• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN ABDURRAHMAN WAHID TERHADAP KONFLIK PALESTINA ISRAEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PANDANGAN ABDURRAHMAN WAHID TERHADAP KONFLIK PALESTINA ISRAEL"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh

Johan Wahyudhi

NIM:107022000397

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya yang asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Depok, 4 Maret 2011

(3)

iii Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh

Johan Wahyudhi NIM: 107022000397

Pembimbing

Dr.H. Abdul Chaer, M.A. NIP: 19541231 198303 1 030

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(4)
(5)

v

Johan Wahyudhi

Pandangan Abdurrahman Wahid terhadap Konflik Palestina-Israel

Konflik Palestina-Israel merupakan puncak gunung es dari ketegangan di Timur Tengah. Hampir setiap pergolakan di wilayah ini, erat kaitannya dengan dua negara yang sedang berseteru tersebut. Pengaruh ataupun dampak dari konflik tersebut, agaknya tidak hanya dirasakan oleh wilayah regional Arab an sich, tetapi juga telah menyita perhatian dunia. PBB yang merupakan organisasi yang manaungi negara-negara dunia pun, sampai detik ini, masih belum bisa merumuskan sebuah kesepakatan mengikat guna mengakhiri krisis ini.

Jika sudah membincangkan konflik di atas, akan lebih menarik kiranya untuk memilah para aktor utama yang memainkan kartu di Timur Tengah. Pada tataran demikian, akan terdeteksi tiga jenis kelompok yang terkait dengan dinamika prahara tersebut. Dari kubu pro-Israel, maka akan muncul nama-nama seperti Inggris dan Amerika Serikat sebagai negara yang turut andil besar dalam membantu Israel mewujudkan satu negara yang telah menjadi impiannya sejak lama.

Selain kedua negara tersebut, peran negara Arab lainnya merupakan sebuah fenomena tersendiri. Sebagian dari mereka ada yang menyerukan kepada Israel untuk menarik mundur pasukannya dari tanah Palestina, namun sebagian yang lain justru terlibat dalam “politik tarik-ulur”, kebijakan mereka dalam melihat Palestina dipenuhi dengan banyak pertimbangan, contohnya Mesir.

Organisasi-organisasi regional dan yang berbasiskan Islam, pun tidak ketinggalan kontribusnya. Liga Arab dan OKI merupakan organisasi yang banyak mencurahkan perhatiannya pada pembebasan rakyat Palestina. Bahkan, yang disebutkan terakhir, terbentuk untuk merespon represifitas Israel atas Palestina. Mereka saling bahu-membahu untuk menciptakan kondisi Palestina yang lebih baik. Tidak jarang, mereka mengutuk keras perilaku despotik Israel. Namun, di era kekinian, tensi perjuangan mereka acapkali berada pada titik nadir. Yang muncul ke permukaan hanya sebatas pada kecaman dan kemarahan di atas kertas, tanpa ada upaya yang lebih nyata menghentikan konflik tersebut.

Konflik kemanusiaan tersebut, mengundang banyak perhatian intelektual muslim, tidak terkecuali di tanah air. Abdurrahman Wahid, merupakan tokoh nasional yang banyak mengikuti perkembangan konflik yang berkepanjangan tersebut. bagi Abdurrahman Wahid, bagaimanapun harus ada kerelaan di antara keduanya untuk hidup berdampingan dalam kubah filantropis. Pandangan

(6)

vi

Syukur Alhamdulillah, berkat emanasi dan iluminasi dari Allah Swt, penulis dapat merampungkan sebuah karya yang sederhana ini. Peluh, penat, dan segala macam ujian diri dapat penulis atasi guna menegakkan komitmen akademik seorang pencari ilmu, yakni menelurkan sebuah asa guna membakukan ide-ide dalam bentuk tulisan seperti ini.

Bait ucapan terima kasih penulis haturkan pada jajaran staf fakultas Adab dan Humaniora, khususnya Bapak Dekan Adab, Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, MA, dan Bapak Kepala Jurusan Drs. H. M. Maruf Misbah, MA, yang melayani urusan birokrasi kampus, hingga karya ini legal secara hukum.

Tidak ketinggalan penulis haturkan banyak terima kasih untuk pembimbing skripsi, Dr. H. Abdul Chaer. MA. yang telah merelakan sedikit waktu untuk memeriksa dan memberikan saran terhadap tulisan ini dan karangan bunga terimakasih juga penulis haturkan bagi para dosen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

Terimakasih pula, kepada jajaran staf perpustakaan umum UIN Syahid dan perpustakaan Adab atas penyediaan data-data sumber penulisan. Juga bagi perpustakaan gedung PBNU, khususnya bagi Pak Syatiri yang melayani penulis berburu sumber dan jajaran staf perpustakaan The Wahid Institute, yang menyediakan sumber-sumber tertulis yang terbilang langka.

Tidak tertinggal, ucapan terimakasih, penulis tujukan bagi “Guru

(7)

vii

Ucapan tak terkira, penulis tujukkan pada segenap Keluarga Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Fakultas Adab (PMII KOMFAKA) dan PMII Cabang Ciputat, yang memberikan sokongan tak terkira, tidak saja di sejak penulisan karya ini, tetapi sejak penulis menginjakkan kaki di “Kampus Pesantren” ini. bagi Aam, trimakasih secara khusus. Di situlah penulis

mendapatkan sahabat, menimba pahit getir perjalanan seorang mahasiswa.

Terakhir, untuk kedua orang tuaku tercinta, Bpk. Wijianto dan Ny. Harnanik, yang telah mengasuh penulis dari kecil hingga dewasa, Allahumma irham huma kamaa rabbayani saghiraa.

Pada kesempatan ini, penulis juga melayangkan ucapan terimakasih untuk sahabat-sahabat di Jurusan Sejarah Peradaban Islam. Semoga dijurusan ini, kita mendapat kearifan untuk memintal benang-benang pengabdian bagi keluarga, lingkungan, dan negara.

Serta bagi segenap kerabat dan kolega penulis yang membantu baik langsung, maupun tidak langsung, semoga Tuhan melapangkang rezeki kalian Amin.

Jakarta, 19 Juni 2011

(8)

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... v

KATA PENGATAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ... 11

D. Metodologi Penelitian ... 12

E. Tinjauan Pustaka ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II SEJARAH KONFLIK PALESTINA-ISRAEL A. Latar belakang terjadinya Konflik Palestina-Israel ... 17

B. Peristiwa-peristiwa penting seputar konflik Palestina-Israel ... 25

1. Konferensi Zionis Dunia ... 25

2. Perang 1948 ... 26

3. Agresi 1956 ... 29

4. Perang 1967 ... 31

5. Perang 1973 ... 32

6. Pseudo-Perdamaian Palestina-Israel ... 33

(9)

ix

3. Anwar Sadat ... 39

4. Menachem Begin ... 42

5. Shimon Peres ... 43

6. Benjamin Netanyahu... 46

7. Yasser Arafat ... 48

D. Hakekat Konflik Palestina-Israel ... 49

BAB III BIOGRAFI INTELEKTUAL ABDURRAHMAN WAHID A. Riwayat Hidup ... 57

1. Masa Kecil ... 58

2. Dari sepak Bola Sampai Wayang ... 64

3. Menapaki Timur Tengah dan Eropa ... 68

4. Kembali Ke Tanah Air ... 75

B. Karir Abdurrahman Wahid ... 77

1. Juru Kampanye PPP... 79

2. NU Menerima Pancasila ... 80

3. Gus Dur Di Puncak NU ... 83

4. Kontroversi yang Menyejarah ... 87

5. Gus Dur dan ICMI ... 91

6. Gus Dur Menjadi Presiden ... 93

C. Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang Perdamaian ... 97

1. Menyemarakkan Pluralisme ... 97

(10)

x

BAB IV PANDANGAN ABDURRAHMAN WAHID TERHADAP

KONFLIKPALESTINA-ISRAEL

A. Abdurrahman Wahid dan Yahudi ... 110 B. Abdurrahman Wahid dan Palestina ... 115 C. Jalan Non-Konfrontatif sebagai Solusi ... 120

BAB V PENUTUP

Kesimpulan ... 124

(11)

Skripsi berjudul”Pandangan Abdurrahman Wahid Terhadap Konflik Palestina-Israel”telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Jumat, 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta, 17 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Panitia Sekretaris

Drs.M. Ma‟ruf Misbah, M. Ag. Sholikatus Sa‟diyah, M.pd. NIP:195912221991031003 NIP: 197504172005012007

Anggota:

Pembimbing Penguji I Penguji II

Dr.H. Abdul Chaer, MA. Dra. Hj. Tati Hartimah, MA. Dr. H. M. Muslih Idris, Lc, MA. NIP: 195412311983031030 NIP: 195507311989032001 NIP: 195209031986031001

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konflik Palestina-Israel merupakan konfrontasi dua bangsa yang urung berakhir. Berbagai rekonsiliasi yang kerapkali diselenggarakan untuk mengakhiri ketegangan antar dua negara tersebut, acapkali berakhir dengan persetujuan semu. Konflik tersebut merupakan puncak gunung es yang berasal dari aliran peristiwa-peristiwa yang menyertainya. Konflik ini mempunyai daya jelajah yang luas di tataran perdebatan para akademisi dan politisi.

Dalam menelaah konflik skala global ini, tentu tidak bisa mangalihkan perhatian dari Israel sebagai pihak pendatang di tanah Palestina. Ambisi kaum terpelajar Yahudi untuk mendirikan satu negara Yahudi Raya tertuang dalam hasil Kongres Yahudi perdana di Basel, Swiss, 1897. Theodore Herzl (1860-1904), yang saat itu menjadi pemimpin Organisasi Zionis Dunia, lewat bukunya “Negara Yahudi” (Der Judenstaat) menyerukan untuk pembentukan negara bagi umat

Yahudi1.

Sebenarnya, aktor dibalik konflik kemanusiaan tersebut, tidak hanya melibatkan dua negara yang bertikai (Palestina-Israel), tetapi dibalik kedua negara tersebut, tercatat beberapa negara-negara besar yang ikut serta yang membidani ataupun turut membantu pecahnya perang yang menelan jutaan nyawa manusia itu. Aktor intelektual yang berdiri dibelakang mereka inilah yang sejatinya

1

(13)

memainkan peranan vital yang menciptakan ketegangan di kawasan Timur Tengah.

Sejarah tidak pernah terlepas dari manusia sebagai subyek pelakunya. Para aktor tersebut, kerapkali memainkan peran yang jelas-jelas memihak pada satu golongan, ada pula yang berposisi seolah-olah sebagai penengah, tetapi ujung-ujungnya memihak pada satu kepentingan, namun ada pula pihak yang terkesan abai. Faksi-faksi tersebut memiliki beragam kepentingan, mulai dari yang bersifat ideologis, politik, maupun ekonomi.

Jika sudah membicarakan tokoh utama yang ikut membantu pembentukan negara Israel, maka pandangan kita akan tertuju pada Inggris. Negara ini merupakan “ayah” dari berdirinya negara kaum Yahudi. Keseriusan Inggris dalam membidani berdirinya Israel, tertuang dalam deklarasi Balfour tahun 1917. Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour memberikan isyarat kepada seorang Zionis kaya dan berpengaruh, Lord Rothscild, bahwa Pemerintah Inggris mendukung terbentuknya sebuah homeland bagi Yahudi di Palestina. Dari sinilah kemudian persoalan bermula dan berlangsung hingga sekarang2.

Amerika Serikat (AS), merupakan salah satu pemain utama dalam membincangkan konflik tersebut. Posisinya terlihat bias, namun dibalik itu sangat kentara menyiratkan dukungannya kepada Israel. Masalah Israel-Palestina merupakan pekerjaan pokok yang harus diemban oleh seorang presiden AS3. Tentu saja, dalam melayangkan satu sikap terhadap konflik tersebut, AS selalu menitikberatkan sudut pandangnya kepada Israel. Kedudukan Amerika Serikat

2

Trias Kuncahyono. Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir, (Jakarta: Kompas, 2009),hal 160-161.

3

(14)

sebagai salah satu “polisi internasional” memungkinkan negara ini untuk

berperan dalam menentukan upaya penyelesaian konflik menyejarah tersebut. Riza Sihbudi mengatakan sebenarnya terdapat dua kecenderungan pemerintahan AS dalam melihat permasalahan Palestina-Israel. Pertama, aliran yang membela apa yang disebut sebagai doktrin “Israel-first”. Kedua, aliran yang

menghendaki agar AS bersikap “lebih adil” di Timur Tengah. Namun, sampai

saat ini golongan yang mengaut “Israel first”, lebih mendominasi dalam proses pembuatan kebijakan di AS. Hal ini disebabkan karena doktrin ini didukung sepenuhnya oleh sebuah aliansi kekuatan politik yang sangat kuat dan yang sangat kuat dan yang secara efektif mampu memobilisir kepentingan maupun sentimen pro-Israel4.

Dua negara di atas berperan penting dalam menjaga eksistensi Israel dimata dunia. Inggris mempunyai andil besar dalam pendiriannya, sedangkan AS yang merupakan salah satu negara adidaya, selalu berdiri di pihak Israel, terutama ketika sudah bersinggungan dengan negara-negara Arab lainnya, AS akan selalu tampil membela Israel.

Selain kedua negara di atas yang jelas-jelas membela Israel, menarik kiranya jika kita melihat peran PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) dalam menciptakan perdamaian di tengah dua bangsa yang bertikai tersebut. Majelis umum PBB dalam beberapa resolusinya sangat keras mengkritik Israel atas pendudukan tanah palestina. Hal ini bisa disimak dalam resolusi yang diterbitkan pada tanggal 4 Juli 1967 mengenai pencaplokan wilayah Jerusalem yang mengatakan bahwa langkah-langkah Israel mengenai penganeksasian

4

(15)

wilayah Arab Jerusalem adalah tidak sah. Dalam resolusi tersebut, PBB menyerukan kepada Israel untuk menghentikan semua langkah yang sudah diambil dan dengan segera menghentikan setiap tindakan yang akan mengubah status Jerusalem.

Selain itu menaggapi krisis 1967, PBB menerbitkan resolusi nomor 242 pada 22 November 1967 yang menyeru Israel untuk menarik wilayah-wilayah yang telah diduduki dan penegasan untuk mengakhiri perang. Selain itu, PBB juga menghimbau untuk mengakhiri klaim-klaim sepihak bangsa Israel serta menjunjung tinggi integritas wilayah dan politik aman di wilayah perbatasan yang diakui, yang bebas dari ancaman maupun pengerahan kekuatan5.

Masyarakat dunia telah mengakui, peran PBB yang paling utama adalah menjaga perdamain dan stabilitas di dunia, namun, dalam kaitannya dengan krisis Timur Tengah, PBB seringkali menjadi tukangan bagi kepentingan negara adidaya, terutama AS. Peran mediatif dalam penyelesaian konflik internasional tersebut, kerapkali ditukangi oleh invisible hand para penguasa dunia.

Badan dunia tersebut seperti menutup mata terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan Israel (terhadap warga Arab/Palestina baik yang tinggal di dalam wilayah negara Israel maupun di Gaza dan Tepi Barat). Sejumlah resolusi yang dikeluarkan PBB, seringkali tidak pernah sedikit pun digubris Israel. Hal ini sangat erat hubungannya dengan harmonisnya kerjasama Israel-AS, yang tentu saja implikasinya berdampak ke kebijakan PBB.

Untuk menghadapi Israel dengan para sekutunya, Palestina pun memilki jejaring kuat dengan negara-negara Arab yang dalam beberapa pertempuran

5

(16)

menyumbangkan kontribusi yang besar. Di antara negara Arab yang mempunyai jalinan kuat dengan perjuangan rakyat Palestina adalah Mesir.

Mesir sejak era pemerintahan Gamal Abdul Nasser hingga Hosni Mubarok mempunyai posisi yang berpengaruh dalam gugusan perpolitikan Timur-Tengah. Varian perjuangan Gamal Abdul Nasser yang cenderung sosialis pro-Soviet, sangat berbeda dengan langgam politik Anwar Sadat dan Hosni Mubarok yang lebih moderat dan terkesan mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan silang sengketa perebutan wilayah Palestina

Gamal Abdul Nasser mempunyai cita politik konfrontatif dalam menghadapi Israel. Kesungguhan Nasser dalam memperjuangkan nasib bangsa Palestina dibuktikan ketika Perang Terusan Suez. Sembilan tahun setelah memenangkan pertempuran pertama melawan pasukan Palestina dan Arab, Israel bekerjasama dengan Perancis dan Inggris untuk mengalahkan pasukan Mesir dalam perang Suez Oktober-November 1956, yang berakhir dengan pendudukan tentara Israel atas Sinai dan Gaza. Salah satu alasan terjadinya perang ini adalah nasionalisasi Terusan Suez (26 juli 1959) oleh Revolusi Opsir Bebas yang berlangsung selama empat tahun, dan meruntuhkan monarki di Mesir.

(17)

memanfaatkan krisis ini untuk menghimpun bangsa Arab dan dunia Muslim dalam perjuangannya menentang imperialisme dan Zionisme.

Berbeda dengan Nasser, Anwar Sadat mempunyai kebijakan yang lebih terbuka dalam menangani krisis Timur Tengah. Kunjungannya ke Israel pada 1977, menandakan suatu era baru prospek perdamaian antara Palestina dan Israel. Dalam Knesset (parlemen Israel) menyerukan untuk senantiasa menggunakan cara-cara yang lebih teduh dalam menciptakan kekondusifan antara bangsa Arab dan bangsa Yahudi.

Komitmen perdamaian Sadat dikristalisasikan lewat ikut sertanya Mesir dalam perundingan Camp David tahun 17 September 1978, dimana dua pihak yang sebelumnya terlibat konflik (Mesir-Israel) ditambah AS sebagai mediatornya, menandatangai sejumlah naskah. Naskah perjanjian itu ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin, disaksikan oleh Presiden AS Jimmy Carter. Ada dua naskah lagi yang ditandatangani dalam perjanjian itu, yakni A Framework for Peace in The Middle East dan A Framework for the Conclusion of a Peace Treaty between Egypt and Israel. Sebagai bagian dari perjanjian itu Israel menarik mundur pasukannya dari Gurun Sinai secara bertahap dan menyerahkan seluruh wilayah yang direbut dalam perang tahun 1767 itu kepada Mesir pada tanggal 25 April 1982.

(18)

mengakibatkan jatuhnya Al-Quds, Jerusalem ke tangan Israel. Komite Al-Quds menjadi salah satu organ penting di tubuh OKI.

Begitu pula halnya dengan Liga Arab. Organisasi yang dibentuk pada 22 Maret 1945 ini, menolak pembentukan negara Israel. Namun, sejak 1989, sikap ini mulai berubah. Perubahan ini antara lain disebabkan karena diterimanya kembali Mesir-yang sempat dikeluarkan karena berdamai dengan Israel-ke dalam Liga Arab; serta kembalinya Mesir dalam memainkan peranan yang penting di dunia Arab. Di samping itu juga karena terjadinya peta politik dunia internasional, yaitu dengan runtuhnya Uni Soviet yang berakibat pada lemahnya posisi negara-negara Arab “garis keras” di satu sisi, dan menguatmya negara-negara Arab “moderat”

(pro-Barat) di sisi lain6.

Menurut Samuel P Huntington, dalam bukunya The Clash of Civilization and The Remaking of The World Order, dalam tubuh negara-negara Arab sendiri, terdapat berbagai macam faksi yang kontra-akomodatif. Mesir mendominasi kebijakan Liga Arab. Arab Saudi yang berseberangan dengan Mesir, menggunakan posisi strategisnya di OKI demi memuaskan hasrat berpolitiknya. Bahkan, muncul organisasi Arab baru yang bernama Popular Arab and Islamic Conference (PAIC), yang didirikan oleh pemimpin Sudan, Hasan Turabi.7 Hal tersebut, semakin membalkanisasi kekuatan Arab yang sejatinya dapat dipersatukan, utamanya dalam menghadapi gempuran kebijakan Barat pro-Israel.

Selain melihat peran negara-negara besar barat, Mesir, dan organisasi regional Arab, kurang lengkap kiranya jika tidak melihat kontribusi organisasi domestik perjuangan Palestina sendiri. Dari sekian banyak perkumpulan, serikat,

6

Basyar, Minoritas Muslim Israel, h 84. 7

Samuel P. Huntington, The Clash of Civilization and The Remaking of The WorldOrder

(19)

dan komite pembebasan Palestina, terdapat dua nama yang menjadi “garda

terdepan” , yakni PLO dan HAMAS.

PLO (Palestine Liberation Organization) adalah organisasi gabungan dari beberapa faksi perjuangan rakyat Paletina. Pada umumnya, organisasi yang tergabung di bawah payung PLO, adalah mereka yang berhaluan nasionalis, sosialis, bahkan komunis. Fatah yang didirikan oleh Yasser Arafat merupakan organisasi yang paling dominan dalam tubuh PLO. Dalam piagamnya disebutkan bahwa PLO menghendaki bangsa Palestina menentukan sendiri nasibnya, tidak oleh bangsa lain seperti sebelumnya. Inilah yang menjadi tujuan didirikannya PLO. Sekalipun piagam tersebut baru dirumuskan pada tahun 1968 setelah PLO secara resmi memegang kendali atas Palestina dari tangan bangsa Arab8.

Dalam melancarkan perjuangan pembebasan rakyat Palestina dari dominasi Israel, PLO lebih mengedepankan cara-cara yang diplomatis. Kebijakan-kebijakan yang mereka tetapkan kerapkali berseberangan dengan sebagian golongan lain, terutama dari kalangan yang metode perjuangannya menerapkan jihad fisik melawan Yahudi. Sebagian kaum muslim menganggap, pola perjuangan PLO mengarah pada sikap-sikap yang longgar terhadap Isarel. Faktor inilah yang menyebabkan beberapa organisasi perjuangan lainnya lebih memilih jalur bawah tanah dan menyatakan perang langsung kepada Israe9l.

Salah satu organisasi yang paling berpengaruh dalam melancarkan aksi bawah tanahnya, adalah HAMAS. Sebelum tahun 1987, organisasi ini merupakan Ikhwanul Muslimin sayap Palestina. Berbeda dengan PLO yang mengutamakan cara-cara kooperatif dengan Israel, HAMAS lebih memilih jalur peperangan

8

Tiar Anwar Bachtiar,Hamas; Kenapa Dibenci Israel,(Bandung: Hikmah, 2009), h. 67. 9

(20)

melawan Israel. Walaupun senjata mereka sangat minim, tidak lantas mengendurkan semangat para laskar HAMAS, bahkan tidak jarang mereka melempari tentara Israel yang mempunyai senjata lengkap dengan batu-batu kerikil.

Konflik yang menjadi pusat bara di Timur Tengah ini, menuai banyak pendapat yang beragam di kalangan para pemerhati, akademisi, dan intelektual baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu intelektual Muslim yang banyak mengikuti perkembangan ketegangan di kawasan Palestina ini adalah Abdurrahman Wahid.

Abdurrahman Wahid, atau akrab disapa Gus Dur ini, memiliki pandangan tersendiri yang cenderung banyak berbeda atau malah, sebagian orang menganggapnya “menyimpang” dari banyak pengamat Timur Tengah yang

cenderung membela Palestina atas dasar sama rasa dalam satu keyakinan dan mengutuk keras tindakan intimidatif Israel yang menjajah tanah Palestina.

Gus Dur melihat, konflik Palestina-Israel merupakan permukaan dari konflik perang perebutan pengaruh negara-negara adidaya dunia. Pada mulanya, sengketa yang terjadi adalah perbenturan kepentingan antara berbagai pihak, yaitu antara Inggris, Perancis, dan Uni Soviet segera setelah usainya Perang Dunia I. Inggris yang mencoba menancapkan dominasi atas Palestina harus rela berbagi ruang dengan aspirasi bangsa Yahudi yang mempunyai cita-cita untuk menjadikan Palestina sebagai tempat tinggal mereka. Belum lagi ambisi Uni Soviet yang secara bertahap ingin mengkudeta Inggris dari kawasan Timur Tengah10.

10

(21)

Bagi Gus Dur, yang paling penting dalam proses perdamaian di Timur Tengah adalah kesatuan tekad untuk sama-sama membangun kehidupan bernegara dan kemanusiaan yang berdiri kokoh dengan keadilan sebagai pilar penyanggahnya. Wahid tidak begitu saja mendukung Palestina, atas dasar kesamaan keyakinan, begitu pula dengan Israel, putra pahlawan nasional K.H. Abdul Wahid Hasyim ini, juga mempunyai catatan tersendiri.

Dalam salah satu tulisannya, Gus Dur menyeru kepada pemimpin Palestina-Israel, untuk berdamai dengan kesungguhan yang tinggi. Jangan sampai publik internasional kembali dikecewakan dengan prosesi pseudo-rekonsiliasi yang ujung-ujungnya kembali menelan korban.11

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari uraian diatas maka timbullah berbagai masalah yang perlu dijawab. Mengingat keterbatasan ruang lingkup pembahasan, maka kami batasi dengan dua hal, yaitu;

- Ketidaksetujuan Abdurrahman Wahid dengan sebagian besar garis perjuangan PLO dalam memperjuangkan cita-cita rakyat Palestina. - Bergabungnya Abdurrahman Wahid dengan Yayasan Simon Perez.

Dari pembatasan tersebut, dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Mengapa Abdurrahman Wahid tidak setuju dengan ideologi perjuangan PLO dalam membebaskan Palestina?

11Abdurrahman Wahid , “

(22)

2. Apa yang melatarbelakangi Abdurrahman Wahid bergabung dengan Yayasan Simon Perez?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: a. Mengetahui sejarah Konflik Palestina-Israel.

b. Memahami secara lebih dalam logika berpikir Abdurrahman Wahid terhadap penyelesaian konflik Palestina-Israel.

c. Dalam skala yang lebih global, memperkaya opsi praksis bagi pemecahan konflik Palestina-Israel.

2. Kegunaan Penulisan

a. Penulisan skripsi ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan terkait dengan historisitas konflik Palestina-Israel dilihat dari sudut pandang Abdurrahman Wahid.

(23)

D. Metodologi Penelitian

Dalam karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif-analisis guna memaparkan temuan baru yang berkaitan dengan topik yang diangkat. Selain itu, dibawah ini terdapat beberapa poin yang menjadi instrumen penting dalam suatu penelitian, antara lain;

1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah psiko-inteletual yang berusaha menarik satu kesimpulan dari sudut pandang seseorang. Karena penulisan ini berupa re-interpretasi terhadap suatu ide seorang intelektual (Abdurrahman Wahid) maka penggunaan opini-opininya merupakan salah satu sumber primer yang wajib ada. Selain itu, penulis juga menggunakan sumber-sumber sekunder yang mempunyai relasi dan relevansi dengan kajian materi pembahasan. Kemudian diadakan kritik sumber, baik ekstern maupun intern, yakni dengan memilah dari beberapa sumber yang terkumpul, guna mendapatkan sumber yang otoritatif dan otentik . Pada tahap selanjutnya, diadakan interpretasi. Setelah itu beranjak ke tahapan berikutnya berupa penyajian karya sejarah dalam bentuk buku.

2. Sumber data

(24)

Tengah Dalam buku Islamku, Islam Anda, Islam Kita (2006), yang lain, dalam harian Kompas (7/4/2004) Wahid menulis artikel lainnya berjudul Arafat, Israel, dan Palestina. Sedangkan data lisan berupa hasil wawancara.

Sedangkan data Sekunder bentuknya sama seperti data primer. Namun, yang membedakannya dengan data primer, adalah bahwa data sekunder ditulis oleh orang lain yang berhubungan dengan tokoh yang diteliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka (library research). Studi pustaka dilakukan dengan menelusuri fakta sejarah secara tertulis, kemudian mengumpulan dokumen-dokumen, baik berupa karya tokoh yang diteliti atau manuskrip-manuskrip yang berhubungan dengan tokoh yang ditelaah. .

Penulis mendapatkan sumber primer berupa tulisan Abdurrahman Wahid, dari kepunyaan sendiri dan ada pula yang didapat dari teman maupun orang lain. Dalam perburuan sumber primer lainnya, penulis sempat mendatangi Pusat Informasi Kompas (PIK) yang berada di kawasan Pal Merah, Jakarta, guna mendapatkan tulisan Wahid yang bertemakan konflik palestina-Israel.

Selain itu, guna mendapatkan sumber yang otentik, penulis juga mengunjungi perpustakaan PBNU dan perpustakaan The Wahid Institute. Dua lembaga tersebut mempunyai kaitan yang erat dengan tokoh yang diteliti, sehingga kebutuhan akan sumber otentik penulis, dapat terpenuhi di dua tempat itu.

(25)

Fakultas Adab dan Humaniora. Beberapa sumber liannya yang didapat, juga berasal dari pribadi, dan dari teman penulis.

4. Analisa Data

Data-data yang sudah terkumpul kemudian masuk pada tahap analisa untuk mendapat sumber yang otentik dan otoritatif. Data tulisan diklasifikasi untuk menentukan waktu penulisan dan isi dari dokumen tersebut. Sedangkan data hasil wawancara akan dilakukan transkrip dalam bentuk kertas kerja yang disadur dalam bentuk tulisan.

Selain proses analisis di atas, data-data tersebut akan masuk ke fase kritik sumber. Pada tahap inilah, sumber itu mulai terlihat layak atau tidaknya data itu disebut otentik, sehingga karya sejarah ini dapat diuji secara ilmiah. . Kemudian fakta sejarah yang telah dianalisis dengan metode kritik sumber akan diadakan interpretasi dengan menggunakan pendekatan multidesipliner dalam ilmu-ilmu sosial.

E. Tinjauan Pustaka

(26)

Selain itu, Greg Barton (2010) dalam buku Biografi Gus Dur: The Authorized of Abdurrahman Wahid, menulis tentang kunjungan Abdurrahman Wahid ke Israel pada bulan Oktober 1994. Dalam kesempatan tersebut, Abdurrahman Wahid menyaksikan perjanjian perdamaian Israel dengan Yordania. Wahid bahkan sempat berkunjung ke Jerusalem dan berkeliling Israel.

Selain itu,ada pula skripsi yang ditulis oleh Novita Rakhmawati (2002) dari FISIP-UI yang berjudul Hubungan Indonesia-Israel: Tinjauan terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap

Israel Periode tahun 1993-2001. Dalam skripsi tersebut, dikatakan bahwa dengan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, maka Indonesia akan menemuka “jalan pintas” untuk memulihkan ekonomi dalam negeri. Tulisan ini hanya

(27)

F. Sistematika Penulisan

Bab I

Berisi tentang signifikansi tema yang diangkat, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian, tujuan penulisan serta sistematika penulisan. Bab II

Berisi tentang latar belakang konflik Palestina-Israel, kaitannya dengan negara-negara Arab lainnya. Tokoh-tokoh yang menempati ruang sentral dalam konflik tersebut. serta hakikat tentang pendudukan Israel ke Palestina Bab III

Membahas tentang biografi intelektual Abdurrahman Wahid yang meliputi riwayat hidup yang terdiri dari: Latar belakang lingkungan dan latar belakang pendidikan. Dilanjutkan dengan karir dan pemikiran Abdurrahman Wahid tentang perdamaian.

Bab IV

(28)

melatarbelakangi bergabungnya Abdurrahman Wahid ke Yayasan Simon Perez.

Bab V

(29)

18

SEJARAH KONFLIK PALESTINA ISRAEL

A. Latar Belakang Terjadinya Konflik

Pendudukan Israel atas tanah Palestina, tidak terlepas dari peran kaum Yahudi. Kaum Yahudi, yang merupakan satu dari tiga agama samawi, merupakan satu bangsa yang tersebar diseantero dunia selama berabad-abad. Sejarah panjang bangsa Yahudi memproyeksikan citra pelestarian Yudaisme, suatu keyakinan dan praktek keagamaan yang memungkinkan integrasi sosial bangsa Yahudi.

Beberapa gelombang diaspora atau perantauan bangsa Yahudi telah membuat bangsa ini kehilangan komunitas politiknya. Namun, para perantau yang menyebar di beberapa bagian dunia terutama di benua Eropa, tetap memelihara integrasi sosial bangsa Yahudi. Yudaisme diduga kuat mengambil peran penting dalam kelangsungan proses ini, yaitu melalui konformitas atau penyamaan penampilan orang Yahudi terhadap agamanya dan pelestarian komunalisme. Sejarah, bahasa, tradisi dan kebiasaan telah memelihara konsep kemasyarakatan Yahudi yang bersifat integralistik.

(30)

sampai menjelang pertengahan abad 19 bangsa Yahudi Eropa tidak menetapkannya sebagai sasaran pemenuhan aspirasi objektifnya.

Dari dasar kesadaran diatas, para penganjur emansipasi internal Yahudi yang umumnya berasal dari kalangan terpelajar menegaskan makna moralitas kekuasaan dengan pengertian kesadaran nasionalitas bangsa Yahudi. Bagi mereka, bangsa Yahudi harus memiliki tanah wilayah, tempat pemerintahan yang berfungsi menyelenggarakan kekuasaan. Tidak ada pilihan lain, bangsa Yahudi harus memiliki negara sendiri agar bisa sederajat dengan bangsa-bangsa di dunia. Namun kesadaran nasionalitas yang terwujud dalam gerakan nasioanalis Zionis bukan merupakan kekuatan inti kolonial. Nasionalitas Yahudi modern berwujud gerakan kebangsaan yang bertujuan menegakkan kekuasaan Yahudi di tanah Paletina, mengikuti ajaran agama Yahudi. Jadi Yudaisme menjadi ideologi gerakan nasionalis Yahudi yang secara resmi menamakan diri sebagai gerakan atau organisasi Zionis.

Motivasi kembali ke tanah Bani Israel, yang menjadi seruan keagamaan Yahudi, merupakan sumber kekuatan gerakan nasionalis Yahudi. Para pendukung gerakan nasioanalis berpendapat bahwa penguasaan tanah Palestina merupakan proses normalisasi bangsa Yahudi, sebagai suatu bangsa yang memilki tanah wilayah. Normalisasi bangsa Yahudi tampaknya hanya bisa dicapai melalui penegasan keyakinan keagamaan karena persyaratan keabsahan legal untuk menguasai wilayah sulit terpenuhi.

(31)

berpuluh tahun di negeri perantauan. Jelas, nasionalisme Yahudi tidak berjenis pembebasan wilayah dari kekuasaan bangsa asing, melainkan semacam pendakuan kesejarahan oleh bangsa Yahudi. Oleh karena itu bangsa Arab tidak bisa menjadi pendukungnya1.

Selain itu, terdapat hal lain yang tak kalah penting, yang menjadi common platform bagi Yahudi untuk mengintegrasi Bangsa Yahudi di seluruh dunia. Munculnya Nazi Jerman, sebagai salah satu kekuatan besar dunia, menjadi batu sandungan terjal umat Yahudi. Kebijakan berbau SARA yang digulirkan pemerintahan Adolf Hitler, pemimpin utama Nazi yang bermuara pada pengaggungan ras Arya dan mendisposisikan golongan lain, termasuk Yahudi.

Pentas pertama bermula di tahun 1933, dengan naiknya Nazi ke tampuk kekuasaan. Terjadi perampasan terhadap toko-toko Yahudi , tak jarang pula pemukulan-pemukulan, serta pemboikotan terhadap bisnis-bisnis Yahudi. Pentas kedua digelar dengan diperundang-undangkannya Nurenberg Laws di tahun 1935, yang berisi pencabutan hak suara semua orang yang memiliki “darah Yahudi” ,

termasuk orang-orang yang mempunyai kakek nenek orang Yahudi. Pentas ketiga terjadi pada tahun 1939, dengan penangkapan massal terhadap 20.000 orang Yahudi, membawa serta pula penganiayaan fisik yang dilakukan secara sistematis dan penawanan-penawanan massal yang pertama kali di kamp-kamp konsentrasi. Selain itu, sebagian dari mereka juga di kirim ke Jerman sebagai budak pekerja, seperti yang dialami oleh ratusan ribu orang Yahudi yang berasal dari Eropa Timur.

1

(32)

Mereka mengalami siksaan yang tidak terperi. Penyiksaan demi penyiksaan tersebut berakhir pada penghilangan nyawa secara massal orang-orang Yahudi. Prosedur pembunuhan massal tersebut adalah sebagai berikut: orang-orang Yahudi, atau Ceko, atau Polandia, atau Rusia ditangkapi, dibariskan ke daerah yang sepi dan dipaksa telanjang, antri di depan parit-parit, kemudian diberondong dengan senapan. Mereka yang tersungkur di sepajang tepian parit, mati atau terluka, lalu disorong ke dalam parit-parit oleh tentara-tentara atau bulldozer dan semuanya kemudian ditimbun dengan lumpur. Baik yang mati maupun yang masih hidup, dewasa, anak-anak, maupun yang masih bayi. Semua

Einsatzhruppen (pasukan khusus pemusnah orang Yahudi) ini bertanggung jawab atas pembunuhan tidak saja bagi jutaan bangsa Yahudi, tetapi juga terhadap umat kristiani2.

Kesadaran nasionalitas bangsa Yahudi menjadi realitas politik ketika kelompok-kelompok studi Hovevei Zion (kekasih Zion) mulai membicarakan kemungkinan perebutan kembali tanah leluhur dalam beberapa diskusi di banyak kota di wilayah Pale, Austria, pada 1870-an. Pembicaraan ini menegaskan kebutuhan tanah wilayah bagi bangsa Yahudi sebagai kelengkapan prinsip nasionalitasnya. Pembahasan tentang permasalahan penegakkan prinsip nasionalitas Yahudisme luas menjadi diskusi-diskusi terbuka kalangan Hovevei Zion di Eropa Timur pada 1890-an. perluasan pembicaraan umum tentang pembicaraan kembali tanah leluhur menjadi meluas ke seluruh dunia setelah Leon Pinsker mengupas permasalahan internal emansipasi internal Yahudi dalam buku

Self Emancipation, terbit pada 1882.

2

(33)

Gerakan Zionis dengan tujuan membentuk kembali bangsa Yahudi di Palestina pertama kali menjadi wacana umum pada 1886 melalui ungkapan ideologis Nathan Birnbaum, Zionisme. Beberapa tahun ungkapan ini tidak mempunyai pengertian yang jelas, hanya menyebutkan keperluan bangsa Yahudi memiliki national home. pengertian Zionisme ini kemudian menunjuk penegasan hubungan Yahudi dengan Palestina sebagai tanah leluhur. Sesuai dengan suasana politik di Eropa pada waktu itu. Zionisme diberi pengertian pula sebagai paham yang menjunjung tinggi liberalisme dan penentuan nasib sendiri.

Kesadaran nasionalitas bangsa Yahudi, terutama di kalangan cerdik cendekia, mengalami transformasi menjadi kekuatan riil berupa organisasi-organisasi Zionis,. Sesudah organisasi-organisasi-organisasi-organisasi Zionis melakukan serangkaian kongres dunia mulai kongres di Bazel, Swiss, pada 1897 agenda politik pembentikan negara Yahudi menjadi semakin bulat. Kongres Basel, Swiss yang diikuti oleh 204 delegasi Yahudi dari 16 negara telah menyusun program perwujudan agenda politik awal.

Theodore Herzl, ketua Organisasi Zionis Dunia dalam kongres ini telah menegaskan urgensi pembentukan negara Yahudi bagi seluruh aktualisasi bangsa Yahudi karena kesulitan menegakkan keyakinan keagamaan di luar wilayahnya sendiri. Sebelum kongres itu, Herzl aktif menyerukan pembentukan negara Yahudi di Rumania dan Uni Soviet. Semula, Herzl cenderung mendorong gerakan asimilasi Zionis dengan Eropa. Namun, Herzl kemudian membuang pemikiran asimilasi karena tidak realistik.

(34)

berarti bahwa cita-cita pembentukan negara Yahudi bisa mendorong perlawanan bangsa Yahudi terhadap tindakan persekusi yang mengganas dalam Perang Dunia II. Perlawanan Yahudi berlangsung melalui milisinya yang menjadi bagian tentara Inggris berperang melawan Jerman. Gagasan pembentukan negara Yahudi bahkan bisa mendorong proses rekonsiliasi itu terjadi mengikuti peran negara Yahudi dalam gugus eksistensi intenasional yang menjamin bangsa Yahudi bermartabat sama dengan bangsa lain.3

Untuk sesegera mungkin memantapkan cita-citanya, Herzl mendatangi kesultanan Ottoman guna meminta sebuah daerah otonomi yang nantinya digunakan sebagai tempat bermukim bangsa Yahudi. Sebagai bahan pertimbangan, Herzl akan memberikan sejumlah bantuan yang dibutuhkan kesultanan Ottoman kala itu. Namun, Sultan Abdul Hamid (1876-1909) dengan tegar menentang dan menolak semua keinginan Yahudi dengan responnya terhadap usulan Herzl dengan ucapan sebagai berikut

“saya nasihatkan kepadanya untuk tidak pernah menjalankan hal tersebut. saya tidak berdaya untuk menjual walau satu dari negeri ini, karena itu bukan milik saya, tapi milik rakyat. Bangsaku mendapat pemerintahan yang besar ini dengan tumpahan darah. Mereka berperang dengan bersimbah darah. Kami juga akan menyelimutinya dengan darah kami guna menghalau para perampas negeri kami. Saya tidak akan menerima pemisahan (daerah) untuk tujuan apapun juga.”4

Organisasi Zionis Dunia menetapkan perjuangan melaksanakan agenda politik pembentukan national home bagi bangsa Yahudi di Palestina melalui penetapan hukum publik. Tampaknya hukum publik berarti hukum Liga Bangsa-Bangsa. Organisasi Zionis juga menetapkan strategi pelaksanaan agenda dengan pengandalan dukungan kekuatan Eropa. Jelas, kekuatan Eropa merujuk peran

3

Basyar, Problematika Minoritas, h. 21-23 4

(35)

penting pemerintah Inggris dalam badan internasional dan percaturan politik dunia. Agenda politik organisasi Zionis merupakan jawaban nyata harapan bangsa Yahudi melakukan pembentukan negara Yahudi yang terlihat dari imigrasi bangsa Yahudi ke Palestina gelombang pertama (1882-1884) dan gelombang kedua (1885-1991). Aliya (migrasi Yahudi) pertama dan kedua melibatkan 25.000 orang Yahudi. Organisasi Zionis berharap gelombang Aliya akan mendatangkan simpati badan internasional dan pemerintah Inggris.

Kekuatan riil kesadaran nasionalitas bangsa Yahudi tercermin pada pembentukan komunitas Yahudi di Palestina. Para pemukim tinggal di daerah pertanian membantuk Kibbutz, suatu pemukiman pedesaan unik. Kibbutz

membentuk kerjasama produksi dan distribusi kebutuhan konsumsi di kalangan warganya. Peningkatan jumlah pemukiman telah mendorong pembentukan

Yishuv, suatu komunitas pemukiman dengan menyelenggarakan sistem sosial, ekonomi, dan politik khusus. Yishuv mempunyai institusi –institusi pendidikan, politik dan militer. Penyelenggaraan Yishuv merupakan perwujudan konsep komunalisme, sebagai kelanjutan sstem ekonomi Yahudi Eropa. Integrasi sosial Yahudi yang terbina dalam sistem otonomi yang memiliki solidaritas etnik yang kuat. Ikatan primordial seperti ini membuat komunitas Yahudi menjadi bersifat organik, dimana kepentingan perorangan tenggelam dalam kepentingan kelompok.

(36)

Yahudi. mendawamkan bahasa dan budaya Hebrew dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan keagamaan bagi komunitas baru.

Bangsa Palestina dari sejak awal telah menggalang aksi untuk menghadang proyek Zionis ini. Konflik berdarah pertama yang terjadi adalah antara Petani Palestina dan pendatang Zionis tahun 1886. Para petani telah membuat petisi kepada kesultanan Ottoman sebagaimana juga media surat kabar gencar mengekspos bahaya Zionis al-Karmal dan Filistin.

Bermodal pemaknaan baru Zionisme, organisasi Zionis berusaha mendapat dukungan pemerintah Inggris dengan menggerakan keterlibatan Yahudi dalam Perang Dunia I mendukung pasukan sekutu. Strategi Zionis ini berhasil menggerakan perhatian pemerintah Inggris lebih besar membantu pembentukan negara Yahudi. Dukungan Inggris bermula dengan kemunculan pandangan Lord Arthur Balfour. menteri luar negeri Inggris, yang memihak pembentukan national home bagi bangsa Yahudi di Palestina. Pandangan ini tertuang dalam surat Balfour kepada Lord Rothschild, terkenal sebagai Deklarasi Balfour, bertanggal 2 November 1917. Mungkin dengan maksud menjaga netralitas pemerintah Inggris, pandangan Balfour menyebutkan penghormatan terhadap hak sipil dan agama masyarakat non-Yahudi yang ada di Palestina.

(37)

Yahudi. Hal ini sesuai visi negara Yahudi Herzl tentang tanah palestina berpenduduk mayoritas Yahudi yang disampaikan pada 1897, saat kongres pertama Organisasi Zionis Dunia berlangsung. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai menjelang pembentukkan negara Israel, penduduk Yahudi hanya berjumlah kurang lebih separuh penduduk Arab. Rencana pemebentukan negara Yahudi bagi bangsa Yahudi tampak telah mengakibatkan penghancuran secara sistematis penduduk Arab melalui pembantain dan pengusiran.

B. Peristiwa- Peristiwa Penting Seputar Konflik Palestina –Israel

Konflik Palestina-Israel merupakan konflik kemanusiaan yang bekepanjangan. Sampai tulisan ini ditulis, belum ada tanda-tanda penyelesaian ataupun finalitas yang berkomitmen mengakhiri konflik tersebut. perundingan perdamaian kerapkali diselenggarakan, namun selalu berakhir pada keadaan yang tidak lebih baik dari sebelumnya, bahkan tak jarang, mengalami dead lock. Kesepakatan gencatan senjata hanyalah sementara. Tidak lama setelah itu, kembali terjadi aksi saling serang di antara keduanya. Perselisihan kedua negara ini diperkeruh dengan hadirnya aktor-aktor internasioanal yang turut ambil bagian dalam perseteruan ini.

Berikut ini merupakan peristiwa-peristiwa bersejarah, yang menjadi key story kronologi konflik Palestina-Israel;

1. Konferensi Zionis Dunia 1897

(38)

untuk mendirikan suatu negara Yahudi. Isi pokok dari pertemuan tersebut adalah pengejawantahan Pendirian akan suatu negara Yahudi yang berdaulat, dipadang penting karena negara tersebut nantinya bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal umat Yahudi, melainkan sebagai penegasan bahwa bangsa Yahudi mempunyai martabat yang sama dengan bangsa lainnya di dunia.

Selain itu, dengan membentuk satu negara tersebut, mempunyai fungsi pokok sebagai tempat penampungan masyarakat Yahudi dunia, terutama Eropa, yang saat itu menderita, disebabkan oleh pemasungan hak-hak kenegaraan di negara-negara Eropa. Hal ini menjadi sinyalemen bahwa bangsa Yahudi dapat lepas dari kawalan isu anti-semitisme. Pembunuhan besar-besaran di Jerman dan Uni Soviet, seakan telah menjadi katalisator yang menunjukan era diaspora Yahudi haruslah diakhiri.

Di konferensi Ini, muncul satu nama yang dikenal sejarah sebagai bapak Zionis dunia, yakni Theodore Herzl. Sebagai pucuk pimpinan organisasi Zionis dunia, ia menyeru kepada kaum Yahudi dunia untuk merapatkan barisan dan bersatu. Herzl dapat diumpamakan sebagai figur yang mampu mengkristalkan perjuangan generasi intelektual Yahudi berikutnya, untuk serius menangani pendirian satu negara independen Yahudi.

2. Perang 1948

(39)

Yahudi. Keputusan ini terangkum dalam resolusi PBB bo. 181. pembagian wilayah ini, didukung oleh AS dan Rusia, namun tidak bagi Palestina.

Menanggapi resolusi tersebut, warga Palestina merasa dianaktirikan oleh PBB. Bagaimanapun, secara legalitas disebutkan bahwa mereka adalah penghuni “resmi” tanah Palestina. Untuk membendung pengaruh kaum Yahudi menguasai

Palestina, warga muslim membentuk barikade-barikade tempur yang bertujuan memukul mundur tentara-tentara Yahudi. Sekumpulan perwira ini, dipimpin oleh tokoh-tokoh agama lokal, seperti Abdul Qadir Al-Husaini, yang membentuk

Jihad Al-Muqaddas. Di samping itu, Liga Arab juga berhasil menghimpun para pejuang Arab yang berasal dari luar Palestina.

Ketika itu, bangsa Arab Palestina kurang mendapat perhatian dari para pemimpin dunia Arab. Keadaan ini, membuat bangsa ini berjuang sendiri hanya dengan dibantu oleh para legiun perang Arab non-Palestina. Dilihat dari segi persenjataan, keadaannya jauh dari tingkatan modern. Mereka banyak menggunakan senjata-senjata tua yang daya jangkaunya sangatlah pendek. Selain itu, keadaan para sukarelawan Arab merupakan keadaan menyedihkan lainnya. Mereka tidak mempunyai koordinasi yang bagus, buta peta geografis, dan kecakapan kepemimpinan yang kurang memadai. Bahkan yang lebih parah, mereka kerapkali kekurangan persenjataan, sehingga para pejuang Palestina harus rela berbagi senjata dengan mereka. Padahal, persenjataan Palestina jumlahnya jauh dari kata cukup5.

Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan barikade tempur Zionis. Secara kuantitas, mereka lebih besar dibanding pasukan Arab. Pasukan Yahudi

5

(40)

berjumlah 70 ribu, sedangkan jumlah gabungan tentara Arab hanya 24 ribu. Selain itu, mereka juga didukung oleh tentara dan persenjataan modern Inggris. Hagana

(Pasukan resmi Zionis) juga dibantu oleh pasukan Irgun dan Geng Stern. Kedua kelompok militer tersebut, sebenarnya masih berasal dari tubuh Hagana, hanya saja mereka mempunyai kebijakan militer sendiri, semisal Irgun yang begitu kritis terhadap kebijakan Inggris. Irgun memisahkan diri dari Hagana pada 1931. Sedangkan Geng Stern sendiri, merupakan sempalan dari Irgun6.

Peperangan ini berhasil dimenangkan oleh pasukan Zionis-Inggris. Mereka berhasil merebut 78 % tanah Palestina. Kemenangan Zionis, menyebabkan gejolak sosial yang besar bagi rakyat Palestina. Perang tersebut berakibat terlantarnya 2/3 bangsa Palestina dari kampung halaman mereka (ditelantarkan secara paksa sekitar 800 ribu dari jumlah semula 1.237.000 orang) ke negeri lain.

Di tahun ini pula, pada sore hari tanggal 14 Mei 1948, Ben Gurion, yang kelak menjadi presiden pertama Israel, mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi “Israel”, sekaligus mencatatkan dirinya sebagai presiden pertama negara tersebut.

Menurut Sejarawan Afghanistan, Tamim Ansary, perang ini dikenang Israel sebagai perang kemerdekaan mereka, tetapi disebut oleh bangsa Arab sebagai bencana.7

Sekalipun peperangan 1948 dimenangkan oleh pasukan Zionis, pasukan Arab berhasil menciptakan semacam teror mental bagi perwira-perwira Zionis. Minimal, mereka berhasil menunjukan taji bahwa sebenarnya kehadiran kaum

6

Ilan Pappe, Pembersihan Etnis Palestina (Jakarta, PT Elex Media Komputindo,2009), h. 69-70.

7

(41)

Zionis adalah personifikasi dari umat yang menindas si empunya tanah. peperangan ini menjadi semacam sinyalemen awal keseriusan bangsa Palestina mengusir para penjajah Zionis.

3. Agresi 1956

Pada dekade 1950-an, para pejuang Palestina meningkatkan tensi teror mereka terhadap Israel. Mereka tidak bisa menerima begitu saja, klaim sepihak dengan menjadikan tanah mereka sebagai bagian dari negara Israel. Secara sporadis, mereka menggunakan banyak variasi serangan yang merepotkan tentara Israel. Boleh dikatakan, perang ini merupakan momentum awal kristalisasi kegeraman bangsa Arab internasional atas Israel. Hal ini ditunjukkan dengan ikut sertanya Mesir, sebagai salah satu negara Arab terkemuka, membatu Palestina memerangi Israel.

Pada fase ini, bangsa Palestina seakan semakin terintegrasi ke dalam kesadaran nasional sebagai bangsa yang sedang dijajah. Mereka banyak melancarkan operasi penerobosan tapal batas untuk menyelamatkan harta benda keluarga-keluarga yang terusir. Selain itu, mereka juga kerapkali melakukan serangan pembalasan terhadap musuh. Di wilayah Gaza, Ikhwanul Muslimin cabang Palestina membentuk satuan milisi yag melakukan banyak operasi rahasia, mereka bergabung dengan penduduk badui Naqab. Milisi ini, dilatih oleh seorang tokoh militer Ikhwanul Muslimin bernama Abdul Mun‟im Abdurrauf,

(42)

aliansi Badui-Ikhwanul Muslimin tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam serangan ini, tercatat 13 tentara Israel menjadi korban.

Serangan pasukan Palestina di atas, ditanggapi Israel dengan balasan yang lebih kejam dan keras. Sebagai contoh, sebagaimana yang terjadi pada peristiwa Qabiyyah berdarah tanggal 14-15 Oktober 1953 yang menyebabkan 67 orang

syahid. Pada kesempatan lain, tepatnya tanggal 28 Februari 1955, kekuatan Zionis melakukan pembantaian di Gaza. Sebanyak 33 orang luka-luka dan 39 meninggal dari pihak Palestina akibat serangan tersebut. kejadian ini, menjadi semacam opini internasional berisi tuntutan perang terhadap Israel. Mesir menyambut tuntutan tersebut dengan mengirimkan sepasukan yang dipimpin oleh Mustafa Hafiz guna membantu legiun Palestina. Kekuatan Mesir membuat milisi perang Palestina melonjak, dan berhasil memukul mundur pasukan Israel dalam beberapa kesempatan.

Menanggapi campur tangan Mesir, pada tanggal 29 Oktober 1956 Israel meladeninya dengan membentuk “tentara segitiga pendobrak” (Israel, Inggris, dan

(43)

Pertempuran ini berakhir dengan kekalahan Mesir dan Palestina. beberapa wilayah yang penting, seperti Sinai dan Gaza, dapat dikuasai oleh pasukan gabungan Israel tersebut. Inggris dan Perancis mengambil bagian dalam penggempuran bandara-bandara Mesir, serta berhasil menduduki pelabuhan-pelabuhanya. 8

4. Perang 1967

Perang 1967, tepatnya terjadi pada 5 Juni 1967, merupakan babak lanjutan dari puncak ketegangan di Timur Tengah sebelumnya. tidak saja melibatkan warga Palestina sebagai gerilyawan, tetapi konflik ini juga diramaikan dengan keterlibatan dua negara besar, Mesir dan Syria, yang memposisikan diri sebagai lawan dari tentara Israel. Mesir yang sebelumnya mengalami kekalahan, berharap dapat membalaskan dendamnya, bukan saja mengalahkan, tetapi juga menguasai daerah Israel. Dengan ikut sertanya Syria, negara besar di tataran Arab selain Mesir, menjadikan perang ini menempati skala yang lebih besar, ketimbang perang sebelumnya.

Perang ini menjadi semacam “pembuktian kedua” bahwa sesungguhnya

Israel merupakan negara yang tak mudah ditaklukan. Isarel yang didukung oleh peralatan tempur super canggih di masanya, ditambah dengan jumlah tentara yang mempunyai semangat tinggi dalam berperang, mampu memukul mundur serta memporak-porandakan pertahanan pasukan gabungan dua negara tersebut.

Pada pertempuran tersebut, mereka menyerang Bandar udara Mesir dan Syria dan membombardir pangkalan militer udara terbesar milik kedua negara tersebut lewat serangan darat secara sporadik. Untuk kali kedua ini, Israel

8

(44)

benar tidak mengendurkan serangannya. Jika pada peperangan sebelumnya ia mampu menjatuhkan satu negara, kali ini dua negara mampu dibenamkan oleh Israel, dalam beberapa kasus termasuk pula Jordania.

Kemenangan ini, mempunyai arti yang sangat positif bagi Israel. Tidak saja sebagai bukti munculnya “singa baru” di Timur Tengah, tetapi juga

berkesempatan memperluas pengaruh, dengan menduduki daerah-daerah penting. Israel berhasil mencaplok dataran tinggi Golan, yang sebelumnya masuk dalam teritorial Syria. Semenanjung Sinai, Gaza, dan Yerussalem, pun mampu direbut Israel dari Mesir dan Jordania. Namun, yang cukup menakjubkan, peperangan ini dimenangkan oleh Israel hanya dalam waktu 6 hari, sungguh merupakan rekor tersendiri dalam sejarah peperangan sepanjang sejarah manusia.

5. Perang 1973

Perang 1973, dapat dikatakan sebagai perang pembalasan negara-negara Arab jilid II. Secara umum, negara-negara Arab hampir saja dapat memenangkan pertempuran ini, jika saja Amerika Serikat (AS) tidak melakukan intervensi lebih dalam dengan membantu melobi Anwar Sadat, Presiden Mesir yang menggantikan Nasser, untuk mengendurkan serangannya.

(45)

Menyadari dirinya semakin tersudutkan, pihak Tel Aviv mengontak Henry Kissiinger, Menteri Luar Negeri AS, guna mendiskusikan masalah tersebut kepada Presiden AS Richard Nixon. Hasil pembicaraan tersebut menyimpulkan bahwa AS siap mengirim armada tempurnya dalam jumlah besar, guna membantu tentara Israel.

Menyadari hal tersebut, Mesir berhasil meyakinkan pemerintah Moskow untuk membantunya. Atas dasar memperkuat jalinan kerjasama dengan sekutu Arabnya, Uni Soviet dan Jerman Timur menyiapkan sepasukan tempur guna menambah daya gedor menghadapi aliansi Israel-AS. Pihak Moskow menambah jajaran kekuatan tempur laut dengan menambah 12 kapal tempur dan mulai bergerak ke Iskadariyah.

Menyadari akan timbulnya bentrokan dengan skala yang lebih besar, pihak Washington mengadakan pembicaraan-pembicaraan yang lebih solutif kepada pihak Moskow dan Sadat. Hasil dari pembicaraan ini, adalah mereka setuju untuk mengakhiri ketegangan tersebut dengan menyepakati gencatan senjata dengan batas waktu yang tidak ditentukan9. Jika saja, tidak ada campur tangan asing, perang ini dapat dimenangkan oleh tentara gabungan Arab.

6. Pseudo-Perdamaian Palestina-Israel

Konflik Palestina-Israel merupakan isu klasik yang sampai detik ini masih saja berlangsung. Perdamaian-perdamaian yang terlaksana, mulai dari Camp David (1978) ke Oslo (1995), masih saja berada dalam wilayah retorika. Kedua negara tersebut terkesan tidak serius dalam upaya mengakhiri ketegangan skala

9

(46)

global itu. AS yang kerapkali menjadi sponsor, pun tak sanggup untuk mengakhiri perselisihan itu.

Simha Flapan menilai,

“…kesepakatan perdamaian tidak selalu menyentuh beberapa

elemen-elemen khusus yang sejatinya wajib dicari solusinya. Seringkali, kesimpulan-kesimpulan pertemuan perdamaian kedua negara tersebut, jauh dari dinamisasi menuju persaudaraan kedua belah pihak. yang terjadi, malah tindakan-tindakan brutal Israel yang semakin menebarkan kesengsaraan pada penduduk Palestina. perdamaian adalah omong kosong, tanpa adanya resolusi yang tidak saja serius, namun mengikat dan wajib untuk dilaksanakan….”

Menurutnya, “…jalan yang paling memungkinkan guna menggapai

perdamaian, adalah dengan bernegosiasi dengan PLO. PLO (Palestine

Liberation Orgaization) adalah sebuah wadah resmi, yang dibentuk oleh Mesir

dan negara-negara Arab pada 196410, yang mempunyai misi memperjuangkan

kebebasan utuh bangsa Palestina. PLO yang merupakan induk dari organisasi-organisasi liberasi Palestina adalah corong suara rakyat Palestina. semakin eksis negosiasi dengan PLO , semakin terbuka kesempatan menghadirkan

perdamaian antar-kedua belah pihak….”

Selain menciptakan dialog intensif dengan PLO, menurut Simha, “…hal

lain yang harus diperhatikan, adalah upaya untuk merekonstruksi kebijakan internal pemerintahan Israel. Keadaan Knesset (Parlemen Israel) yang didominasi oleh segolongan pejabat yang menghendaki pencaplokan menyeluruh wilayah Palestina- bahkan dalam jangka yang lebih lama, berambisi mencaplok Jordania dan Syria guna membentuk negara Israel raya- haruslah segera diakhiri. Parlemen Israel, haruslah diduduki oleh orang-orang yang pro-perdamaian. Jika sudah demikian, maka kemungkinan untuk mengamandemen kebijakan-kebijakan despotik dapat diredusir dan dihilangkan diganti dengan good policy yang mengarah pada penciptaan iklim filantropis dan kekeluargaan bagi kedua entitas tersebut.11

10

Reza Sihbudi, Menyandera Timur Tengah (Bandung: MIzan, 2007), h. 461. 11 Simha Flapan, “Zionism and The Arab Question”, dalam Syafiq Mughni, ed

(47)

Henry Cattan dalam tulisannya yang berjudul The Palestinian Problem: A Palestinian Point of View, menambahkan bahwa perdamaian haruslah dijaga dengan keadilan. Perdamaian yang telah tercipta, jika tidak diimbangi dengan penegakkan keadilan yang merata, adalah omong kosong. Namun, keadilan juga perlu membutuhkan recognition atas pemenuhan hak-hak bangsa Palestina, terutama pengakuan eksistensi tinggal atau menempati di tanah yang sejak lama telah menjadi tempat berpijaknya. Ini merupakan esensi daripada problem Palestina yang tidak saja menyebabkan kegelisahan di tataran regional, bak bola salju, kegelisahan ini menjadi mengkristal menjadi common problem yang hingga sekarang belum terselesaikan.12

C. Tokoh-Tokoh yang Terlibat dalam Konflik Palestina-Israel

Dalam melihat alunan kronologis Pertikaian antara palestina dan Israel, tercatat beberapa nama yang penting untuk dikaji terkait dengan perannya masing-masing, beberapa dari mereka, adalah;

1. Theodore Herzl (1860-1904)

Theodore Herzl, Pemimpin Organisasi Zionis Internasional Pertama, dilahirkan di Budapest pada 1860. Dia dididik dalam lingkungan yang sarat dengan semangat pencerahan Yahudi-Jerman. Di tahun 1878, keluarganya pindah ke Vienna, Jerman. Di kota inilah Herzl muda berkenalan dengan berbagai ilmu pengetahuan . Di tahun 1884, Herzl mendapatkan gelar doktor-nya dari Universitas Vienna. Dia dikenal sebagai penulis dan jurnalis di neue freie Presse, salah satu surat kabar terkenal di Vienna.

12 Henry Cattan, “The Palestine Problem”, dalam Syafiq Mughni.,

(48)

Ketika belajar di universitas Vienna (1882), ia banyak mengkaji tentang pemikiran anti-Semitisme, dan dengan segera menjadi pokok kajian favoritnya. Ketika menjadi jurnalis, ia tidak meninggalkan hobinya di kampus dahulu, mengkaji segala hal yang berhubungan dengan anti-Semitisme. Karena seringnya berkecimpung dalam kasus penderitaan bangsa Yahudi, Herzl membukukan kajian tersebut dalam tulisan naskah drama yang berjudul The Ghetto (1894). Saat itu, ia mempunyai harapan, karyanya tersebut dapat menjadi bahan diskusi keilmiahan guna mencari titik temu toleransi dan rasa saling menghargai antara Kristen dan Yahudi.

Pada waktu ketika ia hidup, bangsa Yahudi sedang mengalami kesenjangan sosial di Eropa, Herzl menuangkan pemikiran bersejarahnya tentang negara Yahudi dalam tulisannya yang berjudur Der Judenstaat (The Jewish State, 1896). Herzl berkeyakinan, permasalahan kaum Yahudi bukan saja problem individu, namun telah melebar ke wilayah nasional. Ia beranggapan, bangsa Yahudi dapat diakui di mata dunia, jika sudah mempunyai sebuah negara yang berdaulat.

Bangsa Yahudi adalah bersaudara. Hanya dengan mendirikan negara, sesama Yahudi dapat terhimpun ke dalam satu kekuatan yang besar. Ia melihat persoalan Yahudi sama halnya dengan persoalan perpolitikan internasional.

(49)

Dalam novel Zionisnya, yang berjudul Altneuland (Old New Land, 1902), Herzl menggambarkan negara Yahudi laiknya utopia kaum sosialis. Ia memimpikan negara baru yang di dalamnya terdapat keanggunan tanah Israel yang bersendikan pada penggunaan sains dan teknologi dalam mengembangkan tanah tersebut.

Ide Herzl tentang perlunya membentuk satu negara, disambut dengan antusias oleh kaum Yahudi Eropa Timur. Ia berhasil mengajak saudagar kaya Yahudi, Baron Hirch dan Baron Roschild, untuk bergabung dalam organisasi Zionis pimpinannya. Puncaknya, Herzl berhasil menyatukan visi para pemuka Yahudi dunia yang hadir dalam Kongres Yahudi pertama di Basel, Swiss, 29-31 Agustus 1897, untuk merumuskan langkah politik umat Yahudi guna membentuk sebuah negara Yahudi13.

2. David Ben-Gurion (1886-1973)

David Ben-Gurion dilahirkan di Plonsk, Polandia, pada 1886. Ia mengenyam pendidikan awalnya di sekolah Yahudi yang didirikan oleh ayahnya, seorang aktivis Zionis yang fanatik. Ketika remaja, Ben-Gurion memimpin grup Zionis Muda, “Ezra”, yang anggotanya berbicara dengan bahasa Yahudi. Ketika

berumur 18 tahun, ia menjadi guru di sekolah Yahudi di Warsawa dan bergabung dengan perkumpulan Sosialis-Zionis “Poalei Zion” (Workers of Zion).

Ketika berada di tanah Israel pada 1906, ia tergabung dalam pembentukan Serikat Petani (yang nantinya berkembang menjadi Kvutzah, cikal bakal dari

Kibbutz). Ia bersama juga ikut serta dalam pendirian serikat tentara Yahudi,”Hashover” (The Watchman).

13

(50)

Ketika Eropa disibukkan oleh Perang Dunia I, ia dan Yitzhak Ben-Zvi (yang kemudian hari dikenal sebagai presiden kedua Israel, dideportasi ke daerah kekuasaan Turki Ottoman. Karena dinilai loyal oleh pemimpin sosialis-Zionis, ia dikirim ke New York untuk sebuah misi politis organisasinya. Di kota tersebut ia menikah dengan Paula Monbesz, seorang aktivis Poalei Zion. Ia kembali ke Israel setelah bergabung dengan legiun Yahudi bentukan Vladimir Jabotinsky, seorang pemuka Yahudi. Legiun tersebut adalah sebuah unit yang berada di bawah pengawasan tentara Inggris.

Setelah terlibat dalam proses pembentukan negara Israel pada 1948, Ben-Gurion mendapat kepercayaan menjadi perdana menteri pertama Israel merangkap sebagai menteri pertahanan. Ketika menjadi perdana menteri, ia terlibat aktif dalam perumusan institusi Israel. Ia juga mendorong pembangunan yang berujung pada kesejahteraan rakyat, seperti; pembentukan „Operasi Karpet Ajaib”, brigade udara yang bertugas menghadapi serangan negara-negara Arab. Pembanguanan instalasi air, proyek pengembangan pemukiman penduduk dan pembangunan kota-kota.

(51)

mengundurkan diri dari dunia politik, dan kembali ke Kibbutz. Ia meninggal pada tahun 1973.14

3. Anwar Sadat (1918-1981)

Dilahirkan di tengah keluarga dengan 13 anak pada tahun 1918, Anwar sadat tumbuh di desa kecil di Mit Abul Kom, kotakecil 40 mil sebelah selatan Kairo. Ayah Sadat bekerja sebagai pegawai di rumah sakit militer lokal. Pada masa kelahiran Sadat, Mesir berada di bawah kekuasaan Inggris.

Terdapat empat figur yang menjadi inspirasi Sadat muda. Pertama, Zahran, seseorang yang berasal dari sebuah desa kecil seperti Sadat. Pada masa kolonial Inggris, Zahran digantung karena terlibat dalam suatu kerusuhan yang mengakibatkan matinya seorang perwira Inggris. Sadat memuja keberanian Zahran, walaupun harus berakhir di tiang gantungan. Kedua, Kemal Attaturk, bapak pendiri negara Turki Modern, seorang yang berperan menutup sejarah kekhalifahan Turki Ottoman. Attaturk membuat semacam reformasi pelayanan publik, yang dikagumi Sadat. Orang ketiga yaitu Mahatma Gandhi, seorang pejuang kemanusiaan India yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menyuarakan anti-kekerasan untuk melawan ketidakadilan. Yang terakhir, orang yang dikagumi Sadat adalah pemimpin Nazi Jerman, Adolf Hitler. Menurut Sadat, Hitler dapat diibaratkan sebagai kekuatan besar yang meredam gerak laju hegemoni pemerintahan Inggris.

14

(52)

Pada tahun 1936, Inggris bekerjasama dengan Partai Wafd untuk mendirikan sebuah sekolah militer di Mesir. Sadat adalah murid pertama dalam sekolah itu. Selain diberi pelajaran sains dan matematika, setiap murid juga dibekali kemampuan menganalisa perang. Dengan pelajaran tambahan itu, Sadat dapat mempelajari perang Gettysburg, salah satu perang sipil terbesar Amerika. Setelah lulus dari sekolah tersebut, pemerintah Mesir menugaskan Sadat di pos perbatasan Mesir. Di tempat itu, ia bertemu Gamal Abdul Nasser, seorang yang kemudian hari menjadi presiden pertama Mesir. Di tempat itu pula, Sadat, Nasser, dan perwira lainnya menyusun rencana untuk menggulingkan pemerintahan Inggris.

Ketika Sadat menggantikan Presiden Nasser yang meninggal pada bulan September 1973, ia banyak melontarkan kebijakan yang berbeda dengan presiden sebelumnya. Ia menjalin hubungan diplomatik dengan AS, sesuatu yang tidak ditemui di era Nasser. di tahun 1973, Sadat terlibat dalam perang sengit menghadapi Israel. Peperangan itu dimenangkan oleh Israel dengan menjadikan Semenanjung Sinai sebagai bagian dari tertorial Israel. Untuk mengambil kembali daerah yang dikuasai oleh Israel, menurut Sadat, langkah yang paling relevan adalah berdamai dengan Israel. Pada tahun 1977, adalah tahun yang kontroversial bagi Sadat, ia bertandang ke Israel guna membahas keinginan Mesir berdamai dengan pemerintahan Tel Aviv.

(53)

menandatangani “Pakta Perdamaian” tahun 1979. Karena berhasil menciptakan

hubungan harmonis dengan Israel pasca-perang 1973, Sadat dianugerahi Nobel Perdamaian15.

Sebenarnya, dibalik kebahagiaan Mesir mendapatkan Sinai kembali, terdapat suatu kegagalan yang besar terlebih kaitannya dengan rakyat Palestina, dan Sadat, menyadari betul kegagalan ini. Kegembiraan, agaknya hanya berada di Mesir, namun hal ini tidak dirasakan oleh rakyat Palestina dan justru kebalikannya. Tepi Barat dan Yerusalem, menjadi imbalan bagi kembalinya daerah Sinai. Pengusaan Yerusalem oleh Mesir, menjadi faktor betapa Sadat sangat terpukul oleh pencaplokan tersebut. bahkan setelah peristiwa tersebut, Sadat dikabarkan selama beberapa hari mengalami depresi ringan.

Jika ditilik sepintas, sangat terlihat Begin dan Sadat begitu akrab dan bersahabat. Namun, keadaan demikian sangat bertolak belakang jika sudah membicarakan perkara prinsip kenegaraan. Pernah suatu ketika, Sadat menawarkan aliran air sungai Nil ke Yerusalem dengan harapan dapat dimanfaatkan oleh warga kota itu. Sebenarnya, Sadat ingin menggunakan kebaikan ini guna memperlunak hati Begin dan nantinya akan mudah diajak bernegosiasi. Yang terjadi adalah sebaliknya, Begin megatakan bahwa prinsip Israel tidak bisa dibeli dengan air sungai Nil. Keamanan Israel dan kekeramatan Yerusalem tidak bisa dibeli oleh air Nil16.

Perjalanan politik Sadat diakhiri dengan momen yang sangat menyedihkan. Pada tahun 1981, ketika menghadiri sebuah parade militer, ia di

15

Biografi Anwar Sadat, diakses pada tanggal 29 Januari 2011 dari http://www.jewishvirtuallylibrari.org.

16

Referensi

Dokumen terkait

Ketepatan pelayanan fisioterapi pasien peserta jaminan kesehatan nasional di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Jatinom Klaten Sebagian besar tingkat ketepatan pelayanan

Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat pengaruh dari kesegeraan feedback bias implisit terhadap stigma ekplisit dan tidak ditemukan korelasi yang

Untuk mendukung hal tersebut, maka dalam Proyek Akhir ini akan dibangun sebuah ” Aplikasi pelaporan penggantian KTM berbasis web pada Politeknik Telkom” yang dapat

Dia telah menjelaskan bahwa ilmu yang akan bermanfaat bagi pemiliknya pada hari kiamat kelak adalah ilmu yang diikhlaskan oleh seorang hamba

pengguna. 2) Pengguna dapat memilih paket umroh yang sudah ada di website. 3) Pengguna harus melakukan logout setelah selesai mengakses website... 4) Sistem menghitung pembayaran

Diriwayatkan dari Sahabat Anas bin Malik رضي الله عنه , bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم lalu bertanya, "Wahai

Data tersebut diperoleh dengan menyebarkan kuesioner pada 115 subyek penelitian untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa mengenai penyakit DBD sebelum dan sesudah dilakukan

Daerah yang direncanakan untuk dikembangkan oleh PT .SAMARA INSAN SENTOSA sebagai pemukiman terletak di desa Cibunar kecamatan Parungpanjang kabupaten Bogor