i
STARTER EXPERIMENT APPROACH (SEA)
BERBANTUAN GAMES PADA MATA PELAJARAN
IPA FISIKA UNTUK MENGEMBANGKAN
KARAKTER SISWA SMP
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
oleh
Dian Bestari
4201409103
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Starter Experiment Approach (SEA) Berbantuan Games pada Mata Pelajaran IPA Fisika untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP” bebas plagiat, dan apabila di kemudian
hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Semarang, 31 Juli 2013
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang berjudul “Starter Experiment Approach (SEA) Berbantuan Games pada Mata Pelajaran IPA Fisika untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP” telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 31 Juli 2013
Semarang, 31 Juli 2013
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
iv
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Starter Experiment Approach (SEA) Berbantuan Games pada Mata Pelajaran IPA Fisika untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP
disusun oleh Dian Bestari 4201409103
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 31 Juli 2013.
Panitia:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si. NIP 196310121988031001 NIP 196306101989011002 Ketua Penguji
Dr. Hartono, M.Pd.
NIP 196108101986011001
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Barang siapa menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga (H.R Muslim).
Bunga yang tidak akan layu sepanjang jaman adalah kebajikan (William Cowper).
PERSEMBAHAN
Saya persembahkan karya ini untuk:
1. Bapak dan ibu saya tercinta, terima kasih atas doa, kasih sayang, dan nasihat yang selalu kalian berikan,
2. Adik saya,
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Starter Experiment Approach (SEA) Berbantuan Games pada Mata Pelajaran IPA Fisika untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP”.
Skripsi ini terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang; 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., dekan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang;
3. Dr. Khumaedi, M.S., ketua jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang;
4. Dra. Dwi Yulianti, M.Si., dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan yang bermanfaat bagi penulis;
5. Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si., dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran selama penyusunan skripsi; 6. Semua dosen yang mengajar di Jurusan Fisika dan keluarga besar Jurusan
Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang;
vii
8. Yohanes Eko Nugroho, S.Pd., guru fisika SMP N 2 Ungaran yang telah membantu dan membimbing pada saat penelitian;
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Saran dan kritik yang membangun akan penulis terima guna perbaikan di masa mendatang.
Semarang, 31 Juli 2013
viii
ABSTRAK
Bestari, Dian. 2013. Starter Experiment Approach (SEA) Berbantuan Games pada Mata Pelajaran IPA Fisika untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Dwi Yulianti, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si.
Kata Kunci : SEA, Games, Karakter.
Proses pembelajaran fisika sekarang ini masih didominasi pemberian konsep dan hafalan rumus. Siswa tidak dituntun untuk menemukan konsep sehingga kurang memahami materi yang disampaikan. Hal ini berakibat terhadap rendahnya hasil belajar siswa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan dan pembentukan karakter siswa. Pentingnya pendidikan karakter ini, dilatarbelakangi pada fenomena sosial seperti kenakalan remaja dan dekadensi moral. Hasil observasi yang dilakukan di sekolah lokasi penelitian, siswa kelas VIII cenderung sulit diatur dibandingkan siswa kelas VII dan IX. Hasil belajar IPA fisika paling rendah dibandingkan dengan kimia dan biologi. Penerapan pembelajaran SEA berbantuan Games diharapkan dapat membantu siswa menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Siswa juga dapat saling berinteraksi sosial dalam upaya pengembangan karakter melalui Games.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA... vi
ABSTRAK... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 4
1.3 Batasan Masalah... 4
1.4 Tujuan Penelitian... 5
1.5 Manfaat penelitian... 5
1.6 Penegasan Istilah... 6
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi... 7
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat IPA... 9
2.2 Starter Experiment Approach (SEA)... 10
2.3 Games... 13
2.4 Permainan Kokami... 15
2.5 Karakter... 18
2.6 Materi Tekanan... 25
2.7 Kerangka Berpikir... 31
x
3. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian... 33
3.2 Desain Penelitian... 33
3.3 Alur Penelitian... 33
3.4 Populasi dan Sampel... 35
3.5 Variabel Penelitian... 36
3.6 Metode Pengumpulan Data... 36
3.7 Analisis Hasil Uji Coba... 37
3.8 Analisis Data Hasil Penelitian... 40
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 47
4.2 Pembahasan... 54
5. PENUTUP 5.1 Simpulan... 66
5.2 Saran... 67
DAFTAR PUSTAKA... 68
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Desain Penelitian Control GroupPretest Posttest... 34
3.2 Kriteria Soal Bersasarkan Validitas... 37
3.3 Klasifikasi Tingkat Kesukaran... 39
3.4 Klasifikasi Daya Beda... 40
3.5 Klasifikasi Analisis Hasil Observasi Psikomotorik... 42
3.6 Klasifikasi Analisis Hasil Observasi Karakter... 42
3.7 Klasifikasi Faktor g... 43
4.1 Hasil Pretest Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol... 46
4.2 Hasil Uji Normalitas... 47
4.3 Uji Dua Varians Nilai Posttest... 47
4.4 Gain Hasil Belajar Kognitif Siswa... 48
4.5 Gain Hasil Belajar Psikomotorik Siswa... 48
4.6 Gain Perkembangan Karakter Siswa... 49
4.7 Uji t Nilai Posttest... 49
4.8 Rekapitulasi Hasil Belajar Psikomotorik Siswa... 50
4.9 Rekapitulasi Perkembangan Karakter Disiplin... 51
4.10 Rekapitulasi Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu... 52
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Tekanan pada Bagian Zat Cair... 26
2.2 Perbedaan Tekanan pada Kedalaman... 26
2.3 Alat Percobaan Hukum Pascal ... 28
2.4 Benda Tenggelam ... 29
2.5 Benda Melayang ... 30
2.6 Benda Terapung ... 30
2.7 Diagram Kerangka Berpikir... 32
3.1 Alur Penelitian... 35
4.1 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa... 46
4.2 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Psikomotorik Siswa... 50
4.3 Grafik Perkembangan Karakter Disiplin... 51
4.4 Grafik Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu... 52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Silabus... 73
2. RPP Kelas Eksperimen... 81
3. RPP Kelas Kontrol... 82
4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)... 88
5. Daftar Siswa Kelas Uji Coba... 96
6. Kisi-Kisi Soal Uji Coba... 97
7. Kunci Jawaban Soal Uji Coba... 98
8. Soal Uji Coba Pilihan Ganda... 99
9. Analisis Soal Uji Coba... 107
10.Kisi-Kisi Soal Pretest Posttest... 110
11.Kunci Jawaban Soal Pretest Posttest... 111
12.Soal Pretest Posttest... 112
13.Rubrik Pengamatan Karakter dan Psikomotorik... 116
14.Lembar Observasi... 119
15.Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol... 121
16.Daftar Kelompok Kelas Eksperimen... 123
17.Daftar Kelompok Kelas Kontrol... 124
18.Uji Homogenitas Nilai Ujian Semester Ganjil... 125
19.Skor Pretest Posttest Kelas Eksperimen... 126
20.Skor Pretest Posttest Kelas Kontrol... 127
21.Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen... 128
22.Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol... 129
23.Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen... 130
24.Uji Normalitas Posttest Kelas Kontrol... 131
25.Uji Kesamaan Dua Varians Hasil Posttest Pilihan Ganda... 132
26.Koefisien Korelasi Kelas Eksperimen dan Kontrol... 133
27.Uji Kesamaan Rata-Rata Nilai Posttest... 134
xiv
29.Ketuntasan Belajar Kelas Kontrol... 137
30.Uji Peningkatan Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kontrol... 138
31.Rekapitulasi Hasil Observasi Perkembangan Karakter Kelas Eksperimen... 139
32.Rekapitulasi Hasil Observasi Perkembangan Karakter Kelas Kontrol... 142
33.Perkembangan Karakter Tiap Aspek Kelas Eksperimen... 145
34.Perkembangan Karakter Tiap Aspek Kelas Kontrol... 148
35.Peningkatan Karakter Tiap Siswa Kelas Eksperimen... 151
36.Peningkatan Karakter Tiap Siswa Kelas Kontrol... 154
37.Uji Peningkatan Karakter Kelas Eksperimen dan Kontrol... 157
38.Koefisien Korelasi Perkembangan Karakter... 160
39.Uji Kesamaan Rata-Rata Perkembangan Karakter... 163
40.Rekapitulasi Hasil Observasi Aspek Psikomotorik Kelas Eksperimen... 169
41.Rekapitulasi Hasil Observasi Aspek Psikomotorik Kontrol... 170
42.Rekapitulasi Hasil Observasi Psikomotorik Tiap Aspek Kelas Eksperimen... 171
43.Rekapitulasi Hasil Observasi Psikomotorik Kelas Kontrol... 172
44.Uji Peningkatan Hasil Belajar Psikomotorik... 173
45.Koefisien Korelasi Hasil Belajar Psikomotorik... 174
46.Uji Kesamaan Rata-Rata Hasil Belajar Psikomotorik... 175
47.Desain Ruangan Permainan Kokami... 177
48.Desain Kotak Kokami... 178
49.Desain Kartu Pesan Kokami... 179
50.Desain Kartu Bonus... 182
51.Desain Kartu Sanksi... 183
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
IPA merupakan konsep pembelajaran alam yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Menurut Pusat Kurikulum (2007), pembelajaran IPA termasuk fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan berpusat pada siswa. Melalui pembelajaran fisika, siswa dilatih untuk memperoleh konsep melalu kerja ilmiah serta mengembangkan sikap dan keterampilan ilmiah.
Proses pembelajaran fisika saat ini sebagian besar disajikan sebagai kumpulan rumus yang harus dihafalkan. Guru lebih dominan dalam menyampaikan materi dan kurang memberi kesempatan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Cara belajar seperti ini bukan merupakan cara belajar bermakna karena siswa tidak dituntun untuk melatih kemampuan berpikir (Handhika, 2010). Hal ini berakibat terhadap rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan penilaian Puspendik Balitbang (2012) terhadap hasil UN IPA, daya serap siswa terhadap materi fisika 73,70% memiliki persentase paling rendah dibandingkan dengan kimia 80,18% dan biologi 80,98%. Sementara hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) (2011), tingkat pemahaman siswa terhadap fisika di Indonesia menempati peringkat 53 dari 59 negara partisipan.
bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar secara berkelanjutan. Menurut Memes (2000: 21), salah satu pendekatan komprehensif untuk pembelajaran fisika adalah Starter Experiment Approach (SEA). Kegiatan pembelajaran SEA sebagian besar dipusatkan pada keaktifan dan keterampilan proses siswa. Guru berperan sebagai manajer dan fasilitator pembelajaran, sedangkan siswa berperan aktif sebagai pelaku dalam setiap langkah pembelajaran. SEA mempunyai ciri khusus yaitu mengetengahkan fenomena lingkungan sebagai penyulut (starter) untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir. Pembelajaran dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip metode ilmiah yang meliputi pengamatan, dugaan, desain percobaan, eksperimen dan hasil penelitian (Suranto, 2006).
Menurut teori psikologi perkembangan, siswa usia SMP atau usia remaja cenderung senang bermain baik individu maupun secara berkelompok. Rifa (2012 :12) menyatakan bahwa bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognisi anak. Permainan atau games memiliki peranan yang penting dalam perkembangan anak pada hampir semua bidang perkembangan, fisik-motorik, bahasa, intelektual, moral, sosial, maupun emosional. Mengaplikasikan permainan dalam pembelajaran akan membuat suasana belajar lebih menarik. Permainan juga dapat merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta dan mampu menumbuhkan sikap, mental serta akhlak yang baik.
IX. Pembelajaran SEA berbantuan Games diharapkan dapat membantu siswa menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Siswa juga dapat saling berinteraksi sosial dalam upaya pengembangan karakter melalui permainan.
Sekolah merupakan lingkungan artifisial yang diciptakan untuk membina siswa ke arah tujuan tertentu. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah memegang peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan dan pembentukan karakter siswa. Urgennya pendidikan karakter ini, dilatarbelakangi pada fenomena sosial seperti kenakalan remaja dan dekadensi moral. Hal tersebut tampak dari fakta yang dilansir oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), yakni kenakalan remaja mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang ada, kenakalan remaja pada tahun 2012 meningkat menjadi 36,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
pelajaran IPA. Nilai karakter tersebut antara lain disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini perlu dilaksanakan dengan judul: “Starter Experiment Approach (SEA) Berbantuan Games pada Mata Pelajaran
IPA Fisika untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP”.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan hasil belajar IPA subpokok bahasan tekanan pada zat padat dan tekanan zat cair setelah diterapkan pendekatan Starter Eksperiment Approach (SEA) berbantuan Games?
2. Bagaimana perkembangan karakter siswa setelah penerapan pembelajaran dengan pendekatan Starter Eksperiment Approach (SEA)berbantuan Games?
1.3
Batasan Masalah
1.4
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA subpokok bahasan tekanan zat padat dan tekanan zat cair melalui pembelajaran dengan pendekatan SEA berbantuan Games.
2. Menganalisis perkembangan karakter siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan SEA berbantuan Games.
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengembangkan karakter siswa, meningkatkan hasil belajar IPA, serta memberikan pengalaman belajar yang lebih bervariasi agar siswa tidak jenuh.
Manfaat lainnya adalah menambah referensi guru dalam melakukan variasi pembelajaran serta sebagai metode pembelajaran alternatif bagi guru dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Selain itu, dapat memotivasi guru untuk menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan karakter siswa. Bagi sekolah, penelitian ini juga bermanfaat diantaranya memberikan masukan dalam upaya pengembangan karakter siswa dan peningkatan kinerja guru.
1.5
Penegasan Istilah
1.5.1 Starter Experiment Approach (SEA)
Starter Experiment Approach (SEA) merupakan model pembelajaran yang mengetengahkan gejala alam sebagai percobaan awal yang berfungsi sebagai media bagi anak melatih keterampilan melakukan pengamatan (Memes, 2000: 21). Pembelajaran dengan SEA mengikuti langkah-langkah pokok yang telah ditetapkan. Tiap-tiap langkah yang ada mempunyai tujuan pasti yang terpusat pada proses perkembangan anak. Langkah-langkah pokok proses pembelajaran SEA meliputi percobaan awal (starter experiment), pengamatan (observation), rumusan masalah, dugaan sementara, percobaan pengujian, penyusunan konsep, mencatat pelajaran, dan penerapan konsep.
1.5.2 Games
Permainan atau Games adalah suatu bentuk kegiatan dimana peserta yang terlibat di dalamnya atau pemain-pemainnya bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan, untuk mencapai suatu tujuan (Latuheru, 1988: 78).
1.5.3 Karakter
meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Komunikatif diartikan sebagai tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
1.6
Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu (1) bagian awal, (2) bagian pokok skripsi, (3) bagian akhir skripsi. Komponen dari masing-masing bagian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal skripsi terdiri atas judul, pernyataan keaslian tulisan, persetujuan pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, serta daftar lampiran.
2. Bagian pokok skripsi terdiri dari 5 bab, yaitu:
BAB 1: Pendahuluan, meliputi latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB 2 : Landasan teori, berisi tentang teori yang mendukung penelitian. Dalam bab ini juga dituliskan kerangka berpikir dari penelitian dan hipotesis sebagai jawaban sementara dari permasalahan. BAB 3 : Metode penelitian, meliputi lokasi penelitian, desain penelitian,
BAB 4 : Hasil dan pembahasan, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan serta kesulitan yang ditemukan dalam penelitian. BAB 5 : Penutup, berisi simpulan dan saran.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hakikat IPA
IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Secara umum, kegiatan dalam pembelajaran IPA berhubungan dengan eksperimen. Pusat Kurikulum (2007) menyatakan bahwa pembelajaran IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Bahan kajian atau ruang lingkup fisika untuk SMP meliputi aspek-aspek materi dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta pengetahuan bumi dan alam semesta. Melalui pembelajaran fisika, siswa diharapkan mampu mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip fisika yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Pusat Kurikulum, 2007: 16 ).
pengetahuan. IPA sebagai sikap berarti dapat berkembang karena adanya sikap tekun, teliti, terbuka, dan jujur. IPA sebagai teknologi mengandung pengertian yang berkaitan dengan peningkatan kualitas kehidupan. Jika IPA mengandung keempat hal tersebut, maka dalam pendidikan di sekolah, seyogyanya siswa dapat mengalami keempat hal tersebut sehingga pemahaman siswa menjadi utuh dan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan hidupnya.
2.2
Starter Experiment Approach (SEA)
Pendekatan pembelajaran IPA yang dikembangkan saat ini sebaiknya mencakup empat aspek yaitu konten, sikap, proses, dan teknologi. Siswa diberi kesempatan dalam setiap proses pembelajaran sehingga suasana belajar di kelas menjadi kondusif dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar. Salah satu pendekatan yang sesuai adalah Starter Experiment Approach (SEA) (Memes, 2000: 20-21).
(2008) menambahkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan SEA dapat meningkatkan kompetensi dasar siswa. Langkah-langkah pokok proses pembelajaran SEA menurut Memes (2000: 21) adalah sebagai berikut:
(1) percobaan awal ( starter experiment )
Percobaan awal ini bertujuan untuk mengubah cara belajar anak, membangkitkan rasa ingin tahu, dan menghubungkan konsep yang akan dipelajari dengan alam lingkungannya. Oleh karena itu, starter experiment sebisa mungkin diambil dari fenomena yang terjadi di alam sekitar.
(2) pengamatan (observation)
Pengamatan terhadap objek merupakan langkah pertama dari siklus IPA (Science cycle). Mengobservasi atau mengamati tidak sama dengan melihat sehingga dalam pengamatan memerlukan suatu kecermatan dan ketelitian dalam memilih mana yang penting dan tidak. Pengamatan yang kreatif perlu dilatih sedini mungkin karena sangat penting untuk langkah-langkah selanjutnya.
(3) rumusan masalah
(4) dugaan sementara
Guru dapat melatih siswa dalam membuat hipotesis dengan cara memberikan kesempatan pada mereka untuk mengajukan dugaan terhadap masalah yang telah dirumuskan. Perumusan dugaan ini sangat membantu siswa untuk mengemukakan prakonsep. Dugaan yang diajukan harus diterima guru meskipun dugaan tersebut belum tentu benar. Benar atau tidaknya dugaan yang dikemukakan akan dibuktikan melalui percobaan pengujian.
(5) percobaan pengujian
Percobaan pengujian disusun untuk membuktikan dugaan sementara dari masalah yang telah dirumuskan. Guru perlu memberikan arahan kepada siswa dalam merancang percobaan pengujian agar tidak jauh menyimpang. (6) penyusunan konsep
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari percobaan, siswa dituntun untuk menyusun konsep. Penyusunan konsep kadang-kadang diperlukan kata kunci untuk membantu siswa, tetapi tidak boleh ada pemaksaan dalam penerimaan konsep.
(7) mencatat pelajaran
(8) penerapan konsep
Kemampuan siswa menerapkan konsep merupakan salah satu bentuk evaluasi dari keberhasilan proses pembelajaran. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa siswa telah memahami konsep secara komprehensif.
Kegiatan dalam pendekatan SEA memiliki kelebihan yang besar manfaatnya bagi siswa. Guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik, mental, dan emosional siswa sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta perilaku inovatif dan kreatif melalui kegiatan eksperimen. Siswa diberi kesempatan untuk melatih keterampilan agar memperoleh hasil belajar maksimal. Menurut Asmani (2013: 146-147), kelebihan kegiatan eksperimen yaitu (1) membuat siswa percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan sendiri daripada hanya menerima dari guru atau buku; (2) mengembangkan sikap siswa untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) terbina manusia yang dapat membawa inovasi sebagai hasil percobaan yang bermanfaat bagi kehidupan.
2.3
Games
Permainan boleh bersifat kompetisi untuk mencapai tujuan tertentu. Masing-masing jenis permainan memiliki dinamika dan memungkinkan adanya kerjasama antar pemain.
Menurut pandangan para ahli psikologi perkembangan, bermain sangat bermanfaat bagi perkembangan kognitif dan kreativitas anak. Jean Piaget sebagaimana dikutip oleh Syah (2010: 73) mengemukakan bahwa bermain adalah manifestasi penyesuaian, salah satu dasar proses-proses mental menuju kepada pertumbuhan intelektual. Hasil penelitian Purwantoko (2010) dan Rianti (2010) menyebutkan bahwa permainan dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman konsep dan hasil belajar fisika siswa. Selain itu, berdasarkan penelitian Yien et al. (2010) pembelajaran berbasis permainan memberikan kesempatan yang baik untuk merangsang pemikiran abstrak siswa selama proses perkembangan kognitif dan selanjutnya mendorong tatanan kemampuan berpikir yang lebih tinggi. Rifa (2012: 12-14) menjelaskan fungsi permainan dalam pembelajaran yaitu (1) memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar; (2) merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar mampu menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik; (3) menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman, dan menyenangkan; (4) meningkatkan kualitas pembelajaran anak.
kemampuan sosial meningkat, (4) melatih keterampilan berbahasa, (5) menambah wawasan, (6) mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah, (7) mengembangkan jiwa kepemimpinan, (8) mengembangkan pengetahuan tentang norma, dan (9) meningkatkan rasa percaya diri.
2.4
Permainan Kokami
2.4.1 Pengertian Kokami
Salah satu permainan dalam pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran adalah Kotak dan Kartu Misterius (Kokami). Kokami merupakan alat bantu instruksional (instructional aids) yang dikombinasikan dengan permainan bahasa dan dalam penerapannya melibatkan seluruh siswa, baik yang biasanya pasif maupun aktif. Menurut penelitian Kadir (2006), permainan ini mampu secara signifikan memberikan motivasi dan menarik minat siswa untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran.
Kompetisi akan muncul dengan sendirinya ketika siswa berupaya untuk menampilkan kemampuan secara maksimal karena tuntutan pesan yang diterima. Oktaviani (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa permainan Kokami menjadi salah satu pembelajaran alternatif, selain untuk menanamkan pengetahuan dengan menarik dan membekas, juga berfungsi untuk merangsang minat dan perhatian siswa untuk ikut aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
yang akan disampaikan. Kotak dapat dibuat secara sederhana yang berfungsi sebagai tempat amplop yang berisi kartu pesan. Kartu pesan tersebut dapat berupa perintah, petunjuk, pertanyaan, gambar, bonus atau sanksi yang dituliskan di atas potongan kertas dan dimasukkan ke dalam amplop tertutup. Setelah itu amplop yang berisi kartu pesan disisipkan dalam kotak yang sudah dibuat.
Permainan ini disetting menjadi sebuah kompetisi kelompok dengan tujuan untuk menimbulkan semangat dan stimulus bagi siswa. Menurut Apriono (2011) melalui kegiatan kelompok, siswa akan terbiasa untuk saling bekerjasama guna mencapai suatu tujuan belajar. Sedangkan menurut Klimoviene et al. (2006), kegiatan kelompok dapat meningkatkan kemampuan rasa ingin tahu dan kreativitas siswa.
2.4.2 Aturan Permainan Kokami
Setiap permainan memiliki aturan yang harus diikuti oleh seluruh pemain. Aturan-aturan dalam permainan Kokami adalah sebagai berikut:
(1) kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri atas lima sampai delapan siswa, sedangkan Kokami dengan kelengkapannya diletakkan di depan papan tulis di atas sebuah meja;
(2) setiap kelompok diwakili seorang ketua yang dipilih oleh guru bersama-sama siswa;
(3) selama permainan berlangsung, ketua dibantu sepenuhnya oleh anggota; (4) ketua kelompok bertugas mengambil satu amplop dari dalam Kokami
(5) kelompok lain berhak menyelesaikan tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh satu kelompok;
(6) pemenang ditentukan oleh skor tertinggi dan mendapatkan bonus;
(7) kelompok yang mendapatkan skor terendah pada akhir permainan akan dikenakan sanksi.
2.4.3 Cara Bermain
Langkah-langkah yang dilakukan dalam bermain Kokami adalah sebagai berikut:
(1) guru membagi kelas ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari lima sampai delapan siswa;
(2) guru membacakan aturan permainan yang terdiri dari dua putaran, pada putaran pertama amplop-amplop berisi kartu pesan dalam bentuk pertanyaan, petunjuk, perintah dan gambar atau simbol, sedangkan amplop berisi kartu pesan bonus dan sanksi akan dimasukkan pada saat putaran kedua;
(3) ketua kelompok maju ke depan kelas untuk mengambil amplop yang ada di dalam kotak dan membacakan isi kartu pesan yang dipilihnya dengan keras agar didengar oleh seluruh kelompok;
(4) setiap kelompok mengerjakan isi pesan dengan cara berdiskusi sesuai dengan waktu yang terdapat dalam kartu pesan, setelah selesai setiap kelompok harus membacakan pekerjaannya;
(6) putaran kedua dilaksanakan dengan cara sama tetapi dengan isi pesan berbeda;
(7) pada akhir putaran kedua guru mengumumkan perolehan skor akhir setiap kelompok dan kelompok yang memperoleh skor tertinggi akan mendapatkan bonus, sedangkan kelompok yang memperoleh skor terendah akan dikenakan sanksi;
(8) guru meminta ketua kelompok yang memperoleh bonus untuk mengambil amplop bonus yang ada dalam kotak;
(9) guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik untuk menentukan sanksi bagi satu kelompok terendah dengan cara mengambil amplop sanksi yang akan dijatuhkan pada kelompok tersebut;
(10) kelompok yang mendapatkan sanksi melaksanakan sanksi sesuai dengan bunyi pesan sanksi yang dibacakan oleh ketua kelompok terbaik.
2.5
Karakter
2.5.1 Pengertian Karakter
Asmani (2012: 27) menyatakan bahwa karakter merupakan titipan pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan tanpa landasan kepribadian yang benar akan menyesatkan, dan keterampilan tanpa kesadaran diri akan menghancurkan. Kualitas kepribadian bukan merupakan barang jadi, namun melalui proses pendidikan yang diajarkan secara serius, sungguh-sungguh, konsisten, dan kreatif, dimulai dari unit terkecil dalam keluarga, kemudian masyarakat, dan lembaga pendidikan secara umum.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Amanah Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 tersebut bertujuan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter. Sehingga generasi bangsa tumbuh berkembang dengan karakter yang bernapaskan nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
2.5.2 Konfigurasi Pengembangan Karakter
memiliki peran yang besar terhadap perubahan perilaku siswa sebagai hasil dari proses pendidikan karakter. Pembentukan dan rekayasa lingkungan diantaranya mencakup lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode pembelajaran. Pembentukan karakter melalui rekayasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui strategi: (1) keteladanan, (2) intervensi, (3) pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan (4) penguatan. Perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang diintervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan disertai dengan nilai-nilai luhur.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural, pembentukan karakter dalam diri individu meliputi fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial kultural tersebut dapat dikelompokkan menjadi olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development), serta olah rasa dan karsa (affective and creativity development).
2.5.3 Pendidikan Karakter
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan. Nilai-nilai karakter dapat terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat (Asmani, 2012: 35). Menurut Marzuki (2012) pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada siswa. Pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (domain kognitif), mampu merasakan (domain afektif), dan biasa melakukan (domain perilaku). Jadi pendidikan karakter erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan atau dilakukan.
Hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa sendiri dan bertujuan untuk membina kepribadian generasi muda. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak pada nilai-nilai karakter dasar manusia. Selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih tinggi sesuai kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, serta seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Sudarmadi (2011) menekankan agar guru berusaha menerapkan model-model pembelajaran yang dapat mengembangkan karakter siswa termasuk dalam pembelajaran fisika. Sementara itu, Ikhwanuddin (2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam pembelajaran mampu memberikan sumbangan positif dalam pembentukan karakter dan berdampak pada peningkatan prestasi akademik secara lebih merata. Melalui pendidikan karakter, diharapkan siswa mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
2.5.4 Nilai-Nilai Karakter
(1) disiplin
Secara harfiah, kata disiplin berasal dari bahasa Latin discrere yang memiliki arti belajar. Menurut Semiawan (2008: 27-28) disiplin merupakan pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar mampu menghadapi lingkungan. Disiplin tumbuh dari kebutuhan menjaga keseimbangan antara kecenderungan dan keinginan individu untuk berbuat agar memperoleh sesuatu dengan pembatasan yang diperlukan oleh lingkungan terhadap dirinya.
Nilai disiplin tidak bisa terbangun secara instan. Naim dalam bukunya Character Building (2012: 142-144) menjelaskan bahwa dibutuhkan proses panjang agar disiplin menjadi kebisasaan yang melekat kuat dalam diri seorang siswa. Penanaman disiplin harus dilakukan sejak dini dengan tujuan untuk mengarahkan siswa agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa.
(2) rasa ingin tahu
Berdasarkan Pedoman Pendidikan Karakter Kemendiknas 2010, rasa ingin tahu diartikan sebagai sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Rasa ingin tahu tidak terjadi begitu saja. Ada faktor tertentu yang mempengaruhinya yaitu susunan saraf yang berpusat di otak. Secara biologis, kondisi tubuh manusia memungkinkan untuk berkembang secara lebih baik. Sementara ditinjau dari perspektif psikologis, otak manusia juga harus dilatih secara terus-menerus sehingga memiliki ketajaman. Dalam kondisi yang demikianlah manusia memilik sifat ingin tahu.
Rasa ingin tahu bisa diperoleh dengan belajar baik formal maupun informal. Dalam konteks pendidikan formal yaitu sekolah, rasa ingin tahu dapat dikembangkan melalui beberapa indikator. Menurut Anwar (2009: 108) indikator rasa ingin tahu dalam sikap ilmiah antara lain antusias mencari jawaban, perhatian pada objek yang diamati, antusias pada proses kegiatan, dan keaktifan bertanya dalam setiap langkah kegiatan.
(3) komunikatif
melaksanakan tugas, memberikan ide dan pendapat kepada semua anggota kelompok, menghargai hasil yang dicapai kelompok dan memberikan informasi (Maasawet, 2011: 22).
2.6
Materi Tekanan
Materi tekanan dipilih dalam penelitian ini karena banyak eksperimen sederhana dan aplikatif yang mudah dilakukan oleh siswa. Tekanan didefinisikan sebagai gaya tekan yang bekerja pada satu satuan luasan tempat gaya itu bekerja (Puspita, 2009: 189). Tekanan dibedakan menjadi tiga yaitu tekanan pada zat padat, zat cair dan zat gas. Materi pada penelitian ini hanya mencakup subpokok bahasan tekanan pada zat padat dan zat cair.
2.6.1 Tekanan pada Zat Padat
Tekanan merupakan besarnya gaya persatuan luas permukaan tempat gaya itu bekerja. Tekanan merupakan besaran skalar karena tidak memiliki arah tertentu. Tekanan dinotasikan dengan huruf P. Definisi tekanan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
P = F/A Dengan : P = tekanan (N/m2 atau Pascal)
F = gaya (N)
A = luas permukaan (m2)
2.6.2 Tekanan pada Zat Cair
adalah vektor yang arahnya tegak lurus permukaan. Keadaan setimbang gaya-gaya yang bekerja pada bagian kecil cairan yang mempunyai tebal dy dan luas permukaan A diperlihatkan pada Gambar 2.1.
[image:40.595.151.456.202.315.2](Halliday & Resnick, 1991: 556) Gambar 2.1. Tekanan pada Bagian Zat Cair
Misal P adalah tekanan pada permukaan bawah dan adalah tekanan pada permukaan atas, maka gaya ke atas adalah (permukaan bawah) dan (permukaan atas) ditambah dengan elemen . Kesetimbangan vertikal:
Perbedaan tekanan pada kedalaman zat cair ditunjukkan pada Gambar 2.2.
(Halliday & Resnick, 1991: 558)
y2– y1 = h
y2
y1
P2 = P0
P1 = P y
dy
dW
PA
Gambar 2.2. Perbedaan Tekanan pada Kedalaman Zat Cair
adalah berat jenis dari fluida. Jika adalah tekanan pada dan tekanan pada pada permukaan, maka
∫ ∫
∫
dengan mengambil dan sebagai konstanta,
adalah kedalaman h dibawah permukaan. Jika tekanan udara luar diperhitungkan, maka besar tekanan pada suatu titik di dalam zat cair merupakan tekanan mutlak di titik tersebut. Secara matematis, persamaan tekanan mutlak dituliskan sebagai berikut:
dengan: P = tekanan mutlak (N/m2) Po = tekanan udara luar (N/m2)
P = tekanan hidrostatis (N/m2) 2.6.2.1 Hukum Pascal
arah yang besarnya sama. Alat sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hukum Pascal ditunjukkan pada Gambar 2.3.
[image:42.595.232.385.181.259.2](Karim, 2008: 215) Gambar 2.3. Alat Percobaan Hukum Pascal
Apabila bola berisi air dan diberi tekanan, maka air akan memancar keluar melewati lubang-lubang kecil yang ada di sekeliling bola. Kekuatan pancaran akan sama ke segala arah. Hal ini yang disebut dengan hukum Pascal, yaitu tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruangan tertutup diteruskan ke segala arah dengan besar yang sama.
2.6.2.2 Hukum Archimedes
Pengamatan yang dilakukan Archimedes memunculkan sebuah hukum bahwa jika sebuah benda dicelupkan ke dalam zat cair, maka benda tersebut akan mendapat gaya yang disebut gaya apung, sebesar berat zat cair yang dipindahkannya. Pernyataan inilah yang dikenal dengan hukum Archimedes. Gaya apung sama dengan berat benda di udara dikurangi dengan berat benda di dalam air. Persamaan matematisnya adalah
FA= wu - wa
dengan, FA = gaya apung atau gaya ke atas (N)
wu = gaya berat benda di udara (N)
Berdasarkan pengertian gaya apung, maka peristiwa tenggelam, melayang dan terapung dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) tenggelam
Benda akan tenggelam jika berat benda lebih besar dari gaya ke atas maksimum. Suatu benda yang tenggelam dalam zat cair karena mempunyai massa jenis yang berbeda ditujukkan pada Gambar 2.4.
(Puspita, 2008: 180) Gambar 2.4. Benda Tenggelam
Benda yang tenggelam dapat dijelaskan dengan persamaan matematis sebagai
berikut:
Dari persamaan di atas, benda tenggelam jika massa jenis benda lebih besar dari massa jenis zat cair.
(2) melayang
(Puspita, 2008: 180) Gambar 2.5. Benda Melayang
Benda yang melayang dapat dijelaskan dengan persamaan matematis sebagai
berikut:
Dari persamaan di atas, benda melayang jika massa jenis benda sama dengan massa jenis zat cair.
(3) terapung
Benda akan terapung jika berat benda lebih kecil dari gaya ke atas maksimum. Suatu benda yang terapung dalam zat cair karena adanya perbedaan massa jenis ditunjukkan pada Gambar 2.6.
(Puspita, 2008: 180) Gambar 2.6. Benda Terapung
Benda yang mengapung dapat dijelaskan dengan persamaan matematis sebagai berikut:
[image:44.595.256.377.509.609.2]2.7
Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA terutama fisika sekarang ini masih dominan pada pemberian teori dan hafalan rumus. Siswa tidak diajak untuk menemukan konsep sehingga pembelajaran kurang bermakna. Pembelajaran seperti ini membuat siswa menjadi malas untuk berpikir dan menganggap fisika sebagai pelajaran yang sulit. Siswa yang malas berpikir akan memicu pada hasil belajar yang rendah.
Rendahnya kemampuan berpikir siswa menjadi faktor utama siswa malas, sehingga melakukan tindakan seperti mencontek saat ulangan dan tidak mengerjakan tugas. Jika siswa menjadikan hal tersebut sebagai suatu kebiasan maka akan terbentuk karakter yang tidak baik.
Menyadari pentingnya pendidikan karakter, pemerintah melakukan upaya untuk mengembangkan karakter siswa. Upaya nyata pemerintah adalah dengan mengintegrasikan nilai karakter pada mata pelajaran IPA. Karakter tersebut meliputi empat aspek yaitu olah pikir, olah hati, olah rasa dan olah kinestetika. Melalui pengintegrasian nilai karakter ini diharapkan siswa dapat menjadi insan yang cerdas dan berakhlak mulia.
cipta, rasa serta karsa melalui interaksi antarsiswa sebagai upaya pengembangan karakter. Kerangka berpikir disajikan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Diagram Kerangka Berpikir
2.8
Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
Peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII SMP melalui pembelajaran dengan pendekatan Starter Experiment Approach (SEA) berbantuan Games lebih besar daripada Starter Experiment Approach (SEA) tanpa berbantuan Games.
Perkembangan karakter siswa kelas VIII SMP melalui pembelajaran dengan pendekatan Starter Experiment Approach (SEA) berbantuan Games lebih besar daripada Starter Experiment Approach (SEA) tanpa berbantuan Games.
Hasil belajar rendah
IPA
Karakter rendah
Integrasi pendidikan
karakter SEA dan Games
Disiplin Rasa ingin tahu Komunikatif Hasil belajar
33
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP N 2 Ungaran tahun ajaran 2012/2013. Sekolah tersebut memiliki fasilitas yang mendukung pelaksanaan penelitian seperti adanya laboratorium dan alat-alat praktikum.
3.2
Desain Penelitian
[image:47.595.113.518.492.599.2]Penelitian ini menggunakan desain true experiment dengan rancangan control group pretest-posttest. Pada desain ini dapat dilihat perbedaan pencapaian antara kelompok eksperimen dan kontrol. Desain penelitian true experiment disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Tabel Desain Penelitian Pretest Posttest
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen
Pembelajaran dengan pendekatan Starter Experiment Approach (SEA) berbantuan Games
Kontrol
Pembelajaran dengan pendekatan Starter Experiment Approach (SEA) tanpa berbantuan Games
(Arikunto, 2006:86)
3.3
Alur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data.
3.3.1 Tahap Persiapan
(1) melakukan observasi awal untuk mengetahui subjek yang akan diteliti; (2) menentukan populasi dan sampel;
(3) menyusun instrumen uji coba;
(4) mengujicobakan instrumen tes uji coba;
(5) menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya beda soal.
3.3.2 Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut: (1) memberikan pretest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen;
(2) melaksanaan pembelajaran, perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) berbantuan Games sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) tanpa berbantuan Games;
(3) melakukan observasi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ketika proses pembelajaran berlangsung untuk mengetahui perkembangan karakter siswa;
(4) memberikan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.3.3 Tahap Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan pada analisis adalah sebagai berikut: (1) mengolah data, menganalisis dan membahas hasil penelitian; (2) menyimpulkan.
Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian
3.4
Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi penelitian adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 2 Ungaran tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 9 kelas yaitu kelas VIII A sampai dengan VIII I.
3.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian diambil dengan teknik purposive sampling, diperoleh 2 kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VIII B sebagai kelas kontrol dan kelas VIII C sebagai kelas eksperimen.
Pelaksanaan
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Pretest Pretest
Pembelajaran SEA berbantuan Games
Pembelajaran SEA tanpa bantuan Games
Posttest
Analisis Data:
Pretest, Posttest, dan Lembar Observasi
Posttest
Pembahasan
3.5
Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1 Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) berbantuan Games dan Starter Experiment Approach (SEA) tanpa berbantuan Games.
3.5.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan karakter siswa.
3.6
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
3.6.1 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui kondisi awal sampel penelitian dan proses penelitian. Kondisi awal yang diperoleh dari dokumentasi berupa daftar nama siswa dan hasil nilai ujian IPA semester ganjil kelas VIII.
3.6.2 Metode tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa pretest dan posttest berbentuk pilihan ganda. Tes ini digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif siswa.
3.6.2 Observasi
dan perkembangan karakter siswa. Nilai karakter yang diamati yaitu disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif.
3.6.4
Analisis Hasil Uji Coba
3.6.3 Validitas
Pengujian validitas butir soal digunakan rumus korelasi product moment.
√
(Arikunto, 2007: 72) Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y
X : Skor tiap butir Soal
Y : Skor total yang benar dari tiap subjek N : Jumlah responden
Pengujian harga koefisien korelasi yang diperoleh, dikonsultasikan ke tabel rproduct momentdengan taraf signifikan 5%. Soal dikatakan valid jika harga rhitung
[image:51.595.129.503.632.751.2]> rtabel. Berdasarkan tabel rproductmoment untuk jumlah responden (N) 26 diperoleh harga rtabel sebesar 0,355. Hasil analisis validitas uji coba soal disajikan dalam
Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kriteria Soal Berdasarkan Validitas
Kriteria soal Nomor soal Jumlah
Valid 1, 2, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 17, 18, 19, 21, 22, 24, 25,
27, 31, 32, 33, 34, 37, 38, 40, 43, 44, 45, 47, 48, 50 31 Tidak valid 3, 4, 7, 13, 15, 16, 20, 23, 26, 28, 29, 30, 35, 36, 39, 41,
3.6.4 Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen soal pilihan ganda dalam penelitian ini digunakan rumus K-R 20.
(Arikunto, 2007 : 100) Keterangan :
r11 : Reliabilitas instrumen
n : Banyaknya butir Soal
p : Proporsi siswa yang menjawab soal dengan benar q : Proporsi siswa yang menjawab soal dengan salah s2 : Standar deviasi
Harga r yang diperoleh dibandingkan dengan r tabel product moment dengan taraf signifikansi 5%. Jika r hitung > r tabel product moment maka instrumen yang diujicobakan bersifat reliable. Berdasarkan hasil analisis uji coba soal pilihan ganda, diperoleh reliabilitas sebesar 0,756 sedangkan r tabel 0,355 maka instrumen soal pilihan ganda hasil uji coba bersifat reliable.
3.6.5 Analisis Butir Soal
3.7.3.1 Taraf Kesukaran
Besarnya indeks kesukaran (difficulty index) soal bentuk objektif dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
P : Indeks Kesukaran
: Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar : Jumlah seluruh siswa peserta tes
[image:53.595.116.481.307.437.2]Kriteria indeks kesukaran soal disajikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Interval P Kriteria
0,00 ≤ P ≤ 0,30 Sukar
0,30 < P ≤ 0,70 Sedang
0,70 < P ≤ 1,00 Mudah
(Arikunto, 2007: 208) Berdasarkan hasil uji coba soal, dari 50 soal diambil 25 soal yang digunakan dalam penelitian. Hasil analisis uji coba, soal nomor 5, 9, 17, 22, 25, dan 33 dikategorikan mudah, soal nomor 1, 6, 11, 14, 18, 19, 24, 27, 37, 44, 47, 48, dan 50 dikategorikan sedang, dan soal dengan nomor 10, 21, 31, 32, 34, dan 38 dikategorikan sukar.
3.7.3.1 Daya Beda Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Pada soal objektif digunakan rumus sebagai berikut:
(Arikunto, 2007: 213)
Keterangan:
J : Jumlah peserta tes
: Banyaknya peserta kelompok atas : Banyaknya peserta kelompok bawah
: Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
: Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
[image:54.595.107.513.442.600.2]Kriteria daya pembeda soal disajikan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Klasifikasi Daya Beda
Interval Daya Beda Kriteria
0,00 < D 0,20 Jelek
0,20 < D 0,40 Cukup
0,40 < D 0,70 Baik 0,70 < D 1,00 Baik Sekali
3.7
Analisis Data
3.8.1 Analisis Data Awal
Analisis data awal adalah analisis data nilai ujian semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui homogenitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui kelas eksperimen dan kontrol memiliki varians yang sama atau tidak. Jika kelas eksperimen dan kontrol memiliki varians yang sama maka dikatakan kedua kelas tersebut homogen.
Hipotesis yang digunakan adalah: : variansnya homogen ) : variansnya tidak homogen ) Rumus yang digunakan adalah:
(Sudjana, 2005:250) Keterangan:
: Varians terbesar : Varians terkecil
Kriteria pengujiannya adalah diterima jika ( )
dengan adalah taraf nyata. Dengan (
) didapat daftar distribusi F dengan peluang 1/2 . Dari hasil analisis nilai ujian semester ganjil didapatkan
= 1,07 dan Ftabel = 1,84 sehingga kedua kelas tersebut homogen.
2.8.2 Analisis Data Akhir
2.8.2.1Analisis Hasil Observasi
Perhitungan skor hasil observasi menurut Arikunto (2006) adalah sebagai berikut:
∑ ∑
[image:56.595.149.517.294.456.2]Peningkatan hasil belajar psikomotorik siswa melalui analisis hasil observasi dibedakan menjadi 4 kategori yang disajikan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Klasifikasi Analisis Hasil Observasi Psikomotorik
Interval Observasi Kriteria
80,00% < x ≤ 100,00% sangat baik 60,00% < x ≤ 80,00% baik 40,00% < x ≤ 60,00% cukup 20,00% < x ≤ 40,00% kurang
(Juknis Penilaian Afektif, 2010) Perekembangan karakter siswa melalui analisis hasil observasi dibedakan menjadi 4 kategori yang disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Klasifikasi Analisis Hasil Observasi Karakter
Interval Observasi Kriteria
80,00% < x ≤ 100,00% membudaya 60,00% < x ≤ 80,00% mulai berkembang 40,00% < x ≤ 60,00% mulai terlihat 20,00% < x ≤ 40,00% belum terlihat
[image:56.595.144.510.558.718.2]3.8.2.2 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini digunakan rumus chi kuadrat untuk menguji kenormalan data. Persamaan chi kuadrat menurut Sudjana (2005) adalah:
∑
Keterangan:
: chi kuadrat
: frekuensi nyata/ hasil pengamatan : frekuensi teoritik
Nilai hasil chi kuadrat hitung dibandingkan dengan harga chi kuadrat tabel. Jika harga chi kuadrat hitung lebih kecil dari harga chi kuadrat tabel maka distribusi data dinyatakan normal.
3.8.2.4Uji Gain
Uji gain digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar pada pokok bahasan tekanan zat padat dan tekanan zat cair serta perkembangan karakter siswa. Rumus gain yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
: skor rata-rata posttest
[image:58.595.111.481.197.325.2]Kategorisasi gain peningkatan hasil belajar disajikan pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Klasifikasi Faktor
Interval Faktor (g) Kriteria Tinggi
0,7 Sedang
Rendah
(Hake, 1998)
3.8.2.5 t-test
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui perbedaan peningkatan pemahaman materi tekanan zat padat dan zat cair siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rumus t-test yang dinyatakan Sugiyono (2007) adalah:
√ (
√ ) ( √ )
Dengan √∑ ∑ ∑
Keterangan:
: varians kelas kontrol
: jumlah siswa kelas eksperimen : jumlah siswa kelas kontrol : korelasi antara dua sampel
Rumus hipotesisnya:
1. : Peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII SMP yang diterapkan pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) berbantuan Games lebih kecil atau sama dengan yang diterapkan pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) tanpa berbantuan Games.
: Peningkatan hasil siswa kelas VIII SMP yang diterapkan
pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) berbantuan Games lebih besar daripada yang diterapakan pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA)tanpa berbantuan Games.
2. : Perekembangan karakter siswa kelas VIII SMP yang diterapkan pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) berbantuan Games lebih kecil atau sama dengan yang diterapkan pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) tanpa berbantuan Games.
: Perkembangan karakter siswa kelas VIII SMP yang
46
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Tes Materi Tekanan Zat Padat dan Zat Cair
[image:60.595.149.470.359.409.2]Peningkatan hasil belajar siswa dapat diukur dari nilai pretest dan posttest. Hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Rata-Rata Pretest Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol
No. Kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
1 Pretest 49,07 57,73
2 Posttest 79,20 69,33
4.1.2 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui jenis statistik yang akan digunakan yaitu statistik parametris atau non parametris. Uji normalitas menggunakan analisis chi kuadrat disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Kelas Banyak
Kelas dk ̅ s
∑
Eksperimen 6 5 79,20 9,24 1,71 1,71
Kontrol 6 5 69,33 8,68 1,23 1,23
; 11,07
Berdasarkan hasil analisis chi kuadrat pada kelas kontrol diperoleh
. Nilai posttest kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi
normal sehingga digunakan statistik parametris.
4.1.3 Uji Kesamaan Dua Varians
[image:61.595.148.489.252.341.2]Uji kesamaan dua varians yang diperoleh disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Uji Dua Varians Nilai Posttest
Sumber Variasi Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
̅ 79,20 69,33
85,41 75,40
s 9,24 8,68
= 0,88
dk pembilang= 29, dk penyebut= 29; = 1,86
Berdasarkan Tabel 4.3. diperoleh . Hal ini menunjukkan bahwa kelas kontrol dan kelas eksperimen memiliki kemampuan kognitif yang sama.
4.1.4 Uji Gain
4.1.4.1 Uji Gain Hasil Belajar Siswa
Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar kognitif dan psikomotorik kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol. Uji gain hasil belajar siswa disajikan pada Tabel 4.4. dan Tabel 4.5.
Tabel 4.4. Gain Hasil Belajar Kognitif Siswa
Kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Pretest Posttest Pretest Posttest Nilai terendah 36 52 48 52 Nilai tertinggi 72 96 72 92 Rata-rata 49,07 79,20 57,73 69,33
[image:61.595.112.506.633.722.2]Tabel 4.5. Gain Hasil Belajar Psikomotorik Siswa
Kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pertemuan 1 Pertemuan 3 Pertemuan 1 Pertemuan 3 Rata-rata 54,67 84,44 48,00 67,56
Gain 0,66 0,38
4.1.4.2 Uji Gain Perkembangan Karakter Siswa
Perkembangan karakter disiplin, rasa ingin tahu, dan komunikatif dianalisis menggunakan uji gain. Hasil analisis gain perkembangan karakter siswa disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Gain Perkembangan Karakter Siswa
No. Karakter Siswa gain (g)
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
1. Disiplin 0,52 0,51
2. Rasa Ingin Tahu 0,70 0,39
3. Komunikatif 0,73 0,40
[image:62.595.118.525.503.716.2]Peningkatan hasil belajar siswa disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.1. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
DisiplinRasa Ingin TahuKomunikatif DisiplinRasa Ingin TahuKomunikatif
I II III I II III
Kelas Ekperimen Kelas Kontrol
Keterangan:
I : Hasil belajar kognitif II : Hasil belajar psikomotorik III : Hasil belajar afektif (karakter)
4.1.5 Uji Kesamaan Hasil Rata-Rata
[image:63.595.127.498.346.466.2]Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata, dengan analisis uji t diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Uji t Nilai Posttest
Sumber Variasi Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
̅ 79, 20 69,33
n 30 30 85,41 75,40
s 9,24 8,68
r = 0,34
= 4,07
; maka =1,67
Berdasarkan hasil uji t, diperoleh sehingga kedua sampel tersebut saling berkorelasi. Sedangkan analisis uji t diperoleh . Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar signifikan yaitu nilai rata-rata hasil tes kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol.
4.1.6 Analisis Hasil Observasi
4.1.6.1 Analisis Hasil Belajar Psikomotorik
Tabel 4.8. Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Psikomotorik Siswa
No. Indikator
Pertemuan
Kelas
Eksperimen Kriteria
Kelas
Kontrol Kriteria
I II III I II III
1 Menyiapkan alat dan bahan
78 88 98 cukup 76 90 96 cukup
2 Melakukan percobaan
90 104 136 baik 72 90 108 cukup
3 Merapikan alat dan bahan
78 114 146 baik 68 82 100 cukup
Peningkatan hasil belajar psikomotorik siswa kelas eksperimen dan kontrol selama proses pembelajaran disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Psikomotorik 4.1.6.2 Analisis Hasil Observasi Karakter
Analisis perkembangan karakter disiplin, rasa ingin tahu, serta komunikatif disajikan pada Tabel 4.9, 4.10, dan 4.11.
0 20 40 60 80 100 120 140 Menyiapkan alat bahan Melakukan percobaa n Merapikan alat bahan Menyiapkan alat bahan Melakukan percobaa n Merapikan alat bahan
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pertemuan 1
[image:64.595.115.513.357.603.2]Tabel 4.9. Rekapitulasi Perkembangan Karakter Disiplin
No. Aspek
Pertemuan Kelas
Eksperimen Kriteria
Kelas Kontrol
Kriteria
I II III I II III
1 Hadir di dalam kelas 110 138 144 membudaya 106 134 148 membudaya 2 Menempatkan diri
pada posisi praktikum
62 98 122 mulai berkembang
66 86 108 mulai terlihat 3 Melakukan percobaan
sesuai prosedur
76 90 96 mulai berkembang
78 88 98 mulai terlihat 4 Menyelesaikan
percobaan tepat waktu
70 92 104 mulai berkembang
[image:65.595.114.528.394.529.2]68 88 108 mulai terlihat
Tabel 4.10. Rekapitulasi Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Siswa
No. Aspek
Pertemuan Kelas
Eksperimen Kriteria Kelas Kontrol Kriteria
I II III I II III
1 Mengajukan pertanyaan
56 88 112 mulai berkembang
60 62 88 mulai terlihat 2 Mencari jawaban
pertanyaan
68 110 138 mulai berkembang
52 60 92 mulai terlihat 3 Perhatian pada obyek
yang diamati
90 104 136 mulai berkembang
72 74 108 mulai terlihat
Tabel 4.11. Rekapitulasi Perkembangan Karakter Komunikatif Siswa
No. Aspek
Pertemuan Kelas
Eksperimen Kriteria
Kelas
Kontrol Kriteria
I II III I II III
1 Mengemukakan pendapat
46 86 118 mulai berkembang
46 62 92 mulai terlihat 2 Berinteraksi dengan
anggota kelompok
78 114 146 membudaya 68 82 100 mulai terlihat 3 Menjelaskan hasil
percobaan
66 84 108 mulai berkembang
[image:65.595.114.512.593.729.2]Perkembangan karakter disiplin siswa disajikan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Grafik Perkembangan Karakter Disiplin Siswa
Perkembangan karakter rasa ingin tahu siswa disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Peningkatan karakter komunikatif siswa disajikan pada Gambar 4.5.
0 50 100 150
Kehadiran
Menempatkan diri
Perco
baan
Tepat
waktu
Kehadiran
Menempatkan diri
Perco
baan
Tepat
waktu
Eksperimen Kontrol
Pertemuan 1
Pertemuan 3
0 20 40 60 80 100 120 140
Bertanya Menjawab Mengamati Bertanya Menjawab Mengamati
Eksperimen Kontrol
[image:66.595.112.520.458.661.2]Gambar 4.5. Grafik Perkembangan Komunikatif Siswa
4.2
Pembahasan
4.2.1 Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa
Berdasarkan analisis data hasil belajar kognitif, pembelajaran SEA berbantuan Games dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Gain hasil belajar kelas eksperimen berkategori sedang, sedangkan kelas kontrol rendah. Uji kesamaan rata-rata menggunakan analisis uji t didapatkan thitung lebih besar dari
ttabel. Analisis tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Uji t terhadap gain hasil belajar kelas eksperimen dan kontrol menunjukkan bahwa pembelajaran SEA berbantuan Games lebih signifikan dibandingkan SEA tanpa berbantuan Games. Ditinjau berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), penerapan Games memberikan dampak yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Kelas eksperimen yang diterapkan SEA berbantuan Games, 27 dari 30 siswa nilainya mencapai KKM. Kelas kontrol yang diterapkan pembelajaran SEA saja, hanya 14 dari 30 siswa yang nilainya mencapai KKM. Hasil analisis ketuntasan siswa disajikan pada
0 20 40 60 80 100 120 140
Berpend
apat
Kerjasama
Menjelaskan Berpend
apat
Kerjasama
Menjelaskan
Eksperimen Kontrol
Lampiran 28 dan 29. Analisis secara keseluruhan, nilai rata-rata posttest kelas