• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kohesi Sosial Pada Masyarakat Sebelum Dan Pada Masa Vakum Dari Aktivitas Pertambangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kohesi Sosial Pada Masyarakat Sebelum Dan Pada Masa Vakum Dari Aktivitas Pertambangan"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran Foto:

Tanda memasuki wilayah Dusun Sopokomil I Kantor Kepala Desa Lokkotan

Marhobas, Saling membantu ketika sedang ada acara adat di Dusun Sopokomil

(2)

Sarana Transportasi Sopokomil - Kota Medan Lahan Pertanian Padi di Sopokomil

Masyarakat Sedang Melakukan Pemupukan Padi Lahan Pertanian di Sopokomil

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial – Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga Univerrsity Press

Bungin, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif – Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif – Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial – Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Edisi Kedua. Jakarta: Penertbit Erlangga

Koentjanigrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Markus, Andrew.Mapping Social Cohesion The Scanlon Foundation Surveys

National Report 2013. Australia: Faculty of Arts Monash University

Australia

Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial – Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers

Nawang Wulan, Roro.2012. Dampak Kegitan Penambangan Mineral Bukan

Logam di Kota Semarang (Studi Kasus Kecamata

Ngaliyan.Semarang:Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro

Plumer, Ken. 2011. Sosiologi The Basics. Jakarta: Rajawali Pers

Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

(4)

Rinda Natalia Nababan. 2009. Skripsi: PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

MANFAAT PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT (CSR) PT.

DAIRI PRIMA MINERAL DALAM BIDANG PENDIDIKAN(Studi

Deskriptif Kec. Silima Pungga-pungga Parongil, Kab. Dairi). Medan:

FISIP USU

Simanullang, Simson. 2015. Skripsi: Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi

(Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil

Kecamatan Silima Punggapungga Dairi). Medan: FISIP USU

Scoot, Jhon. 2011. Sosiologi – The Key Concepts. Jakarta: Rajawali Pers

Kolip Usman dan Elly M. Setiadi. 2010. Pengantar Sosiologi – Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan

Pemecahannya. Bandung: Penerbit Kencana

Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi – Dari Filosofi Positivistik ke Post Positivistik. Jakarta: Rajawali Pers

Yaumi, Muhammad dan Mujiono Damopoli. 2014. Action Research – Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Kencana

Jurnal Elektronik

Laporan Penelitian Kajian Dampak Penambangan Batubara Terhadap

Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan di Kabupaten Kutai Kartanegara

– Badan Penelitian dan Kementrian Dalam Negeri: Jakarta, November 2010. Tim

Peneliti: Dr. lr. lnce Raden, MP, M.Soleh Pulungan, S.Pd,MH, Moh. Dahlan, SE, M.Si, Dr. lr. Thamrin, MP

Media PENILAI Edisi September VIII 2013: Menimbang Masa Depan Bisnis

(5)

Dampak Sosial Ekonomi Pertambangan Minyak dan Gas Bany Urip Kabupaten

Bojonegoro (Studi Pada Masyarakat Desa Gayam Kecamatan Gayam Kabupaten

Bojonegoro) Abdul Rochman Zaki, Abdul Hakim, Farida Nurani: Jurusan

Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang

Executive Summary Kebijakan Pertambangan di Nusa Tenggara Timur: Suatu

Pendekatan Evaluatif Menuju Tata Kelola Pertambangan Komprehensif Ramah

Lingkungan dan Memenuhi HAM Ekosob - Kerjasama: Puslitbang Transformasi

Konflik Kemhukham RI Dan DPA-SKPD Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) 2013

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Mineral dan Energi Kekayaan

Bangsa – Sejarah Pertambangan dan Energi Indonesia. Jakarta : 2009

E-Societas Volume 3, Number 2, Tahun 2014: Eka Nofianti (10413241009), V. Indah Sri Pinasti, M.Si. dan Puji Lestari, M.Hum. Kohesi Sosial dalam Tradisi

Jimpitan Beras pada Masyarakat Perdesaan (Studi Kasus Di RT 01 RW 02 Desa

Kemiri Lor, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo) – e-Journal Universitas Negeri Yogyakarta

WARTA MINERBA Lubang Tambang Bukan Akhir Segalanya Majalah Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Edisi XIII Agustus 2012

Upacara Tradisional, Kohesi Sosial dan Bangunan Kebangsaan: Ayu Sutarto,

Universitas Jember

Kajian Tematis Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial dan

Rekonsiliasi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara Juli 2004 Laporan ini

(6)

Sumber internet:

Dumex Pasaribu Geologi Sopokomil (Dairi Zinc)

https://dumexpasaribu.wordpress.com/2013/06/04/602/ Di Akses 21 November

2014 Pukul 20.00 WIB

Kohesi Sosial, Perekat yang Selalu Harus Dikelola

http://www.scribd.com/doc/4568418/KOHESI-SOSIAL Di Akses 21 November

2014 Pukul 20.02 WIB

Soerak Tongam .Hak Masyarakat Adat Dirampas, Negara Dibajak, Pengusaha Merajalela http://bakumsu.or.id/news/ Di Akses 20 November 2014 Pukul 14.30 WIB Pembangunan Smelter Kendala Eksploitasi PT DPM

http://analisadaily.com/news/read/pembangunan-smelter-kendala-eksploitasi-pt-dpm/15528/2014/03/21 Di Akses 23 November 2014 Pukul 20.08 WIB

Ciptawan, Panji. 2012. Analisis Konsep Honne dan Tatemae Dalam Komik Homunculus Jilid 1 dan 2 Karya Yamamoto Hideo. Jurusan Sastera Jepang. Universitas Bina Nusantara

http://library.binus.ac.id/Collections/ethesis_detail/2012-2-00989-JP Di Akses 1

Desember 2014 Pukul 19.00 WIB

2013 Bumi Resources Targetkan Produksi Timah Hitam di Dairi

http://www.tribunnews.com/nasional/2011/11/18/2013-bumi-resources-targetkan-produksi-timah-hitam-di-dairi Di Akses 1 Desember 2014 Pukul 19.05 WIB Peta Konsep UU No. 32/2009 http://www.icel.or.id/skema-uupplh/ Di Akses 18 November 2014 Pukul 21.00 WIB

Perusahaan Tambang Tolak Bangun Smelter, Kenapa Baru Sekarang?

http://bisnis.liputan6.com/read/2021299/perusahaan-tambang-tolak-bangun-smelter-kenapa-baru-sekarangDi Akses 22 November 2014 Pukul 19.00 Kerjasama di Dairi Prima Mineral

http://www.petrominer.co.id/berita-kerjasama-di-dairi-prima-mineral-.htmlDi Akses 22 November 2014 Pukul 19.09

Persyaratan dan Perizinan Pembangunan Smelter

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5004e3a61a08f/persyaratan-dan-perizinan-pembangunan-smelter Di Akses 20 November 2014 Pukul 18.06 WIB

Bisma Putera Sampurna – Memahami Konsep Kohesi Sosial

http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/07/memahami-konsep-kohesi-sosial-599348.html Di Akses 20 November 2014 Pukul 18.00 WIB

(7)

https://wcd.coe.int/ViewDoc.jsp?id=1651477&Site=CM di akses 20 April 2014

pukul 21:04

Mohamad Zaki Hussein Fakta Singkat Konflik Agraria di Indonesia

http://inkrispena.org/fakta-singkat-konflik-agraria-di-indonesia/ di akses 20 April

2014 pukul 22:39

Uteng Nanas Kasus Tambang 2014

(8)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriftif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu.20 Penelitian ini fokus untuk menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat ketika hadirnya kegiatan pertambangan dan pada masa pertambangan vakum beroperasi.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Dusun Sopokomil yang terletak di Daerah Kontrak Karya (CoW –Contract of Work) Generasi Dairi VII, yang

diberikan kepada PT Dairi Prima Mineral (yang kepemilikan sahamnya pada saat ini dipegang oleh Herald Resources Ltd 80% dan PT Aneka Tambang 20%) pada Pebruari 1998. Kontrak Karya ini terletak di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera

20

(9)

Utara sekitar 150 km ke arah barat daya dari Kota Medan.21 Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena PT Dairi Prima Mineral membangun basecamp mereka di wilayah dusun ini.

3.3 Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang dilakukan dengan teknik snowball. Penggunakan model snowball untuk memperluas subjek penelitian. Karena penelitian kualitatif lebih didasari pada kualitas informasi yang terkait dengan tema penelitian yang diajukan. Sehingga didapatlah informan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Penduduk yang sudah tinggal selama 18 tahun atau lebih di desa sebelum adanya aktivitas pertambangan sampai pada masa pertambangan vakum beroperasi. Hal ini agar informan yang ditemui benar-benar memahami bagaimana terjadinya perubahan setiap aspek dalam kehidupan mereka.

2. Penduduk yang pernah terlibat dengan kegiatan pertambangan (bekerja di tambang dan pernah menjalin kerjasama dengan pihak pertambangan). Dengan demikian dapat mengetahui secara langsung bagaimana keikutsertaan masyarakat ketika pertambangan hadir di desa mereka.

Di samping itu ada informan kunci, yakni orang yang bisa dikategorikan paling banyak mengetahui, menguasai informasi atau data tentang permasalahan penelitian. 22

21

(10)

Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kepala Desa Longkotan dimana Dusun Sopokomil sebagai wilayah pemerintahan desa.

2. Pelaku usaha ekonomi di masyarakat

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, adalah dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi dokumen terkait dengan proses penelitan. Penjelasan mengenai teknik pengumpulan data ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif) ataupun nonpartisipatif. Maksudnya, pengamatan terlibat merupakan jenis pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti.23 Maka proses pengamatan ini dilakukan langsung dengan melihat, tinggal bersama masyarakat untuk mengamati keadaan masyarakat yang ada di Dusun Sopokomil

22 Hamidi . 2004. Metode Penelitian Kualitatif . (75) 23

(11)

2. Teknik Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.24 Dalam melakukan wawancara, saya akan secara langsung datang ke kediaman para informan terkait penelitian agar lebih menggunakan waktu dengan efektif dan efisien.

3. Studi Dokumen

Studi Dokumen dilakukan dengan melakukan penyelidikan terhadap penelitian kepustakaan, buku-buku terkait, berita media cetak dan elektronik serta peraturan yang ada terkait dengan penelitian ini. Dokumen mencakup catatan umum dan rahasia yang mencakup surat kabat (koran), risalah, bukti tertulis kegiatan (rapat, diskusi, rancangan kurikulum), catatan harian tentang sejarah perkembangan lembaga, surat, brosur, pengumuman, kliping, diary, sumber-sumber yang dimuat di website, web-blog, e-mail, dan sejenisnya.25

24 Koentjaningrat. 1976. Metode-metode Penelitian Masyarakat. (129) 25

(12)

Tabel 3

Teknik Pengumpulan Data

Data Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan

(13)

3.5 Interpretasi Data

Penyajian data penelitian dengan pendekatan kualitatif pada prinsipnya berproses dalam bentuk induksi—interpretasi—konseptualisasi.

Induksi artinya peyajian data penelitian nantinya akan mengutip langsung pandangan responden dalam bahasa dan kalimat mereka. Kemudian, interpretasi, yaitu peneliti menangkap secara perlahan hubungan antara penjelasan yang dikemukakan oleh beberapa responden, sehingga peneliti dapat memberikan pernyataan apa sebenarnya yang telah dialami oleh para responden dan keinginan apa yang sesungguhnya yang ada dibalik tindakan mereka. Sedangkan konseptualisasi artinya, ketika responden bersama peneliti memberikan pernyataan singkat (abstraksi) tentang apa yang sebenarnya dialami oleh responden dan keinginan tersembunyi dibalik cerita tentang keadaan yang mereka alami.26

3.6 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini hanya terfokus pada kohesi yang ada di masyarakat desa sekitar pertambangan saja, khususnya masyarakat yang ada di Dusun Sopokomil. Kurangnya referensi dan pengalaman peneliti dibidang penelitian ilmiah juga membuat keterbatasan dalam hasil yang sempurna.

26

(14)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Silima Pungga-pungga

4.1 Sejarah Singkat Pembentukan Kecamatan Silima Pungga-pungga

Kecamatan Silima Punga-pungga telah terbentuk sejak tahun 1942. Namun ketika itu masih dinamakan kenegerian yang merupakan wilayah pemerintahan dari Ondertistrik van Pakpak. Pada masa tersebut daerah Kabupaten Dairi masih terdiri atas 3 wilayah pemerintahan, yaitu:

(15)

Wilayah pemerintahan ini meliputi 7kenegerian antara lain: kenegerian Sitellu Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu,Silima Pungga-pungga, Pegagan Hulu, Parbuluan dan Silalahi Paropo.

2. Onderdistrik van Simaim:

Wilayah pemerintahan ini meliputi 6 kenegerian yaitu: Kerajaan, Siempat Rube, Mahala Majanngut, Sitellu Tali Urang Jehe, Salak, Ulumerah dan Salak Penanggalan.

3. Onderdistrik van Karo Kampung:

Wilayah ini meliputi 5 kenegerian yaitu: Kenegerian Tigalingga, Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar Kidupan dan Lau Juhar.

(16)

Tabel 4

Pembagian Wilayah Dairi No Kecamatan

1 Sidikalang 2 Sumbul 3 Parbuluan 4 Buluduri 5 Silalahi Paropo 6 Pegagan Hilir 7 Tigalingga 8 Gunung Sitember 9 Tanah Pinem 10 Silima

Pungga-pungga

11 Siempat Nempu 12 Kerajaan

13 Salak

Sumber : Koordinator Kecamatan Silima Pungga-pungga

Setelah penyerahan kedaulatan Indonesia pada tanggal 10 Desember 1949 Bapak J.O.T Sitohang diangkat menjadi Bupati Dairi. Hal ini berdasarkan pada Surat Kepala Pemerintahan Militer tgl 11 Januari 1949 nomor: 2/PM/1949. Daerah Kecamatan di Dairi kembali mengalami perubahan jumlah menjadi 8 wilayah, diantaranya:

1. Kec Sidikalang, dipimpin oleh Asisten Wedana M. Bakkara

2. Kec Sumbul, dipimpin oleh Asisten Wedana Bonipansius Simangunsong

3. Kec Salak, dipimpin oleh Asisten Wedana Polikarpus Panggabean

4. Kec Kerajaan, dipimpin oleh Asisten Wedana Walmantas Habeahan

5. Kec Silima Pungga-pungga, dipimpin oleh Wedana Urbanus Rajaguk-guk

(17)

7. Kec Tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedana Gayus Silaen

8. Kec Tanah Pinem, dipimpin oleh Asisten Wedana Ngapit David Tarigan

Kata “SILIMA PUNGGA-PUNGGA” memiliki arti tersendiri. Kata ini berasal

dari bahasa Pak-pak, yaitu kata: “Mpung” artinya Lima Marga. Karena terdapat lima marga yang pertamasekali tinggal di wilayah ini. Diantara marga tersebut antara lain:

1. Marga Angkat, menempati daerah Bantuan Kerbo yang pada upacara Adat Pak-pak berkedudukan sebagai Perpanca ni Adep.

2. Marga Saing, berada di Kaban julu yang pada upacara Adat Pak-pak berkedudukan sebagai Per Betekken.

3. Marga Padang, berada di Gurutuha yang pada upacara Adat Pak-pak sebagai Pertulen Tengah.

4. Marga Saraan, berada di Sempung Polling yang pada upacara Adat Pak-pak sebagai Per Isang Isang

5. Marga Sambo, berada di Gumuntur yang pada upacara Adat Pak-pak sebagai Per Ekur-ekur.

(18)

Kecamatan Silima Pungga-pungga terdiri dari 14 Desa dan 1 lingkungan kelurahan dengan luas Kecamatan 83,40 Km2 dan sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar/rata. Berdasarkan kemiringan lahan daerahnya memiliki kemiringan berkisar antara 0-25. Ketinggian Kecamatan Silima Pungga-pungga berkisar antara 700-1100 m diatas permukaan laut.

(19)

4.1.2 Kondisi Geografis Desa Lokkotan

a. Letak dan Luas Desa

Desa Lokkotan merupakan salah satu daerah Desa yang terdapat di Kecamatan Silima Pungga-pungga. Desa Longkotan terbentuk dari 7 dusun, memiliki luas wilayah 1127 Ha dengan perincian sebagai berikut :

1. Dusun I Sempodi : 30 Ha

2. Dusun II Longkotan : 100 Ha

3. Dusun III Bonton : 80 Ha

4. Dusun IV Sipat : 230 Ha

5. Dusun V Sopogadong : 100 Ha

6. Dusun VI Sopokomil I (satu) : 25 Ha

7. Dusun VII Sopokomil II (dua) : 526 Ha

Desa Longkotan masuk dalam wilayah Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, berjarak ±2 Km ke arah Selatan dari Kantor Camat Silima Pungga-Pungga, dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Parongil

Sebelah Selatan berbatasan dengan Aceh Darussalam

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pandiangan

(20)

Desa Longkotan berada pada ketinggian antara ± 1.000 M – 1.500 M diatas permukaan laut terletak di arah Selatan Kecamatan Silima Pungga-Pungga.

4.1.2 Peruntukan dan Pemanfaatan Lahan

Sebagian besar lahan yang ada di Desa Longkotan dimanfaatkan oleh penduduk untuk kegiatan pertaniandan pemukiman. Secara rinci pemanfaatan lahan di Desa Longkotan dapat terlihat pada tabel 6 berikut :

Tabel 6

Luas Lahan menurut Peruntukan di Desa Longkotan tahun 2010

No Peruntukan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Persawahan 200,00 17,74

2 Perladangan/tegalan/perkebunan 225,00 19,00 3 Perumahan/Pemukiman Penduduk 80,00 0,70 4 Perumahan Karyawan Tambang 5,00 0,44

5 Tanah Wakaf/Kuburan Umum 2,00 0,17

Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM) Tahun 2011-2015 Desa Longkotan

4.1.3 Status Kepemilikan Lahan

Status Kepemilikan Lahan di Desa Longkotan terbagi dalam tiga bagian, yaitu:

(21)

2. Milik Pemerintah = 613,41 Ha

3. Milik Swasta = 100,0 Ha

4.1.4 Keadaan Tanah

Tanah di Desa Longkotan merupakan tanah pencampuran antara tanah liat, pasir, dan debu. Dengan demikian sebagian besar lahan di Desa Longkotan cocok untuk lahan pertanian tanaman keras seperti : Durian, kakao, kopi robusta, kelapa sawit, dan lahan padi sawah.

4.2. Kondisi Demografis

4.2.1 Jumlah Penduduk

Dari data tahun 2010 – 2011, tercatat jumlah penduduk Desa Longkotan sebanyak 1908 jiwa. Yang terdiri atas 1020 jiwa laki-laki dan jumlah 878 jiwa perempuan. Dihitung berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK), Desa Longlotan dihuni oleh 440 Kepala Keluarga (KK).Komposisi Penduduk Desa Longkotan berdasarkan Jenis Kelamin dan Agama terlihat pada tabel 7 berikut:

Tabel 7

Komposisi Penduduk

No Nama Dusun Jumlah Penduduk Agama

Lk Pr Total Islam Protestan Katolik Hindu Budha

(22)

2 Longkotan 161 129 290 - 290 -

3 Bonton 171 111 282 3 265 14

4 Sipat 122 103 225 66 159 -

5 Sopogadong 156 115 271 9 258 4

6 Sopokomil I 116 91 207 175 31 1

7 Sopokomil II 252 276 528 17 509 2

Jumlah 1020 878 1908 287 1595 26

Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM) Tahun 2011-2015 Desa Longkotan

Dusun Sopokomil terdiri dari 2 wilayah, Dusun Sopokomil I dikenal dengan nama Barisan Pak-pak karena di dominasi oleh masyarakat suku Pakpak dan beragama Islam, sedangkan di Dusun Sopokomil II di kenal dengan Barisan Toba karena mayoritas penduduknya adalah suku Batak Toba dan mayoritas beragama Kristen. Berdasarkan tabel 7 tampak bahwa mayoritas penduduk Dusun Sopokomil adalah beragama Kristen Protestan, di urutan kedua adalah agama Islam dan paling sedikit itu yang beragama Katolik.

Berdasarkan informasi dari warga di lapangan, dulu daerah Dusun Sopokomil ini adalah wilayah hak ulayat Marga Cibro (suku Pakpak). Mereka dulu yang memiliki lahan-lahan pertanian di daerah Sopokomil. Namun seiring perkembangan jaman, sekitar tahun 1920 masyarakat suku Batak Toba merantau sampai ke daerah Sopokomil. Mereka membeli lahan dari pemegang hak ulayat marga Cibro, sehingga dapat tinggal dan mencari nafkah di daerah Sopokomil.

4.2.2 Kondisi Sosial – Ekonomi

(23)

miskin. Luas Desa 1127 Ha dan kepemilikan lahan ini dimiliki oleh masyarakat, pemerintah desa dan sisanya dimiliki pihak swasta dengan gambaran sebagai berikut. Seluas425 Ha dimiliki oleh 350 Kepala Keluarga penduduk Desa Longkotan (rata-rata memiliki 1,2 Ha) ini digunakan untuk pemukiman penduduk dan sumber pendapatan dengan mata pencaharian sebagai petani untuk berladang dan bersawah, kemudian 615,03 Ha dimiliki oleh Desa untuk lokasi perkantoran (sarana-prasarana sosial seperti gereja, masjid, puskesmas, Sekolah Dasar, balai desa dan lainnya) dan sisanya 86 Ha dimiliki oleh Swasta untuk perumahan karyawan tambang.

Sementara kemampuan produksi persawahan di Desa Longkotan minimal 3,3 Ton/Ha per 1 musim. Jika dalam 1 tahun 2× tanam, maka produksi padi menghasilkan Rp. 23.100.000. Karena 350 KK (rata-rata warga memiliki 1,2 Ha) maka penghasilan rata-rata petani Desa Longkotan hanya Rp. 4.200.000 /tahun atau Rp.350.000/bulan.Dari uraian diatas jelas tergambar masih lemahnya kondisi perekonomian warga desa. Dan diperlukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan pendapatan masyarakat baik di bidang pertanian itu sendiri ataupun pada sektor lain.

4.2.3 Kondisi Sosial – Budaya

(24)

hampir selalu dilakukan oleh warga masyarakat. Selain itu tradisi sedekah bumi, bersih desa dan semacamnya juga masih dilakukan setiap tahun.

Di Dusun Sopokomil, penduduk yang pertama bermukim adalah masyarakat yang bersuku Pakpak. Namun seiring perkembangan jaman penduduk Toba yang datang semakin banyak ke dusun ini. Dulu tanah-tanah di dusun ini masih banyak yang kosong. Masyarakat Toba yang biasa bekerja keras bermohon pada masyarakat Pakpak untuk mengolah sebagian tanah di dusun ini. Masyarakat Pakpak pada masa itu tidak suka bekerja di bawah panas terik matahari, sehingga masyarakat Toba yang mengolah lahan untuk dijadikan sawah. Sedangkan masyarakat Pakpak bekerja di lahan darat yang rimbun dari pepohonan tempat mereka bekerja. Hal inilah yang membuat masyarakat Toba memiliki lahan di Dusun Sopokomil.

Meskipun berbeda suku antara masyarakat Toba dan masyarakat Pakpak, kegotongroyongan masyarakat tetap kuat. Hal ini terjadi karena ikatan kekeluargaan yang semakin kuat, misalnya oleh karena perkawinan kedua suku tersebut. Kegiatan seperti kebiasaan menjenguk orang sakit (tetangga atau sanak famili) masih dilakukan oleh masyarakat. Biasanya ketika menjenguk orang sakit, bukan makanan yang dibawa, tetapi mengumpulkan uang bersama-sama warga untuk kemudian disumbangkan kepada orang yang sakit untuk meringankan beban biaya, Kebiasaan saling membantu memperbaiki rumah atau membantu tetangga yang mengadakan perhelatan juga masih dilakukan. Ada juga kebiasaan

marsiruppa (bekerja ke ladang orang lain) dimana sistem upahnya bisa berupa

(25)

Selain itu kekompakan pada masyarakat Sopokomil juga tampak pada kegiatan adat-istiadat. Misalnya apabila ada masyarakat akan melakukan pesta pernikahan, mereka akan berdatangan dan memberikan bantuan baik tenaga dan barang (kayu bakar, beras, bumbu). Demikian halnya ketika ada berita dukacita dari Gereja atau Mesjid, mereka akan menghentikan aktivitas dan menuju kediaman keluarga yang berduka untuk memberikan penghiburan dan juga bantuan untuk keperluan adat yang berlaku di desa Sopokomil.

Kondisi kesehatan masyarakat tergolong cukup baik, terutama adanya Puskesmas namun jarak antara Dusun I ke Puskesmas yang ada di Dusun IV, harusnya di Dusun I sudah layaknya dibangun Poskesdes. Dan pada musim-musim tertentu warga masyarakat sering mengalami gangguan kesehatan, terutama malaria. Keberadaan balita kurang gizi sudah mulai berkurang selaras dengan semakin meningkatnya perekonomian masyarakat. Kegiatan pengamanan (siskamling) di Desa Longkotan ini sudah tidak lagi aktif, hal ini ditenggarai karena semakin banyak waktu yang digunakan oleh warga masyarakat untuk mencari nafkah (bekerja).

4.3 Gambaran Umum PT. Dairi Prima Mineral

(26)

dan perak. Proyek ini 80% dimiliki oleh PT Bumi Resources Minerals Tbk dan 20% oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM).

DPM memegang Kontrak Karya (KK) yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia (GOI) pada 18 Februari 1998. Dibawah ketentuan Kontrak Karya yang memperbolehkan DPM mengeksplorasi mineral seluas 27.420 hektar yang terletak di Sumatera Utara. Pada tanggal 23 Juli 2012, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Perusahaan yang memberikan akses untuk memulai pengembangan dan produksi tambang. Dan juga perencanaan pra-pembangunan terus berlangsung sampai saat ini.

Sebagai warga korporasi yang bertanggung jawab secara sosial Indonesia dan komunitas pertambangan global yang lebih luas, DPM berkomitmen untuk menerapkan dan memelihara standar tertinggi perawatan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja dan prinsip pemerintahan yang baik.

4.4 Profil Informan

Masyarakat Desa Lokkotan, penduduk Dusun Sopokomil yang menjadi informan berjumlah 13 orang, diantaranya sebagai berikut:

Tabel 8

(27)
(28)

n Desa

Informan tersebut adalah masyarakat yang mengetahui setiap perkembangan yang ada di desa, diantara mereka mengetahui sejarah desa, aktif dalam organisasi kemasyarakatan seperti arisan, kelompok tani, serikat tolong menolong dan juga di tempat ibadah. Beberapa mereka juga pernah bekerja, terlibat langsung atau menjalin kerjasama dengan pihak perusahaan ketika beroperasi. Sementara informan yang sudah berusia tua, meski tidak dapat ikut serta lagi bekerja kepada PT DPM mereka tetap mengamati dan memperhatikan setiap perkembangan yang terjadi di sekitar desa tempat tinggal mereka ini.

4.4.1 Keterangan Informan

1. Jefferson Sitorus

(29)

administrasi desa namun terkadang masih menyempatkan diri untuk bekerja di ladang sendiri. Beliau mengetahui banyak setiap perubahan yang terjadi di desa ini, karena sudah mulai dari anak-anak sampai sekarang tinggal di desa ini.

2. Martua Padang

Bapak MartuaPadang merupakan tokoh yang berpengaruh di masyarakat Dusun Sopokomil, bapak ini banyak bergaul dengan penduduk usia muda dan tua. Walaupun hanya menempuh pendidikan sampai jenjang SD, Ia sering dimintai pendapat oleh tiap masyarakat mengenai permasalahan ataupun nasehat dalam mengambil keputusan. Bahkan ia menjadi semacam panutan bagi para tetangga karena berhasil dalam mendidik anak-anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi.

Rumah beliau dulu menjadi tempat tinggal sementara beberapa staff DPM yang beragama islam, bahkan pekerja dari luar negeri juga ada yang menginap disana. Dulu ketika pertambangan beroperasi beliau juga pernah bekerja sebagai kepala yang mengawasi pengangkutan barang-barang logistik pihak DPM. Meski sudah berusia tua, ia masih pergi ke sawah untuk bekerja dan mengurusi hewan ternak yang ia miliki.

3. W. Berutu

(30)

tinggal di Desa ini selama 35 tahun, sehari-harinya bekerja sebagai petani. Ia bertani sawah dan juga darat yang ditanami jagung.

6. M. Sinurat

Bapak M. Sinurat kebanyakan aktifitasnya sehari-hari dihabiskan dengan berjalan-jalan di sekitar pekarangan rumahnya. Ia sudah tinggal selama 50 tahun di dusun ini, beliau mengatakan sangat senang tinggal di desa ini karena sehat-sehat dan memiliki umur yang panjang. Ia mengatakan memiliki lahan sebanyak 5 hektar. Karena usia yang sudah sangat tua, sekarang ini sering mendapatkan bantuan dari anak-anaknya yang tinggal di dusun ini juga. Bapak M. Sinurat juga pernah menjabat sebagai kepala Desa selama satu tahun melanjutkan kepemimpinan saudaranya ketika itu. Ia tinggal bersama istri di rumah hanya berdua, namun jika dihitung cucunya yang tinggal di kampung ini sampai berjumlah 23 orang sehingga ia selalu merasakan suasana yang ramai dan akrab penuh kekeluargaan.

5. Maralo Sinaga

Bapak Maralo Sinaga ini adalah seorang tokoh di masyarakat, beliau sudah tinggal di dusun ini sekitar 47 tahun. Beliau memiliki usaha di bidang kilang padi dan kopi. Masyarakat desa ini menjual hasil pertaniannya kepada beliau. Meski tidak pernah bekerja kepada pihak pertambangan, namun rumah beliau dulu ketika pertambangan beroperasi digunakan sebagai gudang penyimpanan sementara barang-barang pihak pertambangan yang akan diangkut ke atas bukit.

(31)

Bapak Edi M. Banurea adalah tokoh yang aktif dalam setiap kegiatan di dusun ini. Ia aktif dalam berbagai kegiatan di dusun ini. Ia adalah penatua bagi jemaat gereja GKPI Dusun Sopokomil, selain itu beliau juga menjabat sebagai ketua kelompok tani. Demikian juga halnya jika ada acara pesta (adat) ia akan di tunjuk sebagai penanggungjawab persiapan konsumsi (ketua parhobas). Dari awal kehadiran perusahaan ia sudah merasakan manfaat yang positif, ketika mendapat ganti rugi lahan dan karena saran orang tua ia menikah saat itu sehingga pesta adat terlaksana dengan baik. Ketika pertambangan beroperasi beliau sempat juga bekerja kepada pihak perusahaan dalam aktivitas pengeboran. Sehingga beliau mengetahui seperti apa perubahan-perubahan karakter yang terjadi di masyarakat selama ini.

7. Perry Sinaga

Bapak Perry Sinaga ini adalah seorang tamatan sekolah perawat kesehatan. Namun karena merasa tidak cocok dengan profesi sebagai perawat, ia menjadi bekerja ikut di bidang pertanian. Beliau juga aktif dalam setiap kegiatan yang di desa ini, misalnya sebagai penatua di gereja HKBP Sikem Dusun Sopokomil. Selain itu beliau juga pernah menjadi calon anggota legislatf dan juga kepala desa untuk Desa Longkotan. Sehingga ia memiliki kepedulian terhadap kemajuan dusun ini. Ia juga memiliki kedekatan dengan pihak perusahaan, sehingga dulu ketika ekplorasi berlangsung, beliau menjadi penyalur masyarakat yang ingin bekerja kepada pihak perusahaan.

(32)

Sebagai perempuan dulu ia ikut serta dalam pembagian bahan-bahan logistik yang akan di angkut ke bukit. Sekarang sehari-hari ia bekerja ke ladang untuk mengurus lahan pertanian. Dulu sempat mencoba peruntungan di bisnis Multi Level Marketing (MLM), namun karena ini bertempat tingga di desa, sepertinya bisnis tersebut kurang berkembang sehingga ditinggalkan.

9. Bernadi Simanjuntak

Bapak Bernadi Simanjuntak adalah seorang yang serba bisa dalam setiap kegiatannya di masyarakat. Beliau mengetahui banyak hal dalam bidang bangunan, listrik, mesin, alat-alat elektronik dan pertanian. Dulu ia bekerja dengan perusahaan di bidang pembukaan jalan, pembersihan area perumahan sampai bidang pengeboran, namun pada masa vakum ini kembali ke lahan pertanian. Namun ia memiliki usaha potong rambut di depan rumahnya, yang buka setiap hari minggu. Ia mengatakan ide untuk usaha ini berawal ketika perusahaan telah tutup, karena jarak ke kelurahan membutuhkan waktu sekitar 20 menit, lebih baik orang potong rambut di dusun sendiri. Jika pada hari minggu beliau akan kewalahan melayani pelanggan yang akan memotong rambutnya.

10. Gokmaasi M Bako

(33)

dan di bidang pengeboran selama 7 bulan. Karena sudah lama merantau di ibukota, ia merasa kurang keahlian dalam mengelola lahan pertanian, sehingga lahan pertanian yang ia miliki disewakan kepada orang lain untuk dikerjakan. Pada masa vakum perusahaan ini ia membuka usaha kios kelontong sebagai sumber pendapatan.

11. J. Simbolon

Di usianya yang sudah 75 tahun ini Bapak J. Simbolon sudah merasa bahagia tinggal di dusun ini. Ia sudah berada 60 tahun tinggal di kampung ini dan ia merasa ini sudah bagaikan tanah leluhurnya, beliau mengatakan demikian karena ia dan keluarganya sehat selalu di dusun ini. Sekarang di rumah beliau hanya tinggal bersama sang istri karena anak-anaknya tinggal diperantauan. Meski demikian ia masih mampu bekerja ke ladang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bapak J.Simbolon ini tidak ikut dalam kegiatan pengangkutan barang pihak pertambangan dulu, karena memang faktor tenaga dan usia yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja mengangkat beban berat. Namun beliau mengatakan bahwa kehadiran pertambangan ini membawa dampak yang baik bagi masyarakat desa.

12. Lamasi Sitanggang

(34)

menganggap Sopokomil ini sebagai tanah leluhur (bona pasogit). Disamping itu juga Bapak Lamasi Sitanggang ini adalah tokoh yang kreatif dalam mencari sumber ekonomi, dulu ia pernah menjadi toke kopi di dusun ini. Namun sekarang, karena usia yang sudah renta beliau tidak lagi melakoni sebagai toke. Akan tetapi masih tetap bekerja ke ladang ditemani sang istri. Pada waktu pertambangan dulu beroperasi, beliau tidak ikut serta dalam kegiatan, karena alasan tadi, kondisi yang tidak lagi memungkinkan untuk naik turun bukit mengangkut logistik pihak pertambangan. Meski dalam hati beliau ingin ikut, ia diingatkan oleh para keluarga agar tidak sampai ikut mengangkut, karena takut akan terjadi hal yang tidak baik bagi kesehatan beliau.

13. Manaek Munthe

(35)

4.5 Interpretasi Data

4.5.1 Kondisi Masyarakat Ketika Masa Perencanaan

Kehidupan masyarakat desa yang masih sangat dekat dengan alam, jauh dari hiruk pikuk keramaian dan eratnya rasa kekeluargaan yang ada merupakan ciri kehidupan masyarakat desa yang pasti ada. Demikian juga halnya dengan budaya, nilai, dan norma yang tetap terjaga dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sebagai mahluk sosial yang dinamis, masyarakat berpikir maju, sehingga perubahan itu pasti terjadi, baik dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya yang telah ada diantara mereka.

Masyarakat desa pada umumnya bekerja di sektor pertanian sebagai sumber penghidupan mereka. Sehingga tidak heran ketika siang hari berkunjung ke pemukiman, suasana perkampungan akan sepi karena setiap orang akan bekerja di lahannya masing-masing. Sedangkan ketika malam tiba, beberapa masyarakat yang laki-laki berkumpul di kedai, mereka biasanya minum kopi atau tuak, kemudian tidur untuk persiapan bekerja esok harinya ke lahan masing-masing. Demikian gambaran kegiatan atau aktivitas yang masyarakat desa lakukan setiap hari pada umumnya.

(36)

masyarakat ini diikat oleh ikatan kekeluargaan berdasarkan budaya yang sama, seperti suku, agama dan adat-istiadat yang berlaku.

Demikian halnya dengan penduduk Dusun Sopokomil, mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani. Mereka bekerja di ladang dan sawah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketika hari Rabu tiba, hasil dari ladang tadi dibawa ke onan (pasar) untuk dijual.

Seperti masyarakat petani pada umumnya, masyarakat Sopokomil saling membantu dalam tahapan proses pengerjaan lahan pertanian mereka. Misalnya saja di lahan persawahan, prosesnya dimulai dengan pengolahan lahan untuk dapat ditanami padi. Karena lahan yang dimiliki tidak akan sanggup diselesaikan oleh sedikit orang dalam waktu singkat, maka pemilik lahan akan meminta bantuan pada tetangga atau masyarakat sekitar tempat tinggalnya untuk membantu mengolah lahan. Pada masa sebelum adanya mesin, masyarakat menggunakan Kerbau untuk membajak sawah. Demikian juga halnya ketika masa marsuan (menanam) tiba, tahapan mamuro(menjaga padi dari hewan burung), sampai pada masa panen. Tahapan tersebut dijalani oleh masyarakat Sopokomil dalam aktivitas sehari-hari mereka.

4.5.2 Kondisi Masyarakat Pada Fase Konstruksi Pertambangan

A. Perubahan Mata Pencaharian

(37)

pekerjaan dan pengetahuan. Pada saat eksplorasi ini masyarakat dilibatkan dalam setiap kegiatan pertambangan, misalnya dalam pengangkutan barang-barang logistik staf pertambangan di bukit, para ibu-ibu dan anak-anak ikut serta dalam kegiatan tersebut, sementara para laki-laki bekerja di bukit dalam kegiatan pembangunan perumahan karyawan dan pengerjaan jalan.

Pada masa itu masyarakat merasa terbantu dengan kehadiran pertambangan, karena sistem penggajian adalah tunai, misal mengangkut barang ke atas bukit, ketika kembali ke bawah sudah terima uang tunai sebagai gaji, sehingga masyarakat mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka bahkan terasa berkecukupan. Mereka mampu membeli kendaraan bermotor, alat-alat elektronik, melaksanakan pesta adat, dan merenovasi rumah. Bahkan penduduk laki-laki yang dulu biasanya menghabiskan waktu di kedai sekitar perkampungan, namun setelah adanya perubahan sosial ekonomi gaya hidup mereka berubah dengan cara lebih banyak bergaul dengan bepergian minum ke kedai di luar Sopokomil. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Manaek Munthe, warga Dusun Sopokomil II

“Ketika awal kedatangan perusahaan, kami disini merasakan manfaat dalam segi ekonomi. Setiap orang mendapatkan uang tunai dengan cepat. Tidak ada beda anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu juga, semuanya berlomba untuk bekerja kepada perusahaan. Umumnya ibu-ibu dan anak-anak tadi yang menjadi pengangkut barang ke atas bukit. Jadi dulu masyarakat kampung ini hidup berkecukupan, bahkan saya bisa bilang agak boros. Mengapa demikian, ya karena hampir setiap minggu mengadakan acara makan-makan, minum ke luar daerah, dan membeli

kendaraan bermotor.”(wawancara, tanggal 8 Juli 2015)

(38)

pemukiman, sehingga ketika banyak laki-laki yang bekerja di pertambangan, para istri yang tinggal di kampung. Sehingga tidak memungkinkan para istri yang mengerjakan lahan, karena lokasi lahan rawan binatang liar dari hutan, seperti monyet dan musang yang sering memangsa hasil pertanian mereka. Namun ketika itu masyarakat tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena disaat itu masih ada sumber pendapatan karena bekerja untuk pertambangan.

Seperti yang diungkapkan Bapak Lamasi Sitanggang warga Dusun Sopokomil II: “Yang terjadi dulu, ketika pertambangan ada, beroperasi, masyarakat disini seakan tidak kekurangan uang. Semua orang bekerja di pertambangan, yang anak-anak dan ibu-ibu biasanya sebagai pengangkut barang ke atas bukit, nah disana gajinya di bayar tunai, kan sebagian suami mereka juga sudah bekerja disana. Dulu, kita iri, sama anak-anak kecil yamg ikut me,gangkut barang ke atas bukit, nanti dikantongnya ada uang 50 ribu, sementara kita tidak ada. Memang, kami paling ada 5 orang lagi yang tidak pernah naik ke bukit itu, ya karena sudah tua, tenaga juga tidak lagi ada.

Nah, karena tadi semua orang gila kerja ke pihak perusahaan, lahan mereka pun terabaikan. Dulu daerah ini penghasil kopi robusta yang banyak, nah sekarang, jauh menurun.” (Wawancara 4 Juli 2015 Pukul 11:06 WIB)

Hal demikian yang diungkapkan Bapak M.Sinaga terkait lahan yang menjadi tertinggal ketika perusahaan tiba di dusun ini.

“Mungkin kalau pertanian semacam kopi, darat dan tanaman lainnya, hasil memang berkurang karena dulu sewaktu pertambangan beraktivitas, waktu masyarakat banyak dihabiskan di pertambangan karena bekerja disana. Karena kopi termasuk di tepi bukit sana, jauh dari kampung, kebanyakan wanita yang tinggal di kampung, takut juga gangguan monyet . Dan hasil kopi juga berkurang karena ada musang.” (Wawancara 26 Juni 2015 Pukul 07:03 WIB)

(39)

dan jumlah yang cukup untuk kebutuhan mereka saat itu, sehingga untuk bekerja ke ladang seperti diabaikan. Akibatnya lahan-lahan mereka tidak terurus. Baik laki-laki dan perempuan, tua dan muda, mereka bersama-sama bekerja ke pertambangan saat itu. Pekerjaan paling banyak adalah mengangkut barang atau persediaan pekerja di atas bukit. Karena uang yang diterima langsung cash, jadi pekerjaan ini sangat menggiurkan bagi mereka. Jadi penghasilan dari mengangkut barang dianggap sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

B. Uang Ganti Rugi Lahan

Kepemilikan lahan yang ada di masyarakat Sopokomil dulunya di pegang oleh marga Cibro dan Boang Manalu yang berasal dari suku Pakpak. Namun di kemudian hari oleh karena banyaknya perantau dari etnis lain, mereka menjual lahannya kepada para pendatang sehingga kepemilikan lahan tidak lagi di dominasi oleh marga-marga dari suku Pakpak saja. Hal ini terjadi sebelum adanya wacana akan ada pertambangan di daerah Sopokomil. Sehingga harga tanah ketika itu sangat berbeda dengan harga tanah di masa sekarang ini.

(40)

pertanian disana ada dua jenis, yaitu lahan darat dan sawah. Untuk lahan darat dihargai Rp. 6.000.000/rante ditambah dengan ganti rugi jumlah jenis tanaman keras yang ada di lahan tersebut (kopi, durian, kakao, pinang, pisang, rambutan, duku) sedangkan lahan sawah dihargai Rp.7.000.000/rante tanpa tambahan yang lain lagi. Sehingga ketika masyarakat yang lahannya luas mendapat ganti rugi, mereka mendapatkan jumlah uang yang banyak bagi ukuran taraf kehidupan di masyarakat desa. Akan tetapi sepertinya mereka menggunakan dana tersebut tidak tepat sasaran sehingga sepertinya tidak menjadi hal yang memberikan mereka manfaat untuk hidup sejahtera.

Hal ini dikatakan oleh Bapak Jefferson Sitorus, Sekretari Desa Lokkotan sebagai Penjabat Kepala Desa:

“Saya rasa di Kabupaten Dairi, di desa Lokkotan inilah harga tanah yang paling mahal. Dulu sebelum ada perusahaan 500ribu /5 x 30 meter. Di dareah lain 5 juta satu rante, disini harus 10 juta /rante. Karena untuk PT 7,5 juta /rante.” (Wawancara 28 Juni 2015)

Demikian seperti yang diungkapkan oleh Bapak M.Sinurat berikut:

“Dulu banyak masyarakt sini yang dapat ganti rugi lahan yang banyak, namun tidak tampak hasilnya digunakan untuk apa. Ada yang dapat hampir 1 miliar, namun tidak menyisakan apapun sekarang yang tampak berhasil. Tidak dalam bidang apapun. Meski ada satu orang marga Sihombing, setelah ia punya lahan dijual, ia pindah langsung ke Jambi dan menetap disana.” (Wawancara 22 Juni 2015)

Hal demikian juga diungkapkan oleh Bapak J.Simbolon:

(41)

menamatkan anak-anak saya sampai tamat SMA, karena dulu saya dapat ganti rugi saja, hanya saja hasilnya tidak banyak, karena lahan saya tidak banyak yang mendapat ganti rugi.” (Wawancara 23 Juni 2015)

Jelas sekali bahwa masyarakat mendapatkan manfaat dari ganti rugi lahan mereka yang dibeli oleh pihak pertambangan berupa uang tunai, akan tetapi hal ini juga menjadi permasalahan bagi mereka. Pada umumnya masyarakat di desa sangat jarang mengelola uang tunai dalam jumlah yang besar. Sehingga dapat dikatakan mereka akan menggunakannya dengan kurang bijaksana. Sewaktu baru menerima uang ganti rugi lahan, mereka malah membelikan barang-barang elektronik, kendaraan bermotor, mobil, atau merenovasi rumah. Sehingga tidak tampak hasil dari uang ganti rugi yang mereka terima. Karena digunakan untuk keperluan yang tidak terlalu penting. Seandainya saja mereka menggunakan uang tersebut untuk investasi mereka, misalnya di tabung ke bank, dibelikan tanah di tempat lain, atau menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi. Namun hal ini hanya sebagian kecil yang menyadarinya disaat uang ganti rugi itu mereka terima.

C. Motivasi Bagi Masyarakat

Meski demikian tidak hanya di sektor ekonomi saja masyarakat mendapatkan keuntungan dari pertambangan, mereka juga mendapatkan motivasi untuk maju, dalam hal pengetahuan dan pendidikan. Seperti pernyataan Bapak Bernadi Simanjuntak berikut ini:

(42)

jarang yang tamat SMP adalah karena jauhnya akses untuk mencapai sekolah SMP saat itu, sehingga setiap hari kita sering terlambat dan selalu menjadi pusat perhatian guru, akhirnya saya putuskan untuk merantau saja. Namun sekarang memang saya menyesali semua itu, dan saya fokus untuk bekerja di dusun ini saja. Memang ada keinginan untuk membuka usaha di pusat kelurahan, namun…itu dulu. Kita bisa buka usaha apa saja dengan mudah, kebetulan dengan kehadiran tambang membuat dulu penghasilan dapat dikatakan lumayan, namun sekarang ketika masa vakum, kita harus memeras otak untuk berpikir mencari jalan keluar setiap permasalahan ekonomi ini.

Ada beberapa pelajaran berharga dari hadirnya pertambangan ini, sekitar dua tahun yang lalu saya dan beberapa teman-teman yang saat itu bekerja untuk DPM, kami sama-sama termotivasi untuk maju. Di saat pertambangan ini hadir, disaat itulah kami sadari pentingnya dan mahalnya pendidikan tersebut, maka kami terpaksa mengikuti program belajar paket B setara SMP. Saya berkeinginan kuat agar memanfaatkan setiap peluang yang ada, jangan sampai masalah pendidikan menjadi penghambat bagi diri saya untuk maju, demikian juga dengan teman-teman saya yang bekerja di DPM ketika itu beranggapan.” (Wawancara 20 Juni 2015 Pukul 14:35 WIB)

Hal ini juga dikatakan oleh Bapak Martua Padang, tokoh masyarakat dari Dusun Sopokomil I

“…saya pribadi merasa bersyukur juga atas kehadiran perusahaan ini, karena menambah wawasan saya. Misalnya dalam berbicara bahasa Indonesia, meski masih tidak sempurna.” (Wawancara 21 Juni 2015 ))

Demikian juga yang diungkapkan oleh Bapak Perry Sinaga

“Selain sisi ekonomi yang menjadi keuntungan dari hadirnya pertambangan adalah, adanya pemahaman baru dari pendatang-pendatang baru, mereka seakan menjadi sumber inspirasi. Beberapa orang tua semakin termotivasi untuk menyekolahkan anak-anaknya, misalnya ketika orang-orang lewat pakai mobil mewah menuju dusun ini, kan ada semacam sentuhan yang menyadarkan masyarkat bahwa untuk dapat menikmati fasilitas seperti itu harus mereka yang berpendidikan.” (Wawancara 24 Juni 2015)

(43)

bersaing mengikuti perubahan yang terjadi. Bagi masyarakat yang berpotensi dan jeli melihat peluang yang ada, ia mengusahakan dirinya agar dapat menjadi lebih baik lagi dalam kehidupannya. Mereka memanfaatkan kesempatan tersebut untuk belajar, mengamati dan mendengarkan, sehingga dapat menggunakannya sebagai acuan dalam menentukan tujuan hidup agar dapat merasakan manfaat yang dibawa oleh kehadiran pertambangan di daerah mereka. Meski orientasinya adalah untuk mencari nafkah (ekonomi) namun mereka beranggapan bahwa ilmu pengetahuan itu ternyata penting, sehingga agar dapat berkompetisi dan diperhitungkan mereka memotivasi diri mereka untuk maju.

4.5.3 Kondisi Masyarakat Pada Fase Operasi/ Eksplorasi

(44)

“…dulu untuk membersihkan jalan saja susah, karena semua bekerja ke perusahaan. Sewaktu beroperasi, pemerintah desa menjadi segan juga untuk memerintah warga gotong-royong, sehingga terpaksa menggunakan tenaga dari luar desa saja.

Memang dulu masyarakat yang datang ke acara adat pun sepi, karena pada siang hari semua bekerja di tambang. Demikian jika ada pesta, pada malamnya mereka akan membuat acara tersendiri dalam pesta tersebut, dan meraka terdiri dari grup-grup yang berbeda, misalnya grup bor, Epson atau longyear. Ada juga tampak perbedaan status sosial dari grup ini, karena menandakan mana yang lebih banyak penerimaan gajinya.” (Wawancara 28 Juni 2015)

Ketika pertambangan hadir jelas mengikis interaksi yang pernah ada diantara masyarakat Dusun Sopokomil. Padahal di wilayah Dusun yang sempit ini, kekompakan adalah hal yang sangat penting. Kekompakan ketika itu memudar karena datangnya pertambangan. Tampak jelas dari interaksi yang ada, kehadiran di acara adat, acara arisan, bahkan kehadiran ketika ada gotong royong di desa, itu semua sempat memudar ketika pertambangan masih beroperasi.

Bahkan norma dan nilai yang pernah ada diantara mereka tergerus oleh karena kegiatan bekerja di tambang. Misalnya seperti hal yang diungkapkan Bapak Manaek Munthe berikut:

“Dalam hal kekompakan yang ada, terjadi banyak hal yang menjadi terabaikan ketika pertambangan beroperasi. Misalnya, ketika kita di sawah masa tanam atau panen, tiba-tiba ada informasi bahwa logistik perusahaan tiba, dan harus di angkut ke bukit, nanti bisa kawan-kawan kita yang kita ajak membantu kita ini malah meninggalkan pekerjaan di sawah ini, dan mengutamakan untuk mengangkut barang milik pihak perusahaan. Bisa anda bayangkan, bagaimana perasaan pemilik lahan tersebut bukan?

(45)

sehari-hari terpenuhi, namun tidak memikirkan untuk menabung, itu sangat jarang yang ada.” (Wawancara 5 Juli 2015)

Budaya kegotongroyongan yang biasanya ada di masyarakat desa

(marsiruppa), merupakan budaya yang kental di masyarakat pedesaan. Demikian

halnya di masyarakat Dusun Sopokomil, ada kalanya mereka bekerja ke lahan orang lain, biasanya diberikan imbalan berupa uang tunai jika kerja di ladang (darat), sedangkan jika di sawah bisa diberikan imbalan dengan uang tunai, atau kadang juga dengan ganti tenaga. Sementara ketika pertambangan beroperasi hal seperti demikian sudah jarang terjadi. Seperti misalnya ketika logistik perusahaan tiba untuk diangkut ke bukit, teman yang bekerja bersama tadi malah meninggalkan lahan yang sedang siap di tanam. Sesuai norma dan nilai yang ada di masyarakat hal ini adalah sesuatu yang sudah merusak kearifan yang mereka miliki sebelum hadirnya pertambangan di daerah mereka.

4.5.4 Kondisi Masyarakat Ketika Pertambangan Pada Masa Vakum

A. Kehilangan Sumber Pendapatan

(46)

masyarakat menjadi kehilangan sumber pendapatan tunai, sehingga untuk kebutuhan rumah tangga tidak lagi mencukupi.

Masyarakat juga dalam penantian yang tidak pasti terhadap status lahan yang mereka miliki, karena sebagian lahan masyarakat telah ditandai, diukur bahwa lahan tersebut berpotensi akan menjadi bagian dari kegiatan pertabambangan nanti. Hal ini yang membuat masyarakat menunggu pihak perusahaan, padahal belum ada pengumumuan resmi atau tertulis dari perusahaan sampai kapan fase vakum ini berlangsung. Sementara itu terjadi, lahan yang tadi telah terbengkalai ketika masyarakat bekerja pada perusahaan, malah semakin tidak terurus, karena ada anggapan dalam diri mereka untuk menunggu sampai perusahaan beroperasi kembali. Masyarakat mengharap akan ganti rugi lahan yang mereka miliki, sehingga kondisi lahan tidak terurus. Demikian halnya dengan kekompakan yang dulu di masyarakat, di masa vakum ini kembali terjalin seperti saat pertambangan hadir.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Manaek Munthe berikut:

“…sekarang ketika vakum, masyarakat menjadi manja, malas dan berpikir instan. Misalnya ketika bekerja ke ladang orang lain, datang kerja pukul 9 nanti pulangnya jam 5 sore, semua berpatokan ke peraturan tambang. Bahkan ketika menjual tanah juga demikian, jika ada yang ingin menjual tanahnya sekarang, patokannya adalah harga ganti rugi yang dulu pernah pertambangan berikan kepada masyarakat sini.

(47)

Demikian juga yang dikatakan Bapak Jefferson Sitorus:

“Sekarang banyak remaja yang bekerja ke luar daerah, Kabanjahe dan Pakpak Bharat. Karena lahan disini sudah sempat terbengkalai karena hadirnya pertambangan. Mereka dulu mengutamakan untuk mengangkat barang pertambangan, karena uang yang lebih cepat cair.

Karena mudah mendapatkan uang tadi, hingga untuk begitu juga uang itu keluar dengan mudahnya. Mereka tidak memikirkan masa depan, senin kamis, disitu ada disitu habis.” (Wawancara 28 Juni 2015)

Di masa vakum ini masyarakat yang dulu sudah merasa hidup berkecukupan kembali lagi harus bekerja ke lahan pertanian untuk mendapatkan keperluan sehari-hari mereka. Mereka akhirnya paham ketika masa ini bahwa dulu tidak bijaksana dalam menggunakan pendapatan mereka. Apabila dulu mereka hidup hemat dan rajin menabung tentu itu dapat digunakan untuk biaya kehidupan sehari-hari. Sekarang semua kegiatan mereka tergantung pada lahan pertanian, sehingga penghasilan yang tidak menentu dari lahan yang sempat tertinggal, memaksa mereka untuk bekerja lebih keras dan sebagian lagi bekerja ke lahan orang lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

B. Harapan Masyarakat

(48)

perusahaan vakum, beberapa lahan masyarakat sudah di survey oleh pihak perusahaan. Sehingga mereka selalu menunggu sampai kepastian itu nanti ada.

Demikian yang dikatakan oleh Bapak J.Simbolon:

“….jika memang nanti perusahaan ini aktif kembali, mungkin tanah saya yang tersisa sekitar 4 rante lagi, akan saya jual dan saya pulang ke Samosir. Ya karena saya pribadi berpikir, karena ini pertambangan nanti tanah akan tandus, di bawah tanah sudah penuh terowongan, bahkan di ladang saya sana ada dua pipa besar yang sudah ditanam.” (Wawancara 23 Juni 2015)

Diungkapkan juga oleh Bapak Martua Padang:

“Bila misal perusahan ini aktif kembali, maunya masyarakat dibantu, dipandu dalam mengelola uang mereka agar di alokasikan ke hal yang berguna. Agar ketika seperti kejadian sekarng ini, perusahaan vakum – masyarakat menjadi gigit jari. Mungkin mereka masih berpegang pada prinsip orang tua jaman dahulu yang mengatakan uang itu layaknya janggut, dicukur akan tumbuh kembali.

Menurut saya kekalahan masyarakat ini adalah kurangnya kebijakasaaan dalam pengelolaan ganti rugi. Mestinya kami bisa menyisihkan dana yang jumlahnya tidak sedikit tersebut untuk kebaikan kami. Karena tidak ada yang menjadi acuan dalam pengelolaan dana tersebut. Padahal kami ada kelompok khusus pekerja angkut barang, saya salah seorang yang menemui pihak persuahaan. Jika DPM bilang 7000 untuk ibu-ibu pengakut, saya lobi menjadi 8000.

Saya berharap tambang buka lagi, namun maunya benar-beanr diawasi pemerintah. Agar dikemudian hari tidak ada dampak negatif. Karena masyarakat dapat menyampaikan keluhan melaui pmerintah. Misalnya jaminan keamanan pertanian, bila tidak ada jamainan dari pemerintah, tentu kami yakin. Bila pemerintah bilang tidak baik, lebih baik terus terang dikatakan sekarang.” (Wawancara 21 Juni 2015)

Hal itu juga diungkapkan oleh Bapak Jefferson Sitorus, Sekretaris Desa:

“Sekarang masyarakat disini menanami lahan dengan segalam macam tanaman, sebab setiap tanaman nanti akan di hitung jika di lahan darat karena mereka menganggap ganti rugi sebagai keuntungan yang besar.

(49)

Mago-mago manggantima. (Hanya mengganti jenis tanaman tanpa mendapatkan hasilnya).” (Wawancara 28 Juni 2015)

Meskipun perusahaan di masa vakum ini tidak memiliki informasi yang terbuka kepada masyarakat apakah akan kembali beroperasi atau tidak, namun itu masih menjadi suatu masa yang dinantikan oleh masyarakat Dusun Sopokomil. Sebagian dari mereka menyadari kesalahan di masa lalu dan ingin mengubahnya ketika perusahaan beroperasi kembali. Mereka juga menginginkan perhatian pemerintah dalam hal pendampingan bagi mereka untuk menyampaikan aspirasi kepada pihak perusahaan jika beroperasi nanti. Mereka menginginkan peraturan yang tegas dan ingin pihak-pihak berwenang mengatakan yang sebenarnya akan dampak yang mungkin terjadi di berbagai aspek jika pertambangan aktif beroperasi kembali.

4.6 Gambaran Kohesi Sosial :

4.6.1 Kohesi Ketika Masa Perencanaan Pertambangan

(50)

terutama kerja bakti dan kegiatan-kegiatan keagamaan,tetapi memberikan dampak positif terhadap kepedulian pemberian bantuan dana untuk kegiatan-kegiatan sosial.

Penduduk Dusun Sopokomil terdiri atas keberagaman berdasarkan suku dan agama. Penduduk di Dusun Sopokomil I mayoritas adalah Suku Pak-pak dan beragama Islam, Sedangkan di Dusun Sopokomil II mayoritas adalah Batak Toba dan beragama Protestan. Meski demikian hal ini tidak menjadi masalah yang membuat mereka terpecah ketika pertambangan hadir. Bahkan mereka saling menghargai tradisi dan ajaran masing-masing. Tidak tampak perbedaan yang berdasarkan suku dan agama, yang ada adalah satu kesatuan masyarakat yang kompak dan saling melengkapi.

Demikian diungkapakan oleh Bapak E.Banurea :

“…di masyarakat sini, perbedaan masyarakat Kristen, Islam, Pak-pak, Toba, meskipun ada Simalungun atau Karo pasti mengikuti adat Toba dan Pak-pak, Mereka tidak membawa sifat masing-masing. Contoh jika yang menjadi tuan rumah pesta adat adalah yang suku Pak-pak, masyarakat yang Toba tadi mengikuti. Jika adat Toba yang berlaku, maka masyarakat akan mengikuti adat Toba ketika adat tersebut berlangsung. Ada enam tradisi adat yang berjalan dengan baik disini, yaitu adat Samosir, Porsea dan Balige, Pak-pak, Karo pun kalau ada, Simalungun juga kalau ada berlangsung dengan baik.” (Wawancara 20 Juni 2015)

Hal ini juga dikatakan oleh Bapak Jefferson Sitorus:

“Tidak ada perbedaan yang mengatasnamakan suku dan agama di desa ini, boleh dikatakan meski suku Pak-pak yang menjadi tuan tanah di desa ini, namun tidak ada pergesekan yang terjadi dengan suku Batak Toba yang mayoritas di desa ini.” (Wawancara 28 Juni 2015)

(51)

dengan kegiatan dan aktivitas bersama di desa, hal ini karena mereka fokus pada pekerjaan di perbukitan. Sementara ketika malam tiba, mereka memilih untuk pergi ke luar dari desa untuk sekedar minum tuak. Artinya ketika perusahaan hadir kohesi yang pernah ada itu memudar, digantikan kebiasaan baru yang tidak memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan mereka dan hal itu yang mereka sesali ketika masa vakum ini.

4.6.2 Kohesi Pada Masa Pembangunan Pertambangan

Ikatan keakraban yang pernah ada pada masyarakat Sopokomil mulai bergeser ketika pembangunan sarana-prasarana pertambangan dilakukan. Mereka sudah memiliki kesibukan baru untuk mengisi waktu yang biasanya dihabiskan di lahan pertanian, berganti dengan pekerjaan pembangunan untuk keperluan perusahaan. Sehingga bentuk-bentuk kerjasama yang biasa dilakukan seakan memudar sehingga kekompakan itu perlahan menghilang diantara mereka ketika tahap pembangunan perusahaan dilakukan.

Hal ini diungkapkan oleh Bapak Manaek Munthe:

(52)

belanja kebutuhan sehari-hari terpenuhi, namun tidak memikirkan untuk menabung, itu sangat jarang yang ada.” (Wawancara 5 Juli 2015)

4.6.3 Kohesi Pada Masa Pertambangan Beroperasi/ Eksplorasi

Kehidupan masyarakat yang kompak benar-benar berubah di masa ekplorasi ini. Mereka lebih mengutamakan untuk bekerja di tambang. Sudah merasa kegiatan di pertambangan ini adalah yang paling penting, sehingga urusan adat atau kegiatan kemasyarakatan lainnya dapat dikesampingkan. Seperti yang diungkapkan Bapak Perry Sinaga:

“Dulu ketika semasa perusahaan aktif, jika misalnya ada pertemuan di dusun atau acara arisan, beberapa orang kan sudah sangat sibuk di pekerjaan masing-masing. Sehingga paling mereka bilang iuran saja yang dibayar, kerja ini lebih penting, demikian.” (Wawancara 24 Juni 2015)

4.6.4 Kohesi Ketika Perusahaan Pada Masa Vakum

Masyarakat akan kembali kompak, ketika hal-hal yang merubah interaksi diantara mereka sebelumnya telah berlalu, seperti halnya petembangan. Ketika di masa vakum ini, masyarakat yang dulunya fokus untuk bekerja ke peertambangan kembali bekerja ke lahan masing-masing, mengikuti acara-acara adat, aktif kembali berorganisasi di desa dan akhirnya mengerti bahwa mereka adalah satu bagian yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya.

Hal demikian diungkapkan oleh Bapak Perry Sinaga:

(53)

tersebar, pasti saya usahakan untuk mambantunya, misalnya menggotong dari sawah untuk dibawa ke tempat berobat tadi. Kemudian, ada tradisi bila misalnya ada yang baru melahirkan, tradisi maranggap itu masih ada, mungkin di daerah lain hal-hal seperti ini kan tidak ada lagi.

Ada juga hikmah dalam vakumnya perusahaan ini, karena mungkin beberapa status sosial masyarakat ini banyak yang sejahtera, akan banyak persaingan yang lebih tidak sehat. Artinya diskriminasi mungkin akan ada, sehingga orang-orang yang dianggap tidak ada pengetehuan mungkin akan terkucilkan. Jadi masa vakum ini adalah masa untuk memepersiapkan diri dalam menyikapi apa yang harus dilakukan dalam memanfaatkan kesempatan yang ada. Karena bayangkan jika uang sudah banyak, mungkin akan marak tempat hiburan yang merusak moral dan mental. Atau dalam rusan adat, kehadiran orang-orang tidak penting lagi ke acara adat, bisa saja hanya bayar atau isi amplop sebagai perwakilan, karena stiap orang akan semakin sibuk dengn kerja masing-masing, yang dapat mengikis rasa kekeluargaan dan saling memiliki tadi.” (Wawancara 24 Juni 2015)

Hal demikian juga diungkapkan oleh Bapak Lamasi Sitanggang:

“Memang ada juga untungnya, ketika vakum ini, saya seperti yang sudah tua ini, bisa dapat teman untuk bekerja mengolah lahan, kalau dulu, mana bisa, kalaupun ada, itu adalah keluarga dekat kita.” (Wawancara 4 Juli 2015)

Kesadaran yang timbul pada saat vakum ini membuat mereka menyatu kembali dalam ide, pikiran dan tujuan yang jelas. Masyarakat membentuk komunitas yang dapat mewadahi mereka untuk kembali kompak antara satu dengan lainnya. Mata pencaharian masayarakat sebagai petani yang sempat terabaikan sekarang kembali mereka lakukan dengan membentuk kelompok tani yang dapat menyatukan mereka. Mereka memberikan nama “Pelangi Bersatu”

pada kelompok ini, menandakan bahwa keberagaman yang ada itu dapat menjadi suatu keharmonisan ketika dilakukan bersama.

Hal ini juga diungkapkan oleh Bapak Martua Padang:

(54)

datang dan menyampaikan turut berduka (partisipasi kekompakan). Kalaupun ada yang tidak mengerti pelangi, artinya banyak warna menjadi indah.” (Wawancara 21 Juni 2015)

Seperti diungkapkan oleh Merton. Bahwa apa yang berfungsi baik bagi suatu kelompok bisa saja tidak memberikan manfaat bagi seluruh sistem yang ada. Hadirnya perusahaan pertambangan merupakan fungsional bagi pengusaha, pemilik modal dan pemerintah daerah, demikian juga masyarakat setempat. Karena memberikan uang tunai dengan cepat, ganti rugi lahan, dan bekerja di pertambangan. Namun seiring berjalannya waktu, kehadiran pertambangan menjadi disfungsi oleh karena masyarakat disekitar tambang menjadi tergantung pada uang dari perusahaan sampai kehilangan nilai-nilai kebersamaan diantara mereka. Meskipun demikian di masa vakum masyarakat Sopokomil mencari cara dalam menyelesaikan masalah mereka, peristiwa vakumnya perusahaan menimbulkan kesadaran dalam diri masyarakat untuk memperbaiki diri mereka sehingga masyarakat kembali dalam keseimbangan.

(55)

4.7 Komponen Kohesi Sosial

Kohesi sosial didefinisikan sebagai perekat yang menyatukan masyarakat,membangun keselarasan dan semangat kemasyarakatan, serta komitmen untuk mencapaitujuan-tujuan bersama. Diasumsikan bahwa kohesi sosial merupakan syarat dasar bagi sebuah masyarakat. Di sisi lain, perubahan sosial merupakan sebuah proses dinamis dan saling mempengaruhi antara isu-isu yang bertentangan (situasi konflik yang mendasar), sikap negatif danjuga terkadang berujung pada tahap pemaksaan. Namun dalam proses terciptanya kohesi di masyarakat memiliki faktor yang mendukung.

4.7.1. Faktor Pendorong

A. Mempertahankan Tradisi

Kekompakan yang dulu ada di masyarakat, sebelum hadirnya pertambangan disatukan oleh adanya kesamaan visi diantara mereka. Hal ini terjadi oleh karena adanya persamaan-persamaan, serta saling membutuhkan diantara mereka. Mata pencaharian yang dulu fokus di sektor pertanian dijalani dengan sepenuh tenaga, sehingga semangat kegotongroyongan itu ada karena murni untuk saling membantu bukan beroreintasi uang tunai. Walaupun mereka dulu hidup dalam kesederhanaan, mereka merasakan rasa kekeluargaan yang erat oleh karena belum tersentuh oleh kebiasaan-kebiasaan baru setelah kehadiran pertambangan disana.

(56)

tujuan yang dimiliki kembali seperti di masa sebelum adanya pertambangan. Meski telah melalui masa yang membuat perubahan dalam kebiasaan mereka berinteraksi, namun hal itu dianggap sebagai pelajaran untuk dapat menyikapi bentuk-bentuk perubahan yang akan ada di kemudian hari. Sehingga sekarang ini mereka fokus untuk bekerja di lahan pertanian masing-masing.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Jefferson Sitorus:

“Masa vakum menjadi momentum untuk masa merenungi bagi masyarakat. Bila masyarakat menarik kesimpulan dari peristiwa yang sudah terjadi, harusnya mereka memiliki keinginan untuk lebih baik lagi. Mereka harunsya sadar untuk memanfaatkan penghasilan dari DPM untuk kesejahteraan yang lebih baik lagi, demikian halnya dengan masyarakat yang dulu smpat menerima ganti rugi dari perusahaan, tidak ada yang sukses. Hal ini karena tidak adanya perencanaan dan alokasi penggunaan uang tadi yang tidak tepat. Kalau sudah punya perencanaan , dari awal transasksi kan pasti dia tahu arah tujuan uangnya.

Yang selama ini terjadi adalah mereka saling berlomba untuk menjual tanahnya, bahkan ada upaya-upaya tertentu dengan mendekati perusaaan agar tanah mereka mendapat ganti rugi. Mereka hanya berjuang untuk uang, namun perencanaan kedepan tidak ada.

Keuntungan di masa vakum ini, jika masyarakat sadar bahwa inilah kesempatan, jika nanti tanahnya mendapat ganti rugi ia sadar. Dulu saya terima uang banyak namun tidak menghasilkan apa-apa.” (Wawancara 28 Juni 2015)

B. Rasa Memiliki

Gambar

Tabel 3
Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Silima Pungga-pungga
Tabel 4
Tabel 5 Luas wilayah menurut Desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kehadiran perusahaan pertambangan emas ini telah memberikan dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat, khususnya di Kecamatan Batang Toru, yang selanjutnya akan

Hubungan Gaya Kepemimpinan Tokoh Pemimpin dan Tingkat Kohesi Sosial Suatu komunitas umumnya memiliki kordinator atau pemimpin yang berusaha agar suatu program pemberdayaan di

konsep-konsep kohesi dan solidaritas sosial dari komunitas nelayan yang.. terletak di Desa Kedawang, Kecamatan Nguling,

Hasil penelitian menunjukkan bah- wa terdapat hubungan antara keteram- pilan sosial dan kecanduan situs jejaring sosial pada masa dewasa awal dengan arah negatif,

(2) wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan, yang mempunyai awal dan akhir

Kohesi sosial dari suatu kota juga dapat dicapai dengan pencapaian kesamaan norma dan budaya dari penduduk kota tersebut yang kemudian menjadikan budaya dan warisan dari kota

Hasil penelitian menunjukkan bah- wa terdapat hubungan antara keteram- pilan sosial dan kecanduan situs jejaring sosial pada masa dewasa awal dengan arah negatif,

Oleh karena itu, penelitian ini penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kearifan lokal mecula haroa ano laa dan mewuhia limano bhisa sebagai kohesi sosial dan jaringan sosial yang