• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Rantai Pasok Jagung di Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Rantai Pasok Jagung di Jawa Barat"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

AMERINA I FAJAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Rantai Pasok Jagung di Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Petanian Bogor.

Bogor, November 2014

(4)
(5)

oleh RITA NURMALINA dan ANDRIYONO KILAT ADHI.

Jagung saat ini merupakan komoditas strategis yang yang dibutuhkan industri pakan ternak. Permasalahannya tidak semua jagung dalam negeri memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan pabrikan. Pabrik pakan ternak saat ini kesulitan mendapatkan jagung dalam negeri sehingga pabrik pakan menggunakan jagung impor sebagai bahan baku pakan, data lima tahun terakhir menunjukan kenaikan pada jumlah impor jagung yang signifikan. Dalam pemenuhan kebutuhan jagung nasional , Jawa Barat memiliki andil besar karena pabrik pakan berlokasi di Jawa Barat serta Jawa Barat juga merupakan salah satu penghasil jagung terbesar di Indonesia. Maka, untuk dapat memenuhi kebutuhan pabrik pakan dan menghentikan impor dibutuhkan optimalisasi rantai pasok pemasaran jagung. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN), menganalisis kinerja rantai pasok jagung di Jawa Barat, dan menganalisis aktivitas nilai tambah yang dilakukan oleh para anggota rantai pasok di Jawa Barat, sehingga hasil dari penelitian dapat dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi optimalisasi rantai pasok jagung di Jawa Barat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat belum berjalan dengan baik. Sasaran pasar memiliki target yang jelas namun terdapat permasalahan dalam optimalisasi sasaran rantai pasok, yaitu petani petani tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai kualitas jagung yang baik. Penerapan manajemen dan jaringan dalam rantai pasok belum berjalan dengan baik,salah satunya dapat dilihat kesepakatan kontraktual antar lembaga pemasaran tanpa perjanjian tertulis. Kesepakatan tidak tertulis menimbulkan kesulitan dalam hal memprediksi jumlah jagung yang harus dijual kepada pabrik sedangkan pabrik memiliki aturan yang harus ditaati. Selain itu, dukungan pemerintah sebelumnya

hanya fokus pada sarana fisik pada subsitem hilir, akibatnya pengawasan pada pemasaran jagung tidak diperhatikan. Sedangkan, pada sumberdaya rantai pasok ditemukan fakta bahwa modal masih menjadi kendala bagi pedagang desa serta koperasi padahal keduanya merupakan anggota yang berhubungan langsung dengan petani. Proses bisnis rantai pasok terkendala karena pada aliran produk jagung dari petani hingga PB belum terintegrasi dengan baik, belum ada siklus yang pasti sehingga waktu pengiriman ataupun kuota yang dikirim tidak bisa diprediksi dengan baik. Aliran informasi pada rantai pasok jagung memiliki kelemahan yaitu informasi ketersediaan jagung tidak terprediksi di tingkat PD dan PPK .Gambaran kondisi rantai pasok ini diharapkan dapat menjadi dasar rekomendasi perbaikan rantai pasok.

(6)
(7)

Supervised by RITA NURMALINA and ANDRIYONO KILAT ADHI.

Nowadays, corn is a strategic commodity needed by animal feed industries. As staple commodities for animal feed, corn has to meet industries requirement in order fulfill industries demand. The production of corn is increasing by 9% in 2010-2012 periods, however the data shows in last five years there are increase in the significant number of import. West Java is one of largest corn produce in Indonesia, furthermore animal feed industries are located in West Java Province. However, feed mills industries are currently difficulty getting corn in the area. The problem has to be solved in order to fulfillment corn feed mill and stop raising of corn import value, so that optimizing supply chain marketing is the answer. The purpose of this study is to analyze the condition of the corn supply chain in West Java using Food Supply Chain Network (FSCN), analyzing the performance of maize supply chain in West Java, and analyze the value-added activities performed by members of the supply chain in West Java, so that it will able to provide recommendations for corn supply chain optimization in West Java.

The result shows that the condition of the corn supply chain marketing in West Java has not been going well . The development goal has problem because the farmers are not supported by the knowledge of products quality that feed mills required. Chain and network management has not been going well since system of transaction doesn’t involve a written agreement, so the members can’t predict the amount of corn should be sold to feed mills. Government support tended to physical facilities without consider marketing sight, so the government had lack on marketing oversight. As well as chain and network management, supply chain resources need improvement hence the fact shows that capital is still an obstacle for village collectors and cooperatives, so they can’t develop many resources because these capital strains, village collectors and cooperative are the channels that give support to farmer directly though. Business process has some strains in product and information flowing. Production flowing has not integrated yet in farmer, village collector, and bazaar collector so delivery time and quota of corn is unpredictable. Information flow has weakness because the corn stock is unpredictable at farmer, village collector, and inter-city collector level. The information given has pictured out corn supply chain in West Java and hopefully could help for supply chain improvements.

In this research , qualitative analysis also supported by supply chain performance measurement through marketing efficiency approach, the result show that supply chain has not yet reach optimum performance it is indicated by more marketing channels have lower value in benefit and cost ratio, the marketing margin and farmer’s share have a good value though. In contrary with qualitative results, value added analysis shows that the most valuable activity achieved by farmers, so that other members should make their activities more efficient to gain more value added.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB

(10)
(11)

AMERINA I FAJAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Rita Nurmalina,MS Ketua

Dr.Ir.Andriyono Kilat Adhi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis

Prof.Dr.Ir.Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir.Dahrul Syah, MSc.Agr

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Mei 2014 ini ialah Analisis Rantai Pasok Jagung di Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Andriyono Kilat Adhi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Suharno, M. Adev selaku Penguji Luar Komisi dan Prof Dr Ir Ratna Winandi, M.Si selaku Penguji dari Program Studi pada Ujian Tesis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sodik selaku Ketua Koperasi Tani Mukti, Bapak H Nandar selaku Direktur dari PT Indra Niaga, Bapa Agus beserta staf Dinas Pertanian Majalengka, dan Bapak Dudung beserta staf Dinas Pertanian Garut, Ibu Poppy beserta staf Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat, Bapak Uung dari PT. Sierad Produce, Bapak Maman dan Kang Cepi dari Kecamatan Cibiuk Garut yang telah membantu selama pengumpulan data. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada rekan-rekan Program Studi Magister Sains Agribisnis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Dan Keterbatasan Penelitian 8

2. TINJAUAN PUSTAKA 9

Gambaran Umum Komoditi 10

Kondisi Jagung Nasional 11

Rantai Pasok 11

Kinerja Rantai Pasok 13

Nilai Tambah 14

Penelitian Terdahulu 15

3. KERANGKA PEMIKIRAN 16

Rantai Pasok 16

Fungsi dan Biaya Pemasaran 18

Saluran Pemasaran 19

Logistik 22

Efisiensi Pemasaran 22

Analisis Marjin Pemasaran Pada Rantai Pasok 23

AnalisisFarmer’s Share Pada Rantai Pasok 24

Analisis Rasio Keuntungan Dan Biaya Pada Rantai Pasok 24

Analisis Nilai Tambah Hayami Pada Rantai Pasok Jagung 24

Kerangka Pemikiran Oprasional 25

4. METODOLOGI PENELITIAN 28

Lokasi Dan Waktu Penelitian 28

Jenis dan Sumber Data 28

Metode Penentuan Responden 28

Metode Pengolahan Data 29

Analisis Jaringan Rantai Pasok Jagung 30

Analisis Kinerja Rantai Pasok 31

Analisis Nilai Tambah 32

5. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 34

(18)

Karakteristik Usaha Tani 39

Budidaya Jagung Dan Pasca Panen Jagung Di Jawa Barat 40

Sarana Produki Pertanian 40

6. RANTAI PASOK JAGUNG DI JAWA BARAT 44

Sasaran Rantai Pasok 44

Struktur Hubungan Rantai Pasok 45

Manajemen Rantai dan Jaringan 51

Sumberdaya Rantai Pasok 55

Proses Bisnis Rantai 56

7.KINERJA RANTAI PASOK 60

Analisis Marjin Pemasaran 60

Analisis Farmer’s Share 62

Rasio Keuntungan dan Biaya 63

8.NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 65

Nilai Tambah Petani 65

Nilai Tambah Pedagang Pengumpul Tingkat Desa 67

Nilai Tambah Koperasi 68

Nilai Tambah Pedagang Pengumpul Kecamatan 70

Nilai Tambah Pedagang Besar 72

Analisis Distribusi Nilai Tambah Anggot Rantai Pasok 73

9.SIMPULAN DAN SARAN 74

Simpulan 74

Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 76

(19)

1. Produksi, Luas Panen, Dan Produktivitas Jagung Di Indonesia 2007-2012 1 2. Produksi, Produktivitas, Dan Luas Panen Jagung Di Jawa Barat 4

3. Jumlah Industrik Pabrik Pakan Menurut Provinsi (2010) 6

4. Produksi, Luas Panen, Dan Produktivitas Kabupaten- Kabupaten Di Jawa Barat 7 5. Persyaratan Kuantitatif Jagung Sesuai Standar Nasional Indonesia 10

6. Tabel Analisis Nilai Tambah Hayami 33

7. Jumlah Tenaga Kerja Jawa Barat Tahun (2011) 29

8. Jumlah Tenaga Kerja Di Garut 36

9. Jumlah Tenaga Kerja Di Majalengka 38

10. Karakteristik Petani Jawa Barat 38

11. Karakteirsitk Usahatani Petani Jawa Barat 40

12. Alat Dan Waktu Yang Diperlukan Untuk Budidaya Jagung 42

13. Biaya Pemasaran 60

14. MarjinPemasaran Saluran Pemasaran Jagung di Jawa Barat 61 15.Farmer Share Saluran Pemasaran Jagung di Jawa Barat 62

16.Analisis Biaya dan Keuntungan 63

17. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Petani 65

18. Perhitungan Nilai Tambah Pedagang Pengumpul Desa 68

19. Perhitungan Nilai Tambah Koperasi 69

20. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Pedagang Pengumpul Kecamatan 71 21. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Pedagang Besar Kabupaten 72

22. Analisis Distribusi Nilai Tambah 74

DAFTAR GAMBAR

1. Grafik Kenaikan Impor Jagung Indonesia ( 2007-2012) 2

2. Jagung Tanaman Pangan (Zeamays Indentata) 9

3. Skema Rantai Pasok 12

4. Kerangka Analisis Rantai Pasok Berdasarkan FSCN 17

5. Pemasaran Produk Non Pertanian (A) Dan Produk Pertanian (B) 20

6. Saluran Pemasaran Industri 22

7. Kurva MarjinPemasaran 24

8. Kerangka Pemikiran Analisis Rantai Pasok Jagung di Provinsi Jawa Barat 28

9. Kerangka Rantai Pasok Van der Vorst 30

10. Peta Wilayah Jawa Barat 34

11. Peta Wilayah Garut 36

12. Peta Wilayah Kabupaten Majalengka 37

13. Jagung di Lahan Kering 42

14.Benih Jagung Hibrida P21 42

15. Urea, Phonska/NPK, dan TSP 42

16. Persiapan Panen Jagung 43

(20)

19. Silo, Dryer, Dan Corn Sheller 56

20. Aliran Produk Rantai Pasok 58

21. Aliran Finansial Rantai Pasok 59

22.Aliran Informasi Rantai Pasok

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rincian Input Tenaga Kerja Petani di Provinsi Jawa Barat 79 2. Rincian Input Tenaga Kerja dan Sumbangan Input Lain

Pada Pedagang Pengumpul Desa 79

3. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain

Pedagang Pengumpul Kecamatan 80

4. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain

(21)

1.PENDAHULUAN Latar Belakang

Di Indonesia, jagung saat ini merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan untuk banyak industry.Selain untuk pakan ternak, jagung banyak dibutuhkan untuk industri makanan, baik untuk olahan jagung maupun untuk bahan pelengkap makanan. Selain itu, jagung juga mempunyai peranan penting terhadap perekonomian nasional dan telah menempatkan jagung sebagai kontributor Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tanaman pangan serealia, oleh karena itulah dapat dipahami kebutuhan akan jagung sangatlah tinggi (Dirjen Tanaman Pangan, 2012). Angka produksi jagung sendiri setiap tahunnya memiliki kecenderungan naik diiringi angka produktivtias yang juga terus meningkat. Pada Tabel 1 dapat dilihat tingkat produksi jagung dari tahun 2007 yang hanya 13.287.527 ton meningkat setiap tahun hingga tahun 2012 yaitu 18.838.529 ton, sedangkan produktivtias sendiri telah naik pada tahun 2007 dengan nilai 3.66 ton/ha menjadi 4.84 ton/ha pada tahun 2012.

Tabel 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung di Indonesia 2007-2012 Tahun Produksi Pertumbuhan Luas Panen Produktivitas Pertumbuhan

( Ton) Produksi (%) ( hektar) ( Ton/Ha) Produktivtias(%)

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Berdasarkan Tabel 1 juga diketahui bahwa dari tahun 2007 hingga 2012 peningkatan angka produksi jagung rata-rata setiap tahun adalah sebesar 7.5%, peningkatan laju produksi jagung dalam negeri ini dipengaruhi oleh tingginya permintaan pakan ternak, hal ini didukung oleh pendapat Haryono (2012) bahwa proporsi penggunaan jagung untuk pakan terhadap total kebutuhan jagung mencapai 83% dan Tangenjaya et al(2002) bahwa komposisi pakan yang berasal dari jagung, adalah untuk ayam pedaging 54% dan ayam petelur 47,14%. Kenaikan angka produksi tersebut harusnya dapat memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri sehingga dapat menahan laju impor jagung, namun kenyataannya data lima tahun terakhir menunjukan kenaikan pada jumlah impor yang signifikan.Pada Gambar 1 terlihat grafik impor jagung meningkat signifikan dari tahun 2009 hingga tahun 2012, pada tahun 2009 impor jagung berjumlah 338.778 ton hingga tahun 2011 mencapai 3.207.657 ton yang meningkat sebesar 846.77%, sementara dari gambar 2 yaitu gambar kebutuhan total pakan ternak Indonesia, dapat disimpulkan bahwa dalam rentang 2010 hingga 2012 impor juga mensuplai rata-rata 17.6% dari total kebutuhan pakan ternak.

(22)

per tahun, dimana angka ini berada diatas rata-rata kenaikan produksi jagung. Apabila angka produksi jagung nasional masih berada dibawah angka kebutuhan pabrik pakan, maka kebutuhan jagung nasional akan bergantung pada impor luar negeri sehingga imbasnya dapat mempengaruhi devisa negara. Menurut data yang didapat dari GPMT (2005) impor jagung terbesar datang dari India dengan total impor 1,1 juta ton dengan nilai US$ 319 juta, dilanjutkan oleh Argentina dengan total impor jagung ke Indonesia sebesar 286,3 ribu ton dengan nilai US$ 89 juta, Pakistan sebesar 146,2 ribu ton dengan nilai US$ 46 juta, Brazil sebanyak 74,4 ribu ton dengan nilai US$ 23 juta, dan Amerika Serikat sebanyak 44,2 ribu ton dengan nilai US$ 15,8 juta..

Gambar 1. Grafik Kenaikan Impor Jagung Indonesia (2007-2012) Sumber : BPS 2013

Ketersediaan jagung memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak saat ini dipengaruhi oleh harga jagung dimana jagung yang dipakai untuk pakan ternak harus diimpor padahal jagung memakan biaya hampir 70% dari ongkos produksi pakan ternak, sehingga dengan kondisi seperti itu akan memberatkan peternak-peternak kecil maka dampaknya akan dirasakan yaitu harga daging ayam dan telur meningkat. Permasalahannya tidak semua jagung dalam negeri memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan pabrikan, terutama kandungan alfatoksin yang tinggi pada jagung dalam negeri ini(Subhana, 2005). Selain itu juga kadar air jagung dalam negeri tidak memenuhi syarat produksi untuk bahan baku pakan ternak dimana jagung dalam negeri airnya tinggi dan sistem penyimpananannya kurang baik sehingga jagung dalam negeri memiliki jamur dan tidak bisa disimpan dalam jangka waktu yang dibutuhkan oleh pabrik (Subijato, 2004).

701.953

264.665

338.798

1.527.516

3.207.657

1.500.000

2007 2008 2009 2010 2011 2012

(23)

Gambar 2 Kebutuhan Jagung Untuk Pakan Ternak Indonesia 2010-2013

Sumber : Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (2013)

Suplai jagung nasional berasal dari produksi jagung di wilayah Pulau Jawa dengan persentase hampir 60 % dari total produksi nasional (BPS, 2013), tingkat presentasi yang besar diakibatkan oleh sarana produksi dan infrastruktur yang lengkap, juga terdapat industri-industri penyerap jagung di Pulau Jawa. Penanaman jagung di Pulau Jawa sudah lama diusahakan oleh petani, pada awalnya jagung di Pulau Jawa merupakan komoditas pengganti kedelai yang harganya jatuh bertahun-tahun yang lalu dan akhirnya saat ini jagung menjadi salah satu komoditas wajib yang ditanam selain padi. Keberlanjutan penanaman jagung di Pulau Jawa dikarenakan kemudahan didalam perawatan disbanding komoditas lainnya. Meskipun begitu, petani jagung di Pulau Jawa memiliki keterbatasan didalam pengetahuan sehingga mereka masih belum mengerti pentingnya suplai yang terus berlanjut. Hal inilah yang menjadi kaitan penting antara kebutuhan suplai jagung dalam negeri dan permasalahan yang dihadapi petani.

(24)

infrastruktur yang baik dan terjangkau oleh berbagai macam pihak, mudahnya petani mendapatkan informasi mengenai komoditas jagung, dan akses terhadap industri penyerap jagung berkapasitas besar yang berada di Jawa Barat.

Tabel 2. Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Jagung di Jawa Barat

Tahun Produksi Luas Panen Produktivitas

(Ton) (Ha) (Ton/Ha)

Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat (2013)

Produksi jagung di Jawa Barat terpusat di Bandung Barat, Sumedang, Garut, Majalengka, dan Tasik (Diperta Jabar, 2013), dari survey awal didapatkan informasi bahwa pengusahaan jagung di Jawa Barat memiliki beberapa permasalahan, diantaranya yaitu hasil produksi jagung tidak dapat diterima oleh pabrik penyerap jagung dengan alas an pabrik pakanternak memiliki standar mutu kadar air dan tingkat aflatoksin yang rendah dan pabrik pakan ternak juga menerapkan standar kuantitas besar yang berkelanjutan sementara produksi jagung di Jawa Barat hanya satu tahun dua kali. Permasalahan tersebut menyebabkan pengusaha jagung kesulitan memasarkan jagungnya padahal pabrik pakan ternak juga kesulitan mendapatkan jagung, padahal menurut Simamora (2006) keberhasilan dalam memperebutkan pasar yang sama sangat tergantung dari besarnya nilai kepuasan yang diberikan kepada konsumen. Saat ini,konsep pemasaran berorientasi pada persaingan, dimana pengusaha berpikir untuk memperoleh persaingan yang lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya dalam melayani konsumen yang tidak hanya menekankan untuk melayani konsumen sebaik-baiknya, namun harus pula berusaha untuk tampil meyakinkan dan memuaskan di mata konsumen dibandingkan dengan pesaing (Gitisudarmo, 2000)

Apabila ingin memasarkan jagung kepada pabrik pakan ternak, maka produsen jagung di Jawa Barat harus dapat bersaing dengan jagung impor. Maka produsen jagung di Jawa Barat haruslah dapat memenuhi syarat yang ditentukan oleh pabrik pakan selaku konsumen jagung. Menurut Morgan et al (2004) daya saing dipengaruhi efektivitas dan efisiensi kinerja rantai pasok, maka dapat disimpulkan bahwa rantai pasok memegang peranan yang penting didalam memenangkan persaingan untuk memasarkan jagung.

Untuk memenangkan persaingan jagung maka diperlukan optimalisasi rantai pasok dan nilai tambah pada lembaga-lembaga pemasaran jagung. Oleh karena itu penelitian mengenai analisis rantai pasok perlu dilakukan.

Rumusan Masalah

(25)

untuk bahan makanan langsung, kini telah berubah menjadi komoditas industri. Hal ini dipicu oleh pemenuhan gizi masyarakat yang berasal dari protein hewani seperti, unggas dan ternak ruminansia. Kebutuhan penenuhan gizi yang berasal dari hewan terus mengalami peningkatan dan mendorong berkembangnya usaha peternakan, meskipun usaha menangkap dari alam bebas masih juga berlangsung. Ternak peliharaan memerlukan pakan buatan yang komponen utamanya adalah jagung. Maka untuk menyediakan gizi yang ber-mutu, perlu digiatkan produksi jagung domestik, sebab ketergantungan pada impor akan semakin rawan dan harga jagung impor juga akan semakin mahal.

Jagung untuk bahan baku pabrik pakan yaitu jagung gigi kuda (Zea Mays Indentata) yang umumnya berwarna kuning. Jagung tersebut ditanam pada lahan sawah atau lahan kering beriklim basah dengan menerapkan teknologi maju. Di Indonesia daerah-daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Pulau Jawa memiliki sentra unggulan produksi jagung, salah satunya adalah Jawa Barat. Jawa Barat merupakan sentra jagung yang paling dekat dengan lokasi konsumen jagung, maka dari itu Jawa Barat sangat mungkin untuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik pakan tersebut.

Dalam pemenuhan kebutuhan jagung pabrik pakan, Jawa Barat sendiri seharusnya memiliki andil besar karena Jawa Barat memiliki kedekatan dengan banyak pabrik pakan yang berada di Provinsi Jawa Barat. Pada Tabel3 terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki empat pabrik pakan ternak yang dapat menampung jagung, belum lagi pabrik pakan yang berbatasan langsung dengan Jawa Barat seperti pabrik pakan di Provinsi Bantern (10 unit), Provinsi DKI Jakarta (4Unit), dan Jawa Tengah (3Unit). Namun, potensi Jagung Jawa Barat saat ini belum bisa memenuhi peluang yang ada.

Berdasarkan jumlah produksi di Jawa Barat pada Tabel 4dapat dilihat bahwa pada produksi tahun 2010 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan pada masing-masing kabupaten sentra produksi jagung di Jawa Barat, namun kenyataannya dibalik peningkatan tersebut terdapat permasalahan didalam pemasaran jagung sehingga pabrik pakan masih kesulitan mendapatkan jagung di daerah Jawa Barat.

Permasalahan yang dihadapi jagung di Jawa Barat berkaitan dengan kegiatan pemasaran yang dilakukan petani, bandar, dan pedagang. Permasalahan permasalahan tersebut timbul karena petani tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai kebutuhan pabrik pakan tentang kualitas jagung yang harus memenuhi syarat yang telah ditentukan yaitu kadar air dibawah 18%, sehingga dampaknya pedagang besar kesulitan dalam memenuhi jumlah pasokan yang telah disepakati antara pedagang besar dan pabrik pakan.

(26)

desa, tapi tidak semua petani dapat menjual jagung kepada koperasi dan koperasi sendiri menerapkan aturan yang ketat untuk petani bila ingin menjadi anggotanya. Padahal, dengan adanya koperasi dapat memperpendek saluran pemasaran sehingga marjin pemasaran antara petani dan konsumen bisa lebih rendah.

Tabel 3. Jumlah Industrik Pabrik Pakan Menurut Provinsi (2010)

Provinsi

Sumber: Kementrian Perdagangan dan Perindustrian (2012)

Kesulitan memenuhi jumlah pasokan, maka pedagang besar menerapkan sistem grading jagung kepada pedagang pengumpul desa, dampakanya pedagang desa berspekulasi mengenai harga sehingga mereka tidak berani membeli jagung di petani dengan harga yang tinggi. Pembentukan koperasi merupakan alternatif untuk menyalurkan jagung langsung kepada konsumen sehingga petani mendapatkan informasi mengenai kualitas yang diinginkan oleh konsumen, namun koperasi yang dibentuk memiliki kelemahan yaitu keterbatasan modal. Walaupun harga pembelian kepada petani lebih tinggi dibandingkan pedagang desa, tapi tidak semua petani dapat menjual jagung kepada koperasi dan koperasi sendiri menerapkan aturan yang ketat untuk petani bila ingin menjadi anggotanya. Padahal, dengan adanya koperasi dapat memperpendek saluran pemasaran sehingga marjin pemasaran antara petani dan konsumen bisa lebih rendah.

Uraian diatas mengindikasikan bahwa rantai pasok jagung di Jawa Barat belum berjalan dengan baik, hal ini tercermin dari spekulasi harga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa. Perlu adanya perbaikan didalam rantai pasok sehingga didalam pelaksanaannya rantai pasok pemasaran lebih optimal dalam menyampaikan produk dari produsen ke konsumen begitu juga dengan konsumen lebih mudah mendapatkan produk dari produsen. Maka diperlukan penelitian rantai pasok dalam pemasaran jagung di Jawa Barat

(27)

antar anggota rantai pasok jagung di Jawa Barat, maka untuk mendapatkan gambaran kondisi rantai pasok dalam pemasaran jagung di Jawa Barat dapat menggunakan analisis sesuai dengan Vorst (2006) karena kerangka tersebut dapat menjelaskan secara rinci mengenai struktur rantai, sasaran rantai, manajemen rantai, sumberdaya rantai, dan proses bisnis rantai. Kondisi rantai pasok di Jawa Barat dapat dianalisis pada penelitian ini dengan menjawab pertanyaan bagaimanakah kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat ?

Tabel 4. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kabupaten- Kabupaten di Jawa Barat

Per Hektar Produksi Luas Panen

Hasil

Sumber : Dinasi Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat (2012)

Penilaian kinerja rantai pasok sangatlah penting untuk dilakukan, karena pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok sehingga akan terlihat sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan didalam pengelolaan rantai pasok tersebut, Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja rantai pasok diperlukan integrasi didalam rantai pasok dengan cara perencanaan bersama (Frohlich & Westbrook 2001), mengurangi biaya pemesanan dengan melakukan outsourcing bahan baku setengah jadi (Scanell et al, 2000), mengurangi waktu siklus dan tingkat persediaan (Stanket al, 1999), serta mengurangi ketidakpastian bisnis (Childerhouse et al, 2003) dengan penggunaan teknologi informasi untuk berbagi informasi antar anggota rantai pasok. Maka, pada penelitian akan dijawab mengenai pertanyaan bagaimanakah kinerja rantai pasok di Jawa Barat?

(28)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis :

1. Menganalisis kondisirantai pasok jagung di Jawa Barat menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN)

2. Menganalisis kinerja rantai pasok jagung di Jawa Barat

3. Menganalisis aktivitas-aktivitas nilai tambah yang dilakukan oleh para anggota rantai pasok di Jawa Barat

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberi rekomendasi kebijakan yang mendukung pengembangan agribisnis jagung untuk meningkatkan kesejahteraan petani jagung di Jawa Barat. Selain itu penelitian diharapkan menjadi rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkati rantai pasok dan nilai tambah komoditas jagung.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan utama penelitian ini adalah dalam melihat performa rantai pasok dan saluran pemasaran tidak sampai pada produk hilir jagung, tetapi dibatasi hanya sampai pada produk jagung pipilan karena disebabkan sulit mengakses data sampai kepada industri selanjutnya. Oleh sebab itu dalam melakukan pengukuran seperti farmer share’s yang seharusnya membandingkan harga yang diterima petani jagung dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir, hanya dapat dibatasi dari harga yang diterima petani jagung dengan harga yang diterima oleh bandar sebagai konsumen antara.

2. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditi

Jenis jagung yang digunakan untuk bahan pangan pokok adalah jagung lokal yang ditanam pada ekosistem lahan kering dengan teknologi tradisional (subsistem), sehingga hasilnya relatif rendah.Jagung lokal termasuk ke dalam tipe jagung mutiara (Zemaysindurata) yang umumnya berwarna putih.

(29)

(SNI) dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif. Persyaratan kualitatif meliputi

1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit.

2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam). 3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida Sedangkan persyaratan lainnya bisa dilihat pada Tabel5 yaitu tabel persyaratan kuantitatif jagung.

Gambar 3. Jagung Tanaman Pangan (Zeamays indentata)

Tabel 5. Persyaratan Kuantitatif Jagung Sesuai Standar Nasional Indonesia

No Komponen

Utama

Persyaratan Mutu (%Maks)

I II III IV

1 Kadar Air 14 14 15 17

2 Butir Rusak 2 4 6 8

3 Butir Pecah 1 4 3 5

4 Butir Warna

Lain

1 3 7 10

5 Kotoran 1 1 2 2

(30)

Kondisi Jagung Nasional

Sebelum tahun 1980, penggunaan jagung di Indonesia hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung. Demikian juga pada tahun 1980, 94% digunakan untuk memenuhi konsumsi langsung, hanya 6% untuk industri pakan, dan belum ada untuk industri pangan. Pada tahun 1990 walaupun penggunaan jagung masih didominasi untuk konsumsi langsung, tetapi penggunaan untuk industri pangan sudah di atas untuk industri pakan.

Orientasi pengembangan jagung ke depan sebaiknya lebih diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan industri pakan dan pangan, mengingat produk kedua industri ini merupakan barang normal (elastis terhadap peningkatan pendapatan), sebaliknya merupakan barang inferior dalam bentuk jagung konsumsi langsung seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat sesuai dengan hasil penelusuran di lapangan, pabrik pakan ternak tidak mau menggunakan produk lokal karena masalah kualitas dan kuantitas dari petani langsung.Sedangkan untuk subsitusi jagung sendiri tidak dimungkinkan.Berbagai upaya untuk menggantikan jagung dengan bahan pakan lain di Indonesia belum berhasil. Kedelai segar, selain mahal juga tidak dapat digunakan langsung sebagai komponen pakan, kecuali dalam bentuk bungkil kedelai yang merupakan hasil sampingan pabrik minyak kedelai dan seluruhnya masih diimpor. Ubikayu, meskipun berlimpah, masih memerlukan pengolahan antara, sebelum digunakan sebagai bahan campuran pakan pabrikan.Gaplek (ubikayu kering) mempunyai kandungan protein rendah, sehingga masih memerlukan tambahan sumber protein agar dapat memenuhi kebutuhan ternak. Sorgum adalah satu-satunya bahan pakan yang mempunyai kandungan gizi hampir sama dengan jagung, namun ketersediaannya di Indonesia sangat terbatas (Tangendjajaet al, 2003).

Kebijakan impor jagung dipilih sebagai cara untuk mengatasi kekurangan dan kontinuitas pasokan jagung gigi kuda (Zea mays indentata) yang digunakan sebagai bahan baku industri. Kasus yang sedang terjadi adalah pemerintah tidak ingin memberatkan industri pakan sebagai pendukung pertumbuhan industri peternakan menanggung biaya produksi yang tinggi sebab hal tersebut akan berakibat pada tingginya harga produk peternakan. Di satu sisi, pemerintah harus tetap memperhatikan petani jagung dalam negeri agar memperoleh pendapatan yang layak dari usaha tani jagung. Impor jagung yang terus meningkat akan berakibat pada rendahnya insentif yang diterima petani jagung, sehingga akan menyebabkan bahaya latent, yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun. Peningkatan impor jagung juga berdampak negatif pada terkurasnya devisa negara dan neraca perdagangan ekspor-impor jagung Indonesia yang semakin defisit. Seiring dengan peningkatan jumlah produksi jagung nasional pemerintah pelan-pelan menutup keran impor untuk bahan baku industri karena pemerintah ingin jagung Indonesia lah yang dipakai untuk kebutuhan produksi pabrik pakan ternak dan industri -industri lainnya.

Rantai Pasok

(31)

konsumen dari mulai tahap pemesanan produk dari suplaier, manufaktur, jasa transportasi dan gudang, retailer, hingga pelanggan. Setiap fungsi atau proses yang ada didalam rantai pasok didukung oleh proses pemasaran, operasional, distribusi, keuangan, dan servis untuk pelanggan. Proses –proses tersebut harus dapat disampaikan dalam kuantitas yang tepat dalam waktu yang tepat, serta lokasi yang tepat, juga dapat meminimalisasi biaya.Rantai pasok juga berarti mengurangi inventori serta memperbaiki kinerja produksi (Challener,1999), selain itu juga rantai pasok harus dapat memberikan nilai tambah kepada pelanggan serta kepada para pemangku kepentingan (Jayaram et al, 2000; Handfield dan Nichols, 2002). Golicic et al (2002) menyatakan bahwa rantai pasok harus dapat menjelaskan hubungan yang mendasar diantara para anggota dalam sebuah organisasi dari mulai transaksi simple hingga transaksi yang sangat kompleks. Dalam rantai pasok juga setiap informasi haruslah jelas untuk dapat mengurangi bullwhip effect yang dapat mempengaruhi kerjasama antar anggota, selain itu juga fungsi rantai pasok adalah perencanaan, monitoring, efisiensi stok, efisiensi waktu dan menghilangkan ketidakpastian, serta meningkatkan kemampuan utilisasi organisasi (Skjøtt-Larsen, 2000). Challener (1999) menjelaskan bahwa untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas dalam sebuah kordinasi maka seluruh sumberdaya dalam rantai pasok harus diintegrasi dengan melibatkan optimisasi rantai pasok, integrasi rantai pasok, kolaborasi organisasi, serta rintangan secara kulturan dan teknologi, sehingga organisasi tersebut dapat responsive terhadap pasar

Austin (1992)dan Brown(1994) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010) menyatakan bahwa manajemen rantai pasok produk pertanian dapat berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena produk pertanian bersifat mudah rusak, proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, dan produk pertanian bersifat kamba sehingga sangat sulit ditangani. Bukan itu saja, menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), struktur hubungan pemain rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manufaktur, pada komoditas pertanian anggota rantai pasok tidak harus mengikuti rantai pasokan seperti manufaktur, syaratnya anggota rantai pasok pertanian dapat melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti yang dilakukan rantai berikutnya. Hal tersebut bisa dilihat dari gambar 3 (Vorst, 2006)terlihat bahwa anggota-anggota rantai pasok bebas untuk menyalurkan informasi, produk, dan finansial ke anggota rantai pasok lainnya

Menurut Vorst (2006) dalam satu waktu, proses paralel, dan berurutan dapat terjadi dalam rantai pasok pertanian sehingga proses bisnis didalam jaringan rantai pasok pertanian akan teridentifikasi lebih dari satu. Sebagai contoh, proses bisnis dari jagung untuk pakan ternak dialirkan dari petani bisa ke berbagai pihak seperti pedagang perantara kemudian diproses untuk dialirkan lagi ke konsumen akhir. Pada proses pengaliran tersebut anggota rantai pasok yang terlibat melakukan proses bisnis sesuai dengan kebutuhan, misalkan pedagang perantara melakukan proses yang berbeda terkait jagung yang dikirimkan untuk industri ternak dan jagung yang akan dikirimkan untuk industri makanan.

(32)

dan evaluasi dan mengetahui dimana posisi suatu organisasi terhadap tujuan yang ingin dicapai serta menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Maka dari itu, untuk mengetahui sejauh mana potensi jagung di Jawa Barat saat ini diperlukan sebuah pengukuran kinerja rantai pasok jagung.

Gambar 3. Skema Rantai Pasok Sumber: Van der Vorst (2006)

Kinerja Rantai Pasok

Menurut Qhoirunisa (2014) keragaan struktur rantai pasok dapat dianalisis secara kualitatif, termasuk dalam menganalisis kinerja atau performance yang dihasilkan. Analisis kinerja rantai pasok secara kualitatif perlu didukung adanya ukuran kinerja yang kuantitatif agar menghasilkan hasil kinerja yang lebih terukur dan objektif. Sebagai proses yang saling terintegrasi antar anggota yang tergabung di dalamnya, pengukuran kinerja rantai pasok perlu menggunakan pendekatan tertentu.Kinerja rantai pasok didefinisikan oleh Christien et al (2006) sebagai titik temu antara konsumen dan pemangku kepenting dimana syarat keduanya telah terpenuhi dengan relevansi atribut indikator kinerja dari waktu ke waktu. Pentingnya kinerja rantai pasok dapat ditemukan didalam hasil penelitian Vinícius Gustavo Trombinb and Rafael Bordonal Kalakic (2013) di Brazil tentang orange juice menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah konsumen dikarenakan distribusi orange juice yang tidak responsive didalam rantai pasok. Orange juice yang tidak dapat memenuhi keinginan konsumen pada waktu, tempat, dan harga akan kehilangan keuntungan lebih besar dibandingkan orange juice yang memiliki rantai pasok dengan kinerja yang efisien.

(33)

perhitungan biaya total rantai pasok terdiri dari penjumlahan harga di tingkat petani, biaya transportasi dan pengemasan, biaya mark-up, serta pemborosan akibat barang usah dan biaya kehilangan dalam transportasi. Penelitian yang dilakukan oleh Beamon (1996) menyatakan bahwa pengukuran kinerja rantai pasok dapat melalui pendekatan biaya, respon konsumen, activity time, dan fleksibilitas. Contoh pengukuran kinerja rantai pasok yang menggunakan pendekatan biaya adalah penelitian Dilana (2013) yang meneliti kakaodengan analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya pada setiap saluran pemasaran dalam struktur rantai pasok biji kakao. Hasil penelitiannya menunjukan marjin pemasaran terendah dan nilai farmer’s share tertinggi yaitu pada saluran ke-4 (petani-pedagang pengumpul tingkat kabupaten-pedagang besar) dengan nilai marjin pemasaran sebesar Rp 929/kg dan nilai farmer’s share sebesar 94.37 persen. Sedangkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar pada saluran ke-3 (petani-pedagang pengumpul tingkat kecamatan-pedagang besar) yaitu sebesar 4.68.

Kebanyakan pengukuran kinerja rantai pasok selalu dikaitkan dengan pengukuran efisiensi rantai pasok organisasi tersebut(Chakravarthy, 1986; Venkatraman dan Ramanujan, 1986; Eccles, 1991; Kaplan dan Norton, 1992; Brown dan Leverick, 1994) dan kebanyakan studi rantai pasok pada agro-industri dipengaruhi banyak teori ekonomi yang berfokus pada kebijakan publik, struktur organisasi, serta daya saing industry padahal rantai pasok lebih fokus kepada efisiensi, efektivitas, operasiona, serta kebutuhan konsumen (Pereira dan Csillag, 2004). Sistem pengukuran rantai pasok haruslah sesuai dengan sistem yang sedang berjalan, bisa jadi satu rantai pasok dan rantai pasok lainnya memiliki perbedaan sistem pengukuran (Beamon, 1996). Penentuan kinerja rantai pasok sendiri dapat diambil berdasarkan evaluasi dan perkembangan rantai pasok, perkembangan prosedur dan model dari rantai pasok, isu-isu terkait yang mempengaruhi rantai pasok, dan juga teknik umum yang telah ditentukan(Beamon, 1996)

Nilai Tambah

(34)

dari output dikurangi nilai antara dan konsumsi fix capital. Menurut USDA (2002) konsep nilai tambah pada pertanian adalah saat sebuah barang mendapatkan perlakukan baik pada saat proses produksi ataupun penyaluran kepada konsumen sehingga dengan aktiftias tersebut konsumen mengeluarkan uang lebih banyak untuk barang yang dibelinya.

Pada penelitian Hayami, Kawagoe, dan Marooka (1985) nilai tambah didalam pemasaran diukur dengan menghitung nilai yang dibuat pada tahap produksi tertentu oleh faktor–faktor produksi, termasuk nilai tangible yang ditambahkan melalui transformasi bahan mentah, tenaga kerja dan barang modal, serta nilai intangible yang ditambahkan melalui modal intelektual (menggunakan aset pengetahuan) dan hubungan pertukaran (yaitu hubungan kerja sama yang dibangun). Pada penelitian Hayami (1985) yang berjudul Agricultural Marketing and Processing in Upland Java perhitungan nilai tambah digunakan untuk mengetahui kontributsi kegiatan pemasaran kedelai didalam produksi kedelai, hasilnya menunjukan bahwa kegiatan pemasaran mampu menyumbang 50% dari pendapatan buruh serta memiliki intensitas hingga 60% dari total pekerjaan yang terdapat pada produksi kedelai.

Menurut Dilana (2013) peningkatan nilai tambah pada produk primer komoditas pertanian menjadi salah satu langkah agar dapat meningkatkan pendapatan petani terutama di wilayah pedasaan. Dalam penciptaan nilai tambah Cowan (2002) mencontohkan bahwa dari tahun 1910 hingga 1990, kondisi farmer’s share di Amerika Serikat terhadap produk domestik bruto (PDB) sistem pangan keseluruhan turun dari 21 persen menjadi lima persen, sementara sumbangan input pertanian dan subsektor distribusi meningkat dari 13 persen menjadi 30 persen. Hal ini menunjukkan adanya peran penciptaan nilai tambah produk pertanian pada strategi pembangunan ekonomi pedesaan di masa depan. Contoh tersebut merupakan kesempatan bagi produsen untuk menciptakan nilai tambah dan mengambil keuntungan dari komoditasnya untuk diproses secara lokal. Dengan begitu diharapkan peningkatan nilai tambah akan memberikan keuntugnan bagi petani, usaha pedesaan, dan masyaratak pedesaan. Selain itu, dengan bukti yang diutarakan Cowan maka penciptaan nilai tambah dipercaya akan mampu meningkatkan peerekonomian karena penciptaan nilai tambah artinya penyerapan tenaga kerja yang baru dan pada ujungnya diharapkan akan meningkatkan perekonomian di tempat tersebut.

(35)

3. KERANGKA PEMIKIRAN Rantai Pasok

Baatz (1995) menyatakan bahwa secara konseptual rantai pasok merupakan keseluruhan proses dari bahan mentah mulai diproduksi hingga menjadi produk yang habis masa pakainya. Golicicetal(2002) menyatakanbahwa rantai pasok harus dapat menjelaskan hubungan yang mendasar diantara para anggota dalam sebuah organisasi dari mulai transaksi simple hingga transaksi yang sangat kompleks. Håkånsson and Snehota (1995) menyatakan bahwa dua perusahaan tidak saja berususan dengan hal-hal yang menyangkut dua perusahaan tersebut namun juga terdapat berbagai macam urusan yang menyangkut hal lain, begitu juga dengan rantai pasok. Rantai pasok pun berhubungan satu dengan lainnya, maka menurut Vorst(2006) rantai pasok yang tergabung ke dalam jaringan yang kompleks disebut Food Supply Chain Network. Menurut Vorst(2006) untuk menganalisis rantai pasok yang kompleks dibutuhkan “bahasa” yang dapat mendeskripsikan rantai pasok, pihak yang terlibat, proses, produk, sumberdaya, manajemen, hubungan antar atribut dan hal lain yang yang tidak terdefinisi. Lambert dan Cooper (1998) mengidentifikasi, menganalisis, dan mengembangkan empat elemen yang dapat digunakan untuk menganalisis rantai pasok, yaitu struktur jaringan, rantai proses bisnis, manajemen rantai dan jaringan, dan sumberdaya rantai. Untuk dapat lebih jelas mengetahui hubungan antara satu elemen dan elemen lain dapat dilihat pada gambar 4.

Struktur jaringan rantai pasok menjelaskan batas dari jaringan rantai pasok dan mendeskripsikan anggota utama dan anggota pendukung didalam jaringan rantai pasok, selain itu juga jaringan rantai pasok akan menjelaskan peran-peran dari para anggota rantai pasok, serta menjelaskan mengenai konfigurasi kelembagaan yang terdapat didalam jaringan. Rantai proses bisnis digunakan untuk menjelaskan aktivtias bisnis yang didesain memproduksi output baik berupa produk fisik ataupun servis dan informasi. Aktivtias bisnis yang dijelaskan pada rantai proses bisnis yaitu pengembangan produk, pemasaran, keuangan, dan manajemen hubungan pelanggan. Manajemen jaringan dan rantai merupakan kordinasi dari struktur manajemen jaringan yang memfasilitasi lembaga-lembaga terkait didalam rantai pasok untuk membuat keputusan dengan menggunakan sumberdaya rantai sehingga tujuan FSCN dapat tercapai. Menurut Lambert dan Cooper (1998) ada dua komponen manajerial didalam rantai pasok yang pertama adalah komponen teknik dan fisik dan yang kedua adalah komponen manajerial dan perilaku. Sumberdaya rantai diguakan untuk memproduksi suatu produk dan mengantarkan kepada pelanggan, sumberdaya rantai terdiri dari sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, dan sumberdaya teknologi.

Fungsi dan Biaya Pemasaran

(36)

fisik adalah kegiatan penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan, dan fungsi fasilitas merupakan semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran akan diperlukan beberapa jasa pendukung lainnya, antara lain jasa pengolahan pasca panen (seperti pembersihan, penyimpanan, pemeliharaan) dan jasa transportasi.

Gambar 4. Kerangka Analisis Rantai Pasok Berdasarkan FSCN

Sumber : Vorst (2006)

Dalam proses pemasaran produk pertanian dari produsen hingga konsumen akhir, terjadi peningkatan nilai tambah baik berupa nilai guna, tempat maupun waktu. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan fungsi produksi sebelum produk pertanian sampai ke konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pertanian sebagaimana telah dijelaskan terdahulu antara lain mencakup fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitasi

Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Dalam melakukan fungsi penjualan, produsen harus memperhatikan kualitas, kuantitas, bentuk dan waktu yang diinginkan konsumen atau partisipan pasar dari rantai pemasaran berikutnya. Selain itu fungsi pertukaran juga menjadi titik penentuan harga pasar. Sesuai dengan karakteristik konsentrasi distributif pada sistem tataniaga produk pertanian, fungsi pembelian umumnya diawali dengan aktivitas mencari produk, mengumpulkan dan menegosiasikan harga.

Fungsi penyimpanan adalah turunan dari fungsi fasilitas, dimana menurut Subagya (1988) penyimpanan juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang

(37)

persediaan di dalam ruang penyimpanan. Fungsi penyimpanan erat kaitannya didalam penyelenggaraan rantai pasok, dimana agar produk pertanian tertentu selalu tersedia dalam volume transaksi dan waktu yang diinginkan harus dilakukan pengelolaan stok produksi tahunan maka fungsi penyimpanan memainkan peran didalam kasus ini.

Fungsi transportasi ada karena biaya transportasi telah memainkan peran yang luar biasa dalam pemasaran produk pertanian. Biaya transportasi terendah dari lokasi produksi akan menentukan keunggulan komparatif suatu produk pertanian. Untuk jenis komoditi tertentu, truk mungkin menjadi alat transportasi dengan tarif termurah, namun untuk komoditi lain bisa jadi kereta apilah yang termurah. Dengan demikian bila dalam tata niaga mungkin saja terjadi disparitas harga produk pertanian yang sama, sebagai akibat perbedaan jarak antara sentra produksi dan lokasi penjualan (pasar). Disparitas harga tersebut besarnya adalah harga pasar dikurangi biaya transport. Dari uraian di atas diperoleh informasi bahwa biaya transportasi tidak hanya dipengaruhi oleh perbedaan lokasi produksi, tetapi juga lokasi agroindustri di mana produk pertanian diolah lebih lanjut. Selain itu fungsi transportasi berhubungan timbal balik dengan fungsi pengolahan dalam hal ukuran dan kualitas produk yang ditransaksikan.

Fungsi sortasi dan grading pada umumnya terjadi karena harga produk semakin mahal seiring dengan semakin tingginya kualitas dan ukuran produk, maka produsen dan penjual berusaha untuk tidak memasarkan produk dengan ukuran terkecil dan kualitas terendah agar dapat menutup biaya pemasaran. Hal ini merupakan alasan pentingnya ditentukan ukuran dan tingkatan kualitas produk pertanian (grade) sebelum dipasarkan. Standarisasi dan grading merupakan fungsi penunjang keberhasilan atau kelancaraan terjadinya transaksi. Standarisasi merupakan kegiataan yang meliputi penetapan standar untuk produk, pengolahan produk dalam rangka penetapan standar-standar yang sesuai dan bila perlu dilakukan tindakan pengorganisasian sesuai dengan standar yang ditetapkan (Assauri, 1987). Apabila produk mempunyai kualitas, ukuran dan jenis yang seragam serta nilai ciri-ciri sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka konsumen dapat membeli produk tersebut dengan kepercayaan bahwa produk itu sesuai dengan kebutuhannya (Assauri, 1987)

Fungsi pembiayaan mencakup fungsi pengelolaan sumber daya dan pengalokasian dana, termasuk pengaturan syarat-syarat penbayaran atau kredit yang dibutuhkan dalam rangka usaha untuk memungkinkan barang atau produk mencapai konsumen akhir. Kegiatan fungsi-fungsi pemasaran yang memerlukan dana atau pembiayaan adalah pembelian atau penjualan, biaya penggudangan, biaya angkut pengepakan, sortasi dan kegiatan promosi (Assauri, 1987)

(38)

produk yang dihasilkan. Untuk dapat menentukan produk yang akan dihasilkan dengan tepat maka dibutuhkan informasi, baik dari konsumen maupun informasi tentang perusahaan pesaing. Informasi pasar yang dikumpulkan berupa data–data yang harus dinilai atau dianalisis dan diimplementasikan untuk dapat melihat situasi dan kondisi yang dihadapi dalam pemasaran produk. Baik tidaknya hasil penganalisaan informasi pasar ditentukan oleh kelengkapan dan ketepatan data serta metode analisa yang digunakan. Keahlian tenaga penjual diuji dengan melihat kemampuan dalam menganalisa data dan informasi pasar (Assauri, 1987).

Saluran Pemasaran

Apabila rantai pasok menurut Baatz (1995) merupakan keseluruhan proses dari bahan mentah mulai diproduksi hingga menjadi produk yang habis masa pakainya, maka saluran pemasaran merupakan bagian dari rantai pasok karena menurut Bayuswastha (1982) mendefinisikan saluaran pemasaran sebagai sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu dan Bovee dan Thill (1992) menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah sebuah sistem yang dirancang untuk memindahkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yang terdiri dari orang-orang dan organisasi yang didukung oleh berbagai fasilitas, peralatan, dan sumber daya informasi. Sehingga saluran pemasaran fokus pada menggerakan barang dari produsen hingga ke konsumen seperti pendapat Levens (2010) yang mendefinisikan saluran pemasaran sebagai jaringan semua pihak yang terlibat dalam menggerakkan produk atau jasa dari produsen ke konsumen atau pelanggan bisnis dan Kotler dan Armstrong (2008) menjelaskan bahwa dalam menyediakan produk dan jasa bagi konsumen, anggota saluran menambah nilai dengan menjembatani kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan utama yang memisahkan barang dan jasa dari mereka yang akan menggunakannya.

(39)

Gambar 5.Pemasaran Produk Non Pertanian (a) dan Produk Pertanian (b) Sumber : Sudiyono (2004)

Berdasarkan Gambar 5(a) diketahui bahwa pada pemasaran produk non pertanian lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat direncanakan secara cermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan barang. Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah besar, sehingga produsen dapat mendistribusikannya. Sifat distributif diindikasikan dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari produsen sampai ke konsumen. Dari gambar 5(b) terlihat bahwa produk pertanian dihasilkan secara terpisah dan umumnya berupa bahan mentah yang masih memerlukan pengolahan lebih lanjut serta dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan lembaga pemasaran dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran diperlukan volume perdagangan yang cukup besar.

Gambar 6.Saluran Pemasaran Sumber: Kottler (2003)

(40)

beberapa perantara seperti pedagang grosir dan pedagang pengecer.Untuk lebih detail mengenai saluran pemasaran barang industri menurut Kottler dapat dilihat pada gambar 6

Sifat produk dan jasa, karakteristik konsumen, persaingan, dan lingkungan bisnis akan mempengaruhi bentuk saluran pemasaran. Dalam mendistribusikan produknya tentunya saluran pemasaran memiliki strategi, pada distribusi jagung tidak ada strategi khusus dari produsen, karena sebagai produsen petani masih bersifat konvensional sehingga pengorganisasian jual beli antar kelembagaan masih sendiri sendiri, menurut Nurmalina (2010) strategi tersebut disebut saluran pemasaran konvensional karena pada pengorganisasian secara konvensional, setiap anggota bekerja secara sendiri-sendiri (independent), membeli dan menjual produk dan jasa. Saluran ini dirgulasikan sendiri tergantung kekuatan dalam masar

Logistik

Menurut Levens (2010) dalam Nurmalina (2010) logistik adalah koordinasi semua aktivtias yang berkaitan dengan transportasi atau pengiriman produk atau jasa yang terjadi dalam ruang lingkup sebuah perusahaan atau organisasi tunggal. Menurut Jonsson (2008), logistik dapat dideskripsikan sebagai ilmu aliran bahan yang efisien. Logistik menjadi istilah umum untuk seluruh aktifitas yang secara bekerjasama memastikan bahan dan produk agar berada di lokasi dan waktu yang tepat sehingga menciptakan utilitas tempat dan waktu.

Logistik terdiri dari outbond logistic, inbound logistic, dan reverse logistic dimana outbond logistic mengontrol pergerakan produk dari titik produksi ke konsumen, Inbound logistic mengontrol pergerakan produk dari titik pemasok ke manufaktur, sedangkanreverse logistic adalah metode untuk mengembalikan produk atau jasa untuk dikembalikan, diperbaiki,atau didaur ulang. Ketiga metode tersebut menangani aliran produk, aliran uang, dan aliran informasi didalam pengaliran sebuah produk atau jasa. Aliran produk mengalir dari pemasok bahan baku, perusahaan manufaktur, penjual perantara, dan konsumen akhir. Sedangkan aliran uang mengalir berlawanan arah dari konsumen perantara ke perusahaan manufaktur dan berakhir di pemasok. Kesemua metode yang yang berada di dalam sistem logistik ini terintegrasi didalam manajemen rantai pasok.

Efisiensi Pemasaran

(41)

pangan serta proses pemasaran sesuai dengan keinginan konsumen (Kohls dan Uhl 2002) pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Asmarantaka (2012) bahwa efisiensi harga menekankan kepada kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya yang efisien, sehingga apa yang diproduksi produsen harus sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen sehingga dapat disimpulkan bahwa efisiensi harga dapat tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat puas atau responsif terhadap harga (price signals) yang berlaku dan terjadi keterpaduan atau integrasi antara pasar acuan dengan pasar di tingkat petani. Efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari indikator margin pemasaran dan farmer’s share, serta benefit cost ratio

Analisis Marjin Pemasaran Pada Rantai Pasok

Marjin pemasaran merupakan perbedaan atau selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen.Marjin pemasaran dapat dikatakan sebagai nilai jasa mulai dari produsen hingga ke konsumen.Menurut Kohl dan Uhls (2002) Marjin merupakan bagian dari harga konsumen yang tersebur pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat.Sedangkan Dahl dan Hammond menggambarkan marjin sebagai perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran dengan harga di tingkat produsen.Nilai marjin pemsaran merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan volume produk terjual.

Menurut Asmarantaka (2012), konsep margin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau di tingkat retail. Pengertian margin ini adalah pendekatan keseluruhan dari sistem pemasaran produk pertanian, mulai dari tingkat petani sebagai produsen primer sampai produk tersebut tiba di tangan konsumen akhir, dansering dikatakan Margin Pemasaran Total (MT). Pengertian margin juga sering dipergunakan untuk margin di tingkat lembaga pemasaran (Mi) yang merupakan selisih harga jual di tingkat lembaga ke-i dengan harga belinya. Dengan demikian MT = jumlah dari Mi (i = 1,2,...,n adalah perusahaan atau lembaga-lembaga yang terlibat).Tingginya marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketersediaan fisik pemasaran seperti pengangkutan, penyimpanan, pengelolaan, risiko kerusakan, dan lain lain (Limbong dan Sitorus, 1987).

Untuk lebih jelas mengenai marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa margin pemasaran total (MT) merupakan selisih antara harga di tingkat konsumen akhir (Pr) dengan harga di tingkat petani (Pf). Adapun nilai margin pemasaran (value of marketing margin) adalah selisih harga pada dua tingkat lembaga pemasaran dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan.

Analisis Farmer’s Share Pada Rantai Pasok

(42)

fungsi-fungsi pemasaran yang kurang efisien dapat menyebabkan biaya pemasaran menjadi lebih tinggi, karena tujuan lembaga pemasaran adalah mencari keuntungan, maka biaya pemasaran itu dilimpahkan pada produsen atau konsumen dengan menekan harga di tingkat produsen dan meningkatkan harga di tingkat konsumen.Kondisi ini mengakibatkan perbedaan harga (marjin) antara konsumen dan produsen. Menurut Kohls dan Uhl (2002) analisis tentang

producer’s share bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh

produsen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen dalam setiap saluran pemasaran.

Keterangan :

Df : Permintaan di tingkat petani (derived demand)

Dr : Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand)

Sf : Penawaran di tingkat petani (primary supply)

Sr : Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply) Pf : Harga di tingkat petani

Pr : Harga di tingkat konsumen akhir

Qrf : Jumlah produkdi tingkat petani dan konsumen akhir Margin pemasaran : Pr – Pf

Gambar 7. Kurva MarjinPemasaran Sumber : Hammond dan Dahl (1977)

Untuk lebih jelas mengenai marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa margin pemasaran total (MT) merupakan selisih antara harga di tingkat konsumen akhir (Pr) dengan harga di tingkat petani (Pf). Adapun nilai margin pemasaran (value of marketing margin) adalah selisih harga pada dua tingkat lembaga pemasaran dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan.

Analisis Farmer’s Share Pada Rantai Pasok

(43)

fungsi-fungsi pemasaran yang kurang efisien dapat menyebabkan biaya pemasaran menjadi lebih tinggi, karena tujuan lembaga pemasaran adalah mencari keuntungan, maka biaya pemasaran itu dilimpahkan pada produsen atau konsumen dengan menekan harga di tingkat produsen dan meningkatkan harga di tingkat konsumen.Kondisi ini mengakibatkan perbedaan harga (marjin) antara konsumen dan produsen. Menurut Kohls dan Uhl (2002) analisis tentang

producer’s share bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh produsen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen dalam setiap saluran pemasaran.

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Rantai Pasok

Menurut Broad way dan Wildasin, rasio manfaat dan biaya mengukur perubahan ekonomi disaat terjadi perubahan didalam sumberdaya. Analisis rasio manfaat dan biaya juga secara umum digunakan untuk melihat perubahan net benefit dari aspek soial. Menurut Mehmood, et al (2011) dalam penelitian tentang analisis manfaat dan biaya padi di Punjab, Pakistan bahwa analisis manfaat dan biaya adalahmemaksimalkan perbedaan dari keuntungan dan biaya, perbedaanya disebut net benefit yang mengindikasikan efisiensi. Semakin tinggi net benefit tersebut maka semakin tinggi manfaat yang didapat oleh produsen.

Rasio manfaat dan biaya merupakan alat penting untuk menemukan keenomisan suatu usahatani. rasio tersebut menghitung nilai yang diproduksi setelah mengurangi biaya dari input. Hasilnya mengindikasikan nilai pengembalian dibandingkan dengan input yang telah digunakan (Mehmood et al, 2011)

Analisis Nilai Tambah Hayami Pada Rantai Pasok Jagung

Menurut Hayami et. al. (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen. Nilai tambah dapat dicapai dengan merestrukrisasi produktivitas dari harga namun yang perlu diperhatikan adalah sistem insentif yang diterapkan oleh produsen sehingga pada implementasi dari nilai tambah tersebut sehingga dapat dirasakan keuntungan yang signifikan. Menurut Coltrain, Barton, dan Borlan (2000) untuk memberikan perubahan pada nilai tambah dapat dengan cara merubah dimensi seperti waktu, lokasi, produk,atau servis, proses dan metode, dan informasi juga insentif yang diberikan. Menurut Fairbaim (2004) pada sebuah laporan Standing Senate Committee baik atau tidaknya nilai tambah yang diberikan pada suatu produk dapat terlihat dari pertambahan jumlah pekerja dan perbaikan pada komunitas pada sebuah desa, perbaikan pada nilai resiko ekonomi yang berhubungan dengan aktiftias perdagangan komoditas tersebut, stabilitas keuangan para petani, inovasi dan riset, ketergantungan terhadap harga dunia, peningkatan kualitas dan jangakauan produk di pasar, membantu memberikan solusi dalam partnership untuk sebuah rantai nilai, serta menambah kesempatan untuk petani memasarkan produknya sehingga produknya dapat dikenal luas.

(44)

masing-masing anggota rantai pasok dalam menjalankan aktivtias dalam kegiatan penyaluran jagung di dalam sebuah rantai pasokan.

Kerangka Pemikiran Oprasional

Produksi jagung nasional setiap tahun kiat meningkat, namun peningkaktan tersebut tidak dibarengi dengan produksi jagung yang kontinyu dengan kualitas yang memenuhi syarat. Dampak dari ketidakaadaan jagung tersebut, industri-industri berbahan baku jagung terpaksa mengimpor jagung dari luar. Di Jawa Barat sendiri, jagung memiliki produktivtias jauh melebihi jagung nasional yaitu 6,8 ton/ha namun kenyataannya pabrik berbahan baku jagung seperti produsen pakan ternak masih kesulitan mendapatkan jagung untuk bahan baku industrinya. Maka, seyogyanya Jawa Barat harus mampu memenuhi kebutuhan bahan baku jagung untuk industri tersebut agar tidak ada impor.

Jawa Barat sendiri adalah salah satu produsen terbesar jagung di Indonesia, hal ini dikarenakan Jawa Barat memiliki akses lebih baik daripada provinsi lainnya untuk masalah pengaliran fisik, informasi, dan dana.Walaupun telah memiliki tingkat produksi yang tinggi, komoditas jagung di Jawa Barat masih kalah dengan jagung impor karena jagung di Jawa Barat kesulitan didalam memasok jagung ke industri pakan ternak karena kualitas yang tidak seragam di tingkat petani serta stok jagung yang tidak stabil sepanjang tahun. Pedagang besar menerima jagung dari petani tidak seragam dan hanya dalam waktu beberapa bulan saja (tidak sepanjang tahun) sehingga menyulitkan suplai kepada pabrik-pabrik pakan ternak. Pemerintah sendiri telah mendatangkan bantuan kepada petani di wilayah sentra penghasil jagung seperti Garut dan Majalengka berupa silo, mesin pengering, saprodi, dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan tersebut seharusnya dapat meningkatkan kualitas jagung yang diterima oleh pedagang besar dan seharusnya stok jagung sepanjang tahun tetap terjaga. Maka, diperlukan perbaikan didalam pemasaran agar jagung Jawa Barat dapat diterima oleh pabrik pakan ternak, perbaikan didalam pemasaran memperbaiki rantai pasok pemasaran. Maka didalam penelitian ini akan dianalisis kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat, kinerja rantai pasok jagung di Jawa Barat, serta analisis nilai tambah pada masing-masing aktivitas yang dilakukan anggota rantai pasok.

(45)
(46)

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Analisis Rantai Pasok Jagung di Provinsi Jawa Barat

Perbaikan pemasaran jagung Jawa Barat melalui perbaikan rantai pasok pemasaran jagung.

- Jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak

- Kesulitan didalam pemenuhan kebutuhan jagung untuk pakan ternak.

Analisis rantai pasok jagung di Jawa Barat

Kerangka kondisi rantai pasok : 1. Sasaran Rantai 2. Struktur Rantai 3. Manajemen Rantai 4. Sumberdaya Rantai

5. Proses Bisni Rantai

Kinerja rantai pasok

Pendekatan Efisiensi Pemasaran

1. Marjin Pemasaran 2. Farmer’s Share 3. B/C Rasio

Rekomendasi Perbaikan Rantai Pasok

(47)

4. METODOLOGIPENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa barat karena merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia (BPS, 2013). Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2013 hingga Januari 2014. Ada dua kabupaten yang dipilih untuk lokasi penelitian, alasannya adalah kelembagaan/organisasi dan petani yang dianggap mewakili petani jagung di wilayah Jawa Barat tersedia dengan baik di kedua kabupaten tersebut.Menurut data Dinas Pertanian Jawa Barat kabupaten yang memilki produksi tinggi untuk jagung yang dimaksud adalah Kabupaten Garut dan Kabupaten Majalengka.Kedua Kabupaten tersebut memiliki angka produksi tertinggi untuk wilayah Jawa Barat sehingga memungkinkan pengumpulan data karena dianggap memiliki rantai pasok dengan prospek pasar yang cukup jelas.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer dan sekunder.Data primer diperoleh dari petani, pedagang, dan semua unit yang terlibat di dalam rantai pasok.Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran sistem rantai pasok jagung dari produsen hingga ke konsumen. Data sekunder diperoleh dari instritusi terkait, buku, jurnal, artikel, internet, dan literature lain yang memiliki hubungan dengan topik penelitian.

Metode Penentuan Responden

Jumlah responden berjumlah 60 petani Jagung dari dua kabupaten terpilih sebagai sentra jagung di Jawa Barat. Responden petani berjumlah 30 orang di Kabupaten Garut, petani tersebut berasal dari Kecamatan Banyuresmi, Limbangan, Cibiuk, dan Cisurupan. Sementara di Kabupaten Majalengka sebaran petani jagung adalah 20 petani berasal dari Kecamatan Maja dan 10 dari kecamatan Jatiwangi. Pengumpulan informasi rantai pasok di tingkat petani menggunakan teknik Purposive Sampling, ini dimaksudkan agar peneliti lebih mudah mendapatkan data yang berhubungan dengan tujuan penelitian, di tingkat selanjutnya yaitu pengumpul desa dan pedagang besar peneliti menggukana teknik Purposive Sampling dengan alasan yang sama. Adapun rincian dari lembaga pemasaran yang diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut lima pengumpul desa dari Kecamatan Banyuresmi, lima pengumpul desa dari Kecamatan Cibiuk, lima pengumpul desa dari kecamatan Jatiwangi, dua pengumpul kecamatan, satu orang ketua koperasis, dan seorang pedagang besar.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Gambar

Gambar 3. Skema Rantai Pasok
Gambar 4. Kerangka Analisis Rantai Pasok Berdasarkan FSCN
Gambar 6.Saluran Pemasaran
Gambar 8. Kerangka Pemikiran Analisis Rantai Pasok Jagung di Provinsi Jawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saluran tataniaga III merupakan saluran yang memiliki marjin tataniaga terbesar karena lembaga tataniaga yang terlibat cukup banyak, perlakuan yang dilakukan setiap

yang paling tinggi diantara saluran pemasaran yang ada adalah saluran pemasaran 1 dan 2 untuk komoditi sayuran bawang daun organik yaitu sebesar 37,5 persen, hal ini terjadi

Produsen (petani) – pedagang pengecer - konsumen (2) Bagian yang diterima oleh petani atau farmer share pada saluran pemasaran pertama sebesar 91,66 persen dan

Total Biaya Pemasaran petani Saluran I dan Saluran II pada Setiap Lembaga yang Terlibat dalam Pemasaran Biji Kakao di Desa Mattampa Walie Kecamatan

Kesulitan memprediksi produksi jagung pada periode tertentu oleh pedagang pengumpul mengakibatkan tidak dapat diperkirakan berapa banyak jagung yang dapat dipasok

Buku ini mengulas strategi rantai pasok makanan Halal di Malaysia dimana JAKIM merupakan lembaga yang memeliki kinerja paling baik dalam memberikan layanan kepada

Masalah juga ditemukan pada kegiatan perawatan tanaman (M2.3) karena kegiatan penyiraman dan penyiangan harus lebih banyak dilakukan karena perubahan cuaca yang

Kinerja rantai pasok Kubis di Kecamatan Naman Teran dari sisi sistem pemasaran yang paling efesien adalah saluran ke empat.. Sistem pemasaran kubis di Kecamatan Naman Teran terdapat