PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) TERMODIFIKASI DENGAN ENZIM HEMICELL®DALAM RANSUMTERHADAP
PERFORMANS AYAM PEDAGING UMUR 1 – 5 MINGGU YANG DI UJI TANTANG E. Coli
SKRIPSI
OLEH
HARDI FRANSISCO SIAHAAN 050306050
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) TERMODIFIKASI DENGAN ENZIM HEMICELL®DALAM RANSUMTERHADAP
PERFORMANS AYAM PEDAGING UMUR 1 – 5 MINGGU YANG DI UJI TANTANG E. Coli
SKRIPSI
OLEH
HARDI FRANSISCO SIAHAAN 050306050
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) TERMODIFIKASI DENGAN ENZIM HEMICELL® DALAM RANSUMTERHADAP
PERFORMANS AYAM PEDAGING UMUR 1 – 5 MINGGU YANG DI UJI TANTANG E. Coli
SKRIPSI OLEH
HARDI FRANSISCO SIAHAAN 050306050
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian i:iPengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS)
iiiTermodifikasi Dengan Enzim Hemicell®iDalam Rasnum
iiiTerhadap Performans Ayam Pedaging Umur 1 – 5
iiiMinggu Yang Di Uji Tantang E. Coli Nama : iHardí Francisco Siahaan
NIM : i050306050
Departemen : iPeternakan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
(Usman Budi, S.Pt. MSi) (Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, MSi)
Ketua Anggota
Mengetahui
(Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua Departemen
ABSTRAK
HARDI FRANSISCO SIAHAAN: Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS) Termodifikasi Dengan Enzim Hemicell®Dalam RansumTerhadap Performans Ayam Pedaging Umur 1 – 5 Minggu Yang Diuji Tantang E. Coli. Dibimbing oleh USMAN BUDI dan NEVY DIANA HANAFI.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada September – November 2009 menggunakan metode rancangan acak lengkap. Parameter yang dianalisis adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai alternatif antibiotik dalam ransum karena kapasitasnya menghambat kolonisasi bakteri merugikan pada ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek BIS termodifikasi dalam ransum terhadap penampilan dan kolonisasi bakteri E. coli pada ayam broiler. Perlakuan yang diberikan terdiri atas tiga jenis ransum yaitu R0 = ransum kontrol (tanpa BIS termodifikasi); R1 = ransum yang mengandung 2% BIS termodifikasi; R2 = ransum yang mengandung 4% BIS termodifikasi. Proses modifikasi BIS dilakukan menggunakan enzim β - mannanase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan BIS termodifikasi dapat menurunkan kolonisasi bakteri E. coli pada ayam pedaging. Dilain pihak, penampilan ternak juga menurun pada perlakuan R1. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan
BIS termodifikasi sebanyak 2% dalam ransum dapat mencegah kolonisasi bakteri E. coli
tanpa mempengaruhi penampilan ayam broiler.
BSTRACT
HARDI FRANSISCO: The effect of Supplementation Modified Palm Kernel Oil With hemicell Enzyme In Feed on Broiler Performance Age 1 – 5 Weeks That Challenged by E. coli. Supervised by USMAN BUDI dan NEVY DIANA HANAFI.
Palm Kernel Meal (PKM) could be used as an alternative to replace antibiotics in rations due to their capacity to block the colonization of pathogen bacteria in the intestine of poultry. The aim of this research is to find out the effect of modified PKM in rations on performance and colonization of E. coli on broiler chicken. Treatments that were used in this experiments consist of three rations i.e. R0 = control (without modified PKM), R1= rations consist of 2% modified PKM and R2= rations consist of 4% modified PKM. Modified PKM obtained by treatment with B-mannanase. The result indicated that modified PKM reduce E. coli colonization on broiler chicken. On the other hand, broiler performance also decreased on treatment R2. It is concluded that treatment with 2% modified PKM on rations effective to prevent E coli colonization in the intestine of poultry without affected broiler performance.
RIWAYAT HIDUP
Hardi Fransisco Siahaan, lahir di Medan, 2 November 1987. Merupakan anak
kedua dari empat bersaudara, anak kandung dari Bapak R. Siahaan dan Ibu N. Br.
Nadapdap.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis hingga saat ini:
1. Tahun 1999 menamatkan SD N 064981 Medan.
2. Tahun 2002 menamatkan SLTP Swasta Santo Thomas 3 Medan.
3. Tahun 2005 menamatkan SMA N 12 Medan.
4. Tahun 2005 diterima sebagai mahasiswa di Departemen Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.
Kegiatan yang pernah diikuti penulis:
1. Melaksanakan PKL di Unit Penelitian Pengembangan Pemasaran Hasil
Peternakan (UP3HP) Jl. Perdamaian Gg. Sentosa Stabat langkat, Medan Tahun
2009.
2. Melaksanakan penelitian Skripsi pada September hingga November 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini adalah ”Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS) Termodifikasi Dengan Enzim Hemicell® Ransum Terhadap Performans Ayam Pedaging Umur 1 – 5 iMinggu Yang Di Uji Tantang E. Coli.” yang telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Usman Budi, SPt. MSi. selaku ketua komisi pembimbing dan
Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt. MSi. selaku anggota komisi pembimbing serta
kepada Bapak Dr. Ir. Ma’aruf Tafsin, MSi. selaku dosen pembimbing lapangan yang
telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Januari 2010
Hal. Ayam Pedaging (Broiler) ... 5
Ransum Ayam Pedaging ... 6
Sistem Pencernaan Ayam Pedaging ... 7
Bungkil Inti Sawit (BIS) ... 9
Mannanoligosakarida (MOS) ... 10
Enzim β Mannanase (Hemisel(l)) ... 11
Escherichia coli ... 13
Fermentasi ... 15
Performan Ayam Pedaging ... 15
Konsumsi Ransum ... 15
Pertambahan Bobot Badan ... 17
Konversi Ransum ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
Bahan dan Alat Penelitian ... 21
Hal.
Pelaksanaan Penelitian ... 24
Persiapan Kandang ... 24
Penyusunan Ransum ... 24
Pengacakan (Random) Ayam ... 24
Pemeliharaan ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum ... 26
Pertambahan Bobot Badan ... 28
Konversi Ransum ... 29
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32
Saran ... 32 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No... Hal.
1. Ciri - ciri ayam pedaging AA CP-707 ... 5
2. Kebutuhan zat makanan ayam pedaging fase starter dan finisher ... 6
3. Komposisi zat nutrisi bungkil inti sawit ... 9
4. Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS) ... 9
5. Konsumsi ransum standar ayam pedaging ... 17
6. Standar performans broiler AA CP-707 (g/ekor) ... 20
7. Rataan konsumsi ransum ayam pedaging (g/ekor/minggu) ... 26
8. Analisis keragaman konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian ... 27
9. Rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian ... 28
10. Analisis keragaman pertambahan bobot badan ayam pedaging selama iiiiiiiiipenelitian ... 29
11. Uji BNT 5% pertambahan bobot badan ayam pedaging ... 29
12. Rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian ... 30
13. Analisis keragaman konversi ransum ayam pedaging selama penelitian... 30
DAFTAR GAMBAR
No... Hal. 1. Rantai β – mannan yang dipecah oleh hemicell ... 11
DAFTAR LAMPIRAN iiiiiiiiiiiiii(g/ekor/minggu) ... 40
8. Data rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian... 41
9. Rataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu) ... 42
10. Analisis Keragaman Konsumsi Ransum Ayam Pedaging Selama Penelitian ... 42
11. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Pedaging Selama Penelitian iiiiiiiiiiiii(g/ekor/minggu) ... 42
12. Analisis Keragaman Pertambahan Bobot Badan Ayam Pedaging Selama Penelitian ... 42
13. Uji BNT 5% Pertambahan Bobot Badan ... 43
14. Rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian ... 43
15. Analisis keragaman konversi ransum ayam pedaging selama penelitian ... 43
ABSTRAK
HARDI FRANSISCO SIAHAAN: Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS) Termodifikasi Dengan Enzim Hemicell®Dalam RansumTerhadap Performans Ayam Pedaging Umur 1 – 5 Minggu Yang Diuji Tantang E. Coli. Dibimbing oleh USMAN BUDI dan NEVY DIANA HANAFI.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada September – November 2009 menggunakan metode rancangan acak lengkap. Parameter yang dianalisis adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai alternatif antibiotik dalam ransum karena kapasitasnya menghambat kolonisasi bakteri merugikan pada ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek BIS termodifikasi dalam ransum terhadap penampilan dan kolonisasi bakteri E. coli pada ayam broiler. Perlakuan yang diberikan terdiri atas tiga jenis ransum yaitu R0 = ransum kontrol (tanpa BIS termodifikasi); R1 = ransum yang mengandung 2% BIS termodifikasi; R2 = ransum yang mengandung 4% BIS termodifikasi. Proses modifikasi BIS dilakukan menggunakan enzim β - mannanase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan BIS termodifikasi dapat menurunkan kolonisasi bakteri E. coli pada ayam pedaging. Dilain pihak, penampilan ternak juga menurun pada perlakuan R1. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan
BIS termodifikasi sebanyak 2% dalam ransum dapat mencegah kolonisasi bakteri E. coli
tanpa mempengaruhi penampilan ayam broiler.
BSTRACT
HARDI FRANSISCO: The effect of Supplementation Modified Palm Kernel Oil With hemicell Enzyme In Feed on Broiler Performance Age 1 – 5 Weeks That Challenged by E. coli. Supervised by USMAN BUDI dan NEVY DIANA HANAFI.
Palm Kernel Meal (PKM) could be used as an alternative to replace antibiotics in rations due to their capacity to block the colonization of pathogen bacteria in the intestine of poultry. The aim of this research is to find out the effect of modified PKM in rations on performance and colonization of E. coli on broiler chicken. Treatments that were used in this experiments consist of three rations i.e. R0 = control (without modified PKM), R1= rations consist of 2% modified PKM and R2= rations consist of 4% modified PKM. Modified PKM obtained by treatment with B-mannanase. The result indicated that modified PKM reduce E. coli colonization on broiler chicken. On the other hand, broiler performance also decreased on treatment R2. It is concluded that treatment with 2% modified PKM on rations effective to prevent E coli colonization in the intestine of poultry without affected broiler performance.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan teknologi sekarang ini, tingkat kesadaran
masyarakat akan kebutuhan protein hewani makin meningkat. Karena dari hasil
penelitian yang dilakukan ternyata protein asal hewani memiliki nilai gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh kita untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta
dapat meningkatkan kecerdasan. Salah satu sumber protein asal hewani yang diminati
masyarakat adalah ayam pedaging, karena harganya masih terjangkau dibandingkan
ternak besar seperti sapi dan kambing.
Ayam pedaging merupakan salah satu unggas penghasil daging yang potensial
dibandingkan dengan unggas lainnya, seperti itik, ayam kampung, kalkun, angsa, dan
lain-lain, ataupun dari ternak besar, seperti sapi dan kerbau, dan ternak kecil, seperti
domba, kambing, babi, dan lain-lain. Sebab jenis ayam ras pedaging (broiler)
memiliki sifat genetik yang tinggi (unggul) sehingga memiliki pertumbuhan yang
cepat untuk menghasilkan karkas (daging) yang berkualitas baik.
Penggunaan bahan pakan konvensional saat ini, ternyata masih belum
memberikan jawaban atas tuntutan produktivitas yang tinggi dan ancaman patogen
tersebut. Hal ini disebabkan karena peternakan ayam broiler komersil banyak
berhadapan dengan faktor cekaman yang tinggi (internal dan eksternal) seperti
tuntutan produktivitas yang tinggi dan ancaman patogen (bakteri dan virus). Beberapa
upaya telah ditempuh untuk mengatasi hal tersebut seperti melakukan vaksin, sanitasi
manfaat juga mempunyai keterbatasan, sebagai contoh untuk antibiotik sekarang ini
ditemukan beberapa strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Selain itu
penggunaannya terutama pada negara maju pengaturannya sangat ketat karena akan
berpengaruh pada aspek keamanan pangan untuk manusia.
Bungkil inti sawit (BIS) adalah produk samping industri pengolahan kelapa
sawit yang mempunyai ketersediaan tinggi di Sumatera Utara. Sampai sejauh ini BIS
hanya digunakan sebagai salah satu komponen pakan untuk ternak monogastrik atau
ruminansia. Penggunaan BIS pada ternak monogastrik terbatas karena adanya
struktur mannan dalam ikatan yang sulit dipecah oleh enzim pencernaan.
Keterbatasan tersebut dapat diangkat menjadi sebuah potensi untuk menggunakan
BIS sebagai mannanoligosakarida (MOS) yang sejauh ini lebih banyak
dikembangkan dari Saccharomyces cerevisiae. MOS banyak memberikan manfaat
sebagai pengendali patogen dan immunomodulator, dan dimasa yang akan datang
akan dapat dijadikan alternatif antibiotik yang digunakan dalam pakan.
Salah satu faktor pembatas penggunaan BIS terutama pada ternak
monogastrik adalah kandungan serat yang tinggi dan komponen dominannya adalah
berupa mannose yang mencapai 56,4% dari total dinding sel BIS dan ada dalam
bentuk ikatan β-mannan (Daud et al. 1993). Selanjutnya Tafsin (2007) melaporkan
komponen gula yang terdeteksi dari ekstraksi BIS tersusun atas komponen mannose,
glukosa dan galaktosa dengan rasio mendekati 3 : 1 : 1. kandungan mannan yang
tinggi disamping faktor pembatas juga dapat dianggap sebagai potensi untuk
mendapatkan imbuhan pakan seperti prebiotik yang akan meningkatkan kesehatan
mannanoligosakarida (MOS) yang akan memperbaiki kesehatan dan sistem
kekebalan ternak unggas.
Untuk meningkatkan kualitas ransum ayam yang berasal dari limbah pabrik
perkebunan seperti bungkil inti sawit teknologi fermentasi dipandang cukup baik
untuk mengatasinya.
Produk yang dihasilkan dari proses fermentasi akan mengalami
perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan mutu bahan pakan baik dari aspek
gizi maupun daya cernanya serta meningkatkan daya simpannya. Mikroorganisme
yang digunakan adalah Trichoderma reseei yang dapat memecah struktur mannan
yang terdapat pada BIS sebagai pengendali E. Coli di dalam saluran pencernaan dan
sebagai Immunomodulator pada ternak unggas.
Upaya alternatif dicoba untuk mengatasi keterbatasan tersebut, di antaranya
dengan menggunakan karbohidrat. Devegowda et al. (1997) melaporkan bahwa tiga
oligosakarida utama yang dapat memperbaiki produksi ternak, yaitu
mannanoligosakarida (MOS), fruktooligosakarida, dan galaktooligosakarida, dan
MOS dilaporkan memberikan hasil yang paling baik. Pendekatan baru untuk
mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan diketahuinya pentingnya proses
penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif
terhadap mannosa berperan dalam menempelnya mikroba patogen. Bakteri seperti
Salmonella, E.coli, dan Vibrio cholera mempunyai pektin pada permukaan selnya
yang penempelannya spesifik terhadap mannosa, dengan demikian mannosa dapat
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti
sawit (BIS) termodifikasi oleh enzim hemicell® yang di uji tantang E. coli terhadap
konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum ayam pedaging.
Hipotesa Penelitian
Diduga dengan pemberian bungkil inti sawit termodifikasi oleh enzim
hemicell® yang diuji tantang E.coli dapat berpengaruh positif terhadap konsumsi
ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum ayam pedaging.
Kegunaan Penelitian
Bahan informasi bagi masyarakat, peneliti, dan kalangan akademik tentang
penggunaan BIS termodifikasi oleh enzim hemicell® yang diuji tantang E. coli untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Pedaging (Broiler)
Ayam pedaging merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya
pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan
dan pertambahan berat badan yang sangat cepat, efisiensi pakan cukup tinggi, ukuran
badan besar dengan bentuk dada yang lebar, padat dan berisi sehingga sangat efisien
diproduksi. Dalam jangka waktu 5 – 6 minggu ayam broiler tersebut dapat mencapai
berat hidup 1,4 – 1,6 Kg dan bila dipelihara umur 7 – 8 minggu ayam broiler dapat
mencapai berat hidup 1,8 – 2,0 Kg. Secara umum ayam broiler dapat memenuhi
selera konsumen atau masyarakat, selain dari pada itu ayam broiler lebih dapat
terjangkau masyarakat karena harganya relatif murah (Rasyaf, 1997).
Menurut Irawan (1996) ditinjau dari genetis, ayam broiler sengaja diciptakan
agar dalam waktu singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Jadi istilah broiler
adalah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki
karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging,
konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada umur muda, serta mampu
menghasilkan kualitas daging yang bersih, berserat lunak dengan kandungan protein
Tabel 1. Ciri - ciri ayam pedaging AA CP-707
Ransum merupakan salah satu faktor yang penting untuk keberhasilan usaha
pemeliharaan ayam broiler. Ransum adalah campuran bahan-bahan untuk memenuhi
zat-zat ransum yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan
tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan. Ransum yang diberikan harus
mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Tujuan utama
pemberian ransum pada ayam untuk menjamin pertambahan berat badan yang paling
ekonomis selama pertumbuhan (Rasyaf, 1995).
Menurut AAK (1994) konsumsi di daerah tropis dipengaruhi oleh kandungan
energi ransumnya. Kandungan yang rendah dalam ransum menyebabkan unggas akan
meningkatkan konsumsi ransumnya guna memenuhi kebutuhan energi setiap harinya
tetapi dibatasi oleh tembolok dalam sistem pencernaan. Maka bila energi ransum
terlalu rendah, akan menyebabkan defisiensi energi. Sebaliknya ransum dengan
kandungan energi tinggi menyebabkan unggas mengkonsumsi ransum sedemikian
Tabel 2. Kebutuhan zat makanan ayam pedaging fase starter dan finisher
Zat Nutrisi Starter Finisher
Protein kasar (%) 23 20
Bagi ayam pedaging jumlah konsumsi yang banyak bukanlah merupakan
jaminan mutlak untuk menjamin pertumbuhan dan produksi puncak. Kualitas dari
bahan makanan dan keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan
merupakan dua hal mutlak yang menentukan tercapai performans puncak
(Wahyu, 1992).
Tujuan pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok dan berproduksi. Untuk produksi maksimum dilakukan dalam jumlah
cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Ransum broiler harus seimbang antara
kandungan protein dengan energi dalam ransum. Disamping itu kebutuhan vitamin
dan mineral juga harus diperhatikan. Sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu
memproduksi daging sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah
pemberian pakan tidak dibatasi (ad-libitum). Ayam pedaging selama masa
pemeliharaannya mempunyai dua macam pakan yaitu broiler starter dan broiler
Sistem Pencernaan Ayam Pedaging
Pencernaan adalah penguraian makanan ke dalam zat-zat makanan dalam
saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh
(Anggorodi, 1985).
Peranan utama dari pencernaan adalah mencerna makanan secara mekanik,
fisik, dan kimia, menyerap zat makanan yang diperlukan tubuh seperti air,
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta mengolah dan membuang
ampas pencernaan (Church, 1973).
Ayam merupakan ternak non - ruminansia yang artinya ternak yang
mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian-bagian
penting dari alat pencernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan
usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh
gelombang peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling
saluran (Tillman et al., 1991).
Seperti kita ketahui bahwa ayam tidak mempunyai gigi geligi untuk
mengunyah ransum sebagaimana ternak lainnya, namun punya paruh yang dapat
melumatkan makanan. Oleh karena itu, daya cerna ayam terhadap ransumnya lebih
rendah 10% dari pada ternak lain (Kartadisastra, 1994).
Pati dan gula mudah dicerna oleh unggas sedangkan pentosan dan serat kasar
(sellulosa, hemisellulosa, dan lignin) sulit dicerna. Saluran pencernaan pada unggas
sangat pendek dibandingkan ternak lain, sehingga jasad renik mempunyai waktu yang
Pencernaan secara mekanik tidak terjadi di dalam mulut melainkan di Gizzard
(empedal) dengan menggunakan batu-batu kecil atau pecahan - pecahan kaca yang
sengaja dimakan, lalu masuk ke dalam usus halus lalu di sinilah terjadi proses
pencernaan dengan menggunakan enzim - enzim pencernaan yang disekresikan oleh
usus halus, seperti cairan duodenum, empedu, pankreas, dan usus. Dan di dalam usus
besar terjadi proses pencernaan yang dilakukan oleh jasad renik yang berfungsi
sebagai penghancur protein yang tidak dapat diserap oleh usus halus (proteolitik)
(Tillman et al., 1991).
Di dalam empedal bahan - bahan makanan mendapat proses pencernaan
secara mekanis. Partikel - partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil dengan
tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam mulut ataupun di dalam
saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis
maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum ternak banyak dilakukan dengan
menggiling bahan-bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990).
Bungkil Inti Sawit (BIS)
Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan dari industri pengolahan kelapa
sawit dan di Indonesia ketersediaannya sangat tinggi. Luas lahan kelapa sawit pada
tahun 2004 diproyeksikan sekitar 4,4 juta ha (Jakarta Future Exchange 2001) dan
pada tahun 2006 mencapai luas 5,2 juta ha (Kompas 2006). Produksi tandan buah
segar kelapa sawit sekitar 12,5 – 27,5 ton/ha, dan sekitar 2 % nya menjadi bungkil
banyak dilaporkan baik pada ternak ruminansia (Elisabeth dan Ginting 2003; Mathius
et al. 2003), ayam (Sundu dan Dingle 2005), bahkan ikan (Keong dan Chong, 2002).
Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lain. Namun
demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino
esensialnya cukup lengkap dan imbangan kalsium dan fosfor cukup baik
(Lubis, 1993).
Tabel 3. Komposisi zat nutrisi bungkil inti sawit
Kandungan Nutrisi %
Protein kasar 18.15
Serat kasar 15.89
Bahan kering 91.08
GE (Kkal/g) 4.8964
Sumber : Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2005)
Tabel 4. Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS)
Netral Persentase dari dinding sel (%)
Mannosa 56.4 ± 7.0
Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan
(Spring, 1997). Mekanisme MOS sebagai immunomodulator belum sepenuhnya
diketahui (Swanson et al., 2002). Selanjutnya Shashidara et al. (2003) menjelaskan
bahwa sel pertahanan tubuh pada GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)
(Patogen-Associated Moleculer Pattern) yang selanjutnya akan mengaktifkan sistem
kekebalan. Penggunaan bahan yang bersifat immunomodulator sangat penting
dilakukan untuk mengatasi banyaknya cekaman yang dapat mengganggu respon
kekebalan tubuh ayam.
Mannan merupakan sumber biomasa setelah sellulosa dan xylan yang masih
belum banyak dimanfaatkan. Dari degradasi mannan dengan beberapa jenis enzim
mannanase dapat diperoleh mannosa atau manno - oligosakarida yang berfungsi
sebagai komponen pangan fungsional. Limbah biomasa dari industri perkebunan di
Indonesia yang mengandung polisakarida mannan seperti limbah bungkil kelapa
sawit, kopra dan kopi dapat dimanfaatkan untuk produksi mannosa dan manno -
oligosakarida tersebut. Dari hasil uji aktivitas enzim mannanase dari sekitar 488
mikroba lokal koleksi BTCC (Biotechnology Culture Collection) telah diperoleh
sedikitnya 6 isolat yang memiliki aktivitas tinggi dalam degradasi substrat mannan.
Metoda mutasi dengan UV digunakan untuk meningkatkan produksi enzim oleh
mikroba yang memiliki aktivitas mendegradasi mannan. Dua pendekatan dilakukan
dalam proses produksi, yaitu 1)melakukan preparasi substrat mannan secara kimia
kemudian baru mereaksikan dengan enzim kasar yang diproduksi. 2) melakukan
fermentasi langsung dengan subtrat bungkil tanpa preparasi khusus. Untuk itu telah
dilakukan analisa ekstraki mannan dari bungkil secara kimia. Hasil hidrolisis subtrat
mannan dengan menggunakan mikroba selektif yaitu dari strain Streptomyces dan
Saccahropolyspora menunjukkan secara kualitatif senyawa oligosakarida terbentuk.
Kedua mikroba tersebut memproduksi enzim mannanase dengan spesifik aktivitas
optimasi fermentasi dengan menggunakan bungkil inti kelapa sawit sebagai karbon
dan mikroba terpilih di atas sedang dilakukan pada saat ini
(Anonimus, 2007).
Enzim β - mannanase (β 1 - 4 hemisel(l))
Hemisel adalah produk fermentasi yang dihasilkan oleh Bacillus lentus yang
terdiri rantai β - mannan yang panjang yang didegradasi oleh enzim β – mannanase
menjadi rantai yang lebih sederhana di dalam pakan. β – mannan merupakan
polisakarida dengan beberapa mannosa yang membentuk ikatan rantai.
Gambar 1. Rantai β – mannan yang dipecah oleh hemicell
(Chemgen Corporation, 2000).
Peningkatan pertumbuhan ternak akibat dari supplementasi
Manannoligosakarida diakibatkan karena beberapa mekanisme. Pertama,
Manannoligosakarida dapat meningkatkan kekebalan tubuh yang sangat bermanfaat
bagi ternak dalam bentuk saving energy untuk mereduksi stres. Saving energi ini
akan digunakan untuk pertumbuhan. Kedua, Manannoligosakarida dapat
meningkatkan panjang vili-vili usus halus yang berguna untuk penyerapan nutrisi
Galaktosa Galaktosa Galaktosa
( Mannosa Mannosa Mannosa Mannosa Mannosa )n
α ~ 1,6 linkage
Gambar 2. Struktur mannanoligosakarida
Bio - Mos merupakan struktur unik dari mananoligosakarida (MOS) yang
mengandung mannoprotein spesifik dari dinding sel yeast yang telah dikembangkan
Alltech. Teknologi ini dapat diaplikasikan di dalam diet ternak untuk menjaga
kesehatan usus dan performans ternak.
Penggunaan β - mannanase dalam ransum untuk mendegradasi serat β
-Mannan dari yang terkandung di dalam bahan pakan yang secara signifikan dapat
memperbaiki berat badan, konversi pakan dan keseragaman bobot badan
ternak/hewan (Chemgen Corporation, 2000).
Penambahan hemicell ke dalam ransum yang sudah ada tanpa modifikasi lain
memberikan dampak positif tehadap populasi ternak jika ditinjau saecara individu
dibandingkan populasi ternak yang memperoleh perlakuan tanpa adanya penambahan
Escherichia coli
Superdominan : Phylogenetica
Filum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriacea
Genus : Escherichia
Species : E. coli
Escherichia coli adalah bakteri batang pendek gram negatif dengan ukuran
1,1 – 1,5 µm x 2- 6 µ m, kadang-kadang berbentuk oval bulat, tersusun tunggal atau
berpasangan. Banyak galur mempunyai kapsul atau mikrokapsul. Dapat bersifat motil
maupun non motil. Bersifat fakulatif anearob yang mempunyai tipe metabolisme
respirasi maupun fermentasi. E. coli tumbuh optimal pada suhu 37°C, membentuk
koloni bulat konveks dengan pinggir yang nyata. Pada media Mc Conkey koloni
berwarna merah jambu karena ada peragian laktosa (Pelczar dan Chan, 1988).
Faktor virulensi E. coli dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap pagositosis,
kemampuan perlekatan terhadap epitel sel pernafasan dan ketahanannya terhadap
daya bunuh oleh serum. E. coli yang patogen ini mempunyai struktur dinding sel
yang disebut “pili” yang tidak ditemukan pada serotipe yang tidak patogen (Tabbu,
2000), dan “pili” inilah yang berperan dalam kolonisasi (Lay dan Hastowo, 1992).
Ada tiga macam struktur antigen yang penting dalam klasifikasi E. coli
yaitu, antigen O (Somatik), antigen K (Kapsel) dan antigen H (Flagella) (Gupte,
terletak pada bagian liposakarida, bersifat tahan panas dan dalam
pengelompokannya diberi nomor 1,2,3 dan seterusnya. Antigen K merupakan
polisakarida atau protein, bersifat tidak tahan panas dan berinterferensi dengan
aglutinasi O, sedangkan antigen H mengandung protein, terdapat pada flagella
yang bersifat termolabil. Pada saat ini telah diketahui ada 173 grup serotipe
antigen O, 74 jenis antigen K dan 53 jenis antigen H (Barnes dan Gross, 1997).
Dalam kondisi normal E. coli terdapat di dalam saluran pencernaan ayam.
Sekitar 10 − 15 % dari seluruh E. coli yang ditemukan di dalam usus ayam yang
sehat tergolong serotipe patogen. Bagian usus yang paling banyak mengandung
kuman tersebut adalah jejenum, ileum dan sekum. Jenis E. coli yang terdapat di
dalam usus tidak selalu sama dengan jenis yang ditemukan pada jaringan lain.
Sebagai agen penyakit sekunder, E. coli sering mengikuti penyakit lain, misalnya
pada berbagai penyakit pernafasan dan pencernaan yang menyerang ayam.
Kenyataan di lapangan, timbulnya kasus kolibasilosis, terutama akibat
pengaruh imunosupresif dari Gumboro (ayam pedaging lebih dominan
dibanding petelur) dan sebagai penyakit ikutan pada Chronic Respiratory
Disease (CRD), Infectious Coryza (Snot), Swollen Head Syndrome (SHS),
Infectious Laryngo Tracheitis (ILT) dan koksidiosis (Tabbu, 2000).
Tabbu (2000) mengatakan bahwa E. coli akan bermultiplikasi secara cepat
di dalam usus DOC yang baru menetas. Infeksinya akan menyebar secara cepat dari
DOC yang satu ke DOC lainnya di dalam indukan buatan (brooder), terutama bila
umbilicus belum tertutup sempurna. Kematian mungkin saja tidak terjadi,
Fermentasi
Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik kompleks terutama
karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan
pembebasan energi (Sungguh, 1993).
Menurut Tarigan (2002) makanan yang telah mengalami fermentasi biasanya
mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari bahan asalnya. Hal ini disebabkan karena
mikroorganisme bersifat katabolik atau mampu memecah komponen - komponen
yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna,
dan mikroorganisme ini juga dapat mensintesa beberapa vitamin seperti ribiflavin,
vitamin B12, provitamin A dan faktor - faktor lainnya.
Menurut jenis mediumnya fermentasi dapat dibagi menjadi dua yaitu
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat
merupakan proses fermentasi dimana medium yang digunakan tidak larut tetapi
cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi
medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di
dalam fase air (Hardjo dkk., 1989).
Dengan adanya oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan
menghasilkan air, karbondioksida, dan sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan
Performan Ayam Pedaging
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah jumlah yang dikonsumsi oleh ternak dalam jangka
waktu tertentu. Konsumsi ransum terus meningkat seiring dengan pertambahan
kebutuhan zat - zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Menurut
Anggorodi (1985) bahwa tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya
jumlah ransum yang dikonsumsi. Peningkatan energi metabolisme dalam pakan
mengurangi konsumsi pakan pada unggas.
Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di
dalam kebutuhan pakan tersebut yang telah tersusun dari berbagai jenis bahan pakan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut. Secara biologis ayam
mengkonsumsi makanan untuk kepentingan hidupnya, kebutuhan energi, untuk
fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi sintesis dari tubuh. Hal ini
menunjukkan bahwa ternak ayam dapat mengkonsumsi pakannya teristimewa
diperlukan untuk pertumbuhan ternak tersebut (Wahyu, 1992).
Bagi ayam pedaging jumlah konsumsi yang banyak bukanlah merupakan
jaminan untuk mencapai pertumbuhan puncak. Kualitas dari bahan pakan dan
keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan merupakan dua hal
mutlak yang menentukan tercapainya performans puncak (Wahyu, 1988).
Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain; umur, palatabilitas ransum, aktifitas ternak, energi ransum dan tingkat protein.
pengolahannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur
dan berdasarkan atas kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan
jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan bobot
badan yang dicapai (Anggorodi, 1979).
Temperatur tinggi berpengaruh besar terhaadap konsumsi ransum harian.
Konsumsi rendah apabila temperatur tinggi dan meningkat bila temperatur rendah.
Suhu 16-24oC adalah suhu yang ideal bagi burung puyuh untuk berproduksi
maksimal (Gellispie,1987).
Tabel 5. Konsumsi ransum standar ayam pedaging
Umur (Minggu) Konsumsi Ransum (kg)
Minggu Kumulatif
Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum
menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot
badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan
(Maynard, 1984).
Proses pertumbuhan yang baik dari ayam pedaging akan terjadi apabila
dimana ayam itu dipelihara, tata laksana/perawatan, mutu ransum. Ini lebih
membatasai kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang bisa dicapai
sedangkan lingkungan seperti keadaan tempat, tata laksana, pemeliharaan, mutu
makanan dan penyakit akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam mencapai berat
badan tertentu (Anggorodi, 1985).
Menurut Anggorodi (1981) pertumbuhan murni termasuk pertumbuhan dalam
bentuk dan berat dari jaringan-jaringan bangunan seperti urat daging, tulang, jantung,
otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh.
Dari sudut kimiawi pertumbuhan murni adalah suatu penambahan dalam jumlah
protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Penambahan dalam berat
akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni.
Pertumbuhan bobot badan pada umumnya terjadi perlahan-lahan pada awal
pertumbuhan kemudian berlangsung lebih cepat, perlahan-lahan lagi dan pada
akhirnya berhenti sama sekali (Trobos, 2001).
Pertumbuhan dipengaruhi oleh hereditas, hormon dan pakan serta tatalaksana
yang mencakup program pemberian ransum yang baik, tempat ransum yang sesuai,
air yang cukup, luas kandang yang optimal, ventilasi yang cukup dan konsumsi
pakan. Selain itu pertumbuhan dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin dan umur
(Anggorodi, 1981).
Konversi Ransum
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu
kecil berarti pertambahan bobot badan ayam memuaskan atau ayam makan dengan
efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar ayam dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar
energi dalam ransum dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 2003).
Menurut Sarwono (1996) faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah
:Kesehatan ternak
Pada ternak yang lebih sehat, maka jumlah pakan yang dikonsumsi untuk dirubah
menjadi daging akan lebih baik dengan kata lain ternak yang sehat lebih cepat
dan efisien dalam penggunaan pakan dalam menghasilkan daging.
1. Mutu ransum
Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula angka konversinya. Mutu ransum
sangat ditentukan oleh keseimbangan zat-zat gizi yang dibutuhkan ternak dan
rusak tidaknya bahan-bahan yang digunakan untuk ransum.
2. Tata cara pemberian pakan
Pakan tidak hanya diletakkan saja ditempat pakan, akan tetapi lebih penting
adalah menjaga bagaimana agar pakan itu masuk ke dalam perut ternak dengan
selamat dan tercerna sempurna sehingga menghasilkan daging mutu yang baik.
Semakin baik nilai mutu ransum semakin kecil angka konversi ransumnya,
baik tidaknya mutu ransum ditentukan oleh seimbang tidaknya zat-zat gizi pada
ransum itu yang diperlukan oleh tubuh ayam. Ransum yang kekurangan salah satu
unsur gizi akan mengakibatkan ayam memakan ransumnya secara berlebihan untuk
mencukupi kekurangan zat yang akan diperlukan tubuhnya. Energi yang berlebih
Tabel 6. Standar performans broiler AA CP-707 (g/ekor)
Umur (Minggu) Konsumsi Ransum Bobot Badan Konversi Ransum
1 135 155 0.81
2 284 385 1.09
3 462 700 1.26
4 653 1081 1.42
5 860 1515 1.58
6 1056 1982 1.74
7 1237 2452 1.91
8 1405 2913 2.09
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Dr. A. Sofyan No. 3,
Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dimulai pada September 2009
sampai November 2009.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Adapun jumlah ternak yang diteliti sebanyak 150 ekor day old chick (DOC)
strain abor acress - CP 707. Dengan bahan – bahan pakan yang digunakan antara
lain : Tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, dedak halus, bungkil kelapa,
DCP, minyak nabati, top mix), bungkil inti sawit (BIS) oleh enzim hemicell®, Dan
pemberian air minum secara ad libitum disertai dengan pemberian obat - obatan,
vitamin, vaksin, rodalon, gula merah, formalin dan kalium permanganat (KMnO4)
untuk fumigasi kandang. E. Coli yang dimasukan ke dalam tubuh ternak untuk
melihat pengaruh dari BIS termodifikasi oleh enzim hemicell®.
Alat
sebanyak 15 buah (alat pemanas dan penerang), timbangan, terpal plastik, kantong
plastik, saringan 1 mm, buku data, alat tulis dan kalkulator.
Metode Penelitian
Uji in vivo pada ayam pedaging
Hasil proses modifikasi bungkil inti sawit (BIS) terbaik yang diperoleh dari
hasil laboratorium dilanjutkan dengan uji in vivo dengan menggunakan ayam
pedaging yang diberi perlakuan infeksi E. coli dan taraf bungkil inti sawit (BIS)
termodifikasi dalam ransum.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 ulangan yaitu perlakuan dengan infeksi E.
Coli (107 CFU/ekor pada hari ke 5) :
R0 = Ransum kontrol (tanpa bungkil inti sawit termodifikasi)
R1 = Ransum kontrol + bungkil inti sawit termodifikasi 2%
R2 = Ransum kontrol + bungkil inti sawit termodifikasi 4%
Dengan susunan sebagai berikut :
R23 R21 R03
R04 R15 R14
R01 R13 R05
R24 R22 R25
Model metematika yang digunakan berdasarkan Hanafiah (2003) yaitu :
Yij = μ + αi + ∑ij Dimana :
i = 1,2,3,..., t (perlakuan)
j = 1,2,3, ...., n (ulangan)
Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j
μ = Nilai rata-rata (mean) harapan
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
∑ij = Pengaruh sisa pada satuan percobaan dalam kelompok ke-3 yang mendapat
αi = perlakuan ke-i
(Hanafiah, 2003).
Parameter Penelitian
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dihitung setiap hari berdasarkan selisih antara jumlah
ransum yang diberikan dengan jumlah sisa ransum.
Pertambahan Berat Badan
Pertambahan berat badan diukur setiap minggu yang merupakan selisih antara
penimbangan berat badan akhir dengan penimbangan berat badan awal.
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan jumlah ransum yang
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang dipersiapkan seminggu sebelum DOC atau anak ayam umur satu
hari masuk dalam kandang, terlebih dahulu kandang di desinfektan dengan rodalon
dan difumigasi dengan formalin dan KMnO4 untuk membasmi kandang dari jamur
dan bakteri. Begitu juga untuk tempat minum dan tempat pakan didesinfektan dengan
rodalon. Satu hari sebelum DOC tiba, alat penerang sudah dihidupkan untuk
menstabilkan suhu kandang dan suhu tubuh ayam.
Penyusunan Ransum
Sebelum ransum disusun, bahan ransum yang digunakan ditimbang terlebih
dahulu sesuai dengan perlakuan. Metode yang dipakai dalam penyusunan ransum
adalah secara manual dimana penyusunan dilakukan dua kali dalam seminggu untuk
menghindari ketengikan sehingga ransum tetap bermutu baik.
Pengacakan (Random) Ayam
Sebelum DOC atau anak ayam umur satu hari dimasukkan ke dalam kandang
sesuai dengan perlakuan, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan
awal dari masing-masing DOC kemudian dilakukan random (pengacakan) pada DOC
yang bertujuan memperkecil nilai keragaman. Lalu DOC dimasukkan ke dalam
Pemeliharaan
DOC yang dibeli dari Poultry Shop dipelihara dalam kandang dengan alat
pemanas sebesar 40 Watt dan diberi air gula. Ransum dan air minum diberikan secara
ad-libitum. Pemberian air minum dilakukan setiap pagi dan sore hari. Vaksinasi
dilakukan dua kali yaitu pada umur tiga hari (ND) dan umur tiga minggu (IBD).
Penerangan diberikan secara terus-menerus sebagai pemanas buatan selama dua
minggu dan minggu selanjutnya penerangan hanya diberikan pada malam hari saja.
Obat-obatan dan anti stres diberikan berdasarkan kebutuhan. Pembersihan kandang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah jumlah yang dikonsumsi oleh ternak dalam jangka
waktu tertentu. Konsumsi ransum terus meningkat seiring dengan pertambahan
kebutuhan zat - zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Rataan
konsumsi ransum dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Rataan konsumsi ransum ayam pedaging yang dilihat pada Tabel 7 adalah
438.04 g/ekor/minggu dengan rataan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada
perlakuan R0 (ransum tanpa BIS termodifikasi) yaitu sebesar 465.33 g/ekor/minggu
dan rataan konsumsi ransum terendah terdapat pada perlakuan R2 (BIS termodifikasi
yang direndam dengan larutan 4% enzim hemicell® selama 3 hari) yaitu sebesar
406.16 g/ekor/minggu.
Level penggunaan bungkil inti sawit termodifikasi yang semakin tinggi
memberikan dampak yang negatif terhadap tingkat konsumsi ransum ayam pedaging.
dalam ransum maka tingkat konsumsi ransum ayam pedaging semakin rendah. Dalam
penelitian ini level tertinggi penggunaan bungkil inti sawit termodifikasi sebesar 4%.
Pemberian bungkil inti sawit termodifikasi yang di uji tantang E. coli
terhadap konsumsi ransum ayam pedaging dapat dilihat pengaruhnya dengan
melakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis keragaman konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian
SK DB JK KT Fhitung Ftabel
Hasil analisis keragaman pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian
bungkil inti sawit (BIS) termodifikasi oleh enzim hemicell® dalam ransum ayam
pedaging memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap
konsumsi ransum ayam pedaging.
Secara statistik, analisis keragaman konsumsi ransum ayam pedaging
menunjukan tingkat konsumsi ransum yang relatif sama atau tidak ada perbedaan
yang mencolok dari semua perlakuan. Peneliti berasumsi bahwa hasil yang tidak
berbeda nyata ini disebabkan karena faktor cuaca yang terlalu ekstrim, yakni cuaca
yang terlalu panas pada siang hari yang mencapai suhu 34 - 360C dan suhu udara
yang terlalu rendah/dingin disertai dengan tingginya tingkat kelembapan di dalam
kandang yang terlalu tinggi pada malam hari. Kondisi yang demikian menyebabkan
yang menyatakan bahwa temperatur tinggi berpengaruh besar terhaadap konsumsi
ransum harian. Konsumsi rendah apabila temperatur tinggi dan meningkat bila
temperatur rendah.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan bobot badan
akhir dikurangi bobot badan minggu sebelumnya dalam satuan gram/ekor/minggu.
Rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging yang diperoleh selama penelitian
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Tabel 9 menunjukan hasil rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging
selama penelitian adalah 255.87 g/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan
tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (ransum tanpa BIS termodifikasi) yaitu sebesar
265.57 g/ekor/minggu, sedangkan rataan pertambahan bobot badan terendah terdapat
pada perlakuan R1 (BIS termodifikasi yang direndam dengan larutan 2% enzim
Pengaruh pemberian bungkil inti sawit termodifikasi yang di uji tantang E.
coli terhadap pertambahan bobot badan ayam pedaging dapat diketahui dengan
melakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis keragaman pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian
Hasil analisis keragaman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pemberian
bungkil inti sawit (BIS) termodifikasi oleh enzim hemicell dalam ransum ayam
pedaging memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertambahan
bobot badan ayam pedaging selama 5 minggu.
Setelah didapat hasil dari analisis keragaman yang menunjukan pengaruh
yang nyata maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT).
Tabel 11. Uji BNT 5% pertambahan bobot badan
Perlakuan Rataan Notasi 5%
R0 265.57 a
R1 265.29 a
R2 236.74 b
Penggunaan BIS termodifikasi pada tingkat 4% (R2) cenderung menurunkan
penampilan umum ayam pedaging, sedangkan pada tingkat 2% (R1) tidak
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi ransum
dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Dari hasil penelitian diperoleh
rataan konversi ransum ayam pedaging seperti tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 1.79 1.82 1.78 1.69 1.69 8.76 1.75
R1 1.81 1.38 1.74 1.64 1.75 8.33 1.67
R2 1.54 1.72 1.68 1.70 1.94 8.58 1.72
Total 5.14 4.93 5.19 5.04 5.37 25.67
Rataan 1.71 1.64 1.73 1.68 1.79 1.71
Berdasarkan rataan kopnversi pakan pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan
konversi ransum ayam pedaging selama penelitian adalah 1.71. Rataan konversi
ransum tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (ransum tanpa BIS termodifikasi) yaitu
sebesar 1.75, sedangkan rataan konversi ransum terendah terdapat pada perlakuan R1
(BIS termodifikasi yang direndam dengan larutan 2% enzim hemicell® selama 3
hari) yaitu sebesar 1.67.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit termodifikasi yang
di uji tantang E. coli terhadap konversi ransum ayam pedaging, maka dilakukan
Tabel 13. Analisis keragaman konversi ransum ayam pedaging selama penelitian
SK DB JK KT Fhitung Ftabel
0.05 0.01
Perlakuan 2 0.02 0.01 0.57tn 3.88 6.93
Galat 12 0.21 0.0175
Total 14 0.23
Ket: KK = 7.73%
Ket: tn = tidak berbeda nyata
Setelah dilakukan analisis keragaman seperti pada Tabel 13 maka didapat
hasil bahwa pemberian bungkil inti sawit (BIS) termodifikasi oleh enzim hemicell®
dalam ransum ayam pedaging memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap konversi ransum ayam pedaging.
Nilai konversi ransum terkait dengan efisiensi penggunaan makanan dalam
tubuh. Penggunaan BIS termodifikasi sampai level 4 % ternyata tidak mempengaruhi
efisiensi penggunaan makanan pada ayam pedaging. Tidak adanya perbedaan yang
nyata dari nilai konversi ransum ini dihasilkan dari tingkat konsumsi ransum dan
pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata pula.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Setelah diperoleh hasil penelitian maka dapat dibuat hasil rekapitulasi
Tabel 14. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi iransum ayam pedaging selama penelitian
Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu)
Pertambahan Bobot Badan
(g/ekor/minggu)
Konversi Ransum
R0 465.33a 265.57a 1.75 a
R1 442.63a 265.29a 1.67 a
R2 406.16a 236.74b 1.72 a
Tabel 14 menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit (BIS)
termodifikasi oleh enzim hemicell® dalam ransum ayam pedaging memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot
badandan konversi ransum ayam pedaging yang dihasilkan.
Kendatipun tingkat konsumsi dari perlakuan R0 jauh lebih tinggi dari pada
perlakuan R1 dan R2, namun dilihat dari nilai konversi ransum yang dihasilkan tidak
seefisien dari perlakuan R1 dan R2. Dimana nilai konversi ransum yang paling
efisien dihasilkan dari perlakuan R1. Tingkat kematian ternak yang tinggi dari R0 dan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengamatan terhadap penampilan ternak ayam pedaging menunjukkan
penggunaan BIS termodifikasi oleh enzim hemicell® pada tingkat 4 persen dapat
menurunkan penampilan umum ayam, sedangkan pada tingkat 2% (R1) tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan perlakuan kontrol (R0).
Saran
Disarankan penggunaan bungkil inti sawit (BIS) termodifikasi untuk di uji
tingkat kanduungan serat kasarnya, sehingga dapat disesuaikan dengan tingkat
kecernaan dari ternak (unggas) yang mengkonsumsi ransum yang menggunakan BIS
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1994. Beternak Ayam Pedaging. Kanisius, Yogyakarta.
Anggorodi. 1981. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia, Jakarta.
Anggorodi, H. R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Anonimus. 2007. Pemamfaatan Limbah Bungkil Inti Kelapa Sawit Untuk Produksi Mannooligosakarida Sebagai Komponen Pangan Fungsional. Puslit
Bioteknologi lipi.
2009.
Barnes, H. J. and W. B. Gross. 1997. Collibacillosis. In: Diseases of Poultry. 10th ed B.W. Calnek, H.J. Barnes, C.W. Beard, L.R. MC Dougald and Y.M. Saif. (Eds.). Ames, I.A.: Iowa State University Press. pp. 131−141
Buckle, K. A., R. A., Edwards, G. H., Fleet. dan M., Wootton. 1989. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Chemgen Corporation. 2000. Hemicell® Feed Enzyme. Chemgen Corp., USA.
Church, D. C. 1973. Digestive Physiology and Nutrient of Ruminan Vol. 1. Departement of Animal Science Oregon State University, Carvalis.
Daud, M. J., Jarvis, M. C., Rasidah, A. 1993. Fibre of PKC and its Potential as Poultry Feed. Proceeding. 16th MSAP Annual Conference, Kuala Lumpur, Malaysia.
Devegowda, G. Aravind BIR and Morton M. G. 1997. Immunosupression in poultry caused by aflatoxin and its allevation by Saccharomyces cerevisiae (Yea sacc, 1026) and Mannanoligosacharides. Proc. Alltech 11 th Annual Asia Pacific Lecture Tour. 121-132.
Elisabeth W. Ginting S. P. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan pakan Ternak Sapi Potong. Pros. kakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa-Sawit Sapi (9-10 September 2003),Bengkulu.
Hardjo, S. N. S. Indastri, B. Tajuddin. 1989. Biokonveksi : Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
http://infovet.com/2007/Oligosakarida-alternatif-pengganti.html
Irawan, A. 1996. Ayam-ayam Pedaging Unggul. CV. Aneka, Solo.
Jakarta Future Exchange. 2001. Perkembangan Produk Minyak Goreng Sawit di Indonesia. http/www.bbj.jfx.com.
Kartadisastra, H. R. 1994. Pengolahan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta.
Keong N. W., Chong K. K. 2002. The nutritive value of palm kernel meal and the effect of enzyme supplementation in practical diets for red hybrid tilapia (Oreochromis sp.). Asian Fish Sci 15:167-176.
Kompas. 2006. Malaysia Kuasai 330.000 Hektar Lahan Sawit, 25 Agustus 2006.
Lay, B. W. dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Edisi Pertama. Rajawali Pers, Jakarta.
Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan ternak. Cetakan II, PT. Pembangunan, Jakarta.
Mathius, I. W., Sitompul, D., Manurung, B. p., Azmi. 2003. Produk Samping Tanaman dan Pengolahan Buah Kelapa Sawit Sebagai Bahan Dasar Pakan Komplit Untuk Sapi: Suatu Tinjauan. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa-Sawit Sapi (9-10 September 203), Bengkulu.
Maynard, L. A. 1984. Animal Nutrition, 7thEd, Mc, Grow Hill, Publishing Co Ltd, New Delhi.
Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
N. R. C. 1984. Nutrient Requirement of poultry. 8 th Ed. National Academy of Science.
Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.
Pelczar M. J. Chan E. C. S. 1988. Dasar - dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Rasyaf, M. 1993. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B. 1996. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya, Jakarta.
Shashidara R. G., Devegowda, G. 2003. Effect of dietary mannan oligosaccharide on broiler breeder production traits and immunity. Poult Sci 82: 1319-1325.
Sinurat A. P. 2001. Pemanfaatan Bahan Pakan Lokal. Makalah Pada Dies Natalis HIMASITER III, Fapet IPB Bogor.
Spring, P. 1997, Understending the development of the avian gastrointestinal microflora : an essential key for developing competitive exclusion products.
Proc. Alltech 11th Annual Asia Pacific Lecture Tour. 149-160.
Sundu B. Dingle J. 2005. Use of Enzyme to Improve The Nutrition Value of Palm Kernel Meal and Copra Meal. Proc. Quensland Poult Sci Symp, Australia 11:1-15.
Sungguh, A. 1993. Kamus Lengkap Biologi. Gaya Media Pratama, Jakarta.
Swanson K. S. et al. 2002. Supplemental Fructooligosaccharides and Mannanoligosaccharides influence immune fuction, ileal and total tract nutrient digestibilities, microbial population and concentrations of protein catabolist in the large bowel of dogs. J Nut 132: 980-989.
Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Vol. I. Kanisius, Yogyakarta.
Tafsin, M., L. A. Sofian, Nahrowi, K. G. Wiryaman, K. Zarkasie, W. G. Piliang. 2007. “ Polisakarida Mengandung Mannan dari Bungkil Inti Sawit Sebagai Anti Mikroba Salmonella Thypimurium Pada Ayam”. Media Peternakan 30: 139-146
Tarigan, D. D. J. 2002. Pengaruh Pemberian Tape Bekatul Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1 Hari – 7 Minggu. Skripsi Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press, Yogyakarta.
Trobos. 2001. Tititk Lemah Broiler Modern. No. 24/TH II/Sept. 2001.
Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Lampiran 1. Susunan ransum percobaan
No. Bahan Pakan Starter (%) Finisher (%)
R0 R1 R2 R0 R1 R2
1 Jagung 51.00 51.10 51.30 57.50 57.50 57.60
2 Dedak padi 6.00 4.00 2.00 5.00 3.00 1.00
3 BIS 0.00 2.00 4.00 0.00 2.00 4.00
5 Bkl. kedelai 25.50 25.60 25.30 18.60 18.70 18.60
6 Tepung ikan 12.50 12.30 12.40 13.50 13.40 13.40
8 Minyak kelapa 3.00 3.00 3.00 3.60 3.60 3.60
9 CaCO3 1.00 1.00 1.00 0.80 0.80 0.80
10 L-Lysin 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
11 DL-Methionin 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20
12 Premix 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
13 NaCl 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Kandungan nutrisi *
ME (kkal/kg) 2997.40 2993.24 2990.60 3089.10 3084.33 3080.63
Protein kasar (%) 23.05 23.05 23.04 20.94 20.99 21.00
Lemak kasar (%) 5.39 5.49 5.60 6.20 6.30 6.41
Serat kasar (%) 3.91 4.15 4.38 3.47 3.72 3.96
P (%) 0.64 0.62 0.60 0.65 0.63 0.61
Ket : * berdasarkan perhitungan tabel NRC (1994).
Lampiran 2. iSkema modifikasi bungkil inti sawit yang diaplikasi untuk ayam pedaging
Tahap I Pengukuran Daya Ikat
Proses modifikasi secara fisik, kimia dan biokimia
(Enzimatis) dan biokonversi terhadap BIS
Tahap II Pengujian BIS
Lampiran 3. Rataan total gula yang dihasilkan dari setiap perlakuan Tahap I
P1 11984,85 13954,55 9522,73 8234,85 43696,97 10924,24
P2 10090,91 29181,82 17704,55 26340,91 83318,18 20829,55
P3 8159,09 6340,91 7590,91 8537,88 30628,79 7657,20
P4 7515,15 4068,18 6833,33 3159,09 21575,76 5393,94
P5 10545,45 3537,88 1984,85 5696,97 21765,15 5441,29
Total 53878,79 66946,97 50482,32 57060,61 228368,69
Rataan 8979,80 11157,83 8413,72 9510,10 9515,36
Lampiran 4. Analisis keragaman total gula dari setiap perlakuan Tahap I
SK DB JK KT Ftabel Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 5 696633528 139326705,6 7,9292** 2,77 4,25
Galat 18 316280943,9 17571163,55
Total 23 1012914472
Ket : KK = 44,05%
Ket : ** = sangat berbeda nyata
Lampiran 5. Uji BNJ total gula terlarut
Perlakuan Rataan Notasi
Lampiran 6. Data rataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)
Perlakuan
Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu)
Total Rataan
I II III IV V
R01 56,43 279,70 516,00 723,08 697,33 2272,54 454,51
R02 84,36 275,29 530,60 708,58 720,00 2318,83 463,77
R03 92,10 255,08 569,33 768,33 834,33 2519,18 503,84
R04 65,77 238,76 584,80 757,20 768,80 2415,32 483,06
R05 76,33 287,40 547,40 556,20 639,95 2107,28 421,46
R11 89,96 280,67 534,17 703,67 808,17 2416,62 483,32
R12 54,95 226,76 432,17 518,50 491,97 1724,35 344,87
R13 50,01 291,24 514,60 667,40 843,40 2366,65 473,33
R14 67,75 207,92 543,08 745,25 747,50 2311,50 462,30
R15 61,40 241,92 583,80 666,80 692,80 2246,72 449,34
R21 87,50 211,54 425,01 519,29 653,76 1897,11 379,42
R22 105,40 234,80 505,60 565,33 663,43 2074,56 414,91
R23 49,43 172,89 373,75 490,08 655,00 1741,16 348,23
R25 70,20 273,73 501,57 691,12 747,33 2283,96 456,79
Lampiran 7. Data rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)
Perlakuan
PBB (g/ekor/minggu)
Total Rataan
I II III IV V
R01 86,63 186,33 325,00 421,00 249,33 1268,29 253,66
R02 79,70 187,29 339,00 445,33 220,33 1271,65 254,33
R03 79,20 177,50 322,00 472,00 368,50 1419,20 283,84
R04 85,75 229,20 354,80 428,80 331,40 1429,95 285,99
R05 104,33 206,80 315,20 314,60 309,33 1250,27 250,05
R11 82,86 168,86 317,50 376,17 391,50 1336,88 267,38
R12 82,29 177,00 382,00 305,20 299,33 1245,82 249,16
R13 65,33 204,60 312,40 421,80 356,80 1360,93 272,19
R14 80,57 181,00 372,50 472,50 300,25 1406,82 281,36
R15 83,75 171,67 351,40 362,60 312,40 1281,82 256,36
R21 76,70 167,67 278,71 342,50 363,75 1229,33 245,87
R23 61,57 163,00 247,25 322,67 243,67 1038,15 207,63
R24 76,11 151,89 299,00 335,60 403,50 1266,10 253,22
R25 79,50 159,00 296,29 374,50 270,33 1179,62 235,92
Lampiran 8. Data rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian
Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu)
PBB (g/ekor/minggu)
Konversi Ransum
R01 454,51 253,66 1,79
R02 463,77 254,33 1,82
R03 503,84 283,84 1,78
R04 483,06 285,99 1,69
R05 421,46 250,05 1,69
R11 483,32 267,38 1,81
R12 344,87 249,16 1,38
R13 473,33 272,19 1,74
R14 462,30 281,36 1,64
R15 449,34 256,36 1,75
R22 414,91 241,05 1,72
R23 348,23 207,63 1,68
R24 431,46 253,22 1,70
R25 456,79 235,92 1,94
Lampiran 9. iRataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Lampiran 10. Analisis keragaman konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian
SK DB JK KT Fhitung Ftabel
Lampiran 11. Rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R1 267.38 249.16 272.19 281.36 256.36 1326.45 265.29 R2 245.87 241.05 207.63 253.22 235.92 1183.69 236.74 Total 766.90 744.54 763.66 820.57 742.34 3838.02
Rataan 255.63 248.18 254.55 273.52 247.45 255.87
Lampiran 12. Analisis keragaman pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian
Tabel 13. Uji BNT 5% pertambahan bobot badan
Perlakuan Rataan Notasi 5%
R0 265.57 a
R1 265.29 a
R2 236.74 b
Lampiran 14. Rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Lampiran 15. Analisis keragaman konversi ransum ayam pedaging selama penelitian
0.05 0.01
Perlakuan 2 0.02 0.01 0.57tn 3.88 6.93
Galat 12 0.21 0.0175
Total 14 0.23
Ket: KK = 7.73%
Ket: tn = tidak berbeda nyata
Lampiran 16. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan
bobot badan dan konversi ransum ayam pedaging
selama penelitian
Perlakuan
Konsumsi
Ransum
(g/ekor/minggu)
Pertambahan
Bobot Badan
(g/ekor/minggu)
Konversi
Ransum
R0 465.33a 265.57b 1.75 a
R1 442.63a 265.29a 1.67 a
R2 406.16a 236.74a 1.72 a