ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PEMBAYARAN ZAKAT DI KOTA PALEMBANG
OLEH
SITI ZAHRAH SARININGRUM H14070034
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
PURNAMADEWI).
Zakat merupakan kewajiban setiap muslim dengan persyaratan tertentu. Zakat mencakup ibadah yang bersifat sosial dan ketuhanan. Dalam perekonomian, zakat dapat dijadikan sebagai instrumen distribusi pendapatan. Zakat merupakan bentuk transfer ekonomi dari kelompok the have kepada the have not. Dengan zakat konsumsi akan meningkat dan dapat mendorong peningkatan investasi pula. Selain itu, zakat dapat menciptakan lapangan kerja sehingga dapat membantu mengentaskan masalah ketenagakerjaan dan pengangguran. Dalam beberapa tahun terakhir, zakat banyak dibicarakan terutama terkait dengan pengentasan kemiskinan. Hal ini tidak diragukan mengingat zakat cukup efektif dalam mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan golongan ekonomi lemah. Terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Beik (2010) di Jakarta. Dalam penelitian tersebut kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi terendah meningkat dan kesenjangan menurun serta indikator-indikator kemiskinan lain juga mengalami penurunan. Penelitian serupa juga dilakukan di beberapa daerah dan menunjukkan hasil yang sama.
Penduduk muslim di Kota Palembang merupakan jumlah mayoritas dalam keseluruhan jumlah penduduk. Berdasarkan jumlah mayoritas tersebut, maka secara eksplisit potensi zakat di Kota Palembang besar. Namun, kemiskinan masih menjadi masalah. Selain itu, organisasi zakat formal yang ada sudah cukup banyak ditambah dengan organisasi zakat yang bersifat informal. Peran organisasi tersebut adalah dalam hal pengumpulan, pendayagunaan dan pendistribusian. Namun, potensi zakat belum tergali secara maksimal. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk : menganalisis besarnya potensi zakat di Kota Palembang, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran zakat di kota Palembang meliputi faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat dan faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat.
Penelitian dilakukan dengan metode survey sehingga data utama yang digunakan adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Adapun sampel yang digunakan diambil dengan metode purposive sampling dengan melihat besarnya pendapatan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan analisis potensi zakat dengan pendekatan pendapatan untuk melihat potensi zakat di Kota Palembang. Kemudian analisis faktor dan analisis regresi logistik untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran zakat di Kota Palembang.
menunjukkan bahwa potensi zakat di Kota Palembang belum tergali secara maksimal.
Kemudian dari hasil analisis faktor, diperoleh ada empat faktor yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat, yaitu keimanan, sosial, pemahaman agama, dan penghargaan. Faktor utamanya adalah faktor keimanan. Hasil analisis regresi logistik terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat, diperoleh empat variabel yang berpengaruh nyata. Dari sisi karakteristik individu yaitu zakat sebagai upaya bersyukur dan kesadaran akan adanya hak orang lain. Sedangkan dari sisi karakteristik organisasi yang memengaruhi pilihan organisasi adalah sosialisasi melalui media massa dan media elektronik serta adanya pemotongan gaji langsung.
OLEH
SITI ZAHRAH SARININGRUM H14070034
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang
Nama Mahasiswa : Siti Zahrah Sariningrum
Nomor Registrasi Pokok : H14070034
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M Sc NIP. 19641018 199103 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siti Zahrah Sariningrum lahir pada tanggal 5 Agustus 1989 di DKI Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Ir. H. Hermansyah Sayid dan Hj. Siti Jauharoh Nafisah, S.E. Jenjang pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Al-Muttaqien, tamat pada tahun 1995. Kemudian pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah dasar pada SDN Kedaung Kali Angke 08 Pagi dan tamat pada tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 132 Jakarta Barat selama 2 tahun lalu pindah dan menamatkan jenjang SLTP-nya pada SLTP Negeri 134 Jakarta Barat tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di SMA Negeri 112 dan lulus pada tahun 2007.
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang”. Salah satu dari lima pilar agama Islam adalah membayar zakat. Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Ibadah zakat, selain memiliki keterikatan yang bersifat vertikal juga memiliki hubungan yang bersifat horizontal. Zakat dapat dijadikan instrumen distibusi pendapatan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah melalui peningkatan konsumsi mereka ataupun dengan penciptaan lapangan kerja. Pada akhirnya zakat dapat memperkecil kesenjangan antar kelompok masyarakat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama masa studi di IPB, selama proses penyusunan skripsi, hingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan sudinya di Departemen Ilmu Ekonomi, teruntuk :
1. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M. Sc, selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas bimbingan dan semangat yang telah diberikan. Semoga Ibu dan keluarga senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
2. Alla Asmara, M.Si, selaku Dosen Penguji Utama. Terima kasih untuk semua masukan dan kritiknya. Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam lindungan Allah SWT.
3. Salahuddin El Ayyubi, Lc. M.A, selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikan. Terima kasih untuk semua koreksi terhadap cara penulisan maupun masukannya demi kebaikan tugas akhir ini. Semoga Bapak dan keluarga senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
dan do’a bagi penulis. Kalian adalah inspirator bagi penulis. Semoga Ibu dan Bapak senantiasa berada dalam kasih sayang Allah SWT.
5. Kakak dan adik-adikku (Kak Riyan, Diah, dan Agung). Terima kasih atas do’a dan semangatnya.
6. M. Alvi Syahrin, S.H. Terima kasih untuk segala masukannya, bantuan dalam mengumpulkan data, do’a dan semangatnya.
7. Indah Destriana, terima kasih atas waktunya dalam membantu penulis mengumpulkan data-data yang dibutuhkan.
8. Anggie, Indah, dan Pramita, banyak hal yang bisa penulis ambil selama bersama kalian. Terima untuk waktu, semangat dan do’anya. Semoga silaturrahim tetap bisa terjalin dan sukses untuk kita semua.
9. Kak Arini, Kak Muti, Izzah, Mukhlis, Nindya, Rani, Feri serta teman satu bimbingan (Dani, Jojo) terima kasih atas bantuan dan semangatnya.
10.Segenap karyawan TU Departemen Ilmu Ekonomi dan TU Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
11.BAZDA Sumatera Selatan dan BAZ Kota Palembang, yang telah memudahkan penulis dalam memperoleh data-data yang diperlukan.
12.Teman-teman IE 44 lainnya, terima kasih karena telah saling menyemangati dan mendo’akan. Sukses untuk kita semua.
13.Teman-teman yang telah hadir dalam seminar penulis. Terima kasih untuk semua masukannya.
Masih banyak pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah berjasa kepada penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi IPB. Pada akhirnya, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2011
Siti Zahrah Sariningrum
DAFTAR TABEL ……….………...………. iv 1.1.Latar Belakang ……….……….. 1.2.Rumusan Masalah ……….………. 1.3.Tujuan ……….……….………….. 1.4.Manfaat ………..………… 1.5.Ruang Lingkup ……….. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN …………. 2.1. Teori dan Konsep ……….……..……
2.1.1. Teori dan Konsep Zakat ………...…….……….. 2.1.1.1. Pengertian Zakat ……….…... 2.1.1.2. Syarat dan Jenis Zakat ………...…. 2.1.2. Tinjauan Umum Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia ...
2.1.2.1. Konsep Organisasi ………. 2.1.2.1. Organisasi Pengelola Zakat Formal dan Informal .… 2.1.2.2. Peran Organisasi Pengelola Zakat ……… 2.1.3. Zakat dalam Pembangunan Ekonomi dan Pengentasan
Kemiskinan ……… 2.1.3.1. Peranan Zakat ……….…………....
2.1.3.2. Teori dan Konsep Konsumsi dalam Ekonomi Islam . 2.1.3.3. Konsep Tabungan dan Investasi dalam Ekonomi
Islam ………..…… 2.1.3.4. Teori dan Konsep Kemiskinan ……….…. 2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu …………..………....….. 2.3. Kerangka Pemikiran ………...……
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.
2.
3. 4. 5.
Kurva Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dalam Ekonomi Konvensional dan Islam ……….. Permintaan Investasi Baru dalam Ekonomi yang Diatur oleh Hukum Islam ……… Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ………... Responden Berdasarkan Pendapatan ……….. Responden Berdasarkan Umur ………
23
DAFTAR LAMPIRAN Jumlah Faktor yang Terbentuk Berdasarkan eigenvalue ……… Hasil Analisis Faktor Variabel-Variabel yang Melatarbelakangi Seseorang dalam Berzakat ……….. Uji Hosmer dan Lemeshow Analisis Regresi Logistik Berdasarkan Karakteristik Individu ……… Klasifikasi Ketepatan Model Berdasarkan Karakteristik Individu ……… Hasil Analisis Logit Terhadap Karakteristik Individu ………... Uji Hosmer dan Lemeshow Analisis Regresi Logistik Berdasarkan Karakteristik Organisasi ……… Klasifikasi Ketepatan Model Berdasarkan Karakteristik Organisasi …… Hasil Analisis Logit Terhadap Karakteristik Organisasi ………
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Zakat merupakan ibadah yang mencakup dua sisi, yaitu ketuhanan dan kemanusiaan. Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Jumlah penduduk muslim di Indonesia tahun 2009 adalah sebesar 88,7 persen dari total penduduk Indonesia (Kemenag, 2010). Berdasarkan jumlah penduduk muslim yang besar itu maka penerimaan zakat di Indonesia sangat besar. Namun, peran zakat belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kemiskinan yang relatif besar dalam beberapa tahun terakhir.
Zakat merupakan salah satu bentuk transfer kekayaan dari mereka yang memiliki kelebihan harta (the have) kepada mereka yang membutuhkan (the have not), sesuai dengan syariat dalam agama Islam sehingga zakat tersebut dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para fakir dan miskin melalui peningkatan konsumsi, penyediaan lapangan kerja, dan lain-lain. Dalam hal ini zakat dapat dijadikan sebagai instrumen dalam mengatasi masalah kemiskinan.
program raskin (beras miskin), dan lain sebagainya. Namun ternyata, upaya tersebut belum cukup efektif dan efisien untuk mengentaskan kemiskinan yang sampai saat ini masih melanda penduduk di Indonesia. Sedangkan peran masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan dapat ditunjukkan dengan memperhatikan kondisi masyarakat sekitar.
Agama Islam telah mengajarkan umatnya untuk hidup berdampingan dan saling tolong menolong. Diantaranya melalui ibadah zakat, infaq, shadaqoh (ZIS). Besarnya potensi zakat di Indonesia dapat menjadi sumber pendanaan untuk membantu masyarakat golongan lemah, karena memang zakat tersebut hanya didistribusikan kepada delapan golongan, diantaranya adalah fakir dan miskin. Berdasarkan penelitian, melalui kerjasama antara BAZNAZ dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB tahun 2011, potensi zakat di Indonesia tahun 2010 mencapai 217 Trilliun rupiah (Republika, 2011).
3
kedalaman kemiskinan, dan tingkat keparahan kemiskinan yang juga menunjukkan angka penurunan dengan adanya zakat (BAZNAS, 2009)
Kota Palembang dengan slogan BARI (bersih, aman, rapi, indah), terkenal dengan masyarakatnya yang keturunan Tionghoa (Cina) padahal penduduk di Kota Palembang tidak hanya keturunan Tionghoa tetapi ada juga penduduk yang keturunan Arab dan India. Walaupun terkenal dengan penduduk keturunan Tionghoa, mayoritas penduduk di Kota Palembang adalah beragama Islam, yaitu hampir mencapai 90 persen.
Tabel 1. Dana Zakat yang Terkumpul Menurut Propinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009
Propinsi Zakat yang terkumpul (Rupiah) NAD 172.245.454.994 Jambi 34.705.734.182
Kep. Riau 21.896.753.070
Sumatera Selatan 16.640.595.543
Sumatera Barat 6.040.788.215
Sumatera Utara 2.537.599.259
Riau 2.274.045.500 Lampung 1.787.185.431
Bangka Belitung 969.260.615
Bengkulu 582.363.791 Sumber : Kementerian Agama, 2010
penerimaan ZIS terbesar keempat di Pulau Sumatera yaitu setelah Nangroe Aceh Darussalam, Jambi dan Kepulauan Riau (Tabel 1).
Keberadaan organisasi zakat merupakan sebuah sarana dalam mengumpulkan zakat. Organisasi ini merupakan perantara antara muzakki dan mustahik. Peran organisasi zakat adalah dalam hal pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Namun, keberadaan organisasi zakat ini belum efektif dalam menggali zakat secara maksimal. Tercatat ada sepuluh organisasi zakat formal yang tersebar di Kota Palembang.
1.2.Rumusan Masalah
Pada tahun 2009, tingkat kemiskinan di Kota Palembang merupakan terbesar kedua setelah kabupaten Lubuk Linggau, yaitu sebesar 14,75 persen sedangkan kabupaten Lubuk Linggau sebesar 15,12 persen. Kemudian, jika dilihat dari mayoritas penduduk yang beragama Islam, maka potensi zakat di kota Palembang menunjukkan angka yang besar yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun, potensi tersebut belum tergali secara maksimal. Disisi lain, organisasi zakat di kota Palembang cukup banyak. Terdiri dari organisasi yang bersifat formal dan informal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diambil dua permasalahan, yaitu :
1. Terkait dengan potensi zakat, seberapa besar potensi zakat di Kota Palembang?
5
3. Faktor-faktor apa yang memengaruhi pilihan organisasi zakat di Kota Palembang?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis, antara lain: 1. Menganalisis potensi zakat di Kota Palembang.
2. Menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat Kota Palembang dalam berzakat.
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat di Kota Palembang.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Dengan adanya penelitian zakat dalam bentuk skripsi ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi berupa wawasan, informasi, dan pengetahuan bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca yang menaruh perhatian besar di bidang ekonomi Islam. Selain itu juga, diharapkan agar tulisan ini dapat memberikan pemikiran baru bagi perkembangan ilmu ekonomi Islam khususnya di bidang zakat.
1.5. Ruang Lingkup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Teori dan Konsep
2.1.1. Teori dan Konsep Zakat 2.1.1.1. Pengertian Zakat
Zakat adalah perintah Allah SWT yang dibebankan kepada kaum
muslimin yang memenuhi syarat tertentu. Secara bahasa kata zakat mempunyai
beberapa arti, yaitu keberkahan, pertumbuhan dan perkembangan, kesucian dan
keberesan. Sedangkan secara istilah bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu yang diwajibkan Allah SWT kepada pemiliknya untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.
Ada benang merah yang dapat ditarik dari pengertian zakat baik secara
bahasa dan istilah yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi
berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik. Allah SWT berfirman
dalam QS. At-Taubah:103 yang artinya: ”Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman
bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Pada ayat di atas disebutkan bahwa tujuan seorang muslim menunaikan
ibadah zakat adalah untuk membersihkan dan menyucikan harta mereka. Artinya,
dengan berzakat jiwa seorang muslim menjadi bersih dan suci. Kebersihan jiwa
dan keberkahan pada harta akan membuat manusia bahagia dunia akhirat.
Dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Dan sesuatu riba (tambahan)
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”, QS. Ar-Ruum: 39.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ibadah zakat tidak mengurangi harta pemiliknya
tapi justru melipat gandakan harta tersebut maupun pahala orang yang
menunaikan zakat.
Sesungguhnya maksud dan tujuan zakat adalah membangun
kebersamaan, dengan tidak menjadikan segala perbedaan yang ada dalam
masyarakat mengarah kepada kesenjangan sosial. Dalam hal ini target minimal
dari realisasi zakat adalah melindungi golongan fakir miskin yang tidak
mempunyai standar kehidupan yang sesuai dan juga tidak memiliki makanan,
pakaian serta tempat tinggal. Adapun target maksimal dari realisasi zakat adalah
dengan meningkatkan standar kehidupan golongan fakir miskin hingga dapat
mencapai tingkat kehidupan yang berkecukupan.
Potensi zakat di Indonesia sangat tinggi, mengingat mayoritas
penduduknya adalah muslim. Namun ada beberapa hal yang perlu dicermati
(Suprayitno, 2005). Pertama, zakat hanya diambil dari hal tertentu, misalnya
uang, pertanian, peternakan, dan perdagangan. Kalaupun bisa dikembangkan pada
hal-hal lain, misalnya deposito, rumah, ataupun penghasilan, jenisnya tidaklah
sebanyak pajak karena pajak diatur melalui legalisasi pemerintah pada setiap
aliran perekonomian, baik produksi, konsumsi, maupun distribusi. Kemungkinan
peningkatan penerimaan zakat penghasilan atau zakat profesi, di mana terdapat 2
9
harus dizakatkan, dianalogikan kepada pertanian. Jadi zakat profesi dibayarkan
ketika seseorang menerima gaji. Komponen kedua yakni gaji yang harus
dizakatkan (gaji kotor), yaitu take home pay sebelum digunakan untuk berbagai
keperluan konsumsi.
Kedua, zakat tidak dapat digunakan untuk sembarangan kepentingan
umum. Zakat hanya dibatasi untuk kepentingan umat Islam. Zakat yang diberikan
kepada umat Islam pun juga dibatasi kepada delapan asnaf, yaitu fakir, miskin,
budak, amil zakat, orang yang berhutang (gharimin), orang yang sedang dalam
perjalanan dan kehabisan bekal, orang yang baru masuk Islam dan hatinya masih
lemah, dan orang yang memperjuangkan agama Islam.
2.1.1.2. Syarat dan Jenis Zakat
Pada dasarnya, Al-Qur’an tidak merinci jenis-jenis harta kekayaan yang
wajib dizakati secara eksplisit. Al-Qur’an hanya menggunakan lafaz yang umum
yaitu amwaal yang bermakna segala macam jenis harta, meskipun dalam hadist,
Nabi SAW telah menyebutkan beberapa nama dan jenis harta yang wajib dizakati
seperti al-masyiyah (beberapa jenis hewan), zahab-fiddah (emas-perak), ‘urud
al-tijarah (harta perdagangan), zuru’ simar (hasil pertanian dan tumbuh-tumbuhan
tertentu) dan rikaz ma’adin (harta temuan dan galian), tetapi tidak membatasi
(takhsis) nama dan jenis harta kekayaan selain dari lima jenis tersebut (Qadir,
2001).
Sebenarnya jenis zakat tersebut sifatnya kondisional menyesuaikan
dengan kondisi perekonomian dan masyarakat. Seperti kondisi sekarang, dimana
jenis harta dan kekayaan baru baik berupa hasil penggalian potensi alam maupun
sumber daya manusia bahkan menghasilkan pertumbuhan jenis-jenis harta
kekayaan konvensional. Dalam QS. Al-Baqarah: 267 wahai orang-orang yang
beriman. Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang
buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji. Jadi, semua jenis harta yang diperoleh
dari hasil usaha dan semua kekayaan yang bersumber dari perut bumi wajib
dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai ketentuan umumnya.
Menurut Al-Qardhawi (2001) dalam Zakat (dalam dimensi mahdhah dan
sosial), mengemukakan karakteristik dan jenis harta yang wajib dizakati adalah
sebagai berikut:
a. Semua harta benda dan kekayaan yang mengandung sebab (illat) kesuburan
dan berkembang dengan cara diinvestasikan, diternakkan, atau
diperdagangkan.
b. Semua jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang mempunyai harga dan
nilai ekonomi.
c. Semua jenis harta benda yang bernilai ekonomi yang berasal dari perut bumi
atau dari laut, baik berwujud cair atau padat.
d. Semua harta kekayaan yang diperoleh dari berbagai usaha dan penjualan jasa.
Muhammad Abu Zahrah (2004) mengemukakan sifat-sifat harta yang
11
1. Sifat harta tersebut dapat mengangkat status seseorang dari kemiskinan.
2. Sifat kepemilikan terhadap harta yang terkena wajib zakat harus tidak hilang
sewaktu-waktu, artinya harus merupakan kepemilikan yang sempurna.
3. Harta kekayaan tersebut harus harta yang dapat berkembang, baik melalui
suatu perbuatan maupun melalui suatu kebajikan, dimana seseorang dapat
menempuh berbagai cara untuk mengembangkan hartanya.
Dalam seminar internasional yang diadakan di Damaskus tahun 1952,
para ulama kontemporer membahas prospek perkembangan macam-macam harta
yang wajib dizakati pada abad modern. Seminar tersebut menghasilkan fatwa,
bahwa kekayaan dan penghasilan yang diperoleh dari berbagai usaha profesi,
wajib dikeluarkan zakatnya (Qadir, 2001).
Dalam era laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sekarang
tampak kecenderungan dari beberapa jenis mata pencaharian utama, seperti
pertanian dan peternakan semakin menurun, karena sebagian lahan pertanian
beralih fungsi menjadi sentra produksi, pemukiman baru, jalan raya, dan
sebagainya. Oleh karena itu, tidak adil jika kekayaan yang sangat potensial, yang
merupakan lapangan pekerjaan sebagian besar manusia tidak dikenakan
kewajiban zakat. Dengan demikian penghasilan dan kekayaan yang diperoleh dari
pekerjaan dan usaha profesi modern ini, harus dijadikan sebagai sumber
2.1.2. Tinjauan Umum Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia 2.1.2.1. Konsep Organisasi
Organisasi yang baik dapat didekatkan dengan perusahaan yang baik.
Perusahaan yang baik atau dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG)
merupakan prinsip-prinsip yang harus diterapkan oleh suatu perusahaan maupun
organisasi agar dapat bertahan dalam jangka panjang dalam koridor yang benar.
Prinsip-prinsip GCG meliputi [Tohir (dalam Kuliah Informal Ekonomi
Islam), 2010] :
1. Akuntabilitas
Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh
dewan komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang
saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi bertanggung jawab atas
keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan
pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan
perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham
bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan
perusahaan.
2. Tanggung Jawab
Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer
perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai pengelola
perusahaan hendaknya dihindari segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan
13
tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak maupun pedoman operasional
bisnis perusahaan.
3. Keterbukaan
Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan
akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja
keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas
informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang
saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang
saham dapat ditingkatkan.
4. Kewajaran
Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di
perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang
dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus melakukan
keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan
kepentingan.
5. Kemandirian
Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak
secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada
tekanan-tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem operasional
perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan
harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders yang
2.1.2.2. Organisasi Pengelola Zakat Formal dan Informal
Dalam menyalurkan zakat dianjurkan melalui organisasi pengelola zakat.
Hal tersebut sesuai dengan Al-Qur’an. Amil zakat merupakan perantara antara
seseorang yang ingin berzakat dengan mereka yang berhak mendapat zakat.
Dengan adanya UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, memberi
peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh Badan atau Lembaga Amil Zakat
secara profesional. Dengan adanya UU tersebut saat ini bermunculan organisasi
pengumpul zakat (Amil Zakat), seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat Indonesia,
Dompet Peduli Ummat (DPU) Darut Tauhid, dan lain-lain.
Di Indonesia, organisasi pengelola zakat ada yang bersifat formal dan
informal. Organisasi yang bersifat formal adalah yang dibentuk oleh pemerintah
maupun lembaga yang dibentuk oleh masyarakat, dikukuhkan dan dilindungi oleh
pemerintah. Sedangkan organisasi yang bersifat informal adalah organisasi
pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat tetapi tidak ada campur tangan
dari pemerintah, seperti yayasan-yayasan dan masjid-masjid sekitar tempat tinggal
yang dipercaya oleh masyarakat setempat untuk mengelola zakat yang meliputi
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu dikatakan
informal jika zakat disalurkan langsung kepada para mustahik.
Badan Amil Zakat (BAZ) adalah suatu organisasi pengelola zakat yang
didirikan oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan
tugas mengumpulkan, mendayagunakan dan mendistribusikan zakat sesuai
dengan ketentuan agama (DEPAG, 2005). BAZ bekerja dalam tingkat Nasional
15
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat
yang bergerak dalam hal pengumpulan, pendayagunakan, dan pendistribusian
dana zakat. Di Palembang, terdapat sepuluh lembaga amil formal yaitu, BAZDA
Provinsi Sumatera Selatan, BAZ Kota Palembang, Yazri Pusri, BAZMA
pertamina. LAZ BRI, Rumah Zakat Indonesia (RZI), Dompet Sosial Insan Mulia
(DSIM), DPU Darut Tauhid, LAZMA, LAZ Serba Bakti (Kanwil Kemenag
Sumsel, 2011).
2.1.2.3. Peran Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia
Seperti yang telah disebutkan di atas, amil zakat berperan dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat. Pengumpulan
zakat dilakukan dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar
pemberitahuan muzakki. Dalam pengumpulannya, amil zakat dapat bekerja sama
dengan Bank, selain itu BAZ juga dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat
(UPZ) di tiap-tiap tingkatan.
Setelah dana zakat dikumpulkan maka dana tersebut wajib
didistribusikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum
Islam. Dalam pendistribusian kepada mustahik ada tiga sifat (DEPAG, 2005),
yaitu :
1. Bersifat hibah (pemberian) dan memperhatikan skala prioritas kebutuhan
mustahik di wilayah masing-masing.
2. Bersifat bantuan, yaitu membantu mustahik dalam menyelesaikan atau
3. Bersifat pemberdayaan, yaitu membantu mustahik untuk meningkatkan
kesejahteraannya, baik secara perorangan maupun berkelompok melalui
program atau kegiatan yang berkesinambungan, dengan dana bergulir, untuk
memberi kesempatan penerima lain yang lebih banyak.
Pendayagunaan zakat dapat diperuntukan pada kebutuhan konsumtif dan
produktif. Zakat kebutuhan konsumtif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahik
untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang
dibagikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau zakat
harta yang dibagikan kepada korban bencana alam seperti bencana gempa, banjir,
tanah longsor. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk kebutuhan
konsumtif mustahik dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut (DEPAG,
2005) :
1. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik delapan asnaf khusunya
fakir miskin.
2. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi ketentuan
kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
3. Mendahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing.
Dalam kaitannya dengan pemberantasan kemiskinan, zakat yang
dimaksud adalah zakat produktif. Maka dikampanyekanlah zakat produktif,
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam DEPAG RI (2003:111)
menyatakan: "Untuk usaha-usaha yang produktif, zakat dapat dijadikan suatu
usaha untuk mengurangi kemiskinan," yang diharapkan suatu saat bisa menjadi
17
bermunculannya usaha-usaha kecil yang juga dapat menyerap tenaga kerja,
sehingga otomatis juga dapat mengurangi pengangguran.
Pada intinya, menurut Qardawi (2010), para amil zakat memiliki berbagai
macam tugas dan pekerjaan dimana semuanya berhubungan dengan pengaturan
soal zakat. Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam
zakat yang diwajibkan padanya. Juga besar harta yang wajib dizakat, kemudian
mengetahui para mustahik zakat. Berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan
mereka serta besar biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan
urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para
pembantunya. Sehingga jika zakat disalurkan melalui organisasi zakat formal
maka pendayagunaan dan pendistribusiannya akan lebih efektif dan efisien. Pada
akhirnya akan menciptakan suatu kondisi ekonomi masyarakat yang adil dan
merata.
2.1.3. Zakat dalam Pembangunan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan 2.1.3.1. Peranan Zakat
Zakat perlu dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang paling relevan,
misalnya tentang doktrin yang menghendaki jangan sampai terjadi konsentrasi
kekayaan dan peredaran yang melingkar di sekitar golongan elite, juga hadist
Nabi SAW yang menjelaskan fungsi zakat, yaitu mengalihkan kekayaan dari
kelompok kaya ke golongan miskin. Ini berkaitan juga dengan ayat yang
memerintahkan ta'awun (kerja sama dalam kebaikan), fakkuraqabah
(membebaskan orang dari perbudakan), birr (berbuat kebajikan umum), ihsan
kepada orang-orang miskin untuk melakukan konsumsi terhadap kebutuhan yang
paling dasar), dan sebagainya. Zakat bertujuan untuk menjaga harta di dalam
masyarakat tetap dalam sirkulasi dan tidak terkonsentrasi di tangan segelintir
orang saja.
Zakat menjadikan masyarakat tumbuh dengan baik (sehat). Zakat
mencegah segala pengaruh yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
ekonomi, sebaliknya mendorong tercapainya kemajuan ekonomi. Dengan
menjadikan zakat sebagai suatu kewajiban bagi setiap muslim yang berharta untuk
membayar zakat atas harta kekayaannya, harta miliknya, barang perdagangan, dan
sebagainya akan memberi dorongan yang sangat kuat kepada banyak orang untuk
melakukan investasi modalnya sehingga mampu menumbuhkan dan
meningkatkan kekayaan total seluruh masyarakat.
Zakat bukanlah pajak dalam pengertian biasa, tetapi merupakan pajak
khusus yang hanya diwajibkan kepada umat Islam disuatu negara dan mereka
bayarkan sebagai suatu kewajiban agama. Pendapatan yang diperoleh dari
pengumpulan zakat merupakan pendapatan khusus pemerintah yang harus
dibelanjakan untuk kepentingan-kepentingan khusus, seperti untuk membantu
pengangguran, fakir, miskin, yatim piatu, janda-janda, orang-orang sakit, dan
sebagainya. Zakat membentuk masyarakat untuk bekerja sama, bertindak sebagai
lembaga penjamin, dan penyedia dana cadangan bagi masyarakat islam.
Zakat pernah terbukti menjadi faktor penting dalam mengatasi
kemiskinan. Sebagaimana pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Abdul
19
itu nyaris tidak ditemukan lagi orang miskin yang berhak menerima zakat.
Keberhasilan pengelolaan ekonomi dan pengurusan zakat, sehingga zakat
mengalami kesulitan untuk didistribusikan, karena semua orang merasa tidak
layak lagi menerima zakat (Qadir, 2001).
Dana zakat untuk masyarakat ekonomi lemah hendaknya dikelola dengan
sistem Mudharabah, Murabahah, dan Qardh.al-Hasan Perbankan Islam. Bank
zakat perlu dibentuk dengan tujuan : 1. Penyaluran bantuan kepada golongan
ekonomi lemah dapat diadministrasikan secara akurat, modern, dan transparan, 2.
Membuka kesempatan kerja baru bagi pencari kerja, dan lain-lain, multiple effect.
(Djamal Doa, 2005)
Departemen Agama RI menyebutkan bahwa tujuan dan sasaran zakat
hendaknya digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Memperbaiki taraf hidup
Tujuan zakat yang utama adalah meperbaiki taraf hidup rakyat. Rakyat
Indonesia masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Akibatnya
kebodohan dan kesempatan memperoleh pendidikan masih merupakan masalah
serius yang harus dipecahkan.
Kegiatan yang dapat dilakukan ada dua macam. Pertama, kegiatan yang
bersifat motivasi seperti memberikan pengetahuan tentang sistem manajemen,
bimbingan, memberikan pengetahuan tentang beberapa macam home industry dan
lain-lain. Kedua, kegiatan yang bersifat memberikan bantuan permodalan, baik
2. Pendidikan dan beasiswa
Program-program yang dapat dilakukan antara lain, 1. Memberikan
bantuan kepada organisasi atau yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan,
baik berupa uang yang pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada pengurus
atau berupa bantuan sarana pendidikan yang mendesak untuk disediakan. 2.
Memberikan bantuan biaya sekolah kepada anak-anak tertentu atau sifatnya tetap
dalam bentuk beasiswa kepada beberapa anak, sehingga ia dapat melanjutkan
sekolah atau belajar sampai jenjang tertentu yang ditetapkan oleh pengelola atau
pengurus BAZ.
3. Mengatasi masalah ketenagakerjaan atau pengangguran
Kegiatan lain yang dapat dilakukan dengan dana zakat adalah mengatasi
masalah pengangguran. Dengan memberikan permodalan baik kepada perorangan
ataupun kelompok, sehingga kelompok itulah yang akan mengelola modal
berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh.
4. Program pelayanan kesehatan
Zakat sebagai konsep sosial harus dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan umat Islam dalam bentuk pelayanan kesehatan. Kegiatan yang dapat
dilakukan adalah dengan pembangunan poliklinik di desa ataupun kota. Kegiatan
lain yang dapat dilakukan adalah dengan membantu fakir miskin yang
keluarganya menderita sakit dan tidak mampu menanggung biaya perawatan.
5. Panti Asuhan
Usaha untuk menanggulangi anak-anak terlantar seperti anak-anak yatim
21
antara lain, dengan pemberian bantuan kepada organisasi yang sudah ada dapat
berupa uang atau peralatan keterampilan. Kegiatan lain yang dapat dilakukan
adalah dengan mendirikan organisasi atau panti asuhan baru sehingga dapat
menampung anak yatim piatu dalam jumlah banyak.
6. Sarana peribadatan
Pemanfaatan atau pendayagunaan zakat untuk keperluan pembangunan
atau pemeliharaan tempat ibadah merupakan titik tolak perkembangan pemikiran
atas penafsiran dari kata fi sabilillah.
2.1.3.2. Teori dan Konsep Konsumsi dalam Ekonomi Islam
Menurut Susanto dalam Suprayitno (2005) dalam pembahasan mengenai
konsumsi dalam ekonomi islam diasumsikan: pertama, zakat dikenakan atas
semua harta perniagaan dan investasi yang dimiliki kaum muslimin, baik individu
maupun badan usaha. Kedua, pembayar zakat perniagaan cukup besar dan
menguasai satu bagian tertentu dari pendapatan nasional. Ketiga, gerakan dakwah
dan penyadaran zakat berhasil dengan baik, sehingga setiap umat islam yang
wajib berzakat bersedia membayar zakat. Keempat, proporsi zakat yang
dibayarkan tersebut tetap, sebesar tertentu dari pendapatan nasional. Kelima, zakat
yang terkumpul dibagikan kembali kepada yang berhak menerimanya. Keenam,
orang yang menerima zakat mempunyai kecenderungan mengkonsumsi marjinal
(MPC) yang lebih tinggi secara signifikan dibanding pembayar zakat. Ketujuh, di
satu sisi zakat pendapatan dihitung sebagai komponen pengurang penghasilan
Dalam ekonomi Islam perekonomian secara makro terdiri atas dua
karakteristik yang berbeda, yaitu muzakki dan mustahik.
C1 = a + bY (1-z-f) C2 = zY + fY
Dimana: C1 = Konsumsi muzakki (wajib zakat) C2 = Konsumsi mustahik ( penerima zakat)
C = C1 + C2 ………...…..….. (1) C = a + bY (1-z-f) + zY + fY ………..……... (2)
Dimana z adalah besarnya zakat yang dibayarkan dan f adalah besarnya
infak/shadaqoh.
Menurut Metwally (1995;50-51) fungsi konsumsi dalam ekonomi Islam,
dianggap besarnya zakat ditunjukkan oleh fungsi:
Z = zY ……….. (3)
F = fY ……….. (4)
Dimana,
0 < z+f < 1
Katakanlah βY merupakan pendapatan pembayaran zakat yang menguasai
satu bagian tertentu dari pendapatan nasional; dan sisanya (1-β)Y adalah
pendapatan penerima zakat, dimana : 0 < β < 1. Dimisalkan pula δ sebagai hasrat
konsumsi marginal penerima zakat, dimana : 0 < β < δ < 1.
Fungsi konsumsi dalam ekonomi Islam (1) dengan mensubstitusikan persamaan
(3) dan (4) menjadi :
C = a + b (βY – zY – fY) + δ [(1-β)Y + zY + fY] ……… (5)
23
MPC = z > 0 = bβ –zb – fb + δ (1-β) + zβ + fβ ……….…. (6)
Kurva pengeluaran konsumsi rumah tangga seperti analisis Keynes dan
ekonomi Islam ini dapat pula digambarkan ke dalam sebuah grafik seperti pada
Gambar 1. Titik E menunjukkan perpotongan antara kurva konsumsi dengan suatu
garis bantu (Y = E) yang berawal dari nol (0) dan membentuk sudut 45o terhadap
sumbu pendapatan nasional (Y). Titik E disebut dengan titik keseimbangan, yaitu
titik yang menunjukkan besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran
konsumsi rumah tangga. Sedangkan dalam ekonomi Islam keseimbangan terjadi
pada titik EI di mana nilai Y keseimbangan atau YBEPEI terjadi lebih besar dari
YBEPC.
Sumber : Suprayitno, 2005
Gambar 1. Kurva Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dalam Ekonomi Konvensional dan Islam
Pengaruh prinsip-prinsip Islam terhadap pengeluaran konsumsi dengan
pendapatan yang muncul dalam suatu ekonomi, dalam hal ini ada 4 hipotesa
teoritis, yaitu hipotesis pendapatan mutlak, hipotesis pendapatan relatif, hipotesis C
EI
E
YBEPEI YBEPC
Y C = a + bY
C = C1 + C2
Y = E
0
pendapatan permanen, dan hipotesis siklus kehidupan. Hipotesis pendapatan
mutlak, menurut Siddiqi (1988) dan Kahf (dalam Khurshid Ahmad) menyebutkan
bahwa dengan adanya zakat maka hasrat konsumsi rata-rata dan hasrat marginal
dalam jangka pendek akan menurun, akan tetapi penurunannya lebih kecil
dibandingkan dalam ekonomi konvensional dan dalam jangka panjang tingkat
konsumsi masyarakat akan mengalami peningkatan karena: 1. Taraf hidup
penerima zakat meningkat. Penurunan konsumsi disebabkan oleh permintaan akan
barang mewah menurun. 2. Permintaan akan barang-barang pokok dari
masyarakat akan meningkat seiring meningkatnya taraf hidup masyarakat yang
menerima zakat.
Menurut hipotesis pendapatan relatif, suatu usaha redistribusi pendapatan
yang menguntungkan kelompok miskin dan kelompok yang membutuhkannya
tidak menaikkan konsumsi agregat. Pengurangan pendapatan kelompok kaya
melalui redistribusi pendapatan (pembayaran zakat), tekanan pada keluarga
berpendapatan rendah yang terus mempertahankan “keep up with the Joneses”
dikurangi sesuai dengan pengurangan pendapatannya. Proses ini akan berlangsung
sampai semuanya berkurang ke bawah. Zakat, infak, dan sedekah akan
mengurangi konsumsi, mengurangi ketidakmerataan. Oleh karena itu, jika
konsumsi menurut hipotesis pendapatan relatif berlaku dalam ekonomi Islam,
maka zakat, infak, sedekah dapat meningkatkan jumlah tabungan yang dapat
diarahkan untuk investasi (Metwally, 1995;55).
Hipotesis pendapatan permanen menjelaskan bahwa redistribusi
25
memerlukannya, dan tidak memengaruhi permintaan agregat, redistribusi tersebut
memengaruhi konsumsi dan pendapatan permanen bukan konsumsi dan
pendapatan tidak tetap. Besarnya zakat adalah tetap, tidak seperti pajak. Jika
konsumsi total mengikuti hipotesis pendapatan permanen, maka perbandingan
konsumsi permanen dengan pendapatan permanen akan sama untuk setiap tingkat
pendapatan. Oleh karena itu, konsumsi permanen agregat tidak akan berpengaruh
terhadap redistribusi pendapatan.
Menurut hipotesis siklus hidup bahwa konsumsi tidak saja bergantung
pada pendapatan rumah tangga pada saat ini, tapi juga pada kekayaan dan
pendapatan yang diharapkan di masa mendatang. Hipotesis ini menunjukkan
bahwa redistribusi pendapatan menguntungkan kelompok miskin dan kelompok
yang memerlukan, namun tidak berpengaruh besar pada pengeluaran konsumsi
agregat.
2.1.3.3. Konsep Tabungan dan Investasi dalam Ekonomi Islam
Fungsi investasi dalam ekonomi Islam amat berbeda dengan fungsi
investasi dalam ekonomi konvensional. Perbedaan terjadi terutama karena
pengusaha Islam tidak menggunakan tingkat bunga dalam menghitung investasi.
Implikasi dari ajaran Islam terhadap investasi, yaitu: di negara penganut ekonomi
Islam, investasi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu ada sanksi untuk pemegang
aset yang tidak produktif, dilarang melakukan berbagai bentuk spekulasi dan judi,
dan tingkat bunga untuk pinjaman adalah nol sebagai gantinya dipakai sistem bagi
Seorang muslim yang menginvestasikan tabungannya tidak akan terkena
zakat, tetapi ia harus membayar zakat atas hasil yang diperoleh dari investasi
tersebut. Islam juga melarang berbagai bentuk spekulasi, jual beli barang tanpa
melihat barang serta transaksi di depan. Larangan spekulasi dalam ekonomi Islam
berimplikasi terhadap perilaku ekonomi, yaitu :
• Tidak ada tabungan yang disalurkan ke usaha untuk mencari keuntungan tetapi
tabungan harus dibuat aktif dengan melakukan investasi nyata.
• Permintaan uang untuk spekulasi tidak ada dalam ekonomi Islam. Maka tidak
dijumpai permintaan akan uang untuk tujuan spekulasi.
• Dalam jangka pendek, tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi akan
lebih stabil, karena tidak ada aktivitas spekulasi di pasar modal.
Metwally (1995;73), menyatakan bahwa fungsi investasi dalam ekonomi
Islam dirumuskan sebagai berikut:
I = φ (r, ZA , Zπ, m) ... (7) dan,
r = r ... (8) dimana:
I = permintaan akan investasi
r = tingkat keuntungan yang diharapkan
SI = bagian/pangsa keuntungan/kerugian investor
SF = bagian/pangsa keuntungan/kerugian peminjam dana ZA = tingkat zakat atas asset yang tidak/kurang produktif Zπ = tingkat zakat dari keuntungan investasi
m = pengeluaran lain selain zakat atas asset yang tidak/kurang produktif
Karena ZA = ZA dan Zπ = Zπ (yaitu tingkat zakat adalah tetap), maka dapat
27
I = ψ (r, m ) ... (9)
di mana :
> 0 ... (10)
>0 ... (11)
Menurut persamaan (9) maka permintaan investasi dalam ekonomi Islam
akan meningkat jika:
- Meningkatnya tingkat keuntungan yang diharapkan.
- Meningkatnya tingkat iuran terhadap aset yg tidak/kurang produktif.
Tingkat keuntungan yang diharapkan bukan sebagai variabel kontrol,
maka variabel yang dipakai sebagai instrumen oleh otoritas Islam adalah tingkat
biaya atas aset yang tidak/kurang produktif. Variabel ini merupakan alternatif
tingkat bunga yang biasa berlaku dalam negara non Islam penganut pasar bebas.
Sumber : Suprayitno, 2005
Pada Gambar 2 menunjukkan permintaan investasi baru dalam ekonomi
yang diatur oleh hukum Islam, yaitu sebagai fungsi tingkat keuntungan yang
diharapkan. Keuntungan yang diharapkan menentukan volume investasi dalam
ekonomi yang mengenal zakat tanpa bunga. Bila keuntungan yang diharapkan
menjadi nol, maka investasi masih terus berlangsung.
Gambar tersebut juga memperlihatkan lebih jauh bahwa makin tinggi
tingkat keuntungan yang diharapkan, semakin besar volume investasinya. Dalam
ekonomi yang menerapkan hukum Islam, permintaan investasi baru akan menurun
sampai nol pada titik dimana tingkat keuntungan menjadi negatif , yaitu pada nilai
. Di atas titik tersebut, investasi menjadi suatu fungsi dari keuntungan yang
diharapkan meningkat.
2.1.3.4. Teori dan Konsep Kemiskinan
Pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan barang dan jasa dalam
kegiatan ekonomi masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses
multidimensional yang mencakup tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi,
pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan, pemberantasan kemiskinan
dan perubahan struktur ekonomi, sikap hidup dan kelembagaan. Dalam proses pembangunan yang diharapkan bukan hanya sekedar pertumbuhan tetapi juga
diikuti dengan pemerataan. Pemerataan yang tidak tercipta akan menyebabkan
terjadinya kesenjangan ekonomi. kesenjangan ini akan menciptakan kondisi
29
Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik berupa sandang, pangan, papan, pendidikan,
dan kesehatan. Hal tersebut dapat terjadi karena rendahnya pendapatan seseorang
atau bahkan tidak memiliki pendapatan, dan sulitnya akses ke lembaga kesehatan
dan pendidikan. Menurut Myrdal, kemiskinan bukan terletak pada persoalan
modal semata sebagaimana yang disampaikan oleh kalangan ekonom liberal
seperti Nurske, akan tetapi lebih karena kurangnya gizi, pendidikan, dan basic
need lainnya. Menurut Myrdal, keadaan miskin bermula dari pendapatan yang
rendah sehingga kualitas gizi menjadi kurang. Rendahnya kualitas gizi tersebut
menyebabkan rendahnya kesehatan yang kemudian menyebabkan rendahnya
produktivitas. Produktivitas rendah ini menyebabkan pendapatan yang rendah,
dan pada gilirannya menyebabkan kemiskinan.
Kemiskinan terdiri dari beberapa macam bentuk. Pertama, kemiskinan
relatif merupakan kondisi kemiskinan yang terjadi karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Ukuran yang dipakai
oleh Bank Dunia yaitu apabila 40 persen penduduk termiskin memperoleh kurang
dari 12 persen Produk Domestik Bruto (PDB) adalah ketimpangan buruk, antara
12-17 persen adalah ketimpangan sedang, antara 17-22 persen adalah relatif
merata, dan di atas 22 persen adalah merata. Selain itu, bisa juga dengan rasio
gini pendapatan yaitu nilai antara 0 - 1, dimana kalau sama atau di bawah 0,3
berarti merata, antara 0,3 - 0,4 berarti kemerataan sedang, 0,4 - 0,5 berarti relatif
Kedua, kemiskinan absolut adalah kondisi miskin yang ditentukan
berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum
seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan
untuk bisa hidup dan bekerja. Ukurannya adalah dengan menghitung jumlah
penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan.
Ketiga, kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan
oleh struktur sosial yang tidak memungkinkan kelas-kelas masyarakat tertentu
untuk mengakses sumber-sumber kekayaan.
Keempat, kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh
faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang sudah tertanam dalam
diri seseorang atau dalam komunitas tertentu (Damanhuri, 2010).
Berdasarkan bukti empiris bahwa pertambahan jumlah penduduk yang
hidup dibawah garis kemiskinan bukanlah karena persoalan kekayaan yang tidak
seimbang dengan jumlah penduduk (over population), akan tetapi karena
persoalan distribusi pendapatan dan akses ekonomi yang tidak adil disebabkan
tatanan sosial yang buruk serta rendahnya rasa kesetiakawanan diantara sesama
anggota masyarakat. Lingkaran kemiskinan yang terbentuk dalam masyarakat
Indonesia lebih banyak kemiskinan struktural sehingga upaya mengatasinya harus
dilakukan melalui upaya yang prinsipil, sistematis dan bukan hanya parsial dan
sporadis (DEPAG, 2005).
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian mengenai zakat pada dasarnya sudah banyak
31
(IPB) saja, tetapi universitas lain pun banyak mengkaji masalah zakat ini. Untuk
di lingkungan IPB sendiri, penelitian ini banyak dikaitkan dengan masalah
pendayagunaan zakat. Seperti yang dilakukan oleh Tiara Tsani (2009), Anriani
(2009), Nia (2009). Mereka mengkaji zakat dalam hal pendayagunaannya. Hasil
dari penelitian mereka menunjukkan bahwa zakat dapat membantu mengurangi
tingkat kemiskinan dan dapat meningkatkan kesejahteraan para mustahik. Metode
yang digunakan adalah FGT Index yang meliputi Headcount Ratio (H), Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Metode
lainnya yang digunakan adalah Analisis Regresi Linear Berganda. Kemudian
Beik, dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Economic Estimation and
Determinants of Zakah Potential in Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan
metode analisis regresi logistik, dan crosstab (Republika, 2011).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa diluar IPB terkait
dengan zakat adalah seperti yang dilakukan oleh (Felani, 2005) membahas tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan zakat di kota
Palembang. Dalam penelitian tersebut terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
pengeluaran zakat oleh para muzakki, yaitu tingkat pendapatan, tingkat konsumsi,
serta pemahaman masyarakat tentang zakat tersebut. Ketiga faktor tersebut
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan zakat di kota
Palembang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi
berganda. Nilai dari koefisien korelasi sebesar 0,536 berarti terdapat hubungan
yang erat antara variabel penerimaan zakat. Nilai koefisien determinasi sebesar
28,7 persen. Sedangkan tingkat pemahaman masyarakat tentang zakat sangat
berpengaruh terhadap kecenderungan untuk membayar zakat sehingga berdampak
pada peningkatan penerimaan zakat.
2.3. Kerangka Pemikiran
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang sering dihadapi oleh
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Permasalahan itu menjadi permasalahan
yang sulit untuk diatasi mengingat kemiskinan itu terbentuk seperti rantai yang
sulit untuk diputus. Di Indonesia, sudah dilakukan berbagai cara untuk mengatasi
masalah kemiskinan ini diantaranya adalah dengan pemberian subsidi bahan bakar
maupun dengan program beras miskin. Namun, upaya-upaya tersebut tidak juga
dapat mengatasi masalah tersebut.
Islam telah mengajarkan umatnya untuk saling berbagai dan tolong
menolong. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan bentuk-bentuk ibadah yang
diajarkan islam. Zakat dapat dijadikan instrumen fiskal dalam perekonomian.
Dalam hal ini, zakat berfungsi sebagai alat untuk menciptakan distribusi
pendapatan yang adil dan merata. Karena pada dasarnya kemiskinan itu tercipta
karena adanya ketidakmerataan dan ketimpangan.
Dengan jumlah penduduk yang mayoritas beragama Islam, maka potensi
zakat dalam mengentaskan kemiskinan sangat besar. Namun, zakat yang tergali
belum maksimal. Penerimaan zakat terkait dengan karakteristik individu dan
organisasi zakat. Sehingga dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
33
memengaruhi pilihan organisasi zakat. Berikut adalah gambar kerangka penelitian
dalam Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Penduduk Muslim
Potensi Zakat Realisasi Zakat
‐ Kemudahan rezeki
‐ Percaya dengan semua balasan ‐ Upaya bersyukur
‐ Zakat itu kewajiban ‐ Menyadari hak orang lain ‐ Lingkungan mendukung ‐ Rutinitas shalat Fardhu ‐ Merasa bersalah jika tdk zakat ‐ Senang meningkatkan eko.
Fakir/miskin
‐ Iba melihat fakir/miskin ‐ Menjadi contoh bagi orang lain ‐ Senang membantu fakir/miskin ‐ Membersihkan harta
‐ Rutinitas hadir di majelis ilmu ‐ Rutinitas membaca buku-buku
agama
‐ Shalat berjama’ah
‐ Kemampuan menghitung zakat
‐ Profesionalitas ‐ Transparansi ‐ Kenyamanan ‐ Kepuasan
‐ Sosialisasi melalui media ‐ Sosialisasi langsung kepada
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 7-17 Februari 2011 di Kota Palembang,
Sumatera Selatan. Penelitian ini dilakukan melalui pemberian kuesioner kepada
para muzakki yang tersebar di 16 kecamatan. Pemilihan lokasi di Kota Palembang
ini adalah mengingat Kota Palembang merupakan salah satu kota yang berupaya
untuk menggalakkan zakat dengan mewajibkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
kota tersebut untuk membayar zakat, yaitu dengan menerbitkan Surat Keputusan
(SK) Walikota Palembang No. 177 tahun 2009.
3.2. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey terhadap penduduk muslim
yang bekerja dan membayar zakat. Data utama yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer. Selain itu, dalam penelitian ini juga digunakan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan kuesioner,
meliputi karakteristik responden mengenai pembayaran zakat. Sedangkan data
sekunder yang merupakan data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi
berupa publikasi atau dalam file digital, meliputi data kependudukan Kota
Palembang, penerimaan dan penyaluran zakat, serta data-data lain terkait dengan
penelitian. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan,
BPS Pusat, BAZDA Sumatera Selatan, BAZ Kota Palembang, Kementerian
35
3.3. Metode Pengambilan Sampel
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 80 orang
yang telah mewakili para wajib zakat di 16 kecamatan di Kota Palembang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling,
yaitu berdasarkan pertimbangan mengenai beberapa karakteristik terkait anggota
sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2009).
Sampel diambil secara proporsional berdasarkan proporsi dari BPS. Di Indonesia
60 persen penduduk yang bekerja adalah golongan pendapatan rendah, 30 persen
golongan menengah dan 10 persen golongan pendapatan tinggi (BPS,2010).
Dalam hal ini, masyarakat yang menjadi responden adalah adalah penduduk
muslim yang bekerja yang mewakili setiap golongan pendapatan.
Tabel 2. Daftar Sampel Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan (Rupiah) Jumlah Responden
< 2.500.000 32
2.500.000-5.000.000 36
> 5.000.000 12
Jumlah 80 Sumber : data primer (diolah)
3.4. Metode Analisis
Dalam menganalisis potensi zakat digunakan data sekunder, berupa data
jumlah penduduk yang bekerja dan proporsi penduduk berdasarkan golongan
pendapatan. Kemudian data diolah menggunakan software excel 2007.
Selanjutnya, dalam analisis faktor dan regresi logistik, digunakan data primer
tidak setuju dan 5 menunjukkan sangat setuju. Analisis faktor dan regresi logistik
diolah menggunakan software SPSS versi 16.
3.4.1. Analisis Potensi Zakat
Untuk mengetahui besarnya potensi zakat digunakan pendekatan estimasi
pendapatan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat proporsi penduduk yang
bekerja secara nasional berdasarkan tingkat pendapatan. Berdasarkan data BPS,
60 persen penduduk yang bekerja adalah berpendapatan rendah. Untuk mereka
yang berpendapatan menengah proporsinya adalah sebesar 30 persen. Sedangkan
penduduk yang bekerja dengan pendapatan tinggi hanya 10 persen.
Potensi =
Dimana: Ri = Proporsi penduduk berdasarkan tingkat pendapatan ke-i (penduduk
golongan menengah dan tinggi) (%)
Pd = Jumlah penduduk muslim yang bekerja (jiwa)
Dengan mengetahui proporsi penduduk dan rata-rata pendapatan tiap
golongan, dapat diperkirakan berapa besar potensi zakatnya. Dalam hal ini adalah
zakat penghasilan sebesar 2,5 persen dari penghasilannya. Diasumsikan potensi
ini merupakan dana zakat yang terkumpul di organisasi zakat formal.
3.4.2. Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan salah satu bentuk analisis multivariat dan
termasuk dalam Interdependence Techniques. Artinya, tidak ada variabel
dependen ataupun variabel independen dalam analisis tersebut, yang berarti pula
37
dengan dependence techniques seperti model regresi berganda yang mempunyai
sebuah variabel dependen dan beberapa variabel independen sehingga diperlukan
sebuah model.
Ada beberapa tujuan dalam analisis faktor. Pertama, untuk data
summarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antarvariabel dengan
melakukan uji korelasi. Kedua, data reduction yakni proses membuat sebuah
variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel
tertentu.
Mengingat prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka
asumsi-asumsi terkait dengan korelasi akan digunakan, yakni (Santoso, 2010):
• Besar korelasi atau korelasi antar variabel-variabel harus cukup kuat.
• Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap
variabel lain harus kecil.
• Pengujian seluruh matrik korelasi (korelasi antarvariabel) yang diukur dengan
besaran Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA).
Ada empat langkah dalam analisis faktor, yaitu (Santoso, 2010):
1. Menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis.
2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan, dengan metode Bartlett Test
of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA). Pada tahap awal
analisis faktor ini, dilakukan penyaringan terhadap sejumlah variabel, hingga
didapat variabel-variabel yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Adapun
hipotesis dalam signifikansi adalah :
H1 = Variabel sudah memadai untuk dianalisis lebih lanjut
Kriteria dengan melihat probabilitas (signifikan):
Jika Sig > 0,1 maka H0 diterima
Jika Sig < 0,1 maka H0 ditolak
Angka MSA (Measure Sampling Adequacy) atau Kaiser Meyer Olkin (KMO)
berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria:
- Jika bernilai 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan
oleh variabel lain.
- Jika > 0,5 maka variabel tersebut masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis
lebih lanjut.
- Jika < 0,5 maka variabel tidak bisa diprediksi dan dianalisis lebih lanjut.
3. Setelah sejumlah variabel yang memenuhi syarat didapat, dilanjutkan pada
proses factoring. Proses ini akan mengekstrak satu atau lebih faktor dari
variabel-variabel yang telah lolos pada tahap sebelumnya. Metode yang
digunakan adalah principal component analysis. Hasilnya adalah berupa nilai
eigenvalues yang menunjukkan keragaman antarvariabel. Jika nilainya kurang
dari 1, maka akan dikeluarkan. Nilai eigenvalue ini akan menunjukkan jumlah
faktor yang terbentuk. Kemudian dapat dilakukan proses Rotasi untuk
memperjelas posisi sebuah variabel berada pada faktor yang satu ataukah ke
faktor yang lain. Metode rotasi yang digunakan adalah metode Varimax.
Angka Loading factor menunjukkan besar korelasi antara variabel satu dengan
39
4. Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, khususnya memberi nama atas
faktor yang terbentuk tersebut, yang dianggap bisa mewakili variabel-variabel
anggota faktor tersebut.
3.4.3. Analisis Regresi Logistik
Regresi logistik merupakan suatu model analisis untuk mengetahui
pengaruh variabel-variabel prediktor yang berskala metrik (kontinyu) atau
kategorik (nominal) terhadap variabel respon yang berskala kategorik. Estimasi
model tersebut yaitu (Juanda, 2007):
Yi = = β0 + β1X1 + β2X2 + …. + βkXk
Keterangan :
Yi = Variabel respon, dalam hal ini adalah tempat membayarkan zakat ( 1 =
lembaga formal, 0 = lembaga informal)
β 0 = Konstanta
β 1 = Koefisien variabel prediktor ke-1
β2 = Koefisien variabel prediktor ke- 2
βk = Koefisien variabel predictor ke-k
X1 = Variabel Prediktor ke-1
X2 = Variabel Prediktor ke-2
4.1. Kondisi Demografis Kota Palembang
Kota Palembang merupakan salah satu kota sekaligus ibukota provinsi Sumatera Selatan. Jumlah penduduk di kota ini berdasarkan sensus penduduk 2010 adalah 1.452.840 jiwa. Kota ini memiliki 14 kecamatan yang kemudian mengalami pemekaran pada tahun 2007 menjadi 16 kecamatan, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kota Palembang Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Tahun 2010
Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan
Ilir Barat II 32.094 31.680 63.774
Gandus 29.092 28.196 57.288
Seberang Ulu I 81.450 81.783 163.233
Kertapati 40.531 39.645 80.176
Seberang Ulu II 46.575 46.678 93.253
Plaju 39.659 39.325 78.984
Ilir Barat I 62.439 61.580 124.019
Bukit Kecil 22.231 21.504 43.735
Ilir Timur I 33.592 35.405 68.997
Kemuning 40.283 41.360 81.643
Ilir Timur II 78.692 79.692 158.384
Kalidoni 49.653 49.704 99.357
Sako 41.098 41.009 82.107
Sematang Borang 16.092 15.865 31.957
Sukarami 69.450 69.783 139.233
Alang-alang Lebar 43.397 43.305 86.700
KOTA PALEMBANG 726.328 726.512 1.452.840
Sumber : BPS Kota Palembang, 2010
41
terendah di Kecamatan Ilir Timur I, yakni sebesar -0,95 persen. Kecamatan Ilir Timur II walaupun menempati urutan kedua dari total jumlah penduduk di Kota Palembang namun dari sisi laju pertumbuhan penduduk relatif cukup rendah yakni hanya sebesar 0,56 persen. Kecamatan Seberang Ulu I walaupun jumlah penduduknya yang tertinggi tetapi laju pertumbuhannya masih di bawah Kecamatan Alang-Alang Lebar (5,21). Kecamatan Sematang Borang (4,39 persen) dan Kecamatan Sukarami (4,38 persen). Tingginya pertumbuhan penduduk di Kecamatan Alang-Alang Lebar, Sukarami, dan Sematang Borang diakibatkan karena daerah ini merupakan daerah yang perkembangan pemukimannya cukup pesat di Kota Palembang, sedangkan Kecamatan Ilir Timur I dan Bukit Kecil mengalami pertumbuhan yang negatif diakibatkan di kedua daerah ini banyak daerah pemukiman yang beralih fungsi menjadi daerah pertokoan dan perkantoran (BPS Kota Palembang, 2010).
Tabel 4. Persentase Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama di Kota Palembang Tahun 2006-2009
Status Pekerjaan Utama 2006 2007 2008 2009
1. Berusaha Sendiri Tanpa Bantuan Orang Lain 24,42 24,66 26,38 30,05 2. Berusaha dengan dibantu Anggota Rumah
Tangga/ buruh Tidak tetap 3,14 7,44 12,06 9,08 3. Berusaha dengan buruh tetap 3,22 2,94 2,37 2,83 4. Buruh/Karyawan/Pekerja dibayar 63,04 56,62 47,01 46,72 5. Pekerja bebas di Pertanian/Pekerja bebas di
non pertanian/pekerja keluarga 6,18 8,34 12,18 11,32
Jumlah 100 100 100 100
Sumber : BPS Kota Palembang, 2010
buruh/karyawan/pekerja yang di bayar. Disusul dengan mereka yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, seperti perdagangan ataupun jenis usaha lain.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Palembang mengalami peningkatan dari sekitar 16.714 orang pada tahun 2008 menjadi sekitar 16.490 orang pada tahun 2009. Berdasarkan jenis kelaminnya, jumlah perempuan yang menjadi PNS tidak jauh berbeda dengan laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kota Palembang Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2007-2009
Jenis Kelamin 2007 2008 2009
Laki-laki 5.577 7.138 7.278
Perempuan 11.122 9.576 9.212
Jumlah 16.699 16.714 16.490
Sumber : BPS Kota Palembang, 2010
4.2. Kondisi Ekonomi Kota palembang
Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk menganalisa pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Laju pertumbuhan PDRB Kota Palembang rata-rata selama kurun waktu 2005 – 2009 atas dasar harga konstan 2000 dengan migas adalah 6,74 persen dan tanpa migas sebesar 7,95 persen per tahun. Sektor-sektor yang tumbuh diatas rata-rata adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (8,94 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (13,15 persen) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (8,38 persen).
43
nilai PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku dengan migas sebesar Rp 15.058.170,00 dan tanpa migas sebesar Rp 10.578.624,00 sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 25.918.220,00 (dengan migas) dan Rp 18.287.890,00 (tanpa migas). Secara umum PDRB Perkapita Kota Palembang berdasarkan harga berlaku dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan.
Tabel 6. PDRB Kota Palembang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian 108.584 110.439 116.094 120.337 124.093 2. Pertambangan
dan Penggalian ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
3. Industri
Pengolahan 5.284.980 5.485.441 5.734.651 5.963.705 6.203.585 4. Listrik, Gas, dan
Air Bersih 186.629 204.440 217.441 228.040 236.099 5. Bangunan 994.330 1.080.857 1.172.161 1.247.949 1.336.865 6. Perdagangan,
Hotel, dan Restoran
2.590.029 2.795.938 3.022.420 3.276.507 3.367.981
7. Pengangkutan
dan Komunikasi 1.532.965 1.741.812 1.952.723 2.215.854 2.479.961 8. Keuangan,
Persewaan, dan Jasa Perusahaan
851.012 920.101 1.001.097 1.068.962 1.160.568
9. Jasa‐Jasa 1.539.369 1.659.064 1.775.897 1.916.867 2.033.752
PDRB dengan
Migas 13.087.898 13.998.092 14.992.484 16.038.221 16.942.904
PDRB tanpa migas 11.151.255 12.090.111 13.116.176 14.130.240 15.044.463
Sumber : BPS, 2010