• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik peran dan strategi coping buruh pabrik perempuan PT.benang sari indah texindo subang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konflik peran dan strategi coping buruh pabrik perempuan PT.benang sari indah texindo subang"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

BURUH PABRIK PEREMPUAN

PT. BENANG SARI INDAH TEXINDO SUBANG

Oleh:

Fitri Yulianti NIM : 100070020141

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDA YATIJLLAH JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk rnemenuhi syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing I,

Oleh:

FITRI YULIANTI NIM: 100070020141

Di Bawah Bimbingan

Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T

Pemhimbing II,

Ora. Fivi Nurwianti, MSi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul KONFLIK PERAN DAN STRATEGI COPING BURUH PABRIK PEREMPUAN PT. BENANG SARI INDP.H TEXINDO SUBANG telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2004. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 13 Oktober 2004

Sidang Munaqasyah

Merangkap Anggota, Pudek/SekretarAs Merangkap Anggota

(

M.Si ah M.Si

Anggota:

Penguji 2,

Pembimbing 1, Per.r.i imbing 2,

(4)

Alhamdullilahhirabbil 'Alamin, tidak ada kata yang pantas terucap kecuali rasa syukur kepada Allah $WT, Tuhan seluruh alam semesta ini. Atas kehendak-Nyalah dan ridha-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kesejahteraan, keselamatan, shalawat, dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang sepanjang hidupnya selalu memikirkan umatnya agar mereka selamat dunia dan akhirat. Allahumma Shalli Wassalim 'Alaihi.

Terwujudnya skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih yang terdalam dan tak terhingga kepada Bapak dan Mamah tercinta, teh Yani dan teh Ugi yang telah

memberikan dukungannya baik lahir maupun batin. Pada kesernpatan ini pula, penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Jbu Ora. Netty Hartati, M.Si. Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Para Pudek Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T selaku pembimbing I, terima kasih atas waktu yang telah bapak luangkan untuk membimbing dan memberi masukan-masukan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

(5)

5. Para Bapak dan lbu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani kuliah di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. PT. Benang Sari lndah Texindo, khususnya Bapak Maksudin (Bagian Personalia) dan stafnya atas kesempatan dan bantuan yang telah diberikan.

7. Para buruh pabrik perempuan PT. Benang Sari lndah Texindo yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi skala coping dan konflik peran.

8. Teman-teman angkatan 2000 yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi saran dan semangatnya. Keep in touch.

9. Karyawan akademik Fakultas Psikologi.

10. Seluruh pihak yang membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua dengan balasan yang berlipat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penuiis khususnya dan semua orang umumnya. Amin Ya Rabbal 'Alamin.

Jakarta, Oktober 2004 Penulis,

(6)

mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sebaglan kecil responden yang mengalami konflik peran tingkat sedang menggunakan tipe coping reactive role behavior seperti seorang ibu akan ikut bermain ketika anaknya meminta walaupun sedang lelah. Chi-square h dengan

derajat kebebasan (df) 5 dan taraf signifikansi 0,05% sebesar 20.478 > chi-square t 11.1 dan diperoleh Asymp.Sig.(2-sided) 0,001 < 0.05. Dengan demikian hipotesa nihil (Ho) penelitian ini ditolak sedangkan hipotesa alternatif (Ha) penelitian ini diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan strategi coping yang digunakan berdasarkan tingkat konflik peran.

Rekomendasi dari peneliti adalah (1) untuk memperkaya penelitian mengenai konflik peran yang dialami buruh pabrik perempuan, maka penulis menyarankan agar mengambil sa:npel buruh perempuan yang lebih bervariasi seperti buruh perempuan yang ada di Jakarta atau kota-kota besar lainnya, sebagai bahan perbandingan tingkat konflik peran yang mereka alami, (2) agar dapat mengembangkan penelitian mengenai konflik peran karena lokasi, budaya, pemahaman mengenai pola asuh, status suami dan lain-lain yang berbeda dapat

(7)

KAT A PENGANT AR ... .

ABSTRAKSI . ... . .. . .. . .. . ... ... .. . . ... . .... ... . . . .... . .. . . ... ... . ... ... ... . .. . ... . ... ... ... iii

DAFT AR 151 . . . .. . .. . . .. . . .. . .. . . .. . . .. . .. . . .. . .. . . .. . . v

DAFT AR T ABEL . . . .. . . .. .. . . .. . . .. . .. . . .. . . vii

DAFTAR LAMPI RAN... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah .. .. .. ... ... ... .. ... .. .... .... .. ... .... . 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .... .. ... ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Sistematika Penulisan ... 9

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP 2.1. Konflik Peran 2.1.1. Definisi . .. ... .. .. .... ... .... ... .... .. .. . ... ... . ... ... .. . .. .. .... ... . ... .. 11

2.1.2. Jen is-Jen is Konflik . ... .... ... .... ... ... ... ... . ... .... .. 14

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konflik Peran 17 2.1.4. Sumber Konflik Peran ... .. .. ... ... .... ... ... .. .. ... ... ... 19

2.1.5. Peran Perempuan ... 22

2.2. Strategi Coping 2.2.1. Definisi . . . 24

2.2.2. Jen is-Jen is Coping .. ... ... .... ... . .. ... ... .... ... ... ... .. 24

2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping ... 26

2.3. Perspektif Terhadap Perempuan Bekerja 2.3.1. Perspektif Islam Terhadap Perempuan Bekerja .... 27

2.3.2. Perspektif Kebudayaan Terhadap Perempuan Bekerja ... 29

2.4. Buruh Pabrik Perempuan 2.4.1. Definisi .. ... ... .... .... .... . .. ... .... . .. .... .... ... . ... ... ... .... 33

2.4.2. Kondisi Kerja Pabrik ... 34

2.4.3. Kewajiban dan Hak Buruh Perempuan ... 38

2.4.4. Pendayagunaan Buruh Perempuan ... 41

2.4.5. Permasalahan Buruh Perempuan di Pabrik ... 42

2.5. Budaya Kerja di PT. Benang Sari lndah Texindo ... 43

2.6. Kerangka Berpikir ... ... 44

2.7. Hipotesa ... 45

(8)

3.1. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 46

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 46

3.3. Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 48

3.5. Subyek Penelitian 3.5.1. Populasi ... ... ... 48

3.5.2. Sampel ... ... ... ... .. ... 49

3.6. lnstrumen Pengumpulan Data 3.6.1. Skala Konflik Peran (K-P)... 50

3.6.2. Skala Coping ... 53

3.7. Prosedur Penelitian 3.7.1. Pra-Penelitian ... 55

3.7.2. Penelitian ... 56

3. 7.3. Post-Penelitian ... 57

3.8. Analisa Data ... ... ... 57

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gamba ran Um um Responden ... ... 61

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian Utama 4.2.1. Tingkat Konflik Pe ran ... .. ... ... 64

4.2.2. Tipe Coping Berdasarkan Tingkat Konflik Peran ... 66

4.2.3. Perbedaan Tipe Coping Berdasarkan Tingkat Konflik Peran.... .. . . .. . ... . ... . ... . .. . ... ... . . ... . .. . ... ... . . 68

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian Tambahan 4.3.1. Tingkat Konflik Peran Berdasarkan Usia ... 69

4.3.2. Tingkat Konflik Peran Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ... 71

4.3.3. Tingkat Konflik Peran Berdasarkan Pekerjaan Suami ... 72

BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan . . . .. . . .. . .. . . .. . . 7 4 5.2. Diskusi ... ... ... ... 75

5.3. Rekomendasi ... 79

(9)

1. Tabel 3.1. Penyekoran item ska la konflik peran ... 51

2. Tabel 3.2. Blue print baru skala konflik peran ... 52

3. Tabel 3.3. Penyekoran item skala coping ... 54

4. Tabel 3.4. Blue print baru skala coping ... 55

5. Tabel 4.1. Gamba ran um um responden ... 61

6. Tabel 4.2. Kategori Konflik Peran ... 65

7. Tabel 4.3. Frekuensi Tingkat Konflik Peran ... 66

. 8. Tabel 4.4. Coping Konflik Peran Tingkat Rendah ... 66

9. Tabel 4.5. Coping Konflik Pe ran Tingkat Sedang ... 67

10. Tabel 4.6. Tingkat Konflik Peran * Tipe Coping Crosstabulation ... 68

11. Tabel 4.7. Chi-Square Test ... 68

12. Tabel 4.8. Usia * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation ... 69

13. Tabel 4.9. Tabel Fe Usia * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation ... 70

14. Tabel 4.10. Chi-Square Test ... 70

15. Tabel 4.11. Latar Belakang Pendidikan * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation ... 71

16. Tabel 4.12. Tabel Fe Latar Belakang Pendidikan * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation ... 71

17. Tabel 4.13. Chi-Square Test ... 71

18. Tabel 4.14. Pekerjaan Suami * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation .. 72

19. Tabel 4.15. Tabel Fe Pekerjaan Suami * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation ... 72

20.Tabel 4.16.Chi-Square Test ... 73

(10)
(11)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia sekarang ini telah terbuka luas bagi kaum

perempuan. Berbeda dengan beberapa abad yang silam di mana pendidikan hanya diberikan kepada kaum pria, dewasa ini pendidikan adalah hak setiap orang. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 30 ayat 1 yang berbunyi "setiap warga negara berhak mendapat pengajaran". Dengan masuknya perempuan di dunia pendidikan, maka terbukalah lapangan pekerjaan bagi perempuan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi "setiap warga negara berhak atas pekerjaan". Secara eksplisit ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada perbedaaan jenis kelamin dalam bekerja. Perempuan sebagai manusia mempunyai nilai sama dengan pria dalam perannya di dalam proses

(12)

Banyak perusahaan dan tempat kerja yang tersebar di berbagai lokasi· kola maupun desa. Di mana para pekerjanya tidak hanya terdiri dari laki-laki tetapi banyak di antara mereka yang perempuan. Pabrik yang dulu para buruhnya hanya terdiri dari laki-laki, tetapi dewasa ini sudah menggunakan tenaga perempuan sebagai buruhnya. Contohnya daerah Subang Jawa Baral hampir semua pabrik di sana mempekerjakan perempuan sebagai buruhnya.

Sebagian buruh perempuan di pabrik tersebut adalah para ibu rumah tangga. Buruh pabrik di daerah tersebut merupakan buruh tetap dan bekerja paruh waktu.

Salah satu motivasi mereka bekerja yang paling dominan adalah karena faktor ekonomi. Menurut Hoffman (dalam Juanita H. Williams, '1976) alasan perempuan mengambil pekerjaan di luar rumah adalah uang, peran ibu rumah tangga, dan faktor kepribadian, tetapi kebanyakan alasan perempuan · bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. lni disebabkan karena

(13)

(dalam Kamariah Tambunan, 1989) di Jawa Timur khususnya di daerah Malang dan Surabaya bahwa motivasi buruh perempuan bekerja adalah untuk membiayai hidupnya dan keluarganya. Maka tak heran jika para buruh perempuan menjadi tulang punggung keluarga.

Hal di atas serupa dengan motivasi para buruh pabrik perempuan di daerah Subang khususnya Desa Wantilan yaitu agar dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga. Dikarenakan suami mereka mendapatkan penghasilan yang relatif rendah sehingga tidak mencukupi biaya hidup keluarga.

Pekerjaan suami mereka di antaranya adalah petani, wiraswasta, buruh, aparat desa, dan lain-lain. lnilah alasan mengapa para buruh perempuan pabrik di Desa Wantilan mengambil keputusan untuk bekerja.

Para buruh pabrik perempuan yang telah berkeluarga memiliki peran lebih dari dua baik sebagai istri, ibu dari anak-anaknya maupun sebagai buruh pabrik. Selain bekerja mereka harus memenuhi tuntutan-tuntutan dari

keluarga dan ingin memenuhi tuntutannya sendiri sebagai individu. Tuntutan suami mengharapkan isteri ideal, yang dapat mencurahkan seluruh

(14)

dapat memproduksi barang sebanyak-banyaknya dengan kualitas yang bagus. Belum lagi tuntutan dirinya sebagai individu yang ingin memenuhi keinginannya, membeli baju, dan membeli segala sesuatu yang mereka sukai. Mereka tidak hanya harus memenuhi tuntutan-tuntutan keluarga dan tempat kerja, tetapi mereka harus dapat memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat terhadap masing-masing tugas peran yang mereka tempati.

Tuntutan dan harapan peran tersebutlah yang membuat konflik bagi para ibu yang bekerja di luar rumah. Karena konflik terjadi ketika seseorang

menempati dua atau lebih peran secara bersamaan dan ketika salah satu harapan peran bertentangan dengan harapan peran yang lain (Gardner Lindzey, 1959: 228). Mereka tidak hanya lelah fisik karena seharian bekerja baik di pabrik maupun mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tetapi juga lelah psikis karena harus memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat terhadap masing-masing peran yang mereka tempati.

(15)

Pembicaraan seputar perempuan selalu hangat, menarik, dan aktual tak henti-hentinya menjadi agenda dari zaman ke zaman hingga sekarang. Berbicara tentang perempuan di era teknologi dan industri sekarang ini bagaimana memposisikan perempuan pada kedudukan yang wajar.

Mengemban tugas sebagai istri, ibu, dan anggota masyarakat sehingga tugas utama tidak terabaikan. Pembagian peran secara seksual antara laki-laki dan perempuan biasa kita kenal, laki-laki bekerja di luar rumah untuk mencari . nafkah {peran publik) dan perempuan mengerjakan pekerjaan rumah (peran

domestik) di samping harus melahirkan anak (fungsi produksi) telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagaimana menurut Engels (dalam Arief Budiman, 1985) "berdasarkan pembagian kerja secara seksual yang sudah terbentuk pada lingkungan keluarga waktu itu Qaman Barbar), peran laki-laki adalah mencari makanan dan memiliki alat-alat pencari makanan".

Pada zaman sekarang sebagian anggota keluarga terserap untuk bekerja di luar rumah (di pabrik dan perusahaan-perusahaan jasa). Ketika ibu melepas tugas sebagai ibu rumah tangga dengan bekerja, maka itu semacam tindakan perampasan atas hak anak untuk memperoleh kemungkinan tumbuh

kembang yang sebaik-baiknya dan pendapatan kasih sayang.

(16)

karena masalah anak dan suami. Keintiman keluarga dapat dibentuk bila setiap hari tersedia waktu untuk bergaul dan bercengkrama secara intensif.

Kenyataannya, apakah seorang ibu mampu dalam keadaan letih sepulang bekerja tampil utuh bercengkrama secara efektif menyingkirkan tekanan-tekanan atas dirinya di tempat kerja. Memang perempuan yang menjalankan peran ganda atau lebih, baik sebagai buruh maupun ibu rumah tangga lebih sering dihinggapi konflik daripada buruh perempuan yang lajang.

Setiap ibu yang bekerja di luar rumah baik di kantor maupun di pabrik akan selalu berusaha mengatasi konflik peran yang mereka alami. Terutama para buruh pabrik perempuan yang bekerja karena keterpaksaan, mereka harus bekerja sehingga mereka selalu berusaha mengatasi konflik peran yang mereka alami. Usaha untuk mengatasi atau mengurangi masalah ini disebut coping.

(17)

memberikan tanggung jawab pengasuhan anak kepada orang tua atau suaminya pada saat kerja, pendefinisian kembali peran pribadi (personal role redefinition) contohnya seorang ibu akan cepat-cepat menyelesaikan

pekerjaan rumah tangga agar dapat menemani anak belajar, dan tingkah laku peran aktif (reactive role behavior) contohnya seorang istri akan melayani kebutuhan suami walaupun ingin istirahat. Pembagian coping menurut Hall akan di bahas lebih lanjut dalam bab selanjutnya.

Berdasarkan fenomena di alas peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian "KONFLIK PERAN DAN STRATEGI COPING BURUH PABRIK PEREMPUAN PT. BENANG SARI INDAH TEXINDO SUBANG".

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, maka penulis perlu

(18)

a. Tingkat konflik peran ini dibatasi pada tingkat (tinggi, sedang, dan rendah) konflik yang dialami buruh pabrik atas perannya sebagai ibu, istri, dan buruh pabrik.

b. Strategi coping: usaha buruh pabrik perempuan untuk mengatasi atau mengurangi konflik peran yang mereka alami dengan menggunakan teori Hall.

c. Buruh pabrik perempuan: tenaga kerja perempuan di pabrik yang telah menikah dan memiliki anak.

1.2.2. Perumusan Masalah

a. Bagaimanakah tingkat konflik peran yang dialami buruh pabrik perempuan?

b. Bagaimanakah strategi coping yang digunakan buruh pabrik perempuan berdasarkan tingkat konflik peran?

c. Apakah ada perbedaan yang signifikan strategi coping yang digunakan buruh pabrik perempuan berdasarkan tingkat konflik peran?

1.3. Tujuan Penelitian

(19)

b. Untuk mendeskripsikan strategi coping yang digunakan buruh pabrik perempuan berdasarkan tingkat konflik peran.

c. Untuk menjelaskan perbedaan yang signifikan strategi coping yang digunakan buruh pabrik perempuan berdasarkan tingkat konflik peran.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini dilakukan untuk memberi masukan guna mengembangkan teori dan aplikasi Psikologi lndustri dan Organisasi (PIO) dan Psikologi Sosial, khususnya dalam bidang konflik peran dan perilaku coping para buruh pabrik perempuan.

[image:19.595.54.462.149.501.2]

Secara praktis, bagi ibu rumah tangga dapat dijadikan sebagai bahan gambaran tingkat konflik peran yang dialami buruh pabrik dan strategi copingnya. Bagi ibu pekerja dapat dijadikan bahan masukan dalam memilih strategi coping konflik peran yang lebih positif.

1.5. Sistematika Penulisan

(20)

BAB 1: Bab pertama penulis membagi ke dalam beberapa bagian yaitu latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.

BAB 2: Bab dua merupakan kerangka konsep penulis yaitu konflik peran yang terdiri dari definisi konflik, peran, dan konflik peran, jenis-jenis konflik, faktor-faktor yang mempengaruhi konflik, sumber konflik peran, dan peran perempuan; strategi coping yang terdiri dari definisi coping, jenis-jenis coping, dan faktor-faktor yang mempengaruhi coping; perspektif terhadap perempuan bekerja di luar rumah dari perspektif agama dan kebudayaan; buruh pabrik perempuan yang terdiri dari definisi buruh perempuan, kondisi kerja pabrik, kewajiban dan hak buruh, pendayagunaan buruh perempuan, permasalahan buruh perempuan di pabrik, budaya kerja di PT. Benang Sari lndah Texindo Subang, kerangka berpikir, dan hipotesa.

BAB 3: Bab berisikan beberapa bagian yaitu metode dan pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, variabel dan definisi operasional, teknik pengambilan sampel, subyek penelitian,

instrument pengumpulan data, prosedur penelitian, dan analisa data. BAB 4: Bab ini berisikan gambaran umum responden, deskripsi hasil

(21)
(22)

2.1. Konflik Peran

2.1.1. Definisi

Dalam ensiklopedi psikologi, konflik dinyatakan sebagai keadaan psikologi tentang kebimbangan yang terjadi bila seseorang secara serentak

dipengaruhi oleh dua daya kekuatan yang saling berlawanan dengan

kekuatan yang kira-kira sama (dalam Siti Rohayani, 2000). Dengan kata lain adanya suatu pertentangan batin antara satu sama lain dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama.

(23)

ke arah dua jurusan yang berbeda sekaligus dan menimbulkan perasaan yang sangat tidak enak (Linda L. Davidoff, 1991: 178).

Sedangkan peran adalah rangkaian pola yang mempelajari tindakan dan perbuatan yang ditampilkan seseorang di dalam situasi interaksi (Gardner Lindzey, 1959). Peran menurut Linton (dalam George B. Goldman, 1969) adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari individu dengan melihat posisi yang ditempati di dalam masyarakat. Menurut ahli ilmu sosial seperti Park dan Burgess (dalam Gardner Lindzey, 1959) menyatakan peran merupakan pola sikap dan tindakan yang seseorang tempati dalam situasi sosial.

lstilah peran ini diambil dari dunia teater (Sarlito Wirawan, 2001). Dalam !eater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Kemudian posisi aktor dalam !eater (sandiwara) dianalogikan dengan posisi orang dalam masyarakat.

(24)

Masing-masing peran yang ditempati dalam masyarakat seperti ibu, istri, pekerja, dan lain-lain memiliki harapan-harapan atas perannya masing-masing. Seorang ibu rumah tangga memiliki harapan peran yakni harus dapat mengurus pekerjaan rumah tangga atau seorang ibu yang harus memberikan makan anak-anaknya. Harapan peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu (Sarlito Wirawan, 2001). Harapan peran disebutkan pula di dalam skripsi Reni Rachminiwati (1988) Mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia merupakan harapan yang dimiliki masyarakat mengenai tingkah laku yang sesuai hak dan kewajiban yang harus ditampilkan individu yang memiliki peran.

Dua jenis harapan yang umum adalah hak dan kewajiban (Gardner Lindzey, 1959: 226). Hak adalah harapan peran yang mana pemegang peran

mengharapkan perbuatan tertentu dari orang lain. Hak seorang anak adalah mendapatkan perlindungan dari ibunya. Kewajiban adalah harapan peran yang mana pemegang peran melakukan perbuatan tertentu terhadap pemegang peran yang lain. Kewajiban seorang ibu adalah memberikan perlindungan kepada anak-anaknya.

(25)

perannya. Harapan-harapan peran tersebut sering harus ditampilkan pada

saat yang bersamaan. Maka pada situasi seperti ini perempuan berperan

lebih dari dua sering mengalami konflik peran. Karena konflik peran terjadi

ketika seseorang menempati dua atau lebih peran secara bersamaan dan

kctika salah satu harapan peran bertentangan dengan harapan peran yang

lain (Gardner Lindzey, 1959).

2.1.2. Jenis-Jenis Konflik

Konflik dapat digolongkan menjadi empat, yakni (Linda L. Davidoff, 1991:

178):

a. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict) akan terjadi bila

seseorang dihadapkan dan harus memilih antara dua tujuan, kebutuhan,

benda, atau tindakan-tindakan tertentu yang sama.

b. Konflik menghindar-menghindar (avoidance-avoidance conflict) akan

terjadi bila seseorang menghadapi serempak dua hal yang sama-sama

tidak menarik atau tidak disukainya, dan harus mcmilih salah satu di

antaranya.

c. Konflik mendekat-menghindar (approach-avoidance conflicl) akan tcrjadi

bila seseorang menghadapi serempak antara yang menarik dan yang

(26)

d. Konflik mendekat-menghindar ganda (approach-avoidance double

conflict) melibatkan dua tujuan dan masing-masing sama-sama

mengandung kebaikan dan keburukan sekaligus.

Konflik para ibu berkerja khususnya para buruh pabrik perempuan karena

keadaan yang memaksa termasuk contoh kasus konflik

mendekat-menghindar ganda. Seorang ibu harus memilih antara bekerja di luar rumah

dan menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Bekerja akan membuatnya tidak

dapat menjadi istri dan ibu seutuhnya. Sedangkan di rumah saja tidak akan

mendapatkan uang tambahan.

Seseorang mengalami konflik karena adanya kebutuhan-kebutuhan tertentu

yang tidak dapat dihindarkan satu sama lain. Konflik akan teratasi apabila

(Harold

J.

Leavith, 1997: 56):

a. la dapat menemukan beberapa cara baru yang belum diketahui

sebelumnya untuk memuaskan kedua kebutuhan itu secara penuh.

b. la dapat merubah pikirannya tentang salah satu kebutuhan-kebutuhan itu

sel1ingga ia tidak lagi berminat pada salah satu kebutuhan tersebut.

c. la dapat mongatur kembali persepsinya tentang dunia dengan salah satu

dari sekian banyak cara untuk menempatkan konflik itu di dalam

(27)

Adapun tipe konflik peran dibagi menjadi dua (Theodore

R.

Sarbin, 1968: 540):

a. /nterrole conflict yaitu seseorang mengalami konflik ketika menempati dua posisi atau lebih di mana harapan atas perannya saling bertentangan. Contohnya, seorang perempuan yang memiliki peran sebagai ibu dan pekerja. Perannya sebagai ibu menuntutnya untuk menjaga anak-anak, sedangkan perannya sebagai pekerja menuntutnya agar bekerja dengan baik sesuai jadwal dan peraturan yang ada.

b. /ntrarole conflict yaitu seseorang mengalami konflik ketika dua kelompok atau lebih memiliki harapan peran yang bertentangan terhadap satu peran yang sama. Contohnya, peran orang tua dalam mengasuh anak-anak. Ada kelompok yang mengharapkan orang tua harus bersikap demokratis tetapi kelompok lain menuntut orang tua harus bersikap otoriter agar anak-anak mudah diatur.

Sesuai dengan dua tipe konflik peran di atas, Eric Hoyle (dalam Sandhya Narang, 1996) juga mengemukakan bentuk konflik peran, yaitu:

a. Konflik peran terjadi ketika kelompok-kelompok yang berbeda mempunyai harapan yang beragam terhadap peran yang sama.

(28)

Konflik peran yang tepat dalam penelitian ini adalah konflik peran yang terjadi ketika dua harapan atau lebih yang ditempati seseorang mengalami konflik. Dapat disimpulkan bahwa seorang buruh pabrik perempuan yang berperan lebih dari dua akan mengalami konflik peran ketika mereka mengalami

kesulitan dalam menampilkan perannya dalam keluarga dan dalam pekerjaan yang bertentangan secara bersamaan.

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran

Kahn (dalam Yosephin Dwi Eka S, 2000: 61) menunjukkan bahwa faktor . organisasi dan faktor karakterisrik individual dapat mempengaruhi konflik

peran yang dihadapi penyandang peran. a. Faktor Organisasi

Menurut Kahn faktor organisasi yang mempengaruhi konflik peran adalah persyaratan peran (role requirement), misalnya kewajiban untuk

berhubungan dengan lingkungan luar. Peran organisasi yang khusus dalam berhubungan dengan lingkungan luar tersebut dikenal sebagai peran batas (boundary roles).

Dalam menjalankan perannya sebagai pemeran batas (boundary agent),

(29)

agar lebih mengenal perusahaan di mana ia bekerja. Konflik peran terjadi karena adanya tuntutan dari perusahaan dan lingkungan luar yang saling bertentangan satu dengan lainnya.

b. Karakteristik Individual Pada Penyandang Peran

Menurut Khan karakteristik individual perlu dipertimbangkan dalam menelaah tentang konflik peran karena beberapa alasan. Pertama, karakteristik individual mempengaruhi harapan dan jenis tuntutan yang diberikan pemberi peran terhadap penyandang peran. Jenis tuntutan yang diberikan pemberi peran itu tergantung perilaku penyandang peran dalam menjalankan peran menjalankan perannya. Jika penyandang peran dipandang sebagai individu yang tinggi tingkat keluwesannya dan cukup mampu menghadapi konflik yang terjadi, pemberi peran akan memberikan kepadanya segala jenis tugas dan tuntutan. Sebaliknya, jika penyandang peran dipandang sebagai individu yang kaku, kemungkinan besar

pemberi peran akan memberikan tanggung jawab dan tuntutan tertentu saja yang dianggap sesuai dengan keadaan penyandang peran.

(30)

individual itu, reaksi emosi penyandang peran terhadap tuntutan atau stress akan berbeda-beda.

Ketiga, karaktestik individual juga mempengaruhi pemilihan coping mechanism. Beberapa penyandang peran mungkin melakukan cope

terhadap situasi yang menegangkan dengan regulasi emosi sedangkan penyandang peran yang lainnya mungkin melakukan cope dengan pola pemecahan masalah.

Selain faktor di atas, besar kecilnya konflik dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Konflik yang dialami disebabkan adanya tuntutan terhadap suatu peran dan tuntutan tersebut ditentukan oleh harapan atau norma yang berlaku di lingkungan sosial tertentu (dalam Ninik Wulandari, 1997).

Dengan demikian faktor budaya di lingkungan sosial mempengaruhi besar kecilnya konflik.

2.1.4. Sumber Konflik Peran

(31)

mendefinisikan konflik peran keluarga dan pekerjaan (work-family conflict)

sebagai bentuk dari interrole conflict yang mana tekanan peran dari

pekerjaan dan keluarga satu sama lain bertentangan dalam beberapa aspek.

Barbara Harris (1930) mengemukakan bahwa seorang pekerja perempuan akan mengalami konflik jika mereka juga berperan sebagai istri dan ibu. Dan Baruch dkk (1983) mengungkapkan bahwa konflik peran yang dialami ibu bekerja disebabkan karena perempuan tersebut tidak hanya memainkan satu peran, melainkan tiga peran yaitu peran sebagai istri, ibu, dan pekerja. Burr dkk ( dalam P. Voydanoff, 1987) menyebutkan bahwa semakin besar jumlah total peran yang dimainkan individu, semakin besar pertentangan dengan waktu, tenaga, dan komitmen.

(32)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Baruch dkk dalam

pembuatan alat ukur yaitu membagi konflik peran buruh pabrik perempuan sebagai ibu, sebagai istri, dan sebagai pekerja (buruh).

Dalam hal peran perempuan sebagi ibu, peneliti membagi dua yaitu peran sebagai orang tua dan peran sebagai ibu rumah tangga. Peran sebagai orang tua merupakan konflik peran yang dominan dialami ibu bekerja adalah masalah pengasuhan anak terutama yang mempunyai anak kecil. Rasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja merupakan persoalan yang sering dipendam oleh para ibu yang bekerja. Sebagai ibu rumah tangga mereka harus dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga setiap harinya. Terutama para buruh yang keadaan ekonominya rendah, mereka akan berusaha mengerjakan pekerjaan rumah tangganya sendiri. Mereka jarang sekali atau bahkan tidak ada yang membayar orang lain untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangganya.

(33)

keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik itulah yang sering membuat mereka sensitif dan emosional, baik terhadap anak-anak maupun suami.

Bekerja di luar rumah selain berdampak negatif terhadap keluarga juga

mendatangkan manfaat bagi mereka. Manfaatnya yaitu mereka mendapatkan uang tambahan untuk mendukung ekonomi keluarga dan dapat

meningkatkan standar hidup mereka. Dua kekuatan inilah yang membuat konflik bagi para ibu yang bekerja di luar rumah. Di satu sisi bekerja membuat mereka stres dan di satu sisi bekerja menghasilkan uang yang sangat

mereka butuhkan.

2.1.5. Peran Perempuan

Lewis (dalam Siti Rohayani, 2000: 26) menjelaskan mengenai beberapa peran utama yang dimiliki oleh wanita yang berperan ganda. Peran-peran ini dimiliki oleh perempuan sehubungan aktivitasnya dalam dua lingkungan kehidupan yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan pekerjaan.

a. Sebagai ibu

Peran sebagai ibu yang paling penting adalah memberikan kasih sayang dang perhatian kepada anak-anaknya. Melindungi, memdidik,

(34)

ibu merupakan tempat sang anak mencurahkan segala isi hati dan permasalahannya.

b. Peran sebagai istri

Peran sebagai istri sudah dimulai ketika seorang perempuan malangsungkan pernikahan. Di mana seorang istri harus dapat

menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri di antaranya melayani suaminya lahir maupun batin dan menyiapkan segala keperluan suami. c. Peran sebagai ibu rumah tangga

lbu rumah tangga identik dengan seorang perempuan yang telah menikah dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Di mana pekerjaan domestik ini selalu dilimpahkan kepada kaum perempuan.

d. Peran sebagai pekerja

Peran sebagai pekerja adalah peran dalam pekerjaan yang harus ditampilkan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi dalam

(35)

2.2. Strategi Coping

2.2.1. Definisi

Fleishman (dalam C.J. Holahan, 1987) mendefinisikan coping sebagai tingkah laku yang terlihat (overt) dan yang tidak terlihat (covert) untuk mengurangi psychological distress atau situasi yang penuh konflik. Coping menurut Pearlin dan Schooler (1978) adalah setiap respon yang berfungsi . untuk mencegah, menghindari, atau mengendalikan emotional distress

karena tekanan hidup yang berasal dari luar dalam. Coping didefinisikan oleh Lazarus dan Folkman (1988) adalah proses mengatur tuntutan internal atau eksternal yang dinilai sebagai beban yang melebihi kemampuan seseorang.

Dapat disimpulkan coping adalah suatu usaha atau tingkah laku yang berfungsi untuk menghindari atau mengendalikan tuntutan-tuntutan baik internal maupun eksternal yang melebihi kemampuan seseorang.

2.2.2. Jenis-Jenis Coping

(36)

a. Problem-focus coping, yaitu suatu tindakan-tindakan langsung ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan masalah. Contohnya, jika

masalahnya adalah hubungan kerja, seseorang akan mencoba untuk merubah kondisi kerja atau mengambil kursus untuk memperoleh

ketrampilan atau pengetahuan yang memungkinkan dia untuk melakukan pekerjaan yang berbeda.

b. Emotion-focus coping, yaitu suatu tindakan-tindakan langsung yang dilakukan untuk merubah reaksi emosionalnya terhadap masalah. Contohnya, seseorang mencoba untuk bersantai dan melupakan

masalahnya atau menemukan teman atau orang lain untuk mencurahkan isi hatinya.

Hall (dalam E. Betz, 1987: 312) membagi strategi coping konflik peran ke dalam tiga tipe yaitu:

a. Pendefinisian kembali struktur peran (structural role redefinition) yaitu merubah harapan yang dibebankan kepada perempuan tersebut kepada orang lain. Contohnya, seorang ibu yang tidak dapat mengasuh anaknya pada waktu bekerja akan menitipkan anaknya kepada neneknya.

b. Pendefinisian kembali peran pribadi (personal role redefinition) yaitu mengubah tingkah laku dan harapannya tanpa mencoba untuk merubah lingkungannya. Pada tipe ini seorang perempuan (ibu) lebih dapat

(37)

ibu yang berperan lebih dari dua akan cepat-cepat tiba di rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

c. Reactive role behavioryaitu seseorang akan mencoba untuk memenuhi seluruh tuntutan perannya dan menyenangkan orang lain. Tipe ini lebih ditekankan pada pengorbanan diri. Contohnya, seorang ibu akan ikut bermain ketika anaknya meminta walaupun sedang lelah.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan strategi coping konflik peran yang dikemukakan oleh Hall di atas.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Coping

Menurut Zainun Mu'tadin (Zainun Mu'tadin, http://www.e-psii<ologi

.com/remaja/220702.htm) seorang psikolog, cara individu dalam menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi:

a. Kesehatan fisik atau energi

(38)

b. Ketrampilan memecahkan masalah

Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

c. Dukungan sosial

Dukungan sosial ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. d. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang .. barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

2.3. Perspektif Terhadap Perempuan Bekerja

2.3.1. Perspektif Islam Terhadap Perempuan Bekerja

(39)

!\; .\

;\ J/!;,.I;A >"t

,,.,,._ "'"''"'"' ... ,.,,.

..

Wanita juga boleh melakukan kegiatan profesional dengan syarat sejalan dengan tanggung jawab keluarga dan berpedoman pada tujuan membantu suami, ayah, atau saudaranya yang miskin, berniat mencapai suatu

kepentingan besar bagi masyarakat Islam, serta berkorban demi kebaikan. Sebagaimana dalam hadits (dalam Abdul Halim Abu Syuqqah, 1997: 430): Diriwayatkan dari Zainab, istri Abdullah r.a, dia berkata: " ... lalu Bilal datang menemui kami. Kami berkata: "Tolong tanyakan kepada Nabi SAW, apakah sah jika memberikan nafkah kepada suamiku dan anak-anak yatim dalam tanggunganku?. Tetapi jangan beritahu beliau tentang siapa kami! Lantas Bilal masuk untuk menyampaikan pertanyaan tersebut kepada Nabi SAW. Nabi SAW bertanya: "Siapa mereka itu? Bilal menjawab: "Zainab". Nabi bertanya: "Zainab yang mana?". Bilal menjawab: "lstrinya Abdullah." Lalu Nabi SAW berkata: "Ya sah. Dia mendapat dua pahala, yaitu pahala kerabat dan pahala sedekah." Dalam satu riwayat disebutkan: "Suamimu dan anakmu adalah orang yang paling berhak untuk kamu beri sedekah." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan sah bekerja untuk membantu suami mereka.

Seorang perempuan mempunyai kodrat yang tidak dapat dirubah oleh siapapun kecuali Allah, yaitu mengandung dan melahirkan. Setelah itu

(40)

Oleh karena itu, Islam menghendaki agar wanita melakukan pekerjaan atau karir yang tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaannya seperti pada aspek-aspek yang dapat menjaga kehormatan dirinya, kemuliaannya, dan ketenangannya serta menjaganya dari pelecehan, sehingga tidak

mengungkung haknya di dalam bekerja (Jalu, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/O 104/24/hikmah/etika _ wacana.htm).

Menurut penulis boleh-boleh saja bekerja di luar rumah namun tetap

diingatkan agar tidak mengabaikan dan melupakan tugas utamanya sebagai ibu dan istri yang mempunyai kewajiban memperhatikan anak-anak dan suami.

· 2.3.2. Perspektif Kebudayaan Terhadap Perempuan Bekerja

Pembagian kerja secara seksual telah terbentuk sejak zaman dahulu. Di mana peran seorang laki-laki adalah mencari makanan dan wanita yang mengolahnya. Marwell (dalam Arief Budiman, 1985: 24) seorang fungsionalis menjelaskan bahwa pada setiap kebudayaan, perempuan dan laki-laki diberi peran dan pola tingkah laku yang berbeda untuk saling melengkapi

(41)

Di dalam satu keluarga, ada dua fungsi yang harus dikembangkan yakni mendidik anak-anak dan memproduksikan makanan. Karena keluarga selalu terdiri dari seorang laki-laki dan perempuan, maka akan sangat

menguntungkan kalau salah satu fungsi ini diberikan kepada salah satu jenis seks dan fungsi lainnya kepada jenis seks lainnya (Arief Budiman, 1985: 24).

Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembagian kerja secara seksual ini. lni tampak dari kebiasaan seorang ibu yang memberikan anak

perempuannya boneka atau mainan masak-masakan dan anak laki-laki pistol-pistolan. Secara implisit hal ini mengesankan bahwa anak laki-laki lebih kuat dibanding anak perempuan. Dengan demikian laki-laki dan wanita sudah dididik ke arah fungsi yang akan mereka perankan ketika membentuk rumah tangga.

Pertanyaan yang timbul adalah "mengapa perempuan mendapatkan fungsi di rumah tangga?". lni disebabkan karena perempuan harus melahirkan. lnilah fungsi yang diberikan alam oleh perempuan dan fungsi ini tidak dapat diubah. Ketika mengandung, melahirkan anak, dan mengasuh anak yang baru

(42)

Ernestine Friedl (dalam Arief Budiman, 1985: 26) seorang ahli antropologi beranggapan bahwa di dalam masyarakat primitif perempuan lebih penting daripada laki-laki. Karena perempuan harus melahirkan untuk

memperbanyak keturunan mereka. Sehingga kaum perempuan lebih · dilindungi dari pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya seperti berburu dan

berperang. Maka lahirlah pembagian pekerjaan berdasarkan seks yang pertama-tama perempuan bekerja di dalam rumah tangga yang serba aman dan laki-laki di luar rumah.

Faktor perempuan lebih penting dibanding laki-laki karena melahirkan berkembang menjadi perempuan lebih dilindungi dari pekerjaan yang berbahaya. Sampai pada suatu saat keadaan memungkinkan bahwa pekerjaan di luar rumah tangga (pekerjaan laki-iaki) dapat digunakan untuk mengumpulkan kekayaan material. Pekerjaan di dalam masyarakat menjadi lebih dominan, karena itu laki-laki menjadi lebih berkuasa.

(43)

Sampai saat ini masih banyak perempuan yang hanya mengurus rumah tangga. Walaupun sebagian dari mereka telah memasuki dunia kerja di dalam masyarakat. Kenyataannya, banyak perempuan merupakan tulang punggung ekonomi keluarga (Susmanto, 2001). Tetapi tetap saja mereka harus melakukan pekerjaan domestik. Sehingga mereka memiliki beban ganda.

Di bawah ini pendapat para tokoh masyarakat yang diambil penulis dari hasil wawancara. Menurut K.H.DR. Abdul Muhith Abdul Falah, pengasuh Pondok Pesantren Al-Kholidin, bahwasanya perempuan bekerja di luar rumah tidak boleh karena tugas wanita adalah mendidik anak dan rumah tangga.

Sedangkan yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah adalah suami (hasil wawancara Senin 13 Desember 2004).

(44)

Menurut Helvy Tiana Rosa (Majalah Gontor, 2004: 60) keluarga bagi seorang wanita adalah nomor satu. Jika publik membutuhkan peranan wanita, tugas domestik tetap menjadi prioritas wanita. Menurut beliau perempuan adalah ibu dari segala generasi. Peran ibu dari generasi itu sangaat luas. Na"if sekali jikaa kitaa membatsi peran wanitaa hanya pada 3M (berdandan, masak, dan melahirkan) saja. Tinggal bagaimana sang perempuan mengatur waktunya dengan bijak. Dapat disimpulkan pandangan Helvy Tiana Rosa bahwa perempuan boleh saja bekerja dengan tetap mengutamakan tugas domestik.

· Penulis menyimpulkan bahwa perempuan khususnya yang telah berkeluarga boleh saja bekerja dengan syarat dapat membagi waktu antara pekerjaan dengan keluarga.

2.4. Buruh Pabrik Perempuan

2.4.1. Definisi

(45)

Menurut peraturan pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah disebutkan bahwa buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah (dalam Khairul Anwar, 1995). Buruh adalah

seseorang yang bekerja pada orang lain (lazim disebut majikan) dengan menerima upah (Haliti Toha, 1987).

Penulis menyimpulkan bahwa buruh perempuan adalah orang (perempuan) yang bekerja baik kepada perusahaan, pengusaha, dan majikan dengan menerima upah.

2.4.2. Kondisi Kerja Pabrik

Waktu Kerja

Mengenai waktu kerja dan istirahat dari kesibukan kerja buruh telah diatur oleh Pemerintah dalam Undang-Undang nomor 25 tahun1997 pasal 100 yakni sebagai berikut (dalam Lalu Husni, 2003: 87):

a. Waktu kerja siang hari

1. 7 jam dalam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu.

(46)

b. Waktu kerja malam hari

1. 6 jam sehari dan 35 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu. 2. 7 jam sehari dan 35 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.

Bagaimanapun buruh tetaplah manusia biasa yang memiliki daya kerja yang terbatas. Jika buruh bekerja lebih dari waktu yang ditentukan di atas dan setiap hari terkuras tenaganya, maka akan berdampak negatif bagi buruh dan pengusaha (G. Kartasapoetra, 1986: 118). Akibat negatif bagi buruh adalah mereka akan mengalami kejenuhan dan kelesuan. Sehingga daya pikir dan konsentrasinya berkurang. Keadaan seperti itu membuat kemungkinan buruh megalami kecelakaan kerja besar. Bagi pihak pengusaha adalah tidak

tercapainya kuantitas dan kualitas produk yang diharapkan.

Ketentuan-ketentuan mengenai buruh perempuan sedikit berbeda dengan buruh laki-laki yang diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 1997 pasal 98 menyatakan orang perempuan tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali jika pekerjaan itu menurut sifat, tempat, dan keadaan seharusnya dijalankan oleh orang wanita; tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lobang di dalam tanah, atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan dari dalam tanah; tidak boleh menjalankan

(47)

pula pekerjaan yang menurut sifat, tempat, dan keadaannya berbahaya bagi · kesusilaannya (dalam Lalu Husni, 2003: 85).

Adapun waktu kerjanya telah ditetapkan yaitu antara jam 22.00 sampai dengan 05.00 dan dengan syarat-syarat yang diadakannya (dalam Sendjun Manulang, 1990).

Jadi waktu kerja buruh perempuan berbeda dengan buruh pria dalam hak kerja malam, pekerjaan di dalam tambang, dan pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan kesehatan perempuan.

Waktu lstirahat

Buruh adalah manusia biasa yang memerlukan waktu istirahat, karena itu untuk menjaga kesehatan fisiknya harus dibatasi waktu kerjanya dan diberikan hak istirahat. Ketentuan waktu istirahat ini diatur dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan pasal 102 ayat 2 sebagai berikut (dalam Lalu Husni, 2003: 87):

(48)

b. lstirahat mingguan sekurang-kurangnya 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 5 hari kerja dalam seminggu.

c. lstirahat tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 10 hari kerja untuk 5 hari kerja dalam seminggu setelah pekerja atau buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

d. lstirahat sepatutnya untuk menjalankan kewajiban menunaikan ibadah menurut agamanya.

Menurut pasal 85 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 yaitu buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi, kecuali jika pekerjaan itu menurut jenis dan sifatnya harus dijalankan terus pada keadaan lain berdasarkan

kesepakatan antara pekerja/buruh dengan perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan buruh pada hari libur resmi tersebut wajib membayar upah kerja lembur (dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003).

Untuk waktu istirahat buruh perempuan juga sedikit berbeda dengan buruh laki-laki dan telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 pasal 104 yaitu (dalam Lalu Husni, 2003: 85):

(49)

b. Pekerja wanita harus diberikan kesempatan sepatutnya untuk menyusui bayinya pada jam kerja.

c. Buruh wanita harus diberikan istirahat selama satu bulan sebelum sebelum melahirkan anak dan dua bulan sesudah melahirkan anak. d. Pekerja wanita yang mengalami gugur kandungan harus diberikan

istirahat selama satu setengah bulan.

e. Perpanjangan istirahat kepada pekerja wanita sebelum pada saat melahirkan sampai selama-lamanya tiga bulan jika menurut keterangan dokter perlu untuk menjaga kesehatannya.

Perbedaan waktu istirahat buruh perempuan dengan buruh laki-laki dalam hal istirahat pada waktu haid, melahirkan, dan menyusui.

2.4.3. Kewajiban dan Hak Buruh Perempuan

· Kewajiban Buruh

Adapun kewajiban buruh adalah sebagai berikut (Lalu Husni, 2003: 46): a. Buruh wajib melakukan pekerjaan. Kewajiban ini adalah tugas utama

seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri meskipun demikian dengan seizin pengusaha dapat diwakilkan.

(50)

c. Wajib membayar ganti rugi dan denda jika buruh melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan atau kelalaiannya.

Kewajiban buruh laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan. Mereka sama-sama menjalankan kewajiban yang telah ada.

Hak Buruh

Di samping memiliki kewajiban buruh juga memiliki hak-hak yang harus diberikan. Salah satu haknya adalah mendapatkan upah. Dapat dikatakan upah merupakan tujuan utama dari seorang pekerja melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lainnya. Upah memang selalu diidentikkan dengan buruh. Upah ialah tiap pembayaran uang yang diterima oleh buruh sebagai imbalan yang hak alas pekerjaan yang telah dilaksanakannya (G. Kartaspoetra, 1986).

(51)

atau yang sama derajat nilainya yaitu untuk menghilangkan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin (dalam Sendjun H. Manulang, 1990: 174).

Hak-hak buruh secara umum tertera dalam Bab X pasal 86 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan setiap tenaga kerja (buruh) berhak

mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003).

Hak-hak buruh perempuan telah diatur oleh Undang-undang No. 25/1997, yaitu (dalam Susmanto, 2001: 98):

a. Hak untuk bekerja sebagai hak asasi.

b. Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai.

c. Hak untuk promosi, jaminan pekerjaan dan semua tunjangan, fasilitas kerja, memperoleh latihan kejuruan dan latihan ulang.

d. Hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tunjangan.

e. Hak alas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat, lanjut usia, dan hak atas masa cuti yang dibayar.

(52)

g. Hak mencegah diskriminasi terhadap perempuan atas dasar perkawinan atau kehamilam dan untuk menjamin hak efektif untuk bekerja.

h. Hak cuti hamil dengan bayaran atau tunjangan sosial yang sebanding tanpa kehilangan pekerjaan semula atau jaminan sosial lainnya.

i. Hak mendapatkan perlindungan khusus kepada buruh perempuan selama kehamilan pada jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka.

2.4.4. Pendayagunaan Buruh Perempuan

Walaupun perempuan memperoleh hak penggajian yang sama, para pengusaha yang mengerjakan tenaga kerja perempuan dalam

perusahaannya hendaknya dalam pemberian tugas atau penempatannya selalu memakai pertimbangan-pertimbangan khusus, mengingat (G. Kartasapoetra, 1982: 83):

a. Para perempuan umumnya bertenaga lemah.

b. Norma-norma susila harus diutamakan, agar mereka tidak terpengaruh dari perbuatan negatif buruh laki-laki terutama jika dikerjakan pada malam hari.

c. Buruh perempuan umumnya mengerjakan pekerjaan-pel<erjaan halus sesuai dengan kehalusan sifat dan tenaganya.

(53)

Berdasarkan hal di atas maka lahirlah ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dan ditaati oleh tiap pengusaha yang mempekerjakan buruh perempuan dalam perusahaannya.

2.4.5. Permasalahan Buruh Perempuan di Pabrik

Persoalan dan konflik perburuhan semakin besar di Indonesia kelihatannya semakin buruk dari hari ke hari termasuk yang dialami oleh buruh

perempuan. Persoalan buruh perempuan terlihat memprihatinkan. Bahkan dalam banyak kasus memperlihatkan bahwa buruh perempuan semakin terpojok karena berbagai keadaan yang dialaminya. Baik sejak persiapan mencari pekerjaan sampai mereka menjadi bagian dalam dari dunia pekerjaan.

(54)

Selain perlakuan diskriminatif, ada perusahaan yang melakukan tindak

kekerasan dan penganiayaan terhadap buruh. Kasus ini terjadi di PT. Golden Flower di Semarang yang dilakukakan oleh pekerja asing. Mereka malakukan tindak kekerasan dan para buruh dipaksa bekerja melebihi jam kerja dengan upah yang sangat sedikit (Susmanto, 2001).

2.5. Budaya Kerja di PT. Benang Sari lndah Texindo

Pabrik ini menggunakan tenaga perempuan sebagai buruhnya. Buruh

perempuan di pabrik tersebut terdiri dari para remaja, orang dewasa, bahkan para ibu rumah tangga. Mereka tidak hanya berasal dari Desa Subang tetapi banyak di antara mereka berasal dari Jawa Tengah. Motivas1 mereka

bekerjapun berbeda-beda, ada yang mencari jodoh terutama mereka yang datang dari Jawa Tengah dan yang paling dominan adalah mencari uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.

Waktu kerja di pabrik tersebut selama 8 jam dan diselingi istirahat selama setengah jam. Untuk shift pagi mulai jam 06.00 sampai jam 14.00, untuk shift

siang mulai jam 14.00 sampai jam 22.00, untuk shift malam mulai jam 22.00

(55)

Pekerjaan tersebut sangat melelahkan dan membosankan karena mereka harus mengulang pekerjaan itu terus menerus. Terutama para buruh yang telah berkeluarga, mereka lebih lelah karena harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga sepulang bekerja. Walaupun merasa lelah mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan.

2.6. Kerangka Berpikir

Faktor yang mempengaruhi konflik peran di antaranya adalah karakteristik individual pada penyandang peran. Karakteristik indivdual ini perlu

dipertimbangkan dalam menelaah tentang konflik peran karena karakteristik individual mempengaruhi seseorang dalam pemilihan coping mechanism.

Analisa penulis, coping mechanism yang digunakan seseorang dapat

mempengaruhi konflik peran. Ketika seseorang memilih coping kurang sesuai dengan karakteristiknya, maka konfliknya bisa saja bertambah. Dan

(56)

2.7.

HIPOTESA

Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan strategi coping yang digunakan buruh perempuan berdasarkan tingkat konflik peran.

(57)
(58)

3.1.

Metode dan Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan metode deskriptif dalam melakukan penelitian. Travers (dalam Consuelo G. Sevilla, 1993) menyebutkan tujuan utama menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang

sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dalam menjawab permasalahan, di mana data dan hasilnya diolah dan disajikan menggunakan angka-angka.

3.2.

Metode Pengumpulan Data

(59)

individu terhadap apapun yang hendak diukur oleh skala tertentu (dalam Kerlinger Fred N, 2000: 788).

3.3. Variabel dan Definisi Operasional

3.3.1. Variabel

Penelitian ini terdiri dari dua variabel. Variabel bebasnya adalah konflik peran dan variabel terikatnya adalah strategi coping

3.3.2. Definisi Operasional

a. Konflik peran adalah konflik yang dialami oleh seorang ibu yang memerankan 3 peran yaitu sebagai ibu, istri, dan buruh pabrik. Konflik peran yang terjadi karena mereka dituntut untuk memenuhi tugas perannya dalam waktu yang bersamaan.

b. Strategi coping adalah usaha buruh pabrik perempuan untuk mengatasi atau mengurangi konflik peran yang mereka alami dengan menggunakan 3 tipe coping konflik peran dari Hall. Pertama, structural rote redefinition

(60)

personal role redefinition yaitu mengubah tingkah laku dan harapannya tanpa mencoba untuk merubah lingkungannya. Pada tipe ini seorang perempuan (ibu) lebih dapat mengatur waktu untuk menjalankan tugas perannya. Ketiga, reactive role behaviorseseorang akan mencoba untuk memenuhi seluruh lunlutan perannya dan menyenangkan orang lain. Tipe ini lebih ditekankan pada pengorbanan diri.

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah lekhnik pengambilan sampel purposif (purposive sampling method) yaitu cara pengambilan subyek didasarkan alas lujuan tertentu dengan syaral

pengambilan sampel harus didasarkan alas ciri-ciri, sifal-sifal alau

karaklerislik lertenlu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi (Suharsimi Ari Kunlo, 1989: 113).

3.5. Subyek Penelitian

3.5.1. Populasi

(61)

Alasan penulis memilih lokasi ini adalah jarak yang dekat dengan tempat

tinggal penulis. Karakteristik populasi sebagai berikut:

a. lbu berusia antara 20-45 tahun dengan pertimbangan rata-rata usia buruh

pabrik perempuan yang telah menikah.

b. lbu rumah tangga dan sudah memiliki anak minimal 1 orang dengan

pertimbangan agar mereka sudah berperan sebagai ibu.

c. Bekerja di pabrik minimal 1 tahun dengan pertimbangan mereka sudah

merasakan konflik atau tidak.

d. Minimal lulusan SD dengan pertimbangan rata-rata latar belakang

pendidikan para buruh pabrik perempuan.

e. Dapat membaca dengan pertimbangan rata-rata latar belakang

pendidikan para buruh pabrik perempuan.

3.5.2. Sampel

Gay (dalam Consuelo G. Sevilla, 1993) menawarkan untuk populasi yang

sangat kecil pada penelitian deskriptif diperlukan minimum 20% dari populasi.

Tetapi penulis mengambil 30% dari populasi dengan pertimbangan agar

penelitian ini lebih mendekati kebenaran. Penulis mengambil sampel

sejumlah 60 buruh perempuan dari 200 buruh perempuan yang sesuai

(62)

3.6. lnstrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua skala, yaitu skala konflik peran dan skala coping.

3.6.1. Skala Konflik Peran (Skala K-P)

Skala konflik peran ini sebagian mengadaptasi dari skala konflik peran ganda Imelda Luki A (PSP). Skala konflik peran ini digunakan untuk mengukur tingkat konflik peran yang dialami subyek. Skala konflik peran dalam

penelitian ini menggunakan skala model Likert. Skala konflik peran ini terdiri dari dua jenis pernyataan yaitu favorable (mendukung obyek sikap) dan

unfavorable (tidak mendukung obyek sikap). Subjek diberikan 5 pilihan dalam berespon yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) (dalam Hari Susanto, 1992). Tetapi dalam skala konflik peran ini penulis hanya memberikan 4 pilihan jawaban yaitu:

a. Sangat setuju (SS) b. Setuju (S)

c. Tidak setuju (TS)

(63)

Pilihan tersebut ditentukan dengan pertimbangan untuk memperjelas kecenderungan responden dalam memberikan jawaban positif (+) atau negatif (-) dan menghindari terjadinya penumpukan jawaban di tengah (netral).

[image:63.595.52.471.163.493.2]

Penyekoran untuk item favorable adalah 88=4, 8=3, T8=2, dan 8T8=1 sedangkan untuk item unfavorable adalah 88=1, 8=2, T8=3, dan 8T8=4. Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan tabel penyekoran item.

Tabel 3.1. Penyekoran Item Skala K-P Pilihan Jawaban Favorable Unfavorable

8anaat setuiu 4 1

8etuju 3 2

Tidak setuju 2 3

8anaat tidak setuiu 1 4

Untuk memudahkan penulis dalam membuat pernyataan-pernyataan maka penulis membuat blue-print yang terdiri dari aspek yang akan diungkap

(64)

Jumlah item dalam skala K-P (try-out) terdiri dari

85

item. Setelah penulis

melakukan pengujian daya diskriminasi item diperoleh item yang valid

sebanyak

36

item dengan batasan indeks daya diskriminasi lebih besar sama

dengan dari

0,33

(rix;::

0,33)

dapat dilihat pada lampiran

6.

Setelah diperoleh

item yang valid, penulis melakukan pengujian reliabilitas terhadap hasil ukur

skala K-P di mana item-item yang telah terpilih lewat prosedur analisis item

dikompilasikan menjadi satu dan diperoleh koefisien reliabilitas

0,95

(perhitungan dapat dilihat pada lampiran 8). Berdasarkan hasil uji coba

instrument peneliti membuat blue-print baru. Berikut ini akan disajikan

blue-print baru skala konflik peran.

Tabel 3.2. Blue Print Baru Skala Konflik Peran

ASPEK INDIKATOR NOMORITEM .Jumlah Item JML

+

-

+

-mflik peran sbg ibu

'· Sebagai orang Pengasuhan anak

26

-

1

-

1

tua. Komunikasi dan

1,17.

16

2

1

3

interaksi denaan anak

Pemenuhan kebutuhan

-

35

-

1

1

dan pendidikan anak

Hubungan emosional

13,27, 32

-

3

-

3

sebagai ibu rumah Pekerjaan rumah

36

-

1

ngga tanaaa

Waktu untuk keluarga

2

-

1

-

1

)nflik peran Pemenuhan kewajiban

3

-

1

-

1

)agai istri sebagai istri

Komunikasi dan

28

8,31.

1

2

3

interaksi denaan suami

Tuntutan suami

4,14,22.

18

3

1

4

[image:64.595.28.525.162.692.2]
(65)

Lanjutan tabel

3.2.

mflik peran Waktu&peraturan kerja 9,34. 30 2 1 3 >agai pekerja Rekan-rekan kerja 10,24, 33 12,15. 3 2 5

Menentukan prioritas 23,25. 19 2 1 3

Bekerja 6,7,11. 20 3 1 4

Keterangan: +

=

Favorable Unfavorable

3.6.2. Skala coping

Skala coping ini merupakan self-developed instrument. Skala coping ini digunakan untuk mengukur jenis coping yang cenderung digunakan oleh subyek. Skala coping ini juga menggunakan model Likert. Skala coping ini hanya terdiri dari satu jenis pernyataan yaitu pernyataan favorable, dengan pertimbangan jika menggunakan pernyataan unfavorable akan bermakna tipe coping yang lain. Dalam skala coping ini juga terdiri 4 pilihan jawaban yaitu: a. Sangat setuju (SS)

b. Setuju (S)

c. Tidak setuju (TS)

d. Sangat tidak setuju (STS)

(66)

Cara penyekoran item skala coping ini adalah SS=4, S=3, TS=2, dan STS=1. Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan label penyekoran item.

Tabel

3.3.

Penyekoran Item Skala Coping

Pilihan Jawaban Favorable

SanQat setuiu 4

Setuju 3

Tidak setuju 2

SanQat tidak setuiu 1

Untuk memudahkan penulis dalam membuat pernyataan-pernyataan maka penulis membuat blue-print yang terdiri dari aspek yang akan diungkap beserta indikatornya, nomor item, dan jumlah item. Pernyataan-pernyataan dalam skala dibuat berdasarkan aspek dan indikator-indikator yang telah ditetapkan dalam blue-print awal (dapat dilihat pada lampiran 2).

Jumlah item dalam skala coping (try-out) terdiri dari 72 item. Setelah penulis melakukan pengujian daya diskriminasi item diperoleh item yang valid

sebanyak 34 item dengan batasan indeks daya diskriminasi lebih besar sama dengan dari 0,33 (rix セ@ 0,33) dapat dilihat pada lampiran 7. Tetapi penulis hanya mengambil 27 item. Pertlmbangannya adalah agar jumlah item dalam setiap tipe coping seimbang dengan memilih item-item yang memiliki indeks daya diskriminasi tertinggi. Setelah diperoleh item yang valid, penulis

[image:66.595.51.468.167.522.2]
(67)

item-item yang telah terpilih lewat prosedur analisis item dikompilasikan

menjadi satu dan diperoleh koefisien reliabilitas 0,85 (dapat dilihat pada

lampiran 9). Berdasarkan hasil uji coba instrument penulis membuat

blue-print baru. Berikut ini akan disajikan blue-print baru skala coping.

Tabel 3.4. Blue Print Skala Coping

COPING INDIKATOR I NOMOR ITEM

Konflik sebaqai ibu 4, 10, 14,26,27.

1. Structural role redefinition Konflik sebaqai istri 16,21. Konflik sebaqai pekeria 5,7.

Konflik sebagai ibu 11. 18.

2. Personal role redefinition Konflik sebaaai istri I 8,11,17,22,25.

Konflik sebaaai oekeria 3,12.

Konflik sebaqai ibu 2, 15.

3. Reactive role behavior Konflik sebaaai istri 9, 19,23.

Konflik sebaaai oekeria ! 6, 13,20,24.

3.6. Prosedur Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Wantilan Subang Jawa Baral dan dibagi

menjadi tiga tahap, yaitu:

3.6.1. Pra-Penelitian

a. Penulis mengadakan survei awal ke lokasi penelitian.

[image:67.595.45.481.188.519.2]
(68)

c. Menguji cobakan skala koflik peran dan skala coping kepada 31 buruh perempuan (yang karakteristiknya setara dengan subyek penelitian) pada tanggal 12-18 Juli 2004.

d. Melakukan pengujian daya diskriminasi item dan reliabilitas alat ukur. e. Membuat blue-print skala K-P dan coping dan format skala yang baru.

3.6.2. Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1-15 Agustus 2004. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Mendata yang sesuai dengan karakteristik penelitian di PT. Benang Sari lndah Texindo.

b. Mendatangi rumah para buruh perempuan, menjelaskan maksud kedatangan, dan meminta kesediaan subyek untuk menjadi responden penelitian.

c. Setelah subyek bersedia, penulis menjelaskan cara pengisian skala, dan menunggu sampai responden selesai mengisi. Adapun dalam proses pengisian skala sebagian dari responden ada yang ingin dibacakan oleh penulis dan ada yang membaca sendiri. Cara pengisian seperti ini

dimaksudkan agar responden dapat bertanya langsung mengenai kalimat-kalimat yang tidak mereka mengerti dan mengingat sebagian latar

(69)

3.6.3. Post-Penelitian

a. Data yang telah ada di beri skor dengan cara penyekoran seperti yang telah diungkap pada halaman 52 dan 54.

b. Dianalisa dengan menggunakan rumus statistik yang telah ditentukan. c. lnterpretasi data ke dalam bentuk kalimat deskriptif.

3.7. Analisa Data

Untuk menganalisa hasil uji coba alat ukur, penulis menguji daya diskriminasi item dengan menggunakan formula koefisien korelasi product-moment Pearson, yaitu (dalam Saifuddin Azwar, 2003):

Keterangan: i

=

Skor aitem X

=

Skor skala

n = Banyaknya subjek

(70)

menggunakan formula koefisien reliabilitas alpha, yaitu (dalam Saifuddin

Azwar, 2003):

Keterangan: 812 dan S 2

=

Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

Sx2

=

Varians skor skala

Reliabilitas menunjukkan taraf keterpecayaan atau taraf konsistensi hasil ukur

(dalam Saifuddin Azwar, 2003). Semakin tinggi koefisien refiabilitas

mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya semakin rendah koefisien reliabilitas mendekati angka O berarti semakin rendah

reliabilitas.

Untuk mengelompokkan responden yang mengalami konflik peran tingkat

rendah, sedang, dan tinggi, penulis menggunakan distribusi normal

kategorisasi jenjang (ordinal). Tujuan kategorasasi ini adalah menempatkan

individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang

menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (dalam Saifuddin

(71)

Cara untuk mengelompokkan responden adalah mencari rentang maksimum-minimum, satuan deviasi standar (cr), dan mean teoritis (µ). Kemudian

penggolongan subyek dibagi kedalam 3 kategori diagnosis tingkat konflik peran, maka keenam satuan deviasi standar itu kita bagi jadi 3, menjadi : Rend ah

Sedang Tinggi

nilai min.:: X < µ -cr µ-cr,::X< µ+cr

µ + cr.:: X < nilai max

Untuk mengetahui tipe coping yang cenderung responden gunakan adalah dengan menentukan responden yang menjawab SS dan S berarti responden menggunakan coping tersebut dan responden yang menjawab TS dan STS berarti responden tidak menggunakan coping tersebut. Kemudian

menghitung frekuensi setiap coping yang digunakan responden. Frekuensi coping yang terbanyak itulah yang cenderung responden gunakan.

Untuk mengetahui perbedaan frekuensi tipe coping yang digunakan setiap kelompok (rendah, sedang, tinggi) menggunakan rumus Chi-Square (X'),

yaitu:

(fo - fe )2 X2 =I

(72)

fo = frekuensi yang diperoleh dari sampel (frekuensi yang diobservasi)

fe

=

frekuensi yang diharapkan dari sampel
(73)
(74)

4.1. Gambaran Umum Responden

[image:74.595.58.471.53.649.2]

Responden penelitian ini berjumlah 60 orang buruh perempuan pabrik PT. Benang Sari lndah Texindo Subang Jawa Barat. Gambaran umum responden dalam penelitian ini dibagi menjadi 7 yakni berdasarkan usia, latar belakang pendidikan, lamanya bekerja, jumlah anak, pekerjaan suami, pendidikan suami, dan motivasi kerja responden.

Tabel 4.1. Gambaran Umum Responden

Us la f % Lat. f % Lama f % Jml f %

Bel Kerja Anak

Pen

20-25 19 31,7

SD

14 23,3 1-3 38 63,3 1 37 61,7 26-30 24 40

SLTP

28 46,7 4-6 18 30 2 18 30 31-35 13 21,7

SLTA

18 30 7-9 2 3,3 3 2 3,3

36-40 4 6,6 10-12 1 1,7 4 3 5

13-15 1 1,7

(75)

Lanjutan tabel 4.1.

Kerjaan Suami f % Pendd f % Motivasi f %

suami kerja

Guru 1 1,7 SD 15 25 Mncari peng- 60 100

Karyawan swasta 19 31,7 SLTP 22 36,7 hasilan

tam-Wiraswasta 25 41,7 STM 9 15 bahan

Buruh 12 20 SLTA 14 23,3

Supir 3 5

Jumlah 60 100 Jumlah 60 100 Jumlah 60 100

Keterangan : f = Frekuensi

Berdasarkan label 4.1, usia responden berkisar antara 20-40 tahun.

Responden yang berusia 20-25 tahun berjumlah 19 orang (31,7%).

Responden yang berusia 26-30 tahun berjumlah 24 orang (40%).

Responden yang berusia 31-35 tahun berjumlah 13 orang (21,7%).

Responden yang berusia 36-40 tahun berjumlah 4 orang (6,6%). Jadi

responden penelitian ini paling banyak berusia antara 26-30 tahun.

Berdasarkan label 4.1, latar belakang pendidikan para responden terdiri dari

Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah

Lanjutan Tingkat Akhir (SL TA). Responden yang memiliki latar belakang

pendidikan SD berjumlah 14 orang (23,3%). Re

Gambar

gambaran tingkat konflik peran yang dialami buruh pabrik dan strategi
Tabel 3.1. Penyekoran Item Skala K-P
Tabel 3.2. Blue Print Baru Skala Konflik Peran
Tabel 3.3. Penyekoran Item Skala Coping
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji budidaya padi organik, peran kontak tani dalam budidaya padi organik, mengkaji hubungan antara peran kontak tani dengan budidaya

informasi kepatuhan entitas syari’ah terhadap prinsip syariah, bila ada  informasi aset, liabilitas , pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah

Hal menarik lainnya yang perlu dikonfirmasi melalui penelitian lanjutan adalah ada beberapa residu protein yang menentukan nilai afinitas ikatan ligan- protein sama

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “EFIKASI VAKSIN DENGAN METODE INFILTRASI HIPEROSMOTIK UNTUK MENCEGAH INFEKSI BAKTERI Streptococcus agalactiae

telah dilakukan mulai bulan Maret 1992, sejalan dengan selesainya jadwal pembangunan pabrik pada tanggal 1 November 1995. GOLDSTAR ASTRA sempat berganti nama menjadi PT. LG ASTRA

Tujuan Pusat Peternakan dan Pengolahan Hasil Ternak dengan pendekatan arsitektur hijau diharapkan mampu menghasilkan desain yang meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan,

Dalam hal ini peneliti melakukan pencatatan pada saat wawancara, mengumpulkan data-data dari dokumen yang relevan dengan penelitian berupa foto-foto wawancara

If you share this work, you must identify the creators named in this work and on the Living Archive of Aboriginal Languages website and abide with all other attribution