TESIS
Oleh
DIAH HANDAYANI
107011007/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DIAH HANDAYANI
107011007/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
Pembimbing Pembimbing
(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) (Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum
Nama : DIAH HANDAYANI
Nim : 107011007
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTEE SEBAGAI
PIHAK PENJAMIN DEBITUR UTAMA DALAM PROSES KEPAILITAN
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :DIAH HANDAYANI
Dalam pemberian jaminan, seorangguarantor memiliki hak istimewa yang biasanya dapat diminta oleh kreditur untuk dilepaskan untuk lebih memberikan rasa aman kepada kreditur. Hak istimewa dalam pemberian jaminan ini diatur mulai dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tujuan analisis yang dilakukan adalah untuk mengetahui kedudukan corporate guarantor yang telah secara sukarela melepaskan hak istimewanya, untuk mengetahui perlindungan terhadap corporate guarantor yang dimohonkan pailit dan untuk mengetahui perlindungan terhadap kreditur pemegangcorporate guaranteedalam hal debitur utama pailit.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat pengumpulan data yang dipergunakan berupa dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Corporate Guarantor yang secara sukarela melepaskan hak istimewanya pada dasarnya sama dengan Debitur Utama sehingga Corporate Guarantor dapat diajukan pailit bersamaan dengan Debitur Utama. Dan perlindungan terhadap Corporate Guarantordalam hal Debitur Utama tidak mampu melaksanakan kewajibannya, maka permohonan pailit hanya dapat diajukan setelah seluruh harta Debitur Pailit digunakan untuk menyelesaikan kewajibannya. Perlindungan terhadap Kreditur Pemegang Corporate Guarantee dalam hal Debitur Utama pailit yaitu dapat meminta pertanggungjawabanCorporate Guarantor dan apabila Corporate Guarantor dinyatakan pailit, maka kreditur PemegangCorporate Guarantee berkedudukan sebagai Kreditur Konkuren terhadap Corporate Guarantor.
Para pihak yang hendak bertindak sebagai Guarantor memerlukan pemahaman mendalam terkait dengan kedudukannya apabila ia telah melepaskan hak istimewanya dan kepada para pihak yang bertindak sebagai kreditur hendaknya melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap guarantor debitur pailit guna memberikan rasa aman yang lebih optimal. Serta untuk memudahkan para pemangku kepentingan hendaknya ketentuan-ketentuan pemberi jaminan diatur lagi lebih detail dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
providing guarantee, a guarantor has the privilege which can usually be asked by the creditor to be released in order to give the sense of security to the creditor. The privilege in this guarantee provision is regulated from Article 1820 to Article 1850 of the Indonesian Civil Codes. The purpose of this study was to find out the position of corporate guarantor that has voluntarily released his/her privilege, to find out the protection for the bankruptcy-petitioned corporate guarantee, and to find out the protection for the creditor as the corporate guarantee holder in case the main debtor is bankrupt.
To obtain the theoretical basis in the form of positive law proper to the object of study, the data for this normative legal study were the secondary data comprising the primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were analyzed through the qualitative analysis technique.
The result of this study showed that the position of the Corporate Guarantor voluntarily released his/her privilege is basically the same as that of the Main Debtor that the Corporate Guarantor can be petitioned for bankruptcy simultaneously with the main debtor. In protecting the Corporate Guarantor in case the Main Debtor is unable to perform his/her obligations, the application for bankruptcy can only be filed after all of the assets of the bankrupt Debtor has been spent on performing his/her obligations. The protection for the Creditor as Corporate Guarantee holder in case the Main Debtor is bankrupt is by asking the responsibility of the Corporate Guarantor, and if the Corporate Guarantor is bankrupt too, the Creditor as Corporate Guarantee holder is positioned as the Unsecured Creditor of Corporate Guarantor.
The party who wants to act as a Guarantor need deep understanding related to his/her position if he/she has released his/her privilege, and the party acting as creditor should conduct an in-dept examination of the guarantor of bankrupt deptor to provide a more optimal security. To provide convenience to the stakeholders, the provisions for the guarantor should be regulated much more detailed in law on Bankruptcy and Delay of Debt Payment Obligation.
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul
“KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTEE SEBAGAI PIHAK PENJAMIN DEBITUR UTAMA DALAM PROSES KEPAILITAN”.
Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan
bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormatBapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH,Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum,danBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus dan ikhlas memberikan bimbingan serta arahan untuk
kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada
tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Kemudian juga kepada Dosen Penguji,Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn yang telah berkenan memberi masukan dan arahan sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti
untuk dapat menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas
segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis
selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang
telah membimbing dan membina penulis dalam penyelesaian studi selama
menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Mira, Kiki, Joel, Almay, Nisa, Unna, Erwin, dan seluruh teman-teman Magister Kenotariatan Group B Angkatan 2010atas segala doa dan dukungan serta kenangan indah yang terjalin dari persabatan yang kita bina sekarang dan
selamanya juga kepadadr. Bambang Susanto.
8. Seluruh staf dan pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara,Ibu Fatimah, Kak Lisa, Kak Winda, Kak Sari, Kak Afni, Bang Ken, Bang Aldi, Bang Rizal dan Bang Hendri selaku manajemen administrasi yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis
ini.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar
selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah
kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak.
Medan, Februari 2013 Penulis,
Nama : DIAH HANDAYANI
Tempat/Tanggal Lahir : M. Muda / 7 April 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Taman Jasmin Mas Jln. Pertahanan D -18,
Patumbak
Telepon/HP : 081396834447
II. KELUARGA
Nama Ayah : H. Wakit Qia
Nama Ibu : Hj. Rahimah Isga
III. PENDIDIKAN FORMAL
SD AL – IKHLAS M. MUDA Lulus Tahun 1999
SLTP Negeri – 1 Kualu Hulu Lulus Tahun 2002
SMA Harapan – 1 Medan Lulus Tahun 2005
S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara Lulus Tahun 2009
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR ISTILAH ASING... ix
DAFTAR SINGKATAN... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Keaslian Penelitian ... 8
F. Kerangka Teori Dan Konsepsional... 9
1. Kerangka Teori ... 9
2. Konsepsi... 22
G. Metode Penelitian ... 25
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 25
2. Sumber Data/Bahan Hukum ... 26
3. Tehnik Pengumpulan Data... 27
4. Analisis Data ... 27
BAB II KEDUDUKANCORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA... 29
A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... 29
UTAMA TIDAK MAMPU MELAKSANAKAN
KEWAJIBANYA ... 47
A. Syarat-Syarat Permohonan Pailit ... 47
B. Prinsip Utang Dalam Kepailitan ... 59
C. Perlindungan TerhadapCorporate GuarantorDalam Proses Kepailitan ... 63
1. Hak IstimewaCorporate GuarantorSebagai Penjamin Debitur Utama Dalam Proses Kepailitan ... 63
2. Hutang Yang Jatuh Tempo dalam Permohonan Pailit TerhadapCorporate Guarantor... 71
BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITUR PEMEGANG JAMINAN PERUSAHAAN DALAM HAL DEBITUR UTAMA PAILIT ... 78
A. Tingkatan Lembaga Jaminan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata... 78
B. PrinsipParitas Creditorium,PrinsipPari Passu Prorate Partedan PrinsipStructured CreditorsDalam Undang-Undang Kepailitan ... 84
C. Kedudukan Kreditur PemegangCorporate Guarantee Sebagai Kreditur Debitur Utama danCorporate Guarator... 86
D. Perlindungan Bagi Kreditur PemegangCorporate Guarantee Dalam Hal Debitur Utama Pailit... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 100
Ability to repay : Kemampuan untuk melunasi utang Borgtocht : Jaminan perorangan
Corporate Guarantee : Jaminan Perusahaan Corporate Guarantor : Penjamin Perusahaan
Equity : Modal
Loan : Utang
Personal Guarantee : Jaminan Perorangan Personal Guarantor : Penjamin Perorangan
UU : Undang-Undang
KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
UUK – PKPU : Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham
PT : Perseroan Terbatas
PN : Pengadilan Niaga
Dalam pemberian jaminan, seorangguarantor memiliki hak istimewa yang biasanya dapat diminta oleh kreditur untuk dilepaskan untuk lebih memberikan rasa aman kepada kreditur. Hak istimewa dalam pemberian jaminan ini diatur mulai dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tujuan analisis yang dilakukan adalah untuk mengetahui kedudukan corporate guarantor yang telah secara sukarela melepaskan hak istimewanya, untuk mengetahui perlindungan terhadap corporate guarantor yang dimohonkan pailit dan untuk mengetahui perlindungan terhadap kreditur pemegangcorporate guaranteedalam hal debitur utama pailit.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat pengumpulan data yang dipergunakan berupa dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Corporate Guarantor yang secara sukarela melepaskan hak istimewanya pada dasarnya sama dengan Debitur Utama sehingga Corporate Guarantor dapat diajukan pailit bersamaan dengan Debitur Utama. Dan perlindungan terhadap Corporate Guarantordalam hal Debitur Utama tidak mampu melaksanakan kewajibannya, maka permohonan pailit hanya dapat diajukan setelah seluruh harta Debitur Pailit digunakan untuk menyelesaikan kewajibannya. Perlindungan terhadap Kreditur Pemegang Corporate Guarantee dalam hal Debitur Utama pailit yaitu dapat meminta pertanggungjawabanCorporate Guarantor dan apabila Corporate Guarantor dinyatakan pailit, maka kreditur PemegangCorporate Guarantee berkedudukan sebagai Kreditur Konkuren terhadap Corporate Guarantor.
Para pihak yang hendak bertindak sebagai Guarantor memerlukan pemahaman mendalam terkait dengan kedudukannya apabila ia telah melepaskan hak istimewanya dan kepada para pihak yang bertindak sebagai kreditur hendaknya melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap guarantor debitur pailit guna memberikan rasa aman yang lebih optimal. Serta untuk memudahkan para pemangku kepentingan hendaknya ketentuan-ketentuan pemberi jaminan diatur lagi lebih detail dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
providing guarantee, a guarantor has the privilege which can usually be asked by the creditor to be released in order to give the sense of security to the creditor. The privilege in this guarantee provision is regulated from Article 1820 to Article 1850 of the Indonesian Civil Codes. The purpose of this study was to find out the position of corporate guarantor that has voluntarily released his/her privilege, to find out the protection for the bankruptcy-petitioned corporate guarantee, and to find out the protection for the creditor as the corporate guarantee holder in case the main debtor is bankrupt.
To obtain the theoretical basis in the form of positive law proper to the object of study, the data for this normative legal study were the secondary data comprising the primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were analyzed through the qualitative analysis technique.
The result of this study showed that the position of the Corporate Guarantor voluntarily released his/her privilege is basically the same as that of the Main Debtor that the Corporate Guarantor can be petitioned for bankruptcy simultaneously with the main debtor. In protecting the Corporate Guarantor in case the Main Debtor is unable to perform his/her obligations, the application for bankruptcy can only be filed after all of the assets of the bankrupt Debtor has been spent on performing his/her obligations. The protection for the Creditor as Corporate Guarantee holder in case the Main Debtor is bankrupt is by asking the responsibility of the Corporate Guarantor, and if the Corporate Guarantor is bankrupt too, the Creditor as Corporate Guarantee holder is positioned as the Unsecured Creditor of Corporate Guarantor.
The party who wants to act as a Guarantor need deep understanding related to his/her position if he/she has released his/her privilege, and the party acting as creditor should conduct an in-dept examination of the guarantor of bankrupt deptor to provide a more optimal security. To provide convenience to the stakeholders, the provisions for the guarantor should be regulated much more detailed in law on Bankruptcy and Delay of Debt Payment Obligation.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dana merupakan “oksigen” bagi suatu perusahaan dalam melakukan kegiatan
usahanya. Seperti halnya manusia yang tidak mungkin hidup tanpa oksigen,
perusahaan juga akan mati tanpa dana. Dana bagi perusahaan diperoleh dari berbagai
sumber, baik dari modal (equity) dan utang (loan).1 Untuk masalah pendanaan, perusahaan seringkali meminjam uang yang dibutuhkan kepada pihak lain. Dalam
hubungan ini, pihak yang memberikan pinjaman uang disebut kreditur atau si
berpiutang, sedangkan pihak yang menerima pinjaman disebut debitur atau si
berutang. Pemberian pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur kepada debitur
dilakukan karena adanya kepercayaan bahwa debitur dapat mengembalikan pinjaman
tersebut kepada kreditur tepat pada waktunya. Tanpa adanya kepercayan dari
kreditur, tidak mungkin kreditur mau memberikan pinjaman kepada debitur.
Apabila debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman sebagaimana
diperjanjikan sebelumnya, maka harta debitur, baik yang bergerak maupun tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari dapat
digunakan sebagai tanggungan untuk menyelesaikan hutang-hutangnya kepada
kreditur2sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata.
1Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan,
(Jakarta: Grafiti, 2010), hal 295.
2Lihat Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak
Pada umumnya, debitur tidak hanya meminjam utang kepada satu pihak saja,
tetapi sering kepada beberapa pihak. Dalam hal ini Pasal 1132 KUHPerdata
menyatakan bahwa “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”, Pasal ini memberikan jaminan kedudukan yang seimbang bagi krediturnya. Namun ketentuan ini dapat dikecualikan apabila ditentukan lain oleh
undang-undang karena alasan yang sah untuk didahulukan oleh kreditur lainnya
misalnya tagihan yang bersangkutan berupa hak hak istimewa, tagihan yang dijamin
dengan hak gadai, dan tagihan yang dijamin dengan hipotik. Dalam Pasal 1133 KUH
Perdata jelas menyatakan:
“Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotek. Tentang gadai dan hipotek dibicarakan dalam
Bab 20 dan 21 buku ini”.
Hal ini berkaitan dengan ketentuan dalam hal hak jaminan khusus dan umum.
Hak jaminan khusus seperti juga jaminan umum, tidak memberikan jaminan, bahwa
tagihannya pasti dilunasi, tetapi hanya memberikan kepada kreditur kedudukan yang
lebih baik dalam penagihan, lebih baik daripada kreditur konkuren yang tak
memegang hak jaminan khusus atau dengan perkataan lain ia relatif lebih terjamin
Selain jaminan materiil (kebendaan), juga terdapat jaminan immaterial
(personal). Jaminan immaterial telah dikenal pada hukum Romawi untuk mengenal
orang sebagai penjamin utang debitur, konsekuensi dari orang yang mengajukan
dirinya sebagai penjamin utang debitur sedangkan ternyata penjamin tersebut tidak
mampu membayar utang debitur dari harta kekayaannya, maka penjamin tersebut
akan menjadi budak dari kreditur. Dalam perkembangannya, jaminan berupa
penjamin perorangan tersebut tidak lagi menyangkut jasmani dari penjamin tersebut,
tetapi terbatas kepada harta kekayaannya saja.3
Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan immateriil. Menurut Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan, mengartikan jaminan immateriil (perorangan) adalah “Jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur
seumumnya”4.
Pendapat yang lain disampaikan oleh Soebekti mengartikan jaminan
perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan
seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang
(debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) sepengetahuan si berhutang
3
Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal 302.
4
tersebut.5 Menurut Soebekti juga, bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk
pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau
sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan
dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.6
Jaminan perorangan tersebut terbagi atas dua jenis, yaitu jaminan yang
dilakukan oleh pribadi (personal guarantee) dan pemberian garansi yang dilakukan oleh badan hukum(corporate guarantee). Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama dimana hak dan kewajiban yang dimiliki pemberi garansi (penjamin) pada
kedua jenis penanggungan tersebut identik, hanya saja subjek pelakunya berbeda.7
Keberadaan penjamin disini personal guarantee maupun corporate guarantee berupa pernyataan8 oleh seorang pihak ketiga (penjamin), bahwa debitur dapat
dipercaya akan melaksanakan kewajiban yang diperjanjikan dan penjamin bersedia
untuk melaksanakan kewajiban debitur tersebut bila debitur tidak melaksanakan
kewajibannya. Dengan adanya garansi/jaminan ini, pihak kreditur dapat menuntut
kepada penjamin untuk untuk membayar utang debitur bila debitur lalai atau tidak
mampu untuk membayar utangnya tersebut.9
Dalam hal debitur sudah tidak memiliki kemampuan lagi dalam membayar
utangnya, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kreditur adalah permohonan
5Subekti,
Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,(Bandung: Citra Aditya Bakti), 1989, hal. 15.
6
Ibid.
7
Adrian Sutedi,Hukum Kepailitan,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal.151.
8
Suatu Pernyataan adalah “menyatakan sesuatu” dengan tujuan mengungkapkan kehandak yang bertujuan. Pernyataan merupakan landasan dari kekuatan mengikat. Herlien Budiono,Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berdasarkan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bahti, 2006), hal 406.
9
pailit sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).
Pemilihan mekanisme kepailitan melalui Pengadilan Niaga diambil pelaku usaha
mengingat waktu penyelesaian yang relatif lebih cepat daripada mekanisme gugatan
perdata melalui Pengadilan Negeri. Selain itu, setiap tahapan dari permohonan hingga
pengurusan dan pemberesan harta pailit sudah diatur sangat ketat oleh UUK-PKPU
sehingga setiap proses dapat berjalan sesuai dengan waktu yang diperkirakan.
Walaupun banyak memiliki kelebihan, penyelesaian hutang piutang melalui
mekanisme pailit sering mengalami kendala. Salah satunya terkait dengancorporate guarantee. Di satu sisi, corporate guarantor hanya dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila debitur utama sudah tidak mampu menyelesaikan
kewajibannya. Hal ini tentunya akan membutuhkan waktu yang lama dan tidak
sejalan dengan semangat peradilan cepat yang diusung oleh Pengadilan Niaga. Selain
itu, corporate guarantee yang tidak beritikad baik juga dapat berlindung dibalik kewajiban menagih kepada debitur utama tersebut.
Kendala yang lainnya adalah terkait dengan permohonan pailit yang dapat
diajukan kepada corporate guarantee yang telah melepaskan hak istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 1832 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi :
“Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap seorang penjamin atau penanggung telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda atau harta kekayaan debitur disita dan dijual terlebih dahulu.”10
10
Selain karena telah melepaskan hak istimewanya, Pasal 1832 ayat 2,3,4,dan 5 KUH Perdata menyatakan bahwa penjamin dapat diajukan permohonan pernyataan pailit apabila:
Di satu sisi,permohonan pailit yang diajukan kepadacorporate guarantoryang telah melepaskan hak istimewanya bersamaan dengan debitur dianggap dapat
memberikan perlindungan kepada kreditur.11Namun di sisi lainnya, perusahaan yang
beritikad baik sebagai corporate guarantor juga perlu dilindungi. Permohonan pailit yang diajukan terhadap perusahaan tentunya akan berdampak buruk pada kegiatan
bisnis perusahaan karena rekan bisnis dan investor perusahaan akan mengantisipasi
bila perusahaan dinyatakan pailit, seperti investor menarik asset dari perusahaan,
rekan bisnis membatalkan perjanjian/kontrak dengan perusahaan. Disamping itu,
iklim kerja juga akan terganggu karena keresahan tenaga kerja yang
dibayang-bayangi pemutusan hubungan kerja.
Melalui pembahasan ini diharapkan dapat membantu para pelaku usaha untuk
mengetahui bagaimana kedudukan corporate guarantor, bila corporate guarantor secara sukarela telah mencabut hak istimewanya untuk bertindak sebagai corporate
guaranteee, dan selain itu juga untuk mengetahui bagaimana perlindungan kepada corporate guarantor dan kreditur pemegang corporate guarantee dalam proses kepailitan. Dengan demikian kemudahan verifikasi dapat berjalan dengan lancar
karena verifikasi merupakan prosedur untuk menetapkan hak menagih.12
a. Debitor dapat mengajukan tangkisan yang hanya menyangkut dirinya secara pribadi. b. Debitor berada dalam keadaan pailit.
c. Penjaminan (penanggungan) tersebut telah diberikan berdasarkan perintah pengadilan.
11
Sunarmi,Hukum Kepailitan,(Jakarta:Sofmedia, 2010 ), hal.196.
12
Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas tesis yang berjudul
“Kedudukan Corporate Guarantor Sebagai Pihak Penjamin Debitur Utama Dalam Proses kepailitan”.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan corporate guarantor yang telah secara sukarela melepaskan hak istimewanya untuk bertindak sebagai corporate guarantee
dalam perkara kepailitan ?
2. Bagaimana perlindungan terhadap corporate guarantor yang dimohonkan pailit dalam hal debitur utama tidak mampu melaksanakan kewajibanya ?
3. Bagaimanakah perlindungan terhadap kreditur pemegang corporate guarantee dalam hal debitur utama pailit?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukan corporate guarantor yang telah secara sukarela melepaskan hak istimewanya untuk bertindak sebagai corporate guarantee. 2. Untuk mengetahui perlindungan terhadapcorporate guaranteeyang dimohonkan
pailit dalam hal debitur utama wanprestasi.
3. Untuk mengetahui perlindungan terhadap kreditur pemegang corporate
D. Manfaat Penelitian
Selain tujuan tersebut di atas, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk
berbagai hal di antaranya:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran secara
teoritis dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum
kepailitan.
2. Secara Praktis
Penelitian diharapkan bermanfaat untuk :
a. Memberikan sumbangan kepada penegak hukum terutama dalam
menyelesaikan masalah hukum yang berkenaan dengan hukum dengan hukum
kepailitan.
b. Dengan adanya penelitian ini maka Penulis dapat memberikan gambaran
hukum tentang bagaimana hak istimewa dalam perjanjian pemberian garansi
oleh induk perusahaan terhadap anak perusahaan dalam kepailitan.
c. memberikan pemahaman kepada insan perbankan terkait dengan
dimungkinkanyacorporate guaranteedapat ikut serta dimohonkan pailit.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang telah dilakukan di
kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan kepustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara oleh peneliti, maka penelitian dengan judul
Dalam Proses Kepailitan”belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya,
namun ada beberapa tesis terdahulu yang menyangkut dengan masalah kepailitan
yaitu:
1. Satria Braja Hariandja, Tesis pada tahun 2011 dengan judul “Analisis Yuridis
Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)”.
2. Atmawati, Tesis pada tahun 2003 dengan judul “Penyelesaian Utang Piutang
Melalui Hukum Kepailitan Suatu Antisipasi Terhadap Kredit Bermasalah”. 3. Halida Rahardini, Tesis pada tahun 2002 dengan judul “Analisis Hukum
Terhadap Tanggung jawab direktur Dalam Hal Terjadi Kepailitan Perseroan”. Meskipun demikian, permasalahan dan penyajian dari penelitian ini tidak sama
dengan penelitian-penelitian di atas. Penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan
asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka sehingga penelitian ini
dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan
serta saran-saran yang membangun. Apabila di kemudian hari ternyata penelitian ini
telah melanggar asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka, maka
Peneliti bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam membahas permasalahan yang dirumuskan
Smith (1723-1790).13 Adam Smith hanya menerima satu konsep atas teori keadilan
yaitu keadilan komutatif. Alasannya, yang disebut keadilan sesungguhnya hanya
punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan,
keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain.
Adam Smith menggambarkan keadilan komutatif tersebut dalam 3 (tiga) prinsip
yaitu:14
1. PrinsipNo Harm
Prinsip keadilan komutatif menurut Adam Smith adalah no harm, yaitu tidak
merugikan dan melukai orang lain baik sebagai manusia, anggota keluarga atau
anggota masyarakat baik menyangkut pribadinya, miliknya atau reputasinya.
Pertama, keadilan tidak hanya menyangkut pemulihan kerugian, tetapi juga
menyangkut pencegahan terhadap pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain.
Kedua, pemerintah dan rakyat sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status
sosialnya yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib
menahan diri untuk tidak melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati
pemerintah selama pemerintah berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat
diharapkan akan tercipta dan terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis.
Ketiga, keadilan berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan(impartiality), yaitu
prinsip perlakuan yang sama didepan hukum bagi setiap anggota masyarakat.
13
Bismar Nasution,Mengkaji Ulang Hukum sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi,Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, (Medan: USU , 17 April 2004), hal. 4-5.
14
2. PrinsipNon-Intervention
Disamping prinsipno harm, juga terdapat prinsipno interventionatau tidak ikut
campur dan prinsip perdagangan yang adil dalam kehidupan ekonomi. Prinsip ini
menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap
orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam
kehidupan dan kegiatan orang lain. Campur tangan dalam bentuk apapun akan
merupakan pelanggaran terhadap hak orang tertentu yang merupakan suatuharm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan.
3. Prinsip Keadilan Tukar
Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Dalam keadilan
tukar ini, Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau
harga aktual. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi
yang telah dikeluarkan oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga komponen biaya
produksi berupa upah buruh, keuntungan untuk pemilik modal, dan sewa.
Sedangkan harga pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan
dan dibayar dalam transaksi dagang didalam pasar.
Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum Adam
Smith, mengatakan bahwa : Tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari
kerugian (the goal of justice is to secure from injury).15
15Ibid,
Menurut Satjipto Rahardjo, Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan
cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadannya untuk bertindak dalam rangka
kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam
arti, ditentukan kekuasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang
disebut hak. Tetapi tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai
hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu
pada seseorang. Salah satu filosofi hukum kepailitan ialah adanya nilai keadilan
sehingga hukum dapat memberikan tujuan yang sebenarnya yaitu memberi manfaat,
kegunaan dan kepastian hukum.16
Keadilan menurut Aristoteles ialah perlakuan yang sama bagi mereka yang
sederajat di depan hukum, tetap menjadi urusan tatanan politik untuk menentukan
siapa saja yang harus diperlakukan sama atau sebaliknya. Aristoteles menyatakan
bahwa ukuran keadilan adalah bahwa :
a. Seorang tidak melanggar hukum yang berlaku, sehingga keadilan berarti
“lawfull” yaitu hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus diikuti,
dan ;
b. Seseorang tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga keadilan berarti
persamaan hak.17
Untuk memperjelas ukuran keadilan sebagaimana yang diutarakan dari
pendapat Aristoteles di atas, maka debitur utama menuangkan ketentuan hak dan
16
Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal.53.
17
kewajiban pemberi garansi/penjaminan dalam bentuk perjanjian yang dinamakan
dengan Perjanjian Pemberi Garansi/Penjaminan yang memuat persetujuan dimana
seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatanya si berutang manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya
(Pasal 1820 KUHPer). Dalam hal ini seorang pihak ketiga yang dimaksud disini
adalahcorporate guarantee yang secara sukarela mengikatkan diri sebagai penjamin yang akan memenuhi kewajiban debitur utama apabila si debitur utama lalai atau
tidak mampu lagi melaksanakan kewajibanya kepada kreditur. Perjanjian Pemberian
Garansi/Penjaminan ini berlaku mengikat dan sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.18 Dengan kata lain antara debitur utama dengan CG memiliki
kedudukan yang sama terhadap kreditur.
Aristoteles juga mengemukakan dua macam keadilan yaitu:19
a. Keadilan Disitributif yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah
menurut jasanya, ia tidak dibenarkan menuntut bagian yang sama banyaknya.
b. Keadilan Komutatif adalah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama
banyaknya tanpa mengingat jasa-jasa perorangan.
Menurut W. Friedman, suatu undang-undang haruslah memberikan keadilan
yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara
pribadi-pribadi tersebut.20 Hal ini menjadi dasar pertimbangan bagi CG dan debitur utama
untuk mengetahui lebih jelas hak dan kewajibannya sebagaimana tertuang dalam
18
Pasal 1338 KUHPerdata.
19
M.Solly Lubis,Diktat Teori Hukum,(Medan: USU, 2010), hal.24.
20
Perjanjian Pemberian Garansi/Penjaminan. Perjanjian ini dapat memberikan keadilan
yang sama terhadap CG dan debitur utama walaupun terdapat perbedaan-perbedaan
pemenuhan kewajiban-kewajiban antara pribadi-pribadi dalam memenuhi kewajiban
terhadap kreditur sebagaimana yang dimaksud oleh pendapat Friedmann di atas.
Dengan adanya perjanjian pemberian garansi/jaminan tersebut maka sebagaimana
ketentuan dari Pasal 1832 ayat 1 KUHPer yang menyatakan “Pengajuan permohonan
pernyataan pailit terhadap seorang penjamin atau penanggung telah melepaskan hak
istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda atau harta kekayaan debitur disita
dan dijual terlebih dahulu”. Telah berlaku bagi CG oleh karena CG telah melepaskan
hak istimewanya dengan adanya perjanjian pemberian garansi/penjaminan tersebut.
Dengan kata lain antara CG dan debitur utama telah memiliki kedudukan yang sama.
Teori keadilan digunakan untuk menganalisis apakah perjanjian pemberian garansi
telah memberikan keadilan bagi Kreditur, Debitur danCorporate Guarantor.
Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(UUK-PKPU) Nomor 37 Tahun 2004 lahir bertujuan untuk kepentingan dunia usaha
dalam menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif.
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai
kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan
dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar
utangnya.21Bila debitur mempunyai banyak kreditur dan harta kekayaan debitur tidak
cukup untuk membayar lunas semua hutang kepada kreditur, maka para kreditur akan
21
berlomba dengan segala cara baik yang halal maupun tidak, untuk mendapatkan
pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditur yang datang belakangan mungkin
sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitur sudah habis, hal ini sangat
tidak adil dan merugikan. Menurut Kartini Muljadi, hal inilah yang menjadi maksud
dan tujuan UUK-PKPU22. Dengan lahirnya UUK-PKPU diharapkan antara debitur
dan kreditur dapat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka
masing-masing sehingga terwujudlah keadilan diantara mereka, karena salah satu filosofi
hukum kepailitan tersebut adanya nilai keadilan. Dengan Lahirnya UUK-PKPU,
pertanyaan berapa besar pembagian piutang kepada kreditur telah diatur yaitu antara
lain:
a. Asset disusun sedemikian sehingga mereka dapat dialokasikan diantara
pemegang klaim melawan debitur atau kekayaan debitur.
b. Tagihan ditentukan sedemikian sehingga peserta-peserta di dalam proses
pembagian mungkin dipertemukan.
c. Peraturan menentukan siapa yang diprioritaskan, diantara
penagih-penagih, akan mendapatkan apa dan dalam kedudukan sebagai apa.23
Ketiga pertimbangan yang telah diuraikan di atas memungkinkan bahwa
kreditur tak terjamin pada umumnya akan setuju kepada sistem kolektif sebagai
pengganti rencana pemulihan piutang individu karena tidak ada kreditur tunggal.
Bagaimanapun para kreditur akan setuju kepada sistem kolektif kecuali jika ada suatu
22
Rudhy A. Lontoh, et.al., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,(Bandung: Alumni, 2001), hal.75-76.
23
sistem yang mengikat semua kreditur lain. Untuk mengijinkan debitur membuat
perjanjian dengan kreditur lain yang akan memilih ke luar daripada kerangka
penyelesaian.
Hal ini sesuai dengan asas yang terkandung dalam Undang-undang No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang
berisi antara lain adalah :
a. Asas Keseimbangan
Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan
perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan
yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga
kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
kreditur yang tidak beritikad baik.
b. Asas Kelangsungan Usaha.
Dalam Undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan
kelangsungan usahan bagi perusahaan debitur yang prospektif tetap
dilangsungkan.
c. Asas Keadilan.
Dalam Kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan
mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
kesewenangan-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan
masing-masing terhadap debitur dengan tidak mempedulikan kreditur lainnya.
d. Asas Integrasi
Asas integrasi dalam Undang-undang ini mengandung pengertian bahwa
sistem hukum formal dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh
dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.24
Sutan Remy Sjahdeini menyatakan untuk memantapkan keyakinan kreditur
bahwa debitur akan secara nyata mengembalikan pinjamanya setelah jangka waktu
pinjaman berakhir, dalam hukum terdapat beberapa asas menyangkut jaminan. Asas
yang pertama menentukan apabila debitur ternyata pada waktunya tidak melunasi
utangnya kepada kreditur karena suatu alasan tertentu, maka harta kekayaan debitur,
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang
akan ada di kemudian hari menjadi agunan atau jaminan utangnya yang dapat dijual
untuk menjadi sumber pelunasan utang itu. Asas ini dituangkan dalam Pasal 1131
KUHPerdata (KUHPer) yang berbunyi: “segala harta kekayaan debitur, baik yang
bergerak maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan untuk
segala perikatan debitur”.25
Pasal 1131 KUH Perdata menentukan harta kekayaan debitur bukan hanya
untuk menjamin kewajiban melunasi utang kepada kreditur yang diperoleh dari
perjanjian kredit diantara mereka, tetapi untuk menjamin semua kewajiban yang
24
Penjelasan Umum UUK-PKPU.
25
timbul dari perikatan debitur. Oleh karena Pasal 1131 KUH Perdata menentukan
semua harta kekayaan (asset) debitur menjadi agunan bagi pelaksanaan
kewajibannya bukan kepada kreditur tertentu saja tetapi juga semua kreditur lainya,
maka perlu ada aturan main tentang cara membagi aset debitur itu kepada para
krediturnya apabila aset itu dijual karena tidak dapat membayar utang-utangnya.
Aturan main itu ditentukan oleh Pasal 1132 KUH Perdata yang merupakan asas
kedua yang menyangkut jaminan.26 Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan :
“kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila
di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, secara garis besar dikenal 2
(dua) macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.
Jaminan perorangan tersebut terbagi atas dua jenis, yaitu jaminan yang dilakukan
oleh pribadi(personal guarantee) dan pemberian garansi yang dilakukan oleh badan
hukum (corporate guarantee/CG). Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama dimana hak dan kewajiban yang dimiliki pemberi garansi (penjamin) pada
kedua jenis penanggungan tersebut identik, hanya saja subjek pelakunya berbeda.27
Bila CG subjeknya berupa badan usaha berbadan hukum maupun badan usaha yang
tidak berbadan hukum.
26Ibid,
hal.4-5.
27
Keberadaan penjamin disini personal guarantee maupun corporate guarantee (CG) berupa pernyataan oleh seorang pihak ketiga (penjamin), bahwa debitur dapat
dipercaya akan melaksanakan kewajiban yang diperjanjikan dan penjamin bersedia
untuk melaksankan kewajiban debitur tersebut bila debitur tidak melaksanakan
kewajibannya. Dengan adanya garansi/jaminan ini, pihak kreditur dapat menuntut
kepada penjamin untuk membayar utang debitur bila debitur lalai atau tidak mampu
untuk membayar utangnya tersebut.28 Jadi CG berperan sebagai penjamin/guarantor
bagi debitur pailit yang apabila debitur pailit tidak membayar utangnya pada saat
jatuh tempo maka pihak kreditur dapat menuntut eksekusi atas benda yang telah
dijaminkan oleh debitur pailit tersebut untuk melunasi utangnya, sedangkan dalam
hal penjaminnya/guarantornya adalah CG, maka apabila debitur pailitnya tidak
mampu melaksanakan kewajibanya maka guarantor tersebut bersedia melaksanakan
kewajiban dari debitur pailit tersebut. Dengan adanya jaminan tersebut maka pihak
kreditur dapat menuntut kepada penjamin/guarantor untuk membayar utang debitur
pailit bila debitur pailit lalai atau tidak mampu lagi membayar utangnya tersebut.29
Berkaitan dengan pemberian garansi/jaminan dalam perusahaan yang biasanya
dilakukan oleh penjamin/guarantor dalam perjanjian pemberian kredit, maka dengan
adanya perjanjian pemberian garansi/jaminan, penjamin/guarantor dapat melakukan
kewajiban debitur apabila debitur tidak dapat melakukan kewajibannya terhadap
kreditur dan apabila penjamin tidak dapat melakukan kewajibanya maka penjamin
28Ibid. 29
http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2009/06/09/kedudukan-guarantor-dalam-kepailitan,
dapat pailit oleh kreditur. Jadi kepailitan perusahaan sebagai debitur utama sangat
berpengaruh kepada penjamin/guarantor. Namun penjamin/guarantor dalam hal ini
mempunyai hak istimewa sehingga hak istimewa penjamin/guarantor ini membawa
akibat hukum bahwa penjamin/guarantor tidak diwajibkan untuk melunasi kewajiban
debitur kepada kreditur sebelum harta kekayaan debitur pailit disita dan dijual
terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. Apabila hasil penjualan tidak cukup untuk
melunasi hutangnya debitur, berarti penjamin/guarantor hanya akan melunasi sisa
kewajiban debitur yang belum dipenuhinya kepada kreditur.30
Dengan adanya perjanjian pemberian kredit yang termasuk dengan perjanjian
pemberian jaminan maka penjamin/guarantor dalam hal ini CG memiliki peran yang
sama dengan debitur pailit bila sewaktu-waktu debitur pailit lalai dalam
melaksanakan kewajiban melakukan pembayaran utang, dan dengan demikian
ketentuan yang diatur dalam Pasal 24 UUK-PKPU telah berlaku, dimana Dalam
Pasal 24 UUK-PKPU telah memuat dengan jelas bahwa dengan pernyataan pailit,
debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai kekayaanya yang
dimasukkan dalam harta pailit terhitung sejak hari pernyataan pailit diputuskan.
Dengan kata lain penjamin dalam hal inicorporate guarantor yang dinyatakan pailit tidak lagi dapat melakukan bisnis untuk dan atas nama pribadinya. Dalam
KUHPerdata dalam Pasal 1831 sampai dengan Pasal 1850, dari ketentuan Pasal
dalam KUHPerdata tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang penjamin atau
30
penanggung adalah juga seorang debitur yang berkewajiban melunasi utang debitur
kepada krediturnya apabila tidak membayar utang apabila sudah jatuh waktu.31 dan
sama demikian halnya dengan teori keadilan dengan adanya perjanjian pemberian
jaminan, kedudukan antara CG dan debitur pailit memiliki kedudukan yang sama,
dan guarator haruslah bertindak sebagai pihak yang melunasi kewajiban debitur bila
si debitur gagal dalam melunasi hutangnya. Dengan demikian para pihak memiliki
hak dan kewajiban yang sama dan tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga
keadilan merupakan persamaan hak dan seseorang tidak boleh melanggar hukum
yang berlaku, sehingga keadilan berarti “lawfull”yaitu hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus diikuti seperti yang tertulis dalam perjanjian pemberian
jaminan yang mana ketentuan ini merupakan pernyataan Aristoteles dengan teori
keadilannya.
Berdasarkan asas yang terdapat dalam kepailitan, dapat dimaknai bahwa
penggunaan Pasal 1831 ayat 1,2,3,4 dan ayat 5 KUH Perdata dalam hal pemberian
jaminan adalah berlaku oleh karena adanya asas dalam kepailitan yaitu asas integrasi
yang menyatakan terkait hukum materiilnya, hukum perdata merupakan satu kesatuan
dengan UUK-PKPU, sehingga guarantoor wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang jo.Pasal 1831 ayat 1,2,3,4,
dan ayat 5 KUH Perdata.
31
2. Konsepsi
Bagian kerangka konsepsional ini akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan konsep yang digunakan dalam tesis ini, agar secara operasional diperoleh
hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang ditentukan sesuai dengan judul
penelitian ini yang berjudul “Kedudukan Corporate Guarantor Sebagai Pihak Penjamin Debitur Utama Dalam Proses kepailitan”. Penjelasan konsespsional
tersebut yaitu :
a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan
hakim pengawas.32 Suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu lagi untuk
membayar utang-utangnya berdasarkan putusan hakim (sebagaimana yang
tertulis dalam Pasal 2 UUK-PKPU).
b. Pailit berasal dari bahasa Perancis “failite” yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran.33
c. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah pemberian kesempatan
kepada debitur untuk melakukan rekstrukturisasi utang-utangnya, yang dapat
meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren dan
pada akhirnya jika dapat terlaksana dengan baik debitur akan dapat memenuhi
kewajiban-kewajibanya dan meneruskan usahanya.34
32
Pasal 1 Ayat (1) UUK-PKPU.
33
Lee Aweng, Hukum Kepailitan (Faillisement) dan Penundaan Pembayaran (Surseance Van Betalling), (Medan: Bahan Ceramah Pelatihan Hakim Pengadilan Tinggi, 10 April 1998).
34
d. Corporate Guarantoradalah Perusahaan yang bertindak sebagai penjamin. e. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka umum.35
f. Hak istimewa adalah hak yang dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar
harta kekayaan milik si berutang utama (debitur) terlebih dahulu disita dan
dijual/dilelang, jika hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk
melunasi hutangnya, kemudian baru harta kekayaan penjamin,36 hak untuk
meminta pemecahan uang,37 dan hak untuk dibebaskan dari penjaminan
bilamana karena salahnya kreditur.38
g. Jaminan adalah tanggungan atau boroh.39
h. Jaminan Perusahaan (corporate guarantee) adalah jaminan oleh perusahaan
yang ada hubungan kepentingan bisnis antara debitur dengan
penjamin/guarantor tersebut. Bahwa debitur dapat dipercaya akan melaksanakan kewajiban yang dapat diperjanjikan dengan syarat bahwa apabila
debitur tidak melaksanakan kewajibannya maka penjamin tersebut bersedia
untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Dengan adanya jaminan tersebut maka
pihak kreditur dapat menuntut kepada penjamin untuk membayar utang debitur
bila debitur lalai atau tidak mampu untuk membayar utangnya tersebut.40
35
Pasal 1 ayat (3) UUK-PKPU.
36
Pasal 1831 KUHPerdata.
37
Pasal 1837 KUHPerdata.
38
Pasal 1848 dan Pasal 1849 KUHPerdata.
39
J.C.T.simorangkir.dkk,Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.21.
40
i. Jaminan Perorangan (personal guarantee) adalah jaminan oleh pihak ketiga yang berisi pernyataan bahwa pihak ketiga tersebut bersedia menanggung utang
debitur utama kepada kreditur dalam jumlah tertentu.
j. Kedudukan Corporate Guarantee adalah kedudukan perusahaan pemberi jaminan berkenaan dengan hal dan tanggung jawabnya dalam kedudukanya
sebagai penjamin utang debitur pailit.
k. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasanya dapat ditagih di muka umum.41
l. Kreditur Preferen adalah adalah kreditur yang memiliki hak preferensi atau hak
untuk lebih diutamakan pemenuhan piutangnya.
m. Kreditur Separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan kebendaan tertentu
sehingga memiliki hak diutamakan dalam pemenuhan piutang yang berasal dari
benda yang dijaminkan tersebut.
n. Kreditur Konkuren adalah kreditur yang tidak memiliki hak preferensi,
sehingga pemenuhan piutangnya dilakukan bersama dengan kreditur konkuren
lainnya.
o. Kreditur Pemegang Corporate Guarantee adalah kreditur yang memegang jaminan perusahaan.
p. Perjanjian Pemberi Garansi adalah suatu persetujuan dimana seorang pihak
ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatanya si berutang manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya.42
41
q. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara
langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari (kontinjen), yang timbul
karena perjanjian atau Undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor
dan bila tidak dipenuhi memberikan hak kepada kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan debitor43.
G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan
maupun teknologi. Hal ini disebabkan kaena penelitian bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan konsisten. Melalui
proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi data yang telah
dikumpulkan.44
Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi, maka metodolaogi penelitian yang diterapkan harus
senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.45
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian
yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaedah-42
Pasal 1820 KUHPerdata.
43
Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU .
44
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 2005), hal.5-6.
45
kaedah atau norma-norma hukum positif.46 Dengan pertimbangan bahwa titik tolak
penelitian untuk menganalisis hak istimewa dalam perjanjian pemberian garansi yang
diberikanCorporate Guarantor(CG) sebagai pihak penjamin dalam kepailitan. Sifat penelitian dari tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis yaitu suatu
penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu
peraturan hukum.47Dalam hal ini peraturan hukum terkait dengan penelitian tesis ini
adalah UUK-PKPU dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang terkait dengan
jaminan yang tidak dapat dipisahkan dari kepailitan.
2. Sumber Data/Bahan Hukum
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoratif yang berarti
mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan
perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki seperti peraturan perundang-perundang-undangan
di bidang hukum jaminan dan hukum kepailitan yaitu Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks
yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat
para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium
46
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia, 2008), hal.282.
47
mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian, khusunya yang berkaitan dengan
hukum jaminan dan hukum kepailitan.48 Dalam penelitian ini, bahan hukum
sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku rujukan yang relevan, hasil
karya tulis ilmiah, dan berbagai makalah yang berkaitan.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.49 Berupa
kamus umum, kamus bahasa, surat kabar, artikel, internet.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik studi pustaka dengan menggunakan
alat pengumpulan data berupa studi dokumen-dokumen yang relevan dengan
penelitian ini di perpustakaan. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan
tersebut selanjutnya akan dipilih guna memperoleh asas, kaidah, norma, konsep dan
doktrin hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang dihadapi dan
disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan
permasalahan dalam penelitian ini.
4. Analisis Data
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis
secara normatif kualitatif, analisis tersebut dilakukan dengan memilih
peraturan-peraturan hukum tentang hak istimewa dalam perjanjian pemberian garansi
perusahaan dalam kepailitan. Langkah selanjutnya membuat sistematika
kaidah-48
Johny Ibrahim,Op.cit,hal.296.
49
kaidah hukum dalam peraturan tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi yang
relevan dengan objek permasalahan yang dibahas dalam peneltian ini. Kemudian
analisis dilanjutkan dengan metode deduktif, yakni postulat-postulat umum
sebagaimana terdapat atas norma yang terkandung dalam kaidah hukum untuk
digunakan menganalisis peristiwa yang lebih khusus yakni kedudukan corporate
BAB II
KEDUDUKANCORPORATE GUARANTORYANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA
A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie yang mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap
barang-barangnya, atau dapat dikatakan pengertian jaminan adalah “menjamin dipenuhinya
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum”50.
Kitab Undang Undang Hukum Perdata memang tidak secara tegas merumuskan
pengertian jaminan, namun berdasarkan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dapat
diketahui arti dari jaminan tersebut, yaitu:
Pasal 1131 KUH Perdata
“Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak aupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi jaminan sesuatu segala perikatan pribadi debitur tersebut”.
Pasal 1132 KUH Perdata
“Kebendaan tersebut dalam Pasal 1131 menjadi jaminan bersamaan bagi para kreditur, dan hasil pelelangan kebendaan tersebut dibagi diantara para kreditur seimbang menurut besar kecilnya piutang mereka masing-masing, kecuali alasan-alasan yang sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada piutang yang lain”.
50
Berdasarkan uraian di atas, Hukum Perdata mengenal jaminan yang bersifat hak
kebendaan dan hak perseorangan. Jaminan bersifat hak kebendaan adalah jaminan
berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung atas benda
tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun dan selalu mengikuti
bendanya (droit de suite) dan dapat dialihkan. Jaminan yang bersifat perorangan
adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,
hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur
seumumnya51.
Berbeda dengan jaminan kebendaan yang dapat timbul karena
undang-undang52, jaminan perorangan hanya dapat timbul karena adanya perjanjian. Setiap
perjanjian pemberian jaminan selalu didahului oleh perjanjian pokok yang menjadi
dasar perjanjian pemberian jaminan. Hal ini disebabkan karena tidak mungkin ada
perjanjian pemberian jaminan yang dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti
perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya telah selesai, maka perjanjian
pemberian jaminannya juga selesai. Sifat perjanjian seperti ini disebut dengan
accessoir53yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:.
1. Lahir dan hapusnya tergantung kepada perjanjian pokok;
2. Ikut batal dengan batalnya perjanjian pokok;
51
Rachmadi Usman,Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), hal. 70.
52
Jaminan kebendaan dapat timbul karena undang-undang sesuai dengan Pasal 1131 KUH Perdata, maupun melalui perjanjian pemberian jaminan.
53
3. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok54.
Menurut M. Yahya Harahap, penjamin/borgtoch mengandung 3 (tiga) unsur,
yaitu55
1. Sukarela
Seorang pihak ketiga terlibat langsung dalam suatu persetujuan yang dibuat
antara debitor dan kreditor, dengan sukarela membuat “pernyataan mengikatkan
diri” akan menyanggupi pelaksanaan perjanjian, apabila nanti si debitor tidak
melaksanakan pemenuhan kewajiban terhadap kreditor.
2. Subsidair
Melalui pernyataan mengikatkan diri memenuhi perjanjian dariborg, seolah-olah konstruksi perjanjian dalam hal ini menjadi dua, tanpa saling bertindih. Yang
pertama ialah perjanjian pokok itu sendiri antara kreditor dan debitor. Perjanjian
yang kedua, yang kita anggap perjanjian subsidair ialah perjanjian pemberian jaminan tersebut antara si penjamin (guarantor) dengan pihak kreditor.
3. Accesoir
Apabila debitor sendiri telah melaksanakan kewajibannya kepada debitor,
hapuslah kewajiban penjamin/guarantor. Perjanjian pemberian garansi batal,
apabila perjanjian pokoknya batal. Dalam prakteknya untuk mencegah agar
perjanjian pemberian garansi tidak batal disebabkan batalnya perjanjian pokok,
maka perjanjian pemberian garansi/jaminan selalu dikumulasikan dengan
54
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta, Liberti Offset, 1980), hal. 46-47.
55
pemberianindemnity ex Pasal 1316 KUHPerdata. Pemberian indemnity ex Pasal 1316 KUH Perdata adalah perjanjian pokokyang berdiri tersendiri di samping
perjanjian utang piutangnya, sehingga bila perjanjian utang piutang itu batal,
maka pemberian indemnity ini tidak akan ikut menjadi batal56. Artinya semua tergantung kepada ketentuan perjanjian pemberian garansi yang mengatur
bagian tersendiri dari perjanjian pokok sehingga tidak menghapuskan kewajiban
dari guarantor untuk memberikan jaminan.
Lahirnya suatu perjanjian pemberian garansi dapat juga dikatakan sebagai
terbentuknya atau telah dilakukan suatu penjaminan baik oleh perseorangan (personal guarantee) maupun suatu badan usaha (corporate guarantee) 57. Bentuk Perjanjian Pemberian Jaminan bersifat bebas, tidak terikat bentuk tertentu, dapat dibuat lisan
maupun tulisan maupun dalam akta. Namun, lazimnya perjanjian penanggungan
dibuat dalam bentuk tertulis guna kepentingan pembuktian di pengadilan.
Dalam kegiatan bisnis, perbankan tidak akan memberikan kredit kepada
siapapun tanpa disertai dengan garansi. Diharapkan apabila ternyata di kemudian hari
debitor lalai yaitu tidak membayar utang beserta bunga, maka garansi inilah yang
akan dipergunakan oleh pihak kreditor (bank) untuk melunasi utang debitor. Pemberi
garansi ini merupakan jaminan berupa orang pribadi/badan hukum (guarantor)
56
M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Jakarta : Alumni, 2002), hal. 6.
57
dengan tujuan melindungi kepentingan kreditor bersifat umum artinya dapat
mengakibatkan seluruh harta kekayaan pemberi garansi menjadi jaminan dari debitor
yang bersangkutan. Perjanjian pemberian garansi dapat diminta oleh kreditor dengan
menunjuk pemberi garansi tertentu, atau yang diajukan debitor. Dalam pemberian
garansi ini bukan berarti setiap orang atau badan hukum bisa menjadi penjamin,
melainkan orang atau badan hukum memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur
dalam Pasal 1827 KUH Perdata yaitu
1. Cakap atau mampu untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian artinya tidak
dibawah umur, dibawah pengampuan atau pailit.
2. Mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pemberi garansi
artinya yang bersangkutan dinilai mampu dan mempunyai harta yang cukup untuk
memenuhi kewajibannya.
3. Berdiam di wilayah Indonesia, syarat ini bertujuan untuk memudahkan bagi
kreditor (bank) di dalam menagih utang tersebut. Sebab bila pemberian
garansi/penjamin berada di luar negeri tentunnya akan menyulitkan untuk
menyelesaikan masalah penjaminan tersebut58.
Selain syarat khusus yang diatur pada Pasal 1827 KUH Perdata tersebut,
perjanjian pemberian jaminan juga harus memenuhi syarat sahnya sebuah perjanjian
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata59, yaitu:
58
Pasal 1827 KUHPerdata.
59
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
Perjanjian Pemberian Garansi dibuat oleh antara Kreditor dengan Penjamin
dimana Penjamin menyatakan jaminan bahwa Penjamin akan menyelesaikan
hutang debitor apabila debitor tidak melaksanakan kewajibannya. Untuk
melindungi para pihak, maka Perjanjian Pemberian Garansi harus disepakati oleh
para pihak yang mengikatkan diri, yaitu Kreditor dan Penjamin. Apabila Kreditor
tidak sepakat (misalnya karena kreditor tidak yakin bahwa Penjamin mampu
menyelesaikan hutang debitor) maka Perjanjian Pemberian Garansi tersebut tidak
memenuhi syarat ini sehingga Perjanjian Pemberian Garansi tersebut batal demi
hukum.
2. Cakap untuk melakukan perbuatan hukum
Perjanjian Pemberian Garansi harus dibuat oleh pihak cakap membuat suatu
perikatan. Dalam hal perjanjian pemberian jaminan diberikan dalam bentuk
jaminan perusahaan (corporate guarantee), maka penandatangan perjanjian pemberian jaminan tersebut harus ditandatangani oleh pihak/orang yang
berwenang untuk mewakili perusahaan, misalnya direktur perusahaan (dalam hal
perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas)60 atau orang lain yang ditunjuk oleh
perusahaan sebagaimana yang diatur dalam UU No.40/2007 Tentang Perseroan
Terbatas. Dalam hal Perseroan hendak memberikancorporate guaranteeterutama dengan menjaminkan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih
60