PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN
TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN
KINERJA SAHAM
(Studi pada Sektor Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum)
Oleh:
Rizky Putri Utami
NIM: 104082002739
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF
PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM
(Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Rizky Putri Utami NIM :104082002739
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Wiwik Utami, SE., Ak., M.Si. Amilin, SE., Ak., M.Si.
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Hari ini Jumat Tanggal 28 Bulan Nopember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Rizky Putri Utami NIM: 104082002739 dengan judul Skripsi “PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum).” Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Nopember 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Afif Sulfa, SE., Ak., MSi. Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM
Ketua Sekretaris
Hari ini Selasa Tanggal Tiga Puluh Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Rizky Putri Utami NIM: 104082002739 dengan judul Skripsi “PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM”. (Studi Pada Sektor Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Desember 2008
Tim Penguji Ujian Skripsi
Pembimbing I Pembimbing II
Dr., Wiwik Utami, SE., Ak., MSi. Amilin, SE., Ak., M.Si.
Penguji Ahli
! " #$
% "
% & ' ( ) $ * +
) $ ,- .
$ /0 # $ 12. 3 4 5 .2 2 / 2 ,6 5 5 4
7 8 $$&9$
• '" ( : : ; .< =
• * 6 ; <.22 =
• *'% . ;.22 <.22-=
• " * > 0 # ;.22-<.22 =
% %?# %
@ & ., % 6
"? %
@ & . $ ? 66
PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM
(Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum) By:
Rizky Putri Utami
Abstract
The primary objective of this research is to understand and to analyzing the effect of the environmental disclosure with financial performance and stock performance. The sample of this research is utilize at Wood industry and Mining Company in the context of Indonesia Stock Exchange.
Based on the theoretical model that is proposed in this research, the statistical techniques used in this study is simple linier regression analysis. These statistical techniques is used test the hypothesis. The sample of this research consist of 9 companies – 5 wood companies and 4 mining companies the context of Indonesia Stock Exchange is selected purposively.
The analysis used software Statistical Package for The Social Science (SPSS) versi 12.0. The test conducted on hypothesis had shown that significant of environmental disclosure with financial performance and also stock performance.
PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM
(Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum) Oleh:
Rizky Putri Utami
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan dan kinerja saham. Sampel perusahaan pada penelitian ini adalah perusahaan pengusahaan hutan dan pertambangan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan model teoritis yang diajukan dalam penelitian ini teknik statistik yang digunakan adalah dengan regresi linear sederhana untuk menguji hipotesis. Sampel diambil secara purposive sebanyak 9 sampel perusahaan – 5 perusahaan pengusahaan hutan dan 4 perusahaan pertambangan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Analisis menggunakan Statistical Package for The Social Science (SPSS) versi 12.0. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan dan juga kinerja saham.
Kata kunci: pengungkapan lingkungan, kinerja keuangan, return on asset, dan
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puja, puji serta syukur penulis panjatkan atas segala kehadirat Illahi Robbi
Allah SWT yang telah mencurahkan segala nikmat yang tiada hentinya sehingga
skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Salawat serta salam tak lupa penulis
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita ke zaman
peradaban.
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pengungkapan Lingkungan Terhadap Kinerja
Keuangan dan Kinerja Saham”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Selama penyusunan skripsi ini, telah banyak sekali pihak yang telah
membantu baik moril maupun materil sehingga penyusunan skripsi ini akhirnya
bisa selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta atas segala doa, nasihat, motivasi, dan bantuan baik
moril maupun materiil serta kepada kedua saudaraku untuk dukungan dan
motivasinya.
2. Bapak Drs. Muhammad Faisal Badroen, MBA. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Pudek Bidang Akademik.
4. Ibu Dr. Wiwik Utami, SE., Ak., M.Si selaku pembimbing I, terima kasih
atas ilmu nasihat, dan bimbingannya selama ini.
5. Bapak Amilin, SE., Ak., M.Si. selaku pembimbing II dan Sekretaris Jurusan
Akuntansi, terima kasih atas ilmu, nasihat, dan bimbingannya selama ini.
6. Ibu Dr. Zurinal Z. selaku Pudek Bidang Administrasi Umum.
7. Bapak Drs. Suhenda Wiranata, ME. selaku Pudek Bidang Kemahasiswaan.
8. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. selaku Ketua Jurusan
Akuntansi.
10. Teman-teman angkatan 2004, serta semua sahabat-sahabatku yang telah
memberikan bantuan dan semangat. Untuk semua orang yang telah
membantuku, tapi tidak tersebut namanya, terima kasih.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa
yang akan datang.
Hormat saya,
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan Skripsi... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi... iii
Daftar Riwayat Hidup... iv
Abstract... v
Abstrak... vi
Kata Pengantar... vii
Daftar Isi... ix
Daftar Tabel... xii
Daftar Gambar...xiii
Daftar Lampiran...xiv
BAB. I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Perumusan Masalah... 14
C. Tujuan Penelitian... 14
D. Manfaat Penelitian ... 14
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA...16
A. Kerangka Teoritis...16
1. Hubungan Perusahaan dengan Lingkungan ...16
3. Pengungkapan Lingkungan ...24
4. Kinerja Keuangan ...33
5. Kinerja Saham ...36
6. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Keuangan...38
7. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Saham ...39
B. Kerangka Penelitian... 40
C. Hipotesis... 40
BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN... 42
A. Ruang Lingkup Penelitian... 42
B. Metode Penentuan Sampel... 42
C. Metode Pengumpulan Data... 43
D. Metode Analisis Data... 43
1. Uji Asumsi Klasik ... 44
a. Uji Multikolinearitas ... 44
b. Uji Heterokedastisitas ... 45
c. Uji Autokorelasi... 45
d. Uji Normalitas ... 45
2. Uji Hipotesis... 46
a. Uji Koefisien Determinasi ... 46
b. Regresi Linear Sederhana...47
E. Operasional Variabel Penelitian...48
1. Kinerja Keuangan...49
2. Kinerja Saham...50
3. Pengungkapan Lingkungan...51
BAB. IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN...52
A. Gambaran Umum Objek Penelitian...52
B. Hasil Uji Asumsi Klasik...65
1. Uji multikolinearitas ...59
2. Uji heteroskedastisitas ...60
3. Uji autokorelasi ...61
4. Uji normalitas ...63
C. Hasil Uji Hipotesis...64
1. Uji Koefisien Determinasi ...64
2. Uji Statistik t ...67
BAB. V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI... 73
A. Kesimpulan... 73
B. Implikasi... 74
DAFTAR PUSTAKA... 75
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Sebelumnya ... 13
4.1. Daftar Perusahaan Sampel... 54
4.2. Proporsi Pengungkapan Lingkungan Pengusahaan Hutan ... 55
4.3. Proporsi Pengungkapan Lingkungan Pertambangan Umum ... 55
4.4. ROA Perusahaan Pengusahaan Hutan... 56
4.5. ROA Perusahaan Pertambangan Umum... 57
4.6. Return Saham Perusahaan Pengusahaan Hutan ... 58
4.7. Return Saham Perusahaan Pertambangan Umum... 58
4.8. Uji Multikolinearitas Hipotesis Pertama ... 59
4.9. Uji Multikolinearitas Hipotesis Kedua ... 59
4.10. Uji Autokorelasi Hipotesis Pertama ... 62
4.11.Uji Autokorelasi Hipotesis Kedua ... 62
4.12. Uji Koefisien Determinasi Hipotesis Pertama ... 65
4.13. Uji Koefisien Determinasi Hipotesis Kedua... 66
4.14. Uji t Hipotesis Pertama... 67
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran ... 40
4.1. Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Pertama ... 60
4.2. Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Kedua... 61
4.3. Uji Normalitas Hipotesis Pertama... 63
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1. Rekapitulasi Data ...a
2. Daftar Perusahaan Sampel...d
3. Hasil Uji Asumsi Klasik Hipotesis Pertama...e
4. Hasil Uji Asumsi Klasik Hipotesis Kedua ...n
5. Hasil Uji Hipotesis Pertama...w
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap
lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya
dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu dampak
bio-fisika-kimia dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisika-kimia
misalnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman
hayati, atau pengurangan cadangan air tanah (Anonim, 2008). Semua jenis
dampak yang ditimbulkan perusahaan akan memberikan risiko yang
mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh aktivitas perusahaan. Misalnya
pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan akan memberikan
risiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan perdata.
Perusahaan dalam menetapkan dan menjalankan strategi bisnisnya harus
memperhatikan dampaknya terhadap kondisi sosial dan lingkungan serta
berupaya agar dampak yang ditimbulkannya adalah positif.
Tujuan kegiatan bisnis secara umum yaitu keuntungan,
keberlangsungan, pertumbuhan, dan tanggung jawab sosial perusahaan. Tiga
dari tujuan diperjuangkan perusahaan agar tercapai karena perusahaan harus
mempertanggungjawabkan aktivitas operasinya secara “konvensional” kepada
ditimbulkan operasi perusahaan bukan hanya ditanggung pemegang saham
namun juga stakeholders, seperti pemerintah masyarakat, pelanggan dan
lingkungan (Harsono, 2000:1).
Perusahaan didirikan dengan tujuan menghasilkan laba maksimal bagi
para pemilik perusahaan. Cost-benefit suatu aktivitas operasi perusahaan
menjadi pertimbangan utama dalam usahan memaksimalkan laba. Atas dasar
alasan ini pula kemudian terjadi pengabaian prinsip-prinsip dari maksimalisasi
laba itu sendiri, diantaranya pengabaian aspek-aspek hubungan kemanusiaan
dengan tenaga kerja, lingkungan alam, dan masyarakat sekitar, sedangkan
aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi going cocern
perusahaan secara langsung atau tidak langsung. Dengan kata lain jika terjadi
hal-hal yang mengancam kontinuitas perusahaan, maka jalan keluarnya
mengandung cost yang relatif lebih tinggi (Ja’far dan Amalia, 2006:2).
Implikasi dari pelanggaran prinsip-prinsip maksimalisasi laba
diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan (manajemen) lingkungan
serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi lingkungan, seperti
masalah pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia dan negara-negara
lain. Masalah ini tidak akan terjadi jika manajer perusahaan memegang
komitmen pada pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap kebersihan
lingkungan (Ja’far dan Amalia, 2006:3).
Permasalahan lingkungan di Indonesia merupakan faktor penting yang
harus segera dipikirkan mengingat akibat dampak buruk pengelolaan
industri yang terjadi dewasa ini. Gejala ini dapat dilihat dari berbagai bencana
yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir banding di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, tanah longsor di Desa Sijeruk dan daerah lain di Jawa dan Sumatera,
serta kebakaran hutan di beberapa hutan lindung Kalimantan. Bahkan
munculnya banjir Lumpur bercampur gas sulfur di daerah Sidoarjo Jawa
Timur.
Kasus yang terakhir berkembang adalah banjir lumpur Lapindo.
Setidaknya terdapat tiga aspek yang menyebabkan terjadinya semburan limpur
panas tersebut (Wibisono, 2008). Pertama, adalah aspek teknis. Ada pendapat
yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur adalah gempa Yogya yang
mengakibatkan kerusakan sedimen. Selain itu ada pendapat lain yang
menyatakan semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur
pengeboran. Jika hal tersebut benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam
pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur
operasional standar.
Kedua, aspek ekonomis. Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya
operasional dengan tidak memasang selubung bor. Penggunaan selubung bor
ini sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Jika dilihat
dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan selubung bor berdampak
pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo.
Ketiga, aspek politis. Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau
eksploitasi), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi
penguasa kedaulatan atas sumber daya alam. Poin inilah yang paling penting
dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut
sistem ekonomi nonliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh
potensi tambang migas dan SDA “dijual” kepada swasta/individu (corporate
based). Orientasi profit yang menjadi paradigma korporasi menjadikan
manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian
lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana
ekosistem.
Hutomo (1996) dalam Harsono (2000:6) mencatat tiga permasalahan
lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pertama, permasalahan
lingkungan hidup, terutama di kota-kota besar, telah dianggap berada pada
tingkat yang membahayakan. Masyarakat sudah kesulitan memperoleh air
bersih dan menghirup udara segar. Penurunan kualitas atau kerusakan alam ini
lebih banyak disebabkan oleh dampak negatif aktivitas industri. Kedua, dalam
perdagangan bebas, produk disyaratkan harus bersahabat dengan lingkungan,
memaksa perusahaan harus meyusun strategi bisnis yang menyeluruh. Aspek
lingkungan tidak boleh dipandang sebagai “program sambilan” bila
perusahaan ingin mempertahankan hidupnya. Ketiga, lemahnya ilmu
pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah
menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Di samping
itu, tekanan politis terhadap perusahaan makin kuat akibat pemerintah
Harahap (1993) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2)
mengemukakan besarnya dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan
terhadap lingkungannya membuat masyarakat menginginkan agar dampak
negatif tersebut dikontrol sehingga social cost yang ditimbulkannya tidak
semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansu yang selama ini
dikenal hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan dengan
pihak ketiga, dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya
merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga,
tetapi juga dengan lingkungannya.
Harahap (1993) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2) menjelaskan
bahwa hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non-reciprocal,
artinya transaksi itu tidak menimbulkan prestasi timbal balik dari pihak yang
berhubungan. Ilmu akuntansi yang mencatat, mengukur, melaporkan dampak
luar tersebut disebut Socio Economic Accounting (SEA), Environmental
Accounting, atau Social Responsibility Accounting.
Djogo (2006) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2) menyatakan
konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun
1970-an di Eropa. Konsep ini muncul akibat tekanan lembaga-lembaga bukan
pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat
yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan
lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja.
Mulyono (2002:1) mengungkapkan ketika masalah lingkungan
berkembang dari skala nasional menjadi skala internasional. Sebagai contoh
isu-isu yang menyeruak antara lain hujan asam, menipisnya lapisan ozon, serta
meningkatnya suhu bumi yang sekarang ini biasa disebut dengan global
warming.
Sejak pertengahan 1970-an, banyak perusahaan industri dan jasa besar
dunia yang mulai berjuang dengan konsep pelaporan keuangan berkaitan
dengan lingkungan. Perusahaan tersebut mulai menerapkan akuntansi
lingkungan. Beberapa perusahaan berusaha untuk peduli terhadap laporan
keuangan berkaitan dengan biaya lingkungan yang bertujuan meningkatkan
efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan
lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental cost) dan manfaat atau
efek (economic benefit). Sementara itu, beberapa lainnya bersikap pasif
bahkan cenderung untuk menghindari biaya lingkungan tersebut. Akuntansi
lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan
penilaian kuantitatif tentang biaya dan manfaat atau efek perlindungan
lingkungan (environmental protection) (Gunawan, 2004:41).
Kita telah memasuki dekade abad 20 dengan kesadaran yang
mendalam bahwa nasib negara semakin ditentukan oleh kekuatan persaingan
global. Keputusa-keputusan operasi, investasi, dan pendanaan pembiayaan
diwarnai oleh implikasi internasional. Sejalan dengan ini, laporan keuangan
menjadi hal penting untuk memberikan gambaran mengenai keadaan suatu
perusahaan berupa aktiva, hutang, dan modal, serta laporan laba rugi selama
pengungkapan (disclosure) yang jelas mengenai data akuntansi dan informasi
lain yang relevan (Ikhsan, 2008:131).
Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan
perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi
mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, akibatnya yang
terjadi dalam praktik perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat
yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan
informasi sosial. Bila manfaat yang diperoleh dengan pengungkapan informasi
tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk
mengungkapkannya, maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan
informasi tersebut (Anggraini, 2006:3).
Pengungkapan akuntansi lingkungan (Environmental Accounting
Disclosure) di negara-negara berkembang termasuk Indonesia memang masih
sangat kurang. Banyak penelitian di area Social Accounting Disclosure
umumnya dan Environmental Accounting Disclosure pada khususnya
memperlihatkan bahwa pihak perusahaan melaporkan kinerja lingkungan yang
masih sangat terbatas. Kondisi ini disebabkan antara lain karena lemahnya
sanksi hukum yang berlaku (Lindrianasari, 2007:159). Mobus (2005) dalam
Lindrianasari (2007:159) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif
antara sanksi hukum pengungkapan lingkungan yang wajib dengan
penyimpangan aturan yang dilakukan oleh perusahaan. Artinya semakin keras
sanksi hukum akan semakin mengurangi penyimpangan aturan yang telah
memiliki kekuatan untuk menekan pihak perusahaan dalam
meminimalisasikan dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan usaha mereka.
Beberapa jenis perusahaan pada saat ini sudah mulai menyadari akan
pentingnya masalah lingkungan. Mereka berusaha untuk mencapai dan
menunjukkan kinerja lingkungan yang baik dengan mengendalikan dampak
dari kegiatan produk atau jasanya pada lingkungan yaitu dengan
memperhitungkan kebijakan dan tujuan lingkungannya. Organisasi tersebut
melakukan hal ini karena semakin tingginya perhatian masyrakat pada hal-hal
yang berkaitan dengan lingkungan termasuk pembangunan berkelanjutan
(Aris, 2002:2).
Gray (1993) dalam Lindrianasari (2007:160) mengemukakan sebagian
besar pengungkapan informasi sosial di laporan keuangan tehunan memuat
informasi mengenai tenaga kerja, lingkungan, dan masyarakat. Pengungkapan
lingkungan merupakan bagian dari pengungkapan laporan keuangan. Lebih
lanjut diutarakan bahwa informasi lingkungan merupakan salah satu bagian
penting dari suatu laporan keuangan perusahaan.
Dunlap dan Scare (1991) dalam Lindrianasari (2007:160) menyatakan
bahwa dari hasil polling, publik memandang kegiatan bisnis dan perusahaan
sebagai kontibutor terbesar terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi
saat ini. Selanjutnya, publik juga ingin tahu sebesar apa kegiatan perusahaan
yang berdampak terhadap lingkungan. Untuk itu perusahaan dituntut untuk
media dapat digunakan oleh perusahaan untuk menyampaikan laporan
lingkungan, seperti laporan tahunan, laporan lingkungan tersendiri (stand
alone environmental reports), dan website.
Laporan keuangan adalah suatu sumber potensial yang lazim
digunakan oleh para investor sebagai dasar pengambilan keputusan
penanaman modal. Adanya informasi yang dipublikasikan akan merubah
keyakinan para investor. Laporan keuangan dikatakan mempunyai kandungan
informasi apabila dengan dipublikasikannya laporan keuangan akan
menyebabkan para investor bereaksi untuk melakukan penjualan atau
pembelian saham. Selanjutnya reaksi tersebut akan tercermin dalam
perubahan return saham disekitar tanggal publikasi laporan keuangan.
Salah satu fungsi pasar modal adalah sebagai sarana untuk
memobilisasi dana yang bersumber dari masyarakat ke berbagai sektor yang
melaksanakan investasi. Syarat utama yang diinginkan oleh para investor
untuk bersedia menyalurkan dananya melalui pasar modal adalah perasaan
aman akan investasi dan tingkat return yang akan diperoleh dari investasi
tersebut. Perasaan aman ini diperoleh karena para investor memperoleh
informasi yang jelas, wajar, dan tepat waktu sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan investasinya (Daniati dan Suhairi, 2006:1).
Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam
laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat
akuntanbilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor dan
komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan
stakeholders lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan
corporate social responsibility (CSR) –lingkungan dan sosial- dalam setiap
aspek kegiatan operasinya (Darwin, 2008).
Pfleiger, et. al. (2005) dalam Ja’far dan Amalia (2006:3)
mengemukakan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan
akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan
pemegang saham dan stakeholders terhadap keuntungan perusahaan akibat
pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab di masyarakat. Hasil lain
mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari
klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang
pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Lebih lanjut
Ferreira (2004) dalam Ja’far dan Amalia (2006:3) menyatakan bahwa
perusahaan sebagai bagian dari tatanan sosial maka seharusnya perusahaan
melaporkan pengelolaan lingkungannya dalam annual report. Hal ini terkait
dengan tiga aspek persoalan kepentingan: keberlajutan aspek ekonomi,
lingkungan, dan kinerja sosial.
Di Indonesia sendiri, kewajiban pelaporan dampak lingkungan yang
ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup RI hanyalah merupakan
pengungkapan yang bersifat nonpublik (khusus terhadap institusi pemerintah
terkait). Usaha dari pihak regulasi untuk melestarikan dan mengembangkan
kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang telah
pengelolaan lingkungan hidup. Aturan pelaksanaan lebih lanjut telah
dinyatakan dengan diterbitkannya PP Nomor 18 Tahun1999 (Suratno,
Darsono, dan Mutmainah, 2006:2). Selain itu dalam UU Nomor 40 Tahun
2007 tentang perseroan terbatas juga mewajibkan perseroan yang bidang
usahanya di bidang terkait dengan sumber daya alam untuk melaksanakan dan
mengungkapkan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Teoh dan Thong (1984) dalam meutya
(2008) mengungkapkan bahwa perusahaan yang terdaftar di pasar saham akan
mengungkapkan lebih banyak pengungkapan sosial dan lingkungan daripada
yang tidak terdaftar. Ini merupakan indicator bahwa perusahaan-perusahaan
sadar bahwa apa yang dilakukannya terkait dengan pengungkapan
sosial-lingkungan akan membawa pengaruh yang signifikan atas keberlangsungan
hidup perusahaan tersebut.
Clarkson dan Richardson (2004) dalam Utami (2007) meneliti tentang
penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada perusahaan
kertas. Hasil dari penelitian tersebut adalah environmental capital expenditure
berdampak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki
tingkat polusi rendah tetapi tidak pada perusahaan dengan tingkat polusi
kategori tinggi.
Penelitian sebelumnya Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006)
meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan
lingkungan dan kinerja ekonomi. Pengukuran kinerja lingkungan
menggunakan skoring pengungkapan (jika melakukan pengungkapan
lingkungan diberi skor satu, tidak mengungkapkan skor nol). Kinerja ekonomi
menggunakan return tahunan industri bersangkutan. Hasil dari penelitian
tersebut adalah terdapat pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan dengan
pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi.
Almilia dan Wijayanto (2007) meneliti tentang pengaruh kinerja
lingkungan dan pengungkapan lingkungan terhadap kinerja ekonomi. Kinerja
lingkungan diproksi berdasarkan PROPER, sedangkan pengungkapan
lingkungan dihitung menggunakan proporsi pengungkapan lingkungan yang
diwajibkan dengan yang dilaporkan. Kinerja ekonomi diukur dengan return
tahunan industri perusahaan sampel penelitian. Hasil dari penelitian tersebut
adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan
dengan kinerja ekonomi. Sedangkan, pengungkapan lingkungan berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja ekonomi.
Pada penelitian Sarumpaet (2005) meneliti tentang hubungan kinerja
lingkungan dengan kinerja keuangan. Kinerja lingkungan diukur berdasarkan
keikutsertaan perusahaan sampel dsalam PROPER dan ISO 14001 dan kinerja
keuangan diukur dengan menggunakan return on asset. Hasil dari penelitian
tersebut adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara kinerja lingkungan
Adapun perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya
dapat ditunjukkan dalam tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1
B. Perumusan Masalah
Masalah yang diteliti dalam penelitian kali ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan?
2. Apakah pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap
kinerja saham perusahaan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah memperoleh bukti empiris tentang:
1. Pengaruh pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
2. Pengaruh pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap
kinerja saham perusahaan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak,
diantaranya:
1. Perusahaan
Memberikan kontribusi mengenai pentingnya masalah lingkungan agar
terciptanya kinerja lingkungan yang baik serta secara sadar untuk
2. Investor
Memberikan kontribusi mengenai pentingnya masalah lingkungan sebagai
salah satu pertimbangan dalam menginvestasikan modal dalam sebuah
perusahaan.
3. Penelitian Selanjutnya
Memberikan kontribusi pada pengembangan teori terutama yang berkaitan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Hubungan Perusahaan dengan Lingkungan
Stoner et. al. (1995) dalam Harsono (2000:8) menunjukkan paling
tidak ada dua model kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Pertama,
adalah model biaya dan manfaat (cost and benefit model), yaitu
pendekatan tradisional pada pemikiran mengenai penyelesaian lingkungan
yang mengatakan bahwa peraturan lingkungan yang diusulkan harus
diimplementasikan bila manfaat potensial lebih besar dari biaya potensial.
Stoner mengkritisi bahwa kelemahan model ini adalah tidak semua
manfaat dan biaya dapat diperhitungkan dengan mudah.
Kedua, disebabkan adanya kelemahan model biaya dan manfaat
serta memperhitungkan fakta bahwa banyak biaya lingkungan dan
manfaatnya dirasakan dalam jangka panjang, kemudian berkembang
model pendekatan baru yang disebut pengembangan berkelanjutan
(sustainable development). Pendekatan ini menyatakan bahwa organisasi
harus terlibat dalam aktivitas yang dapat berkelanjutan dalam jangka
waktu yang panjang atau secara otomatis dapat memperbarui diri sendiri.
Konsep ini telah lama menjadi sumber pemikiran dalam mendorong
Schmidheny (1994) dalam Harsono (2000:9) menyatakan bahwa
sustainable development tidak hanya pendekatan ekonomi dengan
lingkungan, namun juga sifat pengembangan ekonomi itu sendiri.
Perubahan tersebut antara lain:
a. Perubahan dari pertumbuhan menuju pengembangan
b. Perubahan menuju lebih efisiensi dalam penggunaan SDA
c. Perubahan menuju kesempatan ekonomi
d. Perubahan menuju ekonomi konservasi dengan memasukkan faktor
lingkungan ke dalam praktik bisnis
e. Perubahan menuju perekonomian yang mempromosikan investasi
jangka panjang daripada maksimalisasi keuntungan jangka pendek
f. Perubahan menuju suatu budaya saving daripada mengembangkan
budaya konsumsi dengan segera.
Pengembangan berkelanjutan adalah bahwa pembangunan perlu
memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa harus mengurangi
kemungkinan generasi masa akan datang dalam memenuhi kebutuhannya.
Pembangunan berkelanjutan perlu diterapkan karena kegiatan ekonomi
saat ini kemungkinan besar mengurangi pemenuhan kebutuhan di masa
datang dengan merusak ekosistem global.
Harahap (2005) dalam Khoirunnisa (2006) mengemukakan ada
paradigma yang mengubah kecenderungan aktivitas perusahaan menuju
pencarian laba berwawasan lingkungan. Paradigma tersebut antara lain
kesadaran lingkungan, perspektif ekosistem, dan ekonomisasi versus
sosialisasi.
Salah satu paradigma tersebut adalah kecenderungan terhadap
kesadaran lingkungan. Dalam literatur paradigma ini dikenal dengan the
human exceptionalism paradigm menuju the new environmental
paradigm. Paradigma yang pertama menganggap bahwa manusia adalah
makhluk unik yang memiliki kebudayaan sendiri yang tidak dapat dibatasi
oleh kepentingan makhluk lain. Sebaliknya, paradigma yang kedua
menganggap bahwa manusia adalah makhluk di antara bermacam-macam
makhluk yang mendiami bumi yang saling mempunyai keterkaitan dan
sebab akibat, serta dibatasi oleh sifat keterbatasan dunia itu sendiri, baik
sosial, ekonomi, atau politik. Sehingga perhatian terhadap lingkungan
akan semakin besar.
Paradigma yang lain adalah perspektif ekosistem. Orientasi yang
terlalu diarahkan kepada pembangunan ekonomi, efisiensi, profit
maximization menimbulkan krisis ekosistem. Gejala ini menaruh perhatian
para ahli sehingga mencul kelompok-kelompok yang menamakan diinya
penyelamat lingkungan. Salah satu kelompok tingkat dunia yang menaruh
perhatian kepada ekosistem ini adalah Club or Rome yang terkenal dengan
pendapatnya limit to growth. Beberapa sarannya yang paling penting
adalah stabilitas antara kelahiran dan kematian, stabilitas investasi dengan
penyusutan barang modal, pengurangan konsumsi sumber-sumber alam,
pembatasan terhadap tingkah laku manusia, tampaknya yang timbul hanya
kehancuran dan kekacauan.
Harsono (2000:12) mengemukakan bahwa peran pemerintah dalam
membuat peraturan mengenai pengelolaan lingkungan sangat dibutuhkan.
Tujuan dari adanya peraturan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan
adalah sebagai berikut:
a. Peraturan memberi sinyal kepada perusahaan tentang kemungkinan
inefisiensi sumber daya dan potensi peningkatan teknologi
b. Peraturan mengurangi ketidakpastian investasi pada pengelolaan
lingkungan
c. Peraturan dipusatkan pada pencarian informasi mengenai pencapaian
manfaat utama dengan peningkatan kesadaran perusahaan
d. Peraturan menciptakan tekanan yang memotivasi, inovasi, dan
dinamika
e. Peraturan menjadi pedoman agar selama masa transisi menuju solusi
berdasarkan inovasi
f. Tidak ada perusahaan yang menarik keuntungan dengan menolak
investasi terhadap lingkungan.
Di Indonesia, telah ada suatu kerangka kerja untuk konservasi
lingkungan. Peraturan tentang Manajemen Lingkungan tahun 1982, yang
kemudian direvisi tahun 1997, telah menyediakan suatu legalitas untuk
mengawasi dan memaksa dipatuhinya regulasi yang dikeluarkan
BAPEDAL telah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL).
Nota kesepahaman antara Kementrian Lingkungan Hidup dengan
BI telah ditandatangani tahun 2005 tentang penetapan peringkat kualitas
aktiva bagi bank umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel
penentu dalam pemberian kredit dan kinerja lingkungan yang dikeluarkan
oleh KLH melalui PROPER adalah tolak ukur mereka. PROPER
menggunakan standar pengukur kualitas limbah perusahaan. Selanjutnya
setiap perusahaan yang ingin mendapatkan kredit perbankan, harus
memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan.
Nota kesepahaman ini adalah harapan baru bagi pencerahan kondisi
lingkungan hidup di Indonesia (Lindrianasari, 2007:161).
2. Konsep Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan adalah suatu istilah yang berupaya untuk
menspesifikasikan pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah
dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos “lingkungan” di
dalam praktik bisnis perusahaan dan pemerintah. Dari kegiatan konservasi
lingkungan ini pada akhirnya akan muncul biaya lingkungan
(environmental cost) yang harus ditanggung perusahaan. Akuntansi
lingkungan juga dapat dianalogikan sebagai suatu kerangka kerja
pengukuran kuantitatif terhadap kegiatan konservasi lingkungan yang
Ikhsan (2008:14) mendefinisikan akuntansi lingkungan sebagai
pencegahan, pengurangan, dan atau penghindaran dampak terhadap
lingkungan. Badan Perlindungan Lingkungan AS dalam Ikhsan (2008:15)
mendefinisikan akuntansi lingkungan adalah:
“Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk menggambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para
stakeholders perusahaan yang mampu mendorong dalam
pengindentifikasian cara-cara mengurangi atau mennghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan”.
Menurut Lindrianasari (2007:162) aktivitas yang dapat dilakukan
sehubungan dengan konservasi lingkungan adalah sebagai berikut:
- Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh terhadap kesehatan
makhluk hidup dan lingkungan hidup yang berasal dari polusi udara,
polusi air, pencemaran tanah, kebisingan, getaran, bau busuk, dan lain
sebagainya.
- Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh secara menyeluruh
seperti pemanasan global, penipisan lapisan ozon, serta pencemaran air
laut.
- Konservasi terhadap sumber daya. Konservasi ini dapat dilakukan
dengan cara mengurangi penggunaan bahan kimia yang dapat
mencemari lingkungan, mengendalikan sampah dari kegiatan produksi
perusahaan, penggunaan material dari hasil daur ulang, dan lain
sebagainya.
Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang
lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di
kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan
menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya luas kegiatan industri
demi bisnis saja (Djogo, 2006 dalam Almilia dan Wijayanto, 2007).
Menurut Cahyono (2002) dalam Fadilah (2003), istilah akuntansi
lingkungan sebenarnya sama artinya dengan akuntansi sosial ekonomi
(socio economic accounting) atau akuntansi pertanggungjawaban sosial.
Fenomena ini mengukur seberapa jauh perusahaan memberikan dampak
yang merugikan dan menguntungkan masyarakat. Tren ini menunjukkan
bahwa konsep kapitalis dalam memahami fungsi bisnis harus diubah.
Perusahaan tidak bisa lagi seenaknya untuk mengolah sumber daya tanpa
memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan
kata lain perusahaan tidak hanya mengambil keuntungan dari alam tanpa
peduli dampak yang ditimbulkan dari kerusakan alam tersebut.
Lebih lanjut disebutkan bahwa akuntansi lingkungan memiliki
tujuan untuk mengukur biaya (cost) dan manfaat (benefit) sosial sebagai
akibat dari kegiatan perusahaan. Biaya dan manfaat tersebut tidak selalu
dapat diukur nilainya dan dinyatakan dalam struktur keuangan (nominal)
sehingga berpengaruh terhadap bentuk dan cara pelaporan akuntansi.
Fadilah (2003:56) mengemukakan akuntansi lingkungan sangat
dipengaruhi oleh aspek lingkungan meliputi bidang sosial, politik, budaya,
perdagangan dan ekonomi, serta hukum dan hubungan internasional.
panjang perusahaan. Isu lingkungan mempengaruhi semua bidang
akuntansi yaitu akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, pemeriksaan
akuntansi, sistem informasi akuntansi, akuntansi perpajakan, dan bidang
akuntansi lainnya.
Fadilah (2003:57) mengemukakan pada pertengahan tahun 1990-an
ketika istilah environmental accounting belum banyak dikenal hanya
beberapa perusahaan saja yang menerapkannya mula-mula dengan
mengungkapkan masalah lingkungan. Hal ini berkaitan dengan
keterbukaan perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan
sebagai dampak dari aktivitas industri atau bisnis mereka.
Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan
perusahaan atas pentingnya pelaksanaan tanggung jawab sosial, maka
kebutuhan akan standar pelaporan yang digunakan sebagai acuan dalam
membuat laporan juga meningkat. Selama dasawarsa terakhir telah
bermunculan sejumlah standar pelaporan dan pengungkapan sosial.
Namun hingga kina belum ada kesepakatan standar mana yang dapat
diberlakukan secara global. Beberapa standar yang telah dikembangkan
tersebut antara lain The United Nations Global Compact, Social
Accountability 8000, dan The Global Reporting Initiative (GRI) (Utama,
2008:18).
Scott (2003) dalam Utami (2007) menjelaskan teori akuntansi
dengan pendekatan konsep decision usefulness dan economic
dan tanggung jawab perusahaan dalam konteks akuntansi lingkungan
terkait dengan kepentingan pengambilan keputusan yang rasional dari
investor dan kreditur. Kepentingan para investor yang harus diusahakan
oleh manajemen adalah kepentingan maksimalisasi kemakmuran yang
tercermin dalam nilai perusahaan atau harga saham. Oleh karena itu
memasukkan informasi hasil audit lingkungan dan pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan dinilai penting
bagi investor dan kreditur.
3. Pengungkapan Lingkungan
Pengungkapan oleh perusahaan publik, pada dasarnya terdiri dari
pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela. Pengungkapan wajib
adalah pengungkapan informasi yang diatur oleh badan pembuat standar
dan regulator lainnya, aturan ini berupa persyaratan minimal
pengungkapan yang harus dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan publik.
Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan diluar yang
diwajibkan, merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan publik
untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang
dipandang relevan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh para
pemakai.
Tujuan dari pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun
organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan
penting terutama bagi para stakeholders untuk dipahami, dievaluasi, dan
dianalisis sehingga dapat memberi dukungan bagi usaha mereka (Ikhsan,
2008:6).
Menurut Gray et. al. (1995) dalam Meutya (2008) pengungkapan
tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan bertujuan
memperlihatkan kepada masyarakat aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan berserta pengaruh yang ditimbulkan kepada masyarakat.
Pengaruh di sini antara lain adalah seberapa jauh lingkungan, pegawai
konsumen, masyarakat lokal, dan yang lainnya dipengaruhi oleh kegiatan
dan operasi bisnis perusahaan.
Choi (1999) dalam Meutya (2008) mengatakan bahwa tidak ada
suatu teori yang spesifik yang dapat digunakan untuk menjelasan praktik
tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Teori
legitimasi, teori stakeholders, teori akutansi ekonomi politik, dan teori
agensi telah digunakan dalam banyak studi tersebut. Setiap teori bersandar
pada argumen teori yang berbeda yang akan mengimplikasikan beragam
motivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi.
Salah satu motivasi manajer untuk melakukan pengungkapan
sosial-lingkungan adalah untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat
khususnya atas kelangsungan organisasi. Pandangan ini dicakup dalam
teori legitimasi.
Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus
sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat di mana mereka
berada. Pengungkapan sosial-lingkungan perusahaan adalah implementasi
dari strategi legitimasi yang harus melibatkan komunikasi dari organisasi.
Oleh karena itu, pengungkapan informasi perusahaan dapat dipandang
sebagai suatu strategi yang dapat digunakan oleh organisasi untuk
mempertahankan legitimasinya (Meutya, 2008).
Menurut Friedman (1962) dalam Meutya (2008) satu-satunya
alasan atas keberadaan perusahaan adalah untuk memberikan keuntungan
bagi para pemilik. Dengan melakukan pengungkapan sosial-lingkungan,
perusahaan berusaha memenuhi harapan para stakeholders sebagai upaya
untuk mendapatkan legitimasi.
Standar pengungkapan lingkungan yang diakui dan diterapkan
secara luas akan memampukan perusahaan untuk mendefinisikan
tanggung jawab mereka sekaligus memampukan mereka untuk
menyampaikan laporan yang bermanfaat yang dibutuhkan, di lain pihak
juga membantu manajemen perusahaan mempertimbangkan masalah
lingkungan dalam operasi mereka. Beberapa kriteria berdasarkan laporan
juga memampukan manajemen perusahaan untuk membandingkan
usaha-usaha mereka dalam menghadapi masalah lingkungan dengan usaha-usaha-usaha-usaha
yang dilakukan oleh pesaing mereka (Gunawan, 2003:45).
Perusahaan berkewajiban menyampaikan informasi pengelolaan
lingkungan yang dilakukannya, sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1997
yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan
informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan
hidup”.
Sejalan dengan perkembangan dampak yang ditimbulkan
perusahaan terhadap lingkungan baik itu dampak positif maupun negatif,
telah dikeluarkan undang-undang No. 40 tahun 2007 sebagai pengganti
UU No. 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. UU tersebut dalam pasal
74 ayat 1 mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau
terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan. UU tersebut juga mewajibkan semua
perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di
laporan tahunan.
Dari sisi manajemen, luasnya disclosure kewajiban lingkungan
berhubungan dengan empat faktor, yaitu (1) peraturan, termasuk tindakan
pelaksanaan, (2) peradilan dan negoisasi, (3) implikasi pasar modal, dan
(4) pengaruh peraturan yang lain. Seiring dengan semakin banyaknya
peraturan-peraturan dan pemaksaan hukum, jumlah disclosure isu
lingkungan semakin meningkat, tetapi karena pedomannya belum jelas
dan kepada siapa disclosure tersebut ditujukan, maka disclosure isu
lingkungan masih sangat variatif. Untuk itu perlu pedoman yang jelas
Saat ini, sebagian perusahaan di Indonesia telah melaporkan
kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungannya di laporan tahunan.
Namun, apa yang dilaporkan dan diungkapkan sangat beragam sehingga
menyulitkan pembaca laporan tahunan untuk melakukan evaluasi. Selain
itu informasi yang diungkapkan biasanya hanya merupakan informasi
positif bagi perusahaan sehingga meninggalkan kesan bahwa laporan
tersebut hanyalah sebagai alat komunikasi (public relation) bukan sebagai
bentuk akuntabilitas perusahaan kepada publik.
Berdasarkan isu yang berkembang berkaitan dengan lingkungan,
banyak pihak menyarankan agar perlunya suatu standar yang mengatur
masalah pengungkapan lingkungan. Dengan demikian diharapkan
perusahaan harus menyampaikan informasi yang lebih akurat mengenai
kinerja lingkungan mereka. Di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
telah menyusun suatu standar pengungkapan akuntansi lingkungan dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 dan 33. kedua
PSAK ini mengatur tentang kewajiban perusahaan dari sektor
pertambangan umum dan pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk
melaporkan item-item lingkungan dalam laporan keuangan
(Lindrianasari,2007:161).
Menurut Meutya (2008) ada beberapa teori yang dapat menjadi
dasar dalam hal pengungkapan aspek sosial perusahaan untuk menjelaskan
mengapa perusahaan memilih untuk menyediakan informasi mengenai
a. Stakeholder Theory
Teori stakeholder menjelaskan pengungkapan sosial perusahaan
sebagai cara untuk berkomunikasi dengan stakeholder. Teori ini
mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para
stakeholder. Individu, organisasi, dan lingkungan merupakan satu
sistem yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan. Masing-masing
merupakan bagian dari yang lain dan terganggunya keberadaan satu
bagian maka akan mempengaruhi keberadaan yang lain. Salah satu
bentuk komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan adalah dalam
bentuk pengungkapan aspek sosial perusahaan dengan memberikan
laporan yang relevan dan reliable.
b. Legitimacy Theory
Salah satu motivasi manajer untuk melakukan pengungkapan
sosial-lingkungan adalah untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat
khususnya atas kelangsungan perusahaan. Suatu entitas dipengaruhi
dan sebaliknya mempengaruhi komunitas di mana entitas tersebut
melakukan kegiatannya. Perusahaan beroperasi dalam sebuah
lingkungan sosial melalui kontrak sosial di mana terdapat kesepakatan
untuk memberikan berbagai tindakan sosial yang sesuai agar dapat
melakukan tujuan0tujuannya. Setiap aktivitas yang dilakukan dan
diungkapkan perusahaan akan mempengaruhi kepercayaan terhadap
Teori legitimasi mengatakan bahwa perusahaan secara terus menerus
mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai
dengan batasan dan norma di mana mereka berada. Legitimasi dapat
dianggap sebagai menyamakan persepsi bahwa tindakan yang
dilakukan oleh entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan,
pantas ataupun sesuai dengan sistem norma.
c. Political Economy Theory
Teori ini lebih menekankan bahwa pengungkapan sosial-lingkungan
akan dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk reaksi terhadap
munculnya berbagai tekanan dari pihak eksternal agar eksistensi dan
aktivitasnya diakui oleh masyarakat.
d. Contingency Theory
Pengungkapan aspek sosial-lingkungan perusahaan dapat
berbeda-beda karena elemen dan variabel yang mempengaruhinya. Efektivitas
perusahaan sebagai sebuah sistem dalam memenuhi permintaan dari
lingkungannya amat tergantung pada elemen-elemen berbagai macam
subsistem membagi elemen yang dapat mempengaruhi perusahaan
tersebut ke dalam empat macam variabel, yaitu sosial, lingkungan,
karakteristik perusahaan, dan karakteristik pengguna informasi
perusahaan.
e. Accountability Model
Perusahaan tersebut memiliki banyak tanggung jawab yang setiap
untuk mendapatkan informasi dari perusahaan mengenai akuntabilitas
sesuai harapan pemegang saham.
Menurut Gunawan (2003:46) ada beberapa faktor yang
menekankan perusahaan untuk membuat laporan berkaitan dengan
lingkungan, faktor-faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Faktor Sosial
Perusahaan ada karena diakui keberadaannya oleh masyarakat.
Pengakuan itu bisa berupa kepercayaan masyarakat untuk membeli
produk perusahaan atau untuk menanamkan modal dalam operasi
perusahaan. Kesemuanya itu tidak dapat diperoleh secara gratis dari
masyarakat. Sebagai imbalannya, perusahaan memiliki tanggung
jawab untuk melaporkan apa saja yang telah diperbuatnya atas
kepercayaan tersebut. Masyarakat mengharapkan sesuatu yang lebih
dari perusahaan. Memang tidak ada kesepakatan mengenai apa yang
dituntut masyarakat secara tepat, namun tuntutan tersebut makin hari
makin meningkat. Walaupun perusahaan bukan satu-satunya penyebab
utama pencemaran lingkungan tersebut. Ada harga yang harus dibayar
oleh perusahaan berkaitan dengan lingkungan.
b. Peraturan Pemerintah
Kontrak perusahaan dengan negara. Peraturan pemerintah, entah
proses legalisasinya melalui parlemen atau dalam bentuk peraturan
yang ditetapkan pemerintah, merupakan satu hal yang sifatnya
mengikutinya. Salah satu kemungkinan yang dilakukan oleh
pemerintah jika perusahaan tidak melaporkan tanggung jawab
lingkungannya adalah meningkatkan pembatasan-pembatasan melalui
hukum yang ditetapkan oleh pemerintah.
c. Tekanan dari Interest Group
Ada banyak organisasi yang dipakai untuk menekan perusahaan
membuat laporan lingkungan. Sebagian besar tekanan dari interest
group dilakukan melalui badan yang mengelola pasar modal. Di pasar
modal-lah, perusahaan-perusahaan melakukan go public, sehingga
pembuatan dan verifikasi disclosure dirasakan sangat penting.
Perusahaan dapat meningkatkan performance melalui disclosure yang
telah diverifikasi oleh pihak ketiga. Badan yang mengelola pasar
modal di Indonesia adalah Bapepam. Bapepam membuat tekanan
kepada perusahaan untuk membuat laporan lingkungan.
d. Faktor yang Terkait dengan Hirarki Kebutuhan Maslow
Faktor yang terkait dengan hirarki kebutuhan Maslow, bahwa
kebutuhan merupakan fungsi dari pencapaian tingkat ekonomi. Hal ini
disebabkan organisasi menyerupai individu dalam hal perkembangan
dan pertumbuhan. Ketika kebutuhan mendasar telah terpenuhi,
individu atau organisasi akan mencoba memenuhi kebutuhan sosial
e. Kesadaran Perusahaan
Para manajer merasa bahwa tanggung jawab terhadap lingkungan akan
meringankan kepentingan mereka sendiri. Mereka beranggapan bahwa
memperhatikan lingkungan berarti memperhatikan kepentingan
masyarakat. Hal ini akan memberikan iklim usaha yang lebih kuat dan
lebih menghasilkan laba. Berdasarkan perspektif ekonomi-politik
perusahaan akan bersikap proaktif untuk merumuskan pandangannya
mengenai konstituen sosial dan politiknya. Dengan demikian
perusahaan mengharapkan akan memperoleh image positif dari
masyarakat.
Gunawan (2003:41) berpendapat bahwa dengan melakukan
pengungkapan lingkungan, perusahaan akan memperoleh banyak
keuntungan. Perusahaan memenuhi kebutuhan sosial dan pengakuan diri
yang lebih tinggi, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sekaligus
meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat yang akan membeli
produk perusahaan atau menanamkan modal dalam operasi perusahaan.
Perusahaan juga dapat menghindari pinalti atau hukuman dari pemerintah
dengan membuat laporan lingkungan tersebut.
4. Kinerja Keuangan
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam
Sucipto (2008:1) adalah merupakan kata benda yang artinya: sesuatu yang
dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja. Sedangkan
penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian
organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria
yang ditetapkan sebelumnya. Organisasi pada dasarnya dijalankan oleh
manusia sehingga penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian
atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan
dalam organisasi.
Pengertian kinerja keuangan menurut Sucipto (2008:2) adalah
penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan
suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Pengukuran kinerja keuangan
perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat
pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat
diketahui besarnya tanggung jawab manajer yang diwujudkan dalam
bentuk prestasi kerja keuangan. Namun demikian mengatur besarnya
tanggung jawab sekaligus mengukur prestasi keuangan tidaklah mudah
sebab ada yang dapat diukur dengan mudah dan ada pula yang sukar untuk
diukur.
Kinerja keuangan perusahaan adalah sesuatu yang sulit diukur
secara eksak dan lebih menyerupai suatu seni karena di dalamnya
terkandung aspek subjektif dan objektif dari si penilai. Terlepas dari hal
tersebut, terdapat beberapa cara yang harus ditempuh agar analisis kinerja
keuangan yang dilakukan dapat menjadi suatu tolak ukur yang dapat
diandalkan dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan strategik
Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan
mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada
seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang,
dan sebagainya. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba disebut juga operating ratio (Harahap, 2007:304).
Menurut Amir (2002:31) rasio profitabilitas adalah ukuran untuk
mengetahui seberapa jauh efektivitas manajemen dalam mengelola
perusahaan.
Menurut Astuti (2002:19) profitabilitas adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan laba. Satu-satunya ukuran profitabilitas
yang paling penting adalah laba bersih. Para investor dan kreditor sangat
berkepentingan dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan
menghasilkan laba saat ini maupun mendatang.
Para peneliti sepakat bahwa pengukuran kinerja perusahaan tidak
cukup hanya menggunakan satu ukuran tunggal karena tidak dapat
menggambarkan tingkat pencapaian prestasi perusahaan yang
sesungguhnya. Dari banyak penelitian tentang kinerja organisasional
biasanya diukur dengan penilaian responden dan pangsa pasar, self
assessment relative terhadap pesaing, return on assets (ROA) (Astuti,
2002:20).
Menurut Astuti (2002:21) kinerja keuangan menggunakan ukuran
perseptual, biasanya dilakukan dengan cara CEO diminta menilai
dalam industri. Variabel yang biasa digunakan antara lain: market share,
sales growth, net profit margin, dan return on asset.
Return on asset (ROA) menggambarkan perputaran aktiva diukur
dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini
berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba (Harahap,
2007:305).
Menurut Astuti (2002:22) ROA adalah hasil pengembalian total
aktiva atau total investasi. ROA menunjukkan kinerja manajemen dalam
menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Perusahaan
mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan dana
yang digunakan.
5. Kinerja Saham
Menurut Buku Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia (2003),
saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu
perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak atas klaim atas
penghasilan dan aktivitas perusahaan. Harga sebuah saham sangat
dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Harga sebuah saham
akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan permintaan
dan cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran.
Pasar modal dikatakan efisien bila perubahan harga saham tidak
dapat diprediksi atau random. Dengan kata lain, harga saham mengikuti
model random walk. Harga saham yang bergerak secara random tersebut
berkompetensi untuk mendapatkan informasi yang baru sebelum investor
lain menemukan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan
membeli atau menjual saham di pasar modal. Jika harga saham ditentukan
secara rasional maka hnaya informasi yang baru saja yang menyebabkan
harga saham berubah. Informasi lama telah terefleksikan pada harga
saham sehingga dengan mengasumsikan constant equilibrium expected
return sepanjang waktu, bila harga saham di masa datang dapat diprediksi
dengan informasi terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa pasar modal
tersebut tidak efisien (Lestari, 2005:1).
Perusahaan go public dengan kinerja yang baik akan meningkatkan
nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Harapan investor
selain memperoleh dividen adalah kenaikkan harga saham. Kenaikkan
harga saham akan mendatangkan keuntungan bagi investor dari capital
gain. Kinerja saham yang baik adalah jika kenaikkan harga sahamnya di
atas atau paling tidak sama dengan tingkat kenaikkan indeks pasarnya.
Dalam jangka panjang emiten yang dapat menunjukkan kinerja yang lebih
efisien akan mendapatkan tanggapan positif dari investor (Suharli,
2005:3).
Menurut Jogiyanto (2003) dalam Suharli (2005:101) return adalah
tingkat pengembalian hasil yang diperoleh investor dari sejumlah dana
yang diinvestasikan pada suatu periode tertentu dinyatakan dalam
persentase. Return tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen
return realisasi dan return ekspektasi. Return suatu saham adalah hasil
yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham
periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan
dividen. Besarnya return suatu saham akan positif bila harga jual dari
saham yang dimiliki lebih dari harga belinya.
Return saham memungkinkan investor untuk membandingkan
keuntungan actual ataupun keuntungan yang diharapkan yang disediakan
oleh berbagai investasi pada tingkat pengembalian yang diinginkan. Di sisi
lain return saham juga memiliki peran yang amat signifikan dalam
menentukan nilai dari suatu investasi (Daniati dan Husairi, 2006:2).
6. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Keuangan Adam dan Zutshi (2004) dalam Utama (2008) berpendapat manfaat
bagi perusahaan untuk melaksanakan dan melaporkan kegiatan tanggung
jawab sosial dan lingkungan antara lain rekrutmen dan retensi karyawan
yang lebih baik, pengambilan keputusan internal yang lebih baik dan
penghematan biaya, reputasi dan hubungan dengan stakeholders yang
lebih baik, dan imbal hasil keuangan yang lebih tinggi.
Friedman dan Jaggi (1982) dalam Lindrianasari (2007) menguji
hubungan antara pengungkapan lingkungan dengan enam rasio akuntansi
untuk mengukur kinerja ekonomi. Hasilnya tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengungkapan lingkungan dengan kinerja ekonomi.
Richardason et. al. (2001) dalam Lindrianasari (2007) melakukan
pengungkapan lingkungan. Richardason melaporkan bahwa terdapat
hubungan yang positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan
lingkungan dengan cost of capital. Lebih lanjut diutarakan bahwa
perusahaan akan melakukan pengungkapan lingkungan yang lebih baik
pada saat profitabilitas perusahaan semakin baik.
7. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Saham
Clarkson dan Richardason (2004) dalam Utami (2007) meneliti
tentang penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada
perusahaan kertas. Hasil dari penelitian tersebut adalah environmental
capital expenditure berdampak signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan dengan tingkat polusi kategori tinggi. Dijelaskan bahwa
investor menggunakan informasi lingkungan untuk mengestimasi
kemungkinan adanya tuntutan kewajiban di masa yang akan datang
sebagai akibat polusi. Pada perusahaan dengan tingkat polusi yang tinggi
ditaksir besarnya hutang atas dampak lingkungan (kontijensi) mencapai
rata-rata 16,6% dari kapitalisasi pasar.
Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006) meneliti tentang
pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan lingkungan dan
kinerja ekonomi. Hasil dari penelitian tersebut adalah kinerja lingkungan
berpengaruh secara positif signifikan terhadap pengungkapan lingkungan
dan kinerja ekonomi. Kinerja ekonomi ditandai dengan return tahunan