• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Konsep Kepemimpinan Vatikan Dan Iran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Konsep Kepemimpinan Vatikan Dan Iran"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Pustaka

Abdul Aziz A Schedina. 1991. Kepemimpinan dalam Islam Perspektif Syi’ah. Bandung :

Mizan

Afandi, Muchtar. 1977. Ilmu-Ilmu Kenegaraan (Suatu Studi Perbandingan). Bandung.

Lembaga Penelitian FISIP UNPAD

Arif Maulana, Noor. 2003. Revolusi Islam Iran dan Realisasi Vilayat-I Faqih

Astawa, I Gde Pantja & Suprin Na’a. 2009. Memahami ilmu negara & teori negara

Bandung: PT. Refika Aditama

Bagong Suyanto dan sakinah. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : kencana.

Brownlie, Ian. 1990. Principles of Public International Law

Goerge Lenezowski. 1993. Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (Bandung: Sinar Baru).

Hamid, Zulkifly. 2000. Introduction To Political Science. “Pengantar Ke Perbandingan

Politik”. PT RajaGrafindo Persada.Jakarta.

Husaini Usman dan Purnomo. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara.

Indonesia.

Ira, M. Lapidus. 1988. A History of Islamic Societies (Cambiridge: Cambridge University

Press,).

John L. Esposito. 1996. Islam and Democracy (New York: Oxford University Press,).

Lihat Riza Sihbudi. 1989. Dinamika Revolusi Iran: Dari Jatuhnya Syah Hingga Wafatnya

(2)

Losco, Joseph & Williams. Leonard. 2005. Political Theory,Kajian Klasik dan Kontemporer.

Jakarta : Raja Gravindo Persada.

MacArthur, John. 2011. Kitab Kepemimpinan ix. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Marthaler, Berard . 1993. "The Creed". Twenty-Third Publications.

Mohtar Masoed. 2001. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Gajah Mada University

Press

Nazir, Mohammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Pasaribu, Anton. 2004. Tahta Suci Paus Edisi ke-2. Bekasi: Penerbit Krista Mitra Pustaka.

Rahmat, jalaluddin. 2002. Antara Al-Farabi dan Khomaini. Bandung:Mizan

Rapar, j.h. 2001. Filsafat poloitik. Jakarta : PT. raja grafindo.

Suhelmi, Ahmad., 1999. Pemikiran Politik Barat. Darul Falah:Jakarta.

Syarbaini, Syahrial dkk. 2011. Pengetahuan Dasar Ilmu Politik. Bogor:Ghalia

T. Hunter, Shireen. 1992. Iran After Khomeini (Washington DC: CSIS)

Thabathaba’i, alamah M.H. 1993. islam Syiah. Grafiti : jakarta.

Yamani. 2002. Antara Al-Farabi dan Khomeini. Bandung : Mizan.

Karya Ilmiyah:

Hambali humaidhi. 2013. “syia’h dan konsep wilayatul faqih”. Tesis. Jakarta. Jurusan politik

dan hubungan international. Universitas Indonesia.

Khaiirul, Imam. 2008. “Pemikiran Imam Khomeini Tentang Ayat Wilayat al-Faqih”. Skripsi.

(3)

Internet:

Kuliah oleh Uskup Agung Giovanni Lajolo, 16 Februari 2006. 30giorni.it.

Paulus VI, Paus 1964. "Lumen Gentium bab 3, bagian 22". Vatikan.

Konsili Vatikan, Kedua. 1964. "Lumen Gentium paragraf 14". Vatikan.

Concise Oxford English Dictionary" (online version). 2005. Oxford University Press.

kotavatikan.tumblr.com

(4)

BAB III

Perbandingan Konsep Kepemimpinan Kedua Negara

3.1 Makna Kepemimpinan

Dalam konsep Syi‟ah, kepemimpinan manusia bersumber pada kepemimpinan

ilahiah. Allah memilih manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Untuk keselamatan manusia,

dipilihNya manusia yang sudah mencapai kesempurnaan dalam sifat dan perkembangan

kepribadiannya. Manusia-manusia ini adalah para nabi yang menjadi imam dalam urusan

(5)

oleh para imam (awsyiya). Para awsyiya dilanjutkan oleh para faqih. Kepemimpinan

manusia, dengan demikian, merupakan keberadaan kepemimpinan Allah atas manusia.61

Oleh sebab itu pendirian institusi imamah dalam perspektif Syi‟ah pada hakikatnya

untuk menyelamatkan manusia dari kejahatan dan kemaksiatan. Untuk itulah Allah

mengangkat seorang imam yang dipercaya. Kepercayaan itu adalah luthf Allah kepada

hambaNya dan ia diyakini sebagai pelanjut misi kenabian sehingga imam harus selalu ada.

Keberadaan imam merupakan hal mutlak, sehingga ketiadaan sementara harus digantikan

oleh seorang faqih sampai kedatangan Imam al-Mahdi yang biasa dikenal dengan Maraji’ al

-Taqlid dan Wilayah al-Faqih yang merupakan implikasi imamah dalam kehidupan sosial

politik dan keagamaan. Dalam perspektif Syi‟ah peran imam dan ulama nampak dalam

konsep ”Marja’ al -Taqlid dan Wilayah al-Faqih”. Wilayah al-Faqih adalah pemerintahan

para fuqaha, yaitu suatu bentuk negara Islam di mana kekuasaan sepenuhnya berada di tangan

para fuqaha (mullah). Fuqaha (mullah) yaitu mereka yang memiliki pemahaman ajaran dan

peraturan Islam serta memiliki keutamaan dalam iman dan akhlak. Sedangkan Marja’

al-Taqlid berarti orang atau kelompok orang yang memiliki otoritas yuridis dalam umat Syi‟ah

, sangat alim, yang fatwa-fatwanya mengenai syari‟ah diikuti oleh mereka yang meyakininya

dan praktik- praktik keagamaan yang dilakukannya selalu didasarkan pada fatwa-fatwa

mereka. Kedua konsep tersebut menunjukkan betapa tradisi Syi‟h dalam masalah hukum

sangat menggantungkan pada otoritas ulama. Ada ketaatan yang luar biasa di kalangan

komunitas Syiah terhadap ulama sebagai pengganti imam yang menghilang sejak Imam ke

duabelas.

62

Vaikan juga melihat bagaimana seorang dalam hal memimpin. Setiap orang

mempunyai jiwa kepemimpinan, tetapi masing-masing orang mempunyai sikap yang berbeda

61 Jalaludin Rakhmat. 2002.

Pemikiran Politik Islam, dari Nabi Saw. via Al-Farabi hingga Ayatullah Khomeini. Pengantar dalam Antara al-Farabi dan Khomeini. Filsafat Politik Islam. Bandung: Mizan. Hal. 19

62

(6)

dalam gaya kepemimpinan. Ketika menghadapi masalah, memimpin bawahan, dan

mengerjakan tugas biasanya gaya kepemimpinan tersebut dapat terlihat dan teruji. Sama

halnya dalam Alkitab dapat ditemukan gaya kepemimpinan yang berbeda dari

masing-masing tokoh yang ada. Salah satu tokoh Alkitab yang akan menjadi sorotan dan dipelajari

dalam tulisan ini adalah Rasul Paulus, dari Paulus dapat dilihat wawasan kepemimpinan yang

cukup banyak. Wawasan kepemimpinan tersebut dapat dinikmati dan telusuri dalam

tulisannya di Perjanjian Baru yang sebagian besar merupakan karyanya. Paulus adalah salah

satu pemimpin terbesar dalam jemaat mula-mula yang berhasil mengembangkan

kepemimpinan jemaat purba. Model kepemimpinan Paulus dapat dilihat bukan hanya dalam

tulisannya namun dapat dilihat juga dalam kitab Kisah Para Rasul, pola pengembangan

kepemimpinannya terlihat dengan nyata dalam hubungannya dengan para muridnya seperti

Silwanus, Timotius, Titus dan jemaat lainnya.63

3.2 Konsep Kekuasaan Kepemimpinan

Wilayah al-Faqih adalah anugerah dari Allah SWT bagi kaum Muslimin” (Ayatullah

Ruhullah Khomaeni). Orang Syiah berkeyakinan bahwa Imamah adalah sebuah rukun iman

yang harus di yakini, seperti halnya iman kepada Allah, iman kepada para Rasul. Kewajiban

imamah ini di nash oleh Allah SWT atas Sayyida Ali- karamallah wajha- dan di sampaikan

oleh nabi Muhammad SAW pada hari setelah kepulangannya dari hajiwada‟ yang kemudian

di sebut dengan yaum Ghadir. Dan hadist yang disampaikan Rasulullah di sebut Hadist

al-ghadir, dan kaum Syiah merayakan hari ini setiap tahun yang jatuh pada tanggal 18

Dzulhijjah, atas dasar inilah kaum Syiah meyakini bahwa Rasulullah telah mewasiatkan

bahwa pengganti beliau sebagai penerus Imamah adalah anak dari pamannya yaitu Sayyidina

63

(7)

Ali, kedudukan imam menurut mereka sama dengan kedudukan Nabi Muhammad SAW, dan

oleh karena itu, kedudukan seorang imam lebih tinggi ketimbang para nabi yang lainnya,

bahkan mereka juga ma‟shum (terlepas dari kesalahan-kesalahan) sebuah doktrin yang agak

ganjal bagi kita yang bukan golongan syiah, tetapi begitu doktrin imamah begitu melekat di

tubuh teologi syiah, bahkan seorang belum bisa di kategorikan seorang syiah hanya dengan

mencintai ahlu al- bait (keturunan-keturunan Nabi) tetapi ia juga harus meyakini bahwa

Sayyidina Ali adalah seorang imam.

Seorang imam menurut Syiah adalah seseorang yang ditunjuk oleh Allah dan

Rasul-Nya untuk mengatur urusan mereka baik perkara yang menyangkut kepentingan dunia

bahkan urusan-urusan yang bersifat akhirat. Silsilah Imam menurut Syiah Istna Asyariah

adalah dari Sayyidina Ali sampai pada Imam yang ke 12 yaitu Imam Mahdi al-Muntazhar,

dan sebagian dari kaum Syiah Ista Asyariah meyakini bahwa Imam yang ke 12 Muhammad

bin Hasan secara terang-terangan mengakui keimanannya setelah kelahirannya dan sujud

kearah kiblat. Dan Mahdi al-Muntazhar memiliki dua tahapan Gaib . pertama : Gaib Sughra,

yaitu dimulai dari sembunyinya sang Imam di sebuah gua sampai pada tahun 329 H

bertepatan pada tahun 940/941 M, dan estafet kepemimpinan di teruskan oleh 4 imam

pengganti beliau yaitu : Umar Ustman bin Said Umar, Abu Ja‟far Muhammad bin Ustman

bin Said, Abu al-Qasim Husain bin Ruh, dan yang terakhir adalah Abu Hasan Ali bin

Muhammad as-Samary. Sedangkan yang kedua yaitu Ghaib kubra yaitu dimulai dari

mangkatnya seorang Imam yang terakhir Abu Hasan Ali bin Muhammad as-Samary pata

tahun 329 H bertepatan dengan tahun 940/941 Masehi. Syiah beranggapan bahwa pentingnya

sebuah komunitas masyarakat di pimpin oleh seorang Imam karena keberlangsungan hidup

didunia tergantung seorang pemimpin (Imam) dan kontuinitas Risalah Tuhan tergantung

pula oleh seorang Imam, karena dialah yang ma‟shum diantara para manusia oleh sebab itu

(8)

sesuatu hal yang membuat kita dekat dengan kebaikan dan sebaliknya kita jauh dari segala

keburukan. Berangkat dari persepsi bahwa Wilayah Ali di berikan dari Rasulullah SAW

melalui hadisnya, dan hal itu pula menurut kaum Syiah bahwa hal itulah yang menyebabkan

turun surah al-Maidah ayat 3:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan

kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”

Wilayatul Faqih selanjutnya adalah sebuah konsep yang di usung orang-orang syiah

untuk meneruskan estafet perjalanan Imamah setelah ke-Ghaib-an seorang Imam. Dan

bagaimana sebuah konsep Wilayah al-Faqih bisa terwujud dibawah naungan Wilayah seorang

Imam, dan bagaimana konsep Wilayah yang bersifat Tasyri ‟bisa jatuh at au turun kepada

seorang Imam yang menurut pandangan kaum Syiah mereka adalah orang-orang pilihan yang

Ma‟shum. Mungkin elaborasi di bawah perlu untuk di perhatikan. Tentang apa itu Wilayah,

dan siapa yang berhak memiliki wewenang kekuasaan untuk mengatur manusia dalam hal

Agama.64

Setelah Rasulullah wafat, dalam kehidupan umat islam selalu ada dan akan terus ada

seorang imam, yakni seorang pemimpin yang dipilih oleh tuhan. Banyak hadis nabi telah

diriwayatkan oleh kalangan syiah yang menyangkut penjelasan tentang imam-imam, jumlah

mereka, kenyataan bahwa mereka semua berasal dari suku quraisy dan ahlulbait, dan

kenyataan bahwa mahdi yang dijanjikan adalah satu dari yang terakhir diantara mereka. Juga

terdapat kata-kata nabi yang jelas mengenai keimaman ali dan keadaannya sebagai imam I

sebagaimana juga jelasnya ucapan-ucapan nabi dan ali mengenai keimaman imam II. Dengan

cara yang sama para imam terdahulu meninggalkan keterangan-keterangan yang jelas

mengenai imam-imam yang datang setelah mereka. Menurut ucapan-ucapan yang termuat

64

(9)

dalam sumber-sumber syiah imam dua belas ini, jumlah imam adalah dua belas dan

nama-nama mereka yang mulia adalah sebagai berkut:

1. Ali bin Abi Thalib

2. Hasan ibn Ali

3. Husain ibn Ali

4. Ali ibn Husain

5. Muhammad ibn Ali

6. Ja’far ibn Muhammad

7. Musa ibn Ja’far

8. Ali ibn Musa

9. Muhammad ibn Ali

10.Ali ibn Muhammad

11.Hasan ibn Ali

12.Mahdi ibn Hasan65

3.2.1 Sekilas Makna Wilayah

Sebelum kita beranjak lebih jauh tentang wilayah, kita harus mengetahui makna

wilayah, para pakar fiqh lughah mengatakan bahwa wilayah adalah pertolongan, dan

kekuasaan atau adanya sesuatu otoritas pihak pertama pada pihak kedua. Maka dalam praktek

wilayah diharuskan adanya sebuah kerelaan (tanpa paksaan) dan kedekatan agar terjadi

tasarruf diantara dua pihak, maka kata wilayah mengandung pengertian pertolongan,

kecintaan dan kedekatan. Oleh karena itu suatu tindakan pemaksaan tidak termasuk dalam

kategori wilayah, karena tidak menunjukkan adanya kedekatan dan kecintaan, kata wilayah

sama sekali tidak mengandung pengertian sebuah praktek hegemoni, akan tetapi adanya

65

(10)

sebuah sistem kebebasan, dalam artian tidak ada paksaan dalam wilayah . Kita bisa

simpulkan bahwa wilayah ialah terjadinya sesuatu diantara dua pihak tanpa adanya sebuah

paksaan melainkan karena kedekatan, dan kecintaan.

3.2.2 Ketetapan Wilayah

Allah SWT telah menciptakan segala hal untuk kita manfaatkan, aset-aset yang

berharga yang berada di dunia semua di ciptakan untuk kita manusia sebagai khalifah di

muka bumi ini, dan oleh karena itu pula di tangan Allah segala peraturan, ketetapan dibuat,

Allah membimbing kita, mendidik kita menentukan jalan kita sebagai hambanya, dan

tentunya sesuai kemaslahatan, baik dunia maupun akherat, dengan kata lain Allah

mempunyai hak kekuasaan (wilayah) untuk kita. Allah tidak akan membuat sesuatu konsep

hukum kecuali mempunyai kemaslahatan bagi hambanya, tapi sesungguhnya manusia itu

lemah mempunyai keterbatasan akal untuk mengetahui keseluruhan maslahat dibalik hukum

Tuhan tersebut . Allah berhak untuk memerintahkan hambanya apa-apa yang baik bagi

manusia dan berarti Allah juga berhak untuk melarang hambanya untuk melakukan sesuatu

yang mengandung bahaya dan kerusakan. Dan manusia sebagai seorang hamba harus tunduk

kepada hukum syariat yang telah ditetapkan oleh Tuhan dengan menerimanya dan

menjalankannya dalam lini kehidupannya. Hukum Tuhan bisa sampai kepada kita dengan

perantaraan seorang utusan, Rasul atau Nabi-Nya melaui wahyu, maka wajib juga bagi

manusia untuk taat dan patuh terhadap apa-apa yang di sabdakan para utusan Tuhan tersebut ,

akan tetapi ketaatan disini hanya sebagai sebuah petunjuk, Rasul tidak mempunyai kekuasaan

(11)

begitu juga seorang Faqih ia hanya sebagai penjelas, penyampai hukum-hukum Tuhan

kepada manusia.66

Akal manusia bisa menentukan dan memutuskan hal-hal yang menurutnya baik untuk

dilakukan oleh orang lain, oleh sebab itu akal manusia juga mewajibkan untuk mentaati orang

yang telah membimbing kita dan menunjukkan jalan yang lurus walaupun ia adalah manusia

biasa seperti kita. Dan oleh karena itu, kita juga wajib mentaati kedua orang tua kita yang

telah merawat kita dan mengasuh kita serta membimbing kita dalam menjalani hidup ini,

bahkan hukum Tuhan pun menyuruh kita untuk itu. Dan dari paparan diatas bisa di ambil

benang merah bahwa pada dasarnya, seorang manusia adalah bebas, tidak ada paksaan

baginya untuk melakukan apapun yang ia inginkan. Kekuasaan hanya milik Allah, hanya

Allah yang mempunyai wewenang hak prerogatif untuk mengatur ciptaannya, yaitu manusia.

Akan tetapi tidak mungkin hal itu bisa terjadi tanpa adanya seorang perantara yang

menghubungkan antara manusia dengan Tuhan, maka di utuslah seorang Rasul atau Nabi

untuk menjelaskan hukum, ketetapan – ketetapan dari Tuhan. Dan berarti kita juga wajib

mentaati para utusan tersebut karena ialah yang mengetahui hukum Tuhan tersebut Setelah

jelas bahwa adanya Wilayah – kekuasaan- pada Allah SWT sebagai pencipta, baik wilayah

berupa takwin ataupun tasyri‟. Dan wilayah Allah yang berupa tasyri‟ itu bisa turun kepada

para Rasul dan Nabi dan juga kepada para Imam Ma‟shum menurut kaum syiah,

sebagaimana di jelaskan dalam al-Qur‟andan Hadist. Oleh sebab itu ketaatan kepada para

imam tersebut merupakan suatu kewajiban, kewajiban ini bukanlah sesuatu yang bersifat

mutlak, akan tetapi bersifat Irsyadiah dengan kata lain karena para Rasul telah membimbing

kita, mengajarkan hukum-hukum sakral Tuhan, maka kita harus taat kepada mereka. Bukan

sebuah ketaatan yang menyaingi ketaatan kita pada Tuhan. Ada beberapa ayat al-Qur‟an

yang secara jelas menyatakan adanya Wilayah bagi para Rasul dan Nabi, dan juga bagi para

66

(12)

Imam menurut kaum Syiah. Untuk mengukuhkan argumentasi mereka tentang adanya

otoritas seorang Imam untuk mengatur manusia. Pertama : Surah al-Baqarah ayat 124 tentang

adanya Wilayah bagi Nabi Ibrahim Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan

beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:

"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata:

"(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai

orang-orang yang lalim (QS: al-Baqarah 124) Menurut kaum Syiah ayat ini menjelaskan

bahwa Allah SWT, menjadikan Ibrahim sebagai hamba sebelum ia dijadikan seorang Nabi,

dan dijadikan seorang Nabi sebelum dijadikan seorang Rasul, dan dijadikannya Ibrahim

seorang Rasul sebeklum dijadikan al-Khalil (kekasih), dan dijadikan ak-khalil sebelum

dijadikan seorang Imam. Dan dari sini pula Allah mengungkapkan sesengguhnya Imamah itu

dengan nash. Ayat kedua : Surah as-Shad ayat 26 “Hai Daud, sesungguhnya Kami

menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di

antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan

menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah

akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”. Maksud dari

ayat ini adalah bahwa Allah telah memilih Nabi daud menjadi memimpin untuk memimpin

kaumnya, untuk mengatur manusia sesuai dengan syariat, dan sebagai seorang Imam ia harus

berlaku adil, karena Allah telah berjanji barang siapa yang tersesat dari jalannya maka

ingatlah azab pada hari akhir Ayat ketiga : Surah al-Ahzab ayat 6 “Nabi itu (hendaknya)

lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah

ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak

(waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang

Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama”).

(13)

Syiah Istna asyariah berkesimpulan bahwa adanya sebuah hak otoritas pada diri Nabi untuk

mengatur manusia, pada ayat terakhir Allah SWT menyatakan bahwa Nabi Muhammad aula

bilmukminin dalam artian bahwa jikalau seorang mukmin melihat adanya sesuatu kecintaan

dan kewibawaan maka Nabi lebih berhak untuk mendapatkan hal itu, dan seorang mukmin

harus mendahulukan kepentingan Nabi daripada kepentingan pribadi, semisal Nabi diliputi

bahaya maka seorang mukmin harus menghilangkan bahaya yang dihadapi sang Nabi, itu

adalah sebuah bentuk ketaatan dan kecintaan seorabng terhadap Nabinya.67

Syeikh Ali as-Shobuni ketika menafsiri ayat ini menyatakan bahwa Nabi lebih berhak

untuk dicintai dan perintahnya harus kitalaksanakan dan menta‟ati Nabi adalah sebuah

kewajiban pendapat senada jugadiungkapkan oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya, dengan kata

lain Nabi memiliki sebuah otoritas untuk mengatur manusia dalam urusan jiwa dan harta,

maka otoritas kekuasaan Nabi (wilayah) lebih kuat, seperti seorang bapak yang juga memiliki

wilayah terhadap anak kecilnya untuk mengatur sang anak, begitu juga Nabi karena dia

mengetahui kemaslahatan umatnya. Dan adapun dalam masalah yang bersifat individual

seperti masalah seorang menthalak isterinya, mengawinkan anaknya maka itu bukan dari

pembahasan konteks ayat tersebut, artinya seorang mukmin lebih berhak dalam urusan

pribadinya . Sedangkan yang dijadikan landasan bagi kaum syiah untuk mengatakan bahwa

setelah Nabi memiliki otoritas kekuasaan (wilayah) lalu Nabi mempercayakan Ali sebagai

pemimpin setelah Nabi menurut kaum Syiah yang terdapat dalam Hadist al-Ghadir , hadist

inilah yang dijadikan pijakan bagi kaum syiah bahwa estafet kepemimpinan setelah Rasul

yang berhak memimpin adalah sayyidina Ali, bahwa Rasul telah memilih sendiri Ali sebagai

penggantinya. Dan kaum Syiah juga mengatakan bahwa Ulama juga mempunyai otoritas

67

(14)

kekuasaan karena dia adalah pewaris para Nabi, berarti dia juga memiliki apa-apa yang

dimiliki Nabi Muhammad sebagai orang yang mewarisi.68

3.2.3 Beberapa Tingkatan Wilayah

A.

Wilayah Shugra

Wilayah atau kekuasan disini tidak mutlak dalam artian seorang imam tidak memiliki

otoritas penuh untuk mengatur umatnya dalam segala urusan. Seperti Wilayah yang di miliki

Syeih Muhammad Husain al-Isfahani, Syeih al-Anshary dan Said Khui ‟Otoritas Wilayah

yang dimiliki Imam pada tingkatan ini hanya sebatas Fatwa dan Qadha pada urusan yang

berhubungan dengan harta (materi), jikalau ada suatu keadaan yang mendorong seorang

Imam untuk mengeluarkan atau menggunakan otoritasnya sebagai seorang Imam, seperti

adanya kasus pencurian, maka ia hanya berhak untuk mengurusi bagaimana barang yang di

curi itu bisa kembali, ia tidak mempunyai otoritas hukum untuk mengadili pencuri tersebut,

dengan memotong tangan misalnya, atau dengan memenjarakannya, dan lain sebagainya, ia

hanya mempunyai otoritas untuk mengurusi harta yang di curi saja”. Oleh karena itu tidak

ada hak bagi seorang faqih kecuali qadha‟ dan memberikan fatwa, atau ia juga tidak

mempunyai otoritas untuk mengambil hak-hak orang kafir, atau sebaliknya memberikan

kemaslahatan bagi orang-orang kafir. Maka para ulama berpendapat tidak adanya dalil yang

qat‟i kecuali pada masalah qadha‟, maka tidak bisa menjadikan seorang faqih pada saat ke

-ghaib-an sangimam memberikan wilayah secara mutlak kecuali memberikan fatwa dan qadha

pada urusan harta saja.

B.

Wilayah Mutlaq

68

(15)

Wlayah disini adalah wilayah secara keseluruhan seorang Faqih mempunyai otoritas

penuh, apabila ia melihat adanya kemaslahatan dalam hal apapun baik pengurusan harta,

jiwa manusia dan masalah dalam daerah orang-orang Islam maka itu menjadi otoritasnya.

Tetapi dalam permasalahan ini hanya Syeikh an-Nuraqi saja yang berani mengemban

wilayah ini. Dan dia menggunakan beberapa argumen untuk melandasi dasar pemikirannya

tentang wilayah mutlak ini pertama hadist Nabi SAW yang menyatakan bahwa Ulama

adalah pewaris para Nabi. Dari hadist ini dia mengambil kesimpulan bahwa segala yang

dimiliki Nabi baik otoritas untuk mengatur manusia dalam hal syariat, politik, sosial dan

segalanya berarti otoritas itu juga di miliki oleh para ulama sebagai para pewaris Nabi,

orang yang diwarisi berhak mendapatkan segala hal yang dimiliki pewaris, karena mereka

adalah pengganti Nabi. Hadist yang juga dipakai untuk menguatkan pendapatnya hadist

Nabi yang berbunyi “ sesungguhnya segala sesuatu berjalan diatas tangan para ulama”.

Akan tetapi argumentasi mereka memiliki beberapa kelemahan dalam menetapkan konsep

adanya wilayah mutlak bagi sang Imam apalagi jika otoritas wilayah ini bisa sampai

ketangan seorang Faqih pertama bahwa hadist yang di kemukakan Syekh an-Nuraqy

posisinya adalah doif sanad; Yang kedua bahwa Riwayat atau hadist yang di jadikan

landasan oleh syeik an- Nuraqy banyak terdapat pada bab yang menerangkan tentang

keutamaan ilmu (fadhilah al-ilmi); Yang ketiga sesungguhnya Nabi yang di dalam hadist

tersebut posisinya sebagai pewaris bukan berarti Nabi mewariskan segala hal, apalagi

otoritas untuk mengatur manusia dalam urusan agama, akan tetapi yang diwarisi Nabi yang

sesuai dalam konteks riwayat ini adalah menyampaikan ajaran agama menyebarkan

petuah-petuah agung Nabi, dan menjelaskannya kepada manusia guna menyinari problem

masyarakat dimana seorang ulama itu berada. Bukan berarti seluruh otoritas Nabi jatuh

ketangan seorang Imam yang Ma‟shum (menurut kaum Syiah); Keempat bahwa adanya

(16)

dinisbatkan pada seorang Imam bahkan seorang Faqih seperti Nabi Nuh, Isa, Ibrahim dan

Nabi Musa dengan strata wilayah yang berbeda-beda. Dan jikalau dikatakan bahwa ulama

adalah pewaris para Nabi, bagaimana lafadh ulama yang bersifat mutlak (umum)

mentakwilkannya pada fuqaha saja, pada zaman ghaibah dan juga tidak adanya indikasi

yang mengarah kearah penafsiran tersebut Kesimpulan dari paparan diatas bahwa hadist

yang digunakan an-Nuraqy dalam membungkus konsep wilayah secara mutlak bagi seorang

Imam dan Faqih itu rapuh dengan alasan yang telah dikemukakan diatas.

C.

Wilayah Wustho

Para Fuqaha syiah mengatakan bahwa masalah wilayah al-faqih adalah wilayah

wustho itu sendiri bahkan permasalan wilayah wustho sudah menjadi suatu kesepakatan dan

menjadi sebuah keniscayaan dalam mazhab Syiah dalam kurun waktu yang lama. Yang di

maksud dengan wilayah disini menjadikan seorang faqih memiliki otoritas untuk mengurusi

urusan umat sebagai pengganti dari Imam Ma‟shum pada saat gh aibah untuk menegakkan

hukum Islam Kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah menurunkan Rasulnya di muka

bumi ini, untuk menyinari manusia membawanya dari jalan kegelapan menuju jalan yang

diridhoi Allah, mungkin permasalahan yang dihadapi manusia pada zaman Rasul, tidak

sekompleks yang dihadapi manusia saat ini, seiring waktu berjalan manusia dihadapkan

pada permasalahan yang begitu dahsyat, maka seorang pemimpin yang mengatur manusia

haruslah orang-orang pilihan, dan tujuan adanya pemimpin adalah adanya kontuinitas

kehidupan manusia dibawah naungan syariat Islam yang agung maka sorang waliyul

muslim harus memiliki persyaratan, maka seorang wali harus memiliki sifat sebagai

berikut. Pertama seorang wali harus mengetahui undang-undang Islam dan mengetahui Fiqh

Islam, bagaimana ia bisa menjawab problematika manusia kalau ia tidak mengetahui Syariat

(17)

adalah seorang wali harus memiliki sifat takwa dan wara‟ yang bisa dilihat dari

kepribadiaanya yang mempunyai semangat untuk menegakkan syariat dan hukum-hukum

Allah dan berpegang teguh atas peraturan dan hukum Islam, maka seorang faqih seperti

yang dikemukakan Khomaini telah memenuhi persyaratan itu, ia bertindak sesuai apa yang

dilakukan Rasul, tidak kurang dan juga tidak lebih, ia harus berlaku amanah terhadap harta

umatnya; Ketiga wali muslim memiliki intelektual yang mumpuni untuk mengatur dan

mengurusi umat, karena ia harus menegakkan masalah manusia; Keempat seorang wali juga

harus peka terhadap perkembangan zaman dan problematika yang melingkupinya baik dari

segi sosial, ekonomi dan perkembangan di dunia luar, karena hal itu bisa membantu untuk

memberikan sebuah keputusan yang bijak, yang berlandaskan atas kemaslahatan manusia.

Dan juga mengetahui kebudayaan dan perkembangan pemikiran dan juga permasalahan

fiqh kontemporer, seperti masalah Bank, ekonomi Islam, karena pada saat ini manusia

dihadapkan pada permasalahan yang harus di jawab dalam perspektif Fiqh Islam.69

3.2.4 Waliyatul faqih dalam konstitusi Republik Islam Iran

Untuk memahami bagaimana otoritas faqih atau dalam konsep kepemimpinan

faqih sebagaimana gagasan yang dikembangkan Ayatullah Ruhullah Khomeini, yang

diterapkan di Iran, perlulah kita menganalisis lebih jauh struktur pemerintah Republik

Islam Iran sebagaimana terkandung dalam konstitusi (UUD) Iran. Dalam kenyataannya

bisa dikatakan konstitusi Iran tersebut diyakini sebagai bermuatan pemikiran Imam

Khomeini, dengan dasar pertimbangan. Pertama, selain Ayatullah Khemeini sendiri,

seluruh ahli yang terlibat dalam penyusunana UUD –apakah ia anggota Dewan Revolusi,

69

(18)

Majles Konstituante, atupun anggota Dewan Permusyawaratan (Majles Syura-iIslami)

yang didominasi oleh partai Republik Islam Iran (pada waktu itu), dan lain-lain sebagian

besarnya, kalau tidak malah semuanya, adalah murid-murid pengikut setia Khomeini.

Kedua, untuk sebagian besarnya UUD Iran tentu sejalan dengan kenyataan Khomeini

sebagai pemimpin tertinggi politik dan spiritual.

Belakangan diputuskan untuk menggantikan Majlis konstituante yang besar itu

dengan Dewan Ahli (Majles –I Khubregan). Para anggota terpilih dewan ini yang sedikit atau

banyak tetap saja memiliki pandangan yang sejalan dengan Khomeini- melakukan

penelaahan seksama serta revisi ekstensif atas draft konstitusi. Hampir tidak ada satu pasal

pun yang disahkan tanpa melalui pembahasan mendalam, baik mengenai substansi, maupun

redaksinya. Teks yang mendapat persetujuan akhir dari Dewan Ahli, ketika pekerjaan selesai

pada November 1979, sangat berbeda dengan draftnya, baik alam segi jumlah pasal, struktur

maupun isinya. Menurut Hamid Algar, “perbedaan tunggal yang sangat penting adalah

masuknya kedalam konstitusi itu konsep utama wilayah al-faqih (pemerintahan faqih)”.

Doktrin ini seperti yang diuraikan panjang lebar oleh Imam Khomeini pada

kuliah-kuliahnya yang termasyur di Najaf pada 1969:

“Sesuai dengan prinsip-prinsip kepemimpinan (wilayah al-amr) dan kebutuhan abadi

akan kepemimpinan (Imamah), konstitusi memperlengkapi kekuasaan kepemimpinan

dengan seorang faqih yang memiliki kualifikasi penting (jami al-shara’it) dan dikenal

sebagai pemimpin oleh rakyat yang sesuai dengan hadis “pemimpin urusan (umum)

ada ditangan mereka yang percaya pada Allah dan dapat dipercaya dalam berbagai hal

mengenai yang diizinkan dan dilarang oleh-nya. Kepemimpinan demikian akan

mencegah berbagai penyimpangan dari kewajiban Islami mereka yang pokok oleh

(19)

Kutipan diatas adalah cuplikan bagian awal dari konstitusi Iran yang menempatkan

gagasan utama mengenai Wilayatul Faqih. Dalam hal ini menegaskan Iran dengan Sitem

politik Islam yang menempatkan faqih sebagai penerus kepemimpinan Imamah sebagaimana

dalam doktrin Syi’ah, telah terlegitimasi secara politik atas kedudukannya sebagai pemimpin

tertinggi umat.

Penekanan ini dikarenakan fungsi pemimpin sebagai pemegang kekuasaan, maka

kekuasaannya haruslah ditempatkan sebagai tertinggi dalam konteks bernegara, dan

berkenaan dengan fungsi sebagai pengarah aktifitas untuk tujuan tertentu. Kemudian

ditegaskan dalam pasal 5 UUD Republik Islam Iran yang berbunyi:

“Selama ketidakhadiran Imam ke Dua Belas, dalam Republik Islam Iran,

kepemimpinan urusan-urusan dan pimpinan umat merupakan tanggung jawab seorang

faqih (ahli hukum Islam) yang adil dan Taqwa, mengerti zaman, pemberani, giat, dan

berinisiatif yang dikenal dan diterima mayoritas umat sebagai Imam pemimpin

mereka”.

Yang dimaksudkan dalam pasal tersebut adalah Faqih dengan mengacu kepada fungsi

Imam sebagaimana dalam Syi’ah, yaitu wakil Imam Mahdi, yang memperoleh legitimasi

politik dan agama, dikarenkan wilayah (otoritas) yang dimilikinya. Yang digambarkan

tersebut adalah seorang Wali Faqih atau Rahbar sebagai pemimpin tertinggi Iran (Ali

Khamenei saat ini). Dan dijelaskan kemudian jika tidak ada seorang faqih yang memenuhi

keseluruhan persyaratan tersebut, konstitusi Iran mengatur:

“Apabila faqih seperti itu tidak dipunyai mayoritas sifat semacam itu, maka suatu

Dewan pimpinan yang terdiri dari para fuqaha memenuhi syarat-syarat tersebut diatas,

(20)

tersebut adalah Dewan Ahli yang bertugas memilih wali faqih, dimana mereka dipilih

langsung oleh rakyat.

Pasal 7 Republik Islam Iran kemudian lebih mempertegas, bahwa faqih yang akan

memenuhi tugas tersebut, ditunjuk Dewan Ahli, dimana mereka terdiri dari tiga atau lima

marja yang memilki persyaratan untuk membentuk Dewan Faqih. Wali Faqih tersebut antara

lain memiliki kekuasaan untuk mengangkat otoritas yudisial tertinggi dan panglima angkatan

bersenjata, kekuasaan untuk memobilisasi angkatan bersenjata, dan kekuasaan untuk

memecat presiden.

Pada pasal 1, mengenai bentuk Republik Islam, terlihat adalah upaya modifikasi

sebuah sistem politik Islam dengan yang sangat bernilai demokrasi, karena penekanan

Republik adalah kekuasaan rakyat. Sesungguhnya Republik Islam Iran (RII) memang

dirancang untuk menerapkan unsur-unsur asasi sebuah sistem demokratis. Yang terpenting

diantaranya RII menerapkan sistem pemilu untuk membentuk tak kurang dari tiga lembaga

tertingginya. Pertama, pemilu membentuk Dewan Ahli (majles –I Khubregan). Kedua, dalam

sistem RII pemilu juga dilaksanakan untuk memilih para anggota parlemen, yakni Dewan

Permusyawaratan Islam (Majles Syura –yi Islami) sebagai lembaga tertinggi negara yang

dipilih langsung oleh rakyat dalam suatu pemilu berdasarkan sistem distrik. (Bahkan,

meskipun RII menganut sistem presidensial, pemilihan menteri-menteri sebagai pembantu

presiden harus mendapatkan approval dari parlemen) Ketiga, pemilu untuk memilih presiden

secara langsung. Diluar itu, konstitusi RII juga mewajibkan pemungutan suara secara

langsung oleh rakyat -referendum- dalam penetapan perundang-undangan yang berkaitan

dengan masalah ekonomi, politik, dan sosial budaya yang amat penting.70

70

(21)

Seperti diketahui, dalam sistem Republik yang didalamnya parlemen beranggotakan

orang-orang yang dipilih oleh rakyat, lembaga ini adalah lembaga legislatif tertinggi negara

yang tidak bertanggung jawab terhadap siapapun kecuali rakyat. Dengan kata lain, lembaga

ini bebas membuat legislasi dan hanya terikat pada aspirasi rakyat sebagai pemegang

kedaulatan penuh. Sementara, menurut penafsiran para pemimpin revolusi Iran, sumber

legislasi adalah syaria. Legislasi extra-syariah, kalaupun diterima, harus merupakan turunan

atau pengembangan dari syariah, atau setidaknya tidak bertentangan dengan syariah tersebut.

Terdapat persoalan dalam hal ini, bagaimana agar legislasi extra-syariah ini tidak

bertentangan dengan syariah. Caranya adalah dengan memperkenalkan suatu konsep yang

disebut Dewan Ahli (The Council of Guardianship) yang di Iran disebut Shuraye Negahban.

Artinya perundang-undangan yang sudah disetujui oleh Parlemen baru menjadi sah hanya

dengan persetujuan Dewan Ahli ini -yakni enam orang faqih-dipilih oleh Wali Faqih.

Setengah anggota yang lain meliputi enam ahli dibidang hukum (non-keagamaam) yang

dipilih oleh parlemen. Penentuan apakah suatu perundang-undangan yang telah disahkan oleh

parlemen sesuai dengan peraturan Islam atau tidak, memerlukan suara mayoritas dari semua

anggota Dewan Ahli.

Presiden sendiri bertanggung jawab kepada rakyat karena dipilih oleh rakyat, melalui

parlemen yang juga dipilih oleh rakyat. Akan tetapi, menurut pemahaman Bapak Revolusi

Islam Iran, didalam sistem kepemimpinan Islam wewenang parlemen untuk meminta

pertanggungjawaban presiden bukan tidak terbatas. Pada akhirnya Parlemen harus

bertanggungjawab kepada Imam, atau Wali Faqih. (pasal IX, ayat 122 UUD Republik Islam

Iran), melalui Dewan Wali meng-approve atau tidak meng-approve calon presiden, ia

sekaligus berwenang untuk memecat presiden dalam hal presiden dianggap tidak capable,

setelah mendapatkan rekomendasi mahkamah Agung. Kekuasaan Wali Faqih seperti ini

(22)

presiden Iran pertama pasca revolusi Islam. Dalam gambaran proses diatas, Iran tampak

sekali mewakili bentuk pemikiran tertentu dalam Islam yang menganggap negara didalam

Islam sebagai ditujukan untuk mencapai sasaran-sasaran yang tak semata-mata bersifat

duniawi (materialistik) Meskipun demikian, dalam prakteknya hal itu tampaknya tidak

hendak dicapai lewat sesuatu yang dalam kosakata politik disebut sebagai ‘teokrasi’,

melainkan lewat suatu mekanisme semacam nomo-demokrasi gabungan antara sistem

berdasarkan nomokrasi atau kekuasaan berbasis kedaulatan hukum demokrasi) Atau sebut

saja ‘Teo-Demokrasi. Sebagaimana pemahaman Al Maududi tentang bentuk pemerintahan

Islam, sebuah sistem politik yang menggabungkan pemerintahan oleh hukum Tuhan atau

syariah dengan demokrasi yang mengandalkan partisipasi masyarakat atau orang banyak.

Kemudian menganalisa bagaimana sistem yang sepintas bertentangan tersebut lantas

dapat bertemu, yaitu sistem yang teokratis dengan demokratis, dimana Pemerintahan syariah

didasarkan atas kemutlakan wahyu, sementara demokrasi berdasar pada relatifitas manusia.

Dalam hal ini terdapat argumen bahwa Islam dengan tegas menolak teokrasi, jika sistem ini

dipahami sebagai kekuasaan oleh orang-orang atau suatu kelompok yang mengklaim sebagai

wakil atau suara Tuhan yang mutlak (absolute) yang bebas dari kesalahan dan yang sabdanya

berarti hukum yang tidak bisa ditawar dengan cara apapun. Pada puncaknya sistem teokrasi

Islam bukanlah berlandaskan pada seseorang, melainkan pada hukum. Penguasa meskipun ia

seorang ahli hukum (faqih) tertinggi, bukanlah wakil atau suara Tuhan. Ia dipilih berdasarkan

kualifikasi-kualifikasi tertentu yang sedikit-banyak bersifat relatif. Ia tidak lah bebas dari

kesalahan. Seorang faqih bisa saja salah, dan keputusannya bisa saja dipersalahkan meskipun

hanya oleh institusi lain yang diakui oleh konstitusi.71

Dalam konstitusi RII, secara eksplisit, Wali Faqih adalah setara dengan seluruh warga

Negara dimata hukum (pasal VIII, ayat 107) Lebih dari itu, Wali Faqih atau Dewan faqih

71

(23)

diangkat dan bisa diberhentikan oleh Dewan Ahli yang notabene-nya dipilih oleh rakyat (ayat

111). Yang kedua, bagi orang beriman, pendangan dikotomis seperti ini sulit diterima. Bagi

mereka, segala yang datang dari Tuhan adalah sesuai dengan fitrah (kecendrungan asasi)

manusia. Artinya, mesti tidak berbenturan dengan pemikiran manusia. Meninjau peristilahan

teologi, wahyu yang qath’I (valid) tidak mungkin bertentangan dengan hasil penalaran (akal)

yang valid pula. Dalam hal inilah teologi politik Syi’ah menekankan rasionalitasnya, hingga

teologi Syiah tergolong dalam teologi kritis yang menentang teologi taradisional. Bagi setiap

Muslim yang rasional, apa yang dikatakan sebagai sesuatu yang baik oleh Tuhan pasti baik

menurut akal; sedangkan yang dikatakan buruk oleh Tuhan pasti buruk pula menurut akal.

Karena itulah revolusi Islam Iran –salah satu motor penggeraknya, adalah teologi politik

Syi’ah yang menekankan rasionalitas dan daya nalar. Demikian pula sebaliknya, keberadaan

syariah yang bersifat keilahian dan pengakuan atas wewenang para fuqaha untuk

menerapkannya diperlukan mengingat pada kenyataannya -kehendak rakyat –meskipun

kesepakatan orang banyak dipujikan tidak bisa dijamin bebas dari kesalahan.72

3.2.5 konsep Kepemimpinan Tahta Suci

Tahta Suci (Bahasa Latin: Sancta Sedes) adalah yurisdiksi episkopal dari Paus Roma

(yang umumnya dikenal sebagai Sri Paus), tahta keuskupan nomor satu dalam Gereja

Katolik, dan merupakan pusat pemerintahan Gereja Katolik. Dengan demikian, dalam

diplomasi, dan dalam bidang-bidang lainnya Tahta Suci bertindak dan berbicara atas nama

seluruh Gereja Katolik. Tahta Suci juga diakui oleh subyek-subyek hukum internasional

72

(24)

lainnya sebagai sebuah entitas berdaulat, dikepalai oleh Sri Paus, yang dengannya dapat

dijalin hubungan-hubungan diplomatik.73

Meskipun kerap disebut "Vatikan", Tahta Suci tidaklah sama dengan Negara Kota

Vatikan, yang baru ada sejak 1929, sedangkan Tahta Suci sudah ada sejak masa-masa

permulaan Agama Kristen. Secara resmi para duta besar bukan ditunjuk bagi Negara Kota

Vatikan melainkan bagi "Tahta Suci", dan wakil-wakil kepausan untuk negara-negara dan

organisasi-organisasi internasional disambut sebagai perwakilan dari Tahta Suci, bukan

sebagai perwakilan dari Negara Kota Vatikan. Kota Vatikan terletak di atas bukit Vatikan di

sebelah barat laut kota Roma, beberapa ratus meter dari Sungai Tiber. Perbatasannya dengan

Italia sepanjang (3,2 km) mengikuti tembok kota yang dahulu dibangun untuk melindungi

Paus dari serangan. Total wilayah adalah 0,44 km². Selain kota Vatikan, wilayah Paus juga

meliputi beberapa gereja penting, kantor-kantor dan Castel Gandolfo. Paus adalah Kepala

Negara sedangkan seorang gubernur mengurusi keperluan sehari-hari. Semua tahta

keuskupan itu "suci", namun istilah "Tahta Suci" (tanpa spesifikasi lebih lanjut) biasanya

digunakan dalam hubungan-hubungan internasional, sebagai sebuah metonim, (begitu juga

dalam hukum kanon Gereja Katolik)74

Situs web resmi Kantor Persemakmuran dan Luar Negeri Britania Raya menyebut

Vatikan sebagai "ibu kota" Tahta Suci, meskipun kantor ini membandingkan personalitas

hukum Tahta Suci dengan Mahkota dalam monarki-monarki Kristen dan menyatakan bahwa

Tahta Suci dan Vatikan sebagai dua identitas internasional. Kantor ini juga membedakan

antara para pegawai Tahta Suci (2.750 orang bekerja di dalam Kuria Romawi, dengan 333 untuk menyebut Tahta Keuskupan Roma sebagai

pusat pemerintahan Gereja Katolik.

73

Kedaulatan Tahta Suci telah diakui secara terbuka dalam banyak kesepakatan internasional dan secara khusus ditegaskan dalam butir ke-2 dari Perjanjian Lateran pada 11 Februari 1929, yang di dalamnya "Italia mengakui kedaulatan Tahta Suci dalam ruang lingkup internasional sebagai atribut yang tak terpisahkan dari hakikatnya, selaras dengan tradisinya, dan kebutuhan-kebutuhan akan misinya di dunia."

74

(25)

orang lainnya bekerja dalam misi diplomatik di luar negeri) dan 1.909 bekerja untuk

negara.75

Duta Besar Britania Raya untuk Tahta Suci menggunakan bahasa yang lebih tepat,

dengan mengatakan bahwa “Tahta Sucitidak sama dengan Vatikan. Vatikan adalah

pemerintah universal Gereja Katolik dan dijalankan dari Vatikan".76 Ungkapan ini tepat sama

dengan pernyataan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, dalam memberikan keterangan

mengenai Tahta Suci dan Vatikan: ia juga mengatakan bahwa Tahta Suci "dijalankan dari

Vatikan".77

3.2.6 Makna Tahta Suci

Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang

diwakili oleh Paus di Vatikan. Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan negara

sebagai subjek hukum internasional. Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik

di berbagai negara di dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat

negara-negara lain. Negara yang pertama mengakui Vatikan sebagai subjek hukum internasional

adalah Italia melalui Pakta Lateran yang ditandatangani pada 1929, yang secara historis Pakta

Lateran juga menjadi dasar berdirinya negara kota Vatikan (Vatican city state). Dasar lain

yang menjadikan Tahta Suci (Holy See) sebagai subjek hukum internasional adalah dengan

mengacu juga kepada Konvensi Montevideo 1933 yang mana Vatikan merupakan pihak dan

memenuhi ketentuan-ketentuan pada Konvensi tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut antara

lain:

1. Memiliki populasi permanen yang secara faktual penduduk tetap Vatikan

adalah 800 orang.

75

Kantor Persemakmuran dan Luar Negeri: Bepergian dan tinggal di luar negeri. Diakses pada tanggal 8 Juni 2015 pukul 20.00 wib.

76

Pidato Duta Besar tentang Hubungan Britania Raya-Tahta Suci (penekanan ditambahkan)

77

(26)

2. Memiliki suatu wilayah tertentu yang dalam hal ini Tahta Suci terletak di

atas lahan seluas 44 hektar / 0,44 Kilometer yang terletak di tengah-tengah

Kota Roma, Italia.

3. Terdapat suatu bentuk pemerintahan yang dalam hal ini bentuk negara

Vatikan adalah Monarki Absolut yang dikepalai oleh seorang Paus (kepala

negara) yang memiliki kekuasan absolut atas kekuasaan legislatif, eksekutif

dan yudikatif.

4. Serta memiliki kapasitas untuk terlibat dalam hubungan internasional

dengan negara lain, dalam hal ini selain Vatikan adalah pihak pada

perjanjian-perjanjian internasional seperti “The International Convention

onthe Elimination of All Forms of Racial Discrimination” dan “Vienna

Convention on Diplomatic Relations” Selain itu Vatikan adalah anggota pada

organisasi-organisasi internasional seperti World Organization of Intellectual

Properties (WOIP) dan UNESCO.

Meskipun Tahta Suci terasosilasi dengan Vatikan, teritorial merdeka yang meliputi

Tahta Suci adalah berdaulat, kedua satuan atau entitas ini saling terpisah dan berbeda. Setelah

Italia mengambil alih negara kepausan pada tahun 1870, Tahta Suci tidak memiliki

kedaulatan teritorial. Meskipun terdapat beberapa ketidaksepahaman di antara para ahli

hukum, tentang apakah Tahta Suci dapat terus bertindak sebagai personalitas yang merdeka

dalam urusan internasional, faktanya Tahta Suci tetap menjalankan haknya untuk mengirim

dan menerima perwakilan diplomatik, memelihara hubungan dengan negara kekuatan utama

Rusia, Prussia,78 dan Austria-Hungaria. Di mana, sesuai dengan keputusan Kongres Wina

tahun 1815, Nuncio Apostolik79

78

Kerajaan Jerman dan negara bersejarah berasal dari Duchy of Prussia dan Margraviate of Brandenburg.

bukan hanya anggota Korps Diplomatik melainkan

dekannya, ketentuan ini tetap diterima oleh para duta besar lainnya. Berkenaan dengan 59

79

(27)

tahun Tahta Suci tidak memiliki kedaulatan teritorial, jumlah negara yang berhubungan

diplomatik dengannya, yang sebelumnya berkurang 16 negara, sebenarnya bertambah

sebanyak 29 negara.80

3.2.7 Cara Pemilihan Paus

Syarat utama untuk menjadi seorang paus yaitu Anda adalah seorang laki-laki dan

beragama Katolik. Syarat ini membuat kesempatan yang sangat luas, tetapi orang-orang yang

terpilih menjadi paus selama 600 tahun terakhir berasal dari para kardinal yang dipilih oleh

para kardinal lainnya dalam sebuah sidang tertutup pemilihan paus. Agar bisa menjadi paus,

Anda harus memulainya dengan menjadi pastor dan meniti perjalanan untuk naik ke posisi

yang lebih tinggi melalui hirarki gereja Katolik sampai dipilih nantinya pada tahap dewan

kardinal.81

Yohanes Paulus II memperkenalkan prosedur baru dalam pemilihan. Untuk

terpilihnya Paus baru diperlukan dua pertiga suara dari jumlah Kardinal pemilih, untuk 30

kali pemilihan. Apabila terjadi deadlock setelah pemilihan yang ke-30, diperlukan hanya

suara mayoritas demi terpilihnya Paus baru. Setelah pemilihan pada hari pertama, pemilihan Secara tradisional terdapat tiga cara pemilihan paus, Cara pertama adalah

pemilihan secara aklamasi. Semua Kardinal secara aklamasi memilih seorang menjadi Paus

terjadi terakhir kali tahun 1621. Cara kedua melalui kesepakatan bahwa pemilihan dilakukan

oleh sebuah komisi. Kedua cara ini sangat rawan oleh pertengkaran. Pada tahun 1378,

misalnya, terpilih Urbanus VI sebagai Paus secara aklamasi dan berbuntut pada munculnya

Paus tandingan Clement VII. Maka kedua cara itu oleh Paus Yohanes Paulus II tidak

dimasukkan lagi sebagai metode pemilihan Paus baru penggantinya.

80

Kuliah oleh Uskup Agung Giovanni Lajolo, 16 Februari 2006. 30giorni.it. Diakses pada tanggal 11 juni 2015 pukul 16.02 wib.

81

(28)

selanjutnya diadakan empat kali sehari: pagi dua kali dan sore hari dua kali pemilihan.

Apabila belum terpilih, setiap tiga hari diselingi waktu istirahat sehari untuk suatu refleksi

rohani secara bersama dalam Dewan Kardinal.

Hal lain yang diperketat adalah soal kerahasiaan pemilihan. Sidang konklaf dimulai

dengan memisahkan para Kardinal dengan segala kontak dengan dunia luar. Kardinal

Camerlengo pada pemilihan pertama dengan seruan “extra omnes” (semua di luar)

mengungkapkan adanya pemutusan komunikasi dengan dunia luar. Dalam era komunikasi

modern Kardinal Camerlengo harus memastikan bahwa tidak terdapat kontak para Kardinal

dengan dunia luar. Tidak diperbolehkan adanya surat kabar, telepon, TV, telepon seluler,

internet, atau bentuk komunikasi mana pun, seperti video tersembunyi atau rekaman

pembicaraan untuk dikomunikasikan keluar ruang Kapel Sistina. Ancaman atas sumpah

kerahasiaan adalah ekskomunikasi, pengucilan dari Gereja, bagi yang melakukannya.

Terdapat sembilan Kardinal yang bertugas selama proses pemilihan. Tiga orang untuk

mengumpulkan kertas pemilihan, tiga orang untuk membacakannya secara jelas kepada para

Kardinal, dan tiga yang lain untuk memeriksa kembali ketelitian perhitungan suara. Setiap

pemilihan hasilnya dicatat, kertasnya dijahit bersama dan selanjutnya setelah diteliti dibakar

untuk memberi isyarat kepada masyarakat apakah Paus baru telah terpilih. Dengan

penggunaan bahan tertentu, dibuat asap hitam untuk mengabarkan kalau belum terpilih dan

asap putih untuk terpilihnya Paus baru. Dalam keterangan pers Juru Bicara Vatikan

menjelaskan bahwa untuk pemilihan kali ini akan diberi pula tanda dengan dibunyikannya

lonceng Basilika Santo Petrus dan gereja- gereja lain di Roma apabila terpilih Paus baru.

Sidang konklaf dan pemilihan pertama diumumkan akan dimulai.

Setelah seorang Kardinal terpilih berdasarkan prosedur yang ditetapkan, di hadapan

(29)

secara bebas bersedia menerima pilihan ini?” Apabila jawabannya ya, pertanyaan dilanjutkan,

“Dengan nama apa Anda harus disapa?” Kardinal terpilih menentukan nama baru sesuai

tradisi yang telah berlangsung lama dimulai sejak Paus Yohanes II (533-535), memilih nama

baru menggantikan nama aslinya Mercurius.

Sejak seseorang terpilih dalam konklaf dan menyatakan bersedia, sejak saat itu beliau

menjadi Paus tanpa harus dinobatkan dalam upacara khusus. Beliau selanjutnya dibawa ke

ruangan khusus untuk memilih pakaian yang disediakan dan dipakaikan cincin kegembalaan

sebagai Paus. Seterusnya di tempat yang disediakan, para Kardinal satu per satu maju

menyatakan sumpah kesetiaannya kepada Paus terpilih. Paus yang baru akhirnya oleh

Kardinal Camerlengo yang lama, kalau jabatannya dikukuhkan kembali oleh Paus terpilih

atau orang baru yang dipilih sebagai Camerlengo, akan melalui balkon Basilika Santo Petrus

mengumumkan nama Paus yang baru. “Annuntio vobis gaudium magnum! Habemus

Papam!” (Saya mengumumkan kabar kegembiraan besar kepada Anda. Kita mempunyai

Paus).

Paus terpilih saat bersamaan muncul dan memberi berkat Urbi et Orbi (untuk

kota/Roma dan dunia). Begitulah prosedur suksesi di Vatikan. Sebagian tata cara telah

dilaksanakan dan sebagian lain menyangkut suksesi masih akan terjadi pada hari- hari setelah

Yohanes Paulus II dimakamkan.82

3.3 Struktur Kekuasaan Kepemimpinan

82

(30)

Struktur kekuasaaan Pemerintahan Iran berada pada tangan faqih sebagaimana

dinyatakan dalam Pasal 110, sebagai komando kekuatan angkatan bersenjata tertinggi, yang

dilaksanakan dengan tindakan berikut ini: menunjuk dan memecat Kepala dari seluruh staf,

menunjuk dan memecat Komandan Staf Korps Pengawal Revolusi Islam, membentuk sebuah

Dewan Pertahanan Nasional Tertinggi, menunjuk Komandan Tertinggi dari cabang-cabang

Angkatan bersenjata dan mengumumkan perang dan damai.83

Ada lima lembaga penting didalamnya yakni.

1. Wilayatul Faqih

2.Presiden

3.Perdana Menteri

4.Parlemen

5. Dewan Pelindung Konstitusi.

Kekuasaan terbesar dipegang oleh Faqih yang dipilih oleh dewan Ahli dengan

mengikutisyarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut, diantaranya adalah keutamaan dalam

haliman dan akhlak yang memampukan ia menjauhkan diri dari dosa-dosa, Faqaha

(penguasaan atas hukum fiqih islam) dan kaf’ah (keterampilan kepemimpinan.) apaabila

syarat-syarat yang telah ditentukan tidak memenuhi syarat, maka wewenang Faqih akan

dipegang oleh sebuah dewan yang beranggotakan, sampai 9 orang Fuqaha. Adapun

wewenang seorang Faqih, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengangkat Ketua Pengadilan Tertinggi Iran.

2. Mengangkat dan memberhentikan seluruh Pimpinan Angkatan bersenjata Iran.

3. Mengangkat dan memberhentikan Pimpinan Pengawal revolusi (Pasdaran).

4. Mengangkat anggota Dewan Pelindung Konstitusi.

83

(31)

5. Membentuk Dewan Pertahanan Nasional yang anggota-anggotanya terdiri dari

Presiden, Perdana menteri, Menteri Pertahanan, Kepala Pasdaran, dan dua orang

penasehat yang diangkat oleh Faqih.84

Selanjutnya, pemegang kekuasaan terbesar kedua dibawah seorang Faqih adalah

Presiden. Presiden memegang otoritas tertinggi Negara yang bertanggungjawab untuk

mengimplementasikan konstitusi dan sebagai kepala pemerintahan untuk menjalankan

kekuasaan eksekutifyang dipilih setiap empat tahun. Tugas-tugas pokoknya diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Menjalankan konstitusi negara.

2. Menjadi Kepala Pemerintahan

3. Mengkoordinasikan Ketiga lembaga Negara (eksekutif. Legislatif, dan Yudikatif)

dalam hal ini, Presiden merupakan pejabat tertinggi pemerintahan Iran dalam

kaitannya dengan dunia luar atau internasional.

Presiden mendatangani seluruh perjanjian dan berhak mengangkat Perdana Menteri

setelah parlemen memberikan persetujuannya. Presiden dapat meminta kabinet untuk

bersidang kapan saja, langsung dibawah pimpinannya. Kemudian, kekuasaan legislatif

dipegang oleh parlemen yang beranggotakan 270 orang yang dipilih secara bebas dan

rahasia oleh rakyat. Parlemen bertugas mengatasi, mengontrol, dan membahas seluruh

kebijakan pemerintah. seluruh keputusan dan perjanjian nantinya yang dibuat pemerintah

harus mendapat persetujuan parlemen., disamping parlemen, terdapat sebuah badan yang

disebut dewan Pelindung Konstitusi (Syura ne Gahdan) yang beranggotakan dua belas orang.

6 orang anggotanya adalah paraahli hukum Fuqaha yang diangkat oleh Faqih, sedangkan 6

orang lainnya terdiri dari ahli hukum umum yang diusulkan oleh dewan Pengadilan Tinggi

84

(32)

Iran dan disetuji oleh parlemen.Tanpa persetujuan Dewan Pelindung Konstitusi, seluruh

kegiatan parlemen tidaklah sah. Tugas utama dewan ini adalah melindungi Islam dan

konstitusi Negara Islam Iran. Dewan ini memiliki kekuasaan untuk menafsirkan Konstitusi

Iran dan bertugas melaksanakan referendum, pemilihan presiden, dan pemilihan anggota

parlemen.85

pemerintahan di Vatikan yang dipimpin oleh Paus yang juga merupakan hirarki

tertinggi dalam struktur Gereja Katolik. Demikian adalah penjelasan singkat untuk

mengetahui hierarki pemerintahan di Vatikan.

1. Paus

2. Kardinal

Sri Paus adalah Kepala Negara Kota Vatikan dan Kepala Pemerintahan Takhta Suci.

Kekuasaan tertinggi di Vatikan bersifat monarki yang dipilih tetapi absolut, teokratis dan

patrimonial, serta mempunyai kekuasaan penuh dalam hal legislatif, eksekutif, dan juga

judikatif. Dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala Negara, Sri Paus dibantu oleh

Komisi Kepausan Negara Kota Vatikan, yang mewakili Bapa Suci dalam menjalankan

pemerintahan sipil Negara Vatikan sesuai dengan mandat khusus dari Sri Paus. Secara

protokoler dalam hubungan antar bangsa, Sri Paus berkedudukan dan mendapat perlakuan

sebagai seorang Kepala Negara penuh. Sebutan kehormatan bagi Paus adalah His Holiness.

Sri Paus, menurut Kitab hukum Kanonik, mempunyai hak untuk mengangkat dan mengutus

duta-dutanya baik ke gereja-gereja lokal maupun ke negara-negara dan penguasa-penguasa

publik yang mewakili pribadi Sri Paus sendiri. Pada saat ini perwakilan Takhta Su'i Vatikan

ada di 117 negara dan berbagai organisasi internasional.

Dua hirarki utama yang dianut oleh Negara Vatikan.

85

(33)

1. Hirarki Keagamaan

Vatikan berperan sebagai pusat agama Katolik sedunia. Menurut Kitab Hukum

Kanonik Sri Paus adalah Uskupgereja Roma, yang mewarisi tugas yang secara

istimewadiberikan kepada Santo Petrus, salah seorang murid Yesus. Sehingga Sri Paus dapat

dikatakan adalah wakil Yesus di dunia, gembala gereja Universal sekaligus sebagai Kepala

Dewan Uskup. Dewan Uskup beranggotakan para uskup berdasarkan tahbisan sakramental

dan persekutuan hirarkis merupakan kekuasaan tertinggi didalam Gereja Katolik.

2. Hirarki Pemerintahan

Takhta Suci Vatikan sebagai Negara, yang mengatur seluruh roda pemerintahan baik

yang bersifat ke luar maupun ke dalam. Pada dasarnya kedua bentuk hirarki ini saling

melengkapi dan mengisi, karena secara umum misi yang diemban Takhta Suci Vatikan

adalah misi keagamaan, kemanusiaan, hak asasi manusia, ekumenis dan dialog denga

agama-agama lain, perdamaian dan kesejahteraan dunia yang didasari oleh nilai-nilai

kemanusiaan dan keagamaan.86

Kardinal diangkat secara langsung oleh Paus sebagai pembantu dan sebagai dewan

penasihat Paus. Ada Kardinal yang bertempat tinggal di Negara Vatikan, yang biasanya

memimpin suatu Konggregasi (Kementerian) dan ada pula yang bertempat tinggal di luar

Vatikan yang memimpin sebuah Keuskupan Agung atau setingkat gubernur yang memimpin

provinsi dalam struktur pemerintahan. Keuskupan Agung membawahkan beberapa

keuskupan di bawahnya.87

86 Brownlie, Ian. 1990.

Principles of Public International Law. 87

(34)

3.4 Perbedaan dan Persamaan

Dari kedua Negara Vatikan dan Iran yang menjalankan sebuah pemerinthaan Negara

dengan satu orang yang berkuasa pada otoritas tertentu, ada persamaan dan perbedaan pada

konsep kepemimpinana masing-masing sebuah negara. Vatikan yang di pimpin oleh seorang

paus dimana dalam struktur kekuasaannya memegang kendali secara penuh atas semua

kekuaasan yang ada pada negara Vatikan baik itu pada kekuasaan eksekutif, legislatif, dan

yudikatif. Sehingga menjadikan paus merupakan yang memegang kekuasaan secara absolute

atas segala kebijkan dalam sebuah negara, berkuasa dengan kekuatan sepenuhnya terhadap

negara dan pemerintahan. Sebagai contoh , hak untuk mengubah ataupun menyetujui undang

undang serta membuat aturan semaunya tanpa menunggu persetujuan dari pihak legislatif

ataupun rakyatnya. Begitu juga dengan kardinal yang merupakan strktur tertingi kedua

setelah Paus dimana kardinal merupakan orang-orang yang dipilih secar khusus oleh Paus

sebagai dewan penasehat Paus yang perwakilan dari setiap Negara. Kardinal lebih bertugas

pada pemerintahan dan hubungan luar dan dalam negeri, Tugas para kardinal juga untuk

menghadiri rapat dalam dewan suci dan siap sedia untuk hadir, baik secara pribadi maupun

bersama-sama, kapanpun Sri Paus membutuhkan nasihat mereka.88

Akan tetapi fungsi

terpenting mereka adalah memilih Paus baru, bilamana terjadi kekosongan tahta keuskupan

Roma karena kematian atau pengunduran diri Paus yang lama. Hak untuk menghadiri dewan

Iran yang juga Negara dengan kekuasaan tertinggi berada pada supreme leader juga

membuat sebuah kebijkaan dalam sebuah negara harus sesuai dengan persetujuan SL, konsep

Republik di modifikasi dengan adanya pemerintahan para ulama dan modifikasi ini

menyentuh tiga sendi sitem repubik, meliputi institusi- institusi yang biasa disebut Trias

Politika. Konsep imamah atau dianggap tidak cukup terwakili didalamnya, ada

88

Ibid.

(35)

batasnya, sebagaimana di atur dalam konsep Trias Politka, yang didalamnya kekuasaan

eksekutif bsepenuhnya ditundukkan terhadap kekuasaan legislative. Demikian pula,

kekuasaan yudikatif mempunyai batas-batasnya sendiri yang membuat mereka tidak leluasa

untuk menerapkan hukum islam. Kekuasaaan tertinggi kedua adalah presiden dimana

presiden hanya bertugas mengkordinasikan ketiga lembaga negara yaitu eksekutif, legislatif,

dan yudikatif, menjalankan konstitusi negara, menjadi kepala pemerintahan, dalam hal ini,

Presiden merupakan pejabat tertinggi pemerintahan Iran dalam kaitannya dengan dunia luar

atau internasional.

Presiden mendatangani seluruh perjanjian dan berhak mengangkat Perdana Menteri

setelah parlemen memberikan persetujuannya. Presiden dapat meminta kabinet untuk

bersidang kapan saja, langsung dibawah pimpinannya. Dalam proses pembuatan sebuah

kebijakan SL memberikan wewenang terlebih dahulu kepada lembaga negara untuk

bermusyawarah dalam membuat sebuah kebijakan, walaupun SL yang memutuskan akan

tetapi jika sebuah kebijakan itu tidak bertentangan dengan konstitusi SL akan

menyetujuinya.89

Perbedaan antara Negara Vatikan dan Iran adalah negara vatikan tidak ada sebuah

lembaga yang mengawasi akan sebuah kebijakan yang dijalankan oleh seorang Paus, berbeda

dengan Iran dimana ada Parlemen yang mengawasi keputusan yang dibuat oleh SL yakni

dewan ahli. Pada negara Vatikan, jika Paus membuat sebuah kebijakan maka itu sudah harus

dipatuhii karena keputusan dianggap sudah benar, sedangkan di Iran berbeda, ada

musyawarah yang dilakukan sebelum kebijakan untuk diputuskan oleh Faqih.

3.4.1 Pembahasan

89

(36)

Negara Vatikan dan Negara Iran merupakan dua negara yang mempunyai

kepemimpinan yang berbeda, hal ini dapat dilihat dari Negara Vatikan yang di pimpin oleh

paus dan Iran yang di pimpin oleh seorang imam. Konsep kepemimpinan antara kedua

Negara tersebut dimana Vatikan yang memimpin seluruh gereja katolik di seluruh dunia

sedangkan konsep kepemimpinan Imamah di Iran hanya berlaku pada muslim negara Iran

tersebut dan tidak berlaku pada muslim yang berada pada negara lainnya.

Vatikan yang di pimpin oleh seorang paus, dimana untuk menjadi seorang paus

degan dogma infiabilitas, tahap pastor, uskup, kardinal kemudian paus, dimana kekuasaan

akan paus tidak diwariskan tetapi dipilih untuk seumur hidup oleh dewa

dewan Kardinal yang dapat memilih adalah mereka yang berumur di bawah 80 tahun.

Pertemuan dewan Kardinal untuk memilih Paus ini disebut konklaf dan dilaksanakan di

sang paus tersebut sehingga paus mempimpin dengan sepihak dengan kata lain paus

mempunyai kekuasaan yang absolute.

Begitu juga dengan kepemimpinan Iran yang di pimpin oleh pemimpin agung

(supreme leader) berada pada kedudukan tertinggi pada negara Iran. Selama ketidak hadiran

Imam ke Dua Belas, dalam Republik Islam Iran, kepemimpinan urusan-urusan dan pimpinan

umat merupakan tanggung jawab seorang faqih (ahli hukum Islam) yang adil dan Taqwa,

mengerti zaman, pemberani, giat, dan berinisiatif yang dikenal dan diterima mayoritas umat

sebagai Imam pemimpin mereka Pemimpin agung berfungsi sebagai pengawas dan menjaga

kebijakan umum Republik Islam Iran. Secara implementatif merancang dan mengarahkan

politik dalam negeri dan luar negeri Iran. SL (supreme leader) juga membawahi The Supreme

Council for National Security (TSCNS), Angkatan Bersenjata, The Nation’s Exigency

(37)

sebelumnya dewan rahbar melakukan rapat sebelum menayakan keputusan atas pertimbangan

SL.

perbandingan politik bukan sekedar permulaan bagi ilmu politik, studi perbandingan

juga merupakam permulaan bagi pemahaman dan penilaian politik. Ia bisa memberikan

kepada kita prespektif tentang lembaga yang kemudian melihat akan sebuah pemerintahan

Negara, pada Negara Vatikan sistem pemerintahannya mengatur struktur paus pada posisi

tertinggi, dewan konklaf, pengaturan diplomat, kementrian dan gubernur, polisi, juga warga

negara, di mana kekuasaan tertinggi berada pada Paus, bukan pada Kitab suci atau wahyu

Tuhan. Paus sendiri merupakan representasi dari Tuhan (Yesus) di bumi yang mempunyai

sebutan The Holy Father atau Bapa Suci dan mempunyai status Infalibilitas Paus yang berarti

ia terjaga dari dosa, yang memegang pada kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Setelah dari paus pada sistem pemerintahan Negara Vatikan yang kedua adalah dewan

konklaf simana dewan konklaf adalah seluruh dewan kardinal yang bertugas untuk memilih

paus setelah paus yang sebelumnya telah meninggal.

Siitem pemeritahan Negara Iran yang mempunyai struktural tertinggi pada supreme

leader (SL) atau seorang imam, yang kedua setelah itu adalah presiden, sistem pemerintahan

iran menganut sistem presidensial dimana kekuasaan eksekutif terdiri dari tiga unsur yaitu

presiden, menteri dan pengawal revolusi. Sedangkan lembaga legislatif merupakan majelis

syura, dewan perwalian, dan majelis ahli, dan yudikatif merupakan Kekuasaan Yudikatif

pada prinsipnya merupakan kekuasaan yang berfungsi untuk mengadilipelanggaran terhadap

Undang Undang Dasar atau peraturan perundang-undangan lainnya dalamsistem

ketatanegaraan, dalam hal ini khususnya pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga eksekutif.

Kekuasaan tertinggi lembaga peradilan dijabat oleh Ketua Justisi yang diangkat langsung

(38)

mengangkat danmemberhentikan ketua dan anggota Mahkamah Agung dan Jaksa Agung

(39)

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

4.

Kesimpulan dan Saran

4.1

Kesimpulan

1. perbandingan kepemimpinan kedua Negara adalah dimana Negara Vatikan menjadi

pemimpin bagi seluruh umat katolik diseluruh dunia dengan bukti telah dibaptis dari

gereja katolik, sedangkan Negara iran hanya menjadi pemimpin pada muslim di

Negara Iran saja, tidak muslim di seluruh dunia.

2. Pada Negara Vatikan paus mempuyai kekuasaan absolute pada setiap kebijkan, begitu

jug pada badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sedangkan iran Supreme leader

juga mempunyai kekuasaan tertinggi akan tetapi supreme leader hanya bisa

memberikan fatwa yang berupa penjelsan bukan sebagai pengambil keputusan akan

tetapi memberikan fatwa sebagai bahan pertimbangan badan eksekutif, legislatif, juga

yudikatif.

4.2

Saran

1.

Diharapkan kepada semua pihak yang berkeinginan untuk mengadakan penelitian

agar melanjutkan penelitian ini dalam ruanglingkup yang lebih sempit.

2. Bagi peneliti lain juga bisa menjadikan penelitian ini sebagai referensi untuk

(40)

Bab ini menyajikan perbandingan konsep kepemimpinan kedua negara

yaitu Negara Vatikan dan iran.

BAB IV Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian.

BAB II

PROFIL NEGARA VATIKAN DAN IRAN

2.1

Sejarah Negara Vatikan

Negara Vatikan didirikan berdasarkan Perjanjian Lateran pada tahun 1929 untuk

memastikan kemerdekaan Tahta Suci yang mutlak dan kasat mata dan untuk menjaminnya

sebagai negara berdaulat yang tidaktersengketakan dalam urusan internasional (kutipan

dari Perjanjian Lateran). Uskup Agung Jean-Louis Tauran, mantan Sekretaris Tahta Suci

untuk Hubungan dengan Negara Lain, berkata bahwa Vatikan adalah "negara mungil

penyokong yang menjamin kebebasan rohani Paus dengan teritorial minimum".29

Di bawah pasal-pasal Perjanjian Lateran, Tahta Suci memiliki otoritas

ekstrateritorial pada 23 situs di Roma dan lima situs Italia di luar Roma, termasuk Istana

Kepausan di Castel Gandolfo. Otoritas yang sama berdasarkan hukum internasional juga

dipelihara terhadap Nuncio Apostolik Tahta Suci yang berada di luar negeri.

Hampir semua 890 warga Vatikan tinggal di dalam tembok kota Vatikan. Mereka

termasuk rohaniawan/rohaniawati dan Garda Swiss30

29 Kuliah oleh Uskup Agung Jean-Louis Tauran, 22 April 2002. Vatican.va. Diakses pada tanggal 11 mei 2015

pukul 14.23 wib.

, sebuah unit tentara bayaran dari

Swiss yang secara tradisi telah menjadi pasukan pengawal Paus dan Vatikan semenjak

30

(41)

tahun 1506. Warga Vatikan 100% beragama Katolik. Bahasa Resmi adalah Bahasa Latin,

tetapi Bahasa Italia lebih sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Kota Vatikan merupakan warisan budaya yang sangat penting. Beberapa gedung

seperti Basilika Santo Petrus, Kapel Sistina dan Museum Vatikan merupakan

gedung-gedung yang sangat indah.

2.1.1 Paus para pemimpin Vatikan dan Gereja Katolik

Paus (dari bahasa Belanda: paus; bahasa Latin: papa, "ayah", dari bahasa Yunani:

πάππας, pappas, "ayah") adalah Uskup Roma, pemimpin spiritual Gereja Katolik, dan

kepala negara Kota Vatikan. Komunitas beriman yang mengakui Suksesi Apostolik

menganggap Uskup Roma sebagai penerus St. Petrus. Demikian pula umat Katolik

meyakini bahwa paus adalah Wakil Kristus, sedangkan komunitas-komunitas beriman

lainnya tidak mengakui Primasi Petrus di antara para uskup. Jawatan paus disebut

"kepausan" yurisdiksi gerejawinya disebut "Tahta Suci" (bahasa Latin: Sancta Sedes) atau

"Tahta Apostolik" (disebut Tahta Apostolik atas dasar hikayat kesyahidan Santo Petrus dan

Santo Paulus di Roma). Para uskup terdahulu yang menduduki Tahta Keuskupan Roma

digelari "Wakil Petrus" di kemudian hari para Paus diberi gelar yang lebih berwibawa

yakni "Wakil Kristus" gelar ini pertama kali digunakan oleh Sinode Romawi pada tahun

495 untuk menyebut Sri Paus Gelasius I, seorang penganjur supremasi kepausan di antara

para patriark. Menurut sumber-sumber yang ada, Marselinus (wafat 304) adalah Uskup

Roma pertama yang menggunakan gelar Paus. Pada abad ke-11, setelah Skisma

Timur-Barat, Gregorius VII menyatakan istilah "Paus" dikhususkan bagi Uskup Roma. Yang

menjabat sebagai Paus saat ini (yang ke-266) adalah Paus Fransiskus31

31

Pasaribu, Anton. 2004. Tahta Suci Paus Edisi ke-2. Bekasi: Penerbit Krista Mitra Pustaka. Hal 264.

, yang terpilih dalam

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perubahan bentuk dari sistem perbankan syariah di Republik Islam Iran, pertumbuhan dan perkembangannya, serta menganalisis

Penulis menyebut kepemimpinan di dalam islam adalah kepemimpinan dakwah dimana setiap individu berkewajiban mengajak (dakwah) mempengaruhi orang lain untuk berada pada

Iran dalam kepemimpinan Ahmadinejad dan Hassan Rouhani mengeluarkan kebijakan yang sama terkait respon terhadap NPT yaitu dengan melakukan diplomasi nuklir dimana

“Kaum awam, yang memiliki peran aktif dalam seluruh kehidupan Gereja, hendaknya tidak hanya mengilhami dunia dengan semangat Kristiani; mereka juga dipanggil untuk menjadi

Di abad ke-21 ini, hampir seluruh warga di dunia mengaku menjadi penganut paham demokrasi.Demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke negara

20 Hal ini dilakukan negara Iran untuk menghindari resiko yang dapat ditimbulkan apabila teralu banyak warga negara yang berada di Teheran pada hari pelaksanaan

Pemimpin di sini bermaksud untuk mengembangkan rasa tanggung jawab bawahan dalam mencapai tujuan kelompok, organisasi atau lembaga, dengan menggunakan cara

Gereja Katolik secara khusus memberi perhatian mengenai perjanjian internasional ini dalam Kitab Hukum Kanonik kanon 3. Di sana diuraikan secara gamblang mengenai prosedur pelaksanaan perjanjian antara Vatikan dengan negara lain. Perlu diingat juga bahwa perjanjian yang dibuat oleh Vatikan dengan negara-negara lain bukanlah perjanjian politis melainkan perjanjian pastoral. Hal tersebut tentu menjadi indikasi tidak adanya kepentingan politis, tetapi lebih sebagai upaya untuk menjamin keberadaan dan hak umat Katolik yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Lalu bagaimana kanon 3 ini menunjukkan perannya dalam kehidupan Gereja Katolik di tengah dunia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan membahasnya dalam paper