iii ABSTRAK
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2008 PADA PENDIDIKAN VOKASIONAL
(STUDI KASUS SMK NEGERI 2 METRO) Oleh
NURUL HUDA
Tujuan penelitian adalah mendiskripsikan dan menganalisis implementasi manajemen mutu SMM ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro.Implementasi mengacu pada delapan prinsip standar mutu manajemen yakni : (1) fokus pelanggan (customer), (2) kepemimpinan (Leadership), (3) keterlibatan orang (Involving Peaple), (4) pendekatan proses (Process Approach), (5) pendekatan sistem manajemen (System Approach), (6) peningkatan berkesinambungan (Continual Improvement), (7) pendekatan faktual (Factual Decision Making), dan (8) hubungan pelanggan yang saling menguntungkan (Mutually Beneficial Supplier Relationships), (9) kendala, dan (10) dampak implementasi manajemen mutu SMM ISO 9001 : 2008.
Rancangan penelitian adalah deskriptif analitik menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi implementasi manajemen mutu SMM ISO 9001 : 2008. Data yang diperoleh dari responden melalui teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi merupakan deskripsi tentang pendapat, pengetahuan, pengalaman, dan aspek lainnya untuk dianalisis dan disajikan sehingga memiliki makna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi SMM ISO 9001 : 2008 melalui delapan prinsip manajemen mutu di SMK Negeri 2 Metro berjalan secara simultan dan terintegrasi dengan klausul SMM ISO 9001 : 2008. Kendala implementasi SMM ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro menyangkut perubahan sikap, mental, perilaku seluruh unsur yang ada di sekolah, rendahnya self-initiative, sense of quality dan sense of rensponsibility. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro berdampak pada efektivitas pengelola pendidikan yang bermutu ditandai dengan angka keterserapan lulusan yang tinggi, angka kelulusan 100 persen tiap tahun, iklim kerja baik, dewan guru kondusif, dan kepuasan pelanggan eksternal terhadap lulusan, sehingga memenuhi customer satisfaction.
x
xi
(Mutually Beneficial Supplier Relationships) ... 83
4.3. Mengatasi kendala Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008 di SMK Negeri 2 Metro ... 84
4.4. Dampak Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008 di SMK Negeri 2 Metro ... 85
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 5.1. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 berdasarkan pada 8 (delapan) prinsip manajemen mutu pada SMK Negeri 2 Metro ... 90
5.1.1. Fokus pada pelanggan (costumer focus) ... 91
5.1.2. Kepemimpinan (leadership) ... 95
5.1.3. Keterlibatan personel (involving people) ... 97
5.1.4. Pendekatan proses (process approach) ... 99
5.1.5. Pendekatan sistem pengelolaan (systems approach) ... 100
5.1.6. Peningkatan berkesinambungan (continual improvement) .. 101
5.1.7. Pembuatan keputusan berdasarkan fakta (factual decision making) ... 102
5.1.8. Hubungan saling menguntungkan dengan dunia kerja (mutually beneficial supplier relationships) ... 103
5.2. Dampak Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro ... 106
5.3. Mengatasi kendala Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro dan Cara Mengatasinya ... 110
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 114
6.2. Implikasi ... 115
6.3. Saran ... 117
DAFTAR PUSTAKA ... 119
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
benar-2
benar siap, apalagi menghadapi persaingan dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang akan merupakan pangsa pasar yang potensial. Bisnis baru akan banyak muncul, baik yang merupakan investasi dalam negeri maupun yang merupakan investasi modal asing. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Indonesia “kebanjiran” barang-barang luar negeri seperti dari Cina,
Taiwan dan Korea yang relatif murah harganya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak hanya bersaing dengan perusahaan-perusahaan didalam negeri namun mereka mau tidak mau harus bersaing dengan perusahaan Multinasional dan perusahaan-perusahaan dari negara lain. Perusahaan-perusahaan Indonesia dituntut mampu bersaing secara profesional pada skala dunia (global) supaya dapat tetap survive dan bahkan berkembang. Kotter (1992: 85) mengingatkan bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui pemanfaatkan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat dan semakin kompetitif.
3
Berbagai isu antara lain hak paten, royalti, ecolabelling, etika berbisnis, upah minimum pekerja, tuntutan pelanggan, lingkungan bebas polusi, dsb ikut mewarnai dunia usaha diabad ini. Dengan perkataan lain, pelaku bisnis harus tanggap menghadapi berbagai isu tersebut dengan bijaksana. Selain itu, flexibility dan continuous learning merupakan karakteristik yang sangat penting dan yang sudah perlu dipertimbangkan oleh pelaku bisnis untuk menjawab tantangan perdagangan bebas yang semakin kompetitif. Globalisasi adalah suatu kenyataan dan akan mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada kebanyakan aspek bisnis di Indonesia. Untuk memenangkan persaingan di pasar global, perusahaan harus berupaya antara lain dalam layanan yang luar biasa pada pelanggan, pengembangkan kemampuan-kemampuan baru, produk baru yang inovatif, komitmen karyawan/wati, pengelolaan perubahaan melalui kerja sama kelompok. Perusahaan dituntut berpikir global (think globally dan act locally) serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan.
4
kita tampaknya masih kurang menunjukkan kompetensi yang diharapkan. Menurut BPS (2000), pada tahun 1999 dari 1.2 juta pencari kerja yang memenuhi persyaratan untuk 0.5 juta lowongan kerja hanya 0.4 juta orang. Hal ini jelas memberi indikasi terjadi suatu mismatch antara kompetensi calon karyawan dengan kompetensi yang dibutuhkan. Mengacu pada kenyataan ini, SDM kita harus ditingkatkan sefektif-efektifnya.
Sumber daya manusia merupakan penggerak roda pembangunan. Jumlah dan komposisinya terus berubah berkaitan dengan proses demografi. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 141,2 juta tenaga kerja yang sekitar 61.50 persen berada di pulau Jawa. Kendati, menurut BPS, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja mengalami sedikit kenaikan dari 67,22 persen (1999) menjadi 67,75 persen pada tahun 2000 yang mengidentifikasikan sedikit kenaikan mutu SDM, kita masih harus berupaya keras meningkatkan mutu SDM dengan membandingkannya minimal dengan mutu tenaga kerja di Asia Tenggara misalnya dengan Singapura dan Malaysia.
5
organisasi. Taylor (1994: 75) mengemukakan beberapa tindakan yang harus dilakukan dalam melakukan transformasi organisasi agar berhasil dan siap menghadapi masalahan-masalah di masa depan yaitu: a) strectch goals yang mensyaratkan bahwa sasaran harus spe-sifik dan dapat diukur, b) visi masa depan, c) struktur yang ramping, d) budaya baru yang mengacu pada profesionalisme, keterbukaan dan kerjasama kelompok, e) berorientasi pada mutu atau layanan berkelas dunia, f) manajemen prestasi; mensyaratkan setiap individu memberikan produk berkualitas dan layanan yang memuaskan, g) Inovasi menyeluruh, h) kemitraan dan jaringan kerja.
Selama ini ekspansi sekolah tidak menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di masa depan. Sementara ekspektasi globalisasi terhadap dunia pendidikan sangat tinggi, mau tidak mau memacu institusi pendidikan harus melakukan pembenahan yang terus menerus. Hal ini dilakukan guna menjawab tuntutan masyarakat terhadap institusi pendidikan yang bermutu. Berbagai upaya dilakukan untuk memperoleh mutu pendidikan baik melalui peningkatan gaji tenaga pendidik, perbaikan sarana dan prasarana, pembaharuan kurikulum dan sebagainya. Untuk semua komponen tersebut bisa berjalan dengan sinergis, maka sistem manajemen yang dipakai oleh lembaga pendidikan itu harus selaras dan mudah diimplementasikan, sehingga tujuan untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu dapat tercapai.
6
yang memberikan peluang lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks di pasaran kerja seperti tersebut, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan, sehingga para lulusan bisa bersaing bukan hanya di level nasional tapi sampai ke level internasional. Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) sebagai langkah pemerintah untuk mengejar ketertinggalan mutu pendidikan di tanah air. Agar dapat menjadi sekolah dengan label RSBI, salah satu standar yang biasa diterapkan untuk menjadi sekolah standar internasional adalah dengan memenuhi persyaratan ISO khususnya Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001 : 2008. Untuk memperoleh sertifikat tersebut, sekolah harus menunjukkan proses belajar mengajar yang terpadu antara teori dan praktek, pelayanan kepada siswa, orang tua dan masyarakat, termasuk dunia usaha dan industri serta pemerintah dengan falsafah perbaikan secara terus menerus sehingga menjadi pelanggan tetap bagi konsumen pendidikan.
7
Program pengembangan Sekolah/madrasah Bertaraf Internasional (SBI) pada jenjang pendidikan menengah telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Terlihat peningkatan jumlah sekolah bertaraf internasional dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 telah terbentuk 259 SMA dan 300 SMK berstandar internasional atau dirintis berstandar internasional. Hasil yang sama juga terjadi pada program sekolah/madrasah berbasis keunggulan lokal. Sejak tahun 2008 telah dikembangkan sebanyak 100 SMA dan 341 SMK berbasis keunggulan lokal. Rasio jumlah siswa SMK:SMA dari tahun ke tahun juga terus meningkat dari 30:70 pada tahun 2004 menjadi 49:51 menurut perhitungan sementara pada akhir bulan September 2009. Rasio kesetaraan gender pada jenjang pendidikan menengah juga meningkat dari 93,8% pada tahun 2004 menjadi 95,6% pada tahun 2008, dan diperkirakan menjadi 95,9% pada tahun 2009. Sertifikat kompetensi yang diterbitkan juga senantiasa berhasil melampaui target. Untuk tahun 2008 sertifikasi kompetensi pendidikan menengah akan mencapai 675.000 jauh melampaui target nasional 350.000 sertifikat (Resntra Kemendiknas 2010-2014)
Standard ISO 9001 series secara umum berkaitan dengan pengapdosian ISO 9000 sebagai standar internasional. ISO 9001 adalah sebagai satu-satunya standar Sistem Manajemen Mutu (SMM) yang diakui dunia dan bersifat global serta dapat diterapkan pada seluruh organisasi dan industri. Sejalan dengan hal itu, International Standard Organization mengatakan :
8
Di Indonesia masih sedikit organisasi yang mendapat sertifikat ISO 9000 dibandingkan dengan Negara di Asia Tenggara lainnya. Hal ini menunjukkan masih lemahnya kesadaran organisasi akan pentingnya ISO 9000, padahal perlakuan ISO pada suatu organisasi akan memperoleh banyak keuntungan, di antaranya dapat menstandarisasi berbagai kebijakan dan prosedur operasi yang berlaku seluruh organisasi serta dapat meberikan suatu dasar yang kokoh dalam membangun sikap dan keinginan bagi setiap kemajuan dan peningkatan organisasi.
Model penjamin mutu dengan sistem ISO adalah model penjamin mutu untuk standar internasional yang pada awalnya dietarapkan dalam sistem industri manufaktur (Hadiwiardjo & Wibisono, 2000). Badan ini kemudian disempurnakan sehingga memiliki fleksibilitas lebih tinggi dalam penggunaannya pada versi ISO 9001: 2008. Pada versi terbaru ini model penjamin mutu sistem ISO difokuskan pada dua hal yaitu kepuasan pelanggan dan pengembangan secara terus menerus. Istilah ISO diambil dari bahasa Yunani “isos” yang berarti sama,
9
Pada dasarnya Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2008 tidak akan merubah sistem pendidikan yang ada di sekolah tersebut melainkan justeru memperkuat sistem itu sendiri dengan beberapa pendekatan. Jadi dalam banyak hal sistem internal pendidikan tidak memerlukan banyak penyesuaian untuk mengadopsinya, di samping itu sertifikasi ini secara ideal akan mendekatkan sekolah kepada industri, ini dapat dimaklumi karena pada dasarnya hampir semua industri telah menerapkan sertifikasi ini. Jadi dengan demikian dapatlah diyakini bahwa dengan sistem manajemen yang sama sudah barang tentu akan didapatkan keselarasan dan kesepadanan persepsi antara pengelolaan pendidikan dengan dunia usaha dan industri (DUDI).
Atas dasar itu maka lembaga pendidikan khususnya yang memiliki tujuan menyiapkan tenaga terampil seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) harus berusaha untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan. SMK harus berupaya untuk mendidik peserta didik yang sesuai dengan permintaan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan sehingga peserta didik setelah selesai dari SMK dapat diterima pada suatu pekerjaan yang dibutuhkan.
10
diusahakan mampu berwirausaha sehingga tanpa menggantungkan perusahaan atau lembaga tertentu untuk menerima sebagai tanaga kerja.
SMK Negeri 2 Metro mendapat ijin operasional pada tanggal 15 Juni 1970, pada saat ini status terakreditasi A tahun 2006 dari Badan Akreditasi Propinsi pada Kantor Wilayah Dinas Pendidikan Propinsi Lampung dan memiliki program keahlian teknologi dan industri dengan 8 jurusan yaitu : (1) Tehnik Pengolahan Hasil Pertanian (THP), (2) Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikulura, (3) Mekanisasi Pertanian, (4) Teknik kendaraan ringan, (5) Agribisnis Perikanan, (6) Agribisnis Ternak Unggas, (7) Teknik Pendingin dan Tata Udara, (8) Teknik Kimia Industri. Telah melakanakan kegiatan penjamin mutu sejak tahun 2010, untuk melandasi kegiatan proses pembelajaran dalam rangka mewujudkan tenaga kerja terampil, terdidik dan mampu menunjukkan kualitas etos kerja tinggi serta dapat diandalkan. SMK Negeri 2 Metro menetapkan filosofi sebagai dasar pertimbangan atas pemilihan alternatif gerak dan langkah yang diyakini benar untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang telah dicanangkan. Selain hal tersebut SMK Negeri 2 Metro sejak berdirinya telah meluluskan 12.689 siswa dengan persentase rata-rata yang diterima pada dunia usaha dan dunia industri (DUDI) mencapai angka 70% pertahun.
11
pendidikan pihak-pihak yang terlibat yaitu komitmen pimpinan puncak lembaga atas mutu, sistem mutu, penentuan hak-hak pelanggan pendidikan, dokumen pengendalian, pembelian, kebijakan penerimaan calon, sarana dan prasarana, pelayanan arsip data, sistem penilaian hasil belajar dan pengembangan staf edukatif dan administratife (Usman, 2010: 547).
Menurut pendapat Gaspersz (2012: 12) sistem manajemen kualitas internasional ISO 9001 disusun berdasarkan pada delapan prinsip manajemen kualitas. Prinsip-prinsip ini dapat digunakan oleh manajemen senior sebagai suatu kerangka kerja (framework) yang membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja. Pinsip-prinsip ini diturunkan dari pengalaman kolektif dan pengetahuan dari ahli-ahli internasional yang berpartisipasi dalam Komite Teknik ISO/TC 176, yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan mempertahankan standar-standar ISO 9001. Delapan prinsip manajemen kualitas yang menjadi landasan penyusunan ISO 9001 itu antara lain; (1) Fokus kepada pelanggan (Customer focus), (2) Kepemimpinan (Leadership), (3) Keterlibatab Karyawan (Involving people), (4) Pendekatan Proses (Process approach), (5) Pendekatan sistem untuk pengelolaan (Systems approach), (6) Peningkatan berkelanjutan (Continuos improvement), (7) Pengambilan keputusan berdasarkan fakta (Factual decision making), (8) hubungan pemasok yang saling menguntungkan (Mutually beneficial supplier relationships).
12
sehingga diharapkan penulis dapat menggali lebih komprehensif tentang bagaimana sistem manajemen sebuah lembaga pendidikan vokasional yang telah memperoleh sertifikat ISO dalam penerapan di lapangan.
1.2. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001: 2008 pendidikan vokasional SMK Negeri 2 Metro. Adapun secara rinci sub focus penelitian ini sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimanakah implementasi program kegiatan sekolah agar fokus kepada pelanggan (customer focus) SMK Negeri 2 Metro ?
1.2.2. Bagaimanakah dampak implementasi ISO 9001: 2008 ?
1.2.3. Bagaimanakah Mengatasi kendala implementasi ISO 9001: 2008 ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendiskripsikan :
1.3.1. Proses implementasi program kegitan yang fokus kepada pelanggan (customer focus) SMK N 2 Metro
1.3.2. Dampak implementasi ISO 9001: 2008
13
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoritis dan praktis :
1.4.1. Manfaat Teoritis
1.4.1.1.Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu metode dalam pelaksanaan manajemen yang berhubungan dengan peningkatan mutu di sekolah atau lembaga pendidikan formal dan non-formal
1.4.1.2.Memberikan kontribusi bagi sekolah-sekolah lain dalam Implementasi SMM ISO 9001 : 2008
1.4.2. Manfaat Praktis
1.4.2.1. Bagi peneliti diharapkan mampu memberikan kontribusi SMK N 2 Metro untuk memiliki sistem manajemen yang efektif
1.4.2.2. Bagi guru memberikan peningkatan mutu sumber daya manusia di SMK N 2 Metro.
1.4.2.3. Dinas Pendidikan Kota Metro memberikan masukan kepada instansi terkait sebagai pengambilan keputusan dalam rangka kebijakan peningkatan mutu layanan sekolah kejuruan.
14
1.5. Definisi Istilah
Agar tidak terjadi salah pemahaman laporan penelitian ini, maka dijelaskan definisi istilah sebagaiberikut :
1.5.1. Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001: 2008 adalah standar internasional yang diakui untuk sertifikasi sistem manajemen mutu, dan menyediakan kerangka kerja bagi perusahaan dan seperangkat prinsip-prinsip dasar dengan pendekatan manajemen secara nyata dalam aktivitas rutin perusahaan. Tujuannya, menciptakan konsistensi untuk mencapai kepuasan pelanggan. Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001: 2008 sebenarnya dimulai dari kebutuhan akan standar mutu produk industry manufaktur, namun telah diterjemahkan ke dalam produk lembaga pendidikan, dan SMK Negeri 2 Metro telah memulainya.
1.5.2. Fokus pada pelanggan (customer), organisasi/perusahaan tergantung pada pelanggan mereka sendiri, yang merupakan kunci untuk meraih keuntungan dan pandangan mereka menentukan kelangsungan hidup organisasi.
1.5.3. Kepemimpinan (Leadership), organisasi menetapkan kesatuan tujuan dan arah dari perusahaan (organisasi). mereka harus menciptakan dan memelihara lingkungan internal agar orang – orang dapat menjadi terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan organisasi.
15
1.5.5. Pendekatan proses (Process Approach), suatu hasil yang diinginkan akan tercapai secara lebih efisien, apabila aktivitas-aktivitas dan sumber– sumber daya yang berkaitan dikelola sebagai suatu proses.
1.5.6 . Pendekatan sistem terhadap manajemen (System Approach), memahami dan mengelola proses yang saling berkaitan sebagai suatu sistem yang memberikan kontribusi kepada efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan.
1.5.7. Peningkatan terus menerus (Continual Improvement), perbaikan terus-menerus dari kinerja keseluruhan organisasi harus menjadi tujuan tetap dari organisasi.
1.5.8. Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan (Factual Decision Making), keputusan yang efektif adalah keputusan yang berdasarkan analisa data dan informasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
2.1. Konsep Sekolah Vokasional
Sekolah vokasioanl memiliki karakteristik yang berbeda dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tersebut dapat dikaji dari tujuan pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan pendidikan dan lulusannya.
2.1.1 Konsep Pendidikan Vokasional
17
(psychomotor), dan rasa (affective) dalam proporsi yang berbeda mengikuti kebutuhan kompetensi pada jenis dan jenjang pekerjaan yang terkait. Selain itu, konsep ini menunjukkan pula bahwa pendidikan vokasi terdapat pada semua jenjang pendidikan: dasar, menengah, tinggi. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan kualifikasi/kompetensi SDM yang berbeda. Perbedaan kualifikasi/kompetensi ini merujuk adanya jenjang dalam kompetensi. Paradigma pendidikan harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja. Harus digali, kompetensi apa saja yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. (Wardiman Djojonegoro 2007: 28) Berdasarkan pada konsep pendidikan vokasional, maka untuk memahami filosofi pendidikan vokasional perlu dikaji dari landasan penyelenggaraan pendidikan vokasional sebagai berikut :
2.1.1.1 Asumsi Tentang Anak Didik
18
menunjang proses perkembangan diri anak didik secara optimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan vokasional “learning by doing”, dengan
kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja.
2.1.1.2 Konteks Sosial Pendidikan Vokasional
Tujuan dan isi pendidikan vokasional senantiasa dibentuk oleh kebutuhan masyarakat yang berubah begitu pesat, sekaligus juga harus berperan aktif dalam ikut serta menentukan tingkat dan arah perubahan masyarakat dalam bidang vokasionalnya tersebut.
Pendidikan vokasional berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat, melalui dua institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berupa struktur pekerjaan dengan organisasi, pembagian peran atau tugas, dan perilaku yang berkaitan dengan pemilihan, perolehan dan pemantapan karir. Kedua, berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya sekaligus sebagai media terjadinya perubahan sosial.
2.1.1.3 Dimensi Ekonomi Pendidikan Vokasional
19
dengan perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas pekerjaan maupun pengembangan karir peserta didik.
Pendidikan vokasional merupakan upaya mewujudkan peserta didik menjadi manusia produktif, untuk mengisi kebutuhan terhadap peran-peran yang berkaitan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Dalam kerangka ini, dapat dikatakan bahwa lulusan pendidikan vokasional seharusnya memiliki nilai ekonomi lebih cepat dibandingkan pendidikan umum.
2.1.1.4 Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Vokasional
Pendidikan vokasional harus lebih memfokuskan usahanya pada komponen pendidikan dan pelatihan yang mampu mengembangkan potensi manusia secara optimal. Meskipun pada dasarnya hubungan antara pendidikan vokasional dan kebijakan ketenagakerjaan adalah hubungan yang didasari oleh kepentingan ekonomis, tetapi harus selalu diingat bahwa hubungan penyelenggaraan pendidikan vokasional tidak semata-mata ditentukan oleh kepentingan ekonomi semata.
Dalam konteks ini, diartikan bahwa pendidikan vokasional dengan dalih kepentingan ekonomi, tidak seharusnya hanya mendidik anak didik dengan seperangkat skill atau kemampuan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, karena keadaan ini tidak memperhatikan anak didik sebagai suatu totalitas. Mengembangkan kemampuan spesifik peserta didik secara terpisah dari totalitas pribadi anak didik, berarti memberikan bekal yang sangat terbatas bagi masa depannya sebagai tenaga kerja.
20
Peserta didik pada SMK lebih dikhususkan bagi anak yang berkeinginan memiliki kemampuan vokatif. Harapan mereka setelah lulus dapat langsung bekerja atau melanjutkan ke perguruan tinggi dengan mengambil bidang profesional atau bidang akademik. Usia peserta didik secara umum pada rentang 15/16 – 18/19 tahun, atau peserta didik berada pada masa remaja.
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dengan dewasa. Pada masa ini biasanya terjadi gejolak atau kemelut yang berkenaan dengan segi afektif, sosial, intelektual dan moral. Kondisi ini terjadi karena adanya perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis yang sangat cepat yang mengganggu kestabilan kepribadian anak. Oleh karena itu, di dalam merancang pembelajaran bagi anak yang berusia remaja ini seyogianya memperhatikan tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan para remaja. Beberapa tugas perkembangan remaja yang disarikan dari Sukmadinata (2005: 128), yaitu :
1. Mampu menjalin hubungan yang lebih matang dengan sebaya dan jenis kelamin lain. Belajar bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu, bisa melepaskan perasaan pribadi dan mampu memimpin tanpa mendominasi.
2. Mampu melakukan peran-peran sosial sebagai laki-laki dan wanita. mampu menghargai, menerima dan melakukan peran-peran sosial sebagai laki-laki dan wanita dewasa.
3. Menerima kondisi jasmaninya dan dapat menggunakannya secara efektif. Remaja dituntut untuk menyenangi dan menerima dengan wajar kondisi badannya, dapat menghargai atau menghormati kondisi badan orang lain, dapat memelihara dan menjaga kondisi badannya.
4. Memiliki sendiri emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Remaja diharapkan telah lepas dari ketergantungan sebagai kanak-kanak dari orang tuanya, dapat menyayangi orang tua, menghargai orang tua atau orang dewasa lainnya tanpa tergantung pada mereka.
5. Memiliki perasaan mampu berdiri sendiri dalam bidang ekonomi. terutama pada anak laki-laki, kemudian berangsur- angsur pula tumbuh pada anak wanita, perasaan mampu untuk mencari nafkah sendiri.
21
7. Belajar mempersiapkan diri untuk perkawinan dan hidup berkeluarga. memiliki sikap yang positif terhadap hidup berkeluarga dan punya anak. 8. Mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan intelektual untuk hidup
bermasyarakat. Mengembangkan konsep-konsep tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, institusi sosial yang cocok bagi kehidupan modern, mengembangkan keterampilan berpikir dan berbahasa untuk dapat memecahkan problema-problema masyarakat modern.
9. Memiliki perilaku sosial seperti yang diharapkan masyarakat. Dapat berpartisipasi dengan rasa tanggung jawab bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
10. Memiliki seperangkat nilai yang menjadi pedoman bagi perbuatannya. Telah memiliki seperangkat nilai yang bisa diterapkan dalam kehidupan, ada kemauan dan usaha untuk merealisasikannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa usia peserta didik pada pendidikan vokasional merupakan fase perkembangan mental. Pada fase ini, perlu diformulasikan metode pembelajaran yang sesuai dengan usia dan karakteristik pada pendidikan vokasional, sehingga fungsinya sebagai institusi pendidikan formal mapu menghasilkan lulusan yang siap pakai dan terserap di dunia kerja baik lokal, regional, nasional maupun internasional.
2.2 Pengertian Sistem Manajemen Mutu
2.2.1 Definisi Mutu
Istilah mutu merupakan sebuah pengertian yang sulit untuk dilaksanakan dalam dunia pendidikan. Sebab mutu merupakan sebuah istilah yang banyak disebutkan tapi belum banyak dipahami untuk diterapkan, Sallis dalam Suhardan (2010: 92). Menurut hasil penelitian Suwartoyo (Kompas 18 Januari 2005) “Orientasi yang kuat di semua sekolah pada peningkatan mutu pelayanan sebagai skenario utama menuju otonomi merupakan kabar yang baik dari otonomi”.
22
kemandirian sekolah. Sekolah-sekolah akan berpacu untuk meningkatkan persaingan, mutu akan menjadi kekuatan utama bagi setiap sekolah untuk memenangkan persaingan, baik menghadapi pesaing lama maupun pendatang baru Dadang (2010: 92). Unsur market sebagai pesaing persekolahan dilukiskan sebagaimana dalam Gambar dibawah ini:
Gambar 2.1 Kompetisi antar Sekolah
Sumber : Dadang, (2010; 92)
Sedangkan Joseph M.Juran (1999: 154), mengatakan bahwa mutu “kesesuaian dengan penggunaan, seperti sepatu yang dirancang untuk olahraga atau sepatu kulit yang dirancang untuk ke kantor atau ke pesta”. Senada dengan pendapat
tersebut, Crosby berpendapat bahwa mutu “kesesuaian terhadap persyaratan,
seperti jam tahan air, sepatu yang tahan lama, atau dokter yang ahli, dan ia menambahkan, pentingnya melibatkan setiap orang pada proses dalam organisasi”. Menurut ISO, mutu adalah “derajat/karakteristik yang melekat pada
produk yang mencukupi persyaratan/keinginan”. Sedangkan, American National
Standards Institute (ANSI) dan American Society for Quality Control (ASQC), mengatakan bahwa kualitas adalah keseluruhan sifat atau karakteristik dari produk
KOMPETISI ANTAR SEKOLAH KEKUATAN
PEMBERI JASA
KEKUATAN PEMAKAI JASA PERUBAHAN
DEMOGRAFI PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI BELAJAR
KEBIJAKAN BARU PEMERINTAH
23
atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan. Kemudian menurut Standard Australian International (SAI), kualitas adalah jika pelanggan kembali dengan kepuasan dan memberikan persepsi yang positif. Di samping itu SAI juga menyebutkan bahwa kualitas bukan merupakan suatu sistem yang berdiri sendiri dan berjalan terpisah dari suatu bisnis, melainkan adalah bagian yang integral dalam manajemen sehari-hari dari bisnis.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mutu adalah terpenuhinya kebutuhan pelanggan dengan keinginannya, sehingga ia bisa puas atas jasa/produk atau pelayanan yang diberikan.
2.2.2. Cara Menciptakan Mutu
Mutu adalah sifat dari benda dan jasa. Setiap orang selalu mengharapkan bahkan menuntut mutu dari orang lain, sebaliknya orang lain juga selalu mengharapkan dan menuntut mutu dari diri kita. Ini artinya, mutu bukanlah sesuatu yang baru, karena mutu adalah naluri manusia. Benda dan jasa sebagai produk dituntut mutunya, sehingga orang lain yang menggunakan puas karenanya. Dengan demikian, mutu adalah paduan sifatsifat dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Untuk menghasilkan mutu, Menurut Slamet (1994: 45) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga penghasil produk/jasa, yaitu:
24
2. Perlunya ditumbuh-kembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu produk/jasa. Setiap orang harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
3. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan TQM ISO bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.
4. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil produksi/jasa. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan produk/jasa yang bermutu sesuai yang diharapkan.
25
untuk semua tingkatan dalam unsur lembaga, (g) lembagakan kepemimpinan yang yang membantu setiap orang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan baik misalnya: membina, memfasilitasi, membantu mengatasi kendala dll, (h) hilangkan sumber-sumber penghalang komunikasi antar bagian dan antar individu dalam lembaga, (i) hilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam organisasi agar mereka dapat bekerja secara efektif dan efisien, (j) hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan kepada staf. Hal seperti itu biasanya hanya akan menimbulkan hubungan yang tidak baik antara atasan dan bawahan; atau lebih jauh akan menjadi penyebab rendahnya mutu dan produktivitas pada sisten organisasi; bawahan hanya bekerja sekedar memenuhi keharusan saja, (k) hilangkan kuota atau target-target kuantitatif belaka. Bekerja dengan menekankan pada target kuantitatif sering melupakan kualitas, (l) singkirkan penghalang yang merebut/merampas hak para pimpinan dan pelaksana untuk bangga dengan hasil kerjanya masing-masing, (m) lembagakan program pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan diri bagi semua orang dalam lembaga. Setiap orang harus sadar bahwa sebagai profesional harus selalu meningkatkan kemampuan dirinya, dan (n) libatkan semua orang dalam lembaga ikut dalam proses transformasi menuju peningkatan mutu. Ciptakan struktur yangmemungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha memperbaiki mutu produk/jasa yang diusahakan.
26
dihilangkan, organisasi patut memperhatikan aspek-aspek yang tidak terlihat dengan kasat mata.
27
structural harus benar-benar kompeten di bidangnya sehingga reputasi lembaga pendidikan positif di mata masyarakat, dan (5) Empathy (empati), yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan peserta didiknya. Misalnya, staf pengajar mengenal siswanya yang mengikuti proses pembelajran, guru bisa benar-benar berperan sesuai fungsinya, perhatian yang tulus diberikan kepada para siswanya berprestasi, kemudahan mendapatkan pelayanan, keramahan, komunikasi, serta kemampuan memahami kebutuhan siswanya.
2.3. The International Organization for Standarization (ISO)
Hubungan masing-masing pihak akan terjalin dengan baik apabila ada aturan-aturan, yang kemudian aturan itu menjadi kesepakatan bersama. Demikian halnya dalam hubungan bisnis antar satu kelompok yang satu dengan yang lain, bahkan antara Negara di dunia, aturan atau kita katakan standar merupakan harga mutlak yang harus ditetapkan sehingga tidak menimbulkan rintangan dalam menjalin sebuah hubungan bisnis.
28
Perdagangan Bebas Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Cina, Singapura dan sebagainya yang di dalam pengonsepan standar dilakuakn oleh 34 anggota badan yang terdiri dari Bagian Teknik dan Administrasi (Suardi, 2001:21).
Ada juga yang beranggapan ISO adalah singkatan dari The International Organization for Standardrization, ISO bukan sebuah singkatan tetapi sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “sama”, seperti istilah
“isoterm”, yang berarti “suhu yang sama”, “isometric” yang berarti “dimensi yang sama”, dan “isobar ” yang berarti “ tekanan yang sama “. Kata yang dijadikan
standar merupakan cara untuk mempermudah dalam penggunaan dan agar mudah diikuti. Jika yang digunakan adalah singkatan, tentu di setiap Negara akan berbeda singkatannnya, seperti IOS dalam Bahasa Inggris, OIN dalam bahasa Perancis atau di Indonesia dengan OSI ( Organisasi Standar Internasional).
2.3.1 Mutu melalui ISO
Masih sedikitnya organisasi di Indonesia yang mendapatkan sertifikat ISO 9000 dibandingkan dengan Negara Asia Tenggara lainnya menunjukkan masih lemahnya kesadaran organisasi akan pentingnya ISO 9000.
29
baru, (d) menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan sistem manajemen yang ditetapkan, (e) semangat pegawai ditingkatkan karena mereka merasa adanya kejelasan kerja sehingga mereka bekerja dengan efisien, (f) adanya kejelasan hubungan antara bagian yang terlibat dalam melaksanakan suatu pekerjaan, (g) kepercayaan manajemen yang sangat tinggi, (h) dapat mengarahkan karyawan agar berwawasan mutu dan memenuhi permintaan pelanggaan, baik internal maupun eksternal, (i) dapat menstandarisasi berbagai kebijakan dan prosedur operasi yang berlaku di seluruh organisasi, (j) menetapkan suatu dasar yang kokoh dalam membangun sikap dan keinginan bagi setiap kemajuan atau peningkatan.
Keuntungan bagi organisasi yang menerapkan ISO, khususnya organisasi pendidikan, akan meciptakan sistem kerja yang terstandar sehingga iklim kerja antar guru, karyawan dan kepala sekolah kondusif dan terbuka karena adanya kejelasan aturan dan job description masing- masing personil. Khusus untuk SMK, sebagai lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan untuk bekerja di industri atau lembaga pemerintah yang menjadi pelanggan, penerapan standar ISO memacu sekolah untuk berusaha menyesuaikan kualitas lulusan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pelanggan (link and match).
30
suatu kondisi dimana penerapan ISO didasari oleh kepentingan perusahaan itu sendiri dalam rangka mengembangkan kinerja internal perusahaan, jadi bukan disebabkan tuntutan konsumen.
31
2.4. Implementasi Delapan Prinsip Manajemen Mutu pada Pendidikan Vokasional
Desain dan penerapan sistem manajemen mutu dipengaruhi oleh kondisi yang berubah, sasaran tertentu, produk yang disediakan, dan ukuran serta struktur organisasi. Edisi terbaru ISO 9001 : 2008 didasarkan pada delapan prinsip manajemen mutu. Banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan prinsip manajemen mutu.
32
Suardi (2004: 100), mengemukakan bahwa organisasi yang menerapkan ISO, harus melaksanakan kedelapan prinsip manajemen mutu yang berintegrasi pada klausul-klausul ISO itu sendiri, seperti dijelaskan di bawah ini :
2.4.1 Fokus pada Pelanggan (Costumer Focus)
Pelanggan adalah kunci untuk meraih keuntungan bagi organisasi sekolah. Kelangsungan hidup organisasi sangat ditentukan bagaimana pandangan pelanggan organisasi tersebut. Oleh karena itu, organisasi harus mengerti keinginan pelanggan sekarang dan masa depan dengan berusaha memenuhi persyaratan pelanggan dan bahkan melebihi harapan mereka.
33
menyediakan SDM dan sumber dana yaitu orangtua siswa, pemerintah, dan organisasi sponsor. Pelanggan tersier adalah pelanggan yang secara tidak langsung menerima jasa lembaga pendidikan SMK melalui pemakaian siswa yang sudah selesai menerima layanan pendidikan yaitu: pemerintah, dunia kerja, masyarakat, lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
SMK perlu memberikan pelayanan yang bermutu terhadap pelanggan. Sehingga sekolah harus berusaha memahami kebutuhan dan harapan pelanggan. Langkah yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan data data tentang siapa pelanggannya dan apa kebutuhannya kemudian dipenuhi kebutuhannya. Mengenai bagaimana organisasi memposikan pelanggan, dipertegaskan secara jelas oleh Hoyle (2006:26) sebagai berikut : pada organisasi tradisional, manajemen puncak berada di atas dan pelanggan berada di bagian paling bawah. Hal ini tidak relevan pada kondisi dengan tingkat persaingan saat sekarang. Manfaat penting yang diperoleh pada organisasi pendidikan dengan menerapkan prinsif fokus pada pelanggan adalah: (a) meningkatnya keuntungan dan mendapat perolehan angka keterserapan yang cepat, (b) meningkatnya penggunaan sumber daya organisasi yang efektif untuk mempertinggi kepuasan pelanggan, (c) meningkatnya loyalitas pelanggan.
34
pihak yang berkepentingan serta mengambil tindakan atas hasil yang didapatlkan, (e) memastikan keseimbangan antara kepuasan pelanggan dan pihak yang berkepentingan seperti pemilik, karyawan, pemasok, pemodal, masyarakat dan Negara. Sementara Goetsch dan Davis dalam Nasution (1992: 22) menguraikan bahwa fokus pada pelanggan dalam manajemen mutu, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
Organisasi pendidikan yaitu sekolah, harus memperhatikan kepuasan pelanggan, sehingga pelanggan tidak lari dan menjadi loyal. Dengan pelangan loyal akan berimplikasi pada citra sekolah di tengah masyarakat, sehingga meningkatkan kepercayaan seluruh elemen warga sekolah.
2.4.2 Kepemimpinan (Leadership)
35
menciptakan visi yang jelas untuk masa depan sekolah, (c) menetapkan target, tujuan, atau sasran yang menantang, (d) menyediakan sumber daya dan pelatihan, (e) kebebasan untuk bertindak dengan tanggung jawab dan akuntabilitas, (f) menjadi contoh dalam hal kejujuran, moral dan penciptaan budaya, (g) penciptaan kepercayaan, (h) menghilangkan kekhawatiran di antara semua karyawan.
Menurut Suardi (2001: 176), manfaat penting yang dirasakan dalam menerapkan prinsip kepemimpinan ini adalah : (a) karyawan akan paham dan termotivasi atas pentingnya tujuan dan sasaran organisasi, (b) pengevaluasian, pembetulan, dan penerapan aktivitas dilakukan dalam satu kesatuan, (c) salah komunikasi (miscommunication) antar tingkatan pada organisasi dapat dikurangi, (d) pegawai dapat diandalkan kinerjanya, (e) timbulnya keinginan untuk berpastisipasi dan berkontribusi untuk perbaikan yang berkelanjutan (continuos improvement).
Kepemimpinan di dalam sebuah organisasi sekolah, ia adalah seorang yang bertanggung jawab kemana arah organisasinya. Tentu saja, sebagai seorang atau kepala sekolah yang baik, harus memahami dan mengetahui kemampuan setiap guru-guru dan stafnya, agar diberdayakan secara maksimal sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing. Oleh karena itu, pemimpin yang sukses adalah ketika ia mampu menggunakan sumber daya yang ada di organisasinya untul mencapai visi dan misi bersama.
2.4.3 Keterlibatan Personel (Involving People)
36
perusahaan,di mana keterlibatan kemampuannya secara penuh sangat bermamfaat bagi orhanisasi sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memampukan dan memberukan kesempatan kepada personel untuk merencanakan, menerapkan rencana, dan mengendalikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau kelompoknya. Kebebasan dan pemberian wewenang perlu dilakukan kepada guru dan staf dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Dengan adanya keterlibatan personel secara menyeluruh, maka akan menghasilkanrasa memiliki dan tanggung jawab dalam memecahkan masalah. Hal ini akan memicu karyawan untuk aktif dalam melihat peluang peningkatan kompetensi, pengetahuan dan pengalaman. Ini tidak harus diartikan membiarkan karyawan untuk memutuskan caranya dalam melakukan segala sesuatu. Keterlibatan ini dapat dimulai dengan perekrutan SDM yang tepat, memberikan pelatihan, kemudian memberikan mereka tingkat tanggung jawab dan wewenang yang sesuai. Bagi manejer, keterlibatan personel merupakan proses untuk meningkatkan keadalan diri personel yang bersangkutan agar dipercaya dalam merencanakan dan mengendalikan implemnetasi rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan yang bersangkutan. Sedangkan bagi organisasi sekolah, keterlibatan personel menimbulkan antusiasme dan rasa bangga karena merasa menjadi bagian atau meiliki organisasi sekolah yang akhirnya akan berfokus pada kreasi dan memberikan nilai bagi pelanggan.
37
kemungkinan dijumpai situasi yang membutuhkan kedua unsure karakteristik di atas. Staf kabin pesawat misalnya, harus adaptif dalam menangani pelanggan dan situasi-situasi tertentu, sedangkan dalam situasi yamg berkaitan dengan keselamatan, mereka harus comitmen. Keterlibatan karyawan, proses, dan situasi perlu juga dipertimbangkan. Dalam beberapa situasi, khususnya dalam organisasi yang sangat menekankan inisiatif individu, orang bisa menjadi cemas (anxious). Ini mungkin dikarenakan mereka tidak dipersiapkan secara baik untuk menghadapi situasi seperti itu, atau malah mungkin karena mereka merasa tidak nyaman tanpa adanya peraturan dan prosedur yang diikuti. Demikian juga halnya dengan seseorang yang lebih suka melakukannya dengan caranya sendiri dan mengambil inisiatif akan sangat frustasi (frustated) bila mereka harus bekerja dengan pedoman prosedural yang ketat sepanjang waktu.
Goetsch dan Davis (1994: 22) memaparkan bahwa adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dapat meningkatkan kemungkinan dihasilkannya suatu keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja serta meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.
38
2.4.4 Pendekatan Proses (Process Approach)
39
satu sama lain, maka hal ini dinamai sistem. Sedangkan proses berdasr hierarkinya tersendiri dari sub-proses dan sub-proses dijabarkan lagi dengan aktivitas, kemudian aktivitas akan dijabarkan lagi menjadi task.
Aplikasi suatu sistem dari proses dalam suatu organisasi, beserta identifikasinya dan berinteraksi dari proses-proses tersebut, dan pengeloalaannya, bisa dikatakan sebagai “pendekatan proses”. Pendekatan prose menurut ISO 9000
didefinisikan sebagai identifikasi yang sistematis dan pengolahan proses yang digunakan organisasi dan keterangan yang mempengaruhi tiap proses. Dalam konteks ISO 9000, pendekatan proses mensyaratkan organisasi untuk melakukan identifikasi, penerapan, pengelolaan, dan melakukan peningkatan berkesinambungan (continuos improvement) proses yang dibutuhkan untuk sistem manajemen mutu, dan mengelola interaksi masing-masing proses yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi. Proses-proses tersebut secara sistematis dijelaskan sebagai berikut :
2.4.4.1 Proses Inti (Realization Process)
40
2.4.4.2 Proses Pendukung (Support Process)
Sesuai dengan definisinya, proses ini berfungsi sebagai pendukung pada organisasi pada proses ini, dan menghasilkan data, informasi atau mengatur administrasi yang terprosedur.
2.4.4.3 Proses Manajemen (Management Process)
Karakteristik dari proses ini adalah untuk melakukan pengendalian dan pembuatan keputusan. Pendekatan proses dilakukan untuk mengelola input menjadi output, seperti yang diungkapkan oleh Hoyle (2006:30), bahwa keuntungan yang diperoleh oleh sebuah organisasi sekolah dari penerapan prinsip ini adalah : (a) turunnya biaya dan waktu putaran yang lebih pendek karena penggunaan sumber daya yang efektif, (b) hasil yang diperoleh dapat diperkirakan, konsisten dan ditingkatkan, (c) peningkatan kesempatan dapat lebih difokuskan dan diprioritaskan.
2.4.5 Pendekatan Sistem Pengelolaan (Systems Approach)
41
Organisasi yang telah mampu menerapkan prinsip ini, maka akan memperoleh dampak positif seperti berikut: (a) integrasi dan penjajaran proses yang terpenuhi akan mendukung pencapai hasil terbaik yang diinginkan, (b) kemampuan untuk memfokuskan tujuan sekolah yang telah ditetapkan, (c) memberikan kepercayaan pada interested parties, seperti konsistensi, keefektifan, dan efisiensi organisasi.
2.4.6 Peningkatan Berkesinambungan (Continuos Improvement)
Organisasi yang mengimplementasikan ISO 9000, tidak pernah puas dan berhenti atas apa yang telah dicapai, ia selalu berusaha meniggkatkan kualitas produk/jasa sehingga customer satisfaction bisa terpenuhi. Karenanya, peningkatan berkesinambungan (continuos improvement) harus menjadi sasaran setiap organisasi, peningkatan berkesinambungan memiliki keuntungan sebagai berikut : (a) adanya kinerja yang menguntungkan dalam meningkatkan kapabilitas organisasi sekolah, (b) fleksibel dan cepat dalam merespon hubungan untuk mengubah pasar atau kebutuhan dan harapan pelanggan, (c) mengoptimalkan biaya dan sumber data
42
memberikan penghargaan pada improvement. Goetsch dan Davis dalam Nasution (1992: 22) mengatakan perbaikan sistem secara berkesinambungan bahwa setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh arena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin meningkat. Senada dengan pemaparan tersebut diatas, Hoyle (2006:31) mengatakan : peningkatan berkelanjutan harus dijadikan sasaran dan tujuan tetap organisasi sehingga sasaran tetap organisasi dapat diketahui dan ditetapkan dan kemudian juga organisasi mampu memantau kinerja melalui sasaran mutu yang terukur tiap fungsi terkait dan level dengan menggunakan peralatan seperti: audit internal, tinjauan manajemen, corrective and preventive action.
2.4.7 Pembuatan Keputusan Berdasarkan Fakta (Factual decision making)
Dapat dibayangkan apabila keputusan yang dikeluarkan oleh sekolah tidak didasari informasi dan fakta, sehingga tidak menutup kemungkinan akan menjadi keputusan yang “blunder”. Kejadian seperti ini harus seminimal mungkin
43
metode yang benar, (d) memahami penggunaan teknik statistik, (e) membuat keputusan dan menindaklanjutinya berdasarkan hasil analisis dan pengalaman. Pengambilan keputusan yang efektif di sebuah organisasi harus didasarkan pada analisi data dan informasi sehingga keputusan yang dibuat oleh sekolah dapat diterima berbagai pihak, bagi organisasi yang mengimplementasikan ISO 9000, kepala sekolah pada setiap mengambil keputusan harus menghimpun informasi dari guru dan staf kemudian mengolahnya sebagai dasar membuat keputusan.
2.4.8 Hubungan Saling Menguntungkan dengan Mitra Kerja/ Pemasok (Mutually beneficial supplier relationships)
Organisasi dan pemasoknya adalah saling tergantung dan merupakan hubungan yang saling menguntungkan dalam rangka meningkatkan kemampuan keduanya dalam memberi nilai.
44
Organisasi dan mitra sekolah saling tergantung, dan sudah selayaknya merupakan hubungan yang saling menguntungkan dalam rangka meningkatkan kemampuan keduanya dalam menciptakan nilai. Maka hubungan saling menguntungkan itu didasarkan pada: (a) menetapkan dan mendokumentasikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh mitra sekolah, (b) meningkatkan kemampuan kedua organisasi untuk lebih baik, (c) seleksi, meninjau dan mengevaluasi kinerja mitra untuk mengendalikan produk yang dikelola.
Komitmen manajemen terhadap mutu dapat ditunjukkan sejak awal melalui penandatanganan pernayatan kebijakan mutu sekolah, dan berikutnya diikuti oleh sikap dan perilaku manajemen yang konsisten dalam menerapkan prosedur-prosedur kerja. Manajemen puncak harus memberi bukti komitmennya pada penyusunan dan implementasi SMM serta perbaikan berkesinambungan dan keefektifannya dengan cara melakukan hal-hal seperti berikut : (a) mengkomunikasikan kepada seluruh warga tentang pentingnya pemenuhan dan pelaksanaan persyaratan pelanggan dan peraturan perundang-undangan, (b) menetapkan kebijakan mutu Perguruan Tinggi serta menjalankannya, (c) memastikan penetapan sasaran mutu yang dijalankan secara konsisten, (d) melakukan tinjauan manajemen secara berkala, (e) .memastikan tersediaanya sumber daya.
45
manajemen mutu yang didokumentasikan secara teknik benar dan sesuai dengan persyaratan standar dari sistem manajemen mutu yang telah ditetapkan. Penunjukkan seorang WMM oleh kepala sekolah haruslah orang yang tepat, jangan sampai menunjuk seorang WMM tanpa mempertimbangkan kemampuan kepemimpinannya serta pemahamannya tentang sistem yang berlaku pada sekolah. Dengan demikian pelaksanaan tugas WMM tidak mengalami hambatan sehingga target dan sasarannya tercapai. WMM harus membuat laporan kepada kepala sekolah agar menjamin bahwa persyaratan-persyaratan standar dari SMM ISO 9001:2008 itu tidak dilanggar oleh fungsi-fungsi yang lain.
2.5. Kerangka Berpikir
SMK Negeri 2 Metro sebagai lembaga pendidikan vokasional selalu mengawasi mutu pelayanan akademik dan non akademik. Sebagai peneliti juga bertugas mengevaluasi manajemen mutu ISO 9001 : 2008. Komitmen sekolah yang tertuang dalam visi, misi, tujuan, dan rencana strategis yang termaktub dalam sasaran mutu adalah untuk meraih pelanggan yang maksimal.
46
yaitu kesesuaian data yang ada di lapangan dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam aspek proses (process) menekankan pada perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proses pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan yang ada. Dalam perencaan juga melihat apakah standar mutu yang ditetapkan oleh SMK Negeri 2 Metro sudah mengacu pada standar yang sesuai dengan merencanakan pelaksanaan ISO 9001 : 2008.
Dalam aspek lulusan (out put) menekankan hasil dalam proses pelaksanaan evaluasi hal ini akan berdampak pada pelanggan yang akan masuk ke SMK Negeri 2 Metro sehingga akan mempengaruri input yang akan datang.
47
fakta (Factual decision making)
Hubungan saling menguntungkan dengan mitra/pemasok
(Mutually beneficial supplier relationships)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi Sistem Manajemen\Mutu (SMM) ISO 9001: 2008 pada pendidikan vokasional dengan menerapkan 8 prinsip manajemen mutu, mengetahui kendala-kendala implementasi SMM ISO 9001 : 2008 dan cara mengatasinya. Oleh sebab itu diperlukan proses pengumpulan data di lapangan memahami obyek yang berhubungan dengan cara kerja yang ilmiah untuk memenuhi objek penelitian. Sejalan dengan uraian tersebut, dengan melihat gejala sosial antara bagian yang satu dengan bagian yang lain tidak dapat dipisahkan (holistik) usaha penulis untuk mengungkapkan data dan memahami makna di balik kenyataan yang ada dengan cara masuk pada sumber langsung dari subyek penelitian melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi tentang implementasi SMM ISO 9001: 2008 SMK Negeri 2 Metro, maka pendekatan yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualititatif.
Penggunaan metode dan pendekatan ini berawal dari tujuan pokok penelitian, yaitu untuk mendeskripsikan dan menganalisa data serta informasi lapangan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
49
ialah situasi yang wajar atau ”natural setting”, (2) peneliti sebagai instrumen
penelitian, (3) sangat deskriptif, (4) mementingkan proses maupun produk, (5) mencari makna, (6) mengutamakan data langsung (first hand), (7) triangulasi, (8) menonjolkan rincian kontekstual, (9) subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (10) mengutamakan perpektif emic, (11) verifikasi, (12) sampling yang purposif, (13) menggunakan “audit trail”, (14) partisipasi tanpa
mengganggu, (15) mengadakan analisis sejak awal penelitian, (16) disain penelitian tampil dalam proses penelitian. Hal senada diungkapkan oleh Moleong (1995: 14) yang mengatakan bahwa “penelitian kualitatif (qualitative research) berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, dan mengadakan analisis data secara induktif”.
50
hasil, (4) cenderung mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati, dan (5) sangat mementingkan makna yang terkandung dalam suatu tindakan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam situasi sosial.
3.2Rancangan Penelitian
Rancangan stadi kasus dipilih dengan tujuan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan how dan why tentang implementasi mengenai sistem manajemen mutu SMM ISO 9001: 2008 yang dilaksanakan di SMK Negeri 2 Metro. Hal ini senada dengan Yin (2011: 1) yang menyatakan bahwa secara umum, studi kasus merupakan strategi yang cocok bila pokok pernyataan suatu penelitian berkenaan dengan pertanyaan how dan why, guna mencapai kualitas yang diharapkan oleh instansi terkait dan pelanggan baik internal maupun eksternal, dan selalu memperbaiki kualitas agar mampu bersaing dengan sekolah negeri maupun swasta yang ada di Kota Madya Metro khususnya dan Propinsi Lampung pada umumnya.
3.3Tempat dan Waktu Penelitian
51
3.4Kehadiran Peneliti
52
3.5Teknik Pengumpulan Data
Lincoln dan Guba (1985 : 43) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif ini, peneliti berperan sebagai instrumen utama. Manusia sebagai instrumen pengumpulan data memberikan keuntungan, karena ia dapat bersikap fleksibel dan adaptif, serta dapat menggunakan keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk memahami sesuatu .
Sejalan dengan pendapat di atas, maka yang akan menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri yang terjun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, untuk lebih jelasnya akan dibahas teknik pengumpulan data tersebut, seperti; observasi, wawancara dan dokumentasi.
3.5.1 Observasi
53
a. Pengamatan Terbuka
Pada proses ini, peneliti dalam menjalankan tugasnya ditengah-tengah kegiatan responden diketahui secara terbuka, sehingga antara responden dengan peneliti terjadi hubungan atau interaksi secara wajar.
b. Pengamatan Tertutup
Pada proses ini, peneliti tidak mengetahui responden yang bersangkutan. Model pengamatan tertutup berfungsi untuk mengetahui reaksi responden secara wajar dan tidak dibuat-buat, sehingga peneliti dapat memperoleh data yang diinginkan. c. Pengamatan Tidak Langsung
Pada proses ini, peneliti dapat melakukan pengambilan data dari responden walaupun mereka tidak hadir secara langsung ditengah-tengah responden. Pengamatan secara tidak langsug dapat dilakukan secara mudah seiring perkembangan teknologi yang ada untuk membantu pengumpulan data seperti penggunaan telpon seluler serta melalui kamera CCTV.
Keterlibatan peneliti dalam melakukan pengamatan berperan serta menurut Spradley (1980:51) tingkat kedalamannya beragam yaitu dari yang tidak berperan serta, berperanserta pasif, berperanserta moderat, berperanserta aktif, sampai berperanserta penuh. Berperan serta moderat peneliti lakukan untuk memperoleh data tentang: (1) pelaksanaan proses pembelajaran, (2) mengamati intensitas kegiatan wakil manajemen mutu, (3) mengamati kegiatan manajemen dan staf administrasi, (4) mengamati kegiatan siswa di kelas, (5) mengamati kegiatan para guru di kelas, seperti bimbingan akademik, memasukan nilai dan memperbaiki nilai.
54
kesulitan yang sering dijumpai oleh para siswa dan guru berkenan dengan implementasi program sistem manajemen mutu (SMM) ISO.
Berperan serta aktif, dalam rangka mengamati proses pelaksanaan SMM ISO, peneliti seperti ikut melihat proses pembelajaran di kelas (melalui CCTV) yang ada di beberapa kelas di SMK Negeri 2 Metro. Berperan serta aktif juga peneliti lakukan untuk mengamati sikap serta perilaku guru dan siswa yang berkaitan dengan pelaksanaan program SMM ISO. Peneliti juga melakukan pengamatan yang tidak berperan serta, yaitu dalam mengamati aktivitas staf administrasi dalam melakukan tugas-tugasnya seperti menerima pertanyaan dan/atau keluhan dari guru lewat telepon, menerima siswa yang sedang melakukan praktik.
3.5.2 Wawancara
Menurut Nasution (1992: 73), mengemukakan tujuan dari wawancara adalah “untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dan hati orang
lain, bagaimana pandangannya tenang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui dengan observasi”. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara adalah
verbal dan non verbal. Observasi saja tidak cukup dalam melakukan penelitian, karena penulis belum tahu persepsi responden yang sebanarnya dalam kenyataan. Untuk itu penulis akan berkomunikasi dengan responden melalui wawancara dengan menggunakan alat perekam.
55
56
petunjuk umum, dan teknik pertanyaan lacakan (probing). Penggunaan wawancara terbuka karena sebelum memulai wawancara, peneliti mengemukakan maksud dan tujuan dari wawancara, jenis wawancara terstruktur peneliti lakukan, yakni sebelum melakukan wawancara dengan informan peneliti terlebih dahulu menyusun petunjuk umum wawancara berupa garis-garis besar pertanyaan yang erat kaitannya dengan focus penelitian. Berdasarkan garis-garis besar pertanyaan tersebut, peneliti selanjutnya mengembangkan pertanyaan lacakan (probing) namun tetap berpedoman pada focus penelitian dan konstruksi teoritik yang telah ditetapkan sebelumnya.
Teknik wawancara yang diterapkan dalam penelitian pendidikan menurut Darmadi (2011:265) mempunyai beberapa keunggulan yang mungkin tidak dimiliki oleh instrumen peneliti lainnya. Beberapa keunggulan itu diantaranya :
a. Peneliti memperoleh rerata jawaban yang relatif tinggi dari responden. b. Peneliti dapat membantu menjawab yang diakibatkan ketidakjelasan
pertanyaan.
c. Peneliti dapat mengontrol jawaban responden secara lebih teliti dengan mengamati reaksi atau tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan dalam proses wawancara.
57
Wawancara mendalam dilakukan terhadap Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Metro Metro (oleh perantara) yang telah ditetapkan sebagai informan kunci. Wawancara juga dilakukan terhadap wakil manajemen mutu (WMM), Ketua Program Studi, Kepala TU, Siswa, Guru dan alumni. Wawancara terhadap wakil manajemen mutu (WMM) menggunakan garis-garis besar pertanyaan yang meliputi; (a) jatidiri, (b) POAC (Planing, Organizing, Actuating, Controlling) implementasi SMM ISO, (c) kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan tugas SMM ISO, (d) cara WMM mengatasi masalah dalam pelaksanaan tugas SMM ISO, dan (e) strategi melaksanakan SMM ISO.
3.5.3 Dokumentasi
Menurut Nasution (1992:30) dalam penelitian kualitatif, ”dokumen termasuk sumber non-human resources yang dapat dimanfaatkan karena memberikan beberapa keuntungan, yaitu bahannya telah ada, tersedia, siap pakai dan menggunakan bahan tidak memakan biaya”.
Data dokumentasi perlu diperhatikan untuk membantu melengkapi data hasil observasi dan wawancara dan untuk mengecek kebenaran data. Studi dokumentasi akan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang bersifat administratif dan data kegiatan-kegiatan yang terdokumentasi baik di tingkat kelompok maupun di tingkat penyelenggara. Hal ini penting dilakukan agar hasil penelitian benar-benar diakui kesahihannya berdasarkan dokumen-dokumen dan bukti-bukti yang otentik. .
58
berikut; (a) merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong penelitian, (b) berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian, (c) sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, dan sesuai dengan konteks penelitian, (d) relatif murah dan mudah diperoleh walau harus dicari dan ditemukan, (e) tidak reaktif, sehingga tidak sulit untuk ditemukan, (f) hasil pengkajian isi, akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti.
3.6 Sumber Data
Sumber data dan informasi penelitian diambil dari informan yang, berhubungan dengan implementasi SMM ISO 9001 :2008. SMK sebagai suatu bentuk lembaga pendidikan yang menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah mempunyai beberapa pelanggan. Pelanggan SMK itu terdiri dari pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pihak pihak yang menjadi pelanggan internal antara lain guru, karyawan, dan unsur staf. Pelanggan ekternal adalah pelanggan yang berada diluar organisasi SMK yaitu siswa, orangtua siswa/mayarakat, dan pemerintah/industri.
59
Tabel 3.1. Daftar Informasi Penelitian
No Informan (Jabatan) Jumlah Kode
60
(Factual decision making) 3. Komite 8 Hubungan saling mengunt
"Generalisasi penelitian kualitatif dari aliran postpositivistik tidak berasal dari populasi yang besar dan diambil secara acak, akan tetapi data diungkap dari perorangan dengan sampel purposive dengan tujuan agar penelitiannya memiliki nilai komparabilitas dan transferabilitas sehingga dapat direkonstruksikan untuk kepentingan praktik terbaik di tempat lain yang memiliki konteks atau karakteristik yang relative sama. Nilai transferability yaitu dapat ditransfer atau diaplikasikan di tempat lain”.
Pendapat diatas diperkuat Nasution (1992:32) yang mengatakan bahwa sampel berupa hal, peristiwa, situasi yang diobservasi. Sampel berupa responden yang dapat di wawancarai, sampel dipilih secara “purposive” bertalian dengan purpose
atau tujuan tertentu. Tujuan tertentu ini, karena dianggap responden paling memahami tentang apa yang diharapkan. Lokasi penelitian yaitu SMK Negeri 2 Metro yang beralamat di Jalan Yos Sudarso PPoo. .BBooxx 221144GGaannjjaarrAAssrriiKKoottaaMMeettrroo.
3.7. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif akan dilakukan sejak sebelum, selama dan sekembali dari lapangan. Menurut Nasution dalam Sugiono (2009 : 245) menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,
61
penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang “grounded “.
Kegiatan yang akan dilakukan adalah menyusun bagian-bagian data dan informasi sesuai dengan kajian penelitian. Selanjutnya akan membandingkan data hasil pengumpulan dari lapangan dengan teori-teori, konsep-onsep, kemudian melakukan penyimpulan penelitian. Apakah hasil dari lapangan sesuai dengan konsep atau teori, apakah ada pengurangan, tambahan, atau temuan baru. Proses pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif.
3.7.1. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari responden melalui teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi merupakan deskripsi tentang pendapat, pengetahuan, pengalaman, dan aspek lainnya untuk dianalisis dan disajikan sehingga memiliki makna. Analisis dan interprestasi dilakukan dengan merujuk pada landasan teoritis dan berdasarkan consensus judgment. Patton dalam Moleong (1997:112), “analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mengatur urutan data,