ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PEMBUATAN BANDENG ISI
Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat
Oleh:
MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA
A14104128
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA. Analisis Studi Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI di Kec. Soreang, Kab. Bandung, Jawa Barat. Di bawah bimbingan Harianto.
Sektor UKM dapat dikatakan memiliki keunggulan dan peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun 2007 sektor UKM mampu menyumbang sekitar 53 persen dari PDB Nasional atau sebesar Rp 1.778,75 triliun. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja sektor UKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 85,4 juta jiwa. Departemen Perindustrian (2006) mencatat, jumlah unit usaha UKM pada tahun 2005 hanya tumbuh 3,48 persen atau sebesar 3.283.490 unit dan pada tahun 2006 tumbuh 4,6 persen menjadi 3.434.531 unit. Sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2004 UKM menyerap lapangan kerja 8.118.590 orang. Lalu berturut-turut meningkat pada 2005 (tumbuh 4,27 persen) dan 2006 (tumbuh 4,6 persen) menjadi 8.465.010 orang serta 8.854.400 orang
Salah satu usaha yang berkembang saat ini yaitu usaha di bidang pangan. Pangan merupakan kebutuhan pokok individu yang harus dipenuhi selain sandang dan papan. Kecenderungan jumlah penduduk yang semakin meningkat diduga akan berdampak positif terhadap peningkatan kebutuhan pangan di Indonesia. Menurut BPS (2005) telah terjadi peningkatan konsumsi rata-rata makanan perkapita khususnya pada komoditi makanan jadi. Adanya peningkatan jumlah konsumsi dan perubahan pola gaya hidup instan masyarakat perkotaan saat ini diduga juga ikut memicu timbulnya banyak jenis usaha terutama di bidang makanan.
BANISI sebagai salah satu produsen baru dalam industri makanan jadi di Kabupaten Bandung atau tepatnya di Kecamatan Soreang hadir dengan produknya yaitu bandeng isi untuk menjawab kelemahan ikan bandeng yang seringkali mengurangi kenikmatan konsumen dalam mengkonsumsi ikan bandeng serta untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akan pangan. Produk yang ditawarkan BANISI saat ini dapat dikatakan sebagai inovasi sebab produk ini belum pernah ada sebelumnya dipasaran. Karena itu diperlukan analisis studi kelayakan mengenai BANISI untuk melihat kelayakan dan kelangsungan usaha dalam menghadapi ketidakpastian resiko dan dapat bersaing di industri makanan jadi.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis kelayakan non finansial usaha BANISI, (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha BANISI, (3) Menganalisis sensitivitas usaha BANISI.
Analisis data kuantitatif menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisis data. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif merupakan hasil analisis terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan.
dilaksanakan, karena tidak ada faktor yang menghambat kegiatan produksi BANISI dari tiap-tiap aspek.
Hasil aspek finansial dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga pola usaha.
Pertama pola usaha I dengan nilai NPV Rp Rp 13.646.116; Net B/C Rasio 1,2994;
IRR 15 persen dan Payback Period 7 tahun 7 bulan. Skenario kedua yaitu pola
usaha II dengan nilai NPV Rp 213.884.273; Net B/C Rasio 5,4296; IRR 91 persen
dan Payback Period dua tahun satu bulan. Sedangkan yang terakhir yaitu pola usaha III dengan nilai NPV Rp -527.334.772. Karena pola usaha III memperoleh NPV yang bernilai negatif maka untuk kriteria kelayakan lainnya dianggap tidak layak.
Hasil analisis finansial menunjukkan pengusahaan pembuatan bandeng isi yang dilakukan pada tiga pola tidak semuanya dapat mendatangkan keuntungan. Hanya dua dari tiga pola yang telah dirancang layak untuk diusahakan yaitu pola usaha I dan II, sedangkan pola usaha III tidak layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek finansialnya. Dari kedua pola usaha yang layak pola usaha II merupakan pola usaha yang paling layak untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV pola usaha II>NPV pola usaha I, begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR nya. Sama halnya dengan payback periode, pola usaha II lebih cepat dalam hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usaha I.
Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat
Oleh :
MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA
A14104128
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Nama : Mochamad Evan Setya Maulana
NRP : A14104128
Judul : Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada
BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa
Barat)
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Harianto M S. NIP. 131.430.801
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI
PADA BANISI KEC. SOREANG, KAB. BANDUNG, JAWA BARAT
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2008
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 November 1986 sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Muhidin dan Ibu Julaecha.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 04 Pagi Jakarta Barat pada tahun 1998.
Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 271 Jakarta Barat dan lulus
pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2004 di
SMUN 78 Jakarta. Pada tahun 2004 juga penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis melalui jalur
SPMB.
Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan
kampus seperti menjadi anggota Departemen Bisnis dan Kewirausahaan MISETA
(Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian) periode
2007. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan di luar organisasi kampus
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk
mendapatkan gelar sarjana.
Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak terutama orang tua dan
dosen pembimbing skripsi Bapak Dr. Ir. Harianto, MS yang telah membimbing
dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Studi Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI
di Kec. Soreang, Kab. Bandung, Jawa Barat”.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk
penulis dan juga perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga
mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di
masa mendatang.
Bogor, Juni 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau
tunjukkan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang
telah membantu memeberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam
kesempatan kali ini tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayah dan Ibu, atas segala kasih sayang, doa dan dukungan baik moral maupun
material.
2. Sofiah Nuraini, Abang Muslim Arfian dan Fahrel atas dukungan dan semangat
yang diberikan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
4. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan
waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
5. Tintin. S, SP. selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program
Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.
6. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan
pengarahan yang diberikan selama kuliah.
7. Bapak Totok Hariyono dan keluarga, terima kasih atas segala kebaikan yang
diterima penulis selama penelitian, kesempatan untuk melakukan penelitian,
atas segala kebaikan yang diterima penulis selama penelitian.
9. Baiquni Ardhi, teman seperjuangan di Bandung. Nunu, Mamieq, Yoga, Lidya,
Ariani, S.T. atas masukannya selama berdiskusi dengan penulis.
10.Teman-teman satu bimbingan, Nanien, Adisty, Yustika, Opick, dan Ryan.
11.Seluruh AGBers 41, Grinda Crew (Gerry, Yudhi, Duta, Aliy, Banggoy), Ten
Exist (Tere, Uci, Strow, Pretty, Rani, Fanny, Widy, Enung, Intan, Agnes).
12.Teman-teman KKP Desa Bangbayang, Krishta, Eno, Syubhan, Putri dan Sirri
13.Teman-teman MISETA 2007 khususnya Departemen Bisnis dan
Kewirausahaan, Harry, Wening, Wiwi, Mayang, SS dan Santi.
14.Kakak kelas AGB 39, dan AGB 40 serta teman-teman AGB 42.
15.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PEMBUATAN BANDENG ISI
Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat
Oleh:
MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA
A14104128
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA. Analisis Studi Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI di Kec. Soreang, Kab. Bandung, Jawa Barat. Di bawah bimbingan Harianto.
Sektor UKM dapat dikatakan memiliki keunggulan dan peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun 2007 sektor UKM mampu menyumbang sekitar 53 persen dari PDB Nasional atau sebesar Rp 1.778,75 triliun. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja sektor UKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 85,4 juta jiwa. Departemen Perindustrian (2006) mencatat, jumlah unit usaha UKM pada tahun 2005 hanya tumbuh 3,48 persen atau sebesar 3.283.490 unit dan pada tahun 2006 tumbuh 4,6 persen menjadi 3.434.531 unit. Sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2004 UKM menyerap lapangan kerja 8.118.590 orang. Lalu berturut-turut meningkat pada 2005 (tumbuh 4,27 persen) dan 2006 (tumbuh 4,6 persen) menjadi 8.465.010 orang serta 8.854.400 orang
Salah satu usaha yang berkembang saat ini yaitu usaha di bidang pangan. Pangan merupakan kebutuhan pokok individu yang harus dipenuhi selain sandang dan papan. Kecenderungan jumlah penduduk yang semakin meningkat diduga akan berdampak positif terhadap peningkatan kebutuhan pangan di Indonesia. Menurut BPS (2005) telah terjadi peningkatan konsumsi rata-rata makanan perkapita khususnya pada komoditi makanan jadi. Adanya peningkatan jumlah konsumsi dan perubahan pola gaya hidup instan masyarakat perkotaan saat ini diduga juga ikut memicu timbulnya banyak jenis usaha terutama di bidang makanan.
BANISI sebagai salah satu produsen baru dalam industri makanan jadi di Kabupaten Bandung atau tepatnya di Kecamatan Soreang hadir dengan produknya yaitu bandeng isi untuk menjawab kelemahan ikan bandeng yang seringkali mengurangi kenikmatan konsumen dalam mengkonsumsi ikan bandeng serta untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akan pangan. Produk yang ditawarkan BANISI saat ini dapat dikatakan sebagai inovasi sebab produk ini belum pernah ada sebelumnya dipasaran. Karena itu diperlukan analisis studi kelayakan mengenai BANISI untuk melihat kelayakan dan kelangsungan usaha dalam menghadapi ketidakpastian resiko dan dapat bersaing di industri makanan jadi.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis kelayakan non finansial usaha BANISI, (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha BANISI, (3) Menganalisis sensitivitas usaha BANISI.
Analisis data kuantitatif menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisis data. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif merupakan hasil analisis terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan.
dilaksanakan, karena tidak ada faktor yang menghambat kegiatan produksi BANISI dari tiap-tiap aspek.
Hasil aspek finansial dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga pola usaha.
Pertama pola usaha I dengan nilai NPV Rp Rp 13.646.116; Net B/C Rasio 1,2994;
IRR 15 persen dan Payback Period 7 tahun 7 bulan. Skenario kedua yaitu pola
usaha II dengan nilai NPV Rp 213.884.273; Net B/C Rasio 5,4296; IRR 91 persen
dan Payback Period dua tahun satu bulan. Sedangkan yang terakhir yaitu pola usaha III dengan nilai NPV Rp -527.334.772. Karena pola usaha III memperoleh NPV yang bernilai negatif maka untuk kriteria kelayakan lainnya dianggap tidak layak.
Hasil analisis finansial menunjukkan pengusahaan pembuatan bandeng isi yang dilakukan pada tiga pola tidak semuanya dapat mendatangkan keuntungan. Hanya dua dari tiga pola yang telah dirancang layak untuk diusahakan yaitu pola usaha I dan II, sedangkan pola usaha III tidak layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek finansialnya. Dari kedua pola usaha yang layak pola usaha II merupakan pola usaha yang paling layak untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV pola usaha II>NPV pola usaha I, begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR nya. Sama halnya dengan payback periode, pola usaha II lebih cepat dalam hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usaha I.
Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat
Oleh :
MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA
A14104128
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Nama : Mochamad Evan Setya Maulana
NRP : A14104128
Judul : Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada
BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa
Barat)
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Harianto M S. NIP. 131.430.801
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI
PADA BANISI KEC. SOREANG, KAB. BANDUNG, JAWA BARAT
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2008
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 November 1986 sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Muhidin dan Ibu Julaecha.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 04 Pagi Jakarta Barat pada tahun 1998.
Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 271 Jakarta Barat dan lulus
pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2004 di
SMUN 78 Jakarta. Pada tahun 2004 juga penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis melalui jalur
SPMB.
Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan
kampus seperti menjadi anggota Departemen Bisnis dan Kewirausahaan MISETA
(Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian) periode
2007. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan di luar organisasi kampus
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk
mendapatkan gelar sarjana.
Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak terutama orang tua dan
dosen pembimbing skripsi Bapak Dr. Ir. Harianto, MS yang telah membimbing
dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Studi Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI
di Kec. Soreang, Kab. Bandung, Jawa Barat”.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk
penulis dan juga perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga
mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di
masa mendatang.
Bogor, Juni 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau
tunjukkan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang
telah membantu memeberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam
kesempatan kali ini tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayah dan Ibu, atas segala kasih sayang, doa dan dukungan baik moral maupun
material.
2. Sofiah Nuraini, Abang Muslim Arfian dan Fahrel atas dukungan dan semangat
yang diberikan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
4. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan
waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
5. Tintin. S, SP. selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program
Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.
6. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan
pengarahan yang diberikan selama kuliah.
7. Bapak Totok Hariyono dan keluarga, terima kasih atas segala kebaikan yang
diterima penulis selama penelitian, kesempatan untuk melakukan penelitian,
atas segala kebaikan yang diterima penulis selama penelitian.
9. Baiquni Ardhi, teman seperjuangan di Bandung. Nunu, Mamieq, Yoga, Lidya,
Ariani, S.T. atas masukannya selama berdiskusi dengan penulis.
10.Teman-teman satu bimbingan, Nanien, Adisty, Yustika, Opick, dan Ryan.
11.Seluruh AGBers 41, Grinda Crew (Gerry, Yudhi, Duta, Aliy, Banggoy), Ten
Exist (Tere, Uci, Strow, Pretty, Rani, Fanny, Widy, Enung, Intan, Agnes).
12.Teman-teman KKP Desa Bangbayang, Krishta, Eno, Syubhan, Putri dan Sirri
13.Teman-teman MISETA 2007 khususnya Departemen Bisnis dan
Kewirausahaan, Harry, Wening, Wiwi, Mayang, SS dan Santi.
14.Kakak kelas AGB 39, dan AGB 40 serta teman-teman AGB 42.
15.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Bandeng ... 12
2.1.1 Fisiologi Bandeng ... 12
2.1.2 Budidaya Bandeng ... 14
2.2 Lembaga dan Saluran Tataniaga Ikan Bandeng ... 16
2.3 Produk OlahanBandeng ... 17
2.4 Industri Kecil dan Rumah Tangga ... 19
2.5 Penelitian Terdahulu ... 20
III.KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Studi Kelayakan Proyek ... 23
3.2 Teori Biaya dan Manfaat ... 25
3.3 Analisis Kelayakan Investasi ... 27
3.4 Analisis Finansial ... 28
3.4.1 Net Present Value (NPV) ... 28
3.4.2 Net Benefit Cost Ratio (NetB/C Rasio) ... 29
3.4.3 Internal Rate return (IRR) ... 29
3.4.4 Payback Period (PBP) ... 30
3.5 Analisis Sensitivitas ... 30
3.6 Kerangka Pemikiran Operasional ... 31
IV.METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 33
4.3 Metode Analisis Data ... 33
4.4 Analisis Kelayakan Investasi ... 34
4.4.1 Analisis Kelayakan Bahan Baku ... 34
4.4.2 Net Present Value (NPV) ... 35
4.4.3 Net Benefit Cost Ratio (NetB/C Rasio) ... 36
4.4.4 Internal Rate return (IRR) ... 36
4.4.5 Payback Period (PBP) ... 37
4.5 Analisis Sensitivitas ... 38
5.3 Jenis dan Perkembangan Usaha ... 43 5.4 Struktur Organisasi ... 43
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Aspek–Aspek Non Finansial
6.1.1 Aspek Pasar ... 46 a. Permintaan ... 46 b. Penawaran ... 47 c. Strategi Pemasaran ... 47 d. Hasil Analisis Aspek Pasar ... 48 6.1.2 Aspek Teknis ... 48 a. Lokasi Usaha ... 49 b. Skala Usaha ... 52 c. Layout ... 53 d. Proses Produksi ... 53 e. Hasil Analisis Aspek Teknis ... 58 6.1.3 Aspek Bahan Baku ... 58 a. Penentuan Jumlah Order ... 58 b. Penentuan Jumlah Bahan Baku Sebagai Persediaan ... 59 c.Penentuan Cara dan Waktu Pembelian Bahan Baku ... 59 d. Hasil Analisis Aspek Bahan Baku ... 60 6.1.4 Aspek Manajemen ... 60 6.1.5 Aspek Hukum ... 61 a. Bentuk Badan Usaha ... 61 b. Izin Usaha ... 62 6.1.6 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan ... 63 6.2 Analisis Kelayakan Finansial
6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I
6.2.4 Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha ... 81 6.2.5 Perbandingan Switching Value Ketiga Pola Usaha ... 82
VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan ... 84 7.2 Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 86
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi per Tahun ... 1
2. Pertumbuhan Tingkat Pengangguran Indonesia (dalam juta orang) ... 2
3. Persentase Perkembangan Konsumsi Rata-Rata Makanan per Kapita per
Bulan Tahun 2002, 2005, dan 2007 ... 4
4. Kategori Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakaan 6
5. Komposisi Zat Gizi Beberapa Jenis Ikan Tawar dan Laut (per 100 gram) .... 7
6. Jumlah Industri Makanan dan Minuman di Jawa Barat ... 8
7. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Pola Usaha I) ... 65
8. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola Usaha I ... 65
9. Biaya Investasi pada Pola Usaha I ... 66
10. Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha I ... 67
11. Biaya Operasional per Tahun pada Pola Usaha I... 67
12. BiayaTetap pada Pola Usaha I ... 68
13. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ... 68
14. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I ... 69
15. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Pola Usaha II) ... 71
16. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola Usaha II ... 71
17. Biaya Investasi pada Pola Usaha II ... 72
18. Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha II ... 73
19. Biaya Operasional per Tahun pada Pola Usaha II ... 73
20. BiayaTetap pada Pola Usaha II ... 74
21. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II ... 74
22. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II ... 75
23. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Bandeng Isi (Pola Usaha III) ... 77
24. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola Usaha III ... 77
25. Biaya Investasi pada Pola Usaha III... 78
26. Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha III ... 79
27. Biaya Operasional per Tahun pada Pola Usaha III ... 79
xv
29. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III ... 81
30. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha ... 82
31. Perbandingan Hasil Switching Value pada Pola Usaha I dan II ... 82
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32
2. Struktur Organisasi Perusahaan BANISI ... 44
3. Skema Aliran Pemasaran Bandeng Isi BANISI ... 48
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Layout BANISI ... 88
2. Cashflow Pembuatan Bandeng Isi Skenario I ... 89
3. Cashflow Pembuatan Bandeng Isi Skenario II ... 90
4. Cashflow Pembuatan Bandeng Isi Skenario III ... 91
5. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Bandeng Isi Skenario I ... 92
6. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Bandeng Isi Skenario II ... 93
7. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Bandeng Isi Skenario III ... 94
8. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario I
Terjadi Penurunan Harga Jual Sebesar 1,00% ... 95
9. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario I
Terjadi Penurunan Penjualan Sebesar 1,00% ... 96
10. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario I
Terjadi Kenaikan Harga Bandeng Sebesar 2,61% ... 97
11. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario II
Terjadi Penurunan Harga Jual Sebesar 7,88% ... 98
12. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario II
Terjadi Penurunan Penjualan Sebesar 7,88% ... 99
13. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario II
Terjadi Kenaikan Harga Bandeng Sebesar 20,49% ... 100
14. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario III
Terjadi Kenaikan Harga Jual Sebesar 38,88% ... 101
15. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario III
Terjadi Kenaikan Penjualan Sebesar 75,62% ... 102
16. Analisis Switching Value Pengusahaan Pembuatan Bandeng Isi Skenario III
Terjadi Penurunan Harga Bandeng Sebesar 172,99% ... 103
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dampak krisis moneter yang telah melanda Indonesia pada tahun 1998 telah
membuat perekonomian Indonesia terpuruk. Perekonomian Indonesia mengalami
penurunan yang sangat drastis pada tahun tersebut. Banyak perusahaan besar yang
akhirnya gulung tikar karena tidak mampu melawan tekanan krisis ekonomi yang
terjadi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya penurunan tingkat
pertumbuhan perekonomian Indonesia pada periode 1996 sampai dengan 1998.
Tingkat pertumbuhan ekonomi per tahun dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1996 - 2006 (%)
Tahun Pertumbuhan (%)
1996 7.82
1998 0.79
2000 4.92
2001 3.44
2002 3.66
2003 3.99
2004 4.49
2005 5.03
2006 6.30
Sumber : BPS, 2007
Dari Tabel 1, terlihat telah terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi dari
tahun 1996 ke tahun 1998 sebesar 7,03 persen. Angka ini merupakan angka
penurunan pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam kurun waktu 1996 sampai
dengan tahun 2006. Krisis ekonomi ini tidak hanya berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga pada jumlah tingkat pengangguran di
Indonesia. Banyak perusahaan yang akhirnya mengambil jalan memecat banyak
2
akibatnya angka pengangguran di Indonesia semakin bertambah karena semakin
banyaknya tenaga kerja yang di PHK. Jumlah tingkat pengangguran di Indonesia
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Pengangguran Indonesia (dalam juta orang)
Tahun Jumlah Pengangguran
1997 4.28
1998 5.06
1999 6.03
2000 5.86
2001 8.00
2002 9.13
2003 10.30
2004 10.83
2005 11.19
2006 10.93
2007 10.55
Sumber : BPS, 2007.
Dalam Tabel 2 terlihat dari tahun 1997 sampai tahun 2005 terus terjadi
peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia. Penurunan angka pengangguran
di Indonesia terjadi di tahun 1999 ke 2000 sebesar 170.000 orang, kemudian tahun
2001 kembali terjadi peningkatan pengangguran terus menerus sampai tahun
2005 dan angka ini turun kembali hingga tahun 2007.
Tetapi meskipun demikian masih ada usaha yang tetap dapat bertahan di
bawah tekanan krisis ekonomi yang melanda Indonesia, usaha tersebut tak lain
adalah usaha kecil/menengah atau biasa dikenal dengan UKM. Di saat
perusahaan-perusahaan besar banyak yang mengalami keterpurukan UKM justru
mampu mempertahankan usahanya untuk tetap terus berjalan. UKM dapat
dikatakan memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun 2007 sektor
Rp 1.778,75 triliun. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja sektor UKM mampu
menyerap tenaga kerja hingga 85,4 juta jiwa. Melihat data tersebut tidak
diragukan lagi bahwa peran UKM terbukti memang sangat strategis dalam
mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Menurut data Kementerian Negara
Koperasi dan UKM (2002), di Indonesia terdapat sekitar 39 juta usaha mikro dan
900 ribu usaha kecil. Usaha menengah hanya sekitar 57 ribu, serta sekitar 2 ribu
perusahaan besar. 1
Meningkatnya pelaku UKM memiliki dampak positif pada jangka pendek
karena mampu mengurangi angka pengangguran. Tetapi pada jangka panjang
sektor UKM harus memperhatikan daya saing dengan perusahaan-perusahaan
besar agar keduanya dapat berjalan secara seimbang. Departemen Perindustrian
(2006) mencatat, jumlah unit usaha UKM pada tahun 2005 hanya tumbuh 3,48
persen atau sebesar 3.283.490 unit dan pada tahun 2006 tumbuh 4,6 persen
menjadi 3.434.531 unit. Sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja, pada
tahun 2004 UKM menyerap lapangan kerja 8.118.590 orang. Lalu berturut-turut
meningkat pada 2005 (tumbuh 4,27 persen) dan 2006 (tumbuh 4,6 persen)
menjadi 8.465.010 orang serta 8.854.400 orang.2
Pangan merupakan kebutuhan pokok individu yang harus dipenuhi selain
sandang dan papan. Jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 200
juta jiwa menempatkan negara Indonesia di peringkat keempat jumlah penduduk
1
Ahmad Zaki Zulkarnain. Menuju Era Bisnis Olah Pikir. http://www.teknopreneur.com/news.php?id=16. Diakses pada tanggal 22 Februari 2008. 2
4
terbesar di dunia.3 Kecenderungan jumlah penduduk yang semakin meningkat
diduga akan berdampak positif terhadap peningkatan kebutuhan pangan di
Indonesia. Menurut BPS (2007) telah terjadi peningkatan konsumsi rata-rata
makanan per kapita khususnya pada komoditi ikan dan makanan jadi. Peningkatan
konsumsi rata-rata makanan perkapita dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Perkembangan Konsumsi Rata-Rata Makanan Per Kapita Per Bulan Tahun 2002, 2005, dan 2007
Komoditas Konsumsi Rata-Rata Makanan Per
Kapita Per Bulan (Rp)
2002 2005 2007
Sereal 25.722 24.483 35.847
Umbi-umbian 1.329 1.664 1.991
Ikan 10.675 13.374 13.822
Daging 5.903 6.984 6.898
Susu dan Telur 6.760 8.946 10.497
Sayur-sayuran 9.750 11.607 13.690
Kacang-kacangan 4.161 4.887 5.207
Buah-buahan 5.868 6.203 9.055
Minyak dan lemak 4.642 5.540 5.959
Makanan Jadi 20.182 31.847 37.030
Minuman 5.589 6.384 7.799
Bumbu 3.202 3.819 3.900
Jenis makanan lain 2.826 3.843 4.736
Jumlah 106.608 129.582 158.458
Sumber : BPS, 2007.
Adanya peningkatan jumlah konsumsi dan perubahan pola gaya hidup
instan masyarakat perkotaan saat ini juga ikut memicu timbulnya banyak jenis
usaha terutama di bidang makanan. Menurut Wibowo (1999) pengelompokkan
usaha berdasarkan jenisnya dibagi menjadi tiga. Pertama jenis usaha perdagangan/
industri, dimana usaha jenis ini bergerak dalam kegiatan memindahkan barang
3
dari produsen ke konsumen atau dari tempat yang memiliki kelebihan persediaan
ke tempat yang membutuhkan. Jenis usaha yang kedua yaitu usaha
produksi/industri, usaha ini bergerak dalam kegiatan proses pengubahan suatu
bahan/barang menjadi bahan/barang lain yang berbeda bentuk dan sifatnya dan
mempunyai nilai tambah. Terakhir adalah jenis usaha jasa komersial yang
bergerak dalam kegiatan pelayanan atau menjual jasa sebagai kegiatan utamanya.
Berdasarkan skala usaha saat ini belum ada standar pasti mengenai kriteria
penggolongan usaha. Berbagai kriteria pernah digunakan untuk menggolongkan
usaha menurut skala usahanya. Kriteria yang pernah digunakan antara lain jumlah
modal yang ditanamkan, jumlah gaji tenaga kerja, jumlah tenaga kerja yang
digunakan dan banyak lagi. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995,
kriteria usaha dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah untuk
usaha kecil:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha), atau
b. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar/tahun.
Sedangkan untuk usaha menengah wajib adalah usaha yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp 5 miliar, dan
b. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600
juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp 3 miliar.
Badan Pusat Statistik (2004) menggolongkan perusahaan/usaha industri
6
yang dimiliki oleh suatu perusahaan/usaha tanpa memperhatikan besarnya modal
yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan (Tabel 4).
Tabel 4. Kategori Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakan
Skala Industri Jumlah Tenaga Kerja yang
Digunakan
Industri Kerajinan Rumah Tangga 1 – 4 Orang Tenaga Kerja
Industri Kecil 5 – 19 Orang Tenaga Kerja
Industri Sedang 20 – 99 Orang Tenaga Kerja
Industri Besar > 100 Orang Tenaga Kerja
Sumber: BPS, 2004.
BANISI merupakan salah satu pelaku usaha dibidang makanan jadi di
Kabupaten Bandung yang menggunakan bahan baku berupa ikan bandeng. Usaha
yang didirikan pada bulan Desember 2007 ini pada mulanya hanya sebagai bentuk
ketidakpuasan pemilik terhadap produk olahan bandeng yang ada selama ini.
Tetapi melihat adanya peluang pasar untuk produk ini pemilik akhirnya
memutuskan untuk mengusahakannya secara komersil. Selain untuk menjawab
peluang yang ada seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan
konsumsi pangan produk ini juga diciptakan untuk mengatasi kelemahan bandeng
yang selama ini dialami oleh konsumen.
Bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang biasa dikonsumsi
oleh masyarakat. Ikan bandeng memiliki kelebihan diantaranya kandungan protein
yang cukup tinggi, rasanya yang gurih dan netral, harga yang relatif terjangkau
dan tidak mudah hancur ketika dimasak. Ikan bandeng memiliki tingkat atau
kadar protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 20 gram (per 100 gram). Nilai ini
Selain itu harga ikan bandeng relatif dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat dibandingkan ikan kakap.
Tabel 5. Komposisi Zat Gizi Beberapa Jenis Ikan Tawar dan Laut (per 100 gram)
Jenis Ikan Protein Lemak Kalsium Fosfor Besi
Teri 33.3 g 2.9 g 1209 mg 1225 mg 3.0 mg
Peda 28.0 g 4.0 g 174 mg 316 mg 3.1 mg
Kembung 22.0 g 1.0 g 20 mg 200 mg 1.0 mg
Kakap 20.0 g 0.7 g 20 mg 200 mg 1.0 mg
Bandeng 20.0 g 4.8 g 20 mg 150 mg 2.0 mg
Lele 18.2 g 2.2 g 34 mg 116 mg 0.2 mg
Ikan Mas 16.0 g 2.0 g 20 mg 150 mg 2.0 mg
Sumber: Nio, Oey Kam (1995)
Produk yang dihasilkan oleh BANISI berupa makanan olahan siap saji
berbentuk bandeng isi ini dapat dikatakan sebagai inovasi sebab produk bandeng
isi belum pernah ada sebelumnya dipasaran. Produk yang diciptakan oleh BANISI
dapat dikonsumsi tanpa harus diolah kembali karena produk ini sudah melalui
proses pemanggangan dengan menggunakan oven. Selain itu bandeng isi telah
melalui proses pencabutan tulang sehingga konsumen dapat menikmati ikan
bandeng tanpa harus terganggu duri bandeng yang dapat mengurangi kenikmatan
ikan bandeng. Produk yang disediakan BANISI terdiri dari tiga varian, bandeng
isi daging ayam, daging sapi dan udang yang saat ini baru tersebar di daerah
Bandung. Karena baru berjalan selama empat bulan sehingga usaha ini tergolong
usaha baru, diperlukan adanya studi kelayakan mengenai BANISI untuk melihat
8
1.2 Perumusan Masalah
Di saat perusahaan besar banyak yang mengalami keterpurukan pada masa
krisis moneter lalu UKM justru mampu mempertahankan usahanya untuk tetap
terus berjalan. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia peran UKM tidak dapat
dianggap remeh. Tahun 2007 sektor UKM mampu menyumbang sekitar 53 persen
dari PDB Nasional atau sebesar Rp 1.778,75 triliun. Dilihat dari sisi penyerapan
tenaga kerja sektor UKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 85,4 juta jiwa.
Meningkatnya pelaku UKM memiliki dampak positif pada jangka pendek karena
mampu mengurangi angka pengangguran. Tetapi pada jangka panjang sektor
UKM harus memperhatikan daya saing dengan perusahaan-perusahaan besar agar
keduanya dapat berjalan secara seimbang (Kementrian Negara Koperasi dan
UKM, 2007).
Perkembangan konsumsi pangan di Indonesia memicu munculnya banyak
jenis usaha khususnya dibidang pangan. Jawa Barat merupakan salah satu daerah
yang mengalami fenomena ini. Pada tahun 2004 di Jawa Barat tercatat ada 790
unit sektor usaha makanan dan minuman atau meningkat sebesar 1,2 persen dari
tahun 2003. Jumlah ini meningkat kembali pada tahun 2005 menjadi 835
perusahaan yang bergerak dalam industri makanan atau mengalami peningkatan
sebesar 5,7 persen. Jumlah industri makanan dan minuman di Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 6.4
4
Tabel 6. Jumlah Industri Makanan dan Minuman di Jawa Barat
Tahun Jumlah Perusahaan Perubahan (%)
2003 781
2004 790 1.2
2005 835 5.7
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2007.
Kabupaten Bandung yang terletak di Jawa Barat telah dikenal sebagai
daerah yang memiliki banyak potensi wisata, baik wisata rekreasi maupun wisata
kuliner. Potensi ini memberikan keuntungan bagi pelaku usaha untuk membuka
ataupun mengembangkan usahanya.
BANISI sebagai salah satu produsen baru dalam industri makanan jadi di
Kabupaten Bandung atau tepatnya di Kecamatan Soreang hadir dengan produknya
yaitu bandeng isi untuk mengatasi kelemahan ikan bandeng yang seringkali
mengurangi kenikmatan konsumen dalam mengkonsumsi ikan bandeng serta
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akan pangan. Produk yang ditawarkan
BANISI saat ini dapat dikatakan sebagai inovasi sebab produk ini belum pernah
ada sebelumnya di pasaran. Selain itu pemilik berencana untuk mengembangkan
perusahaan ini ke depannya dengan melihat peluang usaha yang ada untuk produk
bandeng isi antara lain dengan peningkatan produksi dan perolehan bahan baku
langsung dari produsen.
Untuk mewujudkan rencana tersebut akan diperlukan beberapa tambahan
investasi baru yang nilainya tidak sedikit. Rencana pengembangan usaha yang
akan dilaksanakan oleh BANISI terdiri dari tiga skenario, yaitu skenario I adalah
usaha yang saat ini sedang dijalankan, skenario II adalah ekspansi usaha dengan
penambahan bahan baku dan alat produksi, serta skenario III yaitu usaha dengan
10
pemilik untuk BANISI ke depannya, namun hal ini belum dapat terealisasi karena
kurangnya modal untuk menambah investasi baru. Studi kelayakan usaha
digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha baru atau apabila terdapat
investasi baru pada usaha tersebut. Karena BANISI tergolong usaha baru dan
skenario yang ditetapkan memiliki investasi baru didalamnya sehingga diperlukan
analisis studi kelayakan mengenai BANISI untuk melihat kelayakan dan
kelangsungan usaha dalam menghadapi ketidakpastian resiko dan dunia
persaingan agar eksistensinya di industri makanan jadi tetap terjaga.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan
dikaji dalam penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kelayakan usaha BANISI dilihat dari aspek teknis, aspek bahan
baku, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, aspek hukum dan aspek
pasar?
2. Bagaimana kelayakan finansial usaha BANISI untuk berbagai skenario
pengembangan?
3. Bagaimana sensitivitas kelayakan usaha BANISI, apabila terjadi perubahan
pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan usaha BANISI dilihat dari aspek teknis, aspek
bahan baku, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, dan aspek pasar.
2. Menganalisis kelayakan finansial usaha BANISI untuk berbagai skenario
3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha BANISI, apabila terjadi
perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:
1. Sebagai bahan masukan informasi bagi perusahaan untuk meningkatkan
daya saing guna mempertahankan posisi perusahaan pada tempat yang
kompetitif dalam industri makanan jadi.
2. Sebagai bahan referensi atau informasi untuk penelitian selanjutnya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Bandeng
Karakteristik bandeng yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya
sebagai gambaran sepintas mengenai ikan bandeng. Karakteristik ini
mencakup fisiologi dan budidaya bandeng.
2.1.1 Fisiologi Bandeng
Berdasarkan Ghufran (1997), ikan Bandeng yang berasal dari filum
Chordata yang merupakan famili Chanidae, memiliki nama genus Chanos
dan nama spesies Chanos chanos adalah salah satu jenis ikan laut, walaupun
hidup di tambak dan bahkan dibudidayakan di air tawar. Ikan Bandeng
terkenal sebagai ikan petualang, karena ikan ini dapat berenang mulai dari
perairan laut yang memiliki salinitas lebih besar atau sama dengan 35 permil
yang merupakan habitat asli ikan Bandeng, kemudian dapat masuk ke
muara-muara sungai yang memiliki salinitas 5-20 permil, bahkan sampai ke
tempat-tempat yang airnya tawar. Hal ini menyebabkan ikan Bandeng digolongkan
ke dalam euryhalin, yaitu organisme yang mampu mentolerir perubahan
salinitas yang sangat besar.
Ikan Bandeng memiliki ciri fisik seperti badan memanjang, padat,
kepala tanpa sisik, mulut kecil terletak di ujung kepala dengan rahang tanpa
gigi , dan lubang hidung terletak didepan mata. Kulit Bandeng berwarna putih
bersih dikarenakan sisiknya yang kecil-kecil dan dagingnya yang putih,
sehingga sering disebut sebagai Milkfish. Ikan Bandeng juga memiliki warna
air laut. Warna ikan ini sepertinya sangat dipengaruhi oleh keadaan air.
Apabila berada di air yang keruh, maka warna ikan sedikit berubah nampak
lebih hitam pada bagian punggungnya. Sebaliknya pada air yang jernih warna
ikan akan menjadi putih bersih atau keperakan (Hadie dan Supriatna, 1986).
Walaupun seringkali menempuh perjalanan jauh, ikan Bandeng akan
tetap kembali ke pantai apabila akan berkembang biak. Benih ikan Bandeng
atau nener yang masih bersifat planktonik (terbawa oleh gerakan air, berupa
arus, angin atau gelombang) akan mencapai daerah pantai dengan ukuran
panjang sekitar 11-13 mm dan berat 0.01 gram dalam usia 203 minggu
(Ghufran, 1997).
Selain bersifat euryhalin, ikan Bandeng juga tahan terhadap temperatur
yang tinggi terutama pada tambak pemeliharaan. Temperatur tertinggi yang
dapat ditolerir oleh ikan Bandeng adalah 400C, namun ikan Bandeng ternyata
sangat sensitif terhadap temperatur yang rendah, bahkan dapat mematikan
ikan Bandeng. Ikan Bandeng akan mengalami stress pada temperatur 120C,
dan bila terlalu lama pada temperatur tersebut Bandeng akan mati (Hadie dan
Supriatna, 1986).
Penyebaran ikan Bandeng sangat luas dari daerah Samudera Hindia
sampai ke Pantai Barat Amerika. Di Indonesia penyebarannya meliputi
daerah-daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan
Pulau Bali (Hadie dan Supriatna, 1986). Ikan Bandeng memakan banyak
tumbuh-tumbuhan berupa plankton (tumbuhan dan hewan yang
melayang-layang dalam air). Ikan Bandeng mengambil makanan dari lapisan atas dasar
14
memakan makanan yang berukuran kecil tersebut dengan cara menghisap
dengan mulutnya. Cara makan tersebut dibantu dengan berfungsinya inang
alat penyaring yang dapat menahan partikel-partikel kecil dari air (Hadie dan
Supriatna, 1986).
2.1.2 Budidaya Bandeng
Budidaya ikan Bandeng adalah usaha yang dimulai dengan
pemeliharaan nener yang bertujuan untuk menghasilkan ikan ukuran
konsumsi (Hadie dan Supriatna, 1986). Teknologi pembudidayaan ikan
Bandeng dapat dibagi menjadi 4, yaitu ekstensif (kepadatan 2000-3000
ekor/ha), tradisional plus (kepadatan 4000-6000 ekor/ha), semi-intensif
(kepadatan 8000-12000 ekor/ha) dan intensif (kepadatan > 20000 ekor/ha).
Kedalaman air pada masing-masing teknologi secara berurutan adalah
50 cm, 80 cm, 100 cm, dan 120 cm. Pada budidaya ekstensif, seluruh suplai
makanan mengandalkan pakan alami, sedangkan pada tradisional plus suplai
makanan berupa pakan alami ditambah pelet atau dedak halus. Untuk
semi-intensif dan semi-intensif sebagian besar menggunakan pakan buatan (Deptan
dalam Alboneh, 2007).
Benih ikan Bandeng atau nener memiliki ciri tubuh yang terang dan
tembus pandang. Apabila diletakkan di dalam baskom, bagian nener yang
nampak jelas adalah matanya yang hitam. Nener yang sehat akan bergerak
aktif, dan berenang bergerombol serta mudah terkejut. Dalam kurun waktu 2
bulan, nener akan nampak seperti ikan dengan ukuran panjang berkisar antara
5-8 cm dan disebut gelondongan, ikan sebesar inilah yang cocok untuk
Nener dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu :
1. Nener alam
Perairan Indonesia memiliki potensi besar sebagai tempat pemijahan
ikan Bandeng. Dengan pantai dan hutan bakau yang luas merupakan daerah
yang potensial sebagai tempat mencari makan dan berlindung bagi benih ikan
Bandeng (Ghufran, 1997).
Menurut Ahmad et al. (1998), pada umumnya mutu nener alam sangat
bervariasi tergantung pada lokasi, musim dan cara penangkapan. Mutu nener
biasanya diuji dari kecepatan bergerak akibat rangsangan fisik misalnya
berupa tepukan pada dinding tangki. Produksi nener di Indonesia melalui
penangkapan di alam masih sering dilakukan. Penangkapan ini biasa
dilakukan oleh penduduk di sekitar pantai dengan menggunakan alat tangkap
sederhana seperti, seser, babar, soplat, pukat, jaring sorong, dan trawl nener.
Penangkapan nener alam secara terus menerus sebaiknya tidak dilakukan
karena dapat mengakibatkan populasi ikan Bandeng di alam berkurang atau
bahkan bisa punah (Ghufran, 1997).
2. Nener hatchery
Selain dari alam, nener juga dapat diproduksi di hatchery (balai
pembenihan). Nener hatchery memilki kelebihan karena kemurnian nener
hatchery dapat dijamin 100% (percampuran dengan spesies lain tidak
mungkin terjadi kecuali disengaja) dan umurnya dapat diketahui, sehingga
penentuan umur ikan Bandeng yang dijual dapat diketahui dengan tepat.
Nener hatchery dapat diproduksi di dua jenis hatchery, yaitu hatchery
16
hatchery tersebut tidak berbeda dengan kualitas nener alam (Ahmad et al.
1999).
Warna nener hatchery dapat diatur sesuai keinginan konsumen. Nener
yang banyak terserang mata perak sebaiknya tidak dipilih. Mata perak
terlihat jelas jika nener ditempatkan pada ruang gelap dan diaerasi, sehingga
tampak gerakan bercak keperakan.
2.2 Lembaga dan Saluran Tataniaga Ikan Bandeng
Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelengarakan kegiatan
atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak
produsen sampai pihak konsumen. Lembaga yang termasuk di dalamnya
antara lain produsen, pedagang perantara dan lemabag pemberi jasa
(Hanafiah, 1983).
Hasil perikanan dapat dikelompokkan ke dalam bahan mentah dan
barang konsumsi.Sebagai bahan mentah hasil perikanan akan dibeli oleh
pabrik atau usaha pengolahan untuk diolah menjadi barang jadi. Sedangkan
sebagai barang konsumsi hasil perikanan akan dibeli oleh konsumen akhir
untuk keperluan konsumsi.
Panjang pendeknya suatu saluran tataniaga yang dilalui oleh hasil
perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain (Hanafiah, 1983) :
a. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen
dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh
b. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak
harus segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki
saluran yang pendek dan cepat.
c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran kecil
kehadiran pedagang perantara sangat diharapkan dengan demikian
saluran yang akan dilalui produk akan semakin panjang.
d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat
cenderung memperpendek saluran tataniaga.
Saluran dan lembaga tataniaga untuk ikan bandeng tidak jauh berbeda
dengan yang dialami produk perikanan pada umumnya. Lembaga yang
umumnya dijadikan sebagai tempat menyalurkan produksi ikan bandeng ,
yaitu pasar umum, tempat pelelangan ikan (TPI), pasar swalayan, pasar
khusus dan pasar ekspor. Sedangkan untuk saluran tataniaga biasanya
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen agar setiap hasil panen yang
dihasilkan tidak sampai mengalami pembususkan, karena hasil perairan
sangat cepat mengalami penurunan kualitas (Ghufran, 1997).
2.3 Produk Olahan Bandeng
Ikan bandeng disukai sebagai makanan karena rasanya gurih, rasa
daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak mudah hancur jika
dimasak. Kelemahan bandeng ada dua: dagingnya 'berduri' dan
kadang-kadang berbau 'lumpur'/'tanah'.
Permintaan ikan bandeng dari tahun ke tahun selalu mengalami
18
industri pengolahan maupun untuk umpan bagi usaha perikanan tangkap tuna
cakalang. Tujuan pasar ekspor ikan bandeng adalah Amerika Serikat, Eropa,
Timur Tengah, Hongkong dan Filipina. Disamping pasar ekspor, peluang
pasar ikan bandeng dalam negeri juga cukup besar.
Seiring dengan semakin meningkatnya diversifikasi pangan ikan
bandeng kini tidak hanya dapat dikonsumsi dalam bentuk ikan segar tetapi
juga dalam bentuk olahan seperti otak-otak bandeng, bandeng pepes, bandeng
pindang, bandeng asap, dan bandeng duri lunak. Panganan hasil olahan ikan
bandeng ini kebanyakan lahir dari kebutuhan konsumen, sebagai contoh
bandeng duri lunak.
Duri bandeng sebenarnya adalah tulang dari bandeng. Duri ini
mengganggu kenikmatan dalam memakan dagingnya. Tetapi gangguan ini
sekarang dapat diatasi dengan penggunaan panci bertekanan tinggi (presto
atau autoklaf) dalam waktu tertentu, sehingga duri bandeng menjadi lunak
dan dapat dihancurkan jika dikunyah sehingga konsumen dapat menikmati
bandeng tanpa harus mengurangi kenikmatannya karena terganggu oleh duri
bandeng.
Hasil olahan bandeng yang terbaru saat ini yaitu bandeng isi dimana
ikan bandeng dicabut durinya kemudian diisi dengan bahan-bahan lain seperti
daging sapi dan sebagainya. Sebenarnya teknik pembuatan bandeng isi ini
sudah lama dikenal tetapi belum ada yang mengusahakan roduk bandeng isi
secara komersil. BANISI dapat dikatakan sebagai pelopor dalam hal ini.
dalam bentuk bandeng isi. Saat ini BANISI menciptakan bandeng isi dalam
tiga varian, isi daging sapi, daging ayam dan udang.
2.4.1 Industri Kecil dan Rumah Tangga
Pengertian industri kecil di Indonesia sampai saat ini belum dapat
ditentukan dengan pasti. Pasalnya banyak kriteria yang digunakan dalam
menggolongkan skala industri seperti jumlah penjualan tahunan, jumlah gaji
pekerja, jumlah pekerja, besarnya tenaga listrik yang digunakan dan besarnya
modal yang ditanamkan (Wibowo, 1999). Mengacu pada Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan
modal yang dimilikinya adalah:
c. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha), atau
d. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar/tahun.
Menurut Wibowo (1999) suatu perusahaan dikatakan kecil apabila
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Usaha perdagangan/jasa yang memiliki modal tidak lebih dari Rp 40
juta (empat puluh juta rupiah),
b. Usaha produksi/industri atau jasa kontruksi yang mempunyai modal
tidak lebih dari Rp 100 juta (seratus juta rupiah),
c. Usaha dimiliki secara bebas, dan terkadang tidak berbadan hukum,
d. Wilayah pasarnya bersifat lokal dan tidak terlalujauh dari pusat
usahanya,
20
f. Modal dikumpulkan dari tabungan milik pribadi.
Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan
perusahaan/usaha industri pengolahan di Indonesia kedalam empat kategori
berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu perusahaan/usaha tanpa
memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang
digunakan. Empat kategori tersebut adalah :5
1. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu perusahaan/usaha industri
pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang.
2. Industri kecil, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang
mempunyai pekerja 5-19 orang.
3. Industri sedang, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang
mempunyai pekerja 20-99 orang.
4. Industri besar, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang
mempunyai pekerja 100 orang atau lebih.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis kelayakan investasi suatu usaha telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya tetapi dengan jenis produk yang berbeda.
Penelitian yang terkait dengan analisis kelayakan investasi telah dilakukan
oleh Pramuji (2007) dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri
Ubi Jalar (Studi Kasus pada Agroindustri Unit Pengolahan Tepung Ubi Jalar
di Desa Giri Mulya, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa
5
Barat). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ternyata usaha unit
pengolahan tepung ubi jalar tidak layak untuk dijalankan berdasarkan aspek
kelayakan usaha. Untuk hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa
penurunan harga bahan baku sebesar 10% dan 40% menghasilkan NPV, IRR,
Net B/C rasio dan Payback Period yang memenuhi kriteria kelayakan
investasi dilihat dari aspek finansial. Sedangkan untuk hasil switching value
menunjukkan penurunan bahan baku sebesar 5,61% dan kenaikan harga jual
sebesar 3,08% pada penggunaan modal dari Pemda Kabupaten Bogor dan
pinjaman bank serta penurunan bahan baku sebesar 10,34% dan kenaikan
harga jual sebesar 5,36% pada penggunaan modal yang berasal dari Pemda
Kabupaten Bogor masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi.
Rosmawanty (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Kelayakan Investasi Pengusahaan Penggillingan Padi (Kasus Beberapa
Pengusahaan Penggilingan Padi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat)
mengemukakan bahwa pengusahaan penggilingan padi dilihat dari aspek
teknis, manajemen, Sosial dan aspek pasar layak untuk dilaksanakan. Dalam
penelitian ini hasil analisis finansial dibagi ke dalam tiga skenario, yaitu
pertama penggilingan skala kecil dengan nilai NPV Rp 175.228.679; Net B/C
Rasio 2,4; IRR 33,59% dan Payback Period lima tahun enam bulan. Skenario
kedua yaitu penggilingan skala sedang dengan nilai NPV Rp 805.401.116;
Net B/C Rasio 2,1; IRR 31,18% dan Payback Period enam tahun satu bulan.
Sedangkan yang terakhir yaitu skala besar dengan nilai NPV Rp
9.825.060.859; Net B/C Rasio 3,1; IRR 43,35% dan Payback Period tiga
22
layak untuk diusahakan dengan tingkat suku bunga yang berlaku sebesar
8,75%, tetapi yang paling menguntungkan adalah penggilingan dengan skala
usaha besar karena penerimaan yang didapat lebih besar. Hasil analisis
switching value menunjukkan penggilingan skala sedang merupakan yang
paling sensitif terhadap peningkatan biaya pembelian gabah dan penurunan
volume produksi.
Widiyanthi (2007) meneliti mengenai studi kelayakan dengan judul
Analisis Kelayakan Investasi Penambahan Mesin Vacuum Frying Untuk
Usaha Kecil Pengolahan Kacang (Studi Kasus di PD Barokah Cikijing,
Majalengka, Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan secara finansial
penambahan mesin vacuum frying layak untuk diusahakan, hal ini terbukti
dari nilai NPV yang dihasilkan sebesar 1.405.678.570; Net B/C 1,98; IRR
32,22% dan Payback Period tiga tahun sepuluh bulan pada tingkat diskonto
12%. Dari hasil analisis switching value pada perusahaan didapat untuk jenis
kacang yang diproduksi secara manual sensitif terhadap perubahan harga jual
dan kenaikan harga bahan baku, akan tetapi usaha masih layak untuk
diusahakan. Untuk hasil analisis switching value aspek finansial kelayakan
investasi penambahan mesin vacuum frying menunjukkan usaha sensitif
terhadap perubahan harga jual tetapi tidak untuk kenaikan harga bahan baku
dan penurunan volume produksi.
Perbedaan ketiga penelitian sebelumnya dengan penelitian kali ini
adalah adanya perbedaan komoditi yang diteliti. Selain perbedaan komoditi
lokasi tempat dilakukannya penelitian kali ini berbeda dengan ketiga
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Studi Kelayakan Proyek
Proyek adalah keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber
untuk mendapatkan manfaat (benefit), atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan
uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan
datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu
unit (Kadariah, 2001). Menurut Gittinger (1986) mengatakan bahwa proyek
yang bergerak dalam bidang pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang
mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang modal yang dapat
menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu.
Sedangkan menurut Gray (1992) proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat
direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan
mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Sumber-sumber
yang dimaksud dapat berupa barang-barang modal, tanah, bahan setengah jadi,
bahan mentah, tenaga kerja dan waktu.
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Suatu
proyek dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi
sebagai berikut :
1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (biasa disebut
juga sebagai manfaat finansial).
2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut
24
3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek..
Menurut Gittinger (1986), pada proyek pertanian ada enam aspek yang
harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu :
1. Aspek Pasar
Untuk mencapai hasil pemasaran yang diinginkan suatu perusahaan
harus menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran
pemasaran. Adapun yang dimaksud dengan bauran pemasaran menurut
Kottler (2002) yaitu seperangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan terus menerus untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar
sasaran. Analisis aspek pasar mencakup permintaan, penawaran, harga,
program pemasaran yang akan digunakan, serta perkiraan penjualan.
2. Aspek Teknis
Aspek teknis mencakup masalah penyediaan sumber-sumber dan
pemasaran hasil-hasil produksi, seperti lokasi proyek, besaran skala
operasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan
mesin dan equipment, layout, proses produksi, serta ketepatan
penggunaan teknologi.
3. Aspek Manajemen
Analisis aspek manajemen difokuskan pada kondisi internal perusahaan.
Aspek-aspek yang diperhatikan pada studi kelayakan terdiri dari
manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal
penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan
organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci, dan jumlah tenaga kerja
yang digunakan.
4. Aspek Hukum
Terdiri dari bentuk usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang
dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat
dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha.
5. Aspek Sosial Lingkungan
Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya
terhadap devisa negara, peluang kerja, dan pengembangan wilayah
dimana proyek dilaksanakan.
6. Aspek Finansial
Pengaruh finansial terhadap proyek.
Tujuan dilakukan analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat
keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2)
menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari
pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan
penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat
memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan 4)
menentukan prioritas investasi (Gray, et al, 1992).
3.2 Teori Biaya dan Manfaat
Dalam menganalisa suatu proyek tujuan analisa harus disertai dengan
definisi biaya dan manfaat. Biaya diartikan sebagai salah satu yang
26
membantu terlaksananya suatu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga
didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan
pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya dapat dibedakan sebagai
berikut :
1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya
bersifat jangka panjang, seperti tanah , bangunan, pabrik, dan mesin.
2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang
diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja.
3. Biaya lainnya, seperti pajak, bunga, dan pinjaman.
Manfaat dapat diartikan sebagai suatu yang dapat menimbulkan
kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi :
1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan
dirasakan sebagai akibat dari investasi seperti peningkatan pendapatan
dan kesempatan kerja.
2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh
dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama
proyek, seperti rekreasi.
Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan
suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian
investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai
manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat dalam situasi tanpa proyek.
Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul
3.3 Analisis Kelayakan Investasi
Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh
dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur manfaat suatu
proyek dapat digunakan dua cara. Yang pertama dengan menggunakan
perhitungan berdiskonto, yaitu suatu teknik yang dapat “menurunkan” manfaat
yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai
biaya pada masa sekarang dan yang kedua menggunakan perhitungan tidak
berdiskonto. Perbedaan dua cara ini terletak pada konsep Time Value of
Money yang digunakan pada model perhitungan berdiskonto. Model
perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum dibandingkan
perhitungan berdiskonto yaitu ukuran tersebut belum mempertimbangkan
secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger,
1986).
Konsep Time Value of Money menyatakan bahwa nilai sekarang
(present value) adalah ebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang
akan datang (future value) yang disebabkan dua hal, yaitu: 1) time preference
(sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi
dibandingkan jumlah yang sama yang tersedia di masa yang akan datang), 2)
Produktifitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat ini memiliki
peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang melalui
kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi
masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et al., 2001).
Kedua unsur tersebut berhubungan secara timbal balik di dalam pasar
28
sehingga dengan tingkat suku bunga dapat dimungkinkan untuk
membandingkan arus biaya dan manfaat yang penyebarannya dalam waktu
yang tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku bunga ditentukan melalui
proses “discounting” (Kadariah et al.,2001).