PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA
Oleh:
ALI REZA
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
Ali Reza NIM: 106046103533
Di Bawah Bimbingan
ttd.
Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP. 197107011998032002
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI
REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi
Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 14 Desember 2010
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
ttd.
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M.
NIP. 19550505 198203 1 012
PANITIA UJIAN
1.Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag. (...ttd...) NIP. 19710701 199803 2 002
2.Sekretaris : Mu'min Roup, S.Ag., M.A. (...ttd...) NIP. 150281979
3.Pembimbing: Dr. Euis Amalia, M.Ag. (...ttd...) NIP. 19710701 199803 2 002
4.Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. (...ttd...) NIP. 19550505 198203 1 012
iv
ABSTRAKSI
ALI REZA. NIM 106046103533. Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia. Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H / 2010 M.
Isi: vii + 85 halaman + 21 lampiran, 40 literatur (1989 - 2010).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perubahan bentuk dari sistem perbankan syariah di Republik Islam Iran, pertumbuhan dan perkembangannya, serta menganalisis perbandingan antara perbankan syariah di Iran dengan perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis komparatif. Berdasarkan hasil penelitian, proses perubahan mendasar membutuhkan waktu enam tahun yang dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan juga faktor penghambat. Perbankan syariah di Indonesia dapat menjadikan hal tersebut sebagai bahan pembelajaran bagi pengembangan perbankan syariah di tanah air, dengan terus memberikan tekanan politik dan edukasi kepada pengambil kebijakan.
Kata Kunci: politik ekonomi, perbankan syariah, political will
v
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 14 Desember 2010
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah dan selalu memberikan pertolongan
dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang
menjadi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan masa kuliah di Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Salawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada penutup risalah para nabi, Muhammad saw., dan
juga keluarganya yang suci serta para sahabat terbaiknya.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis juga mendapat bantuan,
bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan penting bagi
terselesaikannya skripsi ini.
3. AH. Azharuddin Latih, M.Ag., mantan Sekretaris Program Studi Muamalat
(Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang saat ini dijabat oleh Mu'min Roup, S.Ag., M.A.
4. Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta yang telah memberikan
vii Ayatullah Dr. Hasan Zamani, Direktur Pendidikan Islamic Cultural Center (ICC)
Ust. Abdullah Beik, dan Mas Imam Ghozali yang menjadi penerjemah selama
berlangsungnya wawancara.
5. Seluruh staf perpustakaan utama, fakultas, dan Iranian Corner yang telah
membantu menyediakan sumber tertulis bagi terselesaikannya skripsi ini.
6. Kedua orang tua penulis, Abdullah Aljuffry dan Lutfiah, yang selayaknya berada
diurutan pertama, yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil tak
terbalaskan. Begitu juga kepada kakak penulis, Haidar dan Atikah, atas dukungan
dan doanya.
7. Kepada sahabat penulis, Farah Mutmainnah Yusuf yang telah memberikan akses
jurnal penelitian online, Alwiyah Alkaff dan Dewi Antariksa atas semangat dan doa yang diberikan, Arie Haura, M. Toyyib, dan tentu saja teman-teman
Perbankan Syariah tahun masuk 2006 yang tidak bisa disebutkan satu per satu
khususnya kelas A.
Penulis menyerahkan segalanya kepada Allah Swt. sebagai sebaik-baik
pembalas kebaikan dan berdoa agar diberikan tambahan kebaikan berlipat.
Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dalam
meningkatkan keterbukaan terhadap berbagai pemikiran Islam.
Jakarta, 14 Desember 2010
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah. ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah. ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. ... 6
D. Kajian Pustaka. ... 7
E. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep. ... 9
F. Metode Penelitian. ... 10
G. Sistematika Penulisan. ... 15
BAB II PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH ... 16
A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan ... 16
B. Riba dan Bunga Bank ... 19
C. Konsep Perbankan Syariah ... 21
D. Sejarah Perbankan Syariah di Dunia ... 24
BAB III PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA ... 31
ix
B. Tokoh Pemikiran ... 33
C. Sistem Perbankan Pra-Revolusi ... 37
D. Transformasi Perbankan Syariah ... 41
E. Pertumbuhan dan Perkembangan ... 45
F. Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia ... 55
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI IRAN DAN INDONESIA ... 59
A. Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah Kedua Negara ... 59
B. Analisis SWOT Perbankan Syariah Kedua Negara ... 68
C. Strategi Pengembangan Bank Syariah ke Depan ... 76
BAB V PENUTUP ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia Penulis: Ali Reza
Skripsi S1 Program Studi Perbankan Syariah Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diizinkan menggunakan sebagian isi tulisan untuk tujuan personal, pendidikan, riset, bukan
komersial. Penggunaan sebagian isi dengan tetap menyebutkan sumber sesuai dengan etika
penulisan yang berlaku. Informasi lebih lanjut hubungi melalui email ejajufri@bismillah.com.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesadaran umat Islam untuk kembali menelaah sumber-sumber asli ajarannya
semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut terlihat dengan
adanya beberapa cendikiawan yang menyuguhkan konsep islamization of knowledge
(islamisasi ilmu pengetahuan). Syed Naquib Al-Attas menjelaskan bahwa islamisasi
ilmu pengetahuan berasal dari nilai dan prinsip Islam yang orisinal, sehingga
terbangun keilmuan yang bebas dari nilai dan paradigma konvensional. Abdullah
Saeed menyebutnya dengan istilah neo-revivalisme.1
Penelaahan kembali terhadap sumber asli ajaran Islam ini termasuk dalam
bidang ekonomi. Hal ini ditegaskan oleh Mohammad Anwar,2 ekonom Pakistan,
bahwa saat ini telah tumbuh kesadaran di dunia muslim bahwa proses penelitian
untuk meningkatkan batasan pengetahuan Islam dalam ilmu sosial sudah berjalan.
Inilah saatnya ekonomi Islam untuk menyisihkan kepercayaan pada metodologi
Barat, merevitalisasi metodologi Islam, dan menemukan kriteria yang diterima untuk
menilai teori ekonomi Islam dan memimpin penyelidikan ekonomi dengan kerangka
Islam.
1
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Penerjemah Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 4.
2
2 Salah satu proses islamisasi ilmu pengetahuan ekonomi tersebut terbukti
dengan lahirnya berbagai lembaga keuangan yang berlandaskan syariah. Perdebatan
mengenai penerapan asas-asas Islam dalam bidang perniagaan di tahun 1950-an tidak
berlangsung di kebanyakan wilayah Timur Tengah, melainkan justru di Pakistan. Di
sana kesadaran tentang identitas keagamaan (Islam) terpisah sejak mula-mula
didirikannya negara itu yang memisahkan diri dari India justru dengan alasan agama
atau keagamaan.3
Namun model bank Islam yang komprehensif dan detail bermunculan di akhir
tahun 1960-an. Ahmad El Najjar, ekonom Mesir mengajak beberapa pengusaha
mendirikan bank Islam pertama di dunia modern, Mit Ghamr Savings Bank pada
1963.4 Bank swasta bebas-bunga, Dubai Islamic Bank, juga berdiri pada tahun 1975
oleh sekelompok pebisnis dari beberapa negara. Dua bank swasta lagi juga didirikan
pada tahun 1977 di bawah nama Faisal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Pada tahun
yang sama pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House.5 Begitu pun
seterusnya hingga baru pada tahun 1992, bank syariah pertama di Indonesia lahir
dengan nama Bank Muamalat Indonesia.
3
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan, (Ciputat: Kholam Publishing, 2008), h. 393.
4
Ibrahim Aji, "Perbankan Syariah: Belajar dari Sudan, Pakistan, dan Iran", Sharing, edisi 29 Thn III Mei 2009, h. 30.
5
3 Pertumbuhan industri perbankan syariah pun meningkat di seluruh dunia,
tidak terkecuali di Indonesia. Akhir tahun 2005, total aset perbankan syariah belum
mencapai 20 triliun rupiah, namun pada sampai dengan bulan Agustus 2010, total
aset perbankan syariah sudah melebihi 60 triliun rupiah.6
Namun pertumbuhan pesat ini bukan berarti tanpa hambatan. Untuk lebih
meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia, Bank
Indonesia sebagai otoritas perbankan menyusun Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah yang berisikan tahapan apa yang sedang dan akan dilakukan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan market-share di tanah air. Sebagai bahan pembanding, Bank Indonesia menampilkan data market-share
perbankan syariah dari negara lain, di antaranya Iran, Sudan, Malaysia dan lain-lain.
Potret Sejumlah Negara yang Aktif Mengembangkan Perbankan Syariah (per Mei 2008)
Negara Populasi Muslim %
Aset Perbankan Syariah (USD Bil)
Pangsa Perbankan Syariah (%)
Iran 65.875.223 98 162,2 100
Sudan 40.218.455 70 58 90
UAE 4.621.399 96 46,3 13,5
Bahrain 718.306 81,2 16,4 6,5
Qatar 928.635 77,5 14,8 18,2
Malaysia 25.274.133 60,4 50 12,9
Singapura 4.608.167 14,9 1,8 6,5
Inggris 60.943.912 2,7 10 0,05
Sumber:Grand Strategy, Bank Indonesia, 2008
6
Statistik Perbankan Indonesia Agustus 2010, diakses pada tanggal 11 November 2010 dari
4 Data di atas memperlihatkan bahwa perbankan syariah di Republik Islam Iran
merupakan yang terbesar di dunia dengan aset lebih dari 162 miliar dolar. Data
tersebut didukung oleh survei yang dikeluarkan pada akhir tahun 2009 oleh majalah
The Banker dan HSBC Amanah7. Hasil survei menunjukkan bahwa aset perbankan syariah dunia terus meningkat di saat bank konvensional mengalami stagnasi.8
Ranking by Amount of Sharia-Compliant Assets
Rank 2007 Country Sharia-compliant assets $m
Total assets $m
% of sharia-compliant assest
to total assets
1. Iran 154,616.28 154,616.28 100.00%
2. Saudi Arabia 69,379.15 219,694.05 31.58%
3. Malaysia 65,083.37 258,569.80 25.11%
4. Kuwait 37,684.47 101,035.89 37.30%
5. UAE 35,354.3 121,273.74 29.15%
6. Brunei 31,535.19 31,535.19 100%
7. Bahrain 26,251.86 84,301.00 31.14%
8. Pakistan 15,918.21 62,540.92 25.45%
9. Lebanon 14,315.82 19,066.41 75.08%
10. UK 10,420.47 718,340.63 0.10%
11. Turkey 10,065.96 10,065.96 100.00%
12. Qatar 9,459.71 37,733.24 25.07%
13. Sudan 4,467.74 4,467.74 100.00%
14. Bangladesh 4,331.90 7,429.16 58.31%
15. Egypt 3,852.86 57,871.23 6.66%
16. Jordan 2,635.02 2,635.02 100.00%
17. Indonesia 2,223.68 83,685.55 2.66%
Source:The Banker9
7
Survei dilakukan sejak tahun 2007 dan dikeluarkan pada akhir tahun 2009.
8
Republika, 10 November 2009, h. 20.
9
http://www.thebanker.com/cp/22/p22tableislamic.jpg, diakses pada tanggal 6 November
5 Negara-negara Timur Tengah tetap mendominasi aset keuangan syariah dunia
dan Indonesia berada di urutan ke-17. Namun negara peringkat pertama dengan aset
berbasis syariah terbesar adalah Iran. Dari sepuluh negara dengan market-share
100%—termasuk Aljazair, Yaman, Tunisia, Palestina dan Bosnia-Herzegovina—
Republik Islam Iran menjadi yang terbesar dengan aset lebih dari 150 miliar dolar
AS.
Hal ini menarik karena Iran relatif bukan pelopor bagi industri keuangan
syariah dan baru melakukan revolusi di negaranya pada tahun 1979. Revolusinya ini
tidak hanya meliputi sistem pemerintahan tapi juga sistem keuangan dan perbankan,
yakni merubah bentuk (transform) sistem konvensional menjadi syariah. Faktor pendukung dan hambatan yang dihadapi Iran dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia
dalam meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai proses
perubahan sistam, pertumbuhan, dan perkembangan perbankan syariah di Republik
Islam Iran yang dikomparasikan dengan Indonesia. Maka dari itu penelitian ini diberi
judul: "Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia."
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis mencoba merumuskan
masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
a. Bagaimana proses transformasi perbankan di Iran dari konvensional
6 b. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di
Republik Islam Iran?
c. Bagaimana perbandingan kondisi perbankan syariah di Republik Islam
Iran dengan di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses transformasi perbankan syariah di Republik
Islam Iran beserta faktor-faktornya.
2. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah
di Republik Islam Iran.
3. Untuk menganalisis perbandingan antara perbankan syariah di
Republik Islam Iran dengan perbankan syariah di Indonesia.
Manfaat yang hendak didapat dalam penelitian ini adalah:
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang ekonomi Islam dan
perbankan syariah dari negara yang sudah menerapkan sistem syariah
penuh.
2. Bermanfaat bagi praktik perbankan syariah di Indonesia, khususnya
untuk merubah sistem perbankan konvensional menjadi syariah serta
dalam hal meningkatkan market-share.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal
7
D. Kajian Pustaka
Penelitian ini bukanlah jenis penelitian terdahulu yang dilanjutkan di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tetapi merupakan penelitian awal yang diangkat oleh
penulis karena belum ada yang mengangkat tema penelitian ini. Namun demikian
terdapat penelitian terdahulu dengan tema ekonomi dan perbankan di luar negeri,
seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:
No. Judul Metodologi Kesimpulan Perbedaan 1. Skripsi Khairul Anuar
bin Mohd Amin Khir, S1 Perbankan Syariah UIN Jakarta, 2008, dengan judul "Kebijakan Moneter
dalam Ekonomi
Islam: Analisis
Kebijakan Mahathir
Mohamad dalam
Mengatasi Krisis
Ekonomi Islam Tahun 1997-1998"
Metode
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
Kebijakan moneter yang dibuat oleh Mahathir dalam mengatasi krisis moneter Malaysia masih
menggunakan suku bunga yang jelas tidak sejalan dengan prinsip Islam. Namun dalam hal lain seperti
memperkuat fondasi ekonomi atau meningkatkan kesejahteraan jelas tidak bertentangan bahkan sesuai dengan Islam.
Peneliti tidak memfokuskan pada kebijakan moneter Republik Islam Iran aau langkah-langkah yang diambil oleh penguasa dalam mengatasi krisis ekonomi, langkah yang diambil dalam merubah sistem ekonomi
2. Skripsi Meisya Dwi Putri, S1 Perbankan Syariah UIN Jakarta, 2008, dengan judul "Peranan Perbankan
Syariah dalam
Menciptakan
Stabilitas Moneter di Sudan".
Metode
penelitian yang digunakan adalah dengan
pendekatan kualitatif.
Setelah diterapkannya sistem ekonomi Islam, kondisi perekonomian Sudan semakin pulih meski diwarnai konflik. Sistem ekonomi Islam juga membantu Sudan meningkatkan
8
pertumbuhan dan menstabilkan ekonomi melalui instrumen yang sesuai syariah.
Indonesia.
3. Skripsi Washfie Saal, S1 Perbankan Syariah UIN Jakarta, 2009, dengan judul "Islamic
Banking in South
Africa, Problems and Solutions."
Metode
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Kemunculan perbankan syariah di Mesir menjadi pemicu lahirnya perbankan syariah di Afrika Selatan. Kemunculan Durban Based Albaraka Bank pada tahun 1989 meningkatkan permintaan akses perbankan syariah dari umat muslim. Kurangnya
standardisasi hukum syariah dan hukum positif menjadi
penghambat kemajuan
perbankan syariah di Afrika Selatan.
Peneliti tidak hendak
memberikan solusi perbankan syariah di Iran namun membandingkannya dengan kondisi perbankan syariah di Indonesia, sebagai bahan rujukan
pembelajaran perkembangan perbankan syariah tanah air.
Sementara penelitian ini akan mengkaji bagaimana proses perubahan bentuk
dan sistem perbankan di Iran yang sebelumnya menerapkan sistem konvensional
dapat berubah menjadi syariah dengan market-share 100%, pertumbuhan, dan perkembangannya disertai dengan faktor positif dan negatif yang mempengaruhinya,
dengan pembanding perbankan syariah di Indonesia.
Dalam penelitian ini penulis mengambil bahan referensi dari berbagai sumber
yang berkaitan dengan judul skripsi, seperti buku, jurnal dan media lain yang
berkaitan dengan teori ekonomi Islam, perbankan syariah dan khususnya perbankan
9 S.H. Amin, Political Economy of Islam karya Saeed Mortazavi, Ph.D, jurnal IMF dengan judul Islamic Banking: Experiences in the Islamic Republic of Iran and Pakistan karya Mohsin Khan dan Abbas Mirakhor, Iran's Economy Under the Islamic Republic karya Amuzegar Jahangir dan lain-lain.
E. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini penulis membahas tentang perubahan bentuk
sistem perbankan syariah di Republik Islam Iran, pertumbuhan,
perkembangan, faktor pendukung, beserta komparasinya dengan perbankan
syariah di Indonesia.
2. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini konsep yang dikedepankan adalah sejarah
perubahan bentuk (transformasi) sistem perbankan di Iran dari konvensional
menjadi syariah, pertumbuhan dan perkembangannya beserta faktor-faktor
10
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang memusatkan
perhatian para prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah
makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam
pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya
dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk
memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.
Pendekatan kualitatif tidak menggunakan prosedur statistik dalam
pendekatannya, melainkan dengan berbagai macam sarana. Sarana tersebut Latar Belakang (Keuangan syariah Republik Islam
Iran merupakan yang terbesar saat ini).
Pertumbuhan dan Perkembangan Perbankan Syariah Dunia.
Transformasi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran.
Pertumbuhan dan Perkembangan Perbankan Syariah di Republik Islam Iran
11 antara lain dengan wawancara, pengamatan, atau dapat juga menganalisis
dokumen, naskah, buku, jurnal, dan lain-lain.10
Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu
pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua,
peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, penelitian kualitatif
merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta terjun
ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, peneliti
kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian,
interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata dan gambar.11
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis melakukan proses penelitian
melalui interpretasi data, guna untuk pencapaian pemahaman melalui kata
yang dianalisis sebelumnya yang didapat dari berbagai macam media seperti
buku-buku, artikel, jurnal dan dokumen yang berhubungan dengan judul
skripsi.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah analisis komparatif,
yaitu penelitian yang bersifat membandingkan. Berdasarkan tempat penelitian,
maka penelitian ini termasuk library research (penelitian kepustakaan), yaitu
10
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 4.
11
12 data-data yang diperoleh dari buku-buku, jurnal ilmiah, atau majalah yang
berhubungan dengan judul skripsi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti yaitu data primer (primary data) dalam bentuk wawancara dan data sekunder (secondary data), yaitu berupa tulisan lain yang mendukung tema skripsi, yang diperoleh dari sumber lain, seperti media cetak dan elektronik.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif, yaitu analisis yang cara kerjanya diawali dengan menggambarkan
masalah, mengumpulkan, menyusun, dan menyeleksi data, lalu data-data yang
terkumpul dianalisa dan diinterpretasikan. Spradley (1980) menyatakan bahwa
analisis dalam jenis penelitian apapun merupakan cara berpikir. Hal tersebut
berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk
menentukan bagian, hubungan antar-bagian, dan hubungannya dengan
keseluruhan."12
Selain itu, metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analasis SWOT, yaitu identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan sebuah strategi.13 Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
12
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 335.
13
13 memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Diagram Analisis SWOT14
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah
matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi untuk kemudian disesuaikan
dengan kelemahan dan kekuatan yang dimiliki.
14
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT, h. 19.
BERBAGAI PELUANG
BERBAGAI ANCAMAN
KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN
14
Diagram Matriks SWOT15
IFAS EFAS STRENGHTS (S) Menentukan faktor-faktor kekuatan internal. WEAKNESSES (W) Menentukan faktor-faktor kelemahan internal OPPORTUNITIES (O) Menentukan faktor-faktor peluang eksternal.
Strategi SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Strategi WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. THREATS (T) Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal. Strategi ST
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman.
Strategi WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Buku pedoman yang digunakan dalam penyusunan
skripsi ini adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun oleh Tim
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
15
15
G. Sistematika Penulisan
BAB I Membahas latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Membahas islamisasi ilmu pengetahuan, konsep dasar perbankan syariah serta pertumbuhan dan perkembangan
perbankan syariah di dunia.
BAB III Membahas sejarah transformasi perbankan syariah di Republik Islam Iran, pertumbuhan dan perkembangannya,
serta sekilas pertumbuhan dan perkembangan perbankan
syariah di Indonesia.
BAB IV Analisis perbandingan kondisi perbankan syariah di Iran dan di Indonesia serta strategi pengembangannya.
16
BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan ('ilm) menempati posisi penting dalam pandangan-dunia Islam. Menurut Franz Rosenthal, "Dalam Islam, konsep ilmu pengetahuan merupakan
hal penting yang tiada bandingnya dengan peradaban lain." Ia mendominasi segala
aspek intelektual, spiritual, dan kehidupan sosial umat Islam. Menurut Islam, ilmu
pengetahuan manusia memiliki dua sumber utama: sumber ilahi dan manusia. Jadi,
"pengetahuan" diperoleh baik melalui wahyu ataupun intuisi, pertimbangan,
pemikiran rasional, deduksi, atau pengalaman empiris. Dua sumber ini saling
melengkapi.1
Namun sejak munculnya kebangkitan peradaban di Eropa yang dikenal
dengan istilah Renaissance, segala hal yang dikembangkan termasuk ilmu pengetahuan melepaskan aspek-aspek agama karena dianggap sebagai penghambat
perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya, beberapa ilmu pengetahuan terpisahkan
dengan konsep agama itu sendiri. Karena itu, islamisasi mempunyai tugas ganda:
mengembangkan, meningkatkan mutu, dan memodernisasi disiplin keislaman, kedua:
menghubungkan seluruh disiplin yang lain kepada keyakinan dan nilai-nilai Islam.
1
17 Islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of knowledge) merupakan sebuah istilah yang menjelaskan berbagai macam usaha dan pendekatan untuk menyatukan
etika Islam dengan berbagai bidang pemikiran modern. Produk akhirnya akan
menjadi sebuah konsensus (ijmâ') baru di kalangan umat muslim dalam hal pendekatan fikih dan metode ilmiah yang tidak melanggar norma etika Islam.
Betapapun, beberapa muslim baik dari kalangan liberal maupun tradisional
meragukan pendekatan ini, dengan memandang pembangunan bidang seperti
pengetahuan Islam dan ekonomi Islam sebagai propaganda yang diciptakan untuk
memajukan pandangan kelompok Islamis bahwa Islam mencakup seluruh sistem
sosial.2
Istilah "Islamization of Knowledge" pertama kali digunakan dan dikemukakan oleh cendikiawan Malaysia, Syed Muhammad Naquib al-Attas, dalam bukunya yang
berjudul "Islam and Secularism" yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1978. Pemikiran Syed Naquib al-Attas ini juga diadopsi oleh filosof kebangsaan Palestina,
Ismail al-Faruqi, pada tahun 1982 untuk merespon apa yang disebutnya sebagai "the malaise of the ummah" (faithful).3 Salah satu penyebab utama kelemahan ini adalah karakter ekonomi—dua karakter lainnya adalah politik dan budaya. Umat tidak
berkembang dan terbelakang. Produksi barang-barang dan jasa mereka jauh dari yang
mereka butuhkan, yang kemudian dipenuhi dengan cara mengimport barang jadi dari
2
Wikipedia, "Islamization of Knowledge", artikel diakses pada tanggal 5 Mei 2010 dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Islamization_of_knowledge.
3
18 kekuatan kolonial dan postcolonial. Hampir setiap negara muslim dapat diarahkan kepada kelaparan jika kekuatan kolonial ingin—dengan alasan apapun untuk—
menghentikan perdagangan mereka yang tidak adil. Sumber minyak yang Allah Swt.
berkahi di beberapa negara muslim tidak membuktikan kenikmatan yang semestinya.4
Terkait dengan sumber minyak di beberapa negara Timur Tengah, Abdullah
Saeed menjelaskan bahwa pendapatan minyak yang mengalir ke negara-negara Teluk
konservatif seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan Bahrain menjadi salah satu faktor
penentu yang penting dalam perkembangan bank-bank syariah, meskipun dalam
literatur kita bisa menemukan keberatan dari pihak beberapa pendukung perbankan
Islam untuk mengakui fakta ini.5 Saeed mengatakan bahwa meskipun kedua hal itu
tidak dapat dikaitkan, tapi pertumbuhan bank Islam yang cepat di tingkat
internasional terjadi setelah naiknya harga minyak pada tahun 1973-1974.
Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI tahun 1970, Mesir mengajukan sebuah
proposal untuk mendirikan bank Islam internasional dalam bidang perdagangan dan
pembangunan. Proposal itu mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga
harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi-hasil. Baru pada
Sidang Menteri Keuangan OKI tahun 1975, disepakati rancangan pendirian Bank
Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2
4
Abdul Hamid Abu Sulaiman, ed., Islamization of Knowledge Series (1), (Virginia:International Institute of Islamic Thought, 1997), h. 3.
5
19 miliar dinar Islam.6 Sampai dengan saat ini, jumlah keanggotaannya mencapai 56
negara, dengan tiga negara penyumbang modal terbesar: Arab Saudi, Libia, dan Iran.7
IDB ini juga membantu mendirikan bank-bank syariah di berbagai negara dengan
membangun sebuah lembaga riset dan pelatihan dengan nama Islamic Research and
Training Institute (IRTI).
Meskipun terdapat perdebatan di kalangan pemikir Barat dan Islam sendiri
mengenai ekonomi Islam sebagai sebuah sistem atau ilmu, namun yang jelas adalah
bahwa Islam pada dasarnya merupakan sebuah agama yang membimbing dengan
pernyataan-pernyataan normatif, seperti aturan syariah yang memerintahkan kita
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Selain itu, Islam juga menarik
perhatian kita kepada beberapa variabel dengan beberapa pernyataan deskriptif yang
berhubungan dengan beberapa disiplin ilmu akademis, seperti ekonomi, sosiologi,
dan psikologi. Inilah hal penting untuk dilakukan islamisasi terhadap ilmu sosial dan
kemanusiaan dan untuk melindunginya dari penyimpangan dan kesalahan.8
B. Riba dan Bunga Bank
Penghapusan bunga bank dalam sistem perbankan memang menjadi poin
penting dalam menciptakan sistem perbankan syariah. Hal itu telah lama dipikirkan
oleh para ulama fikih maupun ekonom muslim. Meski demikian, terdapat juga
6
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 19-21.
7
http://www.isdb.org, diakses pada tanggal 6 Agustus 2010.
8
Muhammad Anas Zarqa, "Islamization of Economics: The Concepts and Methodology",
20 beberapa ekonom muslim yang tidak menganggap bahwa riba yang ada di dalam teks
nas sama dengan praktik bunga yang ada di dalam sistem perbankan. Kelompok yang
terakhir ini disebut dengan kelompok modernis, yang menekankan aspek moral
pengharaman riba dan menomor-duakan "bentuk legal" riba.9 Sehingga, menurut
kelompok ini, jika praktik bunga perbankan tidak menzalimi maka bukanlah riba.
Fazlur Rahman, pemikir asal Pakistan, berkesimpulan bahwa penghapusan bunga
dalam kondisi perkembangan ekonomi dunia Islam akan menjadi kesalahan utama.10
Muhammad Baqir ash-Shadr, salah seorang ahli fikih dan filosof Syiah,
menulis sebuah buku pada tahun 1973 di Irak untuk menyiapkan kerangka hukum
bagi sebuah sistem perbankan syariah yang disebut: Bank Non-Ribawi dalam Islam.
Menurut al-Shadr, kebijakan seorang muslim haruslah (a) melarang setiap
keuntungan yang timbul dari riba dan penimbunan uang, (b) membangun kembali
uang dalam peran aslinya sebagai alat tukar, (c) mengubah bank dari instrumen untuk
menumbuhkan modal menjadi alat untuk memperkaya masyarakat.11
Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta dalam Islamic Banking & Finance Law
menuliskan bahwa tidak tidak ada negara yang secara penuh menerapkan sistem
syariah karena masih melibatkan bunga dalam transaksi internasionalnya, termasuk
Iran. Pernyataan ini butuh penelitian mendalam mengenai pengenaan bunga dalam
transaksi internasional karena ternyata transaksi tersebut memang disahkan dalam
9
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, h. 60.
10
SH. Amin, Islamic Banking and Finance, h. 27.
11
21 sejumlah hukum dasar fikih Syiah dan undang-undang Iran. Hal tersebut didasarkan
pada aturan bahwa harta non-muslim yang menjadi musuh kafir (harbî), dalam beberapa kondisi, tidak terlindungi dalam hukum Islam, begitu juga dengan yang
menjadi sekutu kafir harbî.12 Hal itu juga yang diterapkan dalam salah satu kaidah fikih Syiah, yakni ilzâm.
C. Konsep Perbankan Syariah
Islamisasi ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi menghasilkan salah satu
produk, yaitu perbankan syariah (islamic banking),13 yang memusatkan perhatiannya pada penghapusan bunga sebagai hal penting dalam islamisasi ekonomi. Istilah bank
yang berasal dari kata banque (bahasa Perancis) atau banco (bahasa Italia) memang memiliki akar sejarahnya di Barat. Ia memiliki arti sebagai "lemari" sebagai tempat
menyimpan harta atau "meja" sebagai tempat menukarkan harta. Banco atau meja untuk penukaran uang14 pada abad pertengahan Eropa akan dimusnahkan oleh
khalayak ramai jika gagal menjalankan fungsinya, dan dari sinilah muncul istilah
"bangkrut" (bancruptcy).15 Namun sebagai sebuah konsep, ia memiliki sejarah
12
M. A. Ansari-pour, "Interest in International Transactions under Shiite Jurisprudence",
Arab Law Quarterly, vol. 9, no. 2, (Brill, 1994), h. 170.
13
Dalam penelitian ini terkadang menggunakan istilah perbankan Islam atau perbankan islami (perbankan yang memiliki sifat keislaman) sebagai terjemahan dari Islamic banking dan perbankan syariah sebagai istilah yang dikenal di Indonesia. Semuanya memiliki maksud yang sama.
14
"Bank", Ensiklopedia Indonesia, (Bandung: W. Van Hoeve, tt.), h. 168.
15
22 panjang yang berasal dari zaman Babilonia, Yunani, dan Romawi di mana
orang-orang ingin menukar hartanya atau menyimpannya di tempat yang aman.
Disamping menghapuskan riba, perbankan syariah sebagai lembaga yang
melayani jasa keuangan juga menghasilkan keuntungan dengan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip bisnis Islam sesuai dengan aturan hukum yang sama seperti yang telah
diperintahkan kepada pribadi muslim, dalam Alquran Allah Swt. berfirman:
Artinya: "Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah [2]: 275)
Perbankan syariah diharapkan untuk menghasilkan keuntungan tetapi dilarang
untuk menghasilkan keuntungan berlebih dari biaya nasabah mereka. Tujuan
perbankan syariah sebagian besar adalah keuntungan dan moralitas. Keputusan untuk
berhubungan dengan perbankan syariah bukan hanya mencari keuntungan tetapi juga
untuk memperoleh rahmat dari Allah dengan mendukung program untuk
meningkatkan [kesejahteraan] masyarakat muslim. Di dalam Alquran dinyatakan:
!"#$ %&'( ) * + + & ', -./ 0 12 # + 34
&5 6 7
Artinya: "Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS. At-Taubah [9]: 20)
Jihad (berjuang karena Allah) bermakna pengorbanan-diri. Karena perbankan
syariah beroperasi tanpa-bunga dan berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan
23 Allah. Perbankan syariah seharusnya tidak dianggap sebagai lembaga yang
semata-mata mengejar keuntungan tidak juga lembaga derma. Namun, ia adalah kendaraan
dalam memajukan dan mengembangkan masyarakat Islam. Perbankan syariah,
meskipun harus membantu mereka yang membutuhkan, tapi juga tidak boleh
melupakan tanggung jawabnya kepada penyedia dana dan seluruh masyarakat.16
Pembahasan sebelumnya menjelaskan beberapa elemen yang terlibat dalam
perbankan Islam:17
1. Pelarangan riba dalam semua transaksi;
2. Semua aktivitas bisnis dan investasi dijalankan sesuai dengan ketentuan
syariah (halal);
3. Semua jenis transaksi harus bebas dari unsur gharar (spekulasi yang tidak pasti dan tidak masuk akal);
4. Setiap bank Islam harus membayar zakat untuk kemudian didistribusikan
kepada kelompok masyarakat yang berhak menerimanya (mustahik);
5. Semua aktivitas harus sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, dengan dewan
syariah khusus bertindak sebagai penyelia dan memberikan nasihat kepada
bank mengenai kepatutan suatu transaksi.
16
Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, (Kuala Lumpur: Pearson Malaysia, 2007), h. 20.
17
24
D. Sejarah Perbankan Syariah di Dunia
Meski Iran dinobatkan sebagai negara dengan aset keuangan syariah terbesar
di dunia, namun sebenarnya ia bukanlah negara pelopor bagi industri tersebut.
Berdasarkan sejarah keuangan syariah di dunia, jauh sebelum Iran melakukan
revolusinya, negara-negara lain sudah berusaha menciptakan sistem keuangan yang
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Meskipun beberapa di antaranya kemudian
mengalami kegagalan atau kemunduran dikarenakan kurangnya dukungan dari
masyarakat dan pemerintah.
1. Mesir
Literatur ekonomi Islam, khususnya yang membahas sejarah perbankan
syariah, lebih banyak menuliskan bahwa eksperimen perbankan syariah modern
pertama kali dapat dilacak pada pendirian Mit Ghamr Savings Bank pada tanggal
25 Juni 1963 di sebuah provinsi pedesaan Delta Nil, Mesir.18 Karena pergolakan
situasi politik di Mesir pada akhir tahun 1960-an, operasi Mit Ghamr diambil alih
oleh Bank Nasional Mesir dan Bank Sentral pada paruh kedua tahun 1967.
Sesudah itu, produk dan layanan bebas-bunga ditinggalkan dan operasi Mit
Ghamr kembali pada sistem berbasis bunga.
Pengenalan bunga dalam operasi Mit Ghamr mengurangi jumlah
penabung secara drastis. Pada tahun 1971, pemerintahan baru Anwar Sadat
merevitalisasi konsep perbankan bebas-bunga dan Nasser Social Bank milik
18
25 pemerintah didirikan untuk membawa bisnis yang didasari konsep syariah,
diikuti Faisal Islamic Bank of Egypt, Islamic International Bank for Investment
and Development, dan Egyptian Saudi Finance Bank.19
Namun saat ini, perbankan syariah di Mesir mengalami kemunduran
sejak terjadinya merger pertama kali antara sebuah bank syariah (Islamic
International Bank for Investment and Development) dengan dua bank
konvensional (United Bank of Egypt dan Nile Bank). Mereka bersama-sama
membentuk lembaga keuangan konvensional di bawah United Bank, yang 99,9%
asetnya dimiliki Bank Sentral Mesir. Saat ini hanya ada dua bank syariah: Faisal
Islamic Bank of Egypt dan Egyptian Saudi Finance Bank, di samping beberapa
outlet syariah di bank konvensional. Lebih lanjut, tidak lebih dari 128 cabang syariah dari ribuan kantor cabang aktif, yang berarti hanya ada 28 divisi yang
telah dibuka sejak tahun 1981.20
2. Pakistan
Usaha kelembagaan syariah pertama yang mengikuti prinsip-prinsip
hukum Islam didirikan pada akhir tahun 1950-an di wilayah pedesaan Pakistan.
Lembaga ini didukung oleh beberapa tuan tanah yang melakukan simpanan dana
tanpa bunga; kredit disalurkan kepada pemilik tanah yang lebih miskin untuk
meningkatkan pertanian. Tidak ada bunga yang dikenakan dalam kredit, tapi ada
19
Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 6.
20
Lahem al Nasser, "Islamic Banking in Egypt", artikel diakses pada 9 Mei 2010 dari
26 sedikit biaya administrasi untuk menutupi biaya operasional bank. Tidak ada
kekurangan peminjam, tetapi para penabung cenderung memandang pembayaran
mereka kepada lembaga sebagai komitmen satu-kali. Hasilnya, tidak butuh waktu
lama bagi proyek percobaan ini untuk kehabisan dana.21
Pakistan merupakan di antara tiga negara dunia yang telah mencoba
mengimplementasikan perbankan bebas-bunga dalam tingkat nasional. Islamisasi
sistem perbankan di Pakistan terjadi pada akhir tahun 1970-an sebagai hasil dari
coup d'etat Jendral Zia pada tahun 1977. Dewan Ideologi Islam didirikan pada bulan September 1977 bersama dengan kelompok lainnya seperti 'Superior Task
Force' yang dibentuk oleh Dewan Perbankan Pakistan untuk menghapuskan
bunga dalam sistem perbankan.
Pada tahun 1979, empat institusi keuangan (yaitu House Building Finance
Corporation, Investment Corporation of Pakistan, Nastional Investment Trust,
dan Bankers Equity Limited) mulai menawarkan fasilitas berdasarkan prinsip
syariah. Pada bulan Juni 1980, Bank Negara Pakistan mulai menggunakan
metode profit-sharing (bagi-hasil) dan mark-up (marjin) untuk transaksi yang melibatkan governmental bodies. Pada bulan Januari 1981, seluruh bank memiliki kasir untuk rekening berbasis profit-sharing dan memulai pelayanan berbasis syariah. Mulai Januari 1985, seluruh transaksi keuangan yang
melibatkan pemerintahan, perusahaan negara, dan perusahaan saham menjadi
21
27 bebas-bunga dan sejak 15 Juli 1985 seluruh tabungan yang ditempatkan dalam
lembaga keuangan menjadi bebas-bunga.22
Namun proses islamisasi di Pakistan belum menyeluruh. Pihak
pemerintah masih membayarkan bunga pada utang internasional. Seluruh bank
lebih memilih menggunakan perdagangan yang terkait dengan pembiayaan dari
pada profit-loss sharing. Begitu juga tidak adanya mekanisme lembaga yang bertanggung jawab memeriksa dan mengsahkan prosedur operasional perbankan
dari sudut sisi syariah.
3. Sudan
Keuangan syariah tidak muncul di Sudan sebelum akhir tahun 1970-an.23
Sampai taraf tertentu, pendirian perbankan syariah merefleksikan perkembangan
di negara-negara Teluk, dan kenaikan luar biasa harga minyak di awal 1970-an,
yang menghasilkan keuntungan besar di negara Teluk dan memberikan
wiraswasta modal yang mencukupi. Banyak muslim Sudan yang tidak nyaman
dengan sistem perbankan nasional karena melibatkan kontrak berbasis-bunga.
Mereka mencari alternatif bebas-bunga, dan beberapa dari mereka mengetahui
usaha pendirian lembaga keuangan syariah di beberapa tempat dunia muslim.24
22
Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 8.
23
Endre Stiansen, "Interest Politics: Islamic Finance in the Sudan, 1977-2001". Dalam Clement M. Henry dan Rodney Wilson, ed., The Politics of Islamic Finance, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 2004), h. 156.
24
28 Islamisasi sistem perbankan Sudan dilakukan pada tahun 1977 ketika
Faisal Islamic Bank of Sudan didirikan di bawah FIBS Act of the National
People's Council. Sesudah itu, lima bank syariah lain—Tadamon Islamic Bank,
the Sudanese Islamic Bank, the Islamic Co-operative Bank, Al Baraka Bank of
Sudan, dan Islamic Bank for Western Sudan—didirikan. Pada bulan September
1983, seluruh bank diminta untuk diislamisasi tapi ketika pemerintahan saat itu
digulingkan pada tahun 1985, terjadi kekacauan. Namun pada tahun 1994,
pemerintahan yang ada saat itu mengislamisasi ulang seluruh sistem perbankan.25
4. Malaysia
Malaysia memiliki sejarah awal dalam hal lembaga keuangan syariah.
Penyebutan khusus perlu diberikan kepada Tabung Haji di Malaysia, sebuah
lembaga keuangan, yang memainkan peran penting dalam evolusi perbankan
syariah. Alasan pendirian lembaga ini adalah tuntutan bahwa uang untuk haji ke
Mekkah (salah satu rukun Islam) haruslah bersih dari bunga, dan hal itu tidak
mungkin dilakukan dengan bank konvensional. Tujuan Tabung Haji yang
pertama adalah memudahkan umat muslim untuk menabung biaya perjalanan
haji. Kedua, agar umat muslim mampu menginvestasikan tabungan mereka
sesuai dengan syariah. Ketiga, untuk memberikan kesejahteraan bagi umat
muslim saat haji (Ahmed, 1995).26
25
Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 8.
26
29 Bank Islam Malaysia Berhad didirikan pada tahun 1983 dan terdaftar
secara umum pada tanggal 17 Januari 1992. Undang-Undang Perbankan Syariah
1983 mulai berlaku efektif pada tanggal 7 April 1983. Pada tanggal 1 Oktober
1999, bank syariah kedua, Bank Muamalat Malaysia Berhad (BMMB) mulai
beroperasi. Pendirian BMMB merupakan dampak spin-off setelah terjadi merger antara Bank Bumiputera Malaysia Berhad dan Bank of Commerce (Malaysia)
Berhad.27
5. Turki
Turki adalah satu-satunya negara muslim yang dengan sepenuhnya
sekular dalam sistem perbankannya. Akan tetapi, pada bulan Desember 1983,
undang-undang yang berkaitan dengan perbankan syariah disahkan. Sebagai
ganti Islamic Bank (perbankan syariah), Special Finance House digunakan, seperti Albaraka Turkish Finance House dan Faisal Finance Institution
Incorporation yang menyediakan fasilitas deposito dan pembiayaan.28
6. Eropa dan Amerika
Dewasa ini bank Islam tidak hanya terdapat di kawasan negara-negara
muslim saja, tetapi sudah dberdiri di kawasan Eropa dan Amerika. Tahun 1983
berdiri The International Islamic Bank of Denmark yang merupakan bank Islam
pertama yang berdiri di kawasan Eropa. Kemudian disusul dengan Citibank,
27
Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 10.
28
30 ANZ Bank, Chase Manhattan Bank, dan Jardine Fleming yang juga membuka
window bank Islam.29
Dari sejarah panjang yang dipaparkan secara singkat terlihat bahwa
penghapusan bunga tetap menjadi prioritas utama sistem perbankan syariah. Selain
Iran, Pakistan, dan Sudan di mana seluruh sistem perbankannya bebas-bunga,
dua-banking system masih dipertahankan di negara muslim lainnya. Beberapa di antara
mereka, seperti Mesir, Arab Saudi, dan Malaysia, perbankan konvensional diizinkan
untuk menawarkan layanan berdasarkan prinsip-prinsip Islam.
29
31
BAB III
PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA
Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai kondisi perbankan syariah di
kedua negara saat ini, memahami sejarah awal kemunculannya juga menjadi sangat
penting karena apa yang terjadi saat merupakan pengaruh dari masa lalu. Namun pada
bab ini, penulis akan lebih memfokuskan pembahasan pada sejarah, pertumbuhan dan
perkembangan perbankan syariah di Iran. Sedangkan pertumbuhan perbankan syariah
di Indonesia akan dibahas secara singkat dengan menitikberatkan pada pengaruh dan
tekanan dalam bidang politik-ekonomi.
A. Profil Singkat Republik Islam Iran
Membicarakan Republik Islam Iran tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang
peradaban Persia Kuno. Dalam sejarah ekonomi Islam, Persia telah menyumbangkan
dirham yang terbuat dari perak sebagai mata uang yang terbaik dan diterima Nabi
saw. setelah dinar emas dari Romawi.1 Pada tahun 650, hanya beberapa tahun setelah
wafatnya Nabi Muhammad saw., tentara muslim menyerbu provinsi selatan dari
kekaisaran Sassanid. Muslim Arab yang menggulingkan Sassanid melakukan hal itu
karena inspirasi dari Islam. Bangsa Iran dengan cepet menerima Islam dan bergabung
ke dalam masyarakat muslim.2
1
Hasanudin, “Sejarah Mata Uang”, lampiran dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Press, 2007), h. 309.
2
32 Setelah ribuan tahun di bawah kekuasaan beberapa dinasti, seperti Ghaznavid,
Seljuk Turki, Mongol, Timurid dan Turkman, Safawid, dan Afsharid dan Zand,
barulah pada tahun 1794 Agha Muhammad Qajar bersama pasukannya mulai
melakukan penaklukkan. Namun sejak awal abad ke-19, Dinasti Qajar mulai
menghadapi tekanan dari dua kekuatan besar dunia, Rusia dan Inggris. Dua kekuatan
ini mampu mengakses penuh dalam urusan dagang dan hubungan internasional.
Reza Khan melakukan kudeta militer. Mulai tahun 1925, Iran dikuasai Dinasti
Pahlevi. Selama era kekuasaan Reza Syah, sejumlah upaya reformasi dilakukan untuk
mengubah Iran menjadi negara modern. Dukungannya kepada Hitler pada Perang
Dunia II mendorong invasi Inggris dan Soviet untuk menduduki negara itu.
Kemudian Reza Syah disingkirkan dan anaknya Muhammad Reza dijadikan oleh raja
oleh penjajah asing tersebut. Di bawah kekuasaannya, ia mengadakan reformasi
kepemilikan tanah dan kampanye melawan buta aksara. Struktur kekuasaan negeri itu
juga diubah secara radikal dan parlemen mengeluarkan undang-undang yang
dipelopori Muhammad Mussadiq untuk menasionalisasi perusahaan minyak Iran dan
mengusir perusahaan minyak Inggris. Pemerintahan Mussadiq pun kemudian
digulingkan oleh persengkongkolan Inggris-Amerika Serikat.
Banyak kebijakan Muhammad Reza Syah yang ditentang oleh pihak ulama.
Ditangkapnya Imam Khomeini menimbulkan kerusuhan yang kemudian dihentikan
dengan kekerasan. Kemudian Ayatullah Khomeini diusir dari Iran, pertama
diasingkan ke Turki, kemudian Irak, dan terakhir Perancis. Dari Perancis, Ayatullah
33 kekuasaan. Lima belas hari sebelum Imam Khomeini kembali ke Iran, Syah lari ke
luar negeri. Dewan perwakilan dan Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata yang
ditugaskan pemerintah selama absennya Syah gagal menjalankan fungsinya.
Kerumunan massa lebih dari 1 juta orang berdemonstrasi di Tehran mendukung
Ayatullah Khomeini. Selanjutnya, referendum yang mengikuti Revolusi Islam
mengantarkan bangsa Iran menuju pembentukkan Republik Islam Iran.3
Penulis asal Perancis, Roger Garaudy, mengatakan bahwa revolusi yang
terjadi di Iran tidak sama dengan revolusi-revolusi lainnya. Revolusi Perancis,
misalnya, adalah revolusi politik yang mengalihkan kekuasaan negara dari aristokrasi
kepada sebuah hierarki baru yang didasarkan kemakmuran; demikian pula Revolusi
Rusia yang mentransfer kekuatan ekonomi dari kaum borjuis kepada proletar. Tapi
Revolusi Islam (Iran) pada satu dan saat yang sama merupakan revolusi politik
sekaligus ekonomi.4
B. Tokoh Pemikiran
Dikenal sebagai negeri mullah, kehidupan religius dan pengaruh serta peran
serta ulama begitu kental dalam perjalanan sejarah Republik Islam Iran, termasuk
dalam hal penyusunan perundang-undangan. Ulama—yang telah mempelajari
Alquran dan hadis—memiliki peran sentral dalam pemerintahan, sehingga regulasi
yang dihasilkan terpengaruh oleh latar belakang keagamaan.
3
ICRO, Iran Tanah Peradaban, h. 25.
4
34
1. Ayatullah Khomeini
Selain dikenal sebagai Bapak Revolusi Islam, Ayatullah Khomeini juga
dikenal sebagai seorang ahli fikih (fakih), filosof, dan tasawuf. Dalam
pemerintahan, ia juga dikenal dengan politikus handal dengan meramu sistem
pemerintahan yang disebut sebagai wilâyatul faqîh. Ia percaya bahwa Islam bukan sekedar agama yang bersembunyi di masjid namun juga menembus ranah
sosial, politik, dan masyarakat. Dalam surat wasiatnya, Ayatullah Khomeini
menyatakan,
Islam adalah sebuah ajaran yang berbeda dengan faham-faham politeisme. Islam berperan dalam seluruh urusan individual dan sosial, material dan spiritual, budaya, politik, militer dan ekonomi. Islam sama sekali tidak melupakan poin-poin yang berpengaruh dalam mendidik manusia dan memajukan kehidupan material dan spiritual mereka. Islam selain mengingatkan halangan dan kendala yang menghambat jalan kesempurnaan individu dan masyarakat, juga berupaya mengatasinya.5
Dalam bidang ekonomi, Ayatullah Khomaini menempatkan kemandirian
ekonomi sebagai salah satu tujuan penting sistem ekonomi Islam. Ia menyerukan
berbagai penolakan terhadap segala bentuk ketergantungan pada pihak asing.
Menurutnya, setelah ketergantungan intelektual, ekonomi merupakan sumber
segala ketergantungan budaya, politik dan sosial. Bahkan ditegaskannya, tanpa
upaya mencapai kemandirian ekonomi, tidak bisa mencapai kemandirian di area
lain.
5
"Pandangan Visioner Imam Khomeini", berita diakses dari http://indonesian.irib.ir/
index.php/agama/islamologi/22324-pandangan-visioner-imam-khomeini-ra.html diakses pada tanggal
35 Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dan pembangunan yang
berkesinambungan, ia menyampaikan beberapa prinsip krusial antara lain:6
a. Pada seluruh lini harus mandiri, tidak boleh bergantung pada pihak lain.
b. Memacu berbagai langkah dalam pembangunan dan pengembangan berbagai
pusat ilmu pengetahuan dan riset, untuk mendorong lahirnya para ahli di
segala bidang dengan berbagai karyanya yang gemilang.
c. Melakukan efisiensi penggunaan sumber daya alam tepat guna, sebagai
bekal generasi mendatang.
d. Mendorong seluruh partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, di
antaranya memompa investasi masyarakat untuk meminimalisasi investasi
asing.
e. Melindungi produksi dalam negeri.
f. Mendukung produksi dalam negeri sebagai upaya mencukupi kebutuhan
masyarakat.
2. Ayatullah Mahmud Taleghani
Sayid Mahmud Taleghani dikenal sebagai seorang teolog, reformis, dan
ulama Syiah senior. Sebagai pendiri Freedom Movement of Iran, ia dianggap
sebagai wakil dari kecenderungan banyak "ulama Syiah yang mencampurkan
Syiah dengan cita-cita Marxis dengan tujuan bersaing dengan gerakan sayap kiri"
6
36 di tahun 1960-an.7 Meski tidak seberpengaruh seperti Ayatullah Khomeini,
Ayatullah Taleghani berperan penting dalam "membentuk gelombang
pergerakan" menuju Revolusi Islam yang dipimpin Ayatullah Khomeini.
Secara umum, tulisan-tulisannya menggambarkan pemikiran Syiah
mainstream tetapi berbeda dalam hal penerapannya. Pemikiran Taleghani selalu merefleksikan keinginan dan kepercayaannya pada keadilan dan kebebasan
sosio-ekonomi, melalui lembaga syura di tingkat lokal. Sambil menolak filosofi
Marxis maupun kapitalis, Taleghani mengemukakan Islam sebagai alternatif,
khususnya mengenai kepemilikan dan sistem ekonomi (salah satu karyanya
berjudul Islam and Ownership).8 Selain itu juga, Taleghani mengusulkan adanya pasar yang 'terpimpin' di mana negara memainkan peranan penting sebagai
pelindung dan regulator kegiatan ekonomi, yang berpartisipasi langsung dalam
pemenuhan kebutuhan dasar.9
3. Abbas Mirakhor
Abbas Mirakhor adalah Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional
(IMF) yang mewakili pemerintahan Iran di IMF. Abbas Mirakhor pernah
menjabat sebagai ekonom di Departemen Penelitian IMF dan sebelumnya
Profesor Ekonomi di Florida Institute of Technology.
7
http://en.wikipedia.org/wiki/Mahmoud_Taleghani, diakses pada tanggal 25 Agustus 2010
8
Mohamed Aslam Hanef, Contemporary Islamic Economic Thought, (Kuala Lumpur: Ikraq, 1995), h. 94
9
37 Ia mendapatkan gelar Ph.D dari Kansas State University, dan telah
menerbitkan karyanya dalam berbagai bidang, termasuk teori makroekonomi,
matematika ekonomi, dan ekonomi Islam. Ia merupakan penulis bersama buku
berjudul Theoretical Studies in Islamic Banking and Finance yang diterbitkan oleh Islamic Publications International pada 15 September 2005. Ia mendapatkan
penghargaan dari Bank Pembangunan Islam (IDB) pada tahun 2003 dalam
bidang ekonomi Islam bersama dengan Dr. Mohsen Khan, Direktur Institut
IMF.10
C. Sistem Perbankan Pra-Revolusi
Untuk memahami kondisi ekonomi dan proses perubahan sistem perbankan
dari konvensional menjadi syariah di negara Iran, maka kita perlu mengetahui latar
belakang dan sejarah keberadaan beberapa bank asing di Iran. Kondisi pasca-revolusi
cukup terkait dengan peran beberapa lembaga keuangan dan perdagangan di masa
lalu.
Ketika Revolusi Konstitusi 1906 di masa Dinasti Qajar diberlakukan, para
pakar keuangan asing didatangkan untuk menciptakan sistem keuangan yang modern.
Morgan Shuster dari Amerika masuk pada tahun 1911 dan pada tahun 1922 giliran
A.C. Millspaugh. Selama lima tahun, A.C. Millspaugh yang juga berasal dari
Amerika Serikat berhasil membangun neraca berimbang dan memastikan efisiensi
10
Wikipedia, "Abbas Mirakhor", artikel diakses pada tanggal 2 November 2010 dari
38 pengumpulan pajak. Selama dua tahun selanjutnya, 1943 sampai 1945, Millspaugh
melakukan usaha serius untuk mereformasi struktur keuangan secara keseluruhan.
Di periode tersebut, selain Amerika, bank-bank dari Inggris dan Rusia juga
sangat aktif di Iran. Pada tahun 1953, sejumlah bank Amerika memiliki hubungan
dekat dengan penguasa saat itu, Shah dan keluarganya. Bank of America, Morgan
Garanty, dan Chase Manhattan memiliki hubungan dengan Shah pribadi.11 Pada
tahun 1968, Citibank mengakuisisi 35 persen saham Bank Iranian, begitu juga dengan
perusahaan minyak Iran yang menyimpan sahamnya di New York.
Menyusul kenaikan harga minyak pada tahun 1973, pemerintah Iran
meningkatkan pengeluaran dalam jumlah besar. Banyak proyek publik dan swasta
disetujui dan kontrak besar diberikan untuk urusan Iran dan asing. Pengeluaran
besar-besaran ini meningkatkan jumlah penawaran uang yang belum pernah terjadi
sebelumnya sehingga mempertinggi tingkat inflasi. Meskipun terjadi ledakan harga
minyak pada tahun 1973, sejak 1975 Iran mulai untuk meminjam lebih banyak dari
Barat, khususnya perbankan Amerika, untuk membiayai militernya yang ambisius
dan mengembangkan beberapa program. Di antara bank-bank Amerika, Central
Bank, Citibank, dan Bank of America, telah memberikan pinjaman sekitar 350 juta
dolar Amerika kepada Iran.12
11
SH. Amin, Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran. (Tehran: Vahid Publications, 1986), h. 37.
12
39 Pemerintahan pasca-revolusi, yang kekuasaannya berasal dari fundamentalis
Islam Syiah, dengan cepat mengubah orientasi politik, strategi, dan ekonomi Iran,
serta mengawali proses dewesternisasi. Beberapa perusahaan multinasional,
khususnya perusahaan Amerika, diusir. Otoritas revolusi menganggap penting
penghapusan dasar-dasar program industrialisasi Shah dalam rangka islamisasi
negara. Kontrak bernilai miliaran dolar dibatalkan dan tanggal 15 Februari 1979,
Pemerintahan Iran membekukan seluruh transaksi bank dengan negara asing.13
Pemerintah Amerika Serikat menjawab usaha ini dengan membekukan seluruh aset
rakyat Iran dengan bank-bank Amerika di dalam dan luar negeri.
Pada tanggal 8 Juni 1979, Iran menasionalisasi seluruh bank swasta dan
struktur pengawasan baru dibentuk untuk bank-bank umum. Awalnya, Bank Sentral
Iran tetap melanjutkan membayar bunga pinjaman Negara namun menolak untuk
menerima tanggung jawab atas pinjaman yang diterima oleh keluarga Shah.
Sementara itu, secara sistematis Iran menarik deposito besar mereka dari beberapa
bank Amerika yang berasal dari pendapatan minyak dan mendepositokannya ke bank
lain. Banyak bank Amerika seperti Chase dan Citibank merasa khawatir akan
keamanan pinjaman asal Iran mereka. Mereka memerintahkan beberapa perusahaan
pengacara Inggris untuk melampirkan dan mengganti rugi aset Iran di London.
Belajar dari kasus pembekuan aset Kuba, pada tanggal 14 November 1979
Amerika Serikat juga membekukan aset Iran yang disimpan pada bank-bank Amerika
13
40 baik yang berada di wilayah hukum Amerika Serikat ataupun yang berada di luar
wilayah hukum Amerika Serikat. Besarnya aset Iran pada awalnya tidak diketahui,
tapi pejabat Departemen Keuangan Amerika Serikat memperkirakan lebih dari 8
miliar dolar AS telah diblokir. Namun sekitar delapan bulan kemudian, ketika sensus
telah usai, jumlahnya meningkat menjadi 11 miliar dolar AS dan akhirnya memuncak
menjadi 12 miliar dolar AS menyusul bunga yang bertambah, termasuk deposito
bank, emas, dan properti lainnya.14 Terkecuali, sekitar 17 juta dolar aset Iran yang
telah disetorkan untuk pembelian senjata di Amerika Serikat, tidak terkena perintah
pembekuan. Dewan Revolusi di Tehran mengeluarkan undang-undang pada tanggal
14 Februari 1980 yang memungkinkan jumlah tersebut dibayarkan kepada mahasiswa
revolusi dan warga Iran lain yang berkomitmen yang berada di Amerika Serikat dan
juga untuk membayar biaya hukum pengacara yang berperan bagi Iran di Amerika
Serikat. Namun demikian, peristiwa tersebut membuktikan bahwa pembekuan 12
miliar dolar aset Iran merupakan sanksi ekonomi Amerika Serikat paling penting
terhadap Iran.15
Pengalaman masa lalu sistem perbankan konvensional Iran memang tidak
menyenangkan. Di masa Dinasti Qajar dan Pahlevi, kedua rezim monarki
mendapatkan pinjaman Negara lebih sering namun tidak memuaskan hasrat dan
kepentingan pribadi dibandingkan kebutuhan perekonomian nasional. Segera setelah
14
Wikipedia, "US Sanctions Against Iran", artikel diakses pada tanggal 12 Agustus 2010 dari
http://en.wikipedia.org/wiki/U.S._ sanctions_against_Iran.
15
41 revolusi pada tahun 1979, pemerintahan yang baru memulai rencana untuk
mengurangi hubungan politik, ekonomi, dan keuangan dengan Amerika Serikat.
D. Transformasi Perbankan Syariah
Iran telah melakukan konversi seluruh sistem perbankannya ke dalam sistem
islami bebas-riba. Perbankan syariah yang muncul pada tahun 1970-an di luar Iran,
beroperasi secara paralel dengan perbankan konvensional. Setelah revolusinya, Iran
menjadi negara pertama yang secara penuh melarang segala transaksi perbankan dan
keuangan yang melibatkan riba (bunga). Sesuai dengan hal itu, prinsip 49
Undang-Undang Republik Islam (1979) menyebut riba sebagai contoh utama cara yang tidak
dapat diterima untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam situasi sulit itu, pemerintah mengambil tiga kebijakan penting:
reformasi perbankan, kontrol devisa, dan pembatasan suku bunga. Bank-bank
dimerger dari 27 bank menjadi lima bank komersial (umum) dan empat bank khusus,
namun pada saat yang sama didirikan 22 bank provinsi. Jumlah kantor bank menurut
drastis dari 8.275 menjadi 6.581 kantor.16 Di sisi lain, tampaknya kebijakan kontrol
devisa menimbulkan dampak buruk, yaitu maraknya pasar gelap. Praktik bunga
belum dilarang, hanya dibatasi.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian, tahap kedua reformasi dimulai
pada Agustus 1983 dengan disahkannya UU Perbankan Islam. Ba