Daftar Pustaka
Abdul Aziz A Schedina. 1991. Kepemimpinan dalam Islam Perspektif Syi’ah. Bandung :
Mizan
Afandi, Muchtar. 1977. Ilmu-Ilmu Kenegaraan (Suatu Studi Perbandingan). Bandung.
Lembaga Penelitian FISIP UNPAD
Arif Maulana, Noor. 2003. Revolusi Islam Iran dan Realisasi Vilayat-I Faqih
Astawa, I Gde Pantja & Suprin Na’a. 2009. Memahami ilmu negara & teori negara
Bandung: PT. Refika Aditama
Bagong Suyanto dan sakinah. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : kencana.
Brownlie, Ian. 1990. Principles of Public International Law
Goerge Lenezowski. 1993. Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (Bandung: Sinar Baru).
Hamid, Zulkifly. 2000. Introduction To Political Science. “Pengantar Ke Perbandingan
Politik”. PT RajaGrafindo Persada.Jakarta.
Husaini Usman dan Purnomo. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara.
Indonesia.
Ira, M. Lapidus. 1988. A History of Islamic Societies (Cambiridge: Cambridge University
Press,).
John L. Esposito. 1996. Islam and Democracy (New York: Oxford University Press,).
Lihat Riza Sihbudi. 1989. Dinamika Revolusi Iran: Dari Jatuhnya Syah Hingga Wafatnya
Losco, Joseph & Williams. Leonard. 2005. Political Theory,Kajian Klasik dan Kontemporer.
Jakarta : Raja Gravindo Persada.
MacArthur, John. 2011. Kitab Kepemimpinan ix. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Marthaler, Berard . 1993. "The Creed". Twenty-Third Publications.
Mohtar Masoed. 2001. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press
Nazir, Mohammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Pasaribu, Anton. 2004. Tahta Suci Paus Edisi ke-2. Bekasi: Penerbit Krista Mitra Pustaka.
Rahmat, jalaluddin. 2002. Antara Al-Farabi dan Khomaini. Bandung:Mizan
Rapar, j.h. 2001. Filsafat poloitik. Jakarta : PT. raja grafindo.
Suhelmi, Ahmad., 1999. Pemikiran Politik Barat. Darul Falah:Jakarta.
Syarbaini, Syahrial dkk. 2011. Pengetahuan Dasar Ilmu Politik. Bogor:Ghalia
T. Hunter, Shireen. 1992. Iran After Khomeini (Washington DC: CSIS)
Thabathaba’i, alamah M.H. 1993. islam Syiah. Grafiti : jakarta.
Yamani. 2002. Antara Al-Farabi dan Khomeini. Bandung : Mizan.
Karya Ilmiyah:
Hambali humaidhi. 2013. “syia’h dan konsep wilayatul faqih”. Tesis. Jakarta. Jurusan politik
dan hubungan international. Universitas Indonesia.
Khaiirul, Imam. 2008. “Pemikiran Imam Khomeini Tentang Ayat Wilayat al-Faqih”. Skripsi.
Internet:
Kuliah oleh Uskup Agung Giovanni Lajolo, 16 Februari 2006. 30giorni.it.
Paulus VI, Paus 1964. "Lumen Gentium bab 3, bagian 22". Vatikan.
Konsili Vatikan, Kedua. 1964. "Lumen Gentium paragraf 14". Vatikan.
Concise Oxford English Dictionary" (online version). 2005. Oxford University Press.
kotavatikan.tumblr.com
BAB III
Perbandingan Konsep Kepemimpinan Kedua Negara
3.1 Makna Kepemimpinan
Dalam konsep Syi‟ah, kepemimpinan manusia bersumber pada kepemimpinan
ilahiah. Allah memilih manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Untuk keselamatan manusia,
dipilihNya manusia yang sudah mencapai kesempurnaan dalam sifat dan perkembangan
kepribadiannya. Manusia-manusia ini adalah para nabi yang menjadi imam dalam urusan
oleh para imam (awsyiya). Para awsyiya dilanjutkan oleh para faqih. Kepemimpinan
manusia, dengan demikian, merupakan keberadaan kepemimpinan Allah atas manusia.61
Oleh sebab itu pendirian institusi imamah dalam perspektif Syi‟ah pada hakikatnya
untuk menyelamatkan manusia dari kejahatan dan kemaksiatan. Untuk itulah Allah
mengangkat seorang imam yang dipercaya. Kepercayaan itu adalah luthf Allah kepada
hambaNya dan ia diyakini sebagai pelanjut misi kenabian sehingga imam harus selalu ada.
Keberadaan imam merupakan hal mutlak, sehingga ketiadaan sementara harus digantikan
oleh seorang faqih sampai kedatangan Imam al-Mahdi yang biasa dikenal dengan Maraji’ al
-Taqlid dan Wilayah al-Faqih yang merupakan implikasi imamah dalam kehidupan sosial
politik dan keagamaan. Dalam perspektif Syi‟ah peran imam dan ulama nampak dalam
konsep ”Marja’ al -Taqlid dan Wilayah al-Faqih”. Wilayah al-Faqih adalah pemerintahan
para fuqaha, yaitu suatu bentuk negara Islam di mana kekuasaan sepenuhnya berada di tangan
para fuqaha (mullah). Fuqaha (mullah) yaitu mereka yang memiliki pemahaman ajaran dan
peraturan Islam serta memiliki keutamaan dalam iman dan akhlak. Sedangkan Marja’
al-Taqlid berarti orang atau kelompok orang yang memiliki otoritas yuridis dalam umat Syi‟ah
, sangat alim, yang fatwa-fatwanya mengenai syari‟ah diikuti oleh mereka yang meyakininya
dan praktik- praktik keagamaan yang dilakukannya selalu didasarkan pada fatwa-fatwa
mereka. Kedua konsep tersebut menunjukkan betapa tradisi Syi‟h dalam masalah hukum
sangat menggantungkan pada otoritas ulama. Ada ketaatan yang luar biasa di kalangan
komunitas Syiah terhadap ulama sebagai pengganti imam yang menghilang sejak Imam ke
duabelas.
62
Vaikan juga melihat bagaimana seorang dalam hal memimpin. Setiap orang
mempunyai jiwa kepemimpinan, tetapi masing-masing orang mempunyai sikap yang berbeda
61 Jalaludin Rakhmat. 2002.
Pemikiran Politik Islam, dari Nabi Saw. via Al-Farabi hingga Ayatullah Khomeini. Pengantar dalam Antara al-Farabi dan Khomeini. Filsafat Politik Islam. Bandung: Mizan. Hal. 19
62
dalam gaya kepemimpinan. Ketika menghadapi masalah, memimpin bawahan, dan
mengerjakan tugas biasanya gaya kepemimpinan tersebut dapat terlihat dan teruji. Sama
halnya dalam Alkitab dapat ditemukan gaya kepemimpinan yang berbeda dari
masing-masing tokoh yang ada. Salah satu tokoh Alkitab yang akan menjadi sorotan dan dipelajari
dalam tulisan ini adalah Rasul Paulus, dari Paulus dapat dilihat wawasan kepemimpinan yang
cukup banyak. Wawasan kepemimpinan tersebut dapat dinikmati dan telusuri dalam
tulisannya di Perjanjian Baru yang sebagian besar merupakan karyanya. Paulus adalah salah
satu pemimpin terbesar dalam jemaat mula-mula yang berhasil mengembangkan
kepemimpinan jemaat purba. Model kepemimpinan Paulus dapat dilihat bukan hanya dalam
tulisannya namun dapat dilihat juga dalam kitab Kisah Para Rasul, pola pengembangan
kepemimpinannya terlihat dengan nyata dalam hubungannya dengan para muridnya seperti
Silwanus, Timotius, Titus dan jemaat lainnya.63
3.2 Konsep Kekuasaan Kepemimpinan
Wilayah al-Faqih adalah anugerah dari Allah SWT bagi kaum Muslimin” (Ayatullah
Ruhullah Khomaeni). Orang Syiah berkeyakinan bahwa Imamah adalah sebuah rukun iman
yang harus di yakini, seperti halnya iman kepada Allah, iman kepada para Rasul. Kewajiban
imamah ini di nash oleh Allah SWT atas Sayyida Ali- karamallah wajha- dan di sampaikan
oleh nabi Muhammad SAW pada hari setelah kepulangannya dari hajiwada‟ yang kemudian
di sebut dengan yaum Ghadir. Dan hadist yang disampaikan Rasulullah di sebut Hadist
al-ghadir, dan kaum Syiah merayakan hari ini setiap tahun yang jatuh pada tanggal 18
Dzulhijjah, atas dasar inilah kaum Syiah meyakini bahwa Rasulullah telah mewasiatkan
bahwa pengganti beliau sebagai penerus Imamah adalah anak dari pamannya yaitu Sayyidina
63
Ali, kedudukan imam menurut mereka sama dengan kedudukan Nabi Muhammad SAW, dan
oleh karena itu, kedudukan seorang imam lebih tinggi ketimbang para nabi yang lainnya,
bahkan mereka juga ma‟shum (terlepas dari kesalahan-kesalahan) sebuah doktrin yang agak
ganjal bagi kita yang bukan golongan syiah, tetapi begitu doktrin imamah begitu melekat di
tubuh teologi syiah, bahkan seorang belum bisa di kategorikan seorang syiah hanya dengan
mencintai ahlu al- bait (keturunan-keturunan Nabi) tetapi ia juga harus meyakini bahwa
Sayyidina Ali adalah seorang imam.
Seorang imam menurut Syiah adalah seseorang yang ditunjuk oleh Allah dan
Rasul-Nya untuk mengatur urusan mereka baik perkara yang menyangkut kepentingan dunia
bahkan urusan-urusan yang bersifat akhirat. Silsilah Imam menurut Syiah Istna Asyariah
adalah dari Sayyidina Ali sampai pada Imam yang ke 12 yaitu Imam Mahdi al-Muntazhar,
dan sebagian dari kaum Syiah Ista Asyariah meyakini bahwa Imam yang ke 12 Muhammad
bin Hasan secara terang-terangan mengakui keimanannya setelah kelahirannya dan sujud
kearah kiblat. Dan Mahdi al-Muntazhar memiliki dua tahapan Gaib . pertama : Gaib Sughra,
yaitu dimulai dari sembunyinya sang Imam di sebuah gua sampai pada tahun 329 H
bertepatan pada tahun 940/941 M, dan estafet kepemimpinan di teruskan oleh 4 imam
pengganti beliau yaitu : Umar Ustman bin Said Umar, Abu Ja‟far Muhammad bin Ustman
bin Said, Abu al-Qasim Husain bin Ruh, dan yang terakhir adalah Abu Hasan Ali bin
Muhammad as-Samary. Sedangkan yang kedua yaitu Ghaib kubra yaitu dimulai dari
mangkatnya seorang Imam yang terakhir Abu Hasan Ali bin Muhammad as-Samary pata
tahun 329 H bertepatan dengan tahun 940/941 Masehi. Syiah beranggapan bahwa pentingnya
sebuah komunitas masyarakat di pimpin oleh seorang Imam karena keberlangsungan hidup
didunia tergantung seorang pemimpin (Imam) dan kontuinitas Risalah Tuhan tergantung
pula oleh seorang Imam, karena dialah yang ma‟shum diantara para manusia oleh sebab itu
sesuatu hal yang membuat kita dekat dengan kebaikan dan sebaliknya kita jauh dari segala
keburukan. Berangkat dari persepsi bahwa Wilayah Ali di berikan dari Rasulullah SAW
melalui hadisnya, dan hal itu pula menurut kaum Syiah bahwa hal itulah yang menyebabkan
turun surah al-Maidah ayat 3:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”
Wilayatul Faqih selanjutnya adalah sebuah konsep yang di usung orang-orang syiah
untuk meneruskan estafet perjalanan Imamah setelah ke-Ghaib-an seorang Imam. Dan
bagaimana sebuah konsep Wilayah al-Faqih bisa terwujud dibawah naungan Wilayah seorang
Imam, dan bagaimana konsep Wilayah yang bersifat Tasyri ‟bisa jatuh at au turun kepada
seorang Imam yang menurut pandangan kaum Syiah mereka adalah orang-orang pilihan yang
Ma‟shum. Mungkin elaborasi di bawah perlu untuk di perhatikan. Tentang apa itu Wilayah,
dan siapa yang berhak memiliki wewenang kekuasaan untuk mengatur manusia dalam hal
Agama.64
Setelah Rasulullah wafat, dalam kehidupan umat islam selalu ada dan akan terus ada
seorang imam, yakni seorang pemimpin yang dipilih oleh tuhan. Banyak hadis nabi telah
diriwayatkan oleh kalangan syiah yang menyangkut penjelasan tentang imam-imam, jumlah
mereka, kenyataan bahwa mereka semua berasal dari suku quraisy dan ahlulbait, dan
kenyataan bahwa mahdi yang dijanjikan adalah satu dari yang terakhir diantara mereka. Juga
terdapat kata-kata nabi yang jelas mengenai keimaman ali dan keadaannya sebagai imam I
sebagaimana juga jelasnya ucapan-ucapan nabi dan ali mengenai keimaman imam II. Dengan
cara yang sama para imam terdahulu meninggalkan keterangan-keterangan yang jelas
mengenai imam-imam yang datang setelah mereka. Menurut ucapan-ucapan yang termuat
64
dalam sumber-sumber syiah imam dua belas ini, jumlah imam adalah dua belas dan
nama-nama mereka yang mulia adalah sebagai berkut:
1. Ali bin Abi Thalib
2. Hasan ibn Ali
3. Husain ibn Ali
4. Ali ibn Husain
5. Muhammad ibn Ali
6. Ja’far ibn Muhammad
7. Musa ibn Ja’far
8. Ali ibn Musa
9. Muhammad ibn Ali
10.Ali ibn Muhammad
11.Hasan ibn Ali
12.Mahdi ibn Hasan65
3.2.1 Sekilas Makna Wilayah
Sebelum kita beranjak lebih jauh tentang wilayah, kita harus mengetahui makna
wilayah, para pakar fiqh lughah mengatakan bahwa wilayah adalah pertolongan, dan
kekuasaan atau adanya sesuatu otoritas pihak pertama pada pihak kedua. Maka dalam praktek
wilayah diharuskan adanya sebuah kerelaan (tanpa paksaan) dan kedekatan agar terjadi
tasarruf diantara dua pihak, maka kata wilayah mengandung pengertian pertolongan,
kecintaan dan kedekatan. Oleh karena itu suatu tindakan pemaksaan tidak termasuk dalam
kategori wilayah, karena tidak menunjukkan adanya kedekatan dan kecintaan, kata wilayah
sama sekali tidak mengandung pengertian sebuah praktek hegemoni, akan tetapi adanya
65
sebuah sistem kebebasan, dalam artian tidak ada paksaan dalam wilayah . Kita bisa
simpulkan bahwa wilayah ialah terjadinya sesuatu diantara dua pihak tanpa adanya sebuah
paksaan melainkan karena kedekatan, dan kecintaan.
3.2.2 Ketetapan Wilayah
Allah SWT telah menciptakan segala hal untuk kita manfaatkan, aset-aset yang
berharga yang berada di dunia semua di ciptakan untuk kita manusia sebagai khalifah di
muka bumi ini, dan oleh karena itu pula di tangan Allah segala peraturan, ketetapan dibuat,
Allah membimbing kita, mendidik kita menentukan jalan kita sebagai hambanya, dan
tentunya sesuai kemaslahatan, baik dunia maupun akherat, dengan kata lain Allah
mempunyai hak kekuasaan (wilayah) untuk kita. Allah tidak akan membuat sesuatu konsep
hukum kecuali mempunyai kemaslahatan bagi hambanya, tapi sesungguhnya manusia itu
lemah mempunyai keterbatasan akal untuk mengetahui keseluruhan maslahat dibalik hukum
Tuhan tersebut . Allah berhak untuk memerintahkan hambanya apa-apa yang baik bagi
manusia dan berarti Allah juga berhak untuk melarang hambanya untuk melakukan sesuatu
yang mengandung bahaya dan kerusakan. Dan manusia sebagai seorang hamba harus tunduk
kepada hukum syariat yang telah ditetapkan oleh Tuhan dengan menerimanya dan
menjalankannya dalam lini kehidupannya. Hukum Tuhan bisa sampai kepada kita dengan
perantaraan seorang utusan, Rasul atau Nabi-Nya melaui wahyu, maka wajib juga bagi
manusia untuk taat dan patuh terhadap apa-apa yang di sabdakan para utusan Tuhan tersebut ,
akan tetapi ketaatan disini hanya sebagai sebuah petunjuk, Rasul tidak mempunyai kekuasaan
begitu juga seorang Faqih ia hanya sebagai penjelas, penyampai hukum-hukum Tuhan
kepada manusia.66
Akal manusia bisa menentukan dan memutuskan hal-hal yang menurutnya baik untuk
dilakukan oleh orang lain, oleh sebab itu akal manusia juga mewajibkan untuk mentaati orang
yang telah membimbing kita dan menunjukkan jalan yang lurus walaupun ia adalah manusia
biasa seperti kita. Dan oleh karena itu, kita juga wajib mentaati kedua orang tua kita yang
telah merawat kita dan mengasuh kita serta membimbing kita dalam menjalani hidup ini,
bahkan hukum Tuhan pun menyuruh kita untuk itu. Dan dari paparan diatas bisa di ambil
benang merah bahwa pada dasarnya, seorang manusia adalah bebas, tidak ada paksaan
baginya untuk melakukan apapun yang ia inginkan. Kekuasaan hanya milik Allah, hanya
Allah yang mempunyai wewenang hak prerogatif untuk mengatur ciptaannya, yaitu manusia.
Akan tetapi tidak mungkin hal itu bisa terjadi tanpa adanya seorang perantara yang
menghubungkan antara manusia dengan Tuhan, maka di utuslah seorang Rasul atau Nabi
untuk menjelaskan hukum, ketetapan – ketetapan dari Tuhan. Dan berarti kita juga wajib
mentaati para utusan tersebut karena ialah yang mengetahui hukum Tuhan tersebut Setelah
jelas bahwa adanya Wilayah – kekuasaan- pada Allah SWT sebagai pencipta, baik wilayah
berupa takwin ataupun tasyri‟. Dan wilayah Allah yang berupa tasyri‟ itu bisa turun kepada
para Rasul dan Nabi dan juga kepada para Imam Ma‟shum menurut kaum syiah,
sebagaimana di jelaskan dalam al-Qur‟andan Hadist. Oleh sebab itu ketaatan kepada para
imam tersebut merupakan suatu kewajiban, kewajiban ini bukanlah sesuatu yang bersifat
mutlak, akan tetapi bersifat Irsyadiah dengan kata lain karena para Rasul telah membimbing
kita, mengajarkan hukum-hukum sakral Tuhan, maka kita harus taat kepada mereka. Bukan
sebuah ketaatan yang menyaingi ketaatan kita pada Tuhan. Ada beberapa ayat al-Qur‟an
yang secara jelas menyatakan adanya Wilayah bagi para Rasul dan Nabi, dan juga bagi para
66
Imam menurut kaum Syiah. Untuk mengukuhkan argumentasi mereka tentang adanya
otoritas seorang Imam untuk mengatur manusia. Pertama : Surah al-Baqarah ayat 124 tentang
adanya Wilayah bagi Nabi Ibrahim Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan
beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata:
"(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai
orang-orang yang lalim (QS: al-Baqarah 124) Menurut kaum Syiah ayat ini menjelaskan
bahwa Allah SWT, menjadikan Ibrahim sebagai hamba sebelum ia dijadikan seorang Nabi,
dan dijadikan seorang Nabi sebelum dijadikan seorang Rasul, dan dijadikannya Ibrahim
seorang Rasul sebeklum dijadikan al-Khalil (kekasih), dan dijadikan ak-khalil sebelum
dijadikan seorang Imam. Dan dari sini pula Allah mengungkapkan sesengguhnya Imamah itu
dengan nash. Ayat kedua : Surah as-Shad ayat 26 “Hai Daud, sesungguhnya Kami
menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di
antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah
akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”. Maksud dari
ayat ini adalah bahwa Allah telah memilih Nabi daud menjadi memimpin untuk memimpin
kaumnya, untuk mengatur manusia sesuai dengan syariat, dan sebagai seorang Imam ia harus
berlaku adil, karena Allah telah berjanji barang siapa yang tersesat dari jalannya maka
ingatlah azab pada hari akhir Ayat ketiga : Surah al-Ahzab ayat 6 “Nabi itu (hendaknya)
lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah
ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak
(waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang
Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama”).
Syiah Istna asyariah berkesimpulan bahwa adanya sebuah hak otoritas pada diri Nabi untuk
mengatur manusia, pada ayat terakhir Allah SWT menyatakan bahwa Nabi Muhammad aula
bilmukminin dalam artian bahwa jikalau seorang mukmin melihat adanya sesuatu kecintaan
dan kewibawaan maka Nabi lebih berhak untuk mendapatkan hal itu, dan seorang mukmin
harus mendahulukan kepentingan Nabi daripada kepentingan pribadi, semisal Nabi diliputi
bahaya maka seorang mukmin harus menghilangkan bahaya yang dihadapi sang Nabi, itu
adalah sebuah bentuk ketaatan dan kecintaan seorabng terhadap Nabinya.67
Syeikh Ali as-Shobuni ketika menafsiri ayat ini menyatakan bahwa Nabi lebih berhak
untuk dicintai dan perintahnya harus kitalaksanakan dan menta‟ati Nabi adalah sebuah
kewajiban pendapat senada jugadiungkapkan oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya, dengan kata
lain Nabi memiliki sebuah otoritas untuk mengatur manusia dalam urusan jiwa dan harta,
maka otoritas kekuasaan Nabi (wilayah) lebih kuat, seperti seorang bapak yang juga memiliki
wilayah terhadap anak kecilnya untuk mengatur sang anak, begitu juga Nabi karena dia
mengetahui kemaslahatan umatnya. Dan adapun dalam masalah yang bersifat individual
seperti masalah seorang menthalak isterinya, mengawinkan anaknya maka itu bukan dari
pembahasan konteks ayat tersebut, artinya seorang mukmin lebih berhak dalam urusan
pribadinya . Sedangkan yang dijadikan landasan bagi kaum syiah untuk mengatakan bahwa
setelah Nabi memiliki otoritas kekuasaan (wilayah) lalu Nabi mempercayakan Ali sebagai
pemimpin setelah Nabi menurut kaum Syiah yang terdapat dalam Hadist al-Ghadir , hadist
inilah yang dijadikan pijakan bagi kaum syiah bahwa estafet kepemimpinan setelah Rasul
yang berhak memimpin adalah sayyidina Ali, bahwa Rasul telah memilih sendiri Ali sebagai
penggantinya. Dan kaum Syiah juga mengatakan bahwa Ulama juga mempunyai otoritas
67
kekuasaan karena dia adalah pewaris para Nabi, berarti dia juga memiliki apa-apa yang
dimiliki Nabi Muhammad sebagai orang yang mewarisi.68
3.2.3 Beberapa Tingkatan Wilayah
A.
Wilayah Shugra
Wilayah atau kekuasan disini tidak mutlak dalam artian seorang imam tidak memiliki
otoritas penuh untuk mengatur umatnya dalam segala urusan. Seperti Wilayah yang di miliki
Syeih Muhammad Husain al-Isfahani, Syeih al-Anshary dan Said Khui ‟Otoritas Wilayah
yang dimiliki Imam pada tingkatan ini hanya sebatas Fatwa dan Qadha pada urusan yang
berhubungan dengan harta (materi), jikalau ada suatu keadaan yang mendorong seorang
Imam untuk mengeluarkan atau menggunakan otoritasnya sebagai seorang Imam, seperti
adanya kasus pencurian, maka ia hanya berhak untuk mengurusi bagaimana barang yang di
curi itu bisa kembali, ia tidak mempunyai otoritas hukum untuk mengadili pencuri tersebut,
dengan memotong tangan misalnya, atau dengan memenjarakannya, dan lain sebagainya, ia
hanya mempunyai otoritas untuk mengurusi harta yang di curi saja”. Oleh karena itu tidak
ada hak bagi seorang faqih kecuali qadha‟ dan memberikan fatwa, atau ia juga tidak
mempunyai otoritas untuk mengambil hak-hak orang kafir, atau sebaliknya memberikan
kemaslahatan bagi orang-orang kafir. Maka para ulama berpendapat tidak adanya dalil yang
qat‟i kecuali pada masalah qadha‟, maka tidak bisa menjadikan seorang faqih pada saat ke
-ghaib-an sangimam memberikan wilayah secara mutlak kecuali memberikan fatwa dan qadha
pada urusan harta saja.
B.
Wilayah Mutlaq
68
Wlayah disini adalah wilayah secara keseluruhan seorang Faqih mempunyai otoritas
penuh, apabila ia melihat adanya kemaslahatan dalam hal apapun baik pengurusan harta,
jiwa manusia dan masalah dalam daerah orang-orang Islam maka itu menjadi otoritasnya.
Tetapi dalam permasalahan ini hanya Syeikh an-Nuraqi saja yang berani mengemban
wilayah ini. Dan dia menggunakan beberapa argumen untuk melandasi dasar pemikirannya
tentang wilayah mutlak ini pertama hadist Nabi SAW yang menyatakan bahwa Ulama
adalah pewaris para Nabi. Dari hadist ini dia mengambil kesimpulan bahwa segala yang
dimiliki Nabi baik otoritas untuk mengatur manusia dalam hal syariat, politik, sosial dan
segalanya berarti otoritas itu juga di miliki oleh para ulama sebagai para pewaris Nabi,
orang yang diwarisi berhak mendapatkan segala hal yang dimiliki pewaris, karena mereka
adalah pengganti Nabi. Hadist yang juga dipakai untuk menguatkan pendapatnya hadist
Nabi yang berbunyi “ sesungguhnya segala sesuatu berjalan diatas tangan para ulama”.
Akan tetapi argumentasi mereka memiliki beberapa kelemahan dalam menetapkan konsep
adanya wilayah mutlak bagi sang Imam apalagi jika otoritas wilayah ini bisa sampai
ketangan seorang Faqih pertama bahwa hadist yang di kemukakan Syekh an-Nuraqy
posisinya adalah doif sanad; Yang kedua bahwa Riwayat atau hadist yang di jadikan
landasan oleh syeik an- Nuraqy banyak terdapat pada bab yang menerangkan tentang
keutamaan ilmu (fadhilah al-ilmi); Yang ketiga sesungguhnya Nabi yang di dalam hadist
tersebut posisinya sebagai pewaris bukan berarti Nabi mewariskan segala hal, apalagi
otoritas untuk mengatur manusia dalam urusan agama, akan tetapi yang diwarisi Nabi yang
sesuai dalam konteks riwayat ini adalah menyampaikan ajaran agama menyebarkan
petuah-petuah agung Nabi, dan menjelaskannya kepada manusia guna menyinari problem
masyarakat dimana seorang ulama itu berada. Bukan berarti seluruh otoritas Nabi jatuh
ketangan seorang Imam yang Ma‟shum (menurut kaum Syiah); Keempat bahwa adanya
dinisbatkan pada seorang Imam bahkan seorang Faqih seperti Nabi Nuh, Isa, Ibrahim dan
Nabi Musa dengan strata wilayah yang berbeda-beda. Dan jikalau dikatakan bahwa ulama
adalah pewaris para Nabi, bagaimana lafadh ulama yang bersifat mutlak (umum)
mentakwilkannya pada fuqaha saja, pada zaman ghaibah dan juga tidak adanya indikasi
yang mengarah kearah penafsiran tersebut Kesimpulan dari paparan diatas bahwa hadist
yang digunakan an-Nuraqy dalam membungkus konsep wilayah secara mutlak bagi seorang
Imam dan Faqih itu rapuh dengan alasan yang telah dikemukakan diatas.
C.
Wilayah Wustho
Para Fuqaha syiah mengatakan bahwa masalah wilayah al-faqih adalah wilayah
wustho itu sendiri bahkan permasalan wilayah wustho sudah menjadi suatu kesepakatan dan
menjadi sebuah keniscayaan dalam mazhab Syiah dalam kurun waktu yang lama. Yang di
maksud dengan wilayah disini menjadikan seorang faqih memiliki otoritas untuk mengurusi
urusan umat sebagai pengganti dari Imam Ma‟shum pada saat gh aibah untuk menegakkan
hukum Islam Kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah menurunkan Rasulnya di muka
bumi ini, untuk menyinari manusia membawanya dari jalan kegelapan menuju jalan yang
diridhoi Allah, mungkin permasalahan yang dihadapi manusia pada zaman Rasul, tidak
sekompleks yang dihadapi manusia saat ini, seiring waktu berjalan manusia dihadapkan
pada permasalahan yang begitu dahsyat, maka seorang pemimpin yang mengatur manusia
haruslah orang-orang pilihan, dan tujuan adanya pemimpin adalah adanya kontuinitas
kehidupan manusia dibawah naungan syariat Islam yang agung maka sorang waliyul
muslim harus memiliki persyaratan, maka seorang wali harus memiliki sifat sebagai
berikut. Pertama seorang wali harus mengetahui undang-undang Islam dan mengetahui Fiqh
Islam, bagaimana ia bisa menjawab problematika manusia kalau ia tidak mengetahui Syariat
adalah seorang wali harus memiliki sifat takwa dan wara‟ yang bisa dilihat dari
kepribadiaanya yang mempunyai semangat untuk menegakkan syariat dan hukum-hukum
Allah dan berpegang teguh atas peraturan dan hukum Islam, maka seorang faqih seperti
yang dikemukakan Khomaini telah memenuhi persyaratan itu, ia bertindak sesuai apa yang
dilakukan Rasul, tidak kurang dan juga tidak lebih, ia harus berlaku amanah terhadap harta
umatnya; Ketiga wali muslim memiliki intelektual yang mumpuni untuk mengatur dan
mengurusi umat, karena ia harus menegakkan masalah manusia; Keempat seorang wali juga
harus peka terhadap perkembangan zaman dan problematika yang melingkupinya baik dari
segi sosial, ekonomi dan perkembangan di dunia luar, karena hal itu bisa membantu untuk
memberikan sebuah keputusan yang bijak, yang berlandaskan atas kemaslahatan manusia.
Dan juga mengetahui kebudayaan dan perkembangan pemikiran dan juga permasalahan
fiqh kontemporer, seperti masalah Bank, ekonomi Islam, karena pada saat ini manusia
dihadapkan pada permasalahan yang harus di jawab dalam perspektif Fiqh Islam.69
3.2.4 Waliyatul faqih dalam konstitusi Republik Islam Iran
Untuk memahami bagaimana otoritas faqih atau dalam konsep kepemimpinan
faqih sebagaimana gagasan yang dikembangkan Ayatullah Ruhullah Khomeini, yang
diterapkan di Iran, perlulah kita menganalisis lebih jauh struktur pemerintah Republik
Islam Iran sebagaimana terkandung dalam konstitusi (UUD) Iran. Dalam kenyataannya
bisa dikatakan konstitusi Iran tersebut diyakini sebagai bermuatan pemikiran Imam
Khomeini, dengan dasar pertimbangan. Pertama, selain Ayatullah Khemeini sendiri,
seluruh ahli yang terlibat dalam penyusunana UUD –apakah ia anggota Dewan Revolusi,
69
Majles Konstituante, atupun anggota Dewan Permusyawaratan (Majles Syura-iIslami)
yang didominasi oleh partai Republik Islam Iran (pada waktu itu), dan lain-lain sebagian
besarnya, kalau tidak malah semuanya, adalah murid-murid pengikut setia Khomeini.
Kedua, untuk sebagian besarnya UUD Iran tentu sejalan dengan kenyataan Khomeini
sebagai pemimpin tertinggi politik dan spiritual.
Belakangan diputuskan untuk menggantikan Majlis konstituante yang besar itu
dengan Dewan Ahli (Majles –I Khubregan). Para anggota terpilih dewan ini yang sedikit atau
banyak tetap saja memiliki pandangan yang sejalan dengan Khomeini- melakukan
penelaahan seksama serta revisi ekstensif atas draft konstitusi. Hampir tidak ada satu pasal
pun yang disahkan tanpa melalui pembahasan mendalam, baik mengenai substansi, maupun
redaksinya. Teks yang mendapat persetujuan akhir dari Dewan Ahli, ketika pekerjaan selesai
pada November 1979, sangat berbeda dengan draftnya, baik alam segi jumlah pasal, struktur
maupun isinya. Menurut Hamid Algar, “perbedaan tunggal yang sangat penting adalah
masuknya kedalam konstitusi itu konsep utama wilayah al-faqih (pemerintahan faqih)”.
Doktrin ini seperti yang diuraikan panjang lebar oleh Imam Khomeini pada
kuliah-kuliahnya yang termasyur di Najaf pada 1969:
“Sesuai dengan prinsip-prinsip kepemimpinan (wilayah al-amr) dan kebutuhan abadi
akan kepemimpinan (Imamah), konstitusi memperlengkapi kekuasaan kepemimpinan
dengan seorang faqih yang memiliki kualifikasi penting (jami al-shara’it) dan dikenal
sebagai pemimpin oleh rakyat yang sesuai dengan hadis “pemimpin urusan (umum)
ada ditangan mereka yang percaya pada Allah dan dapat dipercaya dalam berbagai hal
mengenai yang diizinkan dan dilarang oleh-nya. Kepemimpinan demikian akan
mencegah berbagai penyimpangan dari kewajiban Islami mereka yang pokok oleh
Kutipan diatas adalah cuplikan bagian awal dari konstitusi Iran yang menempatkan
gagasan utama mengenai Wilayatul Faqih. Dalam hal ini menegaskan Iran dengan Sitem
politik Islam yang menempatkan faqih sebagai penerus kepemimpinan Imamah sebagaimana
dalam doktrin Syi’ah, telah terlegitimasi secara politik atas kedudukannya sebagai pemimpin
tertinggi umat.
Penekanan ini dikarenakan fungsi pemimpin sebagai pemegang kekuasaan, maka
kekuasaannya haruslah ditempatkan sebagai tertinggi dalam konteks bernegara, dan
berkenaan dengan fungsi sebagai pengarah aktifitas untuk tujuan tertentu. Kemudian
ditegaskan dalam pasal 5 UUD Republik Islam Iran yang berbunyi:
“Selama ketidakhadiran Imam ke Dua Belas, dalam Republik Islam Iran,
kepemimpinan urusan-urusan dan pimpinan umat merupakan tanggung jawab seorang
faqih (ahli hukum Islam) yang adil dan Taqwa, mengerti zaman, pemberani, giat, dan
berinisiatif yang dikenal dan diterima mayoritas umat sebagai Imam pemimpin
mereka”.
Yang dimaksudkan dalam pasal tersebut adalah Faqih dengan mengacu kepada fungsi
Imam sebagaimana dalam Syi’ah, yaitu wakil Imam Mahdi, yang memperoleh legitimasi
politik dan agama, dikarenkan wilayah (otoritas) yang dimilikinya. Yang digambarkan
tersebut adalah seorang Wali Faqih atau Rahbar sebagai pemimpin tertinggi Iran (Ali
Khamenei saat ini). Dan dijelaskan kemudian jika tidak ada seorang faqih yang memenuhi
keseluruhan persyaratan tersebut, konstitusi Iran mengatur:
“Apabila faqih seperti itu tidak dipunyai mayoritas sifat semacam itu, maka suatu
Dewan pimpinan yang terdiri dari para fuqaha memenuhi syarat-syarat tersebut diatas,
tersebut adalah Dewan Ahli yang bertugas memilih wali faqih, dimana mereka dipilih
langsung oleh rakyat.
Pasal 7 Republik Islam Iran kemudian lebih mempertegas, bahwa faqih yang akan
memenuhi tugas tersebut, ditunjuk Dewan Ahli, dimana mereka terdiri dari tiga atau lima
marja yang memilki persyaratan untuk membentuk Dewan Faqih. Wali Faqih tersebut antara
lain memiliki kekuasaan untuk mengangkat otoritas yudisial tertinggi dan panglima angkatan
bersenjata, kekuasaan untuk memobilisasi angkatan bersenjata, dan kekuasaan untuk
memecat presiden.
Pada pasal 1, mengenai bentuk Republik Islam, terlihat adalah upaya modifikasi
sebuah sistem politik Islam dengan yang sangat bernilai demokrasi, karena penekanan
Republik adalah kekuasaan rakyat. Sesungguhnya Republik Islam Iran (RII) memang
dirancang untuk menerapkan unsur-unsur asasi sebuah sistem demokratis. Yang terpenting
diantaranya RII menerapkan sistem pemilu untuk membentuk tak kurang dari tiga lembaga
tertingginya. Pertama, pemilu membentuk Dewan Ahli (majles –I Khubregan). Kedua, dalam
sistem RII pemilu juga dilaksanakan untuk memilih para anggota parlemen, yakni Dewan
Permusyawaratan Islam (Majles Syura –yi Islami) sebagai lembaga tertinggi negara yang
dipilih langsung oleh rakyat dalam suatu pemilu berdasarkan sistem distrik. (Bahkan,
meskipun RII menganut sistem presidensial, pemilihan menteri-menteri sebagai pembantu
presiden harus mendapatkan approval dari parlemen) Ketiga, pemilu untuk memilih presiden
secara langsung. Diluar itu, konstitusi RII juga mewajibkan pemungutan suara secara
langsung oleh rakyat -referendum- dalam penetapan perundang-undangan yang berkaitan
dengan masalah ekonomi, politik, dan sosial budaya yang amat penting.70
70
Seperti diketahui, dalam sistem Republik yang didalamnya parlemen beranggotakan
orang-orang yang dipilih oleh rakyat, lembaga ini adalah lembaga legislatif tertinggi negara
yang tidak bertanggung jawab terhadap siapapun kecuali rakyat. Dengan kata lain, lembaga
ini bebas membuat legislasi dan hanya terikat pada aspirasi rakyat sebagai pemegang
kedaulatan penuh. Sementara, menurut penafsiran para pemimpin revolusi Iran, sumber
legislasi adalah syaria. Legislasi extra-syariah, kalaupun diterima, harus merupakan turunan
atau pengembangan dari syariah, atau setidaknya tidak bertentangan dengan syariah tersebut.
Terdapat persoalan dalam hal ini, bagaimana agar legislasi extra-syariah ini tidak
bertentangan dengan syariah. Caranya adalah dengan memperkenalkan suatu konsep yang
disebut Dewan Ahli (The Council of Guardianship) yang di Iran disebut Shuraye Negahban.
Artinya perundang-undangan yang sudah disetujui oleh Parlemen baru menjadi sah hanya
dengan persetujuan Dewan Ahli ini -yakni enam orang faqih-dipilih oleh Wali Faqih.
Setengah anggota yang lain meliputi enam ahli dibidang hukum (non-keagamaam) yang
dipilih oleh parlemen. Penentuan apakah suatu perundang-undangan yang telah disahkan oleh
parlemen sesuai dengan peraturan Islam atau tidak, memerlukan suara mayoritas dari semua
anggota Dewan Ahli.
Presiden sendiri bertanggung jawab kepada rakyat karena dipilih oleh rakyat, melalui
parlemen yang juga dipilih oleh rakyat. Akan tetapi, menurut pemahaman Bapak Revolusi
Islam Iran, didalam sistem kepemimpinan Islam wewenang parlemen untuk meminta
pertanggungjawaban presiden bukan tidak terbatas. Pada akhirnya Parlemen harus
bertanggungjawab kepada Imam, atau Wali Faqih. (pasal IX, ayat 122 UUD Republik Islam
Iran), melalui Dewan Wali meng-approve atau tidak meng-approve calon presiden, ia
sekaligus berwenang untuk memecat presiden dalam hal presiden dianggap tidak capable,
setelah mendapatkan rekomendasi mahkamah Agung. Kekuasaan Wali Faqih seperti ini
presiden Iran pertama pasca revolusi Islam. Dalam gambaran proses diatas, Iran tampak
sekali mewakili bentuk pemikiran tertentu dalam Islam yang menganggap negara didalam
Islam sebagai ditujukan untuk mencapai sasaran-sasaran yang tak semata-mata bersifat
duniawi (materialistik) Meskipun demikian, dalam prakteknya hal itu tampaknya tidak
hendak dicapai lewat sesuatu yang dalam kosakata politik disebut sebagai ‘teokrasi’,
melainkan lewat suatu mekanisme semacam nomo-demokrasi gabungan antara sistem
berdasarkan nomokrasi atau kekuasaan berbasis kedaulatan hukum demokrasi) Atau sebut
saja ‘Teo-Demokrasi. Sebagaimana pemahaman Al Maududi tentang bentuk pemerintahan
Islam, sebuah sistem politik yang menggabungkan pemerintahan oleh hukum Tuhan atau
syariah dengan demokrasi yang mengandalkan partisipasi masyarakat atau orang banyak.
Kemudian menganalisa bagaimana sistem yang sepintas bertentangan tersebut lantas
dapat bertemu, yaitu sistem yang teokratis dengan demokratis, dimana Pemerintahan syariah
didasarkan atas kemutlakan wahyu, sementara demokrasi berdasar pada relatifitas manusia.
Dalam hal ini terdapat argumen bahwa Islam dengan tegas menolak teokrasi, jika sistem ini
dipahami sebagai kekuasaan oleh orang-orang atau suatu kelompok yang mengklaim sebagai
wakil atau suara Tuhan yang mutlak (absolute) yang bebas dari kesalahan dan yang sabdanya
berarti hukum yang tidak bisa ditawar dengan cara apapun. Pada puncaknya sistem teokrasi
Islam bukanlah berlandaskan pada seseorang, melainkan pada hukum. Penguasa meskipun ia
seorang ahli hukum (faqih) tertinggi, bukanlah wakil atau suara Tuhan. Ia dipilih berdasarkan
kualifikasi-kualifikasi tertentu yang sedikit-banyak bersifat relatif. Ia tidak lah bebas dari
kesalahan. Seorang faqih bisa saja salah, dan keputusannya bisa saja dipersalahkan meskipun
hanya oleh institusi lain yang diakui oleh konstitusi.71
Dalam konstitusi RII, secara eksplisit, Wali Faqih adalah setara dengan seluruh warga
Negara dimata hukum (pasal VIII, ayat 107) Lebih dari itu, Wali Faqih atau Dewan faqih
71
diangkat dan bisa diberhentikan oleh Dewan Ahli yang notabene-nya dipilih oleh rakyat (ayat
111). Yang kedua, bagi orang beriman, pendangan dikotomis seperti ini sulit diterima. Bagi
mereka, segala yang datang dari Tuhan adalah sesuai dengan fitrah (kecendrungan asasi)
manusia. Artinya, mesti tidak berbenturan dengan pemikiran manusia. Meninjau peristilahan
teologi, wahyu yang qath’I (valid) tidak mungkin bertentangan dengan hasil penalaran (akal)
yang valid pula. Dalam hal inilah teologi politik Syi’ah menekankan rasionalitasnya, hingga
teologi Syiah tergolong dalam teologi kritis yang menentang teologi taradisional. Bagi setiap
Muslim yang rasional, apa yang dikatakan sebagai sesuatu yang baik oleh Tuhan pasti baik
menurut akal; sedangkan yang dikatakan buruk oleh Tuhan pasti buruk pula menurut akal.
Karena itulah revolusi Islam Iran –salah satu motor penggeraknya, adalah teologi politik
Syi’ah yang menekankan rasionalitas dan daya nalar. Demikian pula sebaliknya, keberadaan
syariah yang bersifat keilahian dan pengakuan atas wewenang para fuqaha untuk
menerapkannya diperlukan mengingat pada kenyataannya -kehendak rakyat –meskipun
kesepakatan orang banyak dipujikan tidak bisa dijamin bebas dari kesalahan.72
3.2.5 konsep Kepemimpinan Tahta Suci
Tahta Suci (Bahasa Latin: Sancta Sedes) adalah yurisdiksi episkopal dari Paus Roma
(yang umumnya dikenal sebagai Sri Paus), tahta keuskupan nomor satu dalam Gereja
Katolik, dan merupakan pusat pemerintahan Gereja Katolik. Dengan demikian, dalam
diplomasi, dan dalam bidang-bidang lainnya Tahta Suci bertindak dan berbicara atas nama
seluruh Gereja Katolik. Tahta Suci juga diakui oleh subyek-subyek hukum internasional
72
lainnya sebagai sebuah entitas berdaulat, dikepalai oleh Sri Paus, yang dengannya dapat
dijalin hubungan-hubungan diplomatik.73
Meskipun kerap disebut "Vatikan", Tahta Suci tidaklah sama dengan Negara Kota
Vatikan, yang baru ada sejak 1929, sedangkan Tahta Suci sudah ada sejak masa-masa
permulaan Agama Kristen. Secara resmi para duta besar bukan ditunjuk bagi Negara Kota
Vatikan melainkan bagi "Tahta Suci", dan wakil-wakil kepausan untuk negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional disambut sebagai perwakilan dari Tahta Suci, bukan
sebagai perwakilan dari Negara Kota Vatikan. Kota Vatikan terletak di atas bukit Vatikan di
sebelah barat laut kota Roma, beberapa ratus meter dari Sungai Tiber. Perbatasannya dengan
Italia sepanjang (3,2 km) mengikuti tembok kota yang dahulu dibangun untuk melindungi
Paus dari serangan. Total wilayah adalah 0,44 km². Selain kota Vatikan, wilayah Paus juga
meliputi beberapa gereja penting, kantor-kantor dan Castel Gandolfo. Paus adalah Kepala
Negara sedangkan seorang gubernur mengurusi keperluan sehari-hari. Semua tahta
keuskupan itu "suci", namun istilah "Tahta Suci" (tanpa spesifikasi lebih lanjut) biasanya
digunakan dalam hubungan-hubungan internasional, sebagai sebuah metonim, (begitu juga
dalam hukum kanon Gereja Katolik)74
Situs web resmi Kantor Persemakmuran dan Luar Negeri Britania Raya menyebut
Vatikan sebagai "ibu kota" Tahta Suci, meskipun kantor ini membandingkan personalitas
hukum Tahta Suci dengan Mahkota dalam monarki-monarki Kristen dan menyatakan bahwa
Tahta Suci dan Vatikan sebagai dua identitas internasional. Kantor ini juga membedakan
antara para pegawai Tahta Suci (2.750 orang bekerja di dalam Kuria Romawi, dengan 333 untuk menyebut Tahta Keuskupan Roma sebagai
pusat pemerintahan Gereja Katolik.
73
Kedaulatan Tahta Suci telah diakui secara terbuka dalam banyak kesepakatan internasional dan secara khusus ditegaskan dalam butir ke-2 dari Perjanjian Lateran pada 11 Februari 1929, yang di dalamnya "Italia mengakui kedaulatan Tahta Suci dalam ruang lingkup internasional sebagai atribut yang tak terpisahkan dari hakikatnya, selaras dengan tradisinya, dan kebutuhan-kebutuhan akan misinya di dunia."
74
orang lainnya bekerja dalam misi diplomatik di luar negeri) dan 1.909 bekerja untuk
negara.75
Duta Besar Britania Raya untuk Tahta Suci menggunakan bahasa yang lebih tepat,
dengan mengatakan bahwa “Tahta Sucitidak sama dengan Vatikan. Vatikan adalah
pemerintah universal Gereja Katolik dan dijalankan dari Vatikan".76 Ungkapan ini tepat sama
dengan pernyataan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, dalam memberikan keterangan
mengenai Tahta Suci dan Vatikan: ia juga mengatakan bahwa Tahta Suci "dijalankan dari
Vatikan".77
3.2.6 Makna Tahta Suci
Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang
diwakili oleh Paus di Vatikan. Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan negara
sebagai subjek hukum internasional. Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik
di berbagai negara di dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat
negara-negara lain. Negara yang pertama mengakui Vatikan sebagai subjek hukum internasional
adalah Italia melalui Pakta Lateran yang ditandatangani pada 1929, yang secara historis Pakta
Lateran juga menjadi dasar berdirinya negara kota Vatikan (Vatican city state). Dasar lain
yang menjadikan Tahta Suci (Holy See) sebagai subjek hukum internasional adalah dengan
mengacu juga kepada Konvensi Montevideo 1933 yang mana Vatikan merupakan pihak dan
memenuhi ketentuan-ketentuan pada Konvensi tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut antara
lain:
1. Memiliki populasi permanen yang secara faktual penduduk tetap Vatikan
adalah 800 orang.
75
Kantor Persemakmuran dan Luar Negeri: Bepergian dan tinggal di luar negeri. Diakses pada tanggal 8 Juni 2015 pukul 20.00 wib.
76
Pidato Duta Besar tentang Hubungan Britania Raya-Tahta Suci (penekanan ditambahkan)
77
2. Memiliki suatu wilayah tertentu yang dalam hal ini Tahta Suci terletak di
atas lahan seluas 44 hektar / 0,44 Kilometer yang terletak di tengah-tengah
Kota Roma, Italia.
3. Terdapat suatu bentuk pemerintahan yang dalam hal ini bentuk negara
Vatikan adalah Monarki Absolut yang dikepalai oleh seorang Paus (kepala
negara) yang memiliki kekuasan absolut atas kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif.
4. Serta memiliki kapasitas untuk terlibat dalam hubungan internasional
dengan negara lain, dalam hal ini selain Vatikan adalah pihak pada
perjanjian-perjanjian internasional seperti “The International Convention
onthe Elimination of All Forms of Racial Discrimination” dan “Vienna
Convention on Diplomatic Relations” Selain itu Vatikan adalah anggota pada
organisasi-organisasi internasional seperti World Organization of Intellectual
Properties (WOIP) dan UNESCO.
Meskipun Tahta Suci terasosilasi dengan Vatikan, teritorial merdeka yang meliputi
Tahta Suci adalah berdaulat, kedua satuan atau entitas ini saling terpisah dan berbeda. Setelah
Italia mengambil alih negara kepausan pada tahun 1870, Tahta Suci tidak memiliki
kedaulatan teritorial. Meskipun terdapat beberapa ketidaksepahaman di antara para ahli
hukum, tentang apakah Tahta Suci dapat terus bertindak sebagai personalitas yang merdeka
dalam urusan internasional, faktanya Tahta Suci tetap menjalankan haknya untuk mengirim
dan menerima perwakilan diplomatik, memelihara hubungan dengan negara kekuatan utama
Rusia, Prussia,78 dan Austria-Hungaria. Di mana, sesuai dengan keputusan Kongres Wina
tahun 1815, Nuncio Apostolik79
78
Kerajaan Jerman dan negara bersejarah berasal dari Duchy of Prussia dan Margraviate of Brandenburg.
bukan hanya anggota Korps Diplomatik melainkan
dekannya, ketentuan ini tetap diterima oleh para duta besar lainnya. Berkenaan dengan 59
79
tahun Tahta Suci tidak memiliki kedaulatan teritorial, jumlah negara yang berhubungan
diplomatik dengannya, yang sebelumnya berkurang 16 negara, sebenarnya bertambah
sebanyak 29 negara.80
3.2.7 Cara Pemilihan Paus
Syarat utama untuk menjadi seorang paus yaitu Anda adalah seorang laki-laki dan
beragama Katolik. Syarat ini membuat kesempatan yang sangat luas, tetapi orang-orang yang
terpilih menjadi paus selama 600 tahun terakhir berasal dari para kardinal yang dipilih oleh
para kardinal lainnya dalam sebuah sidang tertutup pemilihan paus. Agar bisa menjadi paus,
Anda harus memulainya dengan menjadi pastor dan meniti perjalanan untuk naik ke posisi
yang lebih tinggi melalui hirarki gereja Katolik sampai dipilih nantinya pada tahap dewan
kardinal.81
Yohanes Paulus II memperkenalkan prosedur baru dalam pemilihan. Untuk
terpilihnya Paus baru diperlukan dua pertiga suara dari jumlah Kardinal pemilih, untuk 30
kali pemilihan. Apabila terjadi deadlock setelah pemilihan yang ke-30, diperlukan hanya
suara mayoritas demi terpilihnya Paus baru. Setelah pemilihan pada hari pertama, pemilihan Secara tradisional terdapat tiga cara pemilihan paus, Cara pertama adalah
pemilihan secara aklamasi. Semua Kardinal secara aklamasi memilih seorang menjadi Paus
terjadi terakhir kali tahun 1621. Cara kedua melalui kesepakatan bahwa pemilihan dilakukan
oleh sebuah komisi. Kedua cara ini sangat rawan oleh pertengkaran. Pada tahun 1378,
misalnya, terpilih Urbanus VI sebagai Paus secara aklamasi dan berbuntut pada munculnya
Paus tandingan Clement VII. Maka kedua cara itu oleh Paus Yohanes Paulus II tidak
dimasukkan lagi sebagai metode pemilihan Paus baru penggantinya.
80
Kuliah oleh Uskup Agung Giovanni Lajolo, 16 Februari 2006. 30giorni.it. Diakses pada tanggal 11 juni 2015 pukul 16.02 wib.
81
selanjutnya diadakan empat kali sehari: pagi dua kali dan sore hari dua kali pemilihan.
Apabila belum terpilih, setiap tiga hari diselingi waktu istirahat sehari untuk suatu refleksi
rohani secara bersama dalam Dewan Kardinal.
Hal lain yang diperketat adalah soal kerahasiaan pemilihan. Sidang konklaf dimulai
dengan memisahkan para Kardinal dengan segala kontak dengan dunia luar. Kardinal
Camerlengo pada pemilihan pertama dengan seruan “extra omnes” (semua di luar)
mengungkapkan adanya pemutusan komunikasi dengan dunia luar. Dalam era komunikasi
modern Kardinal Camerlengo harus memastikan bahwa tidak terdapat kontak para Kardinal
dengan dunia luar. Tidak diperbolehkan adanya surat kabar, telepon, TV, telepon seluler,
internet, atau bentuk komunikasi mana pun, seperti video tersembunyi atau rekaman
pembicaraan untuk dikomunikasikan keluar ruang Kapel Sistina. Ancaman atas sumpah
kerahasiaan adalah ekskomunikasi, pengucilan dari Gereja, bagi yang melakukannya.
Terdapat sembilan Kardinal yang bertugas selama proses pemilihan. Tiga orang untuk
mengumpulkan kertas pemilihan, tiga orang untuk membacakannya secara jelas kepada para
Kardinal, dan tiga yang lain untuk memeriksa kembali ketelitian perhitungan suara. Setiap
pemilihan hasilnya dicatat, kertasnya dijahit bersama dan selanjutnya setelah diteliti dibakar
untuk memberi isyarat kepada masyarakat apakah Paus baru telah terpilih. Dengan
penggunaan bahan tertentu, dibuat asap hitam untuk mengabarkan kalau belum terpilih dan
asap putih untuk terpilihnya Paus baru. Dalam keterangan pers Juru Bicara Vatikan
menjelaskan bahwa untuk pemilihan kali ini akan diberi pula tanda dengan dibunyikannya
lonceng Basilika Santo Petrus dan gereja- gereja lain di Roma apabila terpilih Paus baru.
Sidang konklaf dan pemilihan pertama diumumkan akan dimulai.
Setelah seorang Kardinal terpilih berdasarkan prosedur yang ditetapkan, di hadapan
secara bebas bersedia menerima pilihan ini?” Apabila jawabannya ya, pertanyaan dilanjutkan,
“Dengan nama apa Anda harus disapa?” Kardinal terpilih menentukan nama baru sesuai
tradisi yang telah berlangsung lama dimulai sejak Paus Yohanes II (533-535), memilih nama
baru menggantikan nama aslinya Mercurius.
Sejak seseorang terpilih dalam konklaf dan menyatakan bersedia, sejak saat itu beliau
menjadi Paus tanpa harus dinobatkan dalam upacara khusus. Beliau selanjutnya dibawa ke
ruangan khusus untuk memilih pakaian yang disediakan dan dipakaikan cincin kegembalaan
sebagai Paus. Seterusnya di tempat yang disediakan, para Kardinal satu per satu maju
menyatakan sumpah kesetiaannya kepada Paus terpilih. Paus yang baru akhirnya oleh
Kardinal Camerlengo yang lama, kalau jabatannya dikukuhkan kembali oleh Paus terpilih
atau orang baru yang dipilih sebagai Camerlengo, akan melalui balkon Basilika Santo Petrus
mengumumkan nama Paus yang baru. “Annuntio vobis gaudium magnum! Habemus
Papam!” (Saya mengumumkan kabar kegembiraan besar kepada Anda. Kita mempunyai
Paus).
Paus terpilih saat bersamaan muncul dan memberi berkat Urbi et Orbi (untuk
kota/Roma dan dunia). Begitulah prosedur suksesi di Vatikan. Sebagian tata cara telah
dilaksanakan dan sebagian lain menyangkut suksesi masih akan terjadi pada hari- hari setelah
Yohanes Paulus II dimakamkan.82
3.3 Struktur Kekuasaan Kepemimpinan
82
Struktur kekuasaaan Pemerintahan Iran berada pada tangan faqih sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 110, sebagai komando kekuatan angkatan bersenjata tertinggi, yang
dilaksanakan dengan tindakan berikut ini: menunjuk dan memecat Kepala dari seluruh staf,
menunjuk dan memecat Komandan Staf Korps Pengawal Revolusi Islam, membentuk sebuah
Dewan Pertahanan Nasional Tertinggi, menunjuk Komandan Tertinggi dari cabang-cabang
Angkatan bersenjata dan mengumumkan perang dan damai.83
Ada lima lembaga penting didalamnya yakni.
1. Wilayatul Faqih
2.Presiden
3.Perdana Menteri
4.Parlemen
5. Dewan Pelindung Konstitusi.
Kekuasaan terbesar dipegang oleh Faqih yang dipilih oleh dewan Ahli dengan
mengikutisyarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut, diantaranya adalah keutamaan dalam
haliman dan akhlak yang memampukan ia menjauhkan diri dari dosa-dosa, Faqaha
(penguasaan atas hukum fiqih islam) dan kaf’ah (keterampilan kepemimpinan.) apaabila
syarat-syarat yang telah ditentukan tidak memenuhi syarat, maka wewenang Faqih akan
dipegang oleh sebuah dewan yang beranggotakan, sampai 9 orang Fuqaha. Adapun
wewenang seorang Faqih, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengangkat Ketua Pengadilan Tertinggi Iran.
2. Mengangkat dan memberhentikan seluruh Pimpinan Angkatan bersenjata Iran.
3. Mengangkat dan memberhentikan Pimpinan Pengawal revolusi (Pasdaran).
4. Mengangkat anggota Dewan Pelindung Konstitusi.
83
5. Membentuk Dewan Pertahanan Nasional yang anggota-anggotanya terdiri dari
Presiden, Perdana menteri, Menteri Pertahanan, Kepala Pasdaran, dan dua orang
penasehat yang diangkat oleh Faqih.84
Selanjutnya, pemegang kekuasaan terbesar kedua dibawah seorang Faqih adalah
Presiden. Presiden memegang otoritas tertinggi Negara yang bertanggungjawab untuk
mengimplementasikan konstitusi dan sebagai kepala pemerintahan untuk menjalankan
kekuasaan eksekutifyang dipilih setiap empat tahun. Tugas-tugas pokoknya diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Menjalankan konstitusi negara.
2. Menjadi Kepala Pemerintahan
3. Mengkoordinasikan Ketiga lembaga Negara (eksekutif. Legislatif, dan Yudikatif)
dalam hal ini, Presiden merupakan pejabat tertinggi pemerintahan Iran dalam
kaitannya dengan dunia luar atau internasional.
Presiden mendatangani seluruh perjanjian dan berhak mengangkat Perdana Menteri
setelah parlemen memberikan persetujuannya. Presiden dapat meminta kabinet untuk
bersidang kapan saja, langsung dibawah pimpinannya. Kemudian, kekuasaan legislatif
dipegang oleh parlemen yang beranggotakan 270 orang yang dipilih secara bebas dan
rahasia oleh rakyat. Parlemen bertugas mengatasi, mengontrol, dan membahas seluruh
kebijakan pemerintah. seluruh keputusan dan perjanjian nantinya yang dibuat pemerintah
harus mendapat persetujuan parlemen., disamping parlemen, terdapat sebuah badan yang
disebut dewan Pelindung Konstitusi (Syura ne Gahdan) yang beranggotakan dua belas orang.
6 orang anggotanya adalah paraahli hukum Fuqaha yang diangkat oleh Faqih, sedangkan 6
orang lainnya terdiri dari ahli hukum umum yang diusulkan oleh dewan Pengadilan Tinggi
84
Iran dan disetuji oleh parlemen.Tanpa persetujuan Dewan Pelindung Konstitusi, seluruh
kegiatan parlemen tidaklah sah. Tugas utama dewan ini adalah melindungi Islam dan
konstitusi Negara Islam Iran. Dewan ini memiliki kekuasaan untuk menafsirkan Konstitusi
Iran dan bertugas melaksanakan referendum, pemilihan presiden, dan pemilihan anggota
parlemen.85
pemerintahan di Vatikan yang dipimpin oleh Paus yang juga merupakan hirarki
tertinggi dalam struktur Gereja Katolik. Demikian adalah penjelasan singkat untuk
mengetahui hierarki pemerintahan di Vatikan.
1. Paus
2. Kardinal
Sri Paus adalah Kepala Negara Kota Vatikan dan Kepala Pemerintahan Takhta Suci.
Kekuasaan tertinggi di Vatikan bersifat monarki yang dipilih tetapi absolut, teokratis dan
patrimonial, serta mempunyai kekuasaan penuh dalam hal legislatif, eksekutif, dan juga
judikatif. Dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala Negara, Sri Paus dibantu oleh
Komisi Kepausan Negara Kota Vatikan, yang mewakili Bapa Suci dalam menjalankan
pemerintahan sipil Negara Vatikan sesuai dengan mandat khusus dari Sri Paus. Secara
protokoler dalam hubungan antar bangsa, Sri Paus berkedudukan dan mendapat perlakuan
sebagai seorang Kepala Negara penuh. Sebutan kehormatan bagi Paus adalah His Holiness.
Sri Paus, menurut Kitab hukum Kanonik, mempunyai hak untuk mengangkat dan mengutus
duta-dutanya baik ke gereja-gereja lokal maupun ke negara-negara dan penguasa-penguasa
publik yang mewakili pribadi Sri Paus sendiri. Pada saat ini perwakilan Takhta Su'i Vatikan
ada di 117 negara dan berbagai organisasi internasional.
Dua hirarki utama yang dianut oleh Negara Vatikan.
85
1. Hirarki Keagamaan
Vatikan berperan sebagai pusat agama Katolik sedunia. Menurut Kitab Hukum
Kanonik Sri Paus adalah Uskupgereja Roma, yang mewarisi tugas yang secara
istimewadiberikan kepada Santo Petrus, salah seorang murid Yesus. Sehingga Sri Paus dapat
dikatakan adalah wakil Yesus di dunia, gembala gereja Universal sekaligus sebagai Kepala
Dewan Uskup. Dewan Uskup beranggotakan para uskup berdasarkan tahbisan sakramental
dan persekutuan hirarkis merupakan kekuasaan tertinggi didalam Gereja Katolik.
2. Hirarki Pemerintahan
Takhta Suci Vatikan sebagai Negara, yang mengatur seluruh roda pemerintahan baik
yang bersifat ke luar maupun ke dalam. Pada dasarnya kedua bentuk hirarki ini saling
melengkapi dan mengisi, karena secara umum misi yang diemban Takhta Suci Vatikan
adalah misi keagamaan, kemanusiaan, hak asasi manusia, ekumenis dan dialog denga
agama-agama lain, perdamaian dan kesejahteraan dunia yang didasari oleh nilai-nilai
kemanusiaan dan keagamaan.86
Kardinal diangkat secara langsung oleh Paus sebagai pembantu dan sebagai dewan
penasihat Paus. Ada Kardinal yang bertempat tinggal di Negara Vatikan, yang biasanya
memimpin suatu Konggregasi (Kementerian) dan ada pula yang bertempat tinggal di luar
Vatikan yang memimpin sebuah Keuskupan Agung atau setingkat gubernur yang memimpin
provinsi dalam struktur pemerintahan. Keuskupan Agung membawahkan beberapa
keuskupan di bawahnya.87
86 Brownlie, Ian. 1990.
Principles of Public International Law. 87
3.4 Perbedaan dan Persamaan
Dari kedua Negara Vatikan dan Iran yang menjalankan sebuah pemerinthaan Negara
dengan satu orang yang berkuasa pada otoritas tertentu, ada persamaan dan perbedaan pada
konsep kepemimpinana masing-masing sebuah negara. Vatikan yang di pimpin oleh seorang
paus dimana dalam struktur kekuasaannya memegang kendali secara penuh atas semua
kekuaasan yang ada pada negara Vatikan baik itu pada kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Sehingga menjadikan paus merupakan yang memegang kekuasaan secara absolute
atas segala kebijkan dalam sebuah negara, berkuasa dengan kekuatan sepenuhnya terhadap
negara dan pemerintahan. Sebagai contoh , hak untuk mengubah ataupun menyetujui undang
undang serta membuat aturan semaunya tanpa menunggu persetujuan dari pihak legislatif
ataupun rakyatnya. Begitu juga dengan kardinal yang merupakan strktur tertingi kedua
setelah Paus dimana kardinal merupakan orang-orang yang dipilih secar khusus oleh Paus
sebagai dewan penasehat Paus yang perwakilan dari setiap Negara. Kardinal lebih bertugas
pada pemerintahan dan hubungan luar dan dalam negeri, Tugas para kardinal juga untuk
menghadiri rapat dalam dewan suci dan siap sedia untuk hadir, baik secara pribadi maupun
bersama-sama, kapanpun Sri Paus membutuhkan nasihat mereka.88
Akan tetapi fungsi
terpenting mereka adalah memilih Paus baru, bilamana terjadi kekosongan tahta keuskupan
Roma karena kematian atau pengunduran diri Paus yang lama. Hak untuk menghadiri dewan
Iran yang juga Negara dengan kekuasaan tertinggi berada pada supreme leader juga
membuat sebuah kebijkaan dalam sebuah negara harus sesuai dengan persetujuan SL, konsep
Republik di modifikasi dengan adanya pemerintahan para ulama dan modifikasi ini
menyentuh tiga sendi sitem repubik, meliputi institusi- institusi yang biasa disebut Trias
Politika. Konsep imamah atau dianggap tidak cukup terwakili didalamnya, ada
88
Ibid.
batasnya, sebagaimana di atur dalam konsep Trias Politka, yang didalamnya kekuasaan
eksekutif bsepenuhnya ditundukkan terhadap kekuasaan legislative. Demikian pula,
kekuasaan yudikatif mempunyai batas-batasnya sendiri yang membuat mereka tidak leluasa
untuk menerapkan hukum islam. Kekuasaaan tertinggi kedua adalah presiden dimana
presiden hanya bertugas mengkordinasikan ketiga lembaga negara yaitu eksekutif, legislatif,
dan yudikatif, menjalankan konstitusi negara, menjadi kepala pemerintahan, dalam hal ini,
Presiden merupakan pejabat tertinggi pemerintahan Iran dalam kaitannya dengan dunia luar
atau internasional.
Presiden mendatangani seluruh perjanjian dan berhak mengangkat Perdana Menteri
setelah parlemen memberikan persetujuannya. Presiden dapat meminta kabinet untuk
bersidang kapan saja, langsung dibawah pimpinannya. Dalam proses pembuatan sebuah
kebijakan SL memberikan wewenang terlebih dahulu kepada lembaga negara untuk
bermusyawarah dalam membuat sebuah kebijakan, walaupun SL yang memutuskan akan
tetapi jika sebuah kebijakan itu tidak bertentangan dengan konstitusi SL akan
menyetujuinya.89
Perbedaan antara Negara Vatikan dan Iran adalah negara vatikan tidak ada sebuah
lembaga yang mengawasi akan sebuah kebijakan yang dijalankan oleh seorang Paus, berbeda
dengan Iran dimana ada Parlemen yang mengawasi keputusan yang dibuat oleh SL yakni
dewan ahli. Pada negara Vatikan, jika Paus membuat sebuah kebijakan maka itu sudah harus
dipatuhii karena keputusan dianggap sudah benar, sedangkan di Iran berbeda, ada
musyawarah yang dilakukan sebelum kebijakan untuk diputuskan oleh Faqih.
3.4.1 Pembahasan
89
Negara Vatikan dan Negara Iran merupakan dua negara yang mempunyai
kepemimpinan yang berbeda, hal ini dapat dilihat dari Negara Vatikan yang di pimpin oleh
paus dan Iran yang di pimpin oleh seorang imam. Konsep kepemimpinan antara kedua
Negara tersebut dimana Vatikan yang memimpin seluruh gereja katolik di seluruh dunia
sedangkan konsep kepemimpinan Imamah di Iran hanya berlaku pada muslim negara Iran
tersebut dan tidak berlaku pada muslim yang berada pada negara lainnya.
Vatikan yang di pimpin oleh seorang paus, dimana untuk menjadi seorang paus
degan dogma infiabilitas, tahap pastor, uskup, kardinal kemudian paus, dimana kekuasaan
akan paus tidak diwariskan tetapi dipilih untuk seumur hidup oleh dewa
dewan Kardinal yang dapat memilih adalah mereka yang berumur di bawah 80 tahun.
Pertemuan dewan Kardinal untuk memilih Paus ini disebut konklaf dan dilaksanakan di
sang paus tersebut sehingga paus mempimpin dengan sepihak dengan kata lain paus
mempunyai kekuasaan yang absolute.
Begitu juga dengan kepemimpinan Iran yang di pimpin oleh pemimpin agung
(supreme leader) berada pada kedudukan tertinggi pada negara Iran. Selama ketidak hadiran
Imam ke Dua Belas, dalam Republik Islam Iran, kepemimpinan urusan-urusan dan pimpinan
umat merupakan tanggung jawab seorang faqih (ahli hukum Islam) yang adil dan Taqwa,
mengerti zaman, pemberani, giat, dan berinisiatif yang dikenal dan diterima mayoritas umat
sebagai Imam pemimpin mereka Pemimpin agung berfungsi sebagai pengawas dan menjaga
kebijakan umum Republik Islam Iran. Secara implementatif merancang dan mengarahkan
politik dalam negeri dan luar negeri Iran. SL (supreme leader) juga membawahi The Supreme
Council for National Security (TSCNS), Angkatan Bersenjata, The Nation’s Exigency
sebelumnya dewan rahbar melakukan rapat sebelum menayakan keputusan atas pertimbangan
SL.
perbandingan politik bukan sekedar permulaan bagi ilmu politik, studi perbandingan
juga merupakam permulaan bagi pemahaman dan penilaian politik. Ia bisa memberikan
kepada kita prespektif tentang lembaga yang kemudian melihat akan sebuah pemerintahan
Negara, pada Negara Vatikan sistem pemerintahannya mengatur struktur paus pada posisi
tertinggi, dewan konklaf, pengaturan diplomat, kementrian dan gubernur, polisi, juga warga
negara, di mana kekuasaan tertinggi berada pada Paus, bukan pada Kitab suci atau wahyu
Tuhan. Paus sendiri merupakan representasi dari Tuhan (Yesus) di bumi yang mempunyai
sebutan The Holy Father atau Bapa Suci dan mempunyai status Infalibilitas Paus yang berarti
ia terjaga dari dosa, yang memegang pada kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Setelah dari paus pada sistem pemerintahan Negara Vatikan yang kedua adalah dewan
konklaf simana dewan konklaf adalah seluruh dewan kardinal yang bertugas untuk memilih
paus setelah paus yang sebelumnya telah meninggal.
Siitem pemeritahan Negara Iran yang mempunyai struktural tertinggi pada supreme
leader (SL) atau seorang imam, yang kedua setelah itu adalah presiden, sistem pemerintahan
iran menganut sistem presidensial dimana kekuasaan eksekutif terdiri dari tiga unsur yaitu
presiden, menteri dan pengawal revolusi. Sedangkan lembaga legislatif merupakan majelis
syura, dewan perwalian, dan majelis ahli, dan yudikatif merupakan Kekuasaan Yudikatif
pada prinsipnya merupakan kekuasaan yang berfungsi untuk mengadilipelanggaran terhadap
Undang Undang Dasar atau peraturan perundang-undangan lainnya dalamsistem
ketatanegaraan, dalam hal ini khususnya pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga eksekutif.
Kekuasaan tertinggi lembaga peradilan dijabat oleh Ketua Justisi yang diangkat langsung
mengangkat danmemberhentikan ketua dan anggota Mahkamah Agung dan Jaksa Agung
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
4.
Kesimpulan dan Saran
4.1
Kesimpulan
1. perbandingan kepemimpinan kedua Negara adalah dimana Negara Vatikan menjadi
pemimpin bagi seluruh umat katolik diseluruh dunia dengan bukti telah dibaptis dari
gereja katolik, sedangkan Negara iran hanya menjadi pemimpin pada muslim di
Negara Iran saja, tidak muslim di seluruh dunia.
2. Pada Negara Vatikan paus mempuyai kekuasaan absolute pada setiap kebijkan, begitu
jug pada badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sedangkan iran Supreme leader
juga mempunyai kekuasaan tertinggi akan tetapi supreme leader hanya bisa
memberikan fatwa yang berupa penjelsan bukan sebagai pengambil keputusan akan
tetapi memberikan fatwa sebagai bahan pertimbangan badan eksekutif, legislatif, juga
yudikatif.
4.2
Saran
1.
Diharapkan kepada semua pihak yang berkeinginan untuk mengadakan penelitianagar melanjutkan penelitian ini dalam ruanglingkup yang lebih sempit.
2. Bagi peneliti lain juga bisa menjadikan penelitian ini sebagai referensi untuk
Bab ini menyajikan perbandingan konsep kepemimpinan kedua negara
yaitu Negara Vatikan dan iran.
BAB IV Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian.
BAB II
PROFIL NEGARA VATIKAN DAN IRAN
2.1
Sejarah Negara VatikanNegara Vatikan didirikan berdasarkan Perjanjian Lateran pada tahun 1929 untuk
memastikan kemerdekaan Tahta Suci yang mutlak dan kasat mata dan untuk menjaminnya
sebagai negara berdaulat yang tidaktersengketakan dalam urusan internasional (kutipan
dari Perjanjian Lateran). Uskup Agung Jean-Louis Tauran, mantan Sekretaris Tahta Suci
untuk Hubungan dengan Negara Lain, berkata bahwa Vatikan adalah "negara mungil
penyokong yang menjamin kebebasan rohani Paus dengan teritorial minimum".29
Di bawah pasal-pasal Perjanjian Lateran, Tahta Suci memiliki otoritas
ekstrateritorial pada 23 situs di Roma dan lima situs Italia di luar Roma, termasuk Istana
Kepausan di Castel Gandolfo. Otoritas yang sama berdasarkan hukum internasional juga
dipelihara terhadap Nuncio Apostolik Tahta Suci yang berada di luar negeri.
Hampir semua 890 warga Vatikan tinggal di dalam tembok kota Vatikan. Mereka
termasuk rohaniawan/rohaniawati dan Garda Swiss30
29 Kuliah oleh Uskup Agung Jean-Louis Tauran, 22 April 2002. Vatican.va. Diakses pada tanggal 11 mei 2015
pukul 14.23 wib.
, sebuah unit tentara bayaran dari
Swiss yang secara tradisi telah menjadi pasukan pengawal Paus dan Vatikan semenjak
30
tahun 1506. Warga Vatikan 100% beragama Katolik. Bahasa Resmi adalah Bahasa Latin,
tetapi Bahasa Italia lebih sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kota Vatikan merupakan warisan budaya yang sangat penting. Beberapa gedung
seperti Basilika Santo Petrus, Kapel Sistina dan Museum Vatikan merupakan
gedung-gedung yang sangat indah.
2.1.1 Paus para pemimpin Vatikan dan Gereja Katolik
Paus (dari bahasa Belanda: paus; bahasa Latin: papa, "ayah", dari bahasa Yunani:
πάππας, pappas, "ayah") adalah Uskup Roma, pemimpin spiritual Gereja Katolik, dan
kepala negara Kota Vatikan. Komunitas beriman yang mengakui Suksesi Apostolik
menganggap Uskup Roma sebagai penerus St. Petrus. Demikian pula umat Katolik
meyakini bahwa paus adalah Wakil Kristus, sedangkan komunitas-komunitas beriman
lainnya tidak mengakui Primasi Petrus di antara para uskup. Jawatan paus disebut
"kepausan" yurisdiksi gerejawinya disebut "Tahta Suci" (bahasa Latin: Sancta Sedes) atau
"Tahta Apostolik" (disebut Tahta Apostolik atas dasar hikayat kesyahidan Santo Petrus dan
Santo Paulus di Roma). Para uskup terdahulu yang menduduki Tahta Keuskupan Roma
digelari "Wakil Petrus" di kemudian hari para Paus diberi gelar yang lebih berwibawa
yakni "Wakil Kristus" gelar ini pertama kali digunakan oleh Sinode Romawi pada tahun
495 untuk menyebut Sri Paus Gelasius I, seorang penganjur supremasi kepausan di antara
para patriark. Menurut sumber-sumber yang ada, Marselinus (wafat 304) adalah Uskup
Roma pertama yang menggunakan gelar Paus. Pada abad ke-11, setelah Skisma
Timur-Barat, Gregorius VII menyatakan istilah "Paus" dikhususkan bagi Uskup Roma. Yang
menjabat sebagai Paus saat ini (yang ke-266) adalah Paus Fransiskus31
31
Pasaribu, Anton. 2004. Tahta Suci Paus Edisi ke-2. Bekasi: Penerbit Krista Mitra Pustaka. Hal 264.
, yang terpilih dalam