis Torsi Pada Tampang Sembarang (Metode Semi-Invers Saint-Venant) ... 22

2.8. Hubungan Momen Torsi dengan Fungsi Torsi ... 28

2.9. Torsi pada Tampang Lingkaran ... 29

2.10. Torsi pada Tampang Segi Empat ... 32

2.11. Tulangan Torsi pada Beton Bertulang... 33

2.12. Momen Torsi yang Harus Ditinjau dalam Desain Beton Bertulang ... 34

2.13. Tegangan Torsi pada Beton Bertulang ... 34

2.14. Tulangan Torsi yang Disyaratkan Peraturan SNI-03-2847-2002 ... 36

2.15. Kekuatan Momen Torsi pada Beton Bertulang ... 37

2.16. Perencanaan Tulangan Torsi ... 38

2.17. Retak pada Balok Bertulang ... 38

2.18. Metode Elemen Hingga ... 40

2.19. Peranan ANSYS dalam Bidang Engineering ... 41

BAB III PERILAKU TORSI PADA TAMPANG TEBAL 3.1. Analisa Struktur ... 43

3.1.1. Momen Lentur ... 43

3.1.2. Gaya Geser ... 44

3.1.3. Momen Torsi ... 45

3.2. Perilaku Torsi pada Tampang Lingkaran ... 45

3.2.1. Properties Penampang... 45

3.2.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 46

(7)

3.2.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 48

3.2.5. Crack ... 51

3.3. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi ... 52

3.3.1. Properties Penampang... 52

3.3.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 53

3.3.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 54

3.3.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 56

3.3.5. Crack ... 58

3.4. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 1,5 ... 59

3.4.1. Properties Penampang... 59

3.4.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 60

3.4.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 61

3.4.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 63

3.4.5. Crack ... 65

3.5. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 2 ... 66

3.5.1. Properties Penampang... 66

3.5.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 67

3.5.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 68

3.5.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 70

3.5.5. Crack ... 72

3.6. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 3 ... 73

3.6.1. Properties Penampang... 73

3.6.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 74

3.6.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 75

3.6.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 77

(8)

3.7. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 4 ... 80

3.7.1. Properties Penampang... 80

3.7.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 81

3.7.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 82

3.7.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 84

3.7.5. Crack ... 87

3.8. Perilaku Torsi pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 5 ... 88

3.8.1. Properties Penampang... 88

3.8.2. Perhitungan Sudut Puntir ... 89

3.8.3. Perhitungan Tegangan geser Total ... 90

3.8.4. Perencanaan Tulangan Torsi ... 92

3.8.5. Crack ... 95

BAB IV PENGGUNAAN ANSYS DALAM ANALISIS TORSI 4.1. Pendahuluan ... 96

4.1.1. Jenis Elemen yang Digunakan... 96

4.1.2. Permodelan Material ... 96

4.1.3. Permodelan Struktur ... 96

4.2. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Lingkaran ... 97

4.2.1. Permodelan Penampang ... 97

4.2.2. Sudut Puntir ... 98

4.2.3. Tegangan Geser Total... 99

4.2.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 101

4.3. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi ... 103

(9)

4.3.2. Sudut Puntir ... 104

4.3.3. Tegangan Geser Total... 105

4.3.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 107

4.4. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 1,5 ... 109

4.4.1. Permodelan Penampang ... 109

4.4.2. Sudut Puntir ... 110

4.4.3. Tegangan Geser Total... 111

4.4.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 113

4.5. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 2 ... 115

4.5.1. Permodelan Penampang ... 115

4.5.2. Sudut Puntir ... 116

4.5.3. Tegangan Geser Total... 117

4.5.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 119

4.6. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 3 ... 121

4.6.1. Permodelan Penampang ... 121

4.6.2. Sudut Puntir ... 122

4.6.3. Tegangan Geser Total... 123

4.6.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 125

4.7. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 4 ... 127

(10)

4.7.2. Sudut Puntir ... 128

4.7.3. Tegangan Geser Total... 129

4.7.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 131

4.8. Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 5 ... 133

4.8.1. Permodelan Penampang ... 133

4.8.2. Sudut Puntir ... 134

4.8.3. Tegangan Geser Total... 135

4.8.4. Perbandingan Hasil Analisis dan ANSYS ... 137

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 139

5.2. Saran ... 141

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Koefisien α, β, X berdasarkan perbandingan a/b ... 33

Tabel 3.1 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan

sudut puntir pada tampang lingkaran ... 46

Tabel 3.2 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan

sudut puntir pada tampang persegi ... 53

Tabel 3.3 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan

sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 1,5 ... 60

Tabel 3.4 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan

sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 2 ... 67

Tabel 3.5 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan

sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 3 ... 74

Tabel 3.6 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan

sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 4 ... 81

Tabel 3.7 Hubungan antara panjang bentang yang menerima torsi dengan

sudut puntir pada tampang persegi panjang dengan a/b = 5 ... 89

Tabel 4.1 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang lingkaran dengan

bantuan program ANSYS ... 98

Tabel 4.2 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang

lingkaran dengan metode analitis dan ANSYS ... 101

Tabel 4.3 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi dengan

bantuan program ANSYS ... 104

Tabel 4.4 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang

persegi dengan metode analitis dan ANSYS ... 107

Tabel 4.5 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang

a/b = 1,5 dengan bantuan program ANSYS ... 110

Tabel 4.6 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang

persegi panjang (a/b = 1,5) dengan metode analitis dan ANSYS ... 113

Tabel 4.7 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang

(12)

Tabel 4.8 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang

persegi panjang (a/b = 2) dengan metode analitis dan ANSYS ... 119

Tabel 4.9 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang

a/b = 3 dengan bantuan program ANSYS ... 122

Tabel 4.10 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang

persegi panjang (a/b = 3) dengan metode analitis dan ANSYS ... 125

Tabel 4.11 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang

a/b = 4 dengan bantuan program ANSYS ... 128

Tabel 4.12 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang

persegi panjang (a/b = 4) dengan metode analitis dan ANSYS ... 131

Tabel 4.13 Tabulasi perhitungan sudut puntir pada tampang persegi panjang

a/b = 5 dengan bantuan program ANSYS ... 134

Tabel 4.14 Tabulasi perbandingan perhitungan sudut puntir pada tampang

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Arah kerja torsi sesuai kaidah tangan kanan dan panah

Lengkung ... 6

Gambar 2.2 Benda Tampang Sembarang yang Dibebani Oleh Gaya-gaya Luar ... 8

Gambar 2.3 Komponen-komponen Tegangan yang Bekerja pada Kubus Kecil ... 10

Gambar 2.4 Potongan Melintang Kubus yang Melalui Titik P ... 10

Gambar 2.5 Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus Kecil dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja ... 12

Gambar 2.6 Elemen Kecil Berdimensi dx dy dz ... 14

Gambar 2.7 Perpindahan Titik P, A, dan B ... 14

Gambar 2.8 Perubahan Bentuk Segi Empat Parallelogram ... 17

Gambar 2.9 Analogi Selaput Sabun (Soap Film Analogy) ... 20

Gambar 2.10 Elemen Torsi dengan Tampang Sembarang ... 22

Gambar 2.11 Potongan Melintang Suatu Elemen Torsi ... 23

Gambar 2.12 Potongan Melintang Elemen Torsi ... 27

Gambar 2.13 Tampang Lingkaran Selama Diberi Puntir Tetap ... 29

Gambar 2.14 Diagram Tegangan Torsi pada Tampang Segi Empat ... 33

(14)

Gambar 2.16 Tegangan Torsi dan Geser dalam Balok Pejal ... 35

Gambar 2.17 Rangka Batang Ruang Fiktif ... 37

Gambar 2.18 Pola Retak Akibat Torsi Murni... 39

Gambar 2.19 Teori Skew Bending ... 40

Gambar 3.1 Sistem struktur ... 43

Gambar 3.2 Bidang Momen Lentur pada balok ... 44

Gambar 3.3 Bidang Geser pada balok ... 44

Gambar 3.4 Bidang Momen Torsi pada balok ... 45

Gambar 3.5 Grafik Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada Tampang Lingkaran ... 47

Gambar 3.6 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang lingkaran ... 48

Gambar 3.7 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada Tampang Persegi ... 54

Gambar 3.8 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang persegi ... 55

Gambar 3.9 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 1,5 ... 61

(15)

Gambar 3.11 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada

Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 2 ... 68

Gambar 3.12 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang

persegi panjang dengan a/b = 2 ... 69

Gambar 3.13 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir

pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 3 ... 75

Gambar 3.14 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang persegi

panjang dengan a/b = 3 ... 76

Gambar 3.15 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir

pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 4 ... 82

Gambar 3.16 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang

persegi panjang dengan a/b = 4 ... 84

Gambar 3.17 Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir

pada Tampang Persegi Panjang dengan a/b = 5 ... 90

Gambar 3.18 Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang

persegi panjang dengan a/b = 5 ... 92

Gambar 4.1 Permodelan Penampang Lingkaran ... 97

Gambar 4.2 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang lingkaran ... 99

Gambar 4.3 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok

(16)

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara panjang bentang dan sudut puntir

pada tampang lingkaran dengan cara analitis dan ANSYS ... 102

Gambar 4.5 Permodelan Penampang Persegi ... 103

Gambar 4.6 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang persegi ... 105

Gambar 4.7 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok

berpenampang persegi dalam satuan MPa ... 106

Gambar 4.8 Grafik hubungan antara panjang bentang dan sudut

puntir pada tampang persegi dengan cara analitis dan

ANSYS ... 108

Gambar 4.9 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 1,5 ... 109

Gambar 4.10 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang

persegi panjang dengan a/b = 1,5 ... 111

Gambar 4.11 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok

berpenampang persegi panjang dengan a/b = 1,5 dalam

satuan MPa ... 112

Gambar 4.12 Grafik hubungan antara panjang bentang dan sudut

puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 1,5) dengan

cara analitis dan ANSYS ... 114

Gambar 4.13 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 2 ... 115

Gambar 4.14 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang

(17)

Gambar 4.15 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok

berpenampang persegi panjang dengan a/b = 2 dalam

satuan MPa ... 118

Gambar 4.16 Grafik hubungan antara panjang bentang dan sudut

puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 2) dengan

cara analitis dan ANSYS ... 120

Gambar 4.17 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 3 ... 121

Gambar 4.18 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang

persegi panjang dengan a/b = 3 ... 113

Gambar 4.19 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok

berpenampang persegi panjang dengan a/b = 3 dalam

satuan MPa ... 124

Gambar 4.20 Grafik hubungan antara panjang bentang dan

sudut puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 3)

dengan cara analitis dan ANSYS ... 126

Gambar 4.21 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 4 ... 127

Gambar 4.22 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang

persegi panjang dengan a/b = 4 ... 129

Gambar 4.23 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok

berpenampang persegi panjang dengan a/b = 4 dalam

(18)

Gambar 4.24 Grafik hubungan antara panjang bentang dan

sudut puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 4)

dengan cara analitis dan ANSYS ... 132

Gambar 4.25 Permodelan Penampang Persegi Panjang dengan a/b = 5 ... 133

Gambar 4.26 Distribusi sudut puntir pada balok berpenampang

persegi panjang dengan a/b = 5 ... 135

Gambar 4.27 Trayektori tegangan geser akibat torsi pada balok

berpenampang persegi panjang dengan a/b = 5

dalam satuan MPa ... 136

Gambar 4.28 Grafik hubungan antara panjang bentang dan

sudut puntir pada tampang persegi panjang (a/b = 5)

(19)

DAFTAR NOTASI

a = tinggi penampang

b = lebar penampang D = diameter penampang

E = modulus elastisitas

G = modulus geser

J = inersia torsi

MA,B,C = momen lentur di titik A, B, atau C

MT = momen torsi P = beban terpusat

q = berat isi material

r = jari-jari penampang

τzx,zy = tegangan geser

(20)

ABSTRAK

Selama ini torsi sangat jarang dibahas dan diperhatikan pada bidang teknik

sipil baik itu pada masa perkuliahan maupun pada saat perencanaan bangunan.

Efek torsi pada struktur akan berbeda bila bentuk penampang berbeda. Untuk

mengantisipasi supaya struktur maka beban torsi perlu diperhitungkan efeknya.

Namun, dengan berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain bangunan yang

tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat penting untuk

diperhatikan dan diperhitungkan. Dengan berkembangnya teknologi, perhitungan

mekanika khususnya torsi dapat dihitung dengan bantuan program ANSYS.

Kesemuanya teori torsi tersebut akan mengacu kepada soap film analogi.

Pada tugas akhir ini, penampang yang dianalisis adalah penampang lingkaran,

persegi, dan persegi panjang. Untuk persegi panjang perbandingan antara tinggi

dan lebarnya adalah 1,5; 2; 3; 4; dan 5. Semua penampang memiliki luas yang

sama. Perilaku torsi yang dianalisis adalah tegangan geser total dan sudut puntir.

Pada kesimpulan tugas akhir ini akan diperoleh bahwa penampang yang terbaik

dalam menahan torsi adalah penampang lingkaran. Di sini juga ditemukan bahwa

semakin besar perbandingan antara tinggi dan lebar penampang pada persegi

panjang, maka semakin buruk penampang tersebut menahan torsi. Perbandingan

antara cara analitis dan ANSYS tidak begitu jauh. Ketelitiannya berada di kisaran

0,9-1.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Selama ini torsi sangat jarang dibahas dan diperhatikan pada bidang teknik

sipil baik itu pada masa perkuliahan maupun pada saat perencanaan bangunan.

Terlebih lagi, pada saat tidak ada gempa dan bentuk bangunannya simetris maka

torsi tidak akan terjadi. Untuk bangunan yang bentuknya beraturan, torsi sangat

kecil dan dapat diasumsikan tidak berpengaruh pada bangunan, maka seringkali

diabaikan. Umumnya, beban yang diperhitungkan untuk perencanaan adalah gaya

aksial dan beban vertikal. (Sitepu B, 2014)

Dalam torsi ada 3 jenis analisa antara lain:

a. Torsi pada tampang tebal seperti bujur sangkar, bulat dan persegi panjang.

b. Torsi pada tampang tipis terbuka seperti profil I, profil canal, profil z.

c. Torsi pada tampang tipis tertutup seperti tampang hollow dan pipa.

Kesemuanya teori torsi tersebut akan mengacu kepada soap film analogi.

(Timoshenko, 1986), (Tarigan J, 2014).

Torsi yang tidak dikehendaki, misalnya beban dari angin pada rangka atap,

kondisi tikungan jalan menyebabkan torsi pada body kendaraan yang berjalan,

sulit untuk diprediksi. Efek torsi pada struktur akan berbeda bila bentuk

penampang berbeda. Untuk mengantisipasi supaya struktur maka beban torsi perlu

(22)

berbeda, misalnya penampang berbentuk sirkular perhitungan cukup dengan

matematis biasa (Suparmin, 2005).

Namun, dengan berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain

bangunan yang tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat

penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan. Torsi disebabkan karena

eksentrisitas antara pusat kekakuan massa dan pusat massa bangunan yang besar.

Dengan kata lain, perbandingan antara sisi terpanjang bangunan dan sisi

terpendek bangunan besar. Maka, jika ada gaya gempa, gaya angin, ataupun

gelombang air, akan terjadi torsi yang cukup berpengaruh untuk bangunan

tersebut.

Torsi tidak hanya terjadi pada kolom, torsi juga dapat terjadi pada balok.

Ini disebabkan oleh beban yang bekerja dari pelat lantai dan balok anak (Erwin,

2008).

Dalam perencanaan struktur, hampir semua balok hanya dirancang

memikul momen lentur dan geser pada sumbu mayor saja, sedangkan dalam arah

minor balok dianggap menyatu dengan lantai sehingga tidak diperhitungkan. Jika

dalam kenyataannya perlu perencanaan lentur dalam arah minor maka perencana

harus menghitung tersendiri, termasuk jika timbul torsi. Sebagian besar beban

torsi terabaikan karena dianggap jarang sekali terjadi dan tidak penting. Sulitnya

memprediksi pengaruh torsi yang terjadi sehingga efek dari torsi sering diabaikan

oleh perencana dalam merencanakan struktur padahal torsi harus direncanakan

(23)

dengan analisa tiga dimensi telah mengingatkan perencana untuk merencanakan

struktur bangunan yang dapat menerima torsi (Trahair dan Pi, 1997).

Dengan berkembangnya teknologi, perhitungan mekanika khususnya torsi

dapat dihitung dengan bantuan program ANSYS. Program ini dapat

menguntungkan karena dapat menghitung yang detail dan rumit serta mengurangi

kesalahan perhitungan.

Maka dari itu, melalui tugas akhir ini penulis akan melakukan penelitian

dengan judul “Perbandingan Perilaku Torsi pada Tampang Tebal dengan Cara

Analitis dan Program ANSYS”.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini, penulis akan melakukan studi parameter, yaitu

membandingkan perilaku torsi dengan tampang tebal yaitu dengan perhitungan

manual dan dengan bantuan program ANSYS. Jadi permasalahannya adalah

bagaimana perilaku torsi jika memakai program ANSYS.

1.3. Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini yaitu :

 Mengetahui perilaku torsi pada tampang tebal

(24)

1.4. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian

adalah:

 Perilaku torsi di sini adalah tegangan geser total akibat adanya torsi dan sudut

puntir

 Tampang tebal yang dimaksud adalah tampang persegi, tampang persegi

panjang, dan tampang lingkaran

 Material terdiri dari beton

 Penulangan dan berat sendiri material diabaikan

 Perbandingan tinggi dan lebar pada penampang persegi panjang adalah 1,5; 2;

3; 4; dan 5

 Program ANSYS yang digunakan adalah ANSYS APDL

 Elemen yang digunakan pada ANSYS adalah BEAM188

1.5. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah dengan

kajian literatur, yaitu mengumpulkan teori-teori dan rumus-rumus yang

dibutuhkan untuk merencanakan dan menganalisa melalui beberapa sumber antara

lain: buku-buku, jurnal-jurnal, standar-standar yang berkaitan dengan tugas akhir

ini yang dapat diakses melalui internet , masukan-masukan dari dosen

pembimbing dan sebagainya. Kemudian, analisa dilakukan dengan cara analitis

(25)

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai

berikut:

Bab I Pendahuluan

Pendahuluan memuat tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan,

pembatasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan tentang pokok-pokok kajian, yaitu teori-teori dan

rumus-rumus yang digunakan untuk perhitungan torsi.

Bab III Perilaku Torsi pada Tampang Tebal

Bab ini memuat tentang perhitungan perilaku torsi pada tampang tebal dengan

cara analitis

Bab IV Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi

Bab ini memuat tentang perhitungan perilaku torsi pada tampang tebal dengan

menggunakan program ANSYS.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi penutup dari laporan tugas akhir, meliputi kesimpulan dan saran

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Torsi

Erwin (2009) berpendapat bahwa torsi adalah puntir yang terjadi pada

batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung

menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang. Sebagai contoh dalam

kehidupan sehari-hari yaitu jika seseorang memutar obeng, maka tangannya

memberikan torsi ke obeng.

Gambar 2.1 Arah kerja torsi sesuai kaidah tangan kanan dan panah lengkung

Demikian pula halnya dengan komponen struktur suatu bangunan. Jika

diperhatikan lebih seksama, sebenarnya balok-balok pada bangunan mengalami

torsi akibat beban-beban pada pelat. Demikian pula halnya dengan kolom. Namun

torsi pada kolom kebanyakan diakibatkan oleh gaya-gaya yang arahnya horizontal

seperti gaya angin ataupun gempa. Berikut ini beberapa ilustrasi yang

memperlihatkan adanya torsi yang terjadi pada balok dan kolom.

Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk kopel yang

(27)

dari statika, momen kopel merupakan hasil kali dari gaya dan jarak tegak lurus

antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah ft) dan

(lb-in), sedangkan untuk satuan SI adalah (N.m).

Untuk mudahnya, momen kopel sering dinyatakan dengan vektor dalam

bentuk panah berkepala ganda. Panah ini berarah tegak lurus bidang yang

mengandung kopel, sehingga dalam hal ini kedua panah sejajar dengan sumbu

batang. Arah momen ditunjukkan dengan kaidah tangan kanan untuk vektor

momen yaitu dengan menggunakan tangan kanan, empat jari selain jempol dilipat

untuk menunjukkan momen sehingga jempol akan menunjuk arah vektor.

Representasi momen yang lain adalah dengan menggunakan panah lengkung yang

mempunyai arah torsi.

Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen

puntir atau momen torsi. Batang yang menyalurkan daya melalui rotasi disebut

poris atau as (shaft). Dalam tugas akhir ini, shaft yang akan dibahas secara khusus

adalah shaft yang dalam bidang teknik struktur bangunan banyak dijumpai yaitu

pada balok dan kolom struktur beton bertulang.

2.2. Elastisitas

Elastisitas ialah sifat suatu bahan apabila gaya luar mengakibatkan

perubahan bentuk (deformation) tidak melebihi batas tertentu, maka perubahan

bentuk akan hilang setelah gaya dilepas. Hampir semua bahan teknik memiliki

sifat elastisitas ini (Erwin,2009).

Dalam pembahasan torsi dalam tugas akhir ini, bahan-bahan akan

dianggap bersifat elastis sempurna yaitu benda akan kembali seperti semula secara

(28)

2.3. Tegangan

Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap

satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang

dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada Gambar 2.2. Akibat kerja gaya luar

, dan , maka akan terjadi gaya dalam di antara benda. Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi

menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O

(Erwin,2009).

Gambar 2.2. Benda Tampang Sembarang yang Dibebani Oleh Gaya-gaya Luar

Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat

(29)

bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diperoleh dengan

membagi gaya tarik total P dengan luas potongan penampang A.

Untuk memperoleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil δA,

misalnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya yang bekerja pada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan bagian B terhadap

bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante δP. Apabila tekanan

diberikan pada luas elemen δA, harga batas δP/ δA akan menghasilkan besar

tegangan yang bekerja pada potongan penampang mm pada titik O dan arah batas resultante δP adalah arah tegangan.

Umumnya arah tegangan ini miring terhadap luas δA tempat gaya bekerja

sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu tegangan normal

yang tegak lurus terhadap luas dan tegangan geser yang bekerja pada bidang luas

δA.

Tegangan normal dinotasikan dengan huruf dan tegangan geser dengan

huruf . Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja,

digunakan subscript terhadap huruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subscript yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar terhadap sumbu koordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subscript

dimana huruf pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjau

dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar 2.3

menunjukkan arah komponen-komponen tegangan yang bekerja pada suatu

(30)

Gambar 2.3. Komponen-komponen Tegangan yang Bekerja pada Kubus Kecil

Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini

diperlukan tiga simbol untuk tegangan normal dan simbol

untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan

elemen secara sederhana, maka jumlah simbol tegangan geser dapat dikurangi

menjadi tiga

.

(31)

Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang

melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada Gambar 2.4. yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat

elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda

yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan

gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linear kuadrat. Oleh karena itu, untuk

elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan

gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen.

Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusi

gaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan

menjadi nol dalam limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau

sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada Gambar

2.4. adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah :

(2.1)

Dua persamaan lain dapat diperoleh dengan cara yang sama sehingga

didapatkan :

(2.2)

Dengan demikian enam besaran

cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang

(32)

Jika kubus pada Gambar 2.3. diberikan suatu komponen gaya per satuan

volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, dan z maka gambar komponen tegangan dalam Gambar 2.3. akan menjadi seperti pada Gambar 2.5. di

bawah ini.

Gambar 2.5. Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus kecil dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja

Sesudah dibagi dengan , maka akan didapatkan persamaan

kesetimbangan yaitu:

(33)

Persamaan (2.3) ini harus dipenuhi di semua titik di seluruh volume benda.

Tegangan berubah di seluruh volume benda, dan apabila sampai pada permukaan,

tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya

luar yang bekerja pada permukaan benda (Timoshenko, S., 1958).

2.4. Regangan

Erwin (2009) menyatakan bahwa regangan didefinisikan sebagai suatu

perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya.

Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan

besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan

demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung

pada sistem satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil

karena batang yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan

panjang yang kecil apabila dibebani.

Dalam membahas perubahan bentuk benda elastis, selalu dianggap bahwa

benda terkekang sepenuhnya sehingga tidak bisa bergerak sebagai benda kaku

sehingga tidak mungkin ada perpindahan partikel benda tanpa perubahan bentuk

benda tersebut.

Pada pembahasan ini yang ditinjau hanya perubahan bentuk yang kecil

yang biasa terjadi pada struktur teknik. Perpindahan kecil partikel yang berubah

bentuk ini diuraikan ke dalam komponen u, v, w berturut-turut sejajar dengan sumbu koordinat. Besar komponen ini dianggap sangat kecil dan bervariasi di

(34)

Gambar 2.6. Elemen Kecil Berdimensi dx dy dz

Tinjau elemen kecil dx dy dz dari sebuah benda elastis seperti terlihat pada Gambar 2.6. Apabila benda mengalami perubahan bentuk dan u, v, w merupakan komponen perpindahan titik P, perpindahan titik di dekatnya, A, dalam arah x

pada sumbu x adalah orde pertama dalam dx, yaitu u + (δu/δx) dx akibat pertambahan fungsi u sebesar (δu/δx) dx sesuai dengan pertambahan panjang elemen PA akibat perubahan bentuk adalah (δu/δx) dx. Sedangkan satuan perpanjangan (unit elongation) pada titik P dalam arah x adalah (δu/δx). Dengan cara yang sama, maka diperoleh satuan perpanjangan dalam arah y dan z adalah

(δv/δy) dan (δw/δz).

(35)

Sekarang tinjaulah pelentingan sudut antara elemen PA dan PB dalam

Gambar 2.7. Apabila u dan v adalah perpindahan titik P dalam arah x dan y,

perpindahan titik A dalam arah y dan titik B dalam arah x berturut-turut adalah v + (δv/δx) dx dan u + (δu/δy) dy. Akibat perpindahan ini, maka P’A’ merupakan arah

baru elemen PA yang letaknya miring terhadap arah awal dengan sudut kecil yang

ditunjukkan pada gambar, yaitu sama dengan (δv/δx). Dengan cara yang sama

arah P’B’ miring terhadap PB dengan sudut kecil (δu/δy). Dari sini dapat dilihat

bahwa sudut awal APB yaitu sudut antara kedua elemen PA dan PB berkurang

sebesar (δv/δx) + (δu/δy). Sudut ini adalah regangan geser (shearing strain)

antara bidang xz dan yz. Regangan geser antara bidang xy dan xz dan yx dan yz

dapat diperoleh dengan cara yang sama.

Selanjutnya kita menggunakan huruf untuk satuan perpanjangan dan

huruf y untuk regangan geser. Untuk menunjukkan arah regangan digunakan

subscript yang sama terhadap huruf ini sama seperti untuk komponen tegangan. Kemudian diperoleh dari pembahasan di atas beberapa besaran berikut:

Keenam besaran ini disebut sebagai komponen regangan geser

(36)

2.5. Hukum Hooke

Hubungan linear antara komponen tegangan dan komponen regangan

umumnya dikenal sebagai hukum Hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberikan oleh:

(2.5)

dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik (modulus of elasticity in tension).

Bahan yang digunakan di dalam struktur biasanya memiliki modulus yang

sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besar perpanjangannya

sangat kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikuti dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu

(2.6)

dimana adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio Poisson (Poisson’s

Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan 0,25. Untuk struktur baja biasanya diambil sama dengan 0,3.

Apabila elemen di atas mengalami kerja tegangan normal secara

serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapat

diperoleh dari persamaan (2.5) dan (2.6) yaitu:

[ ( )]

[ ] (2.7)

[ ( )]

Pada persamaan (2.7), hubungan antara perpanjangan dan tegangan

(37)

dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan

tegangan geser (Timoshenko, S., 1958).

Gambar 2.8. Perubahan Bentuk Segi Empat Parallelogram

Tinjaulah kasus khusus yaitu perubahan bentuk segi empat paralellogram

dimana , , dan . Potonglah sebuah elemen abcd dengan bidang yang sejajar dengan sumbu x dan terletak 45° terhadap sumbu y dan z

(Gambar 2.8). Dengan menjumlah gaya sepanjang dan tegak lurus bc, bahwa tegangan normal pada sisi elemen ini nol dan tegangan geser pada sisi ini adalah:

⁄ ( ) (2.8)

Kondisi tegangan seperti itu disebut geser murni (pure shear).

Pertambahan panjang elemen tegak Ob sama dengan berkurangnya panjang b

a

d

c o

b

o

(38)

kedua, kita bisa menyimpulkan bahwa panjang elemen ab dan bc tidak berubah selama terjadinya perubahan bentuk. Sudut antara sisi ab dan bc berubah dan besar regangan geser yang bersangkutan bisa diperoleh dari segitiga Obc. Sesudah perubahan bentuk akan didapatkan:

persamaan (2.7) maka akan diperoleh :

[ ]

[ ]

Maka diperoleh hubungan antara regangan dengan regangan geser :

(2.9)

Hubungan antara regangan dan tegangan geser didefinisikan oleh konstanta E dan

v yaitu:

(39)

Jika digunakan notasi :

(2.11)

Maka persamaan (2.10) akan menjadi :

(2.12)

dimana konstanta G didefinisikan oleh persamaan (2.11), dan disebut modulus elastisitas dalam geser (modulus of elasticity in shear) atau modulus kekakuan

(modulus of rigidity).

Apabila tegangan geser bekerja ke semua sisi elemen, seperti terlihat pada

Gambar 2.4, pelentingan sudut antara dua sisi yang berpotongan hanya tergantung

kepada komponen tegangan geser yang bersangkutan dan diperoleh (Timoshenko,

S., 1958). :

2.6. Analogi Membran Elastis oleh Prandtl (Soap Film Analogy)

Untuk pembahasan analogi membran ini, potonglah suatu bukaan pada

potongan melintang dari elemen yang mengalami torsi untuk diselidiki.

Anggaplah bukaan ini ditutupi oleh sejenis membran elastis yang homogen,

(40)

Gambar 2.9. Analogi Selaput Sabun (Soap Film Analogy)

Kemudian tinjaulah suatu elemen membran elastis ABCD dengan dimensi

dx dy seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9. Dengan menggunakan z sebagai besaran perpindahan lateral dari membran elastis, p adalah tekanan lateral dalam

gaya per satuan luas, dan S sebagai tegangan inisial dalam gaya per satuan panjang, maka gaya vertical murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AD dan BC dari membran (dengan mengasumsikan perpindahan

yang terjadi adalah sangat kecil sehingga nilai sin α ≈ tan α ) berturut-turut adalah

(41)

Dengan cara yang sama akan diperoleh gaya vertikal murni yang

diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AB dan DC berturut-turut adalah

( )

Jika keempat gaya vertikal di atas dijumlahkan maka akan diperoleh

persamaan membran untuk elemen dx dy adalah sebagai berikut

( ) ( )

( ) ( )

(2.13)

(42)

2.7. Analisis Torsi Pada Tampang Sembarang (Metode Semi-Invers Saint-Venant)

Gambar 2.10. Elemen Torsi dengan Tampang Sembarang

Anggap suatu bahan yang mengalami torsi dengan suatu potongan

melintang seragam dari tampang sembarang seperti terlihat pada Gambar 2.10

Tegangan yang didistribusikan pada ujung-ujung yaitu dan akan

menghasilkan torsi sebesar T. Pada umumnya, semua distribusi tegangan pada

ujung potongan akan menghasilkan torsi.

Menurut Saint-Venant, distribusi tegangan pada potongan yang cukup jauh

dari ujung bergantung hanya pada besar momen torsi dan tidak tergantung pada

distribusi tegangan pada ujungnya. Oleh karena itu, untuk suatu elemen torsi

panjang, distribusi tegangan pada ujung tidak akan mempengaruhi distribusi pada

bagian makro dari elemen torsi.

Metode Saint-Venant dimulai dengan suatu perkiraan komponen

perpindahan akibat torsi. Perkiraan ini didasarkan pada perubahan geometri yang

terjadi pada elemen torsi yang terdeformasi. Saint-Venant mengasumsikan tiap

elemen torsi lurus dengan tampang tetap selalu memiliki suatu sumbu putar yang

tegak lurus terhadap potongan melintangnya yang bertindak sebagai poros kaku

(43)

Tinjau suatu titik P dengan koordinat (x, y, z) dari pusat O sebelum mengalami deformasi. Setelah mengalami deformasi akibat torsi, P bergerak ke

P’, P akan berpindah sejauh w sejajar sumbu z karena warping (distorsi ke arah

luar bidang) dari potongan melintang dan berpindah sejauh u dan v sejajar sumbu

x dan sumbu y karena rotasi dasar potongan melintang di mana P berada dengan sudut puntir sebesar β terhadap poros. Sedangkan sudut puntir β ini bervariasi

menurut jarak z dari poros. Dapat dituliskan bahwa dβ/dz sebagai suatu laju puntiran . Maka pada jarak z dari pusat O, sudut puntir adalah sebesar β = .

Gambar 2.11. Potongan Melintang Suatu Elemen Torsi

Dengan mengacu pada Gambar 2.11., diperoleh :

[ ] [ ]

(44)

[ ] [ ]

Untuk perpindahan yang sangat kecil, akan diperoleh nilai-nilai sin β = β dan cos

β = 1, maka :

Sedangkan untuk komponen w diambil :

Dimana adalah fungsi warping.

Setelah komponen perpindahan ini diperoleh, maka kita akan

mensubstitusikan nilai-nilai u, v, dan w ke dalam persamaan (2.4) dan diperoleh:

Tinjau kembali persamaan (2.3). Untuk komponen yang mengalami torsi

murni, , , , , , , sehingga dari

(45)

tergantung pada z dam komponen tegangan harus memenuhi persamaan (2.15.c). Oleh karena itu, diambil persamaan tegangan geser ini menjadi :

Kemudian kedua persamaan diatas disubstitusikan ke persamaan (2.15.c)

menjadi :

menunjukkan bahwa persamaan (2.16) yang diambil memenuhi persamaan

(2.15.c).

Tinjau kembali persamaan (2.14). jika masing-masing dan

(46)

Jika persamaan (2.17.a) dengan (2.17.b), maka akan diperoleh :

(2.18)

Substitusikan hubungan antara regangan geser dengan tegangan geser pada

persamaan (2.4) ke dalam persamaan (2.18), maka akan diperoleh:

Maka didapatkan suatu persamaan yang kemudian akan kita kenal sebagai

persamaan torsi :

Persamaan (2.20) akan digunakan untuk menurunkan fungsi torsi dengan bantuan

persamaan analogi membran Prandtl yang telah diturunkan sebelumnya.

Karena permukaan elemen torsi ini bebas dari gaya lateral, maka resultan

dari gaya geser τ pada potongan melintang dari elemen torsi pada keliling

potongan ini harus berarah tegak lurus terhadap garis normalnya. Kedua

komponen tegangan geser dan yang bekerja pada potongan melintang

dengan sisi-sisi dx, dy, dan dx dapat dinyatakan dengan :

(47)

Gambar 2.12 Potongan Melintang Elemen Torsi

Dengan mengacu pada Gambar 2.12

(2.21)

(48)

Maka didapat :

Dari penyelesaian ini menunjukkan bahwa nilai konstan di sepanjang keliling S.

Karena tegangan merupakan turunan partial dari , maka nilai kontan ini dapat

dianggap nol.

Distribusi dan pada potongan melintang yang dibahas harus

memenuhi ketiga persamaan berikut (Erwin, 2009).:

∑ ∫ ∫ (2.23.a) ∑ ∫ ∫ (2.23.b) ∑ ∫( ) ∫ (2.23.c)

2.8. Hubungan Momen Torsi dengan Fungsi Torsi

Dengan menyelesaikan persamaan 2.23.c, maka akan diperoleh hubungan

antara momen torsi dengan fungsi torsi. Ambillah salah satu komponen integral

dari persamaan (2.23.c). Karena fungsi tegangan tidak bervariasi dalam arah y

untuk sebuah garis setebal dy seperti tampak pada Gambar 2.12. Turunan parsial dapat digantikan dengan suatu turunan total sehingga diperoleh :

∫ ∫

| ∫

Mengingat nilai pada tepi-tepi elemen , maka diperoleh :

(49)

Langkah yang sama dilakukan untuk komponen lain dari integral pada persamaan

(2.23.c) sehingga diperoleh :

∫ ∫ ∫ ∫

Dengan menjumlahkan kedua komponen ini, maka diperoleh hubungan antara

momen torsi dengan fungsi torsi yaitu (Erwin, 2009). :

∫ ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ (2.24)

2.9. Torsi pada Tampang Lingkaran

Gambar 2.13 Tampang Lingkaran Selama Diberi Puntir Tetap

Pada gambar 2.13 ukuran dari permukaan tampang lingkaran selama diberi puntir

tetap. Diameter dan panjangnya juga tidak berubah dengan catatan bahwa sudut

puntirnya kecil.

Cakram seperti Gambar 2.13.b akan mengikuti arah regangan. Ada putaran

pada bagian bawah tampang terhadap bagian atas tampang membentuk sudut ,

dimana adalah besar putaran dari potongan mn terhadap ujung. Elemen persegi

(50)

disebut dalam keadaan geser murni dan besar dari regangan gesernya didapat

dari segitiga kecil cac’ :

Karena c’c membentuk lengkungan kecil dengan jari-jari d/2 sesuai dengan perbedaan dalam sudut putaran dari dua tampang yang berdekatan, maka c’c

= (d/2) dan diperoleh

Untuk balok yang berputar karena torsi pada ujungnya, sudut puntirnya sebanding

dengan panjang bentang dan besar tetap. Besarnya sudut puntir persatuan

panjang balok dinotasikan sebagai θ. Lalu, dari persamaan (2.25) didapatkan :

Tegangan geser yang bekerja pada sisi-sisi elemen dan menghasilkan geser pada

arah tersebut. Besar tegangan gesernya didapat dari persamaan (2.12) yaitu :

Karena d/2 = r, maka dihasilkan :

Timoshenko (1958) menyatakan bahwa kesetimbangan bagian dari balok

(51)

berlawanan dengan momen torsi . Untuk tiap elemen pada luasan dA pada Gambar 2.13.c gaya gesernya yaitu . Momen terhadap gaya tersebut adalah

. Maka momen torsinya yaitu

∫ ∫

Dimana Momen inersia polar dari tampang lingkaran dengan

, maka:

Jika v merupakan sudut puntir maka :

Substitusikan persamaan (2.30) ke persamaan (2.28), sehingga :

(52)

Johannes, T. (2014) mengatakan bahwa secara umum, khusus tampang

segi empat, persamaan inersia torsinya yaitu :

α

Dimana, α = koefisien untuk mencari J a = tinggi penampang

b = lebar penampang

Untuk mencari tegangan geser akibat torsi pada tampang segi empat, dapat

dihitung dengan rumus :

τ

τ τ

Dimana,

β

Keterangan, , β, X = koefisien untuk mencari tegangan geser a = tinggi penampang

b = lebar penampang

τ = tegangan geser maksimum akibat torsi

(53)

Gambar 2.14. Diagram Tegangan Torsi pada Tampang Segi Empat

Tabel 2.1. koefisien α, β, X berdasarkan perbandingan a/b

a/b α β X

1 0,141 4.81 1.000 1.5 0,196 4.33 0.853 2 0,229 4.06 0.796 2.5 0,249 3.88 0.768 3 0,263 3.74 0.753 4 0,281 3.55 0.745 5 0,291 3.43 0.744 6 0,299 3.35 0.743 8 0,307 3.26 0.743 10 0,312 3.20 0.743 - 0,333 3.00 0.743

2.11. Tulangan Torsi pada Beton Bertulang

Batang beton bertulang yang menerima gaya torsi besar akan runtuh secara

mendadak jika tidak diberikan tulangan torsi. Penambahan tulangan torsi tidak

mengubah besar torsi yang akan menyebabkan retak tarik diagonal, melainkan

mencegah batang tersebut terpisah. Oleh karena itu, tulangan torsi ini akan

(54)

menunjukkan bahwa tulangan longitudinal dan sengkang tertutup (atau spiral)

perlu dipasang untuk menahan sejumlah retak tarik diagonal yang terjadi pada

seluruh permukaan dari batang yang menerima gaya torsi cukup besar (Jack C.

McCormac, 2004).

2.12. Momen Torsi yang Harus Ditinjau dalam Desain Beton Bertulang

Jack C. McCormac (2004) menyatakana bahwa momen torsi dikenal

sebagai torsi keseimbangan dan torsi kompatibilitas. Berikut penjelasannya :

 Torsi keseimbangan. Untuk struktur statis tertentu, hanya ada satu alur di

mana momen torsi dapat dipindahkan ke tumpuan. Jenis momen torsi ini

disebut torsi keseimbangan atau torsi statis tertentu dan tidak dapat

direduksi oleh redistribusi gaya dalam atau oleh rotasi batang.

 Torsi kompatibilitas. Momen torsi pada bagian tertentu dari struktur statis

tak tentu dapat direduksi cukup besar jika bagian struktur tersebut retak

akibat torsi dan berotasi. Hasilnya adalah redistribusi gaya dalam struktur.

Dalam beberapa bagian dari struktur yang ditinjau memuntir untuk

mempertahankan deformasi dari kompatibilitas struktur.

2.13. Tegangan Torsi pada Beton Bertulang

Tegangan torsi ditambahkan pada tegangan geser pada satu sisi dari balok

dan dikurangkan dari tegangan geser pada sisi lainnya seperti terlihat pada

(55)

Gambar 2.15. Tegangan Torsi dan Geser dalam Balok Berongga

Tegangan torsi mendekati pusat balok pejal sangat rendah. Oleh

karenanya, balok berongga diasumsikan mempunyai kekuatan torsi yang hampir

sama seperti balok pejal dengan dimensi luar yang sama (Jack C. McCormac,

2004).

Dalam penampang pejal, tegangan geser akibat torsi terkonsentrasi

pada “tube” luar dari batang, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.16(a),

sedangkan tegangan geser akibat tersebar sepanjang lebar penampang solid,

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.16(b). Akibatnya, kedua jenis tegangan

geser akibat geser dan torsi dikombinasikan dengan rumus akar pangkat dua yang

(56)

Setelah retak, ketahanan beton terhadap torsi diasumsikan untuk

diabaikan. Retak torsi cenderung membentuk spiral di sekeliling batang

membentuk sudut sekitar 45 dengan sumbu longitudinal batang. Torsi

diasumsikan ditahan oleh rangka batang ruang efektif yang terletak di luar ”tube”

dari batang beton. Rangka ini diperlihatkan pada Gambar 2.17. Tulangan

longitudinal di sudut batang dan sengkang transversal tertutup bekerja sebagai

batang tarik dalam “rangka” tersebut, sedangkan beton diagonal di antara

sengkang yang bekerja sebagai batang tekan. Beton yang retak masih mampu

memikul tegangan tekan (Jack C. McCormac, 2004).

Gambar 2.17. Rangka Batang Ruang Fiktif

2.14. Tulangan Torsi yang Disyaratkan Peraturan SNI-03-2847-2002

Perencanaan tulangan beton bertulang terhadap torsi didasarkan pada

analogi tube dinding tipis dengan rangka batang ruang di mana beton bagian dalam atau inti diabaikan. Setelah torsi menyebabkan batang retak, ketahanannya

terhadap torsi hampir seluruhnya diberikan oleh sengkang tertutup dan tulangan

longitudinal yang terletak dekat permukaan batang. Setelah terjadi retak, beton

diasumsikan mempunyai kekuatan torsi yang dapat diabaikan (Jack C.

(57)

Dalam SNI-03-2847-2002 subbab 13.6.1.a dinyatakan bahwa pengaruh

torsi dapat diabaikan untuk batang non-pratekan jika :

Dimana

= luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton

= keliling luar penampang beton

2.15. Kekuatan Momen Torsi pada Beton Bertulang

Dimensi elemen yang menerima geser dan torsi dibatasi oleh aturan SNI

sehingga retak yang tak terlihat tereduksi dan untuk mencegah kehancuran pada

permukaan beton yang disebabkan tegangan tekan miring. Hal ini dicapai dengan

persamaan berikut, di mana bagian kiri menggambarkan tegangan geser karena

geser dan torsi. Jumlah kedua tegangan ini dalam elemen tertentu tidak boleh

= gaya geser terfaktor pada penampang

= lebar badan balok

= jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal,

(58)

= momen puntir terfaktor pada penampang

= keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar

= luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar

= kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

Kuat leleh rencana untuk tulangan puntir non-prategang tidak boleh melebihi 400 Mpa.

2.16. Perencanaan Tulangan Torsi

Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan bahwa luas sengkang yang

digunakan untuk menahan torsi dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Dimana

= luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser =

Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan bahwa luas tulangan longitudinal

yang digunakan untuk menahan torsi dapat dihitung dengan persamaan berikut:

( )

Dimana

= kuat leleh tulangan torsi longitudinal

2.17. Retak pada Balok Beton Bertulang

Dua teori yang sangat berbeda digunakan untuk menjelaskan kekuatan dari

beton bertulang dalam menahan torsi. Teori yang pertama berdasarkan pada teori

skew bending oleh Lessig yang dikembangkan kembali oleh Hsu yang mana merupakan dasar bagi peraturan perencanaan torsi pada ACI 1971 -1989. Teori ini

(59)

lagi ditahan oleh tulangan. Pola keruntuhannya diasumsikan menghasilkan

pembengkokan pada permukaan yang miring dari retakan yang menyebar ke tiga

dari empat sisi balok seperti pada Gambar 2.18 dan 2.19 (James G. Macgregor,

1997).

Gambar 2.18. Pola Retak Akibat Torsi Murni

Menurut ACI tentang peraturan distribusi penulangan pada balok dan pelat

satu arah yang berdasarkan persamaan Gergely- Lutz yaitu :

Dimana

w = lebar retak dengan satuan 0,001 in

= faktor kedalaman; harga rata-rata = 1,20

= ketebalan penutup ke lapis tulangan yang pertama(in)

= tegangan maksimum (ksi) dalam baja pada saat tingkat beban layan dengan 0,6 untuk dipergunakan jika tidak ada perhitungan yang

tersedia

(60)

Gambar 2.19. Teori Skew Bending

2.18. Metode Elemen Hingga

Yerri Susatio (2004) menyatakan bahwa metode elemen hingga adalah

metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan teknik dan

problem matematis dari suatu gejala fisis. Tipe masalah teknis dan matematis fisis

yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga terbagi dalam dua

kelompok, yaitu kelompok analisa struktur dan kelompok masalah-masalah non

struktur. Tipe-tipe permasalahan struktur seperti :

1. Analisa tegangan, meliputi analisa truss dan frame serta masalah-masalah

yang berhubungan dengan tegangan-tegangan yang terkonsentrasi

2. Buckling

3. Analisa getaran

Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan

metode elemen hingga dirumuskan sebagai berikut:

1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi

(61)

3. Mencari hubungan strain/displacement dan stress/strain

4. Dapatkan matrik kekakuan dari elemen yang dibuat

5. Gunakan persamaan kesetimbangan {F}=[k]{d}

6. Selesaikan persamaan pada langkah 5, dengan menghitung harga yang

belum diketahui

7. Hitung strain dan stress dari tiap elemen

8. Interpretasikan kembali hasil-hasil perhitungan yang diperoleh

2.19. Peranan ANSYS dalam Bidang Engineering

Muhammad Daud Pinem (2013) menyatakan bahwa ANSYS adalah

salah satu perangkat lunak berbasiskan metode elemen hingga yang dipakai untuk

menganalisa masalah-masalah rekayasa (engineering). ANSYS dapat berjalan di platform Windows dan Linux. Elemen-elemen yang bisa dieksekusi dengan

ANSYS dalam bidang struktural yaitu :

a)Link

Elemen link secara umum dapat dipakai di beberapa jenis permasalahan struktur yang dimodelkan seperti garis. Salah satunya yaitu batang dan pegas.

b)Beam

Elemen beam dapat menyelesaikan permasalahan struktur yang dimodelkan seperti balok. Elemen ini dapat menerima tarik, tekan, dan tekuk.

c) Solid

(62)

d)Pipe

Elemen pipe ini memiliki karakter tekuk, tekan, torsi, dan tekuk.

e) Shell

(63)

BAB III

PERILAKU TORSI PADA TAMPANG TEBAL

3.1. Analisa Struktur

Gambar 3.1. Sistem Struktur

Sistem struktur seperti gambar di atas memiliki perletakan jepit dan tampang

balok lingkaran dimana P = 1000 N, = 2000 mm, dan = 6000 mm

3.1.1.Momen Lentur

Untuk Batang AB

(64)

Untuk Batang BC

Gambar 3.2. Bidang Momen Lentur pada balok

3.1.2.Gaya Geser

Beban yang bekerja yaitu beban P maka gaya geser maksimum di sepanjang balok adalah 1000 N

(65)

3.1.3.Momen Torsi

Akibat momen lentur pada batang AB, maka terjadi momen torsi pada batang AC

sebesar momen lentur pada batang AB yaitu sebesar .

Gambar 3.4. Bidang Momen Torsi pada balok

3.2. Perilaku Torsi pada Tampang Lingkaran 3.2.1.Properties Penampang

Berikut ini adalah properties dari penampang lingkaran yang akan dianalisis.

 Diameter penampang, D : 200 mm

 Mutu beton, f’c : 25 MPa

Poisson’s Ratio, v : 0,2

Dari data di atas dapat dihitung Modulus Elastisitas (E), Modulus Geser (G), dan

Inersia Torsi (J).

√ √

(66)

3.2.2.Perhitungan Sudut Puntir

Sudut puntir maksimum adalah sebagai berikut.

(67)

Gambar 3.5. Grafik Hubungan antara Panjang Bentang dengan Sudut Puntir pada Tampang Lingkaran

3.2.3.Perhitungan Tegangan Geser Total

Untuk menghitung tegangan geser akibat torsi, dipakai persamaan

Dimana = momen torsi

r = jari-jari penampang

J = inersia torsi

Untuk menghitung tegangan geser akibat gaya lintang, dipakai persamaan

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

(68)

Tegangan geser akibat torsi yaitu :

Tegangan geser akibat gaya lintang yaitu :

Maka tegangan geser maksimum yaitu 1,273 MPa + 0,042 MPa = 1,315 MPa

Gambar 3.6. Diagram distribusi tegangan geser total pada tampang lingkaran

3.2.4. Perencanaan Tulangan Torsi

 Momen torsi yang digunakan dari perencanaan diambil 2.000.000 Nmm.

Dengan kombinasi 1,4 DL didapat momen torsi yang digunakan yaitu

(69)

 Gaya lintang yang ikut bekerja bersama momen torsi yaitu 1000 N. Dengan

kombinasi 1,4 DL didapat gaya lintang yang digunakan yaitu 1.400 N

 Koefisien reduksi untuk geser dan torsi yaitu 0,75

 Momen torsi rencana yaitu ⁄

 Momen torsi rencana yaitu ⁄

Torsi minimum yang dapat diabaikan yaitu :

 Dimensi balok harus memenuhi :

(70)

Maka diperoleh

 Merencanakan sengkang untuk puntir :

Jarak spasi yang dibutuhkan yaitu

 

Maka diperoleh jarak spasi yang dibutuhkan yaitu ⁄ jarak

Untuk sengkang digunakan besi ulir dengan diameter 12 mm

Maka akan diperoleh jarak spasi yang dibutuhkan, .

Syarat jarak tulangan maksimum yaitu :

 ⁄ ⁄ 

Maka, jarak spasi yang digunakan adalah 50 mm. Dapat disimpulkan bahwa

tulangan sengkang yang digunakan adalah D12-50 mm

 Tulangan longitudinal yang diperlukan untuk menahan puntir yaitu :

(71)

Dimana :

 ⁄ jarak

 

Maka diperoleh luas tulangan longitudinal,

Maka dipakai tulangan 4D12 ( ).

3.2.5. Crack

Crack pada tampang lingkaran beton bertulang yang menerima torsi dapat

dianalisis dengan persamaan :

Dimana :

 jarak

Gambar

Gambar 2.3. Komponen-komponen Tegangan yang Bekerja pada Kubus Kecil
Gambar 2.5. Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus kecil                                   dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja
Gambar 2.8. Perubahan Bentuk Segi Empat Parallelogram
Gambar 2.9. Analogi Selaput Sabun (Soap Film Analogy)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, nilai tegangan maksimum torsi yang dihitung secara analitis dan dibandingkan dengan geser ANSYS, terlihat nilainya cukup mendekati dan semakin kecil untuk

Grafik Tegangan Di tengah dan Di bagian Kritis Pada Pelat Ketebalan 40 mm Untuk Kombinasi Beban Aksial Dan

Lain halnya bila penampang poros atau struktur yang dibebani torsi penampangnya tidak sirkular, contohnya: persegi panjang, elips, segitiga, plat tipis, tegangan puntir

Besaran tegangan geser maksimum ke arah memanjang balok dengan tampang persegi panjang ditunjukkan gambar 3.53, dapat dihitung dengan formula

Gaya Geser balok yang ditinjau pada struktur dengan persegi panjang adalah yang paling kecil, dengan rasio 3,6 % terhadap struktur dengan kolom bujur sangkar

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mencari dan membandingkan besar tegangan torsi, geser,dan lentur yang terjadi pada struktur balok

Tegangan torsi akan digunakan untuk perencanaan tulangan geser pada komponen struktur beton bertulang sedangkan inersia torsi akan digunakan untuk menganalisis gaya

Pada akhir penulisan tugas akhir ini akan terlihat bahwa perilaku torsi yang dihitung secara analitis dibandingkan dengan Program Ansys memiliki nilai yang mendekati. Kata kunci :