• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hygiene Sanitasi dan Analisa Pencemaran salmonella sp. pada Daging Sapi Olahan (daging burger) Sebelum danSesudah Digoreng yang Dijual di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hygiene Sanitasi dan Analisa Pencemaran salmonella sp. pada Daging Sapi Olahan (daging burger) Sebelum danSesudah Digoreng yang Dijual di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Gambar lampiran 1. Kondisi Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Salah Satu Pedagang Burger.

(2)

Gambar lampiran 3. Penggorengan Daging Burger

(3)

Gambar lampiran 5. Peneliti pada saat memeriksa Salmonella sp. pada daging burger

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2010. Pentingnya Edukasi dan Sosialisasi Dalam Memilih Makanan. Surabaya: Ubaya.

. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman. Sleman. . 2012. Burger. Diakses pada tnggal 10 februari 2013.

http://aryaulilalbab-fkm12.web.unair.ac.id/artikel_detail-62009-Ilmu%20Pangan-Burger.html Abustam dan Ali. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Abustam, E., dan Abdi, M. 2009. Penggunaan Asap Cair Sebagai Bahan Pengikat pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Bali. Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar

Afifah, D.N. 2009. Daging. diakses dari

Aknisia, Y. 2008. Studi Kandungan Bakteri Salmonella Pada Daging Sapi Segar Yang Dijual Di Pasar Kecamatan Kutoarjo. Karya Tulis Ilmiah. Kabupaten Purworejo.

Arisman, 2009. Keracunan Makanan. Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta.

Astawan, M. 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi

Pangan dan Gizi IPB.Diakses dari

Astawan, M. 2008. Nikmati burger secara bijak. Diakses dari

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Cory, M. 2009. Analisis Kandungan Nitrit dan Pewarna Merah pada Daging Burger yang Dijual di Grosir. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara, Medan.

Dharmojono. 2001. Lima belas Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia. Milenia PopulerJ akarta.

(5)

Furqon, J. M. 2012. Makanan dan Salmonella sp. Diakses dari Maret 2013.

Ginting, E.P. 2005. Kandungan Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. Pada Daging Burger yang Dijual Di Sekitar Kampus USU Medan Tahun 2005. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Judarwanto, W. 2011. Penanganan Terkini Demam Tifoid (Tifus). Diakses dari

Lay, B.W. dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press. Jakarta.

Lukman, D.W. 2008. Daging Yang Baik dan Sehat. Departemen Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Marwanti. 2010. Keamanan Pangan Dan Penyelenggaraan Makanan Olahan Lainnya. Universitas Negeri Yogyakarta.

Mukono. J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga Univercity press. Surabaya.

Mulia, R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha ilmu. Yogyakarta.

Megasari, S. D., 2011. Bahan Tambahan Penyedap Rasa pada Makanan. Skripsi. Banjarnegara.

Notoatmodjo. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.

Pabita, G. 2011. Pengaruh Tingkat Penambahan Lemak dan Isolat Protein Kedelai (IPK) Terhadap Kualitas Burger dari Daging Sapi Bali. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Pemko Medan. 2011. Medan Helvetia. Diakses dari http://www.pemkomedan.go .id/mdnhlv.php

Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja dan Pengolahan Makanan. Cetakan I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

pada tanggal 15 juli 2013.

Ray, B, 2001. Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton. Restika, K. D. 2012. Keberadaan Salmonella pada Daging Ayam yang Dijual di

Pasar Tradisional Kota Tanggerang Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saksono, L. 2007. Pengantar Sanitasi Makanan. Penerbit Alumni. Bandung.

(6)

Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam pegolahan dan keamanan pangan. Alumni. Bandung.

(7)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran hygiene dan sanitasi serta pencemaran Salmonella sp. pada daging burger yang dijual di daerah Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Helvetia timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.

Adapun alasan pemilihan lokasi pengambilan tersebut adalah:

1. Lokasi tersebut banyak dikunjungi oleh pembeli khususnya masyarakat yang tinggal disekitar kecamatan Medan Helvetia.

2. Lokasi tempat penjualan terletak dipinggir jalan sehingga makanan mudah tercemar oleh lingkungan sekitar.

Pemeriksaan Bakteri Salmonella sp. secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

(8)

3.3. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah daging burger yang digunakan oleh lima pedagang burger di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Setiap pedagang diambil satu sampel daging burger kemudian dibagi menjadi dua bagian, setengah bagian menjadi sampel sebelum digoreng dan setengah bagian lainnya menjadi sampel sesudah digoreng. Sehingga jumlah sampel adalah 5 bagian daging burger sebelum digoreng dan 5 bagian daging burger yang sudah digoreng.

3.4. Mekanisme Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik purposive

sampling, dimana satuan sampel yang di pilih berdasarkan pertimbangan tertentu atau

sengaja (Notoadmojo, 2005). Pengambilan sampel dilakukan setelah dilakukan observasi hygiene sanitasi pada seluruh pedagang burger yang ada di Kelurahan Helvetia Timur (± 11 pedagang), kemudian diambil 5 pedagang yang hygiene sanitasinya paling rendah. Maka dari kelima pedagang itulah diambil sampel daging burger yang sebelum digoreng dan sesudah digoreng.

(9)

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil observasi dan hasil pemeriksan sampel di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan terhadap keberadaan bakteri Salmonella sp. pada daging burger. Pemeriksaan Laboratorium dengan menggunakan metode pewarnaan gram dilakukan untuk mengetahui daging burger tercemar Salmonella sp. atau tidak.

3.6. Definisi Operasional

1. Daging burger adalah daging cacah yang biasanya terbuat dari daging sapi yang yang dipipihkan dan berbentuk bulat.

2. Daging burger sebelum digoreng adalah daging burger yang belum dimasak dengan minyak goreng.

3. Daging burger setelah digoreng adalah daging burger yang sudah dimasak dengan minyak goreng.

4. Hygiene dan sanitasi adalah faktor yang mempengaruhi pencemaran bakteri

Salmonella sp. pada daging burger.

5. Keberadaan Salmonella sp. adalah ada atau tidaknya Salmonella sp. yang didapat setelah pemeriksaan laboratorium.

6. Memenuhi syarat adalah jika salmonella sp. Tidak ditemukan dalam daging burger.

(10)

3.7. Prosedur Kerja Pemeriksaan Salmonella sp. 3.7.1 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel (Depkes, 1990):

1. Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan contoh makanan dalam hal ini disediakan beaker glass yang sudah disterilkan. Sampel yang digunakan adalah daging yang sudah dimasak.

2. Persiapkan catatan pada formulir pemeriksaan tentang lokasi yang menjadi sasaran, tanggal pengambilan.

3. Belilah makanan kepada pedagang sebanyak satu porsi, kemudian bayar sebagaimana biasa, sehingga dapat dicegah kemungkinan diberikannya contoh yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

4. Masukkan ke dalam beaker glass yang sudah disterilkan dan diberi nomor kode dan tanggal pengambilan.

5. Pengiriman dilakukan secepatnya, dan sampai dilaboratorium dalam waktu maksimal 24 jam.

6. Membawa contoh ke laboratorium dengan tujuan pemeriksaan yang dikehendaki.

3.7.2 Alat dan Bahan 1. Autoclave

2. Inkubator suhu 37oC dan 44o 3. Timbangan

C

(11)

6. Lampu spirtus 7. Spidol

8. Cawan petri

9. Pipet steril 1cc dan 10cc

10. Kawat ose : bentuk cincin dan jarum 11. Blender

12. Tabung durham 13. Kapas alkohol 14. Kulkas

15. Objek glass 16. mikroskop 3.7.3 Cara pemeriksaan

a. Timbang daging burger sebanyak 25 gram, hancur atau diblender.

b. Tambahkan dengan menggunakan aquadest atau BF (Buffer fosfat) sampai 90ml.

c. 10 ml dari larutan tadi dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang sudah dibubuhi 20cc selenith bront sebagai media pengayanya.

d. Ambil 5 cc ose cairan tadi dan tanam secara zig-zig pada media

Salmonella.

e. Kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37o f. Amati koloni yang tumbuh : Salmonella sp.

C

(12)

3.8. Aspek Pengukuran

Pada lembar observasi terdapat pertanyaan yang mengajukan dua kategori yaitu ”Ya” (jika memenuhi syarat) dan ”Tidak” (jika tidak memenuhi syarat).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, hygiene sanitasi makanan jajanan yang dikategorikan memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan berikut:

1. Memenuhi syarat, Jika semua opsi pertanyaan memiliki jawaban ”ya”.

2. Tidak memenuhi syarat, jika salah satu dari opsi pertanyaan terdapat jawaban ”tidak”.

3.9. Analisis Data

(13)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara yang secara geografis, baik utara, selatan, timur dan barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Kota ini terletak pada 30,27' - 30,47' Lintang Utara dan 980,35' - 980,44' Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha (265,10 Km2

Kota Medan merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dan merupakan tempat pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

) atau sama dengan 3,6% dari total luas Provinsi Sumatera Utara.

Tempat penelitian dilakukan di salah satu kecamatan Kota Medan yaitu kecamatan Medan Helvetia.

1.

Kecamatan Medan Helvetia terletak di wilayah Barat Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :

2.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal

3.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah

4.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal

4.1.1. Gambaran Kependudukan

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

(14)

laki-laki serta 73.552 orang perempuan. Berdasarkan kelompok umur, distribusi penduduk Kecamatan Medan Helvetia lebih relatif lebih banyak penduduk usia produktif. Tahun 2011 di Kecamatan Medan Helvetia, ternyata tingkat penduduk usia 7-12 tahun yang bersekolah sudah cukup banyak. Tercatat ada sekitar 15.070 penduduk usia 7-12 tahun Kecamatan Medan Helvetia yang bersekolah pada tahun 2011 (Pemko Medan, 2011).

4.2. Gambaran Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel daging burger yang belum digoreng dan sesudah digoreng diambil dari lima pedagang yang berjualan di sepanjang jalan T. Amir Hamzah kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.

Kelima pedagang burger berjualan ± 1 meter dari pinggir jalan dan tidak berada di dekat kawasan Traffic Light. Jarak antar pedagang burger di sepanjang jalan T. Amir Hamzah berkisar ± 20 - 40 meter.

4.3. Hasil Penelitian

4.3.1. Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Penjamah Makanan

(15)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada variabel penjamah makanan terdapat berbagai pertanyaan untuk menentukan observasi dari hygiene sanitasi pedagang burger memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Seluruh pedagang tidak memenuhi persyaratan dalam variabel penjamah makanan.

4.3.2. Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Peralatan Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Peralatan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Variabel

- Penyakit perut sejenisnya

b.Menutup luka( pada luka terbuka / bisul atau

luka lainnya. √ √ √ √ √

h.Mencuci tangan setiap kali hendak menangani

makanan. √ √ √ √ √

i. Menjamah makanan harus memakai alat/

perlengkapan, atau dengan alas tangan. √ √ √ √ √

j. Tidak sambil merokok √ √ √ √ √

k.Tidak sambil menggaruk anggota badan (telinga,

hidung, mulut dan bagian lainnya) √ √ √ √ √

l. Tersedia sabun. √ √ √ √ √

m. Tersedia tissue. √ √ √ √ √

TMS TMS TMS TMS TMS

(16)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pertanyaan pada variabel peralatan. Hasil observasi menunjukkan seluruh pedagang tidak memenuhi kriteria pada variabel peralatan seperti yang telah ditentukan.

4.3.3. Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sarana Penjaja

Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sarana Penjaja dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Variabel P1 P2 P3 P4 P5

Y T Y T Y T Y T Y T Peralatan

a.Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.

√ √ √ √ √

b.Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air

bersih dan dengan sabun. √ √ √ √ √

c.Dikeringkan dengan alat pengering atau lap yang

bersih. √ √ √ √ √

d.Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di

tempat yang bebas pencemaran. √ √ √ √ √

e.Tidak menggunakan kembali peralatan yang

dirancang hanya untuk sekali pakai. √ √ √ √ √

TMS TMS TMS TMS TMS

Variabel P1 P2 P3 P4 P5

Y T Y T Y T Y T Y T Sarana Penjaja

a.Konstruksi Sarana penjaja mudah dibersihkan √ √ √ √ √

b.Tersedia tempat untuk air bersih √ √ √ √ √

c.Tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan √ √ √ √ √

d.Tersedia tempat untuk makanan jadi √ √ √ √ √

e.Tersedia tempat penyimpanan peralatan √ √ √ √ √

f.Tersedia tempat cuci peralatan √ √ √ √ √

g.Tersedia tempat cuci tangan √ √ √ √ √

h.Tersedia tempat sampah √ √ √ √ √

TMS TMS TMS TMS TMS

Tabel 4.2 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Peralatan Tahun 2013

(17)

Berdasarkan tabel 4.3 bahwa pada hasil observasi menunjukkan seluruh pedagang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan mengenai variabel sarana penjaja.

4.3.4. Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sentra Pedagang

Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Sentra Pedagang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari hasil observasi menunukkan bahwa tidak satupun pedagang yang memenuhi persyaratan dalam variabel sentra pedagang.

4.3.5. Data Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan keberadaan Salmonella sp. pada daging burger dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Sumatera Utara Medan. Hasil pemeriksaan

Salmonella sp. pada daging burger dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Variabel P1 P2 P3 P4 P5

Y T Y T Y T Y T Y T Sentra pedagang

a.Lokasi pedagang harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka,

(18)

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Salmonella pada Daging Burger yang Dijual di Kelurahan Helvetia Timur Kecamanatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2013

No Sampel Daging Burger Sebelum digoreng Sesudah digoreng

1 Sampel 1 Negatif Positif

2 Sampel 2 Positif Negatif

3 Sampel 3 Negatif Negatif

4 Sampel 4 Positif Negatif

5 Sampel 5 Negatif Negatif

(19)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hygiene dan Sanitasi Pedagang Burger 5.1.1 Hygiene Pedagang

Seluruh pedagang yang diteliti tidak satupun pedagang yang memenuhi persyaratan hygiene pedagangyang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan. Kriteria yang paling banyak tidak dipenuhi pedagang adalah pedagang tidak menjaga kebersihan tangan, tidak memakai celemek, tidak memakai penutup kepala dan tidak menyediakan sabun.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003, tentang persyaratan higiene sanitasi rumah makan dan restoran, penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Tenaga pengolah atau penjamah makanan adalah semua orang yang melakukan kegiatan pengolahan makanan, dengan tidak melihat besarnya pekerjaan. Menurut FAO (2001) tenaga penjamah makanan adalah setiap orang yang secara langsung menangani makanan baik yang dikemas maupun tidak, menangani peralatan makanan atau yang melakukan kontak langsung dengan permukaan makanan.

(20)

kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali, terutama bagi pengolah makanan di dapur.

Orang-orang yang bekerja pada tahapan di atas juga harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan individu, tidak menderita penyakit infeksi dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun (Chandra, 2006).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan bahwa penjamah makanan yang memenuhi syarat yaitu tidak menderita penyakit mudah menular misalnya seperti batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut sejenisnya. Menutup luka, menjaga kebersihan tangan, menjaga kebersihan kuku, menjaga kebersihan pakaian, memakai celemek, memakai penutup kepala, mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan, menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan atau dengan alas tangan, tidak sambil merokok, tidak sambil menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan bagian lainnya), tersedia sabun dan tissue.

5.1.2 Sanitasi Tempat Pedagang Burger

(21)

banyak di gemari masyarakat. Masyarakat kebanyakan lebih memilih makanan jananan yang dijual di luar dibandingkan memasak makanan jananan itu sendiri. Keberadaan usaha makanan jajanan, di sisi lain dapat membantu masyarakat apalagi bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003 Tentang Pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, bahwa sanitasi tempat penejualan makanan jajanan harus memenuhi kriteria dalam hal peralatan, sarana penjaja dan sentra pedagang.

a. Peralatan

Alat-alat yang digunakan oleh pedagang harus aman dan terhindar dari pencemaran, baik itu pencemaran kimia, fisika maupun biologi. Peralatan harus bersih ketika ingin digunakan baik itu untuk memasak, menyajikan makanan dan menyimpan makanan.

Peralatan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan yaitu peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun lalu dikeringkan dengan pengering/lap yang bersih, kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran. Peralatan yang hanya dirancang untuk sekali pakai, peralatan tersebut dilarang digunakan kembali (Kepmenkes No. 942, 2003).

Kelima pedagang tersebut tidak satupun memenuhi variabel peralatan karena tidak satupun pedagang yang sepenuhnya menerapkan sanitasi seperti yang telah ditetapkan.

(22)

penggorengan. Alat-alat tersebut tidak langsung dicuci ketika selesai dipakai pada saat berjualan. Alat-alat tersebut akan dicuci pada saat penjual sudah selesai berjualan. Peralatan juga tidak di lap atau dikeringkan. Hanya dibiarkan saja sampai air mengering sendiri. Kemudian peralatan yang selesai dicuci tidak di lab atau tidak dikeringkan, hanya diletakkan saja di tempat penyimpanan, tidak di lap atau dikeringkan dan tidak disimpan di tempat penyimpanan peralatan, hanya diletakkan saja di suatu tempat yang tidak tertutup, dalam arti tidak bebas dari pencemaran. dengan alasan keterbatasan sumber air pada tempat berjualan, jadi peralatan yang digunakan hanya dicuci ketika setelah selesai berjualan.

b. Sarana Penjaja

Keberadaan sarana penjaja sangat penting untuk menunjang kebersihan. Oleh karena itu keberadaan sarana ini mutlak ada. Misalnya sarana air bersih, jika tidak ada air bersih maka peralatan apapun tidak akan bisa dibersihkan. Begitu juga dengan keberadaan sarana lainnya.

Sarana penjaja yang baik dan lengkap harus memenuhi persyaratan yaitu konstruksi Sarana penjaja mudah dibersihkan, tersedia tempat untuk air bersih, tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan, Tersedia tempat untuk makanan jadi, tersedia tempat penyimpanan peralatan, tersedia tempat cuci peralatan, tersedia tempat cuci tangan dan tersedia tempat sampah. Kemudian tempat menjajakan makanan harus terlindung dari debu dan pencemaran (Kepmenkes No. 942, 2003).

(23)

kepada pelanggan begitu selesai dimasak. Pedagang juga tidak memiliki tempat penyimpanan peralatan, karena letak pedagang ini dipinggir jalan, peralatan semua diletakkan di tempat pengolahan makanan (stelling). Tempat pedagang berjualan tidak memiliki tempat cuci peralatan dan cuci tangan karena keterbatasan sumber air bersih yang dibawa dan tidak memiliki tempat sampah. Sampah hanya dikumpulkan di plastik.

Tempat cuci tangan ini tidak begitu penting menurut pedagang, karena pembeli burger tidak perlu harus mencuci tangan sebelum memakan burger. Pembeli burger dapat memakan langsung burger tersebut tanpa menyentuh langsung, karena burger dilapisi plastik dan tissue.

c. Tempat penjualan

Tempat untuk menjajakan makanan tidak boleh sembarangan tempat, karena lingkungan sekitar dapat mencemari makanan yang dijajakan jika tempat berjualan dekat dengan sumber pencemaran. Tempat yang berbahaya sebenarnya terletak di pinggir jalan raya, karena udara sekitar jalan raya dapat membawa pencemaran yang dapat mencemari makanan.

Tempat pedagang yang baik yaitu tempat/ lokasi pedagang harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, jauh dari tempat pembuangan limbah, jauh dari tempat rumah potong hewan dan jauh dari jalan yang ramai dengan kecepatan tinggi (Kepmenkes No. 942, 2003).

(24)

dengan sumber pencemaran yaitu sampah, karena sampah pedagang ini hanya diletakkan di plastik yang terbuka dan pedagang ini dekat dengan jalan raya, ramai dan banyak kendaraan yang berkecepatan tinggi, jadi dengan keadaan begini kemungkinan makanan tercemar sangat besar.

Semua pedagang berjualan dekat dengan jalan raya dengan alasan jika berjualan di pinggir jalan, maka dapat langsung dilihat oleh konsumen yang berlalu lintas di jalan raya tersebut.

5.2 Keberadaan Salmonella sp pada Daging Burger

Berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pada daging burger terdapat Salmonella

sp. di dalamnya. Salmonella sp. terdapat 2 yang positif pada sampel daging burger

sebelum digoreng dan 1 yang positif pada burger yang sesudah digoreng. Sampel yang awalnya sebelum digoreng, Salmonella sp hanya ada di sampel 2 dan sampel 4. Kemudian setelah digoreng Salmonella sp tidak ada lagi pada sampel 2 dan sampel 4. Namun pada sampel 1, sebelum digoreng tidak terdapat Salmonella sp, namun setelah digoreng terdapat Salmonella sp.

(25)

Selain itu pedagang 1 memiliki cara pengambilan sampel yang berbeda dengan sampel keempat pedagang lainnya. Sampel sebelum dan sesudah digoreng tidak diambil dari satu daging burger, tetapi 2 daging burger yang berbeda. Hal ini disebabkan sangat banyaknya pelanggan dan keterbatasan waktu penyajian. Pedagang 1 ini sudah memasak banyak daging burger terlebih dahulu, kemudian daging tersebut diletakkan ditempat penyimpanan makanan tanpa penutup. Pedagang 1 ini juga tidak memasak daging burger dalam waktu yang lama, sehingga daging tersebut tidak matang secara keseluruhan. Oleh karena itu, pencemaran daging burger ini bisa saja terjadi karena keadaan yang telah dijelaskan diatas.

Sampel 2 dan sampel 4 awalnya positif mengandung Salmonella sp kemudian setelah digoreng menjadi negatif. Hal ini disebabkan pada saat penggorengan daging burger tersebut digoreng pada suhu yang mematikan Salmonella sp karena

Salmonella sp dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1

jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit.

(26)

mati. Jadi sangat perlu diperhatikan untuk kebersihan penjamah makanan, kebersihan peralatan dan cara pengolahannya.

Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak

selalu menimbulkan perubahan-perubahan dalam hal warna, bau maupun rasa dari makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi yang mengkonsumsi makanan tersebut dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonellayaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olehannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi, 1999).

Menurut Mulia (2005) Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Pencemaran makanan dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang tidak baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan sususan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.

(27)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap hygiene sanitasi pedagang burger beserta pembahasannya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Hygiene pedagang yang paling banyak memenuhi persyaratan kesehatan adalah pedagang 3 dan pedagang 5. Sedangkan pedagang yang paling sedikit memenuhi persyaratan hygiene pedagang adalah pedagang 1 dan pedagang 2 2. Sanitasi tempat berjualan burger yang paling banyak memenuhi persyaratan

kesehatan adalah pedagang 5 dan yang paling sedikit memenuhi persyaratan kesehatan adalah pedagang 1.

(28)

6.2. Saran

1. Kepada konsumen agar memperhatikan kebersihan penjual dan tempat berjualan sebelum membeli burger.

2. Kepada dinas kesehatan bagian kesehatan lingkungan agar memberi himbauan kepada para pedagang agar hygiene dan sanitasi pedagang menjadi lebih baik.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyehatan Makanan dan Minuman

Berdasarkan definisi dari WHO, makan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan (Chandra, 2006). Ada 4 fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia yakni:

1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

2. Memeproleh energi guna melakukan aktifitas sehari-hari.

3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.

4. Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Agar makanan berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat (gizi) yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005).

(30)

dan tidak menjadi sakit karenanya. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting (Mulia, 2005).

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi semakin besar. Tujuan mengkonsumsi pangan bukan lagi sekedar mengatasi rasa lapar, tetapi semakin kompleks. Konsumen semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, dewasa ini konsumen juga lebih selektif untuk menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi. Salah satu pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan adalah faktor keamanan makanan (Mulia, 2005).

Keamanan pangan menjadi prasarat bagi industri pangan dalam persaingan global. Tanpa adanya kepastian keamanan bagi produk pangan yang dihasilkannya, industri tersebut tidak akan dapat masuk dalam pasar internasional (Mulia, 2005). 2.1.1 Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006) Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan , antara lain :

(31)

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut:

a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. c. Keamanan terhadap penyediaan air

d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

f. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan. 2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan

Menurut Chandra (2006) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan faktor makanan, antara lain : 1. Faktor Makanan

a. Sumber bahan makanan

(32)

b. Pengangkutan bahan makanan

Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya, apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan penutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan agar tidak rusak. Contoh, mengangkut daging dan ikan dengan menggunakan alat pendingin.

c. Penyimpanan bahan makanan

Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi seperti berikut:

1. Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau serangga tidak bersarang.

2. Jika menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya.

3. Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur.

4. Memiliki sirkulasi udara yang cukup. 5. Memiliki pencahayaan yang cukup.

(33)

7. Harus ada jalan dalam gudang: a. Jalan utama lebar 160 cm. b. Jalan antar lebar blok 80 cm c. Jalan antar rak lebar 80 cm d. Jalan keliling 40 cm d. Pemasaran Makanan

Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalah pasar swalayan atau supermarket. e. Pengolahan makanan

Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.

f. Penyajian makanan

Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli. g. Penyimpanan makanan

Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi dalam lemari atau alat pendingin.

2. Faktor Manusia

(34)

memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun.

3. Faktor Peralatan

Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga memenuhi persyaratan sanitasi.

Menurut Yuliarsih (2006) permasalahan sanitasi makanan yang menyangkut nilai gizi ataupun mengenai komposisi bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, kurang diperhatikan. Sanitasi makanan lebih ditekankan pada pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan makanan agar tidak membahayakan bagi kesehatan.

1. Bahaya makanan untuk kehidupan

a. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat yang membahayakan untuk tubuh. b. Dalam makanan tersebut memang telah terdapat zat-zat yang

membahayakan kesehatan.

2. Hal-hal yang dapat membahayakan makanan bagi tubuh manusia. a. Zat-zat kimia yang bersifat racun

Biasanya karena kelalaian, misalnya menempatkan racun tikus atau insektisida dengan bahan-bahan dapur.

b. Bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, misalnya

(35)

2.2 Pencemaran makanan

Menurut Mulia (2005) Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Pencemaran makanan dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang tidak baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan sususan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obatan penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).

2.2.1 Makanan yang Rusak

(36)

yang merupakan tempat yang baik bagi berkumpul dan singgahnya bakteri atau racun-racun yang mereka timbulkan dalam jumlah dan volume tertentu yang mengakibatkan makanan menjadi keracunan sehingga tidak sehat lagi jika dikonsumsi oleh manusia (Saksono, 2007).

Makanan yang rusak bisa terjadi karena pemilihan bahan yang keliru, pembuatan ramuan yang tidak tepat, penanganan yang salah, pembungkusan yang kurang layak, penyimpanan yang tidak benar, penggunaan suhu dan kelembaban yang mengikuti petunjuk, peyajian yang ceroboh serta perlakuan yang bertentangan dengan sifat-sifat makanan itu sendiri. Makanan yang rusak bisa menjalar ke makanan yang sehat jika tidak diwaspadai, karena bisa terjadi pencemaran silang sehingga merugikan dalam jumlah dan nilai yang besar, baik bagi keluarga pengguna makanan , masyarakat dimana makanan yang rusak itu berada, serta pada industri makanan dan industri pelayanan makanan (Saksono, 2007).

(37)

2.2.2 Faktor Penyebab Makanan Menjadi Berbahaya

Menurut Chandra (2006) terdapat 2 faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia antara lain :

1. Kontaminasi

Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh: a. Parasit, misalnya cacing dan amuba.

b. Golongan mikroorganisme, misalnya Salmonella dan shigella. c. Zat kimia, misalnya bahan pengawet dan bahan pewarna.

d. Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti stafilokokus dan Clostridium botulinum.

2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi tiga golongan:

a. secara alami makanan itu telah mengandung zat kimia beracun, misalnya singkong yang mengandung HCN dan ikan dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, misal Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem syaraf dan napas.

b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).

(38)

setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler. 2.2.3 Kontaminasi Makanan

Menurut Chandra (2006) kontaminasi makanan dapat terjadi akibat agen penyakit yang menyebabkan infeksi atau akibat proses pembusukan. Pembusukan dapat terjadi secara alami akibat enzim-enzim yang ada dalam makanan itu sendiri, misalnya pembusukan pada durian dan sayuran. Makanan yang busuk adalah makanan yang sudah mengalami proses sedemikian rupa sehingga tidak dapat dimakan manusia. Untuk dapat menyatakan bahwa suatu makanan memang telah busuk , kriteria makanan busuk berikut harus terpenuhi.

a. makanan yang telah mengandung toksin atau bakteri.

b. Makanan yang rusak dan jika dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan. Untuk menentukan apakah suatu makanan masih dapat dimakan atau tidak, makanan tersebut harus memenuhi kriteria berikut.

a. makanan berada dalam tahap pematangan yang dikendalikan.

b. Makanan bebas dari pencemaran sejak tahap produksi sampai tahap penyajian atau tahap penyimpanan makanan yang sudah diolah.

c. Bebas dari perubahan-perubahan fisik, kimia yang tidak diketahui atau karena kuman pengerat, parasit atau karena pengawetan.

(39)

Selain itu, kita juga perlu mengetahui sifat atau karakteristik suatu jenis makanan. Berdasarkan kerentanannya terhadap proses pembusukan, makanan dapat dibagi ke dalam tiga golongan, seperti berikut.

a. Nonperishable food (stable food)

Nonperishable food adalah makanan yang sifatnya stabil dan tidak mudah rusak

kecuali jika mendapat perlakuan yang tidak baik. Contoh makanan semacam ini diantaranya gula, makroni, mie kering, tepung dan makanan kaleng. Makanan kaleng akan mengalami perubahan jika kemasan (dalam hal ini kaleng) bocor atau rusak. Bakteri tahan asam yang mengontaminasi makanan kaleng itu tidak akan mati dengan pemanasan dan justru akan memproduksi spora. Spora kemudian berkembang biak dan memproduksi racun yang memicu proses pembusukan pada makanan. Sama halnya, spesies Clostridium nigrificans, menyebabkan proses pembusukan yang mengeluarkan bau semacam bau telur busuk.

b. Semiperishable food

Semiperishable food adalah makanan yang sifatnya semistabil dan agak

mudah busuk. Contohnya antara lain roti kering dan kentang.

c. Perishable food

Perishable food adalah makanan yang sifatnya tidak stabil dan mudah busuk.

Contohnya makanan semacam ini adalah ikan, daging, susu dan telur. 2.2.4 Hubungan Suhu dan Waktu

(40)

makanan agar kuman yang terdapat dalam makanan dapat mati dengan waktu pemanasan tertentu yang diperkirakan adekuat. Suhu optimum pertumbuhan adalah suhu yang paling baik untuk pertumbuhan kuman.

Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibagi ke dalam 3 golongan, seperti berikut:

1. Termofilik : 45-60o

Sementara itu termal death adalah kematian yang terjadi akibat pemanasan. Kejadian ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.

C

1. Konsentrasi kuman

Makin tinggi konsentrasi kuman, waktu yang diperlukan semakin lama. 2. Riwayat mikroorganisme

a. Suhu waktu pembiakan b. Umur dari pertumbuhan c. Fase pertumbuhan d. Komposisi substrat

(41)

Hindari penggunaan bahan makanan yang beracun atau jangan mengolah makanan berdekatan dengan zat atau bahan beracun.

Tabel. 2.1 Pembiakan Mikroorganisme pada Suhu dan Waktu Tertentu

Suhu (oC) Waktu (detik)

Tabel 2.2 Hubungan Suhu-Waktu pada Mikroorganisme

Mikroorganisme Suhu (oC) Waktu (detik)

Gonorrhea 2-3 50

2.3.1 Karakteristik Bakteri

(42)

Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu golongan basil, dan kokus dan golongan spiril. Basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut

diplobasil. Kokus adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini

tidak sebanyak golongan hasil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher disebut steroptococcus, ada yang bergandengan dua disebut

dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus, kokus yang

mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilococcus, sedang yang mengelompok seperti kubus disebut sarsina (Purnawijayanti, 2001).

Spiril ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan kokus maupun golongan basil. Pada umumnya bakteri itu kecil sekali, sehingga kita memerlukan mikroskop untuk mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0,5µ-2,5µ. Basil lebarnya antara 0,2µ-2,0µ, sedang panjangnya antara 1µ-15µ. Sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma dan bahan inti (Purnawijayanti, 2001).

(43)

bakteri ini tidak mati. Segera setelah keadaan luar baik lagi bakteri, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri sebagaimana biasanya ( Purnawijayanti, 2001). 2.3.2 Faktor- faktor Pendukung Pertumbuhan Bakteri

Bakteri memerlukan faktor-faktor yang kompleks untuk mendukung pertumbuhannya, antara lain :

1. Suhu

Berdasarkan suhu pertumbuhannya, maka bakteri mempunyai sifat tumbuh yang terbagi atas:

a. psikrofilik, yaitu mempunyai daerah tumbuh antara 0-30o

b. Mesofilik, yaitu mempunyai daerah tumbuh antara 25-37

C

o

C dengan temperatur minimum 15oC dan maksimum antara 45-55o

c. Termofilik, yaitu yang mempunyai daerah tumbuh di atas 40

C, contoh:

Salmonella sp..

o

C umumnya 55-60oC dan maksimum 75o

2. Nutrisi/ Makanan

C (Supardi, 1999). Contoh : E. Coli.

Seperti halnya makhluk hidup lainnya, bakteri juga memerlukan makanan sebagai sumber zat gizi untuk tumbuh dan berkembang biak. Biasanya bahan makanan yang baik untuk manusia disukai pula oleh bakteri karena memiliki jumlah zat gizi yang penting dan tersedia untuk perkembangan bakteri.

3. Air

(44)

tumbuh di dalamnya. Bahan makanan kering atau produk makanan yang diproses dengan penggulaan atau penggaraman seperti selai, dodol, ikan asin, telur asin dan lain-lain awet karena bahan-bahan tersebut tidak mengandung air yang cukup untuk pertumbuhan bakteri yang dapat merusak makanan. 4. Keasaman/ Nilai pH

Bakteri dan patogen umumnya memerlukan nilai pH lebih tinggi dari 4,6 sampai pH netral (pH 7) untuk dapat tumbuh dengan baik. Dengan demikian, secara alami ada bahan-bahan makanan yang kurang disukai oleh bakteri karena memiliki pH kurang dari 4,6. Termasuk dalam kelompok ini antara lain vonegar, mayonaise dan tomat. Sebaliknya, banyak pula bahan makanan yang disukai oleh bakteri karena memiliki pH lebih dari 4,6 anatara lain daging, ikan, ayam , keju, udang dan lain-lain. Dengan demikian, bahan-bahan makanan tersebut harus ditangani dengan memperhatikan prosedur sanitasi yang memadai, agar tidak terkontaminasi oleh bakteri perusak dan patogen.

5. Oksigen

Bakteri dikelompokan menjadi bakteri aerobik bila untuk pertumbuhannya mutlak memerlukan oksigen, anaerobik bila tidak memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya dan anaerobik fakultatif dapat tumbuh dalam kondisi tidak ada oksigen, tetapi lebih suka dalam lingkungan yang ada oksigen.

6. Waktu

(45)

tunggal menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi depalan dan seterusnya. Dalam lingkungan dan suhu yang cocok, bakteri membelah diri setiap 20-30 menit. Dalam kondisi yang mereka sukai itu, maka dalam 8 jam satu sel bakteri telah berkembang sampai 17 juta sel dan menjadi satu milyar dalam 10 jam.

7. Kelembaban

Sel-sel bakteri terdiri dari 80% air. Air adalah kebutuhan esensial mereka, tetapi bakteri tidak dapat menggunakan air yang mengandung zat-zat yang terlarut dalam konsentrasi tinggi, seperti gula dan garam. Larutan pekat, misalnya garam 200mg/liter tidak menunjang pertumbuhan bakteri.

8. Cahaya

Bakteri biasanya tumbuh dalam gelap, walaupun ini bukan suatu keharusan. Tetapi sinar ultraviolet mematikan mereka dan ini dapat digunakan untuk prosedur sterilisasi ( Purnawijayanti, 2001).

2.4. Salmonella sp.

2.4.1 Klasifikasi Salmonella sp..

Salmonella adalah salah satu penyebab utama foodborne disease di seluruh

dunia. Menurut D’Aoust (2001) yang dikutip oleh Restika (2012) genus Salmonella dibagi menjadi dua jenis, yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Sampai saat ini, lebih dari 2500 serovar Salmonella enterica telah diidentifikasi dan kebanyakan serovar memiliki potensi untuk menginfeksi berbagai spesies hewan dan manusia. Menurut Clavijo (2006) yang dikutip oleh Restika (2012) serovar dari

(46)

epidemiologis. Sebagai contoh, serovar Typhi hanya dapat menginfeksi manusia, sedangkan serovar Typhimurium dan Enteritidis dapat menginfeksi berbagai host, termasuk manusia, tikus, dan unggas. Serovar juga menunjukkan rute transmisi yang berbeda. Typhimurium lebih mudah menular kemanusia melalui daging ayam, sedangkan Enteritidis umumnya menular ke manusia melalui telur ayam.

Berdasarkan taksonomi, klasifikasi Salmonella sebagai berikut D’Aoust (2001) dalam Restika (2012):

Phylum : Bacteria ( Eubacteria) Class : Prateobacteria

Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriae Genus : Salmonella Species : Salmonella sp.

Menurut Seputro (1978) dalam Ginting (2005) Terdapat tiga species utama dari Salmonella sp. yaitu S. cholerasuis, dan S.enteretidis. selain itu juga terdapat species Salmonella sp yang lain yaitu S. arizonae, S. belfast, S. blokey, S. dublin, S.

gallinarum, S. heidelberg, S. hirscfeldii, S. infantis, S. janiana, S. loma-linda, S.

newport, S. sain-paul, S. schottmuellery, S. Stokholm, S. Thomson, S. Wein, S.

Weyberge, S. Virchow, S. Hadar, tetapi paling sering ditemukan di air adalah S.

entereditis dan S. typhimurium.

(47)

2.4.2 Sifat Salmonella sp.

Salmonella sp. tumbuh dengan cepat pada pembenihan biasa tapi tidak

meragikan laktosa atau sukrosa. Kuman ini menghasilkan asam dan beberapa gas dari glukosa dan manosa. Kuman ini cendrung menghasilkan hidrogen sulfida (H2

Salmonella sp. resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian,

natrium tetratiumat dan natrium dioksikholat), senyawa ini menghambat kuman koliform karena bermanfaat untuk isolasi Salmonella sp. dari tinja (Jawetz, 1995).

S). kuman ini dapat hidup di air yang dibekukan dalam waktu yang lama.

Menurut (Jawetz, 1995) dalam (Ginting, 2005) Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada temperatur 5-47 °C dengan pertumbuhan optimum 35-37 °C. Namun, ada beberapa serovar yang mampu tumbuh pada temperatur 4 °C. Salmonella sensitif terhadap temperatur tinggi dan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Dalam makanan beku, jumlah Salmonella menurun perlahan-lahan karena temperatur penyimpanan menurun .

Menurut (Fernandes, 2009) dalam (Restika, 2012) Salmonella memiliki rentang pertumbuhan pada pH 3.8-9.5 dengan kondisi yang ideal dan keasaman yang sesuai. Pertumbuhan Salmonella mencapai optimum pada pH antara 6.5-7.5. Beberapa serovar dapat mati pada pH di bawah 4.0, tergantung tipe keasaman dan temperatur.

S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.

(48)

bakteriemi II. Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll. Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya Salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Judarwanto, 2012).

Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, dan bahan tinja (Judarwanto, 2012).

2.5. Patogenesis Salmonella sp

Habitat bakteri salmonella adalah di dalam alat pencernaan manusia, hewan, dan bangsa burung. Oleh karena itu cara penularannya adalah melalui mulut karena makan/minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat pencernaan penderita.

Salmonella akan berkembang biak di dalam alat pencernaan penderita, sehingga

terjadi radang usus (enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina proprialat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi) Salmonella inilah yang menimbulkan diare, karena salmonella menghasilkan racun yang disebut cytotoxindan enterotoxin (Dharmojono, 2001).

Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak

(49)

makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi yang mengkonsumsi makanan tersebut dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olehannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi, 1999).

Keberadaan Salmonella sp pada makanan tidak selalu dapat menimbulkan penyakit pada manusia, hal ini tergantung pada jumlah Salmonella yang terdapat pada makanan. Dosis infektif bagi manusia adalah 105 – 108 Salmonella sp. Selain itu daya tahan tubuh manusia juga sangat berpengaruh. Apabila daya tahan tubuh rendah, maka Salmonella mudah untuk menibulkan penyakit pada manusia.

Jay (2000) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur penularannya sebagai berikut: (1) transovarium; (2) translokasi dari peritonium ke kantong kuning telur atau oviduk; (3) mempenetrasi kerabang telur sewaktu telur bergulir menuju kloaka; (4) pencucian telur; (5) pengolahan makanan. Salmonella akan berpenetrasi ke dalam telur dan terperangkap di dalam membran, kemudian akan diingesti oleh embrio. Habitat utama Salmonella pada ayam adalah saluran pencernaan, termasuk caecum. Apabila Salmonella ada di dalam tubuh ayam, maka ayam akan bertindak sebagai carrier sepanjang hidupnya (Jay, 2000).

(50)

dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus halus, berbiak di sel epitel dan menghasilkan toxin yang akan menyebabkan reaksi radang dan akumulasi cairan di dalam usus. Kemampuan Salmonella untuk menginvasi dan merusak sel berkaitan dengan diproduksinya thermostable cytotoxic factor. Salmonella ada di dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile enterotoxin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit.

Salmonellosis memperlihatkan tiga sindrom yang khusus yaitu terjadinya

septikemia, radang usus akut yang kemudain menjadi radang usus kronik. Pada kejadian akut penderita sangat depresif, demam (suhu badan antara 40,5-41,50

Menurut Supardi dan Sukamto (1999) Salmonella typhi dapat menyebabkan demam dan gejala tifoid yang akan berlangsung selama 3-4 minggu. Perforasi sering terjadi pada minggu ke tiga atau keempat dari penyakitnya. Akibat adanya komplikasi dari demam tifoid antara lain:

C), diare profuse, sering kali memperlihatkan aksi merejan disertai mulas yang sangat hebat (tenesmus). Feces berbau amis dan berlendir, bersifat fibrin (fibrinous casts), kadang-kadang mengandung kelotokan selaput membrane usus dan terdapat gumpalan-gumpalan darah. Pada kuda, diare yang hebat cepat menyebabkan dehidrasi dan kuda dapat mati dalam waktu 24-48 jam kemudian (Dharmojono, 2001),

1) Pada tulang menyebabkan periostitis dan osteomielitis 2) Abses ginjal

(51)

5) Kolesistitis akut

Penderita yang telah sembuh dari demam tifoid, ternyata 2-5% diantaranya masih mengandung S. typhi di dalam tubuhnya selama 1 tahun. Bahkan ada yang menetap sepanjang umur manjadi carrier kronik. Pada carrier kronik S. typhi umumnya berada dalam kantung empedu, jarang pada saluran kemih. Biasanya akan dikeluarkan dari tubuh melalui tinja dan air kemih (Supardi, 1999).

Pada ternak sapi dan domba yang sedang bunting dapat terjadi keguguran. Pada anak-anak yang baru berumur beberapa minggu, bila menderita diare

Salmonellosis angka kematiannya sangat tinggi. Pada babi terlihat perubahan warna

kulit menjadi merah keunguan, terutama dibagian telinga dan perut bagian bawah, terlihat juga gejala-gejala syaraf dan radang paru (pneumonia). Dalam kondisi demikian angka kematian dapat mencapai 100%. Pada keadaan infeksi yang sudah kronik hewan menjadi kurus, demam intermiten, diare yang persisten dan sulit sekali diobati, malah menjadi hewan pembawa penyakit. Salmonellosis pada anjing dan kucing jarang menyebabkan septicemia, mereka dapat menjadi asimptomatik dan menjadi pembawa (life carrier) (Dharmojono, 2001).

2.6. Dampak kesehatan

Salmonella merupakan bakteri yang ditemukan di Amerika pada tahun 1899

(52)

Salmonellosis diantaranya sapi, domba, kambing, babi yang muda demikian juga

dengan hewan kesayanagan seperti anjing, kucing, kelinci dan hamster (Dharmojono, 2001).

Salmonellosis merupakan penyakit yang menular pada manusia (zoonosis).

Kejadian Salmonellosis semakin meningkat dengan semakin banyaknya warung-warung makanan yang tidak higienik. Sumber penularan berupa keluaran (eksresi) hewan dan manusia baik dari hewan ke manusia maupun sebaliknya. Salmonellosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh organisme dari 2 jenis Salmonella (S. enteritica dan S. bongori), meskipun sebagai bakteri yang terdapat di saluran pencernaan, Salmonella menyebar luas di lingkungan, umumnya ditemukan pada sampah dan bahan-bahan yang berhubungan dengan kontaminasi fekal. Mikroorganisme ini juga ditemukan di peralatan pakan, menyebabkan penyakit infeksi pada hewan khususnya babi dan unggas. Infeksi Salmonella dari pangan asal hewan memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat dan khususnya pada keamanan pangan sehingga produk pangan asal hewan dipertimbangkan menjadi sumber utama pada infeksi Salmonella pada manusia. Pakan yang terkontaminasi

Salmonella menjadi sumber paling umum pada infeksi hewan. Kontaminasi pakan

(53)

dan menyebabkan enteritis, di negara berkembang seperti Indonesia, dokter praktek dan rumah sakit sering menerima pasien dengan diagnosa thypus atau parathypus dengan insiden yang cukup tinggi sepanjang tahun. Insidensi Salmonellosis di negara-negara berkembang yang menyerang manusia meningkat antara tahun 1980-1990an, sejalan dengan semakin intensifnya budidaya ternak dan munculnya klon-klon

Salmonella baru (Dharmojono, 2001).

2.6.1 Ciri-ciri Penyakit yang Disebabkan oleh Salmonella sp 1. Gastroenteritis

Gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella merupakan infeksi pada usus dan terjadi lebih dari 18 jam setelah bakteri patogen itu masuk ke dalam host. Ciri-cirinya adalah demam, sakit kepala, muntah, diare, sakit pada abdomen (abdominal pain) yang terjadi selama 2 - 5 hari. Spesies yang paling sering menyebabkan gastroenteritis ialah S.typhi. Kehilangan cairan dan kehilangan keseimbangan elektrolit merupakan bahaya bagi anak-anak dan orang tua.

2. Septikemia

Septikemia oleh Salmonella menunjukkan ciri-ciri demam, anoreksia dan anemia. Infeksi ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Lesi-lesi dapat menyebabkan osteomielitis, pneumonia, abses pulmonari, meningitis dan endokarditis. Spesies utama yang menyebabkan septisemia ialah S. cholera-suis.

3. Demam-demam enterik

(54)

merupakan hos tunggal untuk S. typhi, ciri-cirinya antara lain lesu, anoreksia, sakit kepala, kemudian diikuti oleh demam. Pada waktu tersebut S. typhi sedang menembus dinding usus dan masuk ke dalam saluran limfa. Melalui saluran darah S.

typhi menyebar ke bagian tubuh lain. Insidensi kematian yaitu antara 2 - 10%; lebih

3% penderita demam tifoid menjadi carrier kronik. 2.7. Daging

Daging adalah bagian hewan yang disembelih (sapi, kerbau, kambing, domba) yang dapat dimakan dan berasal dari otot skelet atau yang terdapat pada diafragma, jantung, dengan atau tidak mengandung lemak. Daging merupakan otot hewan yang tersusun dari serat-seratyang sangat kecil yang masing-masing serat merupakan sel memanjang. Sel serat otot mengandung dua macam protein yang tidak larut, yaitu kolagen dan elastin yang terdapatpada jaringan ikat (Anonimous, 2001).

Menurut Soeparno (1992) daging didefenisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua hasil produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Djafar, dkk. (2006) menyatakan bahwa pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang selalu mendapat perhatian untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Selain sebagai sumber gizi, jugaperlu diperhatikan keamanan pangan serta aman, bermutu dan bergizi baik disamping itu produk pangan dapat berpengaruh kepada peningkatan derajat kesehatan.

(55)

jaringan ikat dan jaringan lemak. Jaringan otot menyusun 50-60% karkas, unit struktural jaringan otot adalah serabut otot dan serabut otot terdiri dari myofibril-miofibril. Myofibril terdiri dari serabut-serabut halus yang dinamakan miofilamen. Miofilamen terdiri dari filament aktin yang tipis

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Dari tingkat kealotan daging merupakan sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna dibanding protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100g (Astawan, 2008).

dan filament myosin yang tebal. Kedua filament tersebut berperan dalam kontraksi dan relaksasi otot (Afifah, 2009)

(56)

bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, metode penyimpanan serta jenis dan lokasi otot (Soeparno, 2005).

Daging segar memiliki permukaan daging yang lembab, tidak basah, tidak kering dantidak ada lendir. Selain itu daging yang bermutu ditandai dengan permukaan daging yang bersih, bebas dari kotoran-kotoran yang nampak oleh mata. Daging yang kotor akan mudah rusak atau busuk (Lukman, 2008).

Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat dari pada hewan betina (Lukman, 2008).

Setelah proses pemotongan, sangat dianjurkan agar daging disimpan pada suhu dingin(<4>oC) untuk mempertahankan mutu daging serta untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman. Daging yang disimpan pada suhu 0-2oC dapat bertahan selama 2-3 hari (daging dikemas). Untuk daging giling yang disimpan pada suhu 0-4o

2.7.1 Daging Burger

C akan bertahan sampai 12 jam (Lukman, 2008).

Burger adalah sejenis makanan siap saji yang biasanya berisi daging burger, selada, tomat dan telur. Daging burger adalah jumlah daging sapi yang telah digiling halus dan dimasak serta dipipihkan dan dibentuk lingkaran (Ginting, 2009).

(57)

Daging burger merupakan produk daging giling segar. Komposisi utama burger adalah daging, umumnya mencapai 80 persen. Syarat mutu hamburger yang baik adalah lemak sapi yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% serta air, bahan pengikat, dan bahan pengisi (Astawan, 2008). Menurut Cory (2009) bahwa burger adalah produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan sebanyak 80% dicampur bumbu dan lemak yang tidak lebih dari 30%. Namun dalam pengolahan daging terutama daging burger, akan mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas daging itu sendiri.

Pemasakan burger dapat dilakukan dengan cara pemanggangan, penggorengan, atau pemasakan dengan microwave. Tujuan pemasakan adalah menyatukan bahan, memantapkan warna, meningkatkan juice, menginaktifkan mikroba, dan memperbaiki penerimaan konsumen. Lama pemasakan tergantung pada ukuran burger dan suhu pemasakan. Penggorengan menyebabkan kehilangan air sekitar 5% dan kehilangan lemak yang cukup besar, tergantung metode pemasakan. Berdasarkan suhu minyak goreng, proses penggorengan dibedakan menjadi dua yaitu teknologi penggorengan memakai minyak goreng pada suhu rendah (suhu 130-170oC) dan teknologi penggorengan memakai minyak goreng pada suhu tinggi (suhu 180-200o

Pembuatan daging burger bukan merupakan hal yang sulit. Daging burger bahkan dapat dibuat sendiri dalam skala rumah tangga. Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan burger adalah daging giling atau daging cacah yang dibumbui, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, dan aneka bumbu. Daging yang digunakan pada pembuatan burger biasanya berasal dari potongan-potongan atau tetelan daging

(58)

hasil proses trimming. Hal itu yang menyebabkan daging burger mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Burger juga dapat dibuat dari bahan-bahan bukan daging, seperti kedelai atau tempe. Dari kedelai dapat dibuat daging tiruan yang selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan burger (Pabita, 2011)

Tabel 2.3. Komposisi Bahan yang digunakan pada Pembuatan Burger.

No Jenis bahan Isolat Protein Kedelai (%)

5 10 15

* Persentase (%) diperoleh dari jumlah daging yang digunakan ** Berat daging (gram)

Daging yang digunakan adalah daging yang dilayukan karena daging yang dilayukan mampu menguraikan tenunan ikat daging, daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat (Astawan, 2009).

Daging burger berupa daging giling yang dapat diperoleh dari pelumatan daging sapi maupun ayam. Daging yang telah dilumatkan diberi beberapa bahan tambahan pangan dan kemudian dicetak membulat untuk dijadikan sebagai isi burger yakni diletakkan di antara lapisan roti dan sayur (Astawan, 2009).

(59)

Berikut adalah cara pembuatan daging burger (Pabita, 2011) :

1. Daging dibersihkan dengan mengeluarkan lemak dan jaringan ikatnya kemudian dicuci bersih selanjutnya di potong kecil-kecil

2. Daging digiling menggunakan Food Prosessor.

3. ditambahkan garam, gula,bawang putih, merica dan es batu kemudian digiling

4. Menambahkan tepung isolat protein kedelai,

5. Menambahkan lemak pada adonan yang telah dibagi dalam empat bagian dimana masing-masing adonan ditambahkan lemak.

6. Adonan dibentuk menjadi bulatan yang setebal 2 cm.

7. Setelah itu masukkan ke dalam lemari pendingin. Selama kurang lebih 3 jam. 8. Kemudian dipanggang pada suhu 130o

9. Daging burger siap disajikan/digunakan.

(60)

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi

syarat Batas maksimum Peraturan Ka. BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011

tahun 2009

Sebelum digoreng

Sesudah digoreng

keberadaan

Salmonella sp.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep 2.8. Kerangka Konsep

Adapun .kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Daging burger

(61)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Salah satu pangan yang penting bagi manusia adalah pangan mengandung protein, yang dapat bersumber dari hewan maupun tumbuhan. Protein hewani dapat berasal dari produk hewan ternak ruminansia, unggas, maupun hasil laut.

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makan adalah sumber energi bagi manusia. Secara umum makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi yang mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin dan mineral. Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang dibutuhkan pada makanan (Megasari, 2011).

(62)

dan higienis, tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, layak untuk dikonsumsi dan dalam jumlah yang cukup (Mukono, 2004).

Berdasarkan laporan WHO (1991) dalam Ginting (2005), sekitar 70 % kasus diare yang terjadi di negara-negara berkembang diakibatkan oleh makanan yang merupakan ancaman serius terhadap anak-anak balita juga terhadap orang dewasa. Penyakit bawaan makanan atau keracunanan makanan yang ditimbulkan akibat adanya kontaminasi makanan dan minuman oleh mikroba perlu mendapat perhatian secara seksama, karena penderita kasus ini dapat mengalami gangguan pencernaan dan gangguan penyerapan zat-zat gizi, dan yang lebih memprihatinkan lagi kadang-kadang berakhir dengan kematian.

Menurut Marwanti (2010) Keamanan pangan merupakan karakteristik yang sangat penting dalam kehidupan, baik oleh produsen pangan maupun oleh konsumen. Bagi produsen harus tanggap bahwa kesadaran konsumen semakin tinggi sehingga menuntut perhatian yang lebih besar para aspek ini. Kebersihan suatu produk pangan untuk menembus dunia internasional sangat ditentukan oleh faktor ini pula. Di lain pihak sebagai konsumen sebaiknya mengetahui bagaimana cara menentukan dan mengkonsumsi makanan yang aman. Bahan-bahan atau organisme yang mungkin terdapat didalam makanan dan dapat menimbulkan keracunan atau penyakit menular terdiri dari bahan kimia beracun (misalnya beberapa bahan tambahan makanan, obat-obatan, logam dan pestisida).

Gambar

Gambar lampiran 1. Kondisi Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Salah Satu Pedagang Burger
Gambar lampiran 3. Penggorengan Daging Burger
Gambar lampiran 5. Peneliti pada saat memeriksa  Salmonella sp. pada daging burger
Tabel 4.1 Hasil Observasi Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Variabel Penjamah Makanan Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

pada pasar tradisional disebabkan karena kontaminasi berasal dari air yang digunakan sudah kotor dan ayam yang telah dicuci tidak disimpan diwadah melainkan diletakkan diatas