• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.3. Gambaran Umum Kegiatan PT Freeport Indonesia

PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah perusahaan PMA yang bergerak di bidang pertambangan Tembaga dan Emas dan telah beroperasi sejak tahun 1972 di Kabupaten Mimika, Propinsi Papua. Kegiatan yang berlangsung pada saat ini didasarkan kepada Kontrak Karya Kedua antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PTFI yang ditandatangani pada tahun 1991. Batas-batas daerah kerja PTFI adalah: sebelah Utara adalah Pegunungan Jayawijaya, berbatasan dengan Kabupaten Puncak Jaya. Sebelah Timur dengan Taman Nasional Lorentz. Sebelah Selatan dengan Laut Arafura. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Timika, Kabupaten Mimika, berbatasan dengan Kabupaten Kaimana. Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Pegunungan Jayawijaya yang berbatasan dengan Kabupaten Paniai.

Bijih yang ditambang terletak pada ketinggian lebih dari 4.000 m di atas permukaan laut di daerah Erstberg dan Grasberg dalam wilayah Kontrak Karya

seluas 100 km2. Pada saat ini PTFI mengoperasikan tambang terbuka Grasberg

dan tambang bawah tanah DOZ (DeepOreZone) dengan target produksi harian

sekitar 240 ribu ton bijih. Dengan jumlah cadangan sekitar 2,7 milyar ton terdapat cukup bijih untuk ditambang sampai dengan jangka waktu Kontrak Karya dan perpanjangannya berakhir.

PTFI berkembang pesat setelah penemuan cebakan Grasberg (pada ketinggian > 4.000 m di atas permukaan laut di daerah Erstberg dan Grasberg) pada tahun 1988. Penemuan ini memungkinkan PTFI melakukan perluasan operasi pertambangan, yaitu dari 125.000 ton bijih/hari menjadi 160.000 ton bijih/hari (160K). Sejak tahun 1998 PTFI telah mengoperasikan tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah dengan target produksi 240 ribu ton bijih/hari. Secara garis besar ada empat kegiatan utama dari PTFI, yaitu: pengelolaan batuan penutup dan air asam tambang, pengolahan bijih dan pengeringan konsentrat, pengelolaan tailing, dan kegiatan penunjang (Laporan RKL/RPL PTFI, 2007).

Pengelolaan batuan penutup dan air asam tambang

Untuk menambang bijih pada penambangan terbuka perlu disingkirkan terlebih dahulu batuan yang menutupi batuan bijih. Batuan yang menutupi batuan bijih dan tidak mengandung cukup mineral berharga untuk diolah disebut batuan

yang dihasilkan adalah sekitar 3:1. Batuan penutup diangkut dari dalam tambang terbuka Grasberg dan ditimbun di daerah sekitarnya. Setelah mencapai ketinggian akhir maka timbunan batuan penutup direklamasi dengan penanaman tanaman spesies lokal.

Sebelum ditambang, batuan penutup tidak mempunyai kontak dengan oksigen dan air, karena terletak di bawah permukaan tanah sehingga tetap stabil. Setelah diangkat dan ditimbun maka akan mengalami kontak dengan udara dan air. Batuan penutup jenis tertentu, yaitu yang mengandung mineral sulfida (belerang), dapat menghasilkan asam karena bereaksi dengan oksigen dan air. Air asam tersebut terbawa oleh air hujan menjadi air asam batuan (AAB) yang dikelola secara seksama. PTFI memanfaatkan batuan gamping yang cukup melimpah di daerah tambang Grasberg dan bubur kapur yang diproduksi dari batu gamping lokal untuk melakukan pencegahan dan penetralan air asam batuan.

PTFI mempunyai sistem pengumpulan AAB berupa jalur pipa dan terowongan bawah tanah yang membawa air asam menuju fasilitas penetralan di kompleks Pabrik Pengolahan Bijih di MP74. Air asam yang telah dinetralkan, didaur ulang untuk keperluan operasional Pabrik Pengolahan Bijih.

Pengolahan bijih dan pengeringan konsentrat

Bijih yang dihasilkan dari tambang dikirim melalui terowongan vertikal ke bawah dan ban berjalan menuju Pabrik Pengolahan Bijih yang terletak di sebuah lembah sempit pada ketinggian 2.800 m di atas permukaan laut. Di Pabrik Pengolahan Bijih mineral Tembaga, Emas dan Perak diekstrak menggunakan teknik flotasi (pengapungan) yang umum digunakan oleh pabrik-pabrik pengolahan bijih sejenis di dunia. Mula-mula batuan bijih digiling sampai halus dan dicampur dengan air dalam jumlah yang besar pada mesin penggiling yang kemudian dialirkan ke dalam tangki-tangki flotasi.

Pada tangki-tangki flotasi diberikan gelembung-gelembung udara dan

reagen yang bergerak dari dasar tangki menuju ke permukaan. Dalam

perjalanannya ke permukaan gelembung-gelembung tersebut menangkap dan mengumpulkan mineral berharga dari permukaan butir-butir halus hasil gerusan batuan bijih. Setelah sampai di permukaan, gelembung berubah menjadi buih yang telah kaya dengan mineral berharga. Buih tersebut kemudian dikumpulkan menjadi bubur konsentrat dan dikirim melalui jalur pipa menuju Pabrik

Pengeringan Konsentrat di daerah Pelabuhan Amamapare yang terletak sekitar 120 km di sebelah selatan Pabrik Pengolahan Bijih.

Pengeringan dilakukan dengan penyaringan bertekanan tinggi (filterpress) dan pemanasan. Konsentrat kering berupa butiran pasir halus berwarna hitam merupakan produk akhir PTFI. Konsentrat dikapalkan menuju pabrik peleburan tembaga di seluruh penjuru dunia termasuk PT Smelting-Pabrik Peleburan dan Pemurnian Gresik, yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur

Pengelolaan tailing

Hanya sekitar 3 % dari total bijih yang diolah di pabrik berubah menjadi konsentrat. Pasir yang tersisa dari proses pengolahan bijih dinamakan tailing. Dengan demikian, jumlah tailing yang dihasilkan adalah sekitar 230 ribu ton/hari. Diperlukan lahan yang cukup luas untuk menyimpan tailing yang telah dan akan terakumulasi sampai akhir masa tambang. Dalam rangka menyusun AMDAL 300K tahun 1996-1997, PTFI menugaskan konsultan internasional untuk mempelajari berbagai opsi pengelolaan tailing. Dari belasan opsi yang dipelajari akhirnya dipilih dan disetujui satu opsi untuk dilaksanakan, yaitu sebagai berikut: tailing dari Pabrik Pengolahan Bijih di dataran tinggi diangkut melalui sistem sungai Aghawagon – Otomona menuju suatu daerah yang khusus dialokasikan (designated) untuk menampung tailing. Supaya tidak terjadi perluasan dampak secara lateral, dibangun dua buah tanggul yang membujur pada arah Utara– Selatan yang dikenal sebagai Tanggul Barat (± 50 km) dan Tanggul Timur (± 54 km). Jarak kedua tanggul bervariasi antara 4 – 7 km dan luas total lahan di antara kedua tanggul adalah 230 km2. Dalam dokumen AMDAL 300K daerah dinamakan Daerah Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi dan kemudian lebih dikenal dengan nama ModADA.

Di dalam ModADA pengendapan tailing terjadi secara merata mengikuti aliran air permukaan yang terus berpindah-pindah dan bercabang-cabang. PTFI terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengendapan tailing dalam ModADA. Tinggi tanggul terus ditambah mengikuti tinggi endapan tailing dan dijaga agar mampu menampung air dari perkiraan kejadian banjir terbesar (Maximum Probable Flood). Pengendapan tailing dalam ModADA disebabkan oleh gaya gravitasi sehingga terdistribusi menurut ukuran partikel. Partikel kasar mengendap di bagian utara ModADA (kira-kira berjarak lebih kurang 2 km sejajar dengan kota Timika). Partikel berukuran sedang mengendap di sebelah utara

ModADA hingga sampai sebelum daerah sagu. Partikel halus mengendap di daerah sagu sampai ujung selatan ModADA di dekat muara Ajkwa. Partikel yang sangat halus mengendap di Estuari Ajkwa dan sisanya terbawa sampai ke Laut Arafura di selatan pantai Mimika. Pola penyebaran tailing di Estuari Ajkwa dan Laut Arafura sampai masa pasca tambang telah diprediksi melalui sebuah model komputer 3-Dimensi yang dikembangkan oleh ahli pemodelan dari ITB.

Selain itu, juga telah diidentifikasi dan dikuantifikasi risiko ekologi dan kesehatan manusia dari tailing melalui suatu studi Ecological Risk Assessment yang dilakukan oleh tim peneliti dari dalam dan luar negeri selama 4 tahun (1998 – 2002). PTFI telah melakukan berbagai penelitian dan percobaan penghijauan lahan tailing dan menanam bermacam tanaman budidaya untuk menunjukkan bahwa setelah masa tambang berakhir ModADA dapat diubah menjadi lahan produktif dalam waktu tidak terlalu lama dan dengan biaya tidak terlalu besar. Hasil penelitian Taberima (2009) menunjukkan bahwa tanah yang berkembang dari tailing di ModADA telah menunjukkan adanya perkembangan struktur yang lebih baik pada horison permukaan dibandingkan horison di bawahnya.

Kegiatan penunjang

Untuk dapat melakukan usahanya, PTFI menyelenggarakan berbagai kegiatan penunjang skala besar seperti pembangkitan tenaga listrik dan jaringan distribusinya, gudang-gudang logistik, penyediaan sarana dan prasarana angkutan darat, laut dan udara, bengkel-bengkel pemeliharaan kendaraan dan peralatan berat. Selain itu untuk sekitar 18.000 karyawan dan keluarganya PTFI juga menyediakan fasilitas perkotaan dan pusat-pusat pemukiman seperti kompleks perkantoran, perumahan, asrama, hotel, kantin umum, rumah sakit, sekolah, pusat perbelanjaan, pusat rekreasi dan berbagai fasilitas lainnya.

Setiap hari kegiatan penunjang ini menghasilkan limbah padat dan limbah cair dalam jenis dan jumlah yang tidak sedikit. Untuk menjaga lingkungan, PTFI sejak semula telah menyelenggarakan pengelolaan limbah secara terpadu. Limbah padat atau limbah cair tidak diperbolehkan untuk dibuang secara sembarangan ke lingkungan. Tidak dijumpai sampah yang berserakan di pemukiman, jalan ataupun sungai di seluruh wilayah kerja PTFI. Semua fasilitas tempat tinggal, perkantoran dan sarana umum diperlengkapi dengan tempat sampah dalam ukuran dan jumlah yang cukup. Limbah padat domestik diambil dan diangkut secara berkala oleh armada truk sampah dan dibuang ke tempat-

tempat pembuangan akhir (TPA) yang terletak di daerah tambang, di MP72 dan di MP38. Khusus untuk limbah yang dapat digunakan kembali dilakukan daur ulang. Sebagai contoh, ban bekas di-revulkanisasi atau digunakan untuk penahan erosi. Sampah organik digunakan untuk bahan pembuat kompos. Aki bekas dihibahkan kepada pabrik daur ulang di Jakarta dan Surabaya. Demikian pula besi dan logam bekas lainnya. Oli bekas dijadikan bahan bakar di Pabrik Kapur dan di Pabrik Pengeringan Konsentrat.

Semua limbah cair domestik disalurkan melalui jalur pipa menuju instalasi pengolahan air limbah (IPAL) terdekat. PTFI mengoperasikan 10 IPAL yang tersebar dari daerah tambang sampai ke pelabuhan. Setelah diolah, limbah cair dapat dialirkan kembali ke lingkungan. Limbah B3 seperti limbah hidrokarbon, abu pembakaran limbah medis, dan bahan kimia kadaluwarsa dikirim ke PPLI (Prasada Pamunah Limbah Industri) di Cibinong, Jawa Barat untuk penanganan dan pembuangan akhir.

Gambar 13. Gambar Daerah Operasi PTFI dari Dataran Tinggi sampai

Di Dataran Rendah

Pengelolaan lingkungan di seluruh wilayah kerja PTFI merupakan tanggung jawab manajer tiap lokasi kerja dan di bawah koordinasi Departemen Lingkungan Hidup. Sistem Manajemen Lingkungan (SML)PTFI mengacu kepada standar ISO 14001 dan telah disertifikasi dan diawasi oleh SGS sejak tahun

2001. Pekerjaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang bersifat rutin dilakukan berdasarkan prosedur baku operasi (SOP) yang dievaluasi dari waktu ke waktu sehingga dapat terjadi perbaikan secara terus menerus. Karyawan diberikan pelatihan yang cukup untuk dapat memahami dan melaksanakan SOP ini. Pelaksanaan SML di lapangan diperiksa melalui inspeksi dan audit lingkungan secara berkala. Sekali setahun dilakukan Kaji Ulang Manajemen atas SML PTFI secara keseluruhan. Visi PTFI adalah untuk menjadi perusahaan tambang yang secara aktif bertanggungjawab dalam bidang lingkungan hidup. Secara garis besar kegiatan operasi tambang PTFI mulai dari dataran tinggi hingga dataran rendah seperti pada Gambar 13. Daerah Kontrak Karya blok A dan blok B tertera pada Gambar 14.

Seperti kegiatan pertambangan pada umumnya, demikian pula kegiatan penambangan PTFI mempunyai pengaruh yang nyata kepada lingkungan hidup, sosial dan ekonomi. Terkait dengan penutupan tambang berkelanjutan maka pengaruh kerusakan pada lingkungan hidup perlu dipulihkan sesuai dengan rencana peruntukannya sehingga menjamin keamanan bagi hewan, tanaman dan manusia yang akan hidup di dalamnya. Manfaat sosial dan ekonomi dapat bisa terus dirasakan oleh masyarakat sekitarnya walaupun berasal dari kegiatan- kegiatan lain yang dibangun dari hasil manfaat bahan tambang.

4.3.2. Pengaruh lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaannya

Ada dua pengaruh utama dari kegiatan PTFI pada lingkungan hidup sekitarnya yaitu air asam batuan (AAB) dari timbunan batuan penutup dan tailing yang merupakan butiran pasir sisa dari hasil pemrosesan bijih. Selain itu, pengaruh lainnya adalah kestabilan lereng di daerah tambang (kemungkinan erosi dan longsor) dan perubahan topografi. Sampai saat ini ada dua lubang besar setelah bahan tambangnya dikeluarkan, yakni bekas tambang Ertzberg dan daerah tambang saat ini, Grasberg. Menurunnya keragaman hayati baik hewan dan tanaman di daerah-daerah dimana bentang alamnya dibuka untuk mendukung panambangan baik di dataran tinggi dan di dataran rendah. Menurunnya kualitas udara karena emisi-emisi gas buang baik dari pabrik pengelolahan, pabrik batu gamping dan intalasi PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Menurunnya kualitas air di sepanjang Sungai Aghawagon dan Otomona karena digunakan sebagai sarana transportasi tailing dari pabrik pengolahan di dataran tinggi sampai di ModADA dan juga menurunnya kualitas

air muara dan terjadinya pendangkalan di daerah muara. Pengaruh lainnya adalah hancurnya hutan hujan tropis seluas 230 Km2 akibat digunakan sebagai daerah pengendapan tailing atau disebut sebagai ModADA di dataran rendah.

Pengaruh-pengaruh lingkungan hidup itu perlu dikelola agar tidak membahayakan selama kegiatan operasi dan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengelolaan dampak lingkungan yang baik saat operasi tambang sedang berjalan akan berpengaruh positif kepada perbaikan lingkungan saat tambang memasuki saat penutupan dan juga akan mengurangi biaya dan resiko-resiko. Oleh karena itu, sesuai dengan dokumen AMDAL 300 K, program-program pengelolaan dan pemantauan lingkungan PTFI, antara lain sebagai berikut: air asam tambang dan timbunan batuan penutup, kestabilan lereng dan perubahan topografi, hidrologi dan geohidrologi, geokimia dari tailing, reklamasi di daerah dataran tinggi dan dataran rendah, kontruksi dan kestabilan tanggul tempat pengendapan tailing, limbah padat, cair dan B3 baik dari industri maupun dari domestik, dan kualitas air dan kualitas udara ambien serta pengelolaan dan pemantauan lainnya sebagaimana yang dilaporkan secara teratur dalam dokumen RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan)

Untuk mendukung upaya-upaya pengelolaan dan pemantauan berjalan baik dan lancar sesuai dengan target dan juga persyaratan dari regulator, PTFI juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendukung, adalah sebagai berikut: aplikasi sistem manajemen lingkungan perusahaan dengan persyaratan ISO 14001 atau SNI (Standard Nasional Indonesia) 19-14001; melakukan audit internal dan eksternal secara teratur; pengelolaan laboratorium lingkungan, membangun satu unit pabrik gamping, membangun IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) di setiap satu unit kegiatan domestik atau rumah tangga; melakukan kerjasama penelitian dengan lembaga penelitian di perguruan tinggi dan swasta; melakukan perekaman dengan citra satelit untuk melihat dampak tailing terhadap vegetasi, pola aliran air, perkembangan perubahan lahan di daerah sekitar Timika dan proyek PTFI; dan mengadakan pendidikan kepedulian lingkungan baik untuk internal perusahaan maupun eksternal, seperti publik di Mimika.

Dalam mendukung kegiatan pengelolaan lingkungan, PTFI setiap tahun mengalokasikan dana yang cukup. Misalnya untuk tahun 2006 jumlah dana yang digunakan adalah sebesar 27,5 juta US Dolar. Pada tahun 2005 biaya lingkungan PTFI sebesar 20 juta US Dolar, sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 36,2 juta US Dollar. Pada tahun 2008 PTFI menganggarkan dana sebesar 44,15 juta US Dolar untuk biaya pengelolaan lingkungannya.

Penghargaan dan pengakuan yang diterima PTFI baik dari pemerintah Indonesia maupun lembaga internasional sebagai hasil dari pencapaian- pencapaian dalam pengelolaan lingkungan hidup, adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan nilai BIRU MINUS untuk PROPER (Penilian Peringkat Kinerja

Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) untuk tahun 2006 – 2007, berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 483, tertanggal 31 Juli 2008

b. Penghargaan Lingkungan Pertambangan tahun 2007 dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai pelaksana Reklamasi Kegiatan Pertambangan Mineral untuk periode kegiatan pertambangan 2004-2006.

c. Memperoleh akreditasi dari NATA (National Association of Testing

Authorities, Australia) dan sertifikat akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN-BSN) untuk Laboratorium Lingkungan PTFI, sebagai pengakuan untuk kemampuan pengujian hampir seluruh aktifitas pengujian yang dapat dilakukan oleh laboratorium ini.

d. PTFI menerima sertifikat ISO 14001, standar internasional sistem pengelolaan lingkungan. PTFI telah menerapkan ISO 14001 dalam pelaksanaan pengelolaan program lingkungan hidupnya.

e. Menerima penghargaan Pelaporan Pembangunan Berkelanjutan tahun 2007 dari National Center for Sustainability Reporting (NCSR). Sustainability

Reporting ini merupakan sebuah sistem pelaporan yang menggambarkan

keberhasilan kegiatan bisnis dalam mengelola aspek-aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan aspek ekonomi seperti yang diperkenalkan oleh GRI (2006).

4.3.3. Pengaruh sosial dan kegiatan pengelolaannya

Pengaruh sosial dari kegiatan PTFI adalah antara lain: mengurangi akses masyarakat ke tempat dan mendapatkan sumber daya yang biasa mereka peroleh secara tradisional, seperti bahan pangan, kebutuhan papan dan lainnya; menimbulkan urbanisasi atau migrasi dari daerah kabupaten sekitarnya dan di luar Papua bahkan dari luar negeri; tekanan terhadap lahan dan perumahan masyarakat, tekanan terhadap budaya setempat, dan persepsi negatif masyarakat pada kegiatan tambang. Disamping itu manfaat sosial yang dirasakan oleh masyarakat, adalah antara lain: pelayanan dan perbaikan kualitas kesehatan; pengembangan SDM setempat melalui penyediaan

pendidikan, beasiswa dan keterampilan; pembinaan pengusaha kecil dan menengah; penguatan kapasitas kelembagaan, memberikan akses bagi pengambilan keputusan oleh masyarakat, khususnya dalam pengolaan pengembangan masyarakat; pengembangan potensi budaya setempat dan lainnya.

Untuk mengelola pengaruh sosial yang negatif kepada masyarakat sekitarnya dan juga meningkatkan manfaat sosial dari kegiatan PTFI, maka perusahaan menyelenggarakan program pengembangan masyarakat dan juga beberapa kegiatan yang terkait dengan komitmen sosialnya, yang saat ini dikenal dengan nama Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Program pengembangan masyarakat yang dijalankan oleh PTFI sangat beragam. Namun berdasarkan sumber pendanaannya dapat dikelompokkan dua kelompok, yaitu: a) Program pengembangan masyarakat dari dana operasional PTFI dan b) Program pengembangan masyarakat dari Dana Kemitraan PTFI. PTFI juga mengalokasikan Dana Kapital, yaitu sejumlah dana untuk pembangunan sarana dan prasarana dalam mendukung kegiatan program PM. Perusahan juga memberikan donasi-donasi yang terkait dengan PM.

Program PM yang bersumber dari dana operasional perusahaan dikelola langsung oleh PTFI dengan melakukan pembinaan dan pengembangan putra/putri masyarakat setempat untuk mengelola kegiatan PM. Program- programnya, meliputi: a) pengembangan infrastruktur tiga desa (Banti, Aroanop, Tsinga) di dataran tinggi; b) program rekognisi Kamoro; c) program pengembangan dan pendampingan masyarakat 5 desa (Tipuka, Ayuka, Nawaripi, Koperapoka, dan Nayaro) di dataran rendah; d) pengembangan usaha kecil dan menengah bagi masyarakat; e) percontohan dan alih teknologi pertanian dan peternakan; f) penguatan Lembaga Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK); g) penyediaan Dana Perwalian bagi masyarakat Amungme dan Kamoro; h) pengembangan SDM di Institut Pertambangan Nemangkawi di Kuala Kencana; i) peningkatan kesehatan dan pengendalian penyakit malaria; dan j) bina hubungan masyarakat.

Program pengembangan bersumber dari ”Dana Kemitraan (DK) PTFI” atau sebelumnya disebut ”Dana 1%”, adalah sebesar satu persen dari pendapatan kotor tahunan PTFI. Program ini dibentuk dan dilaksanakan sejak tahun 1996 sampai tahun 2006 dan telah diperpanjang selama lima tahun

sampai tahun 2011. Kewenangan pengelolaan DK PTFI adalah LPMAK(Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro), sebuah organisasi lokal di Mimika yang dibentuk bersama oleh pemerintah daerah, PTFI, lembaga adat, dan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Program-program yang dikelola difokuskan pada bidang-bidang: pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dukungan bagi lembaga adat dan bagi aspek keagamaan, dan memberikan bantuan kemanusiaan.

PTFI mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membiayai program PM-nya. Bila dibandingkan dengan total kontribusi dari seluruh industri pertambangan di Indonesia, kontribusi dana PM PTFI sejak tahun 2002 sampai 2006 rata-rata mencapai di atas 50 % setiap tahunnya. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 26. Pada tahun 2006 kontribusi Comdev PTFI sebesar 63.83 % dari total seluruh Comdev industri tambang di Indonesia.

Tabel 26. Kontribusi Pendanaan PM PTFI terhadap industri pertambangan (dalam US$ Juta)

Uraian Kegiatan Jumlah Dana Comdev (US $ Juta)

2002 2003 2004 2005 2006

Total Comdev industri

tambang 57,44 77,74 62,29 90,52 120,22

Comdev PTFI 39,66 41,12 43,46 63,99 76,74

% Comdev PTFI thd. industri

tambang* 69,05% 52,89% 69,77% 70,69% 63,83%

* Dihitung kembali dari (PWC, 2007 dalam LPEM-FEUI, 2008)

Tabel 27. Pendanaan Program PM PTFI pada tahun 2008 sampai Bulan Oktober

Kegiatan Aktual tahun 2008 sampai

Oktober (US Dollar)

Dana Kemitraan (LPMAK) 37.489.927

Program Pengembangan Masyarakat (SLD) 13.374.984

Dana-dana Perwalian 1.100.000

Kesehatan Masyarakat & Pengendalian Malaria 7.932.407

Institut Pertambangan Nemangkawi 11.765.132

Asrama Tomawin 321.131

Tailing Utilization 810.504

Total Dana Operasional & Dana Kemitraan 72.794.085

Dana Kapital 3.429.630

Donasi PTFI berkaitan dengan program PM 1.394.285

Jumlah 77.618.000

Pada tahun 2008 sampai bulan Oktober PTFI telah menyeluarkan dana

untuk pengembangan masyarakat sejumlah 77.618.000 US Dollar.

Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 27. Bila dilihat berdasarkan dana yang dikelola maka program PM yang dikelola oleh LPMAK adalah sebesar 48,3 % dari total dana PM yang dialokasikan oleh PTFI. Hal ini menunjukkan bahwa LPMAK sebagai lembaga lokal di Mimika telah mampu mengelola dana dan beragam jenis program PM.

Secara rinci besarnya DK PTFI yang dialokasikan sejak tahun 1996 sampai 2007 dapat dilihat pada Tabel 28. Dana tahun 2006 meningkat hampir lima kali lipat dari tahun 1996.

Tabel 28. Alokasi Dana Kemitraan PTFI dari tahun 1996 – 2007 Jumlah Dana Kemitraan 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Dalam US Dolar 10.810.150 12.742.915 16.625.288 21.117.015 13.504.330 17.317.229 Dalam Juta Rupiah 25.209 38.751 179.705 158.044 117.256 179.636 Jumlah Dana Kemitraan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Dalam US Dolar 18.313.298 21.841.766 18.041.433 40.534.482 51.828.368 51.368.863 Dalam Juta Rupiah 172.306 189.038 161.838 393.855 472.756 475.498 Sumber : SLD PTFI, 2008

Beberapa penghargaan dan pengakuan dari pemerintah Indonesia dan lembaga internasional terkait dengan hasil pencapaian-pencapaian dari pelaksanaan program sosialnya atau program PM PTFI, adalah sebagai berikut:

a. Penghargaan internasional dalam bidang PM atau “Community Development

Excellence Award” , dari Asia Mining Congress di Singapura 9 April 2009 untuk pengembangan SDM Papua berkelanjutan di Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN) yang didirikan dan dikelola oleh PTFI.

b. Meraih penghargaan Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium atau "Millennium Development Goals (MDGs)" 2008 untuk kategori "Memerangi HIV/AIDS, Malaria, Tuberkulosis, dan Penyakit lainnya". MDGs Award merupakan kerjasama antara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kantor Menteri