• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DAN

ANAK TERLANTAR OLEH YAYASAN SIMPANG TIGA DI

MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi dan Memenuhi Syarat untuk

Mencapai Gelar Sarjana Sosial

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diajukan Oleh: Mei Lasrina Tambunan

050902028

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Mei Lasrina Tambunan Nim : 050902028

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Efektivitas Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan

HALAMAN PERSETUJUAN

Medan, September 2009 PEMBIMBING

(Hairani Siregar S.Sos, M.SP) NIP : 197109271998012001

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

(Drs. Matias Siagian, M.si) NIP : 196303131993031001

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Penguji Skripsi Departemen

Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara

Hari/Tanggal :

Waktu :

Tempat :

Tim Penguji

Ketua Penguji :

Reader/Penguji I :

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DAN ANAK TERLANTAR OLEH YAYASAN SIMPANG TIGA DI MEDAN

Keberhasilan suatu bangsa pada masa yang akan datang ditentukan oleh kualitas anak pada masa sekarang. Ditengah-tengah kondisi bangsa dan negara Indonesia saat ini, tidak semua anak menikmati kehidupan yang baik. Banyak anak dalam kondisi yang memprihatikan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Salah satunya adalah anak terlantar dan anak jalanan. Anak jalanan dan anak terlantar membutuhkan pemenuhan kebutuhan secara holistik untuk memiliki kehidupan lebih baik pada masa yang akan datang, sama halnya dengan anak yang berada pada asuhan orang tua. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan.

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Simpang Tiga. Jln Kapten Muslim gg Jawa No. 34 Medan. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan populasi sebanyak 28 anak dan sampel juga sebanyak populasi yaitu 28 anak. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan melalui referensi yang berkaitan dengan penelitian dan studi lapangan berupa, observasi, wawancara dan penyebaran angket. Sedangkan teknik analisa data adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa dalam pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan, belum efektif. Hasil yang diperoleh adalah pengasuhan yang sudah dikerjakan oleh Yayasan Simpang Tiga sudah efektif. Pemberian pendidikan baik pendidikan formal maupun informal belum efektif, demikian juga halnya dengan pemberian keterampilan kepada anak asuh juga belum efektif. Sementara untuk kemandirian anak asuh juga sudah efektif.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

atas kasih dan pertolongan yang Dia berikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik, yang berjudul “Efektivitas

Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat

dalam menempuh ujian komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dari awal pengerjaan sampai penyelesaian

skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, Msi selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara secara khusus Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial.

4. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, MSP selaku dosen pembimbing penulis, yang

telah banyak meluangkan waktu dan membagikan ilmunya khususnya

(6)

5. Bapak Ebit Simbolon, S.Psi selaku ketua Yayasan Simpang Tiga Medan.

Yang telah mengizinkan penulis mengadakan Praktikum II dan penelitian

di Yayasan Simpang Tiga Medan. Dan juga ka Minar dan ka Tety serta

adik-adik di Yayasan Simpang Tiga yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, terima kasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.

6. Bapak M. Tambunan dan mama J.R. Silitonga yang sangat saya kasihi dan

saya cintai, terima kasih buat semua yang telah mama dan bapak berikan

dan juga perjuangannya dalam membesarkan dan menyekolahkan saya.

Abangku yang terkasih, Agus Tambunan buat bantuan dan perhatiannya

selama ini. Semoga segera bertemu dengan belahan jiwa. Adek saya Epi,

terima kasih buat dukungannya, tetap semangat belajar ya. Adek saya

Aron Doni jangan bandal ya dan rajin belajar, dan buat pudan Rini Juita

tetap semangat belajar dan sayang ma mama dan bapak.

7. Keluarga besar Tambunan, uda Lia dan uda Frengki dan keluarga terima

kasih buat dukungannya, bou Delvi dan keluarga dan ka Fael dan juga

keluarga terimakasih buat perhatian dan motivasinya.

8. Buat teman-teman mahasiswa, khususnya mahasiswa Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial buat kebersamaan dan dukungannya.

9. Kelompok kecil Abigail (ka Doris, ka Ocy, Wati, Julia, dan Rohani)

terima kasih buat kebersamaan, dukungannya. Tetap semangat dan jadi

berkat dimanapun berada. Adek kelompokku Aufklarung dan The Secret

Of Happiness ( Fernandez, Frans, Yohana, Nina, dan Nova) tetap

(7)

10.Keluarga besar UKM KMK USU UP PEMA FISIP (ALUMNI, PKK,

AKK, DAN TPP) terima kasih buat dukungannya. Tetap berjuang untuk

taat dan setia kepada Sang Juruslamat kita. Secara khusus buat TPP

periode 2008/2009 (ka Rita, Corry, Yenti, Frensi, Maria, Ica, Hanna,

Yulia, Rohani, Butet dan Aroz) tetap semangat dan terus berjuang untuk

hidup seturut dengan kehendakNya.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadai bahwa skripsi ini masih jauh

dari sempurna. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun

demi kesempurnaannya. Penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi kita

semua.

Medan, September 2009

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas ... 10

2.1.1 Pengertian Efektivitas ... 10

2.2 Pemberdayaan ... 13

2.3 Keluarga ... 17

2.3.1 Pengertian Keluarga ... 17

2.3.2 Ciri-ciri Keluarga ... 18

2.3.3 Fungsi Keluarga ... 21

2.4 Pengertian Anak Jalanan ... 23

2.5 Anak Terlantar ... 29

2.6 Kerangka Pemikiran ... 30

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 33

2.7.1 Defenisi Konsep ... 33

(9)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian ... 36

3.2 Lokasi Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel ... 37

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.5 Teknik Analisa Data ... 38

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Berdiri... 39

4.2 Visi dan Misi ... 42

4.3 Letak dan Kedudukan ... 42

4.4 Sarana dan Prasarana ... 44

4.5 Struktur Organisasi ... 47

4.6 Susunan Pengurus ... 48

4.7 Jadwal Kegiatan Anak Asuh ... 49

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Identitas Responden ... 51

5.2 Analisis Jawaban Responden ... 53

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 82

6.2 Saran ... 83

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Sarana Yayasan Simpang Tiga ... 44

Tabel 2 Prasarana Yayasan Simpang Tiga ... 44

Tabel 3 Jadwal Kegiatan Anak Asuh ... 49

Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 51

Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Suku ... 52

Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Pihak yang Membawa ke Yayasan Simpang Tiga ... 53

Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Mencukupi Kebutuhan ... 54

Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Kebutuhan Jasmani ... 54

Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarka Hubungan dengan Pengasuh ... 55

Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Sesama Anak Asuh ... 56

Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Diperhatikan Ketika Mengalami Masalah ... 57

Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan Kebebasan Memilih ... 58

Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Yayasan Simpang Tiga ... 59

Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 60

Tabel 16 Distribusi Responden Berdasarkan Pihak yang Memilih Sekolah ... 60

Tabel 17 Distribusi Responden Berdasarkan Perasaaan Senang dengan Sekolah ... 61

Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Fasilitas yang ada di Sekolah ... 62

Tabel 19 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Perlengkapan Sekolah oleh Yayasan Simpang Tiga ... 63

Tabel 20 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Pendidikan Tambahan Belajar Selain Belajar di Sekolah ... 64

Tabel 21 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Sekolah Setelah Tinggal di Yayasan Simpang Tiga ... 65

Tabel 22 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Mendapatkan Prestasi di Sekolah ... 66

Tabel 23 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Pendidikan Tambahan di Yayasan Simpang Tiga ... 67

Tabel 24 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Terhadap Materi Pendidikan Tambahan ... 68

Tabel 25 Distribusi Responden Berdasarkan Berapa Kali Mendapatkan Pendidikan Tambahan dalam Satu Bulan ... 69

Tabel 26 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Mendapatkan Pendidikan Tambahan ... 70

(11)

Tabel 28 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Pendidikan

Keterampilan di Yayasan Simpang Tiga... 71 Tabel 29 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keterampilan yang

Diberikan ... 72 Tabel 30 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas untuk Mendukung

Keterampilan ... 72 Tabel 31 Distribusi Responden Berdasarkan Berapa Kali Diberi Latihan

Keterampilan dalam Satu Bulan ... 73 Tabel 32 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Diberi Keterampilan ... .. 74 Tabel 33 Distribusi Responden Berdasarkan Senang denganKeterampilan

yang Diberikan ... .. 74 Tabel 34 Distribusi Responden Berdasarkan Mencuci dan Menyetrika Pakaian

Sendiri ... 75 Tabel 35 Distribusi Responden Berdasarkan Mengerjakan Kegiatan Menyapu

dan Mengepel ... 76 Tabel 36 Distribusi Responden Berdasarkan Sering Mengerjakan Kegiatan

Menyapu dan Mengepel ... 77 Tabel 37 Distribusi Responden Berdasarkan ada yang Mengajari Ketika Belajar

di Yayasan Simpang Tiga ... 78 Tabel 38 Distribusi Responden Berdasarkan Sering Mengikuti Kegiatan

Ibadah ... 79 Tabel 39 Distribusi Responden Berdasarkan Sering Menjadi Pelayan Ibadah.. 79 Tabel 40 Distribusi Responden Berdasarkan Mengikuti Kegiatan Kerohanian

di Luar Yayasan Simpang Tiga ... 80 Tabel 41 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Mengikuti Kegiatan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Bagan Alir Pemikiran ... 31

(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DAN ANAK TERLANTAR OLEH YAYASAN SIMPANG TIGA DI MEDAN

Keberhasilan suatu bangsa pada masa yang akan datang ditentukan oleh kualitas anak pada masa sekarang. Ditengah-tengah kondisi bangsa dan negara Indonesia saat ini, tidak semua anak menikmati kehidupan yang baik. Banyak anak dalam kondisi yang memprihatikan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Salah satunya adalah anak terlantar dan anak jalanan. Anak jalanan dan anak terlantar membutuhkan pemenuhan kebutuhan secara holistik untuk memiliki kehidupan lebih baik pada masa yang akan datang, sama halnya dengan anak yang berada pada asuhan orang tua. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan.

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Simpang Tiga. Jln Kapten Muslim gg Jawa No. 34 Medan. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan populasi sebanyak 28 anak dan sampel juga sebanyak populasi yaitu 28 anak. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan melalui referensi yang berkaitan dengan penelitian dan studi lapangan berupa, observasi, wawancara dan penyebaran angket. Sedangkan teknik analisa data adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa dalam pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan, belum efektif. Hasil yang diperoleh adalah pengasuhan yang sudah dikerjakan oleh Yayasan Simpang Tiga sudah efektif. Pemberian pendidikan baik pendidikan formal maupun informal belum efektif, demikian juga halnya dengan pemberian keterampilan kepada anak asuh juga belum efektif. Sementara untuk kemandirian anak asuh juga sudah efektif.

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Anak adalah individu yang sejak dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia

yang tidak berdaya dan lemah. Didalam perjalanan pertumbuhan dan

perkembangan hidup anak ditopang oleh orang-orang dewasa yang ada disekitar

anak baik ayah, ibu, kakak, maupun saudara dekat yang lain. Topangan yang

diberikan melalui pengasuhan, pendidikan, membesarkan dan mencukupi segala

kebutuhannya.

Semua usaha-usaha dalam rangka membesarkan anak bukan berarti tanpa

tujuan. Melainkan ada sebuah harapan yang diberikan oleh orang-orang yang

dekat disekitar anak secara khusus orang tua. Bahkan bukan hanya orang tua yang

mempunyai harapan tetapi juga masyarakat, bangsa dan negara. Diharapkan dari

anak adalah menjadi manusia yang berhasil pada masa yang akan datang,

membawa perubahan lebih baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam upaya pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal bagi anak,

diperlukan perhatian yang serius dari pihak-pihak yang paling dekat dengan anak.

Tidak semua anak memiliki pertumbuhan yang baik, ada banyak faktor yang

menyebabkan. Hal ini merupakan suatu masalah. Karena dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami hambatan.

Sampai saat ini Bangsa Indonesia masih diperhadapkan dengan

masalah-masalah anak. Ada begitu banyak masalah-masalah yang terkait dengan anak, kategori

(15)

berdasarkan masalah yang dialami anak-anak sendiri. Anak yang berada dalam

situasi sulit terdiri dari:

1. Anak-anak yang berada dalam keadaan yang diskriminatif, yaitu:

a. Larangan perlakuan diskriminatif anak.

b. Nama dan kewargananegaraan anak.

c. Anak cacat (disabled).

d. Anak suku terasing (children of indegenous people).

2. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni:

a. Anak yang terpisah dari keluarganya.

b. Anak korban penyelundupan dan terdampar di luar negeri.

c. Anak yang terganggu privasinya.

d. Anak korban kekerasan dan penelantaran.

e. Anak tanpa keluarga.

f. Anak yang diadopsi.

g. Anak yang ditempatkan pada suatu lokasi yang perlu ditinjau secara

berkala.

h. Buruh anak.

i. Anak korban eksploitasi seksual.

j. Anak korban perdagangan anak, penyelundupan anak dan penculikan

anak.

k. Anak yang dieksploitasi dalam bentuk yang lain.

l. Anak korban penyiksaan dan perampasan kebebasan.

3. Anak-anak dalam situasi darurat, yakni:

(16)

b. Pengungsi anak-anak.

c. Anak yang terlibat dalam konflik bersenjata dan serdadu anak.

d. Anak yang ditempatkan di suatu tempat yang harus ditinjau secara berkala.

Masalah anak berdasarkan masalah yang dialami anak-anak sendiri adalah:

a. Anak terlantar.

b. Anak yang tidak mampu.

c. Anak cacat.

d. Anak yang terpaksa bekerja (pekerja anak).

e. Anak yang melakukan pelanggaran/kenakalan anak.

f. Anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

g. Kewarganegaraan.

h. Perwalian.

i. Pengangkatan anak.

j. Perlindungan terhadap pemerkosaan, kejahatan dan penganiayaan.

k. Perlindungan terhadap penculikan.

l. Bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadian.

m. Resosiliasi eks narapidana anak.

n. Pewarisan.

o. Perlindungan anak yang orangtuanya bercerai.

p. Anak lahir diluar nikah.

q. Alimentasi.

r. Penyalahgunaan seksual.

(17)

Masalah tersebut membutuhkan penanganan, baik oleh pemerintah maupun

masyarakat melalui LSM (Lembaga Swadaya Mayarakat). Demikian halnya

dengan masalah anak jalanan dan anak terlantar yang terus menerus diupayakan

penanganannya. Oleh karena jumlah anak jalanan dan anak terlantar yang begitu

banyak. Berdasarkan hasil survei sosial yang dilakukan Unika Atma Jaya dengan

pendanaan dari ADB (Asean Development Bank) pada tahun 1997, jumlah anak

jalanan di 12 kota besar di Indonesia adalah 39.861 orang. Terdiri dari 32.678

laki-laki dan 7.183 perempuan. Sementara hasil laporan UNICEF (United Nations

Children’s Fund) pada tahun 1998 menyebutkan jumlah anak jalanan di seluruh

Indonesia mencapai 50.000 orang (Andari, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan

Sosial, 2003: 32).

Dalam kurun waktu satu tahun jumlah anak jalanan mengalami peningkatan

yang begitu besar. Demikian halnya dengan hasil SUSENAS (Survei Sosial

Ekonomi Nasional) pada tahun 2000, menunjukkan bahwa jumlah anak terlantar

di Indonesia mencapai 3,1 juta anak (5,3%) sedangkan yang termasuk kategori

rawan terlantar sekitar 10,3 juta anak (17,6%) dari jumlah seluruh anak Indonesia

58,7 juta anak artinya 13,4 juta atau 22,9% dari jumlah seluruh anak Indonesia,

memerlukan perhatian khusus untuk mencegah dan mengentaskan mereka dari

keterlantaran ( Untung, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2004:

23&24).

Secara nasional pada tahun 2002 jumlah anak jalanan sekitar 160.000

anak, anak terlantar usia 6-8 tahun 3.488.309 orang dan jumlah anak yang rawan

terlantar 10.322.674 orang (Aminatun, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan

(18)

Pudji Hastuti MSC PH terdapat 150.000 anak jalanan di berbagai kota besar

bekerja dan hidup di jalanan. Mereka tidak memiliki rumah tinggal dan tidak

terlindungi. Data ini jauh lebih besar tiga kali lipat dari data yang dapat dihimpun

DEPSOS (Departemen Sosial) pada tahun 2000 yaitu sekitar 50.000 anak dari 12

kota besar, sedangkan Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2000 mencatat jumlah

anak jalanan ibukota mencapai 11.000 orang dan anak terlantar sekitar 18.000

orang. Sesuai data Departemen Sosial, jumlah anak terlantar pada tahun 2006

mencapai 2.815.393 anak. Jumlah terbanyak di Jawa Timur sebanyak 347.297

anak, Sumatera Utara 331.113 anak, Jawa Barat 246.490 anak, Jawa Tengah

190.320 anak, Sumatera Selatan 146.381 anak dan untuk jumlah anak terlantar di

DKI Jakarta sebanyak 14. 804 anak

Saat ini tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. KPAI

(Komisi Perlindungan Anak Indonesia) memperkirakan pada tahun 2006 terdapat

sekitar 150. 000 anak jalanan di Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di Jakarta.

Di Sumatera Utara sendiri pada tahun 2007, KKSP (Kelompok Kerja Sosial

Perkotaan) memperkirakan jumlah anak jalanan di seluruh Kabupaten dan kota

sekitar 5000 ana

diperoleh harian waspada dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah

gelandangan, pengemis dan anak jalanan mencapai 95.791 orang. Dengan rincian

3.300 pengemis, 4.823 gelandangan, 18.741 anak jalanan dan 68.927 anak

terlantar. Dan juga terdapat anak balita terlantar sejumlah 62.428 orang

Penanganan masalah anak jalanan dan anak terlantar belum berhasil

(19)

yang dilakukan Tim Peneliti UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) bekerja

sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial

Badan Pelatihan dan Pengembangan Depsos (PPP-UKS Balat Bangsos), yaitu

menurut Mufidz salah satu dari tim tersebut, menyebutkan bahwa kegagalan

pemerintah dan masyarakat dalam menangani masalah anak jalanan disebabkan

oleh minimnya perhatian semua pihak terhadap eksistensi sebagai penanggung

jawab anak. Belum adanya model penanganan yang jelas, sistematik, dan

komprehensif terhadap anak jalanan dan anak terlantar.

Pemerintah RI melalui Depsos dan jajarannya telah berupaya menangani

dengan regulasi, pengalokasian dana, fasilitas pelayanan hingga penyediaan

rumah singgah. Namun kompleksnya permasalahan dan jumlah anak jalanan dan

anak terlantar dimana yang terus meningkat menyebabkan penanganannya belum

optimal dan efektif. Bukan hanya pemerintah melalui Depsos yang berupaya

dalam menangani anak jalanan dan anak terlantar. Lembaga Swadaya Masyarakat

juga ikut berpartisipasi (http: ratiqhanzen.wordpress.com/1 April 2009).

Dalam menangani anak jalanan dan anak terlantar Lembaga Swadaya

Masyarakat menggunakan penanganan secara nasional, tetapi ada juga dengan

penanganan melalui pendekatan agama. Diantara Lembaga Swadaya Masyarakat

yang menangani masalah anak adalah Yayasan Simpang Tiga. Yayasan Simpang

Tiga ini didirikan untuk menangani anak jalanan dan anak terlantar di Kota

Medan, yayasan ini memiliki tiga program yaitu Panti Asuhan, Rumah Singgah

dan klub sehat anak ceria. Mengingat anak adalah generasi penerus bangsa, yang

sejak dini diupayakan pertumbuhan dan perkembangannya dengan optimal. Anak

(20)

yang berada dalam asuhan orang tua. Membutuhkan haknya sebagai manusia

berupa perlindungan, pemenuhan kebutuhan baik jasmani, rohani maupun sosial.

Bahkan juga terhadap pendidikan.

Yayasan Simpang Tiga Medan mengupayakan pemenuhan hak anak, oleh

karena keluarga dari anak tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan anak.

Sehingga Yayasan Simpang Tiga merupakan pengganti keluarga bagi anak yang

dibina didalamnya. Yayasan Simpang Tiga Medan berada dalam naungan

Yayasan Simpang Tiga yang berpusat di Kota Bali. Hal yang menarik dari

Yayasan ini bagi peneliti adalah bahwa dalam seluruh aspek kegiatannya

menggunakan pendekatan agama yaitu melalui pendekatan agama Kristen

Protestan. Sampai saat ini ada 28 orang anak yang dibina dengan tingkat

pendidikan mulai dari TK, SD, SMP dan SMA.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui bagaimanakah efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak

terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan, yang terangkum dalam skripsi

dengan judul ” Efektivitas Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh

Yayasan Simpang Tiga di Medan”.

1.2Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan

masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: “bagaimanakah

efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang

(21)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberdayaan

anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan baru atas

pengetahuan yang sudah ada khususnya dalam bidang atau ilmu kesejahteraan

sosial. Bagi Yayasan Simpang Tiga Medan hasil penelitian ini dapat menjadi

referensi untuk meningkatkan efektivitas pelayanan yang akan dikerjakan di masa

(22)

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek

yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi

operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisi sejarah singkat berdirinya Yayasan Simpang Tiga Medan,

struktur organisasi dan gambaran umum lokasi penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta

analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Menurut Sondang P. Siagian pengertian efektivitas adalah:

Pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.

Sementara menurut Abdurahmat “efektivitas adalah pemanfaatan sumber

daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan

sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya”.

Chester I.Barnard memberi defenisi efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas adalah

pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama. Tingkat pencapaian

sasaran menunjukkan tingkat efektivitas”. Pada dasarnya efektivitas menyangkut

pencapaian sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pihak yang terlibat

didalam suatu organisasi atau lembaga (http://othenk planet.blogspot.com/1 April

2009).

Terdapat 3 pandangan mengenai efektivitas. Pada tingkat yang paling dasar

terletak efektivitas individu. Pandangan dari segi individu menekankan hasil karya

karyawan atau anggota tertentu dari organisasi. Tugas yang harus dilaksanakan

biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan atau posisi dalam organisasi.

Prestasi kerja individu menilai secara rutin lewat proses evaluasi hasil karya yang

merupakan dasar bagi kenaikan gaji, promosi dan imbalan lain yang tersedia dalam

(24)

dalam suatu organisasi. Dalam kenyataannya individu biasanya bekerja

bersama-sama dalam kelompok kerja.

Pandangan lain mengenai efektivitas yaitu pandangan dari segi efektivitas

kelompok. Dalam beberapa hal, efektivitas kelompok adalah jumlah kontribusi dari

semua anggotanya. Misalnya bagi kelompok ilmuwan yang mengerjakan

proyek-proyek individual, yang tidak saling berhubungan, maka besarnya efektivitas sama

dengan jumlah efektivitas dari tiap-tiap individu. Dalam beberapa hal lain efektivitas

kelompok adalah lebih besar dari jumlah kontribusi dari tiap-tiap individu. Pandangan

yang ketiga adalah efektivitas organisasi. Organisasi terdiri dari individu dan

kelompok, sehingga efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan

kelompok. Namun demikian, efektivitas organisasi adalah lebih banyak dari jumlah

efektivitas individu dan kelompok, lewat pengaruh kerjasama, organisasi mampu

mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatnya daripada jumlah hasil karya

tiap-tiap bagiannya (Gibson, 1994: 25).

Efektivitas individu tidaklah harus merupakan sebab dari efektivitas

kelompok. Begitu pula tidak dapat dikatakan bahwa efektivitas kelompok adalah

jumlah dari efektivitas individu. Hubungan antara pandangan-pandangan tersebut

berubah-ubah tergantung dari faktor-faktor seperti: jenis organisasi, pekerjaan yang

dilaksanakan dan teknologi yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

Tiap-tiap tingkat efektivitas dapat dipandang sebagai suatu variabel yang tergantung

dari variabel lain yakni sebab-sebab dari efektivitas. Misalnya beberapa sebab dari

efektivitas individu adalah ciri fisik, sifat psikologis dan motivasi. Efektivitas

kelompok seperti: kepemimpinan kelompok, komunikasi dan sosialisasi. Efektivitas

(25)

lingkungan dan kesempatan baik, kecakapan persorangan dan motivasi (Child, dalam

Gibson, 1994: 26).

Untuk memahami konsep efektivitas terdapat dua pendekatan, yaitu

pendekatan dari segi tujuan dan pendekatan dari segi teori sistem. Pendekatan tujuan

(the goal approach) untuk menentukan dan mengevaluasi efektivitas didasarkan pada

gagasan bahwa organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan (Gibson,

1994: 27). Pendekatan tujuan menunjukkan bahwa organisasi dibentuk dengan tujuan

tertentu, bekerja secara rasional dan berusaha mencapai tujuan tertentu. Walaupun

pendekatan tujuan itu kelihatan sederhana, tetapi mengandung juga beberapa

persoalan. Beberapa kesulitan yang dikenal secara luas meliputi:

1. Pencapaian tujuan tidak segera dapat diukur pada organisasi yang tidak

menghasilkan barang-barang yang berwujud (tangibel outputs).

2. Organisasi berusaha mencapai lebih dari satu tujuan dan tercapainya satu tujuan

seringkali menghalangi atau mengurangi kemampuannya untuk mencapai tujuan

yang lain.

3. Adanya beberapa tujuan “resmi” yang harus dicapai dan disepakati oleh semua

anggota adalah diragukan.

Pendekatan yang kedua adalah pendekatan dari segi teori sistem. Melalui teori

sistem dapat ditentukan efektivitas dari segi yang bermanfaat bagi organisasi baik

berupa perusahaan bisnis, rumah sakit, badan pemerintah ataupun lembaga yang

lainnya. Dalam hubungannya dengan teori sistem, organisasi atau lembaga dipandang

sebagai satu unsur dari sejumlah unsur yang saling berhubungan dan tergantung satu

dengan yang lain. Organisasi mengambil sumber (input) dari lingkungan sebagai

(26)

yang sudah diubah yaitu output. Dari teori sistem diketahui suatu kriteria efektivitas

yaitu menggambarkan siklus input-proses-output dan hubungan timbal balik antara

organisasi dan lingkungan yang lebih luas tempat hidupnya organisasi.

Selain teori sistem, terdapat dimensi waktu sebagai satu elemen dari sistem

yang lebih besar yaitu lingkungan yang melalui waktu mengambil sumber-sumber,

memprosesnya dan mengembalikannya kepada lingkungan. Selain proses, mengenai

efektivitas organisasi atau lembaga adalah apakah organisasi itu mampu bertahan dan

hidup terus dalam lingkungan itu. Maka kelangsungan hidup organisasi merupakan

ukuran terakhir atau ukuran jangka panjang dari efektivitas organisasi. Namun

terdapat indikator jangka pendek dan menengah. Jangka pendek berupa produksi

(poductive), efisiensi (efficiency) dan kepuasan (satisfaction). Jangka menengah dapat

berupa penyesuaian diri dan perkembangan (Gibson, 1994: 31-32).

2.2 Pemberdayaan

Konsep yang sering dimunculkan dalam proses pemberdayaan adalah

konsep kemandirian dimana program-program pembangunan dirancang secara

sistematis agar individu dan masyarakat menjadi subjek dari pembangunan.

Walaupun kemandirian, sebagai filosofi pembangunan, juga dianut oleh

negara-negara yang telah maju secara ekonomi, tetapi konsep ini lebih banyak

dihubungkan dengan pembangunan yang dilaksanakan oleh negara-negara sedang

berkembang.

Konsep pemberdayaan dapat dikatakan sebagai jawaban atas realitas

ketidakberdayaan (disempowerment). Membicarakan konsep pemberdayaan tidak

(27)

Pengertian pemberdayaan yang terkait dengan konsep power dapat ditelusuri dari

4 perspektif/sudut pandang, yaitu perspektif pluralis, elitis, strukturalis, dan

post-strukturalis (Suriadi, 2005: 53&54).

Konsep pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien

memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang

akan dilakukan terkait dengan diri sendiri, termasuk mengurangi efek hambatan

pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui

peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang

dimiliki, antara lain melalui transfer dari lingkungannya.

Berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya

membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha

mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa

depan sesuai dengan keinginan mereka (Shardlow, dalam Adi, 2003: 54).

Rumah singgah merupakan tempat alternatif pemberdayaan anak jalanan

dan anak terlantar. Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui

pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II masalah pekerja anak di

Indonesia pada bulan juli 1996 mendefenisikan rumah singgah sebagai tempat

pemusatan yang bersifat non formal, dimana anak–anak bertemu untuk

memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk kedalam proses

pembinaan lebih lanjut.

Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefenisikan

sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka.

(28)

realisasi anak jalanan dan anak terlantar terhadap sistem nilai dan norma di

masyarakat.

Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak

jalanan maupun anak terlantar mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan

alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Secara khusus tujuan rumah

singgah adalah:

a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai

dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

b. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke panti

dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.

c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak

dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang

produktif.

Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak

jalanan dan anak terlantar sangat penting. Fungsi rumah singgah antara lain:

a. Sebagai tempat pertemuan (meeting point) pekerja sosial dan anak jalanan

maupun anak terlantar. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya

persahabatan dan keterbukaan antara anak dan pekerja sosial dalam

menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan.

b. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagai

tempat melakukan diagnosa kebutuhan dan masalah anak serta melakukan

rujukan pelayanan sosial bagi anak.

c. Fasilitator atau perantara anak dengan keluarga, keluarga pengganti dan

(29)

d. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari

berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak dan perilaku

menyimpang seksual atau berbagai bentuk kekerasan lainnya.

e. Pusat informasi tentang anak jalanan dan anak terlantar.

f. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi pengembalian dan menanamkan fungsi

sosial anak.

g. Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara dan akses

kepada berbagai pelayanan sosial.

h. Resosiliasi. Lokasi rumah singgah yang berada di tengah-tengah masyarakat

merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi, dan

kehidupan bermasyarakat bagi anak. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan,

tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah

anak jalanan dan anak terlantar.

Bentuk lain upaya pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar dapat

dilakukan melalui program-program:

a. Center based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang

bersifat tidak permanen.

b. Street based interventions, yaitu mengadakan pendekatan langsung di tempat

anak jalanan berada atau langsung ke jalanan.

c. Community based strategy, yaitu dengan memperhatikan sumber gejala

munculnya anak jalanan dan anak terlantar baik keluarga maupun lingkungannya

dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara

(30)

2.3 Keluarga

2.3.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.

Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak

yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain keluarga

merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan yang lahir dan berada di

dalamnya. Secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri karena tumbuhnya

kearah pendewasaan.

Menurut Khairuddin (1997: 7) pengertian keluarga adalah:

Suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, ikatan darah, atau adopsi, merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, dan menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan dan merupakan pemelihara kebudayaan bersama.

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah, hubungan

sosial dan pengertian psikologis. Keluarga dalam dimensi hubungan darah

merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu

dengan yang lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat

dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Dalam dimensi hubungan

sosial, keluarga merupakan satu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling

berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang

lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah (Shochib, 1998:

17).

Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup

(31)

terjadi saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri (Soelaeman, dalam

Shochib,1998: 17). Dalam hal Yayasan Simpang Tiga Medan sebagai keluarga

bagi anak binaan, maka keluarga yang dimaksud adalah ditinjau dari dimensi

sosial dan psikologis.

2.3.2 Ciri-Ciri Keluarga

Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari

suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan

dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Ciri-ciri keluarga terbagi kedalam 2

jenis yaitu:

Ciri-ciri umum

Menurut Mac Iver dan Page ciri-ciri umum keluarga adalah:

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan

hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.

3. Suatu sistem tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok,

mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi

berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan

anak.

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau

(32)

Bugers dan Locke mengemukakan terdapat 4 karakteristik keluarga yang

ada pada semua keluarga dan yang membedakan keluarga dari kelompok –

kelompok sosial lainnya yaitu:

1. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan

perkawinan, ikatan darah, atau adopsi.

2. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap

dan merupakan satu susunan rumah tangga, atau jika mereka bertempat

tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.

3. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan

berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami dan istri,

ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan.

4. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama dan pada hakekatnya

diperoleh dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang

kompleks masing-masing keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan

keluarga lainnya (Khairuddin, 1997: 6-7).

Ciri-ciri khusus

Keluarga mempunyai ciri-ciri khusus yaitu sebagai berikut:

1. Kebersamaan. Keluarga merupakan bentuk yang hampir paling universal

diantara bentuk-bentuk organisasi lain dan setiap keadaan manusia

mempunyai keanggotaan dari beberapa keluarga.

2. Dasar-dasar emosional. Hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan-

dorongan yang sangat mendalam dari sifat organisasi seperti perkawinan,

(33)

3. Pengaruh perkembangan. Hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan yang

paling awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi, pada khususnya

hal ini membentuk karakter individu lewat pengaruh kebiasaan-kebiasaan

organis maupun mental.

4. Ukuran yang terbatas. Keluarga merupakan skala yang paling kecil dari semua

organisasi sosial formal yang merupakan struktur sosial dalam masyarakat

yang sudah beradab.

5. Posisi inti dalam struktur sosial. Keluarga merupakan inti dari organisasi

sosial lainnya, dalam masyarakat yang sederhana maupun yang sudah maju,

mempunyai tipe masyarakat patriarkal, struktur sosial secara keseluruhan

dibentuk dari satuan-satuan keluarga.

6. Tanggung jawab para anggota. Keluarga mempunyai tuntutan yang lebih besar

dan kontiniu daripada yang bisa dilakukan oleh asosiasi-asosiasi.

7. Aturan kemasyarakatan. Hal ini khusus terjaga dengan adanya hal-hal yang

tabu dalam masyarakat dan aturan-aturan yang sah, dengan kaku menentukan

kondisi-kondisinya.

8. Sifat kekekalan dan kesementaraan. Sebagai institusi keluarga merupakan

sesuatu yang demikian permanen dan universal. Sebagai asosiasi merupakan

organisasi yang paling bersifat sementara dan mudah berubah dari antara

seluruh organisasi-organisasi penting lainnya di masyarakat (Khairuddin,

(34)

2.3.3 Fungsi keluarga

Selain memiliki ciri-ciri, keluarga juga memiliki fungsi yaitu:

1. Fungsi biologik.

Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi ini juga dasar

kelangsungan hidup masyarakat.

2. Fungsi afeksi.

Tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan,

dari hubungan cinta kasih lahir hubungan persaudaraan, persahabatan,

kebisaan, identifikasi dan persamaan pandangan mengenai nilai-nilai.

3. Fungsi sosialisasi.

Menunjukkan peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak, melalui

interaksi sosial. Dalam keluarga anak mempelajari pola-pola tingkah laku,

sikap, keyakinan, cita-cita dalam masyarakat dalam rangka perkembangan

kepribadiannya (Khairuddin, 1997: 48-49).

Menurut Hartomo (1997: 86-87) fungsi-fungsi pokok dari keluarga adalah

pemenuhan kebutuhan biologis dan emosional/perasaan, pendidikan sosialisasi,

ekonomi, dan pengawasan. Secara khusus fungsi keluarga adalah:

a. Fungsi seksual, dalam melaksanakan fungsi seksual di keluarga tiap-tiap

masyarakat menyusun tata tertib berdasarkan sistem niilai-nilai sosial budaya

dan faktor kebutuhan biologis.

b. Fungsi ekonomi, di dalam masyarakat yang sederhana pembagian kerja dalam

rangka kerjasama ekonomi dilakukan antara anggota-anggota keluarga.

Khususnya para wanita pada umumnya lebih banyak ditentukan oleh faktor-

(35)

c. Fungsi reproduksi, keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak

merupakan pranata sosial yang paling memadai untuk melahirkan dan

memelihara anak-anak di dalam keluarga itu.

d. Fungsi edukasi, dari lingkungan keluarga anak belajar berbahasa,

mengumpulkan pengertian-pengertian dan menggunakan nilai-nilai

kebudayaan yang berlaku. Didikan yang diberikan di dalam keluarga pada

masa kanak-kanak disesuaikan dengan daya tangkap dan sifat-sifat

emosionalnya.

Demikian halnya dengan William J.Goode, 1983 dalam Soelaeman (2001:

115-119) mengungkapkan secara umum fungsi keluarga yaitu:

a. Pengaturan seksual.

b. Reproduksi.

c. Sosialisasi.

d. Pemeliharaan, Penempatan anak di dalam masyarakat.

e. Pemuas kebutuhan perseorangan, dan

f. Kontrol sosial.

Kekacauan keluarga merupakan bahan perguncingan umum karena

menyangkut pilihan moral dan penyesuaian-penyesuaian pribadi yang dilematis.

Terdapat beberapa macam kekacauan keluarga sebagai berikut:

a. Ketidaksahan. Merupakan unit keluarga yang tak lengkap, setidak-tidaknya

ada satu sumber ketidaksahan dalam kegagalan anggota keluarga baik ibu

(36)

b. Pembatalan, perpisahan, perceraian, dan meninggalkan. Disebabkan oleh salah

satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan dan

dengan demikian berhenti melaksanakan kewajiban peranannya.

c. “Keluarga selaput kosong”. Anggota-anggota keluarga tetap tinggal bersama,

tetapi tidak saling menyapa atau bekerja sama, dan gagal dalam saling

memberikan dukungan emosional.

d. Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tak diinginkan, beberapa

keluarga terpecah karena sang suami atau istri meninggal, dipenjarakan, atau

terpisah dari keluarga karena peperangan, depresi, atau malapetaka yang lain.

e. Kegagalan peran penting yang tak diinginkan. Malapetaka dalam keluarga

mencakup: penyakit mental, emosional, atau badaniah yang parah sehingga

gagal dalam menjalankan peran utama.

2.4Pengertian Anak Jalanan

Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Sosial

pasal 1 ayat (2) menyebutkan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur

21 tahun dan belum pernah kawin. Sementara menurut Undang-Undang RI No. 23

tahu 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat (2) menyebutkan anak

adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih

didalam kandungan.

Dalam bab II pasal 2 Undang-Undang No. 4 tahun 1979 yang mengatur mengenai

hak-hak anak disebutkan bahwa anak memilik hak sebagai berikut:

(37)

Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Yang dimaksud dengan

asuhan adalah berbagai upaya yang dilakukan kepada orang yang tidak

mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, dan anak yang mengalami

masalah kelainan, yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau

keluarga agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara

jasmani, rohani maupu sosial (pasal 1 angka 32 PP No. 2 tahu 1988).

b. Hak atas pelayanan.

Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk

warga yang baik dan berguna.

c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan.

Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup.

Anak berhak atas perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan

atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

e. Hak mendapat pertolongan pertama.

Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama –tama berhak

mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan.

f. Hak memperoleh asuhan.

Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh bantuan oleh

(38)

orang tua itu dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani,

rohani, maupu n sosial.

g. Hak memperoleh bantuan.

Anak yang tidak mampu, berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan

keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

h. Hak diberi pelayanan dan asuhan.

Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang

bertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa

pertumbuhan dan perkembangannya.

i. Hak memperoleh pelayanan khusus.

Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat

pertumbuhan dan perkembangan sejauh kemampuan dan kesanggupannya.

j. Hak mendapat bantuan dan pelayanan.

Anak berhak mendapat bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan

kesejahteraan anak tanpa membedakan jenis kelamin, pendidikan, dan

kedudukan sosial (Prinst, 1997: 80-82).

Anak jalanan merupakan konstituen dari komunitas yang berada di

jalanan. Dalam hidup keseharian, anak-anak di jalanan melakukan interaksi

dengan berbagai elemen sosial yang ada di jalanan, baik sesama anak maupun

orang dewasa dengan berbagai latar belakang dan profesi. Departemen Sosial RI

mendefenisikan anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan

waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat

umum lainnya. UNICEF memberi batasan tentang anak jalanan, dimana anak

(39)

dari keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam

kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (Soedijar, dalam http:

blogdrive.com/20 Maret 2009).

Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Umumnya

sebagai pedagang asongan, pengamen, gelandangan dan pengemis, penjual koran,

tukang semir, pemulung, tukang parkir, tukang sapu angkot, penjaja alas kaki,

tukang cari nasi busuk, tukang angkat barang, maupun pekerja seks anak.

Karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan diantaranya

adalah:

a. Kelihatan kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian.

b. Memandang orang lain yang tidak hidup di jalanan sebagai orang yang dapat

dimintai uang.

c. Mandiri, dalam arti anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama

dalam hal tempat tidur atau uang.

d. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan

orang yang bukan dari jalanan. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk

berinteraksi baik berbicara dengan siapapun selama di jalanan.

e. Malas untuk melakukan kegiatan anak “rumah” misalnya mandi, gosok gigi,

menyisir rambut, mencuci pakaian atau menyimpan pakaian.

Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas berada di jalanan tidak dapat

disamaratakan. Dilihat dari sebab sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan

berada di jalan karena tekanan ekonomi, tetapi bisa juga karena pergaulan,

(40)

Pemerhati Marjinal Kota (HIMMATA) mengelompokkan anak jalanan menjadi

dua kelompok yaitu anak semi jalanan dan anak jalanan murni.

Menurut Asmawati anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang

hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan

dengan keluarganya. Anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang hidup

dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan

keluarganya. Menurut Tata Sudrajat anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi 3

kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya yaitu:

a. Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah, dan tinggal di

jalanan (anak yang hidup di jalanan/children the street).

b. Anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah,

kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau

tiga bulan sekali disebut dengan anak yang bekerja di jalanan (children on the

street).

Anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk

kategori rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be street children).

Menurut Kesejahteraan Anak Indonesia (1999: 22-24) anak jalanan

dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu:

a. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children on the

street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas

jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus.

Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga. Anak

(41)

Umunya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan dan solidaritas

sesama temannya telah menjadi suatu ikatan.

b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah

anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka sering

diidentikkan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada

orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingga

sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek

payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh

bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.

c. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal

dengan orang tuanya, beberapa jam di jalanan sebelum atau sesudah sekolah.

Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu

orang tua, dan disuruh orang tua. Aktivitas mereka yang paling menyolok

adalah berjualan koran.

d. Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada di jalanan

untuk mencari kerja. Umunya mereka sudah lulus SD, bahkan ada yang lulus

SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua

ataupun saudaranya ke kota). Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus,

menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong,

pengamen, pengemis dan pemulung (http: blogdrive.com/20 Maret 2009).

Sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan, Parsudi Suparlan berpendapat

adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya

(42)

sebagai warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga

dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota.

Hal yang sama juga diungkapkan Saparinah Sadli bahwa berbagai faktor

yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah anak terlantar

ataupun anak jalanan antara lain: faktor kemiskinan, keterbatasan bekerja, faktor

yang berhubungan dengan urbanisasi dan faktor dari dalam diri individu seperti

tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri, dan berbagai

faktor lainya. Akan tetapi faktor yang paling dominan sebagai penyebab

munculnya anak jalanan dan anak terlantar adalah faktor kondisi sosial ekonomi

dan broken home atau disfungsi keluarga (http: blogdrive.com/20 Maret 2009).

Penyebab lain anak dari anak “rumahan” menjadi anak jalanan adalah

khusus untuk anak perempuan minggat dari rumah, karena dipaksa menikah

dengan orang yang tidak disukai, tidak tahan dengan orang tua yang gemar

memukul, ada juga yang tidak betah di rumah karena orang tua sibuk dengan

urusan masing-masing. Yang lebih parahnya lagi adalah diusir orang tua karena

dianggap nakal (Tim Yayasan Kakak, 2002: 51).

2.5 Anak Terlantar

Anak terlantar menurut Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa anak terlantar

adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental,

spiritual. Demikian juga halnya dengan menurut Undang-Undang No. 4 tahun

1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat (7) menyebutkan anak terlantar

(43)

sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani,

jasmani, maupu n sosial.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, keterlantaran anak dapat dibedakan

menjadi 4 jenis yaitu:

a. Terlantar secara fisik.

b. Terlantar secara mental.

c. Terlantar secara spiritual.

d. Terlantar secara sosial (Untung, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial,

2004: 23-24).

2.6Kerangka Pemikiran

Seorang anak mengawali hidupnya dalam suatu sistem sosial. Dimulai dari

keluarga, tetangga, sekolah, dan masyarakat sekitar. Lingkungan keluarga yang

sehat baik fisik, psikologis, maupun sosial memungkinkan anak tumbuh dan

berkembang menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab secara kognitif,

emosi maupun sosialnya. Sebaliknya lingkungan keluarga yang tidak sehat,

menyebabkan anggota keluarga khususnya anak menjadi rentan terhadap stimulasi

yang merugikan (Tim Yayasan Kakak, 2002: 4).

Pada dasarnya anak berasal dari suatu keluarga, semua manusia

mengharapkan keluarga yang bahagia, bisa membesarkan anak-anaknya dengan

maksimal dengan berkecukupan tanpa kekurangan. Akan tetapi dalam

kenyataanya, terdapat keluarga yang kondisinya tidak baik atau mengalami

disfungsi. Berbagai faktor penyebab disfungsi keluarga ini adalah krisis ekonomi

yang berkepanjangan dan kemiskinan, sehingga anak tidak mendapatkan haknya

(44)

pemenuhan kebutuhan fisik dan rohani. Akibat yang lain adalah anak menjadi

terlantar, minggat dari rumah mencari tempat yang bisa untuk bisa bertahan hidup

salah satunya dengan turun ke jalanan. Hal ini hanya salah satu faktor anak turun

ke jalanan.

Melihat kenyataan ini, berbagai lembaga turut prihatin dengan kondisi ini.

Salah satu lembaga non pemerintah peduli terhadap nasib anak jalanan dan anak

terlantar di Medan adalah Yayasan Simpang Tiga. Yang berfungsi sebagai

pengganti fungsi keluarga bagi anak jalanan dan anak terlantar yang ada

didalamnya. Tujuannya adalah supaya anak yang ada di dalamnya, seperti anak

pada umumnya tumbuh dan berkembang dengan maksimal, mendapatkan haknya

sebagai individu, dan kelak memiliki masa depan yang baik. Untuk lebih jelasnya

(45)

Gambar 1 Bagan Alir Pemikiran

Efektif Tidak efektif Hasil yang ingin dicapai:

- Pengasuhan anak yang

fokus dan terarah.

- Pendidikan anak yang

fokus dan terarah.

- Anak memiliki

keterampilan sesuai

dengan bakat anak.

- Anak memiliki

kemandirian. Yayasan Simpang Tiga:

- Pengasuhan

- Pendidikan

- Keterampilan

(46)

2.7 Defensi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi. Konsep

adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak

mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian

ilmu sosial (Singarimbun dalam Nasution, 2001: 15). Konsep pada dasarnya ada

yang sederhana, mudah diterangkan, dan dapat ditunjuk langsung seperti meja,

kursi, kucing, dan lain-lain.

Ada pula yang sangat rumit dan abstrak, seperti: kepuasan, jabatan,

penampilan kerja, motivasi maupun yang lainnya. Suatu konsep ada kalanya

mempunyai pengertian yang berbeda dan mempunyai variabel yang berbeda pula

terutama dalam ilmu sosial. Hal ini disebabkan penggunaan suatu konsep

dikaitkan dengan hal atau situasi yang berbeda.

Untuk lebih jelas mengenai konsep-konsep yang digunakan, maka peneliti

membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

a. Efektivitas adalah menyangkut keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik yang dilaksanakan secara

individu, kelompok, organisasi, lembaga sosial, ekonomi, maupun

pemerintah.

b. Pemberdayaan adalah memberi daya kekuatan dan kemampuan kepada

individu, kelompok, dan masyarakat untuk mewujudkan individu, kelompok,

dan masyarakat yang menguasai tugas, fungsi, dan tanggungjawabnya, cepat

(47)

kewenangannya, peka terhadap perubahan di lingkungannya serta berwawasan

luas dalam menjalankan fungsinya.

c. Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk

mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.

d. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuh kebutuhannya secara wajar

baik fisik, mental, maupun spiritual.

e. Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat yang

didalamnya mempunyai pertalian darah terdiri dari ayah, ibu, dan anak anak.

f. Yayasan Simpang Tiga adalah lembaga sosial yang menangani anak jalanan

dan anak terlantar di Medan.

Dengan demikian defenisi konsep secara keseluruhan dalam penelitian ini

adalah tercapainya pemberian daya atau kekuatan kepada anak yang mencari

penghidupan di jalanan maupun anak yang kebutuhannya tidak terpenuhi secara

fisik, mental, maupun spiritual yang diasuh oleh Yayasan Simpang Tiga di

Medan.

2.7.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah petunjuk pelaksanaan berupa tata cara untuk

mengukur variabel dalam penelitian (Nasution, 2001: 18). Untuk menggambarkan

variabel dalam penelitian ini, yaitu dengan berbagai indikator yang akan diteliti

sebagai berikut:

1. Pengasuhan, meliputi:

a. Sarana dan prasarana.

(48)

c. Frekuensi pengasuhan.

2. Pendidikan, meliputi:

a. Sarana dan prasarana.

b. Jenis pendidikan yang diberikan.

c. Frekuensi pemberian pendidikan.

3. Keterampilan, meliputi:

a. Prasarana yang diberikan untuk mendukung.

b. Jenis keterampilan.

c. Frekuensi pemberian keterampilan.

4. Kemandirian, meliputi:

a. Metode yang digunakan.

b. Tahap yang dilakukan.

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif yaitu suatu prosedur atau cara memecahkan masalah yang diselidiki

dengan memaparkan keadaan objek penelitian seperti seseorang, lembaga,

masyarakat, pabrik, dan lain-lain sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta

yang aktual pada saat sekarang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

yaitu membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang efektivitas

pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di

Kota Medan (Nawawi, 1992: 67).

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Simpang Tiga yaitu pada Panti Asuhan Simpang Tiga yang berada di Jalan Kapten Muslim gg Jawa No. 34 Medan.

Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah peneliti tertarik dengan keberadaan

yayasan ini yang memberikan penanganan terhadap anak jalanan dan anak

terlantar di Kota Medan dengan menggunakan penanganan melalui pendekatan

agama yaitu agama Kristen Protestan.

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek dalam penelitian. Apabila subjeknya

(50)

merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006: 130). Berdasarkan pendapat di

atas maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak

jalanan dan anak terlantar yang ada di Yayasan Simpang Tiga Medan sejumlah 28

orang anak.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel harus

bersifat representatif dalam arti benar-benar dapat mewakili populasi. Karena

jumlah populasi kurang dari 100, maka dalam penelitian ini populasi adalah

sampel (N=n) yaitu 28 orang anak.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan maka dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan pengumpulan data melalui:

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari dan

menelaah buku, majalah, surat khabar, ataupun tulisan lain yang ada kaitannya

terhadap masalah yang diteliti.

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data melalui peneliti langsung turun ke

lokasi penelitian yang dilakukan dengan cara:

a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk

mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.

b. Kuesoiner, yaitu teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan

(51)

c. Wawancara, yaitu dimaksudkan untuk mengajukan pertanyaan secara tatap

muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data.

3.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisa deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menjabarkan hasil

penelitian sebagaimana adanya. Data yang diperoleh dari lokasi penelitian,

dikumpulkan, diolah, dan dianalisa dengan menggambarkan, menjelaskan, dan

(52)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Berdirinya Yayasan Simpang Tiga

Yayasan Simpang Tiga di Medan lahir dari kerinduan untuk menangani

anak-anak terlantar, anak-anak jalanan, dan anak-anak korban bencana alam

dengan membawa mereka kedalam sebuah keluarga yang diperlengkapi menjadi

manusia mandiri dan berkat bagi sesama. Pelayanan bagi anak-anak pra sejahtera

dan anak-anak jalanan di kota Medan sudah mulai dilakukan sejak tahun 1999

oleh Pelayan Medis dan Pelayanan anak jalanan Gereja Kristen Baithani

(GKB-Medan), melalui pembinaan mental dan kerohanian, pemberian makanan

tambahan, pengobatan dan penyuluhan kesehatan, serta pembagian sembako.

Bapak Ebit Simbolon yang pada saat itu, tahun 1999 terlibat di Pelayanan

Mahasiswa dan Pelayanan anak Medan bersama Pelayanan Medis

GKB-Medan termasuk ibu Minar Sinaga berkonsentrasi menangani pembinaan mental,

fisik, dan kerohanian anak-anak jalanan. Sampai tahun 2002, pembinanan

kerohanian dan pelayanan kesehatan dilakukan dengan cara membawa anak-anak

jalanan yang jumlahnya berkisar 400 anak, dijemput dan dikumpulkan di gedung

Gereja untuk mengikuti kebaktian anak-anak jalanan dan jumlah pekerja 21 orang

dan kegiatan tersebut dilakukan dua kali dalam sebulan.

Setelah beberapa lama mengadakan kebaktian anak jalanan, dan diadakan

evaluasi ternyata didapati metode pelayanan tersebut kurang efektif. Dengan

berbagai kendala seperti: pekerja sudah mulai berkurang dengan berbagai alasan,

biaya yang dikeluarkan juga cukup besar dan sebagian besar anak jalanan tersebut

Gambar

Gambar 1 Bagan Alir Pemikiran
Tabel 2 Prasarana Yayasan Simpang Tiga
Gambar 2
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami pengertian kesejahteraan siswa yang bersekolah di yayasan anak jalanan di kota Surakarta dan mengidentifikasikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya anak jalanan di Yogyakarta adalah karena adanya anak balita terlantar, anak terlantar, anak

Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa; Pertama , anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang memiliki kecacacatan fisik di dalam dirinya cenderung memiliki sikap

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana program tebar da’i pada komunitas pemulung dan anak jalanan yang dilakukan oleh Yayasan MAI.. Metode dan materi apa saja

Program yang digunakan Dinas Sosial Kota Medan dalam pemberdayaan anak jalanan dengan cara bersosialisasi kepada masyarakat, pembinaan kesadaran,

Dengan adanya kebijakan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, hal ini bertujuan untuk membina anak jalanan baik

110 Pencegahan yang dilakukan oleh Yayasan Setara kepada anak jalanan agar anak dapat tumbuh dan berkembang seperti pada anak-anak umum lainnya dan tidak melakukan

Hal ini disebabkan jumlah anak jalanan di Yayasan Insani yang lama bekerja di jalanan lebih dari 5 jam dalam sehari hanya sebesar 5,4%, sedangkan anak jalanan di