• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA JAMBU BIJI KASUS DI DESA BABAKAN SADENG, KECAMATAN LEUWISADENG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ICHFANI LISTIAWATI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN USAHA JAMBU BIJI KASUS DI DESA BABAKAN SADENG, KECAMATAN LEUWISADENG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ICHFANI LISTIAWATI H"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

ANAL

D

LISIS KEL

DI DESA B

LEUWI

D

FAKULT

INS

LAYAKA

BABAKAN

ISADENG

ICHFA H

EPARTE

TAS EKON

STITUT P

AN USAHA

N SADEN

G, KABUP

SKRIPSI NI LISTIA H34063101

MEN AG

NOMI DA

ERTANIA

BOGOR

2010

A JAMBU

NG, KECA

PATEN BO

WATI

RIBISNIS

AN MANA

AN BOGO

U BIJI KA

AMATAN

OGOR

S

AJEMEN

OR

i

ASUS

N

(2)

ii

RINGKASAN

ICHFANI LISTIAWATI. Analisis Kelayakan Usaha Jambu Biji Kasus di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI ).

Pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya potensi sumberdaya yang besar dan sangat beragam, besarnya penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian, serta pertanian merupakan basis dari pertumbuhan pedesaan di Indonesia. Salah satu subsektor dari sektor pertanian Indonesia adalah hortikultura. Di antara berbagai kelompok komoditas dalam subsektor hortikultura, buah-buahan merupakan kelompok komoditas yang mampu menghasilkan PDB tertinggi dibandingkan kelompok komoditas lainnya.

Lambo guava atau jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu jenis hortikultura kelompok komoditi buah-buahan yang banyak dijumpai di Indonesia. Produksi jambu biji Indonesia tidak hanya dipasarkan di pasar domestik, namun juga diekspor ke luar negeri. Meskipun demikian, jumlah konsumsi jambu biji Indonesia lebih besar jika dibandingkan dengan produksinya. Pada tahun 2008, terdapat selisih antara permintaan dan penawaran buah jambu biji di Indonesia yang cukup tinggi, sebesar 71,98 ton dan senantiasa meningkat setiap tahunnya (Deptan 2010). Hal ini merupakan peluang untuk mengembangkan usaha komoditas jambu biji.

Desa Babakan Sadeng yang terletak di Kecamatan Leuwisadeng merupakan salah satu sentra terbesar penghasil komoditas jambu biji di wilayah Kabupaten Bogor. Jenis jambu biji yang diusahakan adalah jambu biji merah getas. Namun, selama beberapa waktu terakhir, terjadi penurunan jumlah produksi dari rata-rata jambu biji yang dapat dihasilkan petani di Desa Babakan Sadeng. Selain itu, para petani sering menghadapi perubahan harga jual jambu biji. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang meninjau kelayakan usaha budidaya tanaman jambu biji, baik dari aspek finansial maupun non finansial, serta analisis mengenai pengaruh dari perubahan jumlah produksi dan perubahan harga jual jambu biji di Desa Babakan Sadeng.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis kelayakan usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ditinjau dari aspek non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan) dan aspek finansial, dan (2) menganalisis tingkat kepekaan usaha budidaya jambu biji terhadap penurunan jumlah produksi dan harga jual buah jambu biji.

Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dan informasi secara kualitatif terutama digunakan untuk keperluan analisis aspek non finansial, yang mencakup aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial usaha budidaya jambu biji.

Berdasarkan hasil analisis aspek non finansial, yang mencakup analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi dan

(3)

iii lingkungan, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng layak untuk diusahakan. Analisis aspek pasar menunjukkan peluang pasar jambu biji masih besar di Indonesia. Peluang pasar ini juga meningkat hampir pada setiap tahunnya, yang semakin mengindikasikan bahwa usaha budidaya jambu biji potensial untuk diusahakan dan dikembangkan di Indonesia.

Analisis terhadap aspek teknis menunjukkan bahwa aspek teknis dalam kegiatan budidaya jambu biji ini telah dilaksanakan dengan baik oleh para petani. Analisis aspek manajemen yang ditinjau pada faktor manajemen para petani dalam kegiatan budidaya, manajemen pemasaran hasil produksi, dan manajemen petani dalam kaitannya dengan kelembagaan Gapoktan, menunjukkan bahwa manajemen para petani telah dilakukan dengan baik dan sesuai. Segi aspek sosial ekonomi dan lingkungan menunjukkan bahwa usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng telah memberikan manfaat yang cukup banyak bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Berdasarkan analisis aspek finansial yang dilakukan pada luas lahan jambu biji 2.300 m2, usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng layak untuk dilaksanakan pada kondisi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai kriteria investasi NPV sebesar Rp 54.549.700,53, IRR sebesar 29 persen, Net B/C sebesar 2,18, dan PP selama 2 tahun, 5 bulan, dan 17 hari.

Hasil analisis sensitivitas pada usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan jumlah produksi jambu biji sebesar 42,86 persen, maka usaha budidaya jambu biji ini masih tetap layak untuk dilaksanakan. Sementara itu, jika terjadi penurunan harga jual jambu biji sebesar 60 persen, yaitu dari harga rata-rata sebesar Rp 2.000,00 menjadi Rp 800,00 per kg, maka usaha budidaya jambu biji ini menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis sensitivitas ini juga menunjukkan harga jual jambu biji merupakan variabel yang paling sensitif dan mempengaruhi usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng.

Berdasarkan analisis switching value, untuk variabel penurunan jumlah produksi jambu biji, penurunan yang masih diperbolehkan terjadi agar usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng masih layak diusahakan adalah maksimal sebesar 51 persen. Sedangkan untuk penurunan harga jual jambu biji, penurunan yang masih diperbolehkan adalah maksimal sebesar 45,5 persen atau harga jualnya menjadi Rp 1.090,00 per kg.

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan pada pelaksanaan usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng adalah: 1) Terkait dengan harga jual buah jambu biji, para petani dapat melakukan pemasaran buah jambu biji secara mandiri atau melakukan kerjasama dengan para pengecer agar menetapkan standar harga yang sesuai dan tidak saling merugikan, yaitu minimal memiliki harga jual Rp 1.090,00 per kg, 2) Sebaiknya para petani melakukan pengemasan dan penanganan pasca panen secara lebih baik, agar harga jual buah jambu biji dapat meningkat, misalnya dengan memberikan kemasan buah yang berasal dari bahan sterofoam, 3) Terkait dengan jumlah produksi jambu biji, para petani perlu mengupayakan agar tidak terjadi penurunan jumlah produksi lebih dari 51 persen, yang dapat diusahakan antara lain dengan melakukan teknik pemangkasan dan teknik penanaman pohon secara berkala sesuai dengan yang diarahkan oleh para penyuluh lapang.

(4)

iv

ANALISIS KELAYAKAN USAHA JAMBU BIJI KASUS

DI DESA BABAKAN SADENG, KECAMATAN

LEUWISADENG, KABUPATEN BOGOR

ICHFANI LISTIAWATI H34062830

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(5)

v Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Jambu Biji Kasus di Desa

Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor

Nama : Ichfani Listiawati

NRP : H34062830

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. NIP. 19530718 197803 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Jambu Biji Kasus di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Ichfani Listiawati H34062830

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Januari 1988. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Bhurhan Sutrisno dan Ibunda Rusmini.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Katulampa Bogor pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 2 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006.

Selama mengikuti pendidikan kuliah di IPB, penulis tercatat sebagai pengurus Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM IPB) pada periode kepengurusan 2007-2008, pengurus LDF FORMASI (Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam) FEM IPB pada Divisi Entrepreneur periode kepengurusan 2007-2008 dan sebagai Staf Divisi Syi’ar LDF FORMASI pada periode 2008-2009, serta sebagai anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) IPB selama tiga periode, yaitu pada tahun 2007 hingga 2010.

Selain itu, penulis juga aktif dalam mengikuti berbagai kompetisi pembuatan karya tulis ilmiah, esai, dan proposal bisnis, baik tingkat Perguruan Tinggi maupun tingkat Nasional. Prestasi yang telah diraih diantaranya adalah sebagai Juara III pada Lomba Business Plan BGTC FEM IPB tahun 2008, Finalis tingkat Nasional pada Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) tahun 2008 di Surabaya, Peringkat IV tingkat Nasional pada Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) bidang Seni tahun 2008 di Jogjakarta, Juara III tingkat IPB pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (LKTIA) dalam Mutsabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) Mahasiswa IV IPB tahun 2009, dan Finalis tingkat Nasional pada Kompetisi Karya Tulis Al-Qur’an (KKTA) dalam PIMNAS XXII tahun 2009 di Unibraw Malang.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan keridhoan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Kelayakan Usaha Jambu Biji Kasus di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor”.

Penelitian ini dilakukan atas dasar ketertarikan yang besar dari penulis terhadap aspek kelayakan usaha budidaya jambu biji yang dilakukan oleh para petani di Desa Babakan Sadeng. Terkait dengan penelitian yang dilakukan, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ditinjau dari aspek finansial dan aspek non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan), serta menganalisis tingkat kepekaan usaha budidaya jambu biji terhadap penurunan jumlah produksi dan harga jual buah jambu biji.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi karya yang bermanfaat bagi pembaca dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan pemahaman kita.

Bogor, Agustus 2010

(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis secara khusus ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang besar kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis, yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji departemen pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing akademik atas berbagai arahan dan bimbingan, serta semangat yang selalu diberikan kepada penulis. 5. Ibu Tintin Sarianti, Ibu Etriya, Ibu Eva Yolynda, Bapak Arif Karyadi

Uswandi, dan seluruh dosen Departemen Agribisnis yang telah begitu banyak memberikan ilmu, pengalaman, arahan, dan bimbingan dalam perjalanan kehidupan penulis selama berada di kampus.

6. Ibu Ida, Ibu Yoyoh, Ibu Dian, Pak Yusuf, dan seluruh staf Departemen Agribisnis yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis.

7. Seluruh petani jambu biji dan warga masyarakat Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, yang telah menjadi sumber informasi dan memberikan banyak bantuan dalam penelitian ini.

8. Ayahanda Bhurhan Sutrisno dan Ibunda Rusmini, beserta seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan semangat dan do’a serta kasih sayang dan bantuan yang tak ternilai kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

9. Syura Awathif Ahmad Abdul Wadud dan Firza Maudi, sahabat seperjuangan yang telah berbagi bersama dalam mengukir berbagai karya nyata dan pengalaman sangat berharga yang takkan terlupakan. Semoga Allah selalu meridhoi persahabatan kita.

(10)

x 10.Tita Nursyamsiah, Laura Revi B., dan Rina Kusrina, sahabat-sahabat satu

bimbingan yang berjuang bersama dan saling menyemangati dalam penyelesaian skripsi.

11.Indah P., Annisa Nur M., Okla Vivandri, dan Bagus Nugroho, sahabat satu tim gladikarya di Desa Babakan Sadeng yang telah memberikan banyak kenangan dan pengalaman berharga yang takkan terlupakan.

12.Triana Gita D., Dessy Natalia, Selly R., Agista R., Fatimah K.N., Ahmad Fadillah, Rojak Ade R., Dani Angga R., Ribut Yudho, Ach. Firman W., Dhida Praja S., Meilina F., Deni S., Fuji L., Ranti C., dan seluruh sahabat Agribisnis Angkatan 43 yang telah berjuang bersama-sama selama kurang lebih tiga tahun di Departemen Agribisnis.

13.Legis Tsaniyah, Apriesa S., Rohanah S., Ardiansyah H., Tyas S., Sadek Nur F., N. Iman S., dan sahabat-sahabat lainnya yang telah memberikan dukungan dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga segala bantuan, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini menjadi amal ibadah dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.

Bogor, Agustus 2010

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 9 1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Karakteristik Umum Tanaman Jambu Biji ... 11

2.2. Budidaya dan Masa Panen Jambu Biji ... 12

2.3. Manfaat Tumbuhan Jambu Biji ... 14

2.4. Potensi Usaha Budidaya Jambu Biji ... 15

2.5. Kajian Penelitian Terdahulu ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 25

3.1.1. Pengertian Proyek ... 25

3.1.2. Pengertian dan Tujuan Analisis Kelayakan Proyek ... 26

3.1.3. Aspek-aspek Analisis Kelayakan Proyek ... 27

3.1.4. Teori Biaya dan Manfaat ... 31

3.1.5. Laporan Laba Rugi ... 32

3.1.6. Laporan Cash Flow ... 33

3.1.7. Kriteria Investasi ... 34

3.1.8. Analisis Sensitivitas ... 34

3.1.9. Analisis Switching Value... 36

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

IV. METODE PENELITIAN ... 41

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

4.2. Metode Penentuan Responden ... 41

4.3. Desain Penelitian ... 42

4.4. Data dan Instrumentasi ... 42

4.5. Metode Pengumpulan Data ... 43

4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 44

4.6.1. Aspek Pasar ... 44

4.6.2. Aspek Teknis ... 45

4.6.3. Aspek Manajemen ... 45

4.6.4. Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan ... 45

4.6.5. Aspek Finansial ... 45

(12)

xii

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH ... 52

5.1. Kondisi Umum Kecamatan Leuwisadeng ... 52

5.2. Kondisi Umum Desa Babakan Sadeng ... 52

5.2.1. Letak Geografis ... 53

5.2.2. Iklim ... 53

5.2.3. Sumber Daya Manusia ... 54

5.2.4. Potensi Agribisnis ... 54

5.3. Karakteristik Petani Responden ... 55

5.4. Penjelasan Mengenai Gapoktan ... 56

VI. PEMBAHASAN ASPEK NON FINANSIAL ... 58

6.1. Analisis Aspek Pasar ... 58

6.1.1. Permintaan Pasar ... 58

6.1.2. Penawaran Pasar ... 59

6.1.3. Peluang Pasar ... 60

6.2. Analisis Aspek Teknis ... 61

6.2.1. Budidaya Jambu Biji Desa Babakan Sadeng ... 61

6.2.2. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 71

6.2.3. Panen dan Penanganan Pascapanen Jambu Biji ... 73

6.2.4. Pascapanen ... 74

6.3. Analisis Aspek Manajemen ... 76

6.3.1. Manajemen dalam Kegiatan Budidaya ... 76

6.3.2. Manajemen dalam Kegiatan Pemasaran ... 77

6.3.3. Manajemen dalam Gapoktan ... 78

6.4. Analisis Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan ... 79

6.4.1. Aspek Sosial ... 79

6.4.2. Aspek Ekonomi ... 80

6.4.3. Aspek Lingkungan ... 81

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL ... 82

7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) ... 82

7.1.1. Arus Masuk (Inflow) ... 82

7.1.2. Arus Keluar (Outflow) ... 84

7.2. Analisis Laba Rugi ... 88

7.3. Analisis Kelayakan Investasi ... 89

7.3.1. Net Present Value (NPV) ... 89

7.3.2. Internal Rate of Return (IRR) ... 89

7.3.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ... 90

7.3.4. Payback Period (PP) ... 90

7.4. AnalisisSensitivitas ... 91

7.4.1. Penurunan Jumlah Produksi ... 91

7.4.2. Penurunan Harga Jual ... 92

(13)

xiii

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

8.1. Kesimpulan ... 95

8.2. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai PDB Hortikultura Indonesia pada Tahun 2007-2008 ... 2 2. Volume Ekspor, Impor, dan Net Impor Buah Jambu Biji

di Indonesia pada Tahun 2005-2008 ... 3 3. Data Luas Panen, Total Produksi, dan Produktivitas Jambu Biji di

Lima Provinsi Penghasil Jambu Biji Terbesar di Indonesia

pada Tahun 2008 ... 4 4. Data Perkembangan Jumlah Produksi Jambu Biji Kabupaten Bogor

pada Tahun 2006-2008 ... 4 5. Peningkatan Net Impor Jambu Biji Nasional dan Penurunan

Jumlah Produksi Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng

Tahun 2007-2008 ... 7 6. Rincian Penggunaan Lahan di Desa Babakan Sadeng ... 52 7. Jumlah Permintaan dan Persentase Perubahan Permintaan

terhadap Buah Jambu Biji Masyarakat Indonesia pada

Tahun 2005-2008 ... 57 8. Jumlah Produksi dan Persentase Perubahan Produksi Buah

Jambu Biji di Indonesia pada Tahun 2005-2008 ... 58 9. Jumlah Permintaan, Penawaran, dan Peluang Pasar Buah Jambu

Biji di Indonesia pada Tahun 2005-2008 ... 59 10. Peralatan Pertanian Budidaya Jambu Biji Merah Getas yang

Digunakan Petani Desa Babakan Sadeng Tahun 2010 ... 62 11. Jenis-jenis Pupuk yang Digunakan dalam Budidaya Jambu Biji

Merah Getas di Desa Babakan Sadeng Tahun 2010 ... 65 12. Jenis-jenis Obat yang Digunakan Petani dalam

Budidaya Jambu Biji Merah Getas di

Desa Babakan Sadeng Tahun 2010 ... 69 13. Komponen Inflow pada Analisis Finansial Usaha

Budidaya Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng ... 82 14. Rincian Biaya Investasi dalam Budidaya Jambu Biji di

Desa Babakan Sadeng yang Digunakan dalam Perhitungan ... 84 15.Rincian Biaya Tetap dalam Budidaya Jambu Biji di

Desa Babak Sadeng ... 85 16. Rincian Penggunaan Biaya Variabel dalam Budidaya

Jambu Biji di Desa Babak Sadeng ... 87 17.Hasil Kelayakan Investasi dari Perhitungan Cashflow ... 88

(15)

xv 18.Perbandingan Jumlah Produksi Jambu Biji dalam Kondisi

Normal dan Kondisi Terjadi Penurunan

Jumlah Produksi (Kg) ... 90 19.Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas pada Perubahan

Jumlah Produksi Jambu Biji dalam Kondisi

Normal dan Terjadi Penurunan ... 91 20.Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas pada Perubahan

Harga Jual Jambu Biji dalam Kondisi Normal dan

Kondisi Terjadi Penurunan Harga ... 92 21.Perbandingan Hasil Analisis Switching Value pada Penurunan

Jumlah Produksi dan Penurunan Harga Jual dengan

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 40

2. Diagram Sebaran Jenjang Pendidikan Akhir Petani Responden ... 54

3. Diagram Sebaran Usia Petani Responden ... 54

4. Grafik Sebaran Luas Lahan Petani Responden ... 55

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Daerah-daerah

Penghasil Jambu Biji di Kabupaten Bogor ... 99 2. Luas Lahan dan Jumlah Pohon Petani Responden pada Usaha

Jambu Biji Merah Getas di Desa Babakan Sadeng ... 100 3. Rincian Peralatan Budidaya Setiap Petani Responden pada

Usaha Jambu Biji Merah Getas di Desa Babakan Sadeng ... 101 4. Rincian Penggunaan Tenaga Kerja Tetap Oleh Petani Responden

dalam Kegiatan Budidaya Jambu Biji ... 107 5. Rincian Penggunaan Tenaga Kerja Variabel Oleh Petani

Responden dalam Kegiatan Budidaya Jambu Biji ... 109 6. Rincian Penggunaan Pupuk Oleh Setiap Petani Responden dalam

Kegiatan Budidaya Jambu Biji ... 110 7. Rincian Penggunaan Obat Oleh Setiap Petani Responden dalam

Kegiatan Budidaya Jambu Biji ... 113 8. Rincian Hasil Panen Jambu Biji Setiap Petani Selama Umur

Budidaya dan Rata-Rata Hasil Produksi Jambu Biji di Desa

Babakan Sadeng ... 118 9. Rincian Biaya Investasi dalam Budidaya Jambu Biji di Desa

Babakan Sadeng yang Digunakan dalam Perhitungan ... 119 10. Rincian Jenis-jenis Pupuk yang Digunakan Para Petani

Responden dalam Kegiatan Budidaya Jambu Biji di Desa

Babakan Sadeng ... 120 11. Rincian Berbagai Jenis Obat yang Digunakan Para Petani

Responden dalam Kegiatan Budidaya Jambu Biji di Desa

Babakan Sadeng ... 124 12. Laporan Laba RugiKegiatan Budidaya Jambu Biji di Desa

Babakan Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2 ... 125 13. Cashflow Kegiatan Budidaya Jambu Biji di Desa Babakan

Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2 ... 127 14. Laporan Laba Rugi Analisis Sensitivitas Kegiatan Budidaya

Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng pada Luas Lahan

Rata-Rata 2.300 m2, dengan Penurunan Jumlah Produksi Jambu

(18)

xviii 15. Cashflow Analisis Sensitivitas Kegiatan Budidaya Jambu

Biji di Desa Babakan Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2, dengan Penurunan Jumlah Produksi Jambu Biji

Sebesar 42,86% ... 132 16. Laporan Laba Rugi Analisis Sensitivitas Kegiatan Budidaya

Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2, dengan Penurunan Harga Jual Jambu Biji Menjadi

Rp 800,- per Kg ... 135 17. Cashflow Analisis Sensitivitas Kegiatan Budidaya Jambu Biji

di Desa Babakan Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2, dengan Penurunan Harga Jual Jambu Biji Menjadi

Rp 800,- per Kg ... 137 18. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kegiatan Budidaya

Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2, dengan Penurunan Jumlah Produksi Jambu Biji

Sebesar 51% ... 140 19. Cashflow Analisis Switching Value Kegiatan Budidaya Jambu

Biji di Desa Babakan Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2, dengan Penurunan Jumlah Produksi Jambu Biji

Sebesar 51% ... 142 20. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kegiatan Budidaya

Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2, dengan Penurunan Harga Jual Jambu Biji Menjadi

Rp 1.090,00 per Kg ... 145 21. Cashflow Analisis Switching Value Kegiatan Budidaya Jambu

Biji di Desa Babakan Sadeng pada Luas Lahan Rata-Rata 2.300 m2, dengan Penurunan Harga Jual Jambu Biji Menjadi

Rp 1.090,00 per Kg ... 147 22. Siklus Budidaya Jambu Biji Desa Babakan Sadeng ... 150

(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara agraris, pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya potensi sumberdaya yang besar dan sangat beragam, besarnya penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian, serta pertanian merupakan basis dari pertumbuhan pedesaan di Indonesia. Berbagai upaya untuk memajukan pertanian kini menjadi fokus utama pembangunan Indonesia. Sejalan dengan tahapan perkembangan ekonomi, kegiatan-kegiatan jasa dan bisnis yang berbasis pertanian juga akan semakin meningkat, yaitu kegiatan agribisnis (termasuk kegiatan agroindustri) akan menjadi salah satu kegiatan unggulan (leading sector) pembangunan ekonomi nasional dalam berbagai aspek (Saragih 2001). Aspek-aspek yang dimaksud adalah seperti aspek sosial-kemasyarakatan, penyerapan ketenagakerjaan, dan peningkatan pendapatan nasional.

Pertanian (dalam arti sempit) sebagai salah satu sektor primer agribisnis dan perekonomian nasional, saat ini menjadi sektor yang terus dikembangkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh nilai investasi terhadap sektor pertanian (on farm) yang paling tinggi dibandingkan sektor primer lainnya dalam lingkup agribisnis hulu (on farm). Pada tahun 2008, investasi terhadap sektor pertanian mencapai 147,4 US$.juta, sementara untuk sektor primer lainnya, yaitu peternakan sebesar 4,5 US$.juta, sektor perikanan sebesar 2,4 US$.juta, dan untuk sektor kehutanan tidak ada investasi pada tahun 20081.

Pertanian sendiri memiliki beberapa cakupan subsektor, yaitu hortikultura, tanaman pangan, dan estetika. Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Kontribusi hortikultura pada PDB nasional cenderung meningkat. Pada tahun 2007, PDB subsektor hortikultura adalah sebesar Rp 76,79 trilliun, sedangkan pada tahun 2008 mencapai Rp 80,29 trilliun. Dengan demikian, terjadi peningkatan sebesar 4,55 persen. Peningkatan PDB ini tercapai karena adanya peningkatan produksi di

1

Perkembangan Realisasi PMA Menurut Sektor. 2009.

(20)

2 berbagai sentra dan kawasan dan peningkatan luas areal produksi dan areal panen. Perkembangan nilai PDB hortikultura nasional sejak tahun 2007 sampai 2008 per kelompok komoditas dapat diamati pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Indonesia pada Tahun 2007-2008

No. Kelompok Komoditi PDB (Milyar) Peningkatan/ Penurunan (%) Tahun 2007 Tahun 2008 1. Buah-Buahan 42.362 42.660 4,02 2. Sayuran 25.587 27.423 7,18 3. Tanaman Biofarmika 4.105 4.118 0,32 4. Tanaman Hias 4.741 6.091 28,48 Total 76.795 80.292 4,55

Sumber: Direktotat Jenderal Hortikultura Deptan, 20102

Di antara berbagai kelompok komoditas dalam subsektor hortikultura, dapat dilihat berdasarkan Tabel 1 tersebut, buah-buahan merupakan kelompok komoditas yang mampu menghasilkan PDB tertinggi dibandingkan kelompok komoditas lainnya. Indonesia memang dikaruniai berbagai jenis buah-buahan unggul yang jarang dapat ditemui di negara-negara lainnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh keadaan geografis Indonesia yang membuat berbagai jenis tumbuhan buah-buahan dapat tumbuh dengan subur dan berkembang baik.

Lambo guava atau jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu jenis hortikultura kelompok komoditi buah-buahan yang banyak dijumpai di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Brazilia, yang menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya, seperti Indonesia. Jambu biji memiliki banyak manfaat. Buah ini mengandung vitamin A dan vitamin C yang tinggi. Vitamin C yang dimiliki jambu biji enam kali lebih banyak dari jeruk dan 30 kali lebih banyak dari pisang. Selain itu, daun dan akarnya juga dapat digunakan sebagai obat tradisional, seperti diare, disentri, dan demam berdarah. Kayu jambu biji juga dapat dijadikan berbagai alat dapur karena memiliki karakter yang kuat dan keras.

Jambu biji merupakan tanaman tropis dan dapat tumbuh di daerah subtropis dengan intensitas curah hujan berkisar antara 1.000-2.000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Hal ini sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia,

2

Direktorat Jenderal Hortikultura Deptan. http://ditbuah.hortikultura.deptan.go.id [15 Maret 2010]

(21)

3 sehingga menghasilkan nilai produksi yang tinggi. Pada tahun 2008, produksi jambu biji di Indonesia mencapai 212.260 ton (Deptan 2010).

Produksi jambu biji Indonesia tidak hanya dipasarkan di pasar domestik, namun juga diekspor ke luar negeri, seperti Hongkong, Taiwan, Singapura, Arab Saudi, Belanda, Malaysia, Thailand, dan Swiss (Parimin, 2005). Meskipun demikian, jumlah konsumsi jambu biji Indonesia lebih besar jika dibandingkan dengan produksinya. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan volume ekspor jambu biji Indonesia yang lebih rendah dibandingkan volume impornya. Impor jambu biji Indonesia berasal dari negara Thailand, Filipina, dan sebagainya. Menurut Menteri Pertanian Suswono, impor jambu biji ini terjadi karena pasokan buah lokal tidak selalu tersedia, persaingan harga antara buah lokal dengan buah impor yang ketat, dan asumsi masyarakat Indonesia mengenai kualitas buah impor yang lebih baik dari buah lokal3. Hal ini yang menyebabkan terjadinya impor jambu biji di Indonesia, meskipun terdapat kegiatan ekspor jambu biji.

Perbandingan volume ekspor-impor jambu biji di Indonesia pada tahun 2005 hingga 2008 dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, dapat diamati bahwa hampir setiap tahun, kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap komoditas jambu biji masih belum dapat terpenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga kebutuhan ini dipenuhi melalui impor. Adanya net impor ini menunjukkan peluang yang besar dalam hal pengembangan usaha jambu biji di Indonesia.

Tabel 2. Volume Ekspor, Impor, dan Net Impor Buah Jambu Biji di Indonesia pada Tahun 2005-2008

No. Tahun Volume (Kg) Selisih dalam Kg

(Impor-Ekspor) Ekspor Impor 1. 2005 15.277 189.660 174.383 2. 2006 139.842 136.230 -3.612 3. 2007 37.306 90.546 53.240 4. 2008 54.434 126.411 71.977

Sumber: Direktotat Jenderal Hortikultura Deptan, 20104 (Data Diolah)

3

Festival Jambu Biji, Cintai Buah Lokal!. 2010.

http://gresnews.com/ch/Metropolitan/cl/Festival+Jambu+Biji/id/1265235/Cintai+Buah+Lokal [1 September 2010]

4

(22)

4 Konsumsi jambu biji oleh masyarakat Indonesia yang besar merupakan peluang baik untuk mengembangkan usaha komoditas jambu biji. Di Indonesia, terdapat banyak daerah penghasil jambu biji. Pulau Jawa merupakan sentra penanaman buah jambu biji terbesar di Indonesia yang meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sentra produksi terbesar terdapat di Provinsi Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Tabel 3, yang menunjukkan perbandingan produksi jambu biji beberapa provinsi di Indonesia, termasuk Jawa Barat pada tahun 2008.

Tabel 3. Data Luas Panen, Total Produksi, dan Produktivitas Jambu Biji di Lima Provinsi Penghasil Jambu Biji Terbesar di Indonesia pada Tahun 2008 No. Provinsi Luas Panen

(Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1. Jawa Barat 2.067 72.720 35,18 2. Jawa Tengah 1.417 23.413 16,52 3. Sumatra Utara 710 22.782 32,09 4. Jawa Timur 1.434 17.939 12,51

5. Nusa Tenggara Barat 967 15.587 16,12

Sumber: Direktotat Jenderal Hortikultura Deptan, 20105

Salah satu daerah sentra produksi jambu biji di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Pada Tahun 2008, jumlah produksi jambu biji yang dihasilkan Kabupaten Bogor adalah mencapai 37,82 ton (Lampiran 1). Meskipun jumlah produksi jambu biji ini tidak lebih tinggi daripada daerah lainnya di Jawa Barat, tetapi hasil produksi jambu biji di Kabupaten Bogor mampu memasok kebutuhan pasar jambu biji di berbagai daerah lainnya, seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi hingga ke Surabaya dan daerah lainnya.

Tabel 4. Data Perkembangan Jumlah Produksi Jambu Biji Kabupaten Bogor pada Tahun 2006-2008

Tahun Jumlah Produksi (Ton) Persentase (%)

2006 5.419

-2007 6.124 13,01

2008 37.819 517,55

Sumber: Direktotat Jenderal Hortikultura Deptan, 20106 (Data Diolah)

5

Ibid, Hlm 2

6

(23)

5 Tabel 4 menunjukkan perkembangan jumlah produksi jambu biji di Kabupaten Bogor pada tahun 2006 hingga tahun 2008. Pada tahun 2008, terdapat peningkatan produksi jambu biji yang mencapai 517,55 persen atau sekitar lima kali lipat dari jumlah produksi jambu biji yang dihasilkan pada tahun 2007.

Desa Babakan Sadeng yang terletak di Kecamatan Leuwisadeng merupakan salah satu sentra terbesar penghasil komoditas jambu biji di wilayah Kabupaten Bogor. Varietas jambu biji yang diusahakan adalah jambu biji merah getas (Psidium guajava L.). Pada tahun 2008, produksi jambu biji yang dihasilkan oleh Desa Babakan Sadeng adalah sebanyak 5.200 ton atau mencapai 13,75 persen dari jumlah produksi jambu biji Kabupaten Bogor (BPTP 2009). Hal ini merupakan potensi besar yang harus terus dikembangkan Desa Babakan Sadeng, mengingat adanya peluang yang besar dalam usaha budidaya jambu biji ini.

1.2. Perumusan Masalah

Desa Babakan Sadeng memiliki karakter pertanian lahan kering yang digunakan untuk perkebunan jambu biji, seluas 35 hektar. Dengan hasil produksi jambu biji pada tahun 2008 mencapai 5.200 ton, maka produktivitas rata-rata pertanian jambu biji di Desa Babakan Sadeng adalah sebesar 148,57 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian lahan kering jambu biji cocok untuk dikembangkan di daerah ini.

Sejak tahun 2005, Pemerintah Kota Bogor telah mencanangkan jambu biji sebagai “welcome drink” yang mencirikan kekhasan Kota Bogor. Produk jambu biji diusahakan menjadi produk yang menjadi brand image Kota Bogor, sebagaimana masyarakat mengenal Apel-Malang atau Mangga-Indramayu. Oleh karenanya sebagai salah satu sentra penghasil jambu biji, Desa Babakan Sadeng mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Bogor untuk mengembangkan komoditas ini guna mendukung pelaksanaan program pemerintah tersebut. Salah satu bentuknya adalah melalui Badan Penyuluh Pertanian (BPP) yang merupakan lembaga pemerintahan yang memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada para petani di Desa Babakan Sadeng.

Selain itu, Desa Babakan Sadeng juga merupakan salah satu desa di Jawa Barat yang mendapatkan Program Pemerintah, yaitu “Program Rintisan dan

(24)

6 Akselerasi Permasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian” yang disingkat Prima Tani. Program ini berlangsung selama tiga tahun, yaitu dari bulan November 2007 hingga bulan November 2009. Program ini ditujukan untuk memberikan pengarahan kepada para petani yang ada di Desa Babakan Sadeng untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan kegiatan agribisnis jambu biji.

Adanya program-program yang menunjang usaha budidaya komoditas jambu biji tersebut membuat jambu biji yang dihasilkan oleh Desa Babakan Sadeng memiliki produktivitas yang tinggi dibandingkan daerah lainnya. Namun, selama beberapa waktu terakhir, terjadi penurunan jumlah produksi dari rata-rata jambu biji yang dapat dihasilkan oleh petani di Desa Babakan Sadeng. Hal ini dapat ditunjukkan oleh perbandingan hasil produksi yang dihasilkan oleh salah seorang petani jambu biji di Desa Babakan Sadeng pada tahun 2009 dan tahun 2010, pada lahan jambu biji seluas satu hektar.

Pada bulan Juli 2009, hasil produksi jambu biji yang dihasilkan oleh petani Desa Babakan Sadeng adalah sebesar 624 kg pada bulan tersebut. Namun, pada bulan Maret 2010, terjadi penurunan produksi sebesar 16,67 persen, yaitu menjadi hanya 520 kg per bulan. Selain itu, penurunan jumlah produksi jambu biji ini juga dapat dilihat dari total produksi jambu biji di Desa Babakan Sadeng pada tahun 2008 yang mencapai sekitar 5.200 ton, sementara pada tahun 2009 menurun sebesar 42,86 persen menjadi 3.900 ton (BPTP 2009).

Sebagai salah satu daerah sentra penghasil jambu biji, penurunan jumlah produksi jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini dapat mempengaruhi beberapa hal, seperti penurunan jumlah pasokan buah jambu biji di pasaran dan dapat menjadi kendala tersendiri bagi program pemerintah yang dibuat mengenai komoditas jambu biji sebagai ikon Kota Bogor. Selain itu, penurunan jumlah produksi ini juga terjadi pada saat terdapat peningkatan permintaan masyarakat Indonesia pada komoditas jambu biji, yang dapat ditunjukkan oleh peningkatan net impor jambu biji. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5, yang bersumber dari data Departemen Pertanian dan BPTP Jawa Barat 2010.

(25)

7 Tabel 5. Peningkatan Net Impor Jambu Biji Nasional dan Penurunan Jumlah

Produksi Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng Tahun 2007-2008

No. Tahun Selisih Impor-Ekspor (Peluang) Persentase Peningkatan (%) Produksi Jambu Biji Desa Babakan Sadeng Persentase Peningkatan (%) 1. 2007 53.240 - 5.200 -2. 2008 71.977 26,03 3.900 -25,00

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada saat terdapat selisih antara impor dan ekspor (net impor) jambu biji di Indonesia yang menunjukkan adanya peluang usaha budidaya jambu biji yang meningkat, jumlah produksi jambu biji di Desa Babakan Sadeng justru menunjukkan penurunan. Permintaan masyarakat Indonesia terhadap buah jambu biji meningkat sebesar 26,03 persen pada tahun 2008 dari tahun 2007, sementara itu jumlah produksi jambu biji Desa Babakan Sadeng mengalami penurunan sebesar 25 persen. Hal ini menunjukkan adanya kontradiktif antara usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng dengan peluang yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Desa Babakan Sadeng. Oleh karena itu, diperlukan usaha pengembangan budidaya jambu biji.

Usaha pengembangan budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng sebagai salah satu sentra usaha budidaya jambu biji Kabupaten Bogor dapat dilakukan melalui kegiatan investasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan suatu analisis guna meninjau kelayakan pengembangan usaha budidaya jambu biji ini, baik dari aspek non finansial maupun dari aspek finansial.

Selain permasalahan mengenai penurunan jumlah produksi jambu biji di Desa Babakan Sadeng, terdapat hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai harga jual buah jambu biji oleh petani Desa Babakan Sadeng. Selama ini, jambu biji yang dihasilkan petani Desa Babakan Sadeng dijual ke berbagai daerah, seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Surabaya, Palembang, Lampung, dan sebagainya. Buah jambu biji ini disalurkan ke berbagai daerah tersebut dengan menggunakan jasa para tengkulak (pedagang pengumpul). Petani menjual jambu biji yang dihasilkan setiap sekitar 3-4 hari sekali kepada para tengkulak dengan harga berkisar antara Rp 800,00 hingga Rp 2.500,00 per kg7.

7

(26)

8 Harga terendah yang dijual dari petani kepada para tengkulak, yaitu sebesar Rp 800,00 per kg dapat terjadi ketika petani jambu biji menghadapi musim hujan, yang mana pada saat tersebut jambu biji yang dihasilkan sangat melimpah, sehingga harga jambu biji turun drastis. Sementara itu, harga jual sebesar Rp 2.500,00 per kg terjadi pada saat musim kemarau. Pada kondisi normal, petani menjual jambu biji kepada para tengkulak dengan harga rata-rata sebesar Rp 2.000,00 per kg. Selain itu, para petani juga mendistribusikan jambu biji yang dihasilkan ke pengecer buah yang ada di wilayah Bogor, seperti warung dan toko buah. Kepada para pengecer, petani biasanya menjual jambu biji dengan harga tetap yaitu sebesar Rp 3.000,00 per kg (BPTP 2009).

Adanya keragaman harga jual jambu biji yang dihadapi oleh para petani Desa Babakan Sadeng menjadikan para petani ini harus selalu siap menghadapi perubahan harga tersebut. Para petani tentu dapat memperoleh keuntungan jika harga jambu biji berada pada tingkat harga tertinggi, yaitu Rp 3.000,00 per kilogram yang dijual kepada para pengecer. Namun, kondisi ini pada kenyataannya dinilai belum menguntungkan secara keseluruhan bagi para petani, karena jambu biji yang dijual kepada para pengecer hanyalah sebagian kecil dari hasil panen jambu biji dan sangat jarang dijual langsung kepada pengecer. Sementara itu, hampir seluruh hasil panen selalu dijual kepada para tengkulak. Sehingga, petani harus selalu siap ketika menjual dengan harga terendah sebesar Rp 800,00 per kilogram kepada para tengkulak ketika menghadapi musim hujan.

Adanya faktor penurunan jumlah produksi dan perubahan harga jual yang saat ini selalu dihadapi para petani jambu biji, membuat usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini juga perlu untuk ditinjau aspek sensitivitas kelayakannya, ketika perubahan faktor-faktor tersebut terjadi. Dengan demikian, dapat ditinjau sejauh mana perubahan faktor penurunan jumlah produksi dan penurunan harga ini dapat mempengaruhi kelayakan dari usaha yang dilakukan oleh para petani jambu biji di Desa Babakan Sadeng. Selain itu, juga perlu diketahui sejauh mana faktor penurunan jumlah produksi dan penurunan harga jual jambu biji ini dapat terjadi, sehingga usaha budidaya jambu biji ini masih layak untuk diusahakan.

(27)

9 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan suatu analisis yang meninjau kelayakan usaha budidaya tanaman jambu biji, baik dari aspek finansial maupun non finansial, serta analisis mengenai pengaruh dari perubahan jumlah produksi dan perubahan harga jual jambu biji di Desa Babakan Sadeng. Oleh karenanya, penelitian ini dibuat dengan perumusan masalah berupa:

1) Bagaimana kelayakan aspek non finansial dari usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ditinjau dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan?

2) Bagaimana kelayakan aspek finansial dari usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng?

3) Bagaimana tingkat kepekaan usaha budidaya jambu biji terhadap penurunan jumlah produksi dan harga jual buah jambu biji?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis kelayakan usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ditinjau dari aspek non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan) dan aspek finansial.

2) Menganalisis tingkat kepekaan usaha budidaya jambu biji terhadap penurunan jumlah produksi dan harga jual buah jambu biji.

1.4. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan juga tujuan dari penelitian yang telah dituliskan sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bentuk pengaplikasian berbagai ilmu yang telah didapatkan selama masa kuliah dan mampu melatih kemampuan mengenai analisis studi kelayakan usaha, sehingga dapat diterapkan dalam usaha bisnis yang nyata.

2) Bagi pihak Desa Babakan Sadeng, terutama bagi para petani jambu biji dan pihak pemerintah desa di Desa Babakan Sadeng, penelitian ini diharapkan

(28)

10 dapat menjadi acuan dan masukan yang bermanfaat dalam menentukan keberlanjutan usaha agribisnis jambu biji di Desa Babakan Sadeng.

3) Bagi para calon investor, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam perencanaan investasi jambu biji di Desa Babakan Sadeng.

4) Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian dengan topik studi kelayakan bisnis ini dilakukan untuk menganalisa kelayakan usaha dari budidaya jambu biji merah getas di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan dengan ruang lingkup yang mencakup aspek-aspek non finansial dan aspek finansial dari usaha budidaya jambu biji ini. Penelitian dilakukan dengan melibatkan para petani jambu biji di Desa Babakan Sadeng sebagai responden utama dalam kegiatan wawancara untuk pengumpulan data.

Penelitian kelayakan usaha untuk usaha budidaya jambu biji ini memiliki batasan penelitian berupa metode analisis secara kualitatif yang dilakukan untuk merumuskan aspek-aspek non finansial, seperti halnya pada penelitian-penelitian lainnya dengan topik yang sama. Selain itu, untuk memudahkan dalam kegiatan analisis aspek finansial, dilakukan pembuatan beberapa buah asumsi dalam perhitungan yang dapat dilihat pada penjelasan metode penelitian. Meskipun memiliki beberapa batasan, namun diharapkan penelitian ini tetap memiliki esensi sesuai dan menghasilkan kesimpulan yang akurat dan bermanfaat besar bagi banyak pihak.

(29)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jambu biji sebagai salah satu komoditas agribisnis dalam sektor pertanian primer, memiliki beberapa keunggulan yang menjadikan jenis buah ini sangat diminati oleh masyarakat luas. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mengetahui berbagai manfaat dan potensi dari buah jambu biji. Konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap jambu biji menjadikan buah ini memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan usaha budidayanya.

2.1. Karakteristik Umum Tanaman Jambu Biji

Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu jenis hortikultura kelompok komoditi buah-buahan yang banyak dijumpai di Indonesia. Jambu biji memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah berwarna putih atau merah dan memiliki rasa asam-manis dan manis. Tanaman buah jenis perdu ini berasal dari Brazilia, Amerika Tengah, yang menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya, termasuk Indonesia (Parimin 2007).

Jambu biji merupakan tanaman tropis dan dapat tumbuh di daerah subtropis dengan intensitas curah hujan berkisar antara 1.000-2.000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Jambu biji dapat tumbuh subur pada daerah dengan ketinggian antara 5-1.200 m dpl. Tanaman jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 23-28oC di siang hari. Kelembaban udara yang diperlukan tanaman ini cenderung rendah. Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu biji.

Salah satu keunggulan tanaman jambu biji adalah dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Jambu biji dapat tumbuh optimal pada lahan yang subur dan gembur serta banyak mengandung unsur nitrogen dan bahan organik, atau pada tanah yang liat dan sedikit pasir. Derajat keasaman tanah (pH) tanaman jambu biji tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman lainnya, yaitu antara 4,5-8,2.

Di Indonesia, tanaman jambu biji tersebar dan dibudidayakan di seluruh provinsi di Indonesia. Karakteristik tanaman jambu biji yang cocok dengan kondisi geografis Indonesia, menjadikan tanaman ini banyak dikembangkan oleh petani di berbagai wilayah di Indonesia. Pada tahun 2008, luas panen tanaman jambu biji di Indonesia mencapai 10.800 ha dengan nilai total produksi sebesar

(30)

12 212.260 ton8. Pulau Jawa merupakan sentra penanaman buah jambu biji terbesar di Indonesia, meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sentra produksi terbesar jambu biji terdapat di Provinsi Jawa Barat.

Terdapat beberapa jenis buah jambu biji yang dikenal di Indonesia, yaitu jambu sukun, jambu bangkok, jambu merah, jambu pasar minggu, jambu sari, jambu apel, jambu palembang, dan jambu merah getas. Jambu biji jenis merah getas merupakan hasil silangan jambu bangkok dengan jambu pasar minggu yang berdaging buah merah. Hasil silangan ini memang memiliki sifat yang dapat diunggulkan dari kedua induknya. Secara umum keunggulan dari jambu jenis ini adalah ukurannya besar, daging buahnya tebal, teksturnya lunak, bijinya sedikit, rasanya manis, dan aromanya harum. Produktivitas jambu biji merah getas tergolong tinggi, mengikuti produktivitas induk jambu bangkok yang tinggi. Dalam berproduksi, jenis jambu biji ini tidak mengenal musim atau dapat berbuah sepanjang tahun.

2.2. Budidaya dan Masa Panen Jambu Biji

Soedarya (2010) menyatakan bahwa dalam melakukan kegiatan budidaya jambu biji, terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh pembudidaya, yaitu:

1) Pengolahan media tanam, mencakup kegiatan: persiapan lahan, pembukaan lahan, pembentukan bedengan, pengapuran lahan, dan pemupukan.

2) Penanaman, mencakup kegiatan: penentuan pola tanaman, pembuatan lubang penanaman, dan penanaman bibit jambu biji.

3) Pemeliharaan tanaman, mencakup kegiatan: penjarangan dan penyulaman, penyiangan, pembubunan (pembalikan dan penggemburan tanah agar tetap dalam keadaan lunak), perempalan (pemangkasan pada ujung cabang-cabang pohon jambu biji), pemupukan, pengairan dan penyiraman, penyemprotan pestisida, dan pemeliharaan lain berupa pembungkusan buah jambu biji dengan menggunakan plastik. Hal ini bertujuan untuk melindungi agar buah tidak mudah dimakan oleh binatang seperti kalong atau ulat dan menjaga agar

8

(31)

13 buah tetap tumbuh dengan baik. Buah jambu biji yang dibungkus plastik juga memiliki kulit buah yang lebih halus dan bagus dibandingkan dengan buah yang tidak dibungkus plastik. Dengan cara ini, petani dapat menjual jambu biji dengan harga yang lebih tinggi di pasar dibandingkan harga biasanya.

Rismunandar (1989) menyebutkan bahwa pada umumnya, tanaman jambu biji akan mulai berbuah pada usia 2-3 tahun setelah masa penanamannya, namun masih sedikit jumlah buah yang dapat dihasilkan per pohonnya. Sementara itu, untuk jambu biji yang pembibitannya dilakukan dengan melalui metode cangkok atau stek, sudah dapat berbuah pada usia 6-12 bulan setelah penanaman. Pada tahun pertama, pohon jambu biji dapat menghasilkan sekitar 2-4 buah per tanaman per tahun. Pada tahun kedua, dapat dihasilkan sekitar 10-25 buah per tanaman per tahun. Pada tahun ketiga, pohon jambu biji mampu berproduksi menghasilkan sekitar 30-45 kg buah per tanaman per tahun.

Pohon jambu biji akan mengalami masa optimal sejak berumur 4 tahun, dengan menghasilkan sekitar 60-75 kg buah per tanaman per tahun dan akan terus bertambah, hingga berumur 10-15 tahun. Sementara untuk jambu biji hasil cangkok atau stek, akan berproduksi optimal sejak berumur dua tahun dan akan terus bertambah hingga berumur sekitar enam tahun. Pada umur tersebut, pohon jambu biji, khususnya jambu biji merah getas, akan menghasilkan buah jambu biji yang sangat banyak, manis, berukuran besar, dan beraroma khas jambu biji. Masa produksi pohon jambu biji diperkirakan mencapai 30 tahun. Sementara untuk pohon jambu biji yang ditanam melalui metode cangkok atau stek, hanya berumur hingga 15 tahun.

Menurut Rismunandar, rata-rata pada sebuah pohon jambu biji dapat dihasilkan buah jambu biji sebanyak 360 buah per pohon atau menghasilkan sekitar 72 kg buah jambu biji per tahunnya. Jika menggunakan konversi, dapat dihasilkan sekitar 4.320 kg jambu biji per tahun pada 1 ha lahan kebun jambu biji dengan jumlah sebanyak 60 buah pohon.

Panen buah jambu biji dilakukan pada umur 109-114 hari setelah bunga mekar untuk konsumsi segar. Sementara, untuk buah jambu biji yang digunakan untuk diolah, sebaiknya dipanen antara 112-113 hari setelah bunga mekar. Jambu biji umumnya dipanen dengan memperhatikan perubahan warna kulit buah,

(32)

14 karena cukup sulit dalam memperhitungkan hari. Buah jambu biji yang telah matang memiliki beberapa ciri, yaitu warna kulit buah telah sesuai dengan jenis jambu biji yang ditanam, yakni pada umumnya jambu bewarna hijau pekat menuju hijau muda ke putih-putihan, dan aroma khas jambu biji sudah tercium dari buah. Cara pemanenan yang terbaik adalah dengan memetik buah beserta tangkainya yang sudah matang, sekaligus melakukan pemangkasan pohon agar tidak menjadi rusak. Pemangkasan juga dilakukan agar pohon jambu biji dapat bertunas kembali dengan baik, sehingga dapat cepat berbuah kembali.

2.3. Manfaat Tumbuhan Jambu Biji

Jambu biji memiliki banyak manfaat. Berdasarkan penelitian Pratomo9, buah jambu biji menjadi salah satu buah terbaik yang termasuk dalam kategori pangan fungsional. Buah ini mengandung zat aktif antioksidan yang tinggi dalam asam asorbat (bakal vitamin C), karoten (bakal vitamin A) dan anthocyanin, serta serat pangan dalam bentuk pektin, dengan kadar gula delapan persen. Vitamin C yang dimiliki jambu biji enam kali lebih banyak dibandingkan jeruk dan 30 kali lebih banyak dibandingkan pisang.

Pada penelitian mengenai total kandungan fenolik (TSP), aktivitas antioksidan dan antiproliferatif buah jambu biji merah pada sel melanoma, berhasil disimpulkan bahwa buah ini merupakan sumber utama antioksidan dan agen antikanker. Selain itu, juga diketahui bahwa nilai TSP dan TAA (total asam asorbat) jambu biji merah berada di peringkat pertama dari berbagai jenis buah-buahan lainnya yang ada, yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas. Penelitian ini juga menunjukkan adanya kandungan hormon insulin dan glukosa darah dalam pektin (serat pangan) dalam jambu biji yang sangat baik untuk penderita diabetes. Selain itu, menurut dokumentasi Parimin dan LPDII-LIPI, di berbagai daerah, jambu biji lazim digunakan sebagai bahan utama pengobatan untuk sakit demam berdarah dengue (DBD) dan juga dipergunakan sebagai penguat jantung, membantu sistem perncernaan, dan antikanker.

9

Pratomo. 2008. Superioritas Jambu Biji dan Buah Naga dalam Harian Suara Merdeka . http://obortani.com/read/2009/02/11/40-corporate-social-responsibility-csr.html. [19 April 2010]

(33)

15 Selain buahnya, daun dan akar jambu biji juga dapat digunakan sebagai obat tradisional, seperti diare, disentri, dan demam berdarah. Kayu jambu biji juga dapat dijadikan berbagai alat dapur karena memiliki karakter yang kuat dan keras.

2.4. Potensi Usaha Budidaya Jambu Biji

Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk dalam komoditi internasional. Jambu biji telah dibudidayakan di lebih dari 150 negara seperti Jepang, Taiwan, India, Brazil, Filipina, Thailand, dan Indonesia. Seperti berbagai jenis buah tropis lainnya, buah jambu biji biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar dan dijadikan bahan baku pangan olahan seperti jus, dodol, sirup, selai, jeli, dan sebagainya.

Menurut Pratomo10, sejak tahun 2004 jambu biji khususnya jambu biji merah getas menjadi primadona buah, karena terbukti sangat bermanfaat bagi penyembuhan penderita sakit demam berdarah. Berdasarkan penelitian Pratomo, telah dibuktikan bahwa buah jambu biji (guava) dan buah naga (dragon fruit) merupakan dua jenis buah terbaik yang memenuhi kriteria sebagai pangan fungsional dibandingkan berbagai jenis buah dan sayuran yang ada.

Pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang memenuhi tiga syarat, yaitu: 1) memiliki penampilan yang serupa dengan makanan konvensional pada umumnya, serta terbukti memiliki manfaat fisiologis dan/atau mengurangi risiko penyakit kronis, di luar fungsi dasarnya sebagai penyedia nutrisi; 2) produk yang mengandung ramuan khusus, yang menawarkan manfaat pengobatan kepada konsumen dan tercakup pada makanan sehari-hari, dan; 3) suatu makanan dapat dihargai sebagai pangan fungsional jika secara memuaskan bisa menunjukkan satu atau lebih pengaruh yang bermanfaat bagi fungsi tubuh, di luar nilai gizi yang dipenuhi, dengan cara meningkatkan kesehatan dan kebugaran atau mengurangi risiko penyakit. Untuk kandungan TSP (total kandungan fenolik) dan TAA (total asam asorbat), jambu biji merah berada di peringkat pertama dari berbagai jenis buah-buahan lainnya yang ada, sementara buah naga berada di peringkat keempat. Permintaan masyarakat terhadap buah jambu biji semakin meningkat hampir pada setiap tahun. Pada tahun 2007, permintaan masyarakat terhadap

10

(34)

16 jambu biji mencapai 179.500 ton dan meningkat sebesar 18,27 persen pada tahun 2008 menjadi 212.300 ton11. Selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, jambu biji juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hotel, restoran, swalayan, serta industri pengohalan, baik di dalam negeri maupun luar negeri dalam bentuk ekspor. Meningkatnya pemanfaatan jambu biji sebagai bahan baku berbagai produk olahan, seperti jus, dodol, sirup, selai, jeli, dan puree, juga membuat usaha budidaya jambu biji semakin dirasa penting untuk dikembangkan.

Sementara itu, dari segi penawaran, jambu biji hampir selalu mengalami peningkatan penawaran pada setiap tahunnya. Pada tahun 2008, volume produksi komoditas jambu biji Indonesia mencapai 212.260 ton, yang meningkat sebesar 18,27 persen dari tahun 2007 sebesar 179.474 ton12. Jambu biji yang dihasilkan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kebutuhan ekspor. Ekspor komoditas jambu biji Indonesia dilakukan ke negara-negara seperti Hongkong, Taiwan, Singapura, Arab Saudi, Belanda, Malaysia, Thailand, dan Swiss (Parimin, 2005). Namun, kebutuhan masyarakat dalam negeri masih belum dapat terpenuhi, sehingga masih dilakukan impor buah jambu biji yang melebihi jumlah ekspor yang dilakukan, yang terjadi hampir pada setiap tahun.

Adanya net impor (selisih impor dengan ekspor) komoditas jambu biji seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, yaitu sebesar 72 ton pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 35,19 persen dari tahun 2007, semakin mengindikasikan bahwa usaha budidaya jambu biji sangat potensial untuk dikembangkan di negara Indonesia, mengingat Indonesia juga telah memiliki kondisi geografis yang sangat cocok untuk usaha budidaya jambu biji.

2.5. Kajian Penelitian Terdahulu

Pada kajian penelitian terdahulu, peneliti mengambil tinjauan beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, yaitu studi kelayakan bisnis, baik studi kelayakan bisnis pada studi kasus sektor budidaya komoditas maupun studi kasus pada perusahaan. Terdapat tinjauan penelitian terdahulu dalam kajian ini

11

Direktorat Jenderal Hortikultura Deptan. op.cit. Hlm 2

12

(35)

17 yang membahas mengenai kelayakan usaha komoditas srikaya organik dan pohon jati. Tinjauan ini merupakan bentuk pendekatan dari tinjauan analisis kelayakan usaha pada subsektor hortikultura, dikarenakan masih sedikitnya penelitian mengenai kelayakan usaha jambu biji.

Selain itu, peneliti mengkaji penelitian yang lebih khusus pada komoditas jambu biji, yaitu penelitian mengenai tataniaga komoditas jambu biji, studi kelayakan usaha jambu biji, dan studi kelayakan produk olahan jambu biji. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan beberapa kajian yang dapat digunakan untuk melengkapi penelitian ini dan untuk membandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini, sehingga dapat menunjukkan adanya persamaan, keunggulan, maupun kelemahan pada penelitian.

Tiara (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Usaha Srikaya Organik pada Perusahaan Wahana Cory Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis kelayakan non finansial perusahaan buah srikaya organik di Wahana Cory dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan, (2) menganalisis kelayakan pengusahaan buah srikaya organik di Wahana Cory dilihat dari aspek finansial, (3) menganalisis tingkat kepekaan kondisi kelayakan pengusahaan buah srikaya organik di Wahana Cory terhadap perubahan jumlah produksi srikaya organik serta peningkatan biaya operasional.

Hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial, yaitu analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan srikaya organik yang dijalankan oleh Wahana Cory layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena permintaan yang tinggi dan penawaran yang masih terbatas serta harga jual yang tinggi menjanjikan bahwa usaha srikaya organik dapat mendatangkan keuntungan. Berdasarkan aspek teknis, pengusahaan srikaya organik menggunakan peralatan yang relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada umumnya. Berdasarkan aspek manajemen, perusahaan telah menjalankan fungsi-fungsi manajemen dan mempunyai struktur organisasi dengan pembagian kerja yang jelas. Berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan srikaya organik dapat memberikan kontribusi kepada negara berupa pajak, ikut serta dalam melestarikan

(36)

18 lingkungan karena usaha yang dijalankan tidak menimbulkan limbah yang dapat membahayakan lingkungan sekitar proyek, dan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat di sekitar lokasi usaha.

Hasil analisis terhadap aspek finansial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR dan payback period, pengusahaan srikaya organik oleh Wahana Cory layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari analisis finansial yang menunjukan bahwa NPV > 0 yaitu sebesar Rp 1.034.057.46,24, Net B/C > 1 yaitu sebesar 2,75 dan IRR sebesar 26,86 persen, dimana ini lebih besar dari tingkat suku bunga (discount rate) sebesar 9 persen. Serta Payback Period yang diperoleh dalam pengusahaan srikaya organik adalah 5 tahun 8 bulan. Jika dilihat dari analisis switching value, penurunan jumlah produksi pengusahaan srikaya organik adalah hal yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha dibandingkan dengan penurunan biaya operasional.

Puspitasari (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara)”. Tujuan dari penelitian adalah: (1) menganalisis kelayakan usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN ditinjau dari aspek pasar, teknis, teknologi, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan, (2) menganalisis kelayakan finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN yang menerapkan pola bagi hasil, dan (3) menganalisis kepekaan (sensitivitas) usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN terhadap perubahan biaya operasional dan jumlah produksi.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial, yaitu analisis aspek pasar, teknis, teknologi, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN ini layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial menunjukkan usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN juga layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV yang didapatkan dari hasil analisis finansial ini lebih besar dari nol, yaitu sebesar Rp 42.714.598.081,00 (NPV < 0), Net B/C sebesar 6 (Net B/C > 1), IRR sebesar 48 persen yang lebih besar dari discout rate yang digunakan yaitu 9 persen, dan PP selama 5 tahun 6 bulan 20 hari, serta nilai BEP usaha ini adalah sebanyak 30.510 pohon.

(37)

19 Berdasarkan hasil analisis switching value, penurunan jumlah produksi tanaman JUN lebih berpengaruh (lebih sensitif) dibandingkan dengan peningkatan biaya operasional. Batas penurunan jumlah produksi tanaman JUN agar usaha ini tetap layak dilaksanakan adalah sebesar 12,74 persen, sedangkan batas peningkatan biaya operasional adalah sebesar 65,54 persen.

Sumardi (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Efisiensi Pemasaran Jambu Biji (Psidium guajava) (Studi Kasus Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor)”. Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan yaitu mengidentifikasi dan menganalisis sistem pemasaran melalui saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar jambu biji Desa Cilebut Barat, serta menganalisis efisiensi pemasaran melalui margin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan-biaya yang diterima petani jambu biji di Cilebut Barat.

Berdasarkan penelitian, terdapat beberapa lembaga pemasaran jambu biji di Desa Cilebut Barat, yaitu petani sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan konsumen akhir. Dari total produksi (3 bulan terakhir) jambu biji yang dipasarkan, volume penjualan petani pada saluran 1 adalah 9.097 kg (26,82 persen), saluran 2 sebanyak 22.162 kg (65,33 persen), dan saluran 3 sebanyak 2.665 kg (7,86 persen).

Pola saluran pemasaran 1 terdiri dari: petani-pedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen akhir. Pola saluran pemasaran 2 merupakan benetuk saluran pemasaran paling panjang dalam tataniaga jambu biji ini. Pola saluran 2 ini terdiri dari: petani-pedagang pengumpul-pedagang besar-pengecer-konsumen akhir. Pola ini juga merupakan bentuk pola yang paling banyak digunakan oleh petani di Desa Cilebut Barat. Pola saluran pemasaran 3 merupakan pola saluran pemasaran yang terpendek. Pola ini memiliki bentuk saluran pemasaran: petani-pedagang pengecer-konsumen akhir.

Fungsi-fungsi pemasaran yang dijalankan oleh lembaga pemasaran diklasifikasikan menjadi tiga fungsi, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Struktur pasar yang dihadapi petani jambu biji di Desa Cilebut Barat mengarah pada struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul mengarah pada struktur pasar oligopoli. Struktur pasar yang

(38)

20 terbentuk pada pedagang besar mengarah pada struktur pasar oligopoli terdiferensiasi. Sementara itu, struktur pasar yang dihadapi pedagang kecil mengarah pada struktur pasar persaingan (competitive market).

Pada penelitian ini, dijelaskan pada saluran 1, petani menjual jambu biji dengan harga Rp 1.633,33 per kg kepada pedagang pengumpul. Pada saluran 2, petani menerima harga jual Rp 1.894,44 per kg dari pedagang pengumpul. Sementara itu pada saluran 3, petani menerima harga jual dari pengecer sebesar Rp 1.666,66 per kg jambu biji.

Margin pemasaran pada saluran pemasaran 1 adalah Rp 2.066,67 dengan total biaya pemasaran Rp 932,86 dengan total keuntungan sebesar Rp 1.200,47 per kg. Margin pemasaran yang terbentuk pada pola saluran pemasaran 2 adalah sebesar Rp 3.605,56 per kg dengan total biaya pemasaran sebesar Rp 1.548,71 dan keuntungan Rp 2.056,85. Sementara itu, margin pemasaran pada saluran pemasaran 3 adalah Rp 1.833,34 per kg dengan total biaya pemasaran Rp 850,89 dan total keuntungan sebesar Rp 982,45 per kg.

Dari penelitian mengenai tataniaga jambu biji ini, didapatkan informasi mengenai harga jual dan sistem pemasaran jambu biji yang terjadi di Desa Cilebut Barat. Dengan informasi ini, peneliti mendapatkan perbandingan mengenai harga jual jambu biji yang terjadi di Desa Cilebut Barat dengan harga jual jambu biji yang terjadi di Desa Babakan Sadeng. Informasi ini juga dapat menjadi bahan pendukung dalam melakukan analisis kelayakan dari aspek pasar dan aspek finansial jambu biji di Desa Babakan Sadeng.

Oktaviana (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Usaha dan Optimalisasi Produksi Pengolahan Jambu Biji (Psidium Guajava L), (Kasus Gapoktan KUAT, Desa Kaliwungu, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah)”. Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan yaitu: (1) menganalisis kelayakan usaha pengolahan jambu biji dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan, (2) menganalisis kelayakan finansial usaha pengolahan jambu biji, (3) menganalisis sensitivitas usaha pengolahan jambu biji, dan (4) menganalisis kombinasi tingkat produksi optimal puree dan sari buah jambu biji.

(39)

21 Berdasarkan analisis aspek pasar, sebagai usaha satu-satunya di Karesidenan Banyumas, usaha pengolahan jambu biji memiliki peluang peluang pengembangan usaha dimana masyarakat Kabupaten maupun Karesidenan Banyumas dapat menjadi target pasar bagi produk olahan jambu biji yaitu puree dan sari buah, sehingga layak diusahakan menurut aspek pasar ini. Dari aspek teknis, pemilihan lokasi dan teknologi pengolahan yang digunakan juga dinyatakan layak untuk diusahakan. Berdasarkan analisis aspek manajemen, usaha pengolahan dengan pelaksana produksi berada di bawah tanggung jawab Gapoktan KUAT juga layak untuk dilaksanakan.

Hasil analisis aspek finansial untuk kedua skenario pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan berbahan dasar jambu biji tersebut layak dilaksanakan. Pada skenario I, diperoleh nilai NPV selama 10 tahun sebesar Rp 590.245.001,64. Untuk kriteria IRR dan Net B/C adalah tak terhingga, sedangkan nilai payback period tidak dapat dihitung. Hal ini dikarenakan nilai Present Value (PV) yang dihasilkan selalu positif, yang berarti usaha pengolahan ini sangat layak untuk dijalankan. Pada skenario II diperoleh nilai NPV sebesar Rp 434.181.938,32; IRR 45 persen; Net B/C 4,2; dan PP selama 5 tahun 7 hari. Hal tersebut menunjukkan ada atau tidaknya bantuan investasi dari pemerintah, usaha pengolahan jambu biji masih layak untuk dijalankan.

Hasil analisis switching value pada penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan tiga variabel, yaitu jumlah produksi puree dan sari buah, biaya bahan baku jambu biji, dan tingkat harga output puree dan sari buah. Pada skenario I dan II, usaha tersebut masih layak dijalankan jika produksi turun maksimal sebesar 22,27 persen dan 16,38 persen, harga bahan baku naik maksimal sebesar 38,85 persen dan 21,23 persen, dan harga puree dan sari buah turun maksimal sebesar 22,27 persen dan 16,38 persen. Dari kedua skenario, perubahan volume produksi dan harga jual produk puree dan sari buah merupakan variabel yang lebih sensitif terhadap tingkat kelayakan usaha.

Sementara itu, hasil analisis optimalisasi produksi puree dan sari buah, dengan kendala bahan baku, bahan tambahan, jam kerja mesin, jam tenaga kerja, dan permintaan minimum, menunjukkan bahwa kombinasi produksi aktual telah mendekati produksi optimal. Pada kondisi aktual, jumlah produksi puree dan sari

(40)

22 buah adalah sebesar 5.720 dan 64.050, sedangkan untuk kondisi optimal adalah sebesar 5.720 dan 64.060. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan jambu biji telah berproduksi secara optimal pada skala usaha`yang dijalankan.

Dhikawara (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jambu Biji Melalui Penerapan Irigasi Tetes di Desa Ragajaya Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini memiliki latar belakang Desa Ragajaya sebagai sentra jambu biji di Kecamatan Bojong Gede, dengan hasil produksi jambu biji sebanyak 190,67 ton.

Berdasarkan analisis karakteristik usahatani jambu biji di Desa Ragajaya, diketahui bahwa dari jumlah populasi petani, luas lahan yang dimiliki petani dengan status sewa dapat dibagi menjadi: 47,2 persen menyewa lahan dengan luas kurang dari 0,5 ha, sebanyak 44,4 persen menyewa lahan antara 0,5-1 ha, dan sebanyak 8,4 persen petani menyewa lahan dengan luas lebih dari 1 ha.

Peneliti memiliki fokus penelitian pada teknik budidaya jambu biji yang dilakukan para petani di Desa Raajaya yang bersifat homogen. Sistem pengairan yang dilakukan oleh petani masih bergantung pada air hujan (tadah hujan).hasil produksi jambu biji yang diperoleh dengan menggunakan tadah hujan adalah sebanyak 78 ton.sementara itu, pada musim kemarau hasil produksi jambu biji yang diperoleh menurun drastis menjadi sebanyak 13,59 ton. Pada musim kemarau, harga jambu akan meningkat karena jambu biji sedikit di pasaran.

Oleh karenanya, peneliti memberikan solusi alternatif dengan penerapan teknologi irigasi tetes bagi permasalahan tersebut. Kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk penyiraman tanpa irigasi tetes dengan luas lahan 1 ha adalah sebesar Rp 1.296.000,00 per bulan, sedangkan dengan irigasi tetes biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 60.000,00 per bulan yang digunakan hanya untuk biaya listrik pemakaian mesin jet pump.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan aspek finansial, nilai NPV yang diperoleh petani yang menggunakan irigasi tetes dengan penurunan harga output hingga 15 persen pada tingkat suku bunga diskonto 11 persen adalah lebih besar dari nilai NPV tanpa irigasi tetes, yaitu meningkat sebesar Rp 358.838.843,00 atau 165,72 persen. Nilai Net B/C juga meningkat sebesar 2,8 satuan atau sebesar 62,22 persen dari Net B/C tanpa irigasi tetes. Nilai IRR juga meningkat menjadi

Gambar

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada saat terdapat selisih antara impor dan  ekspor (net impor) jambu biji di Indonesia yang menunjukkan adanya peluang  usaha budidaya jambu biji yang meningkat, jumlah produksi jambu biji di Desa  Babakan Sadeng justru menunjukk
Gambar 1.  Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Tabel 11.  Jenis-jenis Pupuk yang Digunakan dalam Budidaya Jambu Biji Merah  Getas di Desa Babakan Sadeng Tahun 2010 17
Gambar 5.  Pola Penanaman Pohon Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng 18
+4

Referensi

Dokumen terkait

gives sense of ownership; great er public involvem ent gives sense of ownership; great er public involvem ent &amp; ensures sust ainabilit y of int ervent ions planned.

Kepengurusan HMI Komisariat Kampus C Airlangga yang telah dilantik pada tanggal 19 April 2015 di aula Rumah Sakit Penyakit Tropis Infeksi Universitas

Tahap untuk merencanakan pekerjaan infrastruktur gas mulai dari pengkajian kelayakan pekerjaan secara teknis, finansial, lingkungan, penyelidikan geologi

a) Tersedianya sebuah aplikasi sistem pakar diagnosis awal kerusakan sepeda motor matic yang efektif dan efisien. b) Membangun suatu sistem pakar yang mampu

Tim khusus telah dibentuk langsung oleh Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang terdiri dari 7 (tujuh) sub tim yaitu pejabat struktural, jabatan

lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan.. komunikasi, pemantauan secara bersama- sama dapat berpengaruh dan signifikan terhadap

Lebih lanjut, mikrokontroler merupakan sistem komputer yang mempunyai satu atau beberapa tugas yang sangat spesifik, berbeda dengan PC (Personal Computer) yang

Putusan MK yang memutus kasus Nomor 35/PUU-X/2012 sangat bernuansa positive legislature, hal ini terlihat dari apa yang dipermohonkan oleh pemohon, adalah Pasal 4