• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VOLATILITAS HARGA DAGING SAPI POTONG

DAN DAGING AYAM BROILER DI INDONESIA

FADILA JZUQYNOVA BURHANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Fadila Jzuqynova Burhani

(4)

ABSTRAK

FADILA JZUQYNOVA BURHANI. Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.

Kebutuhan konsumsi daging penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Namun harga daging sapi dan daging ayam berfluktuasi. Nilai volatilitas yang besar atau kecil menggambarkan seberapa besar tingkat risiko yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Fluktuasi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler dapat disebabkan oleh jumlah penawaran dan jumlah permintaan yang tidak seimbang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis proyeksi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia pada masa yang akan datang, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia, mengidentifikasi alternatif strategi terkait dengan volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode Februari 2003 – Februari 2013. ARCH-GARCH digunakan untuk menganalisis volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia. Analisis ini menunjukkan bahwa volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia akan semakin kecil.

Kata Kunci : daging ayam broiler, daging sapi potong, demand, risiko harga, supply, volatilitas

ABSTRACT

FADILA JZUQYNOVA BURHANI. Price Volatility Analysis of Beef Cattle and Broiler Meat in Indonesia. Supervised by ANNA FARIYANTI.

Beef consumption needs of Indonesian population tends to increase with the increasing number of the population and public awareness of the importance of animal protein. Meanwhile the price of beef cattle and broiler meat are fluctuative. The value of volatility describes how much the level of risk that will be faced in the future. Fluctuations in the price of beef cattle and broiler meat can be caused by a the unequilibrium of supply and demand. The objectives of this research were (1) to analyze the price forecast of beef cattle and broiler meat in Indonesia, (2) to identify factors that affect the price volatility of beef cattle and broiler meat in Indonesia, and (3) to identify alternative strategies related to the price volatility of beef cattle and broiler meat in Indonesia. This research used secondary data with the time series form in period February 2003 to February 2013. In this research ARCH-GARCH is used to analyze the price volatility of beef cattle and broiler meat in Indonesia. This analysis show that the price volatility of beef cattle and broiler meat in Indonesia will be lower.

(5)

ANALISIS VOLATILITAS HARGA DAGING SAPI POTONG

DAN DAGING AYAM BROILER DI INDONESIA

FADILA JZUQYNOVA BURHANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia

Nama : Fadila Jzuqynova Burhani

NIM : H34090037

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Risiko Bisnis, dengan judul Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan perhatian kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama dan Bapak Ir Burhanuddin, MM selaku dosen penguji komdik Departemen Agribisnis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Putri Larasati yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir Anita Ristianingrum, MSi selaku wali akademik selama menjalani perkuliahan. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada mama, papa, Mas Yuka, Maya, Yolan serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayang. Ungkapan terima kasih kepada Mba Ratna Mega Sari atas segala bimbingan dan motivasi. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih atas segala dukungan dari sahabat-sahabat, rekan-rekan Agribisnis 46 IPB, MSA 3 IPB, B19 TPB IPB, HIPMA IPB 2010-2011.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

Kajian Mengenai Volatilitas Komoditas Pertanian 10

Kajian Mengenai Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Potong 11 Kajian Mengenai Faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam Broiler 12

KERANGKA PEMIKIRAN 13

Kerangka Pemikiran Teoritis 13

Teori Harga 13

Konsep Risiko 16

Pemodelan Volatilitas Univariate Time Series 18

Metode Peramalan Box-Jenkins 20

Model ARCH-GARCH 21

Alat Analisis Value at Risk 22

Kerangka Pemikiran Operasional 23

METODE PENELITIAN 25

Jenis dan Sumber Data 25

Metode Pengumpulan Data dan Sampel 25

Metode Pengolahan dan Analisis Data 25

Model ARCH-GARCH 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Perkembangan Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler

di Indonesia 30

Eksplorasi Pola Data Harga Daging Sapi Potong 31 Eksplorasi Pola Data Harga Daging Ayam Broiler 33

Model Peramalan 35

Identifikasi Model ARCH-GARCH 35

Pendugaan Parameter dan Pemilihan Model Terbaik 38 Volatilitas Harga Daging Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler 39 Alternatif Strategi Terkait dengan Volatilitas Harga Daging Sapi

Potong dan Daging ayam Broiler 45

SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

(10)

DAFTAR TABEL

1 PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (milyar rupiah) 2

2 Populasi ternak Indonesia tahun 2010 – 2012*) 3

3 Perkembangan produksi daging tahun 2010-2012*) 4

4 Ketersediaan konsumsi daging, telur, dan susu tahun 2009 – 2012e) 4

5 Konsumsi daging segar per kapita 5

6 Harga tahunan rata-rata daging sapi potong dan daging ayam broiler

di Indonesia 6

7 Konsumsi ayam broiler di Indonesia tahun 2003 – 2007 34 8 Produksi daging ayam broiler tahun 2003 – 2007 di Indonesia 35

9 Ringkasan statistik data kuadrat harga daging 36

10 Pengujian autokorelasi kuadrat harga daging 36

11 Hasil uji stasioneritas data harga daging 37

12 Model ARIMA data harga daging 37

13 Model ARCH/GARCH terbaik data harga daging 38

14 Hasil uji Jarque-Bera 38

15 Pengujian autokorelasi kuadrat galat terbakukan 39

16 Hasil pengujian efek ARCH pada residual model ARCH-GARCH 39

17 Hasil perhitungan volatilitas harga 43

18 Besar risiko harga daging sapi potong dan daging ayam broiler 44

DAFTAR GAMBAR

1 Fluktuasi harga bulanan daging sapi potong dan daging ayam 8

2 Pembentukan harga oleh permintaan 14

3 Pergeseran kurva permintaan 15

4 Pergeseran kurva penawaran 16

5 Hubungan risiko dan return 17

6 Kerangka pemikiran operasional 24

7 Plot harga harian domestik daging sapi potong periode Februari 2003 -

Februari 2013 31

8 Populasi sapi potong nasional tahun 2000 - 2008 32

9 Produksi daging sapi nasional tahun 2000 - 2008 33

10 Plot harga harian domestik daging ayam broiler periode Februari 2003 -

Februari 2013 34

11 Volatilitas harga daging sapi potong periode Februari 2003 - Februari

2013 40

12 Volatilitas harga daging ayam broiler periode Februari 2003 - Februari

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ringkasan statistik data kuadrat harga daging sapi potong 54 2 Ringkasan statistik data kuadrat harga daging ayam 54

3 Pengujian autokorelasi kuadrat harga daging sapi 54

4 Pengujian autokorelasi kuadrat harga daging 55

5 Hasil uji stasioneritas data harga daging 55

6 Hasil uji stasioneritas data harga daging ayam broiler 56

7 Pengujian model MA(1) harga daging sapi potong 56

8 Pengujian model MA(2) harga daging sapi potong 57

9 Pengujian model MA(3) harga daging sapi potong 57

10 Pengujian model ARIMA(1,0,1) harga daging sapi 58

11 Pengujian efek ARCH ARIMA(1,0,1) 58

12 Pengujian ARCH (1) ARIMA(1,0,1) harga daging 59

13 Pengujian GARCH (1,1) ARIMA(1,0,1) harga 59

14 Pengujian GARCH (1,2) ARIMA(1,0,1) harga daging 60

15 Pengujian ARCH (2) ARIMA(1,0,1) harga daging 60

16 Pengujian GARCH (2,1) ARIMA(1,0,1) harga 61

17 Pengujian GARCH (2,2) ARIMA(1,0,1) harga 61

18 Hasil pengujian efek ARCH harga daging sapi 62

19 Pengujian model MA(1) harga daging ayam 62

20 Pengujian model MA(2) harga daging ayam broiler 63

21 Pengujian model MA(3) harga daging ayam broiler 63

22 Pengujian model ARIMA(1,0,1) harga daging ayam 64

23 Pengujian model ARIMA(1,0,3) harga daging 64

24 Pengujian model MA(1) harga daging ayam broiler 65

25 Pengujian MA (1) ARCH (1) harga daging ayam 65

31 Pengujian efek ARCH model harga daging ayam 68

32 Hasil uji Jarque-Bera harga daging sapi potong 69

33 Hasil uji Jarque-Bera harga daging ayam broiler 69

34 Hasil uji Ljung-Box harga daging sapi potong 70

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan, dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi sehingga negara-negara pengekspor pangan cenderung menahan produknya untuk dijadikan stok pangan. Mengingat kondisi global tersebut juga terjadi di Indonesia, maka Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan ketahanan pangan agar mampu menyediakan pangan yang cukup bagi penduduknya (Kementan 2011). Menurut Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2011 disebutkan bahwa visi pembangunan pertanian yakni terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan peternak.

Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, mengartikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Menurut Organisasi Pangan sedunia (FAO), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ketahanan pangan berarti akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Pembangunan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan diarahkan untuk menopang kekuatan ekonomi domestik sehingga mampu menyediakan pangan yang cukup secara berkelanjutan bagi seluruh penduduk, utamanya dari produksi dalam negeri, dalam jumlah dan keragaman yang cukup, aman, dan terjangkau dari waktu ke waktu. Program peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan pembangunan dalam rangka mengembangkan sistem ketahanan pangan baik di tingkat nasional maupun di tingkat masyarakat. Keterjangkauan pangan yang dimaksud dapat berupa distribusi pangan untuk pemerataan ketersediaan pangan, pemasaran dan perdagangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, serta bantuan pangan. Pasal 1 Undang-Undang No.18 Tahun 2012 mendefinisikan pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

(14)

Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 yang berkaitan dengan pembangunan ketahanan pangan. Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan stabilitas harga. Pencapaian swasembada daging sapi merupakan salah satu fokus dalam terwujudnya ketahanan pangan. Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan tekad bersama dan menjadi salah satu dari program utama Kementerian Pertanian yang terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong. Swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan mengembangkan potensi dalam negeri (Kementan 2010).

Subsektor peternakan berperan penting dalam rangka mensukseskan ketahanan pangan. Hal ini dikarenakan peternakan merupakan penyedia pangan hewani asal ternak melalui peningkatan produksi berbagai komoditas, juga penyediaan bahan baku untuk industri. Selain itu, sektor peternakan secara tidak langsung juga berperan dalam pengentasan kemiskinan, serta sebagai sumber energi alternatif dan untuk kelestarian lingkungan hidup. Kontribusi subsektor ini dalam pembentukan Produk Domestik Bruto pertanian dalam perekonomian Indonesia, sebesar 12% per tahunnya, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (milyar rupiah) 2008-2011

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

(15)

kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama dan hasil produksinya merupakan gambaran tingkat ketersediaan sumber bahan pangan protein nasional. Tingkat konsumsi yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan daging dan produksi ternak lainnya dan tingkat pendapatan rumah tangga (purchasing power). Faktor tingkat pendapatanlah yang akan menentukan apakah rumah tangga / individu akan lebih banyak mengkonsumsi sumber karbohidrat atau protein, yang akan berpengaruh pada tingkat konsumsi berkualitas dan sesuai dengan persyaratan gizi (Bappenas 2012).

Berdasarkan jenisnya ternak dikelompokkan menjadi ternak besar (sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda), ternak kecil (kambing, domba, babi), ternak unggas (ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, itik) dan aneka ternak (kelinci, burung puyuh, merpati). Berdasarkan data yang diperoleh dari 33 Provinsi, dapat dilihat bahwa sebaran populasi ternak sebagian besar terkonsentrasi di pulau Jawa. Untuk ternak sapi potong, sapi perah, dan ayam ras petelur populasi terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur. Sementara untuk ternak domba, ayam ras pedaging dan itik populasi terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan ternak kambing, ayam buras, kelinci, burung puyuh dan merpati populasi terbanyak berada di Provinsi Jawa tengah. Untuk ternak kerbau dan babi populasi terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan ternak kuda populasi terbanyak berada di Provinsi Sulawesi Selatan (Ditjennak 2012).

Sumber produksi daging adalah berasal dari ternak sapi potong, ternak unggas, kambing, domba, dan sebagian kecil dari ternak kerbau, sapi perah, dan kuda afkiran. Perkembangan populasi dari ternak-ternak penghasil daging tersebut pada tahun 2012 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Populasi sapi potong memiliki peningkatan pertumbuhan populasi terbesar yakni sebesar 8.16% yang diikuti oleh populasi domba dan ayam ras pedaging yang masing-masing meningkat sebesar 8.29% dan 7.55%. sedangkan peningkatan pertumbuhan populasi paling rendah yakni populasi kuda yakni sebesar 3.18%, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Populasi ternak Indonesia tahun 2010 – 2012*)

Ternak Populasi ternak (000 ekor) Pertumbuhan

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) Keterangan : *) Angka Sementara

(16)

mempunyai potensi cukup besar untuk ternak ayam ras pedaging adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur (Kementan 2012). Dengan perkembangan populasi ternak yang relatif masih rendah, maka jumlah produksi daging yang dapat diproduksi dari dalam negeri juga sangat terbatas. Pada tahun 2012 produksi daging sapi potong, kambing, dan ayam ras pedaging hanya meningkat masing-masing 4.15%, 3.45%, dan 4.62% dari tahun 2011. Sedangkan produksi daging kuda, kerbau, dan domba mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.13%, 0.12%, dan 0.71% pada tahun 2012 dibandingkan dengan produksi pada tahun 2011, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perkembangan produksi daging tahun 2010-2012*)

Ternak Produksi Daging (000 ton) Pertumbuhan

2011-2012*) Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Keterangan : *) Angka Sementara

Tabel 4 menunjukkan bahwa berdasarkan data konsumsi, konsumsi daging per kapita per tahun meningkat sebesar 5.34% yaitu dari 6.60 kg pada tahun 2009 menjadi 6.95 kg pada tahun 2010. Apabila dibandingkan dengan tingkat produksi daging, konsumsi daging secara total tersebut dapat dipenuhi dari dalam negeri, meskipun untuk setiap jenis daging belum tentu demikian.

Tabel 4 Ketersediaan konsumsi daging, telur, dan susu tahun 2009 – 2012e) No Jenis 2009 2010 2011*) 2012e) Pertumbuhan

(17)

Jenis ternak yang dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya berasal dari unggas dan sapi potong (daging ayam dan daging sapi potong). Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai strategis. Selain itu daging sapi merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang kaya akan protein, zat besi dan beberapa vitamin penting terutama vitamin B. Selain nilai gizinya, masyarakat menilai daging tersebut dari sifat-sifatnya seperti keempukan, rasa, aroma, warna dan sari minyaknya . Namun demikian tingginya harga komoditas daging sapi di pasaran menyebabkan tingkat konsumsi daging sapi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakkan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya.

Tabel 5 Konsumsi daging segar per kapita

No Komoditas 2009 2010 2011 Pertumbuhan

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

Berdasarkan data konsumsi daging segar per kapita pada Tabel 5, daging ayam ras merupakan komoditas kelompok ternak unggas dengan tingkat konsumsi tertinggi dibandingkan jenis daging segar lainnya yakni sebesar 3.65 kg/kapita/tahun pada tahun 2011 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 2.94% dari tahun 2010. Sedangkan daging sapi potong merupakan komoditas kelompok ternak besar dengan tingkat konsumsi sebesar 0.42 kg/kapita/tahun pada tahun 2011 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 14.29% dari tahun sebelumnya.

(18)

angka pertumbuhan pada tahun 2010, 2011, dan 2012, masing-masing sebesar 3.17%, 4.99%, dan 8.48%. Harga daging ayam broiler pun mengalami peningkatan, dengan angka pertumbuhan pada tahun 2010, 2011, dan 2012, masing-masing sebesar 3.57%, 2.22%, dan 3.05%.

Tabel 6 Harga tahunan rata-rata daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia

Hal yang umum terjadi adalah harga produk pertanian selalu berfluktuasi (tidak stabil) bila dibandingkan dengan harga-harga bahan-bahan non pertanian (sektor industri). Hal ini disebabkan kurva penawaran dan permintaan untuk hasil pertanian adalah inelastis dan adanya perubahan yang sulit diramalkan pada pasokan pertanian akibat produksi pertanian yang sangat tergantung pada kondisi alam (iklim, cuaca), hama penyakit dan faktor lainnya (Anindita R 2012). Seperti halnya daging sapi potong dan daging ayam broiler yang mengalami gejolak harga yang cukup tinggi yang disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan tersebut membuat para pelaku usaha menghadapi kesulitan dalam membuat dan mengambil keputusan, dalam hal ini peternak menghadapi kesulitan untuk merencanakan produksi, pedagang menghadapi kesulitan dalam memperkirakan permintaan. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler.

Perumusan Masalah

Walaupun dari tahun ke tahun, peran sektor pertanian terhadap PDB secara relatif terus menurun, akan tetapi secara absolut sumbangan sektor pertanian terus meningkat, sehingga fungsi sektor pertanian sebagai penyangga kehidupan ekonomi bangsa tidak dapat diabaikan. Dengan kondisi yang demikian, salah satu subsektor pertanian yang sudah lama dipromosikan sebagai pertumbuhan baru adalah subsektor peternakan. Data memperlihatkan bahwa baik secara relatif maupun absolut, sumbangan subsektor peternakan terhadap pendapatan sektor pertanian terus meningkat. Sehingga, komoditas peternakan memang layak menjadi sumber pertumbuhan yang menjanjikan terutama untuk industri perunggasan, sapi potong, dan sapi perah (Yusdja et al. 2004).

(19)

peningkatan, karena meningkatnya penghasilan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi. Permintaan daging sapi dan daging ayam broiler sebagai produk substitusinya, diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan target perbaikan ekonomi. Menurut data yang ada, supply dalam negeri belum mampu mengimbangi tingginya laju pertumbuhan konsumsi dan laju pertumbuhan penduduk (BIB Lembang 2011).

Peningkatan populasi penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat menyebabkan permintaan terhadap berbagai kebutuhan bahan pangan terus meningkat. Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Namun, laju permintaan daging sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi dalam negeri. Sehingga saat ini ketersediaan daging sapi nasional masih mengalami kekurangan, yang ditutup melalui impor sekitar 35% dari total kebutuhan daging sapi nasional (Ditjennak 2010a). Populasi penduduk sebagai faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan daging cenderung meningkat dengan laju 1.2% per tahun (BPS 2009a), sementara laju peningkatan populasi sapi potong mencapai 5.3% (BPS 2009b). Laju pemotongan ternak sapi mencapai 4.9% dan laju produksi daging 3.1% (Ditjennak 2009).

Selain faktor penduduk, faktor yang turut mendorong meningkatnya permintaan daging sapi adalah terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan pangan sumber protein hewani. Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut ke depann (Rusma M dan Suharyanto). Faktor pendorong meningkatnya permintaan tersebut secara teoritis disebut dengan demand shifter, yaitu faktor yang mempengaruhi atau mengakibatkan adanya perubahan permintaan (Pappas dan Hirschey 1995). Soedjana (1996) mengemukakan bahwa tingkat permintaan produk ternak seperti daging dan telur dipengaruhi oleh harga produk itu sendiri, produk substitusinya maupun komplementer, tingkat pendapatan rumah tangga, serta preferensi konsumen terhadap berbagai pilihan produk yang tersedia.

(20)

Gambar 1 Fluktuasi harga bulanan daging sapi potong dan daging ayam broiler tingkat konsumen di Indonesia periode 2009-2012 Sumber : Kemendag (2013)

Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa harga daging sapi dan daging ayam berfluktuasi. Fluktuasi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler dapat disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan besarnya jumlah permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran maka harga akan rendah, sebaliknya jika jumlah penawaran semakin sedikit maka harga akan semakin meningkat (ceteris paribus). Harga daging sapi potong yang tinggi dewasa ini disebabkan oleh penawaran yang terbatas dalam merespon permintaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan yakni harga barang yang bersangkutan, harga barang lain (barang substitusi ataupun komplementer), pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan, selera konsumen, pola distribusi pendapatan masyarakat, ramalan masa datang akan keadaan barang tersebut. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran yakni harga barang yang bersangkutan, harga barang lain, biaya produksi, pajak, tujuan perusahaan, bencana alam, dan lain-lain. Isu yang ada mengenai harga yang tinggi pada daging sapi potong dewasa ini disebabkan oleh pasokan daging sapi potong yang kurang memadai sehingga tidak dapat merespon kebutuhan konsumsi masyarakat. Ada indikasi lain penyebab tingginya harga daging sapi yakni distribusi dari sentra produksi dan peternak ke daerah tujuan konsumsi terhambat.

(21)

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proyeksi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia pada masa yang akan datang?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia?

3. Bagaimana alternatif strategi terkait dengan volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis proyeksi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia pada masa yang akan datang.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia.

3. Mengidentifikasi alternatif strategi terkait dengan volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang membangun dan bermanfaat bagi:

1. Peneliti, sebagai sarana pembelajaran dan melatih untuk berpikir analitis dalam menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan tentang agribisnis yang sudah dipelajari selama peneliti melaksanakan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.

2. Pemerintah dan stakeholder, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan yang berhubungan dengan volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia, terutama kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan produsen juga konsumen.

3. Pembaca, sebagai referensi, pedoman, dan literatur dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Mengenai Volatilitas Komoditas Pertanian

Volatilitas (volatility) berasal dari kata volatil (volatile). Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi tidak stabil, cenderung bervariasi, dan sulit diperkirakan. Konotasi kuncinya adalah keragaman (variability) dan ketidakpastian (uncertainty). Volatilitas pada suatu waktu tertentu dapat diurai menjadi dua komponen yaitu yang perilakunya dapat dipraduga (predictable), dan yang tidak dapat dipraduga (unpredictable). Secara teoritis bobot relatif masing-masing komponen itu dapat dikaji (Sumaryanto 2009). Secara umum, volatilitas di pasar keuangan menggambarkan tingkat risiko yang dihadapi pemodal karena mencerminkan fluktuasi pergerakan harga saham. Namun Sumaryanto (2009) menyebutkan bahwa analisis volatilitas harga tidak hanya relevan di pasar uang ataupun pasar saham, tetapi juga di pasar komoditas lainnya. Penelitian yang dilakukannya mencakup tentang analisis volatilitas harga eceran komoditas pangan yang terdiri dari beras, gula pasir, tepung terigu, telur, minyak goreng, cabai merah, dan bawang merah. Penelitian tersebut menggunakan model ARCH-GARCH univariat. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis perbedaan karakteristik volatilitas antarjenis komoditas dan juga mengkaji perubahan volatilitas harga tersebut dalam hubungannya dengan perubahan sistem perekonomian yang terjadi sejak Reformasi. Hipotesis awal yang disusun dalam penelitian tersebut terbukti, dimana sejak Reformasi harga eceran beras dan gula pasir menjadi lebih volatil. Bahkan untuk harga eceran gula pasir, peningkatan volatilitasnya cenderung berkelanjutan. Sedangkan volatilitas harga eceran cabai merah dan bawang merah tidak banyak berubah. Pada harga eceran tepung terigu, meskipun sejak Reformasi juga menjadi lebih volatil, tetapi tidak setajam harga eceran beras maupun gula pasir. Namun demikian, pada saat gejolak sosial-politik mencapai puncaknya, volatilitas harga eceran komoditas ini melonjak jauh lebih tajam daripada komoditas lainnya.

(23)

Waktu produksi yang singkat menyebabkan jumlah ketersediaan selalu ada pada periode yang diinginkan, sehingga menyebabkan volatilitas yang rendah. Hal ini berbeda dengan penelitian pada produk peternakan yang dilakukan oleh Siregar (2009) mengenai analisis risiko harga DOC Broiler dan Layer. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis risiko harga DOC yang dihadapi PT. Sierad Produce Tbk dan menganalisis alternatif strategi dalam mengatasi harga DOC yang dihadapi PT. Sierad Produce Tb. Analisis risiko ini menggunakan model ARCH-GARCH dan perhitungan VAR (Value at Risk). Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah penerimaan yang diperoleh PT. Sierad Produce Tbk ternyata risiko harga jual DOC layer relatif lebih rendah dibandingkan risiko harga DOC broiler. Tingginya risiko harga jual DOC broiler dibandingkan risiko harga jual DOC layer disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan juga disebabkan karena siklus layer yang lama daripada broiler.

Kajian Mengenai Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Potong Indonesia memiliki potensi ternak sapi potong yang luar biasa. Berbagai jenis ternak sapi yang ada diklasifikan menjadi dua kelompok besar (Ahmadi et al. 1997). Sapi potong mempunyai potensi ekonomi yang tinggi baik sebagai ternak potong maupun ternak bibit. Selama ini sapi potong dapat memenuhi kebutuhan daging untuk lokal seperti rumah tangga, hotel, restoran, industri pengolahan, perdagangan antar pulau.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadiwijoyo (2009) mengenai permintaan dan penawaran daging sapi di Indonesia dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda dan analisis respon (elastisitas) menunjukkan bahwa 1) permintaan daging sapi ditentukan oleh variabel-variabel independen yaitu harga daging domestik, harga ikan rata-rata, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk Indonesia, 2) penawaran daging sapi ditentukan oleh variabel-variabel independen yaitu harga daging domestik, produksi daging sapi domestik, harga sapi, dan jumlah populasi sapi, 3) Permintaan daging sapi bersifat inelastis terhadap harga ikan, pendapatan, dan harga daging sapi. Sedangkan penawaran daging sapi bersifat inelastis terhadap harga daging sapi dan harga sapi.

(24)

Kajian Mengenai Faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam Broiler Ayam ras pedaging atau lebih dikenal dalam masyarakat dengan sebutan ayam broiler, dewasa ini telah banyak diusahakan dan dikembangkan. Menurut Rasyaf (2004), ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah delapan minggu ketika dijual dengan bobot tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbangan daging yang baik dan banyak. Hermawatty (2006) menjelaskan bahwa ayam broiler memiliki sifat-sifat yang menguntungkan. Ayam broiler dapat memenuhi selera konsumen, selera ini terjadi karena daging ayam broiler memiliki sumber protein yang lengkap, kadar kalori dan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis daging ternak lainnya. Ayam broiler adalah ayam yang paling banyak diternakan oleh masyarakat dan dipotong baik pada tempat pemotongan tradisional maupun pada rumah pemotongan ayam modern.

Penelitian Rahayu (2008) mengenai peramalan penjualan ayam broiler dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis regresi linier berganda dan analisis peramalan dengan metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis, faktor yang mempengaruhi penjualan ayam broiler secara nyata di peternakan adalah harga barang substitusi, yaitu harga daging sapi. Model peramalan yang layak untuk digunakan dalam meramalkan penjualan yaitu model ARIMA (1,1,1). Model peramalan tersebut, meramalkan penjualan ayam broiler dalam dua belas periode yang akan datang mengalami penurunan penjualan pada bulan Maret 2008 dan mengalami peningkatan pada bulanApril sampai Februari 2008. Tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 0.81% per bulan dalam jangka waktu Januari sampai Desember 2008. Jumlah DOC dan pakan yang dibutuhkan selama setahun dengan periode panen tahun 2008 yaitu sebanyak 4 670 030 ekor DOC dan 10 881 170.46 kg pakan.

(25)

Tingkat produksi dan konsumsi yang tidak seimbang akan menyebabkan fluktuasi harga yang cukup besar. Ariyanto (2007) melakukan analisis perilaku dan peramalan harga ayam pada enam kota besar di Jawa – Bali dengan menggunakan data sekunder harga bulanan ayam selama kurun waktu 58 bulan (Januari 2002 - Oktober 2006) yang merupakan data mean (rata-rata) harga mingguan. Berdasarkan hasil analisa regresi, faktor - faktor yang berpengaruh dalam pembentukan harga untuk masing - masing kota besar di Jawa - Bali berbeda satu dengan yang lain. Untuk DKI Jakarta harga ayam dipengaruhi oleh harga pada periode sebelumnya, produksi ayam, dan wabah flu burung. Harga ayam di Bandung, Semarang, dan Surabaya dipengaruhi oleh harga ayam periode sebelumnya, serta dipengaruhi pula oleh volume produksi/pasokan pada kota Bandung, tingkat konsumsi pada kota Semarang, dan adanya wabah flu burung pada kota Surabaya. Pada kota Yogyakarta dan Denpasar harga ayam dipengaruhi oleh tingkat konsumsi daging ayam, tetapi di Yogyakarta harga ayam juga dipengaruhi oleh wabah flu burung.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Harga

Dalam teori ekonomi mikro dijelaskan bahwa permintaan dan penawaran merupakan dua kekuatan yang mempengaruhi proses terbentuknya harga. Menurut Lipsey et al. (1995), hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis dasar yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditas maka semakin sedikit jumlah yang diminta, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus), dan terjadi sebaliknya. Sementara itu hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang ditawarkan mengikuti suatu hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa secara umum, semakin tinggi harga suatu komoditas maka semakin besar jumlah komoditas yang ditawarkan dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus) dan terjadi sebaliknya.

Menurut Soekartawi (2002), permintaan suatu komoditas pertanian (termasuk daging sapi potong dan daging ayam broiler) dipengaruhi oleh harga produk tersebut, harga produk subtitusi atau harga produk komplemen, selera dan keinginan, jumlah konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan. Sedangkan penawaran suatu komoditas pertanian (termasuk daging sapi potong dan daging ayam broiler) dipengaruhi oleh teknologi, harga input (misalnya pakan dan obat-obatan), harga produk yang lain, jumlah produsen, harapan produsen terhadap harga produksi dimasa yang akan datang, dan elastisitas produksi.

(26)

titik Pa terjadi kelebihan penawaran dimana jumlah yang ditawarkan produsen lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang diminta konsumen. Melihat kondisi ini para produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran tersebut bisa terjual. Jadi dalam keadaan excess supply akan terjadi suatu tekanan ke bawah terhadap harga.

Di sisi lain jika harga berada pada titik Pb, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibandingkan jumlah yang diminta konsumen maka akan terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran (excess demand). Pada kondisi ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Jadi, dalam kondisi ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga. Kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada titik Pe, dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kondisi inilah yang disebut dengan kondisi keseimbangan.

Gambar 2 Pembentukan harga oleh permintaan dan penawaran

Sumber : Lipsey et al. (1995)

Salah satu penyebab terjadinya fluktuasi harga dari komoditas daging sapi potong dan daging ayam broiler adalah terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah yang diminta dengan jumlah yang ditawarkan. Hal ini dapat terjadi akibat adanya pergerakan dan pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, pergerakan dan pergeseran kurva permintaan dan penawaran akan mengakibatkan terjadinya harga disekuilibrium yaitu harga yang terjadi ketika jumlah yang diminta tidak sama dengan jumlah yang ditawarkan. Jika ada kelebihan permintaan atau kelebihan penawaran di dalam pasar, maka pasar itu dikatakan berada dalam keadaan disekuilibrium dan harga pasar akan terus berubah. Pada kondisi ini akan ada salah satu pihak yang merasa dirugikan (Lipsey et al. 1995).

(27)

meningkat. Selain pergerakan, terdapat pula pergeseran kurva penawaran dan permintaan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan harga, seperti terlihat pada Gambar 3 dan 4.

Berdasarkan Gambar 3 dan 4 dapat dilihat bahwa terjadi pergeseran kurva permintaan dan penawaran yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan harga dan jumlah komoditas yang diminta atau ditawarkan. Pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran merupakan akibat dari perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah yang diminta dan jumlah yang ditawarkan, kecuali harga komoditas itu sendiri.

Gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi pergeseran kurva permintaan ke kanan atas (dari D0 ke D1) yang menyebabkan jumlah barang yang diminta meningkat (dari Q0 ke Q1) disertai dengan adanya peningkatan harga dari P0 ke P1. Dalam bidang pertanian, hal ini seringkali terjadi saat hari besar atau hari raya dimana permintaan akan komoditas pertanian meningkat melebihi penawarannya. Hal ini mengakibatkan harga melonjak tajam melebihi harga normal. Selain itu, dapat juga terjadi sebaliknya dimana permintaan konsumen akan suatu komoditas berkurang atau menurun sehingga menyebabkan kurva permintaan bergeser ke bawah (dari D1 ke D0) dan terjadi penurunan harga (dari P1 ke P0). Hal ini jelas akan merugikan pihak produsen karena akan mengurangi keuntungan, akibat dari penurunan jumlah produk yang diminta (dari Q1 ke Q0).

Gambar 3 Pergeseran kurva permintaan Sumber : Lipsey et al. (1995)

(28)

produksi. Akibatnya harga keseimbangan akan naik ke P0 dan jumlah keseimbangan turun ke Q0.

Gambar 4 Pergeseran kurva penawaran Sumber : Lipsey et al. (1995)

Konsep Risiko

Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan usaha. Ketidakpastian menunjukkan peluang kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan (Robison dan Barry 1987). Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak bisa diramalkan. Risiko merupakan suatu peristiwa yang dapat terjadi di masa yang akan datang sebagai akibat dari tindakan-tindakan yang telah ditempuh pada masa sekarang. Menurut Kountur (2004), risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Menurutnya ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dapat berdampak merugikan atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai risiko. Hal tersebut didukung oleh Harwood et al. (1999), yang menyatakan bahwa risiko merupakan peluang terjadinya kerugian atau kehilangan yang mengacu pada ketidakpastian (keadaan dimana seseorang tidak tahu secara pasti aapa yang akan terjadi). Oleh sebab itu risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi atau fluktuasi, seperti fluktuasi produksi, harga atau pendapatan. Untuk meminimalkan risiko yang mungkin dihadapi, dibutuhkan penilaian atau analisis risiko yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan.

(29)

besar risiko. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap harga yang diperoleh. Hubungan antara risiko dan harga dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 5 Hubungan risiko dan return

Sumber : Barrons (1993)

Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat bahwa semakin besar risiko maka semakin besar pendapatan yang diterima. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko maka semakin kecil pendapatan yang diterima. Terjadinya risiko pada suatu kegiatan usaha dipengaruhi oleh adanya sumber penyebab terjadinya risiko. Menurut Darmawi (2010) menentukan sumber risiko adalah penting karena mempengaruhi cara penanganannya. Menurut Harwood et al. (1999) dan Moschini dan Hennessy (1999), beberapa sumber risiko yang ada dalam pertanian diantaranya :

1. Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi yang terjadi akibat pertanian yang dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak terkontrol seperti gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang (mutu tidak sesuai) yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain. Teknologi memainkan peranan yang sangat penting dalam risiko produksi, dimana teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi walaupun terkadang menghasilkan produksi yang buruk.

2. Risiko yang ditimbulkan oleh pasar atau risiko harga terkait dengan perubahan harga dari output maupun input dalam berproduksi. Selain itu risiko pasar dipengaruhi oleh barang yang tidak dapat dijual yang diakibatkan oleh adanya ketidakpastian mutu, permintaan yang rendah, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Dalam pertanian produksi umumnya membutuhkan proses yang panjang. Produk peternakan, misalnya, biasanya membutuhkan investasi dalam pakan dan peralatan yang mungkin tidak akan menghasilkan pengembalian dalam jangka waktu beberapa bulan atau tahun. Selain itu, dikarenakan pasar dipengaruhi oleh keseimbangan antara pasar domestik juga internasional (dunia), tingkat pengembalian yang diperoleh produsen akan sangat mungkin dipengaruhi

Expected Return Return

(30)

oleh kejadian-kejadian di pasar dunia. Risiko pasar atau harga relevan terjadi mengingat pasar produk pertanian yang selalu berfluktuasi. Fluktuasi yang timbul bisa disebabkan oleh fluktuasi permintaan, yang sangat penting ketika sebagian besar dari output ditujukan untuk pasar ekspor. Risiko produksi mempengaruhi adanya risiko harga, karena harga terbentuk dari adanya keseimbangan antara produksi (penawaran) dan permintaan yang ada di pasar. Ketidakseimbangan antara produksi (penawaran) dan permintaan di pasar akan menimbulkan fluktuasi harga. 3. Risiko yang ditimbulkan oleh perubahan dari kebijakan juga peraturan yang

mempengaruhi pertanian (risiko kelembagaan), yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya. Jenis risiko yang dtimbulkan ini biasanya ditunjukkan dengan adanya hambatan dalam berproduksi yang tidak dapat diantisipasi atau perubahan dalam harga untuk input maupun output.

Misalnya perubahan dalam peraturan pemerintah mengenai penggunaan pestisida atau obat-obatan untuk peternakan, yang akan mengubah biaya produksi dan harga dari hasil panen atau produksi komoditi tersebut. Risiko kelembagaan yang lain dapat timbul dari perubahan kebijakan mengenai pembuangan limbah hewan, kebijakan tentang kegiatan konservasi atau penggunaan lahan, atau peraturan mengenai pajak penghasilan, maupun kuota dan tarif dalam perdagangan luar negeri.

4. Risiko yang ditimbulkan oleh individu (petani) yang mungkin disebabkan karena kematian, perceraian, kecelakaan, ataupun kesehatan. Perubahan yang terjadi pada individu tersebut dapat menimbulkan akibat yang signifikan dalamn berjalannya suatu proses produksi.

5. Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain, adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, putaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain-lain. Petani bisa jadi merupakan pelaku yang memicu adanya fluktuasi dalam tingkat suku bunga dalam peminjaman modal, atau juga dapat menghadapi kesulitan dalam aliran kas saat tidak dapat melakukan pembayaran kepada kreditor.

Pemodelan Volatilitas Univariate Time Series

Data deret waktu dalam bidang ekonomi dan keuangan umumnya bersifat acak, disamping itu penelitian tentang adanya korelasi long range dalam nilai kuadrat perubahan harga menegaskan bahwa kemungkinan terdapat beberapa proses stokastik mendasar lainnya sebagai tambahan bagi perubahan harga itu sendiri (Ramadhona 2004). Istilah seperti ini biasa dikenal dengan volatilitas. Pada umumnya volatilitas ini diestimasi dengan menghitung standar deviasi perubahan harga dalam jangka waktu tertentu. Hal ini akan menentukan seberapa cepat data berubah dengan pola acak yang dimilikinya. Secara umum volatilitas mengukur rata-rata fluktuasi dari data deret waktu. Namun hal ini dikembangkan lebih jauh dengan menekankan pada nilai variansi (variabel statistika yang menggambarkan seberapa jauh perubahan dan persebaran nilai fluktuasi terhadap nilai rata-rata) dari data keuangan. Dari sini dapat dikatakan bahwa nilai volatilitas sebagai variansi dari data fluktuasi (Iskandar 2006).

(31)

(homoscedastic) dan pendapat kedua yang menganggap bahwa variansi dari data deret waktu adalah tidak konstan, artinya berubah berdasarkan waktu (heteroscedastic). Pada konsep heteroscedastic, koreksi nilai dari suatu error dapat menghasilkan estimasi parameter yang lebih efisien. Dalam beberapa aplikasi, terdapat suatu alasan untuk mempercayai bahwa varian dari suatu error bukanlah suatu fungsi dari variabel independen, tetapi bervariasi seiring dengan waktu tergantung dari seberapa besar error yang terjadi pada masa lalu (Sianturi dalam Iskandar 2006).

Analisis konvensional memodelkan pendapat pertama (variansi konstan) dalam model yang disebut Autoregressive (AR), Moving Average (MA), dan kombinasi keduanya yaitu ARMA (Autoregressive Moving Average). Pendapat lain yang mewakili pendapat kedua mengemukakan metode ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) yang lebih lanjut mengalami perkembangan menjadi GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity). Untuk data harga harian yang memiliki tingkat fluktuasi yang tinggi, model autokorelasi dengan variansi berubah adalah model yang lebih mendekati kenyataan dibanding model autokorelasi dengan variansi konstan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan model ARCH merupakan pilihan yang cukup tepat untuk memodelkan nilai volatilitas data keuangan seperti harga harian dibanding model AR, MA dan ARMA.

Terdapat perbedaan yang mendasar dalam pembentukan dan analisis model

time series univariate dan persamaan cross sectional multivariate. Pada time series univariate, tidak terdapat faktor heteroskedastisitas sehingga tidak dapat dilakukan uji heteroskedastisitas secara umum, seperti uji Goldfield-Quandt, uji White maupun uji Park. Itu pula sebabnya fenomena heteroskedastisitas umum ditemukan pada persamaan cross section (Newbold dalam Aji 2009).

Pada persamaan time series univariate, perhatian lebih ditujukan pada adanya ARCH error, yakni kuadrat residual yang berperilaku autoregresif. Ada tidaknya fenomena ARCH error ini terlihat dari fenomena adanya signifikansi autokorelasi dari kuadrat residual (Enders 2004). Uji ARCH-LM merupakan metode yang dapat digunakan untuk menguji ada tidaknya ARCH error dengan lebih terkuantifikasi. Uji ARCH-LM menggunakan asumsi tidak terdapatnya ARCH error sebagai hipotesis nol. Berdasarkan teori, apabila hasil perhitungan menunjukkan penerimaan hipotesis, maka data tidak mengandung ARCH error

dan tidak perlu dimodelkan berdasarkan ARCH.

Pembentukan model estimasi volatilitas pada model time series univariate

memerlukan mean process. Mean process diperlukan guna menghasilkan residual yang diestimasi perubahannya. Mean process memegang peranan penting dalam pemodelan volatilitas. Apabila pembentukan variance process menghasilkan insignifikansi pada parameter mean process, maka dengan sendirinya variance process tersebut gugur sebagai suatu model yang valid, karena volatilitas yang dihasilkan amat tergantung dari jenis mean process yang dibentuk (Iskandar 2006).

(32)

kesetimbangan. Dampaknya akan terlihat pada signifikansinya autokorelasi residual yang terjadi (Newbold dalam Aji 2009).

Variance process dibentuk apabila error yang dihasilkan dari persamaan

mean process mengandung ARCH error. Terdapat beberapa varian ARCH yang memiliki hubungan timbal balik antara mean process dan variance process. Salah satu contoh varian ARCH ini adalah ARCH-M (ARCH in Mean). Pada model ini,

mean process terdiri atas mean process umum dan salah satu komponen variance process. Hal ini mengakibatkan adanya hubungan timbal balik antara mean dan

variance, yang merupakan fenomena umum yang lazim ditemukan dalam pergerakan nilai aset-aset finansial (Enders 2004).

Metode Peramalan Box-Jenkins

Metode Box-Jenkins mengacu pada himpunan prosedur untuk mengidentifikasikan, mencocokkan dan memeriksa model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) dengan data deret waktu. Metode ini berbeda dengan metode peramalan lain yang karena model ini tidak menyertakan asumsi pola tertentu pada data historis dari deret data yang diramalkan. Model ini menggunakan pendekatan iteratif pada identifikasi suatu model yang mungkin dari model umum.

Model ARIMA telah dikembangkan oleh dua orang, yaitu Box dan Jenkins. Model ARIMA diterapkan untuk analisis deret waktu, peramalan dan pengendalian. Model Autoregressive (AR) pertama kali dikembangkan oleh Yule (1926) dan kemudian dikembangkan oleh Walker (1931), sedangkan model

Moving Average (MA) dikembangkan oleh Slutzky (1937). Dan pada tahun 1938 Wold menggabungkan kedua proses tersebut. Wold membentuk model

Autoregressive Moving Average (ARMA) yang dikembangkan pada tiga hal. Pertama, identifikasi efisiensi dan prosedur penaksiran untuk proses AR, MA dan ARMA campuran. Kedua, perluasan dari hasil tersebut untuk cakup deret berkala musiman. Ketiga, pengembangan hal-hal sederhana yang mencakup proses-proses non stasioner (Makridakis, et al 1999).

Yt = Variabel respon (terikat) pada waktu t

Yt-1, Yt-2, ... , Yt-p = Variabel respon pada masing-masing selang waktu Φ0, Φ1, Φ2, ... , Φp = Koefisien yang diestimasi

= Mean konstanta proses ω1, ω2, ... , ωq = Koefisien yang diestimasi

t = Bentuk galat yang mewakili efek variabel yang tidak

(33)

t-1, t-2, ... , t-q = Galat pada periode waktu sebelumnya yang pada saat t nilainya menyatu dengan nilai respon Yt

Kemudian Box dan Jenkins (1976) berhasil mencapai kesepakatan mengenai informasi relevan yang diperlukan untuk memahami dan menggunakan model-model ARIMA untuk data univariate time series. Dasar pendekatan yang dikembangkan secara umum dapat dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu tahap identifikasi, tahap estimasi dan tahap evaluasi, serta tahap aplikasi.

Model ARCH-GARCH

Risiko pada umumnya berhubungan dengan adanya suatu perubahan dalam setiap periode waktu yang ditunjukkan oleh adanya fluktuasi atau variasi. Fluktuasi yang berbeda dapat terjadi dalam rentang waktu, ada periode dengan fluktuasi yang tajam dan ada periode dengan fluktuasi yang relatif kecil. Tingkat risiko berhubungan erat dengan metode ARCH-GARCH, yang sering digunakan jika terjadi ketidakhomogenan ragam (varians) dari data harga dan menduga nilai volatilitas yang akan datang.

Engle pada tahun 1982 memberikan kontribusi metode estimasi data ekonomi rentang waktu dengan mengenalkan model ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity). Model ini dikembangkan terutama untuk menjawab persoalan adanya volatilitas atau fluktuasi pada data ekonomi dan bisnis, khususnya dalam bidang keuangan. Volatilitas (fluktuasi) ini tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas atau varians residual konstan sepanjang waktu (Firdaus 2011). Sebelumnya para ekonometrisi mengasumsikan volatilitas (fluktuasi) tetap dalam rentang waktu karena tidak tersedia metode untuk mengatur perubahan volatilitas. Engle kemudian berhasil memberikan metode yang memberikan ketepatan yang lebih baik untuk pengukuran economic time series. Misalkan terdapat suatu model sebagai berikut :

Yt = b0 + b1Yt-1 + b2Xt + et……... (1) Diasumsikan et terdistribusi normal dengan rata-rata nol dan varian konstan (homoskedastisitas) dalam OLS (Ordinary Least Square). Engle menyatakan bahwa varian saat ini tergantung dari varian di masa lalu sehingga heteroskedastisitas dapat dimodelkan dan varian diperbolehkan untuk berubah antar waktu. Dengan demikian volatilitas yang besar di masa lalu dapat ditangkap dalam model. Untuk itu, dapat dipergunakan ARCH (1) :

2

(34)

α α α α ……….…....……....(3)

Kondisi yang seringkali terjadi adalah bahwa varian saat ini tergantung dari volatilitas beberapa periode di masa lalu. Hal ini akan menimbulkan banyaknya parameter dalam conditional variance yang harus diestimasi. Pengestimasian parameter-parameter tersebut sulit dilakukan dengan presisi yang tepat. Oleh karena itu, pada tahun 1986 Bollerslev mengambangkan ARCH menjadi GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity). Bila didefinisikan secara parsial, Autoregressive mempunyai arti adanya mekanisme ketergantungan kepada data masa lalu. Conditional berarti adanya ketergantungan varian terhadap informasi dari data masa lalu sedangkan Heteroscedasticity berarti nonconstant variance (varian yang berubah menurut fungsi waktu). Jadi secara umum, GARCH dapat diartikan sebagai suatu teknik permodelan data time series yang menggunakan varian masa lalu dan dugaan varian masa lalu tersebut digunakan untuk melakukan (forecast) varian masa yang akan datang.

Pada metode GARCH, varian dari error saat ini terdiri dari 3 komponen yaitu ragam yang konstan (α0), volatilitas pada periode sebelumnya atau disebut suku ARCH (e2t-p), dan varian pada pada periode sebelumnya atau disebut juga suku GARCH ( q 2t-q). Sama halnya dengan model ARCH, agar varian menjadi positif {var (et) > 0}, maka pada model ini juga harus dibuat pembatasan yaitu α0 > 0; α1 dan 1≥ 1; dan α1+ 1 < 1 yang dapat diestimasi dengan menggunakan teknik maximum likelihood. Secara umum, var (et) dapat direpresentasikan dengan bentuk : selain diduga tergantung pada e2 juga tergantung pada 2 masa lalu.

Alat Analisis Value at Risk

(35)

dikatakan merangkum seluruh substansi yang ingin ditangkap dari alat-alat atau metode-metode tersebut. VaR juga mengakomodasi kebutuhan untuk mengetahui potensi kerugian atas nilai tertentu. Secara matematis VaR dapat didefinisikan sebagai berikut (Jorion 2002) :

t+1 = volatilitas yang akan datang dimana t= √ht

Kerangka Pemikiran Operasional

Produk utama ternak merupakan sumber bahan pangan yang bergizi tinggi dan dikonsumsi anggota rumah tangga. Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Produk peternakan yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah daging sapi potong dan daging ayam broiler.

Meningkatnya tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat membawa dampak perbaikan ekonomi dimana semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya gizi yang menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi rumah tangga ke arah peningkatan konsumsi protein hewani seperti daging. Perubahan pola konsumsi yang disertai peningkatan jumlah penduduk Negara Indonesia ini, merupakan penyebab utama peningkatan laju kebutuhan dalam negeri akan produk peternakan terutama daging. Namun, laju permintaan daging , baik daging sapi potong maupun daging ayam broiler yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging dalam negeri. Fluktuasi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler dapat disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan besarnya jumlah permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran maka harga akan rendah, sebaliknya jika jumlah penawaran semakin sedikit maka harga akan semakin meningkat (ceteris paribus). Harga daging sapi potong yang tinggi dewasa ini disebabkan oleh penawaran yang terbatas dalam merespon permintaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan yakni harga barang yang bersangkutan, harga barang lain (barang substitusi ataupun komplementer), pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan, selera konsumen, pola distribusi pendapatan masyarakat, ramalan masa datang akan keadaan barang tersebut. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran yakni harga barang yang bersangkutan, harga barang lain, biaya produksi, pajak, tujuan perusahaan, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kondisi seperti itu, harga bahan pangan termasuk daging sapi potong dan ayam broiler pun mengalami gejolak. Selain itu, harga bahan pangan seringkali bergejolak akibat berbagai faktor, baik fenomena alam (iklim), kegagalan pasar, juga masalah kelancaran distribusi. Adanya fluktuasi harga merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh produsen juga konsumen.

(36)

pengambilan keputusan. Mengacu pada permasalahan tersebut, perlu dilakukan pemetaan terhadap ketidakpastian tersebut dengan menganalisis volatilitas harga, dalam penelitian ini khususnya harga daging sapi potong dan daging ayam broiler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proyeksi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia pada masa yang akan datang dengan menggunakan alternatif permodelan volatilitas yakni model ARCH-GARCH, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia, serta mengidentifikasi alternatif strategi terkait dengan hal tersebut. Metode ARCH-GARCH ini sangat berhubungan dengan pengukuran tingkat risiko (Value at risk). Berdasarkan hal tersebut maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

(37)

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data deret waktu (time series). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga harian daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia yang bersumber dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Data yang dianalisis adalah data harga harian dari Februari 2003 sampai Februari 2013. Selain itu data juga diperoleh melalui instansi-instansi pemerintahan, buku-buku, penelitian-penelitian terdahulu dan literatur yang terkait.

Metode Pengumpulan Data dan Sampel

Penelitian mengenai risiko harga daging sapi dan daging ayam broiler Indonesia dilaksanakan bulan Maret sampai bulan April 2013. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni data harga harian daging sapi potong dan daging ayam broiler yang berjumlah masing-masing 2 343 data dan 2 346 data. Data tersebut diperoleh dari hasil pemantauan pasar kebutuhan pokok oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan data dalam penelitian ini yakni menggunakan analisis kuantitatif dan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fenomena yang diteliti. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis besarnya volatilitas harga daging sapi potong dan daging ayam broiler di Indonesia dengan menggunakan model ARCH-GARCH. Data yang digunakan untuk analisis volatilitas adalah data harga harian (Rp/kg) daging sapi potong dan daging ayam broiler yang masing-masing berjumlah 2 343 data dan 2 346 data. Fluktuasi harga daging sapi potong dan daging ayam broiler dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran daging sapi potong di pasar. Data ini diolah dengan bantuan program Microsoft Excel, Minitab 13, dan Eviews 6. Analisis grafik pergerakan harga dilakukan dengan plot grafik time series untuk melihat kecenderungan data. Tahap-tahap analisis model ARCH-GARCH terdiri dari identifikasi efek ARCH, estimasi model, evaluasi model, dan perhitungan nilai volatilitas.

Model ARCH-GARCH

(38)

ARCH-GARCH adalah dengan melihat ada tidaknya ARCH error dari data pergerakan harga komoditas daging sapi potong dan daging ayam broiler.

Model ARCH ini dikembangkan terutama untuk menjawab persoalan adanya volatilitas atau fluktuasi pada data ekonomi dan bisnis, khususnya dalam bidang keuangan. Volatilitas (fluktuasi) ini tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas atau varians residual konstan sepanjang waktu (Firdaus 2011). Sebelumnya para ekonometrisi mengasumsikan volatilitas (fluktuasi) tetap dalam rentang waktu karena tidak tersedia metode untuk mengatur perubahan volatilitas. Engle kemudian berhasil memberikan metode yang memberikan ketepatan yang lebih baik untuk pengukuran economic time series. Misalkan terdapat suatu model sebagai berikut :

Yt = b0 + b1Yt-1 + et

Bollerslev mengembangkan ARCH pada tahun 1986 menjadi GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity). Bila didefinisikan secara parsial, Autoregressive mempunyai arti adanya mekanisme ketergantungan kepada data masa lalu. Conditional berarti adanya ketergantungan varian terhadap informasi dari data masa lalu sedangkan

(39)

Tahap Identifikasi

Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap tiga hal. Pertama, identifikasi terhadap kestasioneran data. Kedua, identifikasi terhadap unsur musiman yang mungkin terdapat pada data. Ketiga, identifikasi terhadap pola

Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) untuk menentukan model tentatif. Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan melakukan uji Augmented Dickey-Fuller. Data dikatakan sudah stasioner (tidak mengandung unit root) apabila ADF test statistic lebih besar dari test critical values. Pada umumnya data runtut waktu (time series) memiliki unsur kecenderungan (trend) yang menjadikan kondisi data time series menjadi tidak stasioner. Sedangkan penerapan model ARIMA hanya dapat dilakukan pada data yang sudah stasioner. Oleh karena itu diperlukan pembedaan yang dapat membedakan data yang belum stasioner dengan data baru yang sudah stasioner. Biasanya hal ini disebut dengan differencing (pembedaan). Ketelitian dan tingkat akurasi model ARIMA dapat ditingkatkan dengan memasukkan unsur musiman yang terkandung dalam data. Pendeteksian komponen trenddan musiman yang terkandung dalam data digunakan dengan menggunakan bantuan (i) plot data, (ii) plot ACF, (iii) plot PACF. Dalam data runtut waktu yang mengandung unsur musiman dan tidak stasioner maka langkah untuk uji stasioneritas dilakukan dalam dua tahap, yaitu (i) mendeteksi pola-pola (stasioner, AR dan MA) pada unsur musiman dan (ii) mendeteksi pola-pola (stasioner, AR dan MA) pada unsur non musiman. Untuk menentukannya dibantu oleh alat dalam plot gambar ACF dan PACF.

Tahap Pendugaan Parameter

Setelah berhasil menetapkan atau mengidentifikasi model sementara, tahap berikutnya adalah pendugaan parameter model sementara tersebut. Terdapat dua cara yang mendasar yang dapat digunakan untuk menduga parameter-parameter tersebut, yaitu :

1. Dengan cara mencoba-coba (trial and error) 2. Perbaikan secara iteratif

Penentuan dugaan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum secara iterative dengan Algoritma Marquardt. Dengan menggunakan bantuan program Eviews 6 kita dapat mengestimasi nilai-nilai parameter yang dibutuhkan. Dengan menggunakan program komputer untuk melakukan proses uji statistik maka nilai parameter dapat langsung dihasilkan oleh program komputer tersebut.

Tahap Evaluasi

Gambar

Tabel 1 PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (milyar rupiah)
Tabel 2 Populasi ternak Indonesia tahun 2010 – 2012*)
Tabel 4  Ketersediaan konsumsi daging, telur, dan susu tahun 2009 – 2012e)
Gambar  1 Fluktuasi harga bulanan daging sapi potong dan daging ayam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Sukatamsi (1984: 158) menggiring bola diartikan dengan gerakan lari menggunakan bagian kaki mendorong bola agar bergulir terus menerus

Sistem ini merupakan monitoring ketinggian air sungai yang memberikan informasi kepada pengawas sungai dan masyarakat berupa tinggi beserta status sungai secara real time melalui

Gambar 2.2 DFD Leve menjelaskan tentang proses melakukan kegiatan input data taksiran data gadai yang akan database dan kemudian mela transaksi pembayaran dan melewati

Berapakah perbandingan HPMC dan propilen glikol yang dapat menghasilkan formula optimum gel ekstrak teh hijau ( Camellia sinensis L.) dengan metode Simplex Lattice

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan dugaan adanya pengaruh positif konten pekerjaan terhadap

Filsafat sebagai dasar dari semua ilmu cabang pengetahuan adalah karena filsafatlah yang melahirkan semua ilmu pengetahuan yang lain, filsafatlah sumber dari segala ilmu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepribadian siswa kelas VIII MTsN Banjar Selatan 2 kota Banjarmasin yang meliputi kepribadian ekstrovert , kepribadian

jodoh, sudah ditakdirkan oleh Gusti. Pendek kata, gadis-gadis itu harus berterima kasih kepada Tuhan kelau kelak mendapat pasangan hidup yang utuh, tidak cacat, dan