commit to user
SKRIPSI
UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN HASIL BELAJAR IPS DALAM
MEMBACA PETA MELALUI TEHNIK PERMAINAN KARTU BERWARNA
BAGI SISWA TUNA RUNGU WICARA KELAS III SDLB NEGERI
KOTA PEKALONGAN TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh :
TRI ASRIATI
NIM. X5209026
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN HASIL BELAJAR IPS DALAM
MEMBACA PETA MELALUI TEHNIK PERMAINAN KARTU BERWARNA
BAGI SISWA TUNA RUNGU WICARA KELAS III SDLB NEGERI
KOTA PEKALONGAN TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan
Oleh :
TRI ASRIATI
NIM. X5209026
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Munawir Yusuf, M.Psi Drs. Gunarhadi, MA, Ph.D
commit to user
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Rabu
Tanggal : 13 Juli 2011
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. R. Indianto, M.Pd ………..
Sekretaris : Priyono, S.Pd., M.Si ………..
Penguji I : Drs. Munawir Yusuf, M.Psi .………..
Penguji II : Drs. Gunarhadi, MA, Ph.D ………..
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
commit to user
v ABSTRAK
Tri Asriati. NIM. X5209026. UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN HASIL BELAJAR IPS DALAM MEMBACA PETA MELALUI TEHNIK PERMAINAN KARTU BERWARNA BAGI SISWA TUNA RUNGU WICARA KELAS III SDLB NEGERI KOTA PEKALONGAN TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2011.
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan hasil belajar IPS dalam membaca peta melalui tehnik permainan kartu berwarna bagi siswa tuna rungu wicara kelas III SDLB Negeri Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian adalah anak tuna rungu wicara kelas III di SDLB Negeri Kota Pekalongan, dengan jumlah 4 orang siswa terdiri dari 2 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan tes. Sedangkan tehnik analisis data menggunakan model interaktif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II.
Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa berdasarkan nilai kondisi awal rata-rata 47,50 meningkat menjadi 60,00 pada siklus I dan pada siklus II menjadi 73,75. Sehingga terjadi peningkatan rata-rata dari 47,50 menjadi 73,75.
commit to user
vi ABSTRACT
Tri Asriati. NIM.X5209026. THE ATTEMPT OF IMPROVING THE SOCIAL SCIENCE LEARNING COMPETENCY IN READING MAP USING COLOR CARD GAME FOR THE DEAF III GRADERS OF SDLB NEGERI OF PEKALONGAN CITY IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011. Thesis. Surakarta. Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. June. 2011.
The objective of this research is to improve the Social Science Learning Competency in Reading Map using Color Card Game for the deaf III graders of SDLB Negeri of Pekalongan City in the school year of 2010/2011.
The study belongs to a Classroom Action Research. The subject of research was the deaf III graders of SDLB Negeri of Pekalongan City, consisting of 4 students (2 boys and 2 girls). Techniques of collecting data used were observation, interview and test. Meanwhile the technique of analyzing data used was an interactive model, namely to compare the prior condition test value, after cycle I test value, and after cycle II test value.
From the result of classroom action research, it can be concluded that the mean prior condition value of 47.50 increases to 60.00 in cycle I and 73.75 in cycle II. Thus, there is an increase in the mean value from 47.50 to 73.75.
commit to user
vii MOTTO
Sesungguhnya orang yang memberikan pendidikan/bimbingan kepada
anak-anaknya itu lebih dari sedekah”
(Hadist Riwayat Tirmidzi)
Kesuksesan, keberhasilan, dan kebahagiaan hanya dapat diraih dengan
perjuangan dan niat yang sungguh-sungguh, usaha yang keras serta tidak
lepas dari doa.
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
- Suami tercinta
- Anak-anak tersayang
- Rekan-rekan PKh FKIP UNS.
- Murid-murid yang kusayangi.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Khusus,
Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan penelitian tindakan kelas ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak
akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala
bentuk bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas.
3. Drs. Gunarhadi, MA, Ph.D., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Khusus
dan pembimbing II telah memberikan ijin penyusunan skripsi.
4. Drs. Munawir Yusuf, M.Psi, selaku pembimbing I yang dengan sabar telah
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Segenap dosen dan staf Program Studi Pendidikan Khusus (PKh)/PLB yang
telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi
ini.
6. Kepala SDLB Negeri Kota Pekalongan yang telah membantu memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam proses penyusunan skripsi.
7. Seluruh staf pengajar di SDLB Negeri Kota Pekalongan yang telah membantu
commit to user
x
8. Seluruh siswa SDLB Negeri Kota Pekalongan yang telah membantu dan
memberikan informasi yang dibutuhkan dalam proses penyusunan skripsi.
9. Bapak dan ibuku yang telah memberikan doa restu dan motivasinya sehingga
skripsi ini dapat selesai.
10.Suamiku dan anak-anaku, terima kasih atas doa, kasih, dorongan, dan kesetiaan
serta kesabarannya, semoga Allah meridhoi kita selamanya. Amin.
11.Teman-teman se-almamater khususnya kelas PPKHB, terima kasih untuk
segala bantuannya.
12.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian
tindakan kelas ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan,
karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya juga masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan.
Semoga kebaikan Bapak, Ibu, mendapat pahala dari Allah SWT., dan
menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Surakarta, Juli 2010
commit to user
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN ABSTRAK ... vi
HALAMAN MOTTO ... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II. LANDASAN TEORI ... 5
A. Kajian Teori ... 5
1. Tinjauan Tentang Anak Tuna Rungu Wicara ... 5
a. Pengertian Anak Tuna Rungu Wicara ... 5
b. Sebab-sebab Anak Tuna Rungu Wicara ... 5
c. Ciri-ciri Anak Tuna Rungu Wicara ... 6
d. Cara Mendeteksi Ketunarunguan ... 8
e. Klasifikasi Anak Tuna Rungu Wicara ... 9
2. Tinjauan Tentang Belajar dan Pembelajaran ... 11
a. Pengertian Belajar ... 11
commit to user
xii
3. Tinjauan Tentang Pembelajaran IPS ... 14
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 14
b. Tinjauan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) . 15 c. Ruang Lingkup IPS SDLB ... 16
4. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran ... 16
a. Pengertian media Pembelajaran ... 16
b. Klasifikasi Media Pembelajaran ... 16
c. Manfaat dan Fungsi Media ... 17
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAAN PEMBAHASAN ... 33
A. Pelaksanaan Penelitian ... 33
1. Kondisi Awal (Pre Test) ... 33
2. Deskripsi Siklus I ... 35
commit to user
xiii
B. Hasil Penelitian ... 44
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 46
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 52
A. Simpulan ... 52
B. Implikasi ... 52
C. Saran ... 53
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. Nilai Hasil Prestasi Belajar IPS Materi Membaca Peta Siswa Kelas III
SDLB Negeri Kota Pekalongan Pekalongan (Kondisi Awal). ... 33
Tabel 3. Data Hasil Rekapitulasi Penilaian Hasil Evaluasi Siswa Mata
Pelajaran IPS Materi Membaca Peta Pada Kondisi Awal ... 34
Tabel 4. Data Hasil Rekapitulasi Penilaian Hasil Evaluasi Siswa Mata
Pelajaran IPS Materi Membaca Peta Pada Siklus I ... 38
Tabel 5. Data Hasil Rekapitulasi Penilaian Hasil Evaluasi Siswa Mata
Pelajaran IPS Materi Membaca Peta Pada Siklus II ... 43
Tabel 6. Prestasi Belajar IPS Materi Membaca Peta Setiap Siklus
Melalui Penerapan Teknik Permainan Kartu Yang Berwarna. ... 47
Tabel 7. Peningkatan Nilai Rata-rata Prestasi Matematika Materi Nilai
commit to user
xv
DAFTAR SKEMA, DIAGRAM DAN GRAFIK
Halaman
Daftar Skema
Skema 1. Skema Kerangka Berpikir ... 23
Skema 2. Skema Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 30
Daftar Diagram
Diagram 1. Diagram Prestasi Belajar IPS (Kondisi Awal) ... 34
Diagram 2. Diagram Prestasi Belajar IPS Siklus I ... 38
Diagram 3. Diagram Prestasi Belajar IPS Siklus II ... 43
Daftar Grafik
Grafik 1. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi IPS
Materi Membaca Peta Setiap Siklus Melalui Teknik Permainan
Kartu Berwarna ... 48
Grafik 2. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi IPS
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Silabus ... 57
2. Lembar Soal Pre Test ... 62
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 63
4. Lembar Soal Post Test dan Kunci Jawaban Siklus I ... 75
5. Denah, Peta, dan Media Pembelajaran Siklus I ... 78
6. Foto-foto Kegiatan dalam Proses Pembelajaran pada Siklus I ... 83
7. Silabus ... 90
8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 95
9. Lembar Soal Pos Test dan Kunci Jawaban Siklus II ... 107
10. Denah, Peta, dan Media Pembelajaran Siklus II ... 110
11. Foto-foto Kegiatan dalam Proses Pembelajaran pada Siklus II ... 114
12. Instrumen Pengamatan ... 119
13. Surat Ijin Penelitian Dari Pembantu Dekan III Kepada Rektor
14. Surat Keputusan Menyusun Skripsi dari Pembantu Dekan I
15. Surat Ijin Menyusun Skripsi kepada BAPPEDA Jateng
16. Surat Ijin Penelitian kepada Kepala Sekolah
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal usul,
status sosial ekonomi maupun keadaan fisik seseorang termasuk anak-anak yang
mengalami kelainan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional tentang Pendidikan Luar Biasa menegaskan bahwa :
Pendidikan luar biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Tujuannya agar anak-anak tersebut mampu mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat sehingga mampu hidup mandiri dan mengadakan interaksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Untuk mengadakan interaksi dengan lingkungannya anak-anak tuna rungu
sangat mengalami hambatan terutama dalam komunikasi dikarenakan anak tuna
rungu wicara alat pendengarannya dan organ bicaranya tidak dapat berfungsi secara
sempurna, sehingga dalam menerima informasi lewat pendengaran mengalami
kesulitan. Keadaan seperti itu sangat berpengaruh terhadap penguasaan membaca
peta dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Sebagai makluk sosial anak tunarungu wicara juga sangat diharapkan mampu
mengkomunikasikan dirinya dengan lancar, baik di dunia pendidikan maupun di
lingkungan masyarakat sekitarnya. Di lingkungan pendidikan misalnya, dapat
berkomunikasi dengan guru, teman-teman dan karyawan yang berada di lingkup
sekolahnya dengan baik serta dapat mengikuti pelajaran yang diterimanya.
Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang mendominasi bentuk sosialisasi
tersebut. Karena dengan indera pendengaran dan organ bicara anak tunarungu wicara
tidak dapat dimanfaatkan secara sempurna, ini sangat menghambat perkembangan
kepribadian, kecerdasan dan penampilan sebagai mahkluk sosial.
commit to user
Untuk mencapai keberhasilan suatu pendidikan bukanlah persoalan yang
mudah, banyak masalah atau kendala yang harus dihadapi dan diatasi untuk
mencapai tujuan pendidikan yaitu keberhasilan suatu proses belajar mengajar,
sehingga tercapai prestasi belajar siswa yang memuaskan, demikian juga untuk
menghadapi anak-anak berkelainan mereka memerlukan pelayanan khusus agar
mereka dapat mengoptimalkan sisa-sisa kemampuannya secara maksimal.
Pendidikan yang diperuntukan untuk anak-anak berkebutuhan khusus tertuang
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
tentang Pendidikan Luar Biasa yarg berbunyi :
Peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses belajar karena kelainan fisik, emosional mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Anak berkebutuhan khusus tersebut memperoleh pendidikan melalui
Pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB) yaitu: TKLB, SDLB, SMPLB, dan
SMALB serta melalui sekolah regular sistem terpadu yang disebut pendidikan
inklusi. Tingkat belajar siswa kelas III untuk anak tuna rungu wicara di SDLB
Negeri Kota Pekalongan dalam pelajaran IPS terutama dalam kemampuan
membaca peta masih rendah. Maka perlu dicari penyebabnya, mungkin
penggunaan media belajar yang tidak tepat atau mungkin dapat juga dari pihak
guru dalam penyampaiannya yang tidak sesuai dengan kemampuan anak. Inilah
yang menjadi pangkal tolak mengapa guru perlu menggunakan media belajar
yang tepat dalam melakukan proses belajar mengajar.
Penguasaan membaca peta bagi anak-anak tuna rungu wicara
merupakan modal utama untuk dapat mengikuti pelajaran IPS dengan baik,
semakin tepat media belajar dimiliki besar pula kemungkinan dalam
membaca peta. Dalam membaca peta tidak hanya cukup melalui peragaan,
tetapi harus menggunakan media yang sifatnya konkrit.
Dengan demikian peneliti berasumsi bahwa salah satu strategi untuk
peningkatan kemampuan membaca peta pada pelajaran IPS adalah dengan
menggunakan media peta melalui teknik permainan kartu berwarna. Hal ini
commit to user
3
kartu gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, sudah
tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran,
dengan media kartu gambar juga akan dapat memperjelas suatu fakta yang
berupa peristiwa/ kejadian, keadaan secara realistik dan kongkrit.
Dari beberapa kegiatan pembelajaran IPS terutama penguasaan membaca
peta oleh peneliti dan kebanyakan guru di SDLB Negeri Kota Pekalongan dalam
kegiatan pembelajaran sehari-hari hanya sedikit menggunakan kartu gambar,
lainnya menggunakan peragaan, media gambar hanya untuk menunjukkan kata
benda itu saja hanya di gambar di papan tulis, sehingga siswa kurang tertarik di
dalam mengikuti pelajaran serta kurang cepat dapat memahami apa yang sedang
dipelajari.
Berangkat dari uraian permasalahan di atas melalui teknik permainan kartu
yang berwarna yang menarik diharapkan kemampuan membaca peta untuk anak
tunarungu wicara kelas III di SDLB Negeri Kota Pekalongan dapat meningkat.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah, peneliti berharap agar kemampuan
belajar IPS dalam membaca peta dapat meningkat. Maka peneliti mengemukakan
rumusan masalah sebagai berikut:
“Apakah teknik permainan kartu berwarna dapat meningkatkan
kemampuan hasil belajar IPS dalam membaca peta anak tunarungu wicara kelas III
SDLB Negeri Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan hasil
belajar IPS dalam membaca peta anak tunarungu wicara kelas III SDLB Negeri
Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011”.
D. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
commit to user
1. Manfaat teoritis
a) Hasil penelitian ini minimal dapat mengembangkan penggunaan teknik
media permainan kartu yang berwarna dalam upaya peningkatan belajar IPS
dalam membaca peta bagi anak tuna rungu wicara.
b) Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengelola anak tuna rungu
wicara.
c) Membuka cakrawala baru bagi dunia pendidikan, masyarakat dan khususnya
bagi keluarga anak tuna rungu wicara, bahwa kemampuan membaca peta juga
penting sebagai sarana untuk wawasan dan interaksi dengan lingkungan
sekitar bagi siswa.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi siswa dengan penelitian ini dapat bermanfaat untuk memaksimalkan
belajarnya sehingga kemampuan membaca peta dapat meningkat secara optimal.
b) Bagi guru dengan penelitian ini dapat mengembangkan proses pembelajaran
yang lebih baik, menemukan kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran,
meningkatkan semangat dalam menjalankan tugas menguasai materi yang
diajarkan.
c) Bagi institusi dapat untuk meningkatkan kerja sama yang baik antara
sesama guru dan kepala sekolah.
d) Bagi orang tua dapat dijadikan masukan dalam membimbing anaknya
dalam belajar di rumah, sehingga kerja sama antara guru orang tua dapat terjalin
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu Wicara
a. Pengertian Anak Tuna Rungu Wicara
Pengertian anak tuna rungu wicara sebagaimana dikemukakan dalam
buku yang berjudul “Komunikasi Total” oleh Soewito dan Soejono (2000: 9)
adalah seorang yang mengalami ketulian berat sampai total, yang tidak dapat
lagi menangkap tutur kata tanpa membaca gerak bibir lawan bicaranya.
Menurut Sudibyo Markus yang dikutip Sardjono (2002: 5) dalam buku “Orthopaedagogik Anak Tuna Rungu”, pengertian anak tunarungu adalah sebagai berikut :
1) Tuna Rungu adalah mereka yang menjalani kekurangan tetapi masih mampu (tidak kehilangan kemampuan berbicara).
2) Tuna Wicara adalah mereka yang menderita tuna rungu sejak bayi/ lahir, yang karenanya tidak dapat manangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak mengalami gangguan pada alat suaranya.
Menurut Herry Widyastono (2003: 52-61) bahwa secara medis
ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan dengar yang
disebabkan oleh kerusakan dan/atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh
alat pendengaran; sedangkan secara pedagogis ketunarunguan ialah
kekurangan atau kehilangan kemampuan dengar yang mengakibatkan
hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan dan
pendidikan khusus.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tuna rungu
wicara adalah anak yang mengalami ketulian berat sampai total, tetapi mereka
masih mempunyai kemampuan berbicara.
b. Sebab-sebab Anak Tuna Rungu Wicara
Pendapat Brown seperti dikutip dalam buku “Special Needs
Education” oleh Howard dan Orlensky (2000: 263-264) memberikan contoh
commit to user
penyebab kerusakan pendengaran yaitu :
1) Materna Rubella (campak), pada waktu ibu mengandung muda
terkena penyakit campak sehingga dapat menyebabkan rusaknya pendengaran anak.
2) Faktor keturunan, yang tampak dari adanya beberapa anggota keluarga yang mengalami kerusakan pendengaran.
3) Ada komplikasi pada saat dalam kandungan dan kelahiran prematur,
berat badan kurang, bayi lahir biru, dan sebagainya.
4) Meningitis (radang otak), sehingga ada semacam bakteri yang dapat merusak sensitivitas alat dengar di bagian dalam telinga.
5) Kecelakaan/trauma atau penyakit.
Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu wicara dapat terjadi
sebelum anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono
(2002:10-20) dalam buku “Orthopaedagogik Anak Tuna Rungu”,
mengemukakan bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi dalam:
1) Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal) a) Faktor keturunan
b) Cacar air, campak (rubella, gueman measles) c) Terjadi toxaemia (keracunan darah)
d) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
e) Kekurangan oxygen (anoxia)
f) Kelainan organ pendengaran sejak lahir 2) Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
a) Faktor rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis b) Anak lahir pre mature
c) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang) d) Proses kelahiran yang terlalu lama
3) Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal) a) Infeksi
b)Meningitis (peradangan selaput otak)
c) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan d)Otitis media yang kronis
e) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan penyebab
ketunarunguan pada individu terdiri dari tiga faktor yaitu prenatal, natal dan
postnatal.
c. Ciri-ciri Anak Tuna Rungu Wicara
commit to user
7
penyesuaian diri dengan lingkungan karena kecacatannya. Tuna rungu
menuntut orang lain supaya memahami mereka dan memberikan toleransi
yang lebih besar, kadang-kadang anak tuna rungu itu menjadi lebih sensitif
akan reaksi orang lain.
Perbedaan-perbedaan tersebut yang dapat menjadikan suatu ciri atau
karakteristik yang membedakannya dengan anak normal. Adapun ciri-ciri
anak tuna rungu menurut Sardjono (2002: 24-25) adalah sebagai berikut:
1) Ciri dari segi fisik
a) Cara berjalan cepat dan agak membungkuk. b) Gerakan mata cepat dan agak beringas. c) Gerakan anggota badan cepat dan lincah.
d) Waktu bicara pernapasan pendek dan agak terganggu.
e) Dalam keadaan bisa (bermain, tidur, tidak bicara) pernapasan biasa.
2) Ciri khas dalam intelegensi.
Intelegensi merupakan motor dari perkembangan mental/ seseorang. Anak tuna rungu dalam hal intelegensi tidak banyak berbeda dengan anak normal pada umumnya.
3) Ciri dari segi emosi
Anak tuna rungu memiliki emosi yang tidak stabil, sehingga dapat menghambat perkembangan kepribadiannya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak secara agresif atau sebaliknya, menampakkan kebimbangan, dan keragu-raguan.
4) Ciri dari segi sosial
Perlakuan yang kurang wajar dari keluarga atau dari anggota masyarakat yang berada di sekitarnya dapat menimbulkan beberapa aspek negatif antara lain:
1) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan.
2) Perasaan cemburu dan merasa diperlakukan kurang adil. 3) Kurang dapat bergaul.
4) Cepat merasa bosan dan tidak tahan berfikir lama. 5) Ciri dalam segi bahasa, antara lain:
1) miskin kosa kata
2) sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan.
3) sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung irama dan gaya bahasa.
Sedangkan menurut Van Uden yang dikutip Muh. Bandi (2000:64)
mengungkapkan bahwa ciri khas anak tuna rungu wicara adalah sebagai
commit to user
1) Sifat egosentris yang lebih besar dari anak normal disebabkan oleh sempitnya dunia penghayatan mereka terhadap kejadian-kejadian di sekitar mereka.
2) Mempunyai rasa takut akan hidup, sedikit banyak mereka kurang dapat menguasai dunia sekitar. Hal ini membawa sifat ragu-ragu. 3) Selalu menunjukkan sikap tergantung pada orang lain, disebabkan
perasaan khawatir.
4) Perhatian mereka sulit dialihkan apabila mereka melakukan sesuatu yang menurut mereka senangi dan dikuasai.
Meskipun demikian sesuai dengan kemampuannya, pelajaran membaca
peta perlu diajarkan sebaik-baiknya, mengingat bahwa membaca peta itu
sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari bagi setiap orang.
d. Cara Mendeteksi Ketunarunguan
Keturanguan dapat terjadi setiap saat, baik masih dalam kandungan
(prenatal), saat kelahiran (natal), ataupun setelah kelahiran (postnatal).
Sehingga perlu cara-cara untuk mendeteksi ketunarunguan seseorang dengan
tujuan semakin cepat teridentifikasi ketunarunguan maka semakin besar
tingkat keberhasilan dalam penanganannya.
Menurut Sardjono (2002:48) dalam buku “Orthopaedagogik Anak
Tuna Rungu”, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan pendengaran seseorang. Adapun tes-tes yang dapat dilakukan untuk
mengetahui kelainan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tes bisik (whisper test)
Jika testee dapat mengerjakannya secara tepat, berarti
pendengarannya masih baik. Tes ini dapat dilakukan dengan cara: a) Dilakukan di tempat yang tenang
b)Jarak anak dan pemeriksa antara 5 atau 6 meter c) Periksa dahulu telinga kanan
d)Telinga menghadap pemeriksa
e) Pemeriksa membisikkan kata-kata yang harus diterima si anak 2) Tes detik jam
a) Mendengarkan detik jam tangan dan menghitung jarak dimana anak tersebut tidak bisa mendengar detik tersebut (beberapa sentimeter)
b) Dilakukan terhadap dua telinga bergantian.
c) Bandingkan dengan pemeriksa (dengan catatan pendengaran
commit to user
9
3) Apabila cara 1 dan 2 tidak bisa, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Apakah ada reaksi apabila anak dipanggil namanya dari belakang, atau dibunyikan suara. Misal : suara bel, pukulan piring dan sendok, dan lain-lain.
4) Tes mendengar suara
Dapat dilakukan dengan cara pemeriksa membunyikan suara binatang (kambing, ayam, kucing, dan lain-lain) kemudian anak disuruh menyebutkan binatangnya.
Menurut Muljono Abdurrachman dan Sudjadi S. (2001: 28) dalam buku “Pendidikan Luar Biasa Umum”, cara mendeteksi ketunarunguan pada seseorang adalah sebagai berikut:
1) Deteksi dini ketunarunguan (pemeriksaan pendengaran secara
klinis) sederhana.
2) Deteksi dini ketunarunguan (pemeliharaan pendengaran secara klinis) dengan menggunakan instrumen (alat) dan dilakukan oleh ahli.
e. Klasifikasi Anak Tuna Rungu Wicara
Banyak ahli yang mengklasifikasikan anak tuna rungu, baik itu
berdasarkan berat ringannya, faktor penyebabnya ataupun waktu kejadiannya.
Dalam penulisan ini akan kami kemukakan menurut berat ringannya, seperti
yang dikemukakan oleh Charles W. Telford dan James M. Swrey (2000:112)
dalam buku “Education for children with special needs”. Mereka
mengelompokkan anak tuna rungu menjadi lima kelompok yaitu:
1) Mild Losses (20-30 dB), yaitu gangguan pendengaran dalam taraf ringan, anak kelompok ini masih bisa belajar bicara dengan menggunakan sisa pendengarannya dengan cara-cara yang dilakukan oleh anak yang memiliki kemampuan pendengaran normal. Kemampuan mendengar mereka berada dalam batas normal dan setengah mendengar.
2) Marginal Losses (31-40 dB), yaitu anak yang kehilangan kemampuan pendengaran, yang biasanya mengalami kesulitan dalam mendengarkan pembicaraan pada jarak beberapa langkah dari pembicara, tetapi mereka masih mampu mempelajari bicara dan bahasa melalui pendengarannya.
commit to user
mimik muka dan bibir pembicara. Gangguan tingkat ini masih bisa belajar bicara bahasa dengan menggunakan sisa pendengarannya. 4) Severe Losses (61-75 dB), yaitu gangguan pendengaran pada taraf
berat dimana mereka harus mempelajari bicara dan bahasa dengan menggunakan teknik khusus. Kemampuan mendengar mereka terletak di antara setengah mendengar dan tuli (deae).
5) Profoun Losses (lebih dari 75 dB), yaitu gangguan kemampuan pendengaran yang sangat berat. Anak ini sudah tidak bisa lagi menggunakan kemampuan pendengarannya untuk latihan bicara dan bahasa, walaupun dengan suara yang keras.
Menurut Emon Sastrowinoto yang dikutip Sardjono (2000: 30) dalam
buku “Orthopaedagogik Anak Tuna Rungu I” mengklasifikasikan
ketunarunguan sesuai sengan dasar-dasarnya yaitu:
1)Klasifikasi secara etiologis
a) Tuna rungu endogen atau turunan
b)Tuna rungu eksogen atau disebabkan penyakit atau kecelakaan 2)Secara anatomis fisiologis tuna rungu dapat dibagi menjadi:
a) Tuna rungu hantaran (konduktif) b)Tuna rungu saraf (perceptif)
c) Tuna rungu campuran
3)Klasifikasi menurut terjadinya ketuna runguan
a) Tuna rungu yang terjadi pada waktu dalam kandungan (pre natal) b)Tuna rungu yang terjadi pada saat kelahiran (neo natal)
c) Tuna rungu yang terjadi setelah kelahiran (post natal)
4)Klasifikasi menurut taraf ketunarunguan atas dasar ukuran
audiometer
a) Tuna rungu taraf ringan antara 5-25 dB b)Tuna rungu taraf sedang antara 26-50 dB c) Tuna rungu taraf berat anatara 51-75 dB d)Tuli total >75 dB
Menurut Bishop yang dikutip Herry Widyastono (2003:52-61), taraf
ketunarunguan dapat diukur dengan Audiometer, dan diklasifikasi sebagai
berikut :
1) Ketunarunguan pada taraf 30-40 dB (decibel), yaitu ketunarunguan taraf sangat ringan. Anak tunarungu pada taraf ini masih dapat belajar bersama anak normal asalkan mereka ditempatkan di bangku pada depan.
2) Ketunarunguan pada taraf 45-55 dB, yaitu ketunarunguan taraf ringan. Anak tunarungu pada taraf ini masih dapat belajar bersama anak normal dengan pemakaian alat bantu dengar.
commit to user
11
sedang. Anak tunarungu pada taraf ini masih dapat belajar bersama anak normal dengan pemakaian alat bantu dengar, dengan diberi latihan bicara, membaca ujaran, dan latihan mendengar.
4) Ketunarunguan pada taraf 75 – 90 dB, yaitu ketunarunguan taraf berat. Anak tunarungu pada taraf ini sudah memerlukan pendidikan khusus dengan latihan bicara, membaca ujaran, dan latihan mendengar.
5) Ketunarunguan pada taraf 90 dB ke atas, yaitu ketunarunguan taraf sangat berat (tuli). Anak tunarungu pada taraf ini sudah harus mengikuti program pendidikan di sekolah khusus (SLB-B) dengan mengutamakan pelajaran bahasa, bicara dan membaca ujaran. Penggunaan alat bantu dengar tidak memberikan manfaat baginya.
Tuna rungu dapat diklasifikasikan menjadi kelompok tunarungu ringan,
sedang, berat, dan tuli total. Selain itu dapat disimpulkan bahwa kemampuan
akademik anak tunarungu wicara mengalami keterbatasan dibanding anak
normal. Keadaan seperti ini disebabkan karena anak tunarungu mengalami
gangguan dalam menerima informasi lewat pendengaran.
2. Tinjauan Tentang Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Sebelum berbicara tentang hakekat belajar dan pembelajaran akan lebih
tepat jika mengetahui tentang arti “belajar” terlebih dahulu. Menurut pendapat
James O.Whittaker yang dikutip Syaiful Bahri Djamarah (2000: 12), dikatakan
bahwa “Belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman”. Sedangkan Howard L. King Skey mengatakan
bahwa learning is the procecss by which behavior (in the broader sense) isoriginated or changed trough practice or training. Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
Masih dalam buku yang sama, tokoh pendidikan Crombach berpendapat bahwa
learning is shown by change in behavior as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai dan hasil
pengalaman.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas tentang
commit to user
hakekat belajar, yakni kata “perubahan” atau “cha nge”. Misalnya saja Crombach mengatakan bahwa belajar merupakan aktivitas yang ditunjukkan
oleh perubahan tingkah laku...., dan Slameto (2003: 2) mengatakan bahwa belajar
adalah “Suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan...”. Tokoh lain mungkin tidak menyebut kata “perubahan” dalam
mengartikan belajar, namun secara tersirat mengandung makna perubahan.
Perubahan yang dimaksud tentu perubahan yang dikehendaki dalam belajar yang
memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Ahmad Badawi (2000: 14) ciri-ciri
perubahan tingkah laku dalam belajar sebagai berikut :
1) Perubahan yang terjadi secara sadar.
2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir aktivitasnya
itu memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru,
maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut telah belajar. Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan
mempengaruhi tingkah laku seperti ciri-ciri yang telah disebutkan di atas.
Perubahan tingkah laku akibat mabuk karena minum-minuman keras, akibat
gila, akibat tabrakan, dan sebagainya bukanlah kategori yang dimaksud.
(Ahmad Badawi, 2000: 14)
Dari pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat belajar
adalah perubahan dan tidak semua perubahan adalah hasil dari belajar.
b. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata belajar, yang berarti berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman (Poerwodarminto, 2007: 79). Menurut pendapat
Hilgard dan Bower dalam Ngalim Purwanto (2002: 84) mengemukakan, “Belajar
commit to user
13
di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang”. Sedangkan menurut Rooijakers yang dikutip Aben Ambarita (2003), mengatakan bahwa belajar adalah proses belajar (pembelajaran), merupakan sesuatu
yang harus ditempuh seseorang untuk mengerti sesuatu yang sebelumnya tidak
diketahui.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran merupakan proses belajar. Dalam proses tersebut melibatkan
beberapa unsur yakni a). Pembelajar, b) Guru (yang bertindak sebagai orang yang
membelajarkan siswa, c). Sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Maka
salah satu ciri seseorang yang telah mengikuti pembelajaran yakni mengerti
sesuatu hal serta mampu menerapkan apa yang telah ia pelajari. Proses belajar
(Pembelajaran) terdiri dari beberapa tahap yang harus dilalui apabila seseorang
ingin sungguh belajar. Berikut tahap-tahap proses belajar menurut Alben Alberto
(2006: 64):
1) Motivasi untuk belajar
2) Minat (perhatian) pada materi pelajaran 3) Menerima dan mengingat
4) Reproduksi 5) Generalisasi dan
6) Melaksanakan latihan dan umpan balik dari belajar yang
diperoleh.
Dari uraian dan pendapat++6+456+456+ beberapa ahli pendidikan di
atas, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses
membelajarkan subyek didik/ pebelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/ pembelajar
dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sebagai
sistem maka pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang meliputi tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media
pembelajaran/ alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan
commit to user
3. Tinjauan Tentang Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Menurut Sumantri (2000: 3) mengemukakan bahwa batasan Pembelajaran
IPS ini digambarkan sebagai “Program pendidikan yang memilih bahan pendidikan
dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanities yang diorganisasi dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Pendapat yang senada disampaikan Al Muchtar (2001: 32) bahwa “Pembelajaran IPS merupakan berbagai macam pengorganisasian ilmu-ilmu sosial dan kegiatan-kegiatan dasar
manusia dengan segala permasalahannya, yang diorganisir dan disajikan secara
ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan FIPS Pascasarjana”. Sedangkan
Max Helly (2000: 60-63) menjelaskan bahwa “Pembelajaran IPS ialah suatu
program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya
mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik maupun lingkungan
sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti geografi,
penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, termasuk di dalamnya sosiologi, sejarah,
ekonomi, antropologi, politik, psikologi”. Sejalan dengan itu, Ken Worthy (2001: 12) menegaskan pula bahwa pada kenyataannya dapat disebutkan “Antropologi, sosiologi, ekonomi, geografi, ilmu politik, sejarah dan psikologi merupakan
lapangan pendidikan IPS, dan PIPS pun berkaitan erat dengan seni dan musik,
agama, dan filsafat serta ilmu-ilmu lainnya”.
Sedangkan menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dari
Puskur seperti dikutip oleh Mulyasa (2006: 125) dikatakan bahwa:
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran. IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan
berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh
commit to user
15
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan
di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan
memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang
berkaitan.
Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa
pembelajaran IPS merupakan program pendidikan atau bidang studi yang
mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di
masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu, sedangkan
pengertian ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan
manusia dalam konteks sosialnya atau semua bidang ilmu yang mempelajari
manusia sebagai anggota masyarakat.
b. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Seperti yang tertulis dalam Garis-garis Program Pembelajaran (GBPP,
1994) seperti yang dikutip oleh Purwanto (2001: 199) dikatakan bahwa “Mata
Pelajaran IPS SD bertujuan agar siswa mampu mengembangkan
pengetahuan dan ketrampilan dan ketrampilan dasar yang berguna bagi dirinya
dalam kehidupan sehari-hari”. Pengajaran sejarah bertujuan agar siswa mampu
mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia
sejak masa lalu hingga kini, sehingga siswa memiliki kebanggaan sebagai
bangsa Indonesia dan cinta tanah air. Sedangkan Mulyasa (2006: 125)
menuliskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
commit to user
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
c. Ruang Lingkup IPS SDLB
Ruang Lingkup IPS menurut KTSP telah ditetapkan oleh Depdiknas
seperti yang dikutip oleh Mulyasa (2006: 126) disebutkan sebagai berikut:
1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3) Sosial dan Budaya
4. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Media menurut istilahnya berasal bahasa latin medium yang artinya adalah perantara atau pengantar. Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Poerwodarminto, 2007: 640) media diartikan “Alat (sarana) komunikasi”. Robert
Henick (2001: 7) memberikan pengertian “media are caries of information between receiver”. Media adalah membawa informasi dengan penerima. Suharsimi Arikunto (2003: 19) menyebutkan “Media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang
digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk lebih
mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan”.
Sedangkan Oemar Hamalik (2002: 22) mengemukakan media adalah “Alat,
metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”. Menurut Briggs yang dikutip oleh Arsito Rahadi (2004: 8) mengartikan media sebagai “Alat untuk
memberikan perangsang bagus agar terjadi proses belajar”.
Berdasarkan dan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian media
adalah suatu sarana yang digunakan dalam proses belajar sehingga terjadi
komunikasi antara guru dan siswa.
b. Klasifikasi Media Pembelajaran
commit to user
17
pendidikan formal maupun non formal memiliki berbagai jenis. Pembagian
jenis media tersebut berdasarkan sudut pandang dan kemajuan teknologi yang
berkembang. Secara garis besar jenis media terbagi menjadi tiga yaitu media
suara, media gerak dan media visual. Arsito Rahadi (2004: 17) membagi jenis
media sebagai berikut:
1) media audio 2) media cetak 3) media visual diam 4) media audio semi gerak 5) media audio semi gerak 6) media semi gerak 7) media audio visual diam 8) media audio visual gerak
Lebih jauh Arsito Rahadi (2004: 18) mengelompokkan media menjadi 10
golongan yaitu :
1) Audio contohnya dalam pembelajaran adalah kaset audio, siaran
radio, CD, telepon.
2) Cetak, contoh dalam pembelajaran adalah buku pelajaran, modul,
brosur, leaflet, gambar.
3) Audio cetak, contoh dalam pembelajaran adalah kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis.
4) Proyeksi visual diam, contoh dalam pembelajaran adalah overhead
tranparansi (OHT), film bingkai (slide).
5) Proyeksi audio visual, diam contoh dalam pembelajaran adalah film bingkai (slide) bersuara.
6) Visual gerak, contoh dalam pembelajaran adalah film bisu.
7) Audio visual gerak, contoh pembelajaran adalah film gerak bersuara, video /VCD, televisi.
8) Obyek fisik contoh dalam pembelajaran benda nyata, model, specimen.
9) Manusia dan lingkungan, contoh dalam pembelajaran adalah guru, pustakawan, laboran.
10)Komputer contoh dalam pembelajaran adalah CAI
(pembelajaran berbantukan Komputer, CBI (pembelajaran berbasis Komputer).
c. Manfaat dan Fungsi Media
Media dalam pendidikan memiliki berbagai manfaat dan fungsi. Sehingga
setiap media yang akan diciptakan atau digunakan harus memiliki nilai
commit to user
tujuan pembelajaran. Arsito Rahadi (2004: 15) mengemukakan bahwa manfaat
media pembelajaran adalah sebagai berikut;
1) Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih kongkrit.
2) Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu. 3) Media dapat membantu keterbatasan indera manusia
4) Media juga dapat menyajikan obyek pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan berbahaya ke dalam kelas.
5) Infomasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat akan memberikan kesan mendalam dan lebih lama tersimpan pada diri siswa.
Adapun fungsi media pembelajaran menurut Roestijah (2002: 29) adalah
sebagai berikut:
1) Fungsi edukatif
Media pendidikan dapat memberikan pengaruh baik yang mengandung nilai-nilai pendidikan.
2) Fungsi sosial
Dengan media pendidikan hubungan antara anak dapat lebih baik, sebab mereka secara gotong royong dapat bersama-sama mempergunakan media tersebut.
3) Fungsi ekonomis
Dengan satu macam alat, media pendidikan sudah dapat dinikmati oleh sejumlah anak dan dapat digunakan sepanjang waktu.
4) Fungsi politis
Dengan media pendidikan berarti sumber pendidikan dari pusat akan sampai ke daerah.
5) Fungsi seni budaya
Dengan adanya media pendidikan berarti kita dapat bermacam-macam hasil budaya manusia sehingga pengetahuan anak tentang nilai budaya manusia makin bertambah luas.
Selanjutnya menurut Oemar Hamalik (2002:57) fungsi media
pembelajaran adalah :
1) bersifat kongkrit untuk berfikir dan dapat mengurangi verbalisme. 2) memperbesar perhatian siswa.
3) membuat pelajaran menjadi lebih mudah.
4) memberikan pelajaran pengalaman yang nyata kepada siswa 5) menumbuhkan pemikiran siswa secara teratur.
6) membantu tumbuhnya pengertian dalam kemampuan berbahasa.
7) memberikan pengalaman serta membantu berkembangnya efisiensi
commit to user
19
d. Media Peta
Pengertian peta merupakan suatu media yang menunjukkan letak tanah,
laut, sungai, gunung dan sebagainya, denah representatif melalui gambar dari
satu daerah yang menyatakan sifat-sifat seperti batas daerah, dan sifat permukaan.
Media peta mempunyai fungsi antara lain ;
1) Menyajikan data-data lokasi jarak arah, wilayah daratan, lautan,
kepulauan.
2) Menggambarkan secara visual tentang permukaan bumi dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di permukaan bumi.
3) Memberi pengetahuan pada peserta didik tentang posisi dari kesatuan
politik, keadaan alam daerah kepulauan, dll.
4) Merangsang minta belajar peserta didik terhadap penduduk dan
keadaan geografis.
5) Mengkongkritkan pesan-pesan yang abstrak
6) Memahami kejadian-kejadian yang terjadi di muka bumi, bentuk
bumi, distribusi penduduk, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.
7) Memperjelas pengetahuan peserta didik tentang peta.
e. Permainan Kartu
Pengertian media yaitu media yang memuat instruksi-instruksi yang
berupa pertanyaan dan latihan yang digunakan untuk mempelajari ide mereka
dalam bentuk kartu angka.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan, maka yang
dimaksud media permainan kartu dalam penelitian ini adalah media permainan
kartu yang berbentuk empat persegi panjang yang terbuat dari kertas asturo
berwarna yang berukuran 15 x 10 cm yang berisi gambar dan angka, yang
bertujuan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, dimana peserta yang
terlibat di dalamnya atau pemain-pemainnya bermain dengan menggunakan
aturan-aturan yang telah ditentukan.
1) Fungsi Media Permainan Kartu Berwarna Anak Tunarungu
commit to user
kartu sebagai berikut:
a) Kondisi atau situasi dimana permainan sangat penting bagi anak didik, karena mereka akan bersikap lebih positif terhadap permainan kartu ini.
b) Permainan dapat mengajarkan tentang fakta dan konsep secara tetap guna, sama dengan pembelajaran konvensional pada objek yang sama.
c) Pada umumnya permainan kartu dapat meningkatkan motivasi
belajar anak didik, permainan dapat juga mendorong siswa untuk saling membantu satu sama lain.
d) Bantuan yang paling baik dari permainan kartu adalah bagi dominan efektif (yang menyangkut perasaan atau budi pekerti) yaitu memberi bantuan motivasi untuk belajar serta bantuannya dalam masalah yang menyangkut perubahan sikap.
e) Guru maupun siswa harus dapat memilih bentuk media permainan kartu mana yang mengandung nilai tinggi dan bermakna untuk mencapai tujuan pembelajaran.
f) Dalam bidang berhitung, media permainan dapat meningkatkan kemampuan anak, dan dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses pembelajaran yang konvensional.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat
ditegaskan bahwa fungsi media permainan kartu berwarna dalam pelajaran
IPS terutama materi membaca peta bagi anak tunarungu wicara adalah
sebagai berikut:
a) Membangkitkan motivasi belajar IPS bagi anak tunarungu, media
permainan kartu berwarna dibuat dari gambar-gambar yang
bermacam-macam sehingga menarik perhatian anak dan anak mau mencobanya
serta aktif dalam belajar, yang ada akhirnya memotivasi belajar anak.
b) Meningkatkan kemampuan membaca peta bagi anak tunarungu wicara,
karena anak sudah termotivasi untuk lebih lama dan mencobanya secara
berulang-ulang, sehingga kemampuan membaca peta anak tunarungu
meningkat.
c) Membantu menumbuhkan pengertian konsep dari yang abstrak menjadi
konkret, media permainan kartu berwarna memang dirancang untuk
menjadikan konsep-konsep yang abstrak menjadi konkret, sehingga
membantu menumbuhkan pengertian menjadi jelas.
commit to user
21
berwarna sengaja dibuat supaya anak tertarik untuk mencobanya
sehingga dapat memperbesar dan dapat meningkatkan perhatian anak.
e) Memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kemampuan bakat serta
minat anak tunarungu wicara, media ini dibuat atau dirancang
(disesuaikan dengan kemampuan anak).
2) Keuntungan Media Permainan Kartu
John D. Latuheru (2001:112-113) mengemukakan keuntungan
permainan kartu sebagai berikut:
a) Melalui permainan kartu siswa dapat dengan segera melihat atau mengetahui hasil dari pekerjaan mereka.
b) Permainan kartu memungkinkan peserta untuk memecahkan
masalah-masalah nyata.
c) Biaya untuk latihan dapat dikurangi dengan adanya permainan.
d) Permainan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan dapat
diulangi sebanyak yang dikehendaki.
e) Permainan dapat digunakan hampir semua bidang pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat
ditegaskan bahwa keuntungan media permainan kartu berwarna sebagai berikut:
a) Belajar IPS dengan menggunakan media permainan kartu berwarna anak
akan senang, sebab anak memperjelas pengetahuan tentang peta
dengan melakukan permainan itu.
b) Materi pelajaran IPS khususnya materi tentang peta akan lebih jelas
dikuasai anak sebab dengan menggunakan media permainan kartu berwarna,
materi sering diulang-ulang.
c) Anak tunarungu wicara sukar memahami sesuatu yang abstrak, dengan
menggunakan media permainan kartu berwarna dalam pelajaran IPS anak
akan lebih konkrit dalam menerima pelajaran.
3) Kelemahan Media Pembelajaran Kartu
John D. Latuheru (2001:115) mengemukakan bahwa kelemahan
media permainan kartu sebagai berikut :
commit to user
materi yang dipilih secara khusus serta bagaimana
menggunakannya.
b) Penggunaa bahan untuk permainan biasanya memerlukan suatu pengaturan kelompok secara khusus, bila ada siswa yang tidak melakukan, biasanya mengganggu atau menghambat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.
c) Bahan permainan mungkin sekali membutuhkan biaya yang cukup besar serta membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
d) Membutuhkan adanya diskusi-diskusi sesudah permainan dan itu dilaksanakan demi keberhasilan tujuan pembelajaran tersebut.
e) Waktu dalam hal ini merupakan suatu rintangan yang sangat berarti secara induktif memang membutuhkan waktu jika dibandingkan dengan mengajar secara langsung.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat
ditegaskan bahwa kelemahan media permainan kartu berwarna dalam
pelajaran IPS materi membaca peta bagi anak tunarungu wicara dalam
penelitian ini sebagai berikut:
a) Penggunaan media permainan kartu berwarna dalam pelajaran IPS
membutuhkan waktu yang banyak, bila dibandingkan dengan belajar
biasa.
b) Media permainan kartu membutuhkan biaya yang cukup tinggi bila
dibandingkan dengan alat peraga yang lain dalam meningkatkan
kemampuan belajar IPS anak tunarungu wicara.
c) Penggunaan media permainan kartu berwarna harus disesuaikan
dengan materi pelajaran yang diajarkan.
d) Media permainan kartu berwarna sulit diajarkan bagi siswa yang jumlahnya
banyak, terutama anak tunarungu wicara.
B. Kerangka Berpikir
Mata Pelajaran IPS merupakan salah satu pelajaran yang diberikan pada siswa
tunarungu di SDLB. Mata pelajaran IPS diberikan pada siswa tunarungu wicara dengan
tujuan agar siswa memiliki pengetahuan tentang ekonomi dalam hidup sehari-hari,
kondisi suatu wilayah dan sejarah. Dengan tujuan itu diharapkan siswa tunarungu
commit to user
23
Kondisi anak tunarungu wicara yang lemah dalam pendengaran berakibat sulitnya
menerima materi pelajaran yang bersifat abstrak. Dengan kondisi tersebut anak tunarungu
wicara memiliki prestasi belajar yang rendah khususnya dalam mata pelajaran IPS. Hal ini
dikarenakan materi dalam IPS banyak materi dengan tingkat abstraksi yang cukup
tinggi.
Untuk memecahkan permasalahan tersebut salah satu upaya yang
dilakukan adalah dengan menggunakan media pembelajaran yang dapat
mempermudah penjelasan materi yang disampaikan. Media tersebut dapat berupa media
buatan sendiri maupun media yang sudah jelas. Salah satu media yang digunakan dalam
mata pelajaran IPS yaitu media peta. Media peta sebagai salah satu media yang memiliki
berbagai kelebihan dan kemudahan dalam menjelaskan materi pada pembelajaran IPS.
Adapun untuk memperjelas kerangka berfikir dapat dilihat pada diagram berikut :
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan teknik permainan kartu
berwarna dapat meningkatkan kemampuan belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dalam
membaca peta pada siswa tunarungu wicara kelas III SDLB Negeri Kota Pekalongan
Tahun Pelajaran 2010/2011.
Kemampuan Awal, Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan sosial
Guru memberikan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dalam materi membaca peta dengan Menggunakan teknik permainan kartu berwarna
Kemampuan akhir, diduga dengan menggunakan teknik permainan kartu berwarna dapat meningkatkan kemampuan pemahaman membaca
peta pada anak runarungu wicara
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan lokasi diperolehnya data yang dibutuhkan
dan harus sesuai dengan tujuan penelitian dan pokok permasalahan yang
dirumuskan. Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian di kelas III SDLB
Negeri Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu 2 (dua) jam per
minggu dari bulan Februari sampai dengan Mei 2011.
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Jenis Kegiatan Februari Maret April Mei
1.Persiapan Penelitian
Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011 sejumlah 4 (empat) anak.
Tabel 2. Daftar Nama Subyek Penelitian
commit to user
25
C. Sumber Data
Sumber data adalah sebagian individu yang menjadi subyek penelitian.
Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini adalah siswa tuna rungu wicara
kelas III SDLB Negeri Kota Pekalongan tahun pelajaran 2010/2011.
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, karena hal ini
merupakan sesuatu yang paling mendasar guna keberhasilan suatu penelitian
dapat tercapai.
Metodologi penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 136) “Metode
penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Sedangkan Sumadi Suryabrata (2000: 59) berpendapat bahwa “Metode penelitian adalah suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian adalah suatu cara yang dilakukan secara terencana dan sistematis dalam
mengumpulkan data untuk pemecahan suatu masalah.
Berorientasi pada judul penelitian maka metode yang akan penulis
gunakan dalam penelitian tindakan kelas ini dengan metode observasi,
dokumentasi, dan tes.
1. Observasi
a. Pengertian Observasi
Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh, pengertian observasi
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan
pengamatan secara langsung mengenal fenomena-fenomena dan gejala psikis
maupun psikologi dengan pencatatan. Format yang disusun berisi item-item
tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Suharsimi
commit to user
Menurut Supardi (2008: 127), observasi adalah kegiatan pengamatan
(pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah
mencapai sasaran.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi
adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) secara langsung mengenal
fenomena-fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan
untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.
b. Macam-macam Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan
dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah
perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan observasi proses,
menurut Retno Winarni (2009: 84-85) ada 4 metode observasi yaitu:
1) Observasi Terbuka
Pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya
menggunakan kertas kosong merekam pelajaran yang diamati.
2) Observasi Terfokus
Ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.
Misalnya: yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi.
3) Observasi Terstruktur
Observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai,
sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda ( ) pada tempat
yang disediakan.
4) Observasi Sistematik
Observasi sistematik lebih rinci dalam kategori yang diamati. Misalnya
dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal
dan nonverbal.
c. Observasi yang Digunakan
Dalam penelitian in digunakan observasi terstruktur, dimana observasi
commit to user
27
hanya tinggal membubuhkan tanda ( ) pada tempat yang disediakan pada
lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran
kemampuan membaca peta melalui teknik permainan kartu. Alasan digunakan
observasi terstruktur adalah untuk mempermudah observer melakukan
pengamatan dan observasi terstruktur sesuai dengan masalah yang diteliti.
2. Tes
a. Pengertian Tes
Berdasarkan beberapa literatur, diperoleh pengertian bahwa: “Tes
adalah sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan” (Saifuddin Azwar, 2001: 2). Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 138) tes adalah “Serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat
yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat, berujud pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa
baik secara individu atau kelompok.
b. Macam-macam Tes
Bentuk-bentuk tes antara lain sebagai berikut: 1) Tes benar salah, 2)
Tes pilihan ganda, 3) Tes menjodohkan, 4) Tes isian atau melengkapi, 5) Tes
jawaban singkat (Suharsimi Arikunto, 2006:139).
c. Tes yang Digunakan
Bentuk tes yang dipakai adalah tes objektif. Tes objektif adalah tes
yang hanya satu jawaban dapat dianggap terbaik. Siswa yang diuji diminta
untuk menunjukkan jawaban yang terbaik. Tes yang digunakan dalam
commit to user
3. Wawancara
a. Pengertian Wawancara
Dari beberapa literatur, diperoleh pengertian wawancara sebagai
berikut:
“Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula” (Margono, 2009: 165). Sedangkan pengertian wawancara menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (2005: 192), “Wawancara adalah mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden”.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara
adalah alat pengumpul informasi dengan cara bertanya langsung kepada
responden sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
b. Teknik Wawancara
Wawancara dilakukan setelah dan atas dasar hasil pengamatan di
kelas.Wawancara dilakukan antara peneliti dan guru kelas. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran kemampuan membaca peta sebelum
menggunakan teknik permainan kartu berwarna dan sesudah menggunakan
teknik permainan kartu berwarna.
Dari wawancara serta kegiatan pengamatan yang telah dilakukan,
kemudian diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada berkenaan
dengan pembelajaran kemampuan membaca peta.
E. Validasi Data
Validasi diperlukan agar diperoleh data yang valid. Teknik yang
digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain adalah triangulasi review
informan kunci. Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan
dijadikan data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data
validitas tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar
commit to user
29
memeriksa validitas adalah triangulasi.
Moleong (2004: 330) mengemukakan bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan
triangulasi metode. Triangulasi data (sumber) dilakukan dengan mengumpulkan
data tentang permasalahan dalam penelitian dari beberapa sumber yang berbeda.
Sedang triangulasi metode dilakukan dengan menggali data yang sama dengan
metode yang berbeda, seperti disinkronkan dengan hasil observasi atau dokumen
yang ada.
Untuk menjaga validitas, secara kolaboratif data akan didiskusikan dengan
teman sejawat, serta diupayakan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1)
observer akan mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas; 2)
tujuan, batas waktu dan rambu-rambu observasi jelas; 3) hasil observasi dicatat
lengkap dan hati-hati; dan 4) observasi harus dilakukan secara obyektif.
F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang telah
berhasil dikumpulkan antara lain dengan model interaktif yaitu membandingkan
nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II.
G. Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah suatu rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan
dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Dalam penelitian ini
yang menjadi indikator kinerja adalah adanya peningkatan kemampuan belajar
IPS dalam membaca peta.
Untuk mengetahui keberhasilan apabila siswa telah diadakan pembelajaran
dengan menggunakan teknik permainan kartu berwarna, maka perolehan nilai
siswa meningkat dari sebelumnya baik nilai individu siswa maupun rata-rata kelas