Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
RATIH EKA SUSILAWATI 1110054100002
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, September 2014
i
ABSTRAK
Ratih Eka Susilawati
Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA Pada Program Therapeutic Community Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta
Penyalahgunaan NAPZA semakin menjadi masalah serius yang harus dicari solusi penyembuhannya. Penggunaan NAPZA dapat berdampak kepada kerusakan-kerusakan, bukan hanya kerusakan fisik maupun psikis tetapi juga dapat merusak kemampuan pengguna NAPZA dalam berinteraksi sosial di masyarakat. Untuk itu, tempat rehabilitasi selain untuk upaya pemulihan dari ketergantungan terhadap NAPZA juga diharapkan menjadi tempat untuk membantu pengguna NAPZA membangun kembali kemampuan interaksi sosialnya. Hal ini tentu akan bermanfaat karena dapat membuat mantan pecandu lebih siap untuk kembali ke masyarakat saat mereka keluar dari tempat rehabilitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program Therapeutic Community dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi interaksi sosial yang terjadi antar pasien pada program Therapeutic Community.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan tiga metode yaitu: observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori interaksi sosial yang mencangkup bentuk-bentuk serta faktor-faktor interaksi sosial yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar tahun 2002.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan dan keselamatan kepada kita semua hingga saat ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah
SAW sebagai suri tauladan kita menuju jalan yang di ridhoi Allah SWT.
Berkat rahmat dan ridho Allah SWT penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan judul “Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA Pada
Program Therapeutic Community Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata
Satu (S1) pada program Studi Kesejahteraan Sosial, Dalam menyusun penulisan
skripsi ini, penulis menyadari banyak menemui kesulitan terutama dalam
mengumpulkan data-data yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
pengalaman yang penulis miliki. Namun, dengan bimbingan dari berbagai pihak,
akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, walaupun penulis menyadari
dari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak
yang telah memberi banyak dukungan, baik dukungan moril maupun dukungan
materil. Dengan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi
kepada penulis untuk menyelesaikannya. Ucapan terima kasih tersebut terutama
iii
1. Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan dan pemikiran yang jernih kepada penulis, karena
berkat rahmat, hidayah serta pertolongan-Nya skripsi yang dibuat dapat
terselesaikan, karena Penulis sadar tanpa rahmat dan hidayah-Nya, Penulis
bukanlah apa-apa.
2. Yang terhormat dan terkasih orang tua penulis yaitu Bapak Adi Sukirno
dan Ibu Ngatinah atas kasih sayang, do’a, bimbingan, dan motivasinya
yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu
mencurahkan karunia dan nikmat yang tiada henti sebagai balasan yang
telah diberikan kepada penulis.
3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah baik,
selalu support dan sabar membimbing penulis dengan memberikan nasehat
dan saran yang tidak akan penulis lupakan, karena atas semua itulah
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Siti Napsiyah, M.SW dan Bapak Ahmad Zaky, M.Si sebagai Ketua
Program Studi Kesejahteraan Sosial dan Sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kesejahteraan Sosial dan seluruh Dosen
Staff Pengajar Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mengajarkan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal untuk meraih cita-cita
iv
Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Staff Perpustakan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Kepada Bapak Dr. Laurentius Panggabean, SpKJ, MS selaku Direktur
Utama Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta yang telah mengijinkan
penulis untuk dapat melakukan penelitian di RSKO Jakarta.
8. Kepada Bapak Agus Darmawan, S.Sos selaku Pembimbing di Rumah
Sakit Ketergantungan Obat Jakarta dan Bapak Syarifhudin, S.Sos yang
selalu memberi arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Tidak lupa kepada para Konselor dan Seluruh Pasien
NAPZA di Rehabilitasi Halmahera House yang telah banyak membantu
penulis.
9. Untuk adiku tersayang Bunga Dewi Arum Sari dan Adam Zamalludin
yang selalu memberikan motivasi, dan mendo’akan penulis agar dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10.Spesial untuk Agung Setiyawan, ST terima kasih untuk kesabaran, waktu,
tenaga, materi, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat memacu dan
menyemangati penulis. Semoga Allah SWT selalu meridhoi langkah kita
kedepannya.
11.Untuk Sahabat-sahabat penulis yakni Asisah, Ilmawati Hasanah, Nur
hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf dan Epidasari terima kasih telah
memberikan banyak kesan, semangat, do’a serta canda tawa kepada
penulis. Terima kasih selalu ada untuk penulis saat suka maupun duka,
v
terima kasih untuk semua yang telah diberikan selama ini. Peluk cium
untuk kalian.
12.Untuk Teman-teman Penulis Juwita Deca Ryane, Fifi Nurmagfiroh, Ayu
Ratna Sari dan Seluruh Teman-teman Kessos 2010 terima kasih atas
kebersamaan kalian.
13.Terakhir, kepada pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam
penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dengan
tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Akhirnya atas semua ini, penulis mendo’akan semoga Allah SWT
membalas jasa-jasa mereka sesuai dengan amal dan perbuatan yang telah
diberikan dan harapan penulis semoga penulisan skripsi ini ada manfaat baik
untuk Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, maupun bagi masyarakat pada
umumnya. Aamiin yaa Rabbal’alamin
Ciputat, September 2014
vi
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Metodologi Penelitian ... 9
1. Pendekatan Penelitian ... 9
2. Jenis Penelitian ... 10
3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
4. Sumber Data ... 11
5. Teknik Pemilihan Informan ... 12
6. Teknik Pengumpulan Data ... 13
7. Teknik Analisa Data ... 15
8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 15
9. Tinjauan Pustaka ... 18
10.Pedoman Penulisan Skripsi ... 20
E. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II KAJIAN TEORI A. Interaksi Sosial ... 22
1. Pengertian Interaksi Sosial ... 22
2. Syarat-Syarat Interaksi Sosial ... 24
3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ... 27
4. Faktor-Faktor Yang Mendasari Interaksi Sosial ... 32
B. Pasien NAPZA ... 36
vii
2. Penyebab Penyalahgunaan Narkotika ... 39
3. Dampak Penyalahgunaan NAPZA ... 41
4. Pasien Napza ... 42
a. Pengertian Pasien ... 42
C. Metode Therapeutic Community ... 43
1. Pengertian Metode ... 43
2. Konsep Therapeutic ... 44
3. Karakteristik Metode Therapeutic Community ... 48
4. Nilai-Nilai di dalam Metode Therapeutic Community ... 50
5. Terapi Kelompok ... 51
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Latar Belakang Berdirinya RSKO Jakarta ... 56
B. Visi dan Misi RSKO Jakarta ... 59
C. Program Lembaga ... 60
1. Perencanaan Program ... 60
2. Rencana Jangka Pendek, Menengah dan Panjang... 60
3. Teknik Perencanaan ... 61
4. Monitoring dan Evaluasi ... 71
D. Jangkauan Layanan ... 72
1. Deskripsi Target Layanan ... 72
2. Penjangkauan dan Perekrutan ... 72
3. Kriterian Pemilihan Pasien ... 73
E. Sarana dan Prasarana ... 73
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA PROGRAM THERAPUTIC COMMUNITY A. Hasil Temuan... 75
1. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA pada Program Therapeutic Community Tahap Fase Primary ... 75
a. Kerja Sama (Coorperation)... 75
b. Persaingan (Competition) ... 85
c. Pertikaian (Conflict) ... 89
d. Akomodasi (Accomodation)... 96
2. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA pada Program Theraputic Community Tahap Fase Re-Entry ... 98
viii
B. Analisis Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA Pada
Program Theraputic Community ... 110
1. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA Pada Program Theraputic Community... 110
a. Kerja Sama (Coorperation) ... 111
b. Persaingan (Competition) ... 112
c. Pertikaian (Conflict) ... 113
d. Akomodasi (Accomodation) ... 115
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 117
B. Saran ... 122
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Teknik Pemilihan Informan
Tabel 2 : Jadwal Kegiatan Pasien Primary di RSKO Jakarta
Tabel 3 : Jadwal Kegiatan Pasien Re-Entry di RSKO Jakarta
Tabel 4 : Jumlah Konselor dan Pasien Rehabilitasi di RSKO Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Tempat Penelitian.
Gambar 2 : Tempat Instalasi Rehabilitasi Halmahera House di RSKO Jakarta.
Gambar 3 : Tempat yang di Pakai Dalam Kegiatan Morning Meeting.
Gambar 4 : Tempat untuk Group Lecture, Profesional session, Religius class.
Gambar 5 : Tempat untuk Group Confrontation, Na meeting, Encounter.
Gambar 6 : Kegiatan Function.
Gambar 7 : Tempat untuk Berolah Raga.
Gambar 8 : Tempat atau Ruangan Kamar Pasien.
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
NAPZA kini merupakan salah satu masalah yang serius, tidak saja
pada tingkat lokal dan nasional melainkan juga pada tingkat internasional.
Bagaimana tidak, dari tahun ke tahun penyalahgunaan NAPZA semakin
meningkat.
Pada awalnya NAPZA hanya digunakan sebagai alat bagi ritual
keagamaan di samping itu juga dipergunakan untuk pengobatan. Adapun jenis
NAPZA pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim
disebut sebagai madat atau opium.1 Namun di sisi lain, penggunaan NAPZA
dapat menyebabkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.2
Terkait dengan penyalahgunaan NAPZA, di Indonesia telah terjadi
peningkatan yang cenderung tajam. Data terbaru dari Badan Narkotika
Nasional (BNN) menyebutkan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 jumlah kasus penyalahgunaan
narkotika di Indonesia terus merangkak naik. Pada tahun 2009 tercatat ada
2.112.503 kasus. Lalu tahun berikutnya naik lagi menjadi 2.222.100 kasus,
1 Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak Pidana
Narkotika Oleh Anak, (Malang: Umum Press, 2009), h.3.
kenaikan itu semakin bertambah dan yang terakhir pada tahun 2013 jumlah
penyalahguna semakin bertambah menjadi 2.578.524 kasus.3
Permasalahan NAPZA di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
bertambah. Awal mula nya muncul pada tahun 1969, lalu pada tahun 1975
pemerintah menyatakan jumlah penyalahgunaan narkotika terdapat 5000
orang. Selanjutnya, pada tahun 1990 atau 15 tahun kemudian dinyatakan
jumlahnya meningkat menjadi 85.000 orang dan terus bertambah dengan
seiring berjalannya waktu. Ibarat gunung es, kasus penyalahgunaan NAPZA
tampak yang berada di permukaan lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak
tampak. Dengan kata lain artinya bila ada satu yang menyalahgunakan
NAPZA berarti ada sepuluh orang lain di belakangnya yang
mengkonsumsinya.4
NAPZA sudah seharusnya diperangi dengan dua sudut yaitu yang
pertama, supply reduction dan yang kedua adalah demand reduction. Upaya
supply reduction adalah upaya penegakan hukum, pencegahan penyelundupan
dan peredaran narkotika. Sedangkan upaya demand reduction adalah lebih
kepada upaya di bidang prevensi, terapi dan juga rehabilitasi.5 Dari penelitian
yang dilakukan oleh Dadang Hawari telah dapat dibuktikan bahwa sebenarnya
seorang penyalahguna/ketergantungan NAPZA adalah seorang yang
mengalami gangguan kejiwaan, orang yang sakit dan seorang pasien yang
memerlukan pertolongan terapi serta rehabilitasi. Penyalahgunaan NAPZA
3 “Kasus Narkoba di Indonesia Naik Tajam, “ artikel ini diakses pada tanggal
14-april-2014 “http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/puslitdatin/kasus-narkoba-di-Indonesia-naik-tajam.html.
4Dadang Hawari, AL-QUR’AN Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-3, h.236-265.
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang akan berdampak pada
kriminalitas, disabilitas, morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu
seyogyanya penanganan seorang penyalahguna/ketergantungan NAPZA
adalah dengan melakukan rehabilitasi.6
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah Al-Maidah/5 ayat 90
berikut:
َ ﱡ َأ َ ُِ َ ْ َ ِن َ ْ ﱠ ا ِ َ َ ْ ِ ٌ ْ ِر ُم َ ْزَ ْ"اَو ُب َ%ْ&َ ْ"اَو ُ'ِ(ْ َ ْ اَو ُ'ْ َ)ْ ا َ ﱠ&ِإ ا+ُ َ َآ َ ِ-ﱠ ا ُه+
َن+ُ/ِ0ْ1ُ2 ْ3ُ4ﱠ0َ5َ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum arak, khamar, berjudi, berkurban tentang berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan tersebut agar kamu mendapat keberuntungan”. (Qs. Al-Maidah ayat 90)
Penyalahgunaan NAPZA adalah penyalahgunaan salah satu atau
beberapa jenis narkotika secara berkala atau teratur di luar indikasi medis,
sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi
sosial.7
Dalam hal ini diharapkan pemerintah dapat menangani permasalahan
NAPZA dengan serius agar dapat meminimalisir penyalahguna yang kian
bertambah. Perlu penanganan khusus yang dilakukan untuk menangani
pengguna NAPZA. Menjalani rehabilitasi adalah tindak lanjut yang
dianjurkan pemerintah kepada pengguna NAPZA agar penyalahguna dapat
memantapkan kepribadian untuk bisa kembali bersosialisasi dengan
masyarakat. Dijelaskan rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan
6 Ibid, h.2-3
7 Astwin, Pengertian Narkoba, artikel ini diakses pada tanggal 20-februari-2014 dari
mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna atau ketergantungan
NAPZA agar kembali sehat, dalam arti fisik, psikologis, sosial dan spiritual
keagamaan.8 Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 54 Undang-Undang No 35
Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa, pecandu narkotika dan
korban penyalahgunaan NAPZA wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
Berbagai program rehabilitasi NAPZA menjadi salah satu langkah
yang serius dalam penanganan penyalahgunaan NAPZA. Adanya program
rehabilitasi di Indonesia sesuai dengan pasal 1 butir 16 UU No. 35/2009
tentang narkotika yang menyebutkan bahwa rehabilitasi medis adalah suatu
kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari
ketergantungan NAPZA. Dan butir lainnya tentang narkotika adalah pasal 1
butir 17 UU No. 35/2009 menyatakan bahwa rehabilitasi sosial adalah suatu
proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental, maupun sosial
agar mantan pecandu NAPZA dapat kembali melaksanakan fungsi sosial
dalam kehidupan masyarakat.9
Rehabilitasi pada pengguna NAPZA menjadi penting karena seseorang
yang telah menyalahgunakan NAPZA akan mengalami penurunan dan
kerugian. Antara lain, merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan
kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, perubahan
mental dan prilaku anti sosial, merosotnya produktivitas kerja, gangguan
kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, dan tindakan
8 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza, (Jakarta: FKUI, 2000),
h.132.
kekerasan lainnya baik yang kuantitatif maupun kualitatif dan akhirnya
kematian sia-sia.10
Resiko psikososial penyalahgunaan NAPZA akan mengubah seseorang
menjadi pemurung, pencemas, depresi, paranoid dan mengalami gangguan
jiwa yang akan menimbulkan sikap bodoh, tidak perduli dengan penampilan,
sekolah, rumah, menjadi pemalas serta tidak ada sopan santun dan tidak peduli
dengan norma masyarakat, hukum dan agama. Resiko psikososial NAPZA
selanjutnya dapat mengganggu kemampuan pengguna dalam berinteraksi
sosial, baik di lingkungan keluarga, teman maupun masyarakat sekitarnya.
Dengan adanya gangguan-gangguan yang diderita oleh pecandu, akan ada
halangan bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan berinteraksi secara
sosial di masyarakat, padahal interaksi sosial bagi seorang individu sangat
penting untuk menjalankan sebuah hubungan sosial yang dinamis dan
menjalankan fungsi serta peranannya. Sedangkan dalam proses rehabilitasi,
interaksi sangat dibutuhkan karena dapat membantu para pengguna dalam
beradaptasi dengan pengguna lainnya di dalam proses pemulihan. Interaksi
sosial yang dibangun di dalam tempat rehabilitasi akan dapat membantu para
pengguna untuk menjadi bahan perbandingan ketika keluar nanti bisa atau
tidaknya mereka berinteraksi sosial dengan baik di masyarakat. Sebab apabila
interaksi sosialnya tidak berjalan dengan baik di tempat rehabilitasi
kemungkinan besar ketika pengguna berinteraksi dengan masyarakat juga
tidak akan berjalan baik atau tidak wajar.
10 Dadang Hawari, AL-QUR’AN Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
Terapi rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA semakin tumbuh
dan berkembang di masyarakat baik melalui sistem rumah sakit, panti ataupun
tempat keagamaan. Salah satu program penanganan bagi korban
penyalahgunaan NAPZA yang profesional dan dibutuhkan pada saat ini
adalah penerapan program Therapeutic Community (TC), yaitu sistem
pelayanan terpadu di dalam tempat rehabilitasi.
Metode Therapeutic Community mulai berkembang pada tahun 1963
dengan didirikannya Daytop Village di New York Amerika Serikat dan
sekarang telah berkembang di 63 negara.11 Therapeutic Community pada
mulanya ditunjukan untuk pasien-pasien psikiatri yang dikembangkan sejak
perang dunia kedua. Asal mulanya therapeutic community adalah kelompok
synanon di Amerika Serikat yaitu self-help group atau kelompok kecil yang
saling membantu dan mendukung proses pemulihan yang awalnya sangat
dipengaruhi oleh gerakan alcoholic anonymous. Therapeutic community
adalah metode rehabilitasi sosial yang di tunjukan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA, yakni sebuah keluarga yang terdiri atas orang-orang
yang mempunyai masalah sama dan memiliki tujuan yang sama yaitu
menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri sehingga terjadi
perubahan tingkah laku di dalam diri pecandu. Tujuan dari TC adalah
merubah tingkah laku pecandu dari tingkah laku negatif ke arah tingkah laku
yang positif.12 Metode therapeutic community cukup berhasil di laksanakan di
11 Ayu Oktaviani, Skripsi (Lingkungan Fisik Rumah Rehabilitasi Pengguna Narkoba
dengan Metode Therapeutic Community : Studi Kasus di UNITRA Lido BNN dan FAN Campus), Fakultas Teknik UI, 2010.
12 Winanti, “Pendahuluan Therapeutic Community (TC)”, artikel diakses pada 13
luar negeri, sebanyak 80% pasien NAPZA berhasil bertahan pada kondisi
terbebas dari zat dalam waktu yang cukup lama, apabila pasien berhasil
mengikuti tahapan sampai dengan selesai. Atas dasar keberhasilan tersebut
maka Kementrian Kesehatan RI mempertimbangkan untuk menerapkan dan
menggunakan metode therapeutic community dalam merehabilitasi pecandu
NAPZA.13
Salah satu tempat rehabilitasi yang berada dibawah pengawasan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang menggunakan metode
therapeutic community adalah Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta
yang terletak di jalan Lapangan Tembak No. 75 Cibubur, Jakarta Timur. Awal
mula penerapan metode therapeutic community sendiri pada tahun 2003, dan
sampai dengan sekarang sudah hampir 75% metode tersebut berhasil
digunakan untuk pemulihan pasien dari ketergantungan terhadap NAPZA di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.14 Dengan adanya metode tersebut
diharapkan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta tidak hanya mampu
membantu para pengguna NAPZA bebas dari ketergantungannya tetapi juga
dapat membantu memulihkan kondisi psikososial mereka dari tingkah laku
negatif ke arah tingkah laku yang positif, dengan begitu pasien NAPZA dapat
membangun interaksi sosialnya dengan baik di lingkuan keluarga, teman
maupun masyarakat.
Berkaitan dengan hal di atas maka peneliti tertarik untuk membahas
bagaimana interaksi sosial yang dilakukan antar pasien NAPZA pada program
13 Ayu Oktaviani, Skripsi (Lingkungan Fisik Rumah Rehabilitasi Pengguna Narkoba
dengan Metode Therapeutic Community : Studi Kasus di UNITRA Lido BNN dan FAN Campus), Fakultas Teknik UI, 2010.
14
therapeutic community dengan judul “Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA
Pada Program Therapeutic Community di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta “.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah dan memperjelas permasalahan yang akan
dibahas, dalam penulisan skripsi ini penulis hanya memfokuskan
penelitian pada interaksi sosial yang dijalani antar pasien NAPZA pada
program Theraputic Community.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan adalah bagaimana bentuk-bentuk
interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program therapeutic coomunity?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
bentuk-bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program
Therapeutic Community.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
1) Memberi sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya mengenai interaksi sosial yang terjadi di dalam
program Therapeutic Community antar pasien NAPZA.
2) Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya
pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih
luas dan mendalam tentang interaksi sosial pada program
Therapeutic Community.
b. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pasien NAPZA
dalam membangun interaksi sosial antar pasien program
therapeutic community.
D. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan strategis umum yang dipakai dalam
pengumpulan dan analisis data yang diperlakukan guna menjawab
permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk
menentukan data valid, akurat dan signifikan dengan permasalahan sehingga
dapat digunakan untuk mengungkapkan permaslahan yang diteliti.
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaiamana
interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program theraputic
community di RSKO Jakarta. Peneliti berusaha memahami dan
therapeutic community. Oleh karena itu, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif.
Sebagaimana yang di ungkapkan Bogdan dan Taylor yang dikutip
oleh Lexy J. Moelong, bahwa pendekatan kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.15
Berbagai data yang diperoleh dari wawancara, observasi maupun
dokumentasi yang penulis dapatkan dari berbagai sumber yang terkait
dengan penelitian akan diolah sehingga dapat memperoleh gambaran yang
jelas mengenai bagaimana interaksi sosial yang terjadi pada saat
mengikuti therapeutic community di RSKO Jakarta.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu
usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa
sebagaimana adanya sehingga bersifat untuk mengungkapkan fakta.16
Jadi gambaran yang dipaparkan secara objektif tentang keadaan
sebenarnya dari objek yang diselidiki pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak. Oleh karena itu dibutuhkan data-data sebagai
penguat dalam penelitian tersebut. Data yang di kumpulkan berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.17 Data dalam penelitian ini dapat
15 Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2001), Cet Ke-15, h.4.
16
Hadari Nawawi, Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), Cet Ke-11, h.3.
17 Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosda Karya,
berasal dari wawancara catatan lapangan, catatan atau memo dan
dokumen resmi lainnya.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian pada skripsi ini dilakukan di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta. Yang beralamat di jalan Lapangan
Tembak Raya No.75 Cibubur, Jakarta Timur. Alasan penulis memilih
tempat tersebut adalah penulis ingin meneliti tentang bagaimana
interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program
Theraputic Community yang berbasis rumah sakit atau medis. Dan
juga jarak yang tidak terlalu jauh bagi peneliti.
b. Waktu Penelitian
Peneliti akan melakukan penelitian ini pada bulan Juli sampai
dengan bulan September 2014.
4. Sumber Data
Untuk menetapkan sumber data, peneliti mengklasifikasinnya
berdasarkan jenis data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan sumber data, yaitu:
a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung
dari subyek penelitian, yaitu Kepala unit Rehabilitasi, Konselor
dan para Pasien NAPZA dan pihak Lembaga.
b. Sumber data sekunder, diperoleh melalui catatan-catatan,
dokumen, foto maupun benda-benda tertulis lainnya yang
5. Teknik Pemilihan Informan
Sesuai karakteristik penelitian kualitatif, dalam pemilihan
informan penelitian ini dipilih dengan sengaja atau non random
(purposive sampling), yaitu sample yang ditarik dengan sengaja.18
Dimana pada teknik purposive sampling tersebut dimaksudkan
untuk memberikan keluluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi
informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Yang terpenting di sini
bukanlah jumlah informan khususnya, melainkan potensi dari tiap kasus
untuk memberikan pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek
yang dipelajari.
Dalam penelitian ini, terdapat informan utama dan informan
pendukung. Beberapa kriteria informan yang menjadi sasaran terkait
dengan penelitian yaitu:
Kriteria untuk pemilihan residen adalah:
a. Pasien NAPZA Program Reguler
b. Pasien Laki-laki
c. Pasien yang Berusia 20-30 Tahun
Pasien NAPZA program reguler adalah pasien yang sedang
menjalani proses rehabilitasi pada program therapeutic community
karena dapat memberikan pendapat mengenai bagaimana interaksi sosial
yang terjadi dalam program tersebut. Pasien laki-laki di pilih karena
pasien laki-laki berada dalam fase primary dan re-entry. Dan pasien yang
berusia 20-30 tahun agar lebih terarah dan tidak berbeda-beda.
18 Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif,
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Observasi (pengamatan)
Observasi adalah usaha untuk memperoleh dan
mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan langsung
dilapangan terhadap suatu kegiatan secara akurat, serta mencatat
fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hungan antara
aspek dalam fenomena tersebut.19 Peneliti melakukan pengamatan
dilapangan dengan cara mengumpulkan data-data lapangan serta
data-data yang ada.
b. Wawancara
Wawancara yaitu peneliti mengumpulkan data yang
diperoleh dari pengajuan secara lisan kepada informan.
Wawancara dengan semua informan di lakukan di RSKO Jakarta
dengan catatan tulisan tangan.
Tabel 1
Pengambilan Informan
Adapun yang akan di wawancarai adalah, yaitu:
No Informan Info yang dicari Jumlah Metode
Pengumpulan Data
19
1. Pekerja
Therapeutic Community dan Pelaksanaannya.
therapeutic community dan kemajuan para pasien saat rehabilitasi serta perubahan yang dirasakan.
4 Org Observasi
langsung dan wawancara.
Jumlah 10 Org
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data dari
sumber langsung tentang masalah yang akan diteliti. Wawancara
ini akan dilakukan secara bebas, tetapi tetap menggunakan
pedoman wawancara agar pertanyaan yang terarah.
c. Studi Kepustakaan (Library Reseacrh)
Studi kepustakaan yaitu peneliti mengumpulkan,
membaca dan mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis
baik yang berupa data tentang interaksi sosial pada program
therapeutic community, pasien NAPZA serta hasil penelitian di
dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh
data yang telah didokumentasikan dalam buku.
7. Teknik Analisis Data
Analisis mempunyai kedudukan yang sangat penting jika dilihat
dari tujuan penelitian. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencai
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang di
pelajari, dan memutuskan apa yang dapat di ceritakan kepada orang lain.20
Bedasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis
data yang peneliti gunakan dalam penelitian dengan cara mengumpulkan
data yang berkaitan dengan penelitian yaitu mengenai bentuk-bentuk
interaksi sosial pada program therapeutic community. data seputar
interaksi sosial pada program TC peneliti dapatkan ketika mengikuti
program TC. Setelah mengumpulkan, lalu menyusun, menyajikan,
kemudian menganalisis dan menyimpulkan.
8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Data yang digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan
penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini
diperlukan teknik pemeriksaan.
Adapun teknik yang digunakan untuk menjaga keabsahan data
adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Kredibilitas/Kepercayan
20 Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007).
Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk
melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat
kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan
dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan ganda yang
sedang diteliti.
Kriterium kredibilitas ini menggunakan dua tehnik
pemeriksaan, yaitu:
a. Ketekunan Pengamatan
Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu dalam penelitian ini dan kemudian
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
Dengan kata lain, penulis mengadakan pengamatan
kepada subjek penelitian yaitu para pasien program
reguler di RSKO Jakarta. Sehingga data yang didapat
benar-benar valid, objektif dan saling mendukung, untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data
tersebut (triangulasi).
b. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsaan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Hal tersebut
dapat dicapai melalui: (a) membandingkan data hasil
peneliti membandingkan hasil wawancara subyek
penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan. (b)
membandingkan keadaan dan persepektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. (c)
membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara
tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut.21
2. Kriterium Kepastian
Mengutip pendapat Scriven, yang menyatakan bahwa
masih ada unsur ‘kualitas’ yang melekat pada konsep objektivitas.
Hal ini dapat digali, dari pengertian bahwa jika sesuatu objektif,
berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Dari sini
peneliti dapat membuktikan bahwa data-data yang diperoleh dari
hasil rekaman wawancara informan dan observasi terhadap
subyek penelitian.
Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian
auditor dalam hal ini ialah objektif atau tidak tergantung pada
persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan
penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman
seseorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh beberapa
orang barulah dapat dikatakan objektif.
21 Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda
9. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini sebelum peneliti mengadakan
penelitian lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi sebuah karya
ilmiah, maka langkah-langkah awal yang peneliti akan lakukan adalah
mengkaji terlebih dahulu terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu.
Setelah peneliti melakukan suatu kajian kepustakaan, peneliti akhirnya
menemukan beberapa hasil penelitian yang membahas tentang narkotika.
Di antaranya adalah hasil penelitian karya Mohammad Khafid Rossid
(104052001988) mahasiswa jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
dengan judul “Efektifitas Konseling pada Rehabilitasi NAPZA di
Rumah Sakit Khusus Darma Graha BSD”. Dalam karya tersebut
menjelaskan bagaimana efektifitas dari konseling untuk korban NAPZA,
namun dalam karya tersebut tidak menjelaskan kegiatan apa saja yang
dilakukan untuk melihat efektifitas atau tidak layanan konseling di
Rumah Sakit tersebut. Dan yang menjadi pembeda antara skripsi ini
dengan skripsi peneliti adalah peneliti hanya terfokus kepada interaksi
sosial yang dilakukan antar pasien NAPZA pada program therapeutic
community dan bukan berpusat kepada konselingnya atau bukan melihat
bagaimana penanganan pengguna NAPZA seperti penelitian-penelitian
sebelumnya.
Selanjutnya penulis juga dapat membandingkan pada judul skripsi
“Gambaran Interaksi Sosial Pada Anak dengan Kesulitan Belajar
mahasiswi jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia. Dalam
skripsi tersebut berisi tentang gambaran mengenai interaksi sosial pada
anak dengan kesulitan belajar dan juga berisi tentang hambatan apa saja
yang terjadi dalam berkomunikasi pada anak dengan kesulitan belajar.
Sedangkan yang menjadi pembeda antar skripsi tersebut dengan penulis
adalah penulis membahas tentang bentuk-bentuk interaksi sosial antar
pasien NAPZA pada program theraputic community tetapi dalam hal ini
skripsi tersebut juga dijadikan penulis untuk menjadi referensi pada
pembuatan pedoman wawancara bagi informan.
Selanjutnya tinjauan pustaka lain yang peneliti gunakan adalah
skripsi karya Nina Riyanti Januarita (108052000014) Mahasiswa jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013 dengan jdul skripsi “Interaksi Sosial Para Pengguna
NAPZA Dalam Mengikuti Metode Therapeutic Community Di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP), Galih Pakuan Putat Nutug-Bogor”
dalam karya tersebut menjelsakan bagaimana interaksi sosial para
pengguna NAPZA dalam mengikuti metode therapeutic community dan
juga menjelaskan tentang faktor penghambat dan pendukung pada
metode tersebut. Dan yang menjadi pembeda dalam karya tersebut
dengan karya penulis adalah dalam skripsi ini penulis menjelaskan
bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA pada
program TC yang di dalamnya mencangkup kerja sama, persaingan,
Dan terakhir adalah hasil penelitian karya Tino Hapsoro Tertanto dengan judul “Gambaran Status Depresi Pada Pecandu
Narkoba Yang Berada Dalam Pusat Rehabilitasi (12 Step dan Therapeutic Community)”. Dalam karya mahasiswa jurusan Psikologi
Universitas Indonesia ini fokus pembahasannya mengenai status depresi
pecandu narkoba di pusat rehabilitasi dan yang menjadi pembeda antara
skripsi ini dengan skripsi peneliti adalah peneliti hanya terfokus kepada
interaksi sosial yang terjadi antar pasien napza pada program therapeutic
community.
10. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk tujuan mempermudah, tehnik penulisan yang dilakukan
dalam skripsi ini merujuk pada buku pedoman penulisan kaya ilmiah
(Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan CeQDA (Center For
Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta) sebagai pedoman penulisan skripsi ini.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahsan dalam skripsi ini penulis menguraikan dalam
beberapa BAB, yaitu:
BAB I, Pendahuluan, yang membahas tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan peumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
Metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II, Menguraikan landasan teori, yang mencangkup pengertian interaksi
NAPZA, pengertian therapeutic community, teori dalam
Therapeutic Community, dan karakteristik Therapeutic Community.
BAB III, Gambaran Umum Lembaga, menjelaskan tentang profil lembaga,
yang mencangkup latar belakang berdirinya, visi dan misi. Sarana
dan prasarana, dan struktur organisasi.
BAB IV, Memaparkan gambaran umum program Theraputic Community di
RSKO Jakarta, temuan analisa yakni, bagaimana bentuk-bentuk
interaksi sosial antar pasien pada program Therapeutic Community.
BAB V, Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari
semua permasalahan yang ada dalam skripsi ini.
22
KAJIAN TEORI
A. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di antara
mahluk-mahluk lainnya. Berbeda dengan mahluk lain yang biasanya
mahluk tersebut secara keseluruhan perilakunya dikendalikan oleh naluri
yang diperoleh sejak awal hidupnya. Hewan tidak perlu menentukan apa
yang harus dimakannya atau diperbuatnya karena hal itu diatur oleh naluri.
Sedangkan manusia merupakan mahluk tak berdaya karena dilengkapi
oleh naluri yang relatif tidak lengkap. Oleh sebab itu, manusia kemudian
mengembangkan kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang tidak diisi
oleh naluri. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
tanpa berhubungan dengan yang lainnya, karena satu dengan yang lainnya
saling berkaitan dan saling membutuhkan. Manusia berkembang secara
bertahap melalui interaksi dengan masyarakat yang lainnya agar dapat
mengerti dengan apa yang diinginkan orang lain.22
Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial dinamis yang
menyangkut hubungan antar perseorangan, individu dengan kelompok,
dan kelompok dengan kelompok lainnya. Interaksi sosial merupakan kunci
dalam sendi-sendi kehidupan sosial karena tanpa berlangsungnya proses
interaksi tidak mungkin terjadi aktivitas dalam kehidupan sosial. Secara
22 Yusran Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepktif
sederhana interaksi sosial dapat terjadi apabila dua orang saling bertemu,
saling mengatur, saling berkenalan dan saling mempengaruhi. Pada saat
itulah interaksi sosial terjadi.23
Menurut Bimo Walgito dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Sosial mengatakan bahwa Interaksi sosial adalah hubungan antara individu
satu dengan yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang
lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal
balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Di dalam interaksi
sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain,
atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian disini dalam arti luas, yaitu
bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya, atau
sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan
dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang
bersangkutan.24
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa,
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok-kelompok
manusia.25 Sedangkan menurut Bonner mengemukaan bahwa, Interaksi
sosial ialah suatu hubungan antara dua orang atau lebih sehingga kelakuan
23 Ibid, h.57.
24
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: CV Andi Offset,2003). H.65.
25 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan
individu yang lain dan sebaliknya.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa interaksi sosial adalah hubungan dua orang atau lebih yang saling
mempengaruhi satu sama lain sehingga terjadinya suatu hasil yang dapat
dicapai bersama.
Dalam mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu,
yang dikenal dengan nama interactionist perspective. Di antara berbagai
pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai
pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik (symbolic
interactionism). Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George dan
Herbet Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran
pendekatan ini ialah interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada
penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.26
2. Syarat-Syarat Interaksi Sosial
Secara teoritis, sekurang-kurangnya ada dua syarat bagi terjadinya
suatu interaksi sosial, yaitu terjadinya kontak sosial dan komunikasi.
Terjadinya suatu kontak sosial tidaklah semata-mata tergantung dari
tindakan, tetapi juga tergantung kepada adanya tanggapan terhadap
tindakan tersebut. Sedangkan aspek terpenting dari komunikasi adalah bila
seseorang memberikan tafsiran pada sesuatu.27
26
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), h.35.
27 J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Dalam buku sosiologi yang berjudul Sosiologi Sebuah Pengantar
karya Yusran Razak juga menjelaskan secara rinci bahwa suatu interaksi
sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat
sebagai berikut:
1. Adanya kontak sosial (Social Contact).
Kata kontak berasal dari bahasa latin, yaitu con atau cum
(bersama-sama) dan tango (menyentuh) jadi artinya bersama-sama
menyentuh. Kontak sosial mempunyai dua sifat. Yang pertama
bersifat primer, artinya terjadi apabila hubungan diadakan secara
langsung yang berhadapan muka. Yang kedua bersifat sekunder
artinya suatu kontak memerlukan suatu perantara.
Kontak sosial dapat terjadi melalui dua cara. Cara yang
pertama adalah verbal/gestural, yaitu kontak yang terjadi melalui
saling menyapa, saling berbicara, dan berjabat tangan. Cara kedua
adalah non verbal/non-gestural yaitu kontak yang tidak
mepergunakan kata kata-atau bahasa melainkan dengan adanya
isyarat.
2. Adanya komunikasi (communication)
Arti terpenting komunikasi adalah seseorang memberikan
tafsiran pada prilaku orang lain. Tafsiran tersebut dapat berwujud
melalui pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap
perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. 28
Komunikasi melalui syarat-syarat sederhana adalah bentuk
paling elementer dan yang paling pokok dalam komunikasi.
Karakteristik dari komunikasi manusia adalah mereka tidak
terbatas hanya menggunakan isyarat-isyarat fisik sebagaimana
halnya dilakukan binatang. Di dalam berkomunikasi manusia
menggunakan kata-kata, yakni simbol-simbol suara yang
menganduk arti bersama dan bersifat standar. Dalam hal ini, tidak
perlu selalu ada hubungan yang intristik antara satu bunyi tertentu
dengan respon yang disimbolkan. Simbol di sini berbeda dengan
tanda. Makna sebuah tanda biasanya identik dengan bentuk
fisiknya dan dapat di tangkap dengan panca indera, sedangkan
simbol bisa abstrak.29
Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Interaksi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan
minimal dua orang atau lebih.
b. Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak
sosial.
c. Adanya hubungan timbal balik yang saling mempengruhi
antara satu dan yang lainnya.
d. Interaksi cenderung bersifat positif, dinamis, dan
berkesinambungan.
e. Interaksi cenderung menghasilkan penyesuaian diri bagi
subjek-subjek yang menjalin interaksi.
29 J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
f. Berpedoman pada norma-norma atau kaidah-kaidah secara
acuan dalam interaksi.30
3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Berlangsungnya suatu proses interaksi menurut Soerjono Soekanto
didasarkan pada berbagai bentuk, antara lain dapat berupa kerja sama
(coorperation), persaingan (competition), pertentangan/pertikaian
(conflict) dan juga akomodasi (accomodation).
a. Kerja sama (coorperation)
Kerja sama adalah suatu bentuk proses sosial, dimana di
dalamnya terdapat aktifitas tertentu yang ditunjukan untuk mencapai
tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami
terhadap aktifitas masing-masing.31
Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua
kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian
dimulai sejak masa kanak-kanak didalam kehidupan keluarga atau
kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu, anak tersebut akan
menggambarkan bermacam-macam pola kerja sama setelah menjadi
dewasa. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat
digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada
kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat
bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam
pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam
30
Yusran Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepkitf Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h.59.
31 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi
mereka yang bekerja sama, supaya rencana kerja samanya dapat
terlaksana dengan baik.32
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap
kelompoknya (yaitu in group-nya) dan kelompok lainnya (yang
merupakan out group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat
apabila ada bahaya luar yang mengancam atau tindakan-tindakan luar
yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional
telah tertanam didalam kelompok, dalam diri seseorang atau
segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok
dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan akibat
perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat
terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari
luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi
apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem
kepercayaan atau dalam salah satu bidang agresif dalam kebudayaan.
Betapa pentingnya fungsi kerja sama, digambarkan oleh Charles H.
Cooley sebagai berikut33 :
“Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang bersama”.
32 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), h.72.
Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk
kerja sama, yaitu:
1. Kerukunan yang mencangkup gotong royong dan tolong
menolong.
2. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran
barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
3. Ko-optasi, yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu
organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya
kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
4. Koalisi, yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan-tujuan sam. Koalisi dapat menghasilkan
keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua
organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur
yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi
karena maksud utama adalah untuk mencapai satu tujuan
bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.
5. Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam perusahaan
proyek-proyek tertentu. Misalnya, pemboran minyak, pertambangan
batu bara, perfilman, perhotelan dan seterusnya.34
b. Persaingan (competition)
Persaingan merupakan suatu usaha dari seseorang untuk
mencapai sesuatu yang lebih dari pada yang lainnya. Sesuatu itu bisa
34 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
berbentuk harta benda atau popularitas tertentu. Persaingan biasanya
bersifat individu, apabila hasil dari persaingan itu dianggap cukup
untuk memenuhi kepentingan pribadi. Akan tetapi apabila hasilnya
dianggap tidak mencukup bagi seseorang, maka persaingan bisa terjadi
antar kelompok, yaitu antara satu kelompok kerja sama dengan
kelompok kerja sama yang lainnya. Dengan kata lain, bahwa terjadinya
persaingan oleh karena ada perasaan atau anggapan seseorang bahwa
ia akan lebih beruntung jika tidak bekerja sama dengan orang lain.
Orang lain dianggap dapat memperkecil hasil suatu kerja. Persaingan
ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu persaingan pribadi dan
persaingan kelompok. Persaingan pribadi adalah persaingan yang
berlangsung antara individu dengan individu atau individu dengan
kelompok secara langsung. Sedangkan persaingan kelompok adalah
persaingan yang berlangsung antara kelompok dengan kelompok.
Menurut Soedjono Dirdjosisworo, persaingan merupakan suatu
kegiatan yang berupa perjuangan sosial untuk mencapai tujuan, dengan
bersaing terhadap yang lain, namun secara damai atau setidak-tidaknya
tidak saling menjatuhkan.35
c. Pertikaian atau Pertentangan (conflict)
Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang secara
negatif, artinya di satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau
paling tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya. Singkatnya
pertikaian dapat diartikan sebagai usaha penghapusan keberadaan
35 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan,(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002),
pihak lain. Menurut Soedjono, pertikaian adalah suatu bentuk dalam
interelasi sosial dimana terjadi usaha-usaha pihak yang satu berusaha
menjatuhkan pihak yang lain, atau berusaha mengenyahkan yang lain
yang menjadi rivalnya. Hal ini terjadi mungkin karena perbedaan
pendapat antara pihak-pihak tersebut. Pertikaian ini bisa berhubungan
dengan masalah-masalah ekonomi, politik, kebudayaan dan
sebagainya. Kemudian menurut Soerjono Soekanto menjelaskan
bahwa “pertentangan adalah suatu proses sosial dimana orang
perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi
tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman dan/atau kekerasan”.
Kendatipun demikian, pertikaian tidak selamanya disertai
kekerasan bahkan ada pertikaian yang berbentuk lunak dan mudah
untuk dikendalikan misalnya pertentangan antara orang-orang dalam
seminar, dimana perbedaan pendapat bisa diselesaikan secara ilmiah
atau sekurang-kurangnya tidak emosional.36
d. Akomodasi (accomodation)
Akomodasi adalah suatu keadaan hubungan antara kedua belah
pihak yang menunjukan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai
dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Akomodasi
sebenarnya suatu bentuk proses sosial yang merupakan perkembangan
dari bentuk pertikaian, dimana masing-masing pihak melakukan
penyesuaian dan berusaha mencapai kesepakatan untuk tidak saling
36Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori Dan Terapan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
bertentangan. Menurut Soerjono Soekanto dalam buku Sosiologi Suatu
Pengantar mengatakan bahwa, “akomodasi adalah suatu keadaan
dimana suatu pertikaian atau konflik, mendapat penyelesaian, sehingga
terjalin kerja sama yang baik kembali”. Tujuan akomodasi dapat
berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu: yang
pertama untuk mengurangi pertentangan orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia sebagai perbedaan paham. Akomodasi
disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua
pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru. Yang
kedua untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan, untuk
sementara waktu atau secara temporer. Yang ketiga akomodasi
terkadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya kerja sama
antara kelompok-kelompok sosial yang sebagai akibat faktor-faktor
sosial psikologis dan kebudayaan, hidupnya terpisah seperti halnya
yang dijumpai pada msayarakat-masyarakat yang mengenai sistem
berkasta. Dan yang keempat mengusahakan peleburan antara
kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya melalui
perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti yang luas.37
4. Faktor-Faktor Yang Mendasari Interaksi Sosial
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai
faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.
faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun
dalam keadaan tergabung.38
1. Faktor Imitasi
Imitasi berasal dari kata imitation, yang berarti peniruan.
Meskipun manusia memiliki pola dasar masing-masing yang uni
(individualis), tetap saja dalam diri manusia ada keinginan untuk
meniru seperti orang lain atau kelompok. Dengan demikian imitasi
merupakan proses seseorang mencontoh orang lain atau kelompok.
Faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam
proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi
dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi mungkin pula
mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif dimana misalnya, yang
ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Kecuali dari pada
itu imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan
pengembangan daya kreasi seseorang.39
2. Faktor Sugesti
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu
pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian
diterima oleh pihak lain. Jadi proses ini sebenarnya hampir sama
dengan imitasi akan tetapi titik tolaknya berbeda. Berlangsungnya
38
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 63.
39 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda oleh emosi,
hal mana menghambat daya berpikirnya secara rasional.
Proses sugesti terjadi apabila orang yang memberikan
pandangan adalah orang yang berwibawa atau mungkin karena sifatnya
yang otoriter. Kiranya mungkin pula bahwa sugesti terjadi oleh sebab
yang memberikan pandangan atau sikap merupakan bagian terbesar
dari kelompok yang bersangkutan atau masyarakat.40
3. Faktor Identifikasi
Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau
keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan
pihak lain. Indentifikasi sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi,
oleh karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses
ini. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara
tidak sadar), maupun dengan disengaja oleh karena seringkali
memerlukan tipe-tipe ideal tertentu didalam proses kehidupannya.
Walaupun dapat berlangsung dengan sendirinya, proses identifikasi
berlangsung dalam suatu keadaan di mana seseorang yang
beridentifikasi benar-benar mengenal pihak lain (yang menjadi
idealnya), sehingga pandangan, sikap maupun kaidah-kaidah yang
berlaku dalam pihak lain tadi dapat melembaga dan bahkan
menjiwainya. Nyatalah bahwa berlangsungnya identifikasi
mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam
ketimbang proses imitasi dan sugesti walaupun ada kemungkinan
40
bahwa pada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi dan
sugesti.
Menurut Polak, identifikasi berjalan lebih jauh dari pada
simpati. Dengan demikian dimaksudkan bahwa orang dapat ikut
merasakan apa yang dirasakan orang lain. Tetapi identifikasi
seolah-olah diri kita sendiri yang menjadi dia. Seseorang yang
mengidentifikasikan diri dengan orang lain biasanya akan menirunya,
merasa simpati dengannya dan terkena sugestinya. Tetapi sebaliknya,
imitasi, simpati dan sugesti tidak perlu disertai dengan identifikasi.41
4. Faktor Simpati
Proses simpati sebenarnya merupakan proses dimana seseorang
merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan
memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama
pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk
bekerja sama dengannya. Inilah perbedaan utamanya dengan
identifikasi yang didorong oleh keinginan-keinginan untuk belajar dari
pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus
dihormati karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau
kemampuan-kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Proses simpati akan
dapat berkembang didalam suatu keadaan dimana faktor saling
mengerti dan terjamin.
Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor minimal yang
menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial, walaupun
41 Polak Mayor, Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas, (Jakarta: PT. Ikhtiar, 1979),
didalam kenyataannya proses tadi memang sangat kompleks, sehingga
kadang-kadang sulit mengadakan pembeda tegas antara faktor-faktor
tersebut. Akan tetapi dapatlah dikatakan bahwa imitasi dan sugesti
terjadi lebih cepat, walau pengaruhnya kurang mendalam bila
dibandingkan dengan identifikasi dan simpati yang secara relatif agak
lebih lambat proses berlangsungnya.42
B. Pasien NAPZA
1. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adikitif Lainnya) a. Pengertian Narkotika
Narkotika berasal dari bahasa inggris “narcitics” yang berarti
obat yang menidurkan atau obat bius.43
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Narkotika adalah obat
untuk menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan
rasa ngantuk atau rangsangan (opium, ganja, dsb).44Kemudian
Departemen Agama RI, Mengungkapkan bahwa Narkotika adalah
bahan atau zat aktif yang bekerja pada sistem syaraf, dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran dan rasa sakit, dan dapat pula
menyebabkan ketergantungan atau adiksi. Jenis-jenisnya adalah
putaw, ganja, kokain, morfin, hasish dan opium.45
42
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 64.
43 S. Warjowarsito dan Tito W, Kamus Lengkap Bahasa Inggris-Indonesia,
Indonesia-Inggris, (Bandung: 1998), h.122. 44
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h.609.
45 Departemen Agama RI, Penyalahgunaan Narkoba Oleh Masyarakat Sekolah, (Jakarta: