• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Pertumbuhan Dan Perkembangan Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg) Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Pertumbuhan Dan Perkembangan Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg) Secara In Vitro"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH : Larosa Harahap

110301008

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH APLIKASI GA3 DALAM PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS MIKRO TANAMAN KARET (Hevea brasiliensisMuell. Arg) SECARA IN VITRO

SKRIPSI

OLEH :

LAROSA HARAHAP/110301008 AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Penelitian : Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Pertumbuhan Dan Perkembangan Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg)

Secara In Vitro

Nama : Larosa Harahap

NIM : 110301008

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

(Luthfi A. M Siregar, SP. MSc. Ph.D) (Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP, MP

Ketua Anggota

)

Mengetahui :

(

(4)

ABSTRACT

LAROSA HARAHAP, 2015 : The effect application GA3 growth

and development of micro shoot of Rubber Tree(Hevea brasiliensisMuell. Arg.) in vitro supervised by Luthfi A. M Siregar and Diana Sofia Hanafiah.

The aim of the research was to know the effect application of GA3

in formation micro shoot induction through in vitro. The research was conducted

at the rubber plant microcutting PT Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung

Pamela Laboratory, Tebing Tinggi, North Sumatera Indonesia from April 2015

to Juli 2015. The Completely randomize design was used with two factors,i.e.:

the addition of GA3 (GA3 0 mg/l; GA3 0.5 mg/l; GA3 1 mg/l; GA3 1.5 mg/l)

and the immersion of nodes (GA3 0 mg/l; GA3 5 mg/l; GA3 10 mg/l; GA3 15 mg/l)

with seven replications.

The result showed that the interraction the addition of GA3 and the

immersion of nodes, significantly affected the number of shoot, the shoot length

and the number of leaves will form. G2T2 was the best combination GA3 in

growth and development of micro shoot in vitro.

(5)

ABSTRAK

LAROSA HARAHAP, 2015 : Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Pertumbuhan Dan

Perkembangan Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg)

Secara In Vitro,dibimbing oleh Luthfi A.M Siregar dan Diana Sofia Hanafiah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh GA3 dalam

pembentukan tunas tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg) secara

in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Microcutting Tanaman Karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi,

Sumatera Utara, Indonesia. Dimulai pada bulan April 2015 sampai dengan

Juli 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan

2 faktor perlakuan yaitu penambahan GA3 dalam media dengan 4 taraf yaitu

GA3 0 mg/l; GA3 0.5 mg/l; GA3 1 mg/l; GA3 1.5 mg/l sedangkan perendaman

nodus dengan 4 taraf yaitu GA3 0 mg/l; GA3 5 mg/l; GA3 10 mg/l; GA3 15 mg/l

dengan 7 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan interaksi perlakuan penambahan GA3 dalam

media, perendaman nodus memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah

tunas, panjang tunas dan jumlah terbentuk bakal daun. G2T2 merupakan

kombinasi GA3 terbaik dalam pertumbuhan dan perkembangan tunas mikro

tanaman karet.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Larosa Harahap dilahirkan di Kisaran pada tanggal 27 Oktober 1993,

putri dari pasangan Sabaruddin Harahap dan Jamilah. Penulis merupakan putri

keempat dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD Negeri 010093 lulus

pada tahun 2005, SMP Negeri 1 Kisaran lulus tahun 2008 dan tahun 2011 penulis

lulus dari SMA Negeri 1 Kisaran dan pada tahun yang sama lulus seleksi

penerimaan mahasiswa baru melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri) pada program studi Agroekoteknologi, Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan membantu dosen

sebagai asisten dalam menjalankan praktikum di Laboratorium Genetika Populasi

dan Kuantitatif tahun 2015.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) Di PT Meskom Agro

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Pertumbuhan Dan Perkembangan Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg) Secara In Vitro” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan

Ibu Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP, MP selaku anggota komisi pembimbingyang

telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua

orang tua tercinta Ayahanda tercinta Sabaruddin Harahap dan Ibunda tercinta

Jamilah yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, dorongan, semangat, dan

dukungan baik moril maupun materil serta do’a untuk penulis. Kemudian buat

Kakak, Abang, Adek tercinta Apriana Harahap, SPd, Milanti Harahap, SPd,

Putera Ramadhan Harahap, SPd, Zulkifli Harahap dan Zulinar Harahap yang telah

memberikan semangat, nasehat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Disamping itu ucapan terima kasih penulis saya sampaikan kepada

Bapak Irvin Fauzan Lubis, SP. MM Selaku staff urusan Inkubasi Bisnis Karet

PTPN III Kebun Gunung Pamela, Laboran Asni, SP, Heri Hidayat, SP,

Lidya Sundari, SP, dan Permata Sari Harahap, SP yang telah banyak memberikan

dukungan dan bantuan selama penulis melaksanakan peneltian dan juga kepada

(8)

SE, Herfita Rizki Hasanah Gurning, SE dan Khairunnisa Nasution, Amd dan

sahabat kuliah rika dan dedek yang telah banyak memberikan semangat dan

dukungan kepada penulis dan juga kepada seluruh teman-teman mahasiswa

Agroteknologi 2011 yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan

penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

Medan, November2015

(9)

DAFTAR ISI

Media Kultur Jaringan ... 12

Lingkungan In Vitro ... 13

Plant Growth Regulator ... 15

Kajian Kultur Jaringan Tanaman Karet ... 18

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Metode Penelitian ... 20

PELAKSANAAN PENELITIAN Sterilisasi Alat-Alat ... 23

Pembuatan Media... 23

Pembuatan Media Perendaman GA3 ... 24

Sterilisasi Bahan Tanaman di Lapangan ... 25

Pengambilan Bahan Tanaman... 25

Sterilisasi Bahan Tanaman di Laboratorium... 25

Persiapan Ruang Tanam ... 26

Perendaman Nodus ... 26

(10)

Pemeliharaan Eksplan ... 27

Peubah Amatan ... 27

Umur Munculnya Tunas (Hari) ... 28

Persentase Munculnya Tunas (%) ... 28

Jumlah Tunas (tunas) ... 28

Panjang Tunas (cm) ... 28

Jumlah Terbentuk Bakal Daun (%)... 28

Jumlah Daun (helai) ... 28

Kehadiran Kalus (visual) ... 29

Warna Kalus (visual) ... 29

Morfogenesis... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Umur Munculnya Tunas (Hari) ... 30

Persentase Munculnya Tunas (%) ... 31

Jumlah Tunas (tunas) ... 32

Panjang Tunas (cm) ... 33

Jumlah Terbentuk Bakal Daun (%)... 35

Jumlah Daun (helai) ... 37

Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet Secara In Vitro Terhadap Kehadiran Kalus ... 37

Kehadiran Kalus (visual) ... 37

Warna Kalus (visual) dan Morfogenesis... 37

Pembahasan Pengaruh Penambahan GA3 Dalam Media Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet ... 38

Pengaruh Perendaman Nodus Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Pengaruh Penambahan GA3dalam Media dan Perendaman Nodus Sebelum

Pengkulturan terhadap Umur Muncul Tunas (Hari) ... 30

2. Pengaruh Perlakuan Penambahan GA3dalam Media dan Perendaman Nodus

Sebelum Pengkulturan terhadap Persentase Muncul Tunas (%) ... 31

3. Pengaruh Perlakuan Penambahan GA3dalam Media dan Perendaman Nodus

Sebelum Pengkulturan terhadap Jumlah Tunas (tunas) ... 32

4. Pengaruh Perlakuan Penambahan GA3dalam Media dan Perendaman Nodus

Sebelum Pengkulturan terhadap Panjang Tunas (cm) ... 33

5. Pengaruh Perlakuan Penambahan GA3dalam Media dan Perendaman Nodus

Sebelum Pengkulturan terhadap Jumlah Terbentuknya BakalDaun ... 35

6. Pengaruh Perlakuan Penambahan GA3dalam Media dan Perendaman Nodus

Sebelum Pengkulturan terhadap Jumlah Daun (Helai) ... 37

7. Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1.a. Eksplan Sebelum Membentuk Tunas (2 MST) ... 31

b. Eksplan Sesudah Membentuk Tunas (6 MST) ... 31

2. Panjang Tunas (6 MST) ... 34

3. Eksplan Membentuk Bakal Daun ... 35

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data Pengamatan Umur Munculnya Tunas (Hari) ... 54

2. Data Transformasi Umur Munculnya Tunas √x + 0.5 ... 55

3. Daftar Sidik Ragam Umur Munculnya Tunas ... 55

4. Data Pengamatan Persentase Munculnya Tunas (%) ... 56

5. Data Pengamatan Jumlah Tunas (Tunas) ... 57

6. Data Transformasi Jumlah Tunas (Tunas) √x + 0.5... 58

7. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas ... 58

8. Data Pengamatan Panjang Tunas (cm) ... 59

9. Data Transformasi Panjang Tunas √x + 0.� ... 60

10.Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas (cm) ... 60

11.Data Pengamatan Jumlah Terbentuk Bakal Daun ... 61

12.Data Transformasi Jumlah Terbentuk Bakal Daun√x + 0.5 ... 62

13.Daftar Sidik Ragam Jumlah Terbentuk Bakal Daun ... 62

14.Data Pengamatan Jumlah Daun (Helai) ... 63

15.Data Transformasi Jumlah Daun√x + 0.5 ... 64

16.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) ... 64

17.Komposisi Medium Woody Plant Medium (WPM) ... 65

18.Bagan Penelitian... 66

19.Kegiatan penelitian... 67

(14)

ABSTRACT

LAROSA HARAHAP, 2015 : The effect application GA3 growth

and development of micro shoot of Rubber Tree(Hevea brasiliensisMuell. Arg.) in vitro supervised by Luthfi A. M Siregar and Diana Sofia Hanafiah.

The aim of the research was to know the effect application of GA3

in formation micro shoot induction through in vitro. The research was conducted

at the rubber plant microcutting PT Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung

Pamela Laboratory, Tebing Tinggi, North Sumatera Indonesia from April 2015

to Juli 2015. The Completely randomize design was used with two factors,i.e.:

the addition of GA3 (GA3 0 mg/l; GA3 0.5 mg/l; GA3 1 mg/l; GA3 1.5 mg/l)

and the immersion of nodes (GA3 0 mg/l; GA3 5 mg/l; GA3 10 mg/l; GA3 15 mg/l)

with seven replications.

The result showed that the interraction the addition of GA3 and the

immersion of nodes, significantly affected the number of shoot, the shoot length

and the number of leaves will form. G2T2 was the best combination GA3 in

growth and development of micro shoot in vitro.

(15)

ABSTRAK

LAROSA HARAHAP, 2015 : Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Pertumbuhan Dan

Perkembangan Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg)

Secara In Vitro,dibimbing oleh Luthfi A.M Siregar dan Diana Sofia Hanafiah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh GA3 dalam

pembentukan tunas tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg) secara

in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Microcutting Tanaman Karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi,

Sumatera Utara, Indonesia. Dimulai pada bulan April 2015 sampai dengan

Juli 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan

2 faktor perlakuan yaitu penambahan GA3 dalam media dengan 4 taraf yaitu

GA3 0 mg/l; GA3 0.5 mg/l; GA3 1 mg/l; GA3 1.5 mg/l sedangkan perendaman

nodus dengan 4 taraf yaitu GA3 0 mg/l; GA3 5 mg/l; GA3 10 mg/l; GA3 15 mg/l

dengan 7 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan interaksi perlakuan penambahan GA3 dalam

media, perendaman nodus memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah

tunas, panjang tunas dan jumlah terbentuk bakal daun. G2T2 merupakan

kombinasi GA3 terbaik dalam pertumbuhan dan perkembangan tunas mikro

tanaman karet.

(16)

PENDAHULUAN Latar belakang

Sumatera dan Kalimantan adalah daerah penghasilkaret terbesar di

Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatera Selatan (668 ribu hektar),

Sumatera Utara(465 ribu hektar), Jambi(444 ribu hektar), Riau (390 ribu hektar),

dan Kalimantan Barat (388 ribu hektar). Sementara Sulawesi Selatan adalah

provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar

19 ribu hektar (Janudianto et al., 2013).

Tanaman karet merupakan tanaman tahunan yang mampu memberikan

manfaat dalam pelestarian lingkungan, terutama dalam hal penyerapan CO2 dan

penghasil O2. Bahkan ke depan, tanaman karet merupakan sumber kayu yang

potensial yang dapat mensubtitusi kebutuhan kayu hutan alam yang dari tahun ke

tahun ketersediaannya semakin menurun. Di masa depan, permintaan akan karet

alam dan karet sintetik masih cukup signifikan, karena didorong oleh

pertumbuhan industri otomotif yang tentunya memerlukan ban yang berbahan

baku karet alam (Nasir, 2013).

Perbanyakan bahan tanam karet saat ini dilakukan melalui okulasi

sehingga diperlukan ketersediaan batang bawah dan batang atas. Karena batang

bawah yang digunakan berasal dari biji maka terdapat keragaman antar individu

yang menyebabkan keragaman pada penampilan batang atas, baik dari segi

produksi maupun sifat sekunder lainnya.Batang atas adalah tanaman karet klonal

karena diperbanyak dari bagian vegetatif menggunakan mata tunas, sedangkan

(17)

bagian atas tanaman (klon batang atas), sedangkan secarametabolisme batang

bawah membantu penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah (Haris, 2013).

Untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas batang bawah

yang homogen dan tidak tergantung musim adalah dengan kultur jaringan. Kultur

jaringan tanaman merupakan salah satu teknologi modern untuk perbanyakan

tanaman dengan kondisi aseptik untuk menghasilkan sejumlah besar tanaman

dalam waktu singkat dari satu tanaman yang dipilih. Microcutting adalah teknologi kultur jaringan tanaman yang telah digunakan untuk pembiakan karet,

biasanya dari batang muda untuk menghasilkan seluruh tanaman yang sama

dengan induknya (Pratama, 2008).

Keuntunganteknik tersebut adalah terbukanya peluang untuk

menghasilkan batang bawah klonalyang selama ini belum pernah ada

padatanaman karet. Penggunaan batang bawahklonal akan meningkatkan

keseragamanpertanaman karet di lapang, karena klonbatang atas didukung oleh

batang bawahyang sama dan lebih seragam, dibandingkandengan batang bawah

asal biji yangdigunakan saat ini. Di samping itu,teknologi perbanyakan tersebut

jugamembuka peluang untuk melakukanseleksi terhadap batang bawah sesuai

dengan karakter yang diinginkan (Haris et al., 2009).

Permasalahan yang muncul dalam proses induksi karet secara in vitro dari penelitian sebelumnya adalah kegagalanbeberapa eksplan untuk tumbuh dan

berkembangserta ukuran tunas yang muncul pendek. Aplikasi teknologi

(18)

Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel

(Cell elongation), aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru dalam sintesa protein (Abidin, 1985). Menurut (George dan Sherrington, 1984)

dalam teknik kultur jaringan GA3 dapat ditambahkan dalam medium karena

dengan penambahan GA3 akan menginduksi eksplan untuk mensintesis auksin

endogen. Konsentrasi GA3 dalam teknik in vitro pada tanaman dikotil yaitu antara 1-8 mg/l (Sodikin, 2005).

Giberelin digunakan pada kultur in vitro tanaman karet karena waktu muncul tunas lambat dan tunas dormansi, maka alternatif yang digunakan dengan

penambahan giberelin. Menurut Jaret, Paul dan Erickson (1980) menyatakan

bahwa penambahan GA3 secara eksogen kedalam media kultur sangat esensial

untuk inisiasi tunas (Warnita, 2011).

Untuk memperoleh tunas-tunas yang normal dari segi ukurannya ±2cm

maka diperlukan giberelin terhadap pembentukan tunas secara in vitro pada tanaman karet maka peneliti tertarik untuk melakukan perbanyakan tanaman karet

dengan pengaruh aplikasi giberelin dan perendaman giberelin sebelum

pengkulturan dalam induksi tunas karet secara in vitro.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh GA3 dalam pembentukan tunas tanaman karet

secara in vitro. Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan tunas tanaman karetdari

(19)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan gelar sarjanadiFakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Sistematika bahan tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) menurut

Steenis (2005) ialah : Kingdom : Plantae, Divisio: Spermatophyta,

Subdivisio : Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo : Euphorbiales,

Famili : Euphorbiaceae, Genus : Hevea, Spesies: Hevea brassiliensisMuell Arg.

Tanaman karet adalah anggota famili Euphorbiaceae. Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Daun

berselang-seling, tangkai daun panjang, tiga anak daun yang licin bertangkai, petiola

pendek, hijau dan memiliki panjang 3.5-30 cm. Helaian anak daun bertangkai

pendek dan berbentuk elips atau bulat telur, pangkal sempit dan tegang, ujung

runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm

dan lebar 2.5-12.5 cm (Sianturi, 2001).

Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang

tinggi. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh

tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah

yang dikenal dengan nama lateks (Budiman, 2012).

Daun berselang-seling tangkai daun panjang, satu anak daun yang licin

berkilat. Petiola tipis, hijau dan berpanjang 3.5-30 cm. Helaian anak daun

bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong atau oblong abovate, pangkal

sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak

cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2.5-12.5 cm (Steenis, 2005).

(21)

banyak dibandingkan bunga betina (60-80 bunga jantan untuk 1 bunga betina).

Bunga jantan dan waktu mekar hanya satu hari kemudian luruh. Bunga betina

mekar selama 3-4 hari, pada waktu yang sama masih ada beberapa bunga jantan

yang mekar (Syamsulbahri, 1996).

Karet merupakan tanaman berbuah polong (diselaputi kulit yang keras)

yang sewaktu masih muda buah berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet

dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras

dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua

warna kulit buah berubah menjadi keabu-abuan kemudian mengering

(Budiman, 2012).

Biji karet besar sedikit padat, ukurannya 2-3.5 x 1.5-3 cm, mengkilat,

bobot satu biji antara 2-4 gram. Perkecambahan biji karet terjadi 7-10 hari

sesudah disemaikan. Bibit karet ataupun tanaman karet dewasa mempunyai

pertumbuhan yang berperiodik, setiap pertumbuhan daun dinamakan mupus atau

flush. Setiap periode pertumbuhan tunas juga dikenal sebagai pertumbuhan daun

payung (Syamsulbahri, 1996).

Kultur Jaringan

Kultur jaringan atau dikenal dengan kultur in vitro merupakan teknik memisahkan bagian dari tanaman seperti tunas terminal, tunas aksilar, daun,

batang atau embrio serta menumbuhkannya di dalam media buatan dalam kondisi

aseptik sehingga membentuk tanaman lengkap. Hal ini didasari oleh adanya daya

totipotensi sel. Terbentuknya tanaman lengkap dari eksplan potongan bagian

(22)

genotipe eksplan, media dasar, zat pengatur tumbuh serta lingkungan kultur

seperti pencahayaan maupun kelembaban dan suhu ruangan (Pardal, 2012).

Pada kultur jaringan callusatau struktur yang besar, regenerasi terutama menghasilkan keseragaman tanaman. Sebaliknya, regenerasi dari sel-sel

tumbuhan yang tunggal atau proptoplast seringkali disertai dengan perubahan

kecil atau besar pada fenotipe akhir tanaman. Keadaan ini diberi nama

variasi somaklonal dan banyak dilakukan sebagai cara untuk memperbaiki tanaman, khususnya yang berhubungan dengan hasil serta ketahanan terhadap

penyakit (Smith, 1995).

Teknik kultur jaringan memberikan alternatif terhadap usaha perbanyakan

tanaman secara vegetatif dalam skala yang lebih besar dalam upaya konservasi

dan pengembangan tanaman gaharu dimasa yang akan datang. Ada beberapa

kelebihan yang diperoleh dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan

diantaranya adalah dapat menghasilkan tanaman yang homogen, berkualitas

tinggi, jumlah yang tidak terbatas, bebas hama dan penyakit, menghasilkan klon

yang lebih unggul, dapat diperbanyak dalam waktu yang relatif singkat, tidak

dibatasi oleh waktu, tetapi membutuhkan keahlian khusus (Iskandaret al., 2006) Proses perbanyakan tanaman karetmelalui teknologi microcutting terdiri atasbeberapa tahap, yaitu kultur primer(primary culture), multiplikasi,

conditioning(hardening), induksi dan inisiasiperakaran serta aklimatisasi (Carron

et al., 2005 ; Haris et al., 2009). Eksplan padatahap kultur primer merupakan potonganbatang tanaman karet muda yangdipelihara dalam polibeg di rumah

(23)

dapat diperbanyak melalui subkultur berulang-ulang sehingga kultur primer

merupakan tahap yang menentukan untuk keberhasilan dan keberlanjutan

perbanyakan tanaman menggunakan teknologi tersebut (Haris et al., 2009).

Organogenesis yaitu diferensiasi meristem unipolar, menghasilkan ujung

tunas (shoot tip) yang akan menjadi tunas (caulogenesis) atau ujung akar (root tip) yang akan menjadi akar (rhizogenesis). Proses organogenesis memerlukan dua tahap induksi, masing-masing menggunakan media dengan zat pengatur tumbuh

yang berbeda. Embrio somatik yaitu proses diferensiasi meristem bipolar yang

berupa bakal tunas dan akar. Dua meristem diperlukan untuk pertumbuhan

tanaman utuh. Embrio yang terbentuk selanjutnya akan tumbuh dan berkembang

menjadi tanaman utuh (Yuliarti, 2010).

Organogenesis dan embriogenesis tanaman sangat tergantung ada

kemampuan sel dalam bergenerasi. Peneliti-peneliti terdahulu memulai penelitian

dan mengalami kegagalan dalam meregenerasikan suatu jaringan menjadi

tanaman. Keterbatasan pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh menjadi

hambatannya. Setelah ditemukan auksin dan sitokinin serta zat pengatur tumbuh

lainnya, sangat berperan dalam proses diferensiasi sel menjadi organ tertentu,

maka kendala untuk organogenesis dan embriogenesis dapat dieliminir

(Harahap, 2011).

Penggandaan biakan dalamkultur jaringan dapat dilakukan melaluijalur

organogenesis dan embriogenesissomatik. Cara embriogenesissomatik banyak

mendapatBalitbiogenperhatian karena jumlah propagulayang dihasilkan tidak

terbatas dandapat diperoleh dalam waktu yanglebih singkat. Di samping itu,

(24)

genetika,penggunaan embrio somatik dapatmempercepat keberhasilan

denganpeluang transformasi yang lebihtinggi karena embrio somatik dapatberasal

dari satu sel somatik. Untukpenyimpanan jangka pendek maupunjangka panjang,

embrio somatikdianggap merupakan bahan tanamanyang ideal untuk

disimpankarena bila diregenerasikan dapat membentuk bibit somatik

(Purnamaningsih, 2006).

Eksplan

Kultur meristem adalah kultur jaringan makanan dengan menggunakan

eksplan (bahan tanaman). Bagian tanaman yang digunakan berupa jaringan

merismatik, misalnya daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji. Dalam

pelaksanaannya teknik kutur meristem, secara berurutan langkah kerja yang harus

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan media kultur : media preparasi

2. Pembuatan bahan eksplan : inisiasi

3. Penanaman eksplan : inokulasi

4. Penumbuhan tanaman kultur : inkubasi

5. Pengadaptasian tanaman kultur : aklimatisasi

(Nugroho dan sugito, 2000).

Pada tanaman dikotil, pembelahan sel yang bertanggung jawab untuk

pemanjangan terjadi didalam daerah meristematik tepat dibawah ujung dan

bersamaan dengan diferensiasi jaringan pengangkut primer. Penebalan skunder

berlanjut dalam jaringan batang yang lebih tua tetapi pertumbuhan membujur

biasanya tidak nyata pada ruas-ruas yang memisahkan daun-daun yang telah

(25)

Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan

faktor penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenetik, ukuran

eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus

dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan

awal kultur. Umumnya, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah

jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda

mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-sel masih aktif membelah diri, dan

relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita, 2003).

Perbanyakan secara in vitro dapat menggunakanberbagai macam eksplan. Eksplan yang relatif mudahdiinduksi tunasnya adalah eksplan yang memiliki

jaringanmeristem atau bakal tunas seperti tunas terminaldan bakal tunas pada

buku. Untuk mengetahuieksplan yang paling mudah, paling cepat, dan

palingtinggi faktor multiplikasinya, induksi tunas dilakukandengan menggunakan

eksplan tunas terminal, bukusatu tunas dengan daun dan buku satu tunas tanpa

daun (Kosmiatin et al., 2005)

Beberapa genotipe bibit karet yang tersedia di rumah kaca akan digunakan

sebagai eksplan dalam pembiakanmicrocutting tanaman karet. Bahan-bahan karet yang digunakan ini harus diberi perlakuan yang berbeda dalam poses

microcutting. Sehubungan dengan itu hal ini untuk karakterisasi masing-masing genotipe untuk menentukan kualitas genotipe yang berkaitan dengan respon dan

kemampuan pertumbuhan selama proses microcutting. Juga batang bawah yang

digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dan mengidentifikasi

ciri-ciri morfologi untuk klon batang bawah yang menggunakan teknologi

(26)

Pembentukan kalus terjadi karena adanyapelukaan yang diberikan pada

eksplan, sehinggasel-sel pada eksplan akan memperbaiki sel-selyang rusak

tersebut. Pada awalnya terjadipembentangan dinding sel dan penyerapan

air,sehingga sel akan membengkak selanjutnya terjadipembelahan sel

(Sitorus et al., 2011).

Sel-sel pada jaringan atau organ tanaman tidak semua seragam. Berbagai

tipe sel dapat dijumpai dalam jaringan tanaman. Proses dimana sel-sel tumbuh

menjadi terspesialisasi disebut diferensiasi sedangkan proses pertumbuhan dan

diferensiasi individu tanaman disebut perkembangan. Istilah lain yang berkaitan

dengan perkembangan tanaman adalah morfogenesis (Lakitan, 1996).

Tahap multiplikasi diharapkan tunas akan mengalami pemanjangan

dengan demikian terjadi pertambahan ukuran tunas sebelum induksi akar, oleh

karena itu perlu dicari jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tepat untuk

dapat merangsang pemanjangan tunas. Pemanjangan tunas disertai dengan

membukanya primordia daun menjadi helaian daun. Terkadang pada tahap

pemanjangan tunas diikuti pula dengan multiplikasi tunas. Pada tahapan

pemanjangan tunas, terdapat dua zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi yaitu

sitokinin dan gibberelin (Ariyanti, 2014).

Media Kultur Jaringan

Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan

yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen

tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon, vitamin dan

(27)

asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat

menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel, 1991).

Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur

telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara

in vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhkan ditanah, meliputi hara-hara makro dan mikro (Yusnita, 2003).

Medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa medium padat atau cair. Medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang

selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang lengkap (plantlet), sedangkan medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Medium yang digunakan

mengandung lima komponen utama, yaitu: senyawa anorganik, sumber karbon,

vitamin, zat pengatur tumbuh, dan suplemen organik (Yuwono, 2006).

Medium padat dapat digunakan untukproliferasi kalus karena

mempercepatpembentukan kalus sekunder dan pembentukankalus embriogenik

remah yanglebih banyak. Sementara pada SPS (sistem perendaman sesaat)

danmedium cair, pembentukan kalus embriogenikremah relatif sedikit,

sehinggaterbentuk lebih banyak sel embriogenikyang menunjang proses

pendewasaanmenjadi embrio somatik. Oleh karena itu, penggunaan medium cair

dan mediumSPS (sistem perendaman sesaat) dapat direkomendasikan

sebagaimedium tumbuh untuk pendewasaan kalusembriogenik menjadi embrio

(28)

Hasil penelitian Nursetiadi (2008) media WPM (Woody Plant Medium) merupakan media yang mampu dioptimalkan oleh eksplan untuk pembentukan

tunas. Muncul tunas tercepat yaitu pada media WPM (Woody Plant Medium) dengan konsentrasi BAP 0 ppm + IBA 0.5 ppm dan BAP 1 ppm + IBA 0.5 ppm

dan pada konsentrasi BAP 2 ppm + IBA 0.5 ppm merupakan konsentrasi yang

paling optimal pada panjang tunas dan jumlah daun.

Lingkungan In vitro

Pemuliaan tanaman in vitromencakup semua teknik kultur sel dan jaringan yang meliputi perbanyakan, pengamatan dan manipulasi genetik tanaman tanpa

melibatkan siklus seksual. Pada dasarnya kultur in vitro merupakan suatu proses perbanyakan sel, jaringan, organ atau proptoplas dengan teknik steril (Nasir,

2002).

Pekerjaan mengisiolasi dan mentransfer bahan tanaman biasanya

diruangan khusus atau didalam lemari dimana mikroorganisme dapat

dikecualikan. Lemari yang digunakan untuk isolasi dapat ditempatkan dalam

rancangan laboratorium, tetapi jauh lebih baik di ruangan inokulasi atau transfer

ruangan khusus yang disediakan. Pada saat ditempatkan di inkubator

pencahayaan, suhu dan kelembaban dapat dikontrol. Laju pertumbuhan tergantung

pada suhu dan juga pencahayaan yang diadopsi (George et al., 2007).

Kondisi lingkungan yang menentukan keberhasilan dalam pembiakan

tanaman dengan kulturjaringan meliputi cahaya, suhu, dan komponen atmosfer.

Cahaya dibutuhkan untuk mengatur proses morfogenetik tertentu. Dalam teknik

kultur jaringan, cahaya dinyatakan dengan dimensi lama penyinaran, intensitas,

(29)

kebutuhan penyinaran pada kultur jaringan tanaman merupakan pencerminan dari

kebutuhan periodisitas tanaman yang bersangkutan dilapangan. Kualitas cahaya

mempengaruhi diferensiasi jaringan (Yusnita, 2003).

Kualitas cahaya yang baik untuk perkembangan tanaman harus

diperhatikan. Lampu flourescens jauh lebih baik dibandingkan lampu pijar, karena

panasnya relatif rendah. Intensitas cahaya yang dibutuhkan berkisar

1000-4000 lux. Intensitas cahaya diatur menempatkan lampu dengan kekuatan

tertentu dengan jarak 40-50 cm dari tabung kultur untuk luas tertentu

(Harahap, 2011).

Suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan.

Suhu yang umum digunakan untuk pengkulturan berbagai jenis tanaman adalah

26±20C. Untuk kebanyakan tanaman, suhu yang terlalu rendah (kurang dari 200C)

dapat menghambat pertumbuhan, dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari 320C)

menyebabkan tanaman merana. Namun, pada kultur tanaman yang biasanya

memerlukan suhu rendah untuk pertumbuhan terbaiknya (Yusnita, 2003).

Plant Growth Regulator

Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang mendorongpembelahan

(sitokinesis), pertumbuhan danperkembangan kultur sel tanaman. Sitokininjuga

menunda penuaan daun, bunga dan buahdengan cara mengontrol dengan baik

proseskemunduran yang menyebabkan kematian sel-seltanaman. Pada tumbuhan,

efek sitokinin seringdipengaruhi oleh keberadaan auksin, misalnyajumlah akar

yang banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak.

Peningkatankonsentrasi sitokinin ini akan menyebabkansistem tunas membentuk

(30)

Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh

terhadap sifat genetik (genetic dwarfism), pembungaan, penyinaran,

parthonecarphy, mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan (germination)

dan aspek fisiologi lainnya (Abidin, 1985).

Pada banyak sistem, giberelin yang ditambahkan dapat menghalangi

efek-efek dorman. Hal ini menyatakan bahwa peranan giberelin didalam meristem

apikal mungkin hanyalah melindunginya dari efek-efek penghambat pertumbuhan

endogen yang menghambat seperti misalnya dorman (Wilkins, 1989).

Di antara hormon tumbuhan yang dikenal giberelin mempunyai

kemampuan khusus memacu pertumbuhan tanaman utuh pada banyak spesies,

terutama tumbuhan kerdil atau tumbuhan dwitahunan dalam fase roseta, giberelin

biasanya lebih banyak mendorong pemanjangan batang utuh dari pada potongan

batang, sehingga efeknya berlawanan dengan efek auksin

(Salisbury dan Ross, 1995).

GA3 merupakan yang paling banyak dijumpai di dalam tanaman. Asam

giberelat tidak begitu sering digunakan dalam kultur jaringan. Senyawa tersebut

tidak tahan panas dan tidak dapat diautoklaf. Oleh karena itu, harus ditambahkan

kedalam medium setelah diotoklaf dengan menggunakan filter milipore

(sterilisasi filter). Secara umum peranan asam giberelat didalam tanaman adalah

meningkatkan perkecambahan biji dan menginduksi pemanjangan ruas. Senyawa

itu digunakan didalam media kultur untuk meningkatkan pemanjangan

pucuk-pucuk yang sangat kecil dan merangsang pembentukan embrio dan kalus

(31)

Menurut Wareing dan Phillips (1970) dalam Mudyantini (2008) efek

fisiologis yang khas pada tanaman yangdiperlakukan dengan GA3 adalah

terjadinya pemanjanganbatang, akibat adanya aktivitas kambium di

internodus,sehingga tanaman yang diperlakukan menjadi lebih tinggidaripada

tanaman normal. Pemanjangan batang selaindipengaruhi oleh aktivitas kambium

juga disebabkan olehpeningkatan mitosis di daerah meristem subapikal

batang,sehingga jumlah sel pada masing-masing internodusmeningkat.

Peningkatan jumlah sel menyebabkanpertumbuhan batang lebih cepat, sehingga

dihasilkanbatang yang lebih panjang. Respon ini pada batangbiasanya hanya

berupa peningkatan panjang internodus,dan umumnya tidak meningkatkan jumlah

internodus yang terbentuk.

Kebanyakan hormon endogen ditanaman terdapat pada jaringan meristem

yaitu jaringan yang aktif tumbuh dan membelah. Sehingga pemberian hormon

eksogen sangat mempengaruhi kerja hormon endogen sebagai fungsinya dalam

proses cytokinesis(proses pembelahan sel) pada berbagai organ tanaman.

Pemberian hormon eksogen dengan konsentrasi yang melebihi kebutuhan

tanaman dapat menyebabkan pembentukan tunas terhambat (Azwin, 2007).

Pemberian GA3 pada tempat yangdapat mengangkutnya ke apeks

tajuk,peningkatan pembelahan dan pembesaran selakan nampak pada

pemanjangan danperkembangan daun muda, dengan terpacunyaperkembangan

daun yang cepat ini fotosintesisakan terpacu yang dapat menghasilkanpeningkatan

keseluruhan pertumbuhan.Perkembangan daun sangat penting padaproduksi

tanaman budidaya agar dapatmemaksimalkan penyerapan cahaya dan asimilasi

(32)

Pemberian NAA dan BAP terhadap regenerasi kentang hasil induksi

mutasi EMS dapat dirumuskan. Tidak terdapat interaksi antara NAA dan BAP

terhadap regenerasi kalus kentang menjadi planlet, waktu muncul rootlet, jumlah

rootlet, diameter kalus dan bobot kalus. Pemberian NAA memberikan pengaruh

berbeda nyata pada diameter kalus dan bobot kalus kentang. Warna kalus yang

dihasilkan adalah hijau keputihan, hijau kekuningan, putih kecoklatan, coklat dan

coklat kekuningan. Sedangkan tekstur kalus yang terbentuk adalah kompak

(Wartina, 2011)

Kajian Kultur Jaringan Tanaman Karet

Kultur In vitro embrio tanaman karet yang dilakukan dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda Benzil Amino Purin (BAP) 0.075 mg/l dan 0.01 mg/l konsentrasi Napthalen Asam Asetat (NAA) untuk melengkapi Murashige dan Skoog (MS) medium dengan 0.075 mg/l BAP dan 0.01 mg/l NAA.

Perlakuan ini menghasilkan planlet karet dengan akar tunggang yang berkembang

dengan baik. Konsentrasi yang sama dari NAA dan konsentrasi BAP sedikit lebih

tinggi atau lebih dari 0.075 mg/l karet yang dihasilkan tunas dan akar lateral saja

(Dickson et al., 2011).

Pemberian kombinasi BAP dan NAA pada media WPM

(Woody Plant Medium) terhadap persentase munculnya tunas, jumlah tunas,

terbentuknya daun yang terbaik pada kombinasi konsentrasi

0.5 mg/l BAP + 0 mg/l NAA, sedangkan konsentrasi 0.5 mg/l BAP + 0.25 mg/l

NAA memberikan respon panjang tunas yang terbaik (Sundari et al., 2015).

Hasil penelitian (Harahap et al., 2015) Pemberian kombinasi BAP dan

(33)

BAP 0.5mg/l + NAA 0 mg/l dan eksplan membentuk tunas pada perlakuan BAP

1.5 mg/l + NAA 0.25 mg/l. Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan maka

jumlah tunas yang dihasilkan akan semakin tinggi, karena pemberian konsentrasi

BAP yang tertinggi pada perlakuan masih bisa direspon oleh tanaman sehingga

tanaman terdorong untuk melakukan pembelahan sel secara aktif (Sari, 2011).

Eksplan tunas muncul pada media yang ditambahkan dengan 0.5 mg/l dan

4.0 mg/l BAP dan 0.005, 0.1, 0.5, 0.1 mg/l IBA. Pertumbuhan tunas ketiak

ditemukan baik pada 0.5 mg/l BAP + 0.005 mg/l IBA, 0.5 mg/l BAP + 0.1 mg/l

IBA dan 4.0 mg/l BAP + 0.05 mg/l IBA. Dengan konsentrasi BAP 7-10 mg/l BAP

kultur menunjukkan jenis pertumbuhan dengan sejumlah besar tunas yang tumbuh

berdekatan, ketika dipisahkan dan disubkultur gagal berkembang menjadi tunas

(34)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Microcutting Tanaman Karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi, Sumatera

Utara, Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan April 2015sampai dengan Juli

2015.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nodus

berukuran ±2 cm dari bahan tanaman karet yang di tanam di rumah kasa,

komposisi media yang digunakan larutan stok media WPM sebagai media tumbuh

tanaman denganGA3 dan BAP sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) yang

digunakan, eksplan yang digunakan berasal dari klon GP 3 yang merupakan

koleksi PTPN III. Bahan penyusun media lainnya, agar, akuades steril, dan bahan

lainnya yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), tabung uji, autoklaf, steri box, timbangan analitik, rak kultur, hot plate dengan magnetic stirer, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pinset, gunting, scalpel, lampu bunsen, pH meter, oven, kertas plano, kaca tebal,

aluminium foil, kompor gas, minisar, mikropipet, tip, pipet tetes, danalat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan dua faktor perlakuan yaitu :

(35)

G1 : GA3 0 mg/l

G2 : GA3 0.5 mg/l

G3 : GA3 1 mg/l

G4 : GA3 1.5 mg/l

Faktor II : Perendaman nodus sebelum pengkulturan selama 2 jam 30 menit

dengan 4 taraf

T1 : GA3 0 mg/l

T2 : GA3 5 mg/l

T3 : GA3 10 mg/l

T4 : GA3 15 mg/l

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut:

G1T1 G2T1 G3T1 G4T1

G1T2 G2T2 G3T2 G4T2

G1T3 G2T3 G3T3 G4T3

G1T4 G2T4 G3T4 G4T4

Jumlah perlakuan : 16

Jumlah ulangan : 7

Jumlah eksplan tiap tabung uji : 1

Jumlah seluruh eksplan : 112

Jumlah seluruh tanaman : 112

Adapun model liner dari sidik ragam penelitian sebagai berikut:

(36)

Yijk = Nilai pengamatan unit percobaan pada perlakuan GA3 ke-i, Perendaman nodus sebelum pengkulturan ke-j, dan ulangan ke-k

µ = Nilai tengah umum

αi = PengaruhGA3 ke-i

βj = Pengaruh Perendaman nodus sebelum pengkulturan ke-j

(αβ)ij = Nilai tambah pengaruh interaksi GA3 ke-i dan Perendaman nodus

sebelum pengkulturan ke-j

εijk = Galat percobaan

Jika perlakuan (konsentrasi GA3, konsentrasi perendamannodussebelum

pengkulturan dan interaksi) berbeda nyata dalam sidik ragam maka dilanjutkan

dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada α = 5%

(37)

PELAKSANAAN PENELITIAN Sterilisasi Alat-Alat

Sebelum semua alat-alat disterilisasi dan alat-alat kaca digunakan untuk

kultur in vitro maka terlebih dahulu dicuci dan dikeringkan. Kemudian bungkus tabung dengan plastik tahan panas atau letakkan pada rak tabung, sedangkan

untuk botol biasanya bisa langsung diletakkan pada autoklaf. Disterilkan

tabung/botol dengan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 17,5 psi selama 60

menit. Setelah itu sterilkan secara kering tabung/botol di dalam oven pada suhu

150oC selama 1-2 jam.

Pembuatan Media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah mediaWoody Plant Medium (WPM). Sebelum dilakukan pembuatan media WPM, dilakukan pembuatan larutan stok hormon BAP dan GA3. Larutan stok hormon

masing-masing dibuat 100mg/100ml. Kemudian larutan stok BAP dan GA3disaring

menggunakan minisar guna meningkatkan sterilitas dari hormon tersebut dan

dilakukan di Laminar Air Flow Cabinet (LAFC).

Pada pembuatan media WPM, tahap pertama adalah membuat larutan stok

bahan kimia hara makro dengan pembesaran 10x, hara mikro dengan pembesaran

100x, larutan iron dengan pembesaran 50x, larutan vitamin dengan pembesaran

100x, sukrosa 50 g, myo-inositol 0,1 g dan agar 5g. Tahap berikutnya, sukrosa

dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah berisi akuades 1000 ml, lalu diaduk dengan menggunakan magnetik stirer sebagai pengaduk. Kemudian ditambahkan

myo-inositol diaduk hingga larut. Dimasukkan larutan stok hara makro 180ml,

(38)

ditepatkan menjadi 3600ml dengan menambahkan akuades. Keasaman diukur

dengan pH meter. pH yang dikehendaki adalah 5,8, untuk mengatur pH yaitu

menaikkan atau menurunkan pH dapat digunakan larutan KOH dan HCl 0,1 N.

Ditambahkan agar biotek dan dimasak di atas kompor gas sampai larutan

mendidih dan bening (semua agar telah larut). Larutan dipindahkan ke erlenmeyer

berukuran 5000ml dan ditutup dengan aluminium foil dan diikat dengan tali

plastik. Kemudian media WPM di sterilisasi dengan tekanan 17,5 psi pada

suhu 121°C selama 20 menit di autoklaf. Setelah proses sterilisasi selesai, media

dimasukkan ke ruang kultur dan dimasukkan keLaminar Air Flow Cabinet

(LAFC) untuk dibagikan ke 4 tabung erlenmeyer berukuran 2000ml dengan

masing-masing tabung berisi 900ml. Teteskan BAP dan GA3 ke masing-masing

tabung uji sesuai perlakuan. Dituangkan media ke dalam tabung uji berisikan

13ml/tabung dan ditutup kain kasa steril yang dibalut dan diikat benang. Sehingga

diperoleh ± 69 tabung uji dari setiap perlakuannya. Tabung uji diberi label sesuai

dengan perlakuan. Selanjutnya disimpan dalam ruang kultur sebelum digunakan.

Pembuatan Media Perendaman GA3

Pada pembuatan media perendaman, dimasukkan akuades 3000ml

kedalam erlenmeyer. Kemudian media disterilisasi dengan tekanan 17,5 psi pada

suhu 1210C selama 20 menit diautoklaf. Setelah proses sterilisasi selesai, media

dimasukkan keruang kulturdan dimasukkan keLaminar Air Flow Cabinet

(LAFC). Larutan dipindahkan ke 4 erlenmeyer berukuran 2000ml yang

masing-masing erlenmeyer berisi 750ml dan ditutup dengan almunium foil dan diikat

dengan tali plastik. Teteskan GA3 ke masing-masing tabung uji sesuai perlakuan.

(39)

perlakuannya dan ditutup dengan penutup botol. Sehingga diperoleh 75 tabung uji

dari setiap perlakuannya. Tabung uji diberi label sesuai dengan perlakuan.

Selanjutnya disimpan dalam ruang kultur sebelum digunakan.

Sterilisasi Bahan Tanaman di Lapangan

Bahan tanaman berasal dari rumah kasa tanaman karet PT. Perkebunan

Nusantara III, Kebun Gunung Pamela. Sterilisasi lapangan ialah dengan

memberikan fungisida (dithane) yang dicampurkan dengan air, kemudian

dioleskan pada bahan tanaman yang akan dijadikan eksplan di rumah kaca dengan

menggunakan kuas. Ditunggu selama 1 malam untuk fungisida bereaksi

mencegah jamur pada bahan tanaman. Dipotong bahan tanaman yang akan

dijadikan eksplan keesokan paginya dan diberi label.

Pengambilan Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan ialah yang telah diberikan fungisida

dithane. Bahan tanaman yang digunakan ialah bibit karet yang telah latern (daun

terbuka sempurna) dan berwarna hijau terang, batang tanaman kokoh dan

berwarna hijau, serta berpayung dua. Batang bawah dari tanaman karet itu sendiri

berasal dari seedlingkaret pendukung klon tertentu yang selanjutnya diokulasi Bagian yang diambil ialah nodus yang terdapat dari setiap batang tersebut.

Pengambilan dilakukan pada pagi hari dengan menggunakan gunting.

Sterilisasi Bahan Tanaman di Laboratorium

Sterilisasi di laboratorium ialah dengan mecuci bahan tanaman

menggunakan air mengalir dengan menggunakan kuas untuk menghilangkan

olesan dithane. Bilas eksplan dengan cara memasukkan eksplan ke dalam tabung

(40)

alkohol dibuang dan toples diisi kembali dengan H2O2 dengan konsentrasi 17%

selama 20 menit. Setelah selesai larutan tersebut dibuang, tabung toples diisi

akuades dan diguncang selama 1 menit dan dibuang kembali. Rendam kembali

eksplan dengan akuades di dalam tabung toples selama 2 x 15 menit. Kemudian

air tersebut dibuang dari tabung toples. Dan eksplan sudah siap ditanam.

Persiapan Ruang Tanam

Seluruh permukaan laminar air flow cabinet sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan di lap menggunakan alkohol 96% lalu di sterilkan dengan

sinar Ultra Violet selama 1 jam sebelum proses penanaman dilakukan. Semua alat

dan bahan yang akan dipakai harus disemprot dengan alkohol 96% dan beberapa

alat seperti pinset, gunting, scalpel setelah disemprot lalu dibakar di dalam ke

dalam laminar air flow cabinet selama 1 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko bahan penelitian terkontaminasi. Steri box dihidupkan dan disediakan alkohol 70% untuk membersihkan alat yang telah digunakan.

Perendaman Nodus

Perendaman nodus dilakukan sebelum penanaman. Nodus diambil

kemudian dimasukkan ke tabung uji masing-masing perlakuan perendaman yang

berisi akuades dengan penambahan GA3 sesuai konsentrasi setiap masing-masing

perlakuanke dalam tabung uji. Lama perendamannodus sebagai

perlakuandilakukan selama 2 jam 30 menit.

Penanaman

Eksplan yang digunakan adalah nodus dari bahan tanaman karet yang telah

di sterilisasi sebelumnyadengan standar yang dimiliki Laboratorium

(41)

mengalami perendaman GA3 selama 2 jam 30 menit, lalu langsung ditanam pada

tabung uji yang sudah berisikan media sebanyak 13ml/tabung uji. Eksplan yang

digunakan berukuran 1,5-2 cm, apabila ukuran eksplan belum

sesuai maka dipotong menggunakan gunting steril dan tajam. Eksplan yang akan

dikulturkan ke dalam media tanam diletakkan di piringan kaca tebal dengan alas

kertas plano. Kemudian eksplan ditanamkan ke dalam tabung uji sesuai dengan

perlakuan, setiap tabung uji terdiri dari 1 eksplan. Kemudian ujung tabung uji

ditutup dengan menggunakan kain kasa steril yang dibalut dan diikat benang.

Kegiatan penanaman dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) dan di bawah api bunsen. Tabung uji diletakkan di rak kultur di bawah cahaya dan

ruangan memiliki air conditioner dengan suhu 18oC.

Pemeliharaan Eksplan

Tabung-tabung uji diletakkan pada rak kultur di dalam ruang kultur.

Ruangan ini diusahakan bebas dari bakteri dan cendawan, dimana setiap hari

disemprot dengan alkohol 96% atau dan disemprot formalin agar bebas dari

organisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi. Dalam penelitian ini suhu

ruangan kultur yang digunakan + 20-25°C, paling optimum 18oC dan intensitas

cahaya 2000 lux serta dengan kondisi ruangan memiliki air conditioner dengan hefa yang dibersihkan selama 6 bulan sekali. Apabila mengalami kontaminasi,

segera diambil dari rak kultur agar mencegah kontaminasi ke tabung lainnya.

(42)

Umur Muncal Tunas (hari)

Umur muncul tunas dihitung dari awal penanaman hingga terbentuknya

tunas dalam satuan hari

Persentase Muncul Tunas (%)

Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian (6 MST) berdasarkan jumlah

tunas yang muncul dari keseluruhan ulangan.

Persentase muncul tunas = Jumlah tunas yang terbentuk Jumlah eksplan per perlakuan

x 100%

Jumlah Tunas (tunas)

Dihitung pada akhir penelitian (6 MST) dengan menghitung banyaknya

tunas baru yang terbentuk dari setiap eksplan.

Panjang Tunas (cm)

Panjang tunas diukur pada tunas tertinggi dengan menggunakan kertas

milimeter yang diukur dari tempat munculnya tunas (pangkal) sampai ujung tunas

tertinggi. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian.

Jumlah Terbentuk Daun

Jumlah terbentuk daun dihitung dari bakal daun yang terbentuk pada

eksplan. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian. Persentase terbentuk daun

dihitung dengan rumus:

Persentase terbentukdaun =

Jumlah eksplan per perlakuan Jumlah daun yang terbentuk

Jumlah Daun (helai)

Daun yang dihitung adalah daun yang trifoliat yang berwarna cokelat

kehijauan yang sudah kelihatan struktur atau tulang daunnya. Pengamatan

dilakukan pada akhir penelitian.

(43)

Kehadiran kalus dilihat dari ada atau tidaknya kemunculan kalus dari

bekas potongan/pelukaan eksplan atau dari bagian manapun dari eksplan.

Diobservasi kehadiran kalus pada akhir penelitian.

Warna Kalus

Dilihat dari penampakan warna kalus yang muncul. Warna kalus dilihat

pada akhir penelitian.

Morfogenesis

Kemunculan tunas di luar jaringan meristem aksilar (pangkal batang,

ujung batang bagian manapun dari eksplan).

(44)

Hasil

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, diperoleh bahwa interaksi

antara perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perlakuan perendaman nodus

dalam GA3memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas, panjang

tunas dan jumlah terbentuk daun. Pada jumlah daun, umur muncul tunas,

kehadiran kalus, warna kalus dan morfogenesis tidak berpengaruh nyata pada

perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perlakuan perendaman nodusdalam

GA3 serta interaksi antara perlakuan penambahan GA3 dalam media dan

perlakuan perendaman nodus dalam GA3.

Umur Muncul Tunas (hari)

Hasil pengamatan terhadap parameter rataan umur muncul tunas pada

perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus dalam

GA3sebelum pengkulturan (Lampiran 1-3). Rataan umur muncul tunas dari

perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus dalam

GA3sebelum pengkulturan dapat dlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus dalam GA3sebelum pengkulturan terhadap umur muncul tunas (Hari).

T4= Perendaman GA3 15 mg/l sebelum pengkulturan.

(45)

Hasil pengamatan terhadap parameter rataan persentase muncultunas pada

perlakuan penambahan GA3dalammedia dan perendaman nodus dalam GA3

sebelum pengkulturan (Lampiran 4). Rataan persentase munculnya tunas dari

perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus dalam

GA3sebelum pengkulturan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus dalam GA3sebelum pengkulturan terhadap persentase munculnya tunas

(%).

GA3

Perendaman Nodus Dalam GA3

Rataan

T1 T2 T3 T4

G1= 0 mg/l 100.00 100.00 71.43 100.00 92.86

G2= 0.5 mg/l 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

G3= 1 mg/l 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

G4= 1.5 mg/l 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Rataan 100.00 100.00 92.86 100.00

Keterangan: Perlakuan T1= Perendaman GA3 0 mg/l sebelum pengkulturan; T2= Perendaman

GA3 5mg/l sebelum pengkulturan; T3= PerendamanGA3 10 mg/l sebelum

pengkulturan; T4= PerendamanGA3 15 mg/l sebelum pengkulturan.

Gambar eksplan sebelum dan setelah membentuk tunas pada salah satu

perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1a dan Gambar 1b.

Gambar 1. Eksplan (a) sebelum membentuk tunas(2 MST) (b) setelah membentuk tunas (6 MST)

(46)

Hasil pengamatan serta sidik ragam terhadap parameter rataan

jumlah tunas pada perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman

nodus dalam GA3 sebelum pengkulturan (Lampiran5-7), menunjukkan bahwa

interaksi perlakuan penambahan GA3 dalam mediadan perendaman nodus

sebelum pengkulturan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rataan jumlah

tunas pada 6 MST.

Rataan jumlah tunas dari perlakuan penambahan GA3 dalam media dan

perendaman nodus sebelum pengkulturan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus sebelum pengkulturan terhadap jumlah tunas (tunas) (6MST).

GA3

Keterangan: *Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

**Perlakuan T1= Perendaman GA3 0 mg/l sebelum pengkulturan;

T2= Perendaman GA3 5 mg/l sebelum pengkulturan;

T3= Perendaman GA3 10 mg/l sebelum pengkulturan;

T4= Perendaman GA3 15 mg/l sebelum pengkulturan.

Tabel 3, memperlihatkan untuk perlakuan G1 (GA3 0 mg/l (tanpa

pemberian GA3), rataan jumlah tunas tertinggi terdapat pada perlakuan T1(GA3 0

mg/l), T2 (GA3 5 mg/l) dan T4 (GA3 15 mg/l) yaitu dengan rataan masing-masing

(1.00) sedangkan terendah pada perlakuan T3 (GA3 10 mg/l) yaitu dengan rataan

(0.71). Pada perlakuan G2 (GA30.5 mg/l), rataan jumlah tunas tertinggi terdapat

pada perlakuan T1 (GA3 0 mg/l), T2 (GA3 5 mg/l), T3 (GA3 10 mg/l) dan T4

(GA3 15 mg/l).Pada perlakuan G3 (GA31 mg/l), rataan jumlah tunas tertinggi

(47)

T4 (GA3 15 mg/l).Pada perlakuan G4 (GA31.5 mg/l), rataan jumlah tunas tertinggi

terdapat pada perlakuan T1 (GA3 0 mg/l), T2 (GA3 5 mg/l), T3 (GA3 10 mg/l) dan

T4 (GA3 15 mg/l).

Panjang Tunas (cm)

Hasil pengamatan serta sidik ragam terhadap parameter rataan panjang

tunas pada perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus

dalam GA3sebelum pengkulturan (Lampiran 8-10), menunjukkan bahwa interaksi

penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus dalam GA3memberikan

pengaruh sangat nyata terhadap rataan panjang tunas pada6 MST.

Tabel 4. Pengaruh penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus sebelum pengkulturan terhadap panjang tunas (cm) (6 MST).

GA3

Keterangan: *Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

**Perlakuan T1= Perendaman GA3 0 mg/l sebelum pengkulturan;

T2= Perendaman GA3 5 mg/l sebelum pengkulturan;

T3= Perendaman GA3 10 mg/l sebelum pengkulturan;

T4= Perendaman GA3 15 mg/l sebelum pengkulturan.

Tabel 4, untuk perlakuan G1 (GA3 0 mg/l (tanpa pemberian GA3) rataan

panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (GA3 0 mg/l) dengan rataan

(2.03) cm sedangkan terendah pada perlakuan T4 (GA3 15 mg/l) dengan rataan

(0.30) cm. Pada perlakuan G2 (GA30.5 mg/l), rataan panjang tunas tertinggi

terdapat pada perlakuan T1 (GA3 0 mg/l) dengan rataan 1.83 cm sedangkan

terendah pada perlakuan T4 (GA315 mg/l) yaitu dengan rataan (0.98) cm.Pada

(48)

T1 (GA3 0 mg/l) dengan rataan (0.93) cm sedangkan terendah pada perlakuan T2

(GA3 5 mg/l) dengan rataan (0,13) cm. Pada perlakuan G4 (GA3

1.5 mg/l), rataan panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan T2 (GA3 5 mg/l)

yaitu dengan rataan (1,21) cm sedangkan terendah pada perlakuan T4 (GA3 15

mg/l) yaitu dengan rataan (0.65) cm.

Gambarpanjang tunas eksplan pada salah satu perlakuan dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Panjang Tunas (6 MST)

Jumlah Terbentuk Daun

Hasil pengamatan sidik ragam terhadap parameter rataan jumlah

terbentuknya bakal daun terhadap perlakuan penambahan GA3 dalam media dan

perendaman nodus dalam GA3sebelum pengkulturan (Lampiran 11-13)

menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan GA3 dalam media dan

perendaman nodus dalam GA3sebelum pengkulturan memberikan pengaruh

sangat nyata terhadap rataan jumlah terbentuk daun pada 6 MST.

Gambar jumlah terbentuk daun pada salah satu perlakuan dapat dilihat

(49)

Gambar 3. Eksplan Membentuk Daun

Rataan jumlah terbentuk daun dari penambahan GA3 dalam media dan

perendaman nodus sebelum pengkulturan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus sebelum pengkulturan terhadap jumlah terbentukdaun(6 MST).

GA3

Keterangan: *Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%.

**Perlakuan T1= Perendaman GA3 0 mg/l sebelum pengkulturan;

T2= Perendaman GA3 5 mg/l sebelum pengkulturan;

T3= Perendaman GA3 10 mg/l sebelum pengkulturan;

T4= Perendaman GA3 15 mg/l sebelum pengkulturan.

Tabel 5, perlakuan G1 (GA3 0 mg/l (tanpa pemberian GA3) rataanjumlah

terbentuk daun tertinggi pada perlakuan T1 (GA30 mg/l) yaitu dengan rataan

(1.00) sedangkan terendah pada perlakuan T3 (GA3 10 mg/l) yaitu dengan rataan

(0.43). Pada Perlakuan G2 (GA3 0.5 mg/l) rataan jumlah terbentuk daun tertinggi

terdapat pada perlakuan T1 (GA3 0 mg/l), T2 (GA3 5 mg/l), T3 (GA3 10 mg/l)

yaitu dengan rataan (1.00) sedangkan terendah pada perlakuan T4 (GA3 15 mg/l)

yaitu dengan rataan (0.71). Pada perlakuan G3 (GA3 1.5 mg/l) rataan jumlah

(50)

mg/l) yaitu dengan rataan (1.00) sedangkan terendah pada perlakuan T3 (GA3 10

mg/l) yaitu dengan rataan (0.57). Pada perlakuan G4 (GA3 1.5 mg/l) rataan jumlah

terbentuk bakal daun tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (GA3 0 mg/l) yaitu

dengan rataan (1.00) sedangkan terendah pada perlakuan T3 (GA3 10 mg/l) yaitu

dengan rataan (0.29).

Jumlah Daun (Helai)

Hasil pengamatan serta sidik ragam terhadap parameter rataan jumlah

daun terhadap perlakuan penambahan GA3 dalam media den perendaman nodus

sebelum pengkulturan (Lampiran 14-16), menunjukkan bahwa perlakuan

penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus dalam GA3sebelum

pengkulturan dan interaksi dari kedua perlakuan belum memberikan pengaruh

nyata terhadap rataan jumlah daun pada 6 MST. Gambar eksplan membentuk

daun dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Eksplan Membentuk Daun

Rataan jumlah daun dari penambahan GA3 dalam media dan perendaman

nodus sebelum pengkulturan dapat dilihat pada tabel Tabel 6.

(51)

GA3

T4= Perendaman GA3 15 mg/l sebelum pengkulturan.

Kehadiran kalus

Pada semua kultur yang dilakukan tidak ada satupun yang menunjukkan

kehadiran kalus. Ketidakhadiran kalus pada tunas mikro tanaman karet merupakan

hal yang diharapkan dalam penelitian ini, sebab microcutting pada tahapprimary culture merupakan tahapan awal sehingga tidak diharapkan kehadiran kalus dan hingga akhir penelitian tidak ditemukan kalus.

Warna kalus dan morfogenesis

Ketidakhadiran kalus hingga akhir penelitian menyebabkan tidak adanya

warna kalus yang diamati secara visual. Morfogenesis berdasarkan kemunculan

tunas mikro tanaman karet maka tidak diperoleh kemunculan tunas diluarjaringan

meristem aksilar (pangkal batang, ujung batang, bagian lain dari eksplan).

Tabel 7.Pengaruh Aplikasi GA3Dalam Induksi Tunas Mikro Tanaman KaretSecara In Vitro (6 MST) Terhadap Kehadiran Kalus.

Peubah Amatan Perlakuan

G T GXT

Kehadiran Kalus Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Warna Kalus Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Morfogenesis Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Keterangan: G = Penambahan GA3

T = Perendaman nodus

GXT = Interaksi penambahan GA3 dengan perendaman nodus

(52)

Pengaruh penambahan GA3 dalam media terhadap pertumbuhan dan perkembangan induksi tunas mikro tanaman karet

Hasil analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan penambahan

GA3 dalam mediamemberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas,

panjang tunas dan jumlah terbentuk daun tetapi belum berpengaruh nyata terhadap

jumlah daun, umur muncul tunas, kehadiran kalus, warna kalus dan morfogenesis.

Rataan jumlah tunas tertinggi diperoleh pada perlakuanG2 (GA3 0.5

mg/l)sedangkan rataan jumlah tunas terendah pada perlakuanG1 (GA30 mg/l). Hal

ini dapat dilihat dari hasil penambahan konsentrasi giberelin berpengaruh dalam

pertumbuhan jumlah tunas. Menurut SeneviratnadanWijesekera (1997) GA3

adalah zat pengatur tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan dan morfologi

dari jaringan tanaman kultur untuk kultivar yang berbeda dari spesies yang

berbeda, kultivar yang berbeda dari spesies yang sama dan eksplan yang berbeda

dari tanaman yang sama. Menurut Mudyantini (2008) kehadirangiberelin tersebut

akan meningkatkan kandungan auksin.Mekanisme lain menyebutkan bahwa

giberelin akanmenstimulasi pemanjangan sel karena adanya hidrolisispati yang

dihasilkan dari giberelin akan mendukungterbentuknyaα-amilase.Sebagai akibat

dari prosestersebut, maka konsentrasi gula meningkat yangmengakibatkan

tekanan osmotik di dalam sel menjadi naik,sehingga ada kecenderungan sel

tersebut berkembang. Berdasarkan penelitian Ariyanti et al., (2010) rataan pertambahan jumlah tunas tertinggi terdapat pada perlakuan zeatin 3 mg/l dan

GA30,5 mg/ yaitu 1,00 ± 0,71. Pembentukan tunas tercepat ada pada perlakuan

BAP + GA3, hal ini diduga dikarenakan eksplan telah dapat beradapatasi dengan

cepat sehingga pada minggu pertama, eksplan telah dapat menyerap nutrisi dari

(53)

Peubah amatanrataan panjang tunas memperlihatkan bahwa tunas tertinggi

terdapat pada perlakuan G2 (GA3 0.5 mg/l)sedangkan rataan panjang tunas

terendah pada perlakuan G3 (GA3 1 mg/l) ini berarti penambahan GA3 dalam

media mempengaruhi perpanjangan batang tanaman. Menurut Gunatilleke dan

Chandra (1988) GA3 0.5 mg/l suboptimal untuk pertumbuhan tunas sedangkan 2

mg/l mungkin telah optimal untuk pertumbuhan tunas. Tingkat GA3 diantara

kedua mungkin efektif dalam meningkatkan perpanjangan tunas.Menurut Santoso

dan Fatimah (2001) GA dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

yaitu mempengaruhi pemanjangan batang atau ruas batang. Kegiatan kultur

jaringan tanaman tanpa penambahan GA sesungguhnya dapat berjalan dan proses

induksi serta diferensiasi dapat dilakukan, meski demikian tidak menutup bahwa

GA endogen dalam eksplan walaupun dalam kadar yang relatif kecil diduga tetap

merupakan komponen yang essensial.

Rataan jumlah terbentukdaun tertinggi terdapat pada perlakuan G2 (GA3

0.5 mg/l)sedangkan rataan jumlah terbentuk daun terendah pada perlakuanG1

(GA30 mg/l) pemberiankonsentrasi perlakuan G2 menghasilkan rataan jumlah

terbentuk daun tertinggi. Berdasarkan penelitian Farhatullah et al., (2007) perlakuan T4 (GA3 0.5 mg/l) meningkatkan pertumbuhan daun 90% pada eksplan

tanaman kentang.Ini berarti pemberian GA3 merangsang jumlah terbentuknya

bakal daun melalui perpanjangan batang tanaman. Menurut Sari et al., (2012) secara umum zat pengatur tumbuh dapat membantu peningkatan pertumbuhan

tanaman. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan

dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah

(54)

tumbuh dalam berbagai konsentrasi secara berbeda. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan kandungan konsentrasi hormon endogen tumbuhan itu sendiri. Tunas

dikatakan sempurna apabila batang terus mengalami perpanjangan dan daun yang

terbentuk berwarna hijau tua.

Rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan G2 (GA3 0.5 mg/l)

sedangkan untuk perlakuan G4 (GA3 1.5 mg/l) daun belum terbentuk.Pada

perlakuan GA3dapat dikatakan GA3belum merangsang pertumbuhan jumlah daun

karet. Karena satu efek fisiologis GA3 lebih banyak pengaruhnya pada

pertumbuhan ruas-ruas batang daripada pada pertumbuhan daun. Menurut

Salisbury dan Ross (1995) GA3 diketahui dapat memacu pertumbuhan seluruh

tanaman, termasuk daun dan akar. GA3 yang diberikan dengan cara apapun di

tempat yang dapat mengangkutnya ke ujung tajuk, maka akan terjadi peningkatan

pembelahan sel dan pertumbuhan sel yang mengarah kepada pemanjangan batang

dan perkembangan daun muda.

Umur muncul tunas adalah waktu yang dibutuhkan untuk melihat respon

tanaman dalam menghasilkan tunas baru. Dalam penelitian ini waktu tunas paling

lama terdapat pada perlakuan G3 (GA31 mg/l) yaitu berkisar 24 hari dan umur

muncul tunas tertinggi adalah pada perlakuan G1 (GA3 0 mg/l). Waktu

pembentukan tunas tanaman karet dihitung pada saat penanaman. Eksplan yang

digunakan buku satu tunas tanpa daun. Menurut penelitian Kosmiatin et al., (2005) waktu induksi tunas tercepat diperoleh dari eksplan buku tanpa daun.

Eksplan yang relatif lebih mudah diinduksi tunasnya adalah eksplan yang

memiliki jaringan meristem atau bakal tunas seperti tunas terminal dan bakal

Gambar

Tabel 1. Pengaruh perlakuan penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus dalam GA3sebelum pengkulturan terhadap umur muncul tunas (Hari)
Gambar 1. Eksplan (a) sebelum membentuk tunas(2 MST) (b) setelah membentuk tunas (6 MST)
Tabel 4. Pengaruh penambahan GA3 dalam media dan perendaman nodus sebelum pengkulturan terhadap panjang tunas (cm) (6 MST)
Gambar 2.
+4

Referensi

Dokumen terkait

In consideration of the spatial resolution of these sensors and the size of the target, with the aid of data measured with optical sensor onboard GF-1

After the early calibration validation phase, which confirmed the temperature accuracy of observed data, CIRC data has been available to the public January 2015 onward..

• PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) is a leading Indonesian provider of integrated one-stop sea logistics and transportation solutions for bulk materials, particularly

We performed a new approach based on the automatic extraction of dunes to study and analyze the dynamics of dune in Laâyoune from free Google Earth satellite

Produksi adalah menghasilkan sesuatu dengan megolah bahan mentah menjadi bahan baku atau bahan jadi. Konsumsi adalah

The loss of information based on the num- ber of bits used for the lossy compression was evaluated and the compression rates for the modeling approach itself as well as both

• PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) is a leading Indonesian provider of integrated one-stop sea logistics and transportation solutions for bulk materials, particularly

This study attempts to analyze the spatial-temporal extent change of vegetation greenness, Land Surface Temperature (LST), and Normalized Difference Snow Index (NDSI)