• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Predasi Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae) terhadap Ulat Api Setothosea asigna pada Tanaman Kelapa Sawit di Insektarium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Daya Predasi Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae) terhadap Ulat Api Setothosea asigna pada Tanaman Kelapa Sawit di Insektarium"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA PREDASI Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae)

TERHADAP ULAT API Setothosea asigna PADA TANAMAN

KELAPA SAWIT DI INSEKTARIUM

SKRIPSI

OLEH:

NENA CHRISTA DAELI

050302006

(2)

DAYA PREDASI Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae)

TERHADAP ULAT API Setothosea asigna PADA TANAMAN

KELAPA SAWIT DI INSEKTARIUM

SKRIPSI

OLEH:

NENA CHRISTA DAELI

050302006

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS) Ketua

(Ir. Amansyah Siregar) (Dr. Ir. Agus Susanto, MP) Anggota Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRACT

Nena Christa Daeli, “Predation capacity of Sycanus croceovittatus

(4)

ABSTRAK

Nena Christa Daeli, “Daya Predasi Sycanus croceovittatus

(5)

RIWAYAT HIDUP

Nena Christa Daeli, lahir pada tanggal 25 Agustus 1987 di Gunungsitoli

dari Ayah Raradödö Daeli, S.Ip dan Ibu Rohiba Daeli, A.Md. Penulis merupakan

anak kedua dari delapan bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

- Lulus dari Sekolah Dasar Swasta RK Mutiara Bersubsidi Gunungsitoli pada

tahun 1999.

- Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gunungsitoli pada

tahun 2002.

- Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gunungsitoli pada tahun 2005.

- Pada tahun 2005 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur PMP.

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu IMAPTAN

(Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2005-2010, ForMaN USU

(Forum Mahasiswa Nias USU) tahun 2005-2010, menjadi Asisten Laboratorium

Ilmu Hama Tumbuhan tahun 2009, pernah mengikuti Seminar Ilmiah dengan

tema “Dengan Pertanian Berkelanjutan Kita Wariskan Kehidupan Berwawasan

Lingkungan” dan Seminar “Peranan Pertanian dalam Pembangunan Sumatera

Utara”. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Kerasaan

Indonesia, Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun pada tahun 2009 dan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Judul dari skripsi ini adalah “Daya Predasi Sycanus croceovittatus

(Hemiptera: Reduviidae) terhadap Ulat Api Setothosea asigna pada

Tanaman Kelapa Sawit di Insektarium” yang bertujuan sebagai salah satu

syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit

Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

Komisi Pembimbing Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS selaku Ketua,

Ir. Amansyah Siregar selaku Anggota, Dr. Ir. Agus Susanto, MP dan

Ahmad P. Dongoran, SP selaku pembimbing lapangan yang telah memberi saran

dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan

mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2010

(7)

DAFTAR ISI

Biologi Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae)... 4

Perilaku Predator Sycanus croceovittatus ... 6

Biologi Ulat Api Setothosea asigna ... 7

Gejala Serangan Ulat Api Setothosea asigna ... 9

Pengendalian Ulat Api Setothosea asigna ... 10

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

(8)

Peubah Amatan

Lama Pencarian Mangsa ... 12 Lama Penanganan Mangsa... 13 Daya Predasi Sycanus croceovittatus ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lama Pencarian Mangsa ... 14 Lama Penanganan Mangsa

Laju Pemangsaan Predator S. croceovittatus ... 18 Tanggap Fungsional ... 19 Daya Predasi ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 22 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. Telur S. croceovittatus……… 4

2. Nimfa S. croceovittatus……….. 5

3. Imago S. croceovittatus……….. 6

4. Telur S. asigna………... 7

5. Larva S. asigna………... 8

6. Pupa S. asigna……… 8

7. Imago S. asigna……….. 9

8. Gejala serangan S. asigna………... 10

9. Pencarian mangsa oleh S. croceovittatus………... 15

10. S. croceovittatus memangsa ulat api secara bersamaan………. 17

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Rata-rata lama pencarian dan penanganan mangsa

berdasarkan kepadatan mangsa………... 14

2. Rata-rata lama pencarian dan penanganan mangsa berdasarkan jumlah predator………... 16

3. Persentase rata-rata laju pemangsaan S. croceovittatus……… 18

4. Rata-rata tingkat pemangsaan S. croceovittatus……… 19

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. Foto Penelitian……… 26

2. Lama Pencarian dan Penanganan Mangsa………. 27

3. Laju Pemangsaan S. croceovittatus……… 28

(12)

ABSTRACT

Nena Christa Daeli, “Predation capacity of Sycanus croceovittatus

(13)

ABSTRAK

Nena Christa Daeli, “Daya Predasi Sycanus croceovittatus

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit sangat bermanfaat bagi kehidupan kita, karena kelapa sawit

dapat diolah menjadi berbagai produk seperti: minyak goreng, mentega, sabun,

arang, kertas, pupuk, kompos, perabot, dan papan (Basiron, 1990).

Perkebunan kelapa sawit telah memicu tingkat perekonomian, selama

20 tahun perkebunan kelapa sawit menjadi nadi utama penghidupan rakyat. Luas

areal pertanaman sawit di seluruh Indonesia dalam 20 tahun terakhir berkembang

sangat cepat. Tahun 2003 luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera seperti yang

tercatat oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit mencapai 5,2 juta hektar, padahal

tahun 1997 luas areal sawit di Sumatera hanya 611.300 hektar

(Bakir dan Mulyadi, 2006).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) sering diserang oleh berbagai

jenis hama terutama ulat pemakan daun dari famili Limacodidae. Setothosea

asigna merupakan jenis ulat yang sering menyerang dalam jumlah besar dan

menimbulkan kerusakan yang berat. Akibat serangan hama ini, produksi tanaman

kelapa sawit dapat menurun jauh pada tahun-tahun berikutnya. Tanaman kelapa

sawit yang mengalami kehilangan daun sebesar 50% sampai 80% selama 3 tahun

produksinya dapat berkurang sebanyak 48 sampai 87% (Ginting dkk, 1995).

Usaha pengendalian Setothosea asigna yang telah dilakukan selama ini

adalah pengendalian dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik

(15)

Multiple Nucleopolyhedrovirus (MNPV), penggunaan insektisida biologis seperti

Bacillus thuringiensis, dan insektisida kimia sintetik (Deptan, 2008).

Salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida adalah

dengan pengendalian hayati, menggunakan musuh alami seperti parasitoid,

predator dan patogen. Musuh alami ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk

menekan populasi hama (Natawigena, 1990).

Sycanus adalah predator umum yang dapat dijumpai di beberapa habitat.

Sycanus diketahui dapat memangsa berbagai macam ulat pemakan daun antara

lain ulat kantong, ulat api, Plutella xylostella, Eterusia magnifica dan larva dari

serangga hama lainnya. Sycanus juga dapat dibiakkan di laboratorium dengan

memberi pakan rayap (Captotermes sp.) sebagai makanan alternatif untuk

mendukung perbanyakan Sycanus dalam program pengendalian hayati

(Mukhopadhyay dan Sarker, 2009).

Sycanus croceovittatus Dohrn (Hemiptera: Reduviidae) adalah predator

yang umum dijumpai di kelapa sawit. Kemampuan untuk menyerang hama pada

fase larva menyebabkan predator ini sesuai untuk pengendalian hayati

(Singh, 1992). Predator ini memerlukan waktu 4 – 5 jam untuk memangsa satu

larva dewasa (de Chenon et al., 1989).

Namun sampai saat ini belum diketahui sejauh mana keefektifan

S. croceovittatus dalam memangsa ulat api di pertanaman kelapa sawit. Oleh

sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang predasi

(16)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui daya predasi S. croceovittatus jantan dan betina

terhadap kepadatan populasi ulat api (S. asigna) pada tanaman kelapa sawit di

Insektarium.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan daya memangsa antara imago jantan dan betina

S. croceovittatus terhadap kepadatan populasi ulat api pada tanaman kelapa sawit.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Departemen

Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae)

Telur

Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris

miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

Dari 68 pasang imago Sycanus, hanya 50% dari telurnya yang menetas. Semua

telur (15 – 119 telur per kelompok) menetas dalam hari yang sama. Masa inkubasi

telur adalah 11 – 39 hari (Zulkefli dkk, 2004).

Gambar 1. Telur S. croceovittatus Sumber: Foto Langsung

Nimfa

Nimfa mengalami pergantian kutikula sebanyak lima kali sebelum

mencapai fase dewasa. Nimfa yang baru muncul berwarna kekuning-kuningan

pada kepala, toraks dan abdomennya. Tungkai coklat dengan bagian femur dan

tibia lebih gelap. Nimfa instar pertama hidup berkelompok dan mengubah posisi

(18)

berikutnya. Warnanya sama dengan instar yang pertama kecuali pada bagian

tubuhnya (Zulkefli dkk, 2004).

Nimfa instar ketiga lebih gelap daripada nimfa instar kedua. Bintik pada

abdomen juga lebih lebar. Perbandingan antara perbedaan mangsa menunjukkan

tidak banyak perbedaan pada ukuran tubuh. Nimfa instar keempat membutuhkan

waktu tiga minggu sebelum berganti kulit menjadi instar berikutnya. Hampir

semua nimfa berhasil menjadi imago, dan hanya sedikit imago tidak normal

karena pergantian kutikula yang sulit. Masa nimfa ± 69 hari (Zulkefli dkk, 2004).

Gambar 2. Nimfa S. croceovittatus Sumber: Foto Langsung

Imago

Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bagian

abdomennya. Imago jantan lebih kecil dibandingkan dengan imago betina. Imago

yang baru terbentuk tidak dapat bergerak selama 15 – 20 menit

(Zulkefli dkk, 2004).

Sycanus relatif mudah dikenali karena bentuknya yang khas. Kepik ini

memiliki ciri kepala memanjang, bagian belakang kepala menggenting mirip

(19)

melebar sehingga tidak tertutupi oleh sayapnya. Panjang tubuh 2,25 cm dan lebar

bagian abdomen 0,5 cm (Mukhopadhyay dan Sarker, 2009).

Kepik ini adalah pemburu yang ganas (assasin bug). Sewaktu mencari

mangsa geraknya lamban, tetapi jika mangsa telah ditemukan pada jarak tertentu

akan menyergap dengan tiba-tiba dan mengisap habis cairan tubuh mangsa

tersebut (Susilo, 2007).

Gambar 3. Imago S. croceovittatus Sumber: Foto Langsung

Perilaku Predator Sycanus sp.

Nimfa Sycanus mempunyai siklus hidup yang lama, aktivitas makan

lambat dan berlangsung pada siang hari. Ketika ulat api tersedia, kepik ini akan

menusuk dengan segera dan mengisap cairan tubuh ulat dalam waktu 4 sampai 5

jam (Sipayung dkk, 1988). Dalam satu hari tidak banyak ulat yang dapat

dimangsa, seekor Sycanus dapat mengkonsumsi ± 430 ulat selama hidupnya

(Wood, 1971).

(20)

Sycanus macracanthus yang menyerang ulat api Thosea asigna

(Sipayung dan de Chenon, 1989).

Biologi Ulat Api Setothosea asigna

Telur

Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan

transparan. Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar dengan permukaan daun

sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6 – 17. Satu tumpukan telur berisi

sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300 – 400

butir. Telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan (Prawirosukarto dkk, 2003).

Gambar 4. Telur S. asigna Sumber: Foto Langsung

Larva

Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari

permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun.

Pada instar 2 – 3 larva memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal

daun. Selama perkembangannya larva berganti kulit 7 – 8 kali. Larva berwarna

(21)

(instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia larva ini

berlangsung selama 49 – 50,3 hari (Purba dkk, 2005).

Gambar 5. Larva S. asigna Sumber: Foto Langsung

Pupa

Larva sebelum berubah menjadi kepompong menjatuhkan diri pada

permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang

kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat,

berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina

masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung

selama ± 39,7 hari (Purba dkk, 2005).

Gambar 6. Pupa S. asigna

(22)

Imago

Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar

rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan

garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna

coklat muda (Prawirosukarto dkk, 2003).

Gambar 7. Imago S. asigna Sumber: Foto Langsung

Gejala Serangan

Ulat api S. asigna maupun Setora nitens adalah dua spesies ulat api yang

merusak daun kelapa sawit dan merupakan spesies yang dominan di Sumatera

Utara, setidaknya sepuluh tahun terakhir ini. Kedua spesies menduduki strata

tajuk tanaman yang sama yaitu menyukai daun tanaman yang sedang tuanya

sampai agak muda. Pada lokasi tertentu sering dijumpai tanaman menjadi habis

daunnya. Kerusakan daun tanaman yang demikian menyebabkan tanaman tidak

berproduksi sampai tiga tahun kemudian. Kalaupun terbentuk tandan buah,

biasanya terjadi aborsi atau berbentuk tandan buah abnormal, tidak proporsional,

(23)

Gambar 8. Gejala Serangan S. asigna Sumber: Foto Langsung

Pengendalian Hayati Ulat Api Setothosea asigna

Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan

mikroorganisme entomopatogenik, yaitu jamur Cordyceps militaris, bakteri

Bacillus thuringiensis, virus Nudaurelia, dan Multiple nucleopolyhedrovirus

(MNPV) (Prawirosukarto dkk, 1997).

Pelepasan sejumlah besar predator secara periodik juga dapat mengendalikan

ulat pemakan daun kelapa sawit. Dalam jangka pendek tindakan ini diharapkan

akan dapat menekan populasi hama sasaran secara langsung, sedangkan dalam

jangka panjang diharapkan dapat menggeser keseimbangan alami ke arah yang

lebih menguntungkan sehingga ledakan populasi hama berikutnya dapat dicegah

(24)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat

Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di

atas permukaan laut. Penelitian berlangsung dari bulan Oktober - November 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman kelapa sawit berumur 6 bulan

dengan ketinggian ± 1 m, imago predator S. croceovittatus, dan ulat api S. asigna

instar 3 – 5.

Alat yang digunakan adalah sungkup yang terbuat dari kawat kasa

berukuran panjang 60 cm, lebar 60 cm dan tinggi 100 cm, stoples, polibag

berdiameter ± 25 cm, stop watch, alat tulis, buku data, kamera digital, dan

alat-alat lain yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian.

Metodologi Penelitian

Penelitian perilaku dan tanggap fungsional S. croceovittatus terhadap ulat

api terdiri dari empat perlakuan yaitu 1 ekor Sycanus jantan, 1 ekor Sycanus

betina, 1 pasang Sycanus jantan dan betina, dan 3 pasang Sycanus jantan dan

betina, yang dilakukan pada dua kepadatan populasi ulat api yaitu 5 ekor dan

(25)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Ulat Api

Ulat api yang sehat instar 3 – 5 diambil dari lapangan sesuai dengan yang

dibutuhkan untuk masing-masing perlakuan, yaitu 5 ekor pada perlakuan pertama

dan 10 ekor pada perlakuan kedua.

Penyediaan imago Sycanus croceovittatus umur 1 hari

Nimfa instar akhir S. croceovittatus diambil dari lapangan, kemudian

dimasukkan ke dalam sungkup yang telah berisi tanaman kelapa sawit yang

ditanam dalam polibag. Selanjutnya dimasukkan ulat api sebagai pakan

S. croceovittatus. Predator yang digunakan adalah imago berumur 1 hari.

Percobaan

Pertama kali disiapkan tanaman kelapa sawit dalam sungkup kemudian

diletakkan ulat api instar 3-5 pada daun kelapa sawit. Selanjutnya dilepas

S. croceovittatus stadia imago ke dalam sungkup tersebut masing-masing sesuai

perlakuan. Diamati perilaku predator dalam mencari mangsa dan dicatat waktu

yang dibutuhkan predator tersebut untuk penanganan mangsanya.

Peubah Amatan

Lama Pencarian Mangsa

a. Lama pencarian mangsa pertama diperoleh dari perhitungan waktu sejak

(26)

b. Selang waktu pencarian mangsa pertama dengan pencarian mangsa kedua dan

seterusnya.

Lama Penanganan Mangsa

Lama penanganan mangsa meliputi perilaku dan waktu yang dibutuhkan

predator untuk menangani satu mangsa.

a. Laju pemangsaan terhadap waktu yang meliputi jumlah pemangsaan diamati

setiap 2 jam dari pukul 08.00 – 14.00 WIB pada semua populasi mangsa.

b. Tanggap fungsional bertujuan untuk mengetahui tingkat predatisme

S. croceovittatus terhadap kepadatan mangsa.

Model yang digunakan adalah:

Keterangan:

Y = Jumlah mangsa termangsa

X = Kepadatan populasi mangsa

Tt = Jumlah waktu yang tersedia

a = Laju (koefisien) pencarian mangsa

Th = Waktu yang diperlukan untuk menangani satu mangsa

(Varley et al., 1974; Tarumingkeng, 1992).

Daya Predasi Sycanus croceovittatus

Daya predasi S. croceovittatus diperoleh dengan cara menghitung jumlah

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lama Pencarian Mangsa

Hasil pengamatan terhadap lama pencarian mangsa menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan dari lama pencarian mangsa pertama dengan mangsa

berikutnya berdasarkan jumlah predator dan kepadatan mangsa (Lampiran 2).

Rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Rata-rata lama pencarian mangsa berdasarkan kepadatan mangsa

Perilaku pemangsaan Kepadatan 5 ekor

Tabel 1 menunjukkan bahwa lama pencarian mangsa pertama yang

tercepat diperoleh pada perlakuan kepadatan 10 ekor ulat api, yaitu selama

9.99 menit, sedangkan yang paling lama pada perlakuan kepadatan 5 ekor ulat api,

yaitu selama 15.06 menit. Hal ini disebabkan karena jumlah mangsa yang tersedia

lebih banyak sehingga interval penemuan mangsa oleh predator lebih singkat.

Selain itu, mangsa juga relatif sulit untuk menghindar saat didekati oleh predator.

Hasil pengamatan ini sesuai dengan pendapat Supartha dan Susila (2001) pada

penelitian pemangsaan Curinus coeruleus terhadap Diaphorina citri yang

menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menemukan inang (mangsa)

(28)

Gambar 9. Pencarian mangsa oleh Sycanus Sumber: Foto Langsung

Proses pemangsaan predator terhadap mangsa umumnya dilakukan secara

bertahap yaitu: (1) proses pencarian dan penemuan habitat mangsa. Pada proses

ini predator umumnya menggunakan indra penglihatan dan chemoreception

(respon fisiologis oleh organ indra terhadap rangsangan kimiawi) untuk

menemukan habitat mangsanya (Huffaker dan Messenger, 1989). (2) proses

pencarian dan penemuan serangga mangsa. Proses ini dilakukan setelah berada

pada habitat mangsa. Pada proses tersebut predator menggunakan antena untuk

menerima rangsang kimiawi dan fisik dari mangsa dan mendeteksi ada atau

tidaknya mangsa yang sesuai. (3) proses penerimaan mangsa sebagai pakan. Pada

proses ini predator menilai kadar gizi dan rasa yang dimiliki oleh mangsa tersebut

(Driesche et al, 2008). (4) kesesuaian mangsa sebagai pakan. Proses ini

merupakan proses akhir dari pemangsaan oleh predator. Bila ternyata mangsa itu

(29)

predator maka mangsa tersebut dikategorikan sebagai mangsa yang sesuai bagi

kehidupan predator.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa predator S. croceovittatus dalam

pencarian mangsanya, mula-mula melakukan penerbangan acak naik turun di

dalam sungkup yang kemudian sampai pada bagian tanaman kelapa sawit. Setelah

berada pada tanaman inang predator melakukan pencarian mangsa dengan

bergerak naik-turun pada daun dan pelepah tanaman. Predator bergerak lamban

mendekati ulat api dan setelah berada dekat mangsa, predator ini menusukkan

stiletnya pada bagian tubuh ulat api. Stilet dapat ditusukkan dari bagian atas,

bawah maupun dari arah samping mangsa. Sebelum mengisap cairan tubuh

mangsa, predator ini menusukkan stiletnya pada beberapa bagian tubuh mangsa

agar mangsa tidak bergerak.

Tabel 2. Rata-rata lama pencarian mangsa berdasarkan jumlah predator

Perilaku pemangsaan 1 ekor Sycanus ♂

Tabel 2 menunjukkan bahwa lama pencarian mangsa pertama yang paling

cepat terdapat pada perlakuan 3 pasang Sycanus jantan dan betina yaitu selama

6.91 menit, sedangkan yang paling lama yaitu pada perlakuan 1 ekor Sycanus

(30)

dan mengisap cairan tubuh ulat api, Sycanus akan terus memangsa selama ± 4 jam

hingga ulat mati. Namun, terkadang predator ini berpindah-pindah dari satu

mangsa ke mangsa lain.

Gambar 10. Sycanus memangsa ulat api secara bersamaan Sumber: Foto Langsung

Lama pencarian mangsa berikutnya yang tercepat pada perlakuan

3 pasang Sycanus yaitu selama 4.89 menit, dibandingkan dengan lama pencarian

mangsa pertama yaitu 6.91 menit. Hal ini disebabkan karena setelah menemukan

mangsanya yang pertama, predator bergerak lebih cepat mencari mangsa

berikutnya karena telah mengenali mangsanya. Hasil pengamatan tersebut sesuai

dengan pernyataan Debach (1979 dalam Supartha dan Susila, 2002) bahwa

umumnya bila serangga predator telah mampu mengenali mangsanya pada habitat

atau relung spesifiknya, maka proses pencarian, penemuan dan pemangsaan

selanjutnya lebih mudah dilakukan. Fenomena itu umumnya terlihat dari lebih

(31)

Lama Penanganan Mangsa

a. Laju Pemangsaan Predator S. croceovittatus (%)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laju pemangsaan S. croceovittatus

berdasarkan kepadatan mangsa dan jumlah predator yang tertinggi terdapat pada

pukul 08.00 WIB (Lampiran 3). Rata-ratanya dapat dilihat Tabel 3.

Tabel 3. Persentase rata-rata laju pemangsaan S. croceovittatus

Kepadatan

S. croceovittatus pada pukul 08.00 – 10.00 WIB sebesar 15.84%, sedangkan pukul

12.00 WIB sebesar 7.51% dan pukul 14.00 WIB sebesar 5.01%. Hal ini

disebabkan karena sebelum diaplikasikan ke tanaman kelapa sawit, predator sudah

dilaparkan selama 48 jam, sehingga kemampuan memangsa pada setiap jumlah

predator hampir sama besarnya pada pukul 08.00 – 10.00 WIB, sedangkan pada

pukul 12.00 WIB dan 14.00 WIB kemampuan memangsanya berkurang karena

predator sudah kenyang pada pukul 08.00 – 10.00 WIB.

Rata-rata laju pemangsaan predator ini tergolong rendah yaitu sebesar

(32)

b.Tanggap Fungsional

Data pengamatan menunjukkan bahwa Sycanus betina memiliki tingkat

pemangsaan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Sycanus jantan. Hal

ini dapat dilihat dari rata-rata pemangsaan predator per hari pada Tabel 4

(Lampiran 4).

Tabel 4. Rata-rata tingkat pemangsaan S. croceovittatus

Kepadatan

Rata-rata tingkat pemangsaan S. croceovittatus adalah 1-2 ekor/hari. Hal

ini disebabkan karena aktivitas makan predator yang lambat. Tingkat pemangsaan

dan waktu penanganan mangsa merupakan parameter yang digunakan untuk

menentukan besarnya tanggap fungsional ini. Menurut Pervez dan Omkar (2005),

perbedaan nilai parameter ini mungkin disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh,

voracity (kerakusan), waktu kejenuhan, tingkat kelaparan, kemampuan mencerna,

kecepatan berjalan, dan lain-lain. Hasil pengamatan tersebut dapat digambarkan

sebagai keefektifan predator dalam mengatur keseimbangan populasi mangsa.

Keefektifan predator dicerminkan oleh tanggapnya terhadap kepadatan populasi

(33)

Gambar 11. Tanggap fungsional S. croceovittatus terhadap kepadatan populasi S. asigna

Gambar menunjukkan bahwa tingkat kepadatan mangsa mempengaruhi

tingkat predatisme predator. Pada kepadatan mangsa rendah tingkat predatisme

predator rendah. Hal ini disebabkan karena predator memerlukan waktu yang

relatif lama untuk menemukan mangsa dibandingkan pada perlakuan populasi

tinggi sehingga waktu yang tersedia tidak dapat digunakan secara efektif oleh

predator untuk menemukan mangsa. Tanggap predator ini adalah tanggap

fungsional terhadap kepadatan populasi mangsa. Hal ini sesuai dengan kajian

Holling (1965 dalam Suin, 2003) yaitu ada tiga tipe tanggap fungsional, dan

pemangsaan oleh S. crocecovittatus ini termasuk dalam tanggap fungsional tipe I

dimana laju pemangsaan per predator konstan. Jumlah mangsa yang dimangsa tiap

predator per satuan waktu bertambah dengan meningkatnya kepadatan populasi

mangsa, tetapi pada batas waktu tertentu walaupun kepadatan populasi mangsa

(34)

Daya Predasi

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa daya predasi S. croceovittatus

tidak begitu tinggi, hanya mencapai 43.3%, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5

(Lampiran 3).

Tabel 5. Persentase rata-rata jumlah mangsa termangsa

Kepadatan

Tabel 5 menunjukkan bahwa daya predasi S. croceovittatus yang paling

tinggi adalah 43.3% dimana rata-rata jumlah mangsa yang dimangsa adalah

1-2 ekor/hari. Hal ini disebabkan karena aktivitas makan predator yang lambat

sehingga dalam satu hari tidak banyak mangsa yang termangsa. Hasil pengamatan

ini sesuai dengan penelitian Sipayung dkk (1988) bahwa aktivitas makan Sycanus

lambat dan berlangsung pada siang hari. Ketika ulat api tersedia, kepik ini akan

menusuk dengan segera dan mengisap cairan tubuh ulat dalam waktu 4-5 jam.

Daya predasi dapat meningkat bila disertai oleh peningkatan populasi

predator di lapangan dan semakin pendeknya waktu yang dibutuhkan predator

untuk menangani mangsanya. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan

oleh Tarumingkeng (1992) bahwa keefektifan predator dalam pengaturan populasi

mangsa dipengaruhi oleh kemampuan berkembangbiak, kemampuan mencari

mangsa, dan kisaran toleransi terhadap habitat dan instar mangsa. Selain itu,

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Lama pencarian dan penanganan satu mangsa membutuhkan waktu

10.46 menit pada kepadatan 5 ekor ulat api dan 4.61 menit pada kepadatan

10 ekor ulat api.

2. Daya predasi imago betina (18.35%) sedikit lebih tinggi dibandingkan imago

jantan (15.05%).

3. Kepadatan populasi ulat api mempengaruhi daya predasi S. croceovittatus.

4. S. croceovittatus memiliki tanggap fungsional untuk mengatur keseimbangan

populasi mangsa, namun kurang efektif karena pengaruh aktivitas makan yang

lambat.

Saran

S. croceovittatus kurang efektif untuk mengendalikan populasi ulat api,

karena itu tidak dianjurkan digunakan dalam pengendalian hayati terhadap ulat api

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Bakir, M. dan A. Mulyadi. 2006. Sawit, Andalan Devisa Republik. Diunduh dari

Basiron. 1990. Manfaat dan Keunggulan Kelapa Sawit. Buletin Perkebunan 21(2):113-117.

Darmadi, D. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Diunduh dari

de Chenon, R.D., A. Sipayung and P.S. Sudharto. 1989. The importance of natural enemies on leaf eating caterpillars in oil palm in Sumatra, Indonesia – uses and possibilities. Proc. Of the PORIM International Palm Oil Development Conference. PORIM, Bangi. p. 245-262.

Departemen Pertanian. 2008. Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit pada Kelapa Sawit: Siap Pakai dan Ramah Lingkungan. Diunduh dari

Driesche, R.V., M. Hoddle and T. Center. 2008. Control of Pests and Weeds by Natural Enemies: An Introduction to Biological Control. p. 29-44.

Ginting, C. U., Dj. Pardede dan A. Djamin. 1995. Formulasi Baru Bacillus thuringiensis dan Pengaruhnya terhadap Ulat Api Setothosea

asigna van Eecke pada Perkebunan Kelapa Sawit. Warta PPKS 3(1):35-38.

Holling, C.S. 1965. The Functional Response of Predator to Prey Density and It’s Role in Mimicry and Population Regulation. Mem. Entomol. Soc. Canada 45:1-60.

Huffaker, C.B. dan P.S. Messenger. 1989. Theory and Practice of Biological Control. Academic Press, Inc. Ltd. London. 352 pp.

Mukhopadhyay, A. dan M. Sarker. 2009. Natural Enemies of Some Tea Pests with Special Reference to Darjeeling, Terai and The Doors. A National Tea Research Foundation Publication. 56 pp.

(37)

Prawirosukarto, S., A. Sipayung dan R.A. Lubis. 1991. Metode Pembiakan Massal Predator Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit dengan Makanan Awetan. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Pematang Siantar Sumatera Utara. hal. 12 – 15.

Prawirosukarto, S., A. Djamin dan Dj. Pardede. 1997. Pengendalian Oryctes rhinoceros dan Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Secara Terpadu. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Hal. 38-39.

Prawirosukarto, S., R.Y. Purba, C. Utomo dan A. Susanto. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Sumatera Utara. Hal. 2-9.

Purba, A.R., Akiyat, A.D. Koedadiri, Dja’far, E.S., Sutarta, I.Y. Harahap dkk. 2005. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Hal. 1-2.

Singh, G. 1992. Management of Oil Palm Pests and Disease in Malaysia in 2000.

Pest Management and the Environment in 2000 (eds. Aziz dkk). p. 195 – 212. Diunduh dari

palmoilis.mpob.gov.my/publications/joprv16n2-zulkefli.pdf. (27 Februari 2009).

Sipayung, A., R. D. de Chenon dan P. Sudharto. 1988. Natural Enemies of Leaf-Eating Lepidoptera in Oil Palm Plantations, North Sumatera. In Symposium on Biological Control of Pests in Tropical Agricultural Ecosystems, Bogor. Biotrop Special Publication 36: 99-121.

Sipayung, A. dan R. D. de Chenon. 1989. Survai/Inventarisasi Hama dan Musuh Alamiah pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat dan Timur. Dalam Prosiding Temu Ilmu Ilmiah, Entomologi Perkebunan Indonesia.

Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Sumatera Utara-Aceh. Hal. 105-117.

Soehardjo, H., H. Habib, I. Razali, P. Asmah, L. Elvidiana, B. Sri, dan Kusmahadi. 1999. Vademécum Kelapa Sawit. PT. Perkebunan Nusantara IV, Bah Jambi – Pematang Siantar, Sumatera Utara Indonesia. Hal. 25-28.

Suin, N.M. 2003. Ekologi Populasi. Andalas University Press. Padang. Hal. 93-115.

(38)

Susila, I.W. dan I.W. Supartha. 2002. Perilaku Pemangsaan Curinus coeruleus Mulsant terhadap Diaphorina citri Kuw. dan Heteropsylla cubana Crawford pada Tanaman Lamtoro dan Kemuning. Agritrop 21(2):73-77.

Susilo, F.X. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Yogyakarta. Hal. 95-96.

Tarumingkeng, R.C. 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. IPB Press, Bogor. Hal. 127-133.

Varley, G.C., G.R. Gradwell and M.P. Hassell. 1974. Insect Population Ecology an Analytical Approach. Blackwell Scientific Publications. Oxford, London. p. 176 – 178.

Wood, B.J. 1971. Development of Integrated Control Programs for Pests of Tropical Perennial Crops in Malaysia. In Proceedings of an AAAS Symposium on Biological Control, held at Boston, Massachusetts. p. 422-430.

(39)

Lampiran 1. Foto Penelitian

(40)

Lampiran 2. Lama Pencarian dan Penanganan Mangsa

No Perlakuan Lama pencarian mangsa

(41)

Lampiran 3. Laju Pemangsaan S. croceovittatus

No Perlakuan

(42)

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Tingkat Pemangsaan

Tingkat pemangsaan S. croceovittatus terhadap 10 ekor ulat api:

1 ekor S. croceovittatus

1 ekor S. croceovittatus

1 pasang S. croceovittatus

Gambar

Gambar 1. Telur S. croceovittatus Sumber: Foto Langsung
Gambar 2. Nimfa S. croceovittatus Sumber: Foto Langsung
Gambar 4. Telur S. asignaSumber: Foto Langsung
Gambar 5. Larva S. asignaSumber: Foto Langsung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data pengamatan jumlah pupa S. asigna yang menjadi imago dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi

Waktu kematian hama tercepat terdapat pada perlakuan M1, M3, M5, M6 terjadi pada 1 hari setelah aplikasi, dan yang paling lama terdapat pada perlakuan M4 terjadi pada11 hari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insektisida yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan ulat api (S. asigna Eecke) pada kelapa sawit di lapangan.

Peneliti dan Teknisi (Senior Researcher, Researcher and Tecnision): Pusat Peneliti Gabah dan Beras.. Serial Dilution of Nettle Caterpillar Viruses Applied as Bioinsecticide

Namun tidak banyak yang tahu jika tanaman tersebut mempunyai khasiat sebagai bahan pestisida organik, terutama untuk mencegah hama maupun penyakit di tempat-tempat

Kebun Bah Birong Ulu PTPN IV merupakan perkebunan kelapa sawit yang berada pada dataran tinggi dengan suhu udara rendah, maka dari itu tinggi rendah tingkat

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan Acak Lengkap RAL factorial dengan dua factor perlakuan yaitu perlakuan jenis ulat api A 1 Birthosea bisura dan A2

Lain halnya lagi dengan ulat api Birthamula chara Swinhoe, ulat berwarna hijau kekuningan dengan 3 bercak putih di punggung dengan panjang 17 mm menyerang tanaman muda berumur 3-5 tahun