• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin Pada Buah Duwet (Syzygium cumini)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin Pada Buah Duwet (Syzygium cumini)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

Oleh

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

(2)

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN

PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

Dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1985 Di Kudus

Tanggal lulus : Januari 2008 Menyetujui:

Bogor, 2008

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing

(4)

Beatrice Bennita Leimena. F24103029. Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini). Di bawah Bimbingan : C. Hanny Wijaya. 2008

RINGKASAN

Warna merupakan salah satu penentu mutu pada produk pangan. Suatu pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, apabila tidak didukung dengan warna yang sesuai maka akan menurunkan mutu produk tersebut. Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya yaitu pewarna alami, identik alami, dan buatan. Salah satu buah yang berpotensi sebagai sumber pewarna alami adalah buah duwet (Syzygium cumini). Buah ini banyak dijumpai di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal. Buah yang sudah matang akan berwarna ungu kehitaman dan berpotensi sebagai sumber pigmen antosianin untuk digunakan dalam industri pangan sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari buah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dari buah duwet seperti komposisi kimia dan kandungan antosianin serta mempelajari proses purifikasi untuk menduga karakteristik antosianin yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pigmen alami.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui komposisi kimia dari buah duwet, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Selain itu juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin dan perhitungan rendemen antosianin pada beberapa sampel, yaitu : kulit buah duwet (pada beberapa tingkat kematangan), kulit dan daging buah duwet dengan tingkat kematangan tertinggi serta sampel pembanding (anggur dan kubis ungu). Pengukuran konsentrasi antosianin dilakukan dengan menggunakan metode pH-differential dan hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai kandungan antosianin.

Tahap selanjutnya dilakukan proses ekstraksi pada kulit buah dengan kandungan antosianin tertinggi. Ekstrak tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan C-18 Sep-Pak Cartridge. Ekstrak yang telah dimurnikan kemudian dihidrolisis basa dan asam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan TLC untuk mengetahui karakteristik dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Analisis dengan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui spektra dari antosianin yang terdapat dalam buah duwet, sedangkan analisis dengan TLC untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet.

(5)

CyE/g, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 3.79 mg CyE/g. Sedangkan kandungan antosianin dalam kulit dan daging buah duwet dengan kematangan tertinggi sebesar 1.24 mg CyE/g. Kandungan antosianin pada sampel pembanding sebesar 0.51 mg CyE/g pada kulit buah anggur dan 0.82 mgCyE/g pada kubis ungu. Rendemen antosianin yang terdapat dalam kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan sebagai berikut: untuk kulit buah berwarna hijau sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah sebesar 0.02 %, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %, dan pada bagian kulit dan daging buah sebesar 0.12 %. Sedangkan rendemen antosianin pada kulit buah anggur sebesar 0.05 % dan kubis ungu sebesar 0.08 %.

(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kudus, 14 Januari 1985 dan merupakan anak kedua dari pasangan Lazarus Leimena dan Inajati Gani. Penulis menempuh pendidikannya di TK Cahaya Nur Kudus, SD Cahaya Nur Kudus, SLTP Negeri I Kudus, SMU Sedes Sapientiae Semarang, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Petanian.

Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2003-2007). Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), BAUR 2005, dan LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) 2005. Pada tahun 2005, penulis ikut ambil bagian dalam seminar dan pelatihan HACCP yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan BPOM-RI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Penyimpanan Pangan pada periode Januari-Juni 2007.

(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama ini.

2. Dr. Ir. Dede. R. Adawiyah, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji.

3. Ibu Didah Nurfaridah, STP. MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji.

4. Ibu Puspita Sari STP, MAgr. selaku pemberi proyek dalam penelitian tentang buah duwet ini dan pemberi masukan kepada penulis.

5. Keluargaku: Papa, Mama, Ci Milkha, dan Robby atas perhatian, dukungan, doa, dan semangat kepada penulis.

6. Teman teristimewaku, Daniel yang telah memberikan dukungan, semangat, saran, dan doa kepada penulis.

7. Teman-teman satu bimbingan bu Hanny : Eko, Andrea, Tuti, Ratna, teman-teman ITP 39, 41, dan 42, terima kasih atas semangat dan dukungannya serta perkumpulannya selama bimbingan.

(8)

ii

10.Teman-teman ITP 40 : Hayuning, Herher, Dhani, Martin, Danang, Reza, Tilo, Mita, Lilin, Ajik, Andal, Steph, Rina, Lasty, dan semua teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas dukungannya selama 4 tahun ini.

11.Teman-teman ITP 39, 41, dan 42. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

12.Teman-teman Perwira 45 : Mpin dan Nene (atas semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi), Ajik (atas bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi), Ella, Lisa, Tere, Cat2, dan yang lainnya. Terima kasih atas kebersamaannya selam penulis tinggal di Bogor.

13.Staf dan Teknisi Laboratorium ITP , Seafast Center, dan LJA : Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, Bu Rubiah, Pak Rojak, Pak Taufik, Mba Ririn, dan teknisi lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

14.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Bogor, Januari 2008

(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. DUWET ... 3

B. ANTOSIANIN ... 6

C. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ... 9

D. PURIFIKASI ANTOSIANIN ... 11

E. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

1. BAHAN ... 15

2. ALAT ... 15

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 15

1. Persiapan Kulit Buah Duwet ... 16

2. Ekstraksi Antosianin ... 16

3. Purifikasi Antosianin ... 17

4. Hidrolisis Basa dan Asam ... 17

C. METODE ANALISIS ... 17

(10)

iv

5. Penentuan Kadar Karbohidrat ... 19

6. Penentuan Konsentrasi Antosianin ... 20

7. Penentuan Rendemen Antosianin ... 20

8. Penentuan Karakteristik Antosianin ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. KARAKTERISTIK KIMIA BUAH DUWET ... 22

1. Komposisi Kimia Buah Duwet ... 22

2. Kandungan Antosianin Buah Duwet ... 24

B. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ... 29

C. PURIFIKASI ANTOSIANIN ... 32

D. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. KESIMPULAN ... 44

B. SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(11)

SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

Oleh

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

(12)

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN

PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

Dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1985 Di Kudus

Tanggal lulus : Januari 2008 Menyetujui:

Bogor, 2008

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing

(14)

Beatrice Bennita Leimena. F24103029. Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini). Di bawah Bimbingan : C. Hanny Wijaya. 2008

RINGKASAN

Warna merupakan salah satu penentu mutu pada produk pangan. Suatu pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, apabila tidak didukung dengan warna yang sesuai maka akan menurunkan mutu produk tersebut. Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya yaitu pewarna alami, identik alami, dan buatan. Salah satu buah yang berpotensi sebagai sumber pewarna alami adalah buah duwet (Syzygium cumini). Buah ini banyak dijumpai di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal. Buah yang sudah matang akan berwarna ungu kehitaman dan berpotensi sebagai sumber pigmen antosianin untuk digunakan dalam industri pangan sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari buah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dari buah duwet seperti komposisi kimia dan kandungan antosianin serta mempelajari proses purifikasi untuk menduga karakteristik antosianin yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pigmen alami.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui komposisi kimia dari buah duwet, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Selain itu juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin dan perhitungan rendemen antosianin pada beberapa sampel, yaitu : kulit buah duwet (pada beberapa tingkat kematangan), kulit dan daging buah duwet dengan tingkat kematangan tertinggi serta sampel pembanding (anggur dan kubis ungu). Pengukuran konsentrasi antosianin dilakukan dengan menggunakan metode pH-differential dan hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai kandungan antosianin.

Tahap selanjutnya dilakukan proses ekstraksi pada kulit buah dengan kandungan antosianin tertinggi. Ekstrak tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan C-18 Sep-Pak Cartridge. Ekstrak yang telah dimurnikan kemudian dihidrolisis basa dan asam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan TLC untuk mengetahui karakteristik dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Analisis dengan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui spektra dari antosianin yang terdapat dalam buah duwet, sedangkan analisis dengan TLC untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet.

(15)

CyE/g, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 3.79 mg CyE/g. Sedangkan kandungan antosianin dalam kulit dan daging buah duwet dengan kematangan tertinggi sebesar 1.24 mg CyE/g. Kandungan antosianin pada sampel pembanding sebesar 0.51 mg CyE/g pada kulit buah anggur dan 0.82 mgCyE/g pada kubis ungu. Rendemen antosianin yang terdapat dalam kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan sebagai berikut: untuk kulit buah berwarna hijau sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah sebesar 0.02 %, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %, dan pada bagian kulit dan daging buah sebesar 0.12 %. Sedangkan rendemen antosianin pada kulit buah anggur sebesar 0.05 % dan kubis ungu sebesar 0.08 %.

(16)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kudus, 14 Januari 1985 dan merupakan anak kedua dari pasangan Lazarus Leimena dan Inajati Gani. Penulis menempuh pendidikannya di TK Cahaya Nur Kudus, SD Cahaya Nur Kudus, SLTP Negeri I Kudus, SMU Sedes Sapientiae Semarang, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Petanian.

Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2003-2007). Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), BAUR 2005, dan LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) 2005. Pada tahun 2005, penulis ikut ambil bagian dalam seminar dan pelatihan HACCP yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan BPOM-RI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Penyimpanan Pangan pada periode Januari-Juni 2007.

(17)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama ini.

2. Dr. Ir. Dede. R. Adawiyah, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji.

3. Ibu Didah Nurfaridah, STP. MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji.

4. Ibu Puspita Sari STP, MAgr. selaku pemberi proyek dalam penelitian tentang buah duwet ini dan pemberi masukan kepada penulis.

5. Keluargaku: Papa, Mama, Ci Milkha, dan Robby atas perhatian, dukungan, doa, dan semangat kepada penulis.

6. Teman teristimewaku, Daniel yang telah memberikan dukungan, semangat, saran, dan doa kepada penulis.

7. Teman-teman satu bimbingan bu Hanny : Eko, Andrea, Tuti, Ratna, teman-teman ITP 39, 41, dan 42, terima kasih atas semangat dan dukungannya serta perkumpulannya selama bimbingan.

(18)

ii

10.Teman-teman ITP 40 : Hayuning, Herher, Dhani, Martin, Danang, Reza, Tilo, Mita, Lilin, Ajik, Andal, Steph, Rina, Lasty, dan semua teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas dukungannya selama 4 tahun ini.

11.Teman-teman ITP 39, 41, dan 42. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

12.Teman-teman Perwira 45 : Mpin dan Nene (atas semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi), Ajik (atas bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi), Ella, Lisa, Tere, Cat2, dan yang lainnya. Terima kasih atas kebersamaannya selam penulis tinggal di Bogor.

13.Staf dan Teknisi Laboratorium ITP , Seafast Center, dan LJA : Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, Bu Rubiah, Pak Rojak, Pak Taufik, Mba Ririn, dan teknisi lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

14.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Bogor, Januari 2008

(19)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. DUWET ... 3

B. ANTOSIANIN ... 6

C. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ... 9

D. PURIFIKASI ANTOSIANIN ... 11

E. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

1. BAHAN ... 15

2. ALAT ... 15

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 15

1. Persiapan Kulit Buah Duwet ... 16

2. Ekstraksi Antosianin ... 16

3. Purifikasi Antosianin ... 17

4. Hidrolisis Basa dan Asam ... 17

C. METODE ANALISIS ... 17

(20)

iv

5. Penentuan Kadar Karbohidrat ... 19

6. Penentuan Konsentrasi Antosianin ... 20

7. Penentuan Rendemen Antosianin ... 20

8. Penentuan Karakteristik Antosianin ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. KARAKTERISTIK KIMIA BUAH DUWET ... 22

1. Komposisi Kimia Buah Duwet ... 22

2. Kandungan Antosianin Buah Duwet ... 24

B. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ... 29

C. PURIFIKASI ANTOSIANIN ... 32

D. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. KESIMPULAN ... 44

B. SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(21)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan nilai gizi buah duwet per 100 g ... 5 Tabel 2. Struktur alami yang terjadi pada antosianidin ... 7 Tabel 3. Komposisi kimia buah duwet ... 22 Tabel 4. Kandungan antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat

kematangan. ... 25 Tabel 5. Kandungan antosianin pada bagian buah duwet pada tingkat

(22)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Buah Duwet (Syzygium cumini) ... 4 Gambar 2. Struktur dasar kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996) ... 6 Gambar 3. Pola spektra kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan

dalam pH 1 ... 26 Gambar 4. Pola spektra dalam pelarut metanol-HCl 0.01% pada berbagai

perlakuan. ... 36 Gambar 5. Pola spektra buah duwet dan sampel pembanding dalam metanol-

(23)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Penentuan kadar air ... 52 Lampiran 2. Penentuan kadar abu ... 52 Lampiran 3. Penentuan kadar lemak ... 52 Lampiran 4. Penentuan kadar protein ... 53 Lampiran 5. Penentuan kadar karbohidrat ... 53 Lampiran 6. Penentuan konsentrasi antosianin buah duwet pada berbagai

tingkat kematangan ... 54 Lampiran 7. Penentuan konsentrasi antosianin pada sampel pembanding ... 55 Lampiran 8. Panjang gelombang dan absorbansi kulit buah duwet pada

berbagai tingkat kematangan dalam pH 1. ... 57 Lampiran 9. Panjang gelombang dan absorbansi kulit buah duwet pada

berbagai perlakuan. ... 59 Lampiran 10. Data panjang gelombang dan absorbansi buah duwet dengan

sampel pembanding. ... 66 Lampiran 11. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis

antosinidin* ... 73 Lampiran 12. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis

(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Warna

pada makanan dapat memberikan pengaruh tertentu pada produk pangan.

Warna tersebut dapat membuat produk menjadi lebih menarik serta

meningkatkan kualitas produk pangan tersebut (Winarno,1997). Suatu

pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, apabila tidak didukung dengan

warna yang sesuai maka akan mempengaruhi penerimaan konsumen.

Penggunaan pewarna antara lain terdapat pada berbagai jenis makanan dan

minuman.

Pewarna makanan ini dapat berasal dari sumber nabati maupun

hewani. Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok

berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, pewarna identik alami, dan

pewarna sintetik. Sejak jaman dulu telah digunakan pewarna alami sebagai

pewarna makanan. Misalnya penggunaan daun suji dan kunyit sebagai

pewarna alami. Sejak ditemukannya pewarna sintetik, penggunaan pewarna

alami mulai berkurang walaupun tidak hilang sama sekali. Pewarna alami ini

mempunyai beberapa kelemahan salah satu diantaranya adalah stabilitasnya

yang rendah yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH.

Penggunaan pewarna sintetik pada makanan sudah sangat luas. Akan

tetapi, penggunaan pewarna sintetik ini dapat menimbulkan masalah

kesehatan seperti kanker, stroke, dan penyakit jantung, dan hiperaktif pada

anak-anak (Anonim, 2007c; Anonim, 2008a, dan 2008b). Oleh karena itu,

penggunaan pewarna alami kini kembali disukai oleh masyarakat. Hal ini

disebabkan pewarna alami lebih bersifat aman untuk dikonsumsi. Selain

digunakan sebagai pewarna, pewarna alami ini juga dapat berfungsi sebagai

flavor, antioksidan, antimikroba, dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno, 1997).

Indonesia mempunyai banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai

sumber pewarna alami, tetapi penggunaan dan pengolahannya dalam

(25)

adalah buah duwet (Syzygium cumini). Buah duwet dengan ukuran dan kualitas yang bagus memiliki rasa manis, agak asam dan sedikit sepat

(Anonim, 2006b). Di Indonesia, pemanfaatan buah duwet ini masih belum

optimal. Buah duwet biasanya hanya dikonsumsi secara langsung tanpa

melalui proses pengolahan apapun. Dilihat dari kulit buah yang berwarna

ungu kehitaman apabila sudah matang, maka buah yang dihasilkan akan

sangat berpotensi sebagai sumber pigmen antosianin yang dapat digunakan

dalam industri pangan. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengetahui

karakteristik kimia buah duwet sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat

buah tersebut. Selain itu, perlu dilakukan usaha untuk mempelajari

karakteristik pigmen yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai pewarna alami.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dari buah

duwet, seperti komposisi kimia dan kandungan antosianin serta mempelajari

proses purifikasi untuk menduga karakteristik pigmen antosianin yang ada

dalam buah duwet.

C. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat diketahuinya karakteristik

kimia, dan karakteristik pigmen yang terdapat dalam buah duwet sehingga

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DUWET

Duwet (Syzygium cumini) merupakan tumbuhan beriklim tropis yang berasal dari India, Burma, Ceylon (Morton, 1978). Tanaman ini juga tumbuh

di bagian selatan Asia termasuk Myanmar dan Afganistan. Di Indonesia,

tanaman ini juga dikenal dengan berbagai nama diantaranya adalah jambolan,

jambolana, jamblang, jambul, dan jamun. Klasifikasi dari tanaman duwet

adalah kingdom: Plantae, divisi: Magnoliophyta, kelas: Magnoliopsida, ordo:

Myrtales, famili: Myrtaceae, genus: Syzygium, dan spesies: S. cumini

(Anonim, 2006b).

Tanaman ini kokoh, bercabang banyak, percabangannya tidak beraturan

dan rendah (Morton, 1978). Tinggi maksimum dari tanaman ini dapat

mencapai 30 meter dan diameter batangnya 40-90 cm. Kulit kayu yang berada

di bagian bawah tanaman kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin

ke atas akan semakin licin dan berwarna kelabu muda. Daunnya saling

berhadapan, bentuknya bundar telur sampai lonjong, berukuran 5-25 cm

panjangnya dan 2-10 cm lebarnya. Pangkal daunnya berbentuk membundar,

sedangkan ujungnya tumpul atau berujung lancip. Tepi daunnya rata dan

berpinggir tipis serta tembus pandang. Selagi muda daunnya berwarna merah

muda, setelah tua daunnya menjadi kasar, berwarna hijau tua mengkilap pada

bagian atasnya. Jika diremas, daunnya agak berbau terpentin (Verheij dan

Coronel, 1997). Bunganya kecil-kecil, berwarna putih keabu-abuan sampai

merah jambu, dan wangi. Pada umumnya muncul dari cabang-cabang yang

tidak berdaun. Daun mahkotanya berbentuk bundar dan berjumlah 4 helai

(Anonim, 2006a).

Buahnya berbentuk lonjong sampai bulat telur, seringkali membengkok,

bermahkotakan cuping kelopak. Panjang buahnya 1-5 cm warnanya berubah

dari hijau sampai ungu tua dan berwarna hampir hitam saat sudah matang

dengan sempurna. Buahnya bergerombol dari hanya 10 sampai 40 buah

(Anonim, 2006b). Di Indonesia, daging buahnya berwarna putih sampai agak

(27)

buahnya berasa sepat, kadang-kadang tidak terlalu enak, dan rasanya

bervariasi dari asam sampai agak manis. Memiliki kulit buah yang tipis, halus,

dan mengkilat. Biji buahnya berjumlah 0–5 butir, berbentuk lonjong,

panjangnya sampai 3.5 cm, dan berwarna hijau sampai coklat (Morton, 1978).

Gambar 1. Buah Duwet (Syzygium cumini)

Menurut Verheij dan Coronel (1997), perbanyakan dan penanaman duwet

pada umumnya diperbanyak dengan benih. Pertumbuhan dan perkembangan

benih duwet berkecambah pada minggu kedua setelah persemaian. Semai

yang dihasilkan dapat tumbuh dengan cepat. Pohonnya dapat berbunga 7 – 8

tahun kemudian, yang pada saat itu batangnya bercabang rendah dan

percabangannya memencar dengan baik. Pohon yang berasal dari tempelan

atau sambungan akan lebih cepat dewasa dan dapat mulai berbunga dalam

waktu 3 – 4 tahun. Pembungaan yang banyak itu terutama muncul dari ketiak

daun pada puncuk yang berumur 5 – 12 bulan. Pembungaan tersebut dapat

juga keluar dari ujung ranting atau pada ranting yang tidak berdaun.

Penyerbukannya dibantu oleh kumbang atau kutu, tetapi juga oleh angin. Di

Jawa, pembungaan terjadi pada bulan Juli – Agustus dan buah matang pada

bulan September dan Oktober.

Pohon yang berasal dari benih pada umumnya menghasilkan buah

berukuran kecil, rasanya sangat asam dan sepat, sedangkan hasil seleksi

perbaikan dapat menghasilkan buah berukuran besar, rasanya enak dan berbiji

(28)

5 kehitaman, tetapi ada juga kultivar yang putih warna buahnya (Verheij dan

Coronel, 1997).

Buah duwet yang mempunyai ukuran dan kualitas yang bagus biasanya

mempunyai rasa yang manis atau sedikit asam. Buah yang sudah matang biasa

dimakan dalam keadaan segar. Di Filipina dan India, buah duwet yang sudah

matang ini ditaburi dengan garam dan diaduk dalam sebuah mangkuk tertutup

untuk melunakkannya. Buah ini juga biasa diolah menjadi sari buah, jeli, atau

anggur. Di Filipina, anggur duwet diproduksi secara komersial. Daunnya

digunakan sebagai pakan. Bunganya mengandung banyak nektar yang dari

situ kumbang membuat madu dengan kualitas yang baik. Kulit kayunya terasa

sepat dan dapat digunakan sebagai obat kumur. Kulit buahnya dapat

digunakan sebagai pewarna. Tepung bijinya bermanfaat untuk mengobati

kencing manis, disentri, diare, dan penyakit lainnya (Verheij dan Coronel,

1997). Nilai gizi yang terkandung dalam buah duwet per 100 gramnya dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Kandungan nilai gizi buah duwet per 100 g *

Kandungan Jumlah (satuan)

Air 84 – 86 g

Tiamin 0.008-0.03 mg

Niasin 0.3 mg

Vitamin C 5 – 18 mg

Energi 227 kj

* Verheij dan Coronel (1997)

Menurut penelitian, biji buah duwet mengandung glukosida phytomelin.

Zat ini dapat mengurangi kerapuhan pembuluh darah kapiler penyebab luka

diabetes yang lama sembuhnya. Kelebihan koresterol di dalam darah juga

(29)

Dalam buah duwet banyak mengandung astringen, yaitu suatu zat yang

dipercaya dapat membantu penyembuhan luka diabetes karena sifat astringen

yang dapat menciutkan kulit (Anonim, 2008c)

B. ANTOSIANIN

Antosianin merupakan salah satu dari kelompok pigmen utama pada

tanaman (Harborne dan Grayer, 1988). Pigmen ini berada pada sebagian besar

tanaman tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard,

1982). Pigmen antosianin sebagian besar terdapat pada tamanan yang

berbunga dan menghasilkan warna dari merah tua sampai biru pada bunga,

buah, dan daun (Harborne dan Grayer, 1988). Antosianin dapat larut dalam air

sel vakuola dan jarang ditemui dalam bentuk hablur. Vakuola adalah organel

sitoplasmik yang berisi cairan yaitu air, dibatasi oleh membran yang mungkin

identik dengan membran sel tanaman (Kimball, 1993).

Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium

(3,5,7,4’ tetrahidroksiflavilium) yang merupakan struktur dasar dari

antosianidin (Timberlake dan Bridle, 1997). Menurut Harborne dan Grayer

(1988), semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal

yaitu sianidin yang dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil,

metilasi, atau glikosilasi maka jenis antosianin lain terbentuk.

Gambar 2. Struktur dasar kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996)

Menurut Jackman dan Smith (1996), ada 18 jenis antosianidin yang telah

ditemukan, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan

pangan dan sering ditemukan yaitu pelargonidin, sianidin, delpinidin,

(30)

7 Struktur alami yang terjadi pada antosianidin dapat dilihat pada Tabel 2.

Umumnya antosianidin tidak ditemukan di dalam tanaman, jenis pigmen yang

terdapat dalam bunga dan buah sebagian besar berada dalam bentuk

glikolisasi. Glikolisasi juga diasumsikan dapat meningkatkan kestabilan dan

kelarutan pigmen antosianin dalam air, sebab antosianidin kurang stabil dan

kurang larut di dalam air dibandingkan dengan antosianin.

Tabel 2.Struktur alami yang terjadi pada antosianidin *

Antosianidin Substitusi ( R ) Warna

3 5 6 7 3’ 5’

Aurantinidin OH OH OH OH H H Orange

6-Hydroxy-Cyanidin OH OH OH OH OH H Merah

6-Hydroxy-Delphinidin OH OH OH OH OH OH Biru-Merah

Rosinidin OH OH H OMe OMe H Merah

* Jackman dan Smith (1996)

Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah

aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon).

Menurut Timberlake dan Bridle (1983), gula yang menyusun antosianin terdiri

dari:

™ Monosakarida, biasanya glukosa, galaktosa, ramnosa, dan arabinosa

™ Disakarida yang merupakan dua buah monosakarida dengan

kombinasi dari empat monosakarida diatas dan xilosa, seperti

(31)

™ Trisakarida, merupakan tiga buah monosakarida yang mengandung

kombinasi dari gula-gula di atas dalam posisi linier maupun rantai

cabang.

Gula yang paling banyak dijumpai adalah monosakarida seperti glukosa,

galaktosa, ramnosa, dan arabinosa. Di dan tri sakarida juga dibentuk dari

kombinasi monosakarida diatas. Dalam tanaman, antosianin dalam bentuk

glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut

monoglukosida dan biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula

(Winarno, 1997).

Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula, jumlah

satuan gula, dan letak ikatan gulanya. Molekul gula ini dapat memberikan

dampak kestabilan pada molekul antosianin. Pada molekul gulanya sering

terjadi asilasi sehingga terdapat molekul ketiga yang biasanya berupa asam

ferulat, koumarat, kafeat, malonik, atau asetat (Bennion, 1980; Tranggono,

1990; Francis, 2000). Antosianin yang terasilasi ditemukan pada kubis ungu,

wortel ungu, lobak, dan ubi jalar ungu, dimana gugus asil ini dapat

memperbaiki stabilitas pigmen antosianin (Bassa dan Francis, 1987; Giusti et al., 1998).

Warna dari pigmen antosianin ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah kandungan pigmen, pH, suhu, enzim, logam, dan

kopigmentasi (Francis, 1982). Glikolisasi dan metilasi juga turut

mempengaruhi warna dari pigmen tersebut. Penambahan gugus glikosida atau

peningkatan jumlah gugus hidroksil bebas pada rantai karbon nomor 5 (cincin

A) dapat meningkatkan warna kebiruan, sedangkan metilasi dapat

meningkatkan warna kemerahan (Robinson, 1991).

Pada medium air, termasuk pada makan, antosianin terdapat dalam empat

bentuk struktur kesetimbangan yaitu quinonoidal base, kation flavilium

berwarna merah, karbinol pseudobase, dan kalkon yang tidak berwarna.

Bentuk kesetimbangan ini sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah,

struktur kation flavilium dominan, sedangkan pada pH 4 – 6 bentuk karbinol

yang dominan (Elbe dan Schwartz, 1996). Semakin tinggi nilai pH, maka

(32)

9 Antosianin yang mengandung komponen yang berperan sebagai kopigmen

warnanya akan lebih stabil terhadap cahaya pada tingkatan tertentu (Bobbio et al., 1992). Selain itu, warna pigmen juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna antosianin akan menjadi lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan dengan

pelarut air (Swain, 1976).

Kondisi yang sedikit asam akan meningkatkan intensitas warna dari

pigmen antosianin. Selain itu, dengan terikatnya beberapa jenis gula juga

dapat meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin (Lewis et al., 1997). Antosianin berada dalam bentuk kation flavilium pada pH yang lebih

rendah daripada 2 (Robinson, 1991). Antosianin lebih stabil pada larutan yang

bersifat asam dari pada larutan yang bersifat netral atau basa. Menurut

Brouillard (1972), pada pH 2 sampai 4 antosianin stabil, terutama dalam

keadaan tanpa oksigen.

Pigmen antosianin ini telah lama dikonsumsi oleh manusia dan hewan

bersamaan dengan buah atau sayur yang mereka makan. Selama ini tidak

pernah terjadi suatu penyakit ataupun keracunan yang disebabkan oleh pigmen

ini (Brouillard, 1982). Menurut penelitian yang banyak dilakukan, pigmen

antosianin dan senyawa-senyawa flavonoid lainnya terbukti memiliki efek

positif terhadap kesehatan (Bridle dan Timberlake, 1997). Banyak bukti telah

menunjukkan bahwa antosianin bukan saja tidak beracun (non-toxic) dan tidak menimbulkan efek mutagenik, tetapi juga memiliki sifat yang positif (Saija,

1994). Antosianin memiliki warna yang kuat, larut dalam air, relatif stabil

dalam air pada pH asam dan adanya pembatasan penggunaan bahan pewarna

merah sintetik, maka antosianin cocok dijadikan sebagai substitusi pawarna

makanan sintetis (Markakis, 1982).

C. EKSTRAKSI ANTOSIANIN

Langkah pertama yang dilakukan dalam mengukuran dan

mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat dalam suatu bahan adalah

dengan melakukan ekstraksi. Menurut Harborne (1987), ekstraksi adalah

proses penarikan komponen/zat aktif suatu sampel dengan menggunakan

pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh

(33)

kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan

senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non-polar dalam senyawa

non-polar.

Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin ini tidak stabil dalam

suasana netral atau basa. Oleh karena itu, prosedur ekstraksi biasanya

dilakukan dengan menggunakan pelarut asam yang dapat merusak jaringan

tanaman. Cara tradisional yang paling sering digunakan untuk mengekstraksi

antosianin adalah dengan maserasi yaitu “merendam” bahan yang akan

diekstrak dalam alkohol, pada suhu rendah dengan panambahan sedikit asam

seperti HCl.

Menurut Markakis (1982), metode ekstraksi yang paling bagus untuk

bahan yang berasal dari tanaman adalah dengan melarutkan bahan kedalam 1

% HCl dalam metanol. Di dalam pangan, metode ekstraksi yang paling baik

adalah dengan melarutkan bahan dengan 1 % HCl dalam etanol. Hal ini

disebabkan karena sifat toksik dari metanol meskipun ekstraksi dengan

menggunakan etanol ini kurang efektif dan lebih sulit untuk mendapatkan

konsentratnya. Berbagai contoh ekstraksi antosianin antara lain ekstraksi

dengan menggunakan metanol dengan 1% HCl pada buah cranberry dan anggur, ekstraksi dengan menggunakan campuran metahol, asam asetat, dan

air (25:1:24) pada blueberry (Teeling et al., 1971; Espada et al., 2004; Lohachoompol et al., 2004).

Menurut Strack dan Wray (1993), penambahan asam sebagai pelarut

tidak selalu diperlukan. Metode ekstraksi yang digunakan untuk analisis

kuantitatif harus diperiksa secara menyeluruh pada tanaman dan jenis pigmen

tertentu. Jika terdapat gugus asil pada antosianin misalnya didalam kubis

ungu, maka penggunaan asam sebagai campuran pelarut harus dihindarkan.

Hal ini disebabkan ikatan asil ini mudah terhidrolisis (Markakis, 1982).

Beberapa contoh ekstraksi yang tidak menggunakan asam adalah pada

(34)

11 (70:30), dan pada kacang polong ungu pelarut yang digunakan adalah 15 %

aseton (Teeling et al., 1971; Galindo et al.,1999; Terahara et al., 2000; Awika

et al., 2004).

Antosianin, seperti flavonoid lainnya, merupakan struktur dengan cincin

aromatik yang berisi substituen komponen polar dan residu glikosil sehingga

menghasilkan molekul polar. Dengan keadaannya yang polar, antosianin lebih

mudah larut dalam air dibanding dalam pelarut non polar. Tergantung dari

kondisi medianya, antosianin juga dapat larut dalam eter dengan pH dimana

molekul dapat terionisasi. Degradasi pigmen antosianin ini dapat

diminimalisasi dengan membekukannya, freeze dried, atau spray dried

(Jackman dan Smith, 1996).

D. PURIFIKASI ANTOSIANIN

Purifikasi dari ekstrak antosianin ini diperlukan karena tidak ada sistem

pelarut yang dapat digunakan untuk memisahkan antosianin secara spesifik.

Sejumlah bahan-bahan lainnya yang harus dipertimbangkan antara lain adalah

polifenol yang lain dan pektin yang dapat mengganggu stabilitas dan atau

analisis dari pigmen tersebut (Jackman dan Smith, 1996).

Menurut Timberlake dan Bridle (1997), pemurnian dari ekstrak

antosianin ini dapat menggunakan kromatografi kolom penukar ion dengan

resin penukar kation Amberlite CG-50 atau Dowex 50 WX-4. Konsentrat

pekat dimasukkan ke dalam kolom sehingga antosianin akan diabsorpsi oleh

resin sedangkan kotoran akan dielusi oleh air. Antosianin yang telah

diabsorpsi kemudian dielusi dengan metanol-HCl.

Cara-cara lain yang dapat digunakan untuk memisahkan atau

memurnikan antosianin dari ekstrak kotor atau konsentratnya antara lain

dengan menggunakan Sephadex G-25 atau LH-20, Droplet counter-current chromatography (DCCC) dengan menggunkan n-butanol-asam asetat glasial-air sebagai sistem pelarut, preparative thin layer chromatography (PTLC) (Jackman dan Smith, 1996).

Secara tradisional, pemurnian antosianin untuk tujuan analisis ini

dilakukan dengan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis (TLC).

(35)

campuran yang komplek adalah dengan menggunakan reversed-fase High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Teknik ini tidak merusak komponen dan menghasilkan pemisahan komponen yang dapat dibaca untuk

analisis berikutnya (Jackman dan Smith, 1996).

Salah satu metode pemurnian antosianin yang dilakukan pada sampel

kulit buah leci (Litchi chinensis Sonn.) adalah dengan menggunakan Sephadex G-25 cartridge dan dielusi dengan 50 % aseton/1 % asam format/ air (Lee dan Wicker, 1991). Pemurnian antosianin pada pinta boca (Solanum stenotomom) dilakukan dengan menggunakan solid phase extraction (SPE) didalam C-18

cartridges (Eon et al., 2004).

E. KARAKTERISASI ANTOSIANIN

Metode kromatografi dan spektroskopik telah digunakan untuk

mengidentifikasi antosianin secara cepat dan akurat. Akan tetapi, karakteristik

mutlak dari antosianin tidak dapat ditentukan hanya dengan menggunakan

kromatografi atau spektroskopi saja. Karakteristik struktural dari antosianin ini

biasanya melibatkan identifikasi dari aglikon, gula dan gugus asil (Jackman

dan Smith, 1996). Menurut Markakis (1982), aglikon dan bagian dari gula ini

dapat diidentifikasi dengan hidrolisis asam yang diikuti dengan kromatografi

kertas.

Menurut Jackman dan Smith (1996), karakterisasi dari antosianin ini

melibatkan hidrolisis asam, basa, enzim, dan peroksida. Hidrolisis asam

digunakan untuk memecah aglikon dan gula dari pigmen tersebut, sedangkan

hidrolisis basa ini digunakan untuk menentukan aglikon alami dan untuk

menentukan gugus asil. Selain itu, penentuan karakterisasi dari pigmen

antosianin ini juga dapat dilakukan dengan analisis spektroskopi. Menurut

Markham (1988), analisis spektroskopi UV dan sinar tampak merupakan cara

tunggal yang paling berguna untuk menganalisa struktur flavonoid. Hal ini

dikarenakan ciri spektrum yang sama memberikan data mengenai jenis

senyawa yang sama (Harborne, 1987). Keuntungan dari cara spektroskopi ini

adalah sangat sedikitnya jumlah sampel yang diperlukan untuk analisis

(36)

13 Prisip dasar dari analisis spektroskopi adalah bila suatu sinar melalui

larutan kimia tertentu, maka senyawa tersebut akan menyerap sinar dengan

panjang gelombang tertentu. Warna larutan kimia tergantung pada jenis sinar

yang dipancarkan dan tertangkap oleh mata kita, sehingga senyawa kimia ada

yang berwarna ataupun tidak berwarna. Spektrofotometer merupakan alat

pengukur kualitatif dan kuantitatif karena jumlah sinar yang diserap oleh

partikel di dalam larutan juga tergantung pada jenis dan jumlah partikel. Ada

beberapa jenis spektroskopi, salah satunya adalah spektroskopi absorpsi (Nur,

1989).

Spektroskopi absorpsi memiliki prinsip dasar yaitu bila suatu cahaya

putih atau radiasi dilewatkan melalui larutan berwarna, maka radiasi dengan

panjang gelombang tertentu akan diserap (absorpsi) secara selektif dan radiasi

lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorpsi maksimum dari larutan

berwarna terjadi pada daerah berlawanan. Misalnya larutan merah akan

menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau. Dengan kata lain,

warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati.

Sehingga larutan yang berwarna merah akan menyerap radiasi panjang

gelombang sekitar 500 nm (Nur, 1989).

Kromatografi adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk

memisahkan dan mengidentifikasikan komponen-komponen yang tersebar

pada tanaman tingkat tinggi. Teknik-teknik kromatografi sederhana seperti

kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi kolom terbuka

dapat digunakan untuk mengisolasi dan menganalisis antosianin (Strack dan

Wray, 1993). Analisis dengan kromatografi lapis tipis (TLC) ini sudah

diaplikasikan untuk menganalisis bermacam-macam komponen meliputi

lemak, karbohidrat, vitamin, asam amino, dan pigmen alami. Salah satu

analisis pigmen antosainin yang menggunakan TLC dilakukan pada kulit buah

anggur (Fong et al., 1971; Heidari et al., 2004).

Karakterisasi pigmen hasil kromatografi kemudian dibandingkan

dengan standar antosianin, aglikon, dan gula. Meskipun antosianin dan

aglikon dapat diperoleh dari berbagai sumber, antosianin ini memerlukan

(37)

akhir, pembandingan langsung dengan senyawa autentik harus dilakukan. Bila

senyawa autentik tidak terdapat, maka perbandingan yang seksama dengan

(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah

duwet pada berbagai tingkat kematangan. Bahan – bahan lain yang

digunakan adalah buah anggur, kubis ungu, etanol, metanol, hexane,

n-butanol, asam asetat, HCl, KOH, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH,

Na2S2O3, asam borat, indikator (merah metil dan metil biru), asam fosfat,

asam asetat, buffer potasium klorida, buffer sodium asetat, gas nitrogen, dan air deionisasi.

2. ALAT

Alat yang digunakan adalah pisau stainless steel, hand blender, penyaring filter, sentrifus, rotary vacuum evaporator, neraca analitik, soxhlet, oven, penangas air, tanur, cawan porselin, labu destruksi, alat

destilasi, lemari beku, C-18 Sep-Pak cartridge, SPE (solid phase extraction), pH-meter, plat TLC, chamber TLC, spektrofotometer, dan alat-alat gelas keperluan analisis.

B. TAHAPAN PENELITIAN

Pada penelitian ini dilakukan pengujian karakteristik kimia dari buah

duwet, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan

karbohidrat. Selain itu juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin dan

perhitungan rendemen antosianin pada beberapa tingkat kematangan kulit

buah duwet, kulit dan daging buah duwet dengan tingkat kematangan paling

tinggi, dan sampel pembanding (anggur dan kubis ungu). Pengukuran

konsentrasi antosianin ini dilakukan dengan cara mengekstrak sampel-sampel

tersebut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dianalisis konsentrasi antosianin

(39)

Tahap selanjutnya dilakukan ekstraksi pada kulit buah dengan

kandungan antosianin tertinggi. Ekstrak tersebut kemudian dimurnikan dengan

menggunakan C-18 Sep-Pak Cartridge. Ekstrak yang telah dimurnikan kemudian dihidrolisis basa dan asam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan TLC untuk mengetahui

karakteristik dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Analisis

dengan menggunakan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui spektra

dari antosianin yang terdapat dalam buah duwet, sedangkan analisis dengan

TLC untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet.

1. Persiapan Kulit Buah Duwet

Buah duwet dipisahkan dari bijinya sehingga diperoleh sampel

kulit-daging buah, sedangkan kulit buah duwet dipisahkan dari daging

buahnya dengan menggunakan pisau stainless steel sehingga diperoleh

kulit buahnya saja. Kulit buah dan kulit-daging buah secara terpisah

diblansir selama 2 menit dengan menggunakan uap panas untuk

menginaktifkan enzim polifenol oksidase. Sampel yang diperoleh

dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam lemari

pembeku untuk tahapan selanjutnya.

2. Ekstraksi Antosianin (Sari et al., 2005)

Ekstraksi antosianin dilakukan dengan metode maserasi

menggunakan pelarut etanol. Sampel sebanyak 25 gram dihancurkan dan

dilarutkan dalam etanol (50 ml) kemudian diekstrak dengan cara distirer

selama 60 menit pada suhu 27oC. Larutan disentrifus selama 15 menit

dengan kecepatan 4000 rpm untuk memisahkan filtrat dan residu. Filtrat

yang dihasilkan kemudian ditampung dalam erlenmeyer, sedangkan

residunya diekstrak kembali dengan cara yang sama sampai didapat filtrat

yang bening yang menandakan bahwa semua antosianin telah terekstrak.

Ekstrak yang didapat kemudian disaring dengan menggunakan penyaring

(40)

17

3. Purifikasi Antosianin (Galindo et al., 1999)

Purifikasi antosianin dilakukan dengan melewatkan ekstrak pada

C-18 Sep-Pak Cartridge. Cartridge yang digunakan diaktifkan terlebih dahulu dengan melewatkan metanol, kemudian air yang telah diasamkan

dengan 0.01 % HCl. Ekstrak pekat kemudian dilewatkan kedalam C-18

Sep-Pak Cartridge yang telah diaktifkan. Antosianin dan senyawa fenolik lainnya diserap pada mini kolom, sedangkan gula, asam, dan komponen

larut air lainnya dielusi dengan larutan air yang telah diasamkan dengan

0.01 % HCl sebanyak 2 kali volume kolom. Antosianin dielusi dengan

metanol yang mengandung 0.01 % HCl. Fraksi metanolik ini kemudian

dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 35oC dan pigmen yang tersisa dilarutkan dalam air deionisasi yang mengandung 0.01 % HCl.

4. Hidrolisis Basa dan Asam (Galindo et al., 1999) a. Hidrolisis Basa

Pigmen yang sudah dimurnikan (2 ml) kemudian disaponifikasi

di dalam tabung reaksi bertutup dengan menggunakan 10 % KOH (10

ml). Proses ini dilakukan selama 8 menit pada suhu ruang dan dalam

ruangan gelap. Larutan ini kemudian dinetralkan dengan HCl 2 N.

Hidrolisat ini kemudian dimurnikan dengan melewatkannya ke dalam

C-18 Sep-Pak Cartridge.

b. Hidrolisis Asam

Pigmen murni yang sudah disaponifikasi (1 ml) dicampur

dengan 15 ml HCl 2 N di dalam tabung reaksi tertutup, kemudian

dihembus dengan gas nitrogen dan ditutup. Pigmen dihidrolisis selama

45 menit pada suhu 100oC dan didinginkan. Hidrolisat ini kemudian

dimurnikan dengan melewatkannya ke dalam C-18 Sep-Pak Cartridge.

C. METODE ANALISIS

1. Penentuan Kadar Air (AOAC Official Method. 979.12, 1995)

Cawan aluminium dikeringkan pada suhu 100-105oC selama 1 jam

(41)

dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan. Setelah

itu, sampel besarta cawan dikeringkan dalam oven vakum bersuhu 70 ± 1

o

C dengan tekanan maksimum 5000 N/m2 (Pa) atau 37.5 mmHg selama 16

± 0.5 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air

dihitung dengan menggunakan rumus;

%

M1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan

M2 = berat cawan + sampel setelah dikeringkan

2. Penentuan Kadar Abu (AOAC Official Method 940.26, 1995)

Cawan poselin dikeringkan pada suhu 100oC, didinginkan dalam

desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5-10 gram dimasukkan

dalam cawan porselin dan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu ≤ 525 oC.

Proses pengabuan dilakukan selama 12-18 jam, kemudian dimasukkan

kedalam desikator untuk didinginkan lalu ditimbang. Kadar abu dihitung

dengan rumus;

M1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan

M2 = berat cawan + sampel setelah dikeringkan

3. Penentuan Kadar Protein (AOAC Official Method 920.152, 1995; AOAC Official Method 960.52, 1995)

Penentuan kadar protein buah duwet menggunakan metode mikro

Kjeldhal. Sampel ditimbang 0.2 g (kira-kira membutuhkan 0.5 – 1 ml HCl

0.02 N). Sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan

1.9±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO, dan 2.0±0.1 ml H2SO4 kemudian

(42)

19 air (1-2 ml). Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam alat destilasi dan

ditambahkan 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Digunakan asam borat yang

telah ditambahkan indikator campuran merah metil dan metil biru

sebanyak 2-4 tetes. Destilasi sampai mendapatkan 15 ml destilat dan

dilarutkan menjadi 50 ml. Hasil ini kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N

sampai titik akhir dari titrasi. Titik akhir titrasi ketika warna titrat berubah

dari hijau menjadi biru keunguan/abu-abu. Kadar protein dihitung dengan

rumus;

4. Penentuan Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Penentuan kadar lemak buah duwet menggunakan metode ekstraksi

langsung dengan alat Soxhlet. Sampel ditimbang ± 5 gram kemudian dimasukkan kedalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas dan

disumbat dengan kapas. Setelah itu, dimasukkan ke dalam alat soxhlet

yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah diketahui bobotnya.

Ekstraksi dilakukan selama 6 jam dengan menggunakan pelarut heksan.

Setelah diperoleh labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut, labu

dikeringkankan dengan oven 105°C. Labu lemak dimasukkan dalam

desikator dan setelah itu ditimbang berat labu berisi lemak. Kadar lemak

dihitung dengan rumus;

5. Penentuan Kadar Karbohidrat (by difference)

Penentuan kadar karbohidrat buah duwet dilakukan dengan

menggunakan perhitungan Carbohydrate by Difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

(43)

6. Penentuan Konsentrasi Antosianin (Prior et al., 1998)

Konsentrasi antosianin dapat diukur berdasarkan metode pH-differential. Sebanyak masing-masing 0.05 ml sampel dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan

buffer potasium klorida (0.025 M) pH 1 sebanyak 4.95 ml dan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan buffer sodium asetat (0.4 M) pH 4.5 sebanyak 4.95 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan buffer potasium klorida dan sodium asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua

perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang

516 nm dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit.

Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan

persamaan: A = [( A516 - A700 )pH1 – ( A516 - A700 )pH4.5 ].

Konsentrasi antosianin dihitung sebagai sianidin-3-glikosida

menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 29 600 L cm-1 dan berat

molekul sebesar 448.8.

Konsentrasi antosianin ( mg L-1 ) = ( A x BM x FP x 1000 )

( ε x 1),

dimana: A = absorbansi

BM = berat molekul ( 448.8 )

FP = faktor pengenceran ( 5 ml / 0.05 ml )

ε = koefisien ekstingsi molar ( 29 600 L cm -1 ).

Konsentrasi antosianin selanjutnya dinyatakan dalam mg CyE/g

sampel (CyE = sianidin equivalen).

7. Penentuan Rendemen Antosianin

Rendemen antosianin dihitung dalam persen yang menyatakan

banyaknya antosianin yang terdapat dalam sampel berdasarkan berat

basah.

(44)

21

8. Penentuan Karakteristik Antosianin (Harborne, 1967; Hrazdina, 1970; Francis, 1982)

Karakteristik antosianin pada buah duwet ditentukan dengan

menggunakan analisis spektrofotometrik dan TLC (Thin Layer

Chromatography). Analisis spektrofotometrik didasarkan pada prosedur yang dilakukan oleh Harborne (1967) dan Francis (1982). Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui spektra/spektrum dan dapat diketahui panjang

gelombang maksimum dari komponen antosianin pada buah duwet

sehingga dapat diketahui karakteristiknya seperti ada tidaknya gugus asil.

Pengukuran ini dilakukan pada ekstrak kasar, ekstrak yang telah

dipurifikasi, ekstrak yang telah dihidrolisis basa, dan asam dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang antara

200 – 700 nm. Data karakteristik dari panjang gelombang maksimum

(spektra) yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan tabel data panjang

gelombang maksimum untuk beberapa antosianidin (Lampiran 11) dan

antosianin (Lampiran 12).

Analisis TLC didasarkan pada prosedur yang dilakukan oleh

Hrazdina (1970) dengan modifikasi yaitu penggantian plat selulose dengan

plat silika gel. Analisis ini dilakukan pada ekstrak pekat, ekstrak yang

sudah dipurifikasi, ekstrak yang sudah dihidrolisis basa. Lempeng TLC

yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari silika gel, sedangkan

eluennya adalah BAW (n-butanol-asam asetat-air dengan perbandingan

4:1:5). Sebelum digunakan, eluen ini dijenuhkan selama 1 jam. Sampel

dispotkan pada lempeng TLC dengan jarak 1 cm dari bagian bawah

lampeng TLC dan jarak antara masing-masing spot adalah 1 cm. Spot

tersebut dibiarkan kering, kemudian dielusi dengan eluen BAW dalam

TLC chamber hingga jarak eluen 0.5 cm dari bagian atas lempeng TLC. Lempeng tersebut kemudian dibiarkan kering dan dihitung nilai Rf-nya.

Perhitungan nilai Rf adalah sebagai berikut:

(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK KIMIA BUAH DUWET

1. Komposisi Kimia Buah Duwet

Komposisi kimia dari buah duwet yang meliputi analisis kadar air,

kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan karbohidrat. Penentuan

komposisi kimia dilakukan pada kulit dengan daging buah dan kulit buah.

Hal ini dilakukan karena pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah

keduanya yaitu, kulit dengan daging buah dan kulit buah sehingga dapat

diketahui karakteristik kimia dari masing-masing sampel tersebut. Hasil

analisis komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia buah duwet Komposisi kimia

(%BB)

Bagian Buah

Kulit Buah Kulit dan Daging Buah

Air 83.53 ± 0.090 86.51 ± 0.043

Abu 0.40 ± 0.019 0.21 ± 0.005

Lemak 0.30 ± 0.012 0.13 ± 0.005

Protein 0.68 ± 0.020 0.84 ± 0.019

Karbohidrat 15.09 ± 0.071 12.31 ± 0.049

Karakteristik penting dari produk hortikultura khususnya

buah-buahan adalah kandungan air. Kadar air inilah yang memberikan tingkat

juiciness dan kesegaran (freshness) sebagai ciri khas dari buah. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang terdapat sebagai

komponen di dalam atau di luar sel dalam produk sayuran, buah-buahan

maupun hewan (Sakidja, 1989). Kadar air bagian kulit buah duwet adalah

83.53%, sedangkan kadar air bagian kulit dan daging buah duwet adalah

86.51%. Perbedaan ini disebabkan karena air yang terdapat pada daging

buah lebih banyak dibandingkan dengan air yang terdapat pada kulit buah.

Kadar air yang tinggi dapat memicu reaksi enzimatis maupun non

(46)

23 Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan

organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan

dan cara pengabuannya (Sudarmadji et al., 1996). Kadar abu dipengaruhi oleh komponen mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Menurut

Winarno (1997), unsur mineral dikenal sebagai bahan anorganik yang

tidak terbakar selama proses pembakaran sehingga terbentuk abu. Kadar

abu kulit buah duwet adalah 0.40% sedangkan kulit dan daging buah

sebesar 0.21%. Perbedaan ini menunjukkan bahwa senyawa anorganik

lebih banyak terdapat dalam kulit buah.

Lemak yang terdapat dalam buah-buahan adalah lemak nabati.

Kadar lemak pada kulit buah sebesar 0.30% sedangkan kadar lemak pada

kulit dan daging buah adalah 0.13%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar

lemak di kulit buah lebih banyak. Kadar lemak ini disebabkan oleh adanya

lapisan lilin yang terdapat pada permukaan kulit sehingga kadar lemak

pada sampel kulit buah saja lebih banyak dibandingkan dengan kadar

lemak yang ada pada kulit dan daging buah. Kadar lemak yang tinggi

menyebabkan komponen nonpolar tinggi pula. Tingginya komponen

nonpolar akan mempengaruhi karakteristik dari pigmen antosianin

sehingga penentuan karakteristik dari antosianin ini menjadi lebih sulit.

Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena

dihitung berdasarkan pada jumlah nitrogen yang terkandung dalam bahan

pangan (AOAC Official Method 920.152, 1995). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kadar protein pada kulit buah sebesar 0.68%,

sedangkan pada kulit dan daging buah sebesar 0.84%.

Komponen karbohidrat yang banyak pada bahan pangan adalah

pati, gula, pektin, dan selulosa. Penentuan kadar karbohidrat dalam

penelitian ini menggunakan cara perhitungan kasar atau juga disebut

carbohydrate by difference. Menurut Winarno (1997), perhitungan

carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar

komposisi bahan pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan

(47)

buah. Kandungan karbohidrat pada kulit buah sebesar 15.09% sedangkan

pada kulit dan daging buah sebesar 12.31%.

Secara keseluruhan komposisi kimia kulit dengan daging buah dan

kulit buah tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan literatur. Menurut

Verheij dan Coronel (1997), kandungan tiap 100 gram bagian buah duwet

yang dapat dimakan adalah kadar air sebesar 84-86 %, kadar abu sebesar

0.4-0.7 %, kadar protein sebesar 0.2-0.7 %, kadar lemak sebesar 0.3 %,

dan karbohidrat sebesar 14-16 %. Komposisi kimia buah duwet bila

dibandingkan dengan buah yang sejenis seperti buah anggur yang

memiliki komposisi kimia sebagai berikut : kadar air 74.80 %, kadar abu

0.52 %, kadar protein 0.58 %, kadar lemak 0.32 %, dan karbohidrat 15.78

% memiliki karakterisitik yang hampir sama dengan buah duwet (Anonim,

2008d).

2. Kandungan Antosianin Buah Duwet

Pengukuran konsentrasi antosianin digunakan untuk mengetahui

kandungan total antosianin. Konsentrasi antosianin ini diukur dengan

menggunakan metode pH differential. Total antosianin ini dihitung dari selisih pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang

maksimum yang dilarutkan masing-masing dalam dua macam larutan

buffer yang memiliki nilai pH yang berbeda. Pada pH 1, antosianin berada dalam bentuk kation flavilium yang menunjukkan jumlah antosianin dan

senyawa-senyawa pengganggu. Sedangkan pada pH 4.5, antosianin berada

dalam bentuk karbinol yang menunjukkan jumlah senyawa pengganggu.

Selisih dari kedua pengukuran akan menunjukkan jumlah antosianin

(Francis, 1982).

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer

UV-Vis pada dua panjang gelombang yaitu 516 dan 700 nm. Panjang

gelombang 516 nm merupakan panjang gelombang maksimum dari

antosianin buah duwet. Hasil ini diperoleh dengan melarutkan ekstrak

(48)

25 pada pH antara 4 – 5, antosianin kehilangan proton sehingga menghasilkan

struktur karbinol pseudobase.

Pengukuran konsentrasi antosianin dilakukan pada bagian kulit

buah duwet dengan berbagai tingkat kematangan karena pada umumnya

antosianin terdapat pada permukaan buah. Tingkat kematangan ini dapat

dilihat dari warna kulit buah duwet yang berubah dari hijau menjadi ungu.

Kulit buah berwarna hijau menunjukkan buah masih muda sedangkan kulit

buah berwarna ungu menunjukkan buah telah matang. Dalam penelitian

ini digunakan lima tingkat kematangan dari buah duwet, yaitu buah duwet

dengan kulit yang masih hijau penuh, buah duwet dengan kulit merah,

buah duwet dengan kulit merah agak ungu, buah duwet dengan kulit ungu

sedikit merah, dan buah duwet dengan kulit ungu kehitaman. Kandungan

antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan.

Kulit Buah* Kandungan Antosianin (mg CyE/g)

* Sampel dari atas kebawah menunjukkan perubahan tingkat kematangan dari muda ke matang.

Buah duwet dengan kulit hijau penuh tidak memiliki kandungan

pigmen antosianin. Menurut MacDougall (2002), karakteristik warna hijau

pada buah yang belum matang disebabkan oleh adanya pigmen klorofil

(49)

antosianin sehingga nilai konsentrasi antosianinnya 0. Ekstrak yang

didapat berwarna hijau, hal ini membuktikan bahwa tidak adanya

kandungan antosianin di dalam kulit yang berwarna hijau. Hasil ini juga

dapat dilihat dari Gambar 3.

0.0

350 400 450 500 550 600 650

Panjang gelombang (nm)

= kulit buah duwet berwarna hijau semua = kulit buah duwet berwarna merah

= kulit buah duwet berwarna merah agak keunguan = kulit buah duwet berwarna ungu sedikit merah = kulit buah duwet berwarna ungu kehitaman

Gambar 3. Pola spektra kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan dalam pH 1

Hasil tersebut menunjukkan bahwa gambar spektrum pada kulit

buah duwet berwarna hijau berbeda dari gambar spektrum yang lain.

Gambar spektrum pada ekstrak kulit buah duwet yang berwarna hijau ini

tidak memiliki panjang gelombang maksimum didaerah antara 500 – 550

nm, sehingga dapat dikatakan bahwa pada sampel ini tidak memiliki

kandungan antosianin. Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin

mempunyai panjang gelombang maksimum pada daerah visibel yaitu 465

– 550 nm.

Kandungan antosianin pada kulit buah duwet sebanding dengan

tingkat kematangannya. Kandungan antosianin semakin meningkat dengan

(50)

27 kematangan ini dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah duwet, yaitu

dari kulit yang berwarna hijau sampai kulit yang berwarna ungu

kehitaman. Kandungan antosianin pada berbagai tingkat kematangan buah

duwet berturut-turut adalah sebagai berikut, untuk kulit buah berwarna

merah adalah sebesar 0.19 mg CyE/g, kulit buah dengan warna merah

agak keunguan sebesar 1.04 mg CyE/g, kulit buah dengan warna ungu

sedikit merah sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu

kehitaman sebesar 3.79 mg CyE/g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kulit dengan tingkat kematangan paling tinggi yaitu dengan warna kulit

ungu kehitaman memiliki kandungan antosianin yang paling besar.

Perubahan tingkat kematangan ini juga sebanding dengan

rendemen antosianin. Buah yang semakin matang memiliki rendemen

antosianin semakin besar. Nilai rendemen antosianin pada berbagai tingkat

kematangan buah berturut-turut adalah untuk kulit buah berwarna hijau

adalah sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah adalah sebesar 0.02

%, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit

buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, dan kulit buah

dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %.

Selama proses pematangan buah banyak terjadi perubahan kimia,

termasuk perubahan komposisi pigmen dan perubahan warna yang

melibatkan proses biosintesis dan katabolisme. Selama proses pematangan

ini, kloroplas secara berangsur-angsur akan digantikan oleh kromoplas

yang hanya mengandung karotenoid. Proses pematangan pada berbagai

buah ini juga melibatkan biosintesis antosianin yang larut dalam air yang

terakumulasi dalam vakuola sentral dari sel mesofil. Proses sintesis dari

antosianin ini diawali oleh malonil-CoA yang berasal dari 3 asetil-CoA

dan p-koumaroil-CoA fenilalanin (MacDougall, 2002). Faktor-faktor yang

sangat penting yang mempengaruhi biosintesis dan akumulasi dari

antosianin selama proses pematangan antara lain adalah cahaya dan suhu

(Francis, 1982).

Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran konsentrasi

(51)

ungu kehitaman (tingkat kematangan paling tinggi). Hasilnya dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan antosianin pada bagian buah duwet pada tingkat kematangan tertinggi.

Bagian Buah Kandungan Antosianin (mg CyE/g)

Rendemen Antosianin (%)

Kulit buah 3.79 ± 0.061 0.38± 0.0061

Kulit dan daging buah 1.24 ± 0.054 0.12 ± 0.0054

Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan kandungan

antosianin yang cukup besar antara kulit buah dan kulit dengan daging

buah. Kandungan antosianin pada bagian kulit buah sebesar 3.79 mg

CyE/g sedangkan pada bagian kulit dengan daging buah sebesar 1.24 mg

CyE/g. Menurut MacDougall (2002), antosianin ini terdapat pada sel

epidermal dan subepidermal, yang terlarut dalam vakuola atau

terakumulasi pada gelembung yang disebut antosianoplas. Umumnya

antosianin terdapat pada permukaan buah yaitu kulit buah. Rendemen

antosianin pada bagian kulit buah lebih besar bila dibandingkan dengan

bagian kulit dan daging buah.

Perbedaan ini juga dapat dilihat pada sampel setelah mengalami

proses penghancuran. Sampel kulit buah memiliki warna ungu yang lebih

tua bila dibandingkan dengan sampel kulit dengan daging buah yang

memiliki warna ungu muda. Hal ini dapat menunjukkan kandungan

antosianin yang terdapat dalam kulit buah lebih tinggi. Oleh karena itu,

pada analisis selanjutnya hanya digunakan kulit buah saja karena akan

menghasilkan pigmen yang lebih banyak sehingga lebih efektif.

Untuk membandingkan kandungan antosianin yang terdapat pada

buah duwet digunakan bahan lain yaitu kulit buah anggur dan kubis ungu.

Gambar

Gambar 1. Buah Duwet (Syzygium cumini)
Tabel 1. Kandungan nilai gizi buah duwet per 100 g *
Gambar 2. Struktur dasar kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996)
Tabel 2. Struktur alami yang terjadi pada antosianidin *
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kecepatan waktu dalam proses berkas terenkripsi/terdekripsi pada jenis berkas ( Word, Excell , Gambar) dan untuk satu jenis berkas yang sama tidak menghasilkan nilai

PT. Bank Mega Tbk sejak tahun 2000 sudah memiliki Contact Center, yang di dukung dengan teknologi yang canggih. Salah satu teknologi yang ada pada Contact Center PT Bank

Langkah selanjutnya adalah mem- bandingkan bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang- undangan dengan bahan hukum sekunder yang berupa pendapat-

Jawaban : 1) Permissive effect adalah pengaruh satu hormone pada satu sel target yang memelukan pembukaan serempak atau sebelumnya pada hormone lain. Pembukaan yang

Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edema interstitial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstitial yang longgar

Sedangkan langkah-langkah dalam menganalisis datanya adalah: (1) membaca data yang sudah dicatat, (2) mengklasifikasikan atau mencatat data sesuai tujuan peneliti berdasarkan

Dari hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang menerapkan teknik peer correction dan menggunakan media macromedia flash ini dapat meningkatkan motivasi belajar

Untuk pengaturan menggunakan terminal X-CTU, hal pertama yang harus dilakukan adalah masuk pada mode AT Command dengan mengetikkan tiga karakter “+++” secara