DISAIN SISTEM PENUTUPAN TAMBANG MINERAL
BERKELANJUTAN
(Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport
Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua )
HARY TRIEKURNIANTO BUDHYONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:
Disain Sistem Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan (Studi Kasus: Rencana
Penutupan Tambang PT Freeport Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua)
adalah karya saya sendiri dengan arahan bimbingan dari Komisi Pembimbing
Penelitian dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan yang sebenar-benarnya.
Bogor, 16 September 2009
Hary Triekurnianto Budhyono
ABSTRACT
Hary Triekurnianto Budhyono. 2009. Design of Sustainable Minerals Mine Closure System (Case Study: Mine Closure Planning of Freeport Indonesia company in Mimika District, Province of Papua). Under Direction of Santun R.P. Sitorus, Hariadi Kartodihardjo, and Marimin.
Sustainable mine closure is a challenge for mining industries to contribute to sustainable development that requires long range planning. The objective of this research is to arrange a design of sustainable minerals mine closure system consisting of some scenarios toward sustainability of development and community existence in Mimika District after PTFI operation. Methods used to analyze the data included closure risk factor (CRF), ECM (exponential comparison method), ISM
(interpretative structural modeling), AHP (analytical hierarchy process), Benchmarking analysis, and Dynamic System. The CRF analysis indicated that the
total value of PTFI closure risk factor is 2,773 corresponding to an extreme closure risk rating. Benchmarking analysis showed that Australia and Canada are feasible benchmark target countries for Indonesia. The criteria of health and safety of community is a criteria with the highest discrepancy average value (-20,029) compared with nine other criteria of key sustainable mine closure success factors that should be applied in Indonesia to achieve Australian and Canadian standards. The AHP analysis demonstrated that the best alternative for sustainable mine closure is integrated planning based on the optimal utilization of natural resources applied from the beginning of mining operation (weight 0.594). To create sustainability after PTFI mining operation, all PTFI’s stakeholders should be focused to develop the economic and social activities to replace full dependence on PTFI. The Dynamic system analysis showed that sustainability for social, economic, and environmental aspects in Mimika District cannot be achieved if the mining benefit and development activities are managed as usual or in the present condition until PTFI’s mining closure. This research resulted four alternatives scenario policy of sustainable mine closure. The best scenario for implementation in Mimika District is very optimistic scenario that applied in 2017. This scenario to be resulted: the sustainability point to be achieved in 2028 or 13 years before PTFI’s mining closure, Mining Benefit Transformation Result Value (MBTRV) – Mining Benefit Average Value (MBAV) is 59,01 quintillions rupiah and to have MBTRV is 149.42 quintillions rupiah when PTFI’s mining closure, increasing of environmental quality value 62.71% when PTFI’s mining closure compared with before applied scenario, conflicts potential is emerging in 2030 and conflicts occurrence is happened in 2035.
RINGKASAN
Hary Triekurnianto Budhyono. 2009. Disain Sistem Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan (Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua). Di bawah bimbingan: Santun R.P. Sitorus, Hariadi Kartodihardjo, dan Marimin.
Penutupan tambang oleh World Bank dan IFC (2002) diistilahkan sebagai it’s not over when it’s over. Mengapa demikian? Karena kemungkinan bencana lingkungan dapat muncul sewaktu-waktu walaupun kegiatan penutupan tambang telah selesai dilaksanakan. Sedikitnya ada tiga masalah utama yang muncul, yaitu terhentinya manfaat ekonomi, menurunnya fungsi-fungsi pelayanan sosial, dan menurunnya kegiatan perlindungan lingkungan hidup. Kondisi ini dapat bertambah parah apabila sumber pendapatan ekonomi daerah hampir sepenuhnya bergantung pada pendapatan bahan tambang untuk menjalankan kegiatan pembangunan di daerah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan rencana penutupan tambang (RPT) yang komprehensif dan dapat diaplikasikan. Sebab, apabila tidak kota bekas tambang dapat berubah menjadi “kota hantu” (ghost town).
Paradigma kegiatan penutupan tambang mengalami banyak pergeseran. Seabad yang lalu ketika pertambangan mengambil habis bijih tambang dan produksi terhenti maka tambang ditutup seadanya dan ditinggalkan (World Bank
dan IFC, 2002). Namun demikian, sejak konsep Pembangunan Berkelanjutan (PB)
dicetuskan oleh WCED (1987) dan kemudian didorong oleh Deklarasi Rio tahun 1992, fokus perhatian global tertuju pada keberlanjutan dan publik menginginkan PB dilengkapi dengan informasi mengenai kinerja-kinerja sosial, ekonomi dan lingkungan (McAllister et al., 1999). Berbagai negara segera respon PB untuk diterapkan pada kebijakan pertambanganya. MMSD (2002) memperjelas rumusan kerangka penerapan PB di pertambangan adalah “bagaimana sektor ini berkontribusi pada kemakmuran dan kesejahteraan manusia pada saat ini tanpa mengurangi potensi dari generasi mendatang untuk melakukan hal yang sama”.
Pertanyaannya adalah bagaimana sektor pertambangan di Indonesia untuk merespon PB ini? Indonesia baru mempunyai regulasi khusus penutupan tambang setelah 63 tahun merdeka, yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 18 tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Walau regulasi ini mulai mencoba mengakomodasikan PB, namun porsi penjelasan, kriteria dan indikator keberlanjutan sosial dan ekonomi belum dijelaskan serinci kegiatan pemulihan fisik daerah bekas tambang. Apabila dibandingkan dengan negara lain, Australia mengeluarkan kebijakan di sektor pertambangannya untuk merespon PB pada tahun 1991(McAllister et al., 1999), Kanada pada tahun 1996 (Shinya, 1998), dan Afrika Selatan pada tahun 2002 (ESMAP et al., 2005). India sampai tahun 2006 tidak mempunyai pedoman penutupan tambang yang ilmiah (Singam et al., 2006).
Untuk menjawab permasalahan dan tantangan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan studi kasus pada Rencana Penutupan Tambang (RPT) PT Freeport Indonesia (PTFI). Alasannya adalah: pertama, kontribusi PTFI yang sangat besar pada PDRB Kabupaten Mimika dan pada PDRB Propinsi Papua serta berkontribusi pada kegiatan pengembangan masyarakat setempat yang sangat nyata. Kedua, tingkat faktor resiko penutupan (CRF ) tambang PTFI masuk dalam
kategori “ekstrim” (Laurence 2001; 2006). Sehubungan dengan kontribusi yang besar dan resiko penutupan tambang PTFI yang ekstrem maka diperlukan sebuah RPT yang komprehensif dan terpadu yang dapat diterapkan. Apabila tidak, kota Timika dan sekitarnya dapat menjadi kota hantu.
Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun disain sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan dalam bentuk skenario-skenario menuju keberlanjutan pembangunan dan kehidupam masyarakat di Kabupaten Mimika pada SaPeT PTFI.
Penelitian ini dilaksanakan selama periode Januari 2008 - Januari 2009 di Kabupaten Mimika (tempat operasi tambang PTFI), dengan mewawancarai para pemangku kepentingan (PPK) terkait penutupan tambang. Wawancara dengan pakar dilakukan di Jakarta, Bogor, dan Bandung, serta korespondensi pakar di Negara Kanada dan Negara Australia.
Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan sistem. Metode yang dipakai adalah: pertama, Hard System Methodology (HSM) yaitu sistem dinamik.
Kedua, Soft System Methodology (SSM) yang berupa: ISM (Interpretative Structural
Modeling), AHP (Analitical Hierarchy Process), analisis patok duga (benchmarking
analysis), dan MPE (metode perbandingan eksponensial).
Indikator-indikator keberlanjutan penutupan tambang pada SaPeT PTFI didapatkan melalui teknik MPE terhadap gabungan data dan informasi yang dihasilkan dari analisis Faktor Resiko Penutupan tambang (CRF) dan analisis
kebutuhan PPK.
Faktor-faktor kunci penentu keberhasilan penutupan tambang berkelanjutan dikaji dengan menggunakan metode patok duga, yang terdiri dari: (i). AHP yang diolah melalui perangkat lunak Criterium Decision Plus version student untuk menentukan kelayakan Australia dan Kanada sebagai negara target patok duga; (ii) MPE digunakan menilai peringkat Indonesia dan dua negara target; (iii) analisis kesenjangan menentukan faktor kunci penentu yang perlu diterapkan di Indonesia. Untuk mengetahui komponen-komponen yang dominan dalam perencanaan penutupan tambang berkelanjutan dilakukan wawancara pakar dengan teknik AHP dan diolah melalui perangkat lunak Expert Choice 2000 terhadap tiga pilihan perencanaan penutupan tambang. Skenario-skenario keberlanjutan kondisi saat ini, menjelang, dan pada SaPeT diperoleh dengan melakukan analisis sintesis dari hasil analisis sistem dinamik dan ISM, AHP, serta analisis patok duga. Perangkat lunak yang digunakan adalah Powersim Constructor versi 2.5.
Indikator-indikator keberlanjutan penutupan tambang PTFI, yaitu: (a) aspek lingkungan, diantaranya: minimisasi beban abadi pada lingkungan, pembentukan lahan akhir, dan perlindungan pada ekosistem dan manusia; (b) aspek sosial, diantaranya: pelayanan kesehatan dan pendidikan, peningkatan kualitas SDM, pemulihan hak masyarakat dalam mengorganisasikan, pembentukan lembaga atau forum penutupan tambang, dan kesehatan dan keamanan sosial; dan (c). aspek ekonomi, diantaranya: keberadaan pasar untuk produk-produk lokal, jumlah kegiatan ekonomi yang tujuan pasarnya selain ke PTFI, pembangunan sumber ekonomi lain selain pertambangan PTFI, jumlah tujuan pasar produk sektor selain tambang ke luar Mimika, kontribusi sumber ekonomi selain tambang pada PDRB, dan peningkatan iklim investasi
berdasarkan analisis situasional dan kebutuhan pembangunan Kabupaten Mimika di masa depan. Kelima faktor tersebut yaitu: kualitas SDM, adanya Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan (BPPTB), infrastruktur yang memadai, investasi ekonomi baru, dan perlindungan dan pelestarian lingkungan. Kelima faktor penggerak kunci inilah yang menjadi input terkontrol dalam analisis sistem dinamik.
Hasil Analisis patok duga menunjukkan bahwa Australia dan Kanada layak menjadi negara target patok duga bagi Indonesia. Analisis kesenjangan menunjukkan bahwa kesenjangan nilai kriteria Indonesia dibandingkan dua negara target patok duga, semuanya mempunyai nilai kesenjangan negatif. Artinya semua faktor tersebut berguna atau menjadi syarat bagi Indonesia untuk mencapai standar penutupan tambang mineral seperti standar di kedua negara patok duga tersebut.
Analisis AHP, menunjukkan bahwa aktor pemerintah (0,454) dan masyarakat setempat (0,228) merupakan aktor yang paling berperan (68,2 %) dalam menentukan kebijakan dan kesuksesan kegiatan penutupan tambang. Aspek ekonomi (0,337) mempunyai nilai bobot tertinggi kemudian diikuti aspek sosial (0,226) dan aspek lingkungan (0,177). Faktor kualitas SDM (0,102), penciptaan lapangan kerja (0,085), ketaatan pada regulasi (0,083), dan faktor pendidikan dan kesehatan (0,079), merupakan empat faktor utama diantara 15 faktor yang dianalisis. Tujuan keberlanjutan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (0,385) adalah tujuan utama disusul oleh tujuan menuju keberlanjutan kualitas kehidupan sosial masyarakat (0,351). Pilihan kebijakan perencanaan terpadu berdasarkan SDA unggulan sejak dini merupakan pilihan yang terbaik (0,594).
Hasil analisis sistem dinamik menunjukkan bahwa keberlanjutan pembangunan dan keberadaan masyarakat di Kabupaten Mimika tidak dapat dicapai jika manfaat tambang dan kegiatan-kegiatan pembangunan dikelola seperti kondisi saat ini sampai penutupan tambang PTFI. Karena mempunyai NHTMT – NMTR yang negatif. Diperlukan skenario untuk mencapai keberlanjutan.
Ada empat pilihan skenario kebijakan penutupan tambang yang dihasilkan dari penelitian ini, yaitu skenario optimis aplikasi tahun 2012, 2017, dan 2022 serta skenario optimis aplikasi tahun 2012. Pilihan skenario kebijakan terbaik adalah Skenario Sangat Optimis Aplikasi 2017. Skenario ini menghasilkan: titik keberlanjutan dapat dicapai pada tahun 2028 atau 13 tahun sebelum SaPeT PTFI, NHTMT – NMTR sebesar 59,01 triliyun rupiah dan mempunyai NHTMT sebesar 149,42 triliyun rupiah pada SaPeT PTFI (2041), kenaikan kualitas lingkungan sebesar 62,71% pada SaPeT PTFI dibandingkan sebelum skenario, dan potensi konflik terjadi pada tahun 2030 dan kejadian konflik terjadi pada tahun 2035.
Untuk menuju keberlanjutan pada saat sebelum masa penutupan tambang PTFI tiba dan setelahnya, Pemda Mimika perlu melakukan beberapa hal, yaitu: meningkatkan kemampuan SDM, ketersediaan infrastruktur, investasi ekonomi baru, dan meningkatkan kemampuan pemda dalam memimpin aktifitas pembangunan berkelanjutan. Selain itu, Pemda Mimika juga perlu membentuk BPPTB dan melakukan kajian SDA unggulan secara mendalam dan mengimplementasikannya.
@
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencamtumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritis atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
DISAIN SISTEM PENUTUPAN TAMBANG MINERAL
BERKELANJUTAN
(Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport
Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua )
HARY TRIEKURNIANTO BUDHYONO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Kualifikasi:
1. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA
2. Dr. Ir. Erliza Noor
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:
1. Dr. Ir. S. Witoro Soelarno, M.Si
Judul Disertasi : Disain Sistem Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan (Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua)
Nama : Hary Triekurnianto Budhyono
NRP : P 062050564
Disetujui: Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua
Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.
Anggota Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Ta’ala berkat pertolongan dan rahmatNya saya
dapat menyelesaikan disertasi ini. Humphreys, Sachs, dan Stiglitz (2007) dalam
buku mereka berjudul “Escaping The Resource Curse” mengatakan bahwa
negara-negara yang berlimpahan SDA seperti minyak dan gas, performa
pembangunan ekonomi dan tata kelola pemerintahannya (good governance) kerap
lebih buruk dibandingkan negara-negara yang SDA-nya lebih kecil. Anugerah ini
kerap kali menjadi penghambat daripada menciptakan pembangunan yang stabil
dan berkelanjutan. Sebuah paradoks dan menimbulkan pertanyaan, mengapa
kekayaan SDA sering menimbulkan masalah buruk ketimbang kebaikan?
Penelitian ini merupakan satu bentuk kontribusi dalam upaya penyelesaian
permasalahan penutupan tambang yang selalu dihadapi oleh pemerintah,
perusahaan tambang dan masyarakat. Juga diharapkan menjadi satu bagian jalan
keluar menghindarkan laknat SDA tersebut terjadi di sektor pertambangan di
Indonesia tercinta.
Hampir dibanyak kasus penutupan tambang di dunia, termasuk di Indonesia
menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi daerah dan masyarakat
yang ditinggalkannya. World Bank dan IFC (2002) menyebut penutupan tambang
sebagai it’s not over when it’s over. Sampai saat ini focus kebijakan dan kegiatan penutupan tambang hanyalah mengelola kerusakan fisik lingkungan saja.
Keberlanjutan manfaat sosial dan ekonominya baru dalam bentuk wacana dan
konsep, belum tersedia sebuah rumusan konkrit yang mudah diaplikasikan.
Disain sistem penutupan tambang berkelanjutan (PTB) sebagai hasil akhir
dari penelitian ini, disusun dari: (a) indikator-indikator keberlanjutan lingkungan,
ekonomi, dan sosial hasil dari analisis kebutuhan para pemangku kepentingan (PPK)
dan analisis Faktor Resiko Penutupan dan analisis MPE; (b) faktor-faktor penggerak
kunci PTB hasil dari analisis ISM; (c) komponen-komponen dominan dalam
perencanaan PTB hasil dari analisis AHP; (d) faktor-faktor kunci penentu
keberhasilan PTB hasil dari analisis benchmarking; dan (e) skenario-skenario PTB
hasil dari analisis sistem dinamik. Hasil aplikasi pada rencana penutupan tambang
PT Freeport Indonesia (PTFI) didapatkan ada empat skenario kebijakan penutupan
tambang berkelanjutan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulusnya disampaikan kepada
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus, M.Sc, Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS, dan Prof.
kontribusi pemikiran, saran, dan bimbingannya. Terima kasih disampaikan juga
kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
(PS-PSL) Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS dan seluruh staf sekretariat PSL atas
perhatian, dukungan, dan waktunya. Kepada Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
selaku Dekan Pascasarjana, disampaikan terima kasih atas perhatiannya. Terima
kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA dan Prof. Dr. Ir. Bambang
Pramudya, M.Eng sebagai penguji luar komisi saat ujian tertutup yang telah
memberikan masukan sangat berharga. Terima kasih dan penghargaan yang tinggi
kepada Dr. Ir. S. Witoro Soelarno, M.Si dan Dr. Ir. Oteng Haridjaja, M.Sc. selaku
penguji luar komisi saat ujian terbuka yang telah banyak memberikan masukan dan
menambah bobot disertasi ini.
Rasa terima kasih juga disampaikan kepada para pakar baik yang berasal
dari perguruan tinggi, kalangan industri tambang, kalangan LSM di Mimika, dan
asosiasi pertambangan yang terlibat dalam wawancara dan pengisian kuesioner
atas sumbangan pikiran dan pendapat yang sangat berharga sehingga proses
analisis yang dibutuhkan dalam penelitian ini bisa terselesaikan dengan baik.
Terima kasih secara khusus disampaikan kepada Manajemen PTFI yang telah
memberikan kesempatan, dukungan beasiswa dan biaya penelitian serta data dan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Saya menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sebuah kesempurnaan,
walaupun demikian sangat diharapkan hasil-hasil yang telah dicapai dalam
penelitian ini dapat bermanfaat bagi PPK pertambangan.
Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan
dan perhatiannya dalam menyelesaikan disertasi ini. Secara khusus kepada kedua
orang tua saya yang telah membesarkan saya dengan mendidik secara baik dan
benar dalam menghadapi kehidupan. Kepada istri saya terkasih, Fita D. Manan, dan
anak-anakku tercinta, Tari dan Rina yang telah memberikan perhatian penuh,
dorongan semangat dan moril serta selalu bersama menemani saya dalam setiap
saat.
Bogor, 16 September 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Situbondo (Jawa Timur) pada tanggal 13 Desember 1963 merupakan anak ketiga dari pasangan Kyai Buchari dan Emmy Asiatun. Penulis mengikuti SD, SMP, dan SMA di Situbondo. Pendidikan jenjang S1 diselesaikan pada Jurusan Agronomi (Budidaya Pertanian) di Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor (1987). Selanjutnya penulis mendapatkan beasiswa dari PT. Freeport Indonesia (PTFI) untuk menyelesaikan pendidikan S2 dengan spesialisasi
Environmental Management pada The University of Southern Queensland (2005) di
Australia dan beasiswa yang sama untuk pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di IPB (2005 – sekarang).
Selain itu penulis juga mengikuti pendidikan informal/diklat antara lain: mengikuti Job Training and Comparative Study di Belgia, Belanda, dan Perancis dalam bidang budidaya jamur kancing (1988); kursus AMDAL A di Universitas Indonesia (1997); Workshop Participatory Rural Appraisal and Logical Framework Analysis di Jakarta (1999); kursus “Cross Cultural Management" oleh The World Trade Institute-Jakarta (2000): “Community Development Short Course for Oil, Gas,
and Mines Industry, Center of Human Resource and Environmental Research” dari
Universitas Indonesia (2002); Manajemen Resiko oleh LPPM-Jakarta (2004); kursus “Senior Operational Inspector” dari Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral-Jakarta (2004); dan kursus Rencana Penutupan Tambang oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara di Bandung (2006). Penulis juga aktif berpartisipasi pada lokakarya dan seminar yang terkait dengan pertambangan, penutupan tambang, CSR, dan Pengembangan Masyarakat (2000 -2008)
Riwayat penugasan dan jabatan penulis antara lain: Wakil Manajer Proyek Perencanaan dan Pengembangan PT. Baros Mushroom Industry ( 1987 – 1989); Reporter /Kontributor pada Majalah Tumbuh, Citra Agribusiness Indonesia (1990 – 1991); Manager Kebun PT Insan Krida Utama (1989 – 1994); dan bekerja pada PT Freeport Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai General Superintendent Pembangunan Berkelanjutan (1994 - 2008). Penulis berperan dalam membuat konsep, membangun dan mengembangkan program Pengembangan Masyarakat PTFI serta berperan dalam mendirikan dan memberikan penguatan kelembagaan LSM lokal di Mimika, LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro) sebagai pengelola Dana Kemitraan PTFI (2000-2005).
Karya ilmiah yang dipresentasikan dalam National Conference on Management Research di Universitas Hasanudin di Makasar berjudul “Strategic management of community development on mining industry for Long-term business sustainability and to contribute sustainable development (Case study: Community development program of PT Freeport Indonesia)” (2008). Sebagai speaker/fasilitator pada : Systems design of mineral mine closure in Indonesia that contributes on
sustainable development”. Mining Colloquium 2007, di Pusat Penelitian dan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR GAMBAR ... xxiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 6
1.3. Manfaat Penelitian ... 6
1.4. Kerangka Pemikiran ... 7
1.5. Perumusan Masalah ... 13
1.6. Nilai Kebaruan (Novelty) ... 18
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19
2.1. Dasar Kerja Pengelolaan Pertambangan ... 19
2.2. Pertambangan dan Kesejahteraan Rakyat ... 20
2.3. Karakteristik Kegiatan Pertambangan ... 22
2.4. Definisi, Konseptual dan Tujuan Penutupan Tambang ... 23
2.5. Pandangan Internasional tentang Penutupan Tambang ... 25
2.6. Dampak-Dampak Penutupan Tambang ... 27
2.7. Penutupan Tambang dan Perencanaan Pembangunan Regional... 32 2.8. Pengelolaan Tailing dan Air Asam Tambang Saat Penutupan Tambang ... 33 2.9. Rehabilitasi dan Reklamasi pada Tanah Tailing ... 36
2.10. Pengelolaan Sumberdaya Tambang Berkelanjutan ... 38
2.11. Indikator-Indikator Pembangunan Berkelanjutan ... 46
2.12. Penutupan Tambang dan Pembangunan Berkelanjutan ... 53
2.12.1. Kinerja Keberlanjutan Ekonomi ... 53
2.12.2. Kinerja Keberlanjutan Sosial ... 53
2.12.3. Kinerja Keberlanjutan Lingkungan ... 54
2.14. Penelitian-Penelitian Penutupan Tambang ... 59
2.15. Alat-Alat Analisis Penelitian ... 60
2.15.1. Analisis Faktor Resiko Penutupan ... 60
2.15.2. Pendekatan Sistem ... 62
2.15.3. Disain dan Model... 63
2.15.4. Proses Hierarki Analitik ... 64
2.15.5. Analisis Patok Duga (Benchmarking) ... 66
2.15.6. Metode Perbandingan Eksponensial ... 67
2.15.7. Teknik Permodelan Interpretasi Struktural ... 67
BAB III. METODE PENELITIAN ... 70
3.1. Tempat dan Waktu... 70
3.2. Rancangan Penelitian ... 70
3.3. Jenis data dan peubah yang diamati... 70
3.3.1. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (1).... 70
3.3.2. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (2).... 72
3.3.3. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (3).... 72
3.3.4. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (4).... 73
3.3.5. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (5).... 75
3.4. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden ... 75
3.4.1. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (1)... 75
3.4.2. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (2) ... 76
3.4.3. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (3) ... 76
3.4.4. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (4) ... 77
3.4.5 Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (5) ... 77
3.5. Teknik analisis data... 78
3.5.1. Teknik analisis data untuk tujuan (1)... 78
3.5.2. Teknik analisis data untuk tujuan (2) ... 81
3.5.3. Teknik analisis data untuk tujuan (3) ... 83
3.5.4. Teknik analisis data untuk tujuan (4) ... 85
BAB IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 86
4.1. Gambaran Umum Kebijakan Penutupan Tambang ... 86
4.1.1. Perkembangan Kebijakan Penutupan Tambang di Indonesia ... 85
4.1.2. Kebijakan-Kebijakan Penutupan Tambang di Negara lain ... 92 4.2. Gambaran Umum Kabupaten Mimika... 98
4.2.1. Kondisi Fisik Alam... 100
4.2.2. Kependudukan dan Sosial... 104
4.2.3. Ekonomi Wilayah ... 112
4.2.4. Sistem Transportasi... 119
4.2.5. Rencana Tata Ruang Kabupaten Mimika... 122
4.2.6. Potensi Wilayah dan Komoditas Unggulan... 122
4.3. Gambaran Umum Kegiatan PT Freeport Indonesia ... 126
4.3.1. Kegiatan Operasi Penambangan ... 126
4.3.2. Pengaruh Lingkungan Hidup dan Kegiatan Pengelolaannya ... 131 4.3.3. Pengaruh Sosial dan Kegiatan Pengelolaannya... 134
4.3.4. Pengaruh Ekonomi dan Kegiatan Pengelolaannya... 138
4.3.5. Kegiatan PTFI Terkait Penutupan Tambang ... 139
4.3.6. Kegiatan PTFI Menuju Pembangunan Berkelanjutan .... 141
BAB V. INDIKATOR-INDIKATOR KEBERLANJUTAN BAGI PENUTUPAN TAMBANG PTFI... 143 5.1. Indikator-Indikator Keberlanjutan Berdasarkan Analisis Faktor Resiko Penutupan dan Prinsip-Prinsip PB... 143 5.2. Atribut Keberlanjutan Berdasarkan Pendapat PPK... 145 5.2. 1. PPK Penutupan Tambang PTFI ... 145
5.2.2. Faktor-Faktor Penting dan Strategis Penutupan Tambang Menurut PPK ...
147
5.3. Penentuan Indikator-Indikator Keberlanjutan Penutupan Tambang PTFI ...
149
BAB VI. FAKTOR-FAKTOR PENGGERAK KUNCI PENUTUPAN
TAMBANG PTFI BERKELANJUTAN...
6.1. Struktur Faktor Penggerak Kunci Penutupan Tambang Berkelanjutan...
152
6.1.1. Elemen Sektor Masyarakat yang Terpengaruh ... 152
6.1.2. Elemen Elemen Kebutuhan dari Program... 156
6.1.3. Elemen Elemen Kendala Utama... 158
6.1.4. Elemen Tujuan dari Program... 162
6.1.5. Elemen Tolok Ukur untuk Menilai Setiap Tujuan Program... 165 6.2. Faktor-faktor Penggerak Kunci Sistem Penutupan Tambang PTFI Berkelanjutan ... 168 BAB VII FAKTOR-FAKTOR KUNCI PENENTU KEBERHASILAN PENUTUPAN TAMBANG BERKELANJUTAN... 172
7.1. Penentuan Negara Target Patok Duga ... 172
7.2. Penentuan Faktor-Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Penutupan Tambang dan Nilai Bobot Setiap Faktor... 174
7.3.Penentuan Rangking Indonesia dan Negara Target Patok Duga... 176
7.4. Faktor-Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Penutupan Tambang Berkelanjutan yang Akan Diterapkan Di Indonesia.. 178
7.5. Strategi Implementasi Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Penutupan Tambang ... 179
BAB VIII. KOMPONEN-KOMPONEN DOMINAN DALAM PERENCANAAN PENUTUPAN TAMBANG BERKELANJUTAN... 185
8.1. Hasil Pembobotan pada Setiap Komponen... 186
8.1.1. Pembobotan Komponen Aktor dalam Penutupan Tambang ... 186
8.1.2. Pembobotan Komponen Aspek dalam Penutupan Tambang ... 188
8.1.3. Pembobotan Komponen Faktor-Faktor dalam Penutupan Tambang ... 190
8.1.4. Pembobotan Komponen Tujuan-Tujuan dalam Penutupan Tambang ... 190
8.1.5. Pembobotan Komponen Alternatif dalam Penutupan Tambang ... 191
BAB IX. SISTEM DINAMIK PENUTUPAN TAMBANG MINERAL YANG
BERKELANJUTAN... 196
9.1. Analisis Kebutuhan Sistem... 196
9.2. Formulasi masalah... 197
9.3. Identifikasi sistem... 197
9.3.1. Sub Model Sosial... 201
9.3.2. Sub Model Lingkungan... 204
9.3.3. Sub Model Ekonomi... 206
9.4. Validasi Model... 209
9.4.1. Validasi Struktur Model... 209
9.4.2. Validasi Kinerja... 212
9.5. Simulasi Model Berdasarkan Kondisi Saat Ini... 213
9.5.1. Simulasi Sub Model Sosial... 214
9.5.2. Simulasi Sub Model Lingkungan... 219
9.5.3. Simulasi Sub Model Ekonomi... 221
BAB X. SKENARIO DAN ARAHAN KEBIJAKAN PENUTUPAN TAMBANG BERKELANJUTAN... 230
10.1. Rasionalisasi Pembuatan Skenario Penutupan Tambang Berkelanjutan... 230 10.2. Skenario-Skenario Penutupan Tambang PTFI Berkelanjutan 234 10.2.1. Skenario MKMB pada SaPeT... 235 10.2.2. Skenario Pesimis... 236
10.2.3. Skenario Moderat... 237 10.2.4. Skenario Optimis... 238 10.2.5. Skenario Sangat Optimis... 239 10.3. Arahan Kebijakan dan Strategi Implementasi Setiap Skenario Terpilih... 240 10.3.1. Pilihan Kebijakan Pertama: Skenario Sangat Optimis Aplikasi 2012... 241 10.3.2. Pilihan Kebijakan Kedua: Skenario Sangat Optimis Aplikasi 20110... 247
10.3.3. Pilihan Kebijakan Ketiga: Skenario Sangat Optimis Aplikasi 2022... 252
10.3.4. Pilihan Kebijakan Empat: Skenario Optimis Aplikasi 2012... 255
10.5. Disain Sistem Generik Penutupan Tambang Berkelanjutan
dan Penerapannya... 266
BAB XI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 271
11.1. Kesimpulan... 271
11.2. Saran... 273
DAFTAR PUSTAKA ... 275
DAFTAR ISTILAH (GLOSSARY)... 285
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Perusahaan tambang di Indonesia yang telah memasuki
tahap penutupan mulai tahun 1986 dan selesai pada
tahun 2004 ... 8
2 Tingkat resiko penutupan tambang pada beberapa tempat
penambangan (Laurence, 2003) ... 28
3 Indikator-indikator kinerja Tiga Pilar Pembangunan
Berkelanjutan (diadopsi dari GRI, 2006) ... 46
4 Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (MMSD,
2002) ... 51
5 Ringkasan kunci keberlanjutan untuk sektor
pertambangan dan mineral (Azapagic, 2004)... 52
6 Peranan PPK selama siklus hidup tambang, termasuk
pada saat penutupan tambang (World Bank dan IFC,
2002)... 59
7 Tujuan penelitian, jenis data, teknik analisis yang dipakai
dan keluarannya... 71
8 Identifikasi PPK, peranan dan kekuatan pengaruh dalam
menuju SaPeT PTFI... 79
9 Sub elemen sektor masyarakat yang terpengaruh... 81
10 Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur (Structural Self Interaction Matrix/SSIM) faktor-faktor penggerak kunci desain sistem penutupan tambang yang berkelanjutan
untuk Elemen Sektor Masyarakat yang Terpengaruh... 82
11 Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala
perbandingan Saaty pada AHP (Marimin, 2004)... 85
12 Rata-rata curah hujan, hari hujan, kelembaban udara,
kecepatan angin, tekanan udara, dan suhu udara minimum dan maksimum di Kabupaten Mimika pada
tahun 2005... 105
13 Proyeksi penduduk Kabupaten Mimika dan beberapa
distrik contoh tahun 2006 – 2041... 105
14 Jenis mata pencaharian di Kabupaten Mimika antara
laki-laki dan perempuan ... 108
15 Karakteristik distrik, jumlah anak usia pendidikan dasar dan fasilitas pendidikan di Kabupaten Mimika pada tahun
2006... 109
16 Sarana kesehatan di Kabupaten Mimika pada tahun 2006. 110
17 Tenaga kesehatan yang tinggal di setiap distrik pada
18 Sepuluh penyakit pembunuh di RSMM untuk pasien rawat
jalan dan rawat inap pada tahun 2006... 111
19 PDRB Kabupaten Mimika atas dasar harga yang berlaku
dirinci menurut lapangan usaha tahun 2001 – 2005 (dalam
jutaan rupiah)... 113
20 Luas panen, produksi dan produksi rata-rata tanaman
bahan makanan di Kabupaten Mimika tahun 2005... 114
21 Perkembangan produksi daging di Kabupaten Mimika
tahun 2001-2005... 115
22 Luas hutan di Kabupaten Mimika sesuai dengan jenisnya
tahun 2003 – 2005... 116
23 Persentase luas wilayah operasi PTFI dibandingkan luas
wilayah Kabupaten Mimika, Pulau Papua, dan Negara
Indonesia... 117
24 Potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan
Kabupaten Mimika pada tahun 2002 – 2006... 118
25 Panjang jalan di Kabupaten Mimika dirinci menurut status
jalan, kondisi jalan dan permukaan jalan pada tahun 2000
– 2005... 120
26 Kontribusi Pendanaan PM PTFI terhadap industri
pertambangan (dalam US$ Juta)... 136
27 Pendanaan Program PM PTFI pada tahun 2006 sampai
Bulan Oktober... 136
28 Alokasi Dana Kemitraan PTFI dari tahun 1996 – 2006... 137
29 Dampak ekonomi dan fiskal PTFI kepada negara, Provinsi
Papua, dan Kabupaten Mimika tahun 2001 – 2007... 139
30 Hasil analisis Faktor Resiko Penutupan (CRF) pada
rencana penutupan tambang PTFI... 143
31 Identifikasi PPK, peranan dan kekuatan pengaruh dalam menuju SaPeT PTFI di Kab. Mimika yang mendukung
pencapaian PB... 146
32 Faktor-faktor strategis penutupan tambang PTFI menurut
PPK... 148
33 Hasil perhitungan MPE untuk atribut-atribut yang
menentukan indikator-indikator keberlanjutan pada
penutupan tambang PTFI... 149
34 Indikator-indikator keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan nilai MPE tertinggi pada penutupan
tambang PTFI... 151
35 Sub elemen pada elemen sektor masyarakat yang
terpengaruh... 153
36 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen
37 Sub elemen kebutuhan dari program... 156
38 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen
kebutuhan dari program... 157
39 Sub elemen kendala utama program... 159
40 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen
kendala utama program... 160
41 Sub elemen tujuan program...
162
42 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen
tujuan program... 163
43 Sub elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan
program... 166
44 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari tolok ukur
untuk menilai setiap tujuan program ... 166
45 Atribut faktor-faktor kunci penentu keberhasilan... 175
46 Matrik evaluasi faktor-faktor kunci penentu keberhasilan
penutupan tambang mineral yang berkelanjutan
menggunakan metode MPE ... 176
47 Kesenjangan nilai kriteria kunci penentu keberhasilan
penutupan tambang mineral yang berkelanjutan Indonesia
dengan dua negara target patok duga... 178
48 Kontribusi Pendanaan PM PTFI terhadap industri
pertambangan... 181
49 Analisis kebutuhan PPK dalam sistem penutupan
tambang berkelanjutan... 196
50 Data hasil validasi model penutupan tambang PTFI
berkelanjutan... 213
51 Faktor-faktor penggerak kunci penutupan tambang PTFI
berdasarkan hasil analisis ISM... 230
52 Strategi implementasi faktor-faktor kunci penentu
keberhasilan penutupan tambang yang perlu diterapkan... 231
53 Aktor, aspek, faktor, dan tujuan-tujuan serta alternatif-alternatif keputusan yang dominan dalam perencanaan
penutupan tambang berkelanjutan... 232
54 Perubahan kondisi faktor penggerak kunci penutupan
tambang berkelanjutan PTFI... 233
55 Lima skenario untuk menuju penutupan tambang PTFI
berkelanjutan... 234
56 Penerapan Lima skenario untuk menuju penutupan
tambang PTFI berkelanjutan... 235
57 Urutan skenario menuju penutupan tambang mineral PTFI
58 Persentase peningkatan beberapa aspek dan variabel penting setelah aplikasi skenario pertama dibandingkan
kondisi semula... 245
59 Persentase peningkatan beberapa aspek dan variabel
penting setelah aplikasi skenario kedua dibandingkan
kondisi semula... 251
60 Persentase peningkatan beberapa aspek dan variabel
penting setelah aplikasi skenario ketiga dibandingkan
kondisi semula... 255
61 Persentase peningkatan beberapa aspek dan variabel
penting setelah aplikasi skenario keempat dibandingkan
kondisi semula... 260
62 Matriks proses penyusunan disain sistem penutupan
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Ilustrasi penutupan tambang yang berkelanjutan
(dikembangkan dari Soelarno, 2007) ... 11
2 Formulasi dan pemecahan masalah penelitian ... 17
3 Pengeluaran eksploitasi Indonesia dibandingkan negara
lain pada tahun 2004 (MEG dalam PWC, 2006) ... 21
4 Konseptual penutupan tambang secara tradisional dan
berkelanjutan (diolah dari van Zyl, 2005) ... 25
5 Pengaruh-pengaruh penutupan tambang pada ekonomi,
sosial, dan bio-geofisik (Warhurst, 2000) ... 30
6 Aplikasi dari kerangka kerja pengelolaan tailing melalui
siklus hidup (MAC, 1998) ... 34
7 Konsep pemanfaatan ModADA PTFI tahap pasca
tambang (PT Freeport Indonesia, 2005) ... 38
8 Struktur hirarki penentuan disain penutupan tambang
berkelanjutan... 73
9 Struktur hirarki penentuan disain penutupan tambang
berkelanjutan... 74
10 Perbandingan potensi kebijakan dan potensi mineral
Indonesia di antara negara lain (Basri, 2006)... 92
11 Tingkat penerapan PB pada kerangka hukum dan
kebijakan sektor pertambangan di beberapa negara
(ESMAP et al., 2005)... 95
12 Peta wilayah penelitihan di Kabupaten Mimika, Provisi
Papua ... 99
13 Gambar Daerah Operasi PTFI dari Dataran Tinggi sampai
Di Dataran Rendah ... 130
14 Daerah Kontrak Karya blok A dan blok B PTFI ... 132
15 Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen sektor
masyarakat yang terpengaruh program... 154
16 Diagram model ISM dari elemen sektor masyarakat yang
terpengaruh program... 155
17 Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen
kebutuhan dari program... 157
18 Diagram model ISM dari elemen kebutuhan dari program.. 158
19 Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen kendala
utama program... 160
20 Diagram model ISM dari elemen kendala utama program.. 161
21 Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen tujuan
22 Diagram model ISM dari elemen tujuan program... 165
23 Matriks Driver Power-Dependence untuk tolok ukur untuk
menilai setiap tujuan program... 167
24 Diagram model ISM dari elemen tolok ukur untuk menilai
setiap tujuan program... 168
25 Diagram hirarki AHP keunggulan Penutupan Tambang
Berkelanjutan Suatu Negara... 173
26 Diagram hirarki AHP dalam disain sistem penutupan
tambang berkelanjutan... 186
27 Nilai setiap komponen aktor pada penutupan tambang... 187
28 Nilai bobot aspek-aspek penutupan tambang hasil analisis
AHP... 188
29 Diagram pohon hasil AHP level aktor dan aspek disain
sistem penutupan tambang berkelanjutan... 189
30 Nilai bobot faktor-faktor penutupan tambang hasil analisis
AHP... 190
31 Nilai bobot komponen tujuan penutupan tambang hasil
analisis AHP... 191
32 Diagram hasil AHP dan bobot masing-masing alternatif
kebijakan dalam disain sistem penutupan tambang
berkelanjutan ... 192
33 Diagram kotak hitam (input-output) disain penutupan
tambang mineral berkelanjutan... 198
34 Diagram sebab akibat (Causal Loop) Model Penutupan
Tambang PT. Freeport Indonesia... 200
35 Diagram sebab akibat (Causal Loop) Sub Model Sosial
pada penutupan tambang PT. Freeport Indonesia... 202
36 Diagram Alir Sub Model Sosial pada penutupan tambang
PT. Freeport Indonesia... 203
37 Diagram sebab akibat (Causal Loop) Sub Model
Lingkungan pada penutupan tambang PT. Freeport
Indonesia... 205
38 Diagram Alir Sub Model Lingkungan pada penutupan
tambang PT. Freeport Indonesia... 206
39 Diagram sebab akibat (Causal Loop) Sub Model Ekonomi
pada penutupan tambang PT. Freeport Indonesia... 207
40 Diagram Alir Sub Model Ekonomi pada penutupan
tambang PT. Freeport Indonesia ... 208
41 (a) Pertumbuhan Penduduk; (b) Fluktuasi perkembangan
penduduk akibat factor-faktor yang berpengaruh... 215
42 Kontribusi Community Development PTFI... 216
43 Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan tingkat
44 Potensi konflik dan kejadian konflik... 218
45 Luas hutan di Kabupaten Mimika sampai SaPeT PTFI dan
setelahnya... 219
46 Pencemaran lingkungan dan kualitas lingkungan... 221
47 Nilai manfaat tambang dan jumlah penambangan... 222
48 Kontribusi PTFI dan sektor lain terhadap PDRB Mimika... 223
49 Kontribusi PTFI dan sektor lain terhadap APBD Mimika... 224
50 Perkembangan NHTMT, MT, dan NMTR (Rt2MT) mulai
tahun 2002-2041... 226
51 Hubungan NMT, Rt2MT, dan NHTMT (total)... 227
52 Hubungan NMT, Rt2MT, dan NHTMT PTFI bagi Kab.
Mimika(NHTMTMMK) serta NHTMT (total)... 229
53 Hasil simulasi skenario pesimis pada kelima tahun aplikasi
hubungannya dengan Rt2MT... 236
54 Hasil simulasi skenario moderat pada kelima tahun
aplikasi hubungannya dengan Rt2MT... 237
55 Hasil simulasi skenario optimis pada kelima tahun aplikasi
hubungannya dengan Rt2MT... 239
56 Hasil simulasi skenario sangat optimis pada kelima tahun
aplikasi hubungannya dengan Rt2MT... 240
57 Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di
Kab. Mimika sebelum dan setelah skenario sangat optimis
2012... 243
58 Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di
Kab. Mimika sebelum dan setelah skenario sangat optimis
2017... 249
59 Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di
Kab. Mimika sebelum dan setelah skenario sangat optimis
2022... 253
60 Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di
Kab. Mimika sebelum dan setelah skenario optimis 2012.. 258
61 Perkembangan kontribusi PTFI dan sektor lain pada
APBD Kab. Mimika sebelum dan setelah setiap skenario
diterapkan... 262
62 Model umum disain sistem penutupan tambang
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Gambar saat melakukan FDG ………... 294
2 Data validasi model penutupan tambang berkelanjutan... 295
3 Kependudukan di Kabupaten Mimika 2002 – 2050
(prakiraan)... 297
4 Kontribusi Community Development (Dana Kemitraan
PTFI)... 298
5 Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan tingkat
pendidikan... 299
6 Persentase jumlah penduduk berdasarkan tingkat
pendidikan... 300
7 Pencemaran Lingkungan, Kualitas Lingkungan dan
Penutupan Hutan... 301
8 Nilai manfaat tambang dan jumlah penambangan... 302
9 Kontribusi PTFI dan sektor lain terhadap PDRB Mimika... 303
10 Kontribusi PTFI dan sektor lain terhadap APBD Mimika... 304
11 Perbandingan NHTMT dengan NHTMT Kabupaten Mimika. 305
12 NHTMT untuk masing-masing tahun aplikasi pada skenario
pesimis... 306
13 NHTMT untuk masing-masing tahun aplikasi pada skenario
moderat... 307
14 NHTMT untuk masing-masing tahun aplikasi pada skenario
optimis... 308
15 NHTMT untuk masing-masing tahun aplikasi pada skenario
sangat optimis... 309
16 Perubahan faktor-faktor penggerak kunci menuju skenario
sangat optimis 2012... 310
17 Perubahan faktor-faktor penggerak kunci menuju skenario
sangat optimis 2016... 317
18 Perubahan faktor-faktor penggerak kunci menuju skenario
sangat optimis 2022... 324
19 Perubahan faktor-faktor penggerak kunci menuju skenario
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertambangan mempunyai manfaat sangat penting bagi pembangunan, modernisasi, dan pertumbuhan ekonomi khususnya bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Manfaat itu akan terhenti ketika penambangan memasuki tahap penutupan. Penutupan tambang oleh World Bank dan IFC (2002) diistilahkan sebagai it’s not over when it’s over. Mengapa disebut demikian? Karena kemungkinan bencana lingkungan dapat muncul sewaktu-waktu walaupun penutupan tambang telah selesai ditutup dan memasuki saat pasca tambang. Kota bekas tambang dapat berubah menjadi “kota hantu” (ghost town), sebab kegiatan ekonomi, sosial dan keamanan lingkungan tidak dapat mendukung lagi keberlanjutan pembangunan dan kehidupan masyarakat disana. Dampak ini, akhirnya menjadi beban masyarakat, daerah atau negara dimana tambang itu dioperasikan. Di negara-negara berkembang, dampak penutupan akan makin parah karena mereka tidak mempunyai atau mempersiapkan diri untuk membangun kegiatan ekonomi lain sebagai pengganti pendapatan dari tambang. Selain itu, karakteristik kegiatan pertambangan di Asia ditandai dengan pengelolaan lingkungan yang buruk (Burke, 2006). Kegiatan pertambangan juga merupakan salah satu penyebab degradasi lahan yang utama (Sitorus, 2004b). Pembentukan lahan akhir merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung kegiatan ekonomi lain setelah penutupan atau pasca tambang (van Zyl, 2005).
paradigma ini (Mudd, 2007). Sejak tahun 1995 terjadi peningkatan penelitian yang menyarankan indikator-indikator PB yang relevan untuk pelaporan isu-isu keberlanjutan (sustainability reports) pada industri pertambangan (Azapagic, 2004). Terkait dengan penutupan, Kunanayagam (2006) mengatakan bahwa kurang lebih 15 tahun yang lalu rencana penutupan tambang masih mencakup aspek-aspek perekayasaan dari penyerahan daerah operasi dan aspek-aspek yang terkait pada teknik perbaikan lingkungan saja. Tetapi, pada akhirnya perusahaan-perusahaan pertambangan terkemuka mempelopori perlunya penutupan tambang dilakukan melalui sebuah pendekatan terpadu (sosial, lingkungan hidup, kerekayasaan, dan keuangan).
Kerangka penerapan PB di pertambangan adalah bagaimana sektor ini berkontribusi kepada kemakmuran dan kesejahteraan manusia pada saat ini tanpa mengurangi potensi dari generasi mendatang untuk melakukan hal yang sama (MMSD, 2002). Namun mengaplikasikan prinsip-prinsip PB pada industri pertambangan, termasuk pada kegiatan penutupan tambang tidaklah mudah dan ada masalah. Selain berpengaruh pada kenaikan biaya kegiatan lingkungan hidup dan sosial perusahaan, terlebih bagi perusahaan dengan pengembalian modal terbatas (Humphreys, 2001), alasan lainnya adalah: (1) secara intrinsik bahan tambang itu sendiri tidak berkelanjutan (unsustainable) sehingga bagaimana generasi mendatang dapat memenuhi kebutuhan bahan tambang yang sama (Mudd, 2007); (2) keberhasilan penerapan PB ditentukan oleh penerapannya pada seluruh siklus hidup tambang (Batista, 2000; ANZMEC dan MCA, 2000; AGDITR, 2006; Saeedi et al., 2006; Mugonda, 2006); (3). di negara berkembang regulasi penutupan tambang hanya sebatas tahap embrio dan persyaratan dari pemerintah kadangkala harus dinegosiasikan sebelum menyelesaikan rencana penutupan tambang (Kunanayagam, 2006); dan (4) masih adanya perbedaan yang menyolok tentang konsep dan tujuan penutupan tambang yang berkelanjutan.
Konsep-konsep tujuan penutupan tambang tersebut semuanya tidak membicarakan tentang keberlanjutan sosial-ekonomi ketika operasi berakhir. Sementara itu, Robertson dan Shaw (1999) berpendapat tentang penutupan tambang yang mendukung PB dan tetap berkontribusi pada keberlanjutan sosial-ekonomi setempat. Juga, MMSD (1999), World Bank dan IFC (2002), dan Strongman (2002) menyatakan bahwa penerapan konsep PB pada penutupan tambang adalah adanya keberlanjutan manfaat dan nilai-nilai tambang yang terus dirasakan setelah penutupan tambang. Namun demikian, tidak satupun konsepsi tersebut menjelaskan tentang rancangan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang seharusnya dibangun pada saat penutupan tambang (SaPeT), sehingga tambang tetap dapat terus berkontribusi pada PB walau telah digantikan oleh sektor non-tambang.
Sebuah penutupan tambang memerlukan teknologi yang tepat. Sebab bila tidak, munculnya sisa-sisa kerusakan lingkungan setelah pekerjaan reklamasi dan penutupan tambang selesai sangat tergantung dari pengembangan dan teknik-teknik reklamasi yang dipilih (Robertson dan Shaw,1998). Kegiatan penutupan juga memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk pemulihan yang bersifat fisik bentang alam, penyelesaian masalah tenaga kerja dan masalah lainnya. Sebagai contoh, sebuah industri batu-bara muda di Jerman memerlukan biaya lebih dari 5 milyar dollar Amerika untuk rehabilitasi daerah tambang, stabilisasi tempat pembuangan limbah yang luas, pembongkaran dari fasilitas dan peralatan pendukung. Di Polandia penutupan satu sampai tiga tambang batu bara memerlukan biaya 500 juta dollar Amerika untuk uang pesangon 100 orang pekerja dan 1,5 milyar dollar Amerika untuk kegiatan penutupan fisik (World Bank dan IFC, 2002).
standar-standar kriteria dalam kegiatan penutupan tambang yang akan dilakukan oleh perusahaan, masyarakat dan pemerintah (Hoskin, 2002).
Kegiatan penutupan tambang juga memerlukan keterlibatan Para Pemangku Kepentingan (stakeholder) atau disingkat PPK selama siklus hidup tambang, Di Indonesia keterlibatan PPK ini masih rendah, khususnya pemerintah daerah dan pusat dalam memimpin kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi lain selain dari tambang jauh sebelum masa penutupan tambang. Absennya keterlibatan PPK ini merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik di hampir semua daerah pertambangan. Keterlibatan PPK dalam perencanaan penutupan tambang serta pembuatan keputusan merupakan hal yang kritis dalam pencapaian penyelesaian penambangan dan keberlanjutan hasil-hasil (AGDITR, 2006).
Tantangan-tantangan industri tambang kedepan adalah menerapkan PB pada seluruh siklus hidup tambang, pengembangan teknologi yang ramah lingkungan melalui penerapan produksi bersih, dan membangun kemampuan untuk memelihara keseimbangan antara keuntungan dan perlindungan lingkungan hidup (Moore dan Noller, 2000). Juga, perusahaan dituntut harus memiliki tanggung jawab etika (ethical responsibility) dalam berkontribusi pada pelestarian, memastikan kehadirannya memberikan manfaat nyata kepada ekosistem, dan daerah yang ditinggalkannya akan berkondisi lebih baik dibandingkan dengan sebelum ditambang (Sweeting, 2000). Bagi Indonesia selain tantangan tersebut, tantangan lainnya adalah pencapaian tujuan-tujuan pembangunan milinium (Millennium Development
Goals/MDGs): pengentasan kemiskinan dan kelaparan, pencapaian kebutuhan
pendidikan dasar, memastikan lingkungan hidup berkelanjutan, dan lainnya.
Untuk menjawab permasalahan dan tantangan-tantangan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan studi kasus pada Rencana Penutupan Tambang (RPT) PT Freeport Indonesia (PTFI). Alasannya adalah: pertama, kontribusi PTFI pada tahun 2007 pada PDRB Kabupaten Mimika adalah 95,56 % dan pada PDRB Propinsi Papua sebesar 44,87 % serta berkontribusi pada kegiatan pengembangan masyarakat setempat sebesar 76,74 juta Dolar Amerika pada tahun yang sama (LPEM-FEUI, 2008). Kedua, tingkat faktor resiko penutupan (The Closure Risk
Factor /CRF ) tambang PTFI masuk dalam kategori “ekstrim” (Laurence 2001, 2006).
yang mana masih berfokus pada prosedur dan teknis kegiatan reklamasi dan penutupan tambang namun belum menyentuh bagaimana cara membangun keberlanjutan setelah tambang berakhir. Dengan demikian pertanyaannya adalah bagaimana proses membangun atau menyusun disain sistem penutupan tambang agar terjadi keberlanjutan pembangunan dan penghidupan masyarakat ketika sebuah perusahaan tambang selesai beroperasi?
Pembuatan RPT seperti melakukan tindakan-tindakan, dan mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang dapat terukur keberhasilannya selama masa operasi tambang akan mendorong kesuksesan akhir penutupan tambang dan dapat menyediakan kepastian bagi pengembangan potensi yang akan datang untuk ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat (IIED dan WBCSD, 2002). Dengan demikian sebuah RPT yang berkelanjutan diasumsikan sebagai RPT yang telah menerapkan prinsip-prinsip, mempunyai indikator-indikator dan standar-standar serta kriteria PB yang majemuk sehingga tujuan keberlanjutan manfaat sosial-ekonomi dan perlindungan pada kesehatan manusia dan lingkungan dapat tercapai secara berkesinambungan.
Untuk menyelesaikan tantangan-tantangan dari penerapan PB diperlukan sebuah pendekatan sistem, yang berfokus pada pengamatan dan pemahanan hubungan-hubungan antara bagian-bagian didalam sistem dan keseluruhan fungsi sistem secara terintegrasi (Laurence, 2001; Azapagic dan Perdan, 2005). O’Regan dan Moles (2006) menggunakan sistem dinamik untuk membuat model interaksi antara faktor-faktor lingkungan dan ekonomi pada industri pertambangan. Sebuah persoalan yang dikaji dengan menggunakan teori sistem bila persoalan itu memenuhi karakteristik: komplek, probabilistik, dan dinamis (Eriyatno dan Sofyar, 2007). Persoalan penutupan tambang memenuhi ketiga karakteristik itu. Dengan demikian, dalam penelitian ini metode pendekatan sistem yang dipakai adalah:
pertama, Hard System Methodology (HSM) yaitu sistem dinamik. Kedua, Soft System Methodology (SSM) yang berupa: ISM (Interpretative Structural Modeling), AHP (Analitical Hierarchy Process), analisis patok duga (benchmarking analysis), dan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial).
1.2. Tujuan Penelitian
SaPeT PTFI. Tujuan utama tersebut dirinci kedalam lima tujuan antara sebagai berikut:
1. Mengetahui indikator-indikator keberlanjutan untuk merumuskan keberlanjutan pada SaPeT PTFI
2. Mengetahui faktor-faktor penggerak kunci yang dapat digunakan untuk menentukan keberlanjutan pembangunan dan penghidupan masyarakat di Kabupaten Mimika
3. Mengetahui faktor-faktor kunci penentu keberhasilan penutupan tambang berkelanjutan berdasarkan pada praktek-praktek terbaik yang dikembangkan negara lain.
4. Mengetahui komponen-komponen yang dominan dalam perencanaan penutupan tambang mineral berkelanjutan
5. Menyusun skenario-skenario keberlanjutan kondisi saat ini, menjelang, dan pada saat penutupan tambang.
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk peningkatan pengelolaan manfaat pertambangan secara berkelanjutan bagi pemerintah dan masyarakat setempat walaupun industri tambang telah selesai beroperasi, Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi ilmu pengetahuan. Berkontribusi pada pengembangan studi-studi tentang pengelolaan SDA dalam bidang pertambangan dan memberikan pemikiran serta pondasi ilmiah pada RPT, khususnya bagi tambang mineral.
2. Bagi Para Pemangku Kepentingan (PPK), antara lain:
· Pada tingkat nasional, masukan bagi perancangan kebijakan dan regulasi pengelolaan industri tambang berkelanjutan, khususnya dalam RPT berkelanjutan
· Pada tingkat daerah, Pemda Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika diperoleh indikator-indikator dan skenario-skenario keberlanjutan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika dalam mempersiapkan menghadapi berakhirnya operasi PTFI
1.4. Kerangka Pemikiran
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan (PB), perumusan tujuan-tujuan penutupan tambang berkelanjutan baru sebatas kerangka konsep dan teoritis seperti yang dikembangkan oleh Robertson (1990), Robertson dan Shaw (1999), MMSD (1999, 2002), World Bank dan IFC (2002), Strongman (2002), Kempton (2003), Azapagic (2004), dan Kunanayagam (2006) menyatakan bahwa penutupan tambang yang berkelanjutan adalah apabila manfaat tambang tetap secara terus menerus dirasakan walaupun industri tambang telah selesai beroperasi. Artinya, masyarakat setempat dan PPK lain tetap terus mendapatkan manfaat ekonomi-sosial dan perlindungan lingkungan seperti yang didapatkan mereka saat tambang masih beroperasi. Namun, sering kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya, manfaat-manfaat itu terhenti, bahkan menyisakan kerusakan lingkungan yang berat dan memerlukan penanganan yang tidak mudah serta murah. Contoh yang ekstrim Indonesia adalah Pulau Bangka dan Singkep yang saat ini telah menjadi daerah mati. Pulau Bangka dan Singkep yang saat tambang timah beroperasi mempunyai kehidupan bergairah, namun setelah bahan tambangnya habis dikuras, habis juga aktifitas kehidupan masyarakat disana, terutama di Pulau Singkep.
Pengalaman penutupan tambang lain di Indonesia ditampilkan pada Tabel 1. Perkembangan terakhir terhadap kondisi ekonomi dan sosial di daerah-daerah dimana tambang tersebut dioperasikan sebelumnya adalah belum terjadi keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi seperti ketika tambang tersebut masih beroperasi. Kondisi ini akan bertambah parah jika tambang menjadi sumber pendapatan ekonomi utama disana, karena sumber pendapatan ekonomi dan manfaat sosial sebagai pengganti pendapatan dari tambang belum dipersiapkan sebelumnya.
Tabel 1. Perusahaan tambang di Indonesia yang telah memasuki tahap penutupan mulai tahun 1986 dan selesai pada tahun 2004.
Perusahaan Perusahaan Lokasi Mulai Selesai Produksi
Induk Operasi Penutupan Tahunan
PT.Prima Lirang Mining Billiton – Gencor Ltd
Pulau Wetar, NTT
1986 1999 8.790 Kg
PT. Barisan Tropical Mine
Leverton Gold NL Bengkulu 1997 2000 2.450 Kg.
PT. Indo Muro Kencana Aurora Gold Ltd Kalimatan Selatan
1994 2002 5.620 Kg
PT. Gosowong Halmahera
Newcrest Mining Ltd
Maluku Utara
[image:34.595.93.500.618.759.2]PT. Newmont Minahasa Raya
Newmont Gold USA
Sulawesi Utara
1996 2004 7.160 Kg
PT. Kelian Equatorial Rio Tinto Indonesia Kalimantan Timur
1992 2004 11.670 Kg
PT. Kendilo Coal BHP-Billiton Plc. Kalimantan Timur
1993 2002 956.750 Ton
Sumber: Mulyono (2001) dalam Cesare dan Maxwell (2003).
Selain pentingnya keberlanjutan manfaat-manfaat sosial dan ekonomi, keberlanjutan perlindungan lingkungan setelah tambang berakhir adalah sangat penting juga. Sebab, jika tidak tertangani secara tepat, munculnya sisa-sisa pencemaran lingkungan bisa dapat membahayakan kesehatan dan keamanan masyarakat dimana tambang dioperasikan sebelumnya. Seperti air asam batuan (AAB) atau air asam tambang yang bila telah mencemari lingkungan akan memerlukan waktu 3000 tahun untuk penanganannya dan AAB merupakan sebuah tantangan yang menakutkan (berat) dan hingga saat ini belum ada penyelesaian yang sifatnya global (Kempton, 2003).
Sebuah model praktek terbaik penutupan tambang yang disebut oleh World Bank dan IFC (2002) adalah penutupan Pertambangan Sullivan di Kanada pada tahun 2001. Pemerintah setempat, Distrik Kimberley memimpin untuk mencari kegiatan apa yang dapat dijadikan sumber pendapatan ekonomi sebagai pengganti sektor tambang yang merupakan sumber pendapatan utama kala itu. Kegiatan pencarian ini dilakukan 20 tahun sebelum masa penutupan tambang. Akhirnya mereka berhasil menemukan bahwa kegiatan turisme sebagai penggantinya. Namun, pada tahun 2007 dilaporkan bahwa telah terjadi kecelakaan yang diakibatkan munculnya gas asing yang beracun yang membuat pingsan petugas saat melakukan monitoring dan evaluasi di daerah bekas tambangnya.
kinerja, dan kriteria-kriteria yang dihasilkan dari kesepakatan semua PPK disana melalui pembentukan Komite Pengarah Penutupan Tambang (Kunanayagam, 2006).
Absennya hukum tentang penutupan tambang, berarti absennya tangggung jawab, kriteria dan standar untuk kegiatan rehabilitasi yang mesti dilaksanakan dan dikelola oleh perusahaan, pemerintah, dan masyarakat (Hoskin, 2002). Kunanayagam (2006) melaporkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang belum memiliki regulasi penutupan tambang. Batista (2000) menyatakan bahwa pertambangan dalam kontek PB harus memadukan kriteria keberlanjutan kedalam seluruh tahap dari proyek pertambangan mulai dari eksplorasi sampai pada pengembangan, pengoperasian, dan ekstraksi, penutupan dan setelah tambang berakhir. AGDITR (2006) menyatakan bahwa sebuah kebijakan penutupan/penyelesaian tambang akan menetapkan aspirasi dan arahan tingkat tinggi yang diperlukan perusahaan untuk penutupan tambang. Biasanya kebijakan ini memuat komitmen tentang proses penutupan, keterlibatan PPK, minimalisasi resiko terhadap lingkungan, memenuhi persyaratan peraturan, aspirasi sosial dan masyarakat, serta upaya penyempurnaan yang berkesinambungan. Kekosongan regulasi penutupan tambang juga menjadi salah satu penyebab penurunan investasi di sektor pertambangan ini. PWC (2006) melaporkan bahwa sampai Bulan Desember 2005, Indonesia tidak ada kemajuan baru yang signifikan terkait dengan prioritas memperbaiki kondisi investasi yang dicanangkan pemerintah tahun 2004, khususnya dalam hal menjamin keadilan dalam investasi kepemilikan asing dan penutupan tambang.
Walaupun akhirnya, pada bulan Mei tahun 2008 pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor: 18 menetapkan peraturan tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Namun peraturan inipun masih berorientasi pada perbaikan fisik belum berfokus atau mendorong terjadinya keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi setelah tambang berakhir. Hal ini dapat berakibat pada pelaksanaan RPT yang dibuat oleh perusahaan tambang walaupun telah dikonsultasikan kepada PPK untuk mendapatkan tanggapan, saran, pendapat dan pandangan mereka, belum dapat menyelesaikan persoalan yang mendasar, yakni keberlanjutan manfaat-manfaat sosial dan ekonomi setelah tambang selesai beroperasi.
setelahnya. Kegiatan pembangunan tersebut dapat ditunjukan dengan sebuah nilai kegiatan yang dalam penelitian ini sebut sebagai “nilai hasil transformasi manfaat tambang (NHTMT)”.
Konsep dan prinsip-prinsip PB antara lain mensyaratkan adanya keadilan antar dan inter generasi. Karena bahan tambang secara intrinsik unsustainable (Mudd, 2007) dan konsep penutupan tambang berkelanjutan bertujuan adanya keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi sampai setelah tambang berakhir dioperasikannya maka diperlukan sebuah nilai yang menggambarkan adanya keberlanjutan ini. Dalam penelitian ini, nilai keberlanjutan tersebut ditunjukkan dengan apa yang dinamakan sebagai “Nilai Manfaat Tambang Rata-Rata (NMTR). NMTR ini merupakan nilai rata-rata dari bahan tambang selama umur tambang beroperasi. Dengan demikian NMTR merupakan sebuah garis lurus horisontal dari sejak tambang menghasilkan sampai operasi berakhir dan setelahnya. Garis lurus tersebut dinamakan juga sebagai “garis keberlanjutan”. Garis keberlanjutan juga dapat mewakili nilai-nilai keberlanjutan manfaat tambang yang dihasilkan oleh bahan tambang saat tambang masih beroperasi maupun manfaat tambang yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan hasil transformasi manfaat tambang setelah tambang ditutup.
Keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan-kegiatan pembangunan hasil transformasi manfaat tambang baik pada saat tambang masih beroperasi maupun setelahnya dapat terjadi apabila NHTMT bertemu/memotong atau melampaui garis keberlanjutan atau NMTR. Untuk mempermudah penjelasan sebelumnya, dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1, yang mana telah disesuaikan dengan siklus hidup tambang dari PTFI sebagai studi kasus dalam penelitian ini. PTFI mulai beroperasi sejak tahun 1972 dan masa penutupan tambangnya akan tiba tahun 2041, apabila termasuk perpanjangan dua kali 10 tahun.
Gambar 1. Ilustrasi penutupan tambang berkelanjutan (dikembangkan dari Soelarno, 2007)
Pada Gambar 1 menjelaskan bahwa keberlanjutan dan ketidak berlanjutan pada SaPeT ditentukan berapa NHTMT yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan saat ini sampai SaPeT PTFI, apakah NHTMT setara atau di atas/di bawah dari nilai manfaat tambang rata-rata (NMTR) hasil eksploitasi bahan tambang selama masa operasi. Apabila NHTMT setara dengan NMTR pada SaPeT PTFI maka kondisi keberlanjutan tercapai, yaitu pada titik A. Titik-titik yang berada diantara titik A dan C merupakan titik-titik ketidak berlanjutan pada SaPeT, karena mempunyai NHTMT lebih kecil dari NMTR. Apabila jarak titik A ke arah titik C makin jauh, kondisi ketidakberlanjutan makin parah. Titik-titik ini merupakan kondisi yang tidak diharapkan terjadi, sebab bila terjadi Timika akan menjadi kota mati. Sebaliknya, titik-titik yang berada diantara titik A dan titik B merupakan titik-titik keberlanjutan. Makin jauh jarak antara titik A ke arah titik B, berarti kondisi keberlanjutan makin meningkat dan baik. Ini merupakan kondisi yang akan dirumuskan dan merupakan tujuan akhir dari penelitian ini, termasuk bagaimana menentukan kondisi keberlanjutan saat ini (2007) dan menyusun skenario-skenario keberlanjutan pada SaPeT PTFI, yaitu titik-titik yang berada diantara titik A dan titik B.
Untuk mendapatkan skenario-skenario penutupan tambang berkelanjutan, komponen-komponen, aspek-aspek, atau faktor-faktor yang dianalisis, meliputi:
[image:38.595.111.461.71.285.2]indikator-indikator keberlanjutan dari ketiga komponen itu. Indikator-indikator keberlanjutan ini menjadi masukan untuk menentukan faktor penggerak kunci menuju penutupan tambang berkelanjutan. Hasil analisis ini menjadi masukan (input terkontrol) dalam analisis sistem dinamik untuk menyusun skenario-skenario penutupan tambang berkelanjutan.
2. Kriteria atau faktor-faktor kunci penentu keberhasilan penutupan tambang yang berkelanjutan yang merupakan hasil praktek-praktek terbaik yang dikembangkan oleh negara target patok duga (benchmark) pada kegiatan penutupan tambangnya, dengan menggunakan analisis patok duga. Hasil analisis ini menjadi masukan dalam menyusun skenario-skenario penutupan tambang berkelanjutan.
<