• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) dan Metode Box-Jenkins dalam Meramalkan Curah Hujan di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) dan Metode Box-Jenkins dalam Meramalkan Curah Hujan di Kota Medan"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PEMULUSAN (SMOOTHING) EKSPONENSIAL GANDA

(LINIER SATU PARAMETER DARI BROWN) DAN METODE

BOX-JENKINS DALAM MERAMALKAN CURAH HUJAN

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

AFRIDA NINGSIH

110803001

(2)

METODE PEMULUSAN (SMOOTHING) EKSPONENSIAL GANDA

(LINIER SATU PARAMETER DARI BROWN) DAN METODE

BOX-JENKINS DALAM MERAMALKAN CURAH HUJAN

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains

AFRIDA NINGSIH

110803001

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial

Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) dan Metode Box-Jenkins dalam Meramalkan Curah Hujan di Kota Medan

Kategori : Skripsi

Nama : Afrida Ningsih

Nomor Induk Mahasiswa : 110803001

Program Studi : Sarjana (S1) Matematika

Departemen : Matematika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

(FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Diluluskan Medan, Mei 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si Dr. Suwarno Ariswoyo, M.Si NIP. 19531218 198003 1 003 NIP. 19500321 198003 1 001

Disetujui oleh

(4)

PERNYATAAN

METODE PEMULUSAN (SMOOTHING) EKSPONENSIAL GANDA (LINIER SATU PARAMETER DARI BROWN) DAN METODE

BOX-JENKINS DALAM MERAMALKAN CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2015

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pemurah dan

Maha Penyayang, dengan limpahan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini dengan judul Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) dan Metode Box-Jenkins

dalam Meramalkan Curah Hujan di Kota Medan

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Suwarno Ariswoyo,

M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Dr. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si

selaku dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya selama penulisan

skripsi ini. Terima kasih kepada dosen pembanding penulis Ibu Asima Manurung,

S.Si, M.Si dan Ibu Dr. Elly Rosmaini, M.Si atas kritik dan saran yang

membangun dalam penulisan skripsi penulis. Terima kasih kepada Bapak Prof.

Dr. Tulus, M.Si dan Ibu Dr. Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris

Departemen Matematika FMIPA USU. Terima kasih kepada Bapak Dr. Sutarman,

M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Wakil Dekan FMIPA USU, seluruh Staff dan

Dosen Matematika FMIPA USU, pegawai FMIPA USU serta rekan-rekan kuliah.

Akhirnya tidak terlupakan kepada Ayahanda tercinta H. Syafnal, Ibunda tercinta

Hj. Wirda, serta saudara–saudara penulis yang tersayang Wisnalda, Yenni Afriani,

Yulianisyah, Desmianti, dan Asman serta keluarga dari kedua orang tua yang

selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Allah

(6)

METODE PEMULUSAN (SMOOTHING) EKSPONENSIAL GANDA (LINIER SATU PARAMETER DARI BROWN) DAN METODE

BOX-JENKINS DALAM MERAMALKAN CURAH HUJAN

DI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam meramalkan atau memprediksi curah hujan adalah metode pemulusan (smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown) dan metode Box-Jenkins ARIMA. Pada metode pemulusan (smoothing) eksponensial ganda terlebih dahulu mencari nilai pemulusan eksponensial tunggal kemudian membuat pemulusan eksponensial ganda dari nilai yang telah didapat dari pemulusan eksponensial tunggal, selanjutnya mencari nilai a atau penyesuaian nilai tunggal dan menentukan taksiran kecendrungan dari suatu periode waktu ke periode waktu berikutnya yaitu nilai b dan terakhir adalah melakukan peramalan untuk periode berikutnya. Sementara, metode box-jenkins ARIMA terlebih dahulu melakukan differencing. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data stasioner dan langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi model, estimasi parameter model, melakukan verifikasi parameter model, menentukan model yang lebih baik dengan melihat nilai error terkecil dari model-model yang dipilih sebelumnya dan terakhirya itu melakukan peramalan untuk periode waktu berikutnya. Berdasarkan hasil dari kedua metode peramalan diperoleh nilai SSE dan MSE Brown secara berurut yaitu 977.828.884 dan 16.859,119. Sementara, nilai SSE dan MSE ARIMA secara berurut adalah 665.432 dan 15,475. Sehingga metode yang dipilih dalam penilitian ini adalah metode box-jenkins ARIMA karena nilai error dari metode box-jenkins ARIMA lebih kecil dari pada metode Brown.

(7)

DOUBLE EKSPONENTIAL SMOOTHING METHOD (LINIER ONE PARAMETER OF BROWN) AND BOX-JENKINS METHOD IN

PREDICTING RAINFALL IN MEDAN CITY

ABSTRACT

In this research, method that is used in predicting rain pour are double exponential smoothing method (linier one parameter from brown) and Box-Jenkins ARIMA method. In double exponential smoothing is firstly finding a single exponential smoothing of the value that is got from single exponential smoothing, then, finding a value or adaptation of a single value and determining tendency estimation of a period of time to another that is b value and at last is doing prediction for next period. Meanwhile, box-jenkins ARIMA method is firstly doing differencing. It is for getting stationary data and next step is identifying model, estimating parameter of the model, doing verification parameter of the model, determining better model by looking at least error value of previous chosen model and finally making prediction for next period of time. Based on result of both prediction methods is got SSE and MSE brown value consecutively is 977.828.884 and 16.859,119. While SSE and MSE box-jenkins value consecutively is 665.432 and 15,475. So chosen method in this research is box-jenkins ARIMA method because of less error value than brown method.

(8)

DAFTAR ISI

1.4Tinjauan Pustaka 3

1.5Tujuan Penelitian 6

1.6Kontribusi Penelitian 6

1.7Metodologi Penelitian 6

BAB 2 LANDASAN TEORI 10

2.1 Peramalan 10

2.2 Curah Hujan 11

2.3 Metode Deret Berkala 11

2.4 Metode Pemulusan (Smoothing) 12

2.4.1 Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Tunggal 12 2.4.2 Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda

(Linier Satu Parameter dari Brown) 13

2.4.3 Ketetapan Ramalan Beberapa Kriteria Digunakan

Untuk Menguji 13

2.5 Identifikasi Pola Data 14

2.6 Metodologi Untuk Menganalisis Data Deret Berkala 15

2.7 Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) 18

2.7.1 Model Autoregressive (AR) 19

2.7.1 Model Moving Average (MA) 20

2.7.3 Model Campuran Autoregressive Moving Average (ARMA) 20 2.7.4 Model Autoregressive Integreted Moving Average (ARIMA) 21

2.8 Model Arima dan Musiman 21

2.9 Estimasi Parameter Model 22

2.10 Verifikasi Parameter Model 22

BAB3 HASIL DAN PEMBAHASAN 25

(9)

(Linier Satu Parameter dari Brown) 25 3.1.1 Plot Time Series Curah Hujan Kota Medan 25 3.1.2 Analisa Pemulusan (Smoothing) Eksponensial

Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) 26

3.1.3 Nilai Kesalahan (Galat) 29

3.2Autoregressive Integreted Moving Average (ARIMA) 32 3.2.1 Plot Time Series Curah Hujan Kota Medan 32

3.2.2 Identifikasi Model 35

3.2.3 Estimasi Parameter Model 39

3.2.4 Verifikasi Parameter Model 40

3.2.5 Penentuan Model Yang Lebih Baik 43

3.2.6 Peramalan 43

3.3 Melakukan Perbandingan Hasil Analisis Ramalan 44 3.3.1 Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial

Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) 44 3.3.2 Metode ARIMA (Autoregressive Integreted

Moving Average) 44 3.4Menetapkan Metode yang Lebih Efektif Berdasarkan

Hasil Peramalan Curah Hujan di Kota Medan 44

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 46

4.1 Kesimpulan 46

4.2 Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

3.1 Data Curah Hujan Kota Medan 25

3.2 Peramalan Curah Hujan 27

3.3 Nilai Kesalahan 30

3.4 Hasil Nilai Kesalahan 31

3.5 Diffencing Data Curah Hujan Kota Medan 33

3.6 Nilai Keofisien Autokorelasi 35

3.7 Final Estimates of parameters ARIMA (2,1,0)(1,1,0) 40

3.8 Final Estimates of parameters ARIMA (2,1,0)(2,1,0) 40

3.9 Uji Signifikansi Nilai-Nilai Parameter Model ARIMA 42

3.10 Peramalan Curah Hujan Kota Medan 2015 43

3.11 Hasil Nilai Kesalahan dari Brown 44

3.12 Hasil Nilai Kesalahan dari ARIMA 44

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

3.1 Plot Data Curah Hujan 25

3.2 Plot Ramalan Data Curah Hujan 2015 29

3.3 Plot Data Time Series Curah Hujan 32

3.4 Plot Trend Curah Hujan 33

3.5 Plot Trend Curah Hujan Setelah Pembedaan Pertama 34

3.6 Plot Autokorelasi 38

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp

1 Nilai Autokorelasi 49

2 Nilai Autokorelasi Parsial 51

3 Tabel Distribusi t 53

(13)

METODE PEMULUSAN (SMOOTHING) EKSPONENSIAL GANDA (LINIER SATU PARAMETER DARI BROWN) DAN METODE

BOX-JENKINS DALAM MERAMALKAN CURAH HUJAN

DI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam meramalkan atau memprediksi curah hujan adalah metode pemulusan (smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown) dan metode Box-Jenkins ARIMA. Pada metode pemulusan (smoothing) eksponensial ganda terlebih dahulu mencari nilai pemulusan eksponensial tunggal kemudian membuat pemulusan eksponensial ganda dari nilai yang telah didapat dari pemulusan eksponensial tunggal, selanjutnya mencari nilai a atau penyesuaian nilai tunggal dan menentukan taksiran kecendrungan dari suatu periode waktu ke periode waktu berikutnya yaitu nilai b dan terakhir adalah melakukan peramalan untuk periode berikutnya. Sementara, metode box-jenkins ARIMA terlebih dahulu melakukan differencing. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data stasioner dan langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi model, estimasi parameter model, melakukan verifikasi parameter model, menentukan model yang lebih baik dengan melihat nilai error terkecil dari model-model yang dipilih sebelumnya dan terakhirya itu melakukan peramalan untuk periode waktu berikutnya. Berdasarkan hasil dari kedua metode peramalan diperoleh nilai SSE dan MSE Brown secara berurut yaitu 977.828.884 dan 16.859,119. Sementara, nilai SSE dan MSE ARIMA secara berurut adalah 665.432 dan 15,475. Sehingga metode yang dipilih dalam penilitian ini adalah metode box-jenkins ARIMA karena nilai error dari metode box-jenkins ARIMA lebih kecil dari pada metode Brown.

(14)

DOUBLE EKSPONENTIAL SMOOTHING METHOD (LINIER ONE PARAMETER OF BROWN) AND BOX-JENKINS METHOD IN

PREDICTING RAINFALL IN MEDAN CITY

ABSTRACT

In this research, method that is used in predicting rain pour are double exponential smoothing method (linier one parameter from brown) and Box-Jenkins ARIMA method. In double exponential smoothing is firstly finding a single exponential smoothing of the value that is got from single exponential smoothing, then, finding a value or adaptation of a single value and determining tendency estimation of a period of time to another that is b value and at last is doing prediction for next period. Meanwhile, box-jenkins ARIMA method is firstly doing differencing. It is for getting stationary data and next step is identifying model, estimating parameter of the model, doing verification parameter of the model, determining better model by looking at least error value of previous chosen model and finally making prediction for next period of time. Based on result of both prediction methods is got SSE and MSE brown value consecutively is 977.828.884 and 16.859,119. While SSE and MSE box-jenkins value consecutively is 665.432 and 15,475. So chosen method in this research is box-jenkins ARIMA method because of less error value than brown method.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di Indonesia sejak tahun enam puluhan telah diterapkan Badan Meteorologi,

Klimatologi, dan Geofisika di Jakarta menjadi suatu direktorat perhubungan

udara. Direktorat BMKG tersebut bertugas mengadakan penelitian dan pelayanan

meteorologi dan geofisika yang salah satu bidangnya adalah iklim. Indonesia

merupakan negara dengan iklim tropis dan memiliki dua musim, musim kemarau

dan musim penghujan. Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh

gabungan beberapa unsur yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembapan, curah

hujan, tekanan udara dan kecepatan angin.

Curah hujan adalah banyaknya air yang jatuh ke permukaan bumi. Curah

hujan yang terus menerus selama beberapa hari mengakibatkan bencana alam

yang berdampak terhadap manusia, ternak dan tumbuh-tumbuhan, seperti banjir,

badai, kekeringan, dan lain sebagainya. Perkiraan curah hujan sangat besar

dampaknya dan penting untuk diperhatikan dan dipelajari sebaik-baiknya, karena

berpengaruh besar terhadap manusia serta makhluk lainnya.

Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa

mendatang berdasarkan data pada masa lalu. Banyak metode dalam statistika yang

dapat digunakan untuk peramalan suatu deret waktu, seperti metode smoothing,

Box-Jenkins, ekonometrika, regresi fungsi transfer dan sebagainya. Metode-metode tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi model yang digunakan untuk

meramalkan kondisi pada waktu yang akan datang sehingga error-nya menjadi seminimal mungkin.

(16)

model, dan bila nilai observasi baru tersedia maka dapat menghitung nilai

kesalahan (forcasting error).

Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan metode yang secara intensif dikembangkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins. ARIMA adalah teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok

data. Metode ini merupakan gabungan dari metode regresi dan metode

dekomposisi.

Dari uraian di atas, penulis ingin menguraikan penelitian terhadap data

curah hujan pada masa lalu, untuk meramalkan curah hujan pada masa yang akan

datang. Untuk itu penulis mengambil judul “Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown) dan Metode

Box-Jenkins Dalam Meramalkan Curah Hujan di Kota Medan.”

1.2Perumusan Masalah

Yang menjadi perumusan masalah adalah curah hujan yang tinggi di Kota Medan

seringkali mengganggu kegiatan masyarakat Kota Medan. Oleh karena itu,

diperlukan hasil ramalan curah hujan untuk periode mendatang dan memilih salah

satu metode peramalan yang lebih baik dengan menggunakan metode pemulusan

(smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown) dan metode

Box-Jenkins berdasarkan hasil nilai error peramalan curah hujan di periode mendatang.

1.3Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pembuatan model peramalan curah hujan di Kota Medan dengan menggunakan

metode pemulusan (smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari

(17)

2. Data yang diambil adalah dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan

Geofisika).

3. Data yang diolah adalah data curah hujan tahun 2010-2014 di Kota Medan.

4. Hasil ramalan dalam penelitian ini diarahkan untuk satu tahun mendatang.

1.4Tinjauan Pustaka

Lerbin R. Aritonang R dalam bukunya “Peramalan Bisnis” (2002) menyatakan

eksponensial ganda linier satu parameter Brown adalah teknik yang digunakan untuk data runtut waktu yang memiliki komponen trend yang linier, jika

parameternya (∝) tidak mendekati nol, pengaruh proses awalnya secara cepat

menjadi kurang berarti begitu waktu berlalu. Jika parameternya mendekati nol,

proses awalnya dapat berperan penting untuk beberapa periode.

Sedangkan Metode ARIMA Box-Jenkins mengemukakan bahwa data yang dianalisa dalam model ARIMA Box-Jenkins adalah data yang bersifat stasioner, yaitu data yang mempunyai rata-rata dan variansi yang konstan dari periode ke

periode.

Spyros Makridakis dalam bukunya berjudul “Metode Dan Aplikasi

Peramalan” (1992) menyatakan bahwa metode pemulusan (smoothing) eksponensial dijelaskan sekelompok metode yang menunjukkan pembobotan

menurun secara eksponensial terhadap nilai observasi yang lebih tua.

ARIMA Box-Jenkins mengemukakan bahwa hal yang penting dalam analisa deret berkala adalah koefisien autokorelasi yang menunjukkan hubungan

antara suatu data deret berkala dengan deret berkala itu sendiri pada suatu

keterlambatan waktu (time lag) k periode. Autokorelasi untuk time lag dapat dicari dengan notasi sebagai berikut:

(18)

=meandari data aktual

= dataaktualpadaperiodet dengan lag k

Model Box-Jenkins (ARIMA) dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu model

Autoregressive (AR), Moving Average (MA), dan model campuran

Autoregressive Moving Average (ARIMA) yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama.

1. Model Autoregressive (AR)

Bentuk umum model Autoregressive dengan ordo p (AR (p)) atau model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:

= ′+ + + ⋯ + +

di mana:

= suatu konstanta

= nilaipengamatanperiode ke-p

= parameter Autoregressiveke-p = nilaikesalahanpadasaat t

, = parameter-parameter moving average

= nilai kesalahan pada saat t-q

3. Model Campuran

a. Proses ARMA

Model umum untuk campuran proses AR (p) murni dan MA (q) murni, misalnya ARMA (p,q) dinyatakan sebagai berikut:

= ′+ + + ⋯ + − − − ⋯ − +

b. Proses ARIMA

Apabila non stasioneritas ditambah pada campuran proses ARMA, maka

(19)

= ′+ + + ⋯ + + − − − ⋯ −

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret berkala

bersifat nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA

hanya berkenaan dengan deret berkala yang stasioner. Stasioneritas berarti tidak

terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data.Data secara kasarnya harus

horizontal sepanjang sumbu waktu. Suatu deret waktu yang tidak stasioner harus

diubah menjadi data stasioner dengan melakukan differencing. Yang dimaksud dengan differencing adalah menghitung perubahan atau selisih nilai observasi. Nilai selisih yang diperoleh dicek lagi apakah stasioner atau tidak. Jika belum

stasioner maka dilakukan differencing lagi. Jika varians tidak stasioner, maka dilakukan transformasi logaritma.

Sedangkan dengan metode peramalan pemulusan (smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown) persamaan yang digunakan sebagai berikut:

′ = ∝ + (1−∝) ′

" = ∝ ′ + (1−∝) ′

di mana:

′ = nilai pemulusan eksponensial tunggal

" = nilai pemulusan eksponensial ganda

∝ = parameter pemulusan eksponensial yang besarnya 0 < α < 1

(20)

1.5Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah meramalkan curah hujan di Kota Medan

untuk tahun 2015 dengan metode peramalan pemulusan (smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown) dan metode Box-Jenkins serta pemilihan metode peramalan berdasarkan nilai errror hasil peramalan.

1.6Kontribusi Penelitian

Kontribusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat menjadi suatu bahan masukan atau sebagai pertimbangan yang berguna

bagi BMKG dalam mengambil suatu kebijaksanaan.

2. Membantu penulis dalam menerapkan ilmu dan pengetahuan yang didapat

selama masa perkuliahan kedalam dunia nyata.

3. Dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan referensi bacaan untuk

mahasiswa matematika, terlebih bagi mahasiswa yang akan melakukan

penelitian dalam peramalan.

1.7Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini tahapan-tahapan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data curah hujan dari BMKG.

2. Penelusuran referensi ini bersumber dari buku, jurnal maupun penelitian yang

telah ada sebelumnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan metode

(21)

3. Menganalisis data menggunakan metode pemulusan (smoothing) eksponensial ganda

Mulai

Membuat Pemulusan (Smoothing) Ekponensial

Tunggal

Membuat Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda

Penyesuaian Nilai Tunggal (Nilai a)

Menentukan Taksiran Kecenderungan dari Periode

Waktu ke Periode Waktu Berikutnya (Nilai b)

Melakukan Peramalan

Selesa Pengumpulan

(22)

4. Menganalisa data menggunakan metode Box-Jenkins

Selesa Mulai

• Membuat Time Series Plot

• Membuat Plot ACF dan PACF

Data Sudah

Melakukan

Differencing

Identifikasi Model

Estimasi Parameter Model

Verifikasi Parameter Model

Penentuan Model

Melakukan Peramalan Pengumpulan

Data

Tidak

(23)

4. Melakukan perbandingan hasil analisis ramalan dengan menggunakan metode

pemulusan (smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown) dan metode Box-jenkins berdasarkan hasil nilai error peramalan curah hujan. 5. Menetapkan metode yang lebih efektif berdasarkan hasil peramalan curah

hujan di Kota Medan.

(24)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Peramalan

Peramalan digunakanan sebagai acuan pencegah yang mendasari suatu keputusan

untuk yang akan datang dalam upaya meminimalis kendala atau memaksimalkan

pengembangan baik dalam dunia usaha, peramalan cuaca dan sebagainya. Dalam

keefektifannya haruslah suatu peramalan tersebut adalah hasil dari proses

perhitungan yang sistematis. Dalam statistika, peramalan sangat bergantung pada

data histori.

Secara ilmiah metode peramalan dapat diklasifikasikan dalam dua

kelompok yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode peramalan

kualitatif lebih mengandalkan intuisi manusia dari pada penggunaan data historis

yang dimiliki. Metode ini banyak digunakan dalam banyak pengambilan

keputusan sehari-hari. Dalam hal ini ramalan dikatakan baik atau tidak bergantung

dari banyak hal antara lain pengalaman, perkiraan, dan pengetahuan yang didapat.

Metode peramalan kuantitatif merupakan peramalan yang didasarkan pada

data-data variabel yang bersangkutan di masa sebelumnya. Metode ini

menggunakan analisis statistik dan tanpa intuisi atau penilaian subyektif orang

yang melakukan peramalan. Menurut Makridakis dkk. (1992), peramalan dengan

menggunakan metode kuantitatif dapat diterapkan apabila terdapat tiga kondisi

berikut:

1. Tersedia informasi tentang masa lalu,

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik,

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus

(25)

2.2 Curah Hujan

Curah hujan adalah banyaknya air yang jatuh ke permukaan bumi. Satuan yang

digunakan adalah millimeter per jam (mm/jam). Dalam meteorologi butiran hujan

dengan diameter lebih dari 0,5 mm disebut hujan dan diameter antara 0,1-0,5 mm

disebut gerimis. Semakin besar butiran hujan maka akan semakin besar pula

kecepatan jatuhnya. Ketelitian alat ukur curah hujan adalah 1/10 mm. Pembacaan

dilakukan satu kali dalam sehari dan dicatat sebagai curah hujan hari terdahulu

(Suyono,1985).

Curah hujan di suatu daerah tidak sama dengan curah hujan di daerah lain.

Ada suatu daerah yang pada akhir tahun hujannya mulai meningkat tinggi dan

mencapai puncaknya dan pertengahan tahun mencapai titik terendahnya.

Sebaliknya, di daerah lain pada akhir tahun hujannya mencapai titik terendah,

sedangkan pada pertengahan tahun mencapai titik tertinggi (Suyono,1985).

Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama.

Namun masih tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000-3000 mm/tahun.

Curah hujan menurut BMKG dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Curah hujan rendah: 0-20 mm, 21-50 mm, 51-100 mm.

2. Curah hujan menengah: 101-150 mm, 151-200 mm, 201-300 mm.

3. Curah hujan tinggi: 301-400 mm.

4. Curah hujan sangat tinggi: 401-500 mm, >500 mm.

2.3 Metode Deret Berkala

Data berkala (Time Series) adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk memberikan gambaran tentang perkembangan suatu kegiatan dari waktu ke

(26)

Sedangkan data deret berkala adalah serangkaian nilai-nilai variabel yang

disusun berdasarkan waktu. Pada analisis data deret berkala ada empat komponen

salah satunya adalah variasi musim. Variasi musim merupakan gerakan suatu

deret berkala yang diklasifikasikan kedalam periode kurang dari satu tahun seperti

kwartalan, bulanan atau harian, atau gerakan periodik yang berulang

(Kustituanto,1984).

Data sebuah deret berkala dapat mempunyai atau tidak variasi musim, oleh

karena itu perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui apakah

deret tersebut mempunyai variasi musim atau tidak sebelum dilakukan

perhitungan. Metode yang paling sederhana untuk mengetahui adanya variasi

musim adalah dengan melihat pola yang ada pada plot time series. Pola variasi musim dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk yakni spesifik dan tipical. Pola spesifik menunjukkan variasi musim dalam periode misalnya kwartalan.

Sedangkan pola tipical menunjukkan rata-rata variasi musim dalam sejumlah periode seperti lima tahunan.

2.4 Metode Pemulusan (Smoothing)

Metode pemulusan (smoothing) adalah suatu metode peramalan dengan melakukan penghalusan terhadap masa lalu, yaitu dengan mengambil rata-rata

dari nilai beberapa tahun untuk menaksir nilai pada beberapa tahun ke depan.

2.4.1 Pemulusan (Smoothing) Eksonensial Tunggal

Teknik eksponensial tunggal linier satu parameter digunakan dengan menetapkan

bobot tertentu atas data yang tersedia dan berdasarkan bobot itu akan diketahui

pula bobot atas hasil peramalan sebelumnya. Penentuan besarnya bobot yang

(27)

2.4.2 Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown)

Metode ini merupakan metode linier yang dikemukakan oleh Brown. Dasar pemikiran dari metode pemulusan (smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown) adalah sama dengan rata-rata bergerak linier karena dua nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data sebenarnya. Persamaan

yang dipakai dalam penggunaan smoothing eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown) adalah sebagai berikut:

= Nilai pemulusan eksponensial tunggal " = Nilai pemulusan eksponensial ganda

∝ = Parameter pemulusan eksponensial yang besarnya 0 < α < 1

! , # = Konstanta pemulusan

$ % = hasil peramalan untuk periode ke depan yang diramalkan

2.4.3 Ketetapan Ramalan Beberapa Kriteria Digunakan Untuk Menguji

1. MSE (Mean Square Error) atau Rata-Rata Kesalahan Kuadrat

' ( = ∑ )*

+

,

(28)

kesalahan peramalan yang besar karena kesalahan-kesalahan itu

dikuadratkan.

2. SSE (Sum of Square Error) atau Jumlah Kuadrat Kesalahan

( = ∑, - 2.7

Sedangkan SSE menyatakan jumlah kuadrat penyimpangan, yang biasa disebut jumlah kuadrat kesalahan (sum of square for error). SSE diperoleh dengan cara mengkuadratkan kesalahan dan kemudian menjumlahkan seluruh

kesalahan. Dimana semakin kecil nilai SSE, maka semakin baik hasil ramalan.

di mana:

= $ ( kesalahan pada periode ke t ) = data aktual pada periode ke t $ = nilai ramalan pada periode ke t . = banyaknya periode waktu

2.5 Identifikasi Pola Data

Salah satu langkah penting dalam melakukan suatu metode peramalan yang

terbaik dengan mengidentifikasi pola data. Berapa komponen yang mungkin

terkandung dalam suatu deret waktu adalah sebagai berikut:

1. Kompenan trend ditunjukkan dengan adanya peningkatan atau penurunan

dalam satu periode.

2. Komponen musiman ditunjukkan dengan pola berulang dari waktu ke waktu.

Variasi musiman biasanya timbul karena adanya pengaruh cuaca suatu musim

(29)

2.6 Metodologi Untuk Menganalisis Data Deret Berkala

1. Plot Data

Langkah pertama yang baik untuk menghasilkan data deret berkala adalah

memplot data tersebut secara grafis yang bermanfaat untuk memplot berbagai

versi data dan melihat plot data tersebut stasioner atau tidak dari data yang

ingin diramalkan.

2. Stasioner dan Nonstasioner

Model ARIMA yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret

berkala bersifat nonstasioner dan bahwa aspek-aspek Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA) dari model ARIMA hanya berkenaan dengan deret berkala stasioner. Stasioneritas berarti tidak mengalami pertumbuhan

atau penurunan pada data. Data secara kasarnya harus horizontal sepanjang

sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data berada pada suatu nilai

rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu, dan varians dari fluktuasi

tersebut tetap konstan setiap waktu.

Kestasioneritasan data dapat diperiksa dengan analisis autokorelasi

dan autokorelasi parsial. Autokorelasi-autokorelasi dari data yang stasioner

mengecil secara drastis membentuk garis lengkung kearah nol setelah periode

kedua dan ketiga. Jadi apabila autokorelasi pada periode satu, dua ataupun

ketiga tergolong signifikan sedangkan autokorelasi pada periode lainnya tidak

signifikan maka data tersebut bersifat stasioner.

Menurut Box-Jenkins data deret berkala yang tidak stasioner dapat ditransformasikan menjadi data yang stasioner dengan melakukan proses

pembedaan (differencing) pada data aktual. Pembedaan orde pertama dari data aktual dapat dinyatakan sebagai berikut:

/ = − ; untuk t = 2,3,...,N 2.8

(30)

Notasi yang sangat bermanfaat dalam metode pembedaan adalah operator

tersebut dua periode ke belakang sebagai berikut:

0(0 ) = 0 = 2.11

Apabila suatu deret berkala tidak stasioner maka data tersebut dapat dibuat

lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama dari deret

data dan persamaannya adalah sebagai berikut:

′= − 2.12

Pembedaan orde pertama

=

2− 0 = (1 − 0) 2.13

Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1 − 0). Sama halnya apabila

pembedaanorde kedua (yaitu pembedaan pertama dari pembedaan pertama

sebelumnya)harus dihitung, maka:

Identifikasi model berkaitan dengan penentuan orde pada ARIMA. Oleh

karena itu, identifikasi model dilakukan setelah melakukan analisis deret

berkala untuk mengetahui adanya autokorelasi dan kestasioneran data

(31)

pembedaan. Jika data tidak stasioner dalam hal varians maka dapat dilakukan

transformasi dan jika data tidak stasioner dalam rata-rata maka dapat

dilakukan pembedaan. Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data

deret berkala adalah dengan membuat plot data time series terlebih dahulu. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui adanya trend dan pengaruh musiman pada data tersebut. Langkah selanjutnya adalah menganalisis koefisien

autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsialnya dengan tujuan mengetahui

kestasioneran data dalam rata-rata dan dari plot ACF, PACF tersebut dapat

diidentifikasi orde model ARMAnya.

5. Keofisien Autokorelasi

Secara matematis rumus untuk koefisien autokorelasi dapat dituliskan dengan

rumus seperti pada persamaan sebagai berikut:

=∑645789(3* 3)(3*45 3)

Apabila merupakan fungsi atas waktu, maka hubungan autokorelasi

dengan lagnya dinamakan fungsi autokorelasi (Autocorrelation Function) sering disebut ACF dan dinotasikan oleh:

: =∑645789(3* 3)(3*45 3)

∑6789(3* 3)+ 2.16

Konsepsi lain pada autokorelasi adalah autokorelasi parsial (Partial Autocorrelation Funcition) sering disebut PAFC. Seperti halnya autokorelasi yang merupakan fungsi atas lagnya, yang hubungannya dinamakan

autokorelasi (ACF), autokorelasi parsial juga merupakan fungsi atas lagnya,

(32)

Dengan n adalah banyaknya data. Ini berarti bahwa 95% dari seluruh

koefisien korelasi berdasarkan sampel harus terletak didalam daerah nilai

tengah ditambah atau dikurangi 1,96 kali kesalahan standar (Makridakis,

1992).

-1.96 (1/√=) ≤ +1.96 (1/ √=) 2.18

6. Koefisien Autokorelasi Parsial

Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan (association) antara dan pengaruh dari time-lag 1,2,3,... dan seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret berkala adalah

untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan.

2.7 Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

Model ARIMA (Autoregresive Integrated Moving Average) merupakan metode yang secara intensif dikembangkan oleh Goerge Box Dan Jenkins. Metode ARIMA berbeda dengan metode peramalan lain karena tidak mensyaratkan suatu

pola data tertentu supaya model dapat bekera dengan baik. Metode ARIMA akan

bekerja dengan baik apabila data deret berkala yang dipergunaknan besifat

dependent atau berhubungan satu sama lain secara statistik.

Secara umum model arima dirumuskan dengan notasi sebagai berikut:

ARIMA (p,d,q)

di mana:

P menunjukkan orde atau derajat autoregressive (AR) D menunjukkan orde atau derajat differencing

Q menunjukkan orde atau derajat moving average (MA)

Model box-jenkins dikelompokkan menjadi tiga kelompok: 1. Model autoregressive

2. Model moving average

(33)

2.7.1 Model Autoregressive (AR)

Model AR menunjukkan nilai prediksi variabel dependen hanya merupakan

fungsi linear dari sejumlah aktual sebelumnya. Misalnya nilai variabel

dipenden hanya dipengaruhi oleh nilai variabel tersebut satu periode

sebeumnya maka model ini disebut model Autoregressive tingkat pertama. Model ini dapat ditulis sebagai berikut :

= ′+ + + ⋯ + + 2.19

dimana:

′ = Suatu konstanta

= Nilai pengamatan periode ke-p = Parameter Autoregressive ke-p

= Nilai kesalahan pada saat t

Persamaan umum model autoregressive (AR) dengan orde p juga dapat ditulis sebagai berikut:

B1 − 0 − 0 − ⋯ − 0 C = ′

+ 2.20

Dalam hal ini B menyatakan operator penggerak mundur.

Model AR menunjukkan bahwa nilai prediksi variabel hanya merupakan fungsi

linear dari sejumlah aktual sebelumnya (Makridakis, 1992).

2.7.2 Model Moving Average (MA)

Model MA mempunyai orde (D), sehingga model tersebut biasanya dituliskan

sebagai MA(D). Model MA ini menyatakan bahwa nilai prediksi variabel

dependen hanya dipengaruhi oleh nilai residual sebelumnya atau tiap-tiap

(34)

dimana:

′ = suatu konstanta

, = parameter-parameter moving average

= nilai kesalahan pada saat t-q

Dengan menggunakan operator penggerak mundur model rataan bergerak dari

persamaan (2.21) dapat ditulis sebagai berikut: = ′

+ (1 − 0 − 0 − ⋯ − 0 ) 2.22

Dalam hal ini B menyatakan operator penggerak mundur.

2.7.3 Model campuran Autoregressive Moving Average (ARMA)

Apabila suatu deret waktu tanpa proses differencing (d=0) dinotasikan dengan model ARIMA (p,0,q). Model ini dinamakan dengan model autoregressive moving average berorde (p,q). Secara singkat bentuk umum model proses

autoregressive orde p dan berorde (p,q) adalah sebagai berikut: = ′

+ + + ⋯ + − − − ⋯ − 2.23

+

Dengan operator penggerak mundur proses ARMA (p,q) sebagai berikut:

B1 − 0 − 0 − ⋯ − 0 C = ′+ B1 − 0 − 0 − ⋯ − 0 C

2.24

2.7.4 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Apabila data deret waktu tidak stasioner, model box-jenkins ini disebut model

Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Jika F menyatakan banyaknya proses differencing, maka bentuk umum model ARIMA (p,d,q) yang mengkombinasikan model autoregressive berorde p dengan model moving average berorde q ditulis dengan ARIMA (p,d,q) adalah sebagai berikut:

= ′+ + + ⋯ + +

2 G−2− ⋯ 2.25

(35)

Atau dengan operator penggerak mundur model ARIMA (p,d,q) dapat ditulis sebagai berikut:

B1 − 0 − 0 − ⋯ − 0 C/ = ′+ B1 − 0 − 0 − ⋯ − 0 C

2.26

Dalam hal ini / menyatakan bahwa deret waktu sudah di differencing. Dengan menotasikan ′ sebagai berikut:

= (1 − − − ⋯ − ) H′ 2.27

Dengan H′ adalah rata-rata dari data waktu yang sudah di differencing.

2.8 Model Arima dan Musiman

Musiman didefinisikan sebagai suatu pola data yang berulang-ulang dalam selang

waktu tetap. Untuk data stasioner faktor musiman dapat ditentukan dengan

mengidentifikasikan koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi secara signifikan berbeda dari nol

menyatakan adanya satu pola dalam data. Untuk mengenali adanya faktor

musiman, dapat dilihat dari autokorelasi yang tinggi. Secara umum notasi ARIMA

faktor musiman adalah:

ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)I

di mana:

(p,d,q) = Bagian yang tidak musiman dari model

(P,D,Q) = Bagian musiman dari model

S = Jumlah periode per musim

Model ARIMA (1,1,1)(1,1,1) yang mengandung faktor musiman adalah sebagai

berikut:

(1 − 0)(1 − 0 )(1 − 0)(1 − 0 ) (1 − 0)(1 −Ɵ 0 ) 2.28

di mana:

(36)

(1 − 0) = MA(1) tidak musiman (1 −Ɵ 0 ) = MA(1) musiman

2.9 Estimasi Parameter Model

Tahap selanjutnya dilakukan estimasi parameter model untuk mencari parameter

estimasi yang paling efisien untuk model. Estimasi parameter dilakukan dengan

menetapkan model awal parameter (koefisien model) denganbantuan analisis

regresi linier untuk mencari nilai konstanta dan koefisien regresi dari model.

Dalam mencari nilai etimasi model ARIMA ini sangat rumit sehingga digunakan

bantuan program komputer software Minitab.

2.10 Verifikasi Parameter Model

Langkah ini dilakukan untuk memeriksa apakah model ARIMA yang dipilih

cukup cocok untuk data. Verifikasi dilakukan dengan menggunakan uji

distribusi t. Adapun verifikasi yang dilakukan terhadap parameter-parameter

model ARIMA sebagai berikut:

GJ- K L =I) )I -%MI- M;M%) );)I -%MI- M;M%) ); 2.29

Dengan kriteria keputusan H0 ditolak jika:

NGJ- K LN > GP

+,

2.30

1. QR: ∅ = 0 (nilai parameter ∅ tidak signifikan) Q : ∅ ≠ 0 (nilai parameter ∅ signifikan)

Selanjutnya adalah menghitung nilai GJ- K Ldengan rumus sebagai berikut:

GJ- K L = ∅9 V

WX(∅9) 2.31

di mana:

∅V = Koefisien parameter ∅

(37)

Nilai parameter dikatakan signifikan apabila nilaiNGJ- K LN > GMY)Z. Artinya,

QR ditolak dan Q diterima. Sebaliknya, jika nilai NGJ- K LN < GMY)Z maka QR

diterima dan Q ditolak.

2. QR: ∅ = 0 (nilai parameter ∅ tidak signifikan) Q : ∅ ≠ 0 (nilai parameter ∅ signifikan)

Selanjutnya adalah menghitung nilai GJ- K L dengan rumus sebagai berikut:

GJ- K L = ∅+ V

WX(∅+) 2.32

di mana:

∅V = Koefisien parameter ∅

((∅ ) = Standard Error koefisien parameter ∅

Nilai parameter dikatakan signifikan apabila nilaiNGJ- K LN > GMY)Z. Artinya,

QR ditolak dan Q diterima. Sebaliknya, jika nilai NGJ- K LN < GMY)Z maka QR

diterima dan Q ditolak.

3. QR: ∅\ = 0 (nilai parameter ∅\ tidak signifikan) Q : ∅\ ≠ 0 (nilai parameter ∅\ signifikan)

Selanjutnya adalah menghitung nilai GJ- K L dengan rumus sebagai berikut:

GJ- K L = ∅]

diterima dan Q ditolak.

Setelah model ditemukan, maka parameter dari model harus diestimasi.

Terdapat dua cara mendasarkan yang dapat digunakan untuk pendugaan terhadap

(38)

2. Perbaikan secar iteratif yaitu dengan cara memilih taksiran awal dan

kemudian membiarkan program komputer untuk memperhalus penaksiran

(39)

BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda (Linier Satu Perameter dari Brown)

3.1.1 Plot Time Series Curah Hujan Kota Medan

Adapun data yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah data curah hujan

pada tahun 2010-2014 di Kota Medan.

Tabel 3.1 Curah Hujan Kota Medan (mm)

Bulan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Januari 171 183 181 158 20

Februari 84 64 102 267 29

Maret 269 376 202 116 129

April 80 205 172 174 140

Mei 302 219 470 157 326

Juni 164 105 88 125 62

Juli 196 205 317 91 161

Agustus 329 233 185 421 233

September 166 164 288 374 266

Oktober 194 475 432 509 322

November 442 211 275 243 184

Desember 152 235 222 499 222

(40)

Plot data curah hujan di Kota Medan pada tahun 2010-2014 dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Plot Data Curah Hujan

Bentuk pola data curah hujan pada gambar (3.1) merupakan data musiman,

dimana pola data musiman yang menunjukkan perubahan yang berulang-ulang

secara periode dalam deret waktu.

3.1.2 Analisis Pemulusan Eksponensial Ganda (Linier Satu Parameter dari Brown)

Pola pemulusan ekponensial tunggal dilakukan peramalan dangan satu kali

penghalusan saja. Sedangkan pada metode Brown ini dilakukan dua kali penghalusan dan kemudian dilakukan peramalan. Jika parameter pemulusan α

tidak mendekati nol, pengaruh dari proses inisialisasi dengan cepat menjadi

kurang berarti dengan berlalunya waktu. Tetapi, jika α mendakati nol prosesnya

inisialisasi tersebut dapat menjadi lebih berarti dari data yang sebenarnya.

Maka dari analisis yang telah dilakukan, penulis akan menentukan

parameter α-nya adalah α = 0,01 dan 0,05, karena dari hasil analisis nilai error

terkecil berada pada α = 0,01 dan 0,05. Untuk mencari perhitungan pemulusan

(41)

a. Perhitungan Eksponensial Tunggal

e. Peramalan untuk. bulan ke-62 atau periode ke-2 (m=2)

$ % = !G+# & 3.5

$dR = 212,592 + 0,176(2)

$dR = 212,944

Demikian seterus.nya untuk periode-periode selanjutnya dan dapat dilihat pada

(42)
(43)
(44)

Plot data curah hujan di Kota Medan dengan parameter ∝ = 0,01 dapat dilihat pada gambar 3.2

Gambar 3.2 Plot Ramalan Data Curah Hujan 2015

Bentuk ramalan pola data curah hujan pada gambar (3.2) merupakan pola data

yang linier.

Tabel 3.3 Peramalan Curah Hujan (mm) parameter ∝ = f, fh

(45)
(46)

Tabel 3.3 Lanjutan

Plot data curah hujan di Kota Medan dengan parameter ∝ = 0,05 dapat dilihat

gambar 3.3

Gambar 3.3 Plot Ramalan Data Curah Hujan 2015

(47)

3.1.3 Nilai kesalahan (Galat)

Sebelum mencari nilai kesalah tersebut, terlebih dahulu data dibuat dalam bentuk

tabel yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.4 Nilai Kesalahan dengan parameter ∝= f, fg

(48)

Tabel 3.4 Lanjutan

Jumlah 13386 1868,704 898162,300 5369,262

Keterangan:

(49)

Selanjutnya, mencari nilai SSE dan MSE dengan cara sebagai berikut:

Berikut adalah nilai kesalahan metode Brown untuk nilai ∝ = 0,05.

Tabel 3.5 Nilai Kesalahan dengan parameter ∝= f, fh

(50)

Tabel 3.5 Lanjutan

(51)

Keterangan:

= $ (kesalahan pada periode ke-t) = kesalahan pada periode ke-t dipangkatkan | | = absolut nilai kesalahaan

Untuk lebih jelas perbandingan nilai SSE dan MSE dari kedua parameter yakni 0,01 dan 0,05 dapat dilihat pada tabel 3.6.

Tabel 3.6 Hasil Nilai Kesalahan

Parameter SSE MSE

0,01 898.162,3 15.485,557

0,05 908.119,486 15.657,233

Dimana untuk mendapatkan nilai-nilai pada tabel (3.4) dipakai = = 58, karena

perhitungan nilai galat dimulai pada bulan maret tahun 2010.

Berdasarkan teori-teori sebelumnya, ramalan yang baik adalah ramalan

yang mempunyai nilai galat (kesalahan) yang paling kecil, dimana hal itu

dilakukan dengan adanya pencocokan suatu model ramalan dengan parameter

tertentu dengan data historis yang ada. Semakin kecil nilai MSE dan SSE maka dapat dikatakan peramalan semakin mendekati akurasi yang baik.

3.2 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

3.2.1 Plot Time Series Curah Hujan Kota Medan

Langkah pertama dalam melakukan peramalan dengan metode ARIMA yang

(52)

Gambar 3.4 Plot Data Time Series Curah Hujan (mm)

Langkah selanjutnya adalah membuat plot analisis trend data curah hujan kota Medan. Tujuannya adalah untuk melihat kestasioneran data. Di bawah ini adalah

plot analisis trend data curah hujan Kota Medan.

Gambar 3.5 Plot Trend Curah Hujan (mm)

Berdasarkan gambar 3.5 dapat dilihat bahwa garis trend belum sejajar dengan sumbu x sehingga dapat dikatakan data belum stasioner dalam rata-rata dan varians. Oleh karena itu, dilakukan differencing. Data differencing dapat dilihat pada tabel 3.7.

Trend Analysis Plot for Curah Hujan Kota Medan

Year

(53)

Tabel 3.7 Differencing Data Curah Hujan Kota Medan

j = data pembedaan pertama

(54)

Untuk plot trend data curah hujan kota Medan dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Plot Trend Curah Hujan (mm) Setelah Pembedaan Pertama

Berdasarkan gambar 3.6 plot trend curah hujan setelah pembedaan pertama terlihat bahwa data sudah stasioner (rata-rata dan variansinya konstan).

3.2.2 Identifikasi Model

Dalam mengidentifikasi model ARIMA, nilai yang harus lebih dahulu dicari

adalah nilai Autocorrelation Function (ACF) dan nilai Partial Autocorrelation Function (PACF) Untuk mencari nilai koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial dapat dilakukan sebagai berikut:

=,∑, 3.8

(55)

l = ∑, ( − ) × (j9)

Sehingga untuk nilai koefisien autokorelasi 1 dan 2 adalah:

=ll

Perhitungan untuk mencari koefisien autokorelasi juga dapat dibuat dalam bentuk

(56)

Tabel 3.8 Lanjutan

Jumlah 51 1752229 -1069147 500158,8

Rata-rata

= Data Curah Hujan kota Medan setelah differencing pertama j = − di mana = 0 dan t = 2, 3, 4, …, 60

(57)

j9= merupakan nilai dari j di mana nilai j = j( \)9, j \= j( n)9, j n= j( t)9, dan seterusnya,

j+= merupakan nilai dari j di mana nilai j = j( n)+, j \= j( t)+, j n= j( d)+, dan seterusnya,

Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi

autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari data time series

yang sudah stasioner, Model Box-Jenkins terdiri dari (Gaynor & Patrick, 1994):

a. Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dies down) maka diperoleh model non seasonal MA (q = 1 atau 2)

b. Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L, lag non musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dies down) maka diperoleh model seasonal MA (Q = 1)

c. Jika ACF terpotong setelah lag musiman L; lag non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 dan 2 maka diperoleh model non seasonal-seasonal MA (q = 1 atau 2, Q = 1)

d. Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2, lag musiman tidak signifikan maka diperoleh model non seasonal AR (p =1 atau 2),

e. Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L, lag non musiman tidak signifikan maka diperoleh model seasonal AR (P=1)

f. Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L dan non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2 maka diperoleh model non seasonal dan seasonal AR (p = 1 atau 2 dan P = 1)

g. Jika ACF dan PACF perlahan-lahan menghilang (dies down) maka diperoleh

(58)

lampiran 1, Setelah mendapat nilai koefisien autokorelasi maka selanjutnya adalah

membuat plot autokorelasi. Hasil plot autokorelasi dapat dilihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Plot Autokorelasi

Selanjutnya adalah mencari nilai koefisien autokorelasi parsial dengan rumus

sebagai berikut: ∅ = = −0,61016, ∅ =;+ ;9+

;9+ =

R, ut R,\v

R,\v = −0,138

Untuk autokorelasi parsial selanjutnya dapat dilihat pada lampiran 2, Berikut

adalah hasil plot autokorelasi parsial:

(59)

Dari gambar 3.7 plot autokorelasi (ACF) dan gambar 3.8 plot autokorelasi

parsial (PACF) menunjukkan bahwa pola ACF cenderung terpotong (cut off) pada lag 1 dan 2 sementara pola PACF cenderung perlahan-lahan menghilang

(dies down) sehingga estimasi yang diperoleh adalah model ARIMA (1,1,0) (1,1,0)12 dan (2,1,0) (1,1,0)12.

Model pertama yang ditetapkan adalah ARIMA (1,1,0) (1,1,0)12 dengan bentuk

model persamaan sebagai berikut:

(1 − ∅ 0 )(1 − Φ 0 ) = (1 − 0) 3.12

Model kedua adalah ARIMA (2,1,0) (1,1,0)12 dengan bentuk model persamaan

sebagai berikut:

(1 − ∅ 0 − ∅ 0 )(1 − Φ 0 ) = (1 − 0) 3.13

3.2.3 Estimasi Parameter Model

Model ARIMA yang ditetapkan ada dua yaitu ARIMA (1,1,0) (1,1,0)12 dan (2,1,0)

(1,1,0)12 maka tahap selanjutnya adalah melakukan estimasi terhadap parameter

kedua model. Dalam mencari nilai estimasi parameter model ARIMA ini sangat

rumit sehingga digunakan bantuan program komputer yaitu software Minitab 17,0. Berikut adalah estimasi parameter-parameter untuk model ARIMA (1,1,0)

(1,1,0)12:

Tabel 3.9 Final Estimates of Parameters ARIMA (1,1,0) (1,1,0)12

Parameter Koefisien SE Koefisien T P

∅ -0,6174 0,1191 -5,18 0,000

Φ -0,9128 0,1245 -7,33 0,000

Sumber: Minitab 17.0

Nilai-nilai parameter yang diperoleh yakni dengan nilai ∅ = −0,6174,

dan Φ = −0,9128 Sedangkan untuk model ARIMA (2,1,0) (1,1,0)12 adalah:

(60)

Berdasarkan tabel 3.10 diperoleh bahwa nilai-nilai parameter ∅ = −0,8616,

∅ = −0,3951, dan Φ = 0,9331.

3.2.4 Verifikasi Parameter Model

Setelah mendapatkan nilai-nilai parameter dari kedua model ARIMA maka

langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi terhadap parameter-parameter

kedua model ARIMA tersebut dengan menggunakan uji distribusi t.

Adapun verifikasi yang dilakukan terhadap parameter-parameter model

ARIMA (1,1,0) (1,1,0)12 yaitu:

4. QR: ∅ = 0 (nilai parameter ∅ tidak signifikan)

Q : ∅ ≠ 0 (nilai parameter ∅ signifikan)

Selanjutnya adalah menghitung nilai GJ- K Ldengan rumus sebagai berikut:

GJ- K L= ∅9

V

WX(∅9) 3.12

GJ- K L=−0,61740,1191 = −5,18

Keterangan:

∅V = Koefisien parameter ∅

((∅ ) = Standard Error koefisien parameter ∅

Nilai parameter dikatakan signifikan apabila nilaiNGJ- K LN > GMY)Z. Artinya,

QR ditolak dan Q diterima. Sebaliknya, jika nilai NGJ- K LN < GMY)Z maka QR

diterima dan Q ditolak. Ketika nilai x = 1% dan jumlah data curah hujan

kota Medan sebanyak 60 (= = 60) maka diperoleh nilai

GMY)Z ( %; ) = 2,391 ( lampiran 3) sehingga dapat ditarik kesimpulan

bahwa nilaiNGJ- K LN = 5,18 > GMY)Z ( %; ) = 2,391, Dengan kata lain, QR

ditolak dan Q diterima atau parameter ∅ signifikan.

5. QR: Φ = 0 (nilai parameter Φ tidak signifikan)

Q : Φ ≠ 0 (nilai parameter Φ signifikan)

(61)

GJ- K L= {|9+

ΦV = Koefisien parameter Φ

((Φ ) = Standard Error koefisien parameter Φ

Nilai parameter dikatakan signifikan apabila nilaiNGJ- K LN > GMY)Z. Artinya,

QR ditolak dan Q diterima. Sebaliknya, jika nilai NGJ- K LN < GMY)Z maka QR

diterima dan Q ditolak. Ketika nilai x = 1% dan jumlah data curah hujan

kota Medan sebanyak 60 (= = 60) maka diperoleh nilai GMY)Z ( %; )=

2,3931 (lampiran 3) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

nilaiNGJ- K LN = 7,33 > GMY)Z ( %;tc)= 2,3931. Dengan kata lain, QR ditolak

dan Q diterima atau parameter Φ signifikan. Cara lain adalah melihat

perbandingan nilai signifikansi yang digunakan yaitu 1% dengan nilai

probability. Apabilai nilai p lebih kecil dari nilai signifikansi yang digunakan maka dapat dikatakan bahwa parameter signifikan. Sebaliknya, apabila nilai p

lebih besar dari nilai signifikansi yang digunakan maka parameter tidak

signifikan. Dari hasil olahan data dengan software Minitab (lampiran 4) diperoleh nilai } = 0,000 < 0,01 sehingga parameter Φ signifikan.

Untuk mencari parameter dari model ARIMA (2,1,0) (1,1,0)12 dapat

dilakukan dengan cara yang sama. Dalam hal ini, signifikansi yang digunakan

sebesar 0,05 (5%). Dari hasil olahan data dengan software Minitab

(lampiran 4) diperoleh nilai p dari ∅ , ∅ dan Φ masing-masing adalah 0,000, 0,010 dan 0,000. Artinya ketiga parameter dapat dikatakan signifikan

(62)

Tabel 3.11 Uji Signifikansi Nilai-Nilai Parameter Model ARIMA (1,1,0) (1,1,0)12 dan ARIMA (2,1,0) (1,1,0)12

Model ARIMA Parameter Koefisien P Keputusan

(`1,1,0) (1,1,0)12 ∅ -0,6174 0,000 Signifikan

Berdasarkan hasil verifikasi nilai-nilai parameter dari model ARIMA (1,1,0)

(1,1,0)12 dan ARIMA (2,1,0) (1,1,0)12 dapat dibuat persamaan dari ke dua model

tersebut sebagai berikut :

Persamaan Model ARIMA (1,1,0) (1,1,0)12

(1 − ∅ 0 )(1 − Φ 0 ) = (1 − 0)

(1 − 0,6174)0 )(1 − (−0,91280 ) = (1 − 0) (1 + 0,61740 )(1 + 0,91280 ) = (1 − 0)

Sedangkan persamaan model ARIMA (2,1,0) (1,1,0)12

(1 − ∅ 0 − ∅ 0 )(1 − Φ 0 ) = (1 − 0)

(1 − (−0,8616)0 − (−0,3951)0 )(1 − (−0,9331)0 ) = (1 − 0) (1 + 0,86160 + 0,39510 )(1 + 0,93310 ) = (1 − 0)

3.2.6 Peramalan

Dengan menggunakan program komputer yaitu Minitab 17,0 dapat diperoleh

peramalan untuk 12 periode ke depan yang disajikan dalam bentuk tabel.

Peramalan yang ditampilkan adalah peramalan dengan tingkat signifikansi 0,01

dan 0,05. Berikut adalah hasil peramalan curah hujan kota Medan Tahun 2015

(63)

Tabel 3.12 Peramalan Curah Hujan Kota Medan Tahun 2015 (mm)

Februari 202,998 190,191

Maret 56,634 53,272

April 118,333 93,355

Mei 111,368 99,584

Juni 61,010 45,430

Juli 34,594 18,074

Agustus 341,712 331,216

September 299,065 285,954

Oktober 425,937 414,465

November 169,009 155,339

Desember 404,428 394,527

3.2.7 Melakukan perbandingan hasil analisis ramalan

Berikut adalah perbandingan peramalan curah hujan Kota Medan tahun 2015 yang

disajikan dalam bentuk tabel:

Tabel 3.14 Peramalan Curah Hujan (mm) Kota Medan Tahun 2015

Bulan

Metode Pemulusan

Eksponensial Metode Box-Jenkins

∝ =0,01 ∝ =0,05 ∝ =0,01 ∝ =0,05

Januari 212,768 226,417 79,397 55,096

Februari 212,944 226,468 202,998 190,191

Maret 213,121 226,518 56,634 53,272

April 213,297 226,568 118,333 93,355

Mei 213,474 226,619 111,368 99,584

Juni 213,65 226,669 61,010 45,43

Juli 213,826 226,719 34,594 18,074

Agustus 214,003 226,769 341,712 331,216

September 214,179 226,82 299,065 285,954

Oktober 214,356 226,87 425,937 414,465

Nopember 214,532 226,92 169,009 155,339

(64)

Sehingga dapat dikatakan bahwa keakurasian peramalan dengan metode

ARIMA lebih baik dari pada Metode pemulusan (smoothing) eksponensial ganda (linier satu parameter dari Brown). Hal ini juga didukung dari bentuk pola data yang dihasilkan dari kedua metode tersebut, di mana hasil plot data

peramalan ARIMA tidak jauh berbeda dengan bentuk atau pola data

sebelumnya. Sementara, hasil plot data dari pemulusan (smoothing) ekponensial ganda sangat berbeda, karena hasil pola data dari metode

(65)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diketahui bahwa :

1. Peramalan metode pemulusan eksponensial ganda (linier satu parameter

dari Brown) dengan ∝= 0,01 menghasilkan nilai kesalahan (galat) SSE = 898,162,3 dan MSE = 15,485,557.

2. Peramalan metode pemulusan eksponensial ganda (linier satu parameter

dari Brown) dengan ∝= 0,05 menghasilkan nilai kesalahan (galat) SSE = 908,119,486 dan MSE = 15,657,233.

3. Peramalan Box-Jenkins dengan ∝= 0,01 menghasilkan nilai kesalahan (galat) SSE = 773,399 dan MSE = 17,577.

4. Peramalan Box-Jenkins dengan ∝= 0,05 menghasilkan nilai kesalahan (galat) SSE = 665,432 dan MSE = 15,475.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode pemulusan eksponensial

ganda (linier satu parametr dari Brown) tidak sesuai dengan data curah hujan karena metode pemulusan eksponensial tidak memperhatikan bentuk musiman

pola data curah hujan sementara metode Box-Jenkins dapat digunakan dalam meramalkan curah hujan karena metode Box-Jenkins memperhatikan bentuk atau pola musiman dari data curah hujan. Adapun model Box-Jenkins yang layak digunakan (lebih baik) dalam meramalkan curah hujan tahun 2015 adalah model

(66)

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah sebelum melakukan

peramalan sebaiknya penelitian terlebih dahulu melihat bentuk atau pola data

yang akan diteliti dan kemudian memilih metode peramalan sesuai dengan bentuk

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Lerbin. 2002. Peramalan Bisnis. Edisi 1. Jakarta: Ghalia Indonesia

Arga. 1984. Analisa Runtun Waktu Teori & Aplikasi. Yogyakarta: BPEF

Firdaus. Muhammad. 2011. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Edisi 2. Jakarta: PT Bumi Aksara

Gaynor, PE and Kirkpatrick RC. 1994. Introduction to Time Series Modelling and Forcesting in Business and Economics. Mc Grow Hill, Singapore.

Kustituanto, Bambang. 1984. Statistik Analisis Runtun Waktu Dan Regresi Korelasi. Yogyakarta: BPEF

Lubis, Edyan Syahputra. 2009. Aplikasi Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Dari Brown Untuk Peramalan Produksi Kelapa Sawit Pada PT.Perkebunan Nusantara III Tahun 2010 dan 2011. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Manurung, Alder Haymans. 1990. Teknik Peramalan Bisnis Dan Ekonomi. Jakarta:

Rineka Cipta.

Makridakis, S, dkk. 1992. Metode Dan Aplikasi Peramalan. Jilid 1. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga.

Panjaitan, Lukas. 2012. peramalan Hasil Produksi Aluminium Batangan Pada PT Inalum Dengan Metode Arima. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Rara, Dyah. 2014. Model Fungsi Transfer Bivariat Untuk Meramalkan Curah Hujan di Kabupaten Deli Serdang. Medan : Universitas Sumatera Utara.

(68)
(69)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Autocorrelations

Series: Curah_Hujan

Lag Autocorrelation Std. Errora

(70)

Lanjutan Lampiran 1 Tabel Autokorelasi

Lag Autocorrelation Std. Errora Box-Ljung Statistic

Value df Sig.b

a. The underlying process assumed is independence (white noise).

(71)
(72)

Lanjutan lampiran 2 tabel autokorelasi parsial

Lag Partial

Autocorrelation Std. Error

37 -.035 .130

38 -.001 .130

39 -.010 .130

40 -.012 .130

41 .004 .130

42 -.054 .130

43 -.002 .130

44 -.096 .130

45 .023 .130

46 .071 .130

47 .023 .130

48 -.009 .130

49 -.035 .130

50 -.072 .130

51 .080 .130

52 -.022 .130

53 -.085 .130

54 .048 .130

55 -.060 .130

56 -.050 .130

(73)
(74)
(75)
(76)

Lampiran 4

Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 12 Number of observations: Original series 60, after differencing 47

(77)
(78)

Number of observations: Original series 60, after differencing 47

Residuals: SS = 665432 (backforecasts excluded) MS = 15475 DF = 43

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Gambar

Tabel 3.1 Curah Hujan Kota Medan (mm)
gambar 3.1
Tabel 3.2 Peramalan Curah Hujan (mm) parameter ∝ = f, fg.
Tabel 3.2 Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

2 1.2 Tumbuhnya kesadaran bahwa tubuh harus dipelihara dan dibina, sebagai wujud syukur kepada sang Pencipta 2.4 Menunjukkan kemauan bekerja sama dalam melakukan berbagai

create the concept of shops such as Ginza, for branded products with high product quality, and products that are slightly cheaper but still qualified, to attract consumers

Peminjam yang merasa keberatan untuk membayar angsuran, bisa melakukan rekonstruksi pinjaman dengan menambah jangka waktu pinjaman dan menurunkan nilai angsuran. Dan

Proses dilakukan dengan mengukur konsentrasi oksigen terlarut disetiap waktu kontak pada variasi yang sudah ditentukan.Gambar 5 dibawah ini menunjukkan kelarutan oksigen dalam

Syarat utama dari penﱡikat adalah harus ikut terbakar dan dapat menambah nilai kalor, penambahan penﱡikat yanﱡ tidak semestinya (baik jenis maupun komposisinya) akan dapat

Uji coba yang bertujuan untuk mengetahui apakah progam berjalan sesuai dengan yang diharapkan pengembang, dan menambahkan jika ada kebutuhan yang lupa untuk dicantumkan

Dengan perbandingan yang sesuai antara peta geologi regional, data perhitungan dan dibantu dengan foto citra satelit dapat diketahui bahwa litologi yang di indikasikan

Tujuan pembahasan ini adalah untuk mengetahui metode yang paling baik antara metode trapesium dan metode simpson dalam menghitung dan mencari luas dan volume badan kapal