• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bobot Badan Anak Tikus Dari Induk Tikus Yang Diberi Ekstrak Akar Purwoceng Pada Usia Kebuntingan 1 – 13 Dan 13 – 21 Hari.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bobot Badan Anak Tikus Dari Induk Tikus Yang Diberi Ekstrak Akar Purwoceng Pada Usia Kebuntingan 1 – 13 Dan 13 – 21 Hari."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BOBOT BADAN ANAK TIKUS DARI INDUK TIKUS YANG

DIBERI EKSTRAK AKAR PURWOCENG PADA USIA

KEBUNTINGAN 1

13 DAN 13

21 HARI

MAULANA SYDIK

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Bobot Badan Anak Tikus Dari Induk Tikus yang Diberi Ekstrak Akar Purwoceng pada Usia Kebuntingan 1 – 13 dan 13 – 21 Hari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Maulana Sydik

(4)

ABSTRAK

MAULANA SYDIK. Bobot Badan Anak Tikus Dari Induk Tikus yang Diberi Ekstrak Akar Purwoceng pada Usia Kebuntingan 1 – 13 dan 13 – 21 Hari. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan PUDJI ACHMADI.

Purwoceng (Pimpinella alpina) merupakan tanaman obat asli Indonesia endemik di dataran tinggi. Habitat alami purwoceng berada pada ketinggian 1.800 – 3.500 m dari permukaan laut. Akar dari tanaman ini bermanfaat sebagai obat aphrodisiac. Akarnya mengandung flavonoid yang bersifat estrogenik, dapat menyebabkan proliferasi sel dan diduga mengakibatkan efek anabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perkembangan bobot badan anak tikus yang diberi purwoceng dosis 25mg/300 gr pada kebuntingan hari 1 – 13 dan hari kebuntingan 13 – 21. Hasil menunjukkan ekstrak etanol akar purwocceng dapat meningkatkan bobot badan dan lebih efektif meningkatkan bobot badan pada pemberian hari kebuntingan 1 – 13.

Kata Kunci : purwoceng, anak tikus, estrogen, bobot badan

ABSTRACT

MAULANA SYDIK. Rat Pup’s Body Weight From Rats Given Purwoceeng on 1 – 13 and 13 – 21 Day of Pregnancy. by ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan PUDJI ACHMADI.

Purwoceng (Pimpinella alpina) is a highland native medicinal plant of Indonesia. Natural habitat of purwoceng is at an altitude of 1800 ‒ 3500 from the sea level. The roots of this herb is efficacious as an aphrodisiac. The root contains flavonoid that has known as estrogenic substance which can affects the proliferation of cell and which is probably has anabolic effect. This research is aimed to observe development of pups body weight of rat which is given 25 mg/300 gr dosage of purwoceng at day 1 to day 13 pregnancy and 13 to day 21 of

pregnancy. The result showed that ethanol extract purwoceng root’s could

increase the body weight and more effective to increase body weight of pups when it was given at 1 – 13 day pregnancy.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

BOBOT BADAN ANAK TIKUS DARI INDUK TIKUS YANG

DIBERI EKSTRAK AKAR PURWOCENG PADA USIA

KEBUNTINGAN 1

13 DAN 13

21 HARI

MAULANA SYDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subĥanahu wa ta’ala atas segala karunia dan rahmatnya-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Bobot Badan Anak Tikus Dari Induk Tikus yang Diberi Ekstrak Akar Purwoceng pada Usia Kebuntingan 1 – 13 dan 13 – 21 Hari. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas MSc dan Drs Pudji Achmadi MSi atas kesabaran dan dedikasi pemikiran selama proses penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Koekoeh Santoso MSi selaku pembimbing akademik yang telah membantu dan bertukar pikiran selama proses belajar mengajar di FKH IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kepada orang tua, adik tersayang dan Nadia Yulianti yang telah memberikan semangat terbesar bagi penulis untuk terus berjuang, staf Laboratorium Fisiologi FKH IPB atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada Gelatin Plus, dan IKA FKH IPB atas bantuan baik materi maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sampai sekarang, serta terima kasih juga pada teman satu tim Rio Topan, Wahyu Sri Wulandari, Meilany Cyntia dan Riska Amalia Nurjannah atas kerja sama dan dukungan selama penelitian.

Terakhir penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh Civitas Akademika Fakultas Kedokteran IPB, GANGLION 48 dan pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesain tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat berterima kasih dan terbuka untuk kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Tanaman Purwoceng 2

Khasiat Purwoceng 2

Tikus Putih 2

METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Persiapan Penelitiaan 3

Persiapan Ekstrak Purwoceng 3

Persiapan Hewan 4

Pelaksanaan Penelitiaan 4

Pemberian Ekstrak Purwoceng 4

Pemeliharaan Tikus Bunting 4

Pengukuran Bobot Badan Anak Tikus 5

Analisis Data Statistik 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 11

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rataan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari ke 1 – 13

dan 13 − 21 6

2 Persentase peningkatan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari

ke 1 – 13 dan 13 − 21 8

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan penelitian 5

2 Grafik rataan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari ke 1 − 13 7 3 Grafik rataan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari ke 13 − 21 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis pengukuran bobot badan anak tikus betina usia kebuntingan

hari ke 1 − 13 11

2 Analisis pengukuran bobot badan anak tikus jantan usia kebuntingan

hari ke 1 − 13 12

3 Analisis pengukuran bobot badan anak tikus betina usia kebuntingan

hari ke 13 − 21 14

4 Analisis pengukuran bobot badan anak tikus jantan usia kebuntingan

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman ini merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan, yang secara turun-temurun telah diwariskan oleh generasi sebelumnya, termasuk generasi saat ini. Bagian tanarnan terdapat di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat yaitu umbi (tuber), akar (radix), batang (ligna), daun (folia), bunga (fructus), biji (semen), tanaman (herb) (Wijayakusuma 2000). Hutan tropika Indonesia ditumbuhi sekitar 30.000 spesies tumbuhan berbunga dan diperkirakan sekitar 3.689 spesies di antaranya merupakan tumbuhan obat (Endjo & Hernami 2004). Salah satu tanaman obat yang merupakan tanaman asli Indonesia dan dapat dimanfaatkan adalah purwoceng. Darwati dan Roostika (2006)

Purwoceng (Pimpinella alpina) merupakan tanaman obat asli Indonesia endemik di dataran tinggi. Habitat alami purwoceng berada pada ketinggian 1.800 – 3.500 m dari permukaan laut (Heyne 1987). Akar tanaman herbal ini dilaporkan berkhasiat sebagai obat afrodisiak (meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi), obat diuretik (melancarkan saluran air seni), dan sebagai minuman tonik untuk meningkatkan stamina tubuh (Ajijah et al. 2010). Menurut Nasihun (2009) ekstrak akar purwoceng sebanyak 50 mg mampu memperbaiki kinerja reproduksi tikus jantan yaitu meningkatkan kadar hormon Luteinizing Hormone (LH) dan testosteron pada tikus Sprague Dawley. Pada penelitian ini ekstrak akar purwoceng diberikan pada tikus bunting untuk melihat pengaruhnya terhadap bobot badan anak tikus jantan dan betina. Dasar pemikiran penelitian ini adalah ekstrak akar purwoceng (EAP) yang bersifat androgenik akan menyebabkan terjadinya peningkatan anabolisme.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bobot badan anak tikus yang dilahirkan dari induk yang diberi purwoceng pada usia kebuntingan yang berbeda yaitu pada usia kebuntingan hari 1 – 13 dan usia kebuntingan hari 13 – 21.

Manfaat

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Purwoceng

Purwoceng yang memiliki nama latin Pimpinella alpina diklasifikasikan dalam famili Umbelliferae. Famili Umbelliferae umumnya berupa terna yaitu tumbuhan yang berbatang lunak karena tidak membentuk kayu. Tumbuhan ini berukuran kecil dan merambat di tanah, daunnya tunggal atau majemuk tanpa daun penumpu. Purwoceng mempunyai bunga tersusun sebagai bunga payung, aktimorf, dan berbilangan 4 atau 5. Kelopak bunga dari purwoceng mempunyai ukuran kecil, daun mahkota bebas, dan benang sari dalam satu lingkaran berhadapan dengan daun-daun kelopaknya. Bakal buah purwoceng berumah dua dan tiap rumah terdiri dari satu atau dua bakal biji yang kebanyakan hanya mempunyai satu integumen (Tjitrosoepomo 1994). Seluruh bagian tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional, terutama akar. Purwoceng banyak tumbuh secara liar di kawasan Dieng pada ketinggian 2.000 − 3.000 mdpl. Potensi tanaman purwoceng cukup besar, tetapi masih terkendala oleh langkanya penyediaan benih dan keterbatasan lahan yang sesuai untuk tanaman tersebut (Yuhono 2004).

Khasiat Purwoceng

Purwoceng mengandung sterol, furanokumarin bergapten, isobergapten, dan sphondin. Senyawa-senyawa aktif itu banyak terdapat di batang dan akar. Senyawa sterol akan dikonversi menjadi testosteron di dalam tubuh (Ajijah et al. 2010). Sedangkan senyawa aktif lain merangsang susunan saraf pusat untuk memproduksi Luteinizing Hormone (LH). Banyak orang sudah membuktikan khasiat purwoceng sebagai obat penghilang sakit, penurun panas, anti fungi, dan anti bakteri (Ajijah et al. 2010). Menurut Balitro (2011) uji fitokimia pada purwoceng yang dipakai dalam penelitian ini didapatkan zat-zat antara lain alkaloid, tanin, flavonoid, triterfenoid, steroid dan glikosida, dengan kandungan alkaloid positif kuat (+++) flavonoid positif kuat (+++) dan steroid positif lemah (+).

Tikus Putih

Menurut (Inglis 1980), tikus putih merupakan strain albino dari Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau persilangan. Tikus putih (Rattus norvegicus) terutama galur

Sprague−Dawley (SD) merupakan jenis tikus yang banyak digunakan dalam penelitian reproduksi. Galur Sprague−Dawley memiliki pertumbuhan yang cepat, temperamen baik, kemampuan laktasi yang tinggi (Baker et al. 1980). Menurut Malole dan Pramono (1989), tikus putih memiliki sifat-sifat yang khas yaitu ukuran tubuhnya kecil sehingga memudahkan penanganan dan pemeliharaan, mudah berkembang biak, jumlah anaknya cukup banyak dan siklus reproduksinya cepat.

(13)

3 kebuntingan tikus 21 – 23 hari dengan jumlah anak rata-rata 6 – 12 ekor setiap kelahiran, bobot lahir 5 − 6 g dengan kondisi tubuh tidak berambut, mata dan telinga tertutup, tidak mempunyai gigi dan tikus sangat aktif. Pada saat umur 2 hari, tubuh berwarna kemerah-merahan, kemudian pada hari ke-4 rambut mulai terlihat. Setelah berumur 10 hari tubuh sudah tertutup rambut, pada saat umur 13 hari mata dan telinga terbuka. Bobot badan tikus betina dewasa sekitar 250 – 300 g dan bobot badan tikus jantan dewasa 450 – 520 g, mulai dikawinkan umur 65 – 110 hari untuk jantan dan betina. Tikus yang baru lahir memiliki bobot lahir antara 5 – 6 g (Harkness dan Wagner 1989).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2015. Pemeliharaan tikus untuk penelitian ini dilakukan Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) dan Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah 20 ekor tikus putih betina dan 20 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley

yang sudah diberi ekstrak akar purwoceng (EAP), NaCl fisiologis 0,9%, etanol 70%, pakan tikus, sekam padi, dan ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina). Alat yang digunakan pada penelitian adalah timbangan digital, kamera digital, penggaris, oven, object glass, cotton bud, tissue, kandang tikus, rangkaian kawat kasa penutup kandang, botol minum, sonde lambung tikus, spoit 1 ml, kain lap, dan wadah pakan tikus.

Persiapan Penelitiaan

Persiapan Ekstrak Purwoceng

(14)

4

agar zat pelarut terpisah dengan menggunakan rotary evaporator (rotavapor) Buchi dengan suhu 48˚C dan kecepatan putaran per menit (rpm) sebesar 60 rpm, selanjutnya ekstrak kental didapat dengan menggunakan alat oven selama 48 jam pada suhu 45 ˚C. Ekstrak kental disimpan di dalam botol kaca steril dan dilarutkan kembali dengan akuades sesuai dosis saat perlakuan terhadap hewan coba. Jumlah ekstrak kental yang didapatkan dari 350 g simplisia adalah sejumlah 95 g. Ekstrak kental ini kemudian dibuat dalam larutan stok sebesar 5% yaitu 5 g dalam 100 cc akuades.

Persiapan Hewan

Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley sebanyak 20 ekor betina dan 20 ekor jantan. Tikus dipelihara dalam wadah plastik berukuran 30 cm x 20 cm x 20 cm dengan kawat sebagai penutupnya serta disediakan botol tempat tikus untuk minum. Pada setiap kandang diberikan sekam kayu sebagai alas yang berdiameter 2 cm. Pegantian sekam dan pencucian kandang dilakukan sebanyak satu kali dalam seminggu. Periode aklimatisasi ini dilakukan selama 3 minggu dan dilakukan pemeriksaan total tinja tikus setiap minggu secara natif. Setelah masa adaptasi, tikus betina dan jantan ditempatkan pada kandang percobaan untuk dikawinkan dengan ratio 1:1. Tikus betina dicek kebuntingan dengan memeriksa dengan swab pada vagina dan dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Tikus dinyatakan bunting apabila telah ditemukan spermatozoa dan tikus diindikasikan telah bunting minggu ke 1. Tikus bunting ditempatkan pada kandang terpisah, kandang berlabel A yaitu kandang kontrol dan kandang berlabel B adalah kandang perlakuan untuk pemberian 13 ‒ 21 hari kebuntingan. Kelompok purwoceng yang lain yaitu kelompok yang diberikan perlakuan pada usia 1 ‒ 13 hari merupakan data sekunder.

Pelaksanaan Penelitiaan

Pemberian Ekstrak Purwoceng

Penentuan dosis ekstrak purwoceng pada tikus didasarkan pada sebelumnya (Nasihun 2009) yaitu sebesar 25 mg/ml untuk bobot badan tikus sebesar 300 g atau 83.25 mg/kg bobot badan. Penelitian ini menggunakan larutan stok yang mengandung 50 mg/ml ekstrak purwoceng sehingga jumlah ekstrak purwoceng yang dicekokan pada tikus yang memiliki bobot 300 g adalah sebanyak 0.5 ml. Pemberian perwoceng dilakukan pada induk bunting dari dua umur kebuntingan yang berbeda, yaitu pada hari kebuntingan ke 1 – 13 dan pada hari ke 13 – 21.

Pemeliharaan Tikus Bunting

(15)

5 Pengukuran Bobot Badan Anak Tikus

Bobot badan anak tikus diukur pada minggu pertama kelahiran, selanjutnya dihitung setiap satu minggu sekali selama 9 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui bobot badan lahir anak tikus (minggu 1), bobot badan lepas sapih (minggu 3), bobot awal pubertas (minggu 7) dan bobot badan setelah dewasa (minggu 9).

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukan rataan bobot badan anak tikus yang diberi perlakuan ekstrak akar purwoceng pada usia kebuntingan hari ke 1 – 13 dan hari ke 13 – 21, bobot badan tersebut mengambarkan bobot badan pada minggu ke 1, 2, 3, 7, dan 9. Bobot badan yang dihitung yaitu anak tikus betina dan jantan dari kelompok purwoceng dan kelompok kontrol. Tikus mengalami masa kebuntingan 1 – 21 hari (Smith dan Mangkoewidjojo 1988), dengan masa pra plasentasi atau organogenesis saat umur 7 – 17 hari (Theiler 1989).

Tikus bunting mengalamimasa plasentasi pada umur 13 hari diikuti masa perkembangan fetus sampai dengan lahir (Baker et al. 1980). Tikus menyusui pada induk sampai dengan usia lepas sapih pada hari ke 21 (usia 3 minggu), dan mengalami masa pubertas (dewasa kelamin) pada hari ke 50 ‒ 60 atau usai 7 minggu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Data penelitian yang disajikan pada Tabel 1 untuk melihat bobot badan lahir anak tikus (minggu 1), bobot badan lepas sapih (minggu 3), bobot awal pubertas (minggu 7) dan bobot badan setelah dewasa (minggu 9).

Tabel 1 Rataan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari ke 1 – 13 dan 13 – 21

Kontrol 6.34±0.32 10.89±1.05 13.78±1.48a 44.56±11.73a 82.89±8.04a Purwoceng 6.51±0.48 12.42±2.10 22.50±3.37b 68.39±7.62b 93.67±11.83b

Jantan Bobot Badan (g)

Kontrol 5.63±0.62 10.56±0.88 13.06±0.9a 36.06±3.47a 64.33±16.98a Purwoceng 6.34±0.41 12.42±1.55 27.78±3.94b 63.56±7.50b 81.89±11.49b

Perlakuan Purwoceng 6.56±0.53 14.89±1.76 22.56±1.81b 64.56±2.19b 93.22±3.56b

Jantan Bobot Badan (g)

Kontrol 6.22±0.44 10.78±0.83 13.56±1.01a 40.89±1.27a 71.78±1.39a Purwoceng 6.44±0.53 11.78±0.97 17.78±1.39b 53.22±1.48b 77.44±2.13b Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P < 0.05) berdasarkan uji SAS.

(17)

7 anak tikus usia kebuntingan 13 − 21 hari ( Tabel 1). Peningkatan bobot badan mingguan anak tikus ini terjadi pada jenis kelamin jantan dan betina. Peningkatan persentase bobot badan mingguan ( minggu ke 2) anak tikus betina pada kelompok purwoceng 90.78% dan pada kelompok kontrol sebesar 71.63%. Peningkatan bobot badan mingguan anak tikus jantan untuk kelompok purwoceng sebesar 95.80% dan kelompok kontrol 87.38%. Peningkatan bobot badan mingguan ini terus berlanjut sampai dengan akhir pengamatan yaitu pada minggu 9. Peningkatan bobot badan ini diduga ada peran EAP pada saat embrio terbentuk, ekstrak akar purwoceng dapat menciptakan lingkungan endometrium yang sesuai untuk perkembangan embrio lebih lanjut yaitu, dengan meningkatkan efektivitas kelenjar dan sekresi susu uterus untuk memberi nutrisi pada embrio. Isoflavon dalam EAP bersifat estrogenik sehingga dapat berikatan pada reseptor estrogen endogen dan membantu kerja estrogen. Estrogen akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu uterus pada endometrium yang merupakan tempat terjadinya implantasi. Perkembangan kelenjar susu uterus sampai menghasilkan air susu uterus berada dalam pengaruh estrogen dan progesteron (Wodzicka-Tomaszewska et al. 1991). Pemberian EAP pada masa praplasentasi (1 ‒ 13 hari) menyebabkan jumlah fitoestrogen dalam tubuh melimpah dan fitoestrogen tersebut dapat berikatan dengan reseptor estrogen endogen yang menstimulasi pembentukan kelenjar susu uterus induk lebih berkembang karena terjadi proses proliferasi. Perkembangan bobot badan anak tikus dipengaruhi oleh peningkatan hormon estrogen yang terkandung dalam EAP. Estrogen dalam tubuh dapat berfungsi untuk menambah proliferasi sel dan meningkatkan penimbunan lemak sehingga estrogen dapat menyebabkan terjadinya kenaikan bobot badan (Fernandez et al., 2006). EAP diduga mempengaruhi aktivitas metabolik androgen. Menurut Turner dan Bagnara (1988), metabolik androgen adalah peningkatan aktivitas anabolisme protein, sehingga peningkatan kuantitas androgen pada tingkat tertentu menyebabkan pertambahan bobot badan. Bobot badan anak tikus semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Bobot badan anak tikus kelompok Purwoceng lebih tinggi dibandingkan dengan bobot badan tikus kontrol pada pemberian purwoceng di usia 1 − 13 dan 13 − 21 hari kebuntingan, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Namun persentase peningkatan bobot badan ini semakin menurun dengan bertambahnya usia.

(18)

8

Gambar 3 Grafik rataan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari ke 13 – 21 Persentase peningkatan bobot badan mingguan pada kelompok kontrol dan purwoceng cenderung menurun sejak minggu ke 3 sampai dengan minggu ke 9 (Tabel 2). Penurunan ini terjadi pada anak jantan dan betina yang dilahirkan dari induk yang mendapatkan purwoceng usia 1 – 13 hari kebuntingan dan usia 13 – 21 hari kebuntingan (Tabel 1).

Tabel 2 Persentase peningkatan bobot badan anak tikus usia kebuntigan hari ke 1 − 13 dan 13 − 21 hari

Perlakuan hari 1 – 13

Persentase peningkatan bobot badan pada minggu ke -

1-2 2-3 4-7 8-9

Betina

Persentase Bobot Badan

Kontrol 71.63% 26.53% a 55.85% a 43.02% a Purwoceng 90.78% 81.13% b 50.99% b 18.48% b

Jantan

Persentase Bobot Badan

Kontrol 87.38% 23.68% a 44.04% a 39.21% a Purwoceng 95.80% 74.42% b 48.33% b 14.42% b

Perlakuan hari 13 – 21

Betina

Persentase Bobot Badan

Kontrol 90.00% 49.47% a 43.66% a 48.72% Purwoceng 127.12% 51.49% b 46.55% b 22.20%

Jantan

Persentase Bobot Badan

Kontrol 73.21% 25.77% a 50.41% a 37.77% a Purwoceng 82.76% 50.94% b 49.84% b 22.76% b

Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05) berdasarkan uji SAS.

(19)

9 kelompok purwoceng yang diberikan pada usia 1 − 13 hari kebuntingan berturut-turut adalah 81.13%, 50.99% dan 18.48%, sedangkan pada anak tikus jantan kontrol usia 3, 7 dan 9 hari adalah 23.68%, 44.04% dan 39.21%, dan untuk anak tikus jantan untuk kelompok purwoceng yang diberikan pada usia kebuntingan yang sama adalah 74.42%, 48.33% dan 14.42%. Penurunan persentase bobot badan yang terjadi pada minggu ke 3 karena pada minggu ke 3 ini adalah masa lepas sapih. Anak tikus sudah tidak mendapatkan asupan air susu dari induk yang sudah tidak terekspos purwoceng. Pada minggu 7 dan 9 anak tikus sudah efektif dalam meningkatkan bobot badan anak tikus, daripada pemberian ekstrak purwoceng pada kebuntingan hari ke 13 − 21.

Saran

Penelitian lebih lanjut terhadap jumlah dosis pemberian ekstrak akar purwoceng. Hal tersebut dapat menjadi informasi pembanding terhadap penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ajijah N, Darwati I, Yudiwanti, Roostika I. 2010. Pengaruh suhu inkubasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio somatik purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.). J Litri 16: 56-9.

Baker DEJ, Lindsey JR, Weisborth SH. 1980. The Laboratory Rat: Research Application Volume 2. London: Academic Press Inc.

[Balittro] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2011. Hasil uji fitokimia dari akar purwoceng. Bogor: Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

Darwati I, Roostika I. 2006. Status Penelitian Purwoceng (Pimpinella alpina

Molk.) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah 12(1):9-15.

(20)

10

Hrapkiewicz K, Medina L. 1998. Cinical Laboratory Animal Medicine: An Introduction. Iowa State University Pr: State Avenue.

Inglis JK. 1980. Introduction to Laboratory Animal Science and Technology. USA : Pergamen Press.

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Nasihun T. 2009. Effect of purwoceng (Pimpinella alpine) extract in simulating testosterone, Luteinizing hormone (LH) and Follicle Stimulating Hormone (FSH) in Sprague Dawley male rats. J Sains Medika. 1 (1):53-62

Smith JB & Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta : UI Press. Steel RD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Sumantri B,

penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:

Principles and Proceduresof Statistics.

Theiler K. 1989. The house mouse atlas of embryonic development. Springer-Verlag New York Inc.

Tjitrosoepomo G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta: UGM Pr.

Turner CD, Bagnara JT. 1988. Endokrinologi Umum. Ed ke-6. Surabaya: Unair Pr.

Yuhono JT. 2004. Usaha tani purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.), potensi, peluang, dan masalah pengembangannya. Bul. Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 15(1):25-32.

Wijayakusuma, HMH 2000. Potensi Tumbuhan Obat Asli Indonesia Sebagai Produk Kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi.

(21)

11 LAMPIRAN

Analisis pengukuran bobot badan anak tikus betina usia kebuntingan hari ke 1 − 13

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 0.164444 Number of Means 2 Critical Range .4052

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 6.5111 9 Purwocen A

A 6.3444 9 Kontrol

The SAS System 4 The GLM Procedure

Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev 1 18 6.42777778 0.40264647

The SAS System 47 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 2.762778 Number of Means 2 Critical Range 1.661

(22)

12

A 12.4222 9 Purwocen A

A 10.8889 9 Kontrol

The SAS System 48 The GLM Procedure

Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev 14 18 11.6555556 1.79516416

The SAS System 15 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 6.784722 Number of Means 2 Critical Range 2.603

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 22.500 9 Purwocen B 13.778 9 Kontrol

The SAS System 16 The GLM Procedure

Analisis pengukuran bobot badan anak tikus jantan usia kebuntingan hari ke 1 − 13

The SAS System 27 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

(23)

13

Number of Means 2 Critical Range .5266

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 6.3444 9 Purwocen B 5.6333 9 Kontrol

The SAS System 28 The GLM Procedure

Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev 1 18 5.98888889 0.62862023 The SAS System 31

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 1.596111 Number of Means 2 Critical Range 1.263

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 12.4222 9 Purwocen B 10.5556 9 Kontrol

The SAS System 32 The GLM Procedure

Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev 14 18 11.4888889 1.55710474

(24)

14

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 7.951389

Number of Means 2 Critical Range 2.818

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 21.667 9 Purwocen B 13.056 9 Kontrol

The SAS System 36 The GLM Procedure

Analisis pengukuran bobot badan anak tikus betina usia kebuntingan hari ke 13 − 21

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 0.402778 Number of Means 2 Critical Range .6342

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 6.5556 9 Purwocen B 5.5556 9 Kontrol

(25)

15

Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev 1 18 6.05555556 0.80236578 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 1.819444

Number of Means 2 Critical Range 1.348

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 14.8889 9 Purwocen B 10.5556 9 Kontrol

The SAS System 56 The GLM Procedure

Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev 14 18 12.7222222 2.58515116

The SAS System 59 The GLM Procedur

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 2.736111 Number of Means 2 Critical Range 1.653

(26)

16

Duncan Grouping Mean N perlakuan A 22.5556 9 Purwocen

B 15.7778 9 Kontrol

The SAS System 60 The GLM Procedure

Analisis pengukuran bobot badan anak tikus jantan usia kebuntingan hari ke 13 − 21

The SAS System 71 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 0.236111 Number of Means 2 Critical Range .4856

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 6.4444 9 Purwocen A

A 6.2222 9 Kontrol

The SAS System 72 The GLM Procedure

Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev 1 18 6.33333333 0.48507125 The SAS System 75

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

(27)

17 experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 0.819444 Number of Means 2 Critical Range .9046

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 11.7778 9 Purwocen B 10.7778 9 Kontrol

The SAS System 76 The GLM Procedure

Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev 14 18 11.2777778 1.01781517

The SAS System 79 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 1.486111 Number of Means 2 Critical Range 1.218

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1. Bagan penelitian
Tabel 1 Rataan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari ke 1 – 13 dan 13 – 21
Gambar 2 Grafik rataan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari ke 1 – 13
Gambar 3 Grafik rataan bobot badan anak tikus usia kebuntingan hari ke 13 – 21

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas, penulis selaku kepala sekolah melakukan terobosan untuk menyikapi sekaligus memperbaiki pola-pola pemikiran yang salah dengan memberikan

Sasaran lain dari penelitian ini adalah menguji pengaruh antara privasi kepercayaan, keamanan, serta pengalaman.Kepercayaan dan resiko menjadi konsep dalam penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kedisiplinan melalui pemberian reward pada anak kelompok A di TK Bakti IV, nilai ketuntasan pada prasiklus 55 yang tuntas 4 anak

Cara untuk menentukan seberapa layak seorang mahasiswa untuk direkomendasiakn mendapatkan beasiswa salah satunya dapat menggunakan metode fuzzy query database dengan

Keabsahan Data siswa kelas V SD Negeri Soneyan 03 mengenai motivasi belajar sangat rendah dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan triangulasi sumber dari peneliti yaitu

Maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah (1) Guru seni musik dapat menggunakan media iringan MIDI dalam proses pembelajaran vokal untuk meningkatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang keamanan makanan jajanan antara sebelum dan sesudah pendidikan dengan media

Untuk saat ini yang menjadi masalah utama pada keluarga Bapak I Dewa Nyoman Kerug pada masalah pendapatan yang tidak mencukupi karena Bapak I Dewa Nyoman Kerug