• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Corporate Guarantee Sebagai Pihak Penjamin Debitur Utama Dalam Proses Kepailitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kedudukan Corporate Guarantee Sebagai Pihak Penjamin Debitur Utama Dalam Proses Kepailitan"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

DIAH HANDAYANI

107011007/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DIAH HANDAYANI

107011007/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) (Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum

(5)

Nama : DIAH HANDAYANI

Nim : 107011007

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTEE SEBAGAI

PIHAK PENJAMIN DEBITUR UTAMA DALAM PROSES KEPAILITAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :DIAH HANDAYANI

(6)

Dalam pemberian jaminan, seorangguarantor memiliki hak istimewa yang biasanya dapat diminta oleh kreditur untuk dilepaskan untuk lebih memberikan rasa aman kepada kreditur. Hak istimewa dalam pemberian jaminan ini diatur mulai dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tujuan analisis yang dilakukan adalah untuk mengetahui kedudukan corporate guarantor yang telah secara sukarela melepaskan hak istimewanya, untuk mengetahui perlindungan terhadap corporate guarantor yang dimohonkan pailit dan untuk mengetahui perlindungan terhadap kreditur pemegangcorporate guaranteedalam hal debitur utama pailit.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat pengumpulan data yang dipergunakan berupa dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Corporate Guarantor yang secara sukarela melepaskan hak istimewanya pada dasarnya sama dengan Debitur Utama sehingga Corporate Guarantor dapat diajukan pailit bersamaan dengan Debitur Utama. Dan perlindungan terhadap Corporate Guarantordalam hal Debitur Utama tidak mampu melaksanakan kewajibannya, maka permohonan pailit hanya dapat diajukan setelah seluruh harta Debitur Pailit digunakan untuk menyelesaikan kewajibannya. Perlindungan terhadap Kreditur Pemegang Corporate Guarantee dalam hal Debitur Utama pailit yaitu dapat meminta pertanggungjawabanCorporate Guarantor dan apabila Corporate Guarantor dinyatakan pailit, maka kreditur PemegangCorporate Guarantee berkedudukan sebagai Kreditur Konkuren terhadap Corporate Guarantor.

Para pihak yang hendak bertindak sebagai Guarantor memerlukan pemahaman mendalam terkait dengan kedudukannya apabila ia telah melepaskan hak istimewanya dan kepada para pihak yang bertindak sebagai kreditur hendaknya melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap guarantor debitur pailit guna memberikan rasa aman yang lebih optimal. Serta untuk memudahkan para pemangku kepentingan hendaknya ketentuan-ketentuan pemberi jaminan diatur lagi lebih detail dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(7)

providing guarantee, a guarantor has the privilege which can usually be asked by the creditor to be released in order to give the sense of security to the creditor. The privilege in this guarantee provision is regulated from Article 1820 to Article 1850 of the Indonesian Civil Codes. The purpose of this study was to find out the position of corporate guarantor that has voluntarily released his/her privilege, to find out the protection for the bankruptcy-petitioned corporate guarantee, and to find out the protection for the creditor as the corporate guarantee holder in case the main debtor is bankrupt.

To obtain the theoretical basis in the form of positive law proper to the object of study, the data for this normative legal study were the secondary data comprising the primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were analyzed through the qualitative analysis technique.

The result of this study showed that the position of the Corporate Guarantor voluntarily released his/her privilege is basically the same as that of the Main Debtor that the Corporate Guarantor can be petitioned for bankruptcy simultaneously with the main debtor. In protecting the Corporate Guarantor in case the Main Debtor is unable to perform his/her obligations, the application for bankruptcy can only be filed after all of the assets of the bankrupt Debtor has been spent on performing his/her obligations. The protection for the Creditor as Corporate Guarantee holder in case the Main Debtor is bankrupt is by asking the responsibility of the Corporate Guarantor, and if the Corporate Guarantor is bankrupt too, the Creditor as Corporate Guarantee holder is positioned as the Unsecured Creditor of Corporate Guarantor.

The party who wants to act as a Guarantor need deep understanding related to his/her position if he/she has released his/her privilege, and the party acting as creditor should conduct an in-dept examination of the guarantor of bankrupt deptor to provide a more optimal security. To provide convenience to the stakeholders, the provisions for the guarantor should be regulated much more detailed in law on Bankruptcy and Delay of Debt Payment Obligation.

(8)

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul

“KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTEE SEBAGAI PIHAK PENJAMIN DEBITUR UTAMA DALAM PROSES KEPAILITAN”.

Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan

bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormatBapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH,Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum,danBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus dan ikhlas memberikan bimbingan serta arahan untuk

kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada

tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Kemudian juga kepada Dosen Penguji,Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn yang telah berkenan memberi masukan dan arahan sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

(9)

Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti

untuk dapat menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas

segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis

selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang

telah membimbing dan membina penulis dalam penyelesaian studi selama

menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(10)

Mira, Kiki, Joel, Almay, Nisa, Unna, Erwin, dan seluruh teman-teman Magister Kenotariatan Group B Angkatan 2010atas segala doa dan dukungan serta kenangan indah yang terjalin dari persabatan yang kita bina sekarang dan

selamanya juga kepadadr. Bambang Susanto.

8. Seluruh staf dan pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara,Ibu Fatimah, Kak Lisa, Kak Winda, Kak Sari, Kak Afni, Bang Ken, Bang Aldi, Bang Rizal dan Bang Hendri selaku manajemen administrasi yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis

ini.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar

selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah

kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari

sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat

memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Februari 2013 Penulis,

(11)

Nama : DIAH HANDAYANI

Tempat/Tanggal Lahir : M. Muda / 7 April 1987

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Taman Jasmin Mas Jln. Pertahanan D -18,

Patumbak

Telepon/HP : 081396834447

II. KELUARGA

Nama Ayah : H. Wakit Qia

Nama Ibu : Hj. Rahimah Isga

III. PENDIDIKAN FORMAL

SD AL – IKHLAS M. MUDA Lulus Tahun 1999

SLTP Negeri – 1 Kualu Hulu Lulus Tahun 2002

SMA Harapan – 1 Medan Lulus Tahun 2005

S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara Lulus Tahun 2009

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ASING... ix

DAFTAR SINGKATAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori Dan Konsepsional... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Konsepsi... 22

G. Metode Penelitian ... 25

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 25

2. Sumber Data/Bahan Hukum ... 26

3. Tehnik Pengumpulan Data... 27

4. Analisis Data ... 27

BAB II KEDUDUKANCORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA... 29

A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... 29

(13)

UTAMA TIDAK MAMPU MELAKSANAKAN

KEWAJIBANYA ... 47

A. Syarat-Syarat Permohonan Pailit ... 47

B. Prinsip Utang Dalam Kepailitan ... 59

C. Perlindungan TerhadapCorporate GuarantorDalam Proses Kepailitan ... 63

1. Hak IstimewaCorporate GuarantorSebagai Penjamin Debitur Utama Dalam Proses Kepailitan ... 63

2. Hutang Yang Jatuh Tempo dalam Permohonan Pailit TerhadapCorporate Guarantor... 71

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITUR PEMEGANG JAMINAN PERUSAHAAN DALAM HAL DEBITUR UTAMA PAILIT ... 78

A. Tingkatan Lembaga Jaminan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata... 78

B. PrinsipParitas Creditorium,PrinsipPari Passu Prorate Partedan PrinsipStructured CreditorsDalam Undang-Undang Kepailitan ... 84

C. Kedudukan Kreditur PemegangCorporate Guarantee Sebagai Kreditur Debitur Utama danCorporate Guarator... 86

D. Perlindungan Bagi Kreditur PemegangCorporate Guarantee Dalam Hal Debitur Utama Pailit... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

(14)

Ability to repay : Kemampuan untuk melunasi utang Borgtocht : Jaminan perorangan

Corporate Guarantee : Jaminan Perusahaan Corporate Guarantor : Penjamin Perusahaan

Equity : Modal

Loan : Utang

Personal Guarantee : Jaminan Perorangan Personal Guarantor : Penjamin Perorangan

(15)

UU : Undang-Undang

KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

UUK – PKPU : Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang

RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham

PT : Perseroan Terbatas

PN : Pengadilan Niaga

(16)

Dalam pemberian jaminan, seorangguarantor memiliki hak istimewa yang biasanya dapat diminta oleh kreditur untuk dilepaskan untuk lebih memberikan rasa aman kepada kreditur. Hak istimewa dalam pemberian jaminan ini diatur mulai dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tujuan analisis yang dilakukan adalah untuk mengetahui kedudukan corporate guarantor yang telah secara sukarela melepaskan hak istimewanya, untuk mengetahui perlindungan terhadap corporate guarantor yang dimohonkan pailit dan untuk mengetahui perlindungan terhadap kreditur pemegangcorporate guaranteedalam hal debitur utama pailit.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat pengumpulan data yang dipergunakan berupa dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Corporate Guarantor yang secara sukarela melepaskan hak istimewanya pada dasarnya sama dengan Debitur Utama sehingga Corporate Guarantor dapat diajukan pailit bersamaan dengan Debitur Utama. Dan perlindungan terhadap Corporate Guarantordalam hal Debitur Utama tidak mampu melaksanakan kewajibannya, maka permohonan pailit hanya dapat diajukan setelah seluruh harta Debitur Pailit digunakan untuk menyelesaikan kewajibannya. Perlindungan terhadap Kreditur Pemegang Corporate Guarantee dalam hal Debitur Utama pailit yaitu dapat meminta pertanggungjawabanCorporate Guarantor dan apabila Corporate Guarantor dinyatakan pailit, maka kreditur PemegangCorporate Guarantee berkedudukan sebagai Kreditur Konkuren terhadap Corporate Guarantor.

Para pihak yang hendak bertindak sebagai Guarantor memerlukan pemahaman mendalam terkait dengan kedudukannya apabila ia telah melepaskan hak istimewanya dan kepada para pihak yang bertindak sebagai kreditur hendaknya melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap guarantor debitur pailit guna memberikan rasa aman yang lebih optimal. Serta untuk memudahkan para pemangku kepentingan hendaknya ketentuan-ketentuan pemberi jaminan diatur lagi lebih detail dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(17)

providing guarantee, a guarantor has the privilege which can usually be asked by the creditor to be released in order to give the sense of security to the creditor. The privilege in this guarantee provision is regulated from Article 1820 to Article 1850 of the Indonesian Civil Codes. The purpose of this study was to find out the position of corporate guarantor that has voluntarily released his/her privilege, to find out the protection for the bankruptcy-petitioned corporate guarantee, and to find out the protection for the creditor as the corporate guarantee holder in case the main debtor is bankrupt.

To obtain the theoretical basis in the form of positive law proper to the object of study, the data for this normative legal study were the secondary data comprising the primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were analyzed through the qualitative analysis technique.

The result of this study showed that the position of the Corporate Guarantor voluntarily released his/her privilege is basically the same as that of the Main Debtor that the Corporate Guarantor can be petitioned for bankruptcy simultaneously with the main debtor. In protecting the Corporate Guarantor in case the Main Debtor is unable to perform his/her obligations, the application for bankruptcy can only be filed after all of the assets of the bankrupt Debtor has been spent on performing his/her obligations. The protection for the Creditor as Corporate Guarantee holder in case the Main Debtor is bankrupt is by asking the responsibility of the Corporate Guarantor, and if the Corporate Guarantor is bankrupt too, the Creditor as Corporate Guarantee holder is positioned as the Unsecured Creditor of Corporate Guarantor.

The party who wants to act as a Guarantor need deep understanding related to his/her position if he/she has released his/her privilege, and the party acting as creditor should conduct an in-dept examination of the guarantor of bankrupt deptor to provide a more optimal security. To provide convenience to the stakeholders, the provisions for the guarantor should be regulated much more detailed in law on Bankruptcy and Delay of Debt Payment Obligation.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dana merupakan “oksigen” bagi suatu perusahaan dalam melakukan kegiatan

usahanya. Seperti halnya manusia yang tidak mungkin hidup tanpa oksigen,

perusahaan juga akan mati tanpa dana. Dana bagi perusahaan diperoleh dari berbagai

sumber, baik dari modal (equity) dan utang (loan).1 Untuk masalah pendanaan, perusahaan seringkali meminjam uang yang dibutuhkan kepada pihak lain. Dalam

hubungan ini, pihak yang memberikan pinjaman uang disebut kreditur atau si

berpiutang, sedangkan pihak yang menerima pinjaman disebut debitur atau si

berutang. Pemberian pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur kepada debitur

dilakukan karena adanya kepercayaan bahwa debitur dapat mengembalikan pinjaman

tersebut kepada kreditur tepat pada waktunya. Tanpa adanya kepercayan dari

kreditur, tidak mungkin kreditur mau memberikan pinjaman kepada debitur.

Apabila debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman sebagaimana

diperjanjikan sebelumnya, maka harta debitur, baik yang bergerak maupun tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari dapat

digunakan sebagai tanggungan untuk menyelesaikan hutang-hutangnya kepada

kreditur2sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata.

1Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan,

(Jakarta: Grafiti, 2010), hal 295.

2Lihat Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak

(19)

Pada umumnya, debitur tidak hanya meminjam utang kepada satu pihak saja,

tetapi sering kepada beberapa pihak. Dalam hal ini Pasal 1132 KUHPerdata

menyatakan bahwa “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”, Pasal ini memberikan jaminan kedudukan yang seimbang bagi krediturnya. Namun ketentuan ini dapat dikecualikan apabila ditentukan lain oleh

undang-undang karena alasan yang sah untuk didahulukan oleh kreditur lainnya

misalnya tagihan yang bersangkutan berupa hak hak istimewa, tagihan yang dijamin

dengan hak gadai, dan tagihan yang dijamin dengan hipotik. Dalam Pasal 1133 KUH

Perdata jelas menyatakan:

“Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotek. Tentang gadai dan hipotek dibicarakan dalam

Bab 20 dan 21 buku ini”.

Hal ini berkaitan dengan ketentuan dalam hal hak jaminan khusus dan umum.

Hak jaminan khusus seperti juga jaminan umum, tidak memberikan jaminan, bahwa

tagihannya pasti dilunasi, tetapi hanya memberikan kepada kreditur kedudukan yang

lebih baik dalam penagihan, lebih baik daripada kreditur konkuren yang tak

memegang hak jaminan khusus atau dengan perkataan lain ia relatif lebih terjamin

(20)

Selain jaminan materiil (kebendaan), juga terdapat jaminan immaterial

(personal). Jaminan immaterial telah dikenal pada hukum Romawi untuk mengenal

orang sebagai penjamin utang debitur, konsekuensi dari orang yang mengajukan

dirinya sebagai penjamin utang debitur sedangkan ternyata penjamin tersebut tidak

mampu membayar utang debitur dari harta kekayaannya, maka penjamin tersebut

akan menjadi budak dari kreditur. Dalam perkembangannya, jaminan berupa

penjamin perorangan tersebut tidak lagi menyangkut jasmani dari penjamin tersebut,

tetapi terbatas kepada harta kekayaannya saja.3

Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan immateriil. Menurut Sri Soedewi Masjchoen

Sofwan, mengartikan jaminan immateriil (perorangan) adalah “Jaminan yang

menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat

dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur

seumumnya”4.

Pendapat yang lain disampaikan oleh Soebekti mengartikan jaminan

perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan

seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang

(debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) sepengetahuan si berhutang

3

Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal 302.

4

(21)

tersebut.5 Menurut Soebekti juga, bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk

pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau

sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan

dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.6

Jaminan perorangan tersebut terbagi atas dua jenis, yaitu jaminan yang

dilakukan oleh pribadi (personal guarantee) dan pemberian garansi yang dilakukan oleh badan hukum(corporate guarantee). Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama dimana hak dan kewajiban yang dimiliki pemberi garansi (penjamin) pada

kedua jenis penanggungan tersebut identik, hanya saja subjek pelakunya berbeda.7

Keberadaan penjamin disini personal guarantee maupun corporate guarantee berupa pernyataan8 oleh seorang pihak ketiga (penjamin), bahwa debitur dapat

dipercaya akan melaksanakan kewajiban yang diperjanjikan dan penjamin bersedia

untuk melaksanakan kewajiban debitur tersebut bila debitur tidak melaksanakan

kewajibannya. Dengan adanya garansi/jaminan ini, pihak kreditur dapat menuntut

kepada penjamin untuk untuk membayar utang debitur bila debitur lalai atau tidak

mampu untuk membayar utangnya tersebut.9

Dalam hal debitur sudah tidak memiliki kemampuan lagi dalam membayar

utangnya, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kreditur adalah permohonan

5Subekti,

Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,(Bandung: Citra Aditya Bakti), 1989, hal. 15.

6

Ibid.

7

Adrian Sutedi,Hukum Kepailitan,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal.151.

8

Suatu Pernyataan adalah “menyatakan sesuatu” dengan tujuan mengungkapkan kehandak yang bertujuan. Pernyataan merupakan landasan dari kekuatan mengikat. Herlien Budiono,Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berdasarkan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bahti, 2006), hal 406.

9

(22)

pailit sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).

Pemilihan mekanisme kepailitan melalui Pengadilan Niaga diambil pelaku usaha

mengingat waktu penyelesaian yang relatif lebih cepat daripada mekanisme gugatan

perdata melalui Pengadilan Negeri. Selain itu, setiap tahapan dari permohonan hingga

pengurusan dan pemberesan harta pailit sudah diatur sangat ketat oleh UUK-PKPU

sehingga setiap proses dapat berjalan sesuai dengan waktu yang diperkirakan.

Walaupun banyak memiliki kelebihan, penyelesaian hutang piutang melalui

mekanisme pailit sering mengalami kendala. Salah satunya terkait dengancorporate guarantee. Di satu sisi, corporate guarantor hanya dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila debitur utama sudah tidak mampu menyelesaikan

kewajibannya. Hal ini tentunya akan membutuhkan waktu yang lama dan tidak

sejalan dengan semangat peradilan cepat yang diusung oleh Pengadilan Niaga. Selain

itu, corporate guarantee yang tidak beritikad baik juga dapat berlindung dibalik kewajiban menagih kepada debitur utama tersebut.

Kendala yang lainnya adalah terkait dengan permohonan pailit yang dapat

diajukan kepada corporate guarantee yang telah melepaskan hak istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 1832 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi :

“Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap seorang penjamin atau penanggung telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda atau harta kekayaan debitur disita dan dijual terlebih dahulu.”10

10

Selain karena telah melepaskan hak istimewanya, Pasal 1832 ayat 2,3,4,dan 5 KUH Perdata menyatakan bahwa penjamin dapat diajukan permohonan pernyataan pailit apabila:

(23)

Di satu sisi,permohonan pailit yang diajukan kepadacorporate guarantoryang telah melepaskan hak istimewanya bersamaan dengan debitur dianggap dapat

memberikan perlindungan kepada kreditur.11Namun di sisi lainnya, perusahaan yang

beritikad baik sebagai corporate guarantor juga perlu dilindungi. Permohonan pailit yang diajukan terhadap perusahaan tentunya akan berdampak buruk pada kegiatan

bisnis perusahaan karena rekan bisnis dan investor perusahaan akan mengantisipasi

bila perusahaan dinyatakan pailit, seperti investor menarik asset dari perusahaan,

rekan bisnis membatalkan perjanjian/kontrak dengan perusahaan. Disamping itu,

iklim kerja juga akan terganggu karena keresahan tenaga kerja yang

dibayang-bayangi pemutusan hubungan kerja.

Melalui pembahasan ini diharapkan dapat membantu para pelaku usaha untuk

mengetahui bagaimana kedudukan corporate guarantor, bila corporate guarantor secara sukarela telah mencabut hak istimewanya untuk bertindak sebagai corporate

guaranteee, dan selain itu juga untuk mengetahui bagaimana perlindungan kepada corporate guarantor dan kreditur pemegang corporate guarantee dalam proses kepailitan. Dengan demikian kemudahan verifikasi dapat berjalan dengan lancar

karena verifikasi merupakan prosedur untuk menetapkan hak menagih.12

a. Debitor dapat mengajukan tangkisan yang hanya menyangkut dirinya secara pribadi. b. Debitor berada dalam keadaan pailit.

c. Penjaminan (penanggungan) tersebut telah diberikan berdasarkan perintah pengadilan.

11

Sunarmi,Hukum Kepailitan,(Jakarta:Sofmedia, 2010 ), hal.196.

12

(24)

Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas tesis yang berjudul

“Kedudukan Corporate Guarantor Sebagai Pihak Penjamin Debitur Utama Dalam Proses kepailitan”.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan corporate guarantor yang telah secara sukarela melepaskan hak istimewanya untuk bertindak sebagai corporate guarantee

dalam perkara kepailitan ?

2. Bagaimana perlindungan terhadap corporate guarantor yang dimohonkan pailit dalam hal debitur utama tidak mampu melaksanakan kewajibanya ?

3. Bagaimanakah perlindungan terhadap kreditur pemegang corporate guarantee dalam hal debitur utama pailit?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kedudukan corporate guarantor yang telah secara sukarela melepaskan hak istimewanya untuk bertindak sebagai corporate guarantee. 2. Untuk mengetahui perlindungan terhadapcorporate guaranteeyang dimohonkan

pailit dalam hal debitur utama wanprestasi.

3. Untuk mengetahui perlindungan terhadap kreditur pemegang corporate

(25)

D. Manfaat Penelitian

Selain tujuan tersebut di atas, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk

berbagai hal di antaranya:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran secara

teoritis dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum

kepailitan.

2. Secara Praktis

Penelitian diharapkan bermanfaat untuk :

a. Memberikan sumbangan kepada penegak hukum terutama dalam

menyelesaikan masalah hukum yang berkenaan dengan hukum dengan hukum

kepailitan.

b. Dengan adanya penelitian ini maka Penulis dapat memberikan gambaran

hukum tentang bagaimana hak istimewa dalam perjanjian pemberian garansi

oleh induk perusahaan terhadap anak perusahaan dalam kepailitan.

c. memberikan pemahaman kepada insan perbankan terkait dengan

dimungkinkanyacorporate guaranteedapat ikut serta dimohonkan pailit.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang telah dilakukan di

kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan kepustakaan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara oleh peneliti, maka penelitian dengan judul

(26)

Dalam Proses Kepailitan”belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya,

namun ada beberapa tesis terdahulu yang menyangkut dengan masalah kepailitan

yaitu:

1. Satria Braja Hariandja, Tesis pada tahun 2011 dengan judul “Analisis Yuridis

Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)”.

2. Atmawati, Tesis pada tahun 2003 dengan judul “Penyelesaian Utang Piutang

Melalui Hukum Kepailitan Suatu Antisipasi Terhadap Kredit Bermasalah”. 3. Halida Rahardini, Tesis pada tahun 2002 dengan judul “Analisis Hukum

Terhadap Tanggung jawab direktur Dalam Hal Terjadi Kepailitan Perseroan”. Meskipun demikian, permasalahan dan penyajian dari penelitian ini tidak sama

dengan penelitian-penelitian di atas. Penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan

asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka sehingga penelitian ini

dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan

serta saran-saran yang membangun. Apabila di kemudian hari ternyata penelitian ini

telah melanggar asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka, maka

Peneliti bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam membahas permasalahan yang dirumuskan

(27)

Smith (1723-1790).13 Adam Smith hanya menerima satu konsep atas teori keadilan

yaitu keadilan komutatif. Alasannya, yang disebut keadilan sesungguhnya hanya

punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan,

keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain.

Adam Smith menggambarkan keadilan komutatif tersebut dalam 3 (tiga) prinsip

yaitu:14

1. PrinsipNo Harm

Prinsip keadilan komutatif menurut Adam Smith adalah no harm, yaitu tidak

merugikan dan melukai orang lain baik sebagai manusia, anggota keluarga atau

anggota masyarakat baik menyangkut pribadinya, miliknya atau reputasinya.

Pertama, keadilan tidak hanya menyangkut pemulihan kerugian, tetapi juga

menyangkut pencegahan terhadap pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain.

Kedua, pemerintah dan rakyat sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status

sosialnya yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib

menahan diri untuk tidak melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati

pemerintah selama pemerintah berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat

diharapkan akan tercipta dan terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis.

Ketiga, keadilan berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan(impartiality), yaitu

prinsip perlakuan yang sama didepan hukum bagi setiap anggota masyarakat.

13

Bismar Nasution,Mengkaji Ulang Hukum sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi,Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, (Medan: USU , 17 April 2004), hal. 4-5.

14

(28)

2. PrinsipNon-Intervention

Disamping prinsipno harm, juga terdapat prinsipno interventionatau tidak ikut

campur dan prinsip perdagangan yang adil dalam kehidupan ekonomi. Prinsip ini

menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap

orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam

kehidupan dan kegiatan orang lain. Campur tangan dalam bentuk apapun akan

merupakan pelanggaran terhadap hak orang tertentu yang merupakan suatuharm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan.

3. Prinsip Keadilan Tukar

Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Dalam keadilan

tukar ini, Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau

harga aktual. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi

yang telah dikeluarkan oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga komponen biaya

produksi berupa upah buruh, keuntungan untuk pemilik modal, dan sewa.

Sedangkan harga pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan

dan dibayar dalam transaksi dagang didalam pasar.

Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum Adam

Smith, mengatakan bahwa : Tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari

kerugian (the goal of justice is to secure from injury).15

15Ibid,

(29)

Menurut Satjipto Rahardjo, Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan

cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadannya untuk bertindak dalam rangka

kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam

arti, ditentukan kekuasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang

disebut hak. Tetapi tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai

hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu

pada seseorang. Salah satu filosofi hukum kepailitan ialah adanya nilai keadilan

sehingga hukum dapat memberikan tujuan yang sebenarnya yaitu memberi manfaat,

kegunaan dan kepastian hukum.16

Keadilan menurut Aristoteles ialah perlakuan yang sama bagi mereka yang

sederajat di depan hukum, tetap menjadi urusan tatanan politik untuk menentukan

siapa saja yang harus diperlakukan sama atau sebaliknya. Aristoteles menyatakan

bahwa ukuran keadilan adalah bahwa :

a. Seorang tidak melanggar hukum yang berlaku, sehingga keadilan berarti

lawfull” yaitu hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus diikuti,

dan ;

b. Seseorang tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga keadilan berarti

persamaan hak.17

Untuk memperjelas ukuran keadilan sebagaimana yang diutarakan dari

pendapat Aristoteles di atas, maka debitur utama menuangkan ketentuan hak dan

16

Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal.53.

17

(30)

kewajiban pemberi garansi/penjaminan dalam bentuk perjanjian yang dinamakan

dengan Perjanjian Pemberi Garansi/Penjaminan yang memuat persetujuan dimana

seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk

memenuhi perikatanya si berutang manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya

(Pasal 1820 KUHPer). Dalam hal ini seorang pihak ketiga yang dimaksud disini

adalahcorporate guarantee yang secara sukarela mengikatkan diri sebagai penjamin yang akan memenuhi kewajiban debitur utama apabila si debitur utama lalai atau

tidak mampu lagi melaksanakan kewajibanya kepada kreditur. Perjanjian Pemberian

Garansi/Penjaminan ini berlaku mengikat dan sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.18 Dengan kata lain antara debitur utama dengan CG memiliki

kedudukan yang sama terhadap kreditur.

Aristoteles juga mengemukakan dua macam keadilan yaitu:19

a. Keadilan Disitributif yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah

menurut jasanya, ia tidak dibenarkan menuntut bagian yang sama banyaknya.

b. Keadilan Komutatif adalah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama

banyaknya tanpa mengingat jasa-jasa perorangan.

Menurut W. Friedman, suatu undang-undang haruslah memberikan keadilan

yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara

pribadi-pribadi tersebut.20 Hal ini menjadi dasar pertimbangan bagi CG dan debitur utama

untuk mengetahui lebih jelas hak dan kewajibannya sebagaimana tertuang dalam

18

Pasal 1338 KUHPerdata.

19

M.Solly Lubis,Diktat Teori Hukum,(Medan: USU, 2010), hal.24.

20

(31)

Perjanjian Pemberian Garansi/Penjaminan. Perjanjian ini dapat memberikan keadilan

yang sama terhadap CG dan debitur utama walaupun terdapat perbedaan-perbedaan

pemenuhan kewajiban-kewajiban antara pribadi-pribadi dalam memenuhi kewajiban

terhadap kreditur sebagaimana yang dimaksud oleh pendapat Friedmann di atas.

Dengan adanya perjanjian pemberian garansi/jaminan tersebut maka sebagaimana

ketentuan dari Pasal 1832 ayat 1 KUHPer yang menyatakan “Pengajuan permohonan

pernyataan pailit terhadap seorang penjamin atau penanggung telah melepaskan hak

istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda atau harta kekayaan debitur disita

dan dijual terlebih dahulu”. Telah berlaku bagi CG oleh karena CG telah melepaskan

hak istimewanya dengan adanya perjanjian pemberian garansi/penjaminan tersebut.

Dengan kata lain antara CG dan debitur utama telah memiliki kedudukan yang sama.

Teori keadilan digunakan untuk menganalisis apakah perjanjian pemberian garansi

telah memberikan keadilan bagi Kreditur, Debitur danCorporate Guarantor.

Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(UUK-PKPU) Nomor 37 Tahun 2004 lahir bertujuan untuk kepentingan dunia usaha

dalam menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif.

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai

kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan

dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar

utangnya.21Bila debitur mempunyai banyak kreditur dan harta kekayaan debitur tidak

cukup untuk membayar lunas semua hutang kepada kreditur, maka para kreditur akan

21

(32)

berlomba dengan segala cara baik yang halal maupun tidak, untuk mendapatkan

pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditur yang datang belakangan mungkin

sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitur sudah habis, hal ini sangat

tidak adil dan merugikan. Menurut Kartini Muljadi, hal inilah yang menjadi maksud

dan tujuan UUK-PKPU22. Dengan lahirnya UUK-PKPU diharapkan antara debitur

dan kreditur dapat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka

masing-masing sehingga terwujudlah keadilan diantara mereka, karena salah satu filosofi

hukum kepailitan tersebut adanya nilai keadilan. Dengan Lahirnya UUK-PKPU,

pertanyaan berapa besar pembagian piutang kepada kreditur telah diatur yaitu antara

lain:

a. Asset disusun sedemikian sehingga mereka dapat dialokasikan diantara

pemegang klaim melawan debitur atau kekayaan debitur.

b. Tagihan ditentukan sedemikian sehingga peserta-peserta di dalam proses

pembagian mungkin dipertemukan.

c. Peraturan menentukan siapa yang diprioritaskan, diantara

penagih-penagih, akan mendapatkan apa dan dalam kedudukan sebagai apa.23

Ketiga pertimbangan yang telah diuraikan di atas memungkinkan bahwa

kreditur tak terjamin pada umumnya akan setuju kepada sistem kolektif sebagai

pengganti rencana pemulihan piutang individu karena tidak ada kreditur tunggal.

Bagaimanapun para kreditur akan setuju kepada sistem kolektif kecuali jika ada suatu

22

Rudhy A. Lontoh, et.al., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,(Bandung: Alumni, 2001), hal.75-76.

23

(33)

sistem yang mengikat semua kreditur lain. Untuk mengijinkan debitur membuat

perjanjian dengan kreditur lain yang akan memilih ke luar daripada kerangka

penyelesaian.

Hal ini sesuai dengan asas yang terkandung dalam Undang-undang No. 37

Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang

berisi antara lain adalah :

a. Asas Keseimbangan

Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan

perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan

yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga

kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang

dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh

kreditur yang tidak beritikad baik.

b. Asas Kelangsungan Usaha.

Dalam Undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan

kelangsungan usahan bagi perusahaan debitur yang prospektif tetap

dilangsungkan.

c. Asas Keadilan.

Dalam Kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan

mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang

(34)

kesewenangan-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan

masing-masing terhadap debitur dengan tidak mempedulikan kreditur lainnya.

d. Asas Integrasi

Asas integrasi dalam Undang-undang ini mengandung pengertian bahwa

sistem hukum formal dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh

dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.24

Sutan Remy Sjahdeini menyatakan untuk memantapkan keyakinan kreditur

bahwa debitur akan secara nyata mengembalikan pinjamanya setelah jangka waktu

pinjaman berakhir, dalam hukum terdapat beberapa asas menyangkut jaminan. Asas

yang pertama menentukan apabila debitur ternyata pada waktunya tidak melunasi

utangnya kepada kreditur karena suatu alasan tertentu, maka harta kekayaan debitur,

baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang

akan ada di kemudian hari menjadi agunan atau jaminan utangnya yang dapat dijual

untuk menjadi sumber pelunasan utang itu. Asas ini dituangkan dalam Pasal 1131

KUHPerdata (KUHPer) yang berbunyi: “segala harta kekayaan debitur, baik yang

bergerak maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan untuk

segala perikatan debitur”.25

Pasal 1131 KUH Perdata menentukan harta kekayaan debitur bukan hanya

untuk menjamin kewajiban melunasi utang kepada kreditur yang diperoleh dari

perjanjian kredit diantara mereka, tetapi untuk menjamin semua kewajiban yang

24

Penjelasan Umum UUK-PKPU.

25

(35)

timbul dari perikatan debitur. Oleh karena Pasal 1131 KUH Perdata menentukan

semua harta kekayaan (asset) debitur menjadi agunan bagi pelaksanaan

kewajibannya bukan kepada kreditur tertentu saja tetapi juga semua kreditur lainya,

maka perlu ada aturan main tentang cara membagi aset debitur itu kepada para

krediturnya apabila aset itu dijual karena tidak dapat membayar utang-utangnya.

Aturan main itu ditentukan oleh Pasal 1132 KUH Perdata yang merupakan asas

kedua yang menyangkut jaminan.26 Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan :

“kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang

mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut

keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila

di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, secara garis besar dikenal 2

(dua) macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.

Jaminan perorangan tersebut terbagi atas dua jenis, yaitu jaminan yang dilakukan

oleh pribadi(personal guarantee) dan pemberian garansi yang dilakukan oleh badan

hukum (corporate guarantee/CG). Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama dimana hak dan kewajiban yang dimiliki pemberi garansi (penjamin) pada

kedua jenis penanggungan tersebut identik, hanya saja subjek pelakunya berbeda.27

Bila CG subjeknya berupa badan usaha berbadan hukum maupun badan usaha yang

tidak berbadan hukum.

26Ibid,

hal.4-5.

27

(36)

Keberadaan penjamin disini personal guarantee maupun corporate guarantee (CG) berupa pernyataan oleh seorang pihak ketiga (penjamin), bahwa debitur dapat

dipercaya akan melaksanakan kewajiban yang diperjanjikan dan penjamin bersedia

untuk melaksankan kewajiban debitur tersebut bila debitur tidak melaksanakan

kewajibannya. Dengan adanya garansi/jaminan ini, pihak kreditur dapat menuntut

kepada penjamin untuk membayar utang debitur bila debitur lalai atau tidak mampu

untuk membayar utangnya tersebut.28 Jadi CG berperan sebagai penjamin/guarantor

bagi debitur pailit yang apabila debitur pailit tidak membayar utangnya pada saat

jatuh tempo maka pihak kreditur dapat menuntut eksekusi atas benda yang telah

dijaminkan oleh debitur pailit tersebut untuk melunasi utangnya, sedangkan dalam

hal penjaminnya/guarantornya adalah CG, maka apabila debitur pailitnya tidak

mampu melaksanakan kewajibanya maka guarantor tersebut bersedia melaksanakan

kewajiban dari debitur pailit tersebut. Dengan adanya jaminan tersebut maka pihak

kreditur dapat menuntut kepada penjamin/guarantor untuk membayar utang debitur

pailit bila debitur pailit lalai atau tidak mampu lagi membayar utangnya tersebut.29

Berkaitan dengan pemberian garansi/jaminan dalam perusahaan yang biasanya

dilakukan oleh penjamin/guarantor dalam perjanjian pemberian kredit, maka dengan

adanya perjanjian pemberian garansi/jaminan, penjamin/guarantor dapat melakukan

kewajiban debitur apabila debitur tidak dapat melakukan kewajibannya terhadap

kreditur dan apabila penjamin tidak dapat melakukan kewajibanya maka penjamin

28Ibid. 29

http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2009/06/09/kedudukan-guarantor-dalam-kepailitan,

(37)

dapat pailit oleh kreditur. Jadi kepailitan perusahaan sebagai debitur utama sangat

berpengaruh kepada penjamin/guarantor. Namun penjamin/guarantor dalam hal ini

mempunyai hak istimewa sehingga hak istimewa penjamin/guarantor ini membawa

akibat hukum bahwa penjamin/guarantor tidak diwajibkan untuk melunasi kewajiban

debitur kepada kreditur sebelum harta kekayaan debitur pailit disita dan dijual

terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. Apabila hasil penjualan tidak cukup untuk

melunasi hutangnya debitur, berarti penjamin/guarantor hanya akan melunasi sisa

kewajiban debitur yang belum dipenuhinya kepada kreditur.30

Dengan adanya perjanjian pemberian kredit yang termasuk dengan perjanjian

pemberian jaminan maka penjamin/guarantor dalam hal ini CG memiliki peran yang

sama dengan debitur pailit bila sewaktu-waktu debitur pailit lalai dalam

melaksanakan kewajiban melakukan pembayaran utang, dan dengan demikian

ketentuan yang diatur dalam Pasal 24 UUK-PKPU telah berlaku, dimana Dalam

Pasal 24 UUK-PKPU telah memuat dengan jelas bahwa dengan pernyataan pailit,

debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai kekayaanya yang

dimasukkan dalam harta pailit terhitung sejak hari pernyataan pailit diputuskan.

Dengan kata lain penjamin dalam hal inicorporate guarantor yang dinyatakan pailit tidak lagi dapat melakukan bisnis untuk dan atas nama pribadinya. Dalam

KUHPerdata dalam Pasal 1831 sampai dengan Pasal 1850, dari ketentuan Pasal

dalam KUHPerdata tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang penjamin atau

30

(38)

penanggung adalah juga seorang debitur yang berkewajiban melunasi utang debitur

kepada krediturnya apabila tidak membayar utang apabila sudah jatuh waktu.31 dan

sama demikian halnya dengan teori keadilan dengan adanya perjanjian pemberian

jaminan, kedudukan antara CG dan debitur pailit memiliki kedudukan yang sama,

dan guarator haruslah bertindak sebagai pihak yang melunasi kewajiban debitur bila

si debitur gagal dalam melunasi hutangnya. Dengan demikian para pihak memiliki

hak dan kewajiban yang sama dan tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga

keadilan merupakan persamaan hak dan seseorang tidak boleh melanggar hukum

yang berlaku, sehingga keadilan berarti “lawfull”yaitu hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus diikuti seperti yang tertulis dalam perjanjian pemberian

jaminan yang mana ketentuan ini merupakan pernyataan Aristoteles dengan teori

keadilannya.

Berdasarkan asas yang terdapat dalam kepailitan, dapat dimaknai bahwa

penggunaan Pasal 1831 ayat 1,2,3,4 dan ayat 5 KUH Perdata dalam hal pemberian

jaminan adalah berlaku oleh karena adanya asas dalam kepailitan yaitu asas integrasi

yang menyatakan terkait hukum materiilnya, hukum perdata merupakan satu kesatuan

dengan UUK-PKPU, sehingga guarantoor wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang jo.Pasal 1831 ayat 1,2,3,4,

dan ayat 5 KUH Perdata.

31

(39)

2. Konsepsi

Bagian kerangka konsepsional ini akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan

dengan konsep yang digunakan dalam tesis ini, agar secara operasional diperoleh

hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang ditentukan sesuai dengan judul

penelitian ini yang berjudul “Kedudukan Corporate Guarantor Sebagai Pihak Penjamin Debitur Utama Dalam Proses kepailitan”. Penjelasan konsespsional

tersebut yaitu :

a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan

hakim pengawas.32 Suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu lagi untuk

membayar utang-utangnya berdasarkan putusan hakim (sebagaimana yang

tertulis dalam Pasal 2 UUK-PKPU).

b. Pailit berasal dari bahasa Perancis “failite” yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran.33

c. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah pemberian kesempatan

kepada debitur untuk melakukan rekstrukturisasi utang-utangnya, yang dapat

meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren dan

pada akhirnya jika dapat terlaksana dengan baik debitur akan dapat memenuhi

kewajiban-kewajibanya dan meneruskan usahanya.34

32

Pasal 1 Ayat (1) UUK-PKPU.

33

Lee Aweng, Hukum Kepailitan (Faillisement) dan Penundaan Pembayaran (Surseance Van Betalling), (Medan: Bahan Ceramah Pelatihan Hakim Pengadilan Tinggi, 10 April 1998).

34

(40)

d. Corporate Guarantoradalah Perusahaan yang bertindak sebagai penjamin. e. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau

undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka umum.35

f. Hak istimewa adalah hak yang dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar

harta kekayaan milik si berutang utama (debitur) terlebih dahulu disita dan

dijual/dilelang, jika hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk

melunasi hutangnya, kemudian baru harta kekayaan penjamin,36 hak untuk

meminta pemecahan uang,37 dan hak untuk dibebaskan dari penjaminan

bilamana karena salahnya kreditur.38

g. Jaminan adalah tanggungan atau boroh.39

h. Jaminan Perusahaan (corporate guarantee) adalah jaminan oleh perusahaan

yang ada hubungan kepentingan bisnis antara debitur dengan

penjamin/guarantor tersebut. Bahwa debitur dapat dipercaya akan melaksanakan kewajiban yang dapat diperjanjikan dengan syarat bahwa apabila

debitur tidak melaksanakan kewajibannya maka penjamin tersebut bersedia

untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Dengan adanya jaminan tersebut maka

pihak kreditur dapat menuntut kepada penjamin untuk membayar utang debitur

bila debitur lalai atau tidak mampu untuk membayar utangnya tersebut.40

35

Pasal 1 ayat (3) UUK-PKPU.

36

Pasal 1831 KUHPerdata.

37

Pasal 1837 KUHPerdata.

38

Pasal 1848 dan Pasal 1849 KUHPerdata.

39

J.C.T.simorangkir.dkk,Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.21.

40

(41)

i. Jaminan Perorangan (personal guarantee) adalah jaminan oleh pihak ketiga yang berisi pernyataan bahwa pihak ketiga tersebut bersedia menanggung utang

debitur utama kepada kreditur dalam jumlah tertentu.

j. Kedudukan Corporate Guarantee adalah kedudukan perusahaan pemberi jaminan berkenaan dengan hal dan tanggung jawabnya dalam kedudukanya

sebagai penjamin utang debitur pailit.

k. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

undang-undang yang pelunasanya dapat ditagih di muka umum.41

l. Kreditur Preferen adalah adalah kreditur yang memiliki hak preferensi atau hak

untuk lebih diutamakan pemenuhan piutangnya.

m. Kreditur Separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan kebendaan tertentu

sehingga memiliki hak diutamakan dalam pemenuhan piutang yang berasal dari

benda yang dijaminkan tersebut.

n. Kreditur Konkuren adalah kreditur yang tidak memiliki hak preferensi,

sehingga pemenuhan piutangnya dilakukan bersama dengan kreditur konkuren

lainnya.

o. Kreditur Pemegang Corporate Guarantee adalah kreditur yang memegang jaminan perusahaan.

p. Perjanjian Pemberi Garansi adalah suatu persetujuan dimana seorang pihak

ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi

perikatanya si berutang manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya.42

41

(42)

q. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara

langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari (kontinjen), yang timbul

karena perjanjian atau Undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor

dan bila tidak dipenuhi memberikan hak kepada kreditor untuk mendapat

pemenuhannya dari harta kekayaan debitor43.

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan

maupun teknologi. Hal ini disebabkan kaena penelitian bertujuan untuk

mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan konsisten. Melalui

proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi data yang telah

dikumpulkan.44

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan tehnologi, maka metodolaogi penelitian yang diterapkan harus

senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.45

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian

yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan

kaedah-42

Pasal 1820 KUHPerdata.

43

Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU .

44

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 2005), hal.5-6.

45

(43)

kaedah atau norma-norma hukum positif.46 Dengan pertimbangan bahwa titik tolak

penelitian untuk menganalisis hak istimewa dalam perjanjian pemberian garansi yang

diberikanCorporate Guarantor(CG) sebagai pihak penjamin dalam kepailitan. Sifat penelitian dari tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis yaitu suatu

penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu

peraturan hukum.47Dalam hal ini peraturan hukum terkait dengan penelitian tesis ini

adalah UUK-PKPU dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang terkait dengan

jaminan yang tidak dapat dipisahkan dari kepailitan.

2. Sumber Data/Bahan Hukum

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoratif yang berarti

mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan

perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki seperti peraturan perundang-perundang-undangan

di bidang hukum jaminan dan hukum kepailitan yaitu Kitab Undang-undang

Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks

yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat

para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium

46

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia, 2008), hal.282.

47

(44)

mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian, khusunya yang berkaitan dengan

hukum jaminan dan hukum kepailitan.48 Dalam penelitian ini, bahan hukum

sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku rujukan yang relevan, hasil

karya tulis ilmiah, dan berbagai makalah yang berkaitan.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.49 Berupa

kamus umum, kamus bahasa, surat kabar, artikel, internet.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik studi pustaka dengan menggunakan

alat pengumpulan data berupa studi dokumen-dokumen yang relevan dengan

penelitian ini di perpustakaan. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan

tersebut selanjutnya akan dipilih guna memperoleh asas, kaidah, norma, konsep dan

doktrin hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang dihadapi dan

disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan

permasalahan dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis

secara normatif kualitatif, analisis tersebut dilakukan dengan memilih

peraturan-peraturan hukum tentang hak istimewa dalam perjanjian pemberian garansi

perusahaan dalam kepailitan. Langkah selanjutnya membuat sistematika

kaidah-48

Johny Ibrahim,Op.cit,hal.296.

49

(45)

kaidah hukum dalam peraturan tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi yang

relevan dengan objek permasalahan yang dibahas dalam peneltian ini. Kemudian

analisis dilanjutkan dengan metode deduktif, yakni postulat-postulat umum

sebagaimana terdapat atas norma yang terkandung dalam kaidah hukum untuk

digunakan menganalisis peristiwa yang lebih khusus yakni kedudukan corporate

(46)

BAB II

KEDUDUKANCORPORATE GUARANTORYANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA

A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie yang mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap

barang-barangnya, atau dapat dikatakan pengertian jaminan adalah “menjamin dipenuhinya

kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum”50.

Kitab Undang Undang Hukum Perdata memang tidak secara tegas merumuskan

pengertian jaminan, namun berdasarkan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dapat

diketahui arti dari jaminan tersebut, yaitu:

Pasal 1131 KUH Perdata

“Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak aupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi jaminan sesuatu segala perikatan pribadi debitur tersebut”.

Pasal 1132 KUH Perdata

“Kebendaan tersebut dalam Pasal 1131 menjadi jaminan bersamaan bagi para kreditur, dan hasil pelelangan kebendaan tersebut dibagi diantara para kreditur seimbang menurut besar kecilnya piutang mereka masing-masing, kecuali alasan-alasan yang sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada piutang yang lain”.

50

(47)

Berdasarkan uraian di atas, Hukum Perdata mengenal jaminan yang bersifat hak

kebendaan dan hak perseorangan. Jaminan bersifat hak kebendaan adalah jaminan

berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung atas benda

tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun dan selalu mengikuti

bendanya (droit de suite) dan dapat dialihkan. Jaminan yang bersifat perorangan

adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,

hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur

seumumnya51.

Berbeda dengan jaminan kebendaan yang dapat timbul karena

undang-undang52, jaminan perorangan hanya dapat timbul karena adanya perjanjian. Setiap

perjanjian pemberian jaminan selalu didahului oleh perjanjian pokok yang menjadi

dasar perjanjian pemberian jaminan. Hal ini disebabkan karena tidak mungkin ada

perjanjian pemberian jaminan yang dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti

perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya telah selesai, maka perjanjian

pemberian jaminannya juga selesai. Sifat perjanjian seperti ini disebut dengan

accessoir53yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:.

1. Lahir dan hapusnya tergantung kepada perjanjian pokok;

2. Ikut batal dengan batalnya perjanjian pokok;

51

Rachmadi Usman,Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), hal. 70.

52

Jaminan kebendaan dapat timbul karena undang-undang sesuai dengan Pasal 1131 KUH Perdata, maupun melalui perjanjian pemberian jaminan.

53

(48)

3. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok54.

Menurut M. Yahya Harahap, penjamin/borgtoch mengandung 3 (tiga) unsur,

yaitu55

1. Sukarela

Seorang pihak ketiga terlibat langsung dalam suatu persetujuan yang dibuat

antara debitor dan kreditor, dengan sukarela membuat “pernyataan mengikatkan

diri” akan menyanggupi pelaksanaan perjanjian, apabila nanti si debitor tidak

melaksanakan pemenuhan kewajiban terhadap kreditor.

2. Subsidair

Melalui pernyataan mengikatkan diri memenuhi perjanjian dariborg, seolah-olah konstruksi perjanjian dalam hal ini menjadi dua, tanpa saling bertindih. Yang

pertama ialah perjanjian pokok itu sendiri antara kreditor dan debitor. Perjanjian

yang kedua, yang kita anggap perjanjian subsidair ialah perjanjian pemberian jaminan tersebut antara si penjamin (guarantor) dengan pihak kreditor.

3. Accesoir

Apabila debitor sendiri telah melaksanakan kewajibannya kepada debitor,

hapuslah kewajiban penjamin/guarantor. Perjanjian pemberian garansi batal,

apabila perjanjian pokoknya batal. Dalam prakteknya untuk mencegah agar

perjanjian pemberian garansi tidak batal disebabkan batalnya perjanjian pokok,

maka perjanjian pemberian garansi/jaminan selalu dikumulasikan dengan

54

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta, Liberti Offset, 1980), hal. 46-47.

55

(49)

pemberianindemnity ex Pasal 1316 KUHPerdata. Pemberian indemnity ex Pasal 1316 KUH Perdata adalah perjanjian pokokyang berdiri tersendiri di samping

perjanjian utang piutangnya, sehingga bila perjanjian utang piutang itu batal,

maka pemberian indemnity ini tidak akan ikut menjadi batal56. Artinya semua tergantung kepada ketentuan perjanjian pemberian garansi yang mengatur

bagian tersendiri dari perjanjian pokok sehingga tidak menghapuskan kewajiban

dari guarantor untuk memberikan jaminan.

Lahirnya suatu perjanjian pemberian garansi dapat juga dikatakan sebagai

terbentuknya atau telah dilakukan suatu penjaminan baik oleh perseorangan (personal guarantee) maupun suatu badan usaha (corporate guarantee) 57. Bentuk Perjanjian Pemberian Jaminan bersifat bebas, tidak terikat bentuk tertentu, dapat dibuat lisan

maupun tulisan maupun dalam akta. Namun, lazimnya perjanjian penanggungan

dibuat dalam bentuk tertulis guna kepentingan pembuktian di pengadilan.

Dalam kegiatan bisnis, perbankan tidak akan memberikan kredit kepada

siapapun tanpa disertai dengan garansi. Diharapkan apabila ternyata di kemudian hari

debitor lalai yaitu tidak membayar utang beserta bunga, maka garansi inilah yang

akan dipergunakan oleh pihak kreditor (bank) untuk melunasi utang debitor. Pemberi

garansi ini merupakan jaminan berupa orang pribadi/badan hukum (guarantor)

56

M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Jakarta : Alumni, 2002), hal. 6.

57

(50)

dengan tujuan melindungi kepentingan kreditor bersifat umum artinya dapat

mengakibatkan seluruh harta kekayaan pemberi garansi menjadi jaminan dari debitor

yang bersangkutan. Perjanjian pemberian garansi dapat diminta oleh kreditor dengan

menunjuk pemberi garansi tertentu, atau yang diajukan debitor. Dalam pemberian

garansi ini bukan berarti setiap orang atau badan hukum bisa menjadi penjamin,

melainkan orang atau badan hukum memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur

dalam Pasal 1827 KUH Perdata yaitu

1. Cakap atau mampu untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian artinya tidak

dibawah umur, dibawah pengampuan atau pailit.

2. Mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pemberi garansi

artinya yang bersangkutan dinilai mampu dan mempunyai harta yang cukup untuk

memenuhi kewajibannya.

3. Berdiam di wilayah Indonesia, syarat ini bertujuan untuk memudahkan bagi

kreditor (bank) di dalam menagih utang tersebut. Sebab bila pemberian

garansi/penjamin berada di luar negeri tentunnya akan menyulitkan untuk

menyelesaikan masalah penjaminan tersebut58.

Selain syarat khusus yang diatur pada Pasal 1827 KUH Perdata tersebut,

perjanjian pemberian jaminan juga harus memenuhi syarat sahnya sebuah perjanjian

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata59, yaitu:

58

Pasal 1827 KUHPerdata.

59

(51)

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.

Perjanjian Pemberian Garansi dibuat oleh antara Kreditor dengan Penjamin

dimana Penjamin menyatakan jaminan bahwa Penjamin akan menyelesaikan

hutang debitor apabila debitor tidak melaksanakan kewajibannya. Untuk

melindungi para pihak, maka Perjanjian Pemberian Garansi harus disepakati oleh

para pihak yang mengikatkan diri, yaitu Kreditor dan Penjamin. Apabila Kreditor

tidak sepakat (misalnya karena kreditor tidak yakin bahwa Penjamin mampu

menyelesaikan hutang debitor) maka Perjanjian Pemberian Garansi tersebut tidak

memenuhi syarat ini sehingga Perjanjian Pemberian Garansi tersebut batal demi

hukum.

2. Cakap untuk melakukan perbuatan hukum

Perjanjian Pemberian Garansi harus dibuat oleh pihak cakap membuat suatu

perikatan. Dalam hal perjanjian pemberian jaminan diberikan dalam bentuk

jaminan perusahaan (corporate guarantee), maka penandatangan perjanjian pemberian jaminan tersebut harus ditandatangani oleh pihak/orang yang

berwenang untuk mewakili perusahaan, misalnya direktur perusahaan (dalam hal

perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas)60 atau orang lain yang ditunjuk oleh

perusahaan sebagaimana yang diatur dalam UU No.40/2007 Tentang Perseroan

Terbatas. Dalam hal Perseroan hendak memberikancorporate guaranteeterutama dengan menjaminkan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih

60

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : Mengetahui perlindungan bagi kreditor pemegang jaminan fidusia terhadap harta kekayaan debitur yang telah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami praktik dari akibat hukum pernyataan pailit terhadap perjanjian keagenan menurut Undang-Undang Nomor 37

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dan bentuk koordinasi dari induk perusahaan terhadap anak perusahaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah kedudukan perlindungan hukum kreditor pemegang Hak Tanggungan dan tenaga kerja apabila debitor

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli tanah dan bagaimana kedudukan hukum pihak

Perlindungan Hukum Bagi Kedudukan Personal Guarantor Yang Telah Melepaskan Hak Istimewanya Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Studi Kasus Putusan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mendapatkan pengetahuan yang jelas terkait dengan Kedudukan Akta Notaris dalam pengikatan jual beli hak atas tanah dan Perlindungan

Kata Kunci: Kedudukan Pembuktian, Keterangan Saksi, Anak Dibawah Umur Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hak-hak anak dibawah umur yang memberikan keterangan saksi