• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN HASIL BELAJAR IPS DALAM MEMBACA PETA MELALUI TEHNIK PERMAINAN KARTU BERWARNA BAGI SISWA TUNA RUNGU WICARA KELAS III SDLB NEGERI KOTA PEKALONGAN TAHUN PELAJARAN 2010 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN HASIL BELAJAR IPS DALAM MEMBACA PETA MELALUI TEHNIK PERMAINAN KARTU BERWARNA BAGI SISWA TUNA RUNGU WICARA KELAS III SDLB NEGERI KOTA PEKALONGAN TAHUN PELAJARAN 2010 2011"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

SKRIPSI

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN HASIL BELAJAR IPS DALAM

MEMBACA PETA MELALUI TEHNIK PERMAINAN KARTU BERWARNA

BAGI SISWA TUNA RUNGU WICARA KELAS III SDLB NEGERI

KOTA PEKALONGAN TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh :

TRI ASRIATI

NIM. X5209026

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN HASIL BELAJAR IPS DALAM

MEMBACA PETA MELALUI TEHNIK PERMAINAN KARTU BERWARNA

BAGI SISWA TUNA RUNGU WICARA KELAS III SDLB NEGERI

KOTA PEKALONGAN TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan

Oleh :

TRI ASRIATI

NIM. X5209026

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Munawir Yusuf, M.Psi Drs. Gunarhadi, MA, Ph.D

(4)

commit to user

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Rabu

Tanggal : 13 Juli 2011

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. R. Indianto, M.Pd ………..

Sekretaris : Priyono, S.Pd., M.Si ………..

Penguji I : Drs. Munawir Yusuf, M.Psi .………..

Penguji II : Drs. Gunarhadi, MA, Ph.D ………..

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Tri Asriati. NIM. X5209026. UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN HASIL BELAJAR IPS DALAM MEMBACA PETA MELALUI TEHNIK PERMAINAN KARTU BERWARNA BAGI SISWA TUNA RUNGU WICARA KELAS III SDLB NEGERI KOTA PEKALONGAN TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2011.

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan hasil belajar IPS dalam membaca peta melalui tehnik permainan kartu berwarna bagi siswa tuna rungu wicara kelas III SDLB Negeri Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian adalah anak tuna rungu wicara kelas III di SDLB Negeri Kota Pekalongan, dengan jumlah 4 orang siswa terdiri dari 2 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan tes. Sedangkan tehnik analisis data menggunakan model interaktif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II.

Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa berdasarkan nilai kondisi awal rata-rata 47,50 meningkat menjadi 60,00 pada siklus I dan pada siklus II menjadi 73,75. Sehingga terjadi peningkatan rata-rata dari 47,50 menjadi 73,75.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Tri Asriati. NIM.X5209026. THE ATTEMPT OF IMPROVING THE SOCIAL SCIENCE LEARNING COMPETENCY IN READING MAP USING COLOR CARD GAME FOR THE DEAF III GRADERS OF SDLB NEGERI OF PEKALONGAN CITY IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011. Thesis. Surakarta. Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. June. 2011.

The objective of this research is to improve the Social Science Learning Competency in Reading Map using Color Card Game for the deaf III graders of SDLB Negeri of Pekalongan City in the school year of 2010/2011.

The study belongs to a Classroom Action Research. The subject of research was the deaf III graders of SDLB Negeri of Pekalongan City, consisting of 4 students (2 boys and 2 girls). Techniques of collecting data used were observation, interview and test. Meanwhile the technique of analyzing data used was an interactive model, namely to compare the prior condition test value, after cycle I test value, and after cycle II test value.

From the result of classroom action research, it can be concluded that the mean prior condition value of 47.50 increases to 60.00 in cycle I and 73.75 in cycle II. Thus, there is an increase in the mean value from 47.50 to 73.75.

(7)

commit to user

vii MOTTO

Sesungguhnya orang yang memberikan pendidikan/bimbingan kepada

anak-anaknya itu lebih dari sedekah”

(Hadist Riwayat Tirmidzi)

Kesuksesan, keberhasilan, dan kebahagiaan hanya dapat diraih dengan

perjuangan dan niat yang sungguh-sungguh, usaha yang keras serta tidak

lepas dari doa.

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

- Suami tercinta

- Anak-anak tersayang

- Rekan-rekan PKh FKIP UNS.

- Murid-murid yang kusayangi.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Khusus,

Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian

penulisan penelitian tindakan kelas ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak

akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala

bentuk bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada

yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin

kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas.

3. Drs. Gunarhadi, MA, Ph.D., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Khusus

dan pembimbing II telah memberikan ijin penyusunan skripsi.

4. Drs. Munawir Yusuf, M.Psi, selaku pembimbing I yang dengan sabar telah

memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

5. Segenap dosen dan staf Program Studi Pendidikan Khusus (PKh)/PLB yang

telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi

ini.

6. Kepala SDLB Negeri Kota Pekalongan yang telah membantu memberikan

informasi yang dibutuhkan dalam proses penyusunan skripsi.

7. Seluruh staf pengajar di SDLB Negeri Kota Pekalongan yang telah membantu

(10)

commit to user

x

8. Seluruh siswa SDLB Negeri Kota Pekalongan yang telah membantu dan

memberikan informasi yang dibutuhkan dalam proses penyusunan skripsi.

9. Bapak dan ibuku yang telah memberikan doa restu dan motivasinya sehingga

skripsi ini dapat selesai.

10.Suamiku dan anak-anaku, terima kasih atas doa, kasih, dorongan, dan kesetiaan

serta kesabarannya, semoga Allah meridhoi kita selamanya. Amin.

11.Teman-teman se-almamater khususnya kelas PPKHB, terima kasih untuk

segala bantuannya.

12.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian

tindakan kelas ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan,

karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya juga masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan.

Semoga kebaikan Bapak, Ibu, mendapat pahala dari Allah SWT., dan

menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Juli 2010

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... vi

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ... 5

A. Kajian Teori ... 5

1. Tinjauan Tentang Anak Tuna Rungu Wicara ... 5

a. Pengertian Anak Tuna Rungu Wicara ... 5

b. Sebab-sebab Anak Tuna Rungu Wicara ... 5

c. Ciri-ciri Anak Tuna Rungu Wicara ... 6

d. Cara Mendeteksi Ketunarunguan ... 8

e. Klasifikasi Anak Tuna Rungu Wicara ... 9

2. Tinjauan Tentang Belajar dan Pembelajaran ... 11

a. Pengertian Belajar ... 11

(12)

commit to user

xii

3. Tinjauan Tentang Pembelajaran IPS ... 14

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 14

b. Tinjauan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) . 15 c. Ruang Lingkup IPS SDLB ... 16

4. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran ... 16

a. Pengertian media Pembelajaran ... 16

b. Klasifikasi Media Pembelajaran ... 16

c. Manfaat dan Fungsi Media ... 17

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAAN PEMBAHASAN ... 33

A. Pelaksanaan Penelitian ... 33

1. Kondisi Awal (Pre Test) ... 33

2. Deskripsi Siklus I ... 35

(13)

commit to user

xiii

B. Hasil Penelitian ... 44

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 46

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 52

A. Simpulan ... 52

B. Implikasi ... 52

C. Saran ... 53

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. Nilai Hasil Prestasi Belajar IPS Materi Membaca Peta Siswa Kelas III

SDLB Negeri Kota Pekalongan Pekalongan (Kondisi Awal). ... 33

Tabel 3. Data Hasil Rekapitulasi Penilaian Hasil Evaluasi Siswa Mata

Pelajaran IPS Materi Membaca Peta Pada Kondisi Awal ... 34

Tabel 4. Data Hasil Rekapitulasi Penilaian Hasil Evaluasi Siswa Mata

Pelajaran IPS Materi Membaca Peta Pada Siklus I ... 38

Tabel 5. Data Hasil Rekapitulasi Penilaian Hasil Evaluasi Siswa Mata

Pelajaran IPS Materi Membaca Peta Pada Siklus II ... 43

Tabel 6. Prestasi Belajar IPS Materi Membaca Peta Setiap Siklus

Melalui Penerapan Teknik Permainan Kartu Yang Berwarna. ... 47

Tabel 7. Peningkatan Nilai Rata-rata Prestasi Matematika Materi Nilai

(15)

commit to user

xv

DAFTAR SKEMA, DIAGRAM DAN GRAFIK

Halaman

Daftar Skema

Skema 1. Skema Kerangka Berpikir ... 23

Skema 2. Skema Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 30

Daftar Diagram

Diagram 1. Diagram Prestasi Belajar IPS (Kondisi Awal) ... 34

Diagram 2. Diagram Prestasi Belajar IPS Siklus I ... 38

Diagram 3. Diagram Prestasi Belajar IPS Siklus II ... 43

Daftar Grafik

Grafik 1. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi IPS

Materi Membaca Peta Setiap Siklus Melalui Teknik Permainan

Kartu Berwarna ... 48

Grafik 2. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi IPS

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Silabus ... 57

2. Lembar Soal Pre Test ... 62

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 63

4. Lembar Soal Post Test dan Kunci Jawaban Siklus I ... 75

5. Denah, Peta, dan Media Pembelajaran Siklus I ... 78

6. Foto-foto Kegiatan dalam Proses Pembelajaran pada Siklus I ... 83

7. Silabus ... 90

8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 95

9. Lembar Soal Pos Test dan Kunci Jawaban Siklus II ... 107

10. Denah, Peta, dan Media Pembelajaran Siklus II ... 110

11. Foto-foto Kegiatan dalam Proses Pembelajaran pada Siklus II ... 114

12. Instrumen Pengamatan ... 119

13. Surat Ijin Penelitian Dari Pembantu Dekan III Kepada Rektor

14. Surat Keputusan Menyusun Skripsi dari Pembantu Dekan I

15. Surat Ijin Menyusun Skripsi kepada BAPPEDA Jateng

16. Surat Ijin Penelitian kepada Kepala Sekolah

(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal usul,

status sosial ekonomi maupun keadaan fisik seseorang termasuk anak-anak yang

mengalami kelainan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional tentang Pendidikan Luar Biasa menegaskan bahwa :

Pendidikan luar biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Tujuannya agar anak-anak tersebut mampu mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat sehingga mampu hidup mandiri dan mengadakan interaksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya.

Untuk mengadakan interaksi dengan lingkungannya anak-anak tuna rungu

sangat mengalami hambatan terutama dalam komunikasi dikarenakan anak tuna

rungu wicara alat pendengarannya dan organ bicaranya tidak dapat berfungsi secara

sempurna, sehingga dalam menerima informasi lewat pendengaran mengalami

kesulitan. Keadaan seperti itu sangat berpengaruh terhadap penguasaan membaca

peta dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Sebagai makluk sosial anak tunarungu wicara juga sangat diharapkan mampu

mengkomunikasikan dirinya dengan lancar, baik di dunia pendidikan maupun di

lingkungan masyarakat sekitarnya. Di lingkungan pendidikan misalnya, dapat

berkomunikasi dengan guru, teman-teman dan karyawan yang berada di lingkup

sekolahnya dengan baik serta dapat mengikuti pelajaran yang diterimanya.

Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang mendominasi bentuk sosialisasi

tersebut. Karena dengan indera pendengaran dan organ bicara anak tunarungu wicara

tidak dapat dimanfaatkan secara sempurna, ini sangat menghambat perkembangan

kepribadian, kecerdasan dan penampilan sebagai mahkluk sosial.

(18)

commit to user

Untuk mencapai keberhasilan suatu pendidikan bukanlah persoalan yang

mudah, banyak masalah atau kendala yang harus dihadapi dan diatasi untuk

mencapai tujuan pendidikan yaitu keberhasilan suatu proses belajar mengajar,

sehingga tercapai prestasi belajar siswa yang memuaskan, demikian juga untuk

menghadapi anak-anak berkelainan mereka memerlukan pelayanan khusus agar

mereka dapat mengoptimalkan sisa-sisa kemampuannya secara maksimal.

Pendidikan yang diperuntukan untuk anak-anak berkebutuhan khusus tertuang

dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

tentang Pendidikan Luar Biasa yarg berbunyi :

Peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses belajar karena kelainan fisik, emosional mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

Anak berkebutuhan khusus tersebut memperoleh pendidikan melalui

Pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB) yaitu: TKLB, SDLB, SMPLB, dan

SMALB serta melalui sekolah regular sistem terpadu yang disebut pendidikan

inklusi. Tingkat belajar siswa kelas III untuk anak tuna rungu wicara di SDLB

Negeri Kota Pekalongan dalam pelajaran IPS terutama dalam kemampuan

membaca peta masih rendah. Maka perlu dicari penyebabnya, mungkin

penggunaan media belajar yang tidak tepat atau mungkin dapat juga dari pihak

guru dalam penyampaiannya yang tidak sesuai dengan kemampuan anak. Inilah

yang menjadi pangkal tolak mengapa guru perlu menggunakan media belajar

yang tepat dalam melakukan proses belajar mengajar.

Penguasaan membaca peta bagi anak-anak tuna rungu wicara

merupakan modal utama untuk dapat mengikuti pelajaran IPS dengan baik,

semakin tepat media belajar dimiliki besar pula kemungkinan dalam

membaca peta. Dalam membaca peta tidak hanya cukup melalui peragaan,

tetapi harus menggunakan media yang sifatnya konkrit.

Dengan demikian peneliti berasumsi bahwa salah satu strategi untuk

peningkatan kemampuan membaca peta pada pelajaran IPS adalah dengan

menggunakan media peta melalui teknik permainan kartu berwarna. Hal ini

(19)

commit to user

3

kartu gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, sudah

tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran,

dengan media kartu gambar juga akan dapat memperjelas suatu fakta yang

berupa peristiwa/ kejadian, keadaan secara realistik dan kongkrit.

Dari beberapa kegiatan pembelajaran IPS terutama penguasaan membaca

peta oleh peneliti dan kebanyakan guru di SDLB Negeri Kota Pekalongan dalam

kegiatan pembelajaran sehari-hari hanya sedikit menggunakan kartu gambar,

lainnya menggunakan peragaan, media gambar hanya untuk menunjukkan kata

benda itu saja hanya di gambar di papan tulis, sehingga siswa kurang tertarik di

dalam mengikuti pelajaran serta kurang cepat dapat memahami apa yang sedang

dipelajari.

Berangkat dari uraian permasalahan di atas melalui teknik permainan kartu

yang berwarna yang menarik diharapkan kemampuan membaca peta untuk anak

tunarungu wicara kelas III di SDLB Negeri Kota Pekalongan dapat meningkat.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah, peneliti berharap agar kemampuan

belajar IPS dalam membaca peta dapat meningkat. Maka peneliti mengemukakan

rumusan masalah sebagai berikut:

“Apakah teknik permainan kartu berwarna dapat meningkatkan

kemampuan hasil belajar IPS dalam membaca peta anak tunarungu wicara kelas III

SDLB Negeri Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan hasil

belajar IPS dalam membaca peta anak tunarungu wicara kelas III SDLB Negeri

Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011”.

D. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

(20)

commit to user

1. Manfaat teoritis

a) Hasil penelitian ini minimal dapat mengembangkan penggunaan teknik

media permainan kartu yang berwarna dalam upaya peningkatan belajar IPS

dalam membaca peta bagi anak tuna rungu wicara.

b) Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengelola anak tuna rungu

wicara.

c) Membuka cakrawala baru bagi dunia pendidikan, masyarakat dan khususnya

bagi keluarga anak tuna rungu wicara, bahwa kemampuan membaca peta juga

penting sebagai sarana untuk wawasan dan interaksi dengan lingkungan

sekitar bagi siswa.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi siswa dengan penelitian ini dapat bermanfaat untuk memaksimalkan

belajarnya sehingga kemampuan membaca peta dapat meningkat secara optimal.

b) Bagi guru dengan penelitian ini dapat mengembangkan proses pembelajaran

yang lebih baik, menemukan kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran,

meningkatkan semangat dalam menjalankan tugas menguasai materi yang

diajarkan.

c) Bagi institusi dapat untuk meningkatkan kerja sama yang baik antara

sesama guru dan kepala sekolah.

d) Bagi orang tua dapat dijadikan masukan dalam membimbing anaknya

dalam belajar di rumah, sehingga kerja sama antara guru orang tua dapat terjalin

(21)

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu Wicara

a. Pengertian Anak Tuna Rungu Wicara

Pengertian anak tuna rungu wicara sebagaimana dikemukakan dalam

buku yang berjudul “Komunikasi Total” oleh Soewito dan Soejono (2000: 9)

adalah seorang yang mengalami ketulian berat sampai total, yang tidak dapat

lagi menangkap tutur kata tanpa membaca gerak bibir lawan bicaranya.

Menurut Sudibyo Markus yang dikutip Sardjono (2002: 5) dalam buku “Orthopaedagogik Anak Tuna Rungu”, pengertian anak tunarungu adalah sebagai berikut :

1) Tuna Rungu adalah mereka yang menjalani kekurangan tetapi masih mampu (tidak kehilangan kemampuan berbicara).

2) Tuna Wicara adalah mereka yang menderita tuna rungu sejak bayi/ lahir, yang karenanya tidak dapat manangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak mengalami gangguan pada alat suaranya.

Menurut Herry Widyastono (2003: 52-61) bahwa secara medis

ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan dengar yang

disebabkan oleh kerusakan dan/atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh

alat pendengaran; sedangkan secara pedagogis ketunarunguan ialah

kekurangan atau kehilangan kemampuan dengar yang mengakibatkan

hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan dan

pendidikan khusus.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tuna rungu

wicara adalah anak yang mengalami ketulian berat sampai total, tetapi mereka

masih mempunyai kemampuan berbicara.

b. Sebab-sebab Anak Tuna Rungu Wicara

Pendapat Brown seperti dikutip dalam buku “Special Needs

Education” oleh Howard dan Orlensky (2000: 263-264) memberikan contoh

(22)

commit to user

penyebab kerusakan pendengaran yaitu :

1) Materna Rubella (campak), pada waktu ibu mengandung muda

terkena penyakit campak sehingga dapat menyebabkan rusaknya pendengaran anak.

2) Faktor keturunan, yang tampak dari adanya beberapa anggota keluarga yang mengalami kerusakan pendengaran.

3) Ada komplikasi pada saat dalam kandungan dan kelahiran prematur,

berat badan kurang, bayi lahir biru, dan sebagainya.

4) Meningitis (radang otak), sehingga ada semacam bakteri yang dapat merusak sensitivitas alat dengar di bagian dalam telinga.

5) Kecelakaan/trauma atau penyakit.

Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu wicara dapat terjadi

sebelum anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono

(2002:10-20) dalam buku “Orthopaedagogik Anak Tuna Rungu”,

mengemukakan bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi dalam:

1) Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal) a) Faktor keturunan

b) Cacar air, campak (rubella, gueman measles) c) Terjadi toxaemia (keracunan darah)

d) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar

e) Kekurangan oxygen (anoxia)

f) Kelainan organ pendengaran sejak lahir 2) Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)

a) Faktor rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis b) Anak lahir pre mature

c) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang) d) Proses kelahiran yang terlalu lama

3) Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal) a) Infeksi

b)Meningitis (peradangan selaput otak)

c) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan d)Otitis media yang kronis

e) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan penyebab

ketunarunguan pada individu terdiri dari tiga faktor yaitu prenatal, natal dan

postnatal.

c. Ciri-ciri Anak Tuna Rungu Wicara

(23)

commit to user

7

penyesuaian diri dengan lingkungan karena kecacatannya. Tuna rungu

menuntut orang lain supaya memahami mereka dan memberikan toleransi

yang lebih besar, kadang-kadang anak tuna rungu itu menjadi lebih sensitif

akan reaksi orang lain.

Perbedaan-perbedaan tersebut yang dapat menjadikan suatu ciri atau

karakteristik yang membedakannya dengan anak normal. Adapun ciri-ciri

anak tuna rungu menurut Sardjono (2002: 24-25) adalah sebagai berikut:

1) Ciri dari segi fisik

a) Cara berjalan cepat dan agak membungkuk. b) Gerakan mata cepat dan agak beringas. c) Gerakan anggota badan cepat dan lincah.

d) Waktu bicara pernapasan pendek dan agak terganggu.

e) Dalam keadaan bisa (bermain, tidur, tidak bicara) pernapasan biasa.

2) Ciri khas dalam intelegensi.

Intelegensi merupakan motor dari perkembangan mental/ seseorang. Anak tuna rungu dalam hal intelegensi tidak banyak berbeda dengan anak normal pada umumnya.

3) Ciri dari segi emosi

Anak tuna rungu memiliki emosi yang tidak stabil, sehingga dapat menghambat perkembangan kepribadiannya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak secara agresif atau sebaliknya, menampakkan kebimbangan, dan keragu-raguan.

4) Ciri dari segi sosial

Perlakuan yang kurang wajar dari keluarga atau dari anggota masyarakat yang berada di sekitarnya dapat menimbulkan beberapa aspek negatif antara lain:

1) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan.

2) Perasaan cemburu dan merasa diperlakukan kurang adil. 3) Kurang dapat bergaul.

4) Cepat merasa bosan dan tidak tahan berfikir lama. 5) Ciri dalam segi bahasa, antara lain:

1) miskin kosa kata

2) sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan.

3) sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung irama dan gaya bahasa.

Sedangkan menurut Van Uden yang dikutip Muh. Bandi (2000:64)

mengungkapkan bahwa ciri khas anak tuna rungu wicara adalah sebagai

(24)

commit to user

1) Sifat egosentris yang lebih besar dari anak normal disebabkan oleh sempitnya dunia penghayatan mereka terhadap kejadian-kejadian di sekitar mereka.

2) Mempunyai rasa takut akan hidup, sedikit banyak mereka kurang dapat menguasai dunia sekitar. Hal ini membawa sifat ragu-ragu. 3) Selalu menunjukkan sikap tergantung pada orang lain, disebabkan

perasaan khawatir.

4) Perhatian mereka sulit dialihkan apabila mereka melakukan sesuatu yang menurut mereka senangi dan dikuasai.

Meskipun demikian sesuai dengan kemampuannya, pelajaran membaca

peta perlu diajarkan sebaik-baiknya, mengingat bahwa membaca peta itu

sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari bagi setiap orang.

d. Cara Mendeteksi Ketunarunguan

Keturanguan dapat terjadi setiap saat, baik masih dalam kandungan

(prenatal), saat kelahiran (natal), ataupun setelah kelahiran (postnatal).

Sehingga perlu cara-cara untuk mendeteksi ketunarunguan seseorang dengan

tujuan semakin cepat teridentifikasi ketunarunguan maka semakin besar

tingkat keberhasilan dalam penanganannya.

Menurut Sardjono (2002:48) dalam buku “Orthopaedagogik Anak

Tuna Rungu”, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan pendengaran seseorang. Adapun tes-tes yang dapat dilakukan untuk

mengetahui kelainan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Tes bisik (whisper test)

Jika testee dapat mengerjakannya secara tepat, berarti

pendengarannya masih baik. Tes ini dapat dilakukan dengan cara: a) Dilakukan di tempat yang tenang

b)Jarak anak dan pemeriksa antara 5 atau 6 meter c) Periksa dahulu telinga kanan

d)Telinga menghadap pemeriksa

e) Pemeriksa membisikkan kata-kata yang harus diterima si anak 2) Tes detik jam

a) Mendengarkan detik jam tangan dan menghitung jarak dimana anak tersebut tidak bisa mendengar detik tersebut (beberapa sentimeter)

b) Dilakukan terhadap dua telinga bergantian.

c) Bandingkan dengan pemeriksa (dengan catatan pendengaran

(25)

commit to user

9

3) Apabila cara 1 dan 2 tidak bisa, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

Apakah ada reaksi apabila anak dipanggil namanya dari belakang, atau dibunyikan suara. Misal : suara bel, pukulan piring dan sendok, dan lain-lain.

4) Tes mendengar suara

Dapat dilakukan dengan cara pemeriksa membunyikan suara binatang (kambing, ayam, kucing, dan lain-lain) kemudian anak disuruh menyebutkan binatangnya.

Menurut Muljono Abdurrachman dan Sudjadi S. (2001: 28) dalam buku “Pendidikan Luar Biasa Umum”, cara mendeteksi ketunarunguan pada seseorang adalah sebagai berikut:

1) Deteksi dini ketunarunguan (pemeriksaan pendengaran secara

klinis) sederhana.

2) Deteksi dini ketunarunguan (pemeliharaan pendengaran secara klinis) dengan menggunakan instrumen (alat) dan dilakukan oleh ahli.

e. Klasifikasi Anak Tuna Rungu Wicara

Banyak ahli yang mengklasifikasikan anak tuna rungu, baik itu

berdasarkan berat ringannya, faktor penyebabnya ataupun waktu kejadiannya.

Dalam penulisan ini akan kami kemukakan menurut berat ringannya, seperti

yang dikemukakan oleh Charles W. Telford dan James M. Swrey (2000:112)

dalam buku “Education for children with special needs”. Mereka

mengelompokkan anak tuna rungu menjadi lima kelompok yaitu:

1) Mild Losses (20-30 dB), yaitu gangguan pendengaran dalam taraf ringan, anak kelompok ini masih bisa belajar bicara dengan menggunakan sisa pendengarannya dengan cara-cara yang dilakukan oleh anak yang memiliki kemampuan pendengaran normal. Kemampuan mendengar mereka berada dalam batas normal dan setengah mendengar.

2) Marginal Losses (31-40 dB), yaitu anak yang kehilangan kemampuan pendengaran, yang biasanya mengalami kesulitan dalam mendengarkan pembicaraan pada jarak beberapa langkah dari pembicara, tetapi mereka masih mampu mempelajari bicara dan bahasa melalui pendengarannya.

(26)

commit to user

mimik muka dan bibir pembicara. Gangguan tingkat ini masih bisa belajar bicara bahasa dengan menggunakan sisa pendengarannya. 4) Severe Losses (61-75 dB), yaitu gangguan pendengaran pada taraf

berat dimana mereka harus mempelajari bicara dan bahasa dengan menggunakan teknik khusus. Kemampuan mendengar mereka terletak di antara setengah mendengar dan tuli (deae).

5) Profoun Losses (lebih dari 75 dB), yaitu gangguan kemampuan pendengaran yang sangat berat. Anak ini sudah tidak bisa lagi menggunakan kemampuan pendengarannya untuk latihan bicara dan bahasa, walaupun dengan suara yang keras.

Menurut Emon Sastrowinoto yang dikutip Sardjono (2000: 30) dalam

buku “Orthopaedagogik Anak Tuna Rungu I” mengklasifikasikan

ketunarunguan sesuai sengan dasar-dasarnya yaitu:

1)Klasifikasi secara etiologis

a) Tuna rungu endogen atau turunan

b)Tuna rungu eksogen atau disebabkan penyakit atau kecelakaan 2)Secara anatomis fisiologis tuna rungu dapat dibagi menjadi:

a) Tuna rungu hantaran (konduktif) b)Tuna rungu saraf (perceptif)

c) Tuna rungu campuran

3)Klasifikasi menurut terjadinya ketuna runguan

a) Tuna rungu yang terjadi pada waktu dalam kandungan (pre natal) b)Tuna rungu yang terjadi pada saat kelahiran (neo natal)

c) Tuna rungu yang terjadi setelah kelahiran (post natal)

4)Klasifikasi menurut taraf ketunarunguan atas dasar ukuran

audiometer

a) Tuna rungu taraf ringan antara 5-25 dB b)Tuna rungu taraf sedang antara 26-50 dB c) Tuna rungu taraf berat anatara 51-75 dB d)Tuli total >75 dB

Menurut Bishop yang dikutip Herry Widyastono (2003:52-61), taraf

ketunarunguan dapat diukur dengan Audiometer, dan diklasifikasi sebagai

berikut :

1) Ketunarunguan pada taraf 30-40 dB (decibel), yaitu ketunarunguan taraf sangat ringan. Anak tunarungu pada taraf ini masih dapat belajar bersama anak normal asalkan mereka ditempatkan di bangku pada depan.

2) Ketunarunguan pada taraf 45-55 dB, yaitu ketunarunguan taraf ringan. Anak tunarungu pada taraf ini masih dapat belajar bersama anak normal dengan pemakaian alat bantu dengar.

(27)

commit to user

11

sedang. Anak tunarungu pada taraf ini masih dapat belajar bersama anak normal dengan pemakaian alat bantu dengar, dengan diberi latihan bicara, membaca ujaran, dan latihan mendengar.

4) Ketunarunguan pada taraf 75 – 90 dB, yaitu ketunarunguan taraf berat. Anak tunarungu pada taraf ini sudah memerlukan pendidikan khusus dengan latihan bicara, membaca ujaran, dan latihan mendengar.

5) Ketunarunguan pada taraf 90 dB ke atas, yaitu ketunarunguan taraf sangat berat (tuli). Anak tunarungu pada taraf ini sudah harus mengikuti program pendidikan di sekolah khusus (SLB-B) dengan mengutamakan pelajaran bahasa, bicara dan membaca ujaran. Penggunaan alat bantu dengar tidak memberikan manfaat baginya.

Tuna rungu dapat diklasifikasikan menjadi kelompok tunarungu ringan,

sedang, berat, dan tuli total. Selain itu dapat disimpulkan bahwa kemampuan

akademik anak tunarungu wicara mengalami keterbatasan dibanding anak

normal. Keadaan seperti ini disebabkan karena anak tunarungu mengalami

gangguan dalam menerima informasi lewat pendengaran.

2. Tinjauan Tentang Belajar dan Pembelajaran

a. Pengertian Belajar

Sebelum berbicara tentang hakekat belajar dan pembelajaran akan lebih

tepat jika mengetahui tentang arti “belajar” terlebih dahulu. Menurut pendapat

James O.Whittaker yang dikutip Syaiful Bahri Djamarah (2000: 12), dikatakan

bahwa “Belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah

melalui latihan atau pengalaman”. Sedangkan Howard L. King Skey mengatakan

bahwa learning is the procecss by which behavior (in the broader sense) isoriginated or changed trough practice or training. Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.

Masih dalam buku yang sama, tokoh pendidikan Crombach berpendapat bahwa

learning is shown by change in behavior as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai dan hasil

pengalaman.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas tentang

(28)

commit to user

hakekat belajar, yakni kata “perubahan” atau cha nge. Misalnya saja Crombach mengatakan bahwa belajar merupakan aktivitas yang ditunjukkan

oleh perubahan tingkah laku...., dan Slameto (2003: 2) mengatakan bahwa belajar

adalah “Suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan...”. Tokoh lain mungkin tidak menyebut kata “perubahan” dalam

mengartikan belajar, namun secara tersirat mengandung makna perubahan.

Perubahan yang dimaksud tentu perubahan yang dikehendaki dalam belajar yang

memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Ahmad Badawi (2000: 14) ciri-ciri

perubahan tingkah laku dalam belajar sebagai berikut :

1) Perubahan yang terjadi secara sadar.

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir aktivitasnya

itu memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru,

maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut telah belajar. Perubahan yang

dimaksud adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan

mempengaruhi tingkah laku seperti ciri-ciri yang telah disebutkan di atas.

Perubahan tingkah laku akibat mabuk karena minum-minuman keras, akibat

gila, akibat tabrakan, dan sebagainya bukanlah kategori yang dimaksud.

(Ahmad Badawi, 2000: 14)

Dari pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat belajar

adalah perubahan dan tidak semua perubahan adalah hasil dari belajar.

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata belajar, yang berarti berusaha memperoleh

kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang

disebabkan oleh pengalaman (Poerwodarminto, 2007: 79). Menurut pendapat

Hilgard dan Bower dalam Ngalim Purwanto (2002: 84) mengemukakan, “Belajar

(29)

commit to user

13

di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar

kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang”. Sedangkan menurut Rooijakers yang dikutip Aben Ambarita (2003), mengatakan bahwa belajar adalah proses belajar (pembelajaran), merupakan sesuatu

yang harus ditempuh seseorang untuk mengerti sesuatu yang sebelumnya tidak

diketahui.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran merupakan proses belajar. Dalam proses tersebut melibatkan

beberapa unsur yakni a). Pembelajar, b) Guru (yang bertindak sebagai orang yang

membelajarkan siswa, c). Sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Maka

salah satu ciri seseorang yang telah mengikuti pembelajaran yakni mengerti

sesuatu hal serta mampu menerapkan apa yang telah ia pelajari. Proses belajar

(Pembelajaran) terdiri dari beberapa tahap yang harus dilalui apabila seseorang

ingin sungguh belajar. Berikut tahap-tahap proses belajar menurut Alben Alberto

(2006: 64):

1) Motivasi untuk belajar

2) Minat (perhatian) pada materi pelajaran 3) Menerima dan mengingat

4) Reproduksi 5) Generalisasi dan

6) Melaksanakan latihan dan umpan balik dari belajar yang

diperoleh.

Dari uraian dan pendapat++6+456+456+ beberapa ahli pendidikan di

atas, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses

membelajarkan subyek didik/ pebelajar yang direncanakan atau didesain,

dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/ pembelajar

dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sebagai

sistem maka pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang meliputi tujuan

pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media

pembelajaran/ alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan

(30)

commit to user

3. Tinjauan Tentang Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Menurut Sumantri (2000: 3) mengemukakan bahwa batasan Pembelajaran

IPS ini digambarkan sebagai “Program pendidikan yang memilih bahan pendidikan

dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanities yang diorganisasi dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Pendapat yang senada disampaikan Al Muchtar (2001: 32) bahwa “Pembelajaran IPS merupakan berbagai macam pengorganisasian ilmu-ilmu sosial dan kegiatan-kegiatan dasar

manusia dengan segala permasalahannya, yang diorganisir dan disajikan secara

ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan FIPS Pascasarjana”. Sedangkan

Max Helly (2000: 60-63) menjelaskan bahwa “Pembelajaran IPS ialah suatu

program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya

mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik maupun lingkungan

sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti geografi,

penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, termasuk di dalamnya sosiologi, sejarah,

ekonomi, antropologi, politik, psikologi”. Sejalan dengan itu, Ken Worthy (2001: 12) menegaskan pula bahwa pada kenyataannya dapat disebutkan “Antropologi, sosiologi, ekonomi, geografi, ilmu politik, sejarah dan psikologi merupakan

lapangan pendidikan IPS, dan PIPS pun berkaitan erat dengan seni dan musik,

agama, dan filsafat serta ilmu-ilmu lainnya”.

Sedangkan menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dari

Puskur seperti dikutip oleh Mulyasa (2006: 125) dikatakan bahwa:

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran. IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan

berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh

(31)

commit to user

15

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam

memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu

dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan

di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan

memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang

berkaitan.

Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa

pembelajaran IPS merupakan program pendidikan atau bidang studi yang

mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di

masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu, sedangkan

pengertian ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan

manusia dalam konteks sosialnya atau semua bidang ilmu yang mempelajari

manusia sebagai anggota masyarakat.

b. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Seperti yang tertulis dalam Garis-garis Program Pembelajaran (GBPP,

1994) seperti yang dikutip oleh Purwanto (2001: 199) dikatakan bahwa “Mata

Pelajaran IPS SD bertujuan agar siswa mampu mengembangkan

pengetahuan dan ketrampilan dan ketrampilan dasar yang berguna bagi dirinya

dalam kehidupan sehari-hari”. Pengajaran sejarah bertujuan agar siswa mampu

mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia

sejak masa lalu hingga kini, sehingga siswa memiliki kebanggaan sebagai

bangsa Indonesia dan cinta tanah air. Sedangkan Mulyasa (2006: 125)

menuliskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya

2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

(32)

commit to user

4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

c. Ruang Lingkup IPS SDLB

Ruang Lingkup IPS menurut KTSP telah ditetapkan oleh Depdiknas

seperti yang dikutip oleh Mulyasa (2006: 126) disebutkan sebagai berikut:

1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan

2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3) Sosial dan Budaya

4. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Media menurut istilahnya berasal bahasa latin medium yang artinya adalah perantara atau pengantar. Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Poerwodarminto, 2007: 640) media diartikan “Alat (sarana) komunikasi”. Robert

Henick (2001: 7) memberikan pengertian “media are caries of information between receiver. Media adalah membawa informasi dengan penerima. Suharsimi Arikunto (2003: 19) menyebutkan “Media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang

digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk lebih

mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan”.

Sedangkan Oemar Hamalik (2002: 22) mengemukakan media adalah “Alat,

metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”. Menurut Briggs yang dikutip oleh Arsito Rahadi (2004: 8) mengartikan media sebagai “Alat untuk

memberikan perangsang bagus agar terjadi proses belajar”.

Berdasarkan dan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian media

adalah suatu sarana yang digunakan dalam proses belajar sehingga terjadi

komunikasi antara guru dan siswa.

b. Klasifikasi Media Pembelajaran

(33)

commit to user

17

pendidikan formal maupun non formal memiliki berbagai jenis. Pembagian

jenis media tersebut berdasarkan sudut pandang dan kemajuan teknologi yang

berkembang. Secara garis besar jenis media terbagi menjadi tiga yaitu media

suara, media gerak dan media visual. Arsito Rahadi (2004: 17) membagi jenis

media sebagai berikut:

1) media audio 2) media cetak 3) media visual diam 4) media audio semi gerak 5) media audio semi gerak 6) media semi gerak 7) media audio visual diam 8) media audio visual gerak

Lebih jauh Arsito Rahadi (2004: 18) mengelompokkan media menjadi 10

golongan yaitu :

1) Audio contohnya dalam pembelajaran adalah kaset audio, siaran

radio, CD, telepon.

2) Cetak, contoh dalam pembelajaran adalah buku pelajaran, modul,

brosur, leaflet, gambar.

3) Audio cetak, contoh dalam pembelajaran adalah kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis.

4) Proyeksi visual diam, contoh dalam pembelajaran adalah overhead

tranparansi (OHT), film bingkai (slide).

5) Proyeksi audio visual, diam contoh dalam pembelajaran adalah film bingkai (slide) bersuara.

6) Visual gerak, contoh dalam pembelajaran adalah film bisu.

7) Audio visual gerak, contoh pembelajaran adalah film gerak bersuara, video /VCD, televisi.

8) Obyek fisik contoh dalam pembelajaran benda nyata, model, specimen.

9) Manusia dan lingkungan, contoh dalam pembelajaran adalah guru, pustakawan, laboran.

10)Komputer contoh dalam pembelajaran adalah CAI

(pembelajaran berbantukan Komputer, CBI (pembelajaran berbasis Komputer).

c. Manfaat dan Fungsi Media

Media dalam pendidikan memiliki berbagai manfaat dan fungsi. Sehingga

setiap media yang akan diciptakan atau digunakan harus memiliki nilai

(34)

commit to user

tujuan pembelajaran. Arsito Rahadi (2004: 15) mengemukakan bahwa manfaat

media pembelajaran adalah sebagai berikut;

1) Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih kongkrit.

2) Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu. 3) Media dapat membantu keterbatasan indera manusia

4) Media juga dapat menyajikan obyek pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan berbahaya ke dalam kelas.

5) Infomasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat akan memberikan kesan mendalam dan lebih lama tersimpan pada diri siswa.

Adapun fungsi media pembelajaran menurut Roestijah (2002: 29) adalah

sebagai berikut:

1) Fungsi edukatif

Media pendidikan dapat memberikan pengaruh baik yang mengandung nilai-nilai pendidikan.

2) Fungsi sosial

Dengan media pendidikan hubungan antara anak dapat lebih baik, sebab mereka secara gotong royong dapat bersama-sama mempergunakan media tersebut.

3) Fungsi ekonomis

Dengan satu macam alat, media pendidikan sudah dapat dinikmati oleh sejumlah anak dan dapat digunakan sepanjang waktu.

4) Fungsi politis

Dengan media pendidikan berarti sumber pendidikan dari pusat akan sampai ke daerah.

5) Fungsi seni budaya

Dengan adanya media pendidikan berarti kita dapat bermacam-macam hasil budaya manusia sehingga pengetahuan anak tentang nilai budaya manusia makin bertambah luas.

Selanjutnya menurut Oemar Hamalik (2002:57) fungsi media

pembelajaran adalah :

1) bersifat kongkrit untuk berfikir dan dapat mengurangi verbalisme. 2) memperbesar perhatian siswa.

3) membuat pelajaran menjadi lebih mudah.

4) memberikan pelajaran pengalaman yang nyata kepada siswa 5) menumbuhkan pemikiran siswa secara teratur.

6) membantu tumbuhnya pengertian dalam kemampuan berbahasa.

7) memberikan pengalaman serta membantu berkembangnya efisiensi

(35)

commit to user

19

d. Media Peta

Pengertian peta merupakan suatu media yang menunjukkan letak tanah,

laut, sungai, gunung dan sebagainya, denah representatif melalui gambar dari

satu daerah yang menyatakan sifat-sifat seperti batas daerah, dan sifat permukaan.

Media peta mempunyai fungsi antara lain ;

1) Menyajikan data-data lokasi jarak arah, wilayah daratan, lautan,

kepulauan.

2) Menggambarkan secara visual tentang permukaan bumi dan

peristiwa-peristiwa yang terjadi di permukaan bumi.

3) Memberi pengetahuan pada peserta didik tentang posisi dari kesatuan

politik, keadaan alam daerah kepulauan, dll.

4) Merangsang minta belajar peserta didik terhadap penduduk dan

keadaan geografis.

5) Mengkongkritkan pesan-pesan yang abstrak

6) Memahami kejadian-kejadian yang terjadi di muka bumi, bentuk

bumi, distribusi penduduk, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.

7) Memperjelas pengetahuan peserta didik tentang peta.

e. Permainan Kartu

Pengertian media yaitu media yang memuat instruksi-instruksi yang

berupa pertanyaan dan latihan yang digunakan untuk mempelajari ide mereka

dalam bentuk kartu angka.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan, maka yang

dimaksud media permainan kartu dalam penelitian ini adalah media permainan

kartu yang berbentuk empat persegi panjang yang terbuat dari kertas asturo

berwarna yang berukuran 15 x 10 cm yang berisi gambar dan angka, yang

bertujuan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, dimana peserta yang

terlibat di dalamnya atau pemain-pemainnya bermain dengan menggunakan

aturan-aturan yang telah ditentukan.

1) Fungsi Media Permainan Kartu Berwarna Anak Tunarungu

(36)

commit to user

kartu sebagai berikut:

a) Kondisi atau situasi dimana permainan sangat penting bagi anak didik, karena mereka akan bersikap lebih positif terhadap permainan kartu ini.

b) Permainan dapat mengajarkan tentang fakta dan konsep secara tetap guna, sama dengan pembelajaran konvensional pada objek yang sama.

c) Pada umumnya permainan kartu dapat meningkatkan motivasi

belajar anak didik, permainan dapat juga mendorong siswa untuk saling membantu satu sama lain.

d) Bantuan yang paling baik dari permainan kartu adalah bagi dominan efektif (yang menyangkut perasaan atau budi pekerti) yaitu memberi bantuan motivasi untuk belajar serta bantuannya dalam masalah yang menyangkut perubahan sikap.

e) Guru maupun siswa harus dapat memilih bentuk media permainan kartu mana yang mengandung nilai tinggi dan bermakna untuk mencapai tujuan pembelajaran.

f) Dalam bidang berhitung, media permainan dapat meningkatkan kemampuan anak, dan dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses pembelajaran yang konvensional.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat

ditegaskan bahwa fungsi media permainan kartu berwarna dalam pelajaran

IPS terutama materi membaca peta bagi anak tunarungu wicara adalah

sebagai berikut:

a) Membangkitkan motivasi belajar IPS bagi anak tunarungu, media

permainan kartu berwarna dibuat dari gambar-gambar yang

bermacam-macam sehingga menarik perhatian anak dan anak mau mencobanya

serta aktif dalam belajar, yang ada akhirnya memotivasi belajar anak.

b) Meningkatkan kemampuan membaca peta bagi anak tunarungu wicara,

karena anak sudah termotivasi untuk lebih lama dan mencobanya secara

berulang-ulang, sehingga kemampuan membaca peta anak tunarungu

meningkat.

c) Membantu menumbuhkan pengertian konsep dari yang abstrak menjadi

konkret, media permainan kartu berwarna memang dirancang untuk

menjadikan konsep-konsep yang abstrak menjadi konkret, sehingga

membantu menumbuhkan pengertian menjadi jelas.

(37)

commit to user

21

berwarna sengaja dibuat supaya anak tertarik untuk mencobanya

sehingga dapat memperbesar dan dapat meningkatkan perhatian anak.

e) Memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kemampuan bakat serta

minat anak tunarungu wicara, media ini dibuat atau dirancang

(disesuaikan dengan kemampuan anak).

2) Keuntungan Media Permainan Kartu

John D. Latuheru (2001:112-113) mengemukakan keuntungan

permainan kartu sebagai berikut:

a) Melalui permainan kartu siswa dapat dengan segera melihat atau mengetahui hasil dari pekerjaan mereka.

b) Permainan kartu memungkinkan peserta untuk memecahkan

masalah-masalah nyata.

c) Biaya untuk latihan dapat dikurangi dengan adanya permainan.

d) Permainan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan dapat

diulangi sebanyak yang dikehendaki.

e) Permainan dapat digunakan hampir semua bidang pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat

ditegaskan bahwa keuntungan media permainan kartu berwarna sebagai berikut:

a) Belajar IPS dengan menggunakan media permainan kartu berwarna anak

akan senang, sebab anak memperjelas pengetahuan tentang peta

dengan melakukan permainan itu.

b) Materi pelajaran IPS khususnya materi tentang peta akan lebih jelas

dikuasai anak sebab dengan menggunakan media permainan kartu berwarna,

materi sering diulang-ulang.

c) Anak tunarungu wicara sukar memahami sesuatu yang abstrak, dengan

menggunakan media permainan kartu berwarna dalam pelajaran IPS anak

akan lebih konkrit dalam menerima pelajaran.

3) Kelemahan Media Pembelajaran Kartu

John D. Latuheru (2001:115) mengemukakan bahwa kelemahan

media permainan kartu sebagai berikut :

(38)

commit to user

materi yang dipilih secara khusus serta bagaimana

menggunakannya.

b) Penggunaa bahan untuk permainan biasanya memerlukan suatu pengaturan kelompok secara khusus, bila ada siswa yang tidak melakukan, biasanya mengganggu atau menghambat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.

c) Bahan permainan mungkin sekali membutuhkan biaya yang cukup besar serta membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

d) Membutuhkan adanya diskusi-diskusi sesudah permainan dan itu dilaksanakan demi keberhasilan tujuan pembelajaran tersebut.

e) Waktu dalam hal ini merupakan suatu rintangan yang sangat berarti secara induktif memang membutuhkan waktu jika dibandingkan dengan mengajar secara langsung.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat

ditegaskan bahwa kelemahan media permainan kartu berwarna dalam

pelajaran IPS materi membaca peta bagi anak tunarungu wicara dalam

penelitian ini sebagai berikut:

a) Penggunaan media permainan kartu berwarna dalam pelajaran IPS

membutuhkan waktu yang banyak, bila dibandingkan dengan belajar

biasa.

b) Media permainan kartu membutuhkan biaya yang cukup tinggi bila

dibandingkan dengan alat peraga yang lain dalam meningkatkan

kemampuan belajar IPS anak tunarungu wicara.

c) Penggunaan media permainan kartu berwarna harus disesuaikan

dengan materi pelajaran yang diajarkan.

d) Media permainan kartu berwarna sulit diajarkan bagi siswa yang jumlahnya

banyak, terutama anak tunarungu wicara.

B. Kerangka Berpikir

Mata Pelajaran IPS merupakan salah satu pelajaran yang diberikan pada siswa

tunarungu di SDLB. Mata pelajaran IPS diberikan pada siswa tunarungu wicara dengan

tujuan agar siswa memiliki pengetahuan tentang ekonomi dalam hidup sehari-hari,

kondisi suatu wilayah dan sejarah. Dengan tujuan itu diharapkan siswa tunarungu

(39)

commit to user

23

Kondisi anak tunarungu wicara yang lemah dalam pendengaran berakibat sulitnya

menerima materi pelajaran yang bersifat abstrak. Dengan kondisi tersebut anak tunarungu

wicara memiliki prestasi belajar yang rendah khususnya dalam mata pelajaran IPS. Hal ini

dikarenakan materi dalam IPS banyak materi dengan tingkat abstraksi yang cukup

tinggi.

Untuk memecahkan permasalahan tersebut salah satu upaya yang

dilakukan adalah dengan menggunakan media pembelajaran yang dapat

mempermudah penjelasan materi yang disampaikan. Media tersebut dapat berupa media

buatan sendiri maupun media yang sudah jelas. Salah satu media yang digunakan dalam

mata pelajaran IPS yaitu media peta. Media peta sebagai salah satu media yang memiliki

berbagai kelebihan dan kemudahan dalam menjelaskan materi pada pembelajaran IPS.

Adapun untuk memperjelas kerangka berfikir dapat dilihat pada diagram berikut :

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan teknik permainan kartu

berwarna dapat meningkatkan kemampuan belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dalam

membaca peta pada siswa tunarungu wicara kelas III SDLB Negeri Kota Pekalongan

Tahun Pelajaran 2010/2011.

Kemampuan Awal, Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan sosial

Guru memberikan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dalam materi membaca peta dengan Menggunakan teknik permainan kartu berwarna

Kemampuan akhir, diduga dengan menggunakan teknik permainan kartu berwarna dapat meningkatkan kemampuan pemahaman membaca

peta pada anak runarungu wicara

(40)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan lokasi diperolehnya data yang dibutuhkan

dan harus sesuai dengan tujuan penelitian dan pokok permasalahan yang

dirumuskan. Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian di kelas III SDLB

Negeri Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu 2 (dua) jam per

minggu dari bulan Februari sampai dengan Mei 2011.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Jenis Kegiatan Februari Maret April Mei

1.Persiapan Penelitian

Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011 sejumlah 4 (empat) anak.

Tabel 2. Daftar Nama Subyek Penelitian

(41)

commit to user

25

C. Sumber Data

Sumber data adalah sebagian individu yang menjadi subyek penelitian.

Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini adalah siswa tuna rungu wicara

kelas III SDLB Negeri Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dan harus

diperhatikan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, karena hal ini

merupakan sesuatu yang paling mendasar guna keberhasilan suatu penelitian

dapat tercapai.

Metodologi penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 136) “Metode

penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Sedangkan Sumadi Suryabrata (2000: 59) berpendapat bahwa “Metode penelitian adalah suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode

penelitian adalah suatu cara yang dilakukan secara terencana dan sistematis dalam

mengumpulkan data untuk pemecahan suatu masalah.

Berorientasi pada judul penelitian maka metode yang akan penulis

gunakan dalam penelitian tindakan kelas ini dengan metode observasi,

dokumentasi, dan tes.

1. Observasi

a. Pengertian Observasi

Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh, pengertian observasi

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan

pengamatan secara langsung mengenal fenomena-fenomena dan gejala psikis

maupun psikologi dengan pencatatan. Format yang disusun berisi item-item

tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Suharsimi

(42)

commit to user

Menurut Supardi (2008: 127), observasi adalah kegiatan pengamatan

(pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah

mencapai sasaran.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi

adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) secara langsung mengenal

fenomena-fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan

untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.

b. Macam-macam Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan

dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah

perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan observasi proses,

menurut Retno Winarni (2009: 84-85) ada 4 metode observasi yaitu:

1) Observasi Terbuka

Pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya

menggunakan kertas kosong merekam pelajaran yang diamati.

2) Observasi Terfokus

Ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.

Misalnya: yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi.

3) Observasi Terstruktur

Observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai,

sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda ( ) pada tempat

yang disediakan.

4) Observasi Sistematik

Observasi sistematik lebih rinci dalam kategori yang diamati. Misalnya

dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal

dan nonverbal.

c. Observasi yang Digunakan

Dalam penelitian in digunakan observasi terstruktur, dimana observasi

(43)

commit to user

27

hanya tinggal membubuhkan tanda ( ) pada tempat yang disediakan pada

lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran

kemampuan membaca peta melalui teknik permainan kartu. Alasan digunakan

observasi terstruktur adalah untuk mempermudah observer melakukan

pengamatan dan observasi terstruktur sesuai dengan masalah yang diteliti.

2. Tes

a. Pengertian Tes

Berdasarkan beberapa literatur, diperoleh pengertian bahwa: “Tes

adalah sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan” (Saifuddin Azwar, 2001: 2). Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 138) tes adalah “Serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,

kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat

yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,

kemampuan atau bakat, berujud pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa

baik secara individu atau kelompok.

b. Macam-macam Tes

Bentuk-bentuk tes antara lain sebagai berikut: 1) Tes benar salah, 2)

Tes pilihan ganda, 3) Tes menjodohkan, 4) Tes isian atau melengkapi, 5) Tes

jawaban singkat (Suharsimi Arikunto, 2006:139).

c. Tes yang Digunakan

Bentuk tes yang dipakai adalah tes objektif. Tes objektif adalah tes

yang hanya satu jawaban dapat dianggap terbaik. Siswa yang diuji diminta

untuk menunjukkan jawaban yang terbaik. Tes yang digunakan dalam

(44)

commit to user

3. Wawancara

a. Pengertian Wawancara

Dari beberapa literatur, diperoleh pengertian wawancara sebagai

berikut:

“Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula” (Margono, 2009: 165). Sedangkan pengertian wawancara menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (2005: 192), “Wawancara adalah mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden”.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara

adalah alat pengumpul informasi dengan cara bertanya langsung kepada

responden sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.

b. Teknik Wawancara

Wawancara dilakukan setelah dan atas dasar hasil pengamatan di

kelas.Wawancara dilakukan antara peneliti dan guru kelas. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkaitan

dengan pelaksanaan pembelajaran kemampuan membaca peta sebelum

menggunakan teknik permainan kartu berwarna dan sesudah menggunakan

teknik permainan kartu berwarna.

Dari wawancara serta kegiatan pengamatan yang telah dilakukan,

kemudian diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada berkenaan

dengan pembelajaran kemampuan membaca peta.

E. Validasi Data

Validasi diperlukan agar diperoleh data yang valid. Teknik yang

digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain adalah triangulasi review

informan kunci. Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan

dijadikan data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data

validitas tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar

(45)

commit to user

29

memeriksa validitas adalah triangulasi.

Moleong (2004: 330) mengemukakan bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan

triangulasi metode. Triangulasi data (sumber) dilakukan dengan mengumpulkan

data tentang permasalahan dalam penelitian dari beberapa sumber yang berbeda.

Sedang triangulasi metode dilakukan dengan menggali data yang sama dengan

metode yang berbeda, seperti disinkronkan dengan hasil observasi atau dokumen

yang ada.

Untuk menjaga validitas, secara kolaboratif data akan didiskusikan dengan

teman sejawat, serta diupayakan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1)

observer akan mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas; 2)

tujuan, batas waktu dan rambu-rambu observasi jelas; 3) hasil observasi dicatat

lengkap dan hati-hati; dan 4) observasi harus dilakukan secara obyektif.

F. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang telah

berhasil dikumpulkan antara lain dengan model interaktif yaitu membandingkan

nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II.

G. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah suatu rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan

dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Dalam penelitian ini

yang menjadi indikator kinerja adalah adanya peningkatan kemampuan belajar

IPS dalam membaca peta.

Untuk mengetahui keberhasilan apabila siswa telah diadakan pembelajaran

dengan menggunakan teknik permainan kartu berwarna, maka perolehan nilai

siswa meningkat dari sebelumnya baik nilai individu siswa maupun rata-rata kelas

Gambar

Tabel 2.  Nilai Hasil Prestasi Belajar IPS Materi Membaca Peta Siswa Kelas III
Grafik 1. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi IPS
Tabel 2. Daftar Nama Subyek Penelitian
Tabel 3. Nilai Hasil Prestasi Belajar IPS Materi Membaca Peta Siswa Kelas III
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dari penulisan tugas akhir ini adalah : “Bagaimana membangun aplikasi pemesanan menu makanan dan minuman yang dapat.. mempercepat kinerja dalam

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih. terdapat hal yang kurang sempurna, sehubungan dengan adanya

organizer. Keterlibatan suatu divisi kreatif sangat besar dalam sebuah event organizer. Dalam pembuatan konsep event , divisi kreatif di CV Gala Aksi Kreatama dibantu. oleh

Interaksi model penalaran deduktif yang dipergunakan oleh penstudi hukum teoretis, dengan berbagai model penalaran lain yang dikenal dalam teori hukum dan filsafat hukum

Disiplin kerja yang berarti kesediaan untuk mematuhi peraturan/ketentuan yang berlaku dalam lingkungan organisasi kerja masing-masing sehingga diharapkan dapat meningkatkan

• Menggunakan alamat website yang digunakan sebagai pusat server dari aplikasi penjualan tiket travel menggunakan Java ME, client yang ingin melakukan reservasi tiket atau

Setelah jumlah makanan yang dikonsumsi di rumah dan dari makanan tambahan yang disediakan pihak sekolah diketahui, maka selanjutnya dapat diketahui kontribusi

Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang