PELACURAN ANAK DIBAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
ANNISA TRI HAPSARI
106045101491
Oleh :
ANNISA TRI HAPSARI NIM: 106045101491
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
PELACURAN ANAK DIBAWAH UMUR MENURUT HUKUM
ISLAM DAN HUKUM POSITIF
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam/ Syariah (S.Sy)
Oleh :
Annisa Tri Hapsari
106045101491
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dedy Nursamsi, SH, M.Hum Sri Hidayati, M. Ag
NIP. 196111011993031002 NIP. 197102151997032002
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Pelacuran Anak Dibawah Umur Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Juni 2010. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1
(S1) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Pidana Islam)
Jakarta, 17 Juni 2010
Dekan,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM
NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. Asmawi, M. Ag. (...)
NIP. 1972 10101997031008
Sekretaris : Sri Hidayati, M. Ag. (...)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing I : Dedy Nursamsi, SH, M.Hum (...)
NIP. 196111011993031002
Pembimbing II: Sri Hidayati, M.Ag (...)
NIP. 197102151997032002
Penguji I : H. A. Azharuddin Lathif, M. Ag, MH (...)
NIP. 197407252001121001
Penguji II : Kamarusdiana, S. Ag, MH (...)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta,
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta,
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 4 Juni 2010
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq
serta nikmatnya, sehingga alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit
hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan hati dan
kerja keras serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung, sehingga hal- hal tersebut dapat penulis atasi dengan sebaik-
baiknya. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H. M.A. M.M., Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Asmawi, M.Ag., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., sebagai Ketua dan
Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang tanpa henti memberikan
dorongan dan semangat kepada penulis, serta yang dengan tulus ikhlas
meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam berbagai hal yang
3. Dedy Nursamsi, S.H. M.Hum., dan Sri Hidayati, M.Ag., selaku Dosen
Pembimbing skripsi penulis yang dengan sabar telah memberikan banyak
masukan dan saran- saran sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Semoga apa yang telah bapak dan ibu ajarkan dan arahkan mendapat balasan
dari Allah SWT.
4. Kepada seluruh dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mentransfer ilmunya dengan ikhlas
kepada penulis, serta para pengurus perpustakaan yang telah meminjamkan
buku- buku yang diperlukan oleh penulis.
5. Kepada seluruh keluargaku tercinta, terutama kepada kedua orang tuaku
Ayahanda Krisno Suwarno, yang telah memberikan pelajaran hidup yang
sangat berarti untuk penulis dan selalu memberikan dorongan moril maupun
materiil, dan Ibundaku tercinta Herminah, yang tak pernah lelah memberikan
segenap kasih sayang dan perhatiannya serta doa yang melimpah untuk
penulis. Untuk Mba Tina, Devi, Arif, K’Abi ”Terima kasih untuk
semangatnya”, pengertian yang kalian berikan mampu membuat penulis
semakin giat dalam menyelesaikan skripsi ini. My nephew ”Naila & Rian”,
you’r my inspiration.
6. Kepada Mahpudin,yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi. Dan
kasih sayang yang tak terhingga..
7. Kepada seluruh temen- temen : Mba wah, Mas moy, Fitroh, Amir, Zemen,
banget udah selalu bikin ketawa disaat jenuh. Buat Attin, Intan, Faris, Fandi,
Husen, Haris, Bali, Aris, Buldan, Hari, Isa, Agus, Guruh, Yuswandi, Kholid,
P-man, dan semua teman- teman tersayang yang tidak kesebut.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, agar semua bantuan dan
partisipasi dari berbagai pihak tersebut diberikan-Nya pahala yang berlipat ganda.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Amin.
Jakarta, 4 Juni 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……….. i
DAFTAR ISI ………. iv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Tinjauan Pustaka ... 8
E. Metode Penelitian ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II : PELACURAN DAN ANAK DIBAWAH UMUR ... 13
A. Pelacuran ... 13
1. Hukum Islam ... 15
2. Hukum Positif ... 25
B. Anak Dibawah Umur ... 27
1. Hukum Islam ... 27
2. Hukum Positif ... 33
BAB III : PELACURAN ANAK DIBAWAH UMUR ... 39
Anak Dibawah Umur ... 39
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pelacuran Anak Dibawah Umur ... 42
C. Dampak Pelacuran Anak Dibawah Umur ... 45
BAB IV : PEMIDANAAN TERHADAP PELACURAN ANAK DIBAWAH UMUR ... 48
A. Pemidanaan ... 48
1. Hukum Islam ... 48
2. Hukum Positif ... 57
B. Persamaan dan Perbedaan ... 62
1. Hukum Islam ... 62
2. Hukum Positif ... 62
C. Analisis Penulis ... 64
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 70
B. Saran-saran ... 72
BAB I
PELACURAN ANAK DIBAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A.
Latar Belakang MasalahIslam sebagai agama rahmatan lil’alamin – Agama samawi yang terakhir
diturunkan kepada Nabi akhir zaman yaitu Nabi Muhammad SAW. Ia melengkapi
dan menyempurnakan agama- agama samawi yang di turunkan sebelumnya yang
bertujuan untuk menjadi pedoman hidup umat manusia di dunia dan di akhirat dalam
mencapai tujuan kebahagiaan yang hakiki lahir dan batin.
Islam dilengkapi dengan berbagai pembelajaran, baik di dunia terutama di
akhirat, yang didalamnyapun terdapat banyak ketentuan- ketentuan hukum sebagai
batasan dari tingkah laku seseorang. Syari’at Islam, merupakan hukum- hukum
agama yang takluk dibawah ”tanzim dan tasyri’” (peraturan dan perundangan syara’)
yang telah ditentukan di dalam Al- qur’an dan Al- hadits.
Berbagai macam jarimah atau tindak pidana secara lengkap dijelaskan di
dalam Al- qur’an dan Al- hadits. Masalah perzinaan tak luput dari pembahasannya,
karena perbuatan zina merupakan dosa besar. Bahkan, al- Sayyid al- Bakri
menggolongkannya kedalam kategori sebesar- besarnya dosa (akbar al- kaba’ir)
sebagai dosa terbesar sebelum pembunuhan.1 Bahkan hukum untuk mendekati perbuatan zina itu sendiri saja sudah dilarang, sebagaimana firman Allah SWT, dalam
surat Al- Israa’, ayat (32) :
⌧ ⌧
Artinya : ”Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”
Dan pada masa ini, umat Islam sedang dilanda berbagai masalah, baik dari
sudut ekonomi, politik maupun sosial akibat kelalaian menuruti perintah Allah.
Masalah sosial yang menimpa umat Islam kini semakin parah, baik itu pada orang
dewasa, remaja maupun anak dibawah umur.2
Dalam catatan sejarah, fenomena pelacuran memiliki usia yang hampir sama
tuanya dengan sejarah itu sendiri. Meski dikutuk oleh seluruh umat manusia namun
sejarah tetaplah sejarah yang tidak mampu melenyapkan hal yang satu ini. Yang
terjadi hanyalah sebatas fluktuasi dari perkembangan eksistensi prostitusi itu sendiri
sesuai masanya. Kegagalan ’pembumihangusan’ hal itu sangatlah masuk akal
dikarenakan kompleksitas masalah yang selalu muncul melatarbelakanginya. Dulu
1
Al- Sayyid Al- Bakri, Hasyiyah I’anatu al- Thalibin ‘Ala Hilli alfazi Fathi al- Mu’in,
(Beirut – Libanon, Daar Al- Fikri, 1414), Juz ke- 4, h. 161.
2
banyak anggapan motivasi seseorang menjadi pelacur berangkat hanya dari problem
individual yang dikaitkan dengan aspek moralitas-personal. Namun dalam konteks
saat ini, membaca fenomena pelacuran tidaklah mungkin sesederhana itu. Problem
pemiskinan struktural selama ini mau tidak mau harus menjadi hal penting untuk
disadari.3 Akibat himpitan kondisi ekonomi ditambah dengan ketidak becusan pemerintah dalam salah satunya- menertibkan mafia pelacuran berkedok jasa
penyalur tenaga kerja, tidak sedikit seseorang dipaksa menjalani hal ini.
Perilaku pelacuran akhir- akhir ini semakin marak dilingkungan masyarakat
Indonesia, hal ini terbukti dari semakin banyaknya aborsi yang disebabkan hubungan
seks diluar pernikahan, lokalisasi pelacuran dan pemberian kondom serta tersedianya
fasilitas, seperti diskotik dan tempat- tempat penginapan : hotel, motel villa dan lain
sebagainya.4 Pada zaman sekarang model- model perbuatan pelacuran juga mempunyai banyak variasi, meskipun tidak sama persis tapi motifnya hampir sama,
yaitu motif ekonomi, mencari kesenangan sesaat atau pelampiasan nafsu dan
menunjukan harga diri.5
Menurut data yang didapat, diperkirakan, 30 persen pelacur atau pekerja seks
komersial (PSK) di Indonesia dijalani oleh anak-anak di bawah umur atau di bawah
3
http://aan-online.blogspot.com/2007/08/potret-buram-raperda-pelacuran-jombang.html.
4
Muhammad Abduh Malik. Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam Dan KUHP. (Jakarta: Bulan Bintang, 2003). h. 80
5
usia 18 tahun. Hal itu ditandaskan Deputi Perlindungan Anak pada Kementrian
Negara Pemberdayaan Perempuan, Dr Surjadi Soeparman MPH.6
Surjadi juga mengungkapkan, persebaran pelacur anak di bawah umur hampir
merata di tiap daerah. Mereka mudah ditemukan di kantong-kantong kemiskinan.
Karena itu, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menekan jumlah anak yang
dieksploitasi menjadi pelacur. Pemerintah daerah harus melindungi anak-anak,
utamanya yang putus sekolah, agar tidak dieksploitasi. Menurutnya, Eksploitasi Seks
Komersial Terhadap Anak (Eska) terjadi dalam tiga hal. Yakni, prostitusi,
perdagangan anak (trafficking), dan pornografi. Ia mengatakan, Eska bukan hanya
masalah moral, tapi masalah sosial. Anak-anak itu melacurkan diri atau dipaksa
melacurkan diri karena desakan ekonomi.7
Ditengah upaya mewujudkan kesejahteraan anak Indonesia, kita dihadapkan
dengan banyaknya masalah kesejahteraan sosial anak beberapa tahun terakhir ini,
sekalipun sulit didapatkan data yang akurat dan terbaru. Berikut adalah data
pelacuran anak pada tahun 2001, tepatnya pada tanggal 1 Maret, jumlah pengungsi
1.081.341 jiwa atau 240. 840 KK yang tersebar di 20 Propinsi daerah pelacuran anak,
terdapat eksploitasi seksual yaitu 40-70 ribu anak dibawah umur 18 tahun. Jadi
6
http://www.matabumi.com/berita/30%25-psk-Indonesia-anak-di-bawah-umur.
7
dengan keseluruhan, data yang diperkirakan sekitar 30% pelacur anak tersebut adalah
perempuan berusia 18 tahun.8
Pada dasarnya masalah sosial dan moral adalah masalah terbesar dari tatanan
adat serta perilaku masyarakat Indonesia, yang masih sangat kental dengan
kebudayaan timur. Salah satu permasalahan yang menarik perhatian di dalam
masyarakat akhir-akhir ini adalah pelacuran yang dilakukan oleh anak di bawah
umur. Pelacuran sebagai masalah sosial yang sudah tua usianya namun senantiasa
dibicarakan orang sampai saat ini, tidak tanggung-tanggung yang menjadi korbannya
adalah anak-anak usia belasan tahun yang masih polos dan mudah dipengaruhi,
sementara aturan yang terdapat di dalam pasal 296 KUHP belum secara tegas dan
jelas mengatur pelacuran itu sendiri karena pasal tersebut hanya menitik beratkan
pada penyedia atau sarana yang mendukung diadakannya pelacuran. Sedangkan
didalam ketentuan Perda Tangerang Nomor 8 Tahun 2005, dalam pasal 2 ayat (2)
dinyatakan bahwa ”Siapapun di Daerah dilarang baik secara sendiri ataupun
bersama-sama untuk melakukan perbuatan pelacuran.” Apabila perbuatan itu dilakukan,
kepada pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan pasal 9 ayat
(1), Perda tersebut.
Bisnis pelacuran tidak pernah merugi, mengingat jumlah keuntungan yang
didapat dari penyelenggaraan kegiatan tersebut. Besar kecilnya keuntungan tersebut
8
antara lain tergantung pada cara pengelola bisnis dalam mengemas “dagangannya”.9 Belum cukup sampai di situ saja, mereka bahkan dengan teganya menjalankan kiat
mengeruk uang yang sedang “ngetrend” memasok gadis-gadis dibawah umur untuk
memuaskan syahwat lelaki iseng. Banyak tempat hiburan malam yang menyediakan
gadis-gadis dibawah umur ini untuk menjalankan transaksi seks secara langsung,
karena tersedianya fasilitas yang legal maupun ilegal.
Dengan melihatnya kenaikan angka pelacuran anak dibawah umur di
Indonesia, begitu sulit bagi pemerintah dalam menentukan sanksi yang dapat
diberikan kepada para pelacur dibawah umur tersebut. Maka dari pada itu, dibutuhkan
peran serta masyarakat dan para pihak pemerintahan terkait untuk terjun langsung
didalam penanganannya. Namun, bagaimanapun juga keefektifan hukum tersebut
harus seiring sejalan dengan kepatuhan masyarakat pada umumnya. Karena dilain
pihak, Kepolisisan Negara Republik Indonesia pun akan merasa sangat kesulitan
dilapangan dalam pemberantasan pelacuran tersebut, baik berupa pemberian sanksi
ataupun dalam penanganannya tanpa adanya dukungan dari seluruh masyarakat,
khususnya penanganan terhadap pelacuran anak dibawah umur. Sehubungan dengan
hal di atas menarik perhatian penulis untuk menyusun skripsi yang berjudul :
”PELACURAN ANAK DIBAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF.”
9
B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah
Penelitian ini menjelaskan apa sebetulnya dan bagaimana pola pengaturan
tentang pelacuran yang dilakukan oleh anak yang dalam usia masih dibawah umur
serta bagaimana sistem pemidanaan serta penanganan khusus dari apa yang telah
terkandung didalam hukum Islam dan hukum positif.
Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini
penulis membatasi, meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pelacuran yang penulis maksud, adalah suatu perbuatan di mana seorang
perempuan menyerahkan dirinya untuk berhubungan kelamin dengan jenis
kelamin lain dengan mengharapkan bayaran, berupa uang ataupun bentuk
lainnya.
2. Anak dibawah umur yang penulis maksud, adalah seorang yang belum berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
3. Hukum Islam yang penulis maksud, adalah fiqh yang membahas tentang
pelacuran, khususnya pelacuran yang dilakukan oleh anak dibawah umur.
4. Hukum positif yang penulis maksud adalah peraturan perundang- undangan
yang berlaku di Indonesia.
Dari pembatasan masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa saja yang melatar belakangi pelacuran anak dibawah umur ?
2. Apa sanksi yang diberikan terhadap pelacuran anak dibawah umur, menurut
3. Apa persamaan dan perbedaan antara hukum Islam dan hukum positif
terhadap pemidanaan pelacuran anak dibawah umur ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelacuran anak dibawah umur (Sebagai seorang yang
belum mukalaf).
2. Untuk megetahui batasan anak dibawah umur menurut hukum Islam dan
hukum positif.
3. Untuk mengetahui pemidanaan terhadap pelacuran anak dibawah umur,
menurut hukum Islam dan hukum positif.
4. Untuk membandingkan persamaan dan perbedaan antara hukum Islam dan
hukum positif terhadap pemidanaan pelacuran anak dibawah umur.
D. Tinjauan Pustaka
Berbicara mengenai pelacuran, sudah ada skripsi dan buku-buku atau
penelitian yang membahas tentang pelacuran dan penanganannya. Misalnya, pada
pembahasan sebelumnya dari pelacakan karya ilmiah Mahasiswa (skripsi) di Fakultas
Syari’ah dan Hukum terdapat skiripsi yang ditulis oleh Katon, yang berjudul
”Perspektif Hukum Islam Terhadap Perda Nomor 05 tahun 2002 PEMDA Kota Pekanbaru Dalam Upaya Penanggulangan Pekerja Seks Komersial (PSK/ Pelacur)”
Komersial Serta Penanganannya, berlanjut dengan pembahasan mengenai perbuatan
zina secara umum baik mukhson ataupun ghairu mukhson.
Dari uraian diatas, sudah ada literatur yang membahas tentang pelacuran
secara umum. Untuk itu disini penulis membedakan serta lebih memfokuskan
penulisan skripsi mengenai ”Pelacuran Anak Dibawah Umur Menurut Hukum Islam dan Hukum positif.”
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode Deskriptif Analitis
yaitu menggambarkan dan memaparkan secara sistematis tentang apa yang menjadi
objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis.10 Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian normatif yuridis yaitu suatu penelitian yang dapat
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dan dengan
menggunakan peraturan perundang-undangan yang telah ada. Dalam mengolah dan
menganalisa data, penulis menggunakan metode kualitatif dengan cara menganalisa
dengan menggunakan penafsiran hukum, penalaran hukum, dan argumentasi
rasional.11
Adapun mengenai sumber data yang penulis gunakan adalah sumber data
primer. Data primer adalah data yang diperoleh dari bahan- bahan hokum yang
10
Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penenlitian Hukum Normatif. Cet, ke-2. (Jakarta: Bayu Media Publishing, 2006).
11
mengikat, yang dalam hal ini perundang-undangan dan Al-Qur’an dan hadits sebagai
acuan utama untuk membatasi permasalahan yang dihadapi.12 Dan data sekunder, adalah semua bahan yang memberikan penjelasan mengenai sumber data primer,
dalam hal ini adalah kitab- kitab fiqh, buku-buku, majalah-majalah, dan
literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Setelah data-data
terkumpul, kemudian penulis mengolah dan menganalisa data tersebut dengan
menggunakan metode :
1. Metode Deduktif, yaitu suatu cara menganalisa data bertitik tolak dari data
yang bersifat umum, kamudian ditarik atau diambil kesimpulan yang bersifat
khusus.
2. Metode Komparatif, yaitu membandingkan keduanya antara hukum Islam dan
hukum positif, dengan menganalisa keduanya.
Teknik penulisan dalam pembuatan skripsi ini mengacu kepada buku
pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007.13
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, sama halnya dengan sistematika penulisan
pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu dimulai dari kata pengantar, daftar isi, dan
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Cet, ke-3, (Jakarta: UI- Press,1986).
13
dibagi menjadi bab dan sub bab serta diakhiri dengan kesimpulan dan saran. Untuk
lebih jelasnya pembagian bab-bab sebagai berikut :
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Konsep pelacuran dan anak dibawah umur menurut hukum Islam
dan Hukum Positif. Yang terdiri dari dua sub bab. Yang pertama,
pengertian pelacuran menurut hukum Islam dan hukum positif.
Kedua, pengertian anak dibawah umur menurut hukum Islam dan
hukum positif.
BAB III Dampak dan faktor penyebab Pelacuran anak dibawah umur
menurut hukum Islam dan hukum Positif . Yang terdiri dari tiga
subbab. Yang pertama, pengertian dan gambaran mengenai
pelacuran anak dibawah umur menurut hukum Islam dan hukum
Positif. Kedua, faktor penyebab terjadinya pelacuran anak dibawah
umur. Yang ketiga, dampak pelacuran anak dibawah umur.
BAB IV Pemidanaan terhadap anak dibawah umur menurut hukum Islam
dan hukum positif, yang terdiri dari tiga sub bab. Yang pertama,
Pemidanaan menurut hukum Islam dan hukum positif. Yang
kedua, pemidanaan pelacuran anak dibawah umur. Yang ketiga,
analisis penulis mengenai pemidanaan pelacuran anak dibawah
BAB V Penutup, yang terdiri dari dua subbab, yang pertama kesimpulan,
BAB II
PELACURAN DAN ANAK DIBAWAH UMUR
A. PELACURAN.
Kehadiran pelacuran, WTS, dikota- kota di mana uang adalah segala- galanya,
sulit dicegah. Baik yang dilokalisasi maupun tidak. Kehadirannya, seiring dengan
tuntutan sebuah kota yang terus berkembang akibat pesatnya pembangunan industri
dan ekonomi. Para laki- laki menjadikan tempat pelacuran sebagai sarana hiburan,
rekreasi, dan pelampiasan nafsu seks yang tidak terkendali.14
Adapun pelacuran itu sendiri adalah sebuah kata yang sudah tidak asing lagi
ditelinga kita. Kata pelacuran identik dengan kata asing Prostitusi; berasal dari bahasa
latin ”Pros-tituere”, yang kira-kira diartikan sebagai perilaku yang terang-terangan menyerahkan diri pada “Perzinaan”,15 atau sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum untuk melakukan
perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah.16 Pelacuran juga dapat diartikan sebagai membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, pencabulan.17 Secara
14
Armaidi Tanjung, Mengapa Zina Dilarang?, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1997), cet ke- 1., h. 72.
15
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/hukum-pidana/pelacuran-anak-di-bawah-umur-dalam-penegakan-hukum-di-indonesia-studi-sosiologi-hukum-di-kecamatan
16
http://dwtina.ngeblogs.com/2009/09/14/permasalahan-sosial-di-sekitar-kita.
17
terminologi, pelacuran adalah penyediaan layanan seksual yang dilakukan oleh laki-
laki atau perempuan untuk mendapatkan uang atau kepuasan. Menurut Encyclopedia
Britannica, Pelacuran juga didefinisikan sebagai praktek hubungan seksual, yang
kurang lebih dilakukan dengan siapa saja (Promoskuitas) untuk imbalan upah.18
Menurut Soedjono pelacuran merupakan gejala sosial yang seolah- olah
langgeng, faktor penentunya justru terletak pada sifat- sifat alami manusia khususnya
segi seksual biologis dan psikologis, sedangkan faktor pendamping yang akan
memperlancar atau dapat menghambat pertambahan jumlah pelacur.19
Menurut Iwan Bloch menyebutkan, pelacuran adalah suatu bentuk tertentu
dari hubungan kelamin di luar perkawinan, dengan pola tertentu yaitu kepada siapa
pun secara terbuka, dan hampir selalu dengan pembayaran, baik untuk bersebadan,
maupun kegiatan seks lainnya yang memberikan kepuasan yang diinginkan oleh yang
bersangkutan.20
Sama halnya dengan pendapat diatas, Commenge mengartikan, pelacuran
adalah suatu perbuatan di mana seorang wanita memperdagangkan atau menjual
tubuhnya, yang di lakukan untuk memperoleh pembayaran dari laki- laki yang datang
18
Than- Dam Truong, Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara, Terjemahan : Moh. Arif (Jakarta : LP3ES, 1992) h. 15.
19
Soedjono. Pelacuran ditinjau dari hukum dan kenyataan dalam masyarakat. (Bandung : Karya Nusantara, 1977), h. 44.
20
P. J. De Bruine Ploos van Amstel, De Prostitutie Doorlewwn, h. 18. Dikutip dari
membayarnya; dan wanita tersebut tidak ada pencaharian lainnya dalam hidupnya,
kecuali yang diperolehnya dari perhubungan sebentar- sebentar dengan banyak
orang.21
Pelacuran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu perempuan yang
melacurkan/ menjual dirinya; wanita tunasusila; wanita sundal.22 Sementara itu, karena tidak adanya ketentuan yang mengatur mengenai pelacuran didalam KUHP,
maka pemerintah kota tangerang membuat sebuah kebijakan mengenai pelacuran
tersebut, menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2003 Tentang
Pelarangan Pelacuran, pelacuran yaitu hubungan seksual diluar pernikahan yang
dilakukan oleh pria maupun wanita, baik ditempat berupa hotel, Restoran, tempat
hiburan atau lokasi pelacuran ataupun ditempat-tempat lain di Daerah dengan tujuan
mendapat imbalan jasa.23
1. Pelacuran Menurut Hukum Islam
Dalam agama Islam, pelacuran merupakan salah satu perbuatan zina.
Pandangan hukum Islam tentang perzinaan jauh berbeda dengan konsep hukum
konvensional, karena dalam hukum Islam, setiap hubungan seksual tanpa ikatan
pernikahan (yang diharamkan) seperti pelacuran masuk kedalam kategori perzinaan
yang harus diberikan sanksi hukum kepadanya, baik itu dalam tujuan komersil
21
Ibid, 62.
22
Edisi ketiga. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Departmen Pendidikan Nasional. Cet, ke tiga 2005.
23
ataupun tidak, baik yang dilakukan oleh yang sudah berkeluarga ataupun belum.24 Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nissa’ ayat 16:
☺ ☺
☺
Artinya:
”Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Larangan terhadap perbuatan zina pun tercangkup dalam surah Al- Israa’ ayat 32:
⌧
⌧
Artinya:
”Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”
Para pelacur yang rutinitasnya identik dengan perzinaan merupakan bentuk
lain dari penyimpangan seksual dimana terjadi hubungan seksual antara laki- laki dan
24
perempuan tidak berdasarkan pada ikatan tali perkawinan. Maka disini akan penulis
ulas secara lengkap mengenai pelacuran menurut Islam.
Penduduk masa jahiliyah mewajibkan kepada hamba sahaya perempuan
kepunyaannya, berupa pembayaran harian yang mesti dibayar penuh kepada tuannya,
biar didapat dengan jalan bagaimanapun. Diantara hamba sahaya itu ada yang
terpaksa melakukan pelacuran, supaya memenuhi pembayaran yang diwajibkan
kepadanya. Setelah datang agama Islam, dilarangnya putera/ putrinya mengerjakan
pekerjaan yang hina itu.25 Dan diperingatkan kepada siapa saja yang mempunyai hamba sahaya perempuan, supaya jangan menyuruhnya hidup melacur, sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah SWT :
☺ ☺
☺
⌦ ⌧
Artinya :
25
”Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.”
Menurut hukum Islam, Zina secara harfiah berarti Fahisyah,26 yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan
perkawinan.27
Terdapat pendapat lain mengenai zina, walaupun hampir sama bahkan sama
dengan yang sudah dijelaskan diatas, yaitu kata dasar dari zana- yazni. Hubungan seksual antara laki- laki dan perempuan yang belum atau tidak ada ikatan ”nikah”,
ada ikatan nikah semu (seperti nikah tanpa wali, nikah mut’ah, dan hubungan
beberapa laki- laki terhadap hamba perempuan yang dimiliki secara bersama) atau
ikatan pemilikan (tuan atas hamba sahayanya).28
26
Abu Khalid, Kamus Indonesia- Arab Al- Huda., (Surabaya: Fajar Mulya), cet ke- 1. h. 91.
27
Abdurahman Doi, Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991). Dikutip dari Buku Hukum Pidana Islam., Zainuddin Ali,. (Sinar Grafika, 2007). h, 37.
28
Para Ulama dalam memberikan definisi zina dalam kata yang berbeda, namun
mempunyai substansi yang hampir sama, yaitu: 29
1. Menurut Ulama Malikiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan
mukalaf yang menyetubuhi farji anak adam yang bukan miliknya secara
sepakat (tanpa ada syubhat) dan disengaja.
2. Menurut Ulama Hanafiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan
lelaki yang menyetubuhi perempuan didalam kubul tanpa ada milik dan
menyerupai milik.
3. Menurut Ulama Syafi’iyah mendefinisikan zina adalah memasukan zakar
kedalam farji yang haram tanpa ada syubhat dan secara naluri mengundang
syahwat.
4. Menurut Ulama Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan keji
pada kubul atau dubur.
5. Menurut Ulama Zahiriyah mendefinisikna bahwa zina adalah menyetubuhi
orang yang tidak halal dilihat, padahal ia tahu hukum keharamannya atau
persetubuhan yang diharamkan.
6. Menurut Ulama Zaidiyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukan
kemaluan kedalam kemaluan orang hidup yang diharamkan, baik kedalam
kubul maupun dubur tanpa ada syubhat.
29
Secara garis besar, pendapat- pendapat diatas dapat didefinisikan, bahwa
perzinaan adalah hubungan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak
terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan) atau perbuatan bersenggama seorang
laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya
atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki- laki yang
bukan suaminya.30 Dari definisi zina yang dikemukakan oleh para ulama tersebut dapat diketahui bahwa unsur- unsur jarimah zina itu ada dua, yaitu:
1. Persetubuhan yang diharamkan, dan
2. Adanya kesengajaan atau niat yang melawan hukum.
Sebelum membedakan kedua bentuk perzinaan, harus difahami terlebih
dahulu mengenai unsur- unsur perbuatan (jarimah) yang dapat dikenakan hukuman
(uqubah) sehingga dapat dengan jelas mengetahui ketentuan hukum atas suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Sebagai berikut, jarimah terbagi dalam tiga
unsur:31
1. Unsur formal (rukun syar’i) adalah adanya ketentuan nash yang melarang atau memerintahkan suatu perbuatan serta mengancam pelanggarnya.
2. Unsur materiil (rukun maddi) adalah adanya tingkah laku berbentuk jarimah
yang melanggar ketentuan formal.
30
Kamus Besar Bahasa Indonesia,. Edisi ke Tiga. Departemen Pendidikan Nasional. ( Jakarta: Balai Pustaka 2005).
31
3. Unsur moril (rukun adabi) adalah bila pelakunya seorang mukalaf, yakni orang yang perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Didalam hukum Islam, hukuman zina dibagi berdasarkan status seseorang
tersebut. Yaitu : (1) pezina muhsan, (2) pezina ghairu muhsan, dan (3) pezina dari orang yang berstatus hamba sahaya.32
Seseorang dikatakan pezina muhsan jika ia melakukan zina setelah melakukan hubungan seksual secara halal (sudah menikah atau pernah menikah). Hukuman atas
pezina muhsan ini menurut jumhur Ulama adalah dirajam. Berdasarkan hadits Jabir
sebagai berikut :
ﱠ و
أ
و
ﷲا
ﻰ
ﻰ ﱠ ا
ﺮ ﺄ
ةأﺮ ﺄ
ﻰ ز
ر
ﱠنأ
ﷲ
ﺪ
ﺮ ﺎ
و
ﺮ
ﺮ ﺄ
ﱠاﺮ ا
ﱠ
ﱠﺪ ا
ﺪ
)
دوادﻮ أ
اور
(
33
Artinya :
”Dari Jabir ibn Abdillah bahwa seorang laki- laki telah berzina dengan seorang perempuan. Kemudian nabi memerintahkan untuk membawanya ke hadapan Nabi saw. Lalu Nabi menjilidnya sesuai dengan ketentuan. Kemudian Nabi diberitahu bahwa ia sudah berkeluarga (beristri). Nabi memerintahkan untuk membawanya kembali, dan kemudian ia dirajam. (Hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud).”34
Pezina ghairu muhsan adalah orang yang melakukan zina tetapi belum pernah melakukan hubungan seksual secara halal sebelumnya. Pezina ini dihukum cambuk
32
Ibid: h. 237.
33
Sunan Abi Dawud. Kitabul Hudud-32. hadits ke 4438,. h. 671
34
100 kali dan diasingkan keluar kampung selama satu tahun. Hal ini berdasarkan,
Firman Allah SWT :
☺ ☺ ☺ ⌧ ⌧ ☺ Artinya:
”Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Adapun sunah qauliah yang menjelaskan hukuman zina antara lain adalah
sebagai berikut :
ﱠ و
ﷲا
ﻰﱠ
ﷲا
لﻮ ر
لﺎ
ﺎ ا
ةدﺎ
و
"
اوﺬ
,
اوﺬ
.
ﱠ ﻬ
ﷲا
ﺪ
.
ﺔ ﺎ
ﺪ
ﺎ
او
ﺔ
و
ﺔ ﺎ
ﺪ
ﺮﻜ ﺎ
ﺮﻜ ا
ﺮ او
) .
اور
ىﺬ ﺮ او
دواد
ﻮ او
(
35 Artinya :”Dari Ubadah ibn Ash- Shamit ia berkata: Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku. Sesungguhnya Allah telah memberikan jalan kaluar bagi mereka (pezina). Jejaka dengan gadis, hukumannya dera 100 kali dan pengasingan selama
35
satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera 100 kali dan rajam. (Hadist diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan Turmudzi ).”
Adapun hukuman bagi pezina hamba sahaya, jika hamba sahaya itu
perempuan dan pernah menikah (muhsan), hukuman hadd-nya 50 kali cambukan,36 sesuai dengan surat An-Nissa ayat 25, sebagai berikut :
⌧ ☺
☺ ☺
☺ ☺ ☺
☺ ⌧
⌧
⌧ ☺
⌧ ☺
⌦ ⌧
Artinya :
”Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui
36
keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain,37 karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan diatas, jelaslah bahwa Islam
menganggap pelacuran adalah sebagai zina, yang dalam proses terjadinya terdapat
adanya unsur- unsur zina, yaitu persetubuhan yang diharamkan dan adanya
kesengajaan atau niat melawan hukum. Zina yang dilakukan secara berkala dan
mengharap upah dari perlakuannya tersebut, walaupun pada umumnya mereka
mengetahui bahwa perzinaan adalah bentuk perlakuan yang buruk dan dilarang oleh
agama dan norma yang dianut oleh masyarakat, serta menimbulkan dampak negatif
yang besar bagi kehidupan manusia.38
Jadi intinya, Menurut hukum Islam, pelacuran merupakan perzinaan yang
dilakukan terus menerus. Apabila dilihat dari faktor ekonomi, perbuatan zina
menghasilkan uang bagi para pelakunya terutama bagi pelaku wanita.39 Untuk
37
Maksudnya: orang merdeka dan budak yang dikawininya itu adalah sama-sama keturunan Adam dan hawa dan sama-sama beriman.
38
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP. (Jakarta : PT Bulan Bintang, 2003), h. 82.
39
Ibid : h. 74.
memenuhi gaya hidup yang semakin tinggi, maka banyak kalangan kelas bawah yang
menjual dirinya kepada laki- laki hidung belang. Para pelaku pria biasanya
memberikan uang setelah melakukan hubungan seks kepada para wanita ekonomi
lemah dan berpendidikan rendah seperti dilokalisasi wanita tuna susila (WTS) atau
dihotel- hotel.40 Tetapi tidak menutup kemungkinan juga, wanita- wanita kaya yang membayar laki- laki hanya sekedar untuk memuaskan nafsu seksnya saja dan bahkan
parahnya, wanita- wanita kaya itu melakukan perzinaan dan membayar pelacur laki-
laki untuk menunjukan harga dirinya didepan teman- temannya.
Motivasi mereka melakukan perbuatan pelacuran adalah :41 1. Mencari uang (pada umumnya).
2. Kecewa ditinggal suaminya begitu saja.
3. Mula- mula cari kerja sebagai tukang masak, tukang cuci. Lalu dibujuk atau
dipaksa oleh germo untuk menjadi WTS.
2. Pelacuran Menurut Hukum Positif
Dalam prakteknya, pelacuran juga dipandang sebagai kerja seksual dalam
suatu sistem produksi- reproduksi masyarakat. Pelacuran dilakukan dari kelas bawah,
dipinggir- pinggir jalan, rumah bordil, sampai kelas menengah. Dengan kata lain,
memberikan tempat pada gagasan tentang seks dalam pembangunan kerja.42
40
Ibid, 75
41
Dalam KUHP maupun RUU- KUHP, pelacuran tidak dilarang. Ketentuan ini
tidak terlepas dari pendapat tentang pengertian zina dalam perspektif hukum barat.
Menurut mereka, apabila persenggamaan itu dilakukan atas dasar suka sama suka
oleh orang- orang dewasa yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah dengan
siapapun juga, maka perbuatan persenggamaan itu merupakan hak dan masalah
pribadi mereka.43
Mengenai sanksi hukuman yang dikenakan dalam KUHP, sesuai dengan pasal
287 ayat (1) : ”Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan,
padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum
mencapai lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya
untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Ketentuan dalam pasal ini, bukan menghukum wanitanya sebagai anak yang
masih dibawah umur, tetapi lebih kepada laki- laiknya yang melakukan perbuatan itu.
Lalu, apabila wanita itu yang mau untuk disetubuhi, dan mengharapkan imbalan dari
perbuatannya itu, bagaimana dengan sanksinya.
Dalam rangka menanggulangi dan memberantas perbuatan asusila yang
terjadi di Indonesia, terutama yang terjadi diwilayah Kabupaten Tangerang sendiri,
maka Pemerintah Kabupaten Tangerang membuat secara khusus ketentuan pidana
mengenai perbuatan pelacuran, yang menjadi suatu ketentuan pidana Peraturan
42
Harry Wibowo, Kerja Sosial Dalam Industri Wisata. (Prisma, 1991). H. 100.
43
Daerah (Perda). Ketentuan Pidana Didalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor
8 Tahun 2005, Pasal 19 ayat (1) : ”Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1)
dan ayat (2) Peraturan Daerah ini, diancam kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi- tingginya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).” Sebagaimana isi
dari Pasal 2 ayat (1) : ”Siapapun di Daerah dilarang baik secara sendiri ataupun
bersama- sama untuk melakukan perbuatan pelacuran.”
Terlihat bahwa, Perda Tangerang sudah menunjukan kearah yang lebih baik,
dibandingkan dengan peraturan yang secara umum telah diberlakukan didalam
KUHP, yang mana secara nasional telah mengikat. Namun, tidak dapat memberikan
sanksi secara jelas untuk pelacuran diluar kawin.
KUHP tidak melarang prostitusi, tetapi hanya melarang mucikari (germo).
Larangan melakukan profesi mucikari terdapat dalam pasal 296 KUHP. Yang
menentukan bahwa :”Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu.”44
B. ANAK DIBAWAH UMUR
1. Anak Dibawah Umur Menurut Hukum Islam.
44
Anak adalah karunia Allah yang suci sebagai hasil perkawinan antara ayah
dan ibu. Tempat bergantung di hari tua, generasi penerus cita- cita orangtua.
Rasulullah saw dalam salah satu hadits menyebutkan anak sebagai buah hati.45
ةﺮﻄ ا
ﻰ
ﺪ ﻮ
دﻮ ﻮ
آ
)
ىﺬ ﺮ ا
اور
(
46
Artinya :
“Setiap anak yang dilahirkan adalah suci.” (H.r. Tumudzi)
Dalam al- Qur’an disebutkan bahwa anak (perempuan dan laki- laki) adalah
buah hati keluarga dengan iringan doa harapan menjadi pemimpin atau imam bagi
orang- orang yang bertakwa.
☺
Artinya :
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
”Anak” menurut segi bahasa adalah keturunan kedua sebagai hasil dari hubungan antara pria dan wanita. Adapun istilah kata ”Anak Adam” itu membawa
45
Fuaduddin. Pengasuhan Anak Dalam Keluarga Islam., (Jakarta : 1999)., hal. 25
46
arti umum yaitu seluruh manusia.47 Didalam bahasa Arab terdapat bermacam kata yang digunakan untuk arti ”anak” sekalipun terdapat ”perbedaan yang positif”
didalam pemakaiannya. Kata- kata ”sinonim” ini tidak sepenuhnya sama artinya.
Umpamanya kata ”Walad” artinya secara umum anak, tetapi dipakai untuk anak yang dilahirkan oleh manusia atau binatang yang bersangkutan. Jika dikatakan
”Waladi” artinya ’anak kandungku’ dan ”Walad hadzal heiwan” berarti ’anak binatang yang dilahirkan induknya’.48
Ditemukan bahwa batas usia anak dan pertanggungjawaban pidananya dalam
hukum Islam adalah di bawah usia 18 tahun perbuatan anak dapat dianggap melawan
hukum, hanya keadaan tersebut dapat mempengaruhi pertanggungjawaban pidananya,
sehingga perbuatan melanggar hukum oleh anak bisa dimaafkan atau bisa dikenakan
hukuman, tetapi bukan hukuman pokok melainkan hukuman tazir.49 Namun Ulama madzhab berbeda pendapat tentang batasan usia baligh seseorang yanng apabila
melakukan suatu tindak kejahatan dapat dikenakan hukuman. Seperti apa yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Al- Tirmidzi ;
ﻆ
ﻰ
ﺎ ا
و
ﻰ
ا
ﺔ
ا
ر
ﻰ
نﻮ
ا
و
50
47
Fuad Mohd. Fachruddin. Masalah Anak Dalam Hukum Islam Anak Kandung, Tiri, Angkat Dan Anak Zina., (Jakarta : 1991)., CV Pedoman Ilmu Jaya., hal. 24.
48
Ibid ; 26. 49
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--ririirwand-1665.
50
Artinya:
”Ali r.a. meriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda: tiga perkara yang dihapuskan hukuman darinya, yaitu : anak kecil sampai ia bermimpi, orang tidur sampai ia bangun, dan orang gila sampai ia sadar.”51
Menurut Imam Syafi’i, batasan baligh untuk Laki-laki yaitu apabila ia sudah
berumur lima belas tahun atau belum lima belas tahun namun sudah pernah mimpi yang menyebabkan mandi junub ( mengeluarkan sperma meskipun tanpa disebabkan mimpi). Sementara Imam Abu Hanifah sendiri membatasi kedewasaan kepada usia
kepada laki- laki delapan belas tahun, dan menurut satu riwayat sembilan belas tahun,
untuk perempuan tujuh belas tahun. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh
madzhab Malikiyah.52
Ada kriteria khusus yang dijadikan seseorang dapat mempertanggung
jawabkan perbuatannya:53
a. Baligh, secara bahasa baligh berarti sampai. Adapun pengertian baligh berarti ketika masa kanak-kanak seseorang sudah berakhir dan memulai menginjak
masa remaja yang sudah wajib melakukan hal-hal yang telah di gariskan oleh
Agama.
51
Aridhatul al- Ahwadzi Bisyarhi. Shahih Tirmidzi. (Dar al- Wahyu al- Muhammadi, 1989). Bab. Hudud,. h. 195
52
Ahmad Hanafi. Asas- Asas Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet ke-5. h. 369-370
53
b. Berakal, Seorang mukalaf adalah sesorang yang mempunyai kejiwaan yang normal, yaitu yang bisa berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang
normal lainnya.
c. Tidak cacat panca indera (mata dan telinga).
Dari 4 kriteria di atas, apabila telah terpenuhi pada diri kita, maka wajib
hukumnya bagi kita untuk melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Agama.
Namun tidak dijelaskan mengenai spesifikasinya, apakah mengenai masalah Ibadah,
Mua’mmalah, ataupun Jinayah.
Konsep yang dikemukakan oleh syari’at Islam tentang pertanggung-jawaban
anak belum dewasa merupakan konsep yang baik sekali. Menurut Syari’at Islam
pertanggung-jawaban pidana didasarkan atas dua perkara, yaitu; kekuatan berfikir
dan pilihan (iradah dan ikhtiar). Oleh karena itu kedudukan anak kecil berbeda- beda menurut perbedaan masa yang dilalui hidupnya,54 mulai dari waktu kelahirannya sampai masa memilliki kedua perkara tersebut. Para fuqaha mengatakan bahwa masa
tersebut ada tiga, yaitu:55
1. Masa tidak- adanya kemampuan berfikir, yaitu masa ini dimulai sejak
dilahirkan dan berakhir pada usia tujuh tahun, dengan kesepakatan para
fuqaha. Seorang anak dianggap tidak mempunyai kemampuan berfikir, dan
disebut dengan ”anak belum tamyiz”.
54
Ahmad Hanafi, Asas- Asas Hukum Pidana Islam. (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993), cet ke-5,. h. 368.
55
2. Masa kemampuan berfikir lemah, yaitu masa ini dimulai sejak usia tujuh
tahun sampai mencapai kedewasaan (baligh), para fuqaha meembatasinya
dengan usia lima belas (15) tahun.
3. Masa kemampuan berfikir penuh, yaitu masa ini dimulai sejak seseorang anak
mencapai usia kecerdikan (sinnur- rusydi), atau dengan perkataan lain, setelah
mencapai usia lima belas (15) tahun atau delapan belas (18) tahun.
Terlepas dari masa usia seseorang anak, baik masih berada dalam kandungan
atau pun sudah mencapai usia yang telah ditentukan oleh para fuqaha, untuk menjadi
seseorang yang sudah dapat mempertanggung jawabakan pidananya. Maka harus
dapat difahami, bahwa hak- hak anak menurut Islam terdiri dari dua hak dasar,
yaitu:56
1. Hak mendapatkan nama yang baik. Sesuai dengan sabda Nabi: ”engkau baguskan nama dan pendidikannya, kemudian tempatkan ia ditempat yang baik.”
2. Hak mendapatkan kasih sayang.
Berbeda halnya dengan pendapat diatas, menurut Qawaidul Fiqhiyah, hak anak dalam Islam pertama sekali secara umum dibicarakan dalam apa yang disebut
sebagai Dharuriyatu Khams (hak asasi dalam islam). Hak itu adalah lima hal yang perlu dipelihara sebagai hak setiap orang, yaitu:57
56
1. pemeliharaan atas hak beragama (Hifdzud dien).
2. pemeliharaan atas jiwa (Hifdzud nafs).
3. pemeliharaan atas akal (Hifdzud aql).
4. pemeliharaan atas harta (Hifdzud mal).
5. pemeliharaan atas keturunan/ nasab (Hifdzud nasl).
6. pemeliharaan atas kehormatan (Hifdzud ’ird).
2. Anak Dibawah Umur Menurut Hukum Positif
Berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan
potensi nasib manusia dihari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan
sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang.58 Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak
merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak, didalam generasi muda ada yang
disebut renaja dan dewasa. Apa yang disebut generasi muda oleh Zakiah Darajat
dibatasi sampai seorang anak berumur 25 tahun. Menurut beliau generasi muda terdiri
atas masa kanak- kanak umur 0- 12 tahun, masa remaja umur 13- 20 tahun dan masa
dewasa muda umur 21- 25 tahun.59
57
www. Mail- archive.com/keluarga-islam/hak anak dalam konvensi dan realita.
58
Wagiati Soetodjo,. Hukum Pidana Anak. (Bandung: Refika Aditama, 2006). Bab II Gejala dan Timbulnya Kenakalan Anak Serta Batas Usia Pemidanaan Anak, cet. Pertama, h. 5.
59
Menurut Undang- undang No. 3 Tahun 2003 Tentang perlindungan Anak,
yang dinyatakan dalam pasal 1 Ayat (1) bahwa anak adalah yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sementara menurut Pasal 330
KUHPerdata (BW), Belum Dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap
21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
disebutkan bahwa anak sampai batas usia sebelum mencapai umur 21 tahun dan
belum pernah kawin masih tergolong anak di bawah umur. Sedangkan dalam
sUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memberikan batasan
usia anak di bawah kekuasaan orangtua atau dibawah perwalian sebelum mencapai 18
tahun masih tergolong anak di bawah umur. Dalam Undang- undang Pemilu yang
dikatakan anak di bawah umur adalah belum mencapai usia 17 tahun, sedangkan
dalam konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak memberikan batasan anak di bawah
umur adalah di bawah umur 18 tahun.60
Berbicara mengenai anak, perlu digaris bawahi bahwa Setiap anak berhak
untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, sesuai dengan Undang- undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun
2002 BAB III mengenai Hak dan Kewajiban Anak. Berikut merupakan hak- hak anak
yang terkandung didalamnya:61
60
1. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri;
2. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbungan
orangtua
3. Setiap anak berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan, dan diasuh
orangtuanya sendiri.
4. Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuia dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
5. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
6. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan.
7. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, berfaul
dengan anak sebaya, bermain, berrekrasi, dan berkreasi seesuia dengan minat,
bakat, dan tingkat kecerdasanny ademi pengembangan diri.
8. Setiap anak yang menyandang cacat berhak untuk mmperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
61
9. Setiap anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan; diskriminasi,
eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekearasan, dan penganiayaan serta dan
ketidak adilan dan perlakuan salah lainnya.
10. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri.
11. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan
apapun dan penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
12. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
13. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Dan dalam Konvensi PBB tentang Hak- hak Anak yang ditanda tangani oleh
Pemerintah RI tanggal 26 Januari 1990 batasan umur anak adalah dibawah umur 18
tahun. Sekarang mengenai hak- hak anak dapat dilihat dalam Konvensi PBB tersebut,
sebagai berikut:62
Hak- hak Anak dalam Konvensi PBB:
1. Memperoleh perlindungan dari bentuk diskriminasi dan hukuman.
2. Memperoleh perlindungan dan perawatan seperti untuk kesejahteraan,
keselamatan dan kesehatan.
3. Tugas negara untuk menghormati tanggung jawab, hak dan kewajiban
orangtua serta keluarga.
62
4. Negara mengakui hak hidup anak, serta kewajiban negara menjamin
perkembangan dan kelangsungan hidup anak.
5. Hak memperoleh kebangsaan, nama serta hak untuk mengetahui dan diasuh
orangtuanya.
6. Hak memelihara jati diri termasuk kebangsaan, nama dan hubungan keluarga.
7. Hak anak untuk tinggal bersama orangtua
8. Kebebasan menyatakan pendapat atau pandangan.
9. Kebebasan untuk menghimpun, berkumpul dan berserikat.
10. Memperoleh informasi dan aneka ragam yang diperlukan.
11. Memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan,
penelantaran atau perlakuan salah (eksplisit) serta penyalahgunaan seksual.
12. Memperoleh perllindungan hukum terhadap gangguan (kehidupan pribadi,
keluarga, surat menyurat atas serangan yang tidak sah).
13. Perlindungan anak yang tidak mempunyai orangtua menjadi kewajiban
negara.
14. Perlindungan anak yang berstatus pengungsi.
15. Hak perawatan khusus bagi anak cacat.
16. Memperoleh pelayanan kesehatan.
17. Hak memperoleh manfaat jaminan sosial (asuransi sosial).
18. Hak anak atas taraf hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental dan
sisoal.
20. Hak anak untuk beristirahat dan bersenang- senang untuk terlibat dalam
kegiatan bermain, berekreasi dan seni budaya.
21. Hak atas perlindungan dari eksploitasi ekonomi.
22. Perlindungan dari penggunaan obat terlarang.
23. Melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi seksual.
24. Perlindungan terhadap penculikan dan penjualan atau perdagangan anak.
25. Melindungi anak terhadap semua bentuk eksploitasi terhadap segala aspek
kesejahteraan anak.
26. Larangan penyiksaan, hukuman yang tidak manusiawi.
27. Hukum acara peradilan anak.
BAB III
PELACURAN ANAK DIBAWAH UMUR
A. Pengertian Dan Gambaran Umum Pelacuran Anak Dibawah Umur.
Pengertian mengenai pelacuran telah dijelaskan dan dipaparkan didalam bab
sebelumnya, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dengan mengharapkan
imbalan berupa uang dan sebagainya, yang biasanya diberikan setelah melakukan
pekerjaannya, dan dilakukan secara terus menerus. Tindakan prostitusi atau pelacuran
dapat dilihat pada orang- orang yang telah dewasa maupun anak- anak, khususnya
mengendalikan hawa nafsu seksualnya.63 Istilah anak yang dilacurkan merupakan terjemahan dari ”prostituted children”, yang digunakan sebagai pengganti istilah pelacur anak atau ”child prostitutes”. Istilah ini diperkenalkan sejalan dengan berkembangnya kampanye internasional anti pelacuran anak dalam pariwisata Asia
(ECPAT) yang dicanangkan tahun 1990. 64
Prostitusi/ pelacuran anak dibawah umur, merupakan tindakan mendapatkan
atau menawarkan jasa seksual dari seorang anak yang belum mencapai 18 (delapan
belas) tahun oleh seseorang atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau
imbalan lainnya. Seperti yang telah dikemukakan, prostitusi tidak dilarang dalam
KUHP maupun RUU- KUHP, terutama pelacuran yang dilakukan ditempat- tempat
tertutup. Pasal 434 RUU- KUHP hanya melarang orang yang bergelandangan dan
berkeliaran di jalan- jalan umum dan ditempat- tempat umum dengan maksud
melacurkan diri, diancam dengan pidana denda setinggi- tingginya sebesar Kategori I,
yaitu, menurut Pasal 75 RUU- KUHP sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu
rupiah). Terhadap para pelacur yang berkeliaran di hotel- hotel, meskipun hotel
merupakan tempat umum, namun unsur bergelandangan dan berkeliaran tidak
terpenuhi, maka bagi mereka tidak dilarang melacurkan diri.65 Namun disini tidak ada satupun ketentuan yang melarang anak dibawah umur dalam melakukan
63
Neng Djubaedah, Pornografi pornoaksi Ditinnjau Dari Hukum Islam. (Jakarta : Prenada Media, 2003), cet. ke-2., h. 184.
64
http://odishalahuddin.wordpress.com/tag/prostitusi-anak/
65
pelacuran. Penjelasan hanya dipusatkan secara umum mengenai larangan prostitusi
menurut hukum islam dan RUU- KUHP.
Di Indonesia, mereka yang sudah menikah atau sudah pernah menikah tidak
lagi diklasifikasikan sebagai ‘anak’ baik secara sosio-kultural maupun secara yuridis
formal. Padahal, menurut seorang peneliti yang baru-baru ini memperoleh gelar
doktor dengan tesis mengenai pelacuran, diperkirakan sekitar 60-70 persen dari antara
mereka yang masuk ke dunia pelacuran yang berasal dari lima wilayah pengirim
terbesar di Jawa (yakni Indramayu, Pati, Jepara, Wonogiri dan Banyuwangi),
memulai ‘kariernya’ sebelum berumur 18 tahun, walaupun kebanyakan dari mereka
sudah menjanda atau masih dalam status perkawinan.
Menurut data yang penulis dapat dari sebuah situs diinternet, bahwa
diperkirakan, 30 persen pelacur atau pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia
dijalani oleh anak-anak di bawah umur atau di bawah usia 18 tahun. Hal itu
ditandaskan Deputi Perlindungan Anak pada Kementrian Negara Pemberdayaan
Perempuan, Dr Surjadi Soeparman MPH. Secara nasional memang tidak ada angka
pasti jumlah anak di bawah umur yang dilacurkan. Namun diperkirakan jumlah itu
sekitar 30 persen. Surjadi mengungkapkan, persebaran pelacur anak di bawah umur
hampir merata di tiap daerah. Mereka mudah ditemukan di kantong-kantong
kemiskinan.66
66
Menurut aktivitasnya, pelacuran pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis,
antara lain :67
1. Prostitusi yang terdaftar dan memperoleh perizinan dalam bentuk (lokalisasi)
dari pemerintah daerah melalui Dinas Sosial dibantu pengamanan kepolisian
dan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan. Umumnya mereka di lokalisasi
suatu daerah / area tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan
diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan pelayanan
kesehatan berupa pengobatan seperti pemberian suntikan untuk menghindari
penyakit-penyakit berkenaan dengan prostitusi.
2. Prostitusi yang tidak terdaftar bukan lokalisasi. Adapun yang termasuk
kelompok ini adalah mereka yang melakukan kegiatan prostitusi secara gelap
dan licin, baik perorangan maupun kelompok terorganisir.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pelacuran Anak Dibawah Umur.
Pada zaman sekarang model- model pelacuran mempunyai banyak variasi
meskipun tidak sama persis, tetapi motifnya hampir sama yaitu motif ekonomi,
mencari kesenangan sesaat atau melampiaskan nafsu dan menunjukan harga diri.68 Tetapi apakah mungkin pelacuran yang dilakukan oleh anak dibawah umur
67
http://dwtina.ngeblogs.com/2009/09/14/permasalahan-sosial-di-sekitar-kita/.
68
merupakan suatu motif untuk mencari kesenangan sesaat apalagi sampai menunjukan
harga diri.
Menelusuri faktor penyebab terjadinya pelacuran anak dibawah umur sangat
sulit karena permasalahan yang melingkupinya sangat kompleks. Menurut Endang
Sedyaningsih, bahwa salah satu faktor terjadinya pelacuran adalah Faktor Moral atau Akhlak69; (1) Dimana adanya demoralisasi atau rendahnya faktor moral, serta ketidak takwaan dan ketaatan terhadap ajaran agama. (2) Standar pendidikan dalam
keluarga mereka pada umumnya rendah. (3) Berkembangnya pornografi dan
pornoaksi secara bebas.
Sementara tidak jauh berbeda dengan pendapat diatas, KOMNAS
Perlindungan Anak pun berpendapat bahwa terjadinya pelacuran anak dibawah umur,
dikarenakan adanya beberapa faktor, salah satunya adalah;
1. Faktor Ekonomi.
Adanya kemiskinan dan keinginan untuk meraih kemewahan hidup, dengan
cara jalan pintas dan mudah. Tanpa harus memiliki keterampilan khusus,
walau kenyataannya mereka buta huruf, pendidikan rendah, berpikiran
pendek, sehingga menghalalkan pelacuran sebagai pilihan pekerjaannya.
2. Faktor pendidikan.70
Pendidikan yang kurang memadai yang diberikan oleh keluarga, khususnya
orang tua menjadi faktor penting dari terjadinya pelacuran anak dibawah
69
Endang Sedyaningsih, Perempuan- perempuan Keramat Tunggak, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999)., h. 70.
70
umur. Karena keterbatasannya mencari kerja dengan ijazah yang sangat
rendah (SD).
3. Faktor Keluarga.
Dalam arti kurang terpenuhinya pengawasan dari pihak orang tua. Karena
pada semestinya orang tua harus senantiasa mendampingi anak, baik dalam
pergaulan sampai dengan pola pendidikan yang diberikan dari sekolah. Dan
atau bahkan adanya konflik didalam keluarga.
4. Latar Belakang Kekerasan Seksual.
Masa lalu yang pernah dialami oleh anak tersebut, secara paksa direnggut
kehormatannya oleh orang yang tidak bertanggungjawab, biasanya dapat
memunculkan fikiran untuk melacur karena sudah kepalang tanggung (tidak
perawan lagi).
Pendapat lain mengatakan, secara umum faktor penyebab wanita menjadi
pelacur, menurut dr. H. Ali Akbar, ada enam, yaitu:71
1. Tekanan ekonomi. Karena tidak adanya pekerjaan, terpaksa mereka hidup
menjual diri sendiri dengan jalan dan cara yang paling mudah.
2. Karena tidak puas dengan posisi yang ada. Walaupun sudah mempunyai
pekerjaan, tetapi tidak dapat membeli barang- barang bagus yang diinginkan.
3. Karena kebodohan. Tidak mempunyai pendidikan yang baik.
4. Cacat kejiwaan.
71
5. Karena sakit hati, ditinggal suami atau setelah dinodai kekasihnya ditinggal
begitu saja.
6. Karena tidak puas dengan kehidupan sosialnya atau hiperseksual.
Diatas merupakan faktor- faktor utama secara umum, sebagai pemicu
terjadinya pelacuran yang dilakukan oleh orang dewasa dan anak dibawah umur. Baik
menurut hukum positif ataupun menurut hukum negatif, beranggapan bahwa
pelacuran merupakan suatu tindakan asusila, yang dapat menghancurkan generasi
bangsa. Namun, pada umumnya mengenai hukuman yang dijatuhkannya, hukum
islam lebih tegas dalam memutuskannya dibandingkan dengan hukum positif.
C. Dampak Pelacuran Anak Dibawah Umur.
Menurut Muhammad Abduh Malik, penyebab dari seseorang berbuat zina
adalah bahwa manusia memiliki nafsu syahwat terhadap lawan jenisnya, dan
disebabkan kondisi sosial yang mentolelir pergaulan bebas antara pria dan wanita.72 Menurut KOMNAS Perlindungan Anak,73 Prostitusi ditinjau dari sudut manapun merupakan suatu kegiatan yang berdampak tidak baik (negatif), baik dipandang dari
sudut hukum positif maupun dalam sudut hukum islam.
Dampak negatif tersebut antara lain :
72
Abduh Malik. Perilaku Zina. h. 70
73
a. Dari aspek psikologis, pelacuran anak dibawah umur dapat menyebabkan
pemikiran yang terlalu cepat dewasa dibanding anak- anak seumurannya, dan
pola fikirnya sangat pendek, dalam arti tidak memikirkan untuk jangka
panjangnya.
b. Dari aspek pendidikan, pelacuran anak dibawah umur dapat menyebabkan
kurang konsentrasinya anak dalam menerima pelajaran, bahkan dapat
memberikan rasa kejenuhan untuk mengikuti pelajaran dan mengakibatkan
anak akan memilih untuk tidak bersekolah.
c. Dari aspek kewanitaan, pelacuran anak dibawah umur dapat memberikan
pandangan negatif kepada semua orang terutama laki- laki pada diri anak
tersebut, walaupun mungkin telah sadar dan tidak melacur lagi. Dan dapat
sulit dipercaya oleh laki- laki lain, ketika anak ini benar- benar ingin
melakukan pernikahan.
d. Dari aspek kesehatan, pelacuran anak dibawah umur merupakan media yang
sangat efektif untuk menularnya penyakit kelamin (Terkena PMS dan
HIV/AIDS: Secara khusus selama periode pelacuran, anak-anak terpapar
langsung pada resiko terinfeksi berbagai penyakit yang menular melalui
hubungan seksual termasuk terinfeksi HIV/AIDS.) dan kandungan (Kanker Serviks) yang sangat berbahaya.
e. Secara sosialogis, pelacuran anak dibawah umur merupakan perbuatan amoral
f. Dari aspek penataan kota, pelacuran anak dibawah umur dapat menurunkan
kualitas dan estetika lingkungan perkotaan, karena dapat menarik perhatian
anak- anak lain untuk melakukan hal yang sama lebih banyak lagi, dan
semakin menurunlah citra kota.
Pelacuran merupakan penyakit dalam masyarakat yang harus segera
dihilangkan, karena sangat mengganggu ketentraman dan kedamaian dalam suatu
masyarakat. Apalagi pelacuran yang dilakukan oleh anak dibawah umur, dampak
negatif begitu banyak yang menghampirinya, tidak ada satu halpun dalam pelacuran
(perzinaan) yang melahirkan sesuatu yang positif, baik dalam sosial masyarakat
ataupun dalam ekonomi untuk memenuhi kehidupannya, karena uang yang
dihasilkannyapun haram. Namun, kenyataan membuktikan, bahwa semakin ditekan
pelacuran, maka semakin luas penyebaran pelacuran itu pula. Karena tidak adanya
Undang- undang yang melarang secara tegas terhadap praktek pelacuran, serta tidak
adanya larangan dan sanksi terhadap orang- orang yang melakukan relasi seks diluar
perkawinan, akan tetapi yang dilarang dalam Undang- undang hanyalah praktek dari
BAB IV PEMIDANAAN
A. Pemidanaan
1. Menurut Hukum Islam.
Pemidanaan atau hukuman, dalam bahasa Arab disebut ‘uqubat. Lafaz ini
diambil dari lafaz (عاقب)74 yang sinonimnya (جزا سواء بما فعل), artinya:
74
membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya.75 Dalam hukum Islam perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat, baik anggota badan
maupu