PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE
TGT
DENGAN
GAMES DIGITAL
TERHADAP
HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP
ALAT-ALAT OPTIK
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
ARDILLA AYU FEBRINA
NIM 1111016300016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iii ABSTRAK
ARDILLA AYU FEBRINA, NIM 1111016300016. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) dengan Games Digital Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Alat-alat Optik. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan games digital terhadap hasil belajar siswa pada konsep alat-alat optik. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2016 di SMA Negeri 1 Tangerang Selatan. Dalam penelitian ini terdapat dua sampel, yaitu kelas X MIA 6 sebagai kelas kontrol dan kelas X MIA 5 sebagai kelas eksperimen. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan desain
nonequivalent control group dan teknik pengambilan sampel berupa purposive
sampling. Instrumen yang digunakan yaitu instrumen tes berupa soal objektif pilihan ganda dan instrumen nontes berupa lembar observasi dan angket. Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji statistik non-parametrik dari Mann Whitney yang dilakukan terhadap data posttest, pada taraf signifikansi 0,05 diperoleh nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,015. Terlihat bahwa nilai sig (2-tailed) < taraf signifikansi 0,05, sehingga Ho ditolak. Artinya model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan games digital terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hasil lembar observasi pada kedua kelas pun menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan games digital pada konsep alat-alat optik terkategori sangat baik. Hasil angket respon siswa terhadap penerapan games digital juga berada pada kategori sangat baik dengan persentase 80,12.
iv ABSTRACT
ARDILLA AYU FEBRINA, NIM 1111016300016. The Effect of Cooperative Learning Model TGT (Team Games Tournament) with Digital Games Against Student Results At Concept Optical Instruments. Thesis Physics Education Program, Science Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
This research aims to prove the effect of cooperative learning model TGT with digital games for learning result of students on the concept of optical instruments. The study was conducted in May 2016 in SMA Negeri 1 South Tangerang. In this research, there are two samples, the class X Science 6 as the control class and class X Science 5 as an experimental class. The method used is quasi experimental with a nonequivalent control group design and the technique of sampling is purposive sampling. The instrument were used in this research are test instrument which is multiple choice objective questions and instruments nontes which is observation sheets and questionnaires. Based on the results of hypothesis testing using non-parametric statistical tests of Mann Whitney were conducted on the posttest, at a significance level of 0.05 was obtained sig. (2-tailed) of 0.015. It is seen that the value sig (2-(2-tailed) <0.05 significance level, so Ho rejected. This means TGT cooperative learning model with digital games proven effect on student learning result. The results of observations sheet of both class also show that learning use digital games on the concept of optical instruments categorized very good. The results of questionnaire responses of students also got a very good category with a percentage of 80.12.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran TGT dengan Games Digital Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Alat-alat Optik”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, kepada keluarganya, para sahabatnya dan kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman. Aamiin ya Rabbal’alamiin.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Secara khusus, terima kasih tersebut disampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dwi Nanto, Ph.D selaku ketua Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Erina Hertanti, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan saran dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi ini.
5. Fathiah Alatas, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan saran dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi ini.
6. Ai Nurlaela, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang teramat baik hati, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjadi mahasiswi pendidikan fisika.
7. Seluruh dosen, staf, dan karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya jurusan pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pemahaman, dan pelayanan selama proses perkuliahan.
vi
Kusniani selaku guru bidang studi fisika yang telah memberikan dukungan dan saran kepada penulis selama penelitian berlangsung.
9. Keluarga tercinta, Bapak, Mamah dan Adik yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan yang luar biasa kepada penulis.
10. Keluarga Pendidikan Fisika 2011, yang senantiasa memberikan pembelajaran serta pengalaman berarti.
11. Saudariku, wanita-wanita solehahku Shinta, Yusina, dan Rizky, yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, inspirasi dan dukungan dalam berbagai bentuk kepada penulis. Serta Cucok Rumpi ku (Anjani, Faramudita, Matul, Mutia, Rachma, Upi, Umi) yang selalu ikhlas mendoakan seta setia mendampingi dalam berbagai keadaan.
12. Partner paling setiaku Parman Abdullah, terimakasih atas segala bentuk
do’a, dukungan dan bantuannya.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan balasan yang terbaik. Aamiin ya Rabbal’alamiin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin
Jakarta, Oktober 2016
vii DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Perumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BABII KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 6
A. Kajian Teoritis ... 6
1. Model Cooperative Learning ... 6
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) ... 10
3. Media Pembelajaran ... 14
4. Permainan Digital ... 16
5. Hasil Belajar ... 18
6. Karakteristik Konsep Alat-alat Optik ... 21
B. Penelitian yang Relevan ... 26
C. Kerangka Berpikir ... 28
D. Hipotesis Penelitian ... 30
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN ... 31
viii
B. Metode Penelitian ... 31
C. Desain Penelitian ... 31
D. Variabel Penelitian ... 32
E. Populasi dan Sampel ... 32
F. Teknik Pengumpulan Data ... 33
G. Instrumen Penelitian ... 33
1. Instrumen Tes ... 33
2. Instrumen Nontes ... 34
H. Kalibrasi Instrumen ... 36
1. Kalibrasi Instrumen Tes ... 36
2. Kalibrasi Non Tes ... 42
I. Teknik Analisis Data ... 42
1. Uji Prasyarat Analisis Data Tes ... 42
2. Analisis Data Non Tes ... 42
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Hasil Penelitian ... 48
1. Hasil Pretest ... 48
2. Hasil Posttest ... 49
3. Rekapitulasi Hasil Belajar ... 50
4. Hasil Uji Prasyarat Analisis Statistik ... 52
5. Hasil Uji Hipotesis ... 53
6. Hasil Analisis Data Lembar Observasi ... 54
7. Hasil Analisis Data Angket ... 55
B. Pembahasan ... 56
BAB V PENUTUP ... 62
A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 62
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Turnamen ... 12
Gambar 2.2 Peta Konsep ... 22
Gambar 2.3 Pembentukan Bayangan Pada Kamera ... 26
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berpikir ... 30
Gambar 4.1 Grafik Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 48
Gambar 4.2 Grafik Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dan Kelompok Belajar
Tradisional ... 9
Tabel 2.2 Cara Menentukan Penghargaan ... 13
Tabel 2.3 Sinar Istimewa pada Cermin Cekung dan Cermin Cembung ... 23
Tabel 2.4 Sinar Istimewa pada Lensa Cekung dan Lensa Cembung ... 24
Tabel 2.5 Rumus-rumus untuk Menentukan Perbesaran pada Mikroskop25 Tabel 2.6 Rumus pada Teropong ... 26
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 32
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 34
Tabel 3.3 Kisi-kisi Lembar Observasi ... 35
Tabel 3.4 Penskoran Alternatif Pernyataan Angket ... 36
Tabel 3.5 Kisi-kisi Angket ... 36
Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 37
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 37
Tabel 3.8 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 38
Tabel 3.9 Taraf Kesukaran ... 39
Tabel 3.10 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes ... 40
Tabel 3.11 Daya Pembeda... 41
Tabel 3.12 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ... 41
Tabel 3.13 Uji Validitas Instrumen Nontes ... 42
Tabel 3.14 Kriteria Penilaian Data Nontes ... 47
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Hasil Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 50
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 52
Tabel 4.3 Hasil Pehitungan Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 53
xi
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Perangkat Pembelajaran ...67
1. RPP Kelas Eksperimen ...68
2. RPP Kelas Kontrol ...90
Lampiran B Instrumen Penelitian ...112
1. Kisi-kisi Instrumen Tes ...113
2. Instrumen Tes ...114
3. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ...134
4. Soal Instrumen Penelitian ...136
5. Kisi-Kisi Instrumen Non Tes ...150
a. Lembar Observasi ...150
b. Angket ...150
6. Instrumen Nontes ...151
a. Lembar Observasi ...151
b. Lembar Angket ...153
7. Lembar Uji Validitas Instrumen Nontes ...154
a. Lembar Observasi ...154
b. Lembar Angket ...156
8. Lembar Validasi Ahli Media ...158
Lampiran C Analisis Data Hasil Penelitian ...162
1. Data Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ...163
2. Data Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ...166
3. Uji Normalitas Data Pretest ...169
a. Kelas Kontrol ...169
b. Kelas Eksperimen ...171
4. Uji Normalitas Data Posttest ...173
a. Kelas Kontrol ...173
b. Kelas Eksperimen ...175
xiii
6. Uji Hipotesis ...178
7. Data Hasil Lembar Observasi ...179
8. Data Hasil Angket ...180
9. Data Persentase Jenjang Kognitif ...181
Lampiran D Surat-Surat Penelitian ...183
1. Surat Permohonan Izin Penelitian ...184
2. Surat Keterangan Penelitian ...185
3. Surat Bimbingan Skripsi ...186
Lampiran E Lain-Lain ...188
1. Print Screen Media ...189
2. Lembar Uji Referensi ...193
1
Pada era globalisasi ini pendidikan menjadi faktor pendukung yang memegang peranan penting di seluruh sektor kehidupan. Kehidupan yang baik dapat tercermin dari baiknya kualitas pendidikan. Pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.1 Salah satu upaya yang dilakukan untuk menciptakan hal tersebut yakni menyelenggarakan kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, yakni sebagai suatu sistem dan sebagai suatu proses. Pembelajaran sebagai suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran, tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan), serta strategi dan model pembelajaran.2
Salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan yakni model pembelajaran kooperatif. Menurut Eggen dan Kauchak pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.3 Pembelajaran kooperatif membentuk kelompok-kelompok kecil di dalam kelas yang bertujuan mendorong siswa untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada dan memecahkan masalah tersebut dengan bersama-sama, sehingga masing-masing siswa memiliki
1Komang Srianis, dkk, “Penerapan Metode Bermain Puzzle Geometri untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak dalam Mengenal Bentuk”, E-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 2 No.1, 2014, h.2
2Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 3
tanggung jawab di dalam kelompoknya untuk mencapai sebuah tujuan.4 Model pembelajaran kooperatif ini terdiri dari beberapa tipe salah satu diantaranya yakni model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).
Team Games Tournament (TGT) merupakan pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif, dimana para siswa dikelompokkan sebanyak 4-6 orang perkelompok secara heterogen berdasarkan jenis kelamin, agama, etnis atau suku, sehingga dapat dilatih kecakapan sosial.5 Team Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan model pembelajaran pertama dari John Hopkins. Model pembelajaran ini terdiri dari lima tahapan yakni: presentasi kelas atau pengamatan langsung, belajar kelompok (tim), game (permainan), turnamen, dan
team recognize (penghargaan kelompok).6
Setiap model pembelajaran tentu memiliki kelemahan masing-masing, begitu pula dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournamnent (TGT). Hasil penelitian Nuril Milati yang menerapkan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) ditemukan kelemahan pada model ini,yaitu pada tahap turnamen. Pada tahap ini soal turnamen tidak terbahas dan terkoreksi serta tidak dinilai sendiri oleh siswa, sehingga tidak ada transparansi antara guru dengan siswa. Hal tersebut menyebabkan motivasi belajar siswa berkurang.7
Kelemahan pada tahap turnamen tersebut dapat diatasi, yaitu dengan cara memodifikasi tahapan tersebut. Modifikasi yang dilakukan, yakni dengan mengganti permainan konvensional yang biasa digunakan oleh guru pada tahapan turnamen dengan permainan digital berbantuan komputer. Permainan konvensional yang dilakukan pada tahapan turnamen salah satunya menggunakan kartu soal. Setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap
4Harja Wijaya, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak Pada Manusia”, Skripsi, UIN Jakarta, 2012, h. 11
5Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta), Cet. I, h. 145.
6Robert Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Indah, 2009), h. 166-167
7Nuril Milati, “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang”.
meja dan mengerjakannya dalam jangka waktu tertentu. Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal kemudian hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal.8 Pada penelitiannya kali ini penulis akan mengadopsi dan memodifikasi konsep permainan konvensional yang telah dipaparkan di atas ke dalam permainan digital berbantuan komputer dengan menyesuaikan permasalahan yang ada.
Teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro-prosesor. Informasi atau materi disimpan dalam bentuk digital, bukan dalam bentuk cetak atau visual.9 Games digital yang akan dibuat oleh penulis nantinya akan ditampilkan dalam bentuk soal-soal yang terdiri dari 5 butir soal pilihan ganda. Masing-masing soal memiliki skor yang berbeda, bergantung pada tingkat kesulitan soal tersebut. Soal juga disertai dengan animasi agar siswa lebih mudah memahami isi soal. Selain itu games dilengkapi dengan timer agar pelaksanaan tahapan turnamen berjalan tepat waktu dan membuat siswa lebih termotivasi pada saat mengerjakan soal. Setiap soal yang dijawab dengan benar ataupun salah, akan langsung dikoreksi secara otomatis oleh sistem. Setelah dikoreksi, games akan menampilkan pembahasannya agar siwa langsung mengetahui letak kesalahan mereka. Setelah seluruh soal dijawab, maka turnamen dinyatakan selesai dan sistem akan menampilkan skor akhir dari masing-masing kelompok.
Konsep yang dapat diambil pada penelitian ini adalah konsep alat-alat optik. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh penulis, didapatkan bahwa hasil belajar siswa kelas X SMAN 1 Tangerang Selatan pada materi alat-alat optik tergolong rendah. Mereka mengaku mengalami kesulitan pada materi tersebut karena banyak persamaan yang harus mereka ketahui dan pahami.Materi ini memang mengandung cukup banyak teori dan hitungan. Penyampaian materi
8Ngalimun M.Pd, Model-model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo), 2014, h.167
pada konsep alat-alat optik selama ini dirasa sangat monoton. Misalnya pada saat menentukan posisi bayangan suatu benda, guru hanya menjelaskan dengan cara menggambarkannya di papan tulis. Namun pada penelitiannya kali ini penulis akan memancing siswa untuk aktif dan saling berlomba dalam menentukan posisi bayangan pada cermin maupun lensa dengan menggunakan aplikasi flash player. Selain itu penulis akan meminta siswa untuk menentukan posisi bayangan yang dibentuk oleh alat-alat optik seperti kacamata, lup, mikroskop, teropong dan kamera berdasarkan pembentukan bayangan pada lensa dalam kegiatan diskusi. Hal ini dilakukan karena berdasarkan observasi yang dilakukan, siswa jarang menerima penjelasan mengenai pembentukan bayangan pada alat-alat optik. Dengan pembelajaran yang memiliki karakteristik seperti yang telah diuraikan, diharapkan siswa akan lebih termotivasi, sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajarnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament dengan Permainan Digital terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat-alat Optik”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan, yaitu :
1. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mempunyai kelemahan, yaitu pada tahap turnamen. Pada tahap ini soal tidak terbahas dan terkoreksi serta tidak dinilai sendiri oleh siswa, sehingga tidak ada transparansi antara guru dengan siswa. Hal tersebut menyebabkan motivasi belajar siswa berkurang.
2. Penyampaian materi fisika khususnya konsep alat-alat optik sangat monoton, yaitu hanya menggunakan media gambar. Hal tersebut menyebabkan siswa sulit memahami materi, sehingga hasil belajar siswa rendah.
C. Pembatasan Masalah
belajar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Untuk mengatasi lemahnya hasil belajar tersebut maka akan digunakan games digital yang akan memotivasi serta membatu siswa dalam memahami konsep alat-alat optik.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan permainan digital terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada konsep alat-alat optik?“
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dengan games digital terhadap hasil belajar siswa pada konsep alat-alat optik.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1. Memberikan informasi mengenai cara untuk memaksimalkan penerapan model pembelajaran TGT pada proses pembelajaran.
2. Memberikan informasi tentang penggunaan permainan digital dalam pembelajaran fisika.
6 A. Kajian Teoritis
1. Model Cooperative Learning
Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai cooperative learning, diantaranya yakni dikemukakan oleh Slavin dan Johnson & Johnson. Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi.1Menurut Johnson & Johnson (1994) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.2 Model ini dapat mengurangi ketergantungan siswa terhadap guru, sehingga siswa bisa semakin mandiri dalam memahami topik dan mengerjakan tugas.3
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural.4 Pembelajaran ini mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri dari 4 siswa dengan kemampuan yang berbeda dan ada pula yang menggunakan kelompok dengan ukuran yang berbeda-beda.5Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif ini adalah agar peserta
1 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta), Cet. I, h.130
2Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung: Alfabeta), 2013, Cet.7, h.17
3 John Afifi, Inovasi-inovasi Kreatif Manajemen Kelas & Pengajaran Efektif, (Yogyakarta: Divapress), 2014, Cet.1, h. 159
4 Rusman, M.Pd, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 209
didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.6 Menurut Ibrahim, pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:7
a. Hasil belajar akademik
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
b. Penerimaan terhadap keragaman
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial.
Keterampilan ini amat penting dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan dimana masyarakat secara budaya sangat beragam.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) yang menyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman.8
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
6 Isjoni, op. cit., h.21
7Indah Kusumawati, “Penggunaan Metode Pembelajaran TGT disertai Media Gambar Cetak sabagai Upaya dalam Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Geografi pada Kompetensi Dasar Atmosfer Bagi Siswa Kelas X”, 2009, Skripsi, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, h. 11-12
pada proses kerjasama dalam kelompok. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.9 Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima karakteristik, yaitu:10
a. Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran
b. Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama. Pembelajaran yang paling baik ditangani jika melalui kerja kelompok.
c. Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 5 siswa.
d. Siswa menggunakan perilaku kooperatif, pro-sosial
e. Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka
Walaupun cooperative learning terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan cooperative learning. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif.11 Bennet (1995) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu:12
a. Positive Interdependence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya
kepentingan yang sama.
b. Interaction Face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa
tanpa adanya perantara.
c. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok
d. Membutuhkan keluwesan
9Ibid, h. 206
e. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok).
Pada pembelajaran kooperatif siswa dikondisikan untuk bekerja dan belajar dalam kelompok. Aktivitas kerja dan belajar dalam kelompok belajar kooperatif berbeda dengan kelompok belajar tradisional. Kelompok tradisional adalah kelompok belajar yang sering diterapkan di sekolah, seperti kelompok diskusi, kelompok tugas dan kelompok belajar lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:13
Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Tradisional
No. Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
1. Kepemimpinan bersama Satu pemimpin
2. Saling ketergantungan positif Tidak saling bergantung
3. Kelompok heterogen Kelompok homogen
4. Mempelajari keterampilan kooperatif Asusmsi adanya keterampilan sosial
5. Sama-sama bertanggung jawab Tanggungjawab hanya untuk diri
sendiri 6. Menekankan pada penyelesaian tugas
dan mempertahankan hubungan Hanya menekankan pada penyelesaian tugas 7. Guru memperhatikan proses
kelompok belajar sehingga efektif Guru tidak memperhatikan proses kelompok belajar
8. Satu hasil kelompok Beberapa hasil kelompok
9. Evaluasi kelompok Evaluasi individual
Pada penerapannya tentu model pembelajaran ini memiliki beberapa kelebihan maupun kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran ini diantaranya, yaitu: (1) dapat mengurangi ketergantungan siswa terhadap guru, (2) menambah kemampuan siswa dalam berpikir logis, (3) mengembangkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau pendapat dengan komunikasi yanng interaktif. Sedangkan kekurangannya, yaitu: (1) model pembelajaran ini menekankan nilai atas dasar hasil kerja kelompok, bukan hasil kerja siswa individual, (2) kurang efektif diterapkan dalam waktu yang singkat untuk mencapai keberhasilan sosial skill siswa, (3) memungkinkan siswa yang memiliki
kecerdasan tinggi bekerja lebih banyak dan lebih aktif daripada siswa yang memiliki kecerdasan rata-rata.14
Terdapat lima macam metode belajar kooperatif yang berhasil dikembangkan peneliti pendidikan di John Hopkins University yaitu: STAD (Student Team Achievment Division), TGT (Team Games Tournament), TAI (Team Accelerated Instruction), CIRC (Cooperative Integrated Reading &
Composition) dan Jigsaw.15
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT)
Team Games Tournament (TGT) merupakan pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif, dimana para siswa dikelompokkan sebanyak 4-6 orang perkelompok secara heterogen berdasarkan jenis kelamin, agama, etnis atau suku, sehingga dapat dilatih kecakapan sosial.16 Team Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan model pembelajaran pertama dari John Hopkins. Teknis pelaksanaannya mirip dengan STAD. Setiap siswa ditempatkan dalam suatu kelompok yang terdiri dari 3 orang yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi.17 Terdapat tiga prinsip pembelajaran kooperatif, yaitu:18
a. Interaksi simultan
Interaksi simultan diantara para sisw aterjadi pada metode TGT. Pada saat pembelajaran, siswa berpartisipasi aktif atau terlibat langsung pada kegiatan pembelajaran, sehingga siswa tidak mengalami kejenuhan.
b. Ketergatungan positif
Ketergantungan positif timbul pada saat kecenderungan individu atau kelompok berhubungan secara positif. Keberhasilan salah satu murid berhubungan dengan keberhasilan yang diperoleh siswa lain, maka individu mengalami ketergantungan secara positif.
14 Afifi, op. cit., h. 159-161 15 Zulfiani, op. cit., h. 137 16 Zulfiani, op. cit., h. 145
c. Pertanggungjawaban individu
Pertanggungjawaban individu dituntut oleh guru, walaupun belajar dan mengerjakan tugas selalu dalam kelompok, jenis penilaiannya tetap individual. Model pembelajaran ini terdiri dari lima tahapan yakni: pembelajaran awal, belajar kelompok, game (permainan), turnamen, dan team recognize (penghargaan kelompok).19 Slavin menjelaskan ada lima komponen utama dalam TGT yaitu:20
a. Pembelajaran awal
Pembelajaran awal dalam metode TGT tidaklah berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran klasikal oleh guru, hanya pelajaran difokuskan pada materi yang sedang dibahas saja. Tujuan pembelajaran awal adalah membentuk siswa dalam kecakapan komunikasi, menggali informasi, kecakapan bekerjasama dalam kelompok, dan kecakapan dalam memecahkan masalah.
b. Kelompok belajar (Team Study)
Kelompok belajar disusun dengan berangggotakan 4-5 orang yang mewakili percampuran dari berbagai keragaman dalam kelas, seperti kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau etnis. Pada kegiatan kelompok belajar, seluruh siswa mempelajari materi pelajaran dari berbagai sumber belajar (buku teks, internet) kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disusun guru. Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, perwakilan siswa mempresentasikan hasil belajarnya.
c. Permainan (Games)
Permainan dalam pembelajaran kooperatif akan menimbulkan kekreatifan siswa. Kegiatan belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks. Pertanyaan dalam games disusun dan dirancang dari materi-materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan siswa yang diperoleh mewakili masing-masing kelompok.
d. Turnamen
Turnamen adalah susunan beberapa games yang dipertandingkan. Biasanya dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit pokok bahasan, setelah guru memberikan penyajian kelas dan kelompok telah mengerjakan lembar kerjanya. Sebelum memulai pertandingan guru meminta siswa pindah ke kelompok pertandingan. Pada meja pertandingan disediakan 1 set lembar pertandingan, kunci jawaban, kartu nomor (jumlahnya sesuai dengan nomor soal), dan format skor pertandingan.
Setelah turnamen pertama berlangsung, para siswa akan bertukar meja tergantung pada kinerja mereka pada turnamnen terakhir. Pemenang pada tiap meja “naik tingkat” ke meja berikutnya yang lebih tinggi (misalnya dari meja 6 ke meja 5). Sedangkan siswa yang mempunyai skor tertinggi kedua tetap tinggal pada meja yang sama dan yang skornya paling rendah “diturunkan”. Dengan cara ini, jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan terus dinaikkan atau diturunkan sampai mereka mencapa tingkat kinerja mereka yang sesungguhnya.21 Skema turnamen dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:22
Gambar 2.1 Skema Turnamen
Dalam turnamen siswa berperan sebagai berikut:23 1) Pembaca (Reader)
Untuk menentukan reader, semua kartu nomor dikocok lalu diletakkan di atas meja. Semua anggota pertandingan mengambil masing-masing satu kartu. Anggota yang mendapat kartu nomor tertinggi menjadi reader.
2) Penantang pertama (1st challenger)
Siswa yang duduka di sebelah kiri reader. 3) Penantang kedua (2nd challenger)
Siswa yang duduk di sebelah kiri penantang pertama. 4) Pengecek jawaban (checker)
Siswa yang duduk di sebelah kiri penantang pertama. e. Penghargaan kelompok (Team Recognition)
Setelah semua skor dihitung, guru segera memberikan penghargaan kepada tim. Pemberian penghargaan dapat berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai kriteria yang sudah disepakati bersama. Kriteria penghargaan sesuai dengan Tabel 2.2 berikut ini:24
Tabel 2.2 Cara Menentukan Penghargaan Kriteria Rata-rata Tim Penghargaan (award)
31-40 Cukup (Good Team)
41-45 Baik (Great Team)
>46 Amat Baik (Super Team)
Slavin (1995) menyarankan agar TGT diterapkan setiap minggu. Dengan TGT, siswa akan menikmati bagaimana suasana turnamen itu, dan karena mereka berkompetisi dengan kelompok-kelompok yang memiliki komposisi kemampuan yang setara, maka kompetisi dalam TGT terasa lebih fair dibandingkan kompetisi dalam pembelajaran-pembelajaran tradisional pada umumnya.25
23 Zulfiani, op. cit., h. 147-148 24Ibid., h. 150
3. Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar. Menurut Heinich, media merupakan alat saluran komunikasi. Heinich mencontohkan media ini seperti film, televisi, diagram, bahan tercetak (printed
materials), instruktur dan komputer.26 Sedangkan media pembelajaran adalah
segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.27 Sementara itu, Gagne dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.28
Pada awal sejarah pembelajaran, media hanyalah merupakan alat bantu yang digunakan oleh seorang guru untuk menerangkan pelajaran. Namun pada era globalisasi saat ini fungsi media dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya sekedar alat bantu guru, melainkan sebagai pembawa informasi atau pesan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.29 Secara garis besar fungsi media pembelajaran, yaitu sebagai berikut:30
a. Fungsi Media Pembelajaran sebagai Sumber Belajar
26Rudi Susilana, Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran Hakikat, Pengembangan,
Pemanfaatan, dan Penilaian, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h.6
27Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Press, 2012), h.7-8
28Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h.4 29Ibid., h. 19
Media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar, dimana sumber belajar pada hakikatnya merupakan komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan, yang mana hal itu dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
b. Fungsi Semantik
Yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami siswa (tidak verbalistik).
c. Fungsi Manipulatif
Fungsi manipulatif ini didasarkan pada ciri-ciri umum yang dimilikinya. Berdasarkan karakteristik umum ini, media memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu serta mengatasi keterbatasan inderawi. d. Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis ini terbagi menjadi 5, yaitu:
1) Fungsi atensi, yakni fungsi media pembelajaran dalam meningkatkan perhatian siswa terhadap materi ajar.
2) Fungsi afektif, yakni fungsi media pembelajaran dalam menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan atau penolakan siswa tehadap sesuatu.
3) Fungsi kognitif, yakni fungsi media pembelajaran dalam menciptakan gagasan dan pengalaman secara langsung.
4) Fungsi imajinatif, yakni fungsi media pembelajaran dalam meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa.
5) Fungsi motivasi, yakni fungsi media pembelajaran dalam memotivasi siswa, sehingga memudahkan mereka dalam menerima dan memahami isi pelajaran.
e. Fungsi Sosio-kultural
Media dalam proses pembelajaran menurut Rudi Bretz dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar, yakni:31
a. Media audio
Media audio adalah media yang hanya melibatkan indera pendengaran dan hanya mampu memanipulasi kemampuan suara semata. Dilihat dari sifat pesan yang diterimanya media audio ini menerima pesan verbal dan non verbal. Jenis-jenis media yang termasuk media ini adalah program radio dan program media rekam (tape recorder).
b. Media visual
Media visual adalah media yang hanya melibatkan indera penglihatan. Termasuk dalam jenis indera ini adalah media cetak-verbal, cetak-grafis, dan media visual non-cetak. Jenis-jenis media yang termasuk media ini adalah koran, modul, buku, poster, dan lainnya.
c. Media audio-visual
Media audio-visual adalah media yang melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses. Sifat pesan yang dapat disalurkan melalui media dapat berupa pesan verbal dan non verbal yang terlihat layaknya media visual juga pesan verbal dan non verbal yang terdengar layaknya media audio di atas.
d. Multimedia
Multimedia yakni media yang melibatkan berbagai indera dalam sebuah proses pembelajaran. Termasuk dalam media ini adalah segala sesuatu yang memberikan pengalaman secara langsung bisa melalui komputer dan internet, bisa juga melalui pengalaman berbuat dan pengalaman terlibat, Contoh media ini, yaitu karyawisata, forum teater dan permainan atau simulasi.
4. Permainan Digital
Permainan atau game adalah salah satu sarana hiburan, namun sekarang game sudah mulai dikembangkan sebagai alat pembelajaran dalam dunia pendidikan. Penggunaan game sebagai alat pembelajaran umumnya bertujuan
supaya proses belajar mengajar menjadi menyenangkan sehingga materi pelajaran dapat lebih mudah dipahami.32
Permainan dapat diklasifikasikan ke dalam dua ranah utama, yaitu permainan analog dan permainan digital. Permainan analog adalah permainan yang memiliki representasi fisik yang dapat di olah secara terus menerus untuk meraih sebuah tujuan permainan. Sedangkan permainan digital merupakan hasil stimulasi teknologi yang dikonstruksi melalui sebuah permainan. Oleh karena itu,
digital games tidak dapat dioperasikan di luar konteks dan peran teknologi.33
Menurut Oxland, dalam sebuah penciptaan permainan, terdapat tiga unsur paling utama yang harus tersedia agar tetap memotivasi pemain untuk tetap melanjutkan permainan. Elemen tersebut, yaitu:34
a. Aturan; Permainan dapat terjadi jika aturan main ditetapkan. Dengan dibuatnya aturan, tercipta batasan yang membuat permainan menjadi lebih terstruktur sehingga pemain berada dalam batas ruang dan gerak yang telah ditentukan.
b. Balikan; Permainan interaktif dibutuhkan oleh pemain sebagai penanda baginya dalam menentukan langkah. Dalam permainan analog, balikan daoat muncul dari suara atau wujud yang dapat dilihat dan disentuh langsung oleh pemain. Dalam permainan digital, balikan dapat diberikan melalui suara, peningkatan kesulitan level, serta bonus nilai yang muncul ketika pemain melakukan tugasnya.
c. Tujuan; Tujuan permainan merupakan hal pertama yang dicari pemain. Meskipun semua tujuan permainan untuk menang, definisi menang itu sendiri dalam setiap permainan berbeda. Oleh karena itu, perlu ada batasan dari perancang permainan untuk menentukan bagaimana seorang pemain bisa dinyatakan menang atau selesai menuntaskan misinya.
32 Hanny Haryanto dan Mochamad Hariadi, “Sistem Reward Imersif Berbasis Finite State
Machine Pada Game Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Siswa Sekolah Dasar”, SESINDO ITS Surabaya, 2008, h. 1
33Lalitya Talitha Pinasthika, “Permainan Jenga (Digital dan Analog) Pada Anak Usia Prasekolah”, Jurnal Sosioteknologi Program Magister Desain FSRD ITB, Vol. 13 No.3, 2014, h. 203-204
5. Hasil Belajar
Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan, yang di dalamnya terjadi hubungan antara stimulus dan respons.35 Pengalaman belajar tentu berhubungan dengan hasil belajar seorang siswa.
Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris.36 Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu:
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif menurut Gagne adalah suatu proses internal yang digunakan siswa dalam memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir.37 Ranah kognitif meliputi kemampuan pengembangan keterampilan intelektual (knowledge) dengan tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
1) Mengingat (C1), merupakan kategori proses kognitif yang bertujuan menumbuhkan kemampuan untuk meretensi materi pelajaran yang sama seperti materi yang diajarkan.38 Mengingat mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, akan digali pada saat dibutuhkan dengan cara, mengenali (recognition) atau mengingat kembali (recall).39
2) Memahami (C2), memahami mencakup kemampuan untuk mengkonstruk makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Kemampuan ini ditampilkan
35Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga), 2006, h. 2-3
36 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya), 2006, Cet. Ke-16, h.3
37 Wilis Dahar, op. cit., h. 122
38 Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl, A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assesing: a Revision of Bloom’s taxonomony of educational objectives. (New York: Addison Wesley Longman, Inc), 2001, h. 99
dalam bentuk: menguraikan isi pokok bacaan, mengubah rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.40Memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.41
3) Mengaplikasikan (C3), adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret ata situasi khusus. Hal ini dapat berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.42 Mengaplikasikan mencakup kemampuan untuk menerapkan prosedur pada suatu kasus yang konkret. Kemampuan ini ditampilkan dalam bentuk mengaplikasikan suatu rumus pada persoalan yang belum dihadapi.43 Mengaplikasikan meliputi mengeksekusi dan mengimplementasikan.44
4) Menganalisis (C4), adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya.45 Menganalisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor-faktor-faktor lainnya.46 Menganalisis meliputi membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan.47
5) Mengevaluasi (C5), yaitu membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria tersebut ditentukan oleh siswa.48 Mengevaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai suatu hal, disertai pertanggungjawaban pendapat tersebut, berdasarkan kriteria tertentu. Kategori evaluasi mencakup proses-proses kognitif memeriksa atau mengkritik.
6) Mencipta (C6), mencakup kemampuan untuk menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan yang koheren. Tujuan-tujuan yang
40Ibid., h. 246
diklasifikasikan dalam mencipta meminta siswa membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau stuktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Mencipta meliputi merumuskan, merencanakan, dan memproduksi.49
b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Menurut Krathwohl ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, yaitu:50
1) Receiving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
3) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
4) Organization, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain,pemantapam, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dan lain-lain.
5) Characterization by value or value complex (karakteristik nilai atau internalisasi nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang dimiliki
49Ibid., h. 86
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
c. Ranah Psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:51
1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); 2) Keterampilan pada gerakan dasar;
3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;
4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan; 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks;
6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dalam proses belajar-mengajar di sekolah saat ini, tipe hasil belajar kkognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tak perlu dilakukan penilaian.52
6. Karakteristik Konsep Alat-alat Optik a. Kompetensi Dasar Konsep Alat-alat Optik
Adapun kompetensi dasar yang telah ditetapkan, yaitu
1) Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya melalui pengamatan fenomerna alam fisis dan pengukurannya.
2) Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan, melaporkan, dan berdiskusi.
3) Menganalisis cara kerja alat-alat optik menggunakan pencerminan dan pembiasan cahaya oleh cermin dan lensa.
4) Menyajikan ide/rancangan sebuah alat optik dengan menerapkan prinsip pemantulan dan pembiasan pada cermin dan lensa.
b. Materi Alat-alat Optik
[image:37.592.100.513.124.690.2]Alat-alat optik merupakan alat-alat yang pada pemanfaatannya menggunakan prinsip pencerminan dan pembiasan oleh cermin dan lensa.Secara umum, alat optik dapat dibedakan menjadi alat optik alami dan alat optik buatan. Mata merupakan alat optik alami, sedangkan kacamata, lup, mikroskop, teropong dan kamera merupakan alat optik buatan. Alat optik tersusun dari cermin atau lensa, oleh karena itu sebelum mempelajari cara kerja alat alat optik tersebut hendaknya kita memahami bagaimana sifat dan pembentukan bayangan pada cermin maupun lensa. Penjabaran konsep ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 peta konsep di bawah ini:
1) Pemantulan Cahaya
Pemantulan ialah pengembalian seluruh atau sebagian dari suau berkas cahaya ketika bertemu dengan bidang batas antara dua medium. Pemantulan dibedakan menjadi 2, yaitu pemantulan teratur dan pemantulan baur atau diffus.53 Pemantulan dapat menyebabkan terjadinya pembentukan bayangan, hal ini dapat terjadi pada cermin datar, cermin cekung dan cermin cembung. Cermin datar, pemantulan pada cermin datar akan menghasilkan bayangan yang bersifat maya, tegak dan sama besar.
Cermin cekung, cermin ini memiliki titik fokus F dan bersifat konvergen
[image:38.592.101.522.135.736.2]atau mengumpul. Sedangkan cermin cembung memiliki titik fokus F yang terletak dibagian belakang cermin dan bersifat divergen atau menyebar.54 Kedua cermin ini memiliki 3 sinar istimewa seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 Sinar Istimewa pada Cermin Cekung dan Cermin Cembung
Cermin Cekung Cermin Cembung
53 Marthen Kanginan, Fisika untuk SMA/MA Kelas X, (Jakarta: Erlangga), 2013, h. 376-377
2) Pembiasan Cahaya
Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian cahaya datang dipantulkan pada perbatasan, sisanya lewat ke medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang dan membentuk sudut terhadap permukaan, berkas tersebut dibelokkan pada waktu memasuki medium yang baru. Pembelokan ini disebut pembiasan.55
[image:39.592.74.552.151.712.2]Pembiasan cahaya salah satunya dapat terjadi pada lensa. Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung.. Ada dua jenis lensa, yaitu lensa cekung (konkaf) dan lensa cembung (konveks). Lensa cekung disebut juga lensa divergen sedangkan lensa cembung disebut juga lensa konvergen. Kedua lensa ini memiliki 3 sinar istimewa seperti yang dijelaskan pada tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel 2.4 Sinar Istimewa pada Lensa Cembung dan Lensa Cekung
Jenis-jenis
lensa Sinar-sinar istimewa pada lensa
Lensa Cembung
Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan menuju titik fokus.
Sinar datang melalui titik fokus dibiaskan sejajar sumbu utama
Sinar datang menuju pusat kelengkungan lensa tidak dibiaskan, akan tetapi diteruskan .
Lensa Cekung
Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah dari titik fokus F2
Sinar datang seolah-olah menuju titik fokus F1 dibiaskan sejajar sumbu utama.
Sinar datang menuju pusat kelengkungan lensa tidak dibiaskan, akan tetapi diteruskan .
3) Alat-alat Optik
Secara umum, alat optik dapat dibedakan menjadi alat optik alami dan alat optik buatan. Mata merupakan alat optik alami, sedangkan alat optik buatan meliputi lup, kamera, teropong, dan mikroskop.56
1) Mata
Mata terdiri dari bagian-bagian penting yang mentukan daya penglihatan kita. Bagian-bagian mata tersebut, yaitu: kornea, iris, pupil, lensa mata dan retina. Ada beberapa gannguan penglihatan, di antaranya adalah miopi (rabun jauh), hipermetropi (rabun dekat), presbiopi, dan astigmatisme.
2) Lup
Lup terbuat dari lensa cembung. Lup menghasilkan bayangan yang lebih besar daripada bendanya sehingga sering disebut sebagai kaca pembesar.
3) Mikroskop
[image:40.592.103.525.144.607.2]Mikroskop terdiri atas 2 lensa cembung, lensa okuler dan lensa objektif. Lensa okuler berfungsi seperti lup. Bayangan yang dihasilkan lensa objektif merupakan benda bagi lensa okuler.
Tabel 2.5 Rumus-rumus untuk menentukan perbesaran pada mikroskop
Persamaan Keterangan
= Hubungan perbesaran oleh lensa objektif dan perbesaran oleh lensa okuler.
= Perbesaran okuler saat mata tak berakomodasi.
= + 1 Perbesaran okuler saat mata berakomodasi maksimum.
4) Teropong
Teropong atau teleskop merupakan alat yang digunakan untuk melihat benda-benda jauh misalnya benda-benda angkasa. Ada dua jenis teropong, yaitu teropong pantul dan teropong bias (teropong bumi, teropong panggung, teropong bintang, dan teropong prisma).
Tabel 2.6 Rumus pada teropong
Persamaan Keterangan
= Perbesaran bayangan pada teropong bintang untuk mata tak berakomodasi = + jarak antara lensa objektif dan lensa okulernya
5) Kamera
Prinsip kerja kamera mirip dengan mata. Pada kamera, bayangan jatuh pada film. Diafragma pada kamera berfungsi mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk. Peran diafragma kamera mirip peran pupil pada mata.57
Gambar 2.3 Pembentukan bayangan pada kamera
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berhubungan dengan penerapan model Teams Games Tournament dengan permainan digital adalah sebagai berikut:
1. Arsaythamby Veloo dan Sitie Chairhany dalam penelitiannya yang berjudul “Fostering students attitudes and achievment in probability using Team
Games Tournament” yang dimuat dalam 3rd World Conference on Learning,
memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam meningkatan sikap dan prestasi belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif TGT. Selain itu, pembelajaran ini juga mampu menciptakan lingkungan belajar yang aktif dalam memecahkan soal latihan dan diskusi antara siswa dengan guru.58
57 Purwoko, op. cit., h. 158
58 Arsaythamby Veloo dan Sitie Chairhany, Fostering students attitudes and achievment in
probability using Team Games Tournament¸ 2013, 3rd World Conference on Learning, Teaching
2. Micheal M. Van Wyk dalam jurnalnya yang berjudul “The Effect of Team Games Tournaments on Achievment, Retention, and Attitudes of Economics Education Students”, memberikan informasi bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu meningkatkan prestasi, retensi dan sikap. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan skor tes prestasi untuk kelompok yang menggunakan TGT sebesar 52.99 sedangkan kelompok kontrol sebesar 50.13.59
3. Mukh. Khudori, dkk, dalam jurnalnya yang berjudul “Pembelajaran IPA dengan Metode TGT Menggunakan Media Games Ular Tangga dan Puzzle ditinjau dari Gaya Belajar dan Kreativitas Siswa”, diperoleh informasi bahwa terdapat interaksi antara media games ular tangga dan puzzle, gaya belajar dengan kreativitas terhadap prestasi kognitif siswa, namun tidak terdapat interaksi terhadap prestasi afektif siswa.60
4. Armynda Dewi Cita Sari, dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Model
Team Games Tournament Media Tournament Question Cards Terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hidrokarbon”, yang dilakukan di Semarang, memberikan informasi bahwa nilai rata-rata post test kelas eksperimen 83,96 sedangkan kelas kontrol 75,56. Nilai post test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Team Games Tournament dengan media Tournament-Question Cards terhadap hasil belajar siswa kelas X suatu SMA di Semarang pada materi hidrokarbon dan minyak bumi dengan pengaruh 38,15%.61
5. Raden Tetty dalam penelitiannya yang berjudul “Perbandingan Model Team
Games Tournament Termodifikasi dengan Team Games Tournament
59 Micheal M. Van Wyk, The Effect of Team Games Tournaments on Achievment,
Retention, and Attitudes of Economics Education Students, 2011, Journal Social Science University of Free State South Africa, h. 183
60 Mukh. Khudori, dkk, Pembelajaran IPA dengan Metode TGT Menggunakan Media
Games Ular Tangga dan Puzzle ditinjau dari Gaya Belajar dan Kreativitas Siswa, 2012, Jurnal Inkuiri Program Pascasarjana UNS, Vol. 1 No.2, h. 161
61 Armynda Dewi Citasari, Pengaruh Model Team Games Tournament Media Tournament
terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa” memberikan informasi bahwa, keterampilan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model Team Games Tournament termodifikasi lebih tinggi dibandingkan rata-rata keterampilan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model Team Games Tournament orisinal dengan nilai thitung sebesar 2,07 dan nilai ttabel sebesar 2,002.62
6. Leo Nelson, dkk, dalam jurnalnya yang berjudul “Perancangan Aplikasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Berbasis Web”, memberikan informasi bahwa dalam hasil kuesioner dan wawancara menunjukkan bahwa aplikasi pembelajaran kooperatif TGT berbasis web ini mudah digunakan dan cukup efektif karena proses penghitungan poin dan penghargaan kelompok dilakukan oleh sistem. Selain itu proses tes yang dilakukan secara online dapat meminimalisasi siswa untuk berbuat curang.63
C. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan.64. Salah tipe model pembelajaran kooperatif, yaitu Team Games
Tournament (TGT). Team Games Tournament (TGT) merupakan pembelajaran
yang terdiri dari lima tahapan, yakni: presentasi kelas atau pengamatan langsung, belajar kelompok, games (permainan), turnamen, dan team recognize (penghargaan kelompok).65 Namun, model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) ini memiliki kelemahan, yaitu pada tahapan turnamen. Pada tahap turnamen biasanya dilakukan suatu games yang menampilkan soal-soal. Soal-soal tersebut sering kali tidak terbahas dan terkoreksi serta tidak dinilai sendiri oleh siswa, sehingga tidak ada transparansi antara guru dengan siswa. Hal tersebut menyebabkan motivasi belajar siswa menjadi berkurang. Motivasi
62 Raden Tetty, Perbandingan Model Team Games Tournament Termodifikasi dengan
Team Games Tournament terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa, 2014, Skripsi, Pendidikan Fisika UIN Jakarta, h. 62
63 Leo Nelson, dkk, Perancangan Aplikasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games
Tournament (TGT) Berbasis Web, 2013, Jurnal Informatika, Vol.9 No.1, h. 62-63 64 Rusman, op. cit, h.205
belajar merupakan salah satu faktor pendukung untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Jika motivasi belajar meningkat maka hasil belajar siswa pun akan meningkat, begitu pula sebaliknya.
Salah satu solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi permasalahan terkait kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) terutama pada tahap turnamen, yaitu memodifikasi games konvensional yang biasa digunakan menjadi games digital berbantuan komputer. Pada games digital ini akan ditampilkan soal yang dilengkapi dengan gambar serta animasi. Masing-masing soal memiliki skor yang berbeda, bergantung pada tingkat kesulitannya. Agar pelaksanaan turnamen berjalan tepat waktu, maka games
digital ini juga dilengkapi dengan timer. Selain itu, untuk mengatasi
permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, games digital akan langsung mengkoreksi secara otomatis jawaban yang benar ataupun salah beserta pembahasannya. Hal ini dilakukan agar siswa mengetahui letak kesalahan mereka. Setelah seluruh soal dijawab, maka turnamen dinyatakan selesai dan sistem akan menampilkan skor akhir dari masing-masing kelompok.
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan games digital terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada konsep alat-alat optik.
Melalui permainan digital soal-soal akan terbahas dan terkoreksi, serta nilai akan langsung ditampilkan secara otomatis.
Kelemahan TGT pada tahap turnamen, yaitu pada saat melakukan permainan: 1. Soal tidak terbahas dan terkoreksi
2. Soal tidak dinilai sendiri oleh siswa.
Memodifikasi permainan konvensional menjadi permainan digital
Motivasi meningkat
31 A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei, semester genap tahun ajaran 2015-2016 di SMAN 1 Kota Tangerang Selatan yang berlokasi di Jl. Pendidikan 49, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan, yaitu metode kuasi eksperimen atau eksperimen semu. Metode eksperimen semu (quasi experimental) pada dasarnya sama dengan eksperimen murni, bedanya adalah dalam pengontrolan variabel. Pengontrolannya hanya dilakukan terhadap satu variabel saja, yaitu variabel yang dipandang paling dominan.1 Dalam hal ini variabel yang dianggap dominan adalah variabel terikat, yaitu hasil belajar siswa.
C. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non equivalent control group design. Pada desain ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada masing-masing kelompok akan diberikan tes awal (pre test) untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dasar yang telah mereka miliki pada konsep optika geometri. Selanjutnya keduanya akan diberikan perlakuan yang berbeda. Kelompok kontrol akan diberikan perlakuan berupa pembelajaran kooperatif tipe TGT konvensional, sedangkan kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan berupa pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan games digital. Setelah diberi perlakuan, kedua kelompok akan diberikan tes akhir (post test) untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan dari masing-masing kelompok. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest
control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol tidak dipilih secara random.2 Desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretest Treatment Postest
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan :
O1 = Tes awal (pre test) sebelum diberikan perlakuan O2 = Tes akhir (post test) setelah diberikan perlakuan X1 = Penerapan model TGT dengan games digital X2 = Penerapan model TGT konvensional.
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.3 Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament (TGT) dengan games digital, sedangkan variabel terikat dalam
penelitian ini, yaitu hasil belajar siswa pada konsep alat-alat optik.
E. Populasi dan Sampel
Populasi adalah kelompok besar atau wilayah yang menjadi ruang lingkup penelitian.4 Populasi dari penelitian ini, yaitu seluruh siswa SMAN 1 Kota Tangerang Selatan, dengan populasi terjangkau seluruh siswa kelas X di sekolah tersebut. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.5 Sampel dari penelitian ini, yaitu kelas X MIA 6 sebagai kelas kontrol dan X MIA 5 sebagai kelas eksperimen. Teknik pengambilan sampel yang digunakan, yaitu purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan cara
2Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.116
3Ibid., h. 60.
mengambil subjek yang bukan didasarkan pada strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.6
F. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan salah satu komponen penelitian, tanpa data tidak akan ada penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan teknik pengumpulan data yang baik agar diperoleh informasi yang benar. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu dengan pemberian tes yang dilakukan saat awal dan akhir pembelajaran, lalu pengisian lembar observasi yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung, serta pengisian angket untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan games digital dalam pembelajaran.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengukur variabel