• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM ANTENATAL TERPADU DI PUSKESMAS BANDARHARJO KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM ANTENATAL TERPADU DI PUSKESMAS BANDARHARJO KOTA SEMARANG"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

i

KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh Niken Amran NIM. 6411412092

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

(2)

ii

ABSTRAK

Niken Amran

Analisis Pelaksanaan Program Antenatal Terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang

VI + 106 halaman + 5 tabel + 5 gambar + 21 lampiran

Antenatal Terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada ibu hamil, setiap kehamilan dalam perkembangannya mempunyai resiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.

Jenis metode penelitian ini adalah kualitatif. Informan utama berjumlah 8 orang yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dan 2 informan triangulasi. Pengambilan data dilakukan dengan instrumen berupa pedoman wawancara mendalam, lembar observasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah tenaga bidan yang ada belum sesuai dengan ketetapan Kemenkes RI. Sarana dan prasarana yang ada telah mencukupi dan memadai untuk pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu. Pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu telah melaksanakan standar 10T seperti yang ditetapkan oleh Kemenkes RI, hanya saja adanya keterbatasan waktu dan tenaga sehingga mengakibatkan tumpang tindih dalam pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.

Saran yang peneliti rekomendasikan adalah bagi Puskesmas Bandarharjo dapat melakukan pengkajian kembali terkait dengan jadwal shift bidan agar tidak terjadi tumbukan job desk sehingga dengan jumlah sumber daya manusia yang terbatas, dapat tetap mengcover berbagai program. Saran bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang diharapkan terus memantau, memonitoring dan melakukan evaluasi seluruh pelaksanaan program puskesmas yang ada di Kota Semarang. Melakukan pengkajian terhadap target program yang akan dilaksanakan.

(3)

iii

ABSTRACT

Niken Amran

Analysis of Implementation Integrated Antenatal Program at Bandarharjo Puskesmas Semarang City,

VI + 106 pages + 5 table + 5 images + 21 attachments

Servicing of integrated Antenatal is a comprehensive and quality antenatal servicing for pregnant women, every pregnancy has a risk of complicating factor. There fore, the antenatal servicing must be done intensively or routine integrited and good quality antenatal servicing the purpose of this research is to know the implementation of integrated antenatal program at Bandarharjo Puskesmas Semarang City.

The method of this research is qualitative form the first group are eight women who are chosen based on purposive sampling technique and two triangulation women, the taking of data was done by independent interview, observation, and documentation.

The result showed that the number of midwifes are still not appropriate with the regulation of the Indonesian Ministry of Health. The available infrastructures are suitable for the process of integrated antenatal. It has done 10T as it has been required by Indonesian Ministry of Health. However, there are limitedness the time and staffs so that they are mutinally overlapping in implementation integrited antenatal program at Bandarharjo Puskesmas Semarang City.

Researcher suggests Bandarharjo Puskesmas to review that related to the schedule of widwifes time job in order not to mutually overlapping with source of staffs that can be involved some program and government’s semarang city can do monitoring, evaluate all implementation programs at Puskesmas. By doing the reviews to get the target that will be done.

(4)
(5)
(6)

vi

telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (Q.S Al Insyirah: 6-8).

2. Bila kita merasa letih karena berbuat kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan akan kekal. Bila kita bersenang-senang dengan dosa, kebersenang-senangan itu akan hilang dan dosa yang akan kekal (Umar bin Khattab).

PERSEMBAHAN

Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Papa (Amran) dan Mama (Nifestri). 2. Kakak (Ari Wijaya Amran dan Adinda

Amran).

3. Adik (Wulan Amran). 4. Asep Alvan

(7)

vii

Terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Ibu Prof. Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd, atas ijin penelitian yang telah diberikan. 2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes (Epid), atas persetujuan penelitian yang telah diberikan.

3. Dosen Pembimbing, Bapak Drs. Bambang Wahyono, M.Kes, atas bimbingan, arahan, serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahrgaan Universitas Negeri Semarang atas bekal ilmu pengetahuan yang diberikan selama di bangku perkuliahan.

(8)

viii

yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

7. Kepala Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang, Bapak Tri Susilo Hadi, S.KM, M.Kes, atas ijin penelitian dan masukan yang diberikan.

8. Bidan Poli KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang, Ibu Erna Faulina, Ibu Endang Erawati, Am Keb, Ibu Sumarni, Am.Keb atas waktu dan informasinya terkait penelitian ini.

9. Ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang, yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

10.Sahabat-sahabat terbaikku (Liza, Jesi, Rahma, Atika, Ella, Putri, Nova, Ica, Ayu, Sonya, Wati) dan adik-adik kos Griya Bunda atas bantuan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2012 atas bantuan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dan kritikan sangat diharapkan guna penyempurna karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Juni 2016

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Keaslian Penelitian ... 7

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

(10)

x

2.1.4 Pelayanan Antenatal Terpadu ... 17

2.1.5 Defenisi Sistem ... 29

2.1.6 Pelaksanaan Program Antenatal Terpadu di Puskesmas ... 33

2.2 Kerangka Teori ... 43

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 45

3.1 Alur Pikir ... 45

3.2 Fokus Penelitian ... 45

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 46

3.4 Sumber Informasi ... 47

3.5 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ... 51

3.6 Prosedur Penelitian ... 53

3.7 Pemeriksaan Keabsahan Data ... 55

3.8 Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 58

4.1.1 Puskesmas Bandarharjo ... 58

4.2 Hasil Penelitian ... 60

4.2.1 Karakterisitk Informan Penelitian ... 60

4.2.2 Hasil Penelitian Input ... 62

(11)

xi

5.1.1 Komponen Input ... 85

5.1.2 Komponen Proses ... 92

5.1.3 Komponen Output ... 97

5.2 Hambatan Dan Kelemahan Penelitian ... 99

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 101

6.1 Simpulan ... 101

6.2 Saran ... 102

(12)

xii

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ... 7

Tabel 2.1 Jenis Pemeriksaan Pelayanan Antenatal Terpadu ... 26

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Utama ... 61

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Triangulasi ... 61

(13)

xiii

(14)

xiv

Lampiran 2. Surat Permohonan Surat Kelaikan Etik Penelitian ... 109 Lampiran 3. Surat Keterangan Ethical Clearance ... 110 Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas untuk Badan

Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang ... 111 Lampiran 5. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas untuk Dinas

Kesehatan Kota Semarang ... 112 Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas untuk Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang ... 113 Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kota Semarang ... 114 Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Semarang .... 116 Lampiran 9. Surat Keterangan Puskesmas Bandarharjo Telah Menyelesaikan

Penelitian ... 117 Lampiran 10. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ... 118 Lampiran 11. Lembar Persetujuan Keikutsertaan Subjek dalam Penelitian .. 120 Lampiran 12. Prosedur Wawancara Mendalam ... 130 Lampiran 13. Pedoman Wawancara untuk Sie. Kesehatan Ibu dan Lansia

Bagian Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Semarang. 132 Lampiran 14. Pedoman Wawancara untuk Bidan Puskesmas Bandarharjo

(15)

xv

Lampiran 17. Pedoman Observasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana ... 176

Lampiran 18. Pedoman Observasi Proses Pelayanan Antenatal ... 179

Lampiran 19. Identitas Informan Utama ... 180

Lampiran 20. Identitas Informan Triangulasi ... 181

(16)

xvi AKI = Angka Kematian Ibu ANC = Antenatal Care

APBD = Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBN = Anggaran Pendapatan Belanja Negara BBLR = Bayi Berat Lahir Rendah

BOK = Bantuan Operasional Kesehatan BPJS = Badan Pelayanan Jaminan Sosial CPD = Cephalo Pelvic Dispropotrion Depkes = Departemen Kesehatan

Dinkes = Dinas Kesehatan DJJ = Denyut Jantung Janin

DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah HIV = Human Immunodeficiency Virus IMD = Inisiasi Menyusu Dini

JKN = Jaminan Kesehatan Nasional KB = Keluarga Berencana

(17)

xvii MDGs = Millenium Development Goals MPS = Making Pregnancy Safer

MTBS = Manajemen Terpadu Balita Sakit PAD = Pendapatan Asli Daerah

PEB = Pre Eklampsia Berat

Permenkes = Peraturan Menteri Kesehatan PK = Penanganan Komplikasi RTP = Rencana Tingkat Puskesmas SDM = Sumber Daya Manusia

SDKI = Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia SOP = Standar Operasional Prosedur

SPM = Standar Pelayanan Minimal TT = Tetanus Toksoid

(18)

1

Puskesmas dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayanan kesehatan masyarakat, bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional yang merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni Upaya Kesehatan Wajib dan juga Upaya Kesehatan Pengembangan. Salah satu dari enam upaya kesehatan wajib Puskesmas yaitu upaya kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KIA/KB) (Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data MDGs tahun 2011, Indonesia masih memiliki masalah dalam mencapai tujuan MDGs yang kelima yaitu meningkatkan kesehatan ibu, khususnya pada target menurunkan angka kematian ibu. Indonesia hanya baru dapat menekankan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (tahun 2007), yang mana target pada tahun 2015 yang sudah ditetapkan yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini akan menjadi masalah tentunya dibidang kesehatan, sehingga timbul beberapa pertanyaan mengapa tujuan tersebut masih belum tercapai.

(19)

atau komplikasi, oleh karena itu pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin, terpadu, dan sesuai standar pelayanan antenatal yang berkualitas (Kemenkes RI, 2013).

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar yang terdiri dari 10T (Timbang berat badan dan ukut tinggi badan, Ukur tekanan darah, Nilai status gizi/ukur lingkar lengan atas (LiLA), Ukur tinggi fundus uteri, Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), Skrining status imunisasi TT, Tablet tambah darah, Pemeriksaan laboratorium, Tatalaksana/penanganan kasus, Temu wicara/konseling) (Kemenkes RI, 2013).

Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh semua ibu hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Hampir seluruh ibu hamil di Indonesia (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan kehamilan (K1) dengan frekuensi minimal 4 kali selama masa kehamilannya adalah 83,5%. Adapun untuk cakupan pemeriksaan kehamilan pertama pada trimester pertama adalah 81,6% dan frekuensi ANC 1-1-2 atau K4 (minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua dan minimal 2 kali pada trimester 3) sebesar 70,4%. Tenaga yang paling banyak memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%) dan tempat pelayanan ANC paling banyak diberikan di praktek bidan (52,5%).

(20)

target SPM tahun 2015 (95%) dan target tahun 2014 (94%). Sedangkan, kunjungan K4 pada tahun 2014 sebesar 97.21% tidak mengalami perubahan atau sama dengan tahun 2013 yaitu sebesar 97,21%, sudah mencapai target SPM 2015 yaitu 95% tetapi angka kematian ibu masih tinggi (Profil Dinkes Kota Semarang 2014).

Kematian Ibu merupakan indikator derajat kesehatan dan menjadi tujuan MDGs. Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu tahun 2014 sebesar 122,25/100.000 KH lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 107,95/100.000 KH, pada tahun 2012 yaitu 80,06/100.000 KH dan tahun 2011 sebesar 119,9/100.000 KH. Dilihat dari jumlah kematian ibu pada peningkatan dari tahun 2013 yaitu sebesar 29 kasus menjadi 33 kasus pada tahun 2014 menjadi 35 kasus pada tahun 2015. Namun untuk peringkat kematian ibu di Jawa Tengah, Kota Semarang menurun, yaitu dari peringkat 5 pada tahun 2013 menjadi peringkat 7 pada tahun 2014 dan meningkat lagi menjadi peringkat 2 tahun 2015 (Profil Dinkes Kota Semarang 2014).

(21)

meningkat dari tahun 2014 sebanyak 33 kasus dan pada tahun 2013 yang hanya 29 kasus. Kematian ibu disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari faktor masyarakat, pelayanan dasar maupun pelayanan rujukan. Kematian ibu tertinggi disebabkan karena eklampsia (48,48%), penyebab lainnya adalah karena pendarahan (24,24%), disebabkan karena penyakit sebesar 18,18%, infeksi sebesar 3,03% dan lain-lain sebesar 6,06% (Profil Dinkes Kota Semarang 2014).

Puskesmas Bandarharjo merupakan salah satu Puskesmas yang telah melaksanakan program antenatalterpadu. Puskesmas ini salah satu Puskesmas yang mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan Kota dari 36 puskesmas lain yang pernah dilatih. Namun berdasarkan data kematian ibu tahun 2014, di Puskesmas Bandarharjo masih ditemukan 3 kasus kematian ibu dan tahun 2015 mengalami peningkatan dimana ditemukan data sebanyak 5 kasus kematian ibu penyebab terjadinya Pre Eklampsia Berat (PEB), pendarahan, obesitas, dan keracunan makanan yang seharusnya dapat terdeteksi dan mendapatkan penanganan segera melalui pelayanan program antenatalterpadu.

(22)

masih jauh dari target yang sudah ditetapkan dan adanya komplikasi penyakit sehingga perlu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan antenatal terpadu yang sesuai standar pelayanan antenatal dengan 10T.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Erna selaku petugas pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) pada tanggal 03 Februari 2016 menyatakan bahwa sumber daya manusia di Puskesmas Bandar Harjo masih kurang. Jumlah bidan di Puskesmas Bandarharjo sebanyak 3 orang dan tidak memiliki dokter spesialis kandungan, sehingga tidak bisa memantau keseluruhan ibu hamil yang berjumlah 1382 dari 4 (empat) kelurahan. Dari jumlah ibu hamil tersebut, sebanyak 1382 memiliki resiko tinggi pada kehamilan yaitu 1052 (70%). Selain jumlah bidan yang sedikit pegawai laboratorium hanya 1 orang padahal sesuai dengan standar 10T pemeriksaan laboratorium dilakukan secara rutin dan khusus. Dalam segi sarana dan prasarana adanya keterbatasan ruangan antara pelayanan ibu dan pelayanan anak dijadikan satu ruangan di Puskesmas Bandarharjo.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan peneliti menganggap perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis Pelaksanaan Program Antenatal Terpadu di Puskemas Bandarharjo Kota Semarang” melalui pendekatan sistem mulai dari

komponen input, proses, output dan dampak yang diperoleh. 1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

(23)

pelayanan program antenatal terpadu dengan 10T. Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharjo, maka rumusan masalah ini adalah “Bagaimana analisis pelaksanaan program antenatalterpadu di Puskesmas Bandarharjo?”

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Bagaimana gambaran input dalam pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang?

2. Bagaimana gambaran proses dalam pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang?

3. Bagaimana gambaran output dalam pelaksanaan program antenatalterpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang berdasarkan pendekatan sistem.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran input dalam pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.

2. Untuk mengetahui gambaran proses dalam pelaksanaan program antenatalterpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.

(24)

1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang

Mendapatkan masukan untuk perbaikan dan kelanjutan dari implementasi program antenatalterpadudi Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang

1.4.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai sistem pelaksanaan program antenatalterpadu.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan program antenatalterpadu.

(25)

3. Beberapa yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian

(26)

harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar dengan 10T. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1.6.1 Ruang lingkup tempat

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Bandaharjo di Kota Semarang.

1.6.2 Ruang lingkup waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2016 1.6.3 Ruang lingkup materi

(27)

10 2.1.1 Analisis

2.1.1.1 Defenisi Analisis

Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dengan hipotesis (dugaan) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa kepastian dengan pengamatan, percobaan, dan sebagainya (Aji Reno, 2012). Menurut Solichin (2008) analisis merupakan penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaan bagian-bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk mendapatkan pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan.

(28)

2.1.2 Puskesmas

2.1.2.1 Defenisi Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif, preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

Menurut Muninjaya (2004), Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam rangka pencapaian keberhasilan fungsi puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan bidang kesehatan (Arsita, 2012).

(29)

2.1.2.2 Peran Puskesmas

Puskesmas memiliki peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksanaan teknis. Puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan puskesmas dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realitas, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam memanfaatkan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Effendi dan Mahfudli, 2009:277).

2.1.2.3 Fungsi Puskesmas

Menurut Arsita (2012) Puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan tingkat primer memiliki fungsi utama sebagai berikut:

2.1.2.3.1 Pusat Penggerak dan Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Puskesmas memantau dan menggerakkan penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah kerjanya, sehingga masyarakat akan memiliki wawasan yang luas dan mendukung pembangunan kesehatan (Arsita 2012:24).

2.1.2.3.2 Pusat Pemberdayaan Masyarakat

(30)

tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.

2.1.2.3.3 Pusat Kesehatan Srata Pertama

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (countinue) mencakup pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat (Arsita, 2012:25).

2.1.2.4 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan memiliki prinsip dalam penyelenggaraannya. Prinsip tersebut antara lain:

1. Paradigma sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Pertanggungjawaban wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

3. Kemandirian masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

4. Pemerataan

(31)

5. Teknologi tepat guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk pada lingkungan.

6. Keterpaduan dan kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat lintas program dan lintas sektor serta melakukan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

2.1.2.5 Upaya Kesehatan Esensial Puskesmas

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama tersebut meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan (Permenkes No.75 Tahun 2014).

Upaya kesehatan masyarakat esensial tersebut meliputi: 1. Pelayanan promosi kesehatan.

2. Pelayanan kesehatan lingkungan.

3. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana. 4. Pelayanan gizi.

5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. 2.1.2.6 Pembinaan dan Pengawasan Puskesmas

(32)

pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam proses pengawasan dan pembinaan puskesmas, pemerintah kota/daerah dan provinsi juga berhak menggunakan organisasi profesi untuk membantu melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Puskesmas.

Pembinaan dan pengawasan puskesmas lebih mengarah kepada peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat, fasilitas, konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.

2.1.2.7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Puskesmas

Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan tingkat dasar memiliki standar sarana dan prasarana yang harus dipenuhi guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan No 75. Tahun 2014, pembangunan puskesmas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: persyaratan administratif, persyaratan keselamatan kerja, persyaratan teknis bangunan, bersifat permanen dan terpisah dari bangunan lain, dan menyediakan fungsi keselamatan, kesehatan dan kenyamanan. Sarana standar yang ada di Puskesmas juga telah diatur dalam Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2014, diantaranya puskesmas harus memiliki sarana ventilasi, pencahayaan, sanitasi, kelistrikan, komunikasi, gas medik, proteksi petir, proteksi kebakaran, pengendalian kebisingan, sistem transportasi vertikal (untuk bangunan lantai 2 atau lebih), puskesmas keliling dan kendaraan ambulan.

2.1.3 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

(33)

lima yaitu menurunkan Angka Kematian Anak dan Meningkatkan Kesehatan Ibu. Program kesehatan Ibu dan Anak menjadi sangat penting pembangunan, hal ini mengandung pengertian bahwa dari seorang ibu akan dilahirkan calon-calon penerus bangsa yaitu anak. Untuk mendapatkan calon penerus bangsa yang dapat memberikan manfaat bagi bangsa maka harus diupayakan kondisi ibu dan anak yang sehat (Arsita, 2012).

Kesehatan wanita dalam siklus kehidupan dipengaruhi oleh faktor biologi, budaya, perilaku, dan sosial. Mortalitas dan morbiditas pada wanita lebih banyak dipengaruhi oleh faktor biologis. Salah satu peran faktor biologis adalah hormon. Dalam siklus kehidupan dan reproduksi, peran hormon tersebut mempengaruhi kondisi kesehatan wanita. Wanita dalam usia reproduksi, yaitu usia 15-45 tahun dari pubertas sampai menopause tidak terlepas dari peran hormon estrogen. Hormon estrogen akan mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Dampak dari penurunan hormon ini mempengaruhi kesehatan wanita. Kesehatan dan kematian ibu dan anak dapat terjadi dalam setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan, dari masa bayi sampai dengan masa usia lanjut (Arsita, 2012). 2.1.3.1 Usaha Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Usaha Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, bersalin, ibu menyusui, bayi dan balita, serta anak prasekolah (Arsita, 2012)

2.1.3.2 Tujuan Usaha Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Tujuan usaha kesehatan Ibu dan Anak (KIA) antar lain adalah:

(34)

intrapartum, postpartum, dan masa menyusui serta pemeliharaan anak-anak dari mulai lahir sampai masa prasekolah.

2. KB diberikan pada ibu-ibu atau suami-suami yang membutuhkannya. 3. Usaha KIA mengadakan integrase ke dalam “general health services”

(pelayanan kesehatan menyeluruh) dan mengadakan kerja sama serta koordinasi dengan lain-lain dinas kesehatan.

4. Usaha KIA mencari dan mengumpulkan masalah-masalah mengenai ibu, bayi, anak untuk dicari penyelesaiannya (Arsita, 2012).

2.1.4 Pelayanan Antenatal Terpadu 2.1.4.1 Defenisi Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional (dokter, spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan) untuk ibu selama kehamilannya (Depkes RI, 2005). Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional untuk ibu selama masa kehamilan, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan (Wijono, Djoko, 2008).

(35)

2.1.4.2. Defenisi Pelayanan Antenatal Terpadu

Pelayanan AntenatalTerpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil. Setiap kehamilan dalam perkembangannya mempunyai risiko mengalami penyulit atau komplikasi, oleh karena itu pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin, terpadu, dan sesuai standar pelayanan antenatal yang berkualitas (Kemenkes RI, 2010).

Pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan antenatal rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya adalah ibu hamil, sesuai prioritas Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas pelayanan antenatal (Depkes, 2009). Pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas secara keseluruhan meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar kehamilan berlangsung sehat; (2) melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan; (3) menyiapkan persalinan yang bersih dan aman; (4) merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi; (5) melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan; (6) melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4.3.Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Antenatal Terpadu

Tujuan antenatal terpadu adalah untuk memenuhi hak setiap ibu hamil

(36)

kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat

(Kemenkes RI, 2010).

Menurut KEMENKES RI (2013), tujuan khusus antenatalterpadu meliputi:

1. Menyediakan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif dan berkualitas,

termasuk konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian

ASI.

2. Menghilangkan “missed opportunity” pada ibu hamil dalam mendapatkan

pelayanan antenatal terpadu, komprehensif, dan berkualitas.

3. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita ibu hamil.

4. Melakukan intervensi terhadap kelaianan/penyakit/gangguan pada ibu hamil

sedini mungkin.

5. Melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan

sistem rujukan yang ada.

Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai

kelainan yang menyertai kehamilan secara dini sehingga dapat diperhitungkan dan

dipersiapkan langkah-langkah pertolongan persalinan.

2.1.4.4. Standar Pelayanan Antenatal terpadu

Menurut Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu (Kemenkes RI, 2013)

Penerapan operasional dikenal dengan standar 10T, dalam melakukan pemeriksaan

antenatal tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai

(37)

2.1.4.4.1 Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan

untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan

yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap

bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin. Pengukuran tinggi

badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk menapis adanya faktor risiko

pada ibu hamil. Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan resiko

untuk terjadinya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion).

2.1.4.4.2 Ukur tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan

untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) pada

kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai

bawah dan atau proteinuria).

2.1.4.4.3 Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas/ LiLA)

Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu

hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya

ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa

bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat

melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

2.1.4.4.4 Ukur tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan

untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan.

(38)

gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur

setelah kehamilan 24 minggu.

2.1.4.4.5 Presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksud untuk

mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala,

atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul

sempit atau ada masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120kali/menit

atau DJJ cepat lebih dari 160kali/menit menunjukkan adanya gawat janin.

2.1.4.4.6 Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus

Toksoid (TT)

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat

imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi

TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu

saat ini. Ibu hamil minimal memiliki status imunisasi T2 agar mendapatkan

perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu hamil dengan status imunisasi T5 (TT

Long Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT lagi.

2.1.4.4.6 Beri tablet tambah darah (tablet besi)

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapatkan

tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.

2.1.4.4.7 Periksa laboratorium (rutin dan khusus)

(39)

1. Pemeriksaan golongan darah

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui

jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon

donor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi gawat

darurat.

2. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali

pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini

ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau

tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi

proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.

3. Pemeriksaan protein dalam urin

Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester

kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk

mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan

salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.

4. Pemeriksaan kadar gula darah

Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan

pemeriksaan gula darah selama kehamilan minimal sekali pada trimester

pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga

(40)

5. Pemeriksaan malaria

Semua ibu hamil didaerah endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah

malaria dalam rangka skrining kontak pertama. Ibu hamil di daerah non

endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria apabila ada

indikasi.

6. Pemeriksaan tes sifilis

Pemeriksaan tes sifilis dilakukan dengan resiko tinggi dan ibu hamil yang

diduga sifilia. Pemeriksaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin

pada kehamilan.

7. Pemeriksaan HIV

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan resiko tinggi kasus HIV

dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani

konseling kemudian diberikan kesempatan untuk menetapkan sendiri

keputusan untuk menjalani tes HIV.

8. Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita

Tuberculosis sebagai pencegah agar infeksi Tuberculosis tidak

mempengaruhi kesehatan janin.

2.1.4.4.8 Tatalaksana/penanganan kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal diatas dan hasil pemeriksaan

laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus sesuai dengan

standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Sedangkan kasus-kasus yang tidak

(41)

2.1.4.4.9 Temu Wicara (konseling)

Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang

meliputi: (1) kesehatan ibu; (2) perilaku hidup bersih dan sehat; (3) peran

suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan; (4) tanda bahaya

pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan mengahadapi komplikasi; (5)

asupan gizi seimbang; (6) gejala penyakit menular dan tidak menular; (7)

penawaran untuk melaksanakan tes HIV dan konseling di daerah Epidemi meluas

dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan TB di daerah Epidemi rendah;

(8) inisiasi menyusu dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif; (9) KB paska

persalinan; (10) Imunisasi; (11) peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan

(Brain booster).

2.1.4.5 Jenis Pelayanan Antenatal Terpadu

Pelayanan antenatal terpadu diberikan oleh tenaga kesehatan yang

kompeten yaitu dokter, bidan dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Pelayanan antenatal terpadu terdiri dari:

2.1.4.5.1 Anamnesa

Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa, yaitu: menanyakan keluhan atau

masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini; menanyakan tanda-tanda penting yang

terkait dengan masalah kehamilan dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu

hamil: mual muntah, pusing, sakit kepala, pendarahan, nyeri perut yang hebat,

demam, batuk lama, berdebar-debar, cepat lelah, sesak nafas atau sukar bernafas,

(42)

Kekerasana Terhadap Perempuan (KTP) selama kehamilan; menanyakan status

kunjungan; menanyakan status imunisasi tetanus ibu hamil; menanyakan jumlah

tablet tambah darah (Fe) yang dikonsumsi, menanyakan obat-obat yang

dikonsumsi; di daerah endemis malaria, tanyakan gejala malaria dan riwayat

pemakaian obat malaria; di daerah resiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan

riwayat penyakit pada pasangannya; menanyakan pola makan selama ibu hamil

yang meliputi jumlah, frekuensi, dan kualitas asupan makanan terkait dengan

kandungan gizinya; menanyakan kesiapan mengahadapi persalinan dan menyikapi

kemungkinan terjadinya komplikasi dalam kehamilan.

Informasi anamnesa biasa diperoleh dari ibu sendiri, suami, keluarga, kader

ataupun sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya. Setiap ibu hamil, pada

kunjungan pertama perlu diinformasikan bahwa pelayanan antenatal selama

kehamilan minimal 4 kali dan minimal 1 kali kunjungan diantar suami (Kemenkes,

2013).

2.1.4.5.2 Pemeriksaan

Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi berbagai jenis

pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis (kejiwaan) ibu

hamil. Apabila di fasilitas tidak tersedia, maka tenaga kesehatan harus merujuk ibu

hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Pemeriksaan

(43)

Tabel 2.1. Jenis Pemeriksaan Pelayanan Antenatal Terpadu

No Jenis Pemeriksaan Trimester

I

2.1.4.5.3 Penanganan dan Tindak Lanjut Kasus

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium/penunjang lainnya, dokter menegakkan diagnosa kerja atau diagnosa

banding, sedangkan bidan atau perawat dapat mengenali keadaan normal dan

(44)

2.1.4.5.4 Pencatatan hasil pemeriksaan antenatal terpadu

Pencatatan hasil pemeriksaan merupakan bagian dari standar pelayanan

antenatal terpadu yang berkualitas. Setiap kali pemeriksaan, tenaga kesehatan wajib

mencatat hasilnya pada rekam medis, kartu ibu dan buku KIA. Pada saat ini

pencatatan hasil pemeriksaan antenatal masih sangat lemah, sehingga data-datanya

tidak dapat dianalisa untuk peningkatan kualitas pelayanan antenatal. Penerapan

pencatatan sebagai bagian dari standar pelayanan, kualitas pelayanan antenatal

dapat ditingkatkan (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4.5.5 Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang efektif

KIE yang efektif termasuk konseling merupakan bagian dari pelayanan

antenatal terpadu yang diberikan sejak kontak pertama untuk membantu ibu hamil

dalam mengatasi masalahnya (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4.6 Kebijakan Program Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal yang bermutu pada hakekatnya merupakan

suatu pelayanan medik dasar yang sangat stratregis dalam upaya meningkatkan

derajat kesehatan ibu hami dan janin dikandungnya. Disamping itu kualitas

pelayanan yang diberikan harus selalu dijaga, sehingga meningkatkan

kesinambungan pemeriksaan antenatal yang pada gilirannya dapat terpelihara

derajat kesehatan kehamilan (Dekpes RI, 2007).

Kebijakan Departemen kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya

mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” (keluarga

(45)

Pendekatan pelayanan obstetric dan neonatal kepada ibu hamil ini sesuai dengan

pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci

(Depkes RI, 2007) yaitu:

1. Setiap persalinan obstetrik ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

2. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.

3. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan

penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi

keguguran.

Kebijakan program pelayanan antenatal selain menetapkan frekuensi

kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali selama

kehamilan, dengan ketentuan waktu, yaitu minimal 1 (satu) kali pada trimester

pertama, 1 (satu) kali pada trimester kedua dan minimal 2 (dua) kali pada trimester

ketiga (Depkes RI, 2007).

Kebijakan teknis pelayanan antenatal yaitu, setiap saat kehamilan dapat

berkembang menjadi masalah atau mengalami penyulit/komplikasi. Oleh karena itu

diperlukan pemantauan kesehatan ibu hamil selama kehamilannya (Depkes RI,

2007).

2.1.4.7 Faktor-Faktor Penunjang Kualitas Pelayanan Antenatal

2.1.4.7.1 Kompetensi teknis

Kompetensi teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, dan

penampilan atau kinerja pemberi pelayanan kesehatan. Kompetensi teknis

berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar

(46)

dapat mengakibatkan barbagai hal, mulai dari penyimpangan terhadap standar

layanan kesehatan sampai kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu pelayanan

kesehatan.

2.1.4.7.2 Prosedur / Standar

Aplikasi program jaminan mutu di puksesmas adalah dalam bentuk

penerapan standar dan prosedur tetap pelayanan, agar hasil tetap terjaga

kualitasnya, meskipun kondisi lingkungan dan petugas yang berbeda/bergantian.

Standar adalah spesifikasi dari fungsi dan tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu

saran pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang

maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan. Standar yang diterapkan pada

setiap pelayanan akan menjadi pelayanan yang diberikan menjadi lebih bermutu

serta akan semakin tercapai standar yang ditetapkan.

2.1.4.7.3 Fasilitas / Alat

Fasilitas/Alat adalah salah satu faktor yang mendukung dalam

melaksanakan tindakan. Lingkungan yang mendukung yaitu ruangan tempat

pelayanan yang memenuhi standar kesehatan, dan fasilitas, alat, serta sarana untuk

mendukung pada saat melaksanakan kegiatan seperti pencatatan, pelaporan.

2.1.5 Defenisi Sistem

Sistem merupakan gabungan dari elemen-elemen yang saling terhubung dan

mempengaruhi satu sama lain. Sistem memiliki unsur-unsur tersendiri yang dapat

(47)

1. Masukan (Input)

Masukan atau input adalah bagian yang ada didalam sistem dan

diperlukan agar sistem dapat berjalan. Dalam proses pembangunan kesehatan,

unsur yang diperlukan adalah sumber daya manusia dan sarana prasarana, hal

ini menunjukkan jika unsur-unsur input tidak memenuhi standar akan

menghambat proses pembangunan kesehatan (Notoatmodjo, 2011: 101).

2. Proses (Process)

Proses merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah

masukan sehingga menghasilkan suatu keluaran yang direncanakan dengan

menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Proses merupakan elemen yang

penting dalam sebuah sistem karena menentukan hasil dari keluar berdasarkan

masukan yang ada (Notoatmodjo, 2011: 101).

3. Keluaran (Output)

Keluaran atau output merupakan hasil akhir dari program yang telah

dilaksanakan, biasanya berupa indikator-indikator keberhasilan (Notoatmodjo,

2011: 101).

4. Umpan Balik (feedback)

Umpan balik atau feedback merupakan elemen dari sistem yang berupa

hasil antara dan hasil akhir dari sebuah sistem (Notoatmodjo, 2011: 101).

5. Dampak (impact)

Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem setelah

(48)

6. Lingkungan (Environtment)

Lingkungan (environtment) merupakan bagian luar sistem tetapi

memiliki pengaruh terhadap berjalannya sebuah sistem (Notoatmodjo, 2011:

101)

2.1.5.1Teori Sistem

Teori ini menjelaskan bahwa masukan dan keluaran merupakan energi yang

saling berhubungan antar manusia dan lingkungan. Proses dimana energi, informasi

dan zat dari keluaran akan memberikan timbal balik ke masukan, yang dapat

digunakan sebagai bahan koreksi atau evaluasi (Haryanto, 2007:7).

Sedangkan menurut Azman (1996) dalam Elvira (2014) mengatakan bahwa

untuk terbentuknya sebuah sistem, maka diperlukan rangkaian unsur-unsur yang

menjadi satu kesatuan guna mencapai suatu tujuan.

2.1.5.2 Analisis Sistem

Analisis sistem merupakan penguaraian operasional dari sistem yang berupa

upaya identifikasi tujuan, kegiatan, situasi dan informasi yang diperlukan oleh

sistem saat saat pelaksanaannya (Sulaeman, 2011 dalam Elvira, 2014).

Langkah-langkah analisis sistem dibedakan atas enam macam, yaitu:

1. Lakukan penguraian sistem sehingga bagian-bagian yang dimiliki saling

berhubungan antara satu dan lainnya.

2. Perumusan masalah yang dihadapi oleh bagian-bagian sistem dilanjutkan

secara keseluruhan.

3. Lakukan pengumpulan data untuk lebih menjelaskan masalah yang

(49)

4. Kembangkan model-model sistem berdasarkan informasi yang dimiliki.

5. Lakukan uji coba, dan jika diperlukan lakukan perbaikan serta dicatat setiap

hasil yang diperoleh. Dari catatan yang ada dapat dipilih model paling

menguntungkan.

6. Melakukan pemantauan dan penilaian secara berkala berdasarkan

penerapan model sistem yang telah dipilih.

2.1.5.3 Ruang lingkup penilaian terhadap sistem

Secara sederhana ruang lingkup penilaian sistem dapat dibedakan menjadi

empat kelompok, yaitu:

1. Penilaian terhadap masukan

Penilaian terhadap masukan yang menyangkut pemanfaatan sebagai sumber

daya, baik tenaga, dana maupun sarana dan prasarana.

2. Penilaian terhadap proses

Pelaksanaan program merupakan titik berat dalam penilaian terhadap

proses, apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Proses yang dimaksud

mencakup semua tahap administrasi, mulai dari tahap perencanaan,

pengorganisasian, dan pelaksanaan.

3. Penilaian terhadap keluaran

Penilaian terhadap keluaran (output) adalah penilaian terhadap hasil yang

didapatkan dari pelaksanaan program.

4. Penilaian terhadap dampak

Penilaian terhadap dampak program mencakup pengaruh yang ditimbulkan

(50)

2.1.5.4 Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem merupakan jenis pendekatan analisis organisatoris yang

menggunakan kompenen sistem sebagai media analisis. Manajeman analisis yang

digunakan untuk memfokuskan analisis kepada komponen-komponen sistem yang

dalam penerapan nanti akan mempengaruhi keberhasilan sistem. Pendekatan sistem

merupakan hasil penerapan sistem ilmiah yang diterapkan dalam ilmu manajemen.

Dengan menggunakan pendekatan sistem maka dapat diketahui faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan dan perilaku suatu organisasi.

2.1.6 Pelaksanaan Program AntenatalTerpadu di Puskesmas

Pelaksanaan program ini akan peneliti jelaskan dengan pendekatan sistem, yang terdiri dari input (sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sumber dana, kebijakan dan SOP), proses (proses pelaksanaan program antenatalterpadu sesuai dengan standar 10T dan masalah/kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan 10T, perencanaan dan pengorganisasian), output (cakupan kunjungan ibu hamil ke pelayanan kesehatan dan penanganan komplikasi), dampak (keberhasilan cakupan K1 dan K4 dan penanganan komplikasi (PK) dalam proses pelaksanaan program antenatal terpadu)

2.1.6.1 Input

Input (masukan) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat

dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut

(Azwar, 2010). Menurut Griffin (2002), input adalah sumber daya material,

(51)

Input dalam penelitian ini antara lain: Sumber Daya Manusia (SDM),

sarana/prasarana, sumber dana, serta kebijakan dan SOP.

1. Sumber Daya Manusia (SDM)

M.T.E Hariandja (2002), Sumber Daya Manusia merupakan salah

satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor

yang lain seperti modal. Oleh karena itu SDM harus dikelola dengan baik

untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Menurut Hasibuan

(2003) Pengertian Sumber Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari

daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya

dilakukan oleh keturunan dan lingkungan, sedangkan prestasi kerjanya

dimotivasikan oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.

2. Fasilitas/ Sarana dan prasarana

Menurut Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2014, fasilitas

Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan

untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,

preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

Menurut Moekijat (2001), fasilitas adalah suatu sarana fisik yang

dapat memproses suatu masukan (input) menuju keluaran (output) yang

diinginkan. Selanjutnya menurut Buchari (2001), fasilitas adalah penyedia

perlengkapan-perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada

penggunanya, sehingga kebutuhan-kebutuhan dari pengguna fasilitas

(52)

3. Sumber Dana

Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 pada bab XV dan

pasal 170 yang mana sumber pembiayaan kesehatan berasal dari

pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat/swasta dan sumber lain, yang

mana berasal dari pemerintah yaitu APBN, sedangkan yang berasal dari

pemerintah daerah sering disebut dengan APBD, dan juga yang berasal dari

masyarakat/swasta yaitu seperti halnya suatu pemberian dari masyarakat itu

sendiri dengan seikhlasnya ataupun seperti bahan penyelenggara asuransi,

sedangkan yang bersumber lain itu seperti halnya bantuan biaya dari luar

negeri.

Pemerintah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

adalah suatu daftar yang memuat rincian pendapatan dan pengeluaran

negara untuk waktu tertentu, biasanya dalam waktu satu tahun. Di dalam

UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengatur besar anggaran

kesehatan pusat adalah 5% dari APBN diluar gaji, sedangkan APBD

Propinsi dan Kab/Kota 10% diluar gaji, namun pada kenyataannya anggaran

untuk kesehatan cuma mendapat angka 2,37%.

Pemerintah daerah (APBD) merupakan suatu gambaran atau tolak

ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi

perekonomian daerah. Artinya jika perekonomian daerah mengalami

pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya penerimaan pajak-pajak daerah.

(53)

keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan

ditetapkan dengan peraturan daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri

Nomor 29 Tahun 2002 menyatakan bahwa anggaran pendapatan dan belanja

daerah disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu sistem anggaran yang

mengutakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari pelaksanaan

alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Keputusan didalam UU No 36

tahun 2009 yang menyatakan bahwa salah satu sumber dana pada sektor

kesehatan yaitu dari APBD provinsi dan kabupaten/kota, yang mana untuk

sektor kesehatan dikeluarkan dana yaitu sebesar 10% dari APBD.

4. Kebijakan dan SOP

Kebijakan adalah suatu kecermatan, ketelitian, dan langkah yang

diambil untuk mengatasi suatu masalah. Kebijakan publik adalah apapun

yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan

(Solichin, 2008). Menurut Aam (2006) menyatakan kebijakan merupakan

sebuah konsep, bukan fenomena spesifik maupun konkrit, sehingga

pendifinisiannya akan menghadapi banyak kendala atau tidak mudah.

Melihat pengertian mengenai kebijakan publik diatas, defenisi

tersebut dapat diaplikasikan untuk memahami pengertian kebijakan

kesehatan. Kebijakan publik yang bertransformasi menjadi kebijakan

kesehatan ketika pedoman yang ditetapkan bertujuan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat (Solichin, 2008).

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman atau acuan

(54)

kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,

administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan

sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah

menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit

kerja instansi pemerintah untuk mewujudkan good governance.

Standar Operasional Prosedur (SOP) berfungsi membentuk sistem

kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggung

jawabkan; 1) menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan

sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku, 2) menjelaskan

bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung, 3) sebagai sarana tata

urutan dari pelaksanaan dan pengadministrsian pekerjaan harian

sebagaimana metode yang ditetapkan dan menetapkan hubungan timbal

balik antar satuan kerja.

2.1.6.2 Proses

Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem

yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan

(Azwar, 2010). Biasanya, aktifitas ini akan secara otomatis mengklasifikasikan,

mengonversasikan, menganalisis, serta memperoleh kembali data atau informasi

yang dibutuhkan.

Proses pelayanan kesehatan pada Unit KIA dimulai saat pasien datang ke

unit pelayanan pendaftaran untuk dilakukan pendaftaran, kemudian petugas

(55)

Konsep alur pelayanan antenatal terpadu di puskesmas dapat dilihat pada gambar

dibawah ini:

Gambar 2.1 Alur Pelayanan Antenatal Terpadu

2.1.6.2.1 Perencanaan

Perencanaan dapat diartikan sebagai persiapan atau menentukan terlebih

dahulu apa yang akan dilakukan kemudian hari berdasarkan jangka waktu yang

sudah ditentukan. Menurut Gde Muninjaya (2002) Perencanaan di dalam bidang

kesehatan dapat diartikan sebuah proses untuk merumuskan masalah-masalah

kesehatan yang ada di masyarakat dan menentukan kebutuhan sumber daya yang

ada, menetapkan tujuan program yang paling utama, dan menyusun

(56)

langkah yang akan digunakan agar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat

tercapai. Perencanaan memiliki manfaat yang dapat digunakan untuk mengetahui

tujuan dan bagaimana cara mencapainya, struktur atau bentuk organisasi yang

diinginkan, jenis dan uraian tugas dari karyawan yang dibutuhkan, mengetahui

efektifitas kepemimpinan, dan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan.

Perencanaan merupakan salah satu aspek yang ada di dalam sistem yang

berperan didalam proses, sehingga perencanaan memiliki langkah-langkah yang

perlu dilakukan untuk menjalankan fungsi perencanaan di dalam organisasi yang

terdiri dari:

1. Analisis situasi

Analisis situasi bertujuan mengumpulkan fakta atau data yang diambil dari

berbagai sudut pandang keilmuan seperti manajemen, ekonomi, demografi.

2. Mengidentifikasi masalah

Mengidentifikasi masalah berdasarkan data-data yang didapatkan dari

analisis situasi yang kemudian dapat dikerucutkan menjadi sebuah prioritas

masalah.

3. Merumuskan tujuan program dan besarnya target yang ingin dicapai

Merumuskan tujuan dan menentukan besaran target hanya dapat dilakukan

saat analisis situasi dan identifikasi masalah sudah selesai dilakukan.

4. Mengkaji adanya kendala atau hambatan

Kajian ini dapat diambil dari hambatan yang bersumber dari dalam organisasi

(57)

5. Menyusun rencana kerja operasional

Penyusunan rencana kerja operasional dapat dilakukan jika 4 (empat) langkah

sebelumnya sudah terlaksana.

2.1.6.2.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah salah satu fungsi manajemen yang merupakan

sebuah langkah untuk mengelompokkan, menetapkan, mengatur kegiatan

penetapan tugas dan wewenang seseorang dan pendelegasiaan wewenang untuk

mencapai tujuan organisasi yang sudah dibuat. Pengorganisasian merupakan

sebuah alat untuk menyelaraskan kegiatan yang memiliki aspek-aspek personal,

finansial, dan metode untuk mencapai sebuah tujuan dari organisasi.

Pengorganisasian dalam manajemen memiliki beragam manfaat seperti berikut:

mengetahui pembagian tugas bagi individu maupun kelompok, melakukan

pendelegasian wewenang, melakukan pemanfaatan pegawai dan sarana prasana

dengan efektif (Gde Muninjaya, 2002).

Pengorganisasian merupakan salah satu aspek yang ada dalam sistem yang

berperan didalam proses, sehingga perencanaan memiliki langkah-langkah yang

perlu dilakukan untuk menjalankan fungsi perencanaan didalam organisasian yang

terdiri dari:

1. Tujuan organisasi harus diketahui oleh dan dipahami oleh pegawai.

2. Pembagian pekerjaan kedalam langkah-langkah secara merata.

3. Menggolongkan kegiatan-kegiatan kedalam elemen kegiatan.

4. Menetapkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pegawai

(58)

5. Memilih pegawai yang profesional yang mampu melaksanakan tugas

yang akan dibebankan.

6. Melakukan pendelegesian wewenang.

2.1.6.3 Output

Output (keluaran) adalah kemampuan bagian atau elemen yang dihasilkan

dari berlangsungnya proses dalam sistem (Azwar, 2010). Menurut Hatry yang

dikutip dalam Tjandra (2006), output adalah jumlah barang atau jasa yang berhasil

diserahkan kepada konsumen (diselesaikan) selama periode pelaporan. Output yang

akan dibahas pada penelitian ini adalah cakupan kunjungan ibu hamil ke pelayanan

kesehatan dan penanganan komplikasi (PK) (Kemenkes, 2013).

4.1.6.3.1 Pengertian K1

Menurut Marmi yang dikutip dalam inayah (2013), dalam rangka

pelayanan kesehatan ibu dan anak mencegah tingginya AKI dilakukan pelayanan

ANC/pemeriksaan ibu hamil dan dilakukan dengan pelayanan antenatal terpadu di

puskesmas atau rumah sakit. Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui

pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk melihat akses dan pelayanan

kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi

sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan dua, dan dua kali pada triwulan

ketiga.

Seperti yang tertera pada pedoman pelayanan antenatal terpadu (2013),

K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang mempunyai

(59)

Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada trisemester pertama,

sebaiknya sebelum minggu ke 8 (Kemenkes, 2013).

4.1.6.3.2 Pengertian K4

K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat (atau

lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar ditetapkan

(Rahmawati, 2013). K4 menurut pedoman pelayanan antenatalterpadu (2013) yaitu

ibu hami dengan kontak 4 kali atau lebih dengan tenaga kesehatan yang mempunyai

koompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai

standar. Kontak 4 kali dilakukan sebagai berikut: sekali pada trimester I (kehamilan

hingga 12 minggu) dan trimester ke 2 (>12 – 24 minggu), minimal 2 kali kontak

pada trimester ke 3 dilakukan setelah minggu ke 24 sampai dengan minggu ke 36.

Kunjungan antenatal bias lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan dan jika ada keluhan,

penyakit atau gangguan kehamilan. Kunjungan ini termasuk dalam K4.

4.1.6.3.3 Penanganan Komplikasi (PK)

Penanganan Komplikasi adalah penanganan komplikasi kebidanan,

penyakit menular maupun tidak menular serta masalah gizi yang terjadi pada waktu

hamil, bersalin dan nifas. Pelayanan ini diberikan oleh tenaga kesehatan yang

mempunya kompetensi. Komplikasi kebidanan, penyakit dan masalah gizi yang

sering terjadi adalah: perdarahan, preeklampsia/eclampsia, persalinan macet,

infeksi, abortus, malaria, HIV/AIDS, sifilis, TB, hipertensi, diabetes mellitus,

(60)

2.1.6.4 Dampak (impact)

Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem setelah

waktu lamanya (Notoatmodjo, 2011). Dampak (impact) pada penelitian ini,

keberhasilan cakupan K1 dan K4 terhadap pelaksanaan program antenatal terpadu

di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.

2.2. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

teori pendekatan sistem. Muerdick dan Ross (1993) mendefenisikan sistem sebagai

seperangkat elemen yang digabungkan satu dengan yang lainnya untuk suatu tujuan

bersama. Menurut Mc. Leod (1995), mendefenisikan sistem sebagai sekelompok

elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai

tujuan. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berfikir yang sistematis dan

logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah keadaan yang

dihadapi (Azwar, 2010).

Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan

saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian sub sistem tidak berjalan dengan

baik, maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Pendekatan sistem akan mengkaji

berjalannya suatu sistem dengan cara mengelompokkan sesuai dengan komponen

sistem, yang terdiri dari: masukan (input), proses (process), keluaran (output),

dampak (impact). Keterkaitan komponen-komponen tersebut dapat digambarkan

(61)

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Sumber: 1. Permenkes RI (2014); 2. Notoatmodjo (2003); 3. Arsita (2012); 4. Kemenkes RI (2013); 5. Kemenkes RI (2010); 6. Hasibuan (2003); 7. Gede Muninjaya (2010); 8. Solichin Abdul Wahab (2008); 9. Azwar (2008); Elvira (2014); 10. Ida nuraida (2008)

Upaya Kesehatan Esensial Masyarakat

1. Pelayanan promosi kesehatan

2. Pelayanan kesehatan lingkungan

3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan

Anak

4. Pelayanan KB Berkualitas

5. Pelayanan gizi

6. Pelayanan pencegahan dan

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Pelayanan Antenatal Terpadu

Proses Pelayanan Antenatal Terpadu dengan 10T:

1. Timbang berasat badan dan ukur tinggi badan

2. Ukur tekanan darah

3. Nilai status gizi/ikur lingkar lengan atas (LiLA)

4. Ukur tinggi fundus uteri

5. Presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) dan K4 dan penanganan komplikasi

(PK)

Dampak

Keberhasilan cakupan K1 dan K4 dan penanganan komplikasi (PK) dalam proses

(62)

45 3.1 Alur Pikir

Gambar 3.1. Alur Pikir Penelitian 3.2Fokus Penelitian

Fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya (Moeleong, 2006: 97).

Dalam penelitian kualitatif permasalahan yang akan dikaji dinamakan fokus penelitian. Penelitian yang akan dilakukan berfokus pada pelaksanaan pelayanan

Proses

Keberhasilan cakupan K1 dan K4 dan penanganan komplikasi (PK) dalam proses pelaksanaan program antenatal

(63)

antenatalterpadu yang berkualitas sesuai dengan standar 10T yang akan dianalisis menggunakan pendekatan sistem yang terdapat input, proses, output dan dampak. Dimana untuk mengetahui pada sektor manakah yang memiliki pengaruh terhadap tercapainya atau tidaknya angka kematian ibu di Puskemas Bandarharjo Kota Semarang.

3.3Jenis Dan Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan suatu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistika atau bentuk hitungan lainnya. Peneliti dalam penelitian kualitatif mencari jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu keputusan diambil oleh subyek, bukan sekedar apa, dimana, dan bilamana (Nastiti kaswandani, dkk).

Sugiyono (2011) mengemukakan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang berperilaku yang dapat diamati. Data kualitatif adalah apa yang dikatakan oleh orang-orang yang diajukan seperangkat pertanyaan oleh peneliti.

Sedangkan penelitian deskriptif merupakan peneliti yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau penghubungan dengan variabel lain (Nastiti kaswandani, dkk 2011).

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1. Jenis Pemeriksaan Pelayanan Antenatal Terpadu
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Antenatal Terpadu
Gambar 2.2 Kerangka Teori
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan program perencanaan persalinan dan komplikasi (P4K), bahwa semua ibu hamil harus mendapatkan pelayanan antenatal care (ANC). Pencapaian target ibu hamil

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk meneliti hubungan antara terjadinya kematian perinatal dengan frekuensi Antenatal Care (ANC) pada ibu hamil, khususnya

K6 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis/kebidanan untuk mendapatkan pelayanan antenatal terpadu dan komprehensif sesuai standar

Bapak serta Ibu di Dinas Kesehatan Kota Semarang serta Puskesmas Tlogosari Wetan yang telah memberikan penulis bimbingan serta motivasi selama masa mengerjakan

Mengenai kepuasan pelayanan antenatal care terpadu terhadap ibu hamil dapat dilihat dari kuesioner positif pelayanan antenatal care terpadu yaitu “Puaskah ibu

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan dukungan suami dengan kelengkapan kunjungan Antenatal Care (ANC) pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Mergangsan

Berdasarkan hasil penelitian pada 51 ibu hamil tentang antenatal care di Puskesmas Kota Ruteng, peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1)Karakteristik ibu hamil di

Tidak terdapat perbedaan tingkat kecemasan ibu hamil menghadapi persalinan pada ibu yang patuh dan tidak patuh dalam melaksanakan antenatal care (ANC)di Puskesmas