• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Dampak-Dampak Penutupan Tambang

Secara umum kegiatan penambangan dibagi dalam tiga tahapan kegiatan yakni kegiatan sebelum operasi, saat operasi dan penutupan tambang. Ketiga tahapan kegiatan itu mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dimana tambang itu dioperasikan. Pengaruh kegiatan penambangan pada tahap sebelum dan saat operasi terhadap ketiga aspek itu sepenuhnya masih bisa dikelola baik oleh perusahaan, sebab perusahaan dan masyarakat sekitarnya masih merasakan manfaat ekonomi dan sosial dari kegiatan penambangan itu. Tidak demikian bila bahan tambang sudah habis dan penambangan itu telah masuk kedalam tahap penutupan tambang, manfaat ekonomi yang biasanya didapatkan tentunya akan berubah dan kemungkinan besar akan terjadi penurunan.

Hasil penelitian Laurence (2001, 2006) mengelompokkan resiko penutupan tambang berdasarkan hubungan antara faktor resiko penutupan dengan kerumitan dari penutupan, yakni: resiko lingkungan hidup, resiko keamanan dan kesehatan, resiko bagi masyarakat dan sosial, resiko penggunaan lahan akhir, resiko aspek hukum dan keuangan, dan resiko secara teknik, seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat resiko penutupan tambang pada beberapa tempat penambangan (Laurence, 2006)

CRF Tingkat

Resiko Penutupan

Karakteristik Tipe Contoh

> 2000 Ekstrim Lokasi yang sensitif secara lingkungan dan sosial,

penyimpangan lingkungan yang ekstensif, persoalan pada masa lalu

OK Tedi (Papua Nugini), Grasberg (PTFI) atau tambang terbuka berskala besar lainnya di Pasifik, Indonesia. Menggunakan tranportasi sungai dan laut dalam untuk pembuangan tailing

1500 - 2000

Sangat Tinggi

Dekat dengan daerah yang secara ekstrim sensitif misalnya warisan dunia, kota-kota tambang yang sudah lama mantap, komoditi-komoditi yang peka seperti uranium, asbes

Arnhem land uranium mines; Butte: Broken Hill; Witternoon blue asbestos.

1000- 1500

Tinggi Tambang permukaan yang luas yang dekat dengan daerah yang tetap; tambang di negara

berkembang; tambang emas atau lain yang berpotensi

menghasilkan air asam tambang; tambang dimana saja yang mempekerjakan masyarakat lokal

Hunter Valley strip mines; Pine Creek geosynline gold mines; Zambian copperbelt;

500 - 1000

Sedang Tambang batubara bawah tanah dengan pencabutan pilar; tambang batu keras yang menggunakan metode gua; suspect crown pillar; tambang emas di daerah terpencil, daerah daerah setengah tandus

Lake Macquarie tambang batu bara bawah tanah; Northparkes tambang blok gua;

< 500 Rendah Tambang yang membuka alluvial yang menggunakan kimia-bebas dari perlakukan gaya berat; tambang batu bara bawah tanah hanya pada saat pekerjaan pertama kali; tambang tanah liatdekat pusat daerah-digunakan sebagai tempat penimbunan sampah atau kegunaan lain untuk penutupan; operasi ekstratif kecil

New England tambang sapphire; ekstrasi pasir pada ibukota negara atau ibukota provinsi

Daftar faktor-fakor resiko itulah yang dipakai sebagai dasar untuk mengidentifikasikan faktor-faktor resiko penutupan tambang dari PTFI. Penutupan tambang PTFI dinilai mempunyai tingkat resiko penutupan katagori “ekstrim” dengan nilai CRF > 2000, termasuk juga tambang Ok Tedi di Papua

Nugini pada katagori ini. Penutupan tambang dalam kategori ini, mempunyai karakteristik: sensitif secara lingkungan hidup dan sosial di lokasi operasi,

ekstensif penyimpangan lingkungan hidup, dan tergantung pada waktu yang lalu (subjected to past). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Sementara itu, ICMM (2008) membagi resiko-resiko penutupan sebagai berikut: resiko kesehatan dan keamanan, lingkungan hidup, sosial, reputasi, hukum, dan resiko keuangan. Juga dikatakan oleh ICMM (2008) bahwa tujuan-tujuan penutupan tambang mensyaratkan adanya kemajuan dalam mereduksi resiko-resiko dan hal-hal yang tidak diketahui sampai setelah pasca penutupan tambang.

Oleh karena itu sesuai dengan UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mewajibkan kepada setiap usaha kegiatan untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup untuk menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Sehingga, rencana kegiatan penutupan tambang adalah juga tak kalah pentingnya dibandingkan dengan dua tahap kegiatan lainnya itu.

Robertson dan Shaw (1999) mengelompokkan dampak-dampak lingkungan hidup dari sebuah rencana penutupan tambang, yakni: kestabilan secara fisik; kestabilan secara kimia; penggunaan lahan seperti sebelum tambang atau untuk kebutuhan lain; dan mendukung pembangunan berkelanjutan, tetap berkontribusi pada keberlanjutan sosial dan ekonomi setempat. Dampak penutupan tambang pada lingkungan dapat melalui dua cara, yaitu: pertama, bekas daerah tambang yang ditinggalkan begitu saja dan berdampak sangat buruk. Kedua, bekas tambang yang sudah direhabilitasi atau direklamasi namun masih menimbulkan dampak buruk pada lingkungan setelah pasca tambangnya selesai.

Di Australia ada 500 bekas tambang , di Kanada ada 10.139 dan di USA sebanyak 557.650 bekas tambang yangg ditinggalkan begitu saja setelah nilai ekonomi bahan tambangnya berakhir atau tidak layak terus ditambang (IIED dan WBCSD, 2002). Dampak-dampak terhadap lingkungan dapat meliputi: gangguan pada lansekap alam, bahaya keamanan, kontaminasi air permukaan dan air tanah, dan lainnya. Sebagai contoh: aliran asam dari tambang Wheal Jane dan tambang lainnya yang ditinggalkan di Inggris (UK) mengakibatkan terkontaminasinya sungai-sungai lokal disana. Di Indonesia, adanya kasus pencemaran Teluk Buyat saat PT Newmont Minahasa Raya PT NMR) di Sulawesi Utara akan memasuki tahap penutupan tambangnya. Walau akhirnya disana terbukti tidak ada pencemaran seperti yang dituduhkan itu. Namun dana yang dikeluarkan perusahaan tersebut untuk penanganan kasus ini adalah tidak sedikit. Contoh lain, kerusakan lingkungan yang sangat parah dan tak terkontrol

dari daerah-daerah bekas pertambangan liar, baik di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra.

Pengaruh-pengaruh dari penutupan tambang secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5, terlihat bahwa penutupan tambang akan berpengaruh pada ekonomi, sosial dan bio-geofisik. Pengaruh ekonomi dan sosial cenderung bersifat menurun sedangkan pengaruh pada lingkungan cenderung bersifat memperbaiki. Lingkungan hidup bisa menjadi membaik karena sumber dampak yang menyebabkan lingkungan rusak sudah tidak ada sehingga lingkungan hidup mempunyai kesempatan untuk memperbaiki dirinya sendiri secara alami. Proses penutupan tambang yang sebagian besar meliputi pemulihan dan rehabilitasi lingkungan hidup adalah mempercepat terjadinya perbaikan alam itu sendiri.

•Kehilangan manfaat kesejahte- raan sosial

• Kehilangan hak untuk meng- organisasikan

• Penguranan manfaat pendidikan • Perasaan tidak mempunyai peker-

jaan

• Ketergantungan pada alkohol dan obat-obatan

• pelanggaran rumah tangga • Kesehatan dan kesejahteraan •Resiko bahaya yang ditimbulkan

oleh dam atau fasilitas peralatan yang tidak aman

•Kehilangan nilai rumah dan lahan

• Pengurangan mobilitas mendapatkan kerja baru • Kehilangan pendapatan • Kehilangan permintaan tenaga

kerja trampil

• Kehilangan permintaan utk pemasok

• Sewa sumberdaya berkurang terbatas untuk inves kembali •Berkurangnya pemeliharaan untuk

transportasi dan infrastruktur umum

Pengaruh setempat pada bio-giofisik dasar-dasar Penghidupan Penutupan Pelayanan dan Industri pemasok Penutupan Proyek Pertambangan Pengaruh Ekonomi Pengaruh Bio-giofisik Pengaruh Sosial

Gambar 5. Pengaruh-pengaruh penutupan tambang pada ekonomi,sosial, dan bio-geofisik (diolah dari Warhurst, 2000)

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, adalah tepat bahwa penelitihan ini dilakukan, yang mana hasilnya diharapkan dapat berkontribusi langsung maupun tidak langsung kepada rancangan kebijakan dan pembangunan pertambangan

yang berkelanjutan di Indonesia terutama untuk proses penutupan tambang, khususnya pada fasilitas atau daerah penimbunan/kolam/pengendapan tailings yang hasil proses penambangan.

Penutupan tambang akan berpengaruh langsung pada penurunan manfaat sosial-ekonomi dan pemulihan kerusakan lingkungan bio-geofisik di daerah tambang itu dioperasikan. Pengaruh pada aspek sosial biasanya kepada masyarakat sekitar lingkungan tambang (MSLT) yang akan meliputi: kehilangan manfaat kesejahteraan sosial, penurunan manfaat pelayanan pendidikan dan kesehatan, kehilangan hak politik untuk mengorganisasikan, relokasi penduduk, timbulnya pengangguran, munculnya ketergantungan pada minuman keras, keamanan, dan lainnya.

Pada aspek ekonomi pengaruhnya adalah: kehilangan pendapatan; kehilangan permintaan pada tenaga kerja yang trampil; kehilangan pasokan barang dan jasa; penurunan untuk mendapatkan lapangan kerja baru; pengurangan pemeliharaan sarana transportasi dan infrastruktur umum; pemerintah kehilangan pendapatan atas pajak, royalti, dan pungutan lainnya, penurunan nilai tempat tinggal dan lahan, dan lainnya (diolah dari Warhurst, 2000). Sedangkan pengaruh pada bio-geofisik dari penutupan tambang tidak menjadi tidak seburuk dibandingkan pengaruh secara sosial dan ekonomi. Karena lingkungan hidup yang biasanya terganggu saat kegiatan operasi, saat penutupan tambang tidak terganggu lagi, alam mempunyai kesempatan untuk memulihkan dirinya sendiri bila masih dalam batas kemampuan pulih alamiahnya. Walaupun demikian dampak bio-geofisik yang dapat muncul saat penutupan adalah air asam tambang dan bantuan penutup (over burden), lahan penempatan tailing, gangguan yang berat pada bentang alam pada bekas lubang tambang dan tambang bawah tanah, kehilangan keragaman hayati dan sumber daya alam lainnya seperti hasil hutan, laut, sungai, danau dan lainnya

Proyek pertambangan disamping mempunyai dampak positif kepada masyarakat atau negara dalam bentuk penyediaan lapangan pekerjaan, pembayaran pajak, dan pembangunan regional. Juga, memunculkan dampak negatif yang bersifat sementara, seperti kebisingan, mengganggu pemandangan dan bentang alam, dan penurunan lingkungan hidup (Robertson dan Shaw, 1998) serta kerusakan pada keragaman hayati di dalam ekosistem alamiahnya (IUCN and ICMM, 2002). Ia juga dapat merubah bentang alam secara ekstrim berbeda dari kondisi alam semula. Mengelola dampak-dampak negatif dan

mempertahankan keberlanjutan dampak positif itu bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan, apalagi bila hal itu dilakukan pada saat beberapa tahun menjelang atau ketika tambang memasuki tahap penutupan.