• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Ekstraksi Minyak dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Menggunakan Pelarut N-heptana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Ekstraksi Minyak dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Menggunakan Pelarut N-heptana"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

47

LAMPIRAN 1

DATA PENELITIAN

L1.1 Data Berat, Volume dan Yield Minyak Biji Alpukat

Tabel L1.1 Data Berat, Volume dan Yield Minyak Biji Alpukat

Run Massa (gram)

Volume (ml)

Suhu (oC)

Berat Minyak

(gram)

Volume Minyak

(ml)

Yield (%)

1 30 300 90 5,40 7,5 18,00

2 30 300 98,4 5,80 8,00 19,33

3 30 300 90 5,40 7,5 18,00

4 30 300 90 5,40 7,5 18,00

5 40 250 85 3,40 5,0 8,50

6 30 300 81,6 3,70 6,5 12,33

7 30 300 90 5,40 7,5 18,00

8 20 350 95 3,69 5,6 18,45

9 20 250 85 1,4 2,2 7,00

10 20 350 85 2,81 4,0 14,05

11 46,8 300 90 4,10 6,2 8,76

12 30 215,9 90 5,20 7,5 17,33

13 13,2 300 90 2,00 2,4 15,17

14 40 250 95 5,51 11,0 13,78

15 40 350 85 3,2 5,0 8,00

16 30 384,1 90 4,50 7,0 15,00

17 30 300 90 5,40 7,5 18,00

18 20 250 95 4,80 7,0 24,00

19 30 300 90 5,40 7,5 18,00

(2)

48

L1.2 Data Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat

Tabel L1.2 Data Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat Run Massa

(gram)

Volume (ml)

Suhu (oC)

Densitas (gram/ml)

1 30 300 90 0,68

2 30 300 98,4 0,68

3 30 300 90 0,68

4 30 300 90 0,68

5 40 250 85 0,68

6 30 300 81,6 0,68

7 30 300 90 0,68

8 20 350 95 0,68

9 20 250 85 0,68

10 20 350 85 0,68

11 46,8 300 90 0,75

12 30 215,9 90 0,58

13 13,2 300 90 0,63

14 40 250 95 0,68

15 40 350 85 0,68

16 30 384,1 90 0,63

17 30 300 90 0,68

18 20 250 95 0,68

19 30 300 90 0,68

(3)

49

L1.3 Data Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat

Tabel L1.3 Data Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat Run Massa

(gram)

Volume (ml)

Suhu (oC)

Viskositas (cP)

20 30 300 90 0,55

12 30 300 98,4 0,88

18 30 300 90 0,55

19 30 300 90 0,55

7 40 250 85 0,55

11 30 300 81,6 0,56

10 30 300 90 0,55

3 20 350 95 0,56

1 20 250 85 0,48

6 20 350 85 0,49

14 46,8 300 90 0,59

15 30 215,9 90 0,38

13 13,2 300 90 0,43

4 40 250 95 0,59

2 40 350 85 0,51

16 30 384,1 90 0,45

17 30 300 90 0,55

8 20 250 95 0,50

5 30 300 90 0,55

(4)

50 L1.4 Data Analisis FFA Minyak Biji Alpukat

Tabel L1.4 Data Analisis FFA Minyak Biji Alpukat Run Massa

(gram)

Volume (ml)

Suhu (oC)

V NaOH 0,25 N (ml)

FFA (%)

1 30 300 90 0,20 1,38

2 30 300 98,4 0,20 1,38

3 30 300 90 0,20 1,38

4 30 300 90 0,20 1,38

5 40 250 85 0,40 2,76

6 30 300 81,6 0,30 2,07

7 30 300 90 0,20 1,38

8 20 350 95 0,30 2,07

9 20 250 85 0,20 1,38

10 20 350 85 0,20 1,38

11 46,8 300 90 0,20 1,38

12 30 215,9 90 0,20 1,38

13 13,2 300 90 0,60 4,14

14 40 250 95 0,40 2,76

15 40 350 85 0,40 2,76

16 30 384,1 90 0,40 2,76

17 30 300 90 0,20 1,38

18 20 250 95 0,20 1,38

19 30 300 90 0,20 1,38

(5)

51

LAMPIRAN 2

CONTOH PERHITUNGAN

L2.1 Perhitungan Yield Minyak Biji Alpukat

% 100 alpukat biji massa alpukat biji minyak massa (%)

Yield  

Contoh perhitungan untuk Run I : Massa minyak biji alpukat = 5,4 gram Massa biji alpukat = 30 gram

% 00 , 18 % 100 gram 30 gram 5,4 (%)

Yield   

Untuk data berikutnya mengikuti contoh perhitungan di atas.

L2.2 Perhitungan Densitas Minyak Biji Alpukat Berat piknometer = 15,9 gram Berat piknometer + air = 17,8 gram

Berat air = 1,9 gram

Berat piknometer + minyak = 17,20 gram Berat minyak = 1,3 gram

Densitas air (20 oC) = 0,99823 gram/ml air densitas air berat minyak berat minyak ensitas

D  

gram/ml 0,68 gram/ml 0,99823 gram 1,9 gram 1,3 minyak

Densitas   

Untuk data berikutnya mengikuti contoh perhitungan di atas.

L2.3 Perhitungan Viskositas Minyak Biji Alpukat t sg k     Dimana:

μ = viskositas (cP)

(6)

52 sg = spesifik graviti

t = waktu alir minyak dari batas bawah hingga batas atas (detik)

ρminyak 20 oC = 0,68 gram/ml

ρair 20 oC = 0,99823 gram/ml

C 20 ρ C 20 ρ sg air minyak    0,68 gram/ml 0,99823 gram/ml 0,68

sg 

k = 0,0043 t = 188,00 detik

cP 55 , 0 188 68 , 0 0,0043     

Untuk data berikutnya mengikuti contoh perhitungan di atas.

L2.4 Perhitungan FFA Minyak Biji Alpukat

10 sampel berat BM V T FFA Kadar     Dimana:

T = normalitas larutan NaOH (N) = 0,25 N V = volum larutan NaOH terpakai (ml)

M = berat molekul FFA minyak biji alpukat = 276,224 gram/mol volum larutan NaOH terpakai = 0,2 ml

38 , 1 10 1 224 , 276 2 , 0 25 , 0

Kadar FFA 

   

(7)

53

LAMPIRAN 3

DATA ANALISIS STATISTIK

L3.1 Rancangan Penelitian Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD)

Untuk rancangan ini digunakan CCD (Central Composite Design) yang terdiri dari rancangan faktorial 2k ditambah titik-titik pengamatan pada center

pointdan aksial point (α = 2k/4). Titik aksial (α) ditambahkan ke dalam percobaan

untuk memenuhi titik-titik kuadratik dalam model orde kedua.

Titik aksial (α) dengan 3 variabel percobaan = 2k/4 = 23’4 = 1,682. Kemudian dikodekan untuk level rendah -1,682 dan level tinggi +1,682. Sedangkan untuk menentukan nilai pada masing-masing level tersebut dapat dihitung sebagai berikut : data range ) 0 ( data n 682 ,

1  

 maka : 1 , 384 300 ) 50 682 , 1 ( ) 0 ( data ) data range 682 , 1 ( V 9 , 215 300 ) 50 682 , 1 ( ) 0 ( data ) data range 682 , 1 ( V 8 , 46 30 ) 10 682 , 1 ( ) 0 ( data ) data range 682 , 1 ( W 2 , 13 30 ) 10 682 , 1 ( ) 0 ( data ) data range 682 , 1 ( W 4 , 98 90 ) 5 682 , 1 ( ) 0 ( data ) data range 682 , 1 ( T 6 , 81 90 ) 5 682 , 1 ( ) 0 ( data ) data range 682 , 1 ( T                                                      

Tabel L3.1 Level Kode Rancangan Percobaan Variabel Satuan Kode Level dan Range

-1,682 -1 0 +1 +1,682

Suhu ekstraksi oC T 81,6 85 90 95 98,4

Massa biji

alpukat gram W 13, 2 20 30 40 46,8

Volume pelarut

n-heptana ml V 215,9 250 300 350 384,1

Total run percobaan dengan metode ini ditentukan sebagai berikut :

(8)

54

˗ Titik aksial = 2k = 2.3 = 6

˗ Center point = disesuaikan dengan titik aksial = 6

˗ Total run = 8+6+6 = 20 run

Sehingga rancangan percobaan dihasilkan pada tabel berikut.

Tabel L3.2 Rancangan Percobaan

Run T W V T W V

Faktorial

1 -1 -1 -1 85 20 250

2 -1 -1 1 85 20 350

3 -1 1 -1 85 40 250

4 -1 1 1 85 40 350

5 1 -1 -1 95 20 250

6 1 -1 1 95 20 350

7 1 1 -1 95 40 250

8 1 1 1 95 40 350

Aksial

9 -1,682 0 0 81,6 30 300

10 1,682 0 0 98,4 30 300

11 0 -1,682 0 90 13,2 300

12 0 1,682 0 90 46,8 300

13 0 0 -1,682 90 30 215,9

14 0 0 1,682 90 30 384,1

Center point

15 0 0 0 90 30 300

16 0 0 0 90 30 300

17 0 0 0 90 30 300

18 0 0 0 90 30 300

19 0 0 0 90 30 300

(9)

55 L3.2 Data Rancangan Percobaan

Gambar L3.1 Data Rancangan Percobaan

L3.3 Hasil Pengolahan Data Dengan Minitab

Response Surface Regression: yield versus suhu; massa; volume

The analysis was done using coded units.

Estimated Regression Coefficients for yield

Term Coef SE Coef T P Constant 18,0599 0,6610 27,321 0,000 suhu 2,7622 0,4388 6,295 0,000 massa -2,6925 0,4388 -6,136 0,000 volume -0,6918 0,4386 -1,577 0,146 suhu*suhu -1,1534 0,4277 -2,697 0,022 massa*massa -2,5228 0,4277 -5,899 0,000 volume*volume -1,0314 0,4268 -2,416 0,036 suhu*massa -2,1087 0,5731 -3,680 0,004 suhu*volume -2,3287 0,5731 -4,064 0,002 massa*volume -1,0662 0,5731 -1,861 0,092 S = 1,62085 PRESS = 207,506

R-Sq = 93,95% R-Sq(pred) = 52,23% R-Sq(adj) = 88,51%

Analysis of Variance for yield

(10)

56

suhu 1 104,108 104,108 104,108 39,63 0,000 massa 1 98,920 98,920 98,920 37,65 0,000 volume 1 6,537 6,537 6,537 2,49 0,146 Square 3 110,523 110,523 36,841 14,02 0,001 suhu*suhu 1 10,185 19,109 19,109 7,27 0,022 massa*massa 1 84,999 91,420 91,420 34,80 0,000 volume*volume 1 15,339 15,339 15,339 5,84 0,036 Interaction 3 88,054 88,054 29,351 11,17 0,002 suhu*massa 1 35,575 35,575 35,575 13,54 0,004 suhu*volume 1 43,385 43,385 43,385 16,51 0,002 massa*volume 1 9,095 9,095 9,095 3,46 0,092 Residual Error 10 26,272 26,272 2,627

Lack-of-Fit 5 26,272 26,272 5,254 * * Pure Error 5 0,000 0,000 0,000

Total 19 434,414

(11)

57

LAMPIRAN 4

PERHITUNGAN MANUAL ANALISIS STATISTIK

Dari analisis regresi diperoleh persamaan sebagai berikut:

Yield (%) = 18,0599 + 2,7622T – 2,6925W – 0,6918V – 1,1534T2– 2,5228W2 – 1,0314V2– 2,1087TW – 2,3287TV – 1,0662WV

dimana T, W, dan V merupakan suhu ekstraksi, massa biji alpukat, dan volume pelarut.

Hasil ANOVA yang diperoleh yaitu sebagai berikut. Tabel L4.1 Analysis of Variance (ANOVA)

Sumber Variasi df (Degrees of Freedom) SS

(Sum of Squares)

MS (Mean

Square) Fhitung Ftabel

Regresi k = 9 2

rata rata prediksi Y ) Y

( 

= 408,142 df

SSregresi

= 45,349 residual regresi M S M S = 17,26 3,02 Residual Error n-k-1 = 10

SStotal - SSregresi =

26,272 df

SSresidual = 2,627

Total n-1 = 19 2

rata rata penelitian Y ) Y

( 

434,414

dimana:

n = jumlah data penelitian

k = banyaknya variabel dalam regresi Ypenelitian = Y dari data hasil penelitian

Yprediksi = Y diperoleh dari persamaan regresi Yrata-rata = Y rata-rata dari data hasil penelitian

(12)

58

Tabel L4.2 Perhitungan Manual ANOVA

T W V Ypenelitian Yprediksi (Yprediksi - Yrata-rata)2 (Ypenelitian - Yrata-rata)2

0 0 0 18,00 18,060 10,320 9,938

0 1,682 0 19,33 6,394 71,465 20,093

0 0 0 18,00 18,060 10,320 9,938

0 0 0 18,00 18,060 10,320 9,938

-1 -1 1 8,50 13,877 0,942 40,291

0 -1,682 0 12,33 15,451 0,365 6,338

0 0 0 18,00 18,060 10,320 9,938

1 1 -1 18,45 15,400 0,305 12,978

-1 -1 -1 7,00 8,471 40,662 61,583

1 -1 -1 14,05 22,870 64,361 0,636

0 0 1,682 8,76 13,978 0,755 37,058

-1,682 0 0 17,33 10,151 22,059 6,163

0 0 -1,682 15,17 16,306 2,126 0,104

-1 1 1 13,78 10,577 18,237 1,140

1 -1 1 8,00 18,961 16,924 46,888

1,682 0 0 15,00 19,443 21,117 0,023

0 0 0 18,00 18,060 10,320 9,938

-1 1 -1 24,00 9,436 29,289 83,768

0 0 0 18,00 18,060 10,320 9,938

1 1 1 7,25 7,227 58,078 57,722

Yrata-rata= 14,848

SSregresi= 408,602

SStotal = 434,414

SSresidual = 25,812

MSregresi= 45,40

MSresidual = 2,581

Fhitung= 17,59

Contoh perhitungan untuk Yprediksi pada run1 :

(13)

59

LAMPIRAN 5

DOKUMENTASI PENELITIAN

L5.1 Foto Bahan Baku Biji Alpukat

(a) (b)

Gambar L5.1 (a) Biji Alpukat sebelum dikeringkan (b) Biji Alpukat setelah dikeringkan

L5.2 Foto Pengayakan Biji Alpukat

(14)

60 L5.3 Foto Ekstraksi Minyak Biji Alpukat

Gambar L5.3 Ekstraksi Minyak Biji Alpukat

L5.4 Foto Minyak Biji Alpukat

(15)

61

L5.5 Foto Aanalisis Densitas Minyak Biji Alpukat

Gambar L5.5 Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat

L5.6 Foto Analasis Viskositas Minyak Biji Alpukat

(16)

62 L5.7 Foto Analisis FFA Minyak Biji Alpukat

(17)

63

LAMPIRAN 6

HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK

L6.1 Hasil Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

(18)

40

DAFTAR PUSTAKA

[1] Badan Pusat Statistik, “Survey Pertanian Produksi Buah-buahan di Indonesia”, Biro Pusat Statistik, Jakarta, 2014.

[2] Prasetywoti, Retno Pratiwi, Fera Tris O, “Pengambilan Minyak Biji Alpukat

(Persea Americana Mill) Dengan Metode Ekstraksi”, Jurnal Teknik Kimia, No.2,

Vol. 17, 2010, hal. 17-18.

[3] Oluwole Surukite, Yusuf Kafeelah, Fajana Olusegun and OLaniyan Damola, “Qualitative Studies on Proximate Analysis and Characterization of Oil From

Persea Americana (Avocado Pear)”, Journal Of Natural Science Research, Vol.

3, No.2, 2013, hal. 68-69.

[4] A. J. Alhassan, M. S. Sule, M. K. Atiku, A. M. Wudil, H. Abubakar, S. A.

Mohammed, “Effects of Aqueous Avocado Pear (Persea americana) Seed Extract

On Alloxan Induced Diabetes Rats”, Greener Journal of Medical Sciences, Vol. 2 (1), 2012, hal. 5.

[5] Bambang Pramudono, Septian Ardi Widioko dan Wawan Rustyawan, “Ekstraksi Kontinyu Dengan Simulasi Batch Tiga Tahap Aliran Lawan Arah : Pengambilan Minyak Biji Alpukat Menggunakan Pelarut N-Hexane dan Isopropil Alkohol”, Jurnal Reaktor, Vol. 12, No. 1, 2008, hal. 37-38.

[6] H. M. Rachimoellah, Dyah Ayu Resti, Ali Zibbeni, dan I Wayan Susila,” Production of Biodiesel through Transesterification of Avocado (Persea

gratissima) Seed Oil Using Base Catalyst”, Jurnal Teknik Mesin, Vol.11, No. 2,

2009, hal. 85-86.

(19)

41

[8] Eduardo Padilla-Camberos, Moisés Martínez-Velázquez, JoséMiguel Flores-Fernández, Socorro Villanueva-Rodríguez, ”Acute Toxicity and Genotoxic Activity of Avocado Seed Extract (Persea americana Mill., c.v. Hass)”, The

Scientific World Journal, Volume 2013, hal. 1.

[9] B.A Orhevba and A.O Jinadu,”Determination Of Physico-Chemical Properties and Nutritional Contents Of Avocado Pear (Persea Americana M.)”,

Journal Academic Research International, Vol. 1, No. 3, 2011, hal. 373-374.

[10] Hika Citra Handayani A.P,” Pengaruh Peningkatan Konsetrasi Ekstrak Etanol 96% Biji Alpukat (Perseae americana Mill) Terhadap Formulasi Sabun Padat Transparan”, Skripsi. Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2009, hal. 28.

[11] Yean-Yean Soong, Philip J. Barlow,”Antioxidant Activity and Phenolic Content of Selected Fruit Seeds”, Elsevier Food Chemistry Vol. 88, 2004, hal. 414.

[12] Ana F. Vinha, Joana Moreira, Sérgio V. P. Barreira, “Physicochemical Parameters, Phytochemical Composition and Antioxidant Activity of the Algarvian Avocado (Persea americana Mill.),” Journal of Agricultural Science Vol. 5, No. 12, 2013, hal. 100 – 109.

[13] Arukwe, U., Amadi, B.A., Duru, M. K.C., Agomuo,E.N., Adindu, E. A., Odika, P.C., Lele, K.C., Egejuru, L., and Anudike, J.,”Chemical Composition Of Persea Americana Leaf, Fruit and Seed”, IJRRAS, Vol. 11, No. 2, 2012, hal. 346-347.

[14] Mira Marlinda, Meiske S. Sangi, Audy D. Wuntu, “Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea

(20)

42

[15] Lee, C. C. Environmental Engineering Dictionary, 4th edition. USA : Government Institutes, 2005.

[16] Leeuwen, C.J. and T.G. Vermiere. Risk Assessment of Ahemicals: An

Introduction, 2th edition. Netherlands : Springer, 2007.

[17] Joao Jaime Giffoni Leite, Erika Helena Salles Brito, Rossana Aguiar Cordeiro, Raimunda Samia Nogueira Brilhante, Jose Julio Costa Sidrim, Luciana Medeiros Bertini, Selene Maia de Morais, Marcos Fabio Gadelha Rocha, “Chemical Composition, Toxicity and Larvicidal and Antifungal Activities of

Persea americana (avocado) Seed Extracts.” Revista da Sociedade Brasileira de

Medicina Tropical, 42 (2), 2009, hal. 110-113.

[18] Eduardo Padilla-Camberos, Moises Martínez-Velazquez, Jose Miguel Flores-Fernandez, Socorro Villanueva-Rodriguez, “Acute Toxicity and Genotoxic Activity of Avocado Seed Extract (Persea americana Mill., c.v. Hass),” The

Scientific World Journal, 2013, hal. 1-4.

[19] G. A. Asare, K. Bugyei, A. Sittie et al., “Genotoxicity, Cytotoxicity and Toxicological Evaluation of Whole Plant Extracts of The Medicinal Plant

Phyllanthus niruri (Phyllanthaceae),” Genetics and Molecular Research, vol. 11,

no. 1, 2012, hal. 100-111.

[20] Pushkar S. Bora, Narendra Narain, Rosalynd V.M. Rocha and Marcal Queiroz Paulo.” Characterization of the oils from the pulp and seeds of avocado (cultivar: Fuerte) fruits”, Grasas y Aceites, Vol. 52, Fasc. 3-4, 2001, hal : 171-174.

[21] Sulistyowati Tuminah, ”Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak

Jenuh “Trans” Terhadap Kesehatan”, Media Peneliti dan Pengembangan

(21)

43

[22] Ishak Isa, “Penetapan Asam Lemak Linoleat dan Linolenat pada Minyak Kedelai Secara Kromatografi Gas.” Jurnal Sainstek dan terapannya, Vol. 6, No.1, Maret 2011, hal. 76-81.

[23] Dewi Mariana Manurung. “Komposisi Kimia, Asam Lemak dan Kolesterol Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea) Akibat Perebusan.” Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, 2009, hal. 21-25.

[24] Dyah Septyaningsih. “Isolasi dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Biji Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.).” Skripsi, Program Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010, hal. ii.

[25] Felix U. Asoiro, M.Eng. and Clement O. Akubuo, Ph.D., “Effect of Temperature on Oil Extraction of Jatropha curcas L. Kernel”, The Pacific Journal

of Science and Technology, Vol. 12, No. 2, 2011, hal. 459.

[26] I.D Wilson, Michael C, Colin F.P, Edward R.A, Encyclopedia of Separation

Science (Academic Press, 2000), hal. 118-119.

[27] R. E. Kirk and R. F. Othmer, Encyclopedia of Chemical Technology 4th Ed, (Canada : John Willey and Sons Ltd, 1998), Ch. 10 : hal. 88.

[28] Susiana Prasetyo S. dan A. Prima K,“Kurva Kesetimbangan Minyak Biji Teh-Normal Heksana dan Aplikasinya pada Ekstraksi Padat-Cair Multitahap”, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2009, hal. 20-23

[29] Brian McConnell and Ihab H. Farag,” Kinetics Study of the Solvent Extraction of Lipids from Chlorella vulgaris”, International Journal of

(22)

44

[30] R.H Perry, Dow W.G, Liquid-Liquid Extraction Operations and Equipment. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook.7th

ed., (New York : Mc Graw-Hill,

1997), Ch. 15 : hal. 9-16.

[31] M. Djoni Bustan, Ria Febriyani dan Halomoan Pakpahan,”Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Ukuran Partikel Terhadap Berat Oleoresin Jahe yang Diperoleh dalam Berbagai Jumlah Pelarut Organik (Metanol)”, Jurnal Teknik Kimia, Vol. 15, No. 4, 2008, hal : 16-26.

[32] Sciencelab, ”Material Safety Data Sheet (MSDS) N-Heptane”, Sciencelab.com, Inc., 2013, hal. 1-5.

[33] Ayers, A.L., and J.J. Dooley,”Extraction Solvents for Cottonseed : A Laboratory-Scale Study”, JournalAOCS, Vol. 25, 1948, hal. 372.

[34] Oliver Buddrick, Oliver A. H. Jones, Paul D. Morrison and Darryl M. Small,” Heptane as a less toxic option than hexane for the separation of vitamin E from food products using normal phase HPLC”, The Royal Society of Chemistry, 2013, hal. 2-3.

[35] Chairunisa.”Uji Kualitas Minyak Goreng pada Pedagang Gorengan Di sekitar Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013. Hal : 7-10.

[36] David Firestone.”Physical and Chemical Characteristics of Oils, Fats, & Waxes”. 3rd Edition. AOCS Press. 2013. Hal : 158.

(23)

45

[38] Alejandra Garcia Piantanida and Andrew R. Barron,” Principles Of Gas Chromatography”, Open Stax-CNX Module, 2014, hal. 1-10.

[39] Montgomery, DC, Design and Analysis of Experiments 5th edition, (New York: John Wiley & Sons, Inc, 2001).

[40] M. Arbi Hadiyat and Rahman Dwi Wahyudi,”Integrating Steepest Ascent For The Taguchi Experiment : A Simulation Study”, International Journal of

Technology, 3, 2013, hal : 280-287.

[41] Andre I. Khuri and Siuli Mukhopadhyay,” Response Surface Methodology”,

WIREs Computational Statistics, Vol. 2, 2010, hal : 128-144.

[42] Nuryanti dan D.J. Salimy,“Metode Permukaan Respon dan Aplikasinya Pada Optimasi Eksperimen Kimia”, Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains

dan Teknologi Nuklir, 2008, hal : 373-391.

[43] Frank M. Fabian, “Application of Response Surface Methodology and Central Composite Design for 5P12-RANTES Expression in the Pichia pastoris System.” Chemical & Biomolecular Engineering Theses, Dissertations & Student

Research, 2012, hal. 39-40.

[44] Muhammad Naziz Bin Saat. “Fermentation and Kinetic Studies On Laccase Production By Pycnoporus sanguineus.” Disertasi, Institute Of Biological Sciences Faculty Of Science University Of Malaya, Kuala Lumpur, 2013, hal. 30.

[45] Fitriani Sagala. “Analisis Regresi Berganda Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Inflasi.” Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008, hal. 20-21.

(24)

46

Negeri Di Kabupaten Jepara”. Tesis. Program Magister IAIN Walisongo Semarang. 2010. Hal : 19-20.

[47] Sri Handajani, Godras Jati Manuhara, dan R. Baskara Katri Anandito, “Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamun indicum L.)”, AGRITECH, Vol. 30, No. 2, 2010, hal. 2-7.

[48] Minitab 16. “StatGuide Regression and ANOVA.” Minitab Inc. & LEAD Technologies, Inc., 2010.

[49] Dimas Rizky Widagdyo, Velina Agustien Budiman, Aylianawati, Nani Indraswati, “Ekstraksi Kafeina dari Serbuk Kopi Java Robusta dengan Pelarut Minyak Jagung.”, Vol. 12, No.1, 2013, hal. 8.

[50] Bernat Esteban, Jordi-Roger Riba, Grau Baquero, Antoni Rius, Rita Puig, “Temperature Dependence Of Density and Viscosity Of Vegetable Oils.” Biomass

and Bioenergy, 42 2012, hal. 166.

[51] Kusno Budhikarjono, “Perbaikan Kualitas Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Sabun Melalui Proses Pemucatan dengan Oksidasi.” Jurnal Teknik Kimia, Vol.1, No.2,2007, hal. 55-59.

(25)

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:

1. Biji alpukat yang merupahan bahan baku dalam percobaan ini. 2. N-heptana sebagai pelarut dalam ekstraksi biji alpukat.

3. Natrium hidroksida (NaOH). 4. Aquadest (H2O).

5. Etanol (C2H5OH).

6. Phenolftalein (C20H14O4).

3.2.2 Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain: 1. Termometer

2. Sokhlet

3. Refluks kondensor 4. Labu leher tiga 5. Erlenmeyer 6. Ayakan 50 mesh

7. Beaker glass

8. Timbangan 9. Pipet tetes

10.Aluminium foil

(26)

20 13.Buret

14.Hot plate

15.Statif dan klem 16.Corong gelas 17.Batang pengaduk 18.Corong pemisah

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas yaitu suhu ekstraksi (T1, T2, dan T3), massa biji alpukat (W1, W2, dan W3), dan volume pelarut n-heptana (V1, V2, dan V3). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode permukaan respon (Response Surface Methodology).

Response surface methodology (RSM) atau metode permukaan respon

adalah sekumpulan metode-metode matematika dan statistika yang digunakan dalam pemodelan dan analisis, yang bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa variabel kuantitatif terhadap suatu variabel respon dan untuk mengoptimalkan variabel respon tersebut [39].

Level-level eksperimen pada masing-masing variabel independen dikodekan sedemikian hingga level rendah berhubungan dengan -1 dan level tinggi berhubungan dengan 1 untuk mempermudah perhitungan. Desain Central

Composite Design (CCD) pada eksperimen yang menggunakan tiga variabel

independen nilai rotatabilitasnya = (23)1/4 = 1,6818 ≈ 1,682. Oleh karena itu, nilai ± 1,682 termasuk nilai yang digunakan untuk pengkodean [42].

Adapun level kode dan kombinasi perlakuan penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1 Level Kode Rancangan Percobaan

Variabel Satuan Kode Level dan Range

-1,682 -1 0 +1 +1,682

Suhu ekstraksi oC T 81,6 85 90 95 98,4

Massa biji

alpukat gram W 13, 2 20 30 40 46,8

Volume pelarut

n-heptana ml V 215,9 250 300 350 384,1

(27)

21

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan

Run

Suhu Ekstraksi (oC)

Massa Biji Alpukat (gram)

Volume Pelarut n-heptana (ml)

1 90 30 300

2 98,4 30 300

3 90 30 300

4 90 30 300

5 85 40 250

6 81,61 30 300

7 90 30 300

8 95 20 350

9 85 20 250

10 85 20 350

11 90 46,8 300

12 90 30 215,9

13 90 13, 2 300

14 95 40 250

15 85 40 350

16 90 30 384,1

17 90 30 300

18 95 20 250

19 90 30 300

20 95 40 350

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Prosedur Utama

3.4.1.1Prosedur Persiapan Biji Alpukat

Prosedur persiapan biji alpukat adalah sebagai berikut. 1. Biji alpukat yang telah dikumpulkan dikupas kulit arinya. 2. Dicuci dan dibersihkan dengan air.

3. Dipotong-potong untuk dikeringkan. 4. Dihaluskan dengan menggunakan blender.

5. Dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu ± 100 oC. 6. Dihaluskan kembali kemudian diayak dengan ayakan 50 mesh.

3.4.1.2Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat

Ekstraksi minyak biji alpukat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. 1. Peralatan ekstraksi berupa labu leher tiga, sokhlet, refluks kondensor,

(28)

22

2. Biji buah alpukat yang telah dihancurkan, dihaluskan, dikeringkan dan

diayak diumpankan ke dalam ekstraktor kemudian diikuti dengan

penambahan pelarut n-heptana dengan rasio sesuai rancangan penelitian.

3. Dipanaskan dengan suhu sesuai rancangan penelitian selama 120 menit.

4. Diperoleh ekstrak berupa campuran minyak biji alpukat dan pelarut n-heptana.

5. Prosedur diulangi untuk variabel berikutnya.

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Ekstraksi

3.4.1.3Prosedur Evaporasi Pelarut n-heptana Dari Minyak Biji Alpukat Hasil Ekstraksi

(29)

23 3.4.2 Prosedur Analisis

3.4.2.1Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40

Untuk analisa kadar FFA minyak biji alpukat, sesuai dengan AOCS

Official Method Ca 5a-40 dengan prosedur sebagai berikut :

1. Minyak biji alpukat sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

2. Ditambahkan etanol 95% sebanyak 75 ml.

3. Campuran dikocok kuat dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0,25 N dengan indikator fenolftalein 3-5 tetes. Titik akhir tercapai jika warna larutan berwarna merah rosa dan warna ini bertahan selama 10 detik.

Kadar FFA = T x V x BM

berat sampel x 10

Dimana: T = normalitas larutan NaOH V = volum larutan NaOH terpakai M = berat molekul FFA

3.4.2.2Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat dengan GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)

Komposisi asam lemak dalam minyak biji alpukat hasil ekstraksi akan dianalisa dengan menggunakan instrument GCMS pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan.

3.4.2.3Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes OECD 109 Untuk analisis densitas menggunakan metode tes OECD 109. Untuk pengukuran densitas ini menggunakan peralatan utama yaitu piknometer. Perbedaan berat kosong dan penuh dihitung pada suhu 20oC.

3.4.2.4Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes ASTM D 445

(30)

24

(Stokes). Satuan SI untuk viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan centistokes (cSt) (1cSt =10-2 St = 1 mm2/s). Untuk analisa viskositas menggunakan metode tes ASTM D-445. Untuk pengukuran viskositas ini menggunakan peralatan utama yaitu viskosimeter Ostwald tube tipe kapiler,

viscosimeter holder dan bath pemanas pada 37,8oC. Termometer yang digunakan

dengan ketelitian 0,02oC dan menggunakan stop watch dengan ketelitian 0,2 detik.

3.5 Flowchart Penelitian

3.5.1 Prosedur Persiapan Biji Alpukat

Mulai

Biji alpukat dikumpulkan dan dikupas kulit arinya

Dicuci dan dibersihkan dengan air

Dipotong-potong

Dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu ± 100 oC.

Diayak dengan ayakan 50 mesh

Selesai

[image:30.595.135.498.259.675.2]

Dihaluskan dengan blender

(31)

25

[image:31.595.128.510.90.540.2]

3.5.2 Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat

Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat Dirangkai peralatan ekstraksi berupa labu leher tiga, sokhlet, refluks kondensor, penangas air, termometer, hot plate, magnetic stirrer, statif

dan klem Mulai

Bubuk biji alpukat diumpankan ke dalam ekstraktor

Ditambahkan pelarut n-heptana sesuai dengan rancangan penelitian

Dipanaskan dengan suhu sesuai rancangan penelitian selama 180 menit

Diperoleh ekstrak berupa campuran minyak biji alpukat dan pelarut n-heptana

Selesai

Apakah masih terdapat variabel lain ?

Tidak

(32)

26

[image:32.595.130.501.123.568.2]

3.5.3 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji Alpukat

Mulai

Apakah larutan berwarna merah rosa?

Ya

Tidak

Kadar FFA dihitung

Selesai

Ditambahkan etanol 95% sebanyak 75 ml

Minyak biji alpukat sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Campuran dikocok kuat kemudian ditambahkan indikator fenolftalein 3-5 tetes

(33)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Variabel Percobaan Pada Ekstraksi Minyak Dari Biji Alpukat Dengan Pelarut N-heptana

(34)
[image:34.595.157.467.106.413.2]

28

Tabel 4.1 Yield (%) Minyak Biji Alpukat Hasil Ekstraksi (t = 180 menit)

Run T

(oC)

W (gram)

V (ml)

Y (%)

1 90 30 300 18,00

2 98,409 30 300 19,33

3 90 30 300 18,00

4 90 30 300 18,00

5 85 40 250 8,50

6 81,6 30 300 12,33

7 90 30 300 18,00

8 95 20 350 18,45

9 85 20 250 7,00

10 85 20 350 14,05

11 90 46,8 300 8,76

12 90 30 215,9 17,33

13 90 13,2 300 15,17

14 95 40 250 13,78

15 85 40 350 8,00

16 90 30 384,09 15,00

17 90 30 300 18,00

18 95 20 250 24,00

19 90 30 300 18,00

20 95 40 350 7,25

(35)
[image:35.595.152.472.103.299.2]

29

Tabel 4.2 Estimasi Koefisien Regresi untuk Yield (%)

Term Coef SE Coef T P

Constant 18,0559 0,6610 27,321 0,000

T 2,7622 0,4388 6,295 0,000

W -2,6925 0, 4388 -6,136 0,000

V -0,6918 0, 4386 -1,577 0,146

T*T -1,1534 0,4277 -2,697 0,022

W*W -2,5228 0, 4277 -5,899 0,000

V*V -1,0314 0,4268 -2,416 0,036

T*W -2,1087 0,5731 -3,680 0,004

T*V -2,3287 0, 5731 -4,064 0,002

W*V -1,0662 0, 5731 -1,861 0,092

S = 1,62085 R-Sq = 93,95% R-Sq (adj) = 88,51%

Berdasarkan hasil analisis regresi diatas, diperoleh hubungan % yield dengan ketiga variabel yaitu sebagai berikut :

Yield (%) = 18,0599 + 2,7622T – 2,6925W – 0,6918V – 1,1534T2– 2,5228W2– 1,0314V2– 2,1087TW – 2,3287TV – 1,0662WV (4.1) dimana T, W, dan V merupakan suhu ekstraksi, massa biji alpukat, dan volume pelarut.

(36)

30

diperhatikan untuk menghindari munculnya reaksi samping yang tidak diinginkan [24].

Nilai koefisien determinasi (R2) dari hasil analisis sebesar 93,95% menunjukkan bahwa variabel bebas pada percobaan berpengaruh pada variabel terikat (yield) sebesar 93,95% dan 6,05% diwakili oleh variabel lain diluar percobaan. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai P yang digunakan untuk menguji variabel percobaan. Jika nilai P lebih kecil dari nilai α (taraf nyata) maka faktor dikatakan signifikan atau dapat dikatakan hipotesis nol (Ho) ditolak. Hipotesis nol merupakan asumsi dimana variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat [48]. Sehingga interaksi antara suhu dan massa serta suhu dan volume dikatakan signifikan yang artinya interaksi kedua variabel tersebut sangat berpengaruh pada ekstraksi minyak biji alpukat.

Prasetyowati [2] menyatakan bahwa semakin banyak massa biji yang digunakan maka % yield yang dihasilkan akan semakin besar dan sebaliknya. Begitu juga dengan volume pelarut, semakin banyak volume pelarut maka % yield yang dihasilkan semakin besar pula. Perbandingan massa sampel dengan volume pelarut yang semakin besar akan menghasilkan % yield yang besar. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, kesempatan berkontak antara sampel dengan pelarut semakin besar sehingga semakin banyak

solute yang akan terekstrak [49].

Analisis varians (ANOVA) ditunjukkan pada tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Analysis of Variance (ANOVA) Sumber

Variasi

df (Degrees of

Freedom)

SS (Sum of Squares)

MS (Mean Square)

Fhitung Ftabel

Regresi 9 408,142 45,349 17,26 3,02

Residual Error 10 26,272 2,627

Total 19 434,414

(37)

31

hitung regresi lebih besar dari F tabelnya sehingga regresi dapat dinyatakan signifikan (model regresi diterima). SS (jumlah kuadrat) total diperoleh sebesar 434,414 yang artinya variasi dari yield yang dikuadratkan adalah sebesar nilai tersebut. Penyebab variasi dari yield yaitu sebagian berasal dari variabel bebas (T, W, V) sebesar 408,142 (regresi) dan sisanya sebesar 26,272 berasal dari variabel lain yang juga mempengaruhi yield, tetapi tidak dimasukkan dalam model (residual). Jika dibandingkan antara SS regresi dengan SS total, maka akan didapatkan proporsi dari total variasi yield yang disebabkan oleh variasi dari variabel bebas (T, W, V). Nilai perbandingan inilah yang disebut dengan koefisien determinasi (R2).

4.2 Analisis Minyak Biji Alpukat

4.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat

[image:37.595.155.469.624.697.2]

Setelah proses ekstraksi selesai, dilakukan pemisahan minyak biji alpukat dari pelarut n-heptana dengan cara distilasi. Kemudian minyak biji alpukat yang sudah murni dilakukan pengukuran volume dan berat minyak yang dihasilkan. Kemudian dievaluasi kualitas dari minyak yang dihasilkan. Minyak biji alpukat memiliki warna oranye pucat dan sedikit encer. Warna pada minyak biji alpukat disebabkan oleh pigmen karoten yang memberikan warna kekuning-kuningan. Seperti yang telah dilaporkan, biji alpukat mengandung karotenoid sebesar 0,966±0,164 mg/100 gr buah segar [12]. Analisis yang dilakukan diantaranya, analisis densitas, viskositas dan asam lemak bebas (FFA). Hasil analisis minyak biji alpukat yang diperoleh pada suhu ekstraksi 98,4oC selama 120 menit dengan massa biji 30 gram dan volume pelarut 300 ml ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat Sifat Fisika dan Kimia Hasil

Warna pada 30 oC Oranye

Densitas pada 20 oC (g/ml) 0,71

Viskositas pada 40 oC (cP) 0,43

% FFA 2,76

(38)

0,6951-32

0,7676 gr/ml; viskositas sebesar 0,826-4,55 cSt dan % FFA sebesar 7,027-9,283%. Densitas dari minyak biji alpukat dengan n-heptana masih berada dalam rentang densitas yang telah dilaporkan. Sedangkan viskositas yang dihasilkan (konversi cP ke cSt) sebesar 0,606 cSt berada dibawah rentang viskositas yang telah dilaporkan. Ketika panas diberikan pada cairan, molekul-molekul kemudian dapat bergerak bebas dengan mudah yang mengakibatkan viskositas cairan berkurang [50]. Suhu ekstraksi dengan pelarut n-heptana lebih tinggi dibanding dengan n-heksana sehingga viskositas minyak yang dihasilkan lebih rendah. Kemudian untuk % FFA yang dihasilkan, lebih rendah dibanding dengan menggunakan n-heksana. Perbedaan kuantitatif ini dapat disebabkan karena perbedaan geografi tempat asal tumbuhan dan faktor lain seperti kematangan dan proses pemanenan [20]. Belakangan telah banyak dilakukan penelitian mengenai penggunaan minyak biji alpukat sebagai bahan baku biodiesel. Jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan % FFA besar dari 2%, minyak biji alpukat memerlukan proses esterifikasi terlebih dahulu untuk mengubah FFA menjadi metil ester sehingga minyak dapat diproses dengan transesterifikasi.

4.2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

Asam lemak berdasarkan derajat kejenuhannya dibedakan menjadi tiga yaitu asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) yang rantai hidrokarbonnya tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (Mono

Unsaturated Fatty Acid/MUFA) mempunyai 1 (satu) ikatan rangkap dan asam

(39)
[image:39.595.120.512.87.527.2]

33

(40)

34

[image:40.595.152.473.187.417.2]

Dari kromatogram di atas, total 9 asam lemak teridentifikasi dalam minyak biji alpukat. Adapun komposisi asam lemak minyak biji alpukat tersebut disajikan pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

Asam Lemak Komposisi (%)

Asam Miristat (14:0) 1,4120

Asam Palmitat (16:0) 20,3439

Asam Stearat (18:0) 1,2328

Asam Arachidat (20:0) 1,8139

Asam Palmitoleat (16:1) 2,7729

Asam Oleat (18:1) 15,8823

Asam Gadoleat (20:1) 4,2160

Asam Linoleat (18:2) 47,3531

Asam Linolenat (18:3) 4,9721

Total 100,0000

Asam Lemak Jenuh (SFA) 24,8026

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (MUFA) 22,8712 Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (PUFA) 52,3252 Rasio Asam Linoleat/Asam Linolenat 9,52

Rasio PUFA/SFA 2,11

(41)

35

melaporkan bahwa reaksi oksidasi pada minyak terjadi pada suhu lebih dari 90oC (> 90oC). Inilah yang menyebabkan kandungan asam linoleat yang menggunakan n-heptana lebih besar dibanding dengan yang menggunakan n-heksana.

Total dari asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yang diperoleh sebesar 22,8712% dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) 52,3252% lebih besar dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Bora [20] yaitu MUFA sebesar 20,712% dan PUFA sebesar 46,726%. Tetapi total asam lemak jenuh yang diperoleh lebih kecil dibanding dengan yang dilaporkan oleh Bora [20] sebesar 32,495%. Perbedaan komposisi asam lemak ini dapat disebabkan oleh perbedaan lokasi tumbuhan berasal dan faktor lain seperti kematangan dan proses pemanenan [20].

Rasio asam linoleat dengan asam linolenat (C18:2/C18:3) diperoleh sebesar 9,52 yang lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan Bora [20] dan Galvao [52] berturut-turut yaitu 5,92 dan 2,95. Nilai rasio C18:2/C18:3 yang lebih tinggi pada minyak biji alpukat berkhasiat menurunkan kolesterol darah (trigliserida dan HDL) yang telah diuji pada tikus [52]. Kemudian tingginya rasio PUFA/SFA telah dilaporkan dapat mengurangi penyakit kardiovaskular dan direkomendasikan nilai minimumnya adalah 0,4 [52]. Rasio PUFA/SFA yang diperoleh sebesar 2,11. Oleh karena itu, minyak biji alpukat yang dihasilkan cukup berkhasiat untuk kesehatan. Meskipun masih diperlukan pengujian lebih lanjut mengenai toksisitas dan kandungan di dalam minyak tersebut.

4.3 Analisis Ekonomi

Biji alpukat adalah salah satu limbah padat dari buah alpukat yang selama ini tidak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja, karena kebanyakan buah alpukat hanya dikonsumsi daging buahnya. Biji alpukat sebenarnya banyak memiliki manfaat untuk kesehatan diantaranya adalah dapat mengendalikan berat badan (obesitas) [3]. Limbah biji alpukat hanya dibuang dan dibiarkan menumpuk hingga akhirnya membusuk dan mengeluarkan bau tidak sedap.

(42)

36

produksinya mencapai 307.326 ton/tahun [1]. Buah alpukat terdiri 65% daging buah, 20% biji dan 15% kulit dari total berat buah [3]. Berdasarkan data tersebut, diperkirakan bahwa setiap tahun dihasilkan sekitar 6,2 x 106 ton limbah biji alpukat. Karena jumlahnya yang sangat melimpah tersebut, penelitian dengan memanfaatkan biji alpukat sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi mulai banyak dilakukan. Diantaranya adalah untuk pembuatan biodiesel yang merupakan bahan bakar alternatif.

Menurut Prasetyowati, kandungan minyak dalam biji alpukat sebesar 15-20% yang hampir sama dengan kedelai sehingga dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [6]. Karena potensi yang cukup besar inilah, diharapkan biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber alternatif minyak nabati yang nantinya dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Minyak biji alpukat dapat diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut. Setelah dilakukan penelitian mengenai ekstraksi minyak biji alpukat dengan pelarut heptana, diperoleh rata-rata kandungan minyak dalam biji alpukat sebesar 14,29%. Dari data tersebut, jika dikalikan dengan limbah biji alpukat Indonesia dapat dihasilkan 8,8 x 105 ton minyak biji alpukat. Densitas minyak biji alpukat yang diperoleh dari penelitian yaitu 0,68 kg/L. Dalam satuan volume, minyak biji alpukat yang dapat dihasilkan dari 6,2 x 106 ton limbah biji alpukat yaitu lebih dari 9 x 109 Liter minyak biji alpukat. Dapat dilihat dari hasil tersebut, potensi minyak biji alpukat cukup besar untuk dijadikan minyak nabati.

Untuk itu, perlu dilakukan analisis ekonomi mengenai ekstraksi minyak biji alpukat yang dalam tulisan ini hanya akan dikaji secara sederhana. Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh yield sebesar 15% pada suhu 90oC, massa biji 30 gram dan volume pelarut 384,1 ml. Dimisalkan basis perhitungan yaitu 100 gram bahan baku biji alpukat. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual minyak biji alpukat. Jumlah bahan baku yang digunakan pada proses ekstraksi dapat dihitung sebagai berikut :

Volume pelarut n-heptana yang diperlukan untuk mengekstraksi 100 gram biji alpukat = 384,1ml

gr 30

gr 100

(43)

37

Harga pembelian n-heptana = 1,28L L 5 , 2 000 . 100 . 2 Rp

 = RP 1.075.200,-

Jumlah minyak yang dihasilkan dari 100 gram biji alpukat : Massa minyak (30 gr) = 15% x 30 gr = 4,5 gr

Massa minyak (100 gr) = 4,5gr gr

30 gr 100

 = 15 gr

Harga minyak biji alpukat $138,98 per kg (Aliexpress) = Rp 2.043.700 Harga penjualan minyak biji alpukat = 15gr

gr 1000 700 . 043 . 2 Rp

= Rp 30.655,- Pada saat pemisahan pelarut dari minyak setelah proses ekstraksi diperoleh sekitar 80% pelarut n-heptana yang diuapkan, dapat digunakan kembali untuk proses ekstraksi yang selanjutnya.

Volume n-heptana yang diperoleh = 80% x 1,28 L = 1,024 L Harga pembelian n-heptana = 1,024L

L 5 , 2 000 . 100 . 2 Rp

 = Rp 860.160,-

(44)

38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Analisis pengaruh variabel penelitian yang diolah menggunakan software Minitab memberikan nilai R2 sebesar 93,95% menunjukkan validitas untuk variabel terikat.

2. Hubungan interaksi antara suhu dan massa biji alpukat serta suhu dan volume pelarut yang paling menunjukkan pengaruh signifikan.

3. Analisis sifat fisika dan kimia minyak biji alpukat yaitu warna, densitas, viskositas, dan FFA menunjukkan bahwa minyak biji alpukat yang dihasilkan dapat dijadikan salah satu sumber minyak nabati.

4. Total terdapat Sembilan asam lemak yang teridentifikasi dalam minyak biji alpukat yang memiliki berat molekul FFA 276,224 gr/mol dan secara umum minyak biji alpukat didominasi oleh asam lemak tak jenuh (MUFA dan PUFA) sebesar 75,1964%

5. Asam lemak minyak biji alpukat yang dominan adalah asam linoleat (asam lemak tidak jenuh jamak) yaitu sebesar 47,3531% (b/b), asam palmitat (asam lemak jenuh) sebesar 20,3439% (b/b), dan asam oleat (asam lemak tidak jenuh tunggal) sebesar 15,8823% (b/b).

5.2 Saran

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah:

1. Untuk penelitian selanjutnya jika melakukan variasi suhu, sebaiknya rentang antar suhu dilakukan minimal 10oC agar lebih meminimalkan error yang mungkin terjadi disaat pengerjaan.

(45)

39

(46)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Alpukat (Persea Americana Mill) 2.1.1 Komposisi Kimia Dalam Biji Alpukat

Alpukat (Persea Americana Mill) adalah tanaman yang dapat ditemukan didaerah tropis.Buah ini biasanya digunakan untuk konsumsi manusia, tetapi juga telah digunakan sebagai tanaman obat di Meksiko dan tempat lain di dunia [8]. Alpukat merupakan sumber yang baik dari vitamin K, serat, vitamin B6, vitamin C, folat dan tembaga. Alpukat juga merupakan sumber potasium yang baik (kandungan kalium lebih tinggi dibanding dengan buah pisang) dan kaya akan mineral [9]. Adapun klasifikasi dari alpukat adalah sebagai berikut [10] :

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranales

Keluarga : Lauraceae Marga : Persea

Spesies : Perseae Americana Mil

(47)

5

[image:47.595.212.406.189.274.2]

biji alpukat ditemukan lebih besar dari 70%. Adapun komposisi senyawa bioaktif dalam biji alpukat sebagai berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Bioaktif pada Biji Alpukat dalam mg/100 g buah segar [12]

Senyawa Bioaktif Biji Alpukat Total Fenolik 704.0±130.0

Flavonoid 47.9±2.7 Karotenoid 0.966±0.164

Vitamin C 2.6±1.1

Vitamin E 4.82±1.42

Selain komposisi senyawa bioaktif tersebut, komposisi proksimat dari biji alpukat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Komposisi Proksimat Biji Alpukat (g/100g sampel kering) [13] Parameter Biji Alpukat

Moisture 9,92±0,01

Lemak 16,54±2,10

Protein 17,94±1,40

Serat 3,10±0,18

Abu 2,40±0,19

Karbohidrat 48,11±4,13

Marlinda [14] melakukan uji toksisitas pada ekstrak etanol biji alpukat dengan sampel basah dan sampel kering yang diujikan pada udang laut (Artemia

salina), nilai LC50 terendah terdapat pada sampel kering sebesar 34,302 mg/L

[image:47.595.201.421.377.477.2]
(48)

6

menunjukkan toksisitas tertinggi pada Artemia salina dengan LC50 sebesar 2,37 mg/L.

Menurut Eduardo [18] yang melakukan uji genotoksik ekstrak etanol biji alpukat pada mikronukleus eritrosit, menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji alpukat tidak memiliki efek genotoksik. Namun, laporan dari genotoksisitas telah mengungkapkan bahwa banyak tanaman yang digunakan sebagai makanan atau obat tradisional memiliki sifat sitotoksik, mutagenik, dan genotoksik [19]. Hal ini menunjukkan dibutuhkan untuk melengkapi profil toksikologi dari ekstrak biji alpukat, perlu juga untuk menguji area lain seperti yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh dan fungsi endokrin [18].

2.1.2 Kandungan Minyak Dalam Biji Alpukat

Biji alpukat memiliki kandung minyak sebesar 15% [6]. Minyak dari biji alpukat memiliki manfaat kesehatan misalnya untuk mengendalikan berat badan manusia (terutama digunakan untuk obesitas atau untuk menurunkan berat badan) dan juga bermanfaat untuk kecantikan [4]. Minyak biji alpukat juga mengandung

fatty acid methyl esters sehingga berpotensi dijadikan sebagai bahan bakar

[image:48.595.141.484.514.759.2]

alternatif seperti biodiesel [2]. Adapun komposisi asam lemak dalam minyak biji alpukat adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat [20]

Asam Lemak %

Asam Lemak Jenuh 32,495

Hexanoic Acid C6:0 0,800 ± 0,045

Heptanoic Acid C7:0 0,290 ± 0,097

Octanoic Acid C8:0 0,278 ± 0,052

Nonanoic Acid C9:0 0,217 ± 0,006

Dodecanoic Acid C12:0 0,278 ± 0,051

Tridecanoic Acid C13:0 0,166 ± 0,011

Tetradecanoic Acid C14:0 0,537 ± 0,052

Pentadecanoic Acid C15:0 2,334 ± 0,110

Hexadecanoic Acid C16:0 20,847 ± 0,843

Heptadecanoic Acid C17:0 1,725 ± 0,022

Octadecanoic Acid C18:0 1,185 ± 0,011

Nonadecanoic Acid C19:0 0,610 ± 0,341

Eicosanoic Acid C20:0 0,043 ± 0,020

Docosanoic Acid C22:0 1,114 ± 0,023

(49)

7

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal 20,712

9-tetradecenoic Acid C14:1 0,251 ± 0,002

10-Pentadecenoic Acid C15:1 0,321 ± 0,159

9-Hexadecenoic Acid C16:1 1,786 ± 0,325

10-Heptadecenoic Acid C17:1 0,372 ± 0,083

9-Octadecenoic Acid C18:1 17,410 ± 0,058

11-Eicosenoic Acid C20:1 0,448 ± 0,277

13-Docosenoic Acid C22:1 0,124 ± 0,043

Asam Lemak Tak Jenuh Jamak 46,726

9,12- Octadecadienoic Acid C18:2 38,892 ± 0,585

9,12,15- Octadecatrienoic Acid C18:3 6,577 ± 0,028

11,14,17-Eicosatrienoic Acid C20:3 1,257 ± 0,030

Rasio Asam lemak tak jenuh/jenuh 2,07

Rasio Asam lemak tak jenuh jamak/jenuh 1,44

Rasio Asam oleat/linoleat 0,45

Minyak biji alpukat mengandung asam lemak C18:2 (38,89%) dan C18:3 (6,57%) dengan konsentrasi tertinggi. Keuntungan dari rasio asam lemak C18:2/C18:3 dalam minyak biji alpukat adalah dapat berperan dalam mengurangi trigliserida dan HDL (High Density Lipoprotein) dalam plasma darah [20]. Sifat fisika dan kimia dari minyak biji alpukat dapat dilihat pada tabel berikut.

Minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated

Fatty Acid/ PUFA) diakui dapat menurunkan kolesterol darah serta meningkatkan

(50)
[image:50.595.156.467.103.319.2]

8

Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat [6]

Sifat Fisika Kuantitas

Specific Gravity (25oC) 0,915-0,916

Titik leleh 10,5oC

Titik nyala 245oC

Indeks refraktif 1,462

Viskositas 0,357 poise

Sifat Kimia Kuantitas

Free Fatty Acid (FFA) 0,367%-0,82%

Saponification number (mg KOH/g) 246,84

Bilangan iod(mg iodin/g) 42,664

Bilangan asam(mg KOH/g) 5,2

Esther number 241,640

Bilangan peroksida (milliequivalents

peroxide per 1000 gram minyak) 3,3

unsaponifiable matters 15,250%

2.2 Pengambilan Minyak Dari Biji Alpukat Dengan Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan komponen yang diinginkan dari penyusun-penyusun lain dalam suatu campuran berdasarkan kelarutannya terhadap pelarut yang digunakan. Metode ekstraksi dipilih tergantung dari tekstur, kandungan air, bahan tumbuhan yang akan diekstraksi dan jenis senyawa yang akan diisolasi. Biasanya ekstraksi menggunakan pelarut organik sesuai dengan kepolaran komponen yang ingin dipisahkan [24].

Metode ekstraksi yang biasa digunakan antara lain : 1. Maserasi

(51)

9 2. Sokhlet

[image:51.595.204.457.393.703.2]

Sokhlet adalah proses pemisahan berulang dari sampel yang berupa padatan. Sampel yang diekstrak biasanya padatan yang telah dihaluskan. Padatan ini dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam alat sokhlet. Pada bagian atas alat dihubungkan dengan pendingin balik sedangkan bagian bawah terdapat labu alas bulat sebagai tempat pelarut. Pemanasan dengan suhu tertentu akan menguapkan pelarut. Uap akan naik ke atas dan mengalami proses pendinginan. Ruang sokhlet akan dipenuhi oleh pelarut yang telah mengembun hingga batas tertentu, pelarut tersebut akan membawa solut dalam labu. Proses ini berlangsung terus menerus. Keuntungan metode ini adalah ekstraksi berlangsung cepat, cairan pengekstraksi yang dibutuhkan sedikit dan cairan pengekstraksi tidak pernah mengalami kejenuhan [24]. Gambar 2.1 menunjukkan rangkaian peralatan dari sokhlet ekstraktor.

(52)

10

2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan karena beberapa faktor seperti jika distilasi tidak dapat dilakukan (distilasi dapat dilakukan jika relative volatility (kemampuan mudah berubahnya cairan ke bentuk gas) campuran lebih besar dari 1,2) atau terlalu mahal, jika diinginkan mengisolasi bahan untuk karakterisasi, atau memurnikan senyawa untuk proses selanjutnya. Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu [26]:

1. Penambahan sejumlah massa solvent untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya melalui proses difusi.

2. Solute akan terpisah dari sampel dan larut oleh solvent membentuk fase

ekstrak.

3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya: 1. Suhu

(53)

11 2. Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan solvent, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju transfer massa semakin tinggi [30].

3. Faktor solvent

Jika zat yang akan diekstraksi merupakan senyawa nonpolar (misalnya minyak) maka juga digunakan pelarut yang nonpolar (seperti heksana, heptana dan pelarut nonpolar lainnya). Solvent harus memenuhi kriteria sebagai berikut [30]:

 Daya larut terhadap solute cukup besar  Dapat diregenerasi

 Memiliki koefisien distribusi solute yang tinggi  Dapat memuat solute dalam jumlah yang besar

 Sama sekali tidak melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan diluen  Memiliki kecocokan dengan solute yang akan diekstraksi

 Viskositas rendah

 Antara solven dengan diluen harus mempunyai perbedaan densitas yang cukup besar

 Memiliki tegangan antarmuka yang cukup

 Dapat mengurangi potensi terbentuknya fase ketiga  Tidak korosif

 Tidak mudah terbakar  Tidak beracun

 Tidak berbahaya bagi lingkungan  Murah dan mudah didapat

Semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, maka semakin banyak pula hasil yang didapatkan, sebab [31]:

˗ Distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak.

(54)

12

Pelarut heptana merupakan pelarut yang termasuk dalam kriteria diatas, diantaranya adalah senyawa nonpolar (sesuai dengan minyak yang juga senyawa nonpolar), tidak berbahaya bagi lingkungan dan tidak beracun.

2.2.2 Penggunaan N-heptana Sebagai Pelarut Pengekstraksi

[image:54.595.212.415.326.432.2]

N-heptana adalah cairan tidak berwarna yang mudah menguap dengan bau yang khas. N-heptana digunakan sebagai pelarut pengekstraksi, sebagai pelarut industri (untuk perekat, pernis dan tinta pada pencetakan etsa) dan juga digunakan dalam pembuatan plastik serta sintesis toluene dan alkilbenzen [32]. Sifat fisika n-heptana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.5 Sifat Fisika N-heptana [32] Sifat Fisika

Rumus kimia C7H16

Rumus molekul 100,21 g/mol Titik didih 98oC

Titik leleh -90,7oC

Specific gravity 0,6838

Tekanan uap 5,3 kPa (@ 20oC)

(55)

13

peralatan [7]. Ayers dan Dooley [33] mengekstraksi biji kapas pada skala laboratorium dengan berbagi macam pelarut termasuk pelarut heksana dan heptana. Jumlah minyak yang di ekstraksi oleh kedua pelarut tersebut sama, tetapi kehilangan akibat refining dan warna minyak bervariasi. Mereka juga mencatat bahwa perbedaan warna minyak tergantung pada kandungan asam lemak bebas (FFA) dari bji. Secara umum minyak yang diekstraksi dengan heksana memiliki warna yang lebih tajam dibanding dengan heptana dan juga fosfolipid yang diekstraksi dengan heptana lebih tinggi dibanding dengan heksana [7].

Heksana sangat beracun bagi sistem saraf perifer sedangakan heptana hanya sedikit beracun. Ini merupakan keuntungan besar bagi hepatana. Selain itu heptana juga memiliki titik didih 98oC pada 1 atm yang 30oC lebih besar dari titik didih heksana. Menggunakan pelarut dengan titik didih tinggi lebih menguntungkan karena proses difusi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi dan membran sel lebih mudah pecah dan mengeluarkan minyak. Karena heptana kurang volatil dibandingkan heksana, maka akan sedikit residu yang tertinggal pada peralatan [29]. Heksana sangat volatil dan didalam tubuh manusia dimetabolisasi menjadi 2,5-heksana dion yang merupakan senyawa neurotoksik. Telah dikemukakan bahwa paparan heksana atau 2,5-heksana dion yang terus menerus mengakibatkan hilanya fungsi sensorik dan motorik serta perubahan pada protein neurofilamen aksonal. Penelitian pada hewan telah jelas menunjukkan bahwa heksana jauh lebih toksik ke saraf perifer tikus daripada n-heptana. Studi paparan pada manusia juga telah dilakukan, sebagai contoh setelah periode 6 bulan kerja, dilaporkan bahwa paparan heksana menyebabkan seorang pekerja dengan usia 27 tahun menderita neuropati optik yang dapat menyebabkan kebutaan [34].

2.3 Uji Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat

(56)

14 2.3.1 Warna

Zat warna terdapat secara alamiah didalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut

antara lain terdiri dari α dan β karoten, xanthofil, klorofil dan anthosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan [35]. Warna minyak atau lemak dapat ditentukan dengan melihat warna minyak itu sendiri.

2.3.2 Densitas

Densitas minyak dan lemak lebih rendah dari pada air, sehingga minyak akan mengapung ke atas jika bercampur dengan air. Sifat fisika trigliserida ditentukan oleh proporsi dari struktur kimia asam lemak yang membentuknya. Semakin banyak mengandung asam lemak rantai pendek dan ikatan tidak jenuh, maka konsistensi lemak akan semakin cair. Sebaliknya semakin banyak mengandung asam lemak jenuh dan rantai panjang maka konsistensi lemak akan semakin padat [35]. Uji densitas minyak dapat dilakukan dengan menggunakan piknometer pada suhu 20oC berdasarkan metode tes OECD 109.

2.3.3 Viskositas

Viskositas lemak dan minyak akan bertambah dengan bertambahnya panjang rantai karbon. Viskositas merupakan properti penting untuk komersial, terutama untuk produsen pelumas. Viskositas sangat bervariasi dengan suhu. Ketika didinginkan ke titik pemadatan minyak dan lemak tidak bisa lagi dikatakan kental dan berubah menjadi plastis [36]. Uji viskositas minyak dan lemak dilakukan dengan menggunakan viskosimeter Ostwald pada suhu 40oC berdasarkan metode tes ASTM D-445.

2.3.4 Free Fatty Acid (FFA)

(57)

15

komersil dari minyak dan lemak. FFA lebih rentan terhadap oksidasi dan mengubah minyak menjadi tengik. American Oil Chemists Society (AOCS),

Association of Official Analytical Chemists (AOAC) dan European Commission

(EC) telah menetapkan peraturan metode standar yang hampir sama untuk penilaian FFA [37]. Analisis FFA berdasarkan metode tes AOCS Official Method Ca 5a-40, minyak ditambah dengan etanol 95% kemudian dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna merah rosa.

2.3.5 Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS)

Komposisi asam lemak dalam minyak biji alpukat dapat diidentifikasi menggunakan instrumentasi GC-MS. Archer J.P. Martin dan Anthony T. James pertama kali memperkenalkan kromatografi partisi cair-gas pada tahun 1950 di London, inilah yang menjadi dasar pengembangan kromatografi gas. Saat ini, kromatografi gas adalah teknik yang matang, banyak digunakan di seluruh dunia untuk analisis hampir setiap jenis senyawa organik, bahkan senyawa yang tidak stabil dalam keadaan aslinya tetapi dapat dikonversi ke derivatif yang mudah menguap [38].

(58)

16

Penggunaan GC mulai dikombinasikan dengan spektrometri massa (MS). Spektrometer massa telah menjadi detektor standar yang memungkinkan untuk batas deteksi yang lebih rendah dan tidak memerlukan pemisahan dari semua komponen yang ada dalam sampel. Spektroskopi massa adalah salah satu jenis deteksi yang menyediakan informasi yang hanya memerlukan mikrogram sampel. Identifikasi kualitatif senyawa yang tidak diketahui serta analisis kuantitatif sampel dapat menggunakan GC-MS. Ketika GC digabungkan ke spektrometer massa, senyawa yang terelusi dari kolom GC terionisasi dengan menggunakan elektron (EI, ionisasi elektron) atau pereaksi kimia (CI, ionisasi kimia). Fragmen yang dikenakan fokus, dipercepat menjadi analyzer massa : biasanya analyzer massa quadrupole. Fragmen dengan massa yang berbeda akan menghasilkan sinyal yang berbeda, sehingga setiap senyawa yang menghasilkan ion dalam rentang massa dari analyzer massa akan terdeteksi [38].

Senyawa yang mengandung gugus fungsional seperti OH, NH, CO2H dan SH sulit untuk dianalisis dengan GC karena senyawa ini tidak cukup stabil, dapat terlalu kuat ke fasa diam atau tidak stabil secara termal. GC adalah teknik analisis utama untuk pemisahan senyawa volatil. Beberapa fitur seperti kecepatan analisis, kemudahan operasi, hasil kuantitatif yang sangat baik dan biaya yang cukup terjangkau telah membantu GC menjadi salah satu teknik yang paling populer di seluruh dunia [38].

2.4 Rancangan dan Pengolahan Data Hasil Ekstraksi Menggunakan Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD)

Response surface methodology (RSM) atau metode permukaan respon

adalah sekumpulan metode-metode matematika dan statistika yang digunakan dalam pemodelan dan analisis, yang bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa variabel kuantitatif terhadap suatu variabel respon dan untuk mengoptimalkan variabel respon tersebut [39].

Secara matematis, RSM menampilkan pemodelan antara beberapa

explanatory variable dengan satu atau lebih response variable. Ide utama RSM

adalah menentukan titik optimal pada variabel respon yang bersesuaian dengan

(59)

17

diterapkan dalam tataran eksperimen, maka error pada data-data hasil eksperimen tidak akan dapat dihindari sehingga interpretasi secara statistik untuk RSM sangat melekat pada penerapannya [41]. RSM tidak lain sebuah model regresi linier yang memodelkan hubungan antara variabel explanatory dan variabel response. RSM mempunyai dua tahapan utama dalam analisisnya. Pertama, pemodelan regresi

first order, yang biasa dinyatakan dengan persamaan linier polinomial dengan

order satu [40]. Berikut adalah contoh persamaan RSM first order dengan dua faktor [40]:

y = βo + β1x1+ β2x2+ε (1)

dimana xiadalah faktor yang diteliti dalam eksperimen atau disebut juga sebagai variabel explanatory, dan y adalah variabel respon. Ketika suatu desain eksperimen memuat titik respon optimal diantara level-level faktor yang diselidiki, maka persamaan (1) akan mengandung lack-of-fit [42]. Berikutnya, langkah kedua dapat langsung diterapkan, yakni menaikkan derajat polinomial persamaan (1) menjadi second order atau derajat dua, dengan contoh persamaan dua faktor sebagai berikut [33]:

y = βo + β1x1+ β2x2 + β11x12 + β22x22 + β12x1x2 + ε (2)

Titik optimal respon secara sederhana akan didapat dengan differensial pada persamaan (2) untuk setiap variabel explanatory. Dengan demikian, akan didapatkan setting level faktor-faktor yang akan mengoptimalkan variabel respon. Hal inilah yang kemudian dikatakan sebagai proses optimasi matematis. Persamaan (2) akan diterapkan pada area yang telah mengandung titik optimal tersebut melalui eksperimen lanjutan dengan desain khusus seperti central

composite design atau box-behnken design [40].

Central composite design (CCD) merupakan rancangan yang sangat sesuai

untuk memperoleh model orde kedua. CCD terdiri dari desain faktorial, central

point dan aksial point. Setiap variabel dalam percobaan memiliki nilai numerik

(60)

18

[image:60.595.188.455.126.281.2]

tujuannya untuk menjaga kestabilan agar varians tidak berubah ketika desain diputar pada pusatnya [43].

Gambar 2.2 Desain Komposit Pusat (CCD) [44]

Pada penelitian ini digunakan metode RSM-CCD (Response Surface

(61)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah alpukat merupakan tanaman yang banyak tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS), produksi buah alpukat di Indonesia meningkat dari tahun 2013 sebesar 276.318 ton dan ditahun 2014 sebesar 307.326 ton [1]. Alpukat (Persea

americana mill) merupakan buah yang banyak memiliki manfaat karena

mempun

Gambar

Tabel L1.1 Data Berat, Volume dan Yield Minyak Biji Alpukat
Tabel L1.2 Data Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat
Gambar L3.1 Data Rancangan Percobaan
Gambar L3.2 Hasil Pengolahan Data dengan Minitab
+7

Referensi

Dokumen terkait

Capaian Program Meningkatnya Kualitas dan Kuantitas Sarana dan Prasarana Aparatur. 5

: Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

Within this framework, individual trees were first extracted and then classified into different species based on their spectral information derived from hyperspectral imagery,

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KERINCI.. STANDAR

At the national scale, a spatial error regression model was developed to account for spatial dependency and to estimate SOC patterns based on ecological and ecosystem factors..

BIDANG DATA, INFORMASI PELAYANAN UMUM, & PENGADUAN DAN BIDANG PENGOLAHAN & PENERBITAN PERIZINAN & NON PERIZINAN NAMA SOP : Pelayanan Surat Izin Praktek

Spatial planning professionals use a plethora of decision support tools to assist them in decision making (Brail, 2008) These tools are even more vital as planners attempt to

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.. Universitas Pembangunan