EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DAN
ANAK TERLANTAR OLEH YAYASAN SIMPANG TIGA DI
MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Melengkapi dan Memenuhi Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Sosial
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Diajukan Oleh: Mei Lasrina Tambunan
050902028
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Mei Lasrina Tambunan Nim : 050902028
Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial
Judul : Efektivitas Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan
HALAMAN PERSETUJUAN
Medan, September 2009 PEMBIMBING
(Hairani Siregar S.Sos, M.SP) NIP : 197109271998012001
KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Drs. Matias Siagian, M.si) NIP : 196303131993031001
DEKAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Penguji Skripsi Departemen
Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Tim Penguji
Ketua Penguji :
Reader/Penguji I :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DAN ANAK TERLANTAR OLEH YAYASAN SIMPANG TIGA DI MEDAN
Keberhasilan suatu bangsa pada masa yang akan datang ditentukan oleh kualitas anak pada masa sekarang. Ditengah-tengah kondisi bangsa dan negara Indonesia saat ini, tidak semua anak menikmati kehidupan yang baik. Banyak anak dalam kondisi yang memprihatikan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Salah satunya adalah anak terlantar dan anak jalanan. Anak jalanan dan anak terlantar membutuhkan pemenuhan kebutuhan secara holistik untuk memiliki kehidupan lebih baik pada masa yang akan datang, sama halnya dengan anak yang berada pada asuhan orang tua. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan.
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Simpang Tiga. Jln Kapten Muslim gg Jawa No. 34 Medan. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan populasi sebanyak 28 anak dan sampel juga sebanyak populasi yaitu 28 anak. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan melalui referensi yang berkaitan dengan penelitian dan studi lapangan berupa, observasi, wawancara dan penyebaran angket. Sedangkan teknik analisa data adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa dalam pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan, belum efektif. Hasil yang diperoleh adalah pengasuhan yang sudah dikerjakan oleh Yayasan Simpang Tiga sudah efektif. Pemberian pendidikan baik pendidikan formal maupun informal belum efektif, demikian juga halnya dengan pemberian keterampilan kepada anak asuh juga belum efektif. Sementara untuk kemandirian anak asuh juga sudah efektif.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas kasih dan pertolongan yang Dia berikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik, yang berjudul “Efektivitas
Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat
dalam menempuh ujian komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dari awal pengerjaan sampai penyelesaian
skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Matias Siagian, Msi selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
3. Seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara secara khusus Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial.
4. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, MSP selaku dosen pembimbing penulis, yang
telah banyak meluangkan waktu dan membagikan ilmunya khususnya
5. Bapak Ebit Simbolon, S.Psi selaku ketua Yayasan Simpang Tiga Medan.
Yang telah mengizinkan penulis mengadakan Praktikum II dan penelitian
di Yayasan Simpang Tiga Medan. Dan juga ka Minar dan ka Tety serta
adik-adik di Yayasan Simpang Tiga yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, terima kasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.
6. Bapak M. Tambunan dan mama J.R. Silitonga yang sangat saya kasihi dan
saya cintai, terima kasih buat semua yang telah mama dan bapak berikan
dan juga perjuangannya dalam membesarkan dan menyekolahkan saya.
Abangku yang terkasih, Agus Tambunan buat bantuan dan perhatiannya
selama ini. Semoga segera bertemu dengan belahan jiwa. Adek saya Epi,
terima kasih buat dukungannya, tetap semangat belajar ya. Adek saya
Aron Doni jangan bandal ya dan rajin belajar, dan buat pudan Rini Juita
tetap semangat belajar dan sayang ma mama dan bapak.
7. Keluarga besar Tambunan, uda Lia dan uda Frengki dan keluarga terima
kasih buat dukungannya, bou Delvi dan keluarga dan ka Fael dan juga
keluarga terimakasih buat perhatian dan motivasinya.
8. Buat teman-teman mahasiswa, khususnya mahasiswa Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial buat kebersamaan dan dukungannya.
9. Kelompok kecil Abigail (ka Doris, ka Ocy, Wati, Julia, dan Rohani)
terima kasih buat kebersamaan, dukungannya. Tetap semangat dan jadi
berkat dimanapun berada. Adek kelompokku Aufklarung dan The Secret
Of Happiness ( Fernandez, Frans, Yohana, Nina, dan Nova) tetap
10.Keluarga besar UKM KMK USU UP PEMA FISIP (ALUMNI, PKK,
AKK, DAN TPP) terima kasih buat dukungannya. Tetap berjuang untuk
taat dan setia kepada Sang Juruslamat kita. Secara khusus buat TPP
periode 2008/2009 (ka Rita, Corry, Yenti, Frensi, Maria, Ica, Hanna,
Yulia, Rohani, Butet dan Aroz) tetap semangat dan terus berjuang untuk
hidup seturut dengan kehendakNya.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadai bahwa skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaannya. Penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi kita
semua.
Medan, September 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8
1.4Sistematika Penulisan ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas ... 10
2.1.1 Pengertian Efektivitas ... 10
2.2 Pemberdayaan ... 13
2.3 Keluarga ... 17
2.3.1 Pengertian Keluarga ... 17
2.3.2 Ciri-ciri Keluarga ... 18
2.3.3 Fungsi Keluarga ... 21
2.4 Pengertian Anak Jalanan ... 23
2.5 Anak Terlantar ... 29
2.6 Kerangka Pemikiran ... 30
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 33
2.7.1 Defenisi Konsep ... 33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian ... 36
3.2 Lokasi Penelitian ... 36
3.3 Populasi dan Sampel ... 36
3.3.1 Populasi ... 36
3.3.2 Sampel ... 37
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37
3.5 Teknik Analisa Data ... 38
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Berdiri... 39
4.2 Visi dan Misi ... 42
4.3 Letak dan Kedudukan ... 42
4.4 Sarana dan Prasarana ... 44
4.5 Struktur Organisasi ... 47
4.6 Susunan Pengurus ... 48
4.7 Jadwal Kegiatan Anak Asuh ... 49
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Identitas Responden ... 51
5.2 Analisis Jawaban Responden ... 53
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 82
6.2 Saran ... 83
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sarana Yayasan Simpang Tiga ... 44
Tabel 2 Prasarana Yayasan Simpang Tiga ... 44
Tabel 3 Jadwal Kegiatan Anak Asuh ... 49
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51
Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 51
Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Suku ... 52
Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Pihak yang Membawa ke Yayasan Simpang Tiga ... 53
Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Mencukupi Kebutuhan ... 54
Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Kebutuhan Jasmani ... 54
Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarka Hubungan dengan Pengasuh ... 55
Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Sesama Anak Asuh ... 56
Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Diperhatikan Ketika Mengalami Masalah ... 57
Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan Kebebasan Memilih ... 58
Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Yayasan Simpang Tiga ... 59
Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 60
Tabel 16 Distribusi Responden Berdasarkan Pihak yang Memilih Sekolah ... 60
Tabel 17 Distribusi Responden Berdasarkan Perasaaan Senang dengan Sekolah ... 61
Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Fasilitas yang ada di Sekolah ... 62
Tabel 19 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Perlengkapan Sekolah oleh Yayasan Simpang Tiga ... 63
Tabel 20 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Pendidikan Tambahan Belajar Selain Belajar di Sekolah ... 64
Tabel 21 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Sekolah Setelah Tinggal di Yayasan Simpang Tiga ... 65
Tabel 22 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Mendapatkan Prestasi di Sekolah ... 66
Tabel 23 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Pendidikan Tambahan di Yayasan Simpang Tiga ... 67
Tabel 24 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Terhadap Materi Pendidikan Tambahan ... 68
Tabel 25 Distribusi Responden Berdasarkan Berapa Kali Mendapatkan Pendidikan Tambahan dalam Satu Bulan ... 69
Tabel 26 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Mendapatkan Pendidikan Tambahan ... 70
Tabel 28 Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Pendidikan
Keterampilan di Yayasan Simpang Tiga... 71 Tabel 29 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keterampilan yang
Diberikan ... 72 Tabel 30 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas untuk Mendukung
Keterampilan ... 72 Tabel 31 Distribusi Responden Berdasarkan Berapa Kali Diberi Latihan
Keterampilan dalam Satu Bulan ... 73 Tabel 32 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Diberi Keterampilan ... .. 74 Tabel 33 Distribusi Responden Berdasarkan Senang denganKeterampilan
yang Diberikan ... .. 74 Tabel 34 Distribusi Responden Berdasarkan Mencuci dan Menyetrika Pakaian
Sendiri ... 75 Tabel 35 Distribusi Responden Berdasarkan Mengerjakan Kegiatan Menyapu
dan Mengepel ... 76 Tabel 36 Distribusi Responden Berdasarkan Sering Mengerjakan Kegiatan
Menyapu dan Mengepel ... 77 Tabel 37 Distribusi Responden Berdasarkan ada yang Mengajari Ketika Belajar
di Yayasan Simpang Tiga ... 78 Tabel 38 Distribusi Responden Berdasarkan Sering Mengikuti Kegiatan
Ibadah ... 79 Tabel 39 Distribusi Responden Berdasarkan Sering Menjadi Pelayan Ibadah.. 79 Tabel 40 Distribusi Responden Berdasarkan Mengikuti Kegiatan Kerohanian
di Luar Yayasan Simpang Tiga ... 80 Tabel 41 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Mengikuti Kegiatan
DAFTAR GAMBAR
Bagan Alir Pemikiran ... 31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DAN ANAK TERLANTAR OLEH YAYASAN SIMPANG TIGA DI MEDAN
Keberhasilan suatu bangsa pada masa yang akan datang ditentukan oleh kualitas anak pada masa sekarang. Ditengah-tengah kondisi bangsa dan negara Indonesia saat ini, tidak semua anak menikmati kehidupan yang baik. Banyak anak dalam kondisi yang memprihatikan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Salah satunya adalah anak terlantar dan anak jalanan. Anak jalanan dan anak terlantar membutuhkan pemenuhan kebutuhan secara holistik untuk memiliki kehidupan lebih baik pada masa yang akan datang, sama halnya dengan anak yang berada pada asuhan orang tua. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan.
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Simpang Tiga. Jln Kapten Muslim gg Jawa No. 34 Medan. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan populasi sebanyak 28 anak dan sampel juga sebanyak populasi yaitu 28 anak. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan melalui referensi yang berkaitan dengan penelitian dan studi lapangan berupa, observasi, wawancara dan penyebaran angket. Sedangkan teknik analisa data adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa dalam pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan, belum efektif. Hasil yang diperoleh adalah pengasuhan yang sudah dikerjakan oleh Yayasan Simpang Tiga sudah efektif. Pemberian pendidikan baik pendidikan formal maupun informal belum efektif, demikian juga halnya dengan pemberian keterampilan kepada anak asuh juga belum efektif. Sementara untuk kemandirian anak asuh juga sudah efektif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Anak adalah individu yang sejak dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia
yang tidak berdaya dan lemah. Didalam perjalanan pertumbuhan dan
perkembangan hidup anak ditopang oleh orang-orang dewasa yang ada disekitar
anak baik ayah, ibu, kakak, maupun saudara dekat yang lain. Topangan yang
diberikan melalui pengasuhan, pendidikan, membesarkan dan mencukupi segala
kebutuhannya.
Semua usaha-usaha dalam rangka membesarkan anak bukan berarti tanpa
tujuan. Melainkan ada sebuah harapan yang diberikan oleh orang-orang yang
dekat disekitar anak secara khusus orang tua. Bahkan bukan hanya orang tua yang
mempunyai harapan tetapi juga masyarakat, bangsa dan negara. Diharapkan dari
anak adalah menjadi manusia yang berhasil pada masa yang akan datang,
membawa perubahan lebih baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam upaya pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal bagi anak,
diperlukan perhatian yang serius dari pihak-pihak yang paling dekat dengan anak.
Tidak semua anak memiliki pertumbuhan yang baik, ada banyak faktor yang
menyebabkan. Hal ini merupakan suatu masalah. Karena dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami hambatan.
Sampai saat ini Bangsa Indonesia masih diperhadapkan dengan
masalah-masalah anak. Ada begitu banyak masalah-masalah yang terkait dengan anak, kategori
berdasarkan masalah yang dialami anak-anak sendiri. Anak yang berada dalam
situasi sulit terdiri dari:
1. Anak-anak yang berada dalam keadaan yang diskriminatif, yaitu:
a. Larangan perlakuan diskriminatif anak.
b. Nama dan kewargananegaraan anak.
c. Anak cacat (disabled).
d. Anak suku terasing (children of indegenous people).
2. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni:
a. Anak yang terpisah dari keluarganya.
b. Anak korban penyelundupan dan terdampar di luar negeri.
c. Anak yang terganggu privasinya.
d. Anak korban kekerasan dan penelantaran.
e. Anak tanpa keluarga.
f. Anak yang diadopsi.
g. Anak yang ditempatkan pada suatu lokasi yang perlu ditinjau secara
berkala.
h. Buruh anak.
i. Anak korban eksploitasi seksual.
j. Anak korban perdagangan anak, penyelundupan anak dan penculikan
anak.
k. Anak yang dieksploitasi dalam bentuk yang lain.
l. Anak korban penyiksaan dan perampasan kebebasan.
3. Anak-anak dalam situasi darurat, yakni:
b. Pengungsi anak-anak.
c. Anak yang terlibat dalam konflik bersenjata dan serdadu anak.
d. Anak yang ditempatkan di suatu tempat yang harus ditinjau secara berkala.
Masalah anak berdasarkan masalah yang dialami anak-anak sendiri adalah:
a. Anak terlantar.
b. Anak yang tidak mampu.
c. Anak cacat.
d. Anak yang terpaksa bekerja (pekerja anak).
e. Anak yang melakukan pelanggaran/kenakalan anak.
f. Anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
g. Kewarganegaraan.
h. Perwalian.
i. Pengangkatan anak.
j. Perlindungan terhadap pemerkosaan, kejahatan dan penganiayaan.
k. Perlindungan terhadap penculikan.
l. Bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadian.
m. Resosiliasi eks narapidana anak.
n. Pewarisan.
o. Perlindungan anak yang orangtuanya bercerai.
p. Anak lahir diluar nikah.
q. Alimentasi.
r. Penyalahgunaan seksual.
Masalah tersebut membutuhkan penanganan, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat melalui LSM (Lembaga Swadaya Mayarakat). Demikian halnya
dengan masalah anak jalanan dan anak terlantar yang terus menerus diupayakan
penanganannya. Oleh karena jumlah anak jalanan dan anak terlantar yang begitu
banyak. Berdasarkan hasil survei sosial yang dilakukan Unika Atma Jaya dengan
pendanaan dari ADB (Asean Development Bank) pada tahun 1997, jumlah anak
jalanan di 12 kota besar di Indonesia adalah 39.861 orang. Terdiri dari 32.678
laki-laki dan 7.183 perempuan. Sementara hasil laporan UNICEF (United Nations
Children’s Fund) pada tahun 1998 menyebutkan jumlah anak jalanan di seluruh
Indonesia mencapai 50.000 orang (Andari, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan
Sosial, 2003: 32).
Dalam kurun waktu satu tahun jumlah anak jalanan mengalami peningkatan
yang begitu besar. Demikian halnya dengan hasil SUSENAS (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) pada tahun 2000, menunjukkan bahwa jumlah anak terlantar
di Indonesia mencapai 3,1 juta anak (5,3%) sedangkan yang termasuk kategori
rawan terlantar sekitar 10,3 juta anak (17,6%) dari jumlah seluruh anak Indonesia
58,7 juta anak artinya 13,4 juta atau 22,9% dari jumlah seluruh anak Indonesia,
memerlukan perhatian khusus untuk mencegah dan mengentaskan mereka dari
keterlantaran ( Untung, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2004:
23&24).
Secara nasional pada tahun 2002 jumlah anak jalanan sekitar 160.000
anak, anak terlantar usia 6-8 tahun 3.488.309 orang dan jumlah anak yang rawan
terlantar 10.322.674 orang (Aminatun, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan
Pudji Hastuti MSC PH terdapat 150.000 anak jalanan di berbagai kota besar
bekerja dan hidup di jalanan. Mereka tidak memiliki rumah tinggal dan tidak
terlindungi. Data ini jauh lebih besar tiga kali lipat dari data yang dapat dihimpun
DEPSOS (Departemen Sosial) pada tahun 2000 yaitu sekitar 50.000 anak dari 12
kota besar, sedangkan Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2000 mencatat jumlah
anak jalanan ibukota mencapai 11.000 orang dan anak terlantar sekitar 18.000
orang. Sesuai data Departemen Sosial, jumlah anak terlantar pada tahun 2006
mencapai 2.815.393 anak. Jumlah terbanyak di Jawa Timur sebanyak 347.297
anak, Sumatera Utara 331.113 anak, Jawa Barat 246.490 anak, Jawa Tengah
190.320 anak, Sumatera Selatan 146.381 anak dan untuk jumlah anak terlantar di
DKI Jakarta sebanyak 14. 804 anak
Saat ini tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. KPAI
(Komisi Perlindungan Anak Indonesia) memperkirakan pada tahun 2006 terdapat
sekitar 150. 000 anak jalanan di Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di Jakarta.
Di Sumatera Utara sendiri pada tahun 2007, KKSP (Kelompok Kerja Sosial
Perkotaan) memperkirakan jumlah anak jalanan di seluruh Kabupaten dan kota
sekitar 5000 ana
diperoleh harian waspada dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah
gelandangan, pengemis dan anak jalanan mencapai 95.791 orang. Dengan rincian
3.300 pengemis, 4.823 gelandangan, 18.741 anak jalanan dan 68.927 anak
terlantar. Dan juga terdapat anak balita terlantar sejumlah 62.428 orang
Penanganan masalah anak jalanan dan anak terlantar belum berhasil
yang dilakukan Tim Peneliti UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) bekerja
sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial
Badan Pelatihan dan Pengembangan Depsos (PPP-UKS Balat Bangsos), yaitu
menurut Mufidz salah satu dari tim tersebut, menyebutkan bahwa kegagalan
pemerintah dan masyarakat dalam menangani masalah anak jalanan disebabkan
oleh minimnya perhatian semua pihak terhadap eksistensi sebagai penanggung
jawab anak. Belum adanya model penanganan yang jelas, sistematik, dan
komprehensif terhadap anak jalanan dan anak terlantar.
Pemerintah RI melalui Depsos dan jajarannya telah berupaya menangani
dengan regulasi, pengalokasian dana, fasilitas pelayanan hingga penyediaan
rumah singgah. Namun kompleksnya permasalahan dan jumlah anak jalanan dan
anak terlantar dimana yang terus meningkat menyebabkan penanganannya belum
optimal dan efektif. Bukan hanya pemerintah melalui Depsos yang berupaya
dalam menangani anak jalanan dan anak terlantar. Lembaga Swadaya Masyarakat
juga ikut berpartisipasi (http: ratiqhanzen.wordpress.com/1 April 2009).
Dalam menangani anak jalanan dan anak terlantar Lembaga Swadaya
Masyarakat menggunakan penanganan secara nasional, tetapi ada juga dengan
penanganan melalui pendekatan agama. Diantara Lembaga Swadaya Masyarakat
yang menangani masalah anak adalah Yayasan Simpang Tiga. Yayasan Simpang
Tiga ini didirikan untuk menangani anak jalanan dan anak terlantar di Kota
Medan, yayasan ini memiliki tiga program yaitu Panti Asuhan, Rumah Singgah
dan klub sehat anak ceria. Mengingat anak adalah generasi penerus bangsa, yang
sejak dini diupayakan pertumbuhan dan perkembangannya dengan optimal. Anak
yang berada dalam asuhan orang tua. Membutuhkan haknya sebagai manusia
berupa perlindungan, pemenuhan kebutuhan baik jasmani, rohani maupun sosial.
Bahkan juga terhadap pendidikan.
Yayasan Simpang Tiga Medan mengupayakan pemenuhan hak anak, oleh
karena keluarga dari anak tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan anak.
Sehingga Yayasan Simpang Tiga merupakan pengganti keluarga bagi anak yang
dibina didalamnya. Yayasan Simpang Tiga Medan berada dalam naungan
Yayasan Simpang Tiga yang berpusat di Kota Bali. Hal yang menarik dari
Yayasan ini bagi peneliti adalah bahwa dalam seluruh aspek kegiatannya
menggunakan pendekatan agama yaitu melalui pendekatan agama Kristen
Protestan. Sampai saat ini ada 28 orang anak yang dibina dengan tingkat
pendidikan mulai dari TK, SD, SMP dan SMA.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui bagaimanakah efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak
terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan, yang terangkum dalam skripsi
dengan judul ” Efektivitas Pemberdayaan Anak Jalanan dan Anak Terlantar oleh
Yayasan Simpang Tiga di Medan”.
1.2Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan
masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: “bagaimanakah
efektivitas pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberdayaan
anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan baru atas
pengetahuan yang sudah ada khususnya dalam bidang atau ilmu kesejahteraan
sosial. Bagi Yayasan Simpang Tiga Medan hasil penelitian ini dapat menjadi
referensi untuk meningkatkan efektivitas pelayanan yang akan dikerjakan di masa
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek
yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi
operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisi sejarah singkat berdirinya Yayasan Simpang Tiga Medan,
struktur organisasi dan gambaran umum lokasi penelitian.
BAB V : ANALISA DATA
Berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta
analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Efektivitas
2.1.1 Pengertian Efektivitas
Menurut Sondang P. Siagian pengertian efektivitas adalah:
Pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.
Sementara menurut Abdurahmat “efektivitas adalah pemanfaatan sumber
daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan
sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya”.
Chester I.Barnard memberi defenisi efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas adalah
pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama. Tingkat pencapaian
sasaran menunjukkan tingkat efektivitas”. Pada dasarnya efektivitas menyangkut
pencapaian sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pihak yang terlibat
didalam suatu organisasi atau lembaga (http://othenk planet.blogspot.com/1 April
2009).
Terdapat 3 pandangan mengenai efektivitas. Pada tingkat yang paling dasar
terletak efektivitas individu. Pandangan dari segi individu menekankan hasil karya
karyawan atau anggota tertentu dari organisasi. Tugas yang harus dilaksanakan
biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan atau posisi dalam organisasi.
Prestasi kerja individu menilai secara rutin lewat proses evaluasi hasil karya yang
merupakan dasar bagi kenaikan gaji, promosi dan imbalan lain yang tersedia dalam
dalam suatu organisasi. Dalam kenyataannya individu biasanya bekerja
bersama-sama dalam kelompok kerja.
Pandangan lain mengenai efektivitas yaitu pandangan dari segi efektivitas
kelompok. Dalam beberapa hal, efektivitas kelompok adalah jumlah kontribusi dari
semua anggotanya. Misalnya bagi kelompok ilmuwan yang mengerjakan
proyek-proyek individual, yang tidak saling berhubungan, maka besarnya efektivitas sama
dengan jumlah efektivitas dari tiap-tiap individu. Dalam beberapa hal lain efektivitas
kelompok adalah lebih besar dari jumlah kontribusi dari tiap-tiap individu. Pandangan
yang ketiga adalah efektivitas organisasi. Organisasi terdiri dari individu dan
kelompok, sehingga efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan
kelompok. Namun demikian, efektivitas organisasi adalah lebih banyak dari jumlah
efektivitas individu dan kelompok, lewat pengaruh kerjasama, organisasi mampu
mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatnya daripada jumlah hasil karya
tiap-tiap bagiannya (Gibson, 1994: 25).
Efektivitas individu tidaklah harus merupakan sebab dari efektivitas
kelompok. Begitu pula tidak dapat dikatakan bahwa efektivitas kelompok adalah
jumlah dari efektivitas individu. Hubungan antara pandangan-pandangan tersebut
berubah-ubah tergantung dari faktor-faktor seperti: jenis organisasi, pekerjaan yang
dilaksanakan dan teknologi yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
Tiap-tiap tingkat efektivitas dapat dipandang sebagai suatu variabel yang tergantung
dari variabel lain yakni sebab-sebab dari efektivitas. Misalnya beberapa sebab dari
efektivitas individu adalah ciri fisik, sifat psikologis dan motivasi. Efektivitas
kelompok seperti: kepemimpinan kelompok, komunikasi dan sosialisasi. Efektivitas
lingkungan dan kesempatan baik, kecakapan persorangan dan motivasi (Child, dalam
Gibson, 1994: 26).
Untuk memahami konsep efektivitas terdapat dua pendekatan, yaitu
pendekatan dari segi tujuan dan pendekatan dari segi teori sistem. Pendekatan tujuan
(the goal approach) untuk menentukan dan mengevaluasi efektivitas didasarkan pada
gagasan bahwa organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan (Gibson,
1994: 27). Pendekatan tujuan menunjukkan bahwa organisasi dibentuk dengan tujuan
tertentu, bekerja secara rasional dan berusaha mencapai tujuan tertentu. Walaupun
pendekatan tujuan itu kelihatan sederhana, tetapi mengandung juga beberapa
persoalan. Beberapa kesulitan yang dikenal secara luas meliputi:
1. Pencapaian tujuan tidak segera dapat diukur pada organisasi yang tidak
menghasilkan barang-barang yang berwujud (tangibel outputs).
2. Organisasi berusaha mencapai lebih dari satu tujuan dan tercapainya satu tujuan
seringkali menghalangi atau mengurangi kemampuannya untuk mencapai tujuan
yang lain.
3. Adanya beberapa tujuan “resmi” yang harus dicapai dan disepakati oleh semua
anggota adalah diragukan.
Pendekatan yang kedua adalah pendekatan dari segi teori sistem. Melalui teori
sistem dapat ditentukan efektivitas dari segi yang bermanfaat bagi organisasi baik
berupa perusahaan bisnis, rumah sakit, badan pemerintah ataupun lembaga yang
lainnya. Dalam hubungannya dengan teori sistem, organisasi atau lembaga dipandang
sebagai satu unsur dari sejumlah unsur yang saling berhubungan dan tergantung satu
dengan yang lain. Organisasi mengambil sumber (input) dari lingkungan sebagai
yang sudah diubah yaitu output. Dari teori sistem diketahui suatu kriteria efektivitas
yaitu menggambarkan siklus input-proses-output dan hubungan timbal balik antara
organisasi dan lingkungan yang lebih luas tempat hidupnya organisasi.
Selain teori sistem, terdapat dimensi waktu sebagai satu elemen dari sistem
yang lebih besar yaitu lingkungan yang melalui waktu mengambil sumber-sumber,
memprosesnya dan mengembalikannya kepada lingkungan. Selain proses, mengenai
efektivitas organisasi atau lembaga adalah apakah organisasi itu mampu bertahan dan
hidup terus dalam lingkungan itu. Maka kelangsungan hidup organisasi merupakan
ukuran terakhir atau ukuran jangka panjang dari efektivitas organisasi. Namun
terdapat indikator jangka pendek dan menengah. Jangka pendek berupa produksi
(poductive), efisiensi (efficiency) dan kepuasan (satisfaction). Jangka menengah dapat
berupa penyesuaian diri dan perkembangan (Gibson, 1994: 31-32).
2.2 Pemberdayaan
Konsep yang sering dimunculkan dalam proses pemberdayaan adalah
konsep kemandirian dimana program-program pembangunan dirancang secara
sistematis agar individu dan masyarakat menjadi subjek dari pembangunan.
Walaupun kemandirian, sebagai filosofi pembangunan, juga dianut oleh
negara-negara yang telah maju secara ekonomi, tetapi konsep ini lebih banyak
dihubungkan dengan pembangunan yang dilaksanakan oleh negara-negara sedang
berkembang.
Konsep pemberdayaan dapat dikatakan sebagai jawaban atas realitas
ketidakberdayaan (disempowerment). Membicarakan konsep pemberdayaan tidak
Pengertian pemberdayaan yang terkait dengan konsep power dapat ditelusuri dari
4 perspektif/sudut pandang, yaitu perspektif pluralis, elitis, strukturalis, dan
post-strukturalis (Suriadi, 2005: 53&54).
Konsep pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien
memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang
akan dilakukan terkait dengan diri sendiri, termasuk mengurangi efek hambatan
pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimiliki, antara lain melalui transfer dari lingkungannya.
Berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya
membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai dengan keinginan mereka (Shardlow, dalam Adi, 2003: 54).
Rumah singgah merupakan tempat alternatif pemberdayaan anak jalanan
dan anak terlantar. Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui
pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II masalah pekerja anak di
Indonesia pada bulan juli 1996 mendefenisikan rumah singgah sebagai tempat
pemusatan yang bersifat non formal, dimana anak–anak bertemu untuk
memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk kedalam proses
pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefenisikan
sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka.
realisasi anak jalanan dan anak terlantar terhadap sistem nilai dan norma di
masyarakat.
Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak
jalanan maupun anak terlantar mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan
alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Secara khusus tujuan rumah
singgah adalah:
a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
b. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke panti
dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.
c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak
dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang
produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak
jalanan dan anak terlantar sangat penting. Fungsi rumah singgah antara lain:
a. Sebagai tempat pertemuan (meeting point) pekerja sosial dan anak jalanan
maupun anak terlantar. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya
persahabatan dan keterbukaan antara anak dan pekerja sosial dalam
menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan.
b. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagai
tempat melakukan diagnosa kebutuhan dan masalah anak serta melakukan
rujukan pelayanan sosial bagi anak.
c. Fasilitator atau perantara anak dengan keluarga, keluarga pengganti dan
d. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari
berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak dan perilaku
menyimpang seksual atau berbagai bentuk kekerasan lainnya.
e. Pusat informasi tentang anak jalanan dan anak terlantar.
f. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi pengembalian dan menanamkan fungsi
sosial anak.
g. Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara dan akses
kepada berbagai pelayanan sosial.
h. Resosiliasi. Lokasi rumah singgah yang berada di tengah-tengah masyarakat
merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi, dan
kehidupan bermasyarakat bagi anak. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan,
tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah
anak jalanan dan anak terlantar.
Bentuk lain upaya pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar dapat
dilakukan melalui program-program:
a. Center based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang
bersifat tidak permanen.
b. Street based interventions, yaitu mengadakan pendekatan langsung di tempat
anak jalanan berada atau langsung ke jalanan.
c. Community based strategy, yaitu dengan memperhatikan sumber gejala
munculnya anak jalanan dan anak terlantar baik keluarga maupun lingkungannya
dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara
2.3 Keluarga
2.3.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.
Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan
organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak
yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain keluarga
merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan yang lahir dan berada di
dalamnya. Secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri karena tumbuhnya
kearah pendewasaan.
Menurut Khairuddin (1997: 7) pengertian keluarga adalah:
Suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, ikatan darah, atau adopsi, merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, dan menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan dan merupakan pemelihara kebudayaan bersama.
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah, hubungan
sosial dan pengertian psikologis. Keluarga dalam dimensi hubungan darah
merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu
dengan yang lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat
dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Dalam dimensi hubungan
sosial, keluarga merupakan satu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling
berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang
lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah (Shochib, 1998:
17).
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup
terjadi saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri (Soelaeman, dalam
Shochib,1998: 17). Dalam hal Yayasan Simpang Tiga Medan sebagai keluarga
bagi anak binaan, maka keluarga yang dimaksud adalah ditinjau dari dimensi
sosial dan psikologis.
2.3.2 Ciri-Ciri Keluarga
Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari
suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan
dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Ciri-ciri keluarga terbagi kedalam 2
jenis yaitu:
Ciri-ciri umum
Menurut Mac Iver dan Page ciri-ciri umum keluarga adalah:
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok,
mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak.
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau
Bugers dan Locke mengemukakan terdapat 4 karakteristik keluarga yang
ada pada semua keluarga dan yang membedakan keluarga dari kelompok –
kelompok sosial lainnya yaitu:
1. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan
perkawinan, ikatan darah, atau adopsi.
2. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap
dan merupakan satu susunan rumah tangga, atau jika mereka bertempat
tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.
3. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan
berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami dan istri,
ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan.
4. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama dan pada hakekatnya
diperoleh dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang
kompleks masing-masing keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan
keluarga lainnya (Khairuddin, 1997: 6-7).
Ciri-ciri khusus
Keluarga mempunyai ciri-ciri khusus yaitu sebagai berikut:
1. Kebersamaan. Keluarga merupakan bentuk yang hampir paling universal
diantara bentuk-bentuk organisasi lain dan setiap keadaan manusia
mempunyai keanggotaan dari beberapa keluarga.
2. Dasar-dasar emosional. Hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan-
dorongan yang sangat mendalam dari sifat organisasi seperti perkawinan,
3. Pengaruh perkembangan. Hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan yang
paling awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi, pada khususnya
hal ini membentuk karakter individu lewat pengaruh kebiasaan-kebiasaan
organis maupun mental.
4. Ukuran yang terbatas. Keluarga merupakan skala yang paling kecil dari semua
organisasi sosial formal yang merupakan struktur sosial dalam masyarakat
yang sudah beradab.
5. Posisi inti dalam struktur sosial. Keluarga merupakan inti dari organisasi
sosial lainnya, dalam masyarakat yang sederhana maupun yang sudah maju,
mempunyai tipe masyarakat patriarkal, struktur sosial secara keseluruhan
dibentuk dari satuan-satuan keluarga.
6. Tanggung jawab para anggota. Keluarga mempunyai tuntutan yang lebih besar
dan kontiniu daripada yang bisa dilakukan oleh asosiasi-asosiasi.
7. Aturan kemasyarakatan. Hal ini khusus terjaga dengan adanya hal-hal yang
tabu dalam masyarakat dan aturan-aturan yang sah, dengan kaku menentukan
kondisi-kondisinya.
8. Sifat kekekalan dan kesementaraan. Sebagai institusi keluarga merupakan
sesuatu yang demikian permanen dan universal. Sebagai asosiasi merupakan
organisasi yang paling bersifat sementara dan mudah berubah dari antara
seluruh organisasi-organisasi penting lainnya di masyarakat (Khairuddin,
2.3.3 Fungsi keluarga
Selain memiliki ciri-ciri, keluarga juga memiliki fungsi yaitu:
1. Fungsi biologik.
Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi ini juga dasar
kelangsungan hidup masyarakat.
2. Fungsi afeksi.
Tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan,
dari hubungan cinta kasih lahir hubungan persaudaraan, persahabatan,
kebisaan, identifikasi dan persamaan pandangan mengenai nilai-nilai.
3. Fungsi sosialisasi.
Menunjukkan peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak, melalui
interaksi sosial. Dalam keluarga anak mempelajari pola-pola tingkah laku,
sikap, keyakinan, cita-cita dalam masyarakat dalam rangka perkembangan
kepribadiannya (Khairuddin, 1997: 48-49).
Menurut Hartomo (1997: 86-87) fungsi-fungsi pokok dari keluarga adalah
pemenuhan kebutuhan biologis dan emosional/perasaan, pendidikan sosialisasi,
ekonomi, dan pengawasan. Secara khusus fungsi keluarga adalah:
a. Fungsi seksual, dalam melaksanakan fungsi seksual di keluarga tiap-tiap
masyarakat menyusun tata tertib berdasarkan sistem niilai-nilai sosial budaya
dan faktor kebutuhan biologis.
b. Fungsi ekonomi, di dalam masyarakat yang sederhana pembagian kerja dalam
rangka kerjasama ekonomi dilakukan antara anggota-anggota keluarga.
Khususnya para wanita pada umumnya lebih banyak ditentukan oleh faktor-
c. Fungsi reproduksi, keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak
merupakan pranata sosial yang paling memadai untuk melahirkan dan
memelihara anak-anak di dalam keluarga itu.
d. Fungsi edukasi, dari lingkungan keluarga anak belajar berbahasa,
mengumpulkan pengertian-pengertian dan menggunakan nilai-nilai
kebudayaan yang berlaku. Didikan yang diberikan di dalam keluarga pada
masa kanak-kanak disesuaikan dengan daya tangkap dan sifat-sifat
emosionalnya.
Demikian halnya dengan William J.Goode, 1983 dalam Soelaeman (2001:
115-119) mengungkapkan secara umum fungsi keluarga yaitu:
a. Pengaturan seksual.
b. Reproduksi.
c. Sosialisasi.
d. Pemeliharaan, Penempatan anak di dalam masyarakat.
e. Pemuas kebutuhan perseorangan, dan
f. Kontrol sosial.
Kekacauan keluarga merupakan bahan perguncingan umum karena
menyangkut pilihan moral dan penyesuaian-penyesuaian pribadi yang dilematis.
Terdapat beberapa macam kekacauan keluarga sebagai berikut:
a. Ketidaksahan. Merupakan unit keluarga yang tak lengkap, setidak-tidaknya
ada satu sumber ketidaksahan dalam kegagalan anggota keluarga baik ibu
b. Pembatalan, perpisahan, perceraian, dan meninggalkan. Disebabkan oleh salah
satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan dan
dengan demikian berhenti melaksanakan kewajiban peranannya.
c. “Keluarga selaput kosong”. Anggota-anggota keluarga tetap tinggal bersama,
tetapi tidak saling menyapa atau bekerja sama, dan gagal dalam saling
memberikan dukungan emosional.
d. Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tak diinginkan, beberapa
keluarga terpecah karena sang suami atau istri meninggal, dipenjarakan, atau
terpisah dari keluarga karena peperangan, depresi, atau malapetaka yang lain.
e. Kegagalan peran penting yang tak diinginkan. Malapetaka dalam keluarga
mencakup: penyakit mental, emosional, atau badaniah yang parah sehingga
gagal dalam menjalankan peran utama.
2.4Pengertian Anak Jalanan
Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Sosial
pasal 1 ayat (2) menyebutkan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur
21 tahun dan belum pernah kawin. Sementara menurut Undang-Undang RI No. 23
tahu 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat (2) menyebutkan anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
didalam kandungan.
Dalam bab II pasal 2 Undang-Undang No. 4 tahun 1979 yang mengatur mengenai
hak-hak anak disebutkan bahwa anak memilik hak sebagai berikut:
Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Yang dimaksud dengan
asuhan adalah berbagai upaya yang dilakukan kepada orang yang tidak
mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, dan anak yang mengalami
masalah kelainan, yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau
keluarga agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara
jasmani, rohani maupu sosial (pasal 1 angka 32 PP No. 2 tahu 1988).
b. Hak atas pelayanan.
Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk
warga yang baik dan berguna.
c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan.
Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan.
d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup.
Anak berhak atas perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan
atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.
e. Hak mendapat pertolongan pertama.
Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama –tama berhak
mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan.
f. Hak memperoleh asuhan.
Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh bantuan oleh
orang tua itu dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani,
rohani, maupu n sosial.
g. Hak memperoleh bantuan.
Anak yang tidak mampu, berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan
keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
h. Hak diberi pelayanan dan asuhan.
Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang
bertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa
pertumbuhan dan perkembangannya.
i. Hak memperoleh pelayanan khusus.
Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan sejauh kemampuan dan kesanggupannya.
j. Hak mendapat bantuan dan pelayanan.
Anak berhak mendapat bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan
kesejahteraan anak tanpa membedakan jenis kelamin, pendidikan, dan
kedudukan sosial (Prinst, 1997: 80-82).
Anak jalanan merupakan konstituen dari komunitas yang berada di
jalanan. Dalam hidup keseharian, anak-anak di jalanan melakukan interaksi
dengan berbagai elemen sosial yang ada di jalanan, baik sesama anak maupun
orang dewasa dengan berbagai latar belakang dan profesi. Departemen Sosial RI
mendefenisikan anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan
waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat
umum lainnya. UNICEF memberi batasan tentang anak jalanan, dimana anak
dari keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam
kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (Soedijar, dalam http:
blogdrive.com/20 Maret 2009).
Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Umumnya
sebagai pedagang asongan, pengamen, gelandangan dan pengemis, penjual koran,
tukang semir, pemulung, tukang parkir, tukang sapu angkot, penjaja alas kaki,
tukang cari nasi busuk, tukang angkat barang, maupun pekerja seks anak.
Karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan diantaranya
adalah:
a. Kelihatan kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian.
b. Memandang orang lain yang tidak hidup di jalanan sebagai orang yang dapat
dimintai uang.
c. Mandiri, dalam arti anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama
dalam hal tempat tidur atau uang.
d. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan
orang yang bukan dari jalanan. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk
berinteraksi baik berbicara dengan siapapun selama di jalanan.
e. Malas untuk melakukan kegiatan anak “rumah” misalnya mandi, gosok gigi,
menyisir rambut, mencuci pakaian atau menyimpan pakaian.
Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas berada di jalanan tidak dapat
disamaratakan. Dilihat dari sebab sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan
berada di jalan karena tekanan ekonomi, tetapi bisa juga karena pergaulan,
Pemerhati Marjinal Kota (HIMMATA) mengelompokkan anak jalanan menjadi
dua kelompok yaitu anak semi jalanan dan anak jalanan murni.
Menurut Asmawati anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang
hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan
dengan keluarganya. Anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang hidup
dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan
keluarganya. Menurut Tata Sudrajat anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya yaitu:
a. Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah, dan tinggal di
jalanan (anak yang hidup di jalanan/children the street).
b. Anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah,
kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau
tiga bulan sekali disebut dengan anak yang bekerja di jalanan (children on the
street).
Anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk
kategori rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be street children).
Menurut Kesejahteraan Anak Indonesia (1999: 22-24) anak jalanan
dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu:
a. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children on the
street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas
jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus.
Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga. Anak
Umunya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan dan solidaritas
sesama temannya telah menjadi suatu ikatan.
b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah
anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka sering
diidentikkan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada
orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingga
sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek
payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh
bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.
c. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal
dengan orang tuanya, beberapa jam di jalanan sebelum atau sesudah sekolah.
Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu
orang tua, dan disuruh orang tua. Aktivitas mereka yang paling menyolok
adalah berjualan koran.
d. Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada di jalanan
untuk mencari kerja. Umunya mereka sudah lulus SD, bahkan ada yang lulus
SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua
ataupun saudaranya ke kota). Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus,
menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong,
pengamen, pengemis dan pemulung (http: blogdrive.com/20 Maret 2009).
Sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan, Parsudi Suparlan berpendapat
adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya
sebagai warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga
dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota.
Hal yang sama juga diungkapkan Saparinah Sadli bahwa berbagai faktor
yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah anak terlantar
ataupun anak jalanan antara lain: faktor kemiskinan, keterbatasan bekerja, faktor
yang berhubungan dengan urbanisasi dan faktor dari dalam diri individu seperti
tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri, dan berbagai
faktor lainya. Akan tetapi faktor yang paling dominan sebagai penyebab
munculnya anak jalanan dan anak terlantar adalah faktor kondisi sosial ekonomi
dan broken home atau disfungsi keluarga (http: blogdrive.com/20 Maret 2009).
Penyebab lain anak dari anak “rumahan” menjadi anak jalanan adalah
khusus untuk anak perempuan minggat dari rumah, karena dipaksa menikah
dengan orang yang tidak disukai, tidak tahan dengan orang tua yang gemar
memukul, ada juga yang tidak betah di rumah karena orang tua sibuk dengan
urusan masing-masing. Yang lebih parahnya lagi adalah diusir orang tua karena
dianggap nakal (Tim Yayasan Kakak, 2002: 51).
2.5 Anak Terlantar
Anak terlantar menurut Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa anak terlantar
adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental,
spiritual. Demikian juga halnya dengan menurut Undang-Undang No. 4 tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat (7) menyebutkan anak terlantar
sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani,
jasmani, maupu n sosial.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, keterlantaran anak dapat dibedakan
menjadi 4 jenis yaitu:
a. Terlantar secara fisik.
b. Terlantar secara mental.
c. Terlantar secara spiritual.
d. Terlantar secara sosial (Untung, dalam Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial,
2004: 23-24).
2.6Kerangka Pemikiran
Seorang anak mengawali hidupnya dalam suatu sistem sosial. Dimulai dari
keluarga, tetangga, sekolah, dan masyarakat sekitar. Lingkungan keluarga yang
sehat baik fisik, psikologis, maupun sosial memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab secara kognitif,
emosi maupun sosialnya. Sebaliknya lingkungan keluarga yang tidak sehat,
menyebabkan anggota keluarga khususnya anak menjadi rentan terhadap stimulasi
yang merugikan (Tim Yayasan Kakak, 2002: 4).
Pada dasarnya anak berasal dari suatu keluarga, semua manusia
mengharapkan keluarga yang bahagia, bisa membesarkan anak-anaknya dengan
maksimal dengan berkecukupan tanpa kekurangan. Akan tetapi dalam
kenyataanya, terdapat keluarga yang kondisinya tidak baik atau mengalami
disfungsi. Berbagai faktor penyebab disfungsi keluarga ini adalah krisis ekonomi
yang berkepanjangan dan kemiskinan, sehingga anak tidak mendapatkan haknya
pemenuhan kebutuhan fisik dan rohani. Akibat yang lain adalah anak menjadi
terlantar, minggat dari rumah mencari tempat yang bisa untuk bisa bertahan hidup
salah satunya dengan turun ke jalanan. Hal ini hanya salah satu faktor anak turun
ke jalanan.
Melihat kenyataan ini, berbagai lembaga turut prihatin dengan kondisi ini.
Salah satu lembaga non pemerintah peduli terhadap nasib anak jalanan dan anak
terlantar di Medan adalah Yayasan Simpang Tiga. Yang berfungsi sebagai
pengganti fungsi keluarga bagi anak jalanan dan anak terlantar yang ada
didalamnya. Tujuannya adalah supaya anak yang ada di dalamnya, seperti anak
pada umumnya tumbuh dan berkembang dengan maksimal, mendapatkan haknya
sebagai individu, dan kelak memiliki masa depan yang baik. Untuk lebih jelasnya
Gambar 1 Bagan Alir Pemikiran
Efektif Tidak efektif Hasil yang ingin dicapai:
- Pengasuhan anak yang
fokus dan terarah.
- Pendidikan anak yang
fokus dan terarah.
- Anak memiliki
keterampilan sesuai
dengan bakat anak.
- Anak memiliki
kemandirian. Yayasan Simpang Tiga:
- Pengasuhan
- Pendidikan
- Keterampilan
2.7 Defensi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi. Konsep
adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian
ilmu sosial (Singarimbun dalam Nasution, 2001: 15). Konsep pada dasarnya ada
yang sederhana, mudah diterangkan, dan dapat ditunjuk langsung seperti meja,
kursi, kucing, dan lain-lain.
Ada pula yang sangat rumit dan abstrak, seperti: kepuasan, jabatan,
penampilan kerja, motivasi maupun yang lainnya. Suatu konsep ada kalanya
mempunyai pengertian yang berbeda dan mempunyai variabel yang berbeda pula
terutama dalam ilmu sosial. Hal ini disebabkan penggunaan suatu konsep
dikaitkan dengan hal atau situasi yang berbeda.
Untuk lebih jelas mengenai konsep-konsep yang digunakan, maka peneliti
membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:
a. Efektivitas adalah menyangkut keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik yang dilaksanakan secara
individu, kelompok, organisasi, lembaga sosial, ekonomi, maupun
pemerintah.
b. Pemberdayaan adalah memberi daya kekuatan dan kemampuan kepada
individu, kelompok, dan masyarakat untuk mewujudkan individu, kelompok,
dan masyarakat yang menguasai tugas, fungsi, dan tanggungjawabnya, cepat
kewenangannya, peka terhadap perubahan di lingkungannya serta berwawasan
luas dalam menjalankan fungsinya.
c. Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
d. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuh kebutuhannya secara wajar
baik fisik, mental, maupun spiritual.
e. Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat yang
didalamnya mempunyai pertalian darah terdiri dari ayah, ibu, dan anak anak.
f. Yayasan Simpang Tiga adalah lembaga sosial yang menangani anak jalanan
dan anak terlantar di Medan.
Dengan demikian defenisi konsep secara keseluruhan dalam penelitian ini
adalah tercapainya pemberian daya atau kekuatan kepada anak yang mencari
penghidupan di jalanan maupun anak yang kebutuhannya tidak terpenuhi secara
fisik, mental, maupun spiritual yang diasuh oleh Yayasan Simpang Tiga di
Medan.
2.7.2 Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah petunjuk pelaksanaan berupa tata cara untuk
mengukur variabel dalam penelitian (Nasution, 2001: 18). Untuk menggambarkan
variabel dalam penelitian ini, yaitu dengan berbagai indikator yang akan diteliti
sebagai berikut:
1. Pengasuhan, meliputi:
a. Sarana dan prasarana.
c. Frekuensi pengasuhan.
2. Pendidikan, meliputi:
a. Sarana dan prasarana.
b. Jenis pendidikan yang diberikan.
c. Frekuensi pemberian pendidikan.
3. Keterampilan, meliputi:
a. Prasarana yang diberikan untuk mendukung.
b. Jenis keterampilan.
c. Frekuensi pemberian keterampilan.
4. Kemandirian, meliputi:
a. Metode yang digunakan.
b. Tahap yang dilakukan.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif yaitu suatu prosedur atau cara memecahkan masalah yang diselidiki
dengan memaparkan keadaan objek penelitian seperti seseorang, lembaga,
masyarakat, pabrik, dan lain-lain sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta
yang aktual pada saat sekarang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
yaitu membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang efektivitas
pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar oleh Yayasan Simpang Tiga di
Kota Medan (Nawawi, 1992: 67).
3.2Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Simpang Tiga yaitu pada Panti Asuhan Simpang Tiga yang berada di Jalan Kapten Muslim gg Jawa No. 34 Medan.
Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah peneliti tertarik dengan keberadaan
yayasan ini yang memberikan penanganan terhadap anak jalanan dan anak
terlantar di Kota Medan dengan menggunakan penanganan melalui pendekatan
agama yaitu agama Kristen Protestan.
3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek dalam penelitian. Apabila subjeknya
merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006: 130). Berdasarkan pendapat di
atas maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak
jalanan dan anak terlantar yang ada di Yayasan Simpang Tiga Medan sejumlah 28
orang anak.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel harus
bersifat representatif dalam arti benar-benar dapat mewakili populasi. Karena
jumlah populasi kurang dari 100, maka dalam penelitian ini populasi adalah
sampel (N=n) yaitu 28 orang anak.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan maka dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan pengumpulan data melalui:
1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari dan
menelaah buku, majalah, surat khabar, ataupun tulisan lain yang ada kaitannya
terhadap masalah yang diteliti.
2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data melalui peneliti langsung turun ke
lokasi penelitian yang dilakukan dengan cara:
a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk
mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.
b. Kuesoiner, yaitu teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan
c. Wawancara, yaitu dimaksudkan untuk mengajukan pertanyaan secara tatap
muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data.
3.5 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisa deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menjabarkan hasil
penelitian sebagaimana adanya. Data yang diperoleh dari lokasi penelitian,
dikumpulkan, diolah, dan dianalisa dengan menggambarkan, menjelaskan, dan
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Berdirinya Yayasan Simpang Tiga
Yayasan Simpang Tiga di Medan lahir dari kerinduan untuk menangani
anak-anak terlantar, anak-anak jalanan, dan anak-anak korban bencana alam
dengan membawa mereka kedalam sebuah keluarga yang diperlengkapi menjadi
manusia mandiri dan berkat bagi sesama. Pelayanan bagi anak-anak pra sejahtera
dan anak-anak jalanan di kota Medan sudah mulai dilakukan sejak tahun 1999
oleh Pelayan Medis dan Pelayanan anak jalanan Gereja Kristen Baithani
(GKB-Medan), melalui pembinaan mental dan kerohanian, pemberian makanan
tambahan, pengobatan dan penyuluhan kesehatan, serta pembagian sembako.
Bapak Ebit Simbolon yang pada saat itu, tahun 1999 terlibat di Pelayanan
Mahasiswa dan Pelayanan anak Medan bersama Pelayanan Medis
GKB-Medan termasuk ibu Minar Sinaga berkonsentrasi menangani pembinaan mental,
fisik, dan kerohanian anak-anak jalanan. Sampai tahun 2002, pembinanan
kerohanian dan pelayanan kesehatan dilakukan dengan cara membawa anak-anak
jalanan yang jumlahnya berkisar 400 anak, dijemput dan dikumpulkan di gedung
Gereja untuk mengikuti kebaktian anak-anak jalanan dan jumlah pekerja 21 orang
dan kegiatan tersebut dilakukan dua kali dalam sebulan.
Setelah beberapa lama mengadakan kebaktian anak jalanan, dan diadakan
evaluasi ternyata didapati metode pelayanan tersebut kurang efektif. Dengan
berbagai kendala seperti: pekerja sudah mulai berkurang dengan berbagai alasan,
biaya yang dikeluarkan juga cukup besar dan sebagian besar anak jalanan tersebut